Saturday, October 31, 2020

MENGANDALKAN MANUSIA ADALAH KEBODOHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2020

Baca:  Yeremia 17:1-18

"Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."  Yeremia 17:6

Ayat nas di atas adalah gambaran tentang keadaan orang yang hidup tidak mengandalkan Tuhan, tapi berharap dan mengandalkan manusia.  Dari pembacaan ayat yang kita baca Tuhan mengutus nabi Yeremia untuk menyampaikan firman-Nya kepada bangsa Yehuda, yang hatinya mulai menjauh dari Tuhan.  Nabi Yeremia diperintahkan Tuhan untuk mengingatkan mereka bahwa berhala-berhala itu tidak akan pernah bisa menolong.  Karena itu mereka harus kembali ke jalan Tuhan, kembali menyandarkan hidup hanya kepada Tuhan.  Dinyatakan bahwa orang yang mengandalkan manusia adalah orang yang terkutuk!  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

     Boleh saja minta pertolongan bantuan atau bantuan dari orang lain, tapi bukan berarti kita boleh mengandalkan manusia atau berharap penuh kepada manusia, sebab bagaimana pun manusia tak lebih dari alat yang dipakai Tuhan.  Kadangkala Tuhan memakai seseorang atau menggerakkan hati seseorang untuk menolong, karena itu kita harus belajar menghormati, menghargai dan tidak lupa berterima kasih kepada orang yang menolong kita itu.  Tetapi kita harus memahami benar bahwa pertolongan dan mujizat bagi kita bukan datang dari manusia, tapi Tuhan yang bekerja di dalamnya.  Mengapa Tuhan memperingatkan kita untuk tidak mengandalkan manusia?  Karena kekuatan dan kemampuan manusia sangat terbatas, dan hati manusia cenderung mudah sekali berubah.

     Tak ingin merasakan kekecewaan?  Berhentilah berharap dan mengandalkan manusia!  Karena ketika kita mulai mengandalkan manusia, kita akan sepenuhnya di bawah kendali manusia.  Ingat, sumber pertolongan dan sumber keberhasilan kita adalah Tuhan, bukan manusia!  Tidak ada pilihan lain selain kita harus hidup mengandalkan Tuhan!  Alkitab menyatakan bahwa orang yang hidup mengandalkan Tuhan adalah orang yang diberkati, ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang tidak kuatir akan tahun kering dan takkan berhenti berbuah  (Yeremia 17:7-8).

Sumber pertolongan dan pengharapan hidup kita adalah Tuhan, bukan manusia!

Friday, October 30, 2020

TUHAN MENGHUKUM KARENA SUATU MAKSUD

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2020

Baca:  Mazmur 39:1-14

"Engkau menghajar seseorang dengan hukuman karena kesalahannya, dan menghancurkan keelokannya sama seperti gegat;"  Mazmur 39:12

Sesungguhnya tidak ada dalam rancangan Tuhan untuk menghukum anak-anak-Nya!  Sebab rancangan Tuhan adalah  "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Semua yang baik itulah yang Tuhan perbuat bagi anak-anak-Nya!  Rancangan Tuhan atas hidup anak-anak-Nya adalah diberkati, berhasil dan hidup berkemenangan.  Oleh karena itu Tuhan selalu mengerjakan mujizat dan perkara yang dahsyat bagi manusia.  Meski sudah mengecap kebaikan Tuhan, meski sudah mengalami pertolongan Tuhan, seringkali kita lari dari rencana Tuhan, tak mau taat kepada kehendak Tuhan dan memilih menempuh jalan hidup seenaknya sendiri.

     Ketika sudah berkali-kali ditegur dan diperingatkan tapi tetap saja mengeraskan hati, Tuhan mengambil langkah terakhir yaitu memberikan hukuman.  Tuhan menghukum bukan berarti benci kepada kita, tapi memiliki suatu maksud yaitu supaya kita segera berbalik kepada-Nya  (bertobat), supaya tidak tersesat, dan tidak mengalami kebinasaan.  Jelas sekali bahwa Tuhan terpaksa menjatuhkan hukuman demi kebaikan kita.  Hukuman Tuhan bisa berupa masalah, sakit-penyakit, penderitaan, krisis, dan sebagainya.  Adalah lebih baik Tuhan menghukum kita untuk sementara waktu ketika kita masih hidup di dunia ini daripada kita harus mengalami penghukuman di neraka untuk selama-lamanya.  Jangan tunggu hukuman Tuhan datang terlebih dahulu baru kita mau bertobat.

     Bila saat ini kita harus mengalami  'hukuman'  Tuhan karena dosa dari pemberontakan yang kita perbuat, segeralah bertobat!  Waktu untuk bertobat adalah sekarang, bukan esok atau lusa!  "...selama masih dapat dikatakan 'hari ini', supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa."  (Ibrani 3:13).  Alkitab menyatakan dengan tegas bahwa bukan kematian orang fasik yang Tuhan kehendaki, melainkan pertobatan mereka  (Yehezkiel 18:32).  Ingat:  upah dosa adalah maut!  (Roma 6:23).  Jangan mau dihasut dan diperdaya Iblis yang selalu menawarkan kenikmatan dosa.

