Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2011 -
Baca: Matius 5:43-48
"Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." Matius 5:44
Orang yang bersikap baik kepada kita harus kita perlakukan dengan baik, sedangkan orang yang berbuat jahat dan menganiaya kita patut kita benci dan musuhi. Inilah sikap yang dimiliki sebagian besar manusia. Bahkan sekarang ini banyak orang yang bertindak semena-mena terhadap orang lain. Yang kuat menekan yang lemah, yang kaya menindas yang miskin. Hanya karena memiliki 'prinsip' berbeda seseorang dimusuhi, diserang, dianiaya, diintimidasi, bahkan dibunuh!
Prinsip kekristenan berbeda dari prinsip dunia ini. Firman Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi musuh kita. Tuhan berkata, "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada berbuat demikian?" (ayat 46-47). Tuhan Yesus adalah teladan yang luar biasa bagi kita. Ia sanggup mengalahkan yang jahat dengan kebaikan; diejek, diludahi, dimusuhi, dianiaya, bahkan sampai mati di kayu salib, Dia tidak pernah membalas perbuatan jahat mereka, tapi berdoa bagi mereka (Lukas 23:34). Kejahatan tidak akan dapat ditaklukkan oleh kejahatan, tetapi kebaikanlah yang mampu mengalahkan kejahatan! Mungkin kita berkata, "Saya adalah manusia biasa, mustahil bisa mengasihi musuh." Alkitab menambahkan: "...haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Mustahilkah? Tentu tidak, karena status kita adalah anak-anak Allah, mewarisi sifat dan karakterNya. Dikatakan, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Pastilah Allah tidak pernah memberi perintah yang mustahil untuk kita lakukan.
Menjadi sempurna bukan tergantung pada usaha kita, tetapi tergantung pada siapakah kita, asalkan kita terus bertumbuh di dalam Dia. Mengasihi musuh adalah bentuk dari penyangkalan diri. Ini adalah salah satu ujian untuk membuktikan status kita sebagai anak Allah, "...dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga," (Matius 5:45).
Tuhan menghendaki kita memiliki hidup yang berbeda dari dunia, untuk itulah kita dipanggil supaya hidup kita menjadi berkat, salah satunya adalah mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka!
Wednesday, May 18, 2011
Tuesday, May 17, 2011
GEREJA LOKAL: Tempat Bertumbuh (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2011 -
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Berakar di sebuah gereja lokal berarti memiliki kesempatan untuk mempraktekkan kasih. Karena itu "...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama keapada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Kalau kita tidak pernah memiliki hubungan atau persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman dalam sebuah gereja lokal, maka ketika mengalami masa-masa sukar kita pasti akan kesulitan mendekatkan diri kepada orang lain karena kita belum pernah membangun hubungan dengan mereka sebelumnya. Kita perlu bersekutu dengan orang lain, karena masalahnya adalah ketika kita sakit, terluka, kecewa dan lemah, siapakah yang dapat kita hubungi untuk berbagi? Jadi kita harus memiliki hubungan di dalam sebuah gereja lokal di mana kita dapat secara fisik hadir untuk saling menopang.
Bersekutu dengan saudara seiman akan membantu kita bertumbuh dan bergairah untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan karena ada yang mengingatkan dan menegur kita saat kita sedang lemah dan suam. Ada tertulis: "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17). Orang Kristen yang tidak pernah menjadi anggota aktif di dalam jemaat lokal dan hanya menjadi penonton di setiap minggu, serta tidak aada hubungan yang terbangun dengan orang lain tidak akan bertumbuh. Mungkin kita memperoleh pengetahuan banyak tentang firman Tuhan, namun karakter dan kehidupan rohani kita tidak berkembang sebab untuk bertumbuh kita membutuhkan hubungan dengan saudara yang lain; dan Tuhan memakai orang lain untuk membentuk dan mendewasakan kita.
Kala kita bergabung dengan gereja lokal Tuhan akan menaruh suatu kerinduan di dalam hati kita untuk memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Di situ pula kita berkesempatan untuk mengembangkan karunia rohani yang telah Tuhan taruh dalam diri kita. Tuhan memakai karunia-karunia itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jemaat lokal di mana kita menjadi bagiannya. Mari camkan ini: setiap orang dibutuhkan di setiap gereja.
Mari terlibat di gereja lokal; apa pun bentuk peranan kita, lakukan itu dengan segenap hati dan setia seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia; ada upah yang Tuhan sediakan bagi kita (baca Kolose 3:23-24).
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Berakar di sebuah gereja lokal berarti memiliki kesempatan untuk mempraktekkan kasih. Karena itu "...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama keapada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Kalau kita tidak pernah memiliki hubungan atau persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman dalam sebuah gereja lokal, maka ketika mengalami masa-masa sukar kita pasti akan kesulitan mendekatkan diri kepada orang lain karena kita belum pernah membangun hubungan dengan mereka sebelumnya. Kita perlu bersekutu dengan orang lain, karena masalahnya adalah ketika kita sakit, terluka, kecewa dan lemah, siapakah yang dapat kita hubungi untuk berbagi? Jadi kita harus memiliki hubungan di dalam sebuah gereja lokal di mana kita dapat secara fisik hadir untuk saling menopang.
Bersekutu dengan saudara seiman akan membantu kita bertumbuh dan bergairah untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan karena ada yang mengingatkan dan menegur kita saat kita sedang lemah dan suam. Ada tertulis: "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17). Orang Kristen yang tidak pernah menjadi anggota aktif di dalam jemaat lokal dan hanya menjadi penonton di setiap minggu, serta tidak aada hubungan yang terbangun dengan orang lain tidak akan bertumbuh. Mungkin kita memperoleh pengetahuan banyak tentang firman Tuhan, namun karakter dan kehidupan rohani kita tidak berkembang sebab untuk bertumbuh kita membutuhkan hubungan dengan saudara yang lain; dan Tuhan memakai orang lain untuk membentuk dan mendewasakan kita.
Kala kita bergabung dengan gereja lokal Tuhan akan menaruh suatu kerinduan di dalam hati kita untuk memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Di situ pula kita berkesempatan untuk mengembangkan karunia rohani yang telah Tuhan taruh dalam diri kita. Tuhan memakai karunia-karunia itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jemaat lokal di mana kita menjadi bagiannya. Mari camkan ini: setiap orang dibutuhkan di setiap gereja.
Mari terlibat di gereja lokal; apa pun bentuk peranan kita, lakukan itu dengan segenap hati dan setia seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia; ada upah yang Tuhan sediakan bagi kita (baca Kolose 3:23-24).
Monday, May 16, 2011
GEREJA LOKAL: Tempat Bertumbuh (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2011 -
Baca: Ibrani 10:19-25
"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." Ibrani 10:24
Dari ayat nas yang kita baca ada dua kata penting yaitu memperhatikan dan mendorong. Kata memperhatikan memiliki arti: menemukan dan melihat satu sama lain. Sedangkan kata mendorong dalam bahasa Yunaninya 'paroxusmos', yang artinya: membangkitkan atau membuat tajam. Dua hal inilah yang diperlukan dalam pertumbuhan iman setiap orang percaya: saling memperhatikan dan saling mendorong.
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang kelihatannya rajin beribadah ke gereja tapi mereka tidak mengalami pertumbuhan ke arah yang benar. Mengapa? Karena mereka selalu berpindah-pindah gereja, tidak berakar atau menjadi anggota di suatu gereja lokal. Minggu ini beribadah di gereja A karena kebetulan ada hamba Tuhan besar yang sedang berkotbah di situ; minggu berikutnya beribadah ke gereja B yang lokasinya di kawasan pusat perbelanjaan, dengan harapan sambil menyelam minum air, beribadah sekaligus shopping. Di kesempatan lainnya ikut kebaktian di gereja C dan seterusnya. Bahkan ada juga orang Kristen yang sudah cukup beribadah menyaksikan siaran televisi saja di rumah. Apakah mungkin orang-orang yang demikian memiliki persekutuan yang intens dengan saudara seiman lainnya? Mereka datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, pulang, tidak peduli orang lain; fokusnya diri sendiri.
Begitu pentingkah kita berakar di dalam sebuah gereja lokal? Misalkan kita memiliki tanaman jeruk, tapi kita selalu menarik akarnya setiap minggu dan memindahkannya, maka sampai kapan pun tanaman jeruk itu tidak akan bertumbuh, apalagi berbuah. Tanaman jeruk itu akan bertumbuh dengan baik dan pada saatnya akan menghasilkan buah apabila ditanam secara permanen dan dibiarkan berakar pada satu tempat. Begitu pula orang percaya yang selalu berpindah-pindah gereja dan tidak mengakar di suatu gereja lokal. Ketika kita bergabung dengan gereja lokal kita memiliki kesempatan untuk bersekutu dan membangun persahabatan dengan sesama anggota tubuh Kristus. Jika tubuh Kristus hanya terdiri dari orang-orang yang berpusat pada diri sendiri, maka kekristenan tidak akan pernah menjangkau dunia! Tuhan Yesus berkata, "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." (Matius 10:8b). Kebenaran firman yang sudah kita dapatkan harus kita praktekkan dengan saudara seiman. (Bersambung)
Baca: Ibrani 10:19-25
"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." Ibrani 10:24
Dari ayat nas yang kita baca ada dua kata penting yaitu memperhatikan dan mendorong. Kata memperhatikan memiliki arti: menemukan dan melihat satu sama lain. Sedangkan kata mendorong dalam bahasa Yunaninya 'paroxusmos', yang artinya: membangkitkan atau membuat tajam. Dua hal inilah yang diperlukan dalam pertumbuhan iman setiap orang percaya: saling memperhatikan dan saling mendorong.
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang kelihatannya rajin beribadah ke gereja tapi mereka tidak mengalami pertumbuhan ke arah yang benar. Mengapa? Karena mereka selalu berpindah-pindah gereja, tidak berakar atau menjadi anggota di suatu gereja lokal. Minggu ini beribadah di gereja A karena kebetulan ada hamba Tuhan besar yang sedang berkotbah di situ; minggu berikutnya beribadah ke gereja B yang lokasinya di kawasan pusat perbelanjaan, dengan harapan sambil menyelam minum air, beribadah sekaligus shopping. Di kesempatan lainnya ikut kebaktian di gereja C dan seterusnya. Bahkan ada juga orang Kristen yang sudah cukup beribadah menyaksikan siaran televisi saja di rumah. Apakah mungkin orang-orang yang demikian memiliki persekutuan yang intens dengan saudara seiman lainnya? Mereka datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, pulang, tidak peduli orang lain; fokusnya diri sendiri.
Begitu pentingkah kita berakar di dalam sebuah gereja lokal? Misalkan kita memiliki tanaman jeruk, tapi kita selalu menarik akarnya setiap minggu dan memindahkannya, maka sampai kapan pun tanaman jeruk itu tidak akan bertumbuh, apalagi berbuah. Tanaman jeruk itu akan bertumbuh dengan baik dan pada saatnya akan menghasilkan buah apabila ditanam secara permanen dan dibiarkan berakar pada satu tempat. Begitu pula orang percaya yang selalu berpindah-pindah gereja dan tidak mengakar di suatu gereja lokal. Ketika kita bergabung dengan gereja lokal kita memiliki kesempatan untuk bersekutu dan membangun persahabatan dengan sesama anggota tubuh Kristus. Jika tubuh Kristus hanya terdiri dari orang-orang yang berpusat pada diri sendiri, maka kekristenan tidak akan pernah menjangkau dunia! Tuhan Yesus berkata, "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." (Matius 10:8b). Kebenaran firman yang sudah kita dapatkan harus kita praktekkan dengan saudara seiman. (Bersambung)
Sunday, May 15, 2011
MENUAI DARI PERKATAAN SENDIRI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2011 -
Baca: Bilangan 14:1-38
"Adapun orang-orang telah disuruh Musa untuk mengintai negeri itu, yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar busuk tentang negeri itu, orang-orang mati, kena tulah di hadapan Tuhan." Bilangan 14:36-37
Ada hukum perang dalam Alkitab (dan mungkin juga dalam hukum dunia saat ini) yang melarang seorang tentara yang penakut untuk turut pergi berperang karena pikiran negatif mereka akan berdampak buruk bagi rekan-rekannya. Seperti tertulis: "...para pengatur pasukan itu harus berbicara kepada tentara demikian: Siapa takut dan lemah hati? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya jangan tawar seperti hatinya." (Ulangan 20:8).
Pikiran negatif itu menular! Orang-orang yang berpikiran negatif tidak akan pernah menang dalam peperangan. Ini yang terjadi atas sebagian besar bangsa Israel, yang karena takut maka mereka munuai dari ketakutannya sendiri, yaitu gagal memasuki Kanaan; "...yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar buruk tentang negeri itu, orang-orang itu mati, kena tulah di hadapan Tuhan." Sedangkan Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune menuai dari perkataan imannya, keduanya menikmati Kanaan. Kanaan adalah "...suatu negeri yang melimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8). Susu dan madu berbicara tentang berkat atau semua hal yang baik yang Tuhan sediakan bagi umatNya. Seharusnya bangsa Israel menatap negeri itu dengan penuh iman. Bukankah mereka telah melewati pengalaman yang luar biasa bersama dengan Tuhan? Mereka diluputkan dari sepuluh tulah: air menjadi darah, katak, nyamuk, lalat pikat, penyakit sampar pada ternak, barah, hujan es, belalang, gelap gulita dan juga kematian anak sulung orang Mesir. Namun mereka mudahnya lupa dengan apa yang telah diperbuat Tuhan bagi mereka. Ketika menghadapi raksasa-raksasa baru mereka kembali hidup dalam ketakutan sehingga pada saatnya mereka pun harus menuai hasil dari perkataan sendri.
Perkataan itu seperti benih, yang ketika kita tanam akan bertumbuh dan menghasilkan tuaian. Apa saja yang sering Saudara perkatakan? Janganlah selalu memperkatakan hal-hal yang negatif, karena Yesus Kristus telah membebaskan kita dari kutuk dosa dengan darahNya!
Kemenangan dan berkat adalah milik kita, karena itu selaraskan perkataan kita dengan firman Tuhan!
Baca: Bilangan 14:1-38
"Adapun orang-orang telah disuruh Musa untuk mengintai negeri itu, yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar busuk tentang negeri itu, orang-orang mati, kena tulah di hadapan Tuhan." Bilangan 14:36-37
Ada hukum perang dalam Alkitab (dan mungkin juga dalam hukum dunia saat ini) yang melarang seorang tentara yang penakut untuk turut pergi berperang karena pikiran negatif mereka akan berdampak buruk bagi rekan-rekannya. Seperti tertulis: "...para pengatur pasukan itu harus berbicara kepada tentara demikian: Siapa takut dan lemah hati? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya jangan tawar seperti hatinya." (Ulangan 20:8).
Pikiran negatif itu menular! Orang-orang yang berpikiran negatif tidak akan pernah menang dalam peperangan. Ini yang terjadi atas sebagian besar bangsa Israel, yang karena takut maka mereka munuai dari ketakutannya sendiri, yaitu gagal memasuki Kanaan; "...yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar buruk tentang negeri itu, orang-orang itu mati, kena tulah di hadapan Tuhan." Sedangkan Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune menuai dari perkataan imannya, keduanya menikmati Kanaan. Kanaan adalah "...suatu negeri yang melimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8). Susu dan madu berbicara tentang berkat atau semua hal yang baik yang Tuhan sediakan bagi umatNya. Seharusnya bangsa Israel menatap negeri itu dengan penuh iman. Bukankah mereka telah melewati pengalaman yang luar biasa bersama dengan Tuhan? Mereka diluputkan dari sepuluh tulah: air menjadi darah, katak, nyamuk, lalat pikat, penyakit sampar pada ternak, barah, hujan es, belalang, gelap gulita dan juga kematian anak sulung orang Mesir. Namun mereka mudahnya lupa dengan apa yang telah diperbuat Tuhan bagi mereka. Ketika menghadapi raksasa-raksasa baru mereka kembali hidup dalam ketakutan sehingga pada saatnya mereka pun harus menuai hasil dari perkataan sendri.
Perkataan itu seperti benih, yang ketika kita tanam akan bertumbuh dan menghasilkan tuaian. Apa saja yang sering Saudara perkatakan? Janganlah selalu memperkatakan hal-hal yang negatif, karena Yesus Kristus telah membebaskan kita dari kutuk dosa dengan darahNya!
Kemenangan dan berkat adalah milik kita, karena itu selaraskan perkataan kita dengan firman Tuhan!
Saturday, May 14, 2011
MENUAI DARI PERKATAAN SENDIRI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2011 -
Baca: Bilangan 13:17-33
"Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana." Bilangan 13:28
Sudah sering kita diingatkan tentang dampak dari ucapan atau perkataan terhadap kehidupan kita orang percaya. Perkataan kita akan menentukan apakah kita diberkati atau malah terpuruk; perkataan kita bisa mengangkat atau bahkan menjatuhkan kita sendiri.
Mari kita perhatikan pengalaman bangsa Israel ini. Dua belas orang pengintai dikirim Musa untuk memantau keadaan Kanaan, tanah Perjanjian. Sepulang dari tugas pengintaiannya, sepuluh orang memberikan kesaksian yang intinya sangat pesimis dan merasa tidak mungkin bisa masuk ke negeri itu. Mereka berkata, "Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat 33). Namun, dua orang lainnya yaitu Kaleb dan Yosua memberi kesaksian yang berbeda. Keduanya memperkatakan hal-hal positif yang membangkitkan iman bangsa Israel, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), dan mereka menambahkan, "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yangberlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada Tuhan, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." (Bilangan 14:7-9).
