Wednesday, October 31, 2018

KEKUATIRAN: Merugikan Diri Sendiri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2018

Baca:  Mazmur 13:1-6

"Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?"  Mazmur 13:3

Hidup di tengah dunia yang semakin bergejolak dan penuh problematika ini tak seorang pun hidup tanpa kuatir dan tak seorang pun terhindar dari rasa kuatir, termasuk orang percaya.  Jika ada orang yang menyatakan diri bahwa ia tidak pernah merasa kuatir sedikit pun dalam hidupnya, hal tersebut adalah sebuah penyangkalan.  Akan tetapi setiap kita dapat menolong diri sendiri terlepas dari rasa kuatir yaitu memercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan dan melihat setiap masalah, situasi, keadaan atau peristiwa yang ada dari sudut pandang firman Tuhan.

     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata  'kuatir'  memiliki pengertian:  takut  (gelisah, cemas)  terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti.  Perasaan ini biasanya dihubungkan dengan pikiran negatif tentang sesuatu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.  Kuatir juga berarti was-was, bingung dan pikiran terpecah-pecah.  Tuhan berfirman:  "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?"  (Matius 6:25).  Lalu Dia menambahkan:  "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?"  (Mazmur 6:27).  Tuhan memperingatkan kita untuk tidak kuatir, karena Dia sendiri yang menjadi jaminan bagi kita.  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).

     Hendaknya kita menyadari bahwa kekuatiran itu hanya memindahkan beban dari bahu Tuhan yang kuat ke bahu kita yang lemah.  Kekuatiran adalah sebuah obsesi akan hal buruk yang mungkin terjadi:  ketakutan terhadap hal yang tidak menyenangkan, menderita sakit, mengalami kekurangan, kehilangan sesuatu dan sebagainya.  Daud, seorang raja pun, juga pernah merasa kuatir, tapi ia tak mau terus dibelenggunya, karena itu  "...kepada kasih setia-Mu aku percaya,"  (Mazmur 13:6).  Daud mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan melalui doa dan percaya penuh kepada-Nya!

"Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang,"  Amsal 12:25

Tuesday, October 30, 2018

TAK PERNAH DITINGGALKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2018

Baca:  Mazmur 37:27-29

"...Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya."  Mazmur 37:28a

Ada saat di mana kita pernah menghadapi situasi-situasi sulit yang dapat menyebabkan kita merasa sendiri, sepi, ditinggalkan, dan tak dipedulikan:  ada orangtua yang mulai terserang rasa sepi tatkala anak-anaknya sudah berumah tangga dan tidak lagi tinggal bersamanya;  ada anak-anak yang harus menjalani hari-harinya dengan luka hati yang terus membekas karena ditelantarkan oleh orangtuanya;  ada pula isteri yang harus menanggung hidup yang teramat berat yang membuatnya menangis sepanjang malam, karena telah ditinggalkan atau dikhianati oleh suami tercinta yang pergi dengan wanita lain.

     Contoh  di atas menunjukkan bahwa rasa sepi atau merasa sendiri dapat melanda semua orang, tanpa terkecuali, dan tanpa mengenal usia dan status, terlebih-lebih ketika dihadapkan pada masalah berat dan tiada seorang pun dapat menolong.  Dalam situasi seperti itu sikap mengasihani diri sendiri muncul dan kita pun mulai berpikir Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi peduli dengan keadaan kita.  Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut sehingga kita tidak lagi merasa sepi, sendiri dan ditinggalkan?  1.  Mendekatlah kepada Tuhan.  Bangunlah keintiman dengan Tuhan secara personal melalui saat teduh setiap hari.  Saat kita tinggal dekat dengan Tuhan melalui doa, kita akan merasakan ketenangan.  Daud menyatakan bahwa hanya dekat Tuhan saja ia akan merasa tenang, sebab ia tahu bahwa Tuhan adalah keselamatan hidupnya  (Mazmur 62:2).  Karena itu  "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!"  (Yesaya 55:6)  dan nyatakanlah semua masalahmu, pergumulanmu, bebanmu dan keluh kesahmu kepada-Nya.

