Friday, May 31, 2019

MAKNA PENTING KRISTUS NAIK KE SORGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2019

Baca:  Mazmur 110:1-7

"Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: 'Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.'"  Mazmur 110:1

Mazmur 110 ini adalah nubuatan tentang Kristus yang telah dinaikkan dan dipermuliakan oleh Bapa.  Kristus perlu naik ke sorga, karena pekerjaan-Nya belum selesai pada waktu Ia bangkit dari antara orang mati, karena itu Ia harus duduk di sebelah kanan Bapa dan dari situlah Ia akan mencurahkan karunia-karunia kepada kepada orang percaya, teristimewa karunia Roh Kudus.  "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu."  (Yohanes 16:7).

     Karena itulah Kristus menyuruh para murid-Nya untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka menerima janji Bapa yaitu berkenaan dengan Roh Kudus.  Ada ribuan janji di dalam Alkitab, tapi hanya satu janji tentang Roh Kudus yang disebut janji dari Bapa:  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Untuk dapat menjadi saksi-saksi Kristus di dunia ini, kita perlu sekali diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus, sebab di dalam dunia ini kita diperhadapkan dengan peperangan, bukan peperangan melawan darah dan daging, melainkan melawan penghulu-penghulu di udara yaitu Iblis dengan bala tentaranya  (Efesus 6:12).  Kenaikan Kristus ke sorga memberi kepastian Roh Kudus dicurahkan atas orang percaya.

     Di dalam Yohanes 14:2-3 dikatakan:  "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada."  Kristus perlu naik ke sorga karena Ia juga hendak menyediakan tempat bagi orang percaya, supaya di mana Ia berada di situ pun kita berada.  Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal yang permanen.  Rumah atau tempat tinggal yang sesungguhnya bagi orang percaya adalah sorga,  "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga,"  (Filipi 3:20).

Kristus naik ke sorga adalah bukti bahwa tidak ada janji yang tidak tepati-Nya!

Thursday, May 30, 2019

KEILAHIAN KRISTUS DIBUKTIKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2019

Baca:  Kisah Para Rasul 1:6-11

"Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka."  Kisah 1:9

Kenaikan Kristus ke Sorga adalah puncak dari kehidupan-Nya di dunia.  Hal ini sebagai bukti bahwa Dia adalah Tuhan segala tuan dan Raja di atas segala raja;  bukti bahwa Dia adalah Sang Juruselamat yang diutus oleh Bapa dan kembali kepada Bapa, seperti tertulis:  "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa."  (Yohanes 16:28);  Kristus datang dari kekekalan dan kembali pada kekekalan,  "Aku dari atas;...Aku bukan dari dunia ini."  (Yohanes 8:23).  Adalah kebodohan besar bila manusia masih menyangkali ke-Ilahi-an Kristus!

     Arti kenaikan Kristus ke sorga adalah Ia dipisahkan dari murid-murid-Nya serta dibawa naik ke sorga.  Peristiwa ini terjadi 40 hari setelah kebangkitan-Nya, dengan disaksikan oleh murid-murid-Nya ketika mereka sedang berkumpul bersama di Bukit Zaitun.  Jadi, Kristus naik ke sorga dengan tubuh yang benar-benar tampak nyata, sebab dapat dilihat dan disaksikan oleh para murid-Nya dengan mata jasmani.  Peristiwa Kristus naik ke sorga itu bukanlah dongeng 1001 mimpi atau cerita yang direkayasa, melainkan sebuah fakta;  dan  "Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'"  (Kisah 1:10-11).  Arti literal dari kata  'naik'  ini adalah melakukan perjalanan ke sorga.  Dalam hal ini ada perpindahan tempat yang sungguh-sungguh, bukan langsung menghilang atau meleyapkan diri..

     Kenaikan Kristus ke sorga berarti Ia dimuliakan oleh Bapa dan diberi kuasa duduk di sebelah kanan Bapa  (Markus 16:19);  Bapa sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama-Nya bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi  (Filipi 2:9-11).