Cara kita memandang diri sendiri akan membentuk kita. "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Sepuluh orang pengintai itu memandang dirinya seperti belalang. Akibatnya mereka mengalami ketakutan dan hal itu berdampak buruk terhadap bangsa Israel. Alkitab menegaskan, "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7b). Berhati-hatilah, karena setiap orang yang akan menuai hasil dari benih perkataan yang dilepaskan melalui mulutnya. Kita akan menjadi tawanan perkataan kita sendiri. Itulah sebabnya Iblis selalu menaburkan hal-hal negatif dalam diri manusia sehingga ketika mereka sering menggemakan hal-hal negatif itu, itulah yang akan terjadi. (Bersambung)
Baca: Bilangan 13:17-33
"Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana." Bilangan 13:28
Sudah sering kita diingatkan tentang dampak dari ucapan atau perkataan terhadap kehidupan kita orang percaya. Perkataan kita akan menentukan apakah kita diberkati atau malah terpuruk; perkataan kita bisa mengangkat atau bahkan menjatuhkan kita sendiri.
Mari kita perhatikan pengalaman bangsa Israel ini. Dua belas orang pengintai dikirim Musa untuk memantau keadaan Kanaan, tanah Perjanjian. Sepulang dari tugas pengintaiannya, sepuluh orang memberikan kesaksian yang intinya sangat pesimis dan merasa tidak mungkin bisa masuk ke negeri itu. Mereka berkata, "Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat 33). Namun, dua orang lainnya yaitu Kaleb dan Yosua memberi kesaksian yang berbeda. Keduanya memperkatakan hal-hal positif yang membangkitkan iman bangsa Israel, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), dan mereka menambahkan, "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yangberlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada Tuhan, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." (Bilangan 14:7-9).
Cara kita memandang diri sendiri akan membentuk kita. "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Sepuluh orang pengintai itu memandang dirinya seperti belalang. Akibatnya mereka mengalami ketakutan dan hal itu berdampak buruk terhadap bangsa Israel. Alkitab menegaskan, "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7b). Berhati-hatilah, karena setiap orang yang akan menuai hasil dari benih perkataan yang dilepaskan melalui mulutnya. Kita akan menjadi tawanan perkataan kita sendiri. Itulah sebabnya Iblis selalu menaburkan hal-hal negatif dalam diri manusia sehingga ketika mereka sering menggemakan hal-hal negatif itu, itulah yang akan terjadi. (Bersambung)
Friday, May 13, 2011
TUHAN MEMELIHARA HIDUP KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2011 -
Baca: Roma 8:31-39
"Ia (Allah), yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Ayat nas di atas menjadi suatu bukti betapa Allah mengasihi kita. Jika PuteraNya yang tunggal rela Dia berikan bagi kita, apalagi hal-hal lain yang menjadi kebutuhan kita pasti disediakanNya. FirmanNya menasihatkan, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan menghendaki agar kita tidak kuatir karena Dia yang akan memelihara hidup kita. Pemeliharaan Tuhan atas bangsa Israel di sepanjang perjalanan keluar dari Mesir, saat di padang gurun hingga mencapai tanah Kanaan adalah bukti nyata. Daud juga merasakan dan mengalami pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya dan inilah ungkapannya: "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;" (Mazmur 23:1-2).
Selama pelayananNya di bumi Yesus senantiasa menyatakan kasih dan kepedulianNya terhadap semua orang. Mujizat demi mujizat Ia nyatakan: yang sakit disembuhkan, buta dicelikkan. Ia juga meyakinkan kita, "Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi kita demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir..." (Matius 6:29-31a). Tuhan tahu persis apa yang kita perlukan dan Dia sumber segala kebutuhan kita. Percayalah! Ia tidak kekurangan jalan dan memiliki cara ajaib untuk mencukupi segala kebutuhan kita.
Roma 5:8 mengatakan, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdoas." Ayat ini menegaskan betapa dalam kasih Allah kepada kita, anak-anakNya. Walaupun terkadang kita tidak setia, Dia tetap setia dan mengasihi kita. Kasih inilah yang menjadi dasar pemeliharaan Tuhan bagi umatNya. Pemeliharaan Tuhan atas hidup kita itu bukan hanya sesaat atau dalam kurun waktu tertentu, tapi sampai akhir hidup kita. Tidak pernah Ia meninggalkan perbuatan tanganNya bagi kita!
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baca: Roma 8:31-39
"Ia (Allah), yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Ayat nas di atas menjadi suatu bukti betapa Allah mengasihi kita. Jika PuteraNya yang tunggal rela Dia berikan bagi kita, apalagi hal-hal lain yang menjadi kebutuhan kita pasti disediakanNya. FirmanNya menasihatkan, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan menghendaki agar kita tidak kuatir karena Dia yang akan memelihara hidup kita. Pemeliharaan Tuhan atas bangsa Israel di sepanjang perjalanan keluar dari Mesir, saat di padang gurun hingga mencapai tanah Kanaan adalah bukti nyata. Daud juga merasakan dan mengalami pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya dan inilah ungkapannya: "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;" (Mazmur 23:1-2).
Selama pelayananNya di bumi Yesus senantiasa menyatakan kasih dan kepedulianNya terhadap semua orang. Mujizat demi mujizat Ia nyatakan: yang sakit disembuhkan, buta dicelikkan. Ia juga meyakinkan kita, "Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi kita demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir..." (Matius 6:29-31a). Tuhan tahu persis apa yang kita perlukan dan Dia sumber segala kebutuhan kita. Percayalah! Ia tidak kekurangan jalan dan memiliki cara ajaib untuk mencukupi segala kebutuhan kita.
Roma 5:8 mengatakan, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdoas." Ayat ini menegaskan betapa dalam kasih Allah kepada kita, anak-anakNya. Walaupun terkadang kita tidak setia, Dia tetap setia dan mengasihi kita. Kasih inilah yang menjadi dasar pemeliharaan Tuhan bagi umatNya. Pemeliharaan Tuhan atas hidup kita itu bukan hanya sesaat atau dalam kurun waktu tertentu, tapi sampai akhir hidup kita. Tidak pernah Ia meninggalkan perbuatan tanganNya bagi kita!
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Thursday, May 12, 2011
TUHAN MENGUTAMAKAN KARAKTER
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2011 -
Baca: Filipi 2:19-24
"Kamu tahu bahwa kesetiaannya (Timotius - Red.) telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya." Filipi 2:22
Rasul Paulus bertemu dengan Timotius untuk pertama kalinya saat ia berada di Listra. Timotius adalah pemuda yang memiliki reputasi yang baik di daerahnya. Ia memiliki latar belakang keluarga yang takut akan Tuhan. "ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani." (Kisah 16:1b). Tidak hanya itu, neneknya (Lois) juga seorang percaya. Adalah sangat tepat jika Paulus memilih Timotius untuk menjadi partner dalam pelayanannya. Dan sudah terbukti, Timotius begitu setia menjalanankan tugasnya sebagai seorang pelayan Tuhan.
Karena ketekunan dan kesetiaannya mengerjakan tugas yang dipercayakan, Timotius beroleh promosi dari Tuhan dan ia dipercaya sebagai pemberita Injil serta menggembalakan jemaat di Efesus. Sungguh benar, "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perhatikan pernyataan Paulus tentang Timotius: "...aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas,..." (2 Timotius 1:5). Hal ini menunjukkan bahwa Timotius memiliki iman yang tulus, tidak ada kepura-puraan atau keterpaksaan. Paulus juga menambahkan, "...tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya." (Filipi 2:20-22).
Timotius memiliki karakter yang tidak perlu disangsikan lagi: setia, suci, tulus ikhlas, berhati hamba, peduli akan orang lain dan sangat terbeban terhadap pekerjaan Tuhan. Karakter seperti Timotius inilah yang Tuhan cari! Banyak orang Kristen yang berlomba-lomba mengejar kuasa dan mujizat, tapi hal karakter mereka abaikan. Mengejar urapan, kuasa dan mujizat itu tidak salah, tapi semuanya menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan karakter yang bekenan kepada Tuhan: masih menyimpan dendam, sakit hati, kepahitan. Tuhan mau kita memiliki hati yang tulus dan suci.
Apa pun pelayanan kita jika tidak disertai karakter yang berkenan, semuanya sia-sia!
Baca: Filipi 2:19-24
"Kamu tahu bahwa kesetiaannya (Timotius - Red.) telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya." Filipi 2:22
Rasul Paulus bertemu dengan Timotius untuk pertama kalinya saat ia berada di Listra. Timotius adalah pemuda yang memiliki reputasi yang baik di daerahnya. Ia memiliki latar belakang keluarga yang takut akan Tuhan. "ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani." (Kisah 16:1b). Tidak hanya itu, neneknya (Lois) juga seorang percaya. Adalah sangat tepat jika Paulus memilih Timotius untuk menjadi partner dalam pelayanannya. Dan sudah terbukti, Timotius begitu setia menjalanankan tugasnya sebagai seorang pelayan Tuhan.
Karena ketekunan dan kesetiaannya mengerjakan tugas yang dipercayakan, Timotius beroleh promosi dari Tuhan dan ia dipercaya sebagai pemberita Injil serta menggembalakan jemaat di Efesus. Sungguh benar, "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perhatikan pernyataan Paulus tentang Timotius: "...aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas,..." (2 Timotius 1:5). Hal ini menunjukkan bahwa Timotius memiliki iman yang tulus, tidak ada kepura-puraan atau keterpaksaan. Paulus juga menambahkan, "...tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya." (Filipi 2:20-22).
Timotius memiliki karakter yang tidak perlu disangsikan lagi: setia, suci, tulus ikhlas, berhati hamba, peduli akan orang lain dan sangat terbeban terhadap pekerjaan Tuhan. Karakter seperti Timotius inilah yang Tuhan cari! Banyak orang Kristen yang berlomba-lomba mengejar kuasa dan mujizat, tapi hal karakter mereka abaikan. Mengejar urapan, kuasa dan mujizat itu tidak salah, tapi semuanya menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan karakter yang bekenan kepada Tuhan: masih menyimpan dendam, sakit hati, kepahitan. Tuhan mau kita memiliki hati yang tulus dan suci.
Apa pun pelayanan kita jika tidak disertai karakter yang berkenan, semuanya sia-sia!
Wednesday, May 11, 2011
KEMALASAN MENGHALANGI BERKAT TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2011 -
Baca: Yosua 18:1-10
"Sebab itu berkatalah Yosua kepada orang Israel: 'Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?' " Yosua 18:3
Dari ayat firman Tuhan yang kita baca dinyatakan bahwa masih ada tujuh suku di antara orang Israel yang belum mendapatkan bagian milik pusaka atau warisan (ayat 2), padahal Tuhan telah memberikan Kanaan secara penuh keapda bangsa Israel. Mengapa hal ini bisa terjadi? Yosua dengan tegas menegur mereka, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan keapdamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?" Ternyata yang menjadi penyebab utama mengapa mereka (tujuh suku Israel) belum mendapatkan bagian warisan adalah karena kemalasan mereka sendiri. Sementara, suku-suku lain sudah mendapatkan bagian warisan. Berarti ada suku-suku Israel yang rajin, tekun dan setia, namun ada pula suku yang bermalas-malasan.
Berbicara tentang rasa malas, hampir semua orang pernah mengalaminya, bahkan sifat malas ini sudah menyerang kehidupan orang-orang percaya. Banyak bangku di gereja yang kosong karena jemaat mulai malas beribadah. Bagaimana kita bisa menikmati Kanaan (janji Tuhan) sepenuhnya bila kita masih memelihara kemalasan dalam hidup ini? Tidak ada kamusnya orang yang malas akan menikmati hasil panen. Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya adalah orang-orang yang rajin dan tekun, bukan pemalas.
Banyak ayat dalam Alkitab yang memperingatkan agar kita keluar dari zona nyaman ini. Tertulis: "Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa." (Amsal 12:24); "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkotbah 10:18). Mungkin kita bertanya dalam hati, "Mengapa dia lebih diberkati? Mengapa dia dipakai Tuhan secara luar biasa, sedangkan aku tidak?" Banyak orang Kristen yang telah mendapatkan Kanaan (menikmati berkat Tuhan) karena mereka mau bayar harga, tetapi tidak sedikit dari kita yang tidak mendapatkan bagian apa-apa karena kita sendiri yang malas: malas bersaat teduh, malas baca Alkitab, malas melayani Tuhan. 'Kanaan' berbicara tentang janji-janji Tuhan atau berkat yang disediakan Tuhan bagi anak-anakNya, dan untuk meraih semua itu kita harus bertindak dengan iman dan berusaha untuk merebutnya.
Kalau kita tetap malas, sampai kapan pun 'Kanaan' akan menjauh dari hidup kita.
Baca: Yosua 18:1-10
"Sebab itu berkatalah Yosua kepada orang Israel: 'Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?' " Yosua 18:3
Dari ayat firman Tuhan yang kita baca dinyatakan bahwa masih ada tujuh suku di antara orang Israel yang belum mendapatkan bagian milik pusaka atau warisan (ayat 2), padahal Tuhan telah memberikan Kanaan secara penuh keapda bangsa Israel. Mengapa hal ini bisa terjadi? Yosua dengan tegas menegur mereka, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan keapdamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?" Ternyata yang menjadi penyebab utama mengapa mereka (tujuh suku Israel) belum mendapatkan bagian warisan adalah karena kemalasan mereka sendiri. Sementara, suku-suku lain sudah mendapatkan bagian warisan. Berarti ada suku-suku Israel yang rajin, tekun dan setia, namun ada pula suku yang bermalas-malasan.
Berbicara tentang rasa malas, hampir semua orang pernah mengalaminya, bahkan sifat malas ini sudah menyerang kehidupan orang-orang percaya. Banyak bangku di gereja yang kosong karena jemaat mulai malas beribadah. Bagaimana kita bisa menikmati Kanaan (janji Tuhan) sepenuhnya bila kita masih memelihara kemalasan dalam hidup ini? Tidak ada kamusnya orang yang malas akan menikmati hasil panen. Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya adalah orang-orang yang rajin dan tekun, bukan pemalas.
Banyak ayat dalam Alkitab yang memperingatkan agar kita keluar dari zona nyaman ini. Tertulis: "Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa." (Amsal 12:24); "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkotbah 10:18). Mungkin kita bertanya dalam hati, "Mengapa dia lebih diberkati? Mengapa dia dipakai Tuhan secara luar biasa, sedangkan aku tidak?" Banyak orang Kristen yang telah mendapatkan Kanaan (menikmati berkat Tuhan) karena mereka mau bayar harga, tetapi tidak sedikit dari kita yang tidak mendapatkan bagian apa-apa karena kita sendiri yang malas: malas bersaat teduh, malas baca Alkitab, malas melayani Tuhan. 'Kanaan' berbicara tentang janji-janji Tuhan atau berkat yang disediakan Tuhan bagi anak-anakNya, dan untuk meraih semua itu kita harus bertindak dengan iman dan berusaha untuk merebutnya.
Kalau kita tetap malas, sampai kapan pun 'Kanaan' akan menjauh dari hidup kita.
Tuesday, May 10, 2011
JADILAH ORANG KRISTEN YANG SETIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2011 -
Baca: Mazmur 12
"Tolonglah kiranya, Tuhan, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." Mazmur 12:2
Salah satu karakter yang tidak mudah ditemukan dalam diri manusia adalah kesetiaannya. Jarang sekali orang mau setia ketika apa yang diharapkan tidak seperti kenyataan. Orang mau setia apabila ada upah! Inilah kenyataan hidup. Begitu juga dalam pengiringan kita kepada Tuhan, seringkali kita tidak setia. Hati kita mudah berubah. Tidak sedikit yang awal mulanya begitu setia melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, kesetiaan itu mulai luntur. Terbentur masalah, kita tidak lagi setia melayani Tuhan. Sepertinya kesetiaan kita keapda Tuhan tergantung 'cuaca'. Ketika hati lagi mendung kita tidak lagi bersemangat; di kala hati lagi cerah kita menggebu-gebu untuk Tuhan. Namun haruslah kita ingat bahwa untuk meraih segala sesuatu (mimpi, cita-cita dan juga harapan) dibutuhkan kesetiaan. Segala sesuatu yang kita kerjakan pasti akan membuahkan hasil secara maksimal apabila kita melakukannya dengan setia.
Firman Tuhan dipenuhi dengan janji-janji Tuhan dan janji itu Ia sediakan bagi umatNya. Ada pun janji Tuhan itu bukan sekedar untuk meninabobokkan kita atau menghibur kita, tapi perlu upaya kita agar dapat dibuktikan dalam kehidupan kita. Tuhan tidak ingin kita hanya diam atau doing nothing sambil menunggu janji Tuhan itu turun dari langit. Tuhan menghendaki adanya tindakan, yaitu kita mau melangkah dengan iman dan untuk meraih janji itu. Memang untuk mencapai perkara-perkara besar tidak gampang, perlu usaha dan kerja keras. Bagi Tuhan tidaklah sulit untuk memulihkan dan memberkati kita, tapi yang ingin Dia lihat adalah sejauh mana kesetiaan kita kepadaNya. Salomo menulis: "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22a).
Dalam segala keadaan mari tetap setia. Kalau kita setia kepada Tuhan kita akan dipercaya oleh Tuhan walaupun harus diawali dari perkara-perkara kecil terlebih dahulu. Tuhan akan menilai seberapa setia kita mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang ada. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Dan kalau kita setia dalam perkara kecil, Tuhan "...akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." (Matius 25:23a). Kesetiaan juga tidak dapat dipisahkan dari ketekunan dan kesabaran. Tanpa kesetiaan mustahil bagi kita untuk meraih janji-janji Tuhan!
Setialah mulai dari sekarang!