Tak ingin mengalami hukuman Tuhan?  Hiduplah taat dan jangan berbuat dosa lagi.

Thursday, October 29, 2020

APAKAH YANG ENGKAU PERHATIKAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2020

Baca:  Ratapan 3:1-66

"Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  Ratapan 3:21-23

Ayat nas ini merupakan pernyataan dari mulut seorang nabi Tuhan yang sedang dalam kegundahan hati karena melihat situasi-situasi sulit yang ada di depan mata.  Ketika ada masalah, kesusahan, bencana, penderitaan, sakit-penyakit, kesulitan dalam hidup ini kita seringkali menjadi lupa kedahsyatan kuasa Tuhan, karena perhatian dan pandangan mata kita tertutup oleh besarnya pergumulan yang kita hadapi.  Kita lupa dengan kasih dan kebaikan Tuhan, kita lupa bahwa kita punya Tuhan yang hebat dan gagah perkasa, kita lupa dengan pertolongan Tuhan di waktu-waktu lalu.  Permasalahan dan penderitaan yang datang secara bertubi-tubi langsung menutup mata iman kita sehingga kita berpikiran bahwa tidak ada lagi yang bisa diandalkan dalam hidup ini, sudah tak ada lagi yang bisa diharapkan, bahkan kita beranggapan bahwa Tuhan sudah tidak lagi mempedulikan hidup kita, Tuhan sudah meninggalkan kita.

     Di tengah puing-puing kehancuran Yerusalem, Yeremia masih melihat secercah harapan bagi orang percaya karena ia mengarahkan pandangan dan perhatiannya kepada Tuhan!  Sebab  "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  (ayat nas).  Pernyataan  'tak habis-habisnya rahmat-Nya'  berarti rahmat Tuhan tidak akan habis dinikmati, sebab selalu baru setiap pagi.  Kita bisa mengambil contoh dari perjalanan hidup bangsa Israel:  saat keluar dari perbudakan di Mesir, menempuh perjalanan di padang gurun selama 40 tahun, kasih setia Tuhan kepada umat pilihan-Nya ini tak pernah berkesudahan:  setiap hari mereka melihat dan mengalami pertolongan Tuhan, apa yang mereka butuhkan disediakan Tuhan, berkat jasmani dan berkat rohani  (penyertaan, pemeliharaan, perlindungan).

     Jangan pernah ragukan kasih setia Tuhan!  "...kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu, bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya."  (Mazmur 103:17-18).

Di segala keadaan arahkan mata dan perhatian kita hanya kepada kasih setia-Nya!

Wednesday, October 28, 2020

TAK PERLU TAKUT: Tuhan di Pihak Kita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2020

Baca:  Mazmur 118:1-29

"TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  Mazmur 118:6

Banyak orang saat ini dilanda ketakutan luar biasa:  takut karena pandemi Covid-19 belum juga reda, takut karena ekonomi tak menentu, takut tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, takut kena PHK.  Ketakutan benar-benar menjadi senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan hidup manusia.  Ketakutan menjadi celah terbuka yang dimanfaatkan oleh Iblis, sebab Iblis mengerti benar bila seseorang dilanda ketakutan yang luar biasa semakin kecillah kekuatannya, semakin tak bisa berpikir jernih.

     Suatu ketika Yosafat mendapat kabar:  "'Suatu laskar yang besar datang dari seberang Laut Asin, dari Edom, menyerang tuanku. Sekarang mereka di Hazezon-Tamar,' yakni En-Gedi."  (2 Tawarikh 20:2);  bani Moab dan bani Amon berperang melawan Yehuda, bersama-sama dengan sepasukan orang Meunim.  Yosafat yang saat itu sebagai pemimpin bangsa Yehuda menjadi sangat takut!  Padahal  "Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi." (Amsal 29:25).  Ketakutan bisa melanda siapa saja:  pemimpin negara, karyawan, pegawai rendahan, rohaniwan, orang kaya miskin, tua muda tanpa kecuali.  Dalam ketakutannya ini Yosafat  "...mengambil keputusan untuk mencari TUHAN. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa."  (2 Tawarikh 20:3).

     Apa yang terjadi dengan Yosafat mungkin mewakili keadaan kita saat ini:  ada musuh-musuh yang sedang menyerbu area kehidupan kita.  Kita bisa belajar dari sikap dan tindakan Yosafat saat ketakutan melanda, yaitu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan dan menyerukan kepada seluruh bangsanya untuk berpuasa.  Dalam ketakutannya ini Yosafat datang ke alamat yang tepat, yaitu datang kepada Tuhan, memohon pertolongan dan menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan.  Seruan untuk berpuasa artinya mereka datang kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh:  "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia."  (2 Tawarikh 16:9).  Hanya Tuhan satu-satunya sumber segala jawaban atas permasalahan hidup ini!

Asal hidup benar tak perlu kita takut!  Tuhan ada di pihak orang benar.

