Monday, August 31, 2015

KASIH Itu Tidak Egois

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2015

Baca:  1 Korintus 12:12-31

"Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita."  1 Korintus 12:26

Rasul Paulus memperingatkan semua orang percaya bahwa sehebat apa pun mereka melayani pekerjaan Tuhan, mahir berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahkan bahasa malaikat, mempunyai berbagai karunia dan sebagainya, namun jika tidak memiliki kasih semua itu tidak berguna dan tidak ada faedahnya  (baca  1 Korintus 13:1-3).

     Itu adalah bukti bahwa kasih memegang peranan sangat penting dalam kehidupan orang percaya,  "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  (1 Yohanes 4:7-8).  Orang-orang dunia pun tidak melihat seberapa rajin kita beriadah dan seberapa sibuk kita melayani pekerjaan Tuhan, yang mereka lihat adalah buahnya.  Karena itu jangan pernah merasa bangga dengan  'label'  sebagai orang Kristen bila dalam keseharian hidup kita tidak ada buah Roh yang dihasilkan.  "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).  Tanpa buah Roh kekristenan kita hanyalah teori, tapi prakteknya NOL.

     Kasih seperti apa yang Tuhan kehendaki?  Yaitu kasih yang tidak mementingkan diri sendiri  (egois).  Dunia sekarang ini penuh orang-orang egois, yang hanya terfokus pada diri sendiri dan tidak punya kepekaan atau rasa empati terhadap orang lain.  Itulah keadaan manusia pada akhir zaman  (baca  2 Timotius 3:1-4).  Rasul Paulus memperingatkan bahwa semua orang percaya adalah bagian dari satu tubuh.  "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota."  (1 Korintus 12:14).  Jika satu bagian tubuh itu sakit dan menderita, tidakkah anggota tubuh lainnya juga turut merasakannya?  "...supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan."  (1 Korintus 12:25).  Ketika melihat saudara seiman lain sedang berada dalam penderitaan, tidakkah hati kita tergerak untuk menolongnya?  "Barangsiapa...menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"  (1 Yohanes 3:17).

Wujud nyata dari kasih adalah memberi, bukan hanya menerima!

Sunday, August 30, 2015

ORANGTUA DAN ANAK: Saling Bertanggung Jawab (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2015

Baca:  Amsal 4:1-27

"Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian,"  Amsal 4:1

Anak adalah titipan Tuhan, tetapi tugas mendidik anak adalah tanggung jawab orangtua.  Dewasa ini seringkali tanggung jawab mendidik anak dibebankan hanya pada ibu, sementara si ayah jarang sekali mempunyai waktu secara intensif untuk anak-anak karena alasan sibuk dengan pekerjaan.

     Alkitab mengingatkan bahwa sesibuk apa pun, seorang ayah tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak karena ayah adalah wakil Tuhan dalam keluarga.  Umumnya seorang anak  (terutama anak laki-laki)  akan menjadikan figur ayah sebagai role model dalam kehidupannya.  Tingkah polah ayah akan menjadi perhatian tersendiri dalam hati si anak.  Kalau anak sudah memiliki konsep yang salah tentang ayahnya, yang dalam kesehariannya suka bersikap kasar, suka memukul, membentak-bentak, egois dan kurang menghargai orang lain, maka secara tidak langsung itu akan mempengaruhi dan membentuk pribadi dan pola pikir si anak, bahkan ia akan meniru perbuatan ayahnya di kemudian hari.

     Dalam hal mendidik anak orangtua harus bersikap keras, bahkan jikalau itu diperlukan, menurut Alkitab, orangtua boleh menggunakan tongkat, namun tanpa membangkitkan amarah anaknya.  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24).  Yang penting adalah motivasi orangtua ketika memukul atau menghajar anak.  Pukulan dan hajaran harus atas dasar kasih dengan tujuan agar si anak jera, mengerti akan kesalahannya dan bertekad tidak mengulanginya lagi.  Kesalahan orangtua adalah tidak menggunakan tongkat karena mengasihi anaknya, tapi untuk melampiaskan amarah.  Ini sangat berbahaya karena jika dalam keadaan marah atau jengkel, orangtua dapat memukul anaknya dengan tanpa batas dan tak terkendali.  Ini merupakan kejahatan di mata Tuhan!  Karena itulah firman-Nya memperingatkan:  "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  (Kolose 3:21).

Ayah yang takut akan Tuhan tidak akan mengabaikan tugas dan tanggung-jawabnya mendidik anak-anaknya sesuai firman Tuhan!

Saturday, August 29, 2015

ORANGTUA DAN ANAK: Saling Bertanggung Jawab (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2015

Baca:  Efesus 6:1-9

"Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan."  Efesus 6:4

Akhir-akhir ini kalau kita melihat berita di televisi dan membaca di surat kabar kasus kenakalan anak muda begitu maraknya:  ada yang terlibat tawuran antarsekolah, mengonsumsi narkoba, terlibat pergaulan bebas, bahkan ada yang sampai terjeruus ke dalam dunia prostitusi.  Lingkungan, dengan siapa mereka bergaul dan juga pengaruh buruk dari media sosial menjadi faktor pemicunya.  Itulah sebabnya banyak orangtua semakin was-was dan over protective terhadap anak-anak mereka.  Meski demikian anak-anak tetap saja berani memberontak dan mengabaikan nasihat.  Ada anak-anak yang kelihatannya pendiam dan tampak alim saat berada di rumah, tetapi begitu berada di luar rumah mereka seperti banteng yang baru keluar dari kandangnya, liar dan tak terkendali.

     Ayat nas di atas seringkali dipakai sebagai senjata oleh anak-anak muda untuk membela diri dan menyalahkan orangtuanya, seolah-olah orangtua tidak boleh membuat anak-anaknya marah dan sakit hati.  Bukankah ada banyak anak muda yang memberontak dan menjadi tak terkontrol di luar dengan alasan merasa terkekang dan orangtua terlalu keras terhadapnya.  Tetapi anak-anak muda melupakan ketiga ayat di atasnya,  "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu-ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."  (Efesus 6:1-3).

     Perlu adanya keseimbangan supaya tidak saling menyalahkan di antara kedua pihak.  Di satu sisi, orangtua harus mempunyai batasan-batasan dalam hal mendidik anaknya, di mana mereka tidak boleh mendidik atau menghajar sampai membuat anaknya sakit hati, terluka dan tawar hati, tetapi harus tetap selaras dengan ajaran firman Tuhan.  Sementara di sisi yang lain anak juga dituntut untuk taat dan hormat kepada orangtua di dalam Tuhan karena ada berkat yang luar biasa bagi anak-anak yang mau taat dan patuh kepada orangtuanya,  "...supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."  Jika orangtua dan anak mampu menjalankan perannya masing-masing dengan baik, maka hal-hal buruk akan dapat terhindarkan!  (Bersambung)

Friday, August 28, 2015

KASIH SEORANG IBU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2015

Baca:  Amsal 1:8-19

"Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu."  Amsal 1:8

Ada kata pepatah mengatakan:  "Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah."  Pepatah ini menggambarkan bahwa kasih seorang ibu kepada sang anak tak terbatas dan tiada berakhir, laksana jalan yang tiada berujung.  Sementara kasih anak kepada sang ibu sangat terbatas sebagaimana galah  (tongkat).  Contoh kasih ibu yang tak terbatas ini ditunjukkan oleh Nancy Matthews Edison, yang adalah ibu dari penemu bola lampu yaitu Thomas Alva Edison.