Baca: Mazmur 12
"Tolonglah kiranya, Tuhan, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." Mazmur 12:2
Salah satu karakter yang tidak mudah ditemukan dalam diri manusia adalah kesetiaannya. Jarang sekali orang mau setia ketika apa yang diharapkan tidak seperti kenyataan. Orang mau setia apabila ada upah! Inilah kenyataan hidup. Begitu juga dalam pengiringan kita kepada Tuhan, seringkali kita tidak setia. Hati kita mudah berubah. Tidak sedikit yang awal mulanya begitu setia melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, kesetiaan itu mulai luntur. Terbentur masalah, kita tidak lagi setia melayani Tuhan. Sepertinya kesetiaan kita keapda Tuhan tergantung 'cuaca'. Ketika hati lagi mendung kita tidak lagi bersemangat; di kala hati lagi cerah kita menggebu-gebu untuk Tuhan. Namun haruslah kita ingat bahwa untuk meraih segala sesuatu (mimpi, cita-cita dan juga harapan) dibutuhkan kesetiaan. Segala sesuatu yang kita kerjakan pasti akan membuahkan hasil secara maksimal apabila kita melakukannya dengan setia.
Firman Tuhan dipenuhi dengan janji-janji Tuhan dan janji itu Ia sediakan bagi umatNya. Ada pun janji Tuhan itu bukan sekedar untuk meninabobokkan kita atau menghibur kita, tapi perlu upaya kita agar dapat dibuktikan dalam kehidupan kita. Tuhan tidak ingin kita hanya diam atau doing nothing sambil menunggu janji Tuhan itu turun dari langit. Tuhan menghendaki adanya tindakan, yaitu kita mau melangkah dengan iman dan untuk meraih janji itu. Memang untuk mencapai perkara-perkara besar tidak gampang, perlu usaha dan kerja keras. Bagi Tuhan tidaklah sulit untuk memulihkan dan memberkati kita, tapi yang ingin Dia lihat adalah sejauh mana kesetiaan kita kepadaNya. Salomo menulis: "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22a).
Dalam segala keadaan mari tetap setia. Kalau kita setia kepada Tuhan kita akan dipercaya oleh Tuhan walaupun harus diawali dari perkara-perkara kecil terlebih dahulu. Tuhan akan menilai seberapa setia kita mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang ada. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Dan kalau kita setia dalam perkara kecil, Tuhan "...akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." (Matius 25:23a). Kesetiaan juga tidak dapat dipisahkan dari ketekunan dan kesabaran. Tanpa kesetiaan mustahil bagi kita untuk meraih janji-janji Tuhan!
Setialah mulai dari sekarang!
Monday, May 9, 2011
SAMUEL: Makin Dewasa Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2011 -
Baca: 1 Samuel 2:18-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Ketika seseorang merayakan hari ulang tahun, orang-orang terdekatnya pasti memberikan ucapan selamat, baik itu melalui kartu ucapan, sms atau memberikan ucapan selamat langsung: "Selamat ulang tahun ya, semoga semakin dewasa, semakin sukses dan semakin diberkati Tuhan." Kira-kira itulah ucapannya. Dengan bertambahnya usia seseorang diharapkan semakin dewasa pula ia. Dan semua orang pasti berharap hidupnya mengalami peningkatan demi peningkatan dalam segala hal: hidup makin diberkati, karir makin naik, pelayanan makin maju dan makin dipakai Tuhan, serta makin dewasa secara rohani.
Sesungguhnya inilah rencana Tuhan bagi kehidupan orang percaya: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," (Ulangan 28:13). Hidup Samuel mengalami peningkatan demi peningkatan. Dikatakan: "Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." Samuel mengalami pertumbuhan iman yang luar biasa dan makin dewasa rohani. Kedewasaan rohani seseorang seharusnya adalah kedewasaan penuh, artinya ia dewasa di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia. Ada pun kedewasaan seseorang tidak tergantung pada usia atau berapa tahun dia menjadi Kristen. Mungkin saja seseorang dewasa secara umur, tapi belum tentu ia dewasa secara rohani.
Kedewasaan rohani seseorang berbicara tentang karakter dan buah-buah Roh yang dihasilkan dalam hidupnya. Orang yang dewasa rohani memahami kehendak dan rencana Tuhan dalam hidupnya, serta menyadari bahwa jalan-jalan Tuhan bukanlah jalannya, waktu Tuhan bukanlah waktunya. Oleh karena itu ia percaya bahwa Tuhan "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga ia pun mampu memandang segala sesuatu dari sudut pandang Tuhan, bukan dari sudut pandang manusia. Dampaknya: selalu ada ucapan syukur, tidak mudah mengomel dan mengeluh meski harus melewati berbagai persoalan, karena dia tahu bahwa Tuhan memegang kendali seluruh hidupnya.
Ketika seseorang berada dalam tahap dewasa rohani, ia layak menerima janji-janji Tuhan dalam hidupnya!
Baca: 1 Samuel 2:18-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Ketika seseorang merayakan hari ulang tahun, orang-orang terdekatnya pasti memberikan ucapan selamat, baik itu melalui kartu ucapan, sms atau memberikan ucapan selamat langsung: "Selamat ulang tahun ya, semoga semakin dewasa, semakin sukses dan semakin diberkati Tuhan." Kira-kira itulah ucapannya. Dengan bertambahnya usia seseorang diharapkan semakin dewasa pula ia. Dan semua orang pasti berharap hidupnya mengalami peningkatan demi peningkatan dalam segala hal: hidup makin diberkati, karir makin naik, pelayanan makin maju dan makin dipakai Tuhan, serta makin dewasa secara rohani.
Sesungguhnya inilah rencana Tuhan bagi kehidupan orang percaya: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," (Ulangan 28:13). Hidup Samuel mengalami peningkatan demi peningkatan. Dikatakan: "Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." Samuel mengalami pertumbuhan iman yang luar biasa dan makin dewasa rohani. Kedewasaan rohani seseorang seharusnya adalah kedewasaan penuh, artinya ia dewasa di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia. Ada pun kedewasaan seseorang tidak tergantung pada usia atau berapa tahun dia menjadi Kristen. Mungkin saja seseorang dewasa secara umur, tapi belum tentu ia dewasa secara rohani.
Kedewasaan rohani seseorang berbicara tentang karakter dan buah-buah Roh yang dihasilkan dalam hidupnya. Orang yang dewasa rohani memahami kehendak dan rencana Tuhan dalam hidupnya, serta menyadari bahwa jalan-jalan Tuhan bukanlah jalannya, waktu Tuhan bukanlah waktunya. Oleh karena itu ia percaya bahwa Tuhan "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga ia pun mampu memandang segala sesuatu dari sudut pandang Tuhan, bukan dari sudut pandang manusia. Dampaknya: selalu ada ucapan syukur, tidak mudah mengomel dan mengeluh meski harus melewati berbagai persoalan, karena dia tahu bahwa Tuhan memegang kendali seluruh hidupnya.
Ketika seseorang berada dalam tahap dewasa rohani, ia layak menerima janji-janji Tuhan dalam hidupnya!
Sunday, May 8, 2011
APA YANG KITA LIHAT: Mempengaruhi Hati dan Kehidupan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2011 -
Baca: Mazmur 123
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Jika kita senantiasa melatih mata kita untuk melihat dan memandang Tuhan dengan segala kebaikan dan kemahasanggupanNya kita pasti kuat dan mampu bertahan di tengah penderitaan atau kesukaran yang ada. Karenanya mari kita gunakan mata kita dengan bijak untuk melihat hal-hal baik yang telah Tuhan kerjakan, yang membangun iman dan membangkitkan semangat.
Elisa berdoa untuk bujangnya itu, " 'Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Pengalaman bujang Elisa ini menunjukkan bahwa apa yang kita lihat dapat mempengaruhi dan menentukan hati kita. Ke mana pun mata diarahkan, segala yang terlihat oleh mata itulah yang akan terekam dan akan terpancar kembali.
Di zaman yang serba sulit ini banyak di antara kita mengalami keputuasaan karena mata mereka terfokus pada keadaan di sekitar yang tidak baik dan hal itulah yang membentuk pikiran kita, sehingga ketidakberdayaan dan kemustahilan yang berbicara. Kita mulai ragu akan pertolongan dan janji-janji Tuhan. Itulah yang disukai Iblis! Iblis tahu kalau kita melihat hal-hal yang baik, iman kita menjadi kuat. Karena itu Iblis ingin kita melihat hal-hal yang buruk supaya kehidupan kita makin terpuruk dan hancur. Andai pandangan mata Yusuf hanya terarah pada masalah dan penderitaan yang dialaminya, maka mimpi yang ia terima dari Tuhan hanya tinggal mimpi dan tidak akan pernah jadi kenyataan. Tetapi karena matanya memandang Tuhan dan janji-janjinya, Yusuf beroleh kekuatan menjalani hari-hari yang berat itu dan pada akhirnya janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya: ia menjadi penguasa di Mesir. Abraham melihat janji Tuhan dalam hidupnya. " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyakya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Abraham pun menantikan janji Tuhan itu dengan sabar dan "...ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya." (Ibrani 6:15).
Mari kita arahkan pandangan mata kita hanya kepada Tuhan saja. Ibarat jendela dan pintu bagi hati kita, ke mana pun kita mengarahkan, mata akan membentuk hati kita dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita.
Jangan melihat masalah, lihatlah kebesaran dan kuasaNya dengan mata rohani kita!
Baca: Mazmur 123
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Jika kita senantiasa melatih mata kita untuk melihat dan memandang Tuhan dengan segala kebaikan dan kemahasanggupanNya kita pasti kuat dan mampu bertahan di tengah penderitaan atau kesukaran yang ada. Karenanya mari kita gunakan mata kita dengan bijak untuk melihat hal-hal baik yang telah Tuhan kerjakan, yang membangun iman dan membangkitkan semangat.
Elisa berdoa untuk bujangnya itu, " 'Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Pengalaman bujang Elisa ini menunjukkan bahwa apa yang kita lihat dapat mempengaruhi dan menentukan hati kita. Ke mana pun mata diarahkan, segala yang terlihat oleh mata itulah yang akan terekam dan akan terpancar kembali.
Di zaman yang serba sulit ini banyak di antara kita mengalami keputuasaan karena mata mereka terfokus pada keadaan di sekitar yang tidak baik dan hal itulah yang membentuk pikiran kita, sehingga ketidakberdayaan dan kemustahilan yang berbicara. Kita mulai ragu akan pertolongan dan janji-janji Tuhan. Itulah yang disukai Iblis! Iblis tahu kalau kita melihat hal-hal yang baik, iman kita menjadi kuat. Karena itu Iblis ingin kita melihat hal-hal yang buruk supaya kehidupan kita makin terpuruk dan hancur. Andai pandangan mata Yusuf hanya terarah pada masalah dan penderitaan yang dialaminya, maka mimpi yang ia terima dari Tuhan hanya tinggal mimpi dan tidak akan pernah jadi kenyataan. Tetapi karena matanya memandang Tuhan dan janji-janjinya, Yusuf beroleh kekuatan menjalani hari-hari yang berat itu dan pada akhirnya janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya: ia menjadi penguasa di Mesir. Abraham melihat janji Tuhan dalam hidupnya. " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyakya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Abraham pun menantikan janji Tuhan itu dengan sabar dan "...ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya." (Ibrani 6:15).
Mari kita arahkan pandangan mata kita hanya kepada Tuhan saja. Ibarat jendela dan pintu bagi hati kita, ke mana pun kita mengarahkan, mata akan membentuk hati kita dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita.
Jangan melihat masalah, lihatlah kebesaran dan kuasaNya dengan mata rohani kita!
Saturday, May 7, 2011
APA YANG KITA LIHAT: Mempengaruhi Hati dan Kehidupan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2011 -
Baca: Mazmur 119:17-24
"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." Mazmur 119:18
Mata adalah bagian dari tubuh kita yang sangat berharga. Dengan mata, kita bisa melihat bunga-bunga yang merekah di taman, dedaunan yang berwarna hijau, ranumnya warna buah jambu di pohon. Dengan mata, kita tinggal di kota-kota besar dapat melihat gedung-gedung pencakar langit, mal yang kian menjamur dan sebagainya. Dengan mata, kita pun tahu bahwa hari ini matahari bersinar dengan teriknya, atau langit sedang berawan dan tampak kelabu pertanda akan segera turun hujan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mata bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu kita harus benar-benar menjaga dan memelihara mata ini dengan baik.
Tuhan juga menyatakan melalui firmanNya, "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Kita bisa melihat hal yang baik dan yang tidak baik melalui mata, karena itu kita harus menjaga fungsi mata kita dengan segala kewaspadaan, sebab segala sesuatu yang kita lihat melalui mata kita akan sangat mempengaruhi seluruh kehidupan kita. Bila yang kita lihat adalah perkara-perkara yang baik, maka kita akan mendapatkan hal-hal yang baik dalam kehidupan ini. Sebaliknya apabila yang kita lihat adalah hal-hal yang tidak baik, maka kita pun akan menuai yang tidak baik. Oleh karena itu Daud berdoa kepada Tuhan, "Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu."
Seringkali iman kita menjadi lemah ketika melihat keadaan di sekitar kita yang melemahkan. Masalah datang silih berganti, sakit-peyakit yang tidak kunjung sembuh, keuangan keluarga yang minus, melihat toko sepi atau anak-anak memberontak dan sebagainya membuat iman kita langsung drop, kita mengalami ketakutan dan kekuatiran. Ini pula yang dialami oleh Gehazi (abdi Elisa). Ketika bangun pagi ia melihat suatu tentara dengan kuda dan kereta sedang mengepung kota, serunya, " 'Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?' Jawabnya (Elisa): 'Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.' " (2 Raja-Raja 6:15b-16). Abdi Elisa itu tidak lagi mampu melihat kebaikan Tuhan dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib karena dikalahkan keadaan sekitar yang terlihat secara kasat mata. Akibatnya ketakutan dan kekuatiran menguasai hatinya. (Bersambung).
Baca: Mazmur 119:17-24
"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." Mazmur 119:18
Mata adalah bagian dari tubuh kita yang sangat berharga. Dengan mata, kita bisa melihat bunga-bunga yang merekah di taman, dedaunan yang berwarna hijau, ranumnya warna buah jambu di pohon. Dengan mata, kita tinggal di kota-kota besar dapat melihat gedung-gedung pencakar langit, mal yang kian menjamur dan sebagainya. Dengan mata, kita pun tahu bahwa hari ini matahari bersinar dengan teriknya, atau langit sedang berawan dan tampak kelabu pertanda akan segera turun hujan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mata bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu kita harus benar-benar menjaga dan memelihara mata ini dengan baik.
Tuhan juga menyatakan melalui firmanNya, "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Kita bisa melihat hal yang baik dan yang tidak baik melalui mata, karena itu kita harus menjaga fungsi mata kita dengan segala kewaspadaan, sebab segala sesuatu yang kita lihat melalui mata kita akan sangat mempengaruhi seluruh kehidupan kita. Bila yang kita lihat adalah perkara-perkara yang baik, maka kita akan mendapatkan hal-hal yang baik dalam kehidupan ini. Sebaliknya apabila yang kita lihat adalah hal-hal yang tidak baik, maka kita pun akan menuai yang tidak baik. Oleh karena itu Daud berdoa kepada Tuhan, "Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu."
Seringkali iman kita menjadi lemah ketika melihat keadaan di sekitar kita yang melemahkan. Masalah datang silih berganti, sakit-peyakit yang tidak kunjung sembuh, keuangan keluarga yang minus, melihat toko sepi atau anak-anak memberontak dan sebagainya membuat iman kita langsung drop, kita mengalami ketakutan dan kekuatiran. Ini pula yang dialami oleh Gehazi (abdi Elisa). Ketika bangun pagi ia melihat suatu tentara dengan kuda dan kereta sedang mengepung kota, serunya, " 'Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?' Jawabnya (Elisa): 'Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.' " (2 Raja-Raja 6:15b-16). Abdi Elisa itu tidak lagi mampu melihat kebaikan Tuhan dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib karena dikalahkan keadaan sekitar yang terlihat secara kasat mata. Akibatnya ketakutan dan kekuatiran menguasai hatinya. (Bersambung).
Friday, May 6, 2011
TETAP BERKOMITMEN APA PUN KEADAANNYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2011 -
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Di hari-hari ini banyak orang percaya yang mengalami kesuaman terhadap perkara-perkara rohani. Salah satu contohnya adalah dalam hal pelayanan atau melayani pekerjaan Tuhan. Awal-awalnya kita begitu antusias dan menggebu-gebu melayani Tuhan, lambat laun semangat itu luntur dan kerajinan kita pun mulai kendor. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, di antaranya: kecewa dengan hamba Tuhan atau rekan sepelayanan, merasa kurang dihargai, rasa malas, capai ada masalah berat atau kita mulai disibukkan dengan pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas luar lainnya.
Ayat nas di atas kembali mengingatkan agar kita tetap memiliki semangat untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Berhati-hatilah! Jika kita tetap tenggelam dalam kemalasan dan kesuaman, pada saatnya kita akan benasib seperti jemaat di Laodikia: "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku (Tuhan) akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Oleh karena itu, "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Kata teguh berarti setia, dan di dalamnya terkandung suatu komitmen yang tinggi. Dalam hal komitmen, Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita. Ketika Yesus diutus ke dalam dunia ini Ia dengan penuh komitmen menjalankan kehendak Bapa meski harus melewati penderitaan, aniaya, caci-maki, penolakan, bahkan kematian di atas kayu salib. KomitmenNya tidak pernah goyah oleh keadaan apa pun. Dia pun mau mengampuni orang-orang yang telah menganiayaNya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Bagaimana kita? Janganlah goyah saat kita menghadapi berbagai pencobaan yang ada. Kalau kita menyerah kalah pada keadaan, Iblis akan bersorak sorai mentertawakan kita. Ketahuilah: tidak ada kemuliaan tanpa salib, tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Mari kita menjaga komitmen untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Semakin kita setia melayani Tuhan, semakin kita dipercaya olehNya untuk melakukan perkara-perkara besar, walaupun kita harus mengawalinya dari perkara-perkara kecil!
