Friday, July 31, 2020

REPUTASI BAIK DI MATA BANYAK ORANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2020


"Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,"  Kisah 6:3

Melayani Tuhan adalah pekerjaan yang sangat mulia dan itu adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.  Karena tugas melayani Tuhan adalah mulia, maka kita yang sudah dipercaya Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan, di mana pun berada dan apa pun bentuknya, tidak boleh mengerjakan tugas tersebut sekehendak sendiri atau asal-asalan.

     Itulah sebabnya rasul Paulus sangat berhati-hati dalam memilih dan menetapkan orang-orang yang hendak dipercaya untuk melayani jemaat Tuhan!  Secara kuantitas atau ditinjau dari jumlahnya, orang-orang yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus memang sangat banyak, namun tidak semua orang layak dan bisa dipilih menjadi mitra kerja di ladang Tuhan.  Akhirnya dari sekian banyak orang yang mengikut Kristus hanya 7 orang saja yang dipilih dan dipercaya untuk mengemban tugas sebagai pelayan Tuhan.  Rasul Paulus menyatakan syarat utama untuk menjadi pelayan Tuhan adalah terkenal baik dan penuh Roh Kudus.  Terkenal baik berbicara tentang reputasi seseorang di mata orang lain atau nama baik.  Ada tertulis:  "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas."  (Amsal 22:1).

     Terkenal baik berarti memiliki kehidupan yang bisa dijadikan panutan atau teladan, sebagaimana yang Paulus nasihatkan kepada Timotius,  "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12).  Ini menjadi PR yang tidak mudah bagi para pelayan Tuhan!  Sebelum kita melangkah lebih jauh mengerjakan apa yang Tuhan percayakan, marilah kita terlebih dahulu menjaga hidup kita dengan sungguh-sungguh, sebab hidup kita ini seperti surat yang terbuka, yang bisa dibaca oleh semua orang.  Jika kita masih hidup dengan cara-cara dunia dan tidak menghasilkan buah-buah pertobatan, sia-sialah pelayanan kita di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia.

Jangan sampai keberadaan kita sebagai pelayan Tuhan malah menjadi batu sandungan bagi orang lain, alias tak bisa menjadi berkat.

Thursday, July 30, 2020

KESOMBONGAN: PENYAKIT ROHANI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2020


"...supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain."  1 Korintus 4:6b

Kesombongan adalah salah satu penyakit rohani yang tidak disadari oleh banyak orang Kristen.  Bahkan, jenis penyakit rohani ini sedang mewabah di kalangan para hamba Tuhan atau pelayan-pelayan Tuhan.  Merasa sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam pelayanan, merasa memiliki talenta atau karunia yang luar biasa, merasa sudah dipercaya Tuhan dalam banyak hal, mereka menjadi sombong secara rohani.

     Inilah yang terjadi dan dialami oleh jemaat Tuhan di Korintus!  Gereja di Korintus dikenal sebagai gereja yang memiliki program pelayanan yang baik, termasuk dalam hal pengajaran dan juga pembawa firman.  Bisa dikatakan jemaat di Korintus sedang mengalami kemajuan rohani secara pesat.  Karena merasa sudah berhasil secara rohani, mereka mulai membanggakan diri dan menjadi sombong rohani.  Hal inilah yang mendorong rasul Paulus untuk segera bertindak dan menegur mereka dengan sangat keras.  Ketika orang mulai merasa bahwa dirinya  'lebih'  dari yang lain:  lebih benar, lebih baik, lebih rohani, lebih maju, lebih terkenal, dan sebagainya, saat itulah kita sedang jatuh dalam dosa kesombongan.  Dalam hal kerohanian seringkali kesombongan itu tumbuh secara tersembunyi tanpa dapat kita sadari, padahal  'penyakit'  kesombongan itu secara perlahan tapi pasti akan seperti penyakit kronis yang menggerogoti tubuh kita.  Orang yang sombong seringkali tidak menyadari kalau dirinya sudah berlaku sombong.  Inilah tipu muslihat dan perangkap yang sedang dipasang oleh Iblis!  Karena Iblis tahu benar bila kesombongan sudah menjangkiti hidup seseorang, cepat atau lambat ia akan jatuh.

     Berhati-hatilah, kesombongan adalah kebencian Tuhan!  "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu."  (Yesaya 2:11), bahkan ayat ini kembali dulang:  "Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan; hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu."  (Yesaya 2:17).  Siapakah kita ini sehingga kita berlaku demikian?  Kalau bukan karena Tuhan, kita ini bukan siapa-siapa.

Kesombongan dibenci oleh Tuhan!  Alkitab jelas menyatakan bahwa orang yang sombong, pada saatnya akan direndahkan oleh Tuhan.

Wednesday, July 29, 2020

MENGASIHI TUHAN ATAU HARTA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2020


"Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."

Di zaman yang serba sulit dan penuh tantangan ini sebagian besar orang berpikir bahwa mengumpulkan uang atau kekayaan sebanyak-banyaknya adalah jalan yang terbaik untuk dapat bertahan hidup.  Karena itu orang tak lagi memedulikan waktu:  siang dan malam tiada hentinya ia bekerja membanting tulang, karena yang ada dalam pikirannya waktu adalah uang.  Perhatikan!  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?"  (Pengkhotbah 5:9-10).

     Adalah perkara yang sukar bagi manusia untuk merasa puas dengan apa yang dimilikinya.  Uang dan harta kekayaan sebanyak apa pun takkan pernah bisa memberikan kepuasan dan kebahagiaan hidup yang sejati.  Tidak ada yang salah mengumpulkan uang atau harta kekayaan duniawi, asalkan jalan yang ditempuhnya benar dan tidak menyimpang dari kebenaran, serta tidak mengesampingkan perkara-perkara rohani yang jauh lebih penting dari materi dunia.  Uang dan kekayaan memang bisa menjadi tanda seseorang berhasil dalam hidupnya, tapi juga bisa menjadi penghalang baginya untuk bersungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melayani Dia, seperti orang muda yang kaya raya ini!  Selain kaya, ia adalah orang yang, menurut pandangan mata, bisa dikatakan  'religius'  karena ia merasa sudah melakukan semua perintah Tuhan:  "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"  (Matius 19:20).  Lalu Tuhan memerintahkan,  "...juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,"

     Pemuda yang kaya itu memilih untuk meninggalkan Tuhan, bukti bahwa ia lebih mengasihi hartanya daripada mengasihi Tuhan.  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."

Harta dunia itu sifatnya sementara, karena itu kumpulkanlah harta sorgawi!

Tuesday, July 28, 2020

BERSEDIA MENGERJAKAN AMANAT AGUNG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2020


"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."  2 Timotius 4:2

Alkitab menyatakan bahwa Kristus datang ke dunia  "...bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Kristus rela mengorbankan nyawa-Nya karena Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga;  kehidupan kekal menjadi suatu kepastian karena kutuk dosa telah dipatahkan.