     Semasa kecil Thomas adalah anak yang memiliki gangguan dalam hal pendengaran, dinilai sebagai anak yang lambat dalam berpikir serta tidak punya bakat, sehingga ia terpaksa dikeluarkan oleh pihak sekolah sehingga Thomas pun hanya mengenyam pendidikan formal di sekolah selama 3 bulan.  Dalam kondisi seperti itu pasti banyak orang menilai bahwa anak ini akan bermasa depan suram.  Tapi berkat kesabaran dan kasih yang tulus dari ibunya, perlahan tapi pasti, Thomas kecil pun mulai meretas masa depannya.  Sang ibu, yang kebetulan berprofesi sebagai guru, memutuskan untuk menjadi guru pribadi bagi anaknya di rumah.  Meski memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan tidak menyurutkan semangat sang Ibu untuk terus mendidik dan mengajar anaknya.  Gayung pun bersambut, Thomas tidak menyia-nyiakan segala usaha, jerih lelah dan perjuangan sang ibu, ia mau belajar dan patuh kepada semua nasihat ibunya.  Meskipun tidak mengikuti proses belajar secara formal di sekolah, Thomas sudah memiliki curiosity  (rasa ingin tahu)  yang sangat tinggi dan gemar sekali mencoba hal-hal yang baru.  Alhasil, Thomas menjadi salah seorang penemu paling jenius yang pernah ada di dunia ini, dengan 1.093 hasil penemuan.  Luar biasa!

     Salomo mengingatkan agar anak-anak tidak menyia-nyiakan ajaran ibunya  (ayat nas), dan rasul Paulus pun menasihati,  "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian."  (Efesus 6:1).  Jika kita berperan sebagai orangtua, berikanlah yang terbaik dari waktu, tenaga dan pikiran semaksimal mungkin untuk anak-anak, maka kelak kita akan menikmati buah dari kerja keras itu.

Di balik kehebatan seorang Thomas Alva Edison, ada seorang ibu yang luar biasa!

Thursday, August 27, 2015

PERKARA RINGAN DI MATA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2015

Baca:  2 Raja-Raja 3:9-27

"Maka berjalanlah raja Israel dan raja Yehuda dan raja Edom. Tetapi sesudah mereka berkeliling tujuh hari perjalanan jauhnya, maka tidak terdapat air untuk tentara dan untuk hewan yang mengikuti mereka."  2 Raja-Raja 3:9

Ketika raja Israel  (Yoram), raja Yehuda  (Yosafat)  dan raja Edom mengadakan perjalanan jauh hendak berperang melawan Moab, di tengah perjalanan mereka kehabisan air sehingga semua orang yang turut bersamanya, termasuk tentara dan hewan yang mengikutinya, kehausan luar biasa.  Dalam kesulitan tersebut mereka menemui nabi Elisa atas saran dari pengawai raja Israel, untuk meminta petunjuk Tuhan.  Semula Elisa menolak, tapi karena di situ ada Yosafat, raja Yehuda, akhirnya Elisa mau juga mengabulkan permintaan mereka.  Nabi Elisa memerintahkan memanggil pemetik kecapi.  "Pada waktu pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan TUHAN meliputi dia."  (ayat 15).

     Memainkan alat musik  (kecapi)  bagi Tuhan berbicara tentang pujian dan penyembahan bagi Tuhan.  Ketika puji-pujian berkumandang hati Tuhan disenangkan dan hadirat-Nya turun melawat umat-Nya, sebab  "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel."  (Mazmur 22:4).  Ketika hadirat Tuhan meliputi Elisa sementara kecapi dimainkan, Tuhan menyatakan kehendak-Nya,  "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit,"  (2 Raja-Raja 3:16), meski secara kasat mata  "Kamu tidak akan mendapat angin dan hujan, namun lembah ini akan penuh dengan air, sehingga kamu serta ternak sembelihan dan hewan pengangkut dapat minum. Dan itupun adalah perkara ringan di mata TUHAN;"  (2 Raja-Raja 3:17-18), bahkan mereka mendapatkan berkat yang lebih dari Tuhan,  "...juga orang Moab akan diserahkan-Nya ke dalam tanganmu."  (2 Raja-Raja 3:18b).

     Pergumulan berat apa yang sedang Saudara hadapi?  Ekonomi keluarga kering atau gersang?  Sakit-penyakit kita divonis tidak mungkin sembuh?  Atau masalah-masalah berat lain yang secara manusia tidak ada jalan keluar?  Jangan putus asa!  Angkatlah suara dan pujilah Tuhan!  Undang hadirat-Nya memenuhi hidup Saudara.  Percayalah, saat Tuhan bertindak tidak ada perkara yang terlalu sukar bagi-Nya, karena Dia Mahasanggup.

"...Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?"  Yeremia 32:27

Wednesday, August 26, 2015

MENGASIHI TUHAN: Beroleh Berkat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2015

Baca:  Amsal 8:1-36

"Kekayaan dan kehormatan ada padaku, juga harta yang tetap dan keadilan."  Amsal 8:18

Hampir semua orang ketika mendengar atau membaca kata  'harta atau berkat'  pikiran mereka langsung tertuju kepada materi:  uang, mobil, harta benda.

     Adalah tidak salah jika setiap orang menginginkan berkat materi karena Tuhan pun ingin memberkati umat-Nya dengan berkat materi.  Ada banyak tokoh Alkitab hidupnya berkelimpahan secara materi, sebut saja Abraham, Ishak dan sebagainya.  Yesus pun berkata,  "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."  (Yohanes 10:10b).  Namun sebelum Tuhan mencurahkan berkat-berkat secara materi terlebih dahulu Ia memerintahkan umat-Nya mencari berkat rohani atau mengutamakan perkara-perkara rohani.  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).

     Setelah kita mengutamakan Kerajaan Allah dan kebenarannya, Tuhan pasti akan memberikan berkat materi sebagai bonus, sebab Ia  "...memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar."  (Mazmur 115:13).  Apa yang dimaksudkan Kerajaan Allah?  Rasul Paulus menjelaskan,  "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17), dan dalam bagian ini termasuk hal melayani Kristus,  "Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia."  (Roma 14:18).  Untuk memperoleh kasih karunia dan kebenaran, satu-satunya jalan adalah melalui Tuhan Yesus Kristus:  "Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia; sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus."  (Yohanes 1:16-17).  Untuk beroleh damai sejahtera dan sukacita Tuhan berkata,  "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku,...supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh."  (Yohanes 15:10-11), dan supaya damai sejahteramu dan kebahagiaanmu berlimpah-limpah  (baca  Yesaya 48:18).

"supaya kuwariskan harta kepada yang mengasihi aku, dan kuisi penuh perbendaharaan mereka."  Amsal 8:21

Tuesday, August 25, 2015

MENEMPUH JALAN TAK BERPETA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2015

Baca:  Yesaya 48:1-11

"Aku mengabarkan kepadamu hal-hal yang baru dari sejak sekarang, dan hal-hal yang tersimpan yang belum kauketahui."  Yesaya 48:6b

Saat jalan yang kita tempuh berliku-liku, seperti tiada berujung dan penuh teka-teki, kita pun mulai meragukan janji Tuhan dan tidak mempercayai-Nya lagi.  Kita cemas dengan masa depan kita dan kemudian berusaha untuk mereka-reka jalan sendiri, padahal jalan yang kita tempuh itu semakin menjauhkan kita dari rencana indah Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya  "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang."  (Amsal 23:18).  Asal kita berjalan dengan iman dan percaya kepada Tuhan sepenuhnya maka Ia akan menuntun kita selangkah demi selangkah.  Mungkin kita hanya dapat melihat sekilas atau sebagian kecil dari rencana Tuhan bagi kehidupan kita dan kita tak mengerti sepenuhnya, tapi percayalah bahwa Tuhan akan membawa kita kepada kehidupan yang berkemenangan dan penuh mujizat.

     Ketika Tuhan menuntun bangsa Israel, yang waktu itu dipimpin oleh Yosua, Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk berjalan mengikuti tabut perjanjian dengan jarak yang tidak terlalu dekat atau terlalu jauh.  Mereka harus patuh terhadap perintah Tuhan ini supaya mereka mengetahui jalan yang harus ditempuhnya, sebab jalan yang hendak mereka tempuh adalah jalan yang benar-benar baru dan belum pernah sekalipun dilalui sebelumnya.  Dengan kata lain umat Israel harus menempuh perjalanan yang tidak berpeta.  Mereka harus belajar berjalan dengan iman dan bergantung sepenuhnya kepada pimpinan Tuhan.  Selain itu  "Kuduskanlah dirimu, sebab besok TUHAN akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu."  (Yosua 3:5).

