Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2020
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-47
"Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: 'Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?'" Kisah 2:7
Pentakosta merupakan peristiwa yang sangat menggemparkan dan membuat tercengang seluruh penduduk di kota Yerusalem, karena dari peristiwa ini terjadi kegerakan rohani yang luar biasa. Ini merupakan penggenapan dari perkataan Kristus sebelum Ia naik ke sorga, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea
dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8), dan juga penggenapan nubuat yang disampaikan oleh nabi Yoel (Yoel 2:28-32). Kata 'pentakosta' ini berasal dari bahasa Yunani yang merujuk pada sebuah festival yang dikenal di dalam Perjanjian Lama sebagai Hari Raya Tujuh Minggu (baca Imamat 23:15; Ulangan 16:9), yang secara harafiah memiliki arti lima puluh, yang merujuk pada lima puluh hari yang telah berlalu sejak hari Paskah.
Jemaat mula-mula (termasuk murid-murid Tuhan) mengalami titik balik dalam kehidupan rohani setelah mereka mengalami lawatan Roh Kudus: "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata
dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada
mereka untuk mengatakannya." (Kisah 2:2-4). Salah satunya Petrus, orang yang pernah menyangkal Kristus sebanyak 3 kali, yang setelah dijamah oleh Roh Kudus hidupnya berubah total, menjadi orang yang mengasihi Tuhan dan punya keberanian untuk memberitakan Injil, sekalipun nyawa menjadi taruhan!
Bila Roh Kudus menjamah hidup seseorang, tiada perkara yang mustahil! Tapi semua bergantung pada respons kita, apakah kita mau percaya dan mau membuka hati untuk Roh Kudus! Dengan kekuatan sendiri kita takkan dapat bertumbuh dalam iman, takkan dapat melakukan kehendak Tuhan, takkan bisa mengerjakan Amanat Agung Tuhan, kecuali hanya oleh pertolongan dan campur tangan Roh Kudus!
Kuasa Roh Kuduslah yang sanggup mengubahkan, memampukan dan menguatkan kita dalam menjalani hidup dan melayakkan kita untuk melayani Tuhan!
Sunday, May 31, 2020
Saturday, May 30, 2020
MANA YANG DIJAUHI, MANA YANG DIKEJAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2020
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi." 1 Timotius 6:12
Hidup orang percaya adalah suatu arena pertandingan iman! Oleh karena itu kita harus berjuang sedemikian rupa supaya kita bisa menyelesaikan pertandingan dengan baik sampai garis akhir, "Untuk itulah engkau telah dipanggil..." (ayat nas). Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya di bumi, artinya hidup kita harus mencerminkan kemuliaan Kristus, dengan mempraktekkan firman Tuhan dan bersikap tegas terhadap dosa, sehingga kehidupan kita "...tidak bercacat dan tidak bercela," (1 Timotius 6:14).
Hal-hal apa saja yang harus orang percaya lakukan untuk memenuhi panggilan Tuhan? Kita harus menjauhi keinginan-keinginan daging atau duniawi, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Perbuatan daging telah nyata: "...percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu..." (Galatia 5:19-21). Rasul Paulus juga menasihati Timotius agar mencukupkan diri dengan apa yang ada, tidak terfokus kepada materi atau hal-hal yang fana, sebab di zaman sekarang ini banyak orang menjadi silau dengan kemewahan dunia ini, sehingga yang mereka pikirkan hanyalah uang dan harta kekayaan saja. Hal inilah yang akhirnya membuat orang menjadi tamak dan egois!
Agar panggilan Tuhan tergenapi dalam hidup kita, maka kita harus mengejar perkara-perkara rohani sedemikian rupa: "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Mengejar perkara-perkara rohani itu sama artinya kita sedang mengumpulkan harta di sorga. Karena hidup kekristenan adalah arena perlombaan iman, maka kita harus berjuang dan bertanding dengan sungguh-sungguh (tidak main-main), karena tantangan yang ada di depan kita semakin hari semakin berat.