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Di hari-hari ini banyak orang percaya yang mengalami kesuaman terhadap perkara-perkara rohani. Salah satu contohnya adalah dalam hal pelayanan atau melayani pekerjaan Tuhan. Awal-awalnya kita begitu antusias dan menggebu-gebu melayani Tuhan, lambat laun semangat itu luntur dan kerajinan kita pun mulai kendor. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, di antaranya: kecewa dengan hamba Tuhan atau rekan sepelayanan, merasa kurang dihargai, rasa malas, capai ada masalah berat atau kita mulai disibukkan dengan pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas luar lainnya.
Ayat nas di atas kembali mengingatkan agar kita tetap memiliki semangat untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Berhati-hatilah! Jika kita tetap tenggelam dalam kemalasan dan kesuaman, pada saatnya kita akan benasib seperti jemaat di Laodikia: "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku (Tuhan) akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Oleh karena itu, "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Kata teguh berarti setia, dan di dalamnya terkandung suatu komitmen yang tinggi. Dalam hal komitmen, Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita. Ketika Yesus diutus ke dalam dunia ini Ia dengan penuh komitmen menjalankan kehendak Bapa meski harus melewati penderitaan, aniaya, caci-maki, penolakan, bahkan kematian di atas kayu salib. KomitmenNya tidak pernah goyah oleh keadaan apa pun. Dia pun mau mengampuni orang-orang yang telah menganiayaNya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Bagaimana kita? Janganlah goyah saat kita menghadapi berbagai pencobaan yang ada. Kalau kita menyerah kalah pada keadaan, Iblis akan bersorak sorai mentertawakan kita. Ketahuilah: tidak ada kemuliaan tanpa salib, tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Mari kita menjaga komitmen untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Semakin kita setia melayani Tuhan, semakin kita dipercaya olehNya untuk melakukan perkara-perkara besar, walaupun kita harus mengawalinya dari perkara-perkara kecil!
Thursday, May 5, 2011
MELANGKAH DI JALAN YANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2011 -
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." Matius 7:14
Perjalanan hidup ini penuh dengan liku-liku. Ada jalan yang terjal, curam, mendaki dan kadang penuh dengan onak duri. Meski demikian kita tidak boleh menyerah atau berhenti di tengah jalan sebelum tujuan tercapai. Untuk mencapai keberhasilan itu ada jalan yang yang harus ditempuh. Tentunya kita tidak boleh asal melangkah; kita harus membuat pilihan yang benar serta melangkah di jalan yang benar pula. Ketika kita hendak mendaki ke puncak gunung, jalan yang harus kita lewati pasti terasa berat dan melelahkan, namun tatkala kita mencapai puncak gunung itu terbayarlah semua kepenatan yang kita rasakan, kita dapat menikmati hamparan yang hijau dengan pemandangan nan indah dan luas dari atas.
Saat ini banyak orang sedang mencari-cari jalan demi mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Tidak sedikit orang yang salah memilih jalan pada akhirnya mengalami kehancuran. Ingin cepat kaya dan berhasil, mereka pun menempuh jalan yang sesat: pergi ke dukun, paranormal dan sebagainya. Inilah jalan pintas, jalan yang kelihatannya mudah tapi ujungnya menuju maut. Benar kata Salomo: "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Ada jalan yang menuju kepada kehidupan yang berkemenangan dan diberkati tapi tidak semua orang mau menempuhnya, karena jalan itu sesak dan sempit seperti tertulis: "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;" (Matius 7:13). Pintu yang sesak adalah jalan menuju keselamatan kekal, dan pintu itu adalah Yesus sebagaimana yang dikatakanNya, "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput." (Yohanes 10:9).
Jadi, jalan utama yang harus kita tempuh sebagai dasar hidup kita adalah beriman kepada Tuhan Yesus. PengorbananNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Dia mengasihi kita. Bila kita sudah ada di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, karena itu jangan kembali kepada kehidupan yang lama. Dosa harus kita tinggalkan, dan itu harus kita wujudkan dalam perbuatan nyata setiap hari sebab perbuatan kita adalah refleksi iman kita. Iman akan tampak apabila ada perbuatan.
Percaya kepada Kristus adalah jalan kepada kehidupan yang diberkati!
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." Matius 7:14
Perjalanan hidup ini penuh dengan liku-liku. Ada jalan yang terjal, curam, mendaki dan kadang penuh dengan onak duri. Meski demikian kita tidak boleh menyerah atau berhenti di tengah jalan sebelum tujuan tercapai. Untuk mencapai keberhasilan itu ada jalan yang yang harus ditempuh. Tentunya kita tidak boleh asal melangkah; kita harus membuat pilihan yang benar serta melangkah di jalan yang benar pula. Ketika kita hendak mendaki ke puncak gunung, jalan yang harus kita lewati pasti terasa berat dan melelahkan, namun tatkala kita mencapai puncak gunung itu terbayarlah semua kepenatan yang kita rasakan, kita dapat menikmati hamparan yang hijau dengan pemandangan nan indah dan luas dari atas.
Saat ini banyak orang sedang mencari-cari jalan demi mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Tidak sedikit orang yang salah memilih jalan pada akhirnya mengalami kehancuran. Ingin cepat kaya dan berhasil, mereka pun menempuh jalan yang sesat: pergi ke dukun, paranormal dan sebagainya. Inilah jalan pintas, jalan yang kelihatannya mudah tapi ujungnya menuju maut. Benar kata Salomo: "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Ada jalan yang menuju kepada kehidupan yang berkemenangan dan diberkati tapi tidak semua orang mau menempuhnya, karena jalan itu sesak dan sempit seperti tertulis: "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;" (Matius 7:13). Pintu yang sesak adalah jalan menuju keselamatan kekal, dan pintu itu adalah Yesus sebagaimana yang dikatakanNya, "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput." (Yohanes 10:9).
Jadi, jalan utama yang harus kita tempuh sebagai dasar hidup kita adalah beriman kepada Tuhan Yesus. PengorbananNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Dia mengasihi kita. Bila kita sudah ada di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, karena itu jangan kembali kepada kehidupan yang lama. Dosa harus kita tinggalkan, dan itu harus kita wujudkan dalam perbuatan nyata setiap hari sebab perbuatan kita adalah refleksi iman kita. Iman akan tampak apabila ada perbuatan.
Percaya kepada Kristus adalah jalan kepada kehidupan yang diberkati!
Wednesday, May 4, 2011
TAKUT AKAN TUHAN: Hormat dan Bangga akan Dia (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2011 -
Baca: Mazmur 145
"Ia (Tuhan) melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." Mazmur 145:19
Takut akan Tuhan mengandung unsur bangga. Jika di dalam hati kita memiliki rasa bangga kepada Tuhan tentunya kita akan suka bersaksi dan menceritakan kebaikan-kebaikanNya kepada orang lain. Namun banyak di antara kita yang malu bersaksi tentang Yesus, malu menceritakan kebaikan-kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Ingat, kalau kita malu karena nama Yesus, Ia pun akan malu mengakui kita di hadapan Bapa (baca Markus 8:38). Sebaliknya kalau menceritakan kejelekan orang lain atau bergosip, tanpa harus dikomando, kita sudah tidak tahan untuk tidak berbicara mulai dari A sampai Z. Perhatikan apa yang dikatakan Daud: "Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;" (Mazmur 9:2). Rasa bangga yang dimiliki seseorang kepada Tuhan akan tercermin dari sikap dan perbuatannya: selalu semangat dan antusias terhadap perkara-perkara rohani.
Bila rasa hormat dan bangga ada pada kita, kita akan beribadah kepada Tuhan dengan tulus ikhlas dan setia. Beribadah bukan hanya sebatas kita hadir di gereja atau di persekutuan-persekutuan doa, tapi juga di segala aspek kehidupan kita dan harus merupakan bagian dari ibadah kita kepada Tuhan. Paulus berkata, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Saat berada di tengah masyarakat atau lingkungan, kantor, sekolah dan sebagainya, hendaknya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi mereka. Alkitab mengatakan, "...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapa-mu yang di sorga." (Matius 5:16). Jadi seluruh kehidupan kita seharusnya adalah sikap sedang melayani Tuhan dan sedang beribadah kepadaNya. Mari gunakan waktu dan kesempatan yang ada saat ini untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Rasul Paulus senantiasa semangat melayani Tuhan meski harus menghadapi aniaya dan penderitaan, bahkan bisa berkata, "Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus." (2 Korintus 4:1,5).
Orang Kristen yang takut Tuhan pasti melakukan yang terbaik bagiNya dalam segala hal!
Baca: Mazmur 145
"Ia (Tuhan) melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." Mazmur 145:19
Takut akan Tuhan mengandung unsur bangga. Jika di dalam hati kita memiliki rasa bangga kepada Tuhan tentunya kita akan suka bersaksi dan menceritakan kebaikan-kebaikanNya kepada orang lain. Namun banyak di antara kita yang malu bersaksi tentang Yesus, malu menceritakan kebaikan-kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Ingat, kalau kita malu karena nama Yesus, Ia pun akan malu mengakui kita di hadapan Bapa (baca Markus 8:38). Sebaliknya kalau menceritakan kejelekan orang lain atau bergosip, tanpa harus dikomando, kita sudah tidak tahan untuk tidak berbicara mulai dari A sampai Z. Perhatikan apa yang dikatakan Daud: "Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;" (Mazmur 9:2). Rasa bangga yang dimiliki seseorang kepada Tuhan akan tercermin dari sikap dan perbuatannya: selalu semangat dan antusias terhadap perkara-perkara rohani.
Bila rasa hormat dan bangga ada pada kita, kita akan beribadah kepada Tuhan dengan tulus ikhlas dan setia. Beribadah bukan hanya sebatas kita hadir di gereja atau di persekutuan-persekutuan doa, tapi juga di segala aspek kehidupan kita dan harus merupakan bagian dari ibadah kita kepada Tuhan. Paulus berkata, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Saat berada di tengah masyarakat atau lingkungan, kantor, sekolah dan sebagainya, hendaknya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi mereka. Alkitab mengatakan, "...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapa-mu yang di sorga." (Matius 5:16). Jadi seluruh kehidupan kita seharusnya adalah sikap sedang melayani Tuhan dan sedang beribadah kepadaNya. Mari gunakan waktu dan kesempatan yang ada saat ini untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Rasul Paulus senantiasa semangat melayani Tuhan meski harus menghadapi aniaya dan penderitaan, bahkan bisa berkata, "Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus." (2 Korintus 4:1,5).
Orang Kristen yang takut Tuhan pasti melakukan yang terbaik bagiNya dalam segala hal!
Tuesday, May 3, 2011
TAKUT AKAN TUHAN: Hormat dan Bangga akan Dia (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2011 -
Baca: Yosua 24:14-28
"Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Dalam Perjanjian Lama kita membaca bahwa bangsa Israel berada di tengah-tengah bangsa lain yang lebih besar dan kuat. Ketika mereka hidup benar di hadapan Tuhan mereka mengalami kemenangan saat berperang melawan bangsa-bangsa lain karena Tuhan ada di pihak mereka. Sebaliknya, tatkala mereka hidup tidak benar, Tuhan memakai bangsa-bangsa lain yang memang mau menyerang mereka untuk menghajar dan memperingatkan mereka, di mana hal seperti ini terjadi terus-menerus di dalam Perjanjian Lama.
Begitu pula dalam kehidupan orang percaya saat ini. Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa jika kita percaya kepadaNya maka perjalanan hidup kita akan lancar terus, enak dan tanpa rintangan. Tuhan berkata, "...Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,..." (Matius 10:16). Tetapi yang pasti Tuhan menjanjikan perlindungan, penyertaan, kekuatan dan juga kemenangan asal kita mau hidup benar dan menjalankan perintah-perintahNya. Adakalanya kita diijinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan bukan karena Dia tidak mengasihi kita dan jahat kepada kita, namun justru penderitaan itu adalah anugerah Tuhan yang membuat kita lebih baik dan lebih kuat, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Oleh karena itu dalam keadaan apa pun mari memiliki hati yang senantiasa takut akan Tuhan, sebagaimana disampaikan Yosua di hadapan semua suku bangsa Israel di Sikhem. Takut akan Tuhan yang dimaksud di sini lebih mengarah pada rasa hormat, bangga dan kagum kepada Tuhan.
Jika kita memiliki sikap hormat kepada Tuhan kita pun akan berjuang bagaimana agar hidup kita berkenan kepada Tuhan ketika menjalankan apa pun di dalam hidup ini, karena kita tahu bahwa Dia hadir menyaksikan hidup kita dan segala yang kita perbuat, yang pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Tertulis: "...tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Menyadari bahwa "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik," (Amsal 15:3), maka kita pun tidak boleh hidup sembrono dan harus lebih berhati-hati! (Bersambung)
Baca: Yosua 24:14-28
"Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Dalam Perjanjian Lama kita membaca bahwa bangsa Israel berada di tengah-tengah bangsa lain yang lebih besar dan kuat. Ketika mereka hidup benar di hadapan Tuhan mereka mengalami kemenangan saat berperang melawan bangsa-bangsa lain karena Tuhan ada di pihak mereka. Sebaliknya, tatkala mereka hidup tidak benar, Tuhan memakai bangsa-bangsa lain yang memang mau menyerang mereka untuk menghajar dan memperingatkan mereka, di mana hal seperti ini terjadi terus-menerus di dalam Perjanjian Lama.
Begitu pula dalam kehidupan orang percaya saat ini. Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa jika kita percaya kepadaNya maka perjalanan hidup kita akan lancar terus, enak dan tanpa rintangan. Tuhan berkata, "...Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,..." (Matius 10:16). Tetapi yang pasti Tuhan menjanjikan perlindungan, penyertaan, kekuatan dan juga kemenangan asal kita mau hidup benar dan menjalankan perintah-perintahNya. Adakalanya kita diijinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan bukan karena Dia tidak mengasihi kita dan jahat kepada kita, namun justru penderitaan itu adalah anugerah Tuhan yang membuat kita lebih baik dan lebih kuat, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Oleh karena itu dalam keadaan apa pun mari memiliki hati yang senantiasa takut akan Tuhan, sebagaimana disampaikan Yosua di hadapan semua suku bangsa Israel di Sikhem. Takut akan Tuhan yang dimaksud di sini lebih mengarah pada rasa hormat, bangga dan kagum kepada Tuhan.
Jika kita memiliki sikap hormat kepada Tuhan kita pun akan berjuang bagaimana agar hidup kita berkenan kepada Tuhan ketika menjalankan apa pun di dalam hidup ini, karena kita tahu bahwa Dia hadir menyaksikan hidup kita dan segala yang kita perbuat, yang pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Tertulis: "...tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Menyadari bahwa "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik," (Amsal 15:3), maka kita pun tidak boleh hidup sembrono dan harus lebih berhati-hati! (Bersambung)
Monday, May 2, 2011
ROTI HIDUP: Ialah Yesus, Jawaban Setiap Persoalan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2011 -
Baca: Yohanes 6:48-59
"Akulah (Yesus - Red.) roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Yohanes 6:51
Akhirnya, bangsa Israel pun beroleh kekuatan dan dapat meneruskan perjalannya karena ada 'manna', yaitu roti sorga. Begitu pula dalam kehidupan kita, mari kita belajar untuk bersandar sepenuhnya kepada Tuhan. Dia tahu persis apa yang kita butuhkan. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Tuhan menghendaki agar kita tidak kuatir tentang makanan dan minuman. Ia pun menegaskan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia. Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya keapda-Ku, ia tidak akan haus lagi." (Yohanes 6:32, 33, 35).
Ketika Yesus menyatakan bahwa diriNya adalah roti hidup dimaksudkan juga untuk menegaskan bahwa Ia adalah jawaban dari setiap keperluan dan persoalan manusia. Contoh: ketika lima ribu orang berbondong-bondong mengikuti Dia di tepi laut Tiberias dan menjadi lapar, Yesus pun tahu apa yang sedang mereka butuhkan. Dengan lima ketul roti dan dua ekor ikan mujizat terjadi! Mereka dikenyangkan, bahkan masih ada sisa dua belas bakul penuh!
Memang manusia membutuhkan roti (makanan) untuk hidup di dunia ini. Namun jangan sampai motivasi kita mencari Tuhan hanya untuk mengejar roti saja atau berkat-berkat jasmani, lalu kita melupakan Tuhan Pemberi berkat itu sendiri. Ingat, apa pun yang menjadi kebutuhan kita Yesus dapat memenuhinya. Segala persoalan hidup kita dapat diatasi di dalam Dia. Tidak hanya persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kebutuhan jasmani kita, tapi juga hal-hal yang jauh lebih utama yaitu pengampunan dosa dan keselamatan kekal.
Tuhan Yesus sudah mengorbankan tubuhNya sendiri di atas kayu salib untuk kita: "...roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Inilah sumber kehidupan yang sesungguhnya!
Baca: Yohanes 6:48-59
"Akulah (Yesus - Red.) roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Yohanes 6:51
Akhirnya, bangsa Israel pun beroleh kekuatan dan dapat meneruskan perjalannya karena ada 'manna', yaitu roti sorga. Begitu pula dalam kehidupan kita, mari kita belajar untuk bersandar sepenuhnya kepada Tuhan. Dia tahu persis apa yang kita butuhkan. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Tuhan menghendaki agar kita tidak kuatir tentang makanan dan minuman. Ia pun menegaskan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia. Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya keapda-Ku, ia tidak akan haus lagi." (Yohanes 6:32, 33, 35).
Ketika Yesus menyatakan bahwa diriNya adalah roti hidup dimaksudkan juga untuk menegaskan bahwa Ia adalah jawaban dari setiap keperluan dan persoalan manusia. Contoh: ketika lima ribu orang berbondong-bondong mengikuti Dia di tepi laut Tiberias dan menjadi lapar, Yesus pun tahu apa yang sedang mereka butuhkan. Dengan lima ketul roti dan dua ekor ikan mujizat terjadi! Mereka dikenyangkan, bahkan masih ada sisa dua belas bakul penuh!