     Kemenangan dan mujizat akan dinyatakan Tuhan ketika kita mau mempercayakan hidup ini sepenuhnya kepada tuntunan Tuhan dan hidup dalam ketaatan.  Terbukti selama menempuh perjalanan 40 tahun lamanya di padang belantara Tuhan tidak pernah mengecewakan umat Israel, apa pun yang mereka butuhkan selalu Tuhan sediakan, bahkan mujizat demi mujizat senantiasa mengikuti langkah hidup mereka.  Meski demikian mereka seringkali memberontak dan bersungut-sungut kepada Tuhan karena tidak memahami jalan-jalan Tuhan dan terpaku pada kesenangan semu di Mesir.

"Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya."  Mazmur 23:3b

Monday, August 24, 2015

MENEMPUH JALAN TAK BERPETA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2015

Baca:  Yosua 3:1-17

"...maksudnya supaya kamu mengetahui jalan yang harus kamu tempuh, sebab jalan itu belum pernah kamu lalui dahulu."  Yosua 3:4b

Apa yang terjadi jika kita berpergian dengan kendaraan pribadi ke suatu tempat yang jauh dan asing tanpa membawa peta, padahal tempat tersebut belum pernah kita kunjungi sebelumnya?  Kemungkinan besar kita akan tersesat.  Itulah pentingnya peta.  Ketika hendak pergi menjelajah ke suatu tempat baru atau yang belum pernah dikunjungi sebelumnya peta berfungsi sebagai penunjuk jalan dan tempat.  Istilah peta, atau dalam bahasa Inggris map, berasal dari bahasa Yunani mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja.  Secara fisik bentuk peta konvensional memang mirip dengan taplak meja.

     Peta dapat dijadikan acuan sekaligus panduan supaya kita tidak tersesat.  Peta menampilkan gambar yang menunjukkan letak suatu tempat, laut, sungai, gunung dan sebagainya.  Sementara peta untuk kepentingan kepariwisataan dilengkapi dengan letak hotel atau penginapan, obyek wisata dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.  Di zaman modern ini peta tidak hanya berupa lembaran kertas saja, tapi tersedia dalam rupa digital yang bisa ditampilkan dan dilihat melalui komputer atau gadget, bahkan informasi yang disajikan pun lebih komplet, terperinci dan mendetail.  Peta yang paling fenomenal tentu saja peta dunia.  Melalui peta ini kita dapat mengetahui letak suatu negara, benua, samudera dan sebagainya.  Orang yang pertama kali membuat peta dunia adalah Haci Ahmed Muhiddin Piri, atau lebih dikenal dengan nama Piri Reis, seorang Turki.

     Dalam kehidupan kekristenan, tidak sedikit orang percaya yang menjadi terkejut dan kecewa ketika melihat bahwa apa yang mereka hadapi ternyata tidak semudah yang dikira.  Kita berpikir bahwa jalan yang akan kita tempuh adalah jalan yang mulus dan rata.  Namun sebagaimana Musa telah memperingatkan bangsa Israel, bahwa  "...negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah,"  (Ulangan 11:11), kita pun akan melewati banyak sekali tantangan dan rintangan, gunung-gunung persoalan, atau bahkan lembah-lembah kekelaman.  Saat itulah pikiran dan hati kita menjadi tidak menentu dan akhirnya timbul ketakutan, kekuatiran dan keraguan dalam mengikut Tuhan.  (Bersambung)

Sunday, August 23, 2015

SIAP DIMURNIKAN DAN DITAHIRKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2015

Baca:  Maleakhi 3:1-5

"Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."  Maleakhi 3:3

Ketekunan, kesetiaan dan ketaatan seseorang dalam mengikut Tuhan dan melayani Dia perlu diuji kemurniannya, karena ada banyak orang yang melakukan hal tersebut dengn tendensi atau motivasi tertentu.  Dalam keadaan baik dan normal, siapapun orangnya, pasti dapat berlaku tekun, setia dan taat kepada Tuhan.  Namun bila keadaan berubah, ketika badai dan gelombang ganas menerpa bahtera kehidupannya, tidak semua orang mampu menjaga konsistensinya.  Karena itu segala sesuatunya perlu diuji dan dimurnikan.  Tujuan Tuhan memurnikan dan mentahirkan umat-Nya adalah supaya kita benar-benar bersih dari segala kenajisan yang masih tertinggal di dalam kehidupan kita.

     Proses pemurnian untuk perak dan emas memang menyakitkan karena harus melewati peleburan api.  Tanpa proses ini perak dan emas akan tetap seperti bongkahan batu yang tidak menarik dan kurang memiliki nilai jual, tapi apabila sudah melewati proses pemurnian dan terbentuk, logam tersebut akan berharga mahal.  Ketika kita sudah dalam keadaan murni dan tahir kita akan dilayakkan  "...menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN."  (ayat nas).  Siapa itu orang-orang Lewi?  Mereka adalah satu dari dua belas suku Israel yang dikhususkan Tuhan untuk melayani Dia.  "Sebab dialah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani TUHAN dan menyelenggarakan kebaktian demi nama-Nya, ia dan anak-anaknya."  (Ulangan 18:5).

     Seringkali kita berpikir bahwa ketika seseorang sudah terlibat dalam pelayanan secara otomatis apa yang dilakukan tersebut menyenangkan hati Tuhan, padahal tidaklah selalu demikian.  "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah:"  (Roma 12:1).

Melayani Tuhan tanpa pertobatan sejati adalah sia-sia, karena itu kita harus siap dimurnikan!

Saturday, August 22, 2015

PERTOBATAN: Seumur Hidup Kita (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2015

Baca:  Lukas 5:27-32

"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."  Lukas 5:32

Kepada jemaat di Filipi rasul Paulus menasihati demikian:  "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  (Filipi 2:5).

     Orang yang benar-benar bertobat memiliki pikiran Kristus  (baca  1 Korintus 2:16).  Ketika kita menaruh pikiran yang terdapat juga dalam Kristus maka pikiran kita akan senantiasa diperbaharui dan semakin selaras dengan kehendak-Nya.  Perasaan  (hati):  segala perkataan dan perbuatan seseorang bersumber dari hati.  Jika hati kita bersih secara otomatis akan berdampak terhadap perkataan dan juga perbuatan kita.  Karena itu Daud selalu berdoa kepada Tuhan,  "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;"  (Mazmur 139:230).  Kehendak:  kesadaran akan kesalahan harus diikuti dengan kehendak untuk berbalik dan bertobat.  Itulah yang disebut kepekaan rohani!  Kita akan semakin peka apabila kita mau berproses, sehingga pancaindera kita makin terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.

     Pertobatan harus dilakukan seumur hidup, sebab adakalanya setelah bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus kita dapat terjatuh lagi ke dalam dosa secara tidak sengaja.  Bahkan masih banyak pula orang Kristen yang melakukan perbuatan dosa secara sembunyi-sembunyi.  "Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula."  (2 Petrus 2:20).  Ada tertulis:  "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi."  (Amsal 28:13).  Selama pintu anugerah masih terbuka dan kita masih beroleh waktu dan kesempatan mari pergunakan sebaik mungkin untuk hidup dalam pertobatan.

"Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?"  (Roma 2:4), karena itu, jangan disia-siakan dan mengeraskan hati!

Friday, August 21, 2015

PERTOBATAN: Seumur Hidup Kita (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2015

Baca:  Yeremia 18:1-17

"Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!"  Yeremia 18:11b

Hidup kekristenan adalah hidup dalam pertobatan, sebab  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Sebagai ciptaan baru, yang lama harus benar-benar kita tanggalkan dengan memiliki komitmen seperti Paulus:  "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,"  (Filipi 3:13).  Inilah pertobatan yang sejati!

     Ada banyak orang Kristen yang berpikiran keliru, mereka mengira bahwa setelah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat atau menjadi Kristen tidak perlu bertobat lagi, karena telah diselamatkan dan dosa-dosa mereka telah ditebus melalui pengorbanan Kristus di kayu salib.  Justru karena telah diselamatkan dan  "...kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19), maka kita harus mempertahankan keselamatan yang telah kita terima itu dengan hati yang takut dan gentar, yaitu melalui pertobatan setiap hari.  Jadi pertobatan itu harus dilakukan seumur hidup kita.