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Kolose 3:2
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi." 1 Timotius 6:12
Hidup orang percaya adalah suatu arena pertandingan iman! Oleh karena itu kita harus berjuang sedemikian rupa supaya kita bisa menyelesaikan pertandingan dengan baik sampai garis akhir, "Untuk itulah engkau telah dipanggil..." (ayat nas). Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya di bumi, artinya hidup kita harus mencerminkan kemuliaan Kristus, dengan mempraktekkan firman Tuhan dan bersikap tegas terhadap dosa, sehingga kehidupan kita "...tidak bercacat dan tidak bercela," (1 Timotius 6:14).
Hal-hal apa saja yang harus orang percaya lakukan untuk memenuhi panggilan Tuhan? Kita harus menjauhi keinginan-keinginan daging atau duniawi, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Perbuatan daging telah nyata: "...percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu..." (Galatia 5:19-21). Rasul Paulus juga menasihati Timotius agar mencukupkan diri dengan apa yang ada, tidak terfokus kepada materi atau hal-hal yang fana, sebab di zaman sekarang ini banyak orang menjadi silau dengan kemewahan dunia ini, sehingga yang mereka pikirkan hanyalah uang dan harta kekayaan saja. Hal inilah yang akhirnya membuat orang menjadi tamak dan egois!
Agar panggilan Tuhan tergenapi dalam hidup kita, maka kita harus mengejar perkara-perkara rohani sedemikian rupa: "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Mengejar perkara-perkara rohani itu sama artinya kita sedang mengumpulkan harta di sorga. Karena hidup kekristenan adalah arena perlombaan iman, maka kita harus berjuang dan bertanding dengan sungguh-sungguh (tidak main-main), karena tantangan yang ada di depan kita semakin hari semakin berat.
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Kolose 3:2
Friday, May 29, 2020
KARISMA TANPA KARAKTER: Berujung Kegagalan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2020
Baca: 1 Raja-Raja 9:1-9
"...jika engkau tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku, maka Aku akan meneguhkan takhta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya seperti yang telah Kujanjikan kepada Daud," 1 Raja-Raja 9:4b-5
Di awal perjalanan hidupnya Salomo memiliki hati yang takut akan Tuhan, karena itu Tuhan memberkati hidupnya secara jasmani dan rohani. Namun sayang, Salomo tak mampu menjaga kualitas rohaninya secara konsisten. Sekalipun orang punya karisma yang luar biasa, tapi jika tidak disertai dengan karakter yang baik, Tuhan pasti tidak berkenan, padahal karakter merupakan kualitas hidup yang sesungguhnya dari seseorang sebagai hasil dari berproses, membayar harga, dan kerelaannya untuk dibentuk dan dipimpin Roh Kudus. Karakter bisa berbicara tentang buah Roh, dan kelemahan Salomo dalam hal karakter inilah yang akhirnya mengantarkan dia kepada kehancuran!
Awalnya Salomo meminta hikmat kepada Tuhan dengan tujuan agar mampu memimpin bangsanya secara adil dan bijaksana, tapi lambat laun ia mulai menyalahgunakan hikmat tersebut untuk kepentingan diri sendiri dan memperkaya kerajaannya, sebab setiap orang yang datang kepadanya selalu membawa upeti: "Mereka datang masing-masing membawa persembahannya, yakni barang-barang perak dan barang-barang emas, pakaian, senjata, rempah-rempah, kuda dan bagal, dan begitulah tahun demi tahun." (1 Raja-Raja 10:25). Berstatus sebagai raja dengan kekayaan melimpah semakin memudahkan Salomo untuk memuaskan keinginan dagingnya, sampai-sampai ia mempunyai 700 isteri dan 300 gundik, yang kesemuanya dalah perempuan asing. Firman Tuhan sudah memperingatkan, "Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." (1 Raja-Raja 11:2).