     2.  Pegang janji firman Tuhan.  Adalah salah besar jika kita berpikir bahwa Tuhan meninggalkan kita dan tidak memedulikan kita.  Justru kita yang seringkali meninggalkan Tuhan dan tidak lagi melibatkan Dia dalam hidup ini.  Keberadaan orang percaya adalah berharga di mata Tuhan:  "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,"  (Yesaya 43:4), karena itu  "...TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya;"  (Mazmur 94:14).

"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."  Mazmur 34:19

Monday, October 29, 2018

SAHABAT PASTI BERGAUL KARIB

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2018

Baca:  Yohanes 15:9-17

"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."  Yohanes 15:14

Arti bersahabat pastilah memiliki hubungan yang sangat karib atau akrab, bukan hanya sekedar tahu atau kenal.  Begitu pula yang menjadi sahabatnya Tuhan tentunya adalah orang-orang yang bergaul karib dengan-Nya.  Tuhan menegaskan bahwa seseorang layak disebut sahabat-Nya jika ia taat melakukan apa yang Ia perintahkan  (ayat nas).  Sekalipun seseorang tampak aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja  (pelayanan), menjadi pengikut Kristus selama bertahun-tahun, atau bahkan sudah mengeyam pendidikan di sekolah teologia, jika ia tidak taat melakukan kehendak Tuhan, ia pun belum memenuhi kriteria untuk menjadi sahabat Tuhan.

     Perhatikan apa yang Tuhan katakan kepada Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi:  "...sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali."  (Yohanes 3:5-7).  Untuk menjadi sahabat Tuhan tidak cukup hanya bermodalkan pengetahuan Alkitab, tapi ia harus mengenal Tuhan secara pribadi.  "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."  (Hosea 6:6).  Jadi, setiap orang harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi dan bergaul karib dengan-Nya.  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).

     Sungguh ajaib!  Tuhan yang Mahabesar, pencipta alam semesta ini, mau bergaul karib dan mau menjadi sahabat manusia yang hanya berasal dari debu.  Ini menunjukkan bahwa Tuhan mengutamakan suatu hubungan yang dekat.  Puncak dari hubungan ini terjadi ketika kita masuk dalam pesta perjamuan kawin Anak Domba:  "Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia."  (Wahyu 19:7).  Tak mungkin orang menjadi mempelai Kristus bila ia tak memiliki hubungan karib dengan-Nya.

Ketaatan adalah syarat mutlak untuk bisa dekat dengan Tuhan!

Sunday, October 28, 2018

BEROLEH BALASAN SETIMPAL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2018

Baca:  Roma 2:1-16

"Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani,"  Roma 2:9

Hari bertambah hari kejahatan di dunia ini bukannya semakin berkurang, tapi semakin menjadi-jadi.  Ini menandakan bahwa orang tidak lagi punya rasa takut akan Tuhan, tidak pernah memikirkan akibat dari setiap perbuatan jahat yang dilakukannya.

     Tertulis:  "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7b).  Alkitab secara jelas menyatakan bahwa penderitaan dan kesesakan akan menimpa siapa pun yang berbuat jahat atau berlaku fasik  (ayat nas).  Tetapi yang sering kita lihat orang yang berlaku jahat sepertinya tetap mujur dan keadaannya tetap tenang dan baik-baik saja.  Sementara orang percaya yang berjuang sedemikian rupa untuk hidup benar, sepertinya tak henti-hentinya dihadapkan pada masalah atau kesesakan.  Hal itu menimbulkan rasa iri.  Pergumulan semacam ini juga dialami oleh bani Asaf:  "Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain."  (Mazmur 73:3-5).  Yeremia juga mengajukan pertanyaan kepada Tuhan:  "Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka."  (Yeremia 12:1-2).

     Hal yang demikian seringkali membuat orang percaya menjadi iri hati dan memrotes Tuhan.  Ketahuilah bahwa Tuhan masih bersabar terhadap orang jahat dengan maksud memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat  (2 Petrus 3:9, 15):  "Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan."  (Roma 2:5).  

Orang yang tak mau bertobat dari kejahatannya pasti akan menyesal seumur hidupnya, karena penghukuman Tuhan akan tetap dijalankan!