     Sekarang ini Kristus telah mempercayakan Amanat Agung ini kepada setiap kita yang percaya!  "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh."

     Mengerjakan Amanat Agung Tuhan tidak harus pergi ke tempat yang jauh, di daerah terpencil, pegunungan, pelosok atau pedalaman.  Kita bisa mulai dari lingkungan terdekat:  keluarga, kerabat  (saudara), sahabat, teman, rekan kerja/bisnis, tetangga.

Selagi ada kesempatan, mari kita bekerja di ladang Tuhan, sebab kedatangan-Nya sudah sangat dekat!

Monday, July 27, 2020

DI DALAM TUHAN TIDAK ADA YANG MUSTAHIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2020
 

"...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."

Tak terhitung seringnya para hamba Tuhan atau pengkhotbah mengingatkan kita akan kedahsyatan kuasa Tuhan sebab Dia selalu punya cara menolong kita, dan cara-Nya selalu ajaib dan heran.  Tapi begitu diperhadapkan dengan kenyataan tidak seperti yang diharapkan, ketika diperhadapkan masalah yang berat, firman yang telah kita dengar berkali-kali itu serasa tak membekas sedikit pun di pikiran, kita lupa dengan kebesaran kuasa Tuhan, kita lupa dengan mujizat-mujizat yang Tuhan kerjakan.  Kita mudah sekali panik, frustasi, stres, takut, kuatir, cemas, kecewa dan mengeluh kepada Tuhan.

     Ada tertulis:  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Sudahkah kita mengaplikasikan iman kita di dalam kehidupan nyata?  Yakobus menegaskan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati  (Yakobus 2:17).  Selain iman, perlu adanya tindakan nyata untuk membuktikan bahwa kita benar-benar percaya pada kuasa Tuhan, sebab  "...manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."  (Yakobus 2:24).  Saat kita berada di lingkungan gereja atau pertemuan-pertemuan ibadah atau persekutuan, iman kita diteguhkan melalui doa, kesaksian, puji-pujian yang kita naikkan ke hadirat Tuhan;  terlebih lagi saat pemberitaan firman Tuhan disampaikan, iman kita pun semakin mantap.  Apakah iman kita tetap teguh ketika sedang berada di luar jam-jam ibadah dan diperhadapkan dengan situasi yang sulit?  Yang terjadi adalah kita gampang sekali lemah, semangat mencari Tuhan melemah, iman pun menjadi goyah:  "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

     Tuhan berfirman,  "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."

Percayalah akan kuasa Tuhan!  Mujizat-Nya masih ada bagi orang yang percaya!

Sunday, July 26, 2020

LEBIH TAJAM DARI PEDANG BERMATA DUA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2020


"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  Ibrani 4:12

Pedang bermata dua adalah salah satu senjata andalan tentara Romawi di zaman dahulu, yang memiliki panjang sekitar 0,75 meter dengan kedua sisi dan ujungnya tajam.  Bila ada seseorang sedang mengayunkan pedang itu, tak ada orang yang berani mendekat.  Bila ia tetap nekat mendekat pastilah akan terluka parah dan kemungkinan bisa mati.  Dengan senjata itulah bangsa Romawi mampu menaklukkan musuh-musuhnya.

     Orang percaya patut berbangga hati karena memiliki senjata yang lebih hebat dari pedang bermata dua mana pun, yang menjadi perlengkapan rohani kita supaya kita dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis  (Efesus 6:11);  senjata yang mampu menghancurkan Iblis dan bala tentaranya, senjata yang sanggup menembus roh-roh jahat dan penguasa-penguasa di udara.  Senjata itu adalah pedang roh, yaitu firman Tuhan!  Firman Tuhan adalah perkataan Tuhan sendiri yang mengandung kekuatan dan kuasa yang teramat besar.  Alkitab menegaskan bahwa  "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu."  (Roma 10:8).  Sudahkah kita menggunakan pedang roh itu untuk melawan kuasa si jahat dan menahan setiap serangannya setiap hari?

     Betapa dahsyatnya jika firman Tuhan tersebut kita perkatakan dengan iman, sebab ada tertulis:  "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  (Yesaya 55:11).  Hidup kita pasti berkemenangan setiap hari bila kita senantiasa  'tinggal'  di dalam firman Tuhan:  merenungkan firman itu siang dan malam, memperkatakan dan mempraktikkan.  Sayangnya dalam hidup sehari-hari banyak dari kita yang tak mengalami kuasa dari pedang roh itu, karena kita menggunakan mulut kita bukan untuk memperkatakan firman Tuhan, melainkan memperkatakan perkataan-perkataan yang sia-sia.  Ketika dicobai di padang gurun Kristus menggunakan Pedang Roh, yaitu firman Tuhan, untuk melawan tipu muslihat Iblis.  Ia tampil sebagai pemenang dan Iblis lari tunggang langgang.

Alami kedahsyatan kuasa firman Tuhan dengan memperkatakan di segala situasi!

Saturday, July 25, 2020

GEREJA HARUS BISA MENJADI BERKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2020


"Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan."  Kisah 2:47

Banyak orang salah dalam menilai dan mengukur keberhasilan sebuah gereja.  Gereja yang dianggap berhasil adalah gereja yang memiliki bangunan fisik tampak besar dan megah, jumlah jemaatnya banyak  (ratusan/ribuan), dan yang menjadi pembicara di gereja tersebut adalah hamba-hamba Tuhan terkenal.  Itu sah-sah saja, siapa yang tidak bangga bila memiliki gereja yang memenuhi kriteria tersebut.  Tetapi, penilaian manusia sangatlah berbeda dengan penilaian Tuhan!  Yang dinilai Tuhan bukanlah apa yang terlihat secara kasat mata, karena Tuhan memperhatikan kualitas, bukan kuantitas.

     Berbicara tentang kualitas adalah berkenaan dengan karakter atau tingkat kedewasaan rohaninya.  Gereja yang berhasil adalah gereja yang mampu membawa jemaatnya kepada pertumbuhan iman hingga mencapai kedewasaan, seperti ada tertulis:  "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman,...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala."  (Efesus 4:13-15).  Kedewasaan rohani akan tercapai apabila jemaat memiliki cara hidup seperti jemaat mula-mula di zaman para rasul!

     Kunci keberhasilan gereja adalah adanya persekutuan yang erat di antara jemaat  (Kisah 2:42).  Kata  'persekutuan'  dalam bahasa Yunani, koinonia:  hubungan yang akrab dan intim.  Meski terdiri dari anggota jemaat yang berlatar belakang berbeda-beda, namun kita adalah satu kesatuan di dalam tubuh Kristus.  Karena itu di antara jemaat Tuhan harus saling menopang, saling tolong-menolong.  Jangan sampai ada konflik, perselisihan atau perpecahan, sebab kita bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Kerajaan Sorga  (Efesus 2:19).  Selain itu jemaat juga harus mau bertekun dalam pengajaran  (Kisah 2:42).

