Tuesday, May 31, 2011

MEMPERTAHANKAN IDENTITAS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 101:1-8

"Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela:  Bilakah engkau datang kepadaku?  Aku hendak hidup dalam ketutulsan di dalam rumahku."  Mazmur 101:2

Pada masa ini kejahatan begitu merajalela, mulai dari percabulan, korupsi kecil hingga besar, penipuan pajak dan lainnya.  Begitu marak pula selebritis yang tertangkap karena menggunakan narkoba.  Uang dan popularitas telah membius mereka.  Mengapa mereka menggunakan narkoba?  Untuk menenggelamkan kesedihan mereka, mencari kebahagiaan, atau lari dari permasalahan hidup.  Mereka sudah kehilangan identitas diri!  Sebagai orang percaya yang telah ditebus dan diselamatkan, haruskah kita turut tenggelam dalam kehidupan dunia yang menyesatkan ini?  Ketika norma-norma masyarakat mulai memudar, haruskah identitas kita sebagai umat pilihan Tuhan turut juga memudar dan mulai berkompromi dengan dosa seperti mereka?  Justru di tengah-tengah dunia yang gelap ini "...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."  (Matius 5:16).

     Kita harus bisa mempertahankan identitas kita ini dan tetap menjaga diri supaya hidup kita membawa pengaruh yang positif bagi orang lain.  Mungkinkah?  Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya.  Daniel, meski hidup di negeri asing yang penuh dengan kesenangan dan penyembahan berhala, tetap bertekad menjaga identitasnya sebagai orang percaya agar dirinya tetap murni, dan menolak untuk mencemakan diri dengan hidangan raja.  Tertulis:  "Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja;  dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya."  (Daniel 1:8).  Daniel berani hidup berbeda dari orang lain dan mampu mempertahankan identitas rohaninya.  Meski berada di tengah-tengah orang-orang dunia dia tidak turut hidup dengan cara-cara duniawi.

     Contoh lain, adalah Yusuf, yang ketika hidup di Mesir tidak kehilangan identitasnya sebagai orang benar, tetap kuat menghadapi godaan isteri Potifar dan lebih memilih lari daripada harus berkompromi dengan dosa.  Pemazmur pun berjuang agar hidupnya tetap berkenan kepada Tuhan.  "Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila;  perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku.  Hati yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu."  (Mazmur 101:3-4).  Ingatlah identitas kita!

Karena itu jadilah teladan dalam segala hal bagi orang-orang dunia.

Monday, May 30, 2011

MEMPERTAHANKAN IDENTITAS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2011 -

Baca:  1 Petrus 2:1-10

"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib."  1 Petrus 2:9

Adalah sangat penting bagi orang percaya untuk menyadari siapa sesungguhnya kita ini di dalam Tuhan.  Siapa sesungguhnya kita?  Jika kita tahu jawabannya, inilah yang menjadi identitas kita.

     Setiap orang pastilah memiliki latar belakang yang berbeda-beda:  siapa orang tua kita, asal usul kita dari mana, atau kewarganegaraan kita apa dan sebagainya.  Dalam edisi Maret lalu disampaikan bahwa setiap orang percaya memiliki kewargaan yang berbeda dari orang-orang dunia, karena kewargaan kita adalah di dalam sorga (baca Filipi 3:20).  Sebagai warga Kerajaan Sorga kita memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah karena kita dituntut untuk hidup menurut hukum-hukum Sorga (firman Tuhan).  Karena itu kita harus berhati-hati dalam berperilaku karena setiap hari kita menghabiskan sebagian besar waktu kita bersama-sama dengan orang-orang di luar Tuhan:  dengan teman sekolah, teman sekantor atau pun dengan tetangga di lingkungan tempat tinggal kita.  Setiap hari kita memperhatikan dan melihat setiap tingkah laku dan juga perkataan mereka.  Namun yang Tuhan kehendaki adalah kita tidak kehilangan identitas kita sebagai orang percaya, baik itu di lingkungan sekolah, tempat kerja atau pun di tengah-tengah masyarakat.

     Ayat nas di atas menyatakan bahwa kita ini adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri.  Luar biasa!  Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita sudah memperoleh anugerah dan kemurahanNya.  Dikatakan:  "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Jadi,  "...kamu bukan lagi hamba, melainkan anak;  jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  (Galatia 4:7).  Identitas baru ini kita dapatkan melalui pengorbanan Yesus di atas Kalvari;  Dia telah mengangkat kita dari gelap kepada terangNya yang ajaib sehingga kita  "...memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan."  (Kisah 26:18).  (Bersambung).

Sunday, May 29, 2011

MENGASIHI TUHAN: Adalah Mengasihi Sesama!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2011 -

Baca:  1 Yohanes 4:7-21

"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah;  dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah."  1 Yohanes 4:7

Berbicara tentang kasih tak ada habisnya, apalagi bagi setiap orang yang berlabelkan Kristen, karena kekristenan dan kasih itu tak terpisahkan.  Jika kita tidak memiliki kasih ada yang salah dan tidak beres dalam pengiringan kita kepada Tuhan selama ini.  Ada seorang teman yang curhat dan berkeluh kesah kepada penulis bahwa pimpinannya di kantor sangat cerewet, pelit dan suka mendamprat pegawainya dengan kata-kata kasar.  Ia pun menambahkan,  "Bosku itu kan orang Kristen, dan katanya juga ikut pelayanan di gereja, tapi koq begitu ya, tidak punya kasih.  Padahal setahuku orang Kristen itu baik dan selalu mengasihi orang lain."  Mendengar curhat teman yang 'tidak seiman' itu penulis hanya bisa bungkam dan benar-benar dibuat malu.  Orang Kristen yang tidak memiliki kasih bisa dikatakan sebagai orang Kristen yang gagal;  gagal menadi teladan yang baik dan gagal menjadi terang bagi sesamanya.

     Mengapa kita harus memiliki kasih dan mengasihi sesama kita?  Alkitab menyatakan bahwa kita mengasihi karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita.  Dan bagaimana kita dapat mengasihi Allah jikalau mengasihi sesama manusia saja kita tidak bisa?  Kasih Allah inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk dapat mengasihi orang lain.  Jadi mengasihi orang lain adalah suatu perintah yang harus kita taati.  Tertulis:  "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."  (Lukas 10:27).  Kata kasihilah merujuk pada suatu perintah dan itu tidak dapat dilanggar.  Dalam kenyataannya kita sering melakukan tindakan kasih yang disertai dengan syarat-syarat tertentu atau pilih-pilih.  Kita mengasihi seseorang apabila orang tersebut juga mengasihi kita atau memberi keuntungan kepada kita.  Sebaliknya bila tidak, orang tersebut kita anggap sebagai lawan atau musuh.

     Bukti dari pernyataan kasih dalam kehidupan kita adalah kasih kepada Tuhan dan juga sesama.  Bagian tersukar adalah kasih kepada Tuhan.  Kalau kita berkata bisa mengasihi Tuhan, tapi bukti mengasihi saudara atau sesama tidak ada berarti nonsens.

Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah jika kita mengasihi sesama kita!

Saturday, May 28, 2011

GARAM TAWAR TIDAK BERGUNA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2011 -

Baca:  Matius 5:13-16

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?  Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  Matius 5:13

Saat ini acara wisata kuliner menjadi tren di hampir semua stasiun telebisi.  Demikian pula acara masak-memasak aneka jajanan, masakan tradisional hingga menu masakan luar negeri pun dikemas secara menarik dengan menampilan orang-orang yang memang expert di bidangnya atau seorang chef terkenal.  Apa pun jenis makanannya dengan resep yang berbeda-beda, hampir selalu ada garam yang menjadi salah satu bahan utamanya.  Selain sebagai penyedap untuk setiap masakan, garam bergungsi untuk mengawetkan sesuatu yang telah mati agar tidak membusuk dan berbau.  Makanan tanpa garam akan terasa hambar.

     Alkitab mengatakan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia ini adalah sebagai 'garam'.  Suatu tugas dan tanggungjawab yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Sudahkah kita menjalankan fungsi kita sebagai garam dunia dengan benar?  Dunia ini penuh dengan kebobrokan dan bisa dikatakan dalam proses membusuk karena dosa.  Karena itu keberadaan orang percaya sebagai 'garam dunia' sangat dibutuhkan. Menjadi garam dunia berarti menjadi kesaksian bagi orang lain.  Melalui hidup kita seharusnya banyak jiwa yang diselamatkan sehingga proses pembusukan dunia karena dosa dapat diperlambat.  Sebagaimana Kristus  "...datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."  (Lukas 19:10), begitu pula tugas kita sebagai garam dunia adalah menebarkan pengaruh bagi jiwa-jiwa di sekitar kita.  Mungkin banyak orang di sekeliling kita telah menempuh hidup yang tidak benar:  ada yang terlibat narkoba, seks bebas, perselingkuhan, korupsi dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya.  Adakah karena kesaksian hidup kita mereka bertobat?

