- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2009 -
Baca: 2 Samuel 9:1-13
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?' " 2 Samuel 9:8
Siapakah Mefiboset? Dia adalah cucu raja Saul, putra Yonatan sahabat Daud. Masa kecil Mefiboset dihabiskan di dalam lingkungan istana: kemewahan, kemegahan dan kemakuran sudah menjadi pemandangan sehari-hari baginya. Secara materi Mefiboset tidak kekurangan suatu apa pun, bahkan lebih dan berlimpah, sehingga bisa dikatakan bahwa ia seorang anak yang beruntung dan bermasa depan cerah.
Namun suatu peristiwa telah membuyarkan semua masa depannya. Segala kemegahan dan kemuliaan yang biasa dinikmatinya sebagai keluar istana dalam waktu sekejap lenyap. Mefiboset telah kehilangan orang-orang yang dicintainya: ayahnya (Yonatan), kakeknya (raja Saul) dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka tewas di medan peperangan saat melawan orang Filistin. Ketika itu "Orang Filistin terus mengejar Saul dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul. Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya sama-sama mati pada hari itu." (2 Samuel 31:2,6).
Saat berita kematian rombongan Saul itu sampai ke istana, kekecauan dan kepanikan melanda seluruh orang di istana. Mefiboset yang pada waktu itu masih berumur lima tahun sampai-sampai terjaduh dari gendongan inang pengasuhnya. Akibatnya ia mengalami cacat permanen, kedua kakinya menjadi timpang. Ia tidak dapat lagi menikmati masa kecil dan remaja sebagaimana layaknya anak-anak normal lainnya. Mefiboset tumbuh sebagai orang yang cacat dan terluka batinnya, apalagi ia harus keluar dari istana dalam situasi pelarian. Tidak ada lagi figur seorang ayag yang bisa dibanggakan dan memberinya perlindangan. Kegagahan dan kepahlawanan Yonatan (ayahnya) kini hanyalah kenangan indah belaka. Begitu juga berita tentang kakeknya (raja Saul) yang tidak lebih dari seorang raja Israel yang gagal dan tidak berkenan kepada Tuhan. Serang lengkap sudah penderitaan batin yang harus dialami Metaboset. Perasaan malu dan tidak berharga terus menghantui pikirannya. Masa lalu yang kelam kini menghalangi langkahnya untuk menatap hari esok. Sepertinya masa depan dan harapannya pun sudah sirna (Berlanjut)
No comments:
Post a Comment