Gereja yang berhasil adalah gereja yang dibangun berlandaskan kebenaran firman Tuhan, yang mendewasakan iman jemaat, dan mampu menjadi berkat bagi dunia!

Friday, July 24, 2020

DEWASA ROHANI: Harus Ada Bukti

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2020


"...orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  Ibrani 5:14

Jangan pernah menganggap diri sudah mencapai kedewasaan rohani apabila di dalam praktik hidup keseharian tak ada bukti yang bisa dilihat dan dirasakan oleh orang lain, sebab kekristenan itu bukan sekedar teori, tapi yang terutama adalah praktik hidup.  Bukti nyata dari seorang yang dewasa rohani adalah hidupnya benar-benar sudah berubah  (ke arah yang baik dan benar)  dan semakin giat di dalam Tuhan, rohnya selalu menyala-nyala dalam melayani Tuhan.  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).

     Seorang yang dewasa rohani arah pandangannya senantiasa tertuju kepada Tuhan.  Ia tidak mudah terpengaruh oleh keadaan atau situasi karena ia sudah memiliki pancaindera yang terlatih.  Apa pun yang terjadi dalam hidupnya, ia mampu melihatnya dari kacamata iman.  Ia percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya pasti mendatangkan kebaikan sehingga ia tetap bisa mengucap syukur kepada Tuhan.  Berbeda dengan  'kanak-kanak'  rohani, yang karena kerohaniannya masih suam-suam kuku, mudah sekali goyah dan terombang-ambing oleh situasi;  percaya kepada Kristus tapi masih hidup dalam ketakutan dan kekuatiran, karena arah pandangannya hanya tertuju kepada yang kasat mata.

     Orang yang dewasa rohani tidak lagi hidup menurut keinginan dagingnya, tapi hidup dalam pimpinan Roh Kudus, karena sadar bahwa ia  "...telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Hal ini juga ditegaskan oleh rasul Paulus,  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  (Galatia 5:24), dan seorang yang dewasa rohani adalah seorang yang hidupnya pasti berbuah, ada buah roh yang dihasilkan  (Galatia 5:22-23), sehingga hidupnya menjadi kesaksian bagi banyak orang.

Bagaimana dengan Saudara?  Seorang yang dewasa rohani atau masih kanak-kanak?

Thursday, July 23, 2020

IBADAH SEJATI: Mempersembahkan Tubuh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  23 Juli 2020

Baca:  Roma 12:1-8

"...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  Roma 12:1

Ibadah yang sejati tidak berbicara tentang jam terbang kita dalam melayani pekerjaan Tuhan, kerajinan kita menghadiri jam-jam peribadatan di gereja, atau besarnya jumlah persembahan yang kita bawa ke rumah Tuhan.  Ibadah yang sejati berbicara tentang bagaimana kita mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Tuhan  (ayat nas).

     Mempersembahkan tubuh kepada Tuhan berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh kita ini hanya untuk melakukan perkara-perkara rohani yang menyenangkan hati Tuhan, bukan untuk perkara-perkara duniawi.  Rasul Paulus menegaskan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus, tempat di mana Roh Kudus tinggal, karena itu kita harus mempersembahkan tubuh kita untuk kemuliaan nama Tuhan, sebab kita telah dibeli dengan harga yang lunas terbayar  (1 Korintus 6:19-20), bukan untuk kesenangan daging kita.  Ada tertulis:  "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Oleh karena kita telah ditebus oleh darah Kristus, kita harus menyerahkan keinginan tubuh kita kepada pimpinan Roh Kudus.  "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."  (Roma 6:12).  Hal ini berarti kita tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita ini kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi menyerahkannya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai senjata kebenaran  (Roma 6:13).

     Sampai saat ini masih banyak orang Kristen  (jemaat awam, sudah melayani pekerjaan Tuhan, berstatus hamba Tuhan)  yang tetap hidup memuaskan keinginan dan hawa nafsunya:  melakukan perselingkuhan, jatuh dalam dosa perzinahan, terlibat dalam pergaulan seks bebas, narkoba dan sebagainya.  Ini sangat memprihatinkan!

Orang percaya dipanggil Tuhan  "...bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."  1 Tesalonika 4:7

Wednesday, July 22, 2020

MENCARI TUHAN DENGAN SUNGGUH, PASTI DIPULIHKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2020


"Tetapi dalam kesesakan mereka berbalik kepada TUHAN, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan Ia berkenan ditemui oleh mereka."  2 Tawarikh 15:4

Tak perlu terkejut lagi bila manusia sering lupa diri saat terberkati atau dalam keadaan baik, tetapi begitu sedang dalam masalah, kesulitan, kesesakan atau mengalami jalan buntu, barulah ia ingat kepada Sang Pencipta dan berseru-seru memanggil nama-Nya.

     Suatu ketika bangsa Israel sedang dalam masalah yang besar karena kekacauan terjadi di mana-mana:  "Bangsa menghancurkan bangsa, kota menghancurkan kota,"  (2 Tawarikh 15:6).  Mengapa bisa terjadi?  Itu semua karena kesalahan manusia sendiri yang telah meninggalkan Tuhan, hidup dalam pemberontakan, menyembah kepada dewa-dewa dan patung, maka Tuhan  "...mengacaukan mereka dengan berbagai-bagai kesesakan."  (2 Tawarikh 15:6).  Untunglah keadaan itu tidak sampai berlarut-larut.  Raja Asa segera menyadari akan kesalahan bangsanya setelah mendapatkan teguran keras dari nabi Tuhan, yaitu Azarya bin Oded.  Ia pun membuat keputusan yang benar, tidak menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan ini.  Raja Asa dan rakyatnya  "...dalam kesesakan mereka berbalik kepada TUHAN...Mereka mencari-Nya..."  (ayat nas).  Tidak hanya itu, raja Asa memberikan perintah kepada rakyatnya untuk segera  "...menyingkirkan dewa-dewa kejijikan dari seluruh tanah Yehuda dan Benyamin dan dari kota-kota yang direbutnya di pegunungan Efraim. Ia membaharui mezbah TUHAN yang ada di depan balai Bait Suci TUHAN. Mereka mengadakan perjanjian untuk mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dengan segenap hati dan jiwa."  (2 Tawarikh 15:8, 12).  Melihat kesungguhan mereka untuk berbalik kepada kebenaran-Nya, hati Tuhan pun tergerak untuk menolong dan memulihkan keadaan bangsa Israel.  Kalau kita memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu, kita akan mendapatkannya, bahkan segala tantangan dan hambatan akan mampu kita lewati.

     Jika saat ini kita sedang dalam masalah atau pergumulan hidup yang berat, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri.  Bila ada hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan, segera bereskan di hadapan Tuhan dan carilah Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita pasti akan dipulihkan-Nya.