Akhirnya hati Salomo pun dicondongkan kepada ilah-ilah lain dan tidak lagi sepenuh hati berpaut kepada Tuhan (1 Raja-Raja 11:4). "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan." (Amsal 13:13). Salomo lupa bahwa janji Tuhan adalah janji bersyarat (1 Raja-Raja 9:4-9); jika ia tidak lagi hidup taat kepada Tuhan, kehancuran hidup yang akan dialaminya.
Tak lagi taat kepada firman Tuhan, karir dan hidup Salomo menjadi hancur!
Baca: 1 Raja-Raja 9:1-9
"...jika engkau tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku, maka Aku akan meneguhkan takhta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya seperti yang telah Kujanjikan kepada Daud," 1 Raja-Raja 9:4b-5
Di awal perjalanan hidupnya Salomo memiliki hati yang takut akan Tuhan, karena itu Tuhan memberkati hidupnya secara jasmani dan rohani. Namun sayang, Salomo tak mampu menjaga kualitas rohaninya secara konsisten. Sekalipun orang punya karisma yang luar biasa, tapi jika tidak disertai dengan karakter yang baik, Tuhan pasti tidak berkenan, padahal karakter merupakan kualitas hidup yang sesungguhnya dari seseorang sebagai hasil dari berproses, membayar harga, dan kerelaannya untuk dibentuk dan dipimpin Roh Kudus. Karakter bisa berbicara tentang buah Roh, dan kelemahan Salomo dalam hal karakter inilah yang akhirnya mengantarkan dia kepada kehancuran!
Awalnya Salomo meminta hikmat kepada Tuhan dengan tujuan agar mampu memimpin bangsanya secara adil dan bijaksana, tapi lambat laun ia mulai menyalahgunakan hikmat tersebut untuk kepentingan diri sendiri dan memperkaya kerajaannya, sebab setiap orang yang datang kepadanya selalu membawa upeti: "Mereka datang masing-masing membawa persembahannya, yakni barang-barang perak dan barang-barang emas, pakaian, senjata, rempah-rempah, kuda dan bagal, dan begitulah tahun demi tahun." (1 Raja-Raja 10:25). Berstatus sebagai raja dengan kekayaan melimpah semakin memudahkan Salomo untuk memuaskan keinginan dagingnya, sampai-sampai ia mempunyai 700 isteri dan 300 gundik, yang kesemuanya dalah perempuan asing. Firman Tuhan sudah memperingatkan, "Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." (1 Raja-Raja 11:2).
Akhirnya hati Salomo pun dicondongkan kepada ilah-ilah lain dan tidak lagi sepenuh hati berpaut kepada Tuhan (1 Raja-Raja 11:4). "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan." (Amsal 13:13). Salomo lupa bahwa janji Tuhan adalah janji bersyarat (1 Raja-Raja 9:4-9); jika ia tidak lagi hidup taat kepada Tuhan, kehancuran hidup yang akan dialaminya.
Tak lagi taat kepada firman Tuhan, karir dan hidup Salomo menjadi hancur!
Thursday, May 28, 2020
SALOMO: Seorang Yang Berkarisma
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2020
Baca: 1 Raja-Raja 10:1-29
"sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar." 1 Raja-Raja 10:7
Salomo adalah salah satu tokoh besar di Alkitab yang terkenal karena hikmat dan kekayaannya. Nama 'Salomo' berarti damai sentosa! Ia dipilih Tuhan sebelum ada di dalam kandungan ibunya. Tuhan sudah berpesan kepada Daud bahwa puteranya, yaitu Salomo, akan mengokohkan kerajaannya dan mendirikan rumah Tuhan, "...Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:12-13).