Memang manusia membutuhkan roti (makanan) untuk hidup di dunia ini. Namun jangan sampai motivasi kita mencari Tuhan hanya untuk mengejar roti saja atau berkat-berkat jasmani, lalu kita melupakan Tuhan Pemberi berkat itu sendiri. Ingat, apa pun yang menjadi kebutuhan kita Yesus dapat memenuhinya. Segala persoalan hidup kita dapat diatasi di dalam Dia. Tidak hanya persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kebutuhan jasmani kita, tapi juga hal-hal yang jauh lebih utama yaitu pengampunan dosa dan keselamatan kekal.
Tuhan Yesus sudah mengorbankan tubuhNya sendiri di atas kayu salib untuk kita: "...roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Inilah sumber kehidupan yang sesungguhnya!
Sunday, May 1, 2011
MANNA: Roti dari Sorga
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2011 -
Baca: Keluaran 16
"Orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan." Keluaran 16:35
Di zaman yang serba sulit ini banyak orang mengeluh dan menderita karena masalah ekonomi. Harga semua kebutuhan pokok (pangan) semakin mahal, salah satunya adalah harga cabai yang melangit. Gara-gara harga cabai yang sangat mahal para ibu rumah tangga berteriak, begitu juga para pemilik usaha makanan atau penjual makanan pasti semakin kelabakan. Kebutuhan pokok, terutama pangan, adalah kebutuhan mendasar manusia. Hal utama yang dibutuhkan setiap orang. Manusia tidak dapat hidup tanpa kebutuhan pokok (pangan) meski ia memiliki fasilitas-fasilitas lain seperti mobil mewah, rumah yang megah dan sebagainya. Dan bagi orang-orang yang hidup di zaman dahulu (zaman Alkitab), roti dan air adalah kebutuhan pokok mereka. Jika mereka memiliki kedua-duanya mereka akan hidup. Ada pun istilah roti sering diartikan sebagai makanan. Jika tidak ada roti orang akan mengalami kelaparan. Roti adalah suatu hal yang mendasar. Jadi manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa makanan. Ada peribahasa yang mengatakan: "Sepotong roti bagi seorang yang lapar jauh lebih berharga daripada segala kekayaan lainnya di dunia."
Ketika berada di padang gurun bangsa Israel tidak pernah berhenti untuk bersungut-sungut. Yang mereka keluhkan adalah soal makanan: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh jemaat ini dengan kelaparan." (ayat 3). Tuhan pun mendengar sungut-sungut mereka dan berfirman, "Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan Allahmu." (ayat 12).
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat memperhatikan kebutuhan hidup mereka. Juga sekaligus mengingatkan bahwa mereka harus bersandar sepenuhnya kepada Tuhan atas segala sesuatu yang mereka butuhkan. Saat bangsa Israel kelaparan di padang gurun Tuhan menyediakan makanan yang teramat istimewa, di tempat di mana makanan umumnya tidak mungkin ditemukan, tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil!
Dia sanggup mengadakan. Yehovah-Jireh, "Tuhan menyediakan." (Kejadian 22:14a)
Baca: Keluaran 16
"Orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan." Keluaran 16:35
Di zaman yang serba sulit ini banyak orang mengeluh dan menderita karena masalah ekonomi. Harga semua kebutuhan pokok (pangan) semakin mahal, salah satunya adalah harga cabai yang melangit. Gara-gara harga cabai yang sangat mahal para ibu rumah tangga berteriak, begitu juga para pemilik usaha makanan atau penjual makanan pasti semakin kelabakan. Kebutuhan pokok, terutama pangan, adalah kebutuhan mendasar manusia. Hal utama yang dibutuhkan setiap orang. Manusia tidak dapat hidup tanpa kebutuhan pokok (pangan) meski ia memiliki fasilitas-fasilitas lain seperti mobil mewah, rumah yang megah dan sebagainya. Dan bagi orang-orang yang hidup di zaman dahulu (zaman Alkitab), roti dan air adalah kebutuhan pokok mereka. Jika mereka memiliki kedua-duanya mereka akan hidup. Ada pun istilah roti sering diartikan sebagai makanan. Jika tidak ada roti orang akan mengalami kelaparan. Roti adalah suatu hal yang mendasar. Jadi manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa makanan. Ada peribahasa yang mengatakan: "Sepotong roti bagi seorang yang lapar jauh lebih berharga daripada segala kekayaan lainnya di dunia."
Ketika berada di padang gurun bangsa Israel tidak pernah berhenti untuk bersungut-sungut. Yang mereka keluhkan adalah soal makanan: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh jemaat ini dengan kelaparan." (ayat 3). Tuhan pun mendengar sungut-sungut mereka dan berfirman, "Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan Allahmu." (ayat 12).
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat memperhatikan kebutuhan hidup mereka. Juga sekaligus mengingatkan bahwa mereka harus bersandar sepenuhnya kepada Tuhan atas segala sesuatu yang mereka butuhkan. Saat bangsa Israel kelaparan di padang gurun Tuhan menyediakan makanan yang teramat istimewa, di tempat di mana makanan umumnya tidak mungkin ditemukan, tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil!
Dia sanggup mengadakan. Yehovah-Jireh, "Tuhan menyediakan." (Kejadian 22:14a)
Saturday, April 30, 2011
MENGAPA PEMBENTUKAN ITU BEGITU LAMA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2011 -
Baca: Mazmur 95
"Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.' " Mazmur 95:11
Sebagaimana dibahas dalam renungan beberapa hari lalu, kita tahu bahwa setiap orang percaya pasti mengalami proses pembentukan dari Tuhan. Kita pun yakin bahwa pembentukan Tuhan itu selalu mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun yang sering membuat kita bertanya tanya: mengapa Tuhan begitu lama membentuk kita? Kita merasa sudah tidak kuat lagi.
Sesungguhnya lama tidaknya proses itu sangat bergantung dari respons kita sendiri atau kesediaan kita dibentuk oleh Tuhan. Contoh: bangsa Israel harus mengalmai pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun. Bagaimana mungkin? Apakah Tuhan tidak sanggup membentuk mreka dengan cepat? Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan yang lama oleh karena kesalahan mereka sendiri: tidak taat dan memberontak kepada Tuhan. Jadi akar masalahnya ada pada mereka sendiri. Alkitab mencatat: "Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku. Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' " (Mazmur 95:7b-10). Bangsa Israel adalah bangsa yang keras hati (tegar tengkuk) padahal mereka telah melihat dan mengalami perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Tidak hanya itu, mereka juga suka bersungut-sungut dan mengeluh. Dari mulut mereka tidak pernah keluar ucapan syukur. Itulah sebabnya rasul Paulus memberi nasihat, "...janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut." (1 Korintus 10:10).
Berhentilah bersungut-sungut! Semakin kita sering bersungut-sungut kita pun akan semakin dalam dibentuk oleh Tuhan, dan pastilah pembentukan itu sakit. Apa pun yang saat ini terjadi belajarlah mengucap syukur, sebab apa yang dikerjakan Tuhan bagi kita itulah yang terbaik buat kita. Sadarilah bahwa pembentukan itu membutuhkan waktu, dan ketika kita sabar menantikan waktu Tuhan kita pun akan menerima berkat dan mujizatNya.
Jangan mengeraskan hati dan bersungut-sungut ketika dibentuk Tuhan!
Baca: Mazmur 95
"Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.' " Mazmur 95:11
Sebagaimana dibahas dalam renungan beberapa hari lalu, kita tahu bahwa setiap orang percaya pasti mengalami proses pembentukan dari Tuhan. Kita pun yakin bahwa pembentukan Tuhan itu selalu mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun yang sering membuat kita bertanya tanya: mengapa Tuhan begitu lama membentuk kita? Kita merasa sudah tidak kuat lagi.
Sesungguhnya lama tidaknya proses itu sangat bergantung dari respons kita sendiri atau kesediaan kita dibentuk oleh Tuhan. Contoh: bangsa Israel harus mengalmai pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun. Bagaimana mungkin? Apakah Tuhan tidak sanggup membentuk mreka dengan cepat? Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan yang lama oleh karena kesalahan mereka sendiri: tidak taat dan memberontak kepada Tuhan. Jadi akar masalahnya ada pada mereka sendiri. Alkitab mencatat: "Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku. Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' " (Mazmur 95:7b-10). Bangsa Israel adalah bangsa yang keras hati (tegar tengkuk) padahal mereka telah melihat dan mengalami perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Tidak hanya itu, mereka juga suka bersungut-sungut dan mengeluh. Dari mulut mereka tidak pernah keluar ucapan syukur. Itulah sebabnya rasul Paulus memberi nasihat, "...janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut." (1 Korintus 10:10).
Berhentilah bersungut-sungut! Semakin kita sering bersungut-sungut kita pun akan semakin dalam dibentuk oleh Tuhan, dan pastilah pembentukan itu sakit. Apa pun yang saat ini terjadi belajarlah mengucap syukur, sebab apa yang dikerjakan Tuhan bagi kita itulah yang terbaik buat kita. Sadarilah bahwa pembentukan itu membutuhkan waktu, dan ketika kita sabar menantikan waktu Tuhan kita pun akan menerima berkat dan mujizatNya.
Jangan mengeraskan hati dan bersungut-sungut ketika dibentuk Tuhan!
Friday, April 29, 2011
BERJUANG DEMI KESETIAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2011 -
Baca: Amsal 3:1-26
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu." Amsal 3:3
Kesetiaan selalu didasari dengan kasih, contoh: seseorang setia pada tuannya karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya; seorang isteri setia pada suaminya karena dasar kasih yang mengikat hatinya, begitu pula sebaliknya. Kesetiaan tidak datang dengan sendirinya namun perlu dilatih setiap saat, karena kesetiaan tidak dapat dibatasi oleh waktu maupun keadaan apa pun. Orang bisa dikatakan setia apabila kasih orang tersebut tidak mudah pudar meskipun dalam keadaan susah atau senang, baik atau tidak baik keadaannya. Maka dari itu perlu adanya hubungan dekat untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian seseorang yang kita kasihi agar terwujud satu kesetiaan yang kokoh. Bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan? Di kala hidup kita tidak ada masalah dan baik-baik saja kita bisa berkata, "Tuhan itu baik bagiku.", namun saat kita mengalami suatu proses yang mengharuskan kita untuk menderita bagi Tuhan, apakah kita tetap setia melayaniNya?
Kesetiaan adalah suatu perjuangan dan perjuangan itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Seperti halnya seorang sahabat akan dikatakan setia apabila ia dalam keadaan susah, sedih, menderita selalu ada untuk menghibur, menguatkan dan menolong kita, sebab seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan rela berkorban untuk sahabatnya, bahkan dikatakan, "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus adalah teladan pribadi yang setia; Ia setia sampai mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Daud pun memiliki pengalaman betapa kesetiaan Tuhan itu tidak pernah berubah. Dikatakannya demikian, "Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-selamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5).
Mari kita wujudkan kesetiaan itu melalui perbuatan, bukan hanya perkataan semata. Dalam keadaan apa pun tetaplah setia melayani Tuhan dan lakukan kehendakNya, karena pada saatnya kelak kesetiaan tersebut akan mendatangkan upah.
Tuhan berfirman, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Baca: Amsal 3:1-26
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu." Amsal 3:3
Kesetiaan selalu didasari dengan kasih, contoh: seseorang setia pada tuannya karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya; seorang isteri setia pada suaminya karena dasar kasih yang mengikat hatinya, begitu pula sebaliknya. Kesetiaan tidak datang dengan sendirinya namun perlu dilatih setiap saat, karena kesetiaan tidak dapat dibatasi oleh waktu maupun keadaan apa pun. Orang bisa dikatakan setia apabila kasih orang tersebut tidak mudah pudar meskipun dalam keadaan susah atau senang, baik atau tidak baik keadaannya. Maka dari itu perlu adanya hubungan dekat untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian seseorang yang kita kasihi agar terwujud satu kesetiaan yang kokoh. Bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan? Di kala hidup kita tidak ada masalah dan baik-baik saja kita bisa berkata, "Tuhan itu baik bagiku.", namun saat kita mengalami suatu proses yang mengharuskan kita untuk menderita bagi Tuhan, apakah kita tetap setia melayaniNya?
Kesetiaan adalah suatu perjuangan dan perjuangan itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Seperti halnya seorang sahabat akan dikatakan setia apabila ia dalam keadaan susah, sedih, menderita selalu ada untuk menghibur, menguatkan dan menolong kita, sebab seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan rela berkorban untuk sahabatnya, bahkan dikatakan, "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus adalah teladan pribadi yang setia; Ia setia sampai mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Daud pun memiliki pengalaman betapa kesetiaan Tuhan itu tidak pernah berubah. Dikatakannya demikian, "Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-selamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5).
Mari kita wujudkan kesetiaan itu melalui perbuatan, bukan hanya perkataan semata. Dalam keadaan apa pun tetaplah setia melayani Tuhan dan lakukan kehendakNya, karena pada saatnya kelak kesetiaan tersebut akan mendatangkan upah.
Tuhan berfirman, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Thursday, April 28, 2011
DIMURNIKAN DARI KEMUNAFIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2011 -
Baca: Matius 23
"Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." Matius 23:28
Matius pasal 23 ini berisikan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mengapa mereka dikecam? Karena mereka hidup dalam kemunafikan. Artinya hidup mereka penuh kepalsuan. Apa yang tampak dari luar berbeda dengan apa yang ada di dalam mereka; tahu kebenaran firman Tuhan tapi tidak melakukannya, bahkan perbuatan mereka jauh menyimpang dari apa yang mereka ajarkan kepada orang lain.
Sikap munafik adalah satu sikap di mana seseorang menutupi kekurangannya atau kesalahannya dengan cara yang licik dan eksklusif: di hadapan banyak orang mereka berlaku baik, ramah, sok rohani dan saleh, padahal apa yang ada di hati mereka sangat bertolak belakang. Bahkan motivasi pelayanan mereka tidak benar, karena "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;" (ayat 5a). Tidak ada kasih yang mendasari pelayanan mereka. Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan rohani dengan harapan beroleh pujian dan sanjungan dari orang lain, sehingga Tuhan Yesus memberi nasihat, "...turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (ayat 3).
Orang yang munafik digambarkan seperti "...kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (ayat 27). Di luar tampak putih dan menarik, tapi di dalamnya 'busuk'. Tanpa disadari sifat munafik ini telah mendarah daging dalam kehidupan orang percaya. Untuk itu kita perlu dimurnikan dari berbagai macam kemunafikan supaya apa yang kita lakukan berkenan di hadapan Tuhan. Ada pun sifat munafik antara lain: ingin dipuji dan dihormati orang, suka berpura-pura baik dan suka mencari kesalahan orang lain. FirmanNya tegas, "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Matius 7:5). Jika ada kemunafikan dalam hidup kita, apa pun yang kita lakukan akan menjadi sia-sia!
Buanglah segala kemunafikan, dan mari kita berusaha hidup benar di hadapan Tuhan dan juga manusia.
Baca: Matius 23
"Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." Matius 23:28
Matius pasal 23 ini berisikan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mengapa mereka dikecam? Karena mereka hidup dalam kemunafikan. Artinya hidup mereka penuh kepalsuan. Apa yang tampak dari luar berbeda dengan apa yang ada di dalam mereka; tahu kebenaran firman Tuhan tapi tidak melakukannya, bahkan perbuatan mereka jauh menyimpang dari apa yang mereka ajarkan kepada orang lain.
Sikap munafik adalah satu sikap di mana seseorang menutupi kekurangannya atau kesalahannya dengan cara yang licik dan eksklusif: di hadapan banyak orang mereka berlaku baik, ramah, sok rohani dan saleh, padahal apa yang ada di hati mereka sangat bertolak belakang. Bahkan motivasi pelayanan mereka tidak benar, karena "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;" (ayat 5a). Tidak ada kasih yang mendasari pelayanan mereka. Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan rohani dengan harapan beroleh pujian dan sanjungan dari orang lain, sehingga Tuhan Yesus memberi nasihat, "...turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (ayat 3).
Orang yang munafik digambarkan seperti "...kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (ayat 27). Di luar tampak putih dan menarik, tapi di dalamnya 'busuk'. Tanpa disadari sifat munafik ini telah mendarah daging dalam kehidupan orang percaya. Untuk itu kita perlu dimurnikan dari berbagai macam kemunafikan supaya apa yang kita lakukan berkenan di hadapan Tuhan. Ada pun sifat munafik antara lain: ingin dipuji dan dihormati orang, suka berpura-pura baik dan suka mencari kesalahan orang lain. FirmanNya tegas, "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Matius 7:5). Jika ada kemunafikan dalam hidup kita, apa pun yang kita lakukan akan menjadi sia-sia!
Buanglah segala kemunafikan, dan mari kita berusaha hidup benar di hadapan Tuhan dan juga manusia.
Wednesday, April 27, 2011
ANAK ADALAH BERKAT ISTIMEWA DARI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2011 -
Baca: Mazmur 139:13-18
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku." Mazmur 139:13
Sebuah keluarga tidak akan terasa lengkap dan tampak sepi jika tidak ada kehadiran anak. Memiliki anak adalah impian setiap pasangan suami isteri. Sungguh, anak adalah harta yang tak ternilai dari Tuhan. Ketahuilah bahwa seorang anak berada di dunia ini bukan karena keinginannya sendiri, tetapi semua karena rencana dan kehendak Tuhan semata. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang membentuk dan menenun mereka sejak dalam kandungan ibunya, mulai dari warna kulit, sifat atau ciri-ciri lainnya. Meskipun demikian bukan berarti anak itu sempurna, ia memiliki juga kekurangan, namun kita sebagai orangtua tidak boleh menyepelekan mereka. Banyak orangtua yang tidak melihat anak-anaknya dari sudut pandang Tuhan. Akibatnya orangtua suka berlaku kasar terhadap anak atau mengata-ngatai anak dengan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, seperti: kamu bodoh, bandel, atau menyesal ibu melahirkan kamu.