Saturday, October 27, 2018

PERTOLONGAN TUHAN: Mendidik dan Mendewasakan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2018

Baca:  Mazmur 79:1-13

"Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu!"  Mazmur 79:9

Semua orang pasti mengalami masalah dalam hidup dan berharap mendapatkan pertolongan atau jalan keluar.  Kepada siapa kita meminta pertolongan?  Berserulah kepada Tuhan dan mintalah pertolongan-Nya.  Latar belakang ditulisnya Mazmur 79 ini adalah ketika kerajaan Yehuda mengalami keruntuhan, kota Yerusalem menjadi puing-puing karena serangan tentara Babel.  Dalam keadaan terancam dan teraniaya, bani Asaf memanjatkan doa disertai dengan ratapan kepada Tuhan untuk meminta pertolongan.

     Pergumulan berat apa yang Saudara alami saat ini?  Mungkin keadaan Saudara seperti tembok runtuh, yang tersisa hanyalah puing-puing kehancuran.  Manusia boleh saja beranggapan tidak ada harapan dan tak mungkin dipulihkan, tapi bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil.  Sehancur apa pun keadaan kita, Tuhan sanggup memulihkan.  Tuhan berfirman:  "...apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu..."  (Yeremia 29:12-14).  Dalam menantikan pertolongan Tuhan kita seringkali salah dalam memahami waktu dan cara Tuhan untuk menolong, kita berpikir pertolongan Tuhan akan terjadi sama persis seperti yang kita harapkan.

     Tuhan menolong kita berdasarkan kuasa, kekayaan dan kemuliaan-Nya.  Karena itu jangan pernah mereka-reka jalan Tuhan.  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."  (Yesaya 55:8-9).  Pertolongan dan janji pemulihan Tuhan pasti akan terjadi sesuai waktu-Nya.  Karena itu dalam menantikan pertolongan Tuhan kita diajar untuk bersabar dan berserah penuh kepada-Nya;  dan yang pasti, pertolongan Tuhan itu selalu mendidik dan mendewasan kita.

Tuhan selalu punya cara tersendiri untuk menolong dan memulihkan kita, karena itu tetaplah percaya!

Friday, October 26, 2018

ANDALKAN DAN HARAPKAN TUHAN SAJA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2018

Baca:  Mazmur 146:1-10

"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya:"  Mazmur 146:5

Banyak orang menjadi kecewa dan frustasi karena mereka salah berharap, yaitu berharap kepada manusia dan menjadikan harta kekayaan sebagai andalan hidup.  Manusia, uang, harta kekayaan, bukanlah tempat untuk kita berharap.  Firman Tuhan tak henti-hentinya mengingatkan kita supaya jangan berharap dan mengandalkan manusia atau apa pun yang ada di dunia ini.  Orang yang mengharapkan pertolongan dari manusia pasti akan kecewa, karena kebaikan dan kesetiaan manusia itu mudah sekali berubah.  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).  Manusia dikatakan tidak lebih daripada embusan nafas, karena  "Apabila nyawanya melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya."  (Mazmur 146:4).

     Tak sepatutnya kita menggantungkan hidup kepada manusia atau sesama, sebab kekuatan dan kemampuan manusia itu terbatas...apabila orang yang dibuat sandaran hidup ini tiba-tiba dipanggil  'pulang'  oleh Tuhan, pupuslah sudah semua harapan.  Bahkan, Alkitab menyatakan dengan keras bahwa orang yang mengandalkan manusia disebut sebagai orang-orang yang terkutuk, seperti tertulis:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).  Dan janganlah pula ada orang yang membangga-banggakan diri karena merasa memiliki uang atau harta yang melimpah, karena semua itu pun tak bisa menolong dan menyelamatkan.  "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"  (Matius 16:26).

     Daud, sekalipun seorang raja dengan segala kemewahan dan kenyamanan hidupnya, tak menaruh harapan hidup kepada apa pun yang dimilikinya.  "...Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda,"  (Mazmur 71:5),  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2).

Diberkatilah orang yang hidup mengandalkan Tuhan dan berharap hanya kepada-Nya  (Yeremia 17:7).