Tuesday, October 27, 2020

MENGALAH TIDAK SAMA DENGAN KALAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2020

Baca:  Kejadian 13:1-18

"Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri."  Kejadian 13:9

Dunia saat ini dipenuhi dengan orang-orang yang maunya menang sendiri dan tak mau mengalah, karena mereka berprinsip bahwa mengalah adalah hal yang memalukan, tanda tak mampu.  Mereka berkata,  "Kalau kita mengalah kita akan diremehkan, disepelekan dan direndahkan oleh orang lain."  Mengalah bukan berarti kalah, tapi mengacu kepada satu sikap yang mau merendahkan diri.  Sebaliknya tindakan yang tidak mau mengalah atau tak mau dikalahkan menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri  (egois).  Banyak kegagalan terjadi, baik dalam kehidupan keluarga  (rumah tangga) atau dalam pekerjaan Tuhan, ketika masing-masing individu tak mau mengalah, mengedepankan ego sendiri.  Akhirnya terjadilah silang pendapat, cekcok, perselisihan dan pertengkaran!

     Abraham adalah orang pilihan Tuhan dan beroleh janji Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa  (Kejadian 12:1-3).  Predikat yang disandang oleh Abraham ini bukanlah hal yang mudah untuk diraih, tetapi ada harga yang harus dibayar, yaitu taat dan sikap mau mengalah.  Seiring berjalannya waktu hidup Abraham semakin diberkati.  "...banyak ternak, perak dan emasnya."  (Kejadian 13:2), dan pada waktu itu Lot  (keponakannya)  turut serta.  Suatu ketika terjadi pertentangan antara hamba-hamba Abraham dan Lot yang berebut tempat penggembalaan  (Kejadian 13:8).  Yang dilakukan Abraham adalah justru mengalah dan memberi kesempatan kepada Lot untuk memilih area terlebih dahulu, padahal Lot yang seharusnya mengalah kepada pamannya.  Abraham berusaha untuk menguasai diri, mengesampingkan ego dan menaklukkan kedagingannya, ia tahu bahwa Tuhan punya rencana besar atas hidupnya.  Di sisi lain Lot menggunakan jurus aji mumpung dan tidak menyia-nyiakan kesempatan:  dipilihnyalah lembah Yordan yang menurut penilaian kasat mata lebih menjanjikan, tapi pada akhirnya apa yang dipandang baik menurut penilaian manusia justru menjadi penyebab kehancuran.

     Tuhan memperhitungkan kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Abraham ini!

Sikap mau mengalah ini adalah kesempatan bagi Abraham untuk melihat campur tangan Tuhan dalam hidupnya!

Monday, October 26, 2020

DITEGUR TUHAN = DIKASIHI TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2020

Baca:  Amsal 1:20-33

"Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu."  Amsal 1:23

Kebanyakan orang tidak suka bila ditegur oleh orang lain!  Sekalipun sudah jelas-jelas melakukan kesalahan, orang-orang yang tak berjiwa besar tak mau mengakui kesalahan yang diperbuatnya, malah merasa tersinggung, marah dan menyalahkan orang lain saat ditegur.  Banyak orang Kristen yang ngambek dan kemudian mogok tak mau lagi beribadah, malah pindah ke gereja lain, karena merasa tersinggung dengan teguran firman Tuhan yang disampaikan hamba Tuhan di atas mimbar, apalagi teguran tersebut berkenaan dengan dosa.

     Jika Tuhan menegur kesalahan atau dosa yang telah kita perbuat seharusnya kita bersyukur dan berbahagia.  Mengapa?  Teguran Tuhan adalah bukti bahwa Dia sangat memperhatikan dan mengasihi kita.  Terkadang teguran-Nya memang keras dan menyakitkan tapi bertujuan mendidik kita:  "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."  (Ibrani 12:5-6).  Adakah seorang anak yang tidak pernah ditegur oleh bapanya?  Tuhan menegur kita supaya kita tidak tersesat dan menyimpang jauh dari jalan-jalan-Nya, sebab menyimpang dari jalan Tuhan berarti sedang berjalan menuju kepada kehancuran dan kebinasaan.  Pemazmur menyadarinya:  "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."  (Mazmur 119:67, 71).  Pemazmur bersyukur ketika ia ditegur oleh Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya.

     Milikilah respons hati yang benar saat ditegur Tuhan!  Teguran Tuhan menjadi kesempatan untuk kita meminta pengampunan Tuhan dan berkesempatan memperbaiki diri.  Teguran Tuhan selalu mendatangkan pemulihan:  saat kita mengakui kesalahan, memohon pengampunan, Dia pasti menyatakan kasih-Nya dan memulihkan keadaan kita.  Teguran Tuhan bertujuan mengoreksi hidup kita dan membuat kita semakin peka rohani.

Bersyukurlah dan jangan sekali-kali memberontak bila ditegur Tuhan!

Sunday, October 25, 2020

TAK MEMPERHATIKAN RUMAH TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2020

Baca:  Hagai 1:1-14

"...datanglah mereka, lalu melakukan pekerjaan pembangunan rumah TUHAN semesta alam..."  Hagai 1:14

Kitab Hagai ini bisa disebut kitab yang singkat karena hanya terdiri dari 2 pasal saja, dan tergolong sebagai kitab nabi kecil karena tulisannya yang singkat:  menceritakan tentang kehidupan umat Tuhan menjelang pembuangan dan setelah pembuangan.  Melalui nabi Hagai ini Tuhan menegur umat Israel dengan keras oleh karena mereka mengabaikan pembangunan rumah Tuhan dan lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri.  Akibatnya?  Mereka harus mengalami kesukaran dan permasalahan hidup yang berat:  menabur banyak tapi membawa pulang hasil yang sedikit:  "...ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!"  (Hagai 1:6).  Firman Tuhan juga memperingatkan agar kita mendahulukan kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya  (Matius 6:33).

     Berbicara tentang  'rumah Tuhan atau gereja'  ada beberapa makna:  1.  Rumah Tuhan secara fisik.  Alkitab menyatakan bahwa mereka begitu memperhatikan rumahnya masing-masing sedemikian rupa:  rumah sendiri dipapani dengan kayu aras, sedangkan rumah Tuhan dibiarkan tetap menjadi reruntuhan.  2.  Persekutuan orang percaya.  Tempat berbakti dan melayani.  Kata  'gereja'  (bahasa Yunani Ekklesia):  secara harafian  (ek:  keluar dan kaleo:  memanggil), yang berarti persekutuan orang-orang yang dipanggil Tuhan keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib  (1 Petrus 2:9-10);  orang-orang yang dipisahkan dari dunia bagi Kristus dan dikhususkan untuk melayani Dia.  Dengan kata lain gereja adalah kumpulan orang percaya yang Tuhan persiapkan untuk mengerjakan Amanat Agung-Nya di tengah dunia ini.  Banyak orang Kristen tak menghiraukan panggilan Tuhan ini dengan berbagai alasan dan dalih:  sibuk urusan sendiri, mengejar hal-hal duniawi, lalu mengabaikan ibadah.

     3.  Tubuh kita.  Alkitab menegaskan bahwa tubuh kita ini bait Tuhan, tempat Roh Kudus tinggal.  Jaga dan peliharalah dengan baik, jangan sampai kita mengotori bait Tuhan ini dengan segala bentuk kenajisan atau kecemaran, sebab bait Tuhan itu kudus, dan bait Tuhan itu kita sendiri  (1 Korintus 3:16-17).  Oleh karena itu kita diperintahkan untuk memuliakan Tuhan dengan tubuh kita  (1 Korintus 6:20).

Perhatikan  'rumah Tuhan'  dan jaga diri sendiri!

Saturday, October 24, 2020

TUHAN AKAN DATANG: Makin Giatlah Bekerja

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2020

Baca:  2 Tesalonika 3:1-15

"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  2 Tesalonika 3:10

Dalam suratnya ini rasul Paulus mengingatkan, jika orang tidak mau bekerja janganlah ia makan  (ayat nas)!  Makanan adalah sumber kehidupan bagi manusia, dan untuk mendapatkan sumber kehidupan tersebut kita harus bekerja dan berusaha.  Dengan kata lain orang yang bekerja dengan sungguhlah yang layak untuk mendapatkan dan menikmati sumber tersebut, bukan orang yang bermalas-malasan.  Tuhan senang melihat orang yang suka bekerja, sebab Ia pun bekerja, seperti tertulis:  "Bapa-Ku terus bekerja sampai sekarang, dan Aku pun bekerja."  (Yohanes 5:17).

     Karena Tuhan terus berkarya maka kita tak perlu kuatir akan masa depan hidup kita, karena Dia pasti menggenapi rencana-Nya!  "...Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus."  (Filipi 1:6), dan  "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24).  Rancangan Tuhan atas hidup kita, yaitu  "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11), cepat atau lambat pasti digenapi.  Karena Tuhan terus bekerja, berarti Ia akan tetap menyertai hidup kita sebagaimana yang dijanjikan-Nya, yaitu penyertaan-Nya sampai kepada akhir zaman  (Matius 28:20b).  Sekalipun dunia bergelora dengan hebatnya dan dipenuhi dengan goncangan kita tak perlu takut, karena anak-anak-Nya menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan  (Ibrani 12:28).  Jika Tuhan kita bekerja sedemikian rupa, sebagai anak-anak-Nya haruslah kita mewarisi karakter-Nya dan meneladani-Nya.  Rasul Paulus menasihati,  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).

     Selagi ada waktu dan kesempatan mari kita semakin bersemangat dalam bekerja bagi Tuhan!  Tapi di masa-masa akhir ini banyak dijumpai orang Kristen yang  "...tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna."  (2 Tesalonika 3:11):  mengkritik, menghakimi, atau menjadi penonton saja di gereja.

Tuhan menyediakan upah-Nya bagi orang yang bekerja bagi kerajaan-Nya!

Friday, October 23, 2020

GARAM YANG TIDAK LAGI ASIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2020

Baca:  Lukas 14:25-35

"Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?"  Lukas 14:34

Orang percaya dipanggil Tuhan untuk memiliki kehidupan yang berbeda dari dunia, dan dapat memberi  'rasa'  bagi dunia ini:  "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  (Matius 5:13).  Karena kita digambarkan sebagai garam dunia, maka garam tidak boleh kehilangan rasa asin atau menjadi tawar.  Kata  'garam'  berbicara tentang pengaruh yang baik.  Seperti garam yang memberikan rasa asin pada makanan, sehingga makanan terasa nikmat saat dimakan, demikianlah halnya dengan anak-anak Tuhan, seharusnya memberikan dampak atau pengaruh yang positif bagi dunia.

     Di Perjanjian Lama salah satu korban yang dipersembahkan umat Israel kepada Tuhan adalah korban sajian, dan ketika mempersembahkan korban ini mereka harus membubuhkan garam di dalamnya:  "Dan tiap-tiap persembahanmu yang berupa korban sajian haruslah kaububuhi garam,...segala persembahanmu haruslah kaupersembahkan garam."  (Imamat 2:13).  Korban sajian ini mengandung arti ungkapan penghormatan kepada Tuhan yang telah menyelamatkan umat-Nya.  Ketika mempersembahkan korban kepada Tuhan, umat Israel mendapatkan pengampunan dosa.  Umat Israel mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan dengan cara mempersembahkan korban sajian sebagai respons terhadap pengampunan yang telah diterima ini.

     Hidup orang percaya haruslah seperti garam yang dapat membawa rasa, bukan garam hambar yang sudah kehilangan rasa asinnya.  Firman Tuhan menegaskan jika garam sudah kehilangan rasa asin  (hambar), tidak ada lagi gunanya selain hanya akan dibuang dan diinjak-injak oleh orang banyak.  Kehidupan seorang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat atau kesaksian yang baik ibarat garam yang hambar, alias menjadi batu sandungan bagi orang lain;  bukannya mempermuliakan nama Tuhan tapi malah mempermalukan nama Tuhan.  Hal ini bisa terjadi karena orang tak mau membayar harga:  pikul salib dan menyangkal diri.  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).

Garam yang tidak lagi asin adalah gambaran kehidupan Kristen yang gagal!

Thursday, October 22, 2020

DORKAS: Pemurah Beroleh Kemurahan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2020

Baca:  Kisah Para Rasul 9:32-43

"Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."  Kisah 9:36b

Dorkas adalah seorang janda dari kaum Yahudi yang tinggal di Yope  (Yunani).  Ia memiliki dua nama panggilan:  teman-teman dari kaum Yahudi memanggil Tabita, dan teman-teman kaum Yunani memanggilnya Dorkas.  Alkitab menyatakan bahwa Dorkas dikenal sebagai orang yang banyak sekali berbuat baik dan suka bersedekah  (ayat nas), sehingga hidupnya menjadi berkat dan kesaksian bagi banyak orang.

     Karena Dorkas dikenal sangat baik dan suka menolong orang lain, maka ketika dia sakit dan meninggal banyak orang sedih dan merasa kehilangan.  Mereka pun mencari cara bagaimana supaya Dorkas bisa hidup kembali.  Begitu mendengar kabar bahwa Petrus sedang berada di Lida  (dekat Yope), diutuslah segera dua orang untuk menemui Petrus:  "'Segeralah datang ke tempat kami.' Maka berkemaslah Petrus dan berangkat bersama-sama dengan mereka."  (Kisah 9:38b-39a).  Kemudian, Petrus pun  "...berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: 'Tabita, bangkitlah!' Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup."  (Kisah 9:40-41).  Mujizat terjadi!  Wanita itu dibangkitkan kembali.  "Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan."  (Kisah 9:42).

     Sudahkah kita memiliki kehidupan seperti Dorkas, yang mampu menjadi buah bibir yang baik, karena keteladanan hidup yang ditunjukkan?  Karena Dorkas memiliki kemurahan hati kepada semua orang, ia pun beroleh kemurahan dari Tuhan!  Melayani Tuhan tidak harus selalu menjadi seorang fulltimer atau melayani di gereja.  Kita bisa melayani Tuhan dengan apa yang bisa kita kerjakan sesuai dengan bidang kita masing-masing.  Sekalipun apa yang yang diperbuat oleh Dorkas nampak tak sehebat penginjil-penginjil besar, tapi apa yang diperbuatnya diperhitungkan Tuhan dan berharga di mata-Nya.

"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."  Matius 5:7

Wednesday, October 21, 2020

Debora: Wanita Tangguh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2020

Baca:  Hakim-Hakim 4:1-24

"'Baik, aku turut! Hanya, engkau tidak akan mendapat kehormatan dalam perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab TUHAN akan menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang perempuan.' Lalu Debora bangun berdiri dan pergi bersama-sama dengan Barak ke Kedesh."  Hakim-Hakim 4:9

Deborah adalah salah satu wanita tangguh yang tercatat di Alkitab.  Sekalipun ia berstatus ibu rumah tangga, ia dipercaya Tuhan memimpin bangsa Israel sebagai hakim!  Jadi Debora adalah  "...seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel."  (Hakim-Hakim 4:4).  Di bawah pohon kurma di pegunungan Efraim ia biasa menjalankan tugasnya.  Banyak orang datang kepadanya membawa masalah, Debora memberi nasihat dan solusi untuk setiap permasalahan yang mereka alami  (Hakim-Hakim 4:4-5).  Sebagai nabiah ia menjadi penyambung lidah Tuhan:  menerima petunjuk atau nubuatan dari Tuhan untuk disampaikan kepada bangsa Israel.  Dalam kepemimpina Debora ini bangsa Israel hidup damai dan aman selama 40 tahun  (Hakim-Hakim 5:31b).

     Pada waktu itu bangsa Israel berada dalam penindasan raja Kanaan selama 20 tahun  (Sisera selaku kepala pasukan).  Debora pun memerintahkan Barak  (pemimpin prajurit Israel)  untuk menyerang Sisera, tapi Barak merasa ragu untuk berperang sendirian, karena itu ia bersikeras meminta Debora untuk turut pula maju berperang!  "Jika engkau turut maju akupun maju, tetapi jika engkau tidak turut maju akupun tidak maju."  (Hakim-Hakim 4:8).  Permintaan Barak ini direspons baik oleh Debora!  Ia rela turun gunung tanpa rasa takut:  turut maju berperang bersama prajurit ke medan peperangan demi membela umat Tuhan!  Kehadiran Debora ini benar-benar menjadi pendorong dan penyemangat, bahkan berpengaruh besar bagi para prajurit Israel untuk berperang melawan musuh  (Hakim-Hakim 4:14-16).  Karena Tuhan turut bekerja, mereka berhasil mengalahkan musuh!  Ini menunjukkan bahwa Debora benar-benar menjadi sosok panutan dan sangat dihormati rakyatnya!

     Kualitas rohani dan kualitas kepemimpinan yang berjalan seiring benar-benar menjadi kunci sukses Debora dalam memimpin bangsa Israel:  sebagai nabiah ia sangat peka akan suara Tuhan;  dan sebagai pemimpin ia tidak hanya sekedar berteori, tapi ia berani turun lapangan dan melakukan kerja nyata.

Karena melibatkan Tuhan dalam segala hal, Debora berhasil memimpin bangsa!

Tuesday, October 20, 2020

Priskila: Keluarga Yang Cinta Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2020

Baca:  Kisah Para Rasul 18:1-17

"Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah."  Kisah 18:3

Salah satu wanita dalam Perjanjian Baru yang memiliki pernanan penting dalam pertumbuhan gereja adalah Priskila.  Ia dan suaminya  (Akwila)  adalah suami isteri yang cinta Tuhan dan punya hati yang terbeban untuk mendukung pekerjaan Tuhan.  Keluarga ini berasal dari Pontus  (Italia), kemudian pindah ke Korintus, di mana mereka berjumpa dengan Paulus.  Priskila dan Akwila bekerja sebagai pembuat tenda, sama seperti yang dilakukan oleh Paulus.  Karena itulah Paulus menjalin kerjasama dan menginap di rumah mereka.  Saat tinggal bersama itulah Paulus memiliki banyak kesempatan mengajar firman Tuhan, membimbing Akwila dan Priskila, membangun mezbah doa bersama.  Seiring berjalannya waktu Priskila dan Akwila terlibat dalam pelayanan sebagai pemberita Injil.

     Paulus menyebut Priskila dan Akwila sebagai  "...teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus." (Roma 16:3).  Istilah  'teman-teman sekerja' berasal dari kata sunergos  (dari kata ini muncul kata sinergi).  Paulus memandang mereka sebagai rekan kerja yang mendukung dan saling bersinergi dalam memberitakan Injil.  Paulus menyadari bahwa ia tidak dapat mengerjakan tugas pelayanan pemberitaan Injil seorang diri, ia butuh partner atau rekan kerja yang saling mendukung, menopang, menguatkan, dapat bekerja sama satu sama lain.  Kita adalah anggota tubuh Kristus:  "Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh."  (1 Korintus 12:20).  Pula, setiap orang percaya diperlengkapi dengan talenta dan karunia yang berbeda-beda untuk saling melengkapi, dengan satu tujuan untuk kemuliaan nama Tuhan dan untuk membangun jemaat.  Priskila dan Akwila diberi mandat untuk melayani dan membimbing Apolos, pemuda yang rohnya menyala-nyala dalam melayani Tuhan, dan mengajarkan Jalan Tuhan kepadanya  (Kisah 18:24-26).

     Berkat ketekunan Priskila dan Akwila dalam membimbing, Apolos pun menjadi salah satu pemberita Injil yang luar biasa.  Priskila dan Akwila adalah contoh orangtua yang patut diteladani oleh keluarga-keluarga Kristen!

Keluarga seharusnya menjadi gereja terkecil, di mana nilai-nilai kebenaran diajarkan dan Injil diberitakan!

Monday, October 19, 2020

Lidia: Wanita Yang Melayani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2020

Baca:  Kisah 16:13-18

"Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah."  Kisah 16:14

Lidia adalah seorang penjual kain ungu  (ayat nas).  Pada masa itu kain ungu merupakan kain yang berkualitas dengan harga sangat mahal.  Itulah sebabnya kain ungu hanya digunakan oleh orang-orang kelas atas sebagai penanda status bangsawan atau keluarga kerajaan.  Dari situ bisa disimpulkan bahwa Lidia bukanlah sembarang pedagang, tapi bisa disebut pengusaha kaya, karena barang yang dijualnya berharga mahal!

     Pada umumnya orang-orang kaya sering mengesampingkan perkara-perkara rohani karena mereka lebih mengandalkan harta kekayaannya!  Lidia, sekalipun kaya, adalah orang yang hidup takut akan Tuhan.  Buktinya:  ia tekun berdoa dan beribadah di tempat sembahyang Yahudi  (Kisah 16:13), membuka hati untuk mendengar dan belajar firman Tuhan  (Kisah 16:14), dan juga memberi dirinya untuk dibaptis  (Kisah 16:15).  Kita percaya bahwa kehidupan Lidia benar-benar menjadi dampak atau kesaksian:  bagi keluarga, kerabat, teman dan orang-orang di sekitarnya.  Melalui keteladanan hidup yang ditunjukkan, Lidia mampu membawa keluarga dan kerabatnya untuk percaya kepada Kristus dan memberi diri untuk dibaptis!  Lidia juga memiliki kerinduan yang besar untuk melayani Tuhan, di mana ia membuka pintu rumahnya untuk tempat berkumpul bagi orang-orang percaya lainnya.  Tuhan berfirman,  "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."  (Matius 18:20), di mana Tuhan menyatakan kehadiran-Nya, sesuatu yang besar pasti terjadi:  ada berkat, ada kesembuhan, ada pemulihan.  Lidia juga mengijinkan rasul Paulus bersama tim pelayanan menumpang di rumahnya, artinya ia melayani Tuhan dengan apa yang bisa dikerjakannya, yaitu menyambut dan menjamu hamba-hamba Tuhan.  Ini menunjukkan bahwa Lidia mempraktekkan kasih dalam tindakan nyata dan keramahtamahannya!  "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra..."  (Efesus 4:32).

     Tuhan menghendaki kehidupan kita juga seperti Lidia ini:  selain mampu menjadi kesaksian yang baik, ia juga punya roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan.

Menjadi berkat dan punya roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan adalah hidup seorang Kristen yang sejati!

Sunday, October 18, 2020

MENJADI SAHABAT TUHAN.... MUNGKINKAH?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2020

Baca:  Yohanes 15:9-17

"...Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."  Yohanes 15:15

Bila saat ini kita memiliki sahabat, kita patut berbahagia!  Sebab di dunia yang semakin jahat ini tak mudah menemukan sahabat sejati.  Jaga dan peliharalah persahabatan itu karena sahabat sejati ibarat barang langka, apalagi di masa-masa seperti sekarang ini, di mana manusia cenderung  "...mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah,...tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat,..."  (2 Timotius 3:2-4).  Berapakah dari teman kita yang dapat dinilai sebagai sahabat, yang kepadanya kita dapat berbagi rasa, pikiran dan perasaan mendalam?

     Jalinan persahabatan cenderung didasari kepentingan tertentu atau faktor untung rugi, jarang sekali yang benar-benar tulus.  Sungguh benar apa yang Salomo tulis:  "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya."  (Amsal 19:4).  Sahabat sejati ialah orang yang bisa memahami dan menerima kita apa adanya di segala keadaan:  suka dan duka, senang atau susah, karena ia  "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  (Amsal 17:17).  Memiliki sahabat sangatlah berarti dalam hidup, terlebih jika kita menjalin persahabatan dengan Tuhan.  Selama ini mungkin kita hanya mengenal Yesus sebagai Bapa, Raja atau Juruselamat, namun apakah kita sudah mengenal Dia sebagai sahabat?  Mungkinkah kita bersahabat dengan Tuhan?  Sangat mungkin!  Ayat nas menegaskan bahwa Tuhan menyebut anak-anak-Nya sebagai sahabat, sebab Ia ingin selalu dekat dengan kita;  Dia ingin berbicara dari hati ke hati dengan kita, ingin bergaul karib dengan kita.  Bahkan Ia memberikan nayawa-Nya untuk kita.  Tapi kita sering menjauh dari-Nya dan tak pernah punya waktu untuk Dia.

     Namun inilah janji Tuhan,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).