...dan karena kesungguhannya dalam mencari Tuhan, maka  "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa."  2 Tawarikh 15:19

Tuesday, July 21, 2020

PENGHARAPAN PASTI DI DALAM INJIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2020


"Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit,..."  Kolose 1:23

Ironis sekali bila ada orang Kristen yang sudah mengikut Kristus selama bertahun-tahun lalu meninggalkan imannya dan berpaling kepada ilah lain.  Mereka rela menukar Sang Juruselamat dengan kemewahan, kemegahan dan segala kesenangan dunia ini.  Bukankah mereka sudah mengerti tentang pengharapan pasti yang terkandung di dalam Injil?  "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Setiap orang yang hidup di dalam Kristus berarti memiliki kepastian keselamatan dan kehidupan yang kekal.

     Pengharapan yang pasti tentang keselamatan kekal yang tertulis secara jelas di dalam Injil ini haruslah membuat kita semakin bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, bukan malah meninggalkan Tuhan demi kesenangan dunia yang sesaat saja.  Karena itu tak perlu kita takut dan kuatir tentang hidup ini:  masalah, penderitaan, tantangan, sakit-penyakit dan cobaan hidup lainnya tak seharusnya membuat kita menyerah dan berputus asa, lalu berpaling dari Injil.  "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  (Roma 8:18).  Inilah pengharapan iman di dalam Kristus, yaitu kepastian kehidupan kekal.

     Karena kepastian hidup kekal itu hanya ada di dalam Kristus, maka Injil harus terus diberitakan ke seluruh penjuru ujung bumi.  Itulah yang membuat rasul Paulus memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan.  Ia juga tiada henti mendorong dan menyemangati Timotius untuk sepenuhnya dalam melayani Tuhan,  "...janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya...Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus,..." (2 Timotius 1:8-9).  Juga kepada Titus,  "Beritakanlah semuanya itu, nasihatilah dan yakinkanlah orang dengan segala kewibawaanmu. Janganlah ada orang yang menganggap engkau rendah."  (Titus 2:15).

Adalah kerugian besar orang meninggalkan Kristus dan berbalik dari Injil!

Monday, July 20, 2020

KRISTUS PINTU KE PADANG RUMPUT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2020


"Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput."

Setiap orang yang percaya kepada Kristus adalah orang-orang yang merdeka:  dimerdekakan dari penjajahan dosa, dilepaskan dari kutuk maut.  Kemerdekaan yang kita peroleh dari Kristus meliputi segala aspek kehidupan ini, yang terutama sekali adalah berkenaan dengan keselamatan jiwa.  Keselamatan ini kita dapatkan karena Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya bagi kita.  Dia adalah Gembala Agung kita, karena ada tertulis:  "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"

     Orang-orang yang telah dimerdekakan selain mendapatkan jaminan keselamatan, juga beroleh jaminan pemeliharaan dari Sang Gembala.  Pemazmur menyatakan,  "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;"  (Mazmur 23:2).  Selain itu kita juga mendapatkan jaminan perlindungan dari Tuhan:  "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  (Mazmur 23:4).  Padang rumput adalah suatu tempat yang membahagiakan bagi domba-domba, namun hanya ada satu jalan menuju ke padang yang berumput hijau itu, yaitu melewati pintu yang benar:  "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput." 

     Kristus adalah pintu bagi orang-orang yang belum diselamatkan.  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."  (Galatia 5:13).  'Domba'  tak boleh bersifat seperti serigala, jadi tak seharusnya orang percaya berperilaku saling menggigit dan saling  'membunuh'.

Kristus adalah Pintu dan Gembala yang baik bagi kita, oleh-Nya hidup kita terjamin!

Sunday, July 19, 2020

TAK ADA HATI YANG TERBEBAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2020


"Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala."  Matius 9:36

Setiapkali melihat jiwa-jiwa, hati Tuhan selalu tersentuh oleh belas kasihan, terlebih-lebih bila melihat orang-orang yang lemah dan terlantar seperti anak domba yang terlepas dari gembalanya,  "...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala."  (ayat nas).  Tuhan mengerti benar bagaimana rasanya bila domba tak bergembala, mereka pasti tercerai-berai dan kalang kabut, dan berada dalam bahaya yang besar, sebab tak ada yang memperhatikan, menjaga dan melindunginya.  Domba bukan hanya akan kekurangan air dan makanan, keselamatannya juga akan terancam karena serangan binatang buas.  Demikian juga keadaan manusia yang tersesat dan terpisah dari Gembala yang baik.

     Tuhan mengerti benar bahwa sifat manusia pada dasarnya berfokus pada diri sendiri alias mementingkan diri sendiri.  Seperti yang ditunjukkan oleh Kain, ketika Tuhan menanyakan keberadaan Habel  (adiknya),  "'Di mana Habel, adikmu itu?' Jawabnya: 'Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?'"  (Kejadian 4:9).  Masih banyak orang Kristen yang mementingkan diri sendiri dan tak punya kepedulian terhadap sesamanya.  Mereka tak ambil pusing dengan keselamatan jiwa-jiwa, mereka hanya berfokus pada keselamatan diri sendiri.  Jujur, sulit sekali menemukan orang-orang yang punya hati yang terbeban bagi jiwa-jiwa.  Ketika melihat penduduk Yerusalem hidup menyimpang dari kebenaran, dimana mereka  "...melakukan pemerasan dan perampasan, menindas orang sengsara dan miskin dan mereka melakukan pemerasan terhadap orang asing bertentangan dengan hukum."  (Yehezkiel 22:29), hati Tuhan menjadi sangat sedih, karena itu Ia berkata,  "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya."  (Yehezkiel 22:30).

     Kita diselamatkan bukan untuk dinikmati sendiri, Tuhan mau kita melangkah menjangkau jiwa-jiwa yang belum diselamatkan.  Mari miliki hati seperti Kristus;  yang penuh belas kasihan kepada jiwa-jiwa.  Itulah panggilan Tuhan bagi kita!

Sebagaimana Kristus datang mencari yang terhilang, begitu pula kita dipanggil.

Saturday, July 18, 2020

REPUTASI HANCUR KARENA PELANGGARAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2020


"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah."  1 Samuel 2:30b

Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak jadi nakal dan memberontak.  Salah satu faktor utamanya adalah kelalaian orangtua dalam mendidik anak.  Ada banyak orangtua yang terlalu bersikap lunak dan cenderung memanjakan anak, keinginan apa saja dari si anak selalu dituruti karena tidak tega melihat anak merajuk dan menangis, tapi lupa untuk mendisiplinkan.  Memanjakan anak ini justru tindakan orangtua yang tidak mendidik.