     Kesaksian hidup kita harus terus bergulir hingga Tuhan Yesus datang kelak.  Sayang, tidak sedikit orang percaya yang tidak bisa menjadi garam dunia karena hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang dunia;  tetap saja berkompromi dengan dosa sehingga susah dibedakan mana itu orang percaya dan yang bukan.  Jika garam menjadi tawar berarti telah kehilangan fungsi dan pastilah sudah tidak berguna untuk apa pun.  Garam tawar adalah garam yang telah hilang kegunaannya, ia hanya akan dibuang dan diinjak-injak orang (baca Lukas 14:34-35).  Kita menjadi tidak berguna bagi Tuhan maupun bagi manusia.  Keadaan ini sungguh memalukan!

Orang Kristen yang hidupnya tidak menjadi kesaksian sama dengan garam yang tawar!

Friday, May 27, 2011

BERJUANG MEMPEROLEH KRISTUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2011 -

Baca:  Filpi 3:1-16

"Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus."  Filipi 3:12

Tanpa sadar banyak orang Kristen merasa dirinya telah mencapai tingkat kerohanian yang tinggi, yang dirasa sudah lebih dari cukup:  ibadah di gereja tidak pernah absen, setia membayar persepuluhan dan sudah terlibat dalam pelayanan.  Apa lagi yang kurang?  Cukuplah sudah.  Tidak perlu lagi bersusah-payah, menggebu-gebu atau mengejar hal-hal rohani begitu rupa.  Jika kita berpikiran seperti itu, berhati-hatilah, karena kita sedang dalam bahaya yang besar.

     Rasul Paulus memiliki reputasi yang luar biasa dalam hal agama Yahudi, bahkan diakuinya sendiri bahwa  "dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat."  (ayat 6).  Meski demikian Paulus merasa bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak ada alasan baginya untuk memegahkan diri.  "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.  Malahan segala sesuatu yang kuanggap rugi, karena pengenalan aku Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.  Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,"  (ayat 7-9).  Tidak ada yang lebih mulia dalam diri Paulus sebelum ia benar-benar mendapatkan Kristus dalam hidupnya.  Maka dari itu ia terus berusaha dan berlari mengejar Kristus.  "dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."  (ayat 14).  Paulus meyadari bahwa jika ia mendapatkan Kristus dan Kerajaan Sorga bukanlah dua hal yang terpisah, tapi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

     Sudahkah kita memiliki Kristus sepenuhnya?  Kehidupan orang percaya ibarat berada di arena pertandingan, di mana kita harus terus berjuang dan berlari untuk mendapatkan Kristus dan juga KerajaanNya.  Jadi upaya mendapatkan Kristus adalah tugas seumur hidup kita.  Jangan pernah merasa puas dengan apa yang kita lakukan saat ini.  Masa lalu tidak bisa kita bangga-banggakan atau kita jadikan patokan.  Apakah yang kurang dari Paulus?  Namun dia tidak pernah berhenti berjuang.  Bagi Paulus segala sesuatu selain Kristus adalah sampah.  Apalah artinya kita memperoleh seluruh dunia ini jika pada akhirnya binasa?

Hanya Kristus yang terbaik, kita harus mengejar dan mendapatkan Dia.

Thursday, May 26, 2011

MENINGGALKAN TUHAN KARENA DUNIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2011 -

Baca:  2 Tawarikh 12:1-16 

"Rehabeam berserta seluruh Israel meninggalkan hukum Tuhan, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh."  2 Tawarikh 12:1

Akhir-akhir ini banyak orang percaya yang mengalami kelesuan dalam pengiringannya kepada Tuhan.  Banyak faktor yang mengakibatkan seseorang tidak lagi setia kepada Tuhan, bahkan ada yang meninggalkan Tuhan dan secara terang-terangan telah menjual imannya.  Salah satunya dalah karena kemapanan atau kemakmuran.  Karena sudah memiliki jabatan yang tinggi dan bergelimangan harta, seseorang tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani dan lebih mencintai jabatan dan hartanya itu daripada Tuhan.  Ayat nas di atas sudah sangat jelas menyatakan bahwa Rehabeam adalah seorang raja yang sudah lupa diri;  ia mabuk jabatan dan juga harta.  Karena sudah merasa kuat, kaya, terkenal dan berkuasa ia pun meninggalkan Tuhan dan tidak lagi mengindahkan hukumNya.  Rehabeam sepertinya sudah tidak membutuhkan Tuhan lagi dalam hidupnya.
    
      Contoh lain orang yang meninggalkan Tuhan adalah Demas.  Alkitab menyatakan bahwa Demas sebelumnya adalah seorang pelayan Tuhan dan rekan sekerja Paulus di ladang Tuhan;  ia begitu setia menyertai Paulus di setiap pelayanannya. Namun dalam kisah berikutnya dikatakan oleh Paulus demikian:  "...Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku."  (2 Timotius 4:10a).  Kepada Timotius Paulus menyatakan kesedihannya karena Demas telah berubah sikap, di mana dia lebih mencintai dunia ini dan tidak lagi turut ambil bagian dalam pelayanan pekabaran Injil.  "Adakah kamu sebodoh itu?  Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?"  (Galatia 3:3).  Alkitab juga menyatakan bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah,  "...Jadi barang siapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4).
    
     Ternyata bila kita bersahabat saja dengan dunia, tindakan kita ini sudah disebut telah memusuhi Allah, apalagi bila kita mencintai dunia ini.  Mencintai dunia berarti mencintai segala sesuatu yang duniawi yang meliputi:  keinginan daging, keinginan mata dan juga keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16).  Adalah tidak mungkin seseorang berkenan kepada Tuhan selama ia masih hidup dalam kedagingan dan mementingkan perkara-perkara duniawi!

Jangan pernah meninggalkan Tuhan dengan alasan apa pun, karena akibatnya akan sangat fatal!

Wednesday, May 25, 2011

MENGAKUI DOSA DAN BERDOA DENGAN IMAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 88

"Tetapi aku ini, ya Tuhan, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan pada waktu pagi doaku datang ke hadapan-Mu."  Mazmur 88:14

Banyak dari kita adakalanya merasa jenuh berdoa.  Mengapa?  Mungkin kita merasa doa-doa kita belum juga dijawab Tuhan padahal kita sudah berdoa selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun;  entah untuk mendapatkan jodoh, keturunan (anak), kesembuhan, perlindungan, pemulihan keuangan, rumah tangga dan sebagainya.  Atau mungkin kita sendiri merasa kurang yakin apakah doa yang kita panjatkan itu benar-benar didengar oleh Tuhan.  Bahkan kita juga sudah meminta orang lain yang kita anggap 'lebih rohani' untuk berdoa bagi kita.  Kita menganggap kalau mereka yang berdoa pasti akan lebih sakti dan manjur dibandingkan bila kita sendiri yang berdoa.

     Tuhan memang memakai sebagian orang secara khusus untuk melayani jiwa-jiwa dengan karunia kesembuhan dan sebagainya, dan otoritasNya juga turun ke atas mereka.  Bukan hal yang salah bila kita meminta dukungan doa dari mereka.  Tetapi dalam hal berdoa Tuhan tidak membatasi siapa saja yang boleh menaikkan doa yang sekiranya memiliki kuasa.  Yakobus memberikan kuncinya:  "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.  Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16).  Ada 3 hal yang harus kita perhatikan yaitu:  kita harus mengakui dosa, saling mendoakan dan berdoa dengan yakin.  Penghalang utama doa kita tidak didengar Tuhan adalah dosa.  (baca Yesaya 59:1-2).  Jika selama ini masih ada dosa yang kita perbuat maka kita tidak akan memiliki doa yang berkuasa.  Karena itu kita harus mengakui dosa itu dengan jujur di hadapan Tuhan dan segera bertobat, Dia yang setia pasti akan mengampuni dosa kita.  Adakalanya ketika kita sendiri sedang dalam masalah Tuhan meminta kita untuk berdoa juga bagi orang lain.  Kita harus siap berdoa untuk orang-orang yang membutuhkan dukungan doa, sehingga Tuhan pun akan memberikan apa yang kita ingini.

     Selain itu kita harus berdoa dengan yakin, artinya tidak ragu atau bimbang.  Ketika menanti-nantikan jawaban dari Tuhan seringkali kita tidak sabar dan mulai meragukan kuasa Tuhan.  Keraguan dan kebimbangan itu sama dengan ketidakpercayaan.  Alkitab menyatakan,  "Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."  (Yakobus 1:7).

Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!  Peganglah itu!

Tuesday, May 24, 2011

TETAP KUAT DI TENGAH KESUKARAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 68:1-7

"Tetapi orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita."  Mazmur 68:4

Ketika mengalami permasalahan yang berat kebanyakan orang menjadi letih lesu, sedih dan frustasi.  Rasa-rasanya dunia mau runtuh.  Tetapi Alkitab menasihatkan,  "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."  (Yakobus 1:12).  Di tengah kesulitan yang terjadi, kita harus menguatkan hati untuk tetap bersandar kepada Tuhan.

     Mari kita belajar dari nabi Habakuk yang hidup pada jaman di mana bangsa Israel sedang mengalami penderitaan hebat karena ditindas oleh musuh-musuhnya.  Bukan hal yang mudah baginya untuk dapat terus mempertahankan imannya dan bersukacita.  Rakyat sangat menderita karena ladang yang biasanya menjadi sumber penghasilan dan tumpuan penghidupan mereka tidak lagi membuahkan hasil.  Begitu juga ternak yang menjadi harta kekayaan telah terhalau dari kandang.  Suatu keadaan yang benar-benar hopeless  (baca Habakuk 3:17).  Mungkinkah bersukacita dan beria-ria di tengah penderitaan?  Ingat!  Tembok Yerikho runtuh bukan karena kekuatan pasukan bersenjata, namun justru ketika bangsa Israel selesai mengelilingi kota itu pada hari ke tujuh dengan sorak-sorai.

     Puji-pujian bagi Tuhan menghasilkan kuasa yang dahsyat.  Tembok permasalahan sebesar apa pun yang kita hadapi dapat diruntuhkan ketika kita tetap bersorak-sorai bagi Tuhan.  Oleh karena itu tetaplah bersukacita dalam keadaan apa pun yang kita alami supaya kita bisa terus bertahan sampai pada akhirnya.  Salomo menulis:  "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."  (Amsal 17:22).  Bila mengandalkan kekuatan sendiri kita pasti tidak akan mampu.  Yakinlah kita tidak menghadapi penderitaan itu sendirian, ada Roh Kudus yang akan menyertai dan menopang kita senantiasa.

Dia sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita, karena itu kuatkan hati dan tetaplah bersukacita.

Monday, May 23, 2011

UPAH KESETIAAN DAN KETAATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2011 -

Baca:  Rut 4:1-17

"Lalu Boas mengambil Rut dan perempuan itu menjadi isterinya dan dihampirinyalah dia.  Maka atas karunia Tuhan perempuan itu mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki."  Rut 4:13

Ada beberapa tokoh wanita dalam Alkitab yang dipakai Tuhan secara luar biasa.  Mereka dipakai Tuhan oleh karena ketaatannya.  Adalah perkara yang tidak mudah untuk menjadi orang-orang pilihan Tuhan, apalagi dia adalah seorang wanita.

     Salah satu contoh adalah Rut, wanita Moab menantu Naomi.  Belum lama menikmati kebahagiaan dalam berumah tangga, bencana terjadi.  Keadaan menjadi berubah seketika:  suami Naomi meninggal, demikian juga kedua anak laki-lakinya.  Jadi, Rut tidak hanya kehilangan mertua laki-laki, tapi juga suami.  Ditambah lagi bencana kelaparan sedang melanda seluruh negeri.  Di tengah situasi yang sangat sulit ini Naomi meminta Rut untuk pergi meninggalkan dia, namun Rut berkata,  "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau;  sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam:  bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;  di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan.  Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!"  (Rut 1:16-17).  Rut mengambil keputusan yang tidak mudah dilakukan, bahkan ia berjanji apa pun yang terjadi tidak akan meninggalkan Naomi, mertuanya, dan akan setia hingga maut memisahkan!  Luar biasa!  Tidak semua orang bisa setia di tengah kesulitan dan penderitaan.  Ketika keadaan berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa diharapkan lagi, dapatkah kita tetap setia seperti Rut ini?  Rut tidak hanya setia, ia juga seorang yang taat.  Ini bisa dilihat dari pernyataannya,  "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan."  (Rut 3:5).  Ketaatan Rut ini bukan karena terpaksa, tapi ia lakukan dengan sepenuh hati.

     Kesetiaan dan ketaatan Rut tidak sia-sia, Tuhan memperhatikannya.  Dia selalu memberikan upah kepada setiap orang yang berlaku setia dan taat.  Dengan caraNya yang ajaib Tuhan memberkati Rut.  Ayat nas menyatakan akhirnya Rut diperistri oleh Boas (seorang kaya raya) dan mereka dianugerahi seorang anak laki-laki yang diberi nama Obed;  dan Obed ini adalah kakek dari raja Daud.

Berkat Tuhan tersedia bagi orang-orang setia dan taat! 

Sunday, May 22, 2011

BERSUKACITA DALAM SEGALA KEADAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 16

"Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan;  di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa."  Mazmur 16:11

Kapan Saudara merasakan sukacita?  Beraneka ragam jawaban terlontar:  "Ketika suamiku memberi uang belanja lebih dari biasanya;  Setiap awal bulan (tanggal muda) aku pasti bersukacita karena dompet lagi tebal;  Sukacitaku meluap-luap setiap menghabiskan akhir pekan bersama keluarga di Puncak;  Aku baru akan bersukacita kalau anak-anakku sudah mapan dan berumah tangga."  Acapkali rasa sukacita seseorang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ada.  Sebaliknya ketika sedang dalam masalah, sakit-penyakit atau mengalami masa-masa sulit seringkali sukacita itu sirna bak ditelan bumi sehingga tersenyum pun tidak dapat.

     Sukacita adalah suasana di dalam hati seseorang di mana ia dapat menikmati segala yang terjadi dalam kehidupannya dengan ucapan syukur.  Jadi sukacita dan ucapan syukur adalah dua hal yang tak terpisahkan.  Sukacita dan ucapan syukur seharusnya menjadi life style orang percaya.  Mengapa?  Karena adanya jaminan pemeliharaan dari Tuhan.  Kita percaya bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus adalah Allah yang hidup dan Dia tidak pernah mengecewakan kita.  Tuhan berfirman,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya.  Hal ini diakui oleh Daud:  "Janji-Mu sangat teruji, dan hampa-Mu mencintainya."  (Mazmur 119:140).

     Oleh karena itu apa pun masalah yang kita sedang hadapi saat ini, tetaplah bersukacita dan mengucap syukur.  Tuhan memiliki rancangan yang indah bagi kehidupan orang percaya (baca Yeremia 29:11Yohanes 10:10).  Tidak seharusnya sukacita kita dikalahkan oleh masalah atau keadaan yang terjadi di sekitar kita;  artinya sekalipun dunia sedang bergoncang, banyak masalah yang menerpa, kita tetap bersukacita.  Memang hal itu tidak mudah dan terasa berat untuk dilakukan, tapi inilah perintah Tuhan yang harus kita taati.  Ketika kita bertindak dan taat melakukan perintah Tuhan ini, sukacitaNya akan memenuhi hati kita (baca Yohanes 15:10-11).  Rasul Paulus tetap bersukacita meski harus menghadapi pelbagai penderitaan dan ujian, karena ia yakin bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja.

Tetaplah berpegang penuh pada janji Tuhan;  di dalam Dia ada pengharapan yang pasti, karena itu jalani harimu dengan sukacita!

Saturday, May 21, 2011

TAK ADA LAGI KEGAGALAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2011 -

Baca:  Ayub 42:1-6

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."  Ayub 42:2

Bagi seorang atlet, entah itu bulutangkis, tenis, renang dan semua atlet di segala cabang olahraga, latihan keras adalah 'menu' mereka stiap hari.  Tiada hari tanpa latihan!  Mengapa mereka berlatih keras tanpa mengenal lelah?  Karena mereka tidak mau gagal, melainkan ingin berhasil meraih kemenangan dan menjadi juara di setiap kejuaraan yang diikutinya.  Kata gagal selalu menjadi momok yang menakutkan, paling dibenci, tidak disukai dan dihindari oleh semua orang.

     Apa itu kegagalan?  Kegagalan adalah suatu keadaan tidak berhasil mencapai apa yang diusahakan atau direncanakan.  Tak seorang pun dari kita yang berharap mengalami kegagalan dalam hidup:  gagal dalam rumah tangga, gagal dalam studi, gagal dalam usaha, gagal dalam pelayanan dan sebagainya.  Namun kegagalan tidak sepenuhnya berdampak buruk bagi kita;  kegagalan dapat menjadi sebuah pengalaman yang berharga, cermin untuk kita lebih maju, menjadi koreksi supaya kita tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.  Ada kata bijak yang menguatkan kita:  "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda."  Banyak tokoh besar dan orang-orang yang berhasil di bidangnya masing-masing pernah mengalami kegagalan, namun mereka tidak menyerah dan putus asa, tapi mampu bangkit!

     Alkitab menegaskan bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaNya yang gagal (ayat nas).  Biarlah ini menjadi kekuatan bagi kita dalam menjalani hari-hari kita.  Untuk menjadi orang-orang yang berhasil, langkah tepat yang harus kita ambil adalah mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan mempercayakan hidup ini sepenuhnya kepada Dia, karena rancangan Tuhan bukanlah rancangan kita.  RancanganNya selalu yang terbaik bagi kita.  Tertulis:  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-ku, demikianlah firman Tuhan."  (Yesaya 55:8).  Oleh sebab itu jangan pernah mengandalkan kekuatan sendiri, apalagi bersandar dan berharap kepada manusia, sebab  "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapnya pada Tuhan!"  (Yeremia 17:7).  Dan firman Tuhan adalah kunci untuk meraih keberhasilan itu  (baca Mazmur 1:1-3).  Jika saat ini kita sedang gagal, berarti Tuhan sedang memberikan kita pelajaran dan pengalaman berharga.

Andalkan Tuhan di segala perkara, yakinlah keberhasilan akan menjadi milik kita!

Friday, May 20, 2011

TIDAK MENGINGAT KEBAIKAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 106:1-25

"Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak Yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau."  Mazmur 106:7

Seringkali sulit bagi kita melupakan pengalaman-pengalaman buruk yang terjadi dalam hidup ini.  Ketika seseorang menyakiti kita, melukai kita, berlaku tidak adil terhadap kita, atau kita mengalami kegagalan begitu membekas dalam dan terlalu mudah untuk kita ingat-ingat kembali.  Beberapa waktu yang lalu di Surabaya dan Probolinggo (Jatim) ada kasus pembunuhan sadis yang dilakukan oleh mantan karyawan terhadap pimpinannya.  Mengapa mereka sampai tega membunuh?  Karena dendam dan sakit hati yang menggunung.  Artinya mereka tidak bisa melupakan pengalaman pahit yang mungkin dialaminya.  Sebaliknya kebaikan seseorang, keberhasilan, kesembuhan dan hal-hal baik yang kita terima dari Tuhan justru mudah kita lupakan dan tidak kita ingat.

     Inilah yang dilakukan bangsa Israel yang selalu mengingat-ingat saat masih berada di Mesir walaupun di sana mereka hidup dalam perbudakan.  Keluh mereka,  "Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan?  Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"  (Bilangan 14:3).  Bahkan,  "Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka.  Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir.  Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya.  Engkau tidak meninggalkan mereka."  (Nehemia 9:17).  Mereka lupa akan pertolongan dan kebaikan Tuhan, di mana selama berada di padang gurun Tuhan memelihara mereka dengan caraNya yang heran dan ajaib.  Namun begitu mudahnya bangsa Israel melupakan perbuatan Tuhan itu.

     Renungan hari ini mengajar kita untuk senantiasa mengingat-ingat kebaikan Tuhan.  Jika saat ini kita berhasil dan diberkati dengan materi yang melimpah, tubuh sehat, keluarga utuh dan sebagainya, itu semua karena anugerahNya semata, bukan karena kuat dan gagah kita.  Oleh karena itu jangan ada seorang pun dari kita yang memegahkan diri atas hidupnya, tetapi biarlah kita bermegah karena di dalam Tuhan saja. 

Ingatlah kebaikanNya, jangan lupakan itu;  di luar Dia kita tak bisa berbuat apa-apa!

Thursday, May 19, 2011

NYANYIKAN NYANYIAN KEMENANGAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 44

"Sebab bukan dengan pedang mereka menduduki negeri, bukan lengan mereka yang memberikan mereka kemenangan, melainkan tangan kanan-Mu dan lengan-Mu dan cahaya wajah-Mu, sebab engkau berkenan kepada mereka."  Mazmur 44:4

Ketika seseorang sedang berduka, kecewa atau putus asa, jarang sekali dari mulutnya nyanyian atau puji-pujian.  Kalau pun mereka bersenandung, seringkali yang dinyanyikan adalah lagu-lagu cengeng atau lagu-lagu yang sesuai dengan keadaan yang menimpa.  Contoh:  Ketika sedang diputus pacar, lagu yang dinyanyikan bertema putus cinta.  Namun biarlah 'orang-orang dunia' saja yang bernyanyi demikian!  Bagi kita orang percaya, nyanyian kemenangan dan sukacitalah yang harus keluar dari mulut kita setiap waktu, bukan nyanyian cengeng tanda frustasi, kecewa dan kegagalan!  Biarlah setiap nyanyian dan pujian kita selalu menjadi tanda adanya kemenangan dalam kehidupan kita, tanda bahwa kita percaya kepada janji-janji Tuhan.

     Mari lihat contoh nyanyian yang dinyanyikan oleh Debora (baca Hakim-Hakim 5).  Di sini Debora sedang menyanyikan nyanyian kemenangan bagi bangsa Israel atas musuh-musuhnya;  nyanyian yang bermuatan iman, yang membuat musuh menjadi gemetar dan takut;  nyanyian pengagungan bagi Tuhan, yang menggerakkan hatiNya untuk bertindak.  Perhatikan nyanyian Debora ini:  "Dengarlah, ya raja-raja!  Pasanglah telingamu, ya pemuka-pemuka!  Kalau aku, aku mau bernyanyi bagi Tuhan, bermazmur bagi Tuhan, Allah Israel!  Demikianlah akan binasa segala musuh-Mu, ya Tuhan!  Tetapi orang yang mengasihi-Nya bagaikan matahari terbit dalam kemegahannya."  (Hakim-Hakim 5:3, 31).  Debora sangat percaya akan kuasa Tuhan!  Ia yakin jika Tuhan ada di pihak bangsa Israel tak ada bangsa mana pun yang sanggup melawannya.  Nyanyian kemenangan seperti inilah yang dapat menghasilkan mujizat, sebab Tuhan hadir di setiap pujian umatNya seperti tertulis:  "Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel."  (Mazmur 22:4).  Bila Tuhan sendiri yang bertakhta di atas puji-pujian kita bisa dipastikan kemenangan, pemulihan, kesembuhan dan berkat-berkatNya dinyatakan atas kita.

     Apa yang Saudara alami saat ini?  Apakah hari-hari Saudara dipenuhi kekuatiran, ketakutan, kekecewaan, kekalahan dan sebagainya?  Mulai hari ini mari belajar memuji-muji Tuhan!  Jangan diam dan merenungi nasib saja!

Nyanyikan nyanyian kemenangan Tuhan setiap waktu, hidup Saudara pasti diubahkan!

Wednesday, May 18, 2011

PERINTAH TUHAN: Kasihilah Musuhmu!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2011 -

Baca:  Matius 5:43-48

"Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."  Matius 5:44

Orang yang bersikap baik kepada kita harus kita perlakukan dengan baik, sedangkan orang yang berbuat jahat dan menganiaya kita patut kita benci dan musuhi.  Inilah sikap yang dimiliki sebagian besar manusia.  Bahkan sekarang ini banyak orang yang bertindak semena-mena terhadap orang lain.  Yang kuat menekan yang lemah, yang kaya menindas yang miskin.  Hanya karena memiliki 'prinsip' berbeda seseorang dimusuhi, diserang, dianiaya, diintimidasi, bahkan dibunuh!

     Prinsip kekristenan berbeda dari prinsip dunia ini.  Firman Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi musuh kita.  Tuhan berkata,  "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?  Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?  Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada berbuat demikian?"  (ayat 46-47).  Tuhan Yesus adalah teladan yang luar biasa bagi kita.  Ia sanggup mengalahkan yang jahat dengan kebaikan;  diejek, diludahi, dimusuhi, dianiaya, bahkan sampai mati di kayu salib, Dia tidak pernah membalas perbuatan jahat mereka, tapi berdoa bagi mereka (Lukas 23:34).  Kejahatan tidak akan dapat ditaklukkan oleh kejahatan, tetapi kebaikanlah yang mampu mengalahkan kejahatan!  Mungkin kita berkata,  "Saya adalah manusia biasa, mustahil bisa mengasihi musuh."  Alkitab menambahkan:  "...haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."  (Matius 5:48).  Mustahilkah?  Tentu tidak, karena status kita adalah anak-anak Allah, mewarisi sifat dan karakterNya.  Dikatakan,  "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  (1 Yohanes 4:8).  Pastilah Allah tidak pernah memberi perintah yang mustahil untuk kita lakukan.

     Menjadi sempurna bukan tergantung pada usaha kita, tetapi tergantung pada siapakah kita, asalkan kita terus bertumbuh di dalam Dia.  Mengasihi musuh adalah bentuk dari penyangkalan diri.  Ini adalah salah satu ujian untuk membuktikan status kita sebagai anak Allah,  "...dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga,"  (Matius 5:45).

Tuhan menghendaki kita memiliki hidup yang berbeda dari dunia, untuk itulah kita dipanggil supaya hidup kita menjadi berkat, salah satunya adalah mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka!

Tuesday, May 17, 2011

GEREJA LOKAL: Tempat Bertumbuh (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2011 -

Baca:  1 Petrus 1:13-25

"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu."  1 Petrus 1:22

Berakar di sebuah gereja lokal berarti memiliki kesempatan untuk mempraktekkan kasih.  Karena itu  "...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama keapada kawan-kawan kita seiman."  (Galatia 6:10).  Kalau kita tidak pernah memiliki hubungan atau persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman dalam sebuah gereja lokal, maka ketika mengalami masa-masa sukar kita pasti akan kesulitan mendekatkan diri kepada orang lain karena kita belum pernah membangun hubungan dengan mereka sebelumnya.  Kita perlu bersekutu dengan orang lain, karena masalahnya adalah ketika kita sakit, terluka, kecewa dan lemah, siapakah yang dapat kita hubungi untuk berbagi?  Jadi kita harus memiliki hubungan di dalam sebuah gereja lokal di mana kita dapat secara fisik hadir untuk saling menopang.

     Bersekutu dengan saudara seiman akan membantu kita bertumbuh dan bergairah untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan karena ada yang mengingatkan dan menegur kita saat kita sedang lemah dan suam.  Ada tertulis:  "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  (Amsal 27:17).  Orang Kristen yang tidak pernah menjadi anggota aktif di dalam jemaat lokal dan hanya menjadi penonton di setiap minggu, serta tidak aada hubungan yang terbangun dengan orang lain tidak akan bertumbuh.  Mungkin kita memperoleh pengetahuan banyak tentang firman Tuhan, namun karakter dan kehidupan rohani kita tidak berkembang sebab untuk bertumbuh kita membutuhkan hubungan dengan saudara yang lain; dan Tuhan memakai orang lain untuk membentuk dan mendewasakan kita.

     Kala kita bergabung dengan gereja lokal Tuhan akan menaruh suatu kerinduan di dalam hati kita untuk memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.  Di situ pula kita berkesempatan untuk mengembangkan karunia rohani yang telah Tuhan taruh dalam diri kita.  Tuhan memakai karunia-karunia itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jemaat lokal di mana kita menjadi bagiannya.  Mari camkan ini:  setiap orang dibutuhkan di setiap gereja.

Mari terlibat di gereja lokal;  apa pun bentuk peranan kita, lakukan itu dengan segenap hati dan setia seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia;  ada upah yang Tuhan sediakan bagi kita  (baca Kolose 3:23-24).

Monday, May 16, 2011

GEREJA LOKAL: Tempat Bertumbuh (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2011 -

Baca:  Ibrani 10:19-25

"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik."  Ibrani 10:24

Dari ayat nas yang kita baca ada dua kata penting yaitu memperhatikan dan mendorong.  Kata memperhatikan memiliki arti:  menemukan dan melihat satu sama lain.  Sedangkan kata mendorong dalam bahasa Yunaninya 'paroxusmos', yang artinya:  membangkitkan atau membuat tajam.  Dua hal inilah yang diperlukan dalam pertumbuhan iman setiap orang percaya:  saling memperhatikan dan saling mendorong.

     Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang kelihatannya rajin beribadah ke gereja tapi mereka tidak mengalami pertumbuhan ke arah yang benar.  Mengapa?  Karena mereka selalu berpindah-pindah gereja, tidak berakar atau menjadi anggota di suatu gereja lokal.  Minggu ini beribadah di gereja A karena kebetulan ada hamba Tuhan besar yang sedang berkotbah di situ;  minggu berikutnya beribadah ke gereja B yang lokasinya di kawasan pusat perbelanjaan, dengan harapan sambil menyelam minum air, beribadah sekaligus shopping.  Di kesempatan lainnya ikut kebaktian di gereja C dan seterusnya.  Bahkan ada juga orang Kristen yang sudah cukup beribadah menyaksikan siaran televisi saja di rumah.  Apakah mungkin orang-orang yang demikian memiliki persekutuan yang intens dengan saudara seiman lainnya?  Mereka datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, pulang, tidak peduli orang lain;  fokusnya diri sendiri.

     Begitu pentingkah kita berakar di dalam sebuah gereja lokal?  Misalkan kita memiliki tanaman jeruk, tapi kita selalu menarik akarnya setiap minggu dan memindahkannya, maka sampai kapan pun tanaman jeruk itu tidak akan bertumbuh, apalagi berbuah.  Tanaman jeruk itu akan bertumbuh dengan baik dan pada saatnya akan menghasilkan buah apabila ditanam secara permanen dan dibiarkan berakar pada satu tempat.  Begitu pula orang percaya yang selalu berpindah-pindah gereja dan tidak mengakar di suatu gereja lokal.  Ketika kita bergabung dengan gereja lokal kita memiliki kesempatan untuk bersekutu dan membangun persahabatan dengan sesama anggota tubuh Kristus.  Jika tubuh Kristus hanya terdiri dari orang-orang yang berpusat pada diri sendiri, maka kekristenan tidak akan pernah menjangkau dunia!  Tuhan Yesus berkata,  "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma."  (Matius 10:8b).  Kebenaran firman yang sudah kita dapatkan harus kita praktekkan dengan saudara seiman.  (Bersambung)

Sunday, May 15, 2011

MENUAI DARI PERKATAAN SENDIRI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2011 -

Baca:  Bilangan 14:1-38

"Adapun orang-orang telah disuruh Musa untuk mengintai negeri itu, yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar busuk tentang negeri itu, orang-orang mati, kena tulah di hadapan Tuhan."  Bilangan 14:36-37

Ada hukum perang dalam Alkitab (dan mungkin juga dalam hukum dunia saat ini) yang melarang seorang tentara yang penakut untuk turut pergi berperang karena pikiran negatif mereka akan berdampak buruk bagi rekan-rekannya.  Seperti tertulis:  "...para pengatur pasukan itu harus berbicara kepada tentara demikian:  Siapa takut dan lemah hati?  Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya jangan tawar seperti hatinya."  (Ulangan 20:8).

     Pikiran negatif itu menular!  Orang-orang yang berpikiran negatif tidak akan pernah menang dalam peperangan.  Ini yang terjadi atas sebagian besar bangsa Israel, yang karena takut maka mereka munuai dari ketakutannya sendiri, yaitu gagal memasuki Kanaan;  "...yang sudah pulang dan menyebabkan segenap umat itu bersungut-sungut kepada Musa dengan menyampaikan kabar buruk tentang negeri itu, orang-orang itu mati, kena tulah di hadapan Tuhan."  Sedangkan Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune menuai dari perkataan imannya, keduanya menikmati Kanaan.  Kanaan adalah  "...suatu negeri yang melimpah-limpah susu dan madunya,"  (Keluaran 3:8).  Susu dan madu berbicara tentang berkat atau semua hal yang baik yang Tuhan sediakan bagi umatNya.  Seharusnya bangsa Israel menatap negeri itu dengan penuh iman.  Bukankah mereka telah melewati pengalaman yang luar biasa bersama dengan Tuhan?  Mereka diluputkan dari sepuluh tulah:  air menjadi darah, katak, nyamuk, lalat pikat, penyakit sampar pada ternak, barah, hujan es, belalang, gelap gulita dan juga kematian anak sulung orang Mesir.  Namun mereka mudahnya lupa dengan apa yang telah diperbuat Tuhan bagi mereka.  Ketika menghadapi raksasa-raksasa baru mereka kembali hidup dalam ketakutan sehingga pada saatnya mereka pun harus menuai hasil dari perkataan sendri.

     Perkataan itu seperti benih, yang ketika kita tanam akan bertumbuh dan menghasilkan tuaian.  Apa saja yang sering Saudara perkatakan?  Janganlah selalu memperkatakan hal-hal yang negatif, karena Yesus Kristus telah membebaskan kita dari kutuk dosa dengan darahNya!

Kemenangan dan berkat adalah milik kita, karena itu selaraskan perkataan kita dengan firman Tuhan!

Saturday, May 14, 2011

MENUAI DARI PERKATAAN SENDIRI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2011 -

Baca:  Bilangan 13:17-33

"Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana."  Bilangan 13:28

Sudah sering kita diingatkan tentang dampak dari ucapan atau perkataan terhadap kehidupan kita orang percaya.  Perkataan kita akan menentukan apakah kita diberkati atau malah terpuruk;  perkataan kita bisa mengangkat atau bahkan menjatuhkan kita sendiri.

     Mari kita perhatikan pengalaman bangsa Israel ini.  Dua belas orang pengintai dikirim Musa untuk memantau keadaan Kanaan, tanah Perjanjian.  Sepulang dari tugas pengintaiannya, sepuluh orang memberikan kesaksian yang intinya sangat pesimis dan merasa tidak mungkin bisa masuk ke negeri itu.  Mereka berkata,  "Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (ayat 33).  Namun, dua orang lainnya yaitu Kaleb dan Yosua memberi kesaksian yang berbeda.  Keduanya memperkatakan hal-hal positif yang membangkitkan iman bangsa Israel, "Tidak!  Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"  (Bilangan 13:30), dan mereka menambahkan,  "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya.  Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yangberlimpah-limpah susu dan madunya.  Hanya, janganlah memberontak kepada Tuhan, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis.  Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita;  janganlah takut kepada mereka."  (Bilangan 14:7-9).

     Cara kita memandang diri sendiri akan membentuk kita.  "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7a).  Sepuluh orang pengintai itu memandang dirinya seperti belalang.  Akibatnya mereka mengalami ketakutan dan hal itu berdampak buruk terhadap bangsa Israel.  Alkitab menegaskan, "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7b).  Berhati-hatilah, karena setiap orang yang akan menuai hasil dari benih perkataan yang dilepaskan melalui mulutnya.  Kita akan menjadi tawanan perkataan kita sendiri.  Itulah sebabnya Iblis selalu menaburkan hal-hal negatif dalam diri manusia sehingga ketika mereka sering menggemakan hal-hal negatif itu, itulah yang akan terjadi.  (Bersambung)

Friday, May 13, 2011

TUHAN MEMELIHARA HIDUP KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2011 -

Baca:  Roma 8:31-39

"Ia (Allah), yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?"  Roma 8:32

Ayat nas di atas menjadi suatu bukti betapa Allah mengasihi kita.  Jika PuteraNya yang tunggal rela Dia berikan bagi kita, apalagi hal-hal lain yang menjadi kebutuhan kita pasti disediakanNya.  FirmanNya menasihatkan,  "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."  (1 Petrus 5:7).  Tuhan menghendaki agar kita tidak kuatir karena Dia yang akan memelihara hidup kita.  Pemeliharaan Tuhan atas bangsa Israel di sepanjang perjalanan keluar dari Mesir, saat di padang gurun hingga mencapai tanah Kanaan adalah bukti nyata.  Daud juga merasakan dan mengalami pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya dan inilah ungkapannya:  "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.  Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;"  (Mazmur 23:1-2).

     Selama pelayananNya di bumi Yesus senantiasa menyatakan kasih dan kepedulianNya terhadap semua orang.  Mujizat demi mujizat Ia nyatakan:  yang sakit disembuhkan, buta dicelikkan.  Ia juga meyakinkan kita,  "Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.  Jadi kita demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?  Sebab itu janganlah kamu kuatir..."  (Matius 6:29-31a).  Tuhan tahu persis apa yang kita perlukan dan Dia sumber segala kebutuhan kita.  Percayalah!  Ia tidak kekurangan jalan dan memiliki cara ajaib untuk mencukupi segala kebutuhan kita.

     Roma 5:8 mengatakan,  "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdoas."  Ayat ini menegaskan betapa dalam kasih Allah kepada kita, anak-anakNya.  Walaupun terkadang kita tidak setia, Dia tetap setia dan mengasihi kita.  Kasih inilah yang menjadi dasar pemeliharaan Tuhan bagi umatNya.  Pemeliharaan Tuhan atas hidup kita itu bukan hanya sesaat atau dalam kurun waktu tertentu, tapi sampai akhir hidup kita.  Tidak pernah Ia meninggalkan perbuatan tanganNya bagi kita!

"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  Filipi 4:19

Thursday, May 12, 2011

TUHAN MENGUTAMAKAN KARAKTER

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2011 -

Baca:  Filipi 2:19-24

"Kamu tahu bahwa kesetiaannya (Timotius - Red.) telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya."  Filipi 2:22

Rasul Paulus bertemu dengan Timotius untuk pertama kalinya saat ia berada di Listra.  Timotius adalah pemuda yang memiliki reputasi yang baik di daerahnya.  Ia memiliki latar belakang keluarga yang takut akan Tuhan.  "ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani."  (Kisah 16:1b).  Tidak hanya itu, neneknya (Lois) juga seorang percaya.  Adalah sangat tepat jika Paulus memilih Timotius untuk menjadi partner dalam pelayanannya.  Dan sudah terbukti, Timotius begitu setia menjalanankan tugasnya sebagai seorang pelayan Tuhan.

     Karena ketekunan dan kesetiaannya mengerjakan tugas yang dipercayakan, Timotius beroleh promosi dari Tuhan dan ia dipercaya sebagai pemberita Injil serta menggembalakan jemaat di Efesus.  Sungguh benar,  "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim:  direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."  (Mazmur 75:7-8).  Perhatikan pernyataan Paulus tentang Timotius:  "...aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas,..."  (2 Timotius 1:5).  Hal ini menunjukkan bahwa Timotius memiliki iman yang tulus, tidak ada kepura-puraan atau keterpaksaan.  Paulus juga menambahkan,  "...tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu;  sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus.  Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya."  (Filipi 2:20-22).

     Timotius memiliki karakter yang tidak perlu disangsikan lagi:  setia, suci, tulus ikhlas, berhati hamba, peduli akan orang lain dan sangat terbeban terhadap pekerjaan Tuhan.  Karakter seperti Timotius inilah yang Tuhan cari!  Banyak orang Kristen yang berlomba-lomba mengejar kuasa dan mujizat, tapi hal karakter mereka abaikan.  Mengejar urapan, kuasa dan mujizat itu tidak salah, tapi semuanya menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan karakter yang bekenan kepada Tuhan:  masih menyimpan dendam, sakit hati, kepahitan.  Tuhan mau kita memiliki hati yang tulus dan suci.

Apa pun pelayanan kita jika tidak disertai karakter yang berkenan, semuanya sia-sia!

Wednesday, May 11, 2011

KEMALASAN MENGHALANGI BERKAT TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2011 -

Baca:  Yosua 18:1-10

"Sebab itu berkatalah Yosua kepada orang Israel:  'Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?' "  Yosua 18:3

Dari ayat firman Tuhan yang kita baca dinyatakan bahwa masih ada tujuh suku di antara orang Israel yang belum mendapatkan bagian milik pusaka atau warisan (ayat 2), padahal Tuhan telah memberikan Kanaan secara penuh keapda bangsa Israel.  Mengapa hal ini bisa terjadi?  Yosua dengan tegas menegur mereka,  "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan keapdamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu?"  Ternyata yang menjadi penyebab utama mengapa mereka (tujuh suku Israel) belum mendapatkan bagian warisan adalah karena kemalasan mereka sendiri.  Sementara, suku-suku lain sudah mendapatkan bagian warisan.  Berarti ada suku-suku Israel yang rajin, tekun dan setia, namun ada pula suku yang bermalas-malasan.

     Berbicara tentang rasa malas, hampir semua orang pernah mengalaminya, bahkan sifat malas ini sudah menyerang kehidupan orang-orang percaya.  Banyak bangku di gereja yang kosong karena jemaat mulai malas beribadah.  Bagaimana kita bisa menikmati Kanaan (janji Tuhan) sepenuhnya bila kita masih memelihara kemalasan dalam hidup ini?  Tidak ada kamusnya orang yang malas akan menikmati hasil panen.  Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya adalah orang-orang yang rajin dan tekun, bukan pemalas.

     Banyak ayat dalam Alkitab yang memperingatkan agar kita keluar dari zona nyaman ini.  Tertulis:  "Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa."  (Amsal 12:24);  "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah."  (Pengkotbah 10:18).  Mungkin kita bertanya dalam hati,  "Mengapa dia lebih diberkati?  Mengapa dia dipakai Tuhan secara luar biasa, sedangkan aku tidak?"  Banyak orang Kristen yang telah mendapatkan Kanaan (menikmati berkat Tuhan) karena mereka mau bayar harga, tetapi tidak sedikit dari kita yang tidak mendapatkan bagian apa-apa karena kita sendiri yang malas:  malas bersaat teduh, malas baca Alkitab, malas melayani Tuhan.  'Kanaan' berbicara tentang janji-janji Tuhan atau berkat yang disediakan Tuhan bagi anak-anakNya, dan untuk meraih semua itu kita harus bertindak dengan iman dan berusaha untuk merebutnya.

Kalau kita tetap malas, sampai kapan pun 'Kanaan' akan menjauh dari hidup kita.

Tuesday, May 10, 2011

JADILAH ORANG KRISTEN YANG SETIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 12

"Tolonglah kiranya, Tuhan, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia."  Mazmur 12:2

Salah satu karakter yang tidak mudah ditemukan dalam diri manusia adalah kesetiaannya.  Jarang sekali orang mau setia ketika apa yang diharapkan tidak seperti kenyataan.  Orang mau setia apabila ada upah!  Inilah kenyataan hidup.  Begitu juga dalam pengiringan kita kepada Tuhan, seringkali kita tidak setia.  Hati kita mudah berubah.  Tidak sedikit yang awal mulanya begitu setia melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, kesetiaan itu mulai luntur.  Terbentur masalah, kita tidak lagi setia melayani Tuhan.  Sepertinya kesetiaan kita keapda Tuhan tergantung 'cuaca'.  Ketika hati lagi mendung kita tidak lagi bersemangat;  di kala hati lagi cerah kita menggebu-gebu untuk Tuhan.  Namun haruslah kita ingat bahwa untuk meraih segala sesuatu (mimpi, cita-cita dan juga harapan) dibutuhkan kesetiaan.  Segala sesuatu yang kita kerjakan pasti akan membuahkan hasil secara maksimal apabila kita melakukannya dengan setia.

     Firman Tuhan dipenuhi dengan janji-janji Tuhan dan janji itu Ia sediakan bagi umatNya.  Ada pun janji Tuhan itu bukan sekedar untuk meninabobokkan kita atau menghibur kita, tapi perlu upaya kita agar dapat dibuktikan dalam kehidupan kita.  Tuhan tidak ingin kita hanya diam atau doing nothing sambil menunggu janji Tuhan itu turun dari langit.  Tuhan menghendaki adanya tindakan, yaitu kita mau melangkah dengan iman dan untuk meraih janji itu.  Memang untuk mencapai perkara-perkara besar tidak gampang, perlu usaha dan kerja keras.  Bagi Tuhan tidaklah sulit untuk memulihkan dan memberkati kita, tapi yang ingin Dia lihat adalah sejauh mana kesetiaan kita kepadaNya.  Salomo menulis:  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22a).

     Dalam segala keadaan mari tetap setia.  Kalau kita setia kepada Tuhan kita akan dipercaya oleh Tuhan walaupun harus diawali dari perkara-perkara kecil terlebih dahulu.  Tuhan akan menilai seberapa setia kita mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang ada.  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10a).  Dan kalau kita setia dalam perkara kecil, Tuhan "...akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar."  (Matius 25:23a).  Kesetiaan juga tidak dapat dipisahkan dari ketekunan dan kesabaran.  Tanpa kesetiaan mustahil bagi kita untuk meraih janji-janji Tuhan!

Setialah mulai dari sekarang!

Monday, May 9, 2011

SAMUEL: Makin Dewasa Rohani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2011 -

Baca:  1 Samuel 2:18-26

"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia."  1 Samuel 2:26

Ketika seseorang merayakan hari ulang tahun, orang-orang terdekatnya pasti memberikan ucapan selamat, baik itu melalui kartu ucapan, sms atau memberikan ucapan selamat langsung:  "Selamat ulang tahun ya, semoga semakin dewasa, semakin sukses dan semakin diberkati Tuhan."  Kira-kira itulah ucapannya.  Dengan bertambahnya usia seseorang diharapkan semakin dewasa pula ia.  Dan semua orang pasti berharap hidupnya mengalami peningkatan demi peningkatan dalam segala hal:  hidup makin diberkati, karir makin naik, pelayanan makin maju dan makin dipakai Tuhan, serta makin dewasa secara rohani.

     Sesungguhnya inilah rencana Tuhan bagi kehidupan orang percaya:  "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,"  (Ulangan 28:13).  Hidup Samuel mengalami peningkatan demi peningkatan.  Dikatakan:  "Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia."  Samuel mengalami pertumbuhan iman yang luar biasa dan makin dewasa rohani.  Kedewasaan rohani seseorang seharusnya adalah kedewasaan penuh, artinya ia dewasa di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia.  Ada pun kedewasaan seseorang tidak tergantung pada usia atau berapa tahun dia menjadi Kristen.  Mungkin saja seseorang dewasa secara umur, tapi belum tentu ia dewasa secara rohani.

     Kedewasaan rohani seseorang berbicara tentang karakter dan buah-buah Roh yang dihasilkan dalam hidupnya.  Orang yang dewasa rohani memahami kehendak dan rencana Tuhan dalam hidupnya, serta menyadari bahwa jalan-jalan Tuhan bukanlah jalannya, waktu Tuhan bukanlah waktunya.  Oleh karena itu ia percaya bahwa Tuhan  "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  (Pengkotbah 3:11), sehingga ia pun mampu memandang segala sesuatu dari sudut pandang Tuhan, bukan dari sudut pandang manusia.  Dampaknya:  selalu ada ucapan syukur, tidak mudah mengomel dan mengeluh meski harus melewati berbagai persoalan, karena dia tahu bahwa Tuhan memegang kendali seluruh hidupnya.

Ketika seseorang berada dalam tahap dewasa rohani, ia layak menerima janji-janji Tuhan dalam hidupnya!

Sunday, May 8, 2011

APA YANG KITA LIHAT: Mempengaruhi Hati dan Kehidupan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 123

"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga."  Mazmur 123:1

Jika kita senantiasa melatih mata kita untuk melihat dan memandang Tuhan dengan segala kebaikan dan kemahasanggupanNya kita pasti kuat dan mampu bertahan di tengah penderitaan atau kesukaran yang ada.  Karenanya mari kita gunakan mata kita dengan bijak untuk melihat hal-hal baik yang telah Tuhan kerjakan, yang membangun iman dan membangkitkan semangat.

     Elisa berdoa untuk bujangnya itu,  " 'Ya Tuhan:  Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.'  Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat.  Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa."  (2 Raja-Raja 6:17).  Pengalaman bujang Elisa ini menunjukkan bahwa apa yang kita lihat dapat mempengaruhi dan menentukan hati kita.  Ke mana pun mata diarahkan, segala yang terlihat oleh mata itulah yang akan terekam dan akan terpancar kembali.

     Di zaman yang serba sulit ini banyak di antara kita mengalami keputuasaan karena mata mereka terfokus pada keadaan di sekitar yang tidak baik dan hal itulah yang membentuk pikiran kita, sehingga ketidakberdayaan dan kemustahilan yang berbicara.  Kita mulai ragu akan pertolongan dan janji-janji Tuhan.  Itulah yang disukai Iblis!  Iblis tahu kalau kita melihat hal-hal yang baik, iman kita menjadi kuat.  Karena itu Iblis ingin kita melihat hal-hal yang buruk supaya kehidupan kita makin terpuruk dan hancur.  Andai pandangan mata Yusuf hanya terarah pada masalah dan penderitaan yang dialaminya, maka mimpi yang ia terima dari Tuhan hanya tinggal mimpi dan tidak akan pernah jadi kenyataan.  Tetapi karena matanya memandang Tuhan dan janji-janjinya, Yusuf beroleh kekuatan menjalani hari-hari yang berat itu dan pada akhirnya janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya:  ia menjadi penguasa di Mesir.  Abraham melihat janji Tuhan dalam hidupnya.  " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.'  Maka firman-Nya kepadanya:  'Demikianlah banyakya nanti keturunanmu.' "  (Kejadian 15:5).  Abraham pun menantikan janji Tuhan itu dengan sabar dan "...ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya."  (Ibrani 6:15).

     Mari kita arahkan pandangan mata kita hanya kepada Tuhan saja.  Ibarat jendela dan pintu bagi hati kita, ke mana pun kita mengarahkan, mata akan membentuk hati kita dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita.

Jangan melihat masalah, lihatlah kebesaran dan kuasaNya dengan mata rohani kita!

Saturday, May 7, 2011

APA YANG KITA LIHAT: Mempengaruhi Hati dan Kehidupan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 119:17-24

"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu."  Mazmur 119:18

Mata adalah bagian dari tubuh kita yang sangat berharga.  Dengan mata, kita bisa melihat bunga-bunga yang merekah di taman, dedaunan yang berwarna hijau, ranumnya warna buah jambu di pohon.  Dengan mata, kita tinggal di kota-kota besar dapat melihat gedung-gedung pencakar langit, mal yang kian menjamur dan sebagainya.  Dengan mata, kita pun tahu bahwa hari ini matahari bersinar dengan teriknya, atau langit sedang berawan dan tampak kelabu pertanda akan segera turun hujan.  Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mata bagi kehidupan manusia.  Oleh karena itu kita harus benar-benar menjaga dan memelihara mata ini dengan baik.

     Tuhan juga menyatakan melalui firmanNya,  "Mata adalah pelita tubuh.  Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;  jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.  Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu."  (Matius 6:22-23).  Kita bisa melihat hal yang baik dan yang tidak baik melalui mata, karena itu kita harus menjaga fungsi mata kita dengan segala kewaspadaan, sebab segala sesuatu yang kita lihat melalui mata kita akan sangat mempengaruhi seluruh kehidupan kita.  Bila yang kita lihat adalah perkara-perkara yang baik, maka kita akan mendapatkan hal-hal yang baik dalam kehidupan ini.  Sebaliknya apabila yang kita lihat adalah hal-hal yang tidak baik, maka kita pun akan menuai yang tidak baik.  Oleh karena itu Daud berdoa kepada Tuhan,  "Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu."

     Seringkali iman kita menjadi lemah ketika melihat keadaan di sekitar kita yang melemahkan.  Masalah datang silih berganti, sakit-peyakit yang tidak kunjung sembuh, keuangan keluarga yang minus, melihat toko sepi atau anak-anak memberontak dan sebagainya membuat iman kita langsung drop, kita mengalami ketakutan dan kekuatiran.  Ini pula yang dialami oleh Gehazi (abdi Elisa).  Ketika bangun pagi ia melihat suatu tentara dengan kuda dan kereta sedang mengepung kota, serunya,  " 'Celaka tuanku!  Apakah yang akan kita perbuat?'  Jawabnya (Elisa):  'Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.' "  (2 Raja-Raja 6:15b-16).  Abdi Elisa itu tidak lagi mampu melihat kebaikan Tuhan dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib karena dikalahkan keadaan sekitar yang terlihat secara kasat mata.  Akibatnya ketakutan dan kekuatiran menguasai hatinya.  (Bersambung).

Friday, May 6, 2011

TETAP BERKOMITMEN APA PUN KEADAANNYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2011 -

Baca:  Roma 12:9-21

"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  Roma 12:11

Di hari-hari ini banyak orang percaya yang mengalami kesuaman terhadap perkara-perkara rohani.  Salah satu contohnya adalah dalam hal pelayanan atau melayani pekerjaan Tuhan.  Awal-awalnya kita begitu antusias dan menggebu-gebu melayani Tuhan, lambat laun semangat itu luntur dan kerajinan kita pun mulai kendor.  Banyak hal yang menjadi penyebabnya, di antaranya:  kecewa dengan hamba Tuhan atau rekan sepelayanan, merasa kurang dihargai, rasa malas, capai ada masalah berat atau kita mulai disibukkan dengan pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas luar lainnya.

     Ayat nas di atas kembali mengingatkan agar kita tetap memiliki semangat untuk melayani Tuhan dan juga sesama.  Berhati-hatilah!  Jika kita tetap tenggelam dalam kemalasan dan kesuaman, pada saatnya kita akan benasib seperti jemaat di Laodikia:  "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku (Tuhan) akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."  (Wahyu 3:16).  Oleh karena itu,  "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!  Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58).  Kata teguh berarti setia, dan di dalamnya terkandung suatu komitmen yang tinggi.  Dalam hal komitmen, Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita.  Ketika Yesus diutus ke dalam dunia ini Ia dengan penuh komitmen menjalankan kehendak Bapa meski harus melewati penderitaan, aniaya, caci-maki, penolakan, bahkan kematian di atas kayu salib.  KomitmenNya tidak pernah goyah oleh keadaan apa pun.  Dia pun mau mengampuni orang-orang yang telah menganiayaNya.  Yesus berkata,  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).

     Bagaimana kita?  Janganlah goyah saat kita menghadapi berbagai pencobaan yang ada.  Kalau kita menyerah kalah pada keadaan, Iblis akan bersorak sorai mentertawakan kita.  Ketahuilah:  tidak ada kemuliaan tanpa salib, tidak ada kemenangan tanpa perjuangan.  Mari kita menjaga komitmen untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.

Semakin kita setia melayani Tuhan, semakin kita dipercaya olehNya untuk melakukan perkara-perkara besar, walaupun kita harus mengawalinya dari perkara-perkara kecil!

Thursday, May 5, 2011

MELANGKAH DI JALAN YANG BENAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2011 -

Baca:  Matius 7:12-14

"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."  Matius 7:14

Perjalanan hidup ini penuh dengan liku-liku.  Ada jalan yang terjal, curam, mendaki dan kadang penuh dengan onak duri. Meski demikian kita tidak boleh menyerah atau berhenti di tengah jalan sebelum tujuan tercapai.  Untuk mencapai keberhasilan itu ada jalan yang yang harus ditempuh.  Tentunya kita tidak boleh asal melangkah;  kita harus membuat pilihan yang benar serta melangkah di jalan yang benar pula.  Ketika kita hendak mendaki ke puncak gunung, jalan yang harus kita lewati pasti terasa berat dan melelahkan, namun tatkala kita mencapai puncak gunung itu terbayarlah semua kepenatan yang kita rasakan, kita dapat menikmati hamparan yang hijau dengan pemandangan nan indah dan luas dari atas.

     Saat ini banyak orang sedang mencari-cari jalan demi mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.  Tidak sedikit orang yang salah memilih jalan pada akhirnya mengalami kehancuran.  Ingin cepat kaya dan berhasil, mereka pun menempuh jalan yang sesat:  pergi ke dukun, paranormal dan sebagainya.  Inilah jalan pintas, jalan yang kelihatannya mudah tapi ujungnya menuju maut.  Benar kata Salomo:  "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."  (Amsal 14:12).  Ada jalan yang menuju kepada kehidupan yang berkemenangan dan diberkati tapi tidak semua orang mau menempuhnya, karena jalan itu sesak dan sempit seperti tertulis:  "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;"  (Matius 7:13).  Pintu yang sesak adalah jalan menuju keselamatan kekal, dan pintu itu adalah Yesus sebagaimana yang dikatakanNya,  "Akulah pintu;  barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput."  (Yohanes 10:9). 

     Jadi, jalan utama yang harus kita tempuh sebagai dasar hidup kita adalah beriman kepada Tuhan Yesus.  PengorbananNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Dia mengasihi kita.  Bila kita sudah ada di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, karena itu jangan kembali kepada kehidupan yang lama.  Dosa harus kita tinggalkan, dan itu harus kita wujudkan dalam perbuatan nyata setiap hari sebab perbuatan kita adalah refleksi iman kita.  Iman akan tampak apabila ada perbuatan. 

Percaya kepada Kristus adalah jalan kepada kehidupan yang diberkati!

Wednesday, May 4, 2011

TAKUT AKAN TUHAN: Hormat dan Bangga akan Dia (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2011 -

Baca:  Mazmur 145

"Ia (Tuhan) melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka."  Mazmur 145:19

Takut akan Tuhan mengandung unsur bangga.  Jika di dalam hati kita memiliki rasa bangga kepada Tuhan tentunya kita akan suka bersaksi dan menceritakan kebaikan-kebaikanNya kepada orang lain.  Namun banyak di antara kita yang malu bersaksi tentang Yesus, malu menceritakan kebaikan-kebaikan Tuhan dalam hidup kita.  Ingat, kalau kita malu karena nama Yesus, Ia pun akan malu mengakui kita di hadapan Bapa (baca Markus 8:38).  Sebaliknya kalau menceritakan kejelekan orang lain atau bergosip, tanpa harus dikomando, kita sudah tidak tahan untuk tidak berbicara mulai dari A sampai Z.  Perhatikan apa yang dikatakan Daud:  "Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;"  (Mazmur 9:2).  Rasa bangga yang dimiliki seseorang kepada Tuhan akan tercermin dari sikap dan perbuatannya:  selalu semangat dan antusias terhadap perkara-perkara rohani.

     Bila rasa hormat dan bangga ada pada kita, kita akan beribadah kepada Tuhan dengan tulus ikhlas dan setia.  Beribadah bukan hanya sebatas kita hadir di gereja atau di persekutuan-persekutuan doa, tapi juga di segala aspek kehidupan kita dan harus merupakan bagian dari ibadah kita kepada Tuhan.  Paulus berkata,  "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).  Saat berada di tengah masyarakat atau lingkungan, kantor, sekolah dan sebagainya, hendaknya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi mereka.  Alkitab mengatakan,  "...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapa-mu yang di sorga."  (Matius 5:16).  Jadi seluruh kehidupan kita seharusnya adalah sikap sedang melayani Tuhan dan sedang beribadah kepadaNya.  Mari gunakan waktu dan kesempatan yang ada saat ini untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan.

     Rasul Paulus senantiasa semangat melayani Tuhan meski harus menghadapi aniaya dan penderitaan, bahkan bisa berkata, "Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini.  Karena itu kami tidak tawar hati.  Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus."  (2 Korintus 4:1,5).

Orang Kristen yang takut Tuhan pasti melakukan yang terbaik bagiNya dalam segala hal!