Seringkali para orangtua tidak mampu melihat potensi yang ada di dalam diri anak-anaknya padahal Tuhan telah memperlengkapi mereka dengan talenta dan karunia. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa anak-anak mendapat tempat istimewa di hati Tuhan. Dikatakan, "...anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda." (Mazmur 127:3-4). Oleh karenanya Tuhan menghendaki agar para orangtua mengasihi dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih. Tuhan pun dapat memakai mereka dengan urapan dan panggilan khusus. Contohnya Samuel, ia dipanggil untuk melayani Tuhan saat usianya masih sangat belia (baca 1 Samuel 2:18).
Setiap anak diibaratkan seperti kertas yang masih putih dan bersih, karena itu para orangtua harus berhati-hati. Apa yang diajarkan dan ditanamkan pada anak akan sangat menentukan masa depan mereka (baca Amsal 22:6). Tuhan memberi tugas dan tanggung jawab kepada orangtua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan firman Tuhan. Jadi "...kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4).
Anak adalah harta istimewa dari Tuhan, karena itu kasihi dan didiklah mereka dengan benar!
Baca: Mazmur 139:13-18
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku." Mazmur 139:13
Sebuah keluarga tidak akan terasa lengkap dan tampak sepi jika tidak ada kehadiran anak. Memiliki anak adalah impian setiap pasangan suami isteri. Sungguh, anak adalah harta yang tak ternilai dari Tuhan. Ketahuilah bahwa seorang anak berada di dunia ini bukan karena keinginannya sendiri, tetapi semua karena rencana dan kehendak Tuhan semata. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang membentuk dan menenun mereka sejak dalam kandungan ibunya, mulai dari warna kulit, sifat atau ciri-ciri lainnya. Meskipun demikian bukan berarti anak itu sempurna, ia memiliki juga kekurangan, namun kita sebagai orangtua tidak boleh menyepelekan mereka. Banyak orangtua yang tidak melihat anak-anaknya dari sudut pandang Tuhan. Akibatnya orangtua suka berlaku kasar terhadap anak atau mengata-ngatai anak dengan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, seperti: kamu bodoh, bandel, atau menyesal ibu melahirkan kamu.
Seringkali para orangtua tidak mampu melihat potensi yang ada di dalam diri anak-anaknya padahal Tuhan telah memperlengkapi mereka dengan talenta dan karunia. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa anak-anak mendapat tempat istimewa di hati Tuhan. Dikatakan, "...anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda." (Mazmur 127:3-4). Oleh karenanya Tuhan menghendaki agar para orangtua mengasihi dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih. Tuhan pun dapat memakai mereka dengan urapan dan panggilan khusus. Contohnya Samuel, ia dipanggil untuk melayani Tuhan saat usianya masih sangat belia (baca 1 Samuel 2:18).
Setiap anak diibaratkan seperti kertas yang masih putih dan bersih, karena itu para orangtua harus berhati-hati. Apa yang diajarkan dan ditanamkan pada anak akan sangat menentukan masa depan mereka (baca Amsal 22:6). Tuhan memberi tugas dan tanggung jawab kepada orangtua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan firman Tuhan. Jadi "...kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4).
Anak adalah harta istimewa dari Tuhan, karena itu kasihi dan didiklah mereka dengan benar!
Tuesday, April 26, 2011
BERSYUKUR ATAS KEBAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2011 -
Baca: Mazmur 138
"Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu." Mazmur 138:2
Pada dasarnya setiap orang pasti menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan. Namun hal ini biasanya baru dirasakan ketika ia sedang dalam permasalahan yang berat, sehingga ketika mengalami jalan buntu dan merasa tidak mampu dia akan berusaha mencari pertolongan kepada 'sesuatu yang dianggap lebih besar dan lebih kuat daripada dirinya'. Itulah sebabnya orang-orang dunia di luar Tuhan berusaha mencari pertolongan ke allah-allah lain: orang pintar atau dukun, tempat-tempat keramat dan sebagainya untuk mendapatkan solusi bagi permasalahan yang menimpanya, baik itu masalah ekonomi, sakit-penyakit, perjodohan, pekerjaan dan lain-lain. Mereka terperangkap oleh jerat Iblis yang menawarkan pertolongan instan, padahal ujungnya menuju kehancuran dan kebinasaan. Segala cara ditempuh demi mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan Yesus yang bukan sekedar Allah, namun adalah Bapa dan Gembala yang baik, yang dengan penuh kasih akan memenuhi segala kebutuhan sekaligus mendidik kita agar kita terus bertumbuh dan memiliki karakter seperti Dia. Tuhan adalah Jehovah, artinya Allah yang memenuhi segala yang kita butuhkan. Di dalam Yesus tersedia segala berkat yang kita perlukan. Tetapi seringkali kita selalu menterjemahkan 'berkat' Tuhan itu berupa uang atau hal-hal yang bersifat materi semata. Akibatnya ketika seseorang belum memiliki uang banyak atau harta yang melimpah ia akan merasa bahwa dirinya belum diberkati Tuhan. Kita lupa bahwa tubuh yang sehat, keluarga yang harmonis, anak-anak yang tumbuh sehat, bisnis yang lancar dan sebagainya adalah berkat. Kita jarang menghargai apa yang kita miliki saat ini.
Mari mulai belajar menghargai berkat-berkat yang Tuhan limpahkan dalam kehidupan kita bukan hanya materi, tapi juga berkat-berkat non materi yang kita terima. Betapa banyak hal-hal baik yang Tuhan karuniakan dalam hidup kita setiap hari. Uang dan materi hanyalah sebagian kecil dari berkat yang kita terima. Berkat Tuhan itu menyeluruh dan sempurna, meliputi berkat jasmani maupun berkat rohani.
Karena itu bersyukurlah senantiasa sebab Tuhan sangat baik!
Baca: Mazmur 138
"Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu." Mazmur 138:2
Pada dasarnya setiap orang pasti menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan. Namun hal ini biasanya baru dirasakan ketika ia sedang dalam permasalahan yang berat, sehingga ketika mengalami jalan buntu dan merasa tidak mampu dia akan berusaha mencari pertolongan kepada 'sesuatu yang dianggap lebih besar dan lebih kuat daripada dirinya'. Itulah sebabnya orang-orang dunia di luar Tuhan berusaha mencari pertolongan ke allah-allah lain: orang pintar atau dukun, tempat-tempat keramat dan sebagainya untuk mendapatkan solusi bagi permasalahan yang menimpanya, baik itu masalah ekonomi, sakit-penyakit, perjodohan, pekerjaan dan lain-lain. Mereka terperangkap oleh jerat Iblis yang menawarkan pertolongan instan, padahal ujungnya menuju kehancuran dan kebinasaan. Segala cara ditempuh demi mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan Yesus yang bukan sekedar Allah, namun adalah Bapa dan Gembala yang baik, yang dengan penuh kasih akan memenuhi segala kebutuhan sekaligus mendidik kita agar kita terus bertumbuh dan memiliki karakter seperti Dia. Tuhan adalah Jehovah, artinya Allah yang memenuhi segala yang kita butuhkan. Di dalam Yesus tersedia segala berkat yang kita perlukan. Tetapi seringkali kita selalu menterjemahkan 'berkat' Tuhan itu berupa uang atau hal-hal yang bersifat materi semata. Akibatnya ketika seseorang belum memiliki uang banyak atau harta yang melimpah ia akan merasa bahwa dirinya belum diberkati Tuhan. Kita lupa bahwa tubuh yang sehat, keluarga yang harmonis, anak-anak yang tumbuh sehat, bisnis yang lancar dan sebagainya adalah berkat. Kita jarang menghargai apa yang kita miliki saat ini.
Mari mulai belajar menghargai berkat-berkat yang Tuhan limpahkan dalam kehidupan kita bukan hanya materi, tapi juga berkat-berkat non materi yang kita terima. Betapa banyak hal-hal baik yang Tuhan karuniakan dalam hidup kita setiap hari. Uang dan materi hanyalah sebagian kecil dari berkat yang kita terima. Berkat Tuhan itu menyeluruh dan sempurna, meliputi berkat jasmani maupun berkat rohani.
Karena itu bersyukurlah senantiasa sebab Tuhan sangat baik!
Monday, April 25, 2011
TAAT: Harus Dalam Tindakan Nyata
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2011 -
Baca: Yakobus 2:14-26
"Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?" Yakobus 2:21
Ketaatan baru disebut sebagai ketaatan sampai hal itu diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata, bukan hanya melalui perkataan atau pikiran saja! Yakobus menegaskan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (ayat 17). Abraham kembali dijadikan contoh tentang figur orang yang benar-benar hidup dalam ketaatan. Abraham tidak hanya taat dan percaya secara pikiran dan kemauan tapi ia juga mempraktekkannya, dan karena ketaatannya itu kehidupan Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Rasul Paulus mengatakan, "Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang," (2 Korintus 9:13). Ketika ketaatan seseorang diwujudkan melalui tindakan nyata, hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan orang tersebut. Ketaatan yang diwujudkan dalam tindakan nyata akan memiliki kekuatan dan berdampak kuat untuk membawa orang lain kepada Tuhan.
Bagaimana bisa menjadi orang yang taat? Kita harus mempertajam pendengaran kita dan melatih diri untuk banyak mendengar seperti yang dikatakan oleh Yesaya, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kita tidak mungkin bisa menjadi orang yang taat jika kita tidak belajar untuk mendengar. Ketika kita mendengar firman Tuhan mulailah tumbuh iman di hati kita dan kemudian kita melangkan dalam ketaatan. Tapi masih banyak di antara kita yang tidak sungguh-sungguh hidup dalam ketaatan: datang ke gereja bukan karena taat tapi karena sungkan ditelponi terus oleh Gembala sidangnya, dan sebagainya.
Ingat, ketaatan itu harus jelas. Mulai mendengar terlebih dahulu, sehingga kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki, lalu kita bertindak dengan iman. Itulah sebabnya firman Tuhan berkali-kali menasihatkan sebagaimana disampaikan kepada ketujuh sidang jemaat di kitab Wahyu, "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh..." (2:7)
Ketaatan tanpa disertai tindakan nyata sama dengan ketidaktaatan!
Baca: Yakobus 2:14-26
"Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?" Yakobus 2:21
Ketaatan baru disebut sebagai ketaatan sampai hal itu diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata, bukan hanya melalui perkataan atau pikiran saja! Yakobus menegaskan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (ayat 17). Abraham kembali dijadikan contoh tentang figur orang yang benar-benar hidup dalam ketaatan. Abraham tidak hanya taat dan percaya secara pikiran dan kemauan tapi ia juga mempraktekkannya, dan karena ketaatannya itu kehidupan Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Rasul Paulus mengatakan, "Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang," (2 Korintus 9:13). Ketika ketaatan seseorang diwujudkan melalui tindakan nyata, hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan orang tersebut. Ketaatan yang diwujudkan dalam tindakan nyata akan memiliki kekuatan dan berdampak kuat untuk membawa orang lain kepada Tuhan.
Bagaimana bisa menjadi orang yang taat? Kita harus mempertajam pendengaran kita dan melatih diri untuk banyak mendengar seperti yang dikatakan oleh Yesaya, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kita tidak mungkin bisa menjadi orang yang taat jika kita tidak belajar untuk mendengar. Ketika kita mendengar firman Tuhan mulailah tumbuh iman di hati kita dan kemudian kita melangkan dalam ketaatan. Tapi masih banyak di antara kita yang tidak sungguh-sungguh hidup dalam ketaatan: datang ke gereja bukan karena taat tapi karena sungkan ditelponi terus oleh Gembala sidangnya, dan sebagainya.
Ingat, ketaatan itu harus jelas. Mulai mendengar terlebih dahulu, sehingga kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki, lalu kita bertindak dengan iman. Itulah sebabnya firman Tuhan berkali-kali menasihatkan sebagaimana disampaikan kepada ketujuh sidang jemaat di kitab Wahyu, "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh..." (2:7)
Ketaatan tanpa disertai tindakan nyata sama dengan ketidaktaatan!
Sunday, April 24, 2011
KEBANGKITAN YESUS: Tidak Sia-sia Iman Kristen
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2011 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Menjelang Paskah semua gereja pasti disibukkan dengan banyak persiapan, mulai dari tim paduan suara yang berlatih keras menyiapkan puji-pujian dengan tema Paskah, para guru sekolah Minggu juga sibuk mengadakan lomba-lomba untuk anak didiknya, tak ketinggalan juga ada telur paskah lengkap dengan hiasannya. Alangkah pernik paskah ini menyadarkan kita akan makna dari paskah itu sendiri, bukan hanya sekedar tradisi atau seremonial belaka.
Paskah adalah kemenangan bagi orang percaya dan seharusnya menjadi kebanggan setiap orang yang percaya kepada Kristus. Ayat nas di atas adalah penggenapan dari apa yang dijanjikanNya, "...Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari." (Markus 8:31). Yesus telah bangkit dari kematianNya! Hebatnya, kuasa kebangkitanNya itu didahului oleh tanda-tanda yang ajaib: terjadi gempa bumi yang dahsyat dan turunnya malaikat dari langit yang wajahnya bagaikan kilat dengan pakaian putih seperti salju. KuburNya yang kosong membuktikan kuasaNya sangat hebat dan dahsyat. Maka dari itu setiap orang percaya tidak perlu takut dan ragu dalam mengiring Kristus. KebangkitanNya benar-benar memberi keyakinan dan kepastian akan jaminan keselamatan kekal bagi kita. Mari, jangan sia-siakan keselamatan yang telah kita terima ini karena keselamatan kekal itu hanya ada di dalam Yesus. Sangat memprihatinkan jika ada orang percaya yang rela meninggalkan iman Kristus demi mendapatkan pasangan hidup, jabatan atau kemewahan dunia ini. Rasul Paulus mengatakan, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." (1 Korintus 15:14).
Kristus telah bangkit! Tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan ketakutan dan keraguan. Sebaliknya, mari kita tatap masa depan dengan kepala tegak karena kita memiliki Tuhan yang hidup. Beritakanlah kabar kesukaan ini kepada dunia!
"Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." 1 Korintus 15:17
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Menjelang Paskah semua gereja pasti disibukkan dengan banyak persiapan, mulai dari tim paduan suara yang berlatih keras menyiapkan puji-pujian dengan tema Paskah, para guru sekolah Minggu juga sibuk mengadakan lomba-lomba untuk anak didiknya, tak ketinggalan juga ada telur paskah lengkap dengan hiasannya. Alangkah pernik paskah ini menyadarkan kita akan makna dari paskah itu sendiri, bukan hanya sekedar tradisi atau seremonial belaka.
Paskah adalah kemenangan bagi orang percaya dan seharusnya menjadi kebanggan setiap orang yang percaya kepada Kristus. Ayat nas di atas adalah penggenapan dari apa yang dijanjikanNya, "...Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari." (Markus 8:31). Yesus telah bangkit dari kematianNya! Hebatnya, kuasa kebangkitanNya itu didahului oleh tanda-tanda yang ajaib: terjadi gempa bumi yang dahsyat dan turunnya malaikat dari langit yang wajahnya bagaikan kilat dengan pakaian putih seperti salju. KuburNya yang kosong membuktikan kuasaNya sangat hebat dan dahsyat. Maka dari itu setiap orang percaya tidak perlu takut dan ragu dalam mengiring Kristus. KebangkitanNya benar-benar memberi keyakinan dan kepastian akan jaminan keselamatan kekal bagi kita. Mari, jangan sia-siakan keselamatan yang telah kita terima ini karena keselamatan kekal itu hanya ada di dalam Yesus. Sangat memprihatinkan jika ada orang percaya yang rela meninggalkan iman Kristus demi mendapatkan pasangan hidup, jabatan atau kemewahan dunia ini. Rasul Paulus mengatakan, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." (1 Korintus 15:14).
Kristus telah bangkit! Tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan ketakutan dan keraguan. Sebaliknya, mari kita tatap masa depan dengan kepala tegak karena kita memiliki Tuhan yang hidup. Beritakanlah kabar kesukaan ini kepada dunia!
"Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." 1 Korintus 15:17
Saturday, April 23, 2011
PENEBUSAN YESUS KRISTUS: Untuk Kehidupan Kekal
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2011 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!' " Galatia 3:13
Sejak zaman Musa yang hidup di Perjanjian Lama sampai pada masa bait Allah dibangun oleh Herodes di Perjanjian Baru, di mana bait Allah itu sering dikunjungi oleh Yesus, terdapat tabir yang memisahkan antara ruang luar dengna ruang Mahasuci. Ini sebagai pertanda bahwa jalan kepada Allah masih belum terbuka, melainkan tertutup. Namun pada saat Yesus berseru, "Sudah selesai,", tabir Bait Suci itu pun terbelah menjadi dua. Yesus telah membuka jalan keselamatan bagi manusia.
Sebagai manusia berdosa kita tidak layak datang kepada Allah dan masuk ke hadiratNya. Allah itu Mahakudus adanya, namun "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-nya sendiri," (Ibrani 10:19-20). Jadi Yesus datang untuk sebuah Misi Agung yaitu sebagai jalan pendamaian: "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Kolose 1:21). Ia datang untuk menanggung hukuman karena dosa manusia supaya dosa itu dihapus oleh Allah dan manusia pun terbebas dari hukuman.