Thursday, October 25, 2018

GOSYEN: Tuhan Membuat Perbedaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2018

Baca:  Keluaran 8:20-32

"Sebab Aku akan mengadakan perbedaan antara umat-Ku dan bangsamu. Besok tanda mujizat ini akan terjadi."  Keluaran 8:23

Hidup terpisah dari orang-orang Mesir  (dunia)  justru mendatangkan berkat tersendiri bagi orang-orang Israel.  Yakub dan anak-anaknya yang tinggal di Gosyen terpelihara hidupnya, terluput dari bencana kelaparan dan kekeringan.  Begitu pula ketika Tuhan menghukum orang-orang Mesir dengan mendatangkan tulah, tempat di mana orang-orang Israel tinggal tetap berada di dalam perlindungan Tuhan.  Itulah Gosyen, tempat yang dibedakan Tuhan untuk umat pilihan-Nya, di sanalah orang-orang Israel mendapatkan perlakuan khusus  (pengecualian)  dari Tuhan.

     Tertulis:  "Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: 'Bangunlah pagi-pagi dan berdirilah menantikan Firaun, pada waktu biasanya ia keluar ke sungai, dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman TUHAN: Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku; sebab jika engkau tidak membiarkan umat-Ku itu pergi, maka Aku akan melepaskan pikat (lalat pikat - Red.) terhadap engkau, terhadap pegawai-pegawaimu, rakyatmu dan rumah-rumahmu, sehingga rumah-rumah orang Mesir, bahkan tanah, di mana mereka berdiri akan penuh dengan pikat. Tetapi pada hari itu Aku akan mengecualikan tanah Gosyen, di mana umat-Ku tinggal, sehingga di sana tidak ada terdapat pikat, supaya engkau mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, ada di negeri ini.'"  (Keluaran 8:20-22).  Begitu pula ketika terjadi tulah hujan es:  "Dan turunlah hujan es, beserta api yang berkilat-kilat di tengah-tengah hujan es itu, terlalu dahsyat, seperti yang belum pernah terjadi di seluruh negeri orang Mesir, sejak mereka menjadi suatu bangsa. Hujan es itu menimpa binasa segala sesuatu yang ada di padang, di seluruh tanah Mesir, dari manusia sampai binatang; juga segala tumbuh-tumbuhan di padang ditimpa binasa oleh hujan itu dan segala pohon di padang ditumbangkannya. Hanya di tanah Gosyen, tempat kediaman orang Israel, tidak ada turun hujan es."  (Keluaran 9:24-26).

     Rindu mendapatkan perlakuan yang istimewa dan berbeda dari Tuhan?  Milikilah cara hidup yang berbeda dan  'terpisah'  dari dunia.

Tuhan pasti akan membuat perbedaan terhadap orang yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan hidup benar di hadapan-Nya!  Maleakhi 3:18

Wednesday, October 24, 2018

TINGGAL DI TANAH GOSYEN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2018

Baca:  Kejadian 46:1-34

"'Hamba-hambamu ini pemelihara ternak, sejak dari kecil sampai sekarang, baik kami maupun nenek moyang kami--dengan maksud supaya kamu boleh diam di tanah Gosyen.' --Sebab segala gembala kambing domba adalah suatu kekejian bagi orang Mesir."  Kejadian 46:34

Alasan lain mengapa orang-orang Israel ditempatkan di Gosyen adalah karena pekerjaan mereka penggembala kambing domba.  Bagi orang Mesir menggembalakan domba adalah pekerjaan rendahan dan suatu kekejian  (ayat nas).  Ini berbicara tentang fungsi hidup orang percaya!  Dalam 1 Petrus 2:9 dinyatakan bahwa Tuhan memanggil orang percaya dengan tujuan  "...supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:"  Bagi orang dunia berlaku curang, tidak jujur, tipu sana sini dalam dunia pekerjaan atau bisnis adalah hal yang sudah biasa dilakukan atau lumrah.  Tetapi orang percaya justru dipanggil untuk bisa menjadi berkat di mana pun berada:  di dalam pekerjaan atau lingkungan mana pun.

     Karena tinggal terpisah di Gosyen, orang-orang keturunan Ibrani berkesempatan beranak cucu sedemikian banyak sampai mereka menjadi suatu bangsa.  Orang Israel juga memiliki kebiasaan beribadah kepada Tuhan dan mempersembahkan korban.  Ini pun menjadi kekejian bagi orang Mesir.  Berkatalah Musa,  "...korban yang akan kami persembahkan kepada TUHAN, Allah kami, adalah kekejian bagi orang Mesir. Apabila kami mempersembahkan korban yang menjadi kekejian bagi orang Mesir itu, di depan mata mereka, tidakkah mereka akan melempari kami dengan batu? Kami harus pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami, seperti yang difirmankan-Nya kepada kami."  (Keluaran 8:26-27).

     Bagi orang dunia memberi atau berkorban adalah kerugian, tapi orang percaya diajar untuk memberi dan berkorban bagi Tuhan.  Inilah kunci hidup berkelimpahan!  "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Lukas 6:38).

Karena memiliki cara hidup yang berbeda, orang-orang Israel ditempatkan di Gosyen!

Tuesday, October 23, 2018

TINGGAL DI TANAH GOSYEN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2018

Baca:  Kejadian 45:1-28

"Engkau akan tinggal di tanah Gosyen dan akan dekat kepadaku, engkau serta anak dan cucumu, kambing domba dan lembu sapimu dan segala milikmu. Di sanalah aku memelihara engkau--sebab kelaparan ini masih ada lima tahun lagi--supaya engkau jangan jatuh miskin bersama seisi rumahmu dan semua orang yang ikut serta dengan engkau."  Kejadian 45:10-11

Gosyen adalah sebuah tempat di mana Yakub dan anak-anaknya, yang adalah cikal bakal bangsa Israel, pernah tinggal ketika mereka mengungsi ke Mesir.  Sesungguhnya tanah Gosyen merupakan daerah yang paling subur di seluruh negeri Mesir.  Mengapa orang-orang Israel bisa mendapatkan tanah Gosyen dan tinggal di situ?  Nampaknya ini bukan hal yang kebetulan, melainkan ada alasannya.  Dari pihak orang-orang Mesir, mereka punya alasan tersendiri untuk menempatkan orang-orang Israel di Gosyen.  Sementara dari pihak Yusuf  (pada waktu itu)  juga punya alasan tertentu, mengapa dia sampai meminta tanah Gosyen tersebut untuk tempat tinggal sanak keluarganya.

     Orang-orang Israel ditempatkan di tanah Gosyen karena tempat tersebut terisolir dan terpisah oleh sebuah sungai besar, sehingga mereka tidak dapat hidup membaur dengan orang-orang Mesir, oleh karena mereka adalah keturunan orang Ibrani.  Bagi orang Mesir, berkumpul atau makan bersama dengan orang-orang Ibrani adalah sebuah kekejian.  "Lalu dihidangkanlah makanan, bagi Yusuf tersendiri, bagi saudara-saudaranya tersendiri dan bagi orang-orang Mesir yang bersama-sama makan dengan mereka itu tersendiri; sebab orang Mesir tidak boleh makan bersama-sama dengan orang Ibrani, karena hal itu suatu kekejian bagi orang Mesir."  (Kejadian 43:32).  Itulah alasannya mengapa orang-orang Israel ditempatkan di Gosyen, terpisah dari orang-orang Mesir.

     Mesir adalah lambang kehidupan dunia!  Begitu pula dengan keberadaan orang percaya, kita ini dipisahkan dari dunia ini oleh karena kita sudah mengalami  'kelahiran baru'  dan menjadi ciptaan yang baru di dalam Kristus.  Maka dari itu kita harus memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia  (Mesir), sebagaimana yang rasul Paulus nasihatkan:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).

Monday, October 22, 2018

JANGAN JEMU BERDOA!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2018

Baca:  Lukas 18:1-8

"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  Lukas 18:7

Umumnya manusia itu gampang sekali putus asa karena tak sabar jika harus menunggu, terlebih-lebih menunggu jawaban doa.  Kita seringkali berubah sikap jika doa kita belum beroleh jawaban, mulai ogah-ogahan untuk berdoa.  Bahkan tidak sedikit dari kita yang menjadi kecewa dan  'patah arang', tak mau lagi beribadah.  Karena itulah Tuhan memberikan  "...suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."  (Lukas 18:1).