Yesus Kristus adalah Tuhan yang berkuasa, di dalam Dia ada keselamatan kekal  (Kisah 4:12).

Wednesday, May 29, 2019

TETAPLAH TENANG, TUHAN PASTI MELUPUTKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2019

Baca:  1 Petrus 4:7-11

"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  1 Petrus 4:7

Ngeri!  Itulah kesan pertama bila kita memerhatikan keadaan dunia saat ini, yang semakin hari semakin dipenuhi dengan goncangan.  Hal ini membuat banyak orang menjadi panik, takut, stres, frustasi, dan tidak lagi bisa tenang.  Rasul Petrus menegaskan bahwa kesudahan segala sesuatu sudah dekat dan menjelang kesudahan alam ini akan banyak peristiwa atau kejadian atau hal-hal yang tak menyenangkan terjadi.

     Sekalipun dunia dipenuhi dengan goncangan, orang percaya tak perlu punya respons seperti orang-orang dunia, asal kita sungguh-sungguh melekat kepada Tuhan, maka kita pasti akan terluput dari segala bahaya,  "...karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan,"  (Ibrani 12:28).  Di masa-masa akhir seperti sekarang ini kita semakin dituntut untuk lebih lagi mengutamakan perkara-perkara rohani dan beribadah kepada Tuhan lebih dari hari-hari yang sebelumnya, sebab  "Sudah dekat hari TUHAN yang hebat itu, sudah dekat dan datang dengan cepat sekali! Dengar, hari TUHAN pahit, pahlawanpun akan menangis. Hari kegemasan hari itu, hari kesusahan dan kesulitan, hari kemusnahan dan pemusnahan, hari kegelapan dan kesuraman, hari berawan dan kelam, hari peniupan sangkakala dan pekik tempur terhadap kota-kota yang berkubu dan terhadap menara penjuru yang tinggi. Aku akan menyusahkan manusia, sehingga mereka berjalan seperti orang buta, sebab mereka telah berdosa kepada TUHAN. Darah mereka akan tercurah seperti debu dan usus mereka seperti tahi. Mereka tidak dapat diselamatkan oleh perak atau emas mereka pada hari kegemasan TUHAN, dan seluruh bumi akan dimakan habis oleh api cemburu-Nya; sebab kebinasaan, malah kebinasaan dahsyat diadakan-Nya terhadap segenap penduduk bumi."  (Zefanya 1:14-18).

     Bukankah kita sudah melihat bahwa firman Tuhan mulai digenapi?  Sebagai anak-anak Tuhan kita tak perlu takut dan cemas, sebab firman Tuhan jelas berkata,  "...Aku akan menyusahkan manusia...sebab mereka telah berdosa kepada TUHAN..."  (Zefanya 1:17).  Bagi umat Tuhan yang setia dan taat kepada-Nya akan tetap terjaga seperti biji mata Tuhan sendiri.  Tetaplah tenang dalam situasi supaya kita dapat berdoa!

Ada jaminan perlindungan Tuhan bagi orang benar!  Karena itu tetaplah tenang.

Tuesday, May 28, 2019

SEHATI SEPIKIR DI DALAM TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2019

Baca:  2 Korintus 13:1-13

"Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!"  2 Korintus 13:11b

Rasul Paulus memberikan nasihat kepada segenap jemaat di Korintus agar mereka senantiasa sehati dan sepikir.  Apakah yang dimaksudkan sehati sepikir?  Bagaimana kita bisa sehati sepikir jika kita memiliki latar belakang hidup yang berbeda dan cara hidup yang berbeda pula?  Sehati sepikir yang dimaksudkan oleh rasul Paulus ini adalah berbicara mengenai kesatuan hati dan kesatuan tujuan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani.  Jika jemaat Tuhan benar-benar hidup dalam kesatuan ini maka kita dapat berjalan beriringan dalam melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya.