Sungguh tak terkira betapa besar kasih Allah kepada kita dan itu tidak dapat diukur dan dibandingkan dengan siapa pun dan apa pun juga. Dia bertindak menurut kehendak dan kedaulatanNya untuk menyelamatkan manusia. Jadi penyelamatan itu adalah inisiatif dari Allah sendiri. Manusia tidak akan sampai kepadaNya karena manusia tetap menyandang status sebagai hamba dosa dan jelas dinyatakan bahwa upah dosa ialah maut. "Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (Roma 6:22). Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan hendaknya kita merespons kasih Allah ini dengan tindakan nyata. Mari kita layani Tuhan lebih giat lagi dan makin bersemangat untuk menceritakan karya penebusan Kristus ini kepada orang-orang yang belum percaya.
Ada jaminan hidup kekal bagi yang percaya Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat!
Baca: Galatia 3:1-14
"Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!' " Galatia 3:13
Sejak zaman Musa yang hidup di Perjanjian Lama sampai pada masa bait Allah dibangun oleh Herodes di Perjanjian Baru, di mana bait Allah itu sering dikunjungi oleh Yesus, terdapat tabir yang memisahkan antara ruang luar dengna ruang Mahasuci. Ini sebagai pertanda bahwa jalan kepada Allah masih belum terbuka, melainkan tertutup. Namun pada saat Yesus berseru, "Sudah selesai,", tabir Bait Suci itu pun terbelah menjadi dua. Yesus telah membuka jalan keselamatan bagi manusia.
Sebagai manusia berdosa kita tidak layak datang kepada Allah dan masuk ke hadiratNya. Allah itu Mahakudus adanya, namun "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-nya sendiri," (Ibrani 10:19-20). Jadi Yesus datang untuk sebuah Misi Agung yaitu sebagai jalan pendamaian: "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Kolose 1:21). Ia datang untuk menanggung hukuman karena dosa manusia supaya dosa itu dihapus oleh Allah dan manusia pun terbebas dari hukuman.
Sungguh tak terkira betapa besar kasih Allah kepada kita dan itu tidak dapat diukur dan dibandingkan dengan siapa pun dan apa pun juga. Dia bertindak menurut kehendak dan kedaulatanNya untuk menyelamatkan manusia. Jadi penyelamatan itu adalah inisiatif dari Allah sendiri. Manusia tidak akan sampai kepadaNya karena manusia tetap menyandang status sebagai hamba dosa dan jelas dinyatakan bahwa upah dosa ialah maut. "Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (Roma 6:22). Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan hendaknya kita merespons kasih Allah ini dengan tindakan nyata. Mari kita layani Tuhan lebih giat lagi dan makin bersemangat untuk menceritakan karya penebusan Kristus ini kepada orang-orang yang belum percaya.
Ada jaminan hidup kekal bagi yang percaya Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat!
Friday, April 22, 2011
PENEBUSAN YESUS KRISTUS: Sekali Untuk Selamanya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2011 -
Baca: Ibrani 9:11-28
"betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, ..." Ibrani 9:14
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib adalah penggenapan rencana Allah. Sebagaimana juga disampaikan oleh Petrus saat ia berkotbah di Yerusalem, "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka." (Kisah 2:23). Hal ini juga sudah dinubuatkan jauh-jauh sebelumnya yaitu di dalam Perjanjian Lama, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Di atas kayu salib ini Yesus harus menanggung dosa segenap umat manusia dan dalam keadaan terpisah sama sekali dari hubungan dengan Allah. Ketika itu "Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: 'Eli, Eli, lama sabakhtani?' Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku,mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:45-46).
Kematian adalah suatu hal yang umum dan lumrah bagi manusia, namun hanya ada satu kesengsaraan dan kematian yang luar biasa dan istimewa yaitu kematian Anak Allah. Yesus, Anak Allah, yang adalah Allah itu sendiri digantung di atas kayu salib dan wafat. Peristiwa kematianNya pun disertai dengan kegelapan pekat yang mencekam di tengah hari bolong selama tiga jam. Alkitab juga mengatakan, "Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: 'Sudah Selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." (Yohanes 19:30). Kata "sudah selesai" ini sebagai pernyataan bahwa Yesus sudah menggenapi segala sesuatu yang harus Ia lakukan.
Kematian Yesus Kristus adalah bukti kasih Allah kepada dunia, di mana Kristus sebagai korban untuk menebus dosa umat manusia. Pekerjaan penebusan itu hanya dilakukan sekali untuk selama-lamanya karena pekerjaan itu sempurna. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Pengorbanan Kristus di salib adalah menggenapi rencana Agung Allah bagi manusia!
Baca: Ibrani 9:11-28
"betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, ..." Ibrani 9:14
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib adalah penggenapan rencana Allah. Sebagaimana juga disampaikan oleh Petrus saat ia berkotbah di Yerusalem, "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka." (Kisah 2:23). Hal ini juga sudah dinubuatkan jauh-jauh sebelumnya yaitu di dalam Perjanjian Lama, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Di atas kayu salib ini Yesus harus menanggung dosa segenap umat manusia dan dalam keadaan terpisah sama sekali dari hubungan dengan Allah. Ketika itu "Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: 'Eli, Eli, lama sabakhtani?' Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku,mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:45-46).
Kematian adalah suatu hal yang umum dan lumrah bagi manusia, namun hanya ada satu kesengsaraan dan kematian yang luar biasa dan istimewa yaitu kematian Anak Allah. Yesus, Anak Allah, yang adalah Allah itu sendiri digantung di atas kayu salib dan wafat. Peristiwa kematianNya pun disertai dengan kegelapan pekat yang mencekam di tengah hari bolong selama tiga jam. Alkitab juga mengatakan, "Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: 'Sudah Selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." (Yohanes 19:30). Kata "sudah selesai" ini sebagai pernyataan bahwa Yesus sudah menggenapi segala sesuatu yang harus Ia lakukan.
Kematian Yesus Kristus adalah bukti kasih Allah kepada dunia, di mana Kristus sebagai korban untuk menebus dosa umat manusia. Pekerjaan penebusan itu hanya dilakukan sekali untuk selama-lamanya karena pekerjaan itu sempurna. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Pengorbanan Kristus di salib adalah menggenapi rencana Agung Allah bagi manusia!
Thursday, April 21, 2011
KUNCI UTAMA: Taat, Tidak Membantah (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2011 -
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-14
"Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu: Mandilah dan engkau akan menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:13
Alkitab menyatakan, "Apa yang tidak pernah dilihat mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan dan berkat-berkat yang luar biasa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, sebab Tuhan "...dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20).
Inilah yang juga dialami oleh Naaman, seorang panglima raja Aram, yang menderita penyakit kusta. Ia diperintahkan oleh nabi Tuhan, yaitu Elisa, agar menceburkan diri dan mandi sebanyak tujuh kali ke dalam sungan Yordan. Celakanya, peritah ini tidak disampaikan secara langsung oleh Elisa, melainkan melalui orang suruhannya (baca 2 Raja-Raja 5:10). Bagi Naaman hal ini merupakan sebuah penghinaan atau sikap tidak hormat kepadanya. Bagaimana mungkin Naaman mau mengerjakan apa yang disuruhkan Elisa kepadanya kalau semua perintah itu tidak masuk akal, terbilang aneh dan tidak sesuai dengan harapannya, apalagi Elisa dinilai tidak menghargai dia yang adalah panglima terpandang. Itulah reaksi pertama Naaman (baca 2 Raja-Raja 5:11-12). Namun atas saran dan desakan para pegawainya akhirnya Naaman mau melakukan apa yang diperintahkan nabi Allah itu, sekalipun tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan; dan ketika Naaman mau taat dan belajar merendahkan diri serta tidak bersandar pada pengertiannya sendiri, ia pun mengalami kesembuhan secara total. Dikatakan, "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." (2 Raja-Raja 5:14).
Bukankah kita sering bertindak seperti Naaman? Tidak mau taat dan lebih mengandalkan logika kita. Kita sering memilah-milah perintah Tuhan, mana yang akan ditaati dan mana yang tidak.
Naaman mengalami mujizat kesembuhan ketika ia mau bertindak dalam ketaatan terlebih dahulu, sehingga kita dapat mengerti ada rencana Tuhan di balik itu semua.
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-14
"Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu: Mandilah dan engkau akan menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:13
Alkitab menyatakan, "Apa yang tidak pernah dilihat mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan dan berkat-berkat yang luar biasa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, sebab Tuhan "...dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20).
Inilah yang juga dialami oleh Naaman, seorang panglima raja Aram, yang menderita penyakit kusta. Ia diperintahkan oleh nabi Tuhan, yaitu Elisa, agar menceburkan diri dan mandi sebanyak tujuh kali ke dalam sungan Yordan. Celakanya, peritah ini tidak disampaikan secara langsung oleh Elisa, melainkan melalui orang suruhannya (baca 2 Raja-Raja 5:10). Bagi Naaman hal ini merupakan sebuah penghinaan atau sikap tidak hormat kepadanya. Bagaimana mungkin Naaman mau mengerjakan apa yang disuruhkan Elisa kepadanya kalau semua perintah itu tidak masuk akal, terbilang aneh dan tidak sesuai dengan harapannya, apalagi Elisa dinilai tidak menghargai dia yang adalah panglima terpandang. Itulah reaksi pertama Naaman (baca 2 Raja-Raja 5:11-12). Namun atas saran dan desakan para pegawainya akhirnya Naaman mau melakukan apa yang diperintahkan nabi Allah itu, sekalipun tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan; dan ketika Naaman mau taat dan belajar merendahkan diri serta tidak bersandar pada pengertiannya sendiri, ia pun mengalami kesembuhan secara total. Dikatakan, "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." (2 Raja-Raja 5:14).
Bukankah kita sering bertindak seperti Naaman? Tidak mau taat dan lebih mengandalkan logika kita. Kita sering memilah-milah perintah Tuhan, mana yang akan ditaati dan mana yang tidak.
Naaman mengalami mujizat kesembuhan ketika ia mau bertindak dalam ketaatan terlebih dahulu, sehingga kita dapat mengerti ada rencana Tuhan di balik itu semua.
Wednesday, April 20, 2011
KUNCI UTAMA: Taat, Tidak Membantah (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2011 -
Baca: Ibrani 11:8-19
"Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal," Ibrani 11:17
Semua orang percaya tahu pasti bahwa kunci untuk mengalami berkat, kemenangan dan terobosan-terobosan dalam hidup adalah taat, artinya setia melakukan apa yang Tuhan kehendaki seperti Yesus, yang taat melakukan kehendak Bapa: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39) dan Yesus juga mengatakan, "...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30b). Bahkan Alkitab menegaskan bahwa Yesus "...taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jadi ketaatan adalah masalah yang tidak asing lagi bagi kita tapi merupakan suatu hal yang paling sulit untuk dilakukan, apalagi bila harus menaati sesuatu yang tidak kita sukai, tidak masuk akal atau bertentangan dengan keinginan dan harapan kita. Contohnya adalah Abraham. Ia diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan anak semata wayangnya, Ishak, sebagai korban persembahan. Menurut pikiran manusia permintaan Tuhan ini sangat tidak masuk akal dan tidak pernah terbayangkan oleh Abraham sebelumnya. Meski demikian Abraham mengerjakan apa yang Tuhan mau dengan penuh semangat dan tanpa keterpaksaan. Tertulis: "Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya." (Kejadian 22:3). Hal ini menunjukkan bahwa Abraham taat kepada Tuhan sepenuhnya tanpa ada bantahan atau argumentasi sedikit pun. Hati Abraham begitu bersukacita dalam menjalankan perintah Tuhan, sulit atau mudah, sesuai dengan harapan atau tidak. Intinya, Abraham hanya punya satu tujuan yaitu taat kepada Tuhan dan menyenangkan hatiNya.
Abraham taat tanpa mengajukan syarat apa pun. Yang menjadi fokus utamanya adalah Pribadi Tuhan, bukan pada apa yang telah ia miliki atau berkat yang telah ia terima dari Tuhan. Abraham tahu benar bahwa ketika ia taat menjalankan perintah Tuhan, hal-hal yang luar biasa di luar pemikirannya, disediakan Tuhan baginya. (Bersambung)
Baca: Ibrani 11:8-19
"Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal," Ibrani 11:17
Semua orang percaya tahu pasti bahwa kunci untuk mengalami berkat, kemenangan dan terobosan-terobosan dalam hidup adalah taat, artinya setia melakukan apa yang Tuhan kehendaki seperti Yesus, yang taat melakukan kehendak Bapa: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39) dan Yesus juga mengatakan, "...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30b). Bahkan Alkitab menegaskan bahwa Yesus "...taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jadi ketaatan adalah masalah yang tidak asing lagi bagi kita tapi merupakan suatu hal yang paling sulit untuk dilakukan, apalagi bila harus menaati sesuatu yang tidak kita sukai, tidak masuk akal atau bertentangan dengan keinginan dan harapan kita. Contohnya adalah Abraham. Ia diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan anak semata wayangnya, Ishak, sebagai korban persembahan. Menurut pikiran manusia permintaan Tuhan ini sangat tidak masuk akal dan tidak pernah terbayangkan oleh Abraham sebelumnya. Meski demikian Abraham mengerjakan apa yang Tuhan mau dengan penuh semangat dan tanpa keterpaksaan. Tertulis: "Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya." (Kejadian 22:3). Hal ini menunjukkan bahwa Abraham taat kepada Tuhan sepenuhnya tanpa ada bantahan atau argumentasi sedikit pun. Hati Abraham begitu bersukacita dalam menjalankan perintah Tuhan, sulit atau mudah, sesuai dengan harapan atau tidak. Intinya, Abraham hanya punya satu tujuan yaitu taat kepada Tuhan dan menyenangkan hatiNya.
Abraham taat tanpa mengajukan syarat apa pun. Yang menjadi fokus utamanya adalah Pribadi Tuhan, bukan pada apa yang telah ia miliki atau berkat yang telah ia terima dari Tuhan. Abraham tahu benar bahwa ketika ia taat menjalankan perintah Tuhan, hal-hal yang luar biasa di luar pemikirannya, disediakan Tuhan baginya. (Bersambung)
Tuesday, April 19, 2011
MUJIZAT TUHAN MASIH TERJADI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2011 -
Baca: Mazmur 77
"Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa." Mazmur 77:15
Banyak orang berpikir bahwa mujizat Tuhan hanya berlaku pada zaman dahulu dan tidak berlaku untuk kehidupan di masa sekarang ini. Tetapi faktanya adalah Tuhan masih melakukan mujizat. Bila ada orang yang tidak mengalami mujizat bukan karena Tuhan tidak sanggup melakukannya, tetapi karena orang itulah yang tidak percaya pada mujizat. Alkitab dengan tegas menulis: "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Sehingga dengan demikian "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Melalui ayat-ayat di atas jelas dikatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! Dia adalah Allah Sang Pembuat Mujizat karena Dia yang menciptakan bumi dengan segala isinya. Segala sesuatu yang dilakukanNya adalah ajaib. Kalau kita merasa memiliki Allah yang dahsyat dan luar biasa seperti itu tapi masih saja tidak percaya pada mujizatNya, kita adalah orang-orang yang paling bodoh dan rugi besar!
Mujizat dapat terjadi dalam hidup kita karena Dia sangat mengasihi kita. KasihNya tidak setengah-setengah, tapi total. Hal itu dibuktikanNya di atas kayu salib. Dia yang tidak berdosa rela menanggung dosa kita supaya kita dibenarkan; Dia rela terkutuk supaya kita berkemenangan; Dia bukan hanya Allah yang sanggup melakukan mujizat, tetapi juga sangat mengasihi kita, dan tak ada suatu apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (baca Roma 8:38:39).
Kita harus berkata jujur bahwa kemampuan dan kekuatan kita sebagai manusia sangatlah terbatas. Tidak ada yang dapat kita banggakan dari diri kita ini. Karena itulah kita sangat membutuhkan dan memerlukan pertolongan dan mujizat dari Tuhan. Jangan sekali-kali menyombongkan diri dan merasa tidak membutuhkan Tuhan, sebaliknya bergantunglah penuh kepada Tuhan supaya mujizat dapat terjadi dalam hidup kita.
Untuk mengalami mujizat Tuhan ada hal-hal yang harus diperhatikan: kita harus memiliki hidup benar di hadapan Tuhan, tidak hidup dalam dosa, harus percaya penuh janji Tuhan dan tidak bimbang, setia dan tekun melakukan kehendak Tuhan dan tetap tahan uji.
Baca: Mazmur 77
"Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa." Mazmur 77:15
Banyak orang berpikir bahwa mujizat Tuhan hanya berlaku pada zaman dahulu dan tidak berlaku untuk kehidupan di masa sekarang ini. Tetapi faktanya adalah Tuhan masih melakukan mujizat. Bila ada orang yang tidak mengalami mujizat bukan karena Tuhan tidak sanggup melakukannya, tetapi karena orang itulah yang tidak percaya pada mujizat. Alkitab dengan tegas menulis: "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Sehingga dengan demikian "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Melalui ayat-ayat di atas jelas dikatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! Dia adalah Allah Sang Pembuat Mujizat karena Dia yang menciptakan bumi dengan segala isinya. Segala sesuatu yang dilakukanNya adalah ajaib. Kalau kita merasa memiliki Allah yang dahsyat dan luar biasa seperti itu tapi masih saja tidak percaya pada mujizatNya, kita adalah orang-orang yang paling bodoh dan rugi besar!
Mujizat dapat terjadi dalam hidup kita karena Dia sangat mengasihi kita. KasihNya tidak setengah-setengah, tapi total. Hal itu dibuktikanNya di atas kayu salib. Dia yang tidak berdosa rela menanggung dosa kita supaya kita dibenarkan; Dia rela terkutuk supaya kita berkemenangan; Dia bukan hanya Allah yang sanggup melakukan mujizat, tetapi juga sangat mengasihi kita, dan tak ada suatu apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (baca Roma 8:38:39).