     Secara umum kata  'jemu'  memiliki pengertian:  sudah tidak suka lagi karena terlalu sering dan sebagainya:  atau merasa bosan.  Bukankah kita seringkali merasa jemu berdoa, karena seolah-olah doa kita tak pernah mencapai tempat di mana Tuhan berada, bahkan rasanya langit terasa tebal seperti tembaga yang menghalangi doa kita.  Tetapi Tuhan menghendaki kita untuk tetap berdoa, sekalipun kita belum melihat tanda-tanda bahwa doa kita akan dijawab.  Sebagai orang percaya kita ini adalah umat pilihan Tuhan,  "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,"  (1 Petrus 2:9), sehingga kita mendapatkan hak istimewa untuk datang mendekat kepada Tuhan, meminta sesuatu kepada-Nya dan beroleh kepastian untuk mendapatkan jawaban doa.  "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu."  (Matius 7:7).

     Tuhan sama sekali tidak mengulur-ulur waktu, tapi kadang-kadang kita harus belajar bersabar untuk memperoleh segala sesuatu menurut rencana dan waktu Tuhan.  Sesungguhnya apa yang kita perlukan Tuhan sudah sediakan, hanya perlu waktu sedikit lagi jawaban itu dinyatakan bagi kita.  Petani yang menabur benih pun tak langsung menuai dalam waktu semalam,  "...ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi."  (Yakobus 5:7b).  Demikian halnya dengan doa, adakalanya doa memerlukan beberapa waktu lamanya sampai kita mendapatkan jawabannya.  Oleh karena itu janganlah berhenti berdoa sampai Tuhan bekerja!

Teruslah berdoa dan nantikanlah Tuhan, karena waktu-Nya adalah yang terbaik!

Sunday, October 21, 2018

DOA YANG BELUM TERUCAPKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2018

Baca:  Kejadian 24:1-67

"Belum lagi aku habis berkata dalam hatiku, Ribka telah datang membawa buyung di atas bahunya, dan turun ke mata air itu, lalu menimba air. Kataku kepadanya: Tolong berikan aku minum."  Kejadian 24:45

Orang beranggapan doa yang didengar Tuhan adalah:  doa yang diucapkan dengan sangat keras, kalau perlu pakai loud speaker;  doa yang kalimatnya panjang dengan bahasa indah seperti puisi para punjangga;  doa seperti orang berpidato dengan kata-kata yang diatur sedemikian rupa.  Tertulis:  "...dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan."  (Matius 6:7).  Jika doa-doa tersebut hanya sebatas lips service, semuanya akan sia-sia.

     Doa yang didengar Tuhan adalah doa dengan sikap hati yang dibenar disertai ketaatan melakukan kehendak-Nya!  Bahkan doa yang tak terucapkan pun Tuhan sanggup mendengar, karena Ia Mahatahu, tahu setiap getaran dan suara hati, pikiran dan rencana kita.  Jadi doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, yang keluar dari dalam hati, walaupun tanpa suara.  Tuhan tahu dan mendengarnya.  Hamba Abraham yang diutus Abraham mencarikan isteri bagi Ishak  (anaknya),  "...berangkat menuju Aram-Mesopotamia ke kota Nahor."  (Kejadian 24:10), dan hanya berkata dalam hati meminta tanda mengenai gadis yang dilihatnya, apakah dia benar untuk Ishak, Tuhan mendengar dan menjawabnya.  Ketika bergumul untuk keturunan, Hana berdoa dengan keluhan dalam hati, bahkan imam Eli mengira ia sedang mabuk anggur  (1 Samuel 1:13-15).  Imam bisa saja salah menduga karena manusia tidak tahu getaran dan suara hati orang, tetapi Tuhan tahu persis pergumulan Hana dan Ia menjawab doanya  (1 Samuel 1:20).

     Roh Kudus  "...membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."  (Roma 8:26).  Tidak ada alasan untuk tidak berdoa, karena doa dalam hati dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, asal dengan sikap hati yang benar Tuhan pasti mendengarnya.

"...Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."  Matius 6:8