Wednesday, August 19, 2009
Tuhan Senantiasa Bersama Kita
Baca: Mazmur 139:1-12
"maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang." Mazmur 139:12
Bukan dari kata orang Daud mengenai kebesaran dan keperkasaan Allah Israel, tetapi dia mengalaminya sendiri. Pembelaan dan penyertaanNya begitu nyata di sepanjang perjalanan hidup Daud. Melewati masa-masa sukar, jalan-jalan yang gelap, bahkan di lembah kekelaman sekali pun Dia tak pernah melepaskan genggaman tanganNya untuk menuntun dan menopang Daud sehingga ia berkata, "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya." (ayat 6). Sungguh tak terukur betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Allah kepada Daud.
Di Perjanjian Baru Allah menghamparkan jalan di depan kita agar kita dapat masuk dalam rencanaNya bersama Kristus. Namun untuk mencapai tujuan kita bersama Kristus kita harus tunduk dan mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada tuntunanNya langkah demi langkah setiap hari. Dalam mengikuti pimpinan Tuhan masa depan tak selalu tampak cerah, terkadang mendung menyelimuti perjalanan kita dan rencanaNya bagi kita tak akan membuat malam itu terang. Upah dari Kerjaan Allah tidak selalu diberikan keesokan hari, tetapi upah itu pasti datang! "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Ketaatan kepada Tuhan dan firmanNya selalu akan mendatangkan upah. Namun taat berjalan dengan Tuhan sering kita harus melalui lorong-long yang belum kita kenal dan sangat asing bagi kita, eteapi tidak bagi Tuhan, sebab "Ia tahu jalan hidupku;", kata Ayub (Ayub 23:10a), dan kegelapan sepekat apa pun tidak menggelapkan Tuhan!
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok, tapi Dia tahu benar! Dia mempunyai suatu rencana yang indah bagi kita sehingga Dia tahu bagaimanan mengatur langkah dan memimpin langkah kita agar rencanaNya terpenuhi. Jadi kita tidak menghadapi masa depan itu sendirian, melainkan bersama Yesus, Gembala yang baik, yang ada di sisi kita dan selalu menuntun kita.
Jangan takut dan tawar hari hadapi esok karena Tuhan ada di pihak kita!
Friday, August 14, 2009
Bisakah Kita Menguasai Diri?
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Dahulu kala kota-kota selalu dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Tembok tersebut berfungsi sebagai benteng perlindungan yang kuat terhadap serangan musuh. Apabila tembok tersebut runtuh musuh dapat dengan mudahnya memasuki kota itu dan mendudukinya. Begitu juga orang yang kehilangan penguasaan diri akan menjadi sasaran empuk Iblis. Kehidupannya akan mudah tergoncang dan tidak pernah merasa aman, karena ia telah ditawan dan diperdaya oleh Iblis, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8b).
Penguasaan diri dalam segala hal sangat penting bagi anak-anak Tuhan. Orang yang memiliki penguasaan diri mampu mengendalikan diri, menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan dapat mendisiplinkan diri sendiri. Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang memiliki penguasaan diri. Daud dapat menguasai diri sehingga engga membunuh Saul meskipun ia memiliki kesempatan balas dengan terhadap kejahatan yang dilakukan Sauld terhadapnya. Saat melihat Saul berada di dalam gua, "...berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: 'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.' " (1 Samuel 24:6-7). Yusuf, pemuda yang takut akan Tuhan, digoda dan dibujuk oleh istri Potifar, "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (Kejadian 39:12). Yusuf dapat menguasai dirinya dari perangkap istri tuannya itu dan menjaga kekudusan dengan tidak mencemarkan diri. Itulah sebabnya kehidupan Yusuf semakin berkenan di hadapan Tuhan.
Penguasaan diri tidak datang dengan sendirinya namun melalui suatu proses yaitu tunduk pada pimpinan Roh Kudus; tanpaNya mustahil kita dapat menguasai diri terhadap musuh.
Tinggal dalam fimanNya dan mengijinkan Roh Kudus bekerja adalah kunci untuk memiliki penguasaan diri!