Alkitab mencatat tentang kehebatan Salomo: 1. Hikmat yang luar biasa. Tuhan memberikan hikmat yang luar biasa kepada Salomo sehingga banyak orang berikhtiar menghadap Salomo, ingin menyaksikan hikmat tersebut (1 Raja-Raja 10:24). Karena hikmat yang dimilikinya, Salomo menjadi lebih bijaksana daripada semua orang (1 Raja-Raja 4:29-31), dan ia pun menjadi sangat terkenal: "...datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu." (1 Raja-Raja 4:34). 2. Kekayaan yang melimpah. Salomo tidak hanya diberkati dengan hikmat, tapi juga kekayaan: "...Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja." (1 Raja-Raja 3:13). Begitu kayanya Salomo sehingga seluruh perkakas minuman raja dan semua barang yang ada di dalam istananya terbuat dari emas murni, tidak ada barang perak (1 Raja-Raja 10:21), dan "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23).
Salomo memiliki karisma sangat luar biasa! Karisma adalah kemampuan atau kehebatan yang dimiliki seseorang yang tidak diperoleh melalui pendidikan formal, melainkan pembawaan lahir. Secara rohani karisma bisa diartikan kemampuan yang diberikan Roh Kudus secara khusus kepada orang percaya untuk dipergunakan melayani pekerjaan Tuhan, membangun jemaat dan semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan.
Karena karismanya Salomo menjadi sangat terkenal dan dikagumi banyak orang!
Baca: 1 Raja-Raja 10:1-29
"sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar." 1 Raja-Raja 10:7
Salomo adalah salah satu tokoh besar di Alkitab yang terkenal karena hikmat dan kekayaannya. Nama 'Salomo' berarti damai sentosa! Ia dipilih Tuhan sebelum ada di dalam kandungan ibunya. Tuhan sudah berpesan kepada Daud bahwa puteranya, yaitu Salomo, akan mengokohkan kerajaannya dan mendirikan rumah Tuhan, "...Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:12-13).
Alkitab mencatat tentang kehebatan Salomo: 1. Hikmat yang luar biasa. Tuhan memberikan hikmat yang luar biasa kepada Salomo sehingga banyak orang berikhtiar menghadap Salomo, ingin menyaksikan hikmat tersebut (1 Raja-Raja 10:24). Karena hikmat yang dimilikinya, Salomo menjadi lebih bijaksana daripada semua orang (1 Raja-Raja 4:29-31), dan ia pun menjadi sangat terkenal: "...datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu." (1 Raja-Raja 4:34). 2. Kekayaan yang melimpah. Salomo tidak hanya diberkati dengan hikmat, tapi juga kekayaan: "...Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja." (1 Raja-Raja 3:13). Begitu kayanya Salomo sehingga seluruh perkakas minuman raja dan semua barang yang ada di dalam istananya terbuat dari emas murni, tidak ada barang perak (1 Raja-Raja 10:21), dan "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23).
Salomo memiliki karisma sangat luar biasa! Karisma adalah kemampuan atau kehebatan yang dimiliki seseorang yang tidak diperoleh melalui pendidikan formal, melainkan pembawaan lahir. Secara rohani karisma bisa diartikan kemampuan yang diberikan Roh Kudus secara khusus kepada orang percaya untuk dipergunakan melayani pekerjaan Tuhan, membangun jemaat dan semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan.
Karena karismanya Salomo menjadi sangat terkenal dan dikagumi banyak orang!
Wednesday, May 27, 2020
KEKUATAN DOA: Melepaskan Belenggu
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2020
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19
"Jadi Petrus ditahan di penjara; tetapi anggota-anggota jemaat terus saja berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan untuk Petrus." Kisah 12:5 (BIS)
Rasul Paulus mengingatkan bahwa sebagai orang percaya, kita "...dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus siap bila diperhadapkan dengan penderitaan karena nama Kristus, seperti yang dialami orang-orang di zaman para rasul. Saat raja Herodes memerintah banyak terjadi penganiayaan terhadap para pengikut Kristus: menyiksa, memenjarakan, dan bahkan membunuhnya. "Ia (Herodes) menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang." (Kisah 12:2).
Herodes juga menangkap dan memenjarakan Petrus: "...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya ialah, supaya sehabis Paskah ia menghadapkannya ke depan orang banyak." (Kisah 12:4). Banