Saturday, June 30, 2018

HUKUM TABUR TUAI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2018

Baca:  Pengkhotbah 11:1-8

"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."  Pengkhotbah 11:6

Seringkali kita menuntut Tuhan untuk memberkati hidup kita tapi kita tak mau taat melakukan kehendak-Nya.  Kita berharap pelayanan di gereja makin maju dan berhasil, tapi seringkali kita sendiri enggan menabur waktu bersaat teduh, membaca dan merenungkan firman Tuhan, mempersiapkan khotbah dengan baik, mempelajari lagu-lagu rohani, malas membezuk jemaat, dan sebagainya.  Jika kita tidak menabur apa-apa, tak mau menabur apa-apa, tak mau membayar harga, jangan berharap kita akan menuai sesuatu.  Alkitab menyatakan:  "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga."  (2 Korintus 9:6).

     Prinsip ke-2 tabur tuai:  Ada waktu untuk menunggu.  Kita semua tahu bahwa ketika kita menabur tak mungkin seketika itu kita akan menuai.  Benih yang ditanam butuh waktu untuk tumbuh dan berkembang, dan barulah menghasilkan buah.  Itu artinya ada proses waktu!  "Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi."  (Yakobus 5:7b).  Dalam hal ini dibutuhkan ketekunan dan kesabaran!  Betapa banyak orang kristen tidak sabar menunggu waktu Tuhan, dan karena ketidaksabarannya ini mereka tidak mengalami penggenapan janji Tuhan.  Ingat!  Di dalam Tuhan tidak ada yang instan!  Kecuali kasus khusus seperti yang terjadi pada kisah Yunus, di mana Tuhan mempercepat pertumbuhan pohon jarak, yang dalam semalam ketinggiannya melebihi kepala Yunus, sehingga ia dapat berteduh di bawahnya  (Yunus 4:6, 10).

     Dalam hal menabur kita juga harus memperhatikan kualitas benih.  Jika ingin memperoleh tuaian yang baik maka benih yang ditabur haruslah benih yang baik pula.  Sebaliknya kita pasti akan menuai keburukan bila yang kita tabur adalah hal-hal jahat.  Karena itu  "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."  (Galatia 6:9).

Menabur dalam daging menuai kebinasaan, menabur dalam Roh menuai hidup kekal.  Mana yang Saudara pilih?

Friday, June 29, 2018

HUKUM TABUR TUAI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2018

Baca:  Pengkhotbah 11:1-8

"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  Pengkhotbah 11:4

Ada sebuah hukum yang berlaku dalam kehidupan di dunia yaitu hukum tabur tuai.  Hukum menabur dan menuai itu tidak hanya berlaku dalam dunia pertanian atau hal bercocok tanam saja.  Semisal kita menabur sebiji benih jagung di dalam tanah yang sudah diolah dengan baik, maka benih tersebut akan bertumbuh menjadi sebatang pohon jagung yang dapat menghasilkan buah jagung dalam jumlah lebih banyak lagi.  Berawal dari sebiji benih yang ditanam dihasilkanlah biji yang jumlahnya berlipat kali ganda.  Hukum tabur tuai ini juga berlaku dalam kehidupan manusia dan juga kehidupan rohani.

     Ada banyak ayat di Alkitab yang menyatakan tentang hukum tabur tuai, di antaranya:  "...siapa menabur kebenaran, mendapat pahala yang tetap."  (Amsal 11:18),  "Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana,"  (Amsal 22:8),  "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).  Dalam hukum tabur tuai ini ada prinsip-prinsip yang harus kita perhatikan:  1.  Menabur butuh harga yang harus dibayar  (pengorbanan).  Sebelum biji benih itu tumbuh, berkembang, dan membuahkan hasil yang berlipat, maka ia harus ditanam dan mati terlebih dahulu di dalam tanah seperti tertulis:  "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah."  (Yohanes 12:24).  Dalam mengikut Tuhan dan melayani Dia pun ada yang harus dikorbankan.  "...sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal."  (Markus 10:29-30).

     Jika kita ingin berhasil dalam pelayanan kita pun harus rela berkorban waktu, menabur tenaga, pikiran, materi, menanggalkan ego, menanggalkan manusia lama kita.  Jadi, untuk mendapatkan tuaian ada sesuatu yang harus kita tabur!

Thursday, June 28, 2018

BERKAT ORANG BENAR: Sampai Anak Cucu

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2018

Baca:  Mazmur 37:21-29

"Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat."  Mazmur 37:25-26

Hidup benar di hadapan Tuhan adalah kunci untuk mengalami hidup yang diberkati.  Orang yang hidup benar di hadapan Tuhan pasti memiliki hubungan yang karib dengan Dia.  Daud adalah sosok yang memberikan teladan dalam hal kekariban dengan Tuhan.  Sejak muda sampai menjadi raja atas Israel Daud senantiasa bergaul karib dengan Tuhan.  Ratusan pasal yang terdapat dalam Kitab Mazmur adalah pengalaman kekaribannya dengan Tuhan.  Karena karib dengan Tuhan Daud dapat melihat dan merasakan sendiri bagaimana Tuhan memberkati orang benar dan memberkati pula anak-cucu orang benar tersebut.  Akhirnya keluarlah pernyataan dari mulut Daud:  "...tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;"  (ayat nas).

     Artinya Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang hidup benar, bahkan langkah-langkahnya pun ditetapkan-Nya:  "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;"  (Mazmur 37:23).  Orang benar bukan hanya menerima dan mengalami kebaikan Tuhan bagi dirinya sendiri, tapi kebaikan Tuhan itu juga akan dialami oleh anak-cucunya.  Setiap orang yang percaya kepada Kristus secara de jure  (secara hukum - Red.)  beroleh status sebagai orang benar.  Kita dibenarkan secara cuma-cuma oleh penebusan Kristus di Kalvari.  Dengan kata lain kita diberi status sebagai orang benar, semata-mata karena iman.  Karena itu Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya dibenarkan secara status, tapi kita harus benar-benar bertumbuh dalam kebenaran.  Ini membutuhkan sebuah proses yang berlangsung seumur hidup kita.

     Jika kita sudah bertumbuh sampai kepada tingkat  'orang benar', maka janji berkat Tuhan pasti akan digenapi dalam kehidupan kita dan berkat itu juga sampai kepada anak cucu kita.  Orang benar adalah orang yang takut akan Tuhan.  Itu diwujudkan melalui ketaatan melakukan firman Tuhan dan menjauhi segala bentuk kejahatan.  "Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya. Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi."  (Mazmur 25:12-13).

Ingin mengalami berkat Tuhan sampai ke anak cucu?  berlakulah hidup benar.

Wednesday, June 27, 2018

HIDUP YANG MEMULIAKAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2018

Baca:  Yesaya 43:1-7

"semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!"  Yesaya 43:7

Tujuan hidup orang percaya adalah memuliakan Tuhan di segala aspek kehidupan.  Hidup yang memuliakan Tuhan adalah hidup yang menjadi berkat, kesaksian, dan teladan.  Inilah suatu kehidupan yang berkualitas, kehidupan yang di atas rata-rata, bukan hidup yang biasa-biasa saja, bukan hidup yang terbawa oleh arus dunia ini.

     Hidup yang memuliakan Tuhan itu tidak dibatasi oleh faktor usia atau seberapa lama orang menjadi Kristen, sebab tidak sedikit orang yang sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun atau yang ditinjau dari faktor usia sudah sangat dewasa  (tua), tetapi hidupnya masih belum memuliakan Tuhan, kerohaniannya masih saja kanak-kanak.  Ada tertulis:  "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil."  (Ibrani 5:12-13).  Sebaliknya ada banyak orang muda yang kehidupannya justru mampu membawa kemuliaan bagi Tuhan alias menjadi berkat  (kesaksian)  yang baik.  Karena itu rasul Paulus menasihati Timotius agar tidak merasa rendah diri karena kemudaannya:  "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12).

     Orang muda akan memiliki kehidupan yang memuliakan Tuhan apabila sedari awal ia sudah diajar, dididik dan ditanamkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan.  Dalam hal ini orangtua memiliki peran yang sangat penting.  "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."  (Amsal 22:6).  Sadar atau tidak, orang-orang muda kini sedang menjadi incaran Iblis.  Iblis sangat mengingini mereka hancur dalam studi, hancur dalam pergaulan, hancur dalam pelayanan.  Jika semuanya hancur, hidup mereka tidak lagi berdampak.

Dewasa rohani dan menjadi kesaksian adalah tanda seseorang punya kehidupan yang memuliakan Tuhan!

Tuesday, June 26, 2018

MENGEJAR MAHKOTA ABADI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2018

Baca:  1 Korintus 9:24-27

"Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi."  1 Korintus 9:25

Prestasi gemilang berhasil ditorehkan oleh pasangan ganda putera Indonesia yaitu Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang berhasil meraih gelar juara baru di  "All England 2018 BWF World Tour Super 1000"  beberapa waktu yang lalu.  Berarti pasangan ini mampu mempertahankan gelar untuk yang keduakalinya.  Sungguh...suatu prestasi yang sangat membanggakan!  Mereka pun mendapatkan sambutan yang sangat meriah setibanya di tanah air dan bonus pun mengalir deras!  Demi memperoleh mahkota kemenangan ini ada harga yang harus dibayar oleh seorang atlet:  berlatih keras, patuh pada instruksi pelatih, menjaga pola makan dan memiliki kedisiplinan tinggi.  Mahkota kemenangan bagi seorang atlet adalah piala, medali, bonus uang, dan popularitas!

     Rasul Paulus menggambarkan bahwa kehidupan rohani pun seperti suatu kejuaraan olahraga.  Yang membedakannya adalah hal mahkota.  Dalam pertandingan iman, setiap kita berjuang untuk mendapatkan mahkota yang abadi;  dan untuk mendapatkan mahkota yang abadi itu ada harga yang harus dibayar juga!  Karena itu  "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27).  Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya di segala bidang yang ditekuninya dan Ia berjanji untuk menambahkan semua berkat itu jika kita mau mendahulukan Dia dan kebenaran-Nya  (Matius 6:33).  Namun ukuran kesuksesan sejati orang percaya bukanlah berkenaan dengan berkat-berkat materi  (kekayaan, pangkat atau ketenaran), melainkan sebuah mahkota abadi yang akan Tuhan berikan kelak.

     Rasul Paulus harus mengalami penderitaan demi melayani Tuhan, bahkan pada masa tuanya ia harus sendirian berada di penjara dan akhirnya meninggal dipancung.  Menurut ukuran dunia ia bukanlah orang yang sukses.  Tetapi menjelang akhir hidup Paulus dengan rasa bangga berkata,  "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman."  (2 Timotius 4:7).

Mahkota abadi adalah ukuran kesuksesan yang sejati bagi orang percaya!

Monday, June 25, 2018

PERISAI IMAN: Kuat di Segala Situasi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2018

Baca:  Efesus 6:10-20

"Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya."  Efesus 6:10

Kita tak bisa memungkiri bahwa keadaan dunia semakin hari semakin tidak baik;  persaingan hidup antarinsani semakin berat, kebutuhan hidup merangsek naik dari hari ke sehari, kejahatan manusia pun semakin merajalela.  Kita takkan mampu menghadapi jika kita bersandar pada kekuatan sendiri.  Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong orang percaya untuk semakin kuat di dalam Tuhan  (ayat nas).  Sebuah pohon akan tegak berdiri di tengah terpaan angin apabila akarnya semakin merambat ke dalam.  "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu,"  (Kolose 2:7).

     Di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat ini Iblis semakin gencar melancarkan serangannya, dan untuk menghadapi serangan Iblis kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata dari Tuhan agar kita dapat bertahan melawan si Iblis  (Efesus 6:11).  Salah satu perlengkapan senjata rohani adalah perisai iman"...dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,"  (Efesus 6:16).  Pada zaman dahulu perisai yang biasa dipakai oleh tentara Romawi adalah perisai dengan ukuran yang luar biasa.  Tingginya bisa mencapai 1,3 meter dan lebarnya 1 meter.  Perisai ini disebut scutum, terbuat dari kayu yang dikelilingi lapisan baja dengan logam di tengahnya.  Ini adalah senjata yang harus dimiliki oleh seorang tentara untuk mempertahankan diri yaitu diangkat untuk melindungi bagian tubuhnya  (khususnya wajah)  dan dihantamkan kepada lawan sebagai mekanisme pertahanan diri.

     Kapan kita harus menggunakan perisai iman?  Di segala keadaan!  Inilah iman yang tidak terpengaruh oleh situasi atau kondisi apa pun.  Seburuk apa pun keadaan dan seberat apa pun tantangannya tetaplah beriman kepada Tuhan.  Iman sanggup mengubah yang tak mungkin menjadi mungkin;  iman sanggup membuka jalan saat tiada jalan;  dan dengan iman pula kita dapat mematahkan setiap serangan-serangan yang dilancarkan oleh si Iblis:  "Lawanlah dia dengan iman yang teguh,"  (1 Petrus 5:9).

Milikilah iman yang teguh supaya kita mampu bertahan di tengah goncangan dunia dan mampu mengalahkan musuh  (Iblis)!

Sunday, June 24, 2018

IMAN: Tak Ada Perkara Mustahil

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2018

Baca:  Ibrani 11:30-31

"Karena iman maka runtuhlah tembok-tembok Yerikho, setelah kota itu dikelilingi tujuh hari lamanya."  Ibrani 11:30

Kota Yerikho bukanlah kota yang lemah, sebab kota tersebut dikelilingi oleh tembok yang tebal, sehingga bukan pekerjaan yang mudah bagi bangsa-bangsa lain untuk dapat menaklukkan dan mendudukinya.  Mustahil bagi manusia, tapi tidak ada perkara yang mustahil bagi setiap orang yang hidup mengandalkan Tuhan dan beriman kepada-Nya.  Inilah buktinya:  ketika bangsa Israel mau taat melakukan kehendak Tuhan, sekalipun perintah Tuhan itu tidak masuk di akal, tidak logis, mereka berhasil menduduki kota itu.  Bukan karena kekuatan militernya, bukan pula karena kemahiran Yosua dalam mengatur strategi perang, tapi karena mereka mau memraktekkan apa yang diperintahkan Tuhan.  Inilah iman yang disertai dengan perbuatan, sebab  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17).

     Pergumulan berat apa yang Saudara alami saat ini?  Mungkin kita mendengar omongan orang lain yang sangat melemahkan:  "Percuma...penyakit semacam itu tidak mungkin sembuh.  Mustahil suamimu akan kembali ke rumah, dia sudah digondol wewe gombel  (diculik hantu - Red.).  Hutang sebanyak itu tak mungkin dapat terlunasi!"  Ada pelajaran berharga dari runtuhnya tembok Yerikho ini:  selama kita hidup mengandalkan Tuhan dan taat melakukan kehendak-Nya tidak ada hal yang terlalu besar yang tidak bisa diatasi.  Kalau kita fokus pada apa yang terlintas secara kasat mata mustahil tembok Yerikho  (gambaran dari masalah - Red.)  bisa runtuh.  Tetapi kalau kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan yang ajaib segala perbuatan-Nya, maka masalah sebesar apa pun tidak ada arti apa-apa di hadapan Tuhan.  Namun seringkali kita tidak mau taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan, dan memilih mengandalkan kekuatan sendiri, menggunakan cara sendiri mengatasi masalah.  "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."  (Amsal 3:5).

     Yosua dan bangsa Israel hanya disuruh untuk berjalan mengelilingi kota Yerikho sekali sehari selama 6 hari lamanya dan pada hari yang ketujuh mereka harus mengelilingi kota itu tujuh kali, lalu diakhiri dengan sorak-sorai  (Yosua 6:3-5).

Cara Tuhan sering tidak masuk akal, tapi ketika kita taat, perkara besar terjadi!

Saturday, June 23, 2018

MEMBERITAKAN INJIL: Keberanian Ilahi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2018

Baca:  Kisah Para Rasul 4:23-31

"Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu."  Kisah 4:29

Di masa-masa sulit seperti sekarang ini benih yang sering ditabur Iblis dalam diri orang percaya adalah ketakutan.  Inilah cara mudah bagi Iblis untuk melemahkan dan melumpuhkan orang percaya.  Selama orang percaya hidup dalam ketakutan, sampai kapan pun ia tak kan mampu menjadi laskar Kristus yang militan.

     Ketakutan membuat seseorang menjadi tawar hati.  Dan semakin tawar hati semakin kecil pula kekuatan yang dimilikinya  (Amsal 24:10).  Ketakutan membuat orang percaya melakukan tindakan kompromi, tidak lagi punya keberanian untuk hidup  'berbeda'  dengan dunia dan akhirnya terbawa arus yang ada;  ketakutan membuat orang percaya tidak berani untuk mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat di hadapan orang banyak;  ketakutan membuat orang percaya ragu untuk bersaksi memberitakan Injil kepada orang lain.  Petrus juga pernah mengalami ketakutan sehingga ia berani menyangkal Kristus di hadapan manusia sebanyak tiga kali.  Tantangan berat harus dihadapi oleh murid-murid Tuhan di zaman Kisah Para Rasul ini.  Ancaman datang dari pihak-pihak yang menentang Kristus, aniaya, penjara, dan bahkan hukuman mati, terus menghantui mereka yang berani memberitakan Injil.  Secara manusia hal itu mendatangkan ketakutan, tapi di sisi lain semangat mereka untuk memberitakan Kristus begitu menyala-nyala.  Yang mereka butuhkan saat itu hanyalah keberanian.  "...berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu."  (ayat nas).

     Saat ini banyak orang berusaha untuk menyembunyikan jati diri mereka sebagai pengikut Kristus karena takut dikucilkan oleh lingkungan, takut pamornya turun atau takut tidak lagi populer, takut dijauhi oleh teman atau sahabat dan sebagainya.  "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah."  (Lukas 12:8-9).  Buang rasa takut dan berdoalah kepada Tuhan memohon keberanian Ilahi!

"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  2 Timotius 1:7

Friday, June 22, 2018

SIKAP MENGHADAPI PENDERITAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2018

Baca:  Ayub 10:1-22

"Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku."  Ayub 10:1

Ada beberapa sikap yang kemungkina ditunjukkan ketika seseorang dihadapkan pada masalah, penderitaan, kesulitan, kesukaran atau kesesakan:  1.  Kecewa, mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut kepada Tuhan.  Lalu mereka akan membanding-bandingkan dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang membuatnya merasa iri hati.  Pemazmur mengingatkan,  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia,"  (Mazmur 37:1-3).

     Sikap membanding-bandingkan keadaan ini juga dilakukan oleh bangsa Israel ketika berada di padang gurun.  "Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"  (Bilangan 14:3)  dan  "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat."  (Bilangan 11:5-6).  2.  Meninggalkan Tuhan.  Karena terbentur masalah ada banyak orang Kristen yang tidak lagi bersungguh-sungguh mengikut Tuhan, berani menyangkal iman dan akhirnya meninggalkan Tuhan.  Mereka tergiur dengan tawaran-tawaran dunia yang memberi solusi untuk masalahnya.  Demas memilih untuk meninggalkan pelayanan hanya karena ia tidak tahan dengan kesulitan dan penderitaan, dan memilih untuk kembali kepada dunia.  "...Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika."  (2 Timotius 4:10).  Contohlah Paulus yang terus berjuang untuk melayani Tuhan, sekalipun harus melewati berbagai penderitaan dan nyawa menjadi taruhannya.

     Bila kita mudah kecewa kepada Tuhan hanya karena terbentur dengan keadaan yang tidak mengenakkan, berarti motivasi kita salah dalam mengikut Tuhan.  Mengikut Tuhan jangan hanya mau yang enak saja!  Ada harga yang harus dibayar.

Sikap atau respons terhadap masalah menunjukkan kualitas iman seseorang!

Thursday, June 21, 2018

KRISTEN SEJATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2018

Baca:  Kisah Para Rasul 11:19-30

"Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen."  Kisah 11:26b

Sebutan  'Kristen'  yang pertama kali diberikan kepada para pengikut Kristus adalah di Antiokhia Siria.  Mereka disebut Kristen karena telah menunjukkan kualitas hidup yang mencerminkan Kristus dan tentunya  'berbeda'  dari orang-orang pada umumnya.  Sebutan atau predikat dan karakter semestinya identik, menjadi satu kesatuan.  Mendengar kata  'Kristen'  seringkali pandangan semua orang langsung tertuju kepada mereka yang tampak sibuk keluar-masuk gedung gereja, terlibat dalam kegiatan-kegiatan kerohanian di gereja, atau mereka yang tampak mengenakan aksesoris seperti kalung salib, mengenakan t-shirt atau mengendarai mobil yang bergambar atau berstiker ayat-ayat Alkitab.

     Benarkah demikian?  Ternyata tanda yang menunjukkan bahwa seseorang adalah pengikut Kristus  (Kristen)  bukan dilihat dari atribut-atribut yang dikenakan, melainkan dari perilaku atau gaya hidup sehari-hari.  Kita bisa meneladani cara hidup jemaat mula-mula.  Mereka mendapat sebutan sebagai orang percaya oleh karena mereka benar-benar percaya kepada Kristus dan memercayakan hidup kepada-Nya.  Selain itu mereka juga disebut murid Kristus karena kualitas hidup yang telah ditunjukkan:  tekun berdoa, tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan, memraktekkan kasih dan meneladani cara hidup Kristus, Sang Guru Agung.  Mereka mau diajar dan dibentuk untuk menjadi serupa dengan Kristus sebab ada tertulis:  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).

     Alkitab juga mencatat bahwa sebutan lain bagi orang Kristen pada waktu itu adalah pengikut jalan Tuhan.  Mereka menjadi sasaran Saulus  (Paulus sebelum bertobat)  untuk ditangkap dan dianiaya.  "Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem."  (Kisah 9:1-2).  Mengikuti jalan Tuhan berarti tidak berkompromi dengan cara hidup dunia!  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,"  (Roma 12:2).

Sudahkah kita layak disebut sebagai pengikut Kristus  (Kristen)  yang sejati?