     Bagaimana jemaat Tuhan dapat hidup dalam damai sejahtera, bila mereka tidak sehati sepikir, alias masing-masing mementingkan ego atau diri sendiri?  Berjalan sendiri-sendiri, saling menyalahkan, saling bergosip satu sama lain...  Hal itu sangat bertentangan dengan firman Tuhan, sebab di dalam Kristus  "...ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  (Filipi 2:1-4).

     Sebagai anggota tubuh Kristus dan satu keluarga Kerajaan Sorga hendaknya kita saling mendoakan, saling menasihati, saling mendorong, saling menopang dan saling mendahului dalam menyatakan kasih.  Jikalau kita melakukan apa yang firman Tuhan ajarkan ini maka kita akan hidup dalam damai sejahtera dan mengalami berkat Tuhan.  Jemaat yang sehati sepikir adalah tanda adanya kerukunan.  "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:1, 3b).

Sehati sepikir adalah kunci mengalami damai sejahtera dan berkat-berkat Tuhan!

Monday, May 27, 2019

TUHAN MENDENGAR SERUAN DOAMU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2019

Baca:  Ratapan 3:1-66

"Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam."  Ratapan 3:55

Tak seorang pun manusia yang hidup di dunia ini yang bebas masalah atau luput dari penderitaan, tak terkecuali orang percaya, sebagaimana yang pemazmur nyatakan:  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  (Mazmur 34:20).  Bersyukur sebagai orang percaya kita punya Tuhan yang setia yang tak pernah meninggalkan kita sedetik pun, dan dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan pasti menyediakan jalan keluar untuk setiap permasalahan yang kita alami.

     Yeremia, utusan Tuhan, pun tak luput dari masalah dan penderitaan, sekalipun ia orang yang setia mengerjakan panggilan Tuhan.  Ketika menyampaikan nubuatan dari Tuhan, ia bukan hanya ditolak, tapi dibenci dan malah dianiaya.  "...mereka mengambil Yeremia dan memasukkannya ke dalam perigi milik pangeran Malkia yang ada di pelataran penjagaan itu; mereka menurunkan Yeremia dengan tali. Di perigi itu tidak ada air, hanya lumpur, lalu terperosoklah Yeremia ke dalam lumpur itu."  (Yeremia 38:6).  Adalah manusiawi sekali bila Yeremia merasa takut, lalu berseru kepada Tuhan meminta pertolongan:  "Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau mendengar suaraku! Janganlah Kaututupi telinga-Mu terhadap kesahku dan teriak tolongku!"  (Ratapan 3:55-56).  Tuhan mendengar seruan Yeremia dan memberikan pertolongan dengan memakai Ebed-Melekh, orang Etiopia itu  (seorang sida-sida yang tinggal di istana raja), yang melaporkan kepada raja bahwa Yeremia telah dimasukkan ke dalam perigi  (Yeremia 38:7-8).  Mendengar laporan itu raja pun segera bertindak:  "Bawalah tiga orang dari sini dan angkatlah nabi Yeremia dari perigi itu sebelum ia mati!"  (Yeremia 38:10).  Tuhan itu teramat baik dan Ia dekat kepada orang yang memanggil-Nya.  "Engkau dekat tatkala aku memanggil-Mu, Engkau berfirman: 'Jangan takut!'  Ya Tuhan, Engkau telah memperjuangkan perkaraku, Engkau telah menyelamatkan hidupku."  (Ratapan 3:57-58).

     Mungkin saat ini Saudara sedang berada di  'perigi'  permasalahan hidup yang teramat berat, berseru-serulah kepada Tuhan, Ia pasti mau mendengar.

"Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku."  Mazmur 50:15

Sunday, May 26, 2019

MENGHAKIMI: Membunuh Secara Rohani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2019

Baca:  Lukas 19:1-10

"Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya."  Lukas 19:2

Sejak zaman dahulu hingga sekarang pekerjaan seorang pemungut cukai atau pemungut pajak selalu menimbulkan image negatif di mata banyak orang.  Ketika Kristus menumpang di rumah Zakheus  (kepala pemungut cukai),  "...semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: 'Ia menumpang di rumah orang berdosa.'"  (Lukas 19:7b).  Sekalipun Zakheus sudah bertobat dari pekerjaannya, tapi semua orang masih saja menilai dan mencapnya sebagai  'orang berdosa'.  Mereka selalu membesar-besarkan kesalahan atau dosa-dosa yang telah Zakheus perbuat selama ini dan menganggap diri mereka sendiri yang benar, tanpa ada cacat cela.

     Bukankah ada banyak orang yang masih senang menjadi  'pembunuh'  bagi sesamanya, karena melihat kesalahan seseorang di masa lalu?  Walaupun mengaku telah bertobat dan sudah melayani pekerjaan Tuhan, tapi masih suka memfitnah, menghakimi dan mendiskreditkan orang lain.  Itu sama halnya dengan membunuh seseorang secara rohani.  Tentunya orang-orang yang menghakimi Zakheuslah yang  'perlu diselamatkan', karena hatinya masih dipenuhi oleh kejahatan.  Justru Zakheus yang mereka sebut sebagai orang berdosa, namun karena telah bertobat dengan sungguh, maka telah diselamatkan.  Zakheus yang dahulu jadi pemeras orang lain kini sanggup berkata,  "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."  (Lukas 19:8).  Pertemuannya dengan Kristus menjadi titik balik bagi kehidupan Zakheus!  Ia meninggalkan cara hidupnya yang lama dan benar-benar diubahkan menjadi  'ciptaan baru'.  Berkatalah Kristus kepada Zakheus,  "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham."  (Lukas 19:9).

     Janganlah mudah menghakimi orang lain atau melihat kesalahan orang lain, karena kita ini juga tak luput dari kesalahan.  "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?"  (Matius 7:3).

Siapa diri kita sehingga kita memandang rendah orang lain, dan bahkan berani mengatakan bahwa orang itu berdosa?

Saturday, May 25, 2019

DAPAT DIPERCAYA OLEH TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2019

Baca:  1 Korintus 4:1-5

"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai."  1 Korintus 4:2

Kepercayaan itu mahal harganya, tidak bisa diukur dengan uang, karena tidak mudah seseorang mendapatkan kepercayan dari orang lain.  Seorang teman tidak akan gampang memercayakan sesuatu kepada temannya yang lain, kecuali kepada sahabat terdekatnya, karena banyak terjadi teman makan teman;  apalagi sekarang ini banyak manusia memikirkan keuntungan diri sendiri.  Kepercayaan akan diberikan kepada orang yang memang benar-benar teruji kualitasnya, punya kedekatan hubungan yang tidak diragukan lagi dan lebih-lebih memiliki rasa tanggung jawab.

     Di akhir zaman ini, Tuhan sedang mencari orang-orang yang dapat dipercaya dan setia terhadap tanggung jawab yang dipercayakan-Nya sesuai dengan karunia dan talenta yang ada, karena banyak anak Tuhan atau bahkan para pelayan Tuhan yang begitu mudahnya menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, padahal firman Tuhan diatas menyatakan:  "Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai."  (1 Korintus 4:2).  Yang dimaksud dengan pelayan-pelayan di sini bukan hanya pendeta atau penginjil, tapi kita semua anak Tuhan adalah juga pelayan Tuhan!  Di dalam Wahyu 3:11 Tuhan berkata,  "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu."  Jadi setiap orang yang mendapatkan kepercayaan dari Tuhan, hendaknya memegang tanggung jawab itu sebaik mungkin, supaya pada waktu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, kita tidak akan kehilangan mahkota yang sudah Ia sediakan.

     Waktu terus bergulir sedemikian cepatnya!  Karena itu, marilah kita gunakan kesempatan yang sangat singkat ini untuk terus giat di dalam pekerjaan-Nya;  membangun kehidupan doa setiap saat, tekun mempelajari firman Tuhan serta menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa menaikkan pujian penyembahan bagi Tuhan dan tidak pernah berhenti untuk menabur,  "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).

Sudahkah kita benar-benar menjadi orang yang dapat dipercaya oleh Tuhan?

Friday, May 24, 2019

PENYEMBAHAN SEBAGAI RESPONS HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2019

Baca:  Markus 12:28-34

"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu."  Markus 12:30

Penyembahan merupakan sikap yang timbul dari rasa hormat dan pemujaan yang kita lakukan kepada Tuhan dengan rendah hati dan juga pelayanan kasih kepada Tuhan, sebagai satu-satunya pribadi yang layak.  Adalah mutlak bagi kita sebagai anak-anak-Nya untuk menyembah Tuhan, dan dalam hal ini Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan,  "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"  (Matius 4:10b).  Hanya Tuhan-lah yang berhak menjadi satu-satunya obyek penyembahan kita, karena memang hanya Dia yang layak menerimanya, tiada yang lain.

     Kita menyembah Tuhan karena eksistensi dan karya-Nya dan menyembah itu adalah respons kita dengan segenap pikiran, emosi, kehendak dan tubuh sebagai orang percaya atas seluruh keberadaan-Nya.  Oleh karena itu melakukan tindakan penyembahan kepada Tuhan tidak dapat dilakukan asal-asalan atau seenaknya sendiri.  Kita ini diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi pribadi yang responsif, artinya senantiasa memberikan respons untuk segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita yang disertai dengan ucapan syukur atas setiap campur tangan Tuhan, di mana karya-Nya itu seharusnya membangkitkan perasaan kagum dan hormat di dalam diri kita dan mendorong kita untuk memberi penyembahan kepada Dia,  "Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya,"  (Wahyu 4:9).

     Yang menjadi dasar dari sebuah penyembahan kepada Tuhan adalah kerendahan hati!  Bila kita datang kepada Tuhan dengan suatu penyembahan yang didasari pada sikap rendah hati, maka penyembahan kita itu menyenangkan hati Tuhan, karena  "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya."  (Mazmur 147:11).  Selain itu, kita harus menyembah Tuhan dengan hati yang benar-benar tulus, bukan dibuat-buat, karena penyembahan itu bukan hanya berkenaan dengan ungkapan kata-kata indah dan manis di mulut, tetapi suatu ungkapan yang keluar dari dasar hati yang terdalam!

Sudahkah penyembahan kepada Tuhan mewarnai hari-hari kita?

Thursday, May 23, 2019

PERIHAL MEMBERI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2019

Baca:  Matius 6:1-4 

"Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu."  Matius 6:3

Bila kita pelajari firman Tuhan hari ini, ada suatu hukum Tuhan tentang memberi yaitu jika kita memberi hendaknya dilakukan dengan diam-diam, jangan sampai ada yang tahu.  Tuhan tidak suka terhadap orang yang memberi tapi disertai dengan motivasi yaitu supaya diketahui orang lain atau ingin mendapatkan pujian,  "Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."  (Matius 6:4).  Jika kita ingin dipuji orang karena pemberian kita, maka upah kita sebatas pujian mereka saja, tetapi bila kita memberi dengan diam-diam, maka Bapa di sorgalah yang mengetahuinya dan akan membalasnya.  Bukankah sering dijumpai ada banyak orang rela memberi sedekah atau persembahan dalam jumlah besar, namun tidak didasari ketulusan hati, tapi hanya untuk mencari pujian atau pencitraan semata?