     Hofni dan Pinehas adalah contohnya!  Mereka adalah anak-anak seorang imam yang melayani di Bait Suci, yaitu imam Eli.  Sebagai anak-anak imam seharusnya mereka memiliki perilaku yang baik, menjadi contoh bagi umat, dan takut akan Tuhan, namun mereka malah berkelakuan sangat kurang ajar terhadap Tuhan.  Mereka berani mengambil daging yang dipersembahkan untuk Tuhan:  "Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN." (1 Samuel 2:17);  dan bukan hanya itu,  "...mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan,"  (1 Samuel 2:22).  Tapi meski melihat pelanggaran anak-anaknya, imam Eli tak bertindak tegas.  Sekalipun sudah mendengar segala hal yang diperbuat anak-anaknya, termasuk mengenai perbuatan zinahnya dengan perempuan-perempuan yang melayani di Kemah Pertemuan, Eli hanya berkata,  "Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Janganlah begitu, anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat TUHAN melakukan pelanggaran."  (1 Samuel 2:23-24).  Tuhan pun menjadi sangat marah kepada imam Eli,  "Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku,"  (1 Samuel 2:29a).

     Tak mendisiplin anak sejak usia dini justru akan berdampak buruk pada diri si anak di kemudian hari.  Terlebih-lebih bagi para orangtua yang melayani Tuhan:  kita harus memerhatikan dan mendidik anak kita sesuai dengan firman Tuhan.

Pelayanan orangtua takkan berarti bila si anak sendiri hidup memberontak!

Friday, July 17, 2020

KRISTUS PEMBUKA JALAN DAMAI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2020


"dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus."  Kolose 1:20

Rasul Paulus menegaskan bahwa korban kematian Kristus bertujuan untuk memperdamaikan manusia dengan Bapa di Sorga, sebab sebelumnya hubungan antara Bapa dengan manusia telah rusak oleh karena ketidaktaatan manusia sendiri.  Dosa telah memisahkan manusia dari Bapa!  Padahal, sebelumnya manusia bisa bergaul karib dengan Bapa, tapi begitu manusia jatuh dalam dosa, mereka pun terusir dari Taman Eden, bahkan Tuhan  "...menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan."  (Kejadian 3:24).

     Seberapa pun besar usaha manusia melakukan kebaikan, takkan sanggup membayar dosanya, takkan sanggup menghentikan pedang yang bernyala-nyala itu.  Namun karena kasih Bapa yang begitu besar kepada manusia, Ia rela memberikan Putera Tunggal-Nya, Yesus Kristus, sebagai jalan pendamaian.  Inilah isi hati Bapa!  Hati yang berlimpah kasih dan pengampunan.  Hanya Kristus, yang tidak berdosa dan tidak bercela, yang sanggup menghentikan pedang tajam yang bernyala-nyala itu.  "Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,"  (Ibrani 10:19-20).  Karena karya pengorbanan Kristus telah membuka akses sehingga manusia bisa bersekutu dengan Bapa, sebab Kristus telah membuka tabir yang selama ini menjadi penghalang, yaitu dosa.

     Melalui pengorbanan Kristus, selain kita diperdamaikan dengan Bapa dan diselamatkan, kita juga dikuduskan, artinya dipisahkan dari dunia  (bukan terpisah secara fisik), dipisahkan dari cara hidup dunia yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.  Itulah sebabnya Tuhan berkata,  "...kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu."

Hidup tak bercacat cela di hadapan Tuhan harus menjadi goal orang percaya!

Thursday, July 16, 2020

BEBAN YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2020

Baca:  Ayub 36:1-21

"Jagalah dirimu, janganlah berpaling kepada kejahatan, karena itulah sebabnya engkau dicobai oleh sengsara."  Ayub 36:21

Tak seorang pun mau menjalani hidup dengan memikul beban yang berat, artinya semua orang ingin terbebas dari beban, apa pun bentuknya.  Mana lebih enak:  berjalan membawa tas di punggung yang isinya sesuatu yang berat, atau berjalan santai tanpa membawa barang apa pun?  Pastinya lebih enak berjalan tanpa membawa apa-apa.  Tapi tak bisa dipungkiri bahwa hari-hari yang sedang kita hadapi saat ini begitu berat, semakin hari tantangan hidup semakin besar, beban hidup yang harus kita tanggung pun ssemakin berat.  Banyak orang menjadi putus asa dan frustasi karena tak sanggup menanggung beban yang begitu menekan dan memberati, langkah pun serasa terseok-seok.

     Bagaimana supaya kita dapat bertahan dan mampu melewati hari-hari yang penuh beban ini?  Mari belajar memiliki penyerahan hidup sepenuhnya kepada Tuhan.  Bukankah Tuhan telah berfirman,  "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."

     Milikilah respons hati yang benar dalam menyikapi setiap beban yang ada.  'Beban'  atau pergumulan hidup seharusnya semakin mendorong kita untuk semakin mendekat kepada Tuhan, hidup mengandalkan Tuhan dan tak lagi mengandalkan kekuatan sendiri, semakin meningkatkan jam-jam doa kita, semakin bertekun dalam merenungkan firman Tuhan, karena kalau tidak ada beban atau masalah, kita tak sungguh-sungguh dalam mencari Tuhan, kita tak pernah memberikan waktu yang banyak untuk Tuhan.

"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  Ayub 23:10

Wednesday, July 15, 2020

TETAP KUAT SEPERTI POHON ZAITUN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2020

Baca:  Amsal 3:1-26

"Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia."  Amsal 3:18

Kehidupan seorang Kristen yang normal adalah kehidupan yang terus berproses, tidak pasif atau statis.  Faktanya?  Banyak orang sudah mengikut Kristus  (Kristen)  selama bertahun-tahun tapi kehidupan rohaninya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak, tak ada kemajuan berarti, alias jalan di tempat.  Secara kasat mata mereka tampak giat melakukan aktivitas rohani, tapi kerohaniannya tak mengalami pertumbuhan.

     Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon zaitun, yang semakin hari semakin kuat berakar ke dalam.  Menurut penelitian, akar pohon zaitun dapat menembus ke kedalaman tanah hingga mencapai 6 meter untuk mencari sumber air.  Inilah yang menjadi rahasia kekuatan pohon zaitun.  Berakar sampai ke kedalaman untuk mencari sumber air berbicara tentang orang yang punya kerinduan besar untuk tinggal dekat Tuhan dan firman-Nya, orang yang memiliki persekutuan karib dengan Tuhan, yang suka merenungkan firman-Nya siang dan malam,  "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).  Ketika kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan kita akan tetap tenang sekalipun berada di tengah angin badai dan gelora, oleh karena iman kita berakar kuat di dalam Tuhan!  Pohon zaitun adalah jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya.  Ini berbicara kesetiaan kita dalam mengiring Tuhan!  "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."

     Selain itu, pohon zaitun adalah pohon yang dapat menghasilkan minyak.  Pada zaman dahulu, minyak zaitun sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan sehari-hari.  Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain, sebab  "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka... Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik,"

Hidup orang percaya seharusnya seperti pohon zaitun:  kuat dan menjadi berkat!