Wednesday, August 5, 2009
Mefiboset: Yang Dipulihkan
Baca: 2 Samuel 9:1-13
"Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." 2 Samuel 9:7
Ketika Daud menjadi raja Israel menggantikan Saul, ia teringat keluarga Yonatan, sahabatnya, dan juga perjanjian dengannya semasa ia masih hidup seperti dikatakan Yonatan kala itu, "Jika aku masih hidup, bukankah engkau akan menunjukkan kepadaku kasih setia TUHAN? Tetapi jika aku sudah mati, janganlah engkau memutuskan kasih setiamu terhadap keturunanku sampai selamanya." (1 Samuel 20:14-15a). Itulah sebabnya ketika orang mengabarkan bahwa Mefiboset, salah satu keluarga Saul, masih hidup segera Daud mengundangnya ke istana. Setelah bertemu Daud "...sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?' " (ayat 8 dari 2 Samuel 9). Mefiboset merasa tidak layak datang kepada Daud, bahkan ia manyamakan dirinya seperti anjing mati yang tidak berguna; ia sudah kehilangan jati dirinya karena sekian lama telah terbuang.
Apa yang dilakukan Daud terhadapnya seperti mimpi yang menjadi kenyataan, laksana hujan yang menghapus kegersangan hati. Citra diri Mefiboset yang negatif berubah karena uluran tangan kasih Daud. Perhatian Daud memberikan pengharapan baru, semangat hidupnya kembali timbul karena merasa dihargai; Daud telah membuatnya merasa diterima dan memberinya rasa aman yang lama ia rindukan. Daud berkata, "Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ayat 3 dari 2 Samuel 9). Namun Daud menegaskan semuanya itu bukan karena kehebatan dan kebaikannya sendiri, melainkan karena tuntunan Tuhan semata. Ia telah terlebih dahulu mengalami pertolongan dan kebaikan Tuhan yang begitu melimpah supaya ia pun dapat menyalurkan kasih itu kepada Mefiboset.
Bila saat ini situasi kita sulit seperti Mefiboset, jangan pernah merasa hidup kita tidak berharga. Ingat, ada satu Pribadi yang sangat memperhatikan dan mengasihi kita. Di tanganNya ada pemulihan, masa depan, pengharapan pasti: Ia adalah Yesus!
PengorbananNya di kayu salib menjadi bukti Ia sangat mengasihi kita; Ialah yang sanggup menyembuhkan luka-luka batin kita.
Tuesday, August 4, 2009
Mefiboset: Yang Terluka
Baca: 2 Samuel 9:1-13
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?' " 2 Samuel 9:8
Siapakah Mefiboset? Dia adalah cucu raja Saul, putra Yonatan sahabat Daud. Masa kecil Mefiboset dihabiskan di dalam lingkungan istana: kemewahan, kemegahan dan kemakuran sudah menjadi pemandangan sehari-hari baginya. Secara materi Mefiboset tidak kekurangan suatu apa pun, bahkan lebih dan berlimpah, sehingga bisa dikatakan bahwa ia seorang anak yang beruntung dan bermasa depan cerah.
Namun suatu peristiwa telah membuyarkan semua masa depannya. Segala kemegahan dan kemuliaan yang biasa dinikmatinya sebagai keluar istana dalam waktu sekejap lenyap. Mefiboset telah kehilangan orang-orang yang dicintainya: ayahnya (Yonatan), kakeknya (raja Saul) dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka tewas di medan peperangan saat melawan orang Filistin. Ketika itu "Orang Filistin terus mengejar Saul dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul. Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya sama-sama mati pada hari itu." (2 Samuel 31:2,6).
Saat berita kematian rombongan Saul itu sampai ke istana, kekecauan dan kepanikan melanda seluruh orang di istana. Mefiboset yang pada waktu itu masih berumur lima tahun sampai-sampai terjaduh dari gendongan inang pengasuhnya. Akibatnya ia mengalami cacat permanen, kedua kakinya menjadi timpang. Ia tidak dapat lagi menikmati masa kecil dan remaja sebagaimana layaknya anak-anak normal lainnya. Mefiboset tumbuh sebagai orang yang cacat dan terluka batinnya, apalagi ia harus keluar dari istana dalam situasi pelarian. Tidak ada lagi figur seorang ayag yang bisa dibanggakan dan memberinya perlindangan. Kegagahan dan kepahlawanan Yonatan (ayahnya) kini hanyalah kenangan indah belaka. Begitu juga berita tentang kakeknya (raja Saul) yang tidak lebih dari seorang raja Israel yang gagal dan tidak berkenan kepada Tuhan. Serang lengkap sudah penderitaan batin yang harus dialami Metaboset. Perasaan malu dan tidak berharga terus menghantui pikirannya. Masa lalu yang kelam kini menghalangi langkahnya untuk menatap hari esok. Sepertinya masa depan dan harapannya pun sudah sirna (Berlanjut)
Thursday, July 30, 2009
Masalah Hati
Baca: Amsal 27:1-20
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Amsal 27:19
Adalah tidak mudah ketika seseorang ingin mengevaluasi diri sendiri karena menyangkut kejujuran, yang merupakan unsur utama dalam melakukan evaluasi. Kendala terbesar yang menjadi penghalang ketika seseorang melakukan evaluasi diri adalah adanya keakuan yang besar, kesombongan diri, kemunafikan atau keengganan untuk berubah. Tidak banyak orang yang mau mengevaluasi diri tentang kondisi hatinya, karena hal ini membutuhkan kerendahan hatinya. Seringkali kita berpura-pura dan berusaha menutup-nutupi hati kita dengan berbagai upaya agar orang ain tidak tahu yang sebenarnya. Ingat! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mati, tapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mari kita belajar dari hidup Daud yang tidak pernah berhenti memohon kepada Tuhan agar Ia senantiasa menyelidiki hatinya. Seru Daud, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23).