     Pula Tuhan menghendaki agar dalam memberi kita melakukannya dengan bijaksana, artinya kita harus dapat memilih tanah mana yang tepat untuk ditaburi, jadi bukan di tanah sembarangan!  Seringkali ada banyak organisasi atau yayasan yang mengatasnamakan Kristen yang membuat proposal dan meminta sumbangan, tapi kita sendiri tidak tahu sepak terjangnya, bahkan adakalanya disalahgunakan, maka dari itu kita harus selalu menggunakan hikmat Tuhan dalam memberi.  Akan halnya meminta sumbangan, Tuhan mengajar kita untuk tidak bersandar dan berharap kepada manusia seperti firman-Nya,  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia,"  (Yeremia 17:5a), sebab  "...ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22b).  Hendaknya kita berharap hanya kepada Tuhan karena Dialah satu-satunya Penolong dan sumber berkat bagi kita.  Bukan dengan upaya atau akal kita mencari dana dari manusia, melainkan dengan melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan, maka Tuhan pasti sanggup membukakan semua saluran berkat bagi kita.

     Selain daripada itu, tak kalah pentingnya dari hukum Tuhan yang lain adalah persepuluhan yaitu menggembalikan apa yang menjadi milik Tuhan.  Jangan abaikan itu!

"Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar..."  Lukas 6:38

Wednesday, May 22, 2019

PENYEMBAHAN KEPADA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2019

Baca:  Mazmur 107:1-22

"Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai!"  Mazmur 107:22

Meskipun setiap Minggu tidak pernah absen datang ke gereja, ternyata masih banyak di antara orang percaya yang tidak memahami betapa pentingnya penyembahan kepada Tuhan;  mungkin kita begitu bersemangat menyanyikan lagu-lagu pujian di dalam gereja, namun seringkali hal itu hanya sebagai lips service  (pujian hanya sebatas bibir saja), tidak berasal dari suatu kerinduan dari dasar hati untuk bertemu Tuhan secara pribadi.

     Keadaan ini sama dengan yang dilakukan bangsa Israel, seperti yang dinyatakan oleh Allah sendiri,  "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  (Yesaya 29:13).  Seringkali kita menganggap bahwa penyembahan itu sebagai aktivitas yang membosankan dan memberatkan, bahkan tidak sedikit yang berkata bahwa penyembahan itu hanyalah membuang waktu.  Jika kita beranggapan seperti itu berarti penyembahan kita kepada Tuhan sangatlah kurang!  Berkenaan dengan penyembahan, kita dapat belajar dari kehidupan Daud yang menjadikan penyembahan itu sebagai gaya hidupnya sehari-hari.  Maka tak mengherankan bila kehidupan Daud begitu luar biasa dan diberkati Tuhan, karena bagi Daud tak ada istilah berhenti memuji dan menyembah Tuhan, mulai dari pagi saat fajar menyingsing sampai pada matahari terbenam, katanya,  "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu."  (Mazmur 5:4),  "...pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku."  (Mazmur 42:9b).

     Sesungguhnya penyembahan tak dapat dipisahkan dari hidup kita sebagai orang Kristen,  karena kata  "penyembahan"  itu sendiri berarti memuliakan dan melayakkan.  Jadi, ketika kita menyembah Tuhan berarti kita sedang memuliakan Dia sebagai Pribadi yang layak menerima segala hormat dan pujian;  ketika kita menyembah Tuhan berarti kita mengenal Dia sebagai Pribadi yang tak terungkapkan dan tak terlukiskan, serta tak terbatas.  Karena itu jangan sepelekan penyembahan!

Hanya Tuhanlah yang layak menerima segala pujian, hormat dan kuasa!

Tuesday, May 21, 2019

JANGAN SALAH PERSEPSI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2019

Baca:  Amsal 3:1-26

"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya."  Amsal 3:11

Kita sering tidak mengerti cara Tuhan mengerjakan rencana-Nya dalam hidup kita.  Adakalanya untuk mengingatkan kita dari kesalahan Ia mengijinkan kita untuk merasakan kekerasan atau hajaran tangan-Nya, baik itu berupa masalah, sakit penyakit, dan juga tantangan berat lainnya.  Bukan berarti Tuhan tidak peduli pada kita, justru hal itu adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihi kita dan Ia tidak ingin kita semakin jauh dan terperosok:  "Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi."  (Amsal 3:12).