Tuesday, July 14, 2020

TETAP KUAT SEPERTI POHON ZAITUN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2020


"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya."  Mazmur 52:10

Mazmur ini ditulis Daud saat ia sedang dalam situasi yang teramat sulit karena terus dikejar-kejar oleh Saul.  Ditambah lagi dengan tindakan Doeg yang berusaha mencari cara untuk menghancurkan hidup Daud, dengan memberitahukan keberadaan Daud kepada Saul.  Pada waktu itu Daud sedang berada di rumah Tuhan saat imam Ahimelekh melayani di rumah Tuhan.  "...menjawablah Doeg, orang Edom itu, yang berdiri dekat para pegawai Saul, katanya: 'Telah kulihat, bahwa anak Isai itu datang ke Nob, kepada Ahimelekh bin Ahitub.'"  (1 Samuel 22:9).

     Di tengah situasi yang sangat genting ini Daud berusaha untuk tidak terpengaruh oleh keadaan yang ada.  Ia menyatakan komitmennya untuk tetap  "...seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah..."  (ayat nas).  Ia berkeyakinan bahwa tidak ada kekuatan apa pun yang akan sanggup mengubah dan menggagalkan rencana Tuhan bagi hidupnya.  Karena itu Daud berusaha untuk tetap kuat dan bersyukur sekalipun berada dalam tekanan:  "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!"  (Mazmur 52:11).  Mengapa Daud menyatakan kerinduannya untuk tetap seperti pohon zaitun?  Apa istimewanya pohon zaitun?  Pohon zaitun adalah pohon yang memerlukan waktu yang lama untuk bertumbuh.  Dengan kata lain, untuk bisa menjadi sebuah pohon yang kuat dan berlimpah buahnya dibutuhkan suatu proses yang tidak instan alias lama.  Pohon zaitun sering digunakan untuk melambangkan keindahan, kekuatan, kedamaian, kelimpahan atau berkat-berkat Ilahi.

     Begitu pula Daud, ia harus melewati proses pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang tidak singkat untuk bisa bertumbuh menjadi seorang yang dewasa rohani.  Ini ibarat sebuah pohon yang mengalami pertumbuhan dari fase ke fase:  mula biji ditanam, tumbuh dan bertunas, berakar, menjadi pohon yang berdaun lebat dan berbuah.  Inilah kehidupan Kristen yang bertumbuh secara rohani,  "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,"  (Efesus 4:13).

Monday, July 13, 2020

JANGAN MENJADI ORANG YANG BEBAL!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2020


"Seperti salju di musim panas dan hujan pada waktu panen, demikian kehormatanpun tidak layak bagi orang bebal."  Amsal 26:1

Tidak ada seorang pun mau disebut atau dijuluki sebagai orang bebal.  Kemungkinan besar ia akan marah besar dan tersinggung bila dikata-katai sebagai orang bebal, sebab berbicara tentang orang bebal selalu mengacu kepada orang yang sepertinya tidak dapat berubah lagi hidupnya, hatinya sangat keras  (membatu)  karena tidak mau menerima nasihat dan teguran.  Memang, kita semua tidak mau dan tidak ingin disebut orang bebal, tapi sadar atau tidak, kita justru seringkali berperilaku sama seperti orang yang bebal.

     Orang bebal adalah orang yang tidak mau dan sulit menerima nasihat dan teguran dari firman Tuhan atau pun dari sesamanya.  Ia selalu merasa diri sebagai orang yang benar dan tidak pernah melakukan suatu kesalahan, karena itu ia mencari berbagai alasan untuk selalu membenarkan diri sendiri dan merasa tidak perlu diajar dan digurui oleh orang lain.  Ia menganggap yang harus berubah itu orang lain, bukan dirinya.  Orang bebal adalah orang yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman, sehingga ia berulang kali melakukan kesalahan yang sama, tapi tidak pernah disadari atau pura-pura tidak sadar.  Penulis Amsal menyatakan,  "Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya."  (Amsal 26:11).

     Sikap bebal ini ditunjukkan oleh bangsa Israel!  Sekalipun sudah diperingatkan berkali-kali mereka tetap saja mengeraskan hati, memberontak kepada Tuhan dan selalu jatuh dalam kesalahan dan dosa.  Musa menegur mereka dengan keras,  "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau? Ingatlah kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu."  (Ulangan 32:6-7).  Orang bebal adalah orang yang meskipun sudah mengerti kebenaran, diajar tentang kebenaran, mereka tetap saja hidup menyimpang dari kebenaran.  Sekalipun tahu sesuatu tidak boleh dilakukan, mereka tetap saja melakukan yang dilarang:  "Berlaku cemar adalah kegemaran orang bebal,"  (Amsal 10:23).

Hidup dalam kebebalan adalah pintu menuju kepada kehancuran hidup!

Sunday, July 12, 2020

TAK MAMPU MENGENDALIKAN DIRI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2020


"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya."  Amsal 25:28

Jika kita perhatikan, yang menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah atau persoalan di dalam kehidupan sehari-hari adalah ketidakmampuan orang untuk mengendalikan diri.  Karena tak bisa mengendalikan diri, meledaklah amarah, akhirnya memicu terjadinya perselisihan, pertengkaran, bahkan berbagai tindak kejahatan.

     Ada satu contoh kejadian yang tertulis di Alkitab yaitu, Kain tega membunuh adiknya sendiri, Habel.  Padahal Tuhan sudah menegur Kain agar tidak panas hati, tapi Kain tak mampu mengendalikan dirinya sehingga terjadilah tindak kejahatan pembunuhan pertama di dunia.  Ayat nas menyatakan bahwa orang yang tak dapat mengendalikan diri itu digambarkan seperti kota yang sudah roboh temboknya.  Pengendalian diri itu digambarkan seperti kota yang sudah roboh temboknya.  Pengendalian diri itu seperti tembok perlindungan!  Pada zaman dahulu setiap negara atau kota pasti memiliki tembok luar yang kokoh.  Tembok tersebut berfungsi sebagai pagar dan juga perlindungan bagi kota dan penduduknya supaya terluput dari serangan musuh.  Di situasi aman dan nyaman mungkin orang dapat mengendalikan dirinya dengan baik, tetapi ketika situasinya sedang tidak baik dan tidak seperti yang diharapkan, orang-orang yang awalnya dikenal begitu sabar, kalem atau lemah lembut, secara drastis berubah menjadi orang yang sangat emosional, amarahnya meledak-ledak.  Oleh sebab itu Tuhan memperingatkan murid-murid-Nya saat berdoa di taman Getsemani,  "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."

     Seringkali kita menjadi begitu emosional, marah tak terkendali, bukan karena masalah yang kita hadapi terlalu besar, namun karena kita tidak dapat mengendalikan diri sendiri.  Cara yang tepat untuk bisa mengendalikan diri adalah menyediakan waktu lebih untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan.  Dengan berdoa kita akan menjadi tenang dan berada dalam pimpinan Roh Tuhan, sehingga perkataan dan perbuatan kita terkontrol.