Menjadi sahabat Tuhan adalah bila kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan!  Yohanes 15:14

Saturday, October 17, 2020

BILA TUHAN BESERTA: Semua Menjadi Mungkin

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2020

Baca:  Hakim-Hakim 6:1-40

"Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis."  Hakim-Hakim 6:16

Latar belakang kisah ini adalah bangsa Israel yang sedang dalam masa yang teramat sulit, bahkan terpuruk, karena dijajah bangsa Midian selama tujuh tahun.  Mengapa ini bisa terjadi?  Apakah Tuhan tidak sanggup membebaskan mereka dari bangsa Midian?  Bangsa Israel harus mengalami penderitaan, bahkan  "...menjadi sangat melarat oleh perbuatan orang Midian itu."  (Hakim-Hakim 6:6).  Tuhan mengijinkan hal itu terjadi oleh karena orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan  (Hakim-Hakim 6:1), karena itu Tuhan menyerahkan mereka ke tangan orang Midian dan mengijinkan penderitaan menimpa hidup mereka.  Selalu ada konsekuensi untuk setiap ketidaktaatan!  Begitu perkasanya bangsa Midian sehingga bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa, sampai-sampai mereka harus bersembunyi di gua-gua dan kubu-kubu.

     Di tengah penderitaan berat  "...berserulah orang Israel kepada TUHAN." (Hakim-Hakim 6:6b), dan tergeraklah hati Tuhan untuk menolong.  Lalu Tuhan mengutus malaikat-Nya memanggil seorang muda  (Gideon)  yang saat itu sedang mengirik gandum di tempat pemerasan anggur,  "TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani."  (Hakim-Hakim 6:12).  Dan dari sudut pandang manusia, Gideon bukanlah orang muda yang gagah berani.  Dari latar belakang keluarganya pun Gideon hanyalah berasal dari kelompok terkecil suku Manasye, dan ia pun yang termuda dari antara kaum keluarganya  (Hakim-Hakim 6:15).  Tetapi, pilihan Tuhan tidak pernah salah!  "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?"  (Kejadian 18:14a).  Sebagaimana Tuhan memilih Daud, begitu pula Ia memilih Gideon!  Sebab bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan.  Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati  (1 Samuel 16:7b).  Bila kita baca kisah Gideon lebih lanjut terlihat betapa Tuhan memakainya menjadi pahlawan Israel yang gagah perkasa dan sanggup mengalahkan bangsa Midian.

     Apa pun keadaan kita saat ini, jangan pernah menyerah!  Tuhan selalu punya jalan keajaiban;  Dia sanggup mengubahkan segala sesuatu dari keterpurukan menjadi kemenangan;  yang tak mungkin, menjadi mungkin!

Tuhan yang menyertai orang percaya adalah Tuhan yang kuasa-Nya tidak terbatas!

Friday, October 16, 2020

KARENA KASIH KARUNIA TUHAN SAJA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2020

Baca:  1 Tawarikh 17:16-27

"Ya TUHAN, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu."  1 Tawarikh 17:19

Daud  (bahasa Ibrani:  dikasihi)  adalah salah satu tokoh besar di Alkitab.  Ia bungsu dari delapan bersaudara keluarga Isai, yang masa mudanya banyak dihabiskan di padang rumput menggembalakan domba.  Meski hanya menggembalakan 2-3 ekor saja  (1 Samuel 17:28), ia mengerjakan tugasnya dengan penuh kesetiaan.

     Kesetiaan mengerjakan perkara-perkara kecil inilah yang akhirnya membuka pintu kesempatan bagi Daud untuk dipercaya mengerjakan perkara-perkara besar oleh Tuhan.  Karena kesetiaan Daud, Tuhan mengangkat hidupnya secara luar biasa yang membuatnya terheran-heran,  "Siapakah aku ini, ya TUHAN ...dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?"  (1 Tawarikh 17:16).  Oleh karena itu kita tak boleh meremehkan atau merendahkan hidup seseorang.  Dari pengalaman hidupnya ini Daud menulis bahwa peninggian hidup seseorang itu datang bukan dari timur atau dari barat, bukan pula dari padang gurun, tapi datangnya dari Tuhan  (Mazmur 75:7-8).  Kalau Tuhan yang membuka pintu, tidak ada yang sanggup menutupnya!  Betapa besar kasih karunia Tuhan yang dianugerahkan kepada Daud.  Oleh sebab itu Daud tidak pernah berhenti untuk mengucap syukur!  "Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu."  (Mazmur 77:13).

     Setiap kita pasti pernah ditolong Tuhan dan mengecap kebaikan-Nya, bukan?  Siapakah kita ini?  Kita adalah debu yang tiada berarti  (Mazmur 103:14), orang-orang berdosa yang seharusnya dimurkai dan dihukum, tetapi Tuhan rela mengorbankan nyawa-Nya supaya kita diselamatkan!  "...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus."  (Roma 3:24).  Sayang, masih banyak orang Kristen yang menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan ini dengan hidup dalam dosa, padahal di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru.  Orang yang sudah ditebus, tapi kembali kepada dosa, digambarkan seperti  "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya."  (2 Petrus 2:22).

Kita ada sampai hari ini karena kasih karunia Tuhan semata!  Jangan lupakan itu.