     Ada sebuah contoh tentang perjalanan bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama!  Tuhan telah menawarkan berkat dan anugerah-Nya yang besar, tetapi umat Israel menolak, bahkan mereka lebih memilih meninggalkan Tuhan dan beribadah kepada ilah lain;  ini sungguh menyakitkan hati Tuhan seperti dinyatakan oleh-Nya,  "Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal."  (Ulangan 32:21).  Tuhan hendak mendisiplinkan mereka agar mereka terhindar dari malapetaka yang lebih besar.  Ini menunjukkan bahwa Tuhan itu adil;  Dia Mahakasih, namun bila ketetapan dan firman-Nya dilanggar pasti ada sanksinya!  Inilah yang sering menimbulkan salah persepsi dalam diri manusia yang menuduh Tuhan itu kejam, padahal firman-Nya dengan jelas berkata,  "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."  (Ibrani 12:5-6).

     Banyak orang mengira bahwa semua orang Kristen yang diberkati secara materi pasti sudah hidup benar dan berkenan di hadapan Tuhan, padahal tidak selalu demikian!  Hati-hati, karena Iblis pun dapat mengelabui orang dan dapat memberikan berkat, sehingga orang itu tidak sadar akan kekeliruannya dan akhirnya mereka tidak bertobat dengan sungguh.

Teguran dan hajaran Tuhan itu selalu mendatangkan kebaikan bagi kita!

Monday, May 20, 2019

TELAH KEHILANGAN KASIH MULA-MULA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2019

Baca:  Wahyu 2:1-7

"Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula."  Wahyu 2:4

Ketika Tuhan Yesus mengutus Yohanes, hamba-Nya untuk menulis pesan kepada jemaat di Efesus, jemaat tersebut berusia lebih dari empat puluh tahun.  Kemudian muncullah generasi yang baru setelah itu, namun sayang, generasi tersebut berbeda dengan pendahulunya.  Mereka tidak memiliki kasih yang murni seperti generasi sebelumnya saat pertama kali menerima Injil.  Semangat kasihnya kepada Tuhan telah pudar walaupun secara kasat mata mereka terlihat melakukan banyak perbuatan baik.

     Firman Tuhan berkata:  "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah."  (Wahyu 2:2-3).  Sepintas apa yang dikerjakan oleh jemaat di Efesus ini tidak ada celanya karena mereka adalah jemaat yang setia, tahan dalam penderitaan dan punya hikmat dalam membedakan guru-guru palsu.  Namun Tuhan Yesus melihat jauh melampaui penampilan luar, karena  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).  Jadi Tuhan tahu kondisi yang sebenarnya dan tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya!  Hal ini tidak beda jauh dengan kondisi gereja Tuhan saat ini:  penampilan luarnya kelihatan menonjol, jemaatnya besar atau bangunan gerejanya begitu megah.  Kita lupa bahwa Tuhan melihat jauh ke dalam, bukan hal-hal yang lahiriah!  Tanpa kita sadari kita telah meninggalkan kasih yang mula-mula dan terjebak dalam rutinitas banyaknya pekerjaan bagi Tuhan, sementara kita mengabaikan kasih  (hubungan karib secara pribadi)  dengan Dia!

     Jemaat Efesus sesungguhnya mengasihi Tuhan, tetapi mereka telah kehilangan semangat dan intensitas kasih itu sendiri;  pekerjaan atau pelayanan yang mereka lakukan tidak lagi didasarkan atas kasihnya kepada Kristus.

Tanpa kasih yang menyala-nyala bagi Tuhan, pekerjaan kita tidak ada artinya!