Orang yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus, pasti punya pengendalian diri!

Saturday, July 11, 2020

MEMUJI-MUJI TUHAN DI SEGALA WAKTU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2020


"Mulutku mengucapkan puji-pujian kepada TUHAN dan biarlah segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya dan selamanya."  Mazmur 145:21

Kapan terakhir Saudara memuji Tuhan?  Mungkin ada banyak di antara orang percaya yang menjawab,  "Terakhir memuji Tuhan adalah saat mengikuti ibadah di hari Minggu."  Artinya di luar jam-jam ibadah mereka tak pernah memuji Tuhan.  Kita tidak secara rutin memuji Tuhan.  Itu ironis sekali!  Apakah kasih dan kebaikan Tuhan kepada kita itu hanya dinyatakan pada saat jam-jam ibadah saja?  Bukankah setiap saat, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, kita mengalami kasih dan kebaikan Tuhan?  Jika pagi ini kita masih bisa melihat matahari terbit, jika kita masih bisa menghirup udara segar dan bernafas, jika hari ini kita bisa melakukan aktivitas dengan tubuh yang sehat, mengantarkan anak-anak pergi ke sekolah, lalu kita bisa sampai ke kantor atau tempat kerja dengan selamat tanpa ada halangan, bukankah semuanya itu karena anugerah Tuhan?  Tuhan yang menolong, memelihara, dan menyertai kita.

     Tapi, mengapa kita harus memuji Tuhan di segala waktu?  Kita memuji Tuhan di segala waktu karena kasih dan kebaikan Tuhan kepada kita tiada pernah berkesudahan.  Seperti tertulis:  "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  (Ratapan 3:22-23).  Apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini, kasih dan kebaikan Tuhan tak berkesudahan, Ia ada untuk kita.  Seringkali kita memuji-muji Tuhan hanya saat dalam keadaan baik saja, tapi begitu terbentur masalah, kesukaran, atau pergumulan hidup yang berat, kita tak lagi mau memuji Tuhan.  Mari kita belajar untuk selalu bersyukur!  Jangan hanya karena masalah, lalu kita bersungut-sungut kecewa dan akhirnya berhenti memuji Tuhan.

     Memuji Tuhan berkenaan dengan sikap iman.  Dengan puji-pujian, kita mengungkapkan iman kita kepada Tuhan.  Semakin kita memuji Tuhan, pandangan kita semakin tertuju kepada Tuhan dan kuasa-Nya, tidak lagi kepada masalah, sehingga kita semakin beroleh kekuatan.  Iblis senang jika kita berhenti memuji Tuhan karena kita akan semakin lemah.  Memuji Tuhan setiap waktu membawa kita semakin dekat dengan Tuhan.

"Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!"  Mazmur 103:2

Friday, July 10, 2020

BERHATI-HATILAH DAN AWASILAH MULUTMU!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2020


"Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"  Mazmur 141:3

Mulut adalah bagian dari anggota tubuh manusia yang, meskipun kecil tapi memiliki dampak besar bagi kehidupan manusia.  Tak jauh berbeda dengan  "...kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi."  (Yakobus 3:4).  Oleh sebab itu kita harus selalu berhati-hati dalam memfungsikan mulut ini, sebab perkataan yang keluar dari mulut kita mengandung kekuatan yang dahsyat.  Apa yang diucapkan mulut kita bisa memengaruhi hari esok atau masa depan kita:  gilang-gemilang atau masa depan suram.

     Pada umumnya manusia boros dalam mempergunakan kata-kata atau berbicara, padahal jelas tertulis:  "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi."  (Amsal 10:19).  Karena itu firman Tuhan memperingatkan,  "...setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;"  (Yakobus 1:19).  Sadar bahwa di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, pemazmur berdoa dan memohon kepada Tuhan,  "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"  (ayat nas).

     Bagaimana dengan Saudara?  Orang percaya yang sudah lahir baru dan menjadi  'ciptaan baru'  di dalam Kristus, bukan hanya hatinya mengalami jamahan Tuhan, tapi mulutnya juga:  "Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang."  (Kolose 4:6).  Oleh karena itu mulut kita harus selalu diawasi, supaya dari mulut kita tidak keluar kata-kata sembarangan atau sembrono, yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, sebab mulut kita ini bisa menjadi seperti pedang yang sangat tajam, yang dapat melukai orang lain, menghancurkan orang lain dan bahkan membunuh orang lain.  Bukankah seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang merasa diri sebagai  'orang besar'  tak lagi bisa menguasai dan mengendalikan mulutnya.  Mereka gampang sekali melontarkan kata-kata yang menyakitkan hati dan sangat merendahkan orang lain, yang dipandangnya sebagai  'orang kecil'.

"Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya."  Yakobus 1:26

Thursday, July 9, 2020

MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DENGAN SUNGGUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2020


"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh."  2 Petrus 1:10a

Orang percaya dipanggil Tuhan untuk menjadi orang-orang yang  'berbeda'  dengan dunia ini dan dipanggil untuk mengerjakan Amanat Agung-Nya.  Karena itu rasul Petrus menasihati agar bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan kekristenan.  Berusaha sungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan kekristenan.  Berusaha sungguh-sungguh berarti melakukan segala sesuatu sepenuh hati, tidak asal-asalan, tidak main-main, tidak setengah-setengah:  "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang."  (2 Petrus 1:5-7).

     Berusaha sungguh-sungguh juga berarti berusaha dengan tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi melibatkan Tuhan. Di tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan ini, mampukah kita hidup melawan arus yang ada?  Hidup berbeda dengan dunia berbicara kekudusan.  Kata  'kudus'  diterjemahkan dari kata Ibrani qodesh, yang sejajar maknanya dengan kata Yunani hagios.  Arti harfiahnya adalah memotong atau memisahkan.  Dipanggil untuk hidup kudus berarti dipisahkan dari dunia ini untuk hidup bagi Tuhan.  Dalam kekudusan ini terjadi pemisahan dari keinginan daging kepada keinginan roh, dari kejahatan kepada kebaikan.  Bagi orang percaya tidak ada alasan untuk tidak hidup kudus, karena di dalam kita ada Sang Penolong yaitu Roh Kudus.

     Dipanggil untuk melayani Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa!  Sebagaimana Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, orang percaya juga dipanggil untuk melayani.  Karena kita sudah dibebaskan dari belenggu dosa berarti kita tidak lagi menjadi hamba dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran, maka dari itu kita harus menghamba sepenuhnya kepada Tuhan, yang adalah Tuan kita.  Kita harus berkomitmen seperti rasul Paulus ini,  "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20a).

Wujud respons kita terhadap panggilan Tuhan:  berkomitmen untuk hidup benar dan semakin giat melayani pekerjaan-Nya dengan roh yang menyala-nyala.