     Kata Yunani untuk bertobat adalah metanoia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris repentance yang berarti:  to undergo a change in frame of mind and feeling, secara garis besar berarti perubahan pola pikir.  Secara umum pertobatan bisa pula berarti keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya, yang dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya sendiri ia mau mengubah pola pikirnya, perbuatan dan hatinya, lalu berbalik dari dosanya yang jahat dan berpaling kepada Tuhan dan kebenaran-Nya.  Ketika seseorang mengalami pertobatan, mata dan pikirannya terbuka untuk memahami kebenaran.  Perubahan pikiran juga berarti bahwa kita bertobat atau berbalik dari ketidakpercayaan kepada iman yang sejati.  Pertobatan yang sejati dalam diri seseorang menyangkut tiga hal yaitu:  pikiran, perasaan  (hati)  dan juga kehendak.  (Bersambung)

Thursday, August 20, 2015

KEANGKUHAN: Dibenci Oleh Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2015

Baca:  Obaja 1-16

"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: 'Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?'"  Obaja 3

Obaja, yang arti namanya adalah hamba Tuhan, adalah nabi yang diperintahkan Tuhan menyampaikan nubuatan rencana penghukuman Tuhan atas bangsa Edom.  Edom adalah tetangga selatan Yehuda yang merupakan keturunan Esau, saudara Yakub.  Jadi sesungguhnya orang-orang Edom masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Israel, tetapi mereka seringkali membantu pasukan asing untuk menyerang Israel.  Ini merupakan kelanjutan permusuhan berkepanjangan di antara Esau  (bapak orang Edom)  dan Yakub  (bapak ke-12 suku Israel).  Ketika Yehuda mengalami penderitaan, orang-orang Edom bukannya menolong dan menunjukkan sikap empati, tapi malah bersukacita di atas penderitaan saudaranya itu.  Hal ini menimbulkan murka Tuhan!

     Secara geografis Edom merupakan negeri yang aman, terlindung dan sulit diserang musuh karena berada di daerah pegunungan berbatu.  Karena itu orang-orang Edom sangat membanggakan negerinya dan merasa diri kuat.  Mereka berpikir bahwa tidak akan ada bangsa lain yang sanggup mengalahkannya.  Mereka pun menjadi angkuh dan lupa bahwa Tuhan sangat membenci keangkuhan.  "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu."  (Yesaya 2:11).

     Suatu bangsa atau manusia akan mudah sekali diperdaya oleh keangkuhan ketika merasa memiliki segala-galanya:  kekuatan, kekayaan, kedudukan, kepintaran dan sebagainya.  Darimanakah semuanya itu?  Segala sesuatu datangnya hanya dari Tuhan, dan tidak ada sesuatu pun yang ada di dunia ini atau yang kita miliki yang dapat dibanggakan atau sombongkan.  Kalau bukan karena Tuhan kita tidak mungkin dapat mempertahankan keadaan kita, dan apa yang kita punyai hari ini esok belum tentu ada, karena kekayaan dan kejayaan manusia dapat lenyap dalam sekejap.  Karena itu,  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).

"Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian."  Amsal 29:23

Wednesday, August 19, 2015

ORANG YANG RENDAH HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2015

Baca:  Lukas 14:7-11

"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  Lukas 14:11

Secara umum kata rendah hati memiliki arti:  sikap bijak seseorang yang dapat memposisikan dirinya tidak merasa lebih penting, lebih tinggi, lebih pintar, lebih benar dari orang lain.  Salah satu ciri dari orang yang rendah hati adalah mau mendengarkan pendapat, saran dan juga kritikan dari orang lain.  Sikap yang mau diajarkan adalah karakter dasar dari kerendahan hati.  Sebaliknya sikap yang angkuh dan sombong cenderung membenarkan diri sendiri, merasa diri benar dan tidak mau diajar.

     Orang yang memiliki kerendahan hati adalah orang yang dicari Tuhan!  Itulah sebabnya Tuhan memanggil orang-orang yang biasa dan tidak terpelajar  (baca  Kisah 4:13)  untuk menjadi alat kemuliaan-Nya, karena perlu kerendahan hati untuk mengenal dan memahami jalan-jalan Tuhan.  Rasul Petrus menyatakan hal ini:  "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya."  (1 Petrus 5:5-6).  Keterbukaan dan kerelaan untuk mau belajar adalah salah satu karakteristik paling berharga yang perlu dimiliki seseorang.  "TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati."  (Mazmur 25:8-9).  Mengapa Tuhan mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati?  Karena orang-orang yang demikian adalah orang yang mau diajar, dikoreksi dan diluruskan jalan-jalannya.

     Tuhan Yesus berkata,  "Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."  (Lukas 18:17).  Kita semua tahu bahwa salah satu karakteristik menonjol dari anak kecil ialah bahwa mereka mudah sekali untuk diajar.  Rindu hidup Saudara dipakai oleh Tuhan?  Milikilah kerendahan hati, jangan congkak atau sombong!

"Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu."  Matius 11:25-26

Tuesday, August 18, 2015

MERDEKA: Terbebas Dari Belenggu

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2015

Baca:  Galatia 5:1-15

"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."  Galatia 5:13

Tidak ada satu bangsa mana pun di belahan bumi ini yang mau dijajah, ditindas, ditekan oleh bangsa lain, sebab bangsa yang dijajah berarti terampas kebebasannya.  Bukan hanya itu, penindasan dan penjajahan selalu mengakibatkan penderitaan dan kepahitan hidup bagi bangsa yang dijajahnya.  Bukankah hal ini juga pernah dialami oleh bangsa Indonesia?  Selama ratusan tahun bangsa kita harus hidup dalam tekanan dan penderitaan karena dijajah oleh bangsa lain. Bahkan bangsa Indonesia juga pernah mengalami apa yang disebut kerja paksa. Hal ini terjadi di masa penjajahan Jepang.  Romusha adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.

     Terpujilah nama Tuhan, yang telah memberi kelepasan, kelegaan dan kemerdekaan pada bangsa Indonesia 70 tahun yang lalu.  Kini kita seluruh rakyat Indonesia hidup dalam kemerdekaan, dan dapat secara leluasa menentukan kebijakan dan program negara tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak mana pun.  Tugas kita sekarang adalah mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dan mengisi kemerdekaan itu dengan hal-hal yang positif demi kemajuan bangsa! Sebagai orang percaya, status kita juga adalah orang-orang yang merdeka!  Melalui karya Kristus di atas kayu salib kita telah dibebaskan dan dimerdekakan dari belenggu dosa.  "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran."  (Roma 6:18),  "...dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah."  (Roma 8:21). Oleh karena itu  "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah."  (1 Petrus 2:16).

     Karena kita bukan lagi sebagai hamba dosa, melainkan hamba kebenaran, maka kita pun harus hidup dalam kebenaran dan tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, melainkan sebagai senjata kebenaran.

Merdeka berarti tidak lagi menjadi budak dosa, tapi hidup bagi kebenaran!

Monday, August 17, 2015

KEMERDEKAAN INDONESIA KE-70

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2015

Baca:  Mazmur 138:1-8

"Jika aku berada dalam kesesakan, Engkau mempertahankan hidupku; terhadap amarah musuhku Engkau mengulurkan tangan-Mu, dan tangan kanan-Mu menyelamatkan aku."  Mazmur 138:7

Bulan Agustus sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena di bulan ini tepatnya tanggal 17 kita merayakan hari kemerdekaan bangsa kita tercinta.  Kita memasuki 70 tahun, artinya sudah 70 tahun kita terbebas dari penindasan dan penjajahan bangsa lain.

     Berdasarkan sejarah, ada beberapa negara yang pernah menjajah dan menindas bangsa Indonesia, di antaranya:  Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan juga Jepang.  Tetapi kini bangsa Indonesia telah merdeka.  Secara harafiah kata merdeka memiliki pengertian: bebas dari perhambaan, penindasan dan penjajahan, berdiri sendiri, terlepas dari tuntutan, tidak terikat, dan tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu.  Itulah sebabnya setiap tanggal 17 Agustus seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, larut dalam euforia kemeriahan hari besar bangsa ini.