Kita harus berkata jujur bahwa kemampuan dan kekuatan kita sebagai manusia sangatlah terbatas. Tidak ada yang dapat kita banggakan dari diri kita ini. Karena itulah kita sangat membutuhkan dan memerlukan pertolongan dan mujizat dari Tuhan. Jangan sekali-kali menyombongkan diri dan merasa tidak membutuhkan Tuhan, sebaliknya bergantunglah penuh kepada Tuhan supaya mujizat dapat terjadi dalam hidup kita.
Untuk mengalami mujizat Tuhan ada hal-hal yang harus diperhatikan: kita harus memiliki hidup benar di hadapan Tuhan, tidak hidup dalam dosa, harus percaya penuh janji Tuhan dan tidak bimbang, setia dan tekun melakukan kehendak Tuhan dan tetap tahan uji.
Monday, April 18, 2011
MENGAPA KITA HARUS MENGALAMI PROSES? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2011 -
Baca: 1 Petrus 3:13-22
"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia." 1 Petrus 3:14a
Melanjutkan renungan kemarin mari lihat contoh lain, Daniel, yang juga harus mengalami pemrosesan dari Tuhan: "Sesudah itu raja memberi perintah, lalu diambillah Daniel dan dilemparkan ke dalam gua singa." (Daniel 6:17a). Meski demikian Daniel tidak marah dan menyalahkan Tuhan, ia tetap tenang. Ketika berhasil melewati proses itu Tuhan menunjukkan kuasa dan pembelaannya atas Daniel. Tertulis: "Allahku telah mengutus malaikat-nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (Daniel 6:23).
Bila saat ini kita sedang mengalami proses dari Tuhan jangan sekali-kali mengeluh dan kecewa kepada Tuhan, karena Dia tahu mana yang terbaik bagi kita, Tuhan Yesus berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Inilah maksud Tuhan membersihkan kita supaya kehidupan kita menjadi indah dan menghasilkan buah lebih banyak lagi. Bersyukurlah bila Tuhan masih memproses kita karena berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menerima berkat-berkatNya yang baru. Ada tertulis: "Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu,sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22).
Jadi anggur yang baru tidak dapat disimpan dalam kirbat yang lama; anggur baru harus ada dalam kirbat yang baru pula. Artinya Tuhan akan terlebih dahulu membentuk dan memproses kita menjadi 'baru' supaya pada saatnya kita layak menerima berkatNya, karena tidak sedikit orang Kristen yang tidak siap menerima berkat dari Tuhan; ketika hidupnya sudah diberkati mereka malah berbuah tidak lagi setia kepada Tuhan, semakin diberkati malah semakin sombong, semakin diberkati malah semakin meninggalkan pelayanan dan jam-jam ibadah. Maka dari itu perlu kesiapan untuk menerima berkat itu.
Jika Tuhan menilai kita belum siap menerima berkatNya, Dia memproses kita lebih dulu!
Baca: 1 Petrus 3:13-22
"Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia." 1 Petrus 3:14a
Melanjutkan renungan kemarin mari lihat contoh lain, Daniel, yang juga harus mengalami pemrosesan dari Tuhan: "Sesudah itu raja memberi perintah, lalu diambillah Daniel dan dilemparkan ke dalam gua singa." (Daniel 6:17a). Meski demikian Daniel tidak marah dan menyalahkan Tuhan, ia tetap tenang. Ketika berhasil melewati proses itu Tuhan menunjukkan kuasa dan pembelaannya atas Daniel. Tertulis: "Allahku telah mengutus malaikat-nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (Daniel 6:23).
Bila saat ini kita sedang mengalami proses dari Tuhan jangan sekali-kali mengeluh dan kecewa kepada Tuhan, karena Dia tahu mana yang terbaik bagi kita, Tuhan Yesus berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Inilah maksud Tuhan membersihkan kita supaya kehidupan kita menjadi indah dan menghasilkan buah lebih banyak lagi. Bersyukurlah bila Tuhan masih memproses kita karena berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menerima berkat-berkatNya yang baru. Ada tertulis: "Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu,sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22).
Jadi anggur yang baru tidak dapat disimpan dalam kirbat yang lama; anggur baru harus ada dalam kirbat yang baru pula. Artinya Tuhan akan terlebih dahulu membentuk dan memproses kita menjadi 'baru' supaya pada saatnya kita layak menerima berkatNya, karena tidak sedikit orang Kristen yang tidak siap menerima berkat dari Tuhan; ketika hidupnya sudah diberkati mereka malah berbuah tidak lagi setia kepada Tuhan, semakin diberkati malah semakin sombong, semakin diberkati malah semakin meninggalkan pelayanan dan jam-jam ibadah. Maka dari itu perlu kesiapan untuk menerima berkat itu.
Jika Tuhan menilai kita belum siap menerima berkatNya, Dia memproses kita lebih dulu!
Sunday, April 17, 2011
MENGAPA KITA HARUS MENGALAMI PROSES? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2011 -
Baca: Yakobus 1:2-8
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." Yakobus 1:2-3
Tuhan selalu punya rencana yang indah di balik proses pembentukan yang diijinkan terjadi dalam kehidupan anak-anakNya. Ketika kita mau taat mengikuti proses Tuhan ini dengan benar hasilnya pasti akan luar biasa. Namun seringkali timbul pertanyaan dalam pikiran kita: "Kapan ya saya diberkati seperti hamba Tuhan itu? Kapan hidup saya dipulihkan? Kapan saya mengalami mujizat dari Tuhan?" Kita harus percaya bahwa berkat, pemulihan dan mujizat itu sesuatu yang pasti akan kita terima dari Tuhan. Tetapi sebelumnya kita harus siap melewati sebuah proses untuk mendapatkan itu semua. Alkitab mengatakan, "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada baangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Mengapa kita harus mengalami proses dari Tuhan? Karena kehidupan orang percaya memang tidak selamanya melewati jalan-jalan yang mulus, terkadang ada banyak tantangan dan pergumulan yang harus kita jalani. Namun yang pasti tangan Tuhan yang berkuasa selalu siap menopang dan menyertai lagkah kita. Tuhan memproses kita pasti ada maksud, yaitu supaya kehidupan kita semakin indah di hadapanNya. Ayub berkata, "Karena Ia tahu jalan hdupku; seandainya jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:10-12).
Banyak tokoh dalam Alkitab yang harus melewati proses pembentukan dari Tuhan, dan ketika mereka setia dan taat ketika diproses hidup mereka menjadi sangat luar biasa. Yusuf: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya lalu dijual sebagai budak di Mesir, difitnah dan dipenjarakan. Namun ia tidak memberontak kepada Tuhan atau mengeluh, ia tetap percaya dan setia mengikuti alur Tuhan sehingga pada saat yang tepat kemuliaan Tuhan dinyatakan atas kehidupan Yusuf. Sarakh, Mesakh dan Abednego: harus menghadapi peerapian yang menyala-nyala, tapi sedikit pun tak menggoyahkan iman mereka (baca Daniel 3:17-18). (Bersambung)
Baca: Yakobus 1:2-8
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." Yakobus 1:2-3
Tuhan selalu punya rencana yang indah di balik proses pembentukan yang diijinkan terjadi dalam kehidupan anak-anakNya. Ketika kita mau taat mengikuti proses Tuhan ini dengan benar hasilnya pasti akan luar biasa. Namun seringkali timbul pertanyaan dalam pikiran kita: "Kapan ya saya diberkati seperti hamba Tuhan itu? Kapan hidup saya dipulihkan? Kapan saya mengalami mujizat dari Tuhan?" Kita harus percaya bahwa berkat, pemulihan dan mujizat itu sesuatu yang pasti akan kita terima dari Tuhan. Tetapi sebelumnya kita harus siap melewati sebuah proses untuk mendapatkan itu semua. Alkitab mengatakan, "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada baangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Mengapa kita harus mengalami proses dari Tuhan? Karena kehidupan orang percaya memang tidak selamanya melewati jalan-jalan yang mulus, terkadang ada banyak tantangan dan pergumulan yang harus kita jalani. Namun yang pasti tangan Tuhan yang berkuasa selalu siap menopang dan menyertai lagkah kita. Tuhan memproses kita pasti ada maksud, yaitu supaya kehidupan kita semakin indah di hadapanNya. Ayub berkata, "Karena Ia tahu jalan hdupku; seandainya jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:10-12).
Banyak tokoh dalam Alkitab yang harus melewati proses pembentukan dari Tuhan, dan ketika mereka setia dan taat ketika diproses hidup mereka menjadi sangat luar biasa. Yusuf: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya lalu dijual sebagai budak di Mesir, difitnah dan dipenjarakan. Namun ia tidak memberontak kepada Tuhan atau mengeluh, ia tetap percaya dan setia mengikuti alur Tuhan sehingga pada saat yang tepat kemuliaan Tuhan dinyatakan atas kehidupan Yusuf. Sarakh, Mesakh dan Abednego: harus menghadapi peerapian yang menyala-nyala, tapi sedikit pun tak menggoyahkan iman mereka (baca Daniel 3:17-18). (Bersambung)
Saturday, April 16, 2011
HIDUP KEKRISTENAN: Hidup Dalam Pembentukan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2011 -
Baca: Yeremia 18:1-17
"Sungguh, seperti tanah tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" Yeremia 18:6b
Seringkali kita tidak mau mengalami proses yang ditentukan Tuhan bagi kita, yang kita pikirkan hanyalah bagimana mendapatkan berkat dan pertolongan Tuhan, sehingga ketika proses itu terjadi kita cenderung memberontak dan menyalahkan Tuhan; kita tidak tekun dan tidak setia menjalani proses tersebut. Mari renungkan ini: "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19).
Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar janji. Dia senantiasa menepati apa yang dijanjikanNya dan Dia Tuhan yang tidak pernah berhutang terhadap siapa pun yang mengasihinya. Maka dari itu kita harus percaya bahwa Tuhan pasti sanggup menolong kita, sebesar apa pun persoalan yang kita alami. Akan tetapi yang Tuhan kehendaki adalah kita harus mengikuti jalan-jalanNya, kita harus siap diproses dan dibentuk olehNya. Kita pun harus setia mulai dari perkara-perkara kecil terlebih dahulu, sebab jika kita setia dalam perkara kecil Tuhan akan mempercayakan perkara besar kepada kita.
Mari pelajari contoh kasus ini: Adalah pekerjaan yang mudah bagi Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Tapi mengapa sepertinya selalu dipersulit oleh Firaun? Firaun bukanlah apa-apa di hadapan Tuhan. Sekeras apa pun ia Tuhan selalu punya cara yang ajaib untuk menolong dan membela umat Israel. Ketika bangsa Israel dikejar oleh pasukan tentara Mesir Tuhan pun bertindak menyatakan kuasaNya: "Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22) dan orang-orang Mesir pun dicampakkan Tuhan ke tengah-tengah laut Teberau. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya tangan Tuhan memberikan pertolongan dan menyatakan mujizatNya. Namun perhatikanlah betapa Tuhan memerlukan waktu selama 40 tahun untuk memproses dan membentuk bangsa Israel, sampai-sampai Ia sendiri menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9).
Fokus bangsa Israel hanya pada berkat dan mujizat tapi menolak diproses oleh Tuhan, akibatnya mereka harus mengalami proses itu dalam waktu yang sangat lama!
Baca: Yeremia 18:1-17
"Sungguh, seperti tanah tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" Yeremia 18:6b
Seringkali kita tidak mau mengalami proses yang ditentukan Tuhan bagi kita, yang kita pikirkan hanyalah bagimana mendapatkan berkat dan pertolongan Tuhan, sehingga ketika proses itu terjadi kita cenderung memberontak dan menyalahkan Tuhan; kita tidak tekun dan tidak setia menjalani proses tersebut. Mari renungkan ini: "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19).
Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar janji. Dia senantiasa menepati apa yang dijanjikanNya dan Dia Tuhan yang tidak pernah berhutang terhadap siapa pun yang mengasihinya. Maka dari itu kita harus percaya bahwa Tuhan pasti sanggup menolong kita, sebesar apa pun persoalan yang kita alami. Akan tetapi yang Tuhan kehendaki adalah kita harus mengikuti jalan-jalanNya, kita harus siap diproses dan dibentuk olehNya. Kita pun harus setia mulai dari perkara-perkara kecil terlebih dahulu, sebab jika kita setia dalam perkara kecil Tuhan akan mempercayakan perkara besar kepada kita.
Mari pelajari contoh kasus ini: Adalah pekerjaan yang mudah bagi Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Tapi mengapa sepertinya selalu dipersulit oleh Firaun? Firaun bukanlah apa-apa di hadapan Tuhan. Sekeras apa pun ia Tuhan selalu punya cara yang ajaib untuk menolong dan membela umat Israel. Ketika bangsa Israel dikejar oleh pasukan tentara Mesir Tuhan pun bertindak menyatakan kuasaNya: "Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22) dan orang-orang Mesir pun dicampakkan Tuhan ke tengah-tengah laut Teberau. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya tangan Tuhan memberikan pertolongan dan menyatakan mujizatNya. Namun perhatikanlah betapa Tuhan memerlukan waktu selama 40 tahun untuk memproses dan membentuk bangsa Israel, sampai-sampai Ia sendiri menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9).
Fokus bangsa Israel hanya pada berkat dan mujizat tapi menolak diproses oleh Tuhan, akibatnya mereka harus mengalami proses itu dalam waktu yang sangat lama!
Friday, April 15, 2011
HIDUP KEKRISTENAN: Hidup Dalam Pembentukan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2011 -
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Kehidupan seorang Kristen adalah kehidupan yang berproses, artinya kita harus mengalami pembentukan dari Tuhan. Seperti tanah liat yang berada di tangan tukang periuk, sebelum menjadi sebuah bejana yang indah dan bernilai tinggi, tanah itu harus diproses berulang-ulang sampai menjadi apa yang diinginkan oleh si penjunan.
Jika memperhatikan kehidupan orang-orang di dunia ini, sebagian besar hanya fokus atau berorientasi kepada hasil saja: berharap menjadi orang yang berhasil atau sukses seperti orang lain, tapi tidak mau bekerja keras; ingin memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya, tapi tidak peduli bagaimana cara harta itu diperoleh, bahkan segala cara ditempuhnya tanpa mempedulikan apakah cara itu benar, halal, haram atau melanggar hukum; karena ingin menduduki jabatan yang lebih tinggi, seseorang rela menempuh jalan yang sesat, melakukan suap atau mencari pertolongan kepada paranormal. Ada pula yang 'hantam kromo' demi mendapatkan jodoh atau pasangan hidup, padahal ternyata pasangannya itu sudah beristeri, tidak seiman dan sebagainya. Segala cara ditempuh oleh orang-orang yang ingin mendapatkan segala sesuatu secara cepat tanpa harus mengalami proses. Berhati-hatilah! Ketika seseorang menempuh cara yang tidak berkenan kepada Tuhan, apalagi sampai datang meminta pertolongan kepada Iblis atau kuasa gelap, kelihatannya pertolongan itu cepat datang, tapi Iblis tidak pernah memberikannya dengan gratis, ada harga yang harus dibayar oleh orang itu!
Dalam kehidupan orang percaya ada berkat, pertolongan dan mujizat yang secara pasti disediakan Tuhan bagi kita ketika kita mengikuti aturan-aturan yang ditentukan Tuhan untuk kita kerjakan. Inilah yang disebut proses! Tertulis: "Tetapi carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Artinya jika kita mampu melewati proses yang Tuhan kehendaki dengan benar, berkat-berkat itu telah tersedia bagi kita. Yang pasti semua janji Tuhan adalah ya dan amin; Dia tidak akan pernah mengecewakan umatNya! Pertanyaannya: sudahkah kita berhasil melewati proses yang ditentukan itu? (Bersambung)
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Kehidupan seorang Kristen adalah kehidupan yang berproses, artinya kita harus mengalami pembentukan dari Tuhan. Seperti tanah liat yang berada di tangan tukang periuk, sebelum menjadi sebuah bejana yang indah dan bernilai tinggi, tanah itu harus diproses berulang-ulang sampai menjadi apa yang diinginkan oleh si penjunan.
Jika memperhatikan kehidupan orang-orang di dunia ini, sebagian besar hanya fokus atau berorientasi kepada hasil saja: berharap menjadi orang yang berhasil atau sukses seperti orang lain, tapi tidak mau bekerja keras; ingin memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya, tapi tidak peduli bagaimana cara harta itu diperoleh, bahkan segala cara ditempuhnya tanpa mempedulikan apakah cara itu benar, halal, haram atau melanggar hukum; karena ingin menduduki jabatan yang lebih tinggi, seseorang rela menempuh jalan yang sesat, melakukan suap atau mencari pertolongan kepada paranormal. Ada pula yang 'hantam kromo' demi mendapatkan jodoh atau pasangan hidup, padahal ternyata pasangannya itu sudah beristeri, tidak seiman dan sebagainya. Segala cara ditempuh oleh orang-orang yang ingin mendapatkan segala sesuatu secara cepat tanpa harus mengalami proses. Berhati-hatilah! Ketika seseorang menempuh cara yang tidak berkenan kepada Tuhan, apalagi sampai datang meminta pertolongan kepada Iblis atau kuasa gelap, kelihatannya pertolongan itu cepat datang, tapi Iblis tidak pernah memberikannya dengan gratis, ada harga yang harus dibayar oleh orang itu!
Dalam kehidupan orang percaya ada berkat, pertolongan dan mujizat yang secara pasti disediakan Tuhan bagi kita ketika kita mengikuti aturan-aturan yang ditentukan Tuhan untuk kita kerjakan. Inilah yang disebut proses! Tertulis: "Tetapi carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Artinya jika kita mampu melewati proses yang Tuhan kehendaki dengan benar, berkat-berkat itu telah tersedia bagi kita. Yang pasti semua janji Tuhan adalah ya dan amin; Dia tidak akan pernah mengecewakan umatNya! Pertanyaannya: sudahkah kita berhasil melewati proses yang ditentukan itu? (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)