Wednesday, July 8, 2020

TAK MAU MENGAKUI KELEMAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2020


"Itu sebabnya saya lebih senang membanggakan kelemahan-kelemahan saya, sebab apabila saya lemah, maka justru pada waktu itulah saya merasakan Kristus melindungi saya dengan kekuatan-Nya."  2 Korintus 12:9b  (BIS)

Tak ada manusia yang sempurna!  Artinya semua manusia pasti punya kekurangan, kelemahan dan keterbatasan, tapi tidak semua orang mau mengakuinya.  Mereka merasa diri paling baik, paling benar, paling suci, paling pintar, paling...dan paling...dibandingkan orang lain, tanpa menunggu waktu lama mereka pun langsung mengkritik, menghakimi, merendahkan, mengolok-olok,  "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?"  (Matius 7:3).

     Sedikit orang punya kebesaran hati untuk mengakui kelemahan dan berani berkata jujur kepada Tuhan bahwa ia punya banyak sekali kekurangan.  Di mata dunia, menunjukkan sisi kekurangan, kelemahan atau keterbatasan adalah tindakan bodoh.  Tetapi dalam kehidupan rohani, saat kita mengakui betapa kita lemah, terbatas dan tak berdaya sebagai bentuk penyerahan diri kepada Tuhan, saat itu Tuhan akan menggerakkan tangan-Nya untuk turut campur tangan dan melimpahkan kekuatan kepada kita.  Karena itu rasul Paulus bisa berkata,  "...aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat."  (2 Korintus 12:10).  Untuk itulah Tuhan mengijinkan masalah, pencobaan, penderitaan, kesulitan, kegagalan kita alami supaya kita menyadari akan kekuatan kita yang terbatas, belajar untuk hidup mengandalkan Tuhan, dan tidak lagi menyombongkan diri.  Paulus menyimpulkan bahwa Tuhan ijinkan dia alami  'rasa sakit'  dengan tujuan:  "...supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri."  (2 Korintus 12:7).

     Rasul Paulus mampu menyikapi kelemahan dengan sudut pandang yang berbeda, ia tidak mengasihani diri sendiri:  "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."  (2 Korintus 12:9b).

Dengan kelemahan yang ada kita diajar untuk hidup bergantung kepada Tuhan!

Tuesday, July 7, 2020

SEPENUHNYA MENJADI MILIK KRISTUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2020


"...dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:"  1 Korintus 6:19-20

Ciri utama orang yang hidup di dalam Kristus adalah tidak lagi memiliki keinginan-keinginan dari dan untuk diri sendiri.  Bagaimana mungkin orang tidak memiliki keinginan?   Setiap orang pasti memiliki keinginan, tapi maksudnya adalah orang yang sudah ditebus dan hidupnya telah dibeli dan dibayar lunas dengan darah Kristus  (menjadi umat tebusan-Nya), harus bersedia menanggalkan keinginan dirinya sendiri dan menyerahkan segala keinginannya kepada kehendak Kristus.  Kata  'lunas'  menunjukkan bahwa hidup kita ini bukan milik kita lagi, tetapi sudah menjadi milik Tuhan sepenuhnya.  Karena itu segala keinginan dan cita-cita pribadi harus diselaraskan dengan kemauan dan kehendak Tuhan, bukan menurut kemauan dan kehendak sendiri.

     Selama kita masih memiliki keinginan, kehendak, atau agenda hidup pribadi, kita tidak dapat dimiliki sepenuhnya oleh Tuhan, sehingga rencana-Nya takkan bisa digenapi.  Jika kita sudah menyerahkan seluruh kehidupan kita kepada Tuhan barulah kita mencapai taraf demikian:  "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:19-20).  Menjadi milik Kristus berarti segala keinginan diri sendiri sudah disalibkan dengan Kristus!  Jadi, hidup di dalam Kristus itu ada harga yang harus dibayar:  banyak hal yang harus ditanggalkan dan dilepaskan.  Inilah yang disebut menanggalkan beban dan dosa!  "...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita."  (Ibrani 12:1).

     Menanggalkan beban dan dosa artinya melepaskan semua keterikatan dengan kesenangan dunia dan keinginan daging yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.  Lalu,  kita  "...melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus,"  (Ibrani 12:2), artinya kita menjadikan Kristus sebagai teladan hidup.  Tidak ada cara lain untuk bisa menyenangkan hati Tuhan, selain kita harus mematikan segala keinginan diri sendiri, tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, dan hidup hanya melakukan kehendak Tuhan.

Orang yang hidup sepenuhnya bagi Tuhan, mampu berkata,  "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."  (Lukas 22:42).

Monday, July 6, 2020

JANGAN BERKOMPROMI DENGAN DOSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2020


"Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala."  Wahyu 2:20

Tiatira adalah sebuah kota yang relatif kecil, awalnya didirikan sebagai kota pertahanan untuk melindungi kota Pergamus yang adalah pusat pemerintahan.  Tiatira tidak begitu terkenal jika dibandingkan kota-kota lain yang menerima surat dari Tuhan, namun jemaat di kota kecil ini justru mendapatkan kiriman surat yang paling panjang isinya.  Kemungkinan besar jemaat Tiatira ini dirintis dan dimulai dari pertobatan keluarga Lidia, seorang penjual kain ungu yang beribadah kepada Tuhan dan hidupnya menjadi berkat bagi banyak orang  (Kisah 16:14)  (Tiatira dikenal sebagai pusat perdagangan kain bulu domba dan juga tempat untuk mencelupkan kain-kain warna ungu).  Lidia sendiri dikenal sebagai penjual bahan pencelup untuk warna ungu dan kain yang mahal tersebut.

     Ada kesalahan fatal terjadi di jemaat di Tiatira, yaitu  "...wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala."   (ayat nas).  Izebel adalah nama simbolis yang diambil dari nama isteri raja Ahab, yang berlaku jahat dan menyeret orang-orang kepada penyembahan berhala.  Wanita Izebel ini mengajarkan bahwa orang percaya boleh melakukan perzinahan dan boleh menyantap makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala.  Intinya:  nabiah ini telah mengajarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan menyesatkan, secara terang-terangan berkompromi dengan dosa.  Sekalipun sudah melihat penyimpangan-penyimpangan, sepertinya jemaat di Tiatira tidak melakukan sesuatu apa pun dan seolah-olah membiarkan hal itu terjadi.

     Di dalam kehiduan bergereja tidak sedikit orang percaya yang masih berkompromi dengan dosa.  Mereka menutupi dosa dengan topeng-topeng:  perbuatan baik, memberi banyak persembahan, menjadi donatur gereja, dan masih banyak lagi.  Mereka berpikir bahwa dengan segala yang diperbuatnya ini, dengan serta merta Tuhan bersikap lunak kepada kita dan menutup mata-Nya terhadap pelanggaran-pelanggaran kita.

Ingat!  Tuhan tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan, sebab apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya  (Baca  Galatia 6:7).