     Penjajahan terhadap suatu bangsa, sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu.  Contohnya adalah yang dialami oleh umat Israel yang mengalami penindasan bangsa Mesir.  "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya."  (Kejadian 15:13).  Karena penindasan di Mesir umat Israel menjadi tidak berkutik, terampas kebebasannya, tidak dapat bergerak secara leluasa dan harus mengalami penderitaan hidup yang luar biasa,  "Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses."  (Keluaran 1:11).  Bangsa Mesir menindas dan menekan umat Israel dengan kerja paksa.  Mereka harus bekerja keras, sedangkan seluruh hasil dinikmati oleh bangsa Mesir.  "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu."  (Keluaran 1:13-14).

Penjajahan selalu mengakibatkan penderitaan bagi negara yang dijajahnya!

Sunday, August 16, 2015

MENGALAMI SUKACITA ILAHI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2015

Baca:  Mazmur 16:1-11

"di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa."  Mazmur 16:11

Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh  (baca  Galatia 5:22-23)  atau bagian paket buah Roh yang harus dimiliki orang percaya.  Sukacita, dalam bahasa Yunani khara, memiliki makna:  kegembiraan yang meluap-luap, sukacita yang timbul sebagai akibat hubungan karib dengan Tuhan.  Sukacita ini adalah sukacita yang dianugerahkan Tuhan kepada orang percaya melalui keterlibatan Roh Kudus di dalam diri orang percaya.  Seperti semua buah Roh lain, sukacita ini bukan sesuatu yang dapat kita hasilkan sendiri, melainkan sebagai hasil ketika kita melekat kepada Tuhan selaku Pokok Anggur.  Dan sukacita yang diberikan Tuhan ini jelas berbeda dari sukacita yang ditawarkan oleh dunia.

     Umumnya orang akan bersukacita apabila mengalami hal-hal menyenangkan:  memperoleh hadiah, naik pangkat, lulus ujian, punya rumah baru dan mobil baru, uang banyak dan sebagainya.  Namun sukacita yang demikian tidak dapat bertahan lama alias bersifat sementara.  Ketika situasi berubah menjadi tidak menyenangkan karena terbentur suatu masalah, sukacita itu pun luntur dalam seketika.  Secara manusia sulit bagi seseorang untuk tetap bersukacita dalam keadaan yang demikian.  Sebaliknya mereka akan dengan mudahnya bermuram durja, sedih, kecewa, stres, putus asa dan bersungut-sungut.  Sukacita mereka  'terampas'  oleh situasi atau keadaan yang ada.  Sebagai orang percaya, haruskah kita merasakan sukacita yang sifatnya hanya musiman, yang sangat bergantung pada situasi dan keadaan?  Rasul Paulus menasihati,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).  Rasul Paulus tidak asal bicara, sebab saat menulis surat kepada jemaat di Filipi ini ia tidak dalam keadaan yang baik, sebab saat itu ia berada di balik terali besi  (penjara).  Namun situasi sulit itu tidak membuatnya kehilangan sukacita.

     Apa pun keadaannya janganlah menjadi alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita, karena sukacita orang percaya tidak bergantung kepada apa pun yang bersumber dari dunia ini.

"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya;"  Mazmur 64:11

Saturday, August 15, 2015

KECEWA MEMPERHATIKAN YANG KELIHATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2015

Baca:  2 Korintus 4:16-182 Korintus 5:1-10

"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara,"  2 Korintus 4:18

Sebagai manusia, punya rasa kecewa adalah hal yang sangat wajar.  Namun kita tidak boleh membiarkan hal itu berlarut-larut menguasai hati dan pikiran kita, karena kehidupan yang dikendalikan oleh kekecewaan akan melahirkan hal-hal negatif, salah satunya adalah tawar hati.  Situasi ini pun akan dimanfaatkan oleh Iblis, karena Iblis paling suka melihat orang Kristen kecewa dan tawar hati.  Tertulis:  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10), sehingga Iblis akan semakin mudah menghasut dan mempengaruhi kita dengan tipu muslihatnya yang licik.  "Lihat itu...orang yang tidak beribadah kepada Tuhan dan tidak setia melayani, hidupnya berkelimpahan!  Sementara kamu yang sudah rajin beribadah, berdoa dan mengikut Tuhan dengan setia cuma bisa gigit jari.  Rugi kamu!"  Daud mengingatkan,  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;"  (Mazmur 37:1-2).

     Di masa-masa sulit seperti sekarang ini Iblis ingin sekali membuat kita hanya mengutamakan dan meperhatikan hal-hal yang lahiriah atau tampak secara kasat mata, padahal kita sendiri tahu bahwa yang kelihatan itu sifatnya hanya sementara, dan selalu berakhir dengan kekecewaan.  Tetapi kita tetap saja termakan dan terprovokasi oleh hasutan si Iblis.  Berbicara tentang kekecewaan, seharusnya Tuhan Yesus yang layak kecewa.  Coba bayangkan!  Orang yang mengkhianati dan menyerahkan Dia bukanlah orang asing, bukan orang jauh dan juga bukanlah musuh;  justru yang mengkhianati dan menyerahkan Dia adalah Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya sendiri.

     Sungguh, apa yang tampak mata seringkali membuat kita kecewa dan tawar hati.  Supaya kita tidak mudah kecewa jangan sekali-kali berharap dan mengandalkan manusia.  Sebaliknya andalkan Tuhan dalam segala perkara dan tetap nanti-nantikan Dia, sebab  "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"  (Mazmur 25:3).

Kita tidak akan mudah kecewa bila kita hidup karena percaya, bukan karena melihat!

Friday, August 14, 2015

MUDAH SEKALI KECEWA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2015

Baca:  Yohanes 16:1-4b

"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku."  Yohanes 16:1

Semua orang pasti pernah merasakan apa yang disebut kecewa.  Apa itu kecewa?  Kecewa artinya kecil hati, rasa tidak puas karena keinginan dan harapan tidak terpenuhi.  Jadi rasa kecewa seringkali timbul di dalam hati seseorang ketika apa yang diinginkan dan diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.  Ketika rencana yang kita buat tidak satu pun terlaksana, kita kecewa;  ketika permintaannya tidak dipenuhi, seorang anak kecewa kepada orangtua;  ketika anak-anak sulit dinasihati, orangtua kecewa;  merasa diacuhkan dan tidak diperhatikan suami menimbulkan kekecewaan dalam diri isteri;  seorang gadis kecewa kepada pacarnya karena telah ingkar janji.  Banyak sekali faktor yang membuat seseorang mengalami kekecewaan.

     Ada banyak orang Kristen kecewa kepada Tuhan hanya karena doa-doanya belum mendapat jawaban.  "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?"  (Mazmur 13:2).  Kecewa karena merasa sudah melayani Tuhan sekian lama tapi hidup sepertinya tidak ada peningkatan, ekonomi tetap saja pas-pasan.  Karena karir dirasa stagnan, dengan nada kecewa kita complain kepada Tuhan.  Alkitab mencatat,  "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,"  (Ulangan 28:13).  Namun apa faktanya?  Mari membaca ayat jangan sepenggal saja, masih ada kelanjutannya:  "...apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,"  (Ulangan 28:13).  Jadi sebelum kita kecewa dan memprotes Tuhan, tanyakan pada diri sendiri terlebih dahulu, apakah kita sudah melakukan perintah Tuhan dengan setia ataukah belum.

     Pada dasarnya kita kecewa karena masalah-masalah yang kita alami, dan Tuhan selalu menjadi sasaran kekecewaan kita.  Padahal sebagian besar masalah kita seringkali sebagai akibat dari kesalahan dan ketidaktaatan kita sendiri.

Tuhan tidak pernah berjanji bahwa hidup orang percaya bebas dari masalah, tapi Dia berjanji untuk menolong dan memberi jalan keluar untuk setiap permasalahan hidup kita.