Hati dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan karena segala tindakan kita berasal dari pikiran, termasuk di dalamnya perbuatan dosa. Apakah kita telah menggunakan pikiran kita secara efektif dan benar? Apakah kita sedang memikirkan kejelekan orang lain? Ataukah kita sedang merancang kejahatan di dalam hati kita? Sudahkah kita melakukan nasihat Paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2)? Hati kita ibarat sehelai kanvas yang akan terbentuk coraknya sesuai cat yang disapukan ke atasnya. Impian dan keinginan hati manusia ibarat catnya dan apabila kita menyapukan kuas iman dan mulai mengecat di atas kanvas hati kita, terwujudlah apa yang Tuhan nyatakan bagi kita melalui iman dan tindakan kita.
Apa yang seharusnya ada dalam pikiran kita? Baca Filipi 4:8. Bila hati kita masih dipenuhi dengan segala jenis kejahatan (baca Matius 15:19), ketakutan, kekuatiran dan juga kedegilan, datanglah segera kepada Tuhan, akuilah dengan jujur dan mohonlah agar Tuhan menyelidiki hati kita, maka Dia pasti sanggup memulihkan!
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Amsal 4:23
Sunday, July 26, 2009
Menghitung Hari Dengan Bijak
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2009 -
Baca: Mazmur 90:1-17
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Setiap hari adalah hari baru dan satu hari hanya dapat kita jalani satu kali saja. Kemudian hari tersebut berganti dengan hari berikutnya yang sama lamanya namun berbeda keadaannya. Hari yang telah kita lalui itu sudah menjadi masa lalu dan tinggal kenangan; hari ini merupakan kesempatan, sedangkan hari-hari yang akan datang menjadi suatu pengharapan bagi kita. Karena begitu berharganya waktu, Musa berdoa kepada Tuhan agar ia diberi hati yang bijaksana sehingga dapat memperhatikan hari demi hari dengan sungguh-sungguh, supaya tidak ada satu hari pun yang terlewatkan dengan percuma. Begitu juga kita yang telah dikaruniai Tuhan dengan banyak talenta, pastilah kita tidak akan merelakan waktu berlalu begitu saja sebab kita tidak tahu apakah esok kita masih punya kesempatan menyambut matahari menyingsing. Dan bagi orang Kristen, waktu adalah untuk berjaga-jaga, sebab waktu Tuhan itu adalah ketika Ia datang laksana seorang pencuri (baca Wahyu 3:3). Biasanya pencuri mengintai kelengahan seseorang, mungkin saat ia sedang tertidur pulas atau bepergian. Perihal berjaga-jaga ini juga disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:15-17). Jadi, kita harus selalu waspada dan tidak lengah sedetik pun! Kita harus bertanggung jawab menjalani hidup sepanjang waktu yang diberikan Tuhan, sebab waktu yang kita jalani ini sedang bergerak menuju kekekalan, dan hidup yang kita jalani sekarang ini memiliki dampak ke kekekalan. Pertanyaannya: apakah hari-hari yang kita jalani sekarang ini sejalan dengan kehendak Tuhan? Karena apa pun yang kita lakukan sekarang sangat menentukan status kita di hadapan Tuhan kelak. Maka dari itu "...waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah" (1 Petrus 4:2).
Saat ini adalah waktu yang tepat hidup kudus dan melakukan kehendak Tuhan!
Tuesday, July 21, 2009
Berseru-Seru Tak Kenal Lelah
Baca: Mazmur 13:1-6
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" Mazmur 13:2
Keputusasaan sempat dialami Daud, terlihat dari tulisannya dalam Mazmur 13. Ia serasa kehilangan semangat dan menyerah pada keadaan. Saat dalam kesulitan besar, Tuhan seolah-oleh membiarkan, berdiam seorang diri dan tidak bersedia memberikan pertolongan. Sepertinya doa yang diserukan siang malam sia-sia karena tidak ada jawaban.
Bukankah kita juga pernah mengalami hal seperti yang dirasakan pemamzmur ini? Kita sudah tidak punya daya lagi untuk berdoa, sementara pergumulan yang kita alami begitu berat. Kita meratap dan mengerang menahan sakit, tapi pertolongan Tuhan tidak kunjung tiba. Lalu kita berkata, "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (ayat 3). Jangan pernah berhenti untuk berdoa dan berharap kepada Tuhan. Ada kata bijak yang menyatakan: 'Usaha keras selalu membuahkan hasil yang memuaskan.' Kondisi ini juga dialami seorang janda dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak benar (baca Lukas 18:1-8). Janda itu tidak pernah putus asa meskipun sang hakim seringkali menolak perkaranya, bahkan disebutkan bahwa ia adalah "...seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun." (Lukas 18:2), tapi hal itu tidak mematahkan harapan janda ini untuk "...selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku." (ayat 3 dari Lukas 18).
Semangat itulah yang seharusnya kita miliki juga, terus berseru-seru kepada Tuhan. Mungkin sampai saat ini belum ada jawaban atas pergumulan kita; mungkin sepertinya terlalu besar masalah yang kita hadapai bahkan serasa tiada harapan lagi, tapi kita tidak perlu mengukur beban itu dengan kekuatan kita; yang harus kita lakukan adalah membuka mata rohani untuk melihat kebesaran Tuhan yang jauh melebihi apapun juga. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Waktu kita bukanlah waktu Tuhan; Dia lebih tahu mana yang terbaik buat kita, karena itu jangan menjadi lemah.
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3
Saturday, July 11, 2009
Gembala Yang Baik
Baca: Mazmur 23:1-6
"Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;" Mazmur 23:2
Setiap kali kita membaca mazmur Daud ini, setiap kali pula kita merasakan betapa besar kasih, perhatian dan kebaikan Tuhan dalam kehidupan anak-anakNya. Kita tahu, Daud sendiri sebelum menjadi raja adalah seorang gembala, sehingga melalui pengalaman pribadinya dia dapat berbicara banyak soal gembala. Daud berkata, "Tuhan adalah gembalaku," (ayat 1) yang ditujukan kepada Allah Israel. Pernyataannya ini ditegaskan kembali oleh Tuhan Yesus sendiri ketika Dia berada di bumi, "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yohanes 10:14).
Dalam mazmurnya Daud tidak berbicara tentang dirinya sebagai gembala, tetapi sebagai 'domba' yang sangat bangga, sangat memuji dan mengandalkan 'gembalanya'. Daud dengan bangganya ingin menunjukkan bahwa Tuhan itu gembalanya dan pemimpinnya. Karena pernah memiliki pengalaman sebagai seorang gembala maka Daud dapat merasakan dan memahami betapa domba-domba sangat bergantung penuh kepada gembalanya. Hidup mati domba-domba sangat bergantung penuh kepada siapa dan seperti apa gembalanya. Dalam tangan gembala tertentu (upahan), domba-domba terkadang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan makanan serta mempertahankan hidupnya dari serangan binatang buas karena gembala tersebut sama sekali tidak memperhatikan domba-dombanya (baca Yohanes 10:12-13). Sebaliknya, dalam pemeliharaan gembala yang baik domba-domba akan merasa aman dan terpuaskan karena senantiasa dijaga, dipelihara dan dituntun ke padang rumput dan juga air yang tenang. Maka Daud dapat berkata, "...takkan kekurangan aku." (ayat 1 dari Mazmur 23) karena ia berada di bawah pengawasan dan pemeliharaan seorang gembala yang baik.
Sebagai anak-anakNya kita patut bersyukur karena memiliki Gembala yang baik yaitu Yesus; Dia tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian, sehingga seperti yang dituturkan Daud, ia tidak takut akan marabahaya (baca Mazmur 23:4).
"Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;" (Yohanes 10:11b)