Thursday, August 13, 2015

TUHAN BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2015

Baca:  Pengkhotbah 3:1-15

"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka."  Pengkhotbah 3:11

Seberapa moncer karir kita, seberapa tinggi prestasi yang kita raih, seberapa besar kekayaan kita dan sebagainya bukanlah perkara yang dicari Tuhan dalam diri seseorang.  Yang Tuhan cari dan inginkan dalam diri seseorang adalah karakternya.  Salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk karakter adalah melalui masalah atau peristiwa-peristiwa kehidupan, yang  "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."  (Roma 5:3).  Dalam hal menyiapkan yang terbaik bagi anak-anakNya Tuhan tidak pernah memakai jalan pintas atau cara instan, tetapi melalui suatu proses.  Bagi Tuhan berproses itu lebih penting, sedangkan upah adalah akibat atau hasil dari proses itu.  Jadi Tuhan akan memberikan yang terbaik kepada kita selaras dengan harga yang kita bayar.

     Bagaimana supaya kita kuat saat menjalani proses?  Pertama, arahkan pandangan kepada Tuhan dan janji firman-Nya.  "Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga."  (Mazmur 123:1), karena  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2).  Jika arah pandang kita tertuju kepada Tuhan, kita akan memiliki respons positif di segala keadaan sehingga pikiran pun dipenuhi hal-hal positif,  "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,"  (Filipi 4:8).  Ketika menjalani proses di padang gurun umat Israel meresponsnya secara negatif:  mengeluh, mengomel, bersungut-sungut.  Mereka tidak memahami cara Tuhan, padahal itu adalah persiapan menuju rencana-Nya yaitu Tanah Perjanjian.

     Kedua, kita memerlukan partner rohani yang saling mendukung dan menguatkan.  Inilah pentingnya persekutuan!  "Berdua lebih baik dari pada seorang diri...Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!"  (Pengkotbah 4:9-10).

Seberapa apa pun prosesnya, jalani dan hadapi dengan respons positif karena Tuhan punya rencana yang terbaik bagi kita!

Wednesday, August 12, 2015

TUHAN BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2015

Baca:  Roma 8:28-30

"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  Roma 8:28

Setiap orang pasti memiliki pengalaman hidup beraneka ragam:  mulai dari yang menyenangkan, indah, manis, sampai kepada yang pahit, getir dan menyakitkan.  Banyak di antara kita ketika dihadapkan pada pengalaman-pengalaman hidup yang tidak mengenakkan  (masalah, ujian, kegagalan, penderitaan, tekanan, kesengsaraan, sakit-penyakit, krisis dan sebagainya)  cenderung memiliki respons negatif:  kecewa, putus asa, marah, mengeluh dan bersungut-sungut.  Sikap-sikap yang demikian justru akan menjadi musuh terbesar dan penghalang utama kita berjalan dalam tujuan Tuhan bagi hidup kita.  Padahal, adakalanya Tuhan memakai peristiwa-peristiwa yang menurut penilaian kita sebagai hal yang buruk tersebut sebagai cara dan sarana untuk membentuk, mempersiapkan dan menggenapkan rencana-Nya.

     Ayat nas menyatakan bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu.  Kata segala sesuatu berarti segala situasi dan kondisi, termasuk hal-hal yang buruk dan tidak mengenakkan sekalipun.  Karena itu penting sekali kita belajar memahami cara Tuhan bekerja, karena Ia tidak pernah menjanjikan bahwa hidup orang percaya itu bebas dari masalah.  Ingat!  Tanpa melewati ombak dan gelombang tidak akan pernah dihasilkan seorang nahkoda yang handal!  Justru di balik masalah selalu ada maksud dan rencana Tuhan yang indah, salah satunya adalah untuk menarik kita semakin mendekat kepada-Nya dan belajar bergantung kepada-Nya.

     Jika masalah, ujian atau penderitaan itu seijin Tuhan, hal itu pasti akan mendatangkan kebaikan bagi kita.  "...sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula."  (Ayub 5:17-18).  Sebaliknya jika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan mulus seringkali membuat kita terlena, iman pun tidak bekerja secara maksimal.

"...bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."  Roma 5:3-4

Tuesday, August 11, 2015

MURID SEJATI: Penuh Roh Dan Hikmat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2015

Baca:  Roma 8:1-17

"Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu."  Roma 8:9

Adanya perubahan hidup adalah tanda nyata seorang murid Kristus sejati.  Kita membuang karakter dosa dan menggantinya dengan karakter Kristus:  hal perkataan, pikiran, perasaan, maupun perbuatan.  Hidup kita akan berubah bila mau dipimpin sepenuhnya oleh Roh Kudus, yang sesuai dengan nama-Nya, menyatakan karakteristik pribadi-Nya dan sekaligus pekerjaan-Nya yaitu menguduskan, memurnikan, membersihkan dan memishkan kita dari dosa.  Ketika Roh Kudus memimpin dan memenuhi hidup ini kita tidak akan lagi  "...menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--"  (Galatia 5:16-17), sehingga buah-buah Roh akan terpancar dalam kehidupan kita:  "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri."  (Galatia 5:22-23).

     Murid Kristus sejati adalah orang yang penuh dengan hikmat.  "Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada. Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang."  (Kolose 4:5-6).  Hikmat berasal dari kata Yunani, sophia, yang artinya kemampuan untuk berlaku bijaksana.  Kata hikmat jelas sekali tidak berkaitan dengan tingkat kecerdasan atau intelektual, usia atau tingkat seseorang;  bukan sekedar pintar atau fasih bicara.  Hikmat adalah pemberian Tuhan ketika seseorang memiliki kekariban dengan-Nya dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus.  Pemazmur menyatakan:  "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya."  (Mazmur 111:10).

     Dengan hikmat dari Tuhan kita dapat menjalani hidup di dunia yang penuh problematika ini dengan tidak lagi sembrono, melainkan memahami apa kehendak Tuhan, dan pancaindera kita semakin terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat.

Dalam pimpinan Roh Kudus kita dapat menjalani hidup ini dengan penuh hikmat sehingga kita tahu apa yang harus kita lakukan!

Monday, August 10, 2015

MURID SEJATI: Hidup Menjadi Kesaksian

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2015

Baca:  Kisah Para Rasul 9:36-42

"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."  Kisah 9:36

Dalam Kisah Para Rasul ini sebutan murid atau disciple secara khusus ditujukan kepada orang percaya atau pengikut Kristus yang menunjukkan karakter tertentu, yaitu memiliki atau menunjukkan sifat atau karakter seperti Kristus.  Dengan kata lain orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus tapi tidak menunjukkan kualitas hidup seperti Kristus belum layak disebut murid Kristus.

     Tabita, yang dalam bahasa Yunani Dorkas, disebut sebagai murid Kristus oleh karena telah menunjukkan suatu kehidupan yang mampu menjadi kesaksian bagi orang lain.  "Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."  (ayat nas).  Melalui perbuatan-perbuatan baik dan pengabdiannya untuk pelayanan kasih, identitas Tabita pun terbaca oleh semua orang.  Hidup yang menjadi kesaksian yang baik bagi banyak orang itulah yang menjadi kehendak Tuhan, sebab  "...kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia."  (2 Korintus 3:3).  Kita ini adalah surat-surat Kristus yang terbuka dan dibaca oleh semua orang.

     Hidup kita akan menjadi kesaksian bagi orang lain apabila kita  "...terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat,"  (Kisah 6:3).  Kalimat terkenal baik artinya harus memiliki reputasi yang baik, bukan hanya di mata manusia tapi juga di hadapan Tuhan.  "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar,"  (Amsal 22:1).  Jangan sampai kita hanya tampak baik, alim dan suci saat berada di dalam gedung gereja, sementara di luar saat berada di tengah-tengah masyarakat, kita kembali hidup sebagai manusia lama:  egois, mementingkan diri sendiri dan sama sekali tidak punya kasih.  Seorang murid Kristus sejati harus memiliki kasih, kemurahan hati, dan empati tinggi terhadap keadaan sekitarnya yang kesemuanya diwujudkan dalam tindakan nyata, sehingga orang-orang dunia dapat membaca dan menemukan identitas kita karena kita memiliki kehidupan yang berbeda.  Akhirnya nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan kita.

"Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang."  Filipi 4:5

Sunday, August 9, 2015

MURID SEJATI: Hati Yang Rela

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2015

Baca:  Matius 11:25-30

"Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan."  Matius 11:29

Modal utama murid adalah hati yang rela dididik, diproses, ditempa dan dibentuk, sebab proses pembelajaran itu bukan hanya transfer knowledge, tetapi juga ada character building.  Selama kita masih mengeraskan hati dan tegar tengkuk, sampai kapan pun kita tidak akan pernah mencapai tahap menjadi murid sejati.  Ayat nas menyatakan bahwa murid harus punya kerelaan memikul kuk yang dipasang gurunya.  Kerelaan hati memberi diri untuk dipasang kuk adalah pertanda bahwa kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan Yesus, selaku Guru Agung kita.

     Kuk adalah:  palang kayu dengan jepitan kayu vertikal yang memisahkan kedua binatang penarik sehingga bersama-sama dapat menarik beban berat;  palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher binatang penarik.  Dengan  "kuk"  kita dipaksa tunduk atau taat, yang secara daging terasa sakit dan membuat kita sangat menderita.  Namun  "...karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -,"  (1 Petrus 4:1).  Inilah yang dimaksudkan penyerahan diri:  menundukkan diri pada otoritas dan kehendak-Nya.  Dalam hal ini Tuhan Yesus telah terlebih dahulu meninggalkan sebuah keteladanan, yang  "...dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Oleh karena itu,  "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  (Filipi 2:5).  Tuhan Yesus menambahkan,  "...kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."  (Matius 11:30), artinya berguna dan bermanfaat bagi kita.

     Menjadi murid Kristus ada harga yang harus dibayar:  korban waktu, tenaga, pikiran, serta rela melepaskan semua kenyamanan untuk belajar dari-Nya.  Jangan sampai sudah lama menjadi Kristen tapi hidup kita tetap saja belum berubah dan sama sekali tidak menunjukkan kualitas hidup yang meneladani Sang Guru.

Murid Kristus sejati  "...ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  1 Yohanes 2:6

Saturday, August 8, 2015

MURID SEJATI: Mendisiplinkan Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2015

Baca:  Yesaya 50:4-11

"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid."  Yesaya 50:4b

Kata murid disebut pula anak didik, siswa, pelajar atau pengikut, biasanya anak/orang yang berkomitmen kepada orang yang berotoritas.  Sementara istilah murid yang tertulis di kitab-kitab Injil umumnya menunjuk kepada para pengikut Kristus, dan merupakan sebutan yang umum bagi mereka yang dalam gereja mula-mula disebut orang percaya.  Yang namanya murid berarti tidak luput dari proses pembelajaran, sebab tugas utamanya adalah belajar. Proses pembelajaran akan terjadi apabila seorang murid punya kesediaan untuk diajar, dilatih dan dibimbing oleh gurunya.

     Orang percaya bisa bertumbuh menjadi murid Kristus yang sejati apabila ia mau mendisiplinkan diri untuk belajar kepada Kristus;  dan semakin kita mau mendisiplinkan diri untuk dilatih, diajar dan dibimbing-Nya, semakin mudah pula Tuhan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.  Mendisiplinkan diri dalam hal apa?  Dalam hal mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baru, mulai dari cara berpikir, bertutur kata dan berperilaku.  Kita mau mendisiplinkan diri secara pribadi dengan Tuhan melalui saat teduh:  membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari, serta mendisiplinkan diri secara korporat melalui ibadah dan persekutuan.  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Dengan kata lain kita berkomitmen untuk meninggalkan cara hidup yang lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus, sehingga  "...kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."  (2 Korintus 3:18).

     Kebiasaan hidup yang baru tidak akan terbentuk jika dipaksakan oleh pihak lain kepada diri seseorang, tetapi pihak kita sendiririlah yang harus berkomitmen merelakan diri untuk didisiplinkan oleh Tuhan:  mendengar suara-Nya, mematuhi perintah-Nya, mempraktekkan ajaran-Nya dan meneladani kehidupan-Nya.

Tuhan Yesus adalah Guru Agung kita, karena itu relakan dirimu diajar dan disiplin oleh-Nya!

Friday, August 7, 2015

KEMENANGAN SEJATI: Kejahatan Dibalas Kebaikan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2015

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang."  1 Tesalonika 5:15

Alkitab adalah buku yang sangat lengkap dan luar biasa, karena bukan hanya berbicara tentang sorga dan neraka, bukan hanya membahas tentang dosa dan akibatnya, atau berbicara tentang kehidupan yang akan datang  (setelah kematian), tetapi juga berbicara tentang keseharian hidup manusia.  Masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia telah dijawab oleh terang firman Tuhan.  Karena itu, back to the Bible is the best solution for all things.

     Ada banyak sekali pergumulan yang harus kita hadapi selama hidup.  Musa pun mengakuinya,  "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap."  (Mazmur 90:10).  Tidak ada gunanya kita terus mengeluh dan bersungut-sungut karena dunia ini bukanlah firdaus.  Salah satu pergumulan hidup ini adalah berkenaan dengan perlakuan jahat orang lain kepada kita.  Kalau meniru prinsip dunia kita pasti ingin membalas kejahatan dengan kejahatan pula.  Umumnya ketika dijahati orang lain secara naluriah kita cenderung mendendam, menyimpan sakit hati dan kemudian mencari kesempatan melampiaskan dendam.  Tindakan membalas kejahatan dengan kejahatan itu sangat bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang justru mengajarkan hal yang berbeda:  kejahatan harus dibalas dengan kebaikan.  Kita tidak perlu mereka-reka yang jahat terhadap orang lain karena hal itu akan merugikan diri sendiri.  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;"  (Mazmur 37:1).

     Kalau kita membalas kejahatan dengan kejahatan sama artinya api dilawan dengan api.  Dampaknya?  Suasana semakin panas membara dan itu sangat berbahaya karena dapat membakar dan menghanguskan.  Serahkan pergumulan tersebut kepada Tuhan, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah tertidur dan terlelap,  "...percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  (Mazmur 37:5).

Ketika mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, itulah kemenangan sejati!

Thursday, August 6, 2015

ALKITAB: Pedoman Hidup (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2015

Baca:  Ayub 5:17-27

"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."  Ayub 5:17

Selain bermanfaat untuk mengajar dan mendidik orang percaya dalam kebenaran, Alkitab juga berfungsi untuk menyatakan kesalahan dan memperbaiki kelakukan seseorang"Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."  (Mazmur 119:9).

     Kebenaran Alkitab sanggup memperbaiki kelakuan yang buruk, meluruskan jalan yang bengkok, dan mengarahkan orang percaya untuk berlaku benar dan tidak bercela.  Jadi untuk mengetahui apakah perbuatan itu salah atau benar Alkitablah yang harus menjadi patokan, tolak ukur, cermin dan standar hidup kita orang percaya.  Tidak sedikit orang Kristen yang mogok ke gereja karena tersinggung mendengar kotbah hamba Tuhan yang seolah-olah menelanjangi dosa-dosanya.  Ini berarti Alkitab berkuasa menyatakan kesalahan dan dosa seseorang.  Namun sayang sekali, ketika ditegur dan dikoreksi oleh firman, kita bukannya bersyukur dan bertobat tapi justru marah dan mengeraskan hati.

     Milikilah respons yang benar seperti Daud, yang ketika menerima teguran dari nabi Natan langsung menyadari kesalahannya dan segera minta ampun kepada Tuhan.  "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!"  (Mazmur 51:3-4).  Firman Tuhan benar-benar telah menyadarkan Daud dari kesalahannya.  "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu."  (Mazmur 119:67).  Semakin kita banyak membaca, mempelajari, mendengar dan merenungkan firman Tuhan semakin kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, sehingga kita  "...dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2), dan tekad untuk tidak lagi berbuat dosa pun semakin kuat.

"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  Ibrani 4:12

Wednesday, August 5, 2015

ALKITAB: Pedoman Hidup (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2015

Baca:  2 Timotius 3:10-17

"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  2 Timotius 3:16

Ayat nas ini adalah nasihat Rasul Paulus kepada Timotius, orang muda yang dipercaya melayani jemaat di Efesus.  Mengapa Paulus perlu menekankan kembali pentingnya mempelajari dan merenungkan firman Tuhan?  Karena pada waktu itu banyak sekali pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat sehingga mereka tidak lagi menjadikan Alkitab sebagai pedoman hidup, melainkan lebih menyendengkan telinganya kepada ajaran-ajaran yang menyimpang dari kebenaran.  "...tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."  (2 Timotius 4:3-4).

     Apa manfaat Alkitab bagi kehidupan orang percaya?  Adalah sarana utama belajar mengenal pribadi Tuhan, mempercayai janji-Nya, serta memahami apa kehendak dan rencana-Nya bagi kehidupan kita.  Melalui Alkitab Tuhan mengajar dan mendidik kita untuk hidup dalam kebenaran"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105).  Proses pertumbuhan menuju karakter Kristus tidak terjadi secara otomatis atau tiba-tiba, namun memerlukan waktu seumur hidup.  Untuk bertumbuh secara rohani Allah sudah memberikan pedoman-Nya yaitu melalui Alkitab.  Diperlukan kebenaran untuk mengubah hidup kita, dan Alkitab menunjukkan kebenaran itu kepada orang percaya.  Hidup kita akan berubah bila kita mau membayar harga, yaitu menyediakan waktu membaca Alkitab, mempelajari, merenungkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

     Ketika kita tekun mendalami Alkitab, Roh Kudus akan menolong menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi yang tak terpahami,  "...Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu..."  (Yohanes 14:26), dan  "...memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13), sehingga kebenaran-Nya bekerja di dalam kita, dan kita pun semakin disadarkan untuk berubah dalam segala hal:  pikiran, perkataan, perbuatan.

"Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku,"  Mazmur 25:5

Tuesday, August 4, 2015

ALKITAB: Pedoman Hidup (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2015

Baca:  Mazmur 119:33-40

"Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati."  Mazmur 119:34

Ada banyak orang Kristen yang bertanya-tanya dalam hati,  "Mengapa sampai hari ini kuasa firman Tuhan itu tidak bekerja secara nyata dalam hidupku, padahal aku sudah membaca Alkitab sampai tuntas?"  Saudaraku, bukan Alkitab atau firman Tuhan yang salah, tetapi respons dari sikap hati terhadap firman, serta perbuatan kita turut menentukan keadaan ini.  Karena itu kita perlu mengoreksi diri terlebih dahulu sebelum kita complain kepada Tuhan.  Yakobus memperingatkan,  "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu."  (Yakobus 1:21).

     Firman Tuhan, baik yang kita baca maupun yang dengar melalui khotbah para hamba Tuhan, tidak dapat bekerja secara efektif di dalam hidup kita bila kita sendiri belum mau melepaskan hal yang kotor dan jahat.  Selama kita masih enggan menanggalkan  'manusia lama'  maka semuanya sia-sia.  Apalah artinya membaca Alkitab dan hafal dengan ayat-ayat firman Tuhan jika hal itu tidak selaras dengan sikap dan perbuatan kita sehari-hari.  Bukankah Alkitab dengan sangat terperinci memberitahukan kita tentang apa saja yang tidak layak untuk dilakukan dan apa saja yang harus kita perbuat?  Tetapi jika kita masih saja hidup dalam dosa, bukankah itu artinya kita meremehkan firman dan menganggap semua nasihat Tuhan itu sebagai angin lalu?  Dengan keras firman Tuhan memperingatkan:  "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu."  (2 Korintus 6:17).

     Sebaliknya, jika ketekunan kita mempelajari Alkitab disertai dengan kesungguhan untuk melakukan firman Tuhan, maka  "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  (Yesaya 55:11).

Alkitab adalah jawaban untuk semua pergumulan hidup kita, karena itu tingallah di dalam firman-Nya, maka apa saja yang kita perbuat menjadi berhasil!

Monday, August 3, 2015

TUHAN YANG MEMUASKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2015

Baca:  Mazmur 107:4-9

"sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan."  Mazmur 107:9

Banyak orang berlimpah harta duniawi namun tidak merasakan kebahagiaan sejati.  Mengapa?  Karena mereka tidak lapar dan haus akan kebenaran, alias mengabaikan perkara rohani,  "...mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air."  (Yeremia 2:13), serta  "...kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat. Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!"  (Yesaya 55:2-3a).  Mereka melupakan dan meninggalkan Tuhan, Sumber Air Hidup dan Roti kehidupan itu.

     Tuhan Yesus menegaskan bahwa orag-orang yang tidak memiliki rasa lapar dan haus akan kebenaran tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Sorga.  Mengapa?  Karena syarat dasar dari kehidupan yang saleh adalah lapar dan haus akan kebenaran.  Jika seseorang tidak punya rasa lapar dan haus akan kebenaran, sampai kapan pun ia tidak akan pernah mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya.  Padahal, sebesar rasa lapar dan haus kita terhadap kebenaran, sebesar itu pula kualitas hidup kita akan ditentukan untuk saat ini dan masa depan.  "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  (Yesaya 32:17).

     Akibat lapar dan haus akan kebenaran orang itu akan dipuaskan.  Kata dipuaskan menunjukkan kata kerja pasif, artinya tindakan ini bukan berasal dari kita, melainkan dilakukan pihak lain terhadap kita.  Bagian Tuhan adalah memberikan kepuasan penuh kepada kita, sedangkan tugas kita hanyalah mencari dan merindukan Dia.  "...orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik."  (Mazmur 34:11).

"Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair."  Mazmur 63:2

Sunday, August 2, 2015

KEBENARAN: Kebutuhan Hakiki Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2015

Baca:  Matius 5:1-12

"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan."  Matius 5:6

Setiap manusia pasti pernah dan selalu merasa lapar dan haus secara jasmani.  Kita lapar terhadap makanan dan haus akan minuman.  Rasa lapar dan haus ini menggambarkan kebutuhan hidup jasmaniah manusia yang harus dipenuhi.  Jika kedua kebutuhan ini  (makanan dan minuman)  tidak terpenuhi bisa berakibat sangat fatal dan berujung kepada kematian.  Tetapi rasa lapar dan haus yang dimaksudkan Tuhan Yesus dalam ayat ini berbeda dengan konsep umum manusia tentang rasa lapar dan haus secara jasmani.

     Rasa lapar dan haus yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah lapar dan haus akan kebenaran;  dan ketika seseorang merasa lapar dan haus aka kebenaran ia akan disebut sebagai orang yang berbahagia.  Lapar dan haus ini berbicara mengenai suatu keinginan atau hasrat yang kuat dari dalam diri seseorang.  Adapun keinginan dan hasrat yang dimaksudkan memiliki makna yang positif, karena ditujukan kepada perkara-perkara rohani.  Dalam analogi ini Tuhan Yesus hendak menegaskan bahwa kebenaran sesungguhnya adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi bagi tubuh rohani seseorang, yang sama pentingnya dengan makanan dan minuman bagi kesehatan tubuh jasmani.  Karena merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan rohani manusia maka kebenaran bukanlah sebuah pilihan atau alternatif yang dapat dipenuhi sewaktu-waktu saja.  kebenaran adalah kebutuhan hakiki manusia, yang tidak bisa tidak, harus dipenuhi.  Adapun kebenaran yang hakiki itu hanya akan kita dapatkan di dalam Tuhan, sebab  "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya."  (Mazmur 25:10).

     Seringkali kita berpikiran bahwa kebutuhan manusia itu semata-mata hanya berkenaan dengan kebutuhan jasmaniah.  Akibatnya manusia cenderung mengejar kepentingan duniawi saja demi memuaskan keinginan dagingnya, tidak peduli meski harus hidup jauh dari Tuhan.  Mereka justru mengabaikan kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebenaran.  Mungkin secara materi segala kebutuhan terpenuhi, namun hati tetap saja hampa, kosong, tidak bahagia dan tidak pernah terpuaskan!

Karena kekuatiran akan duniawi orang tidak lagi lapar dan haus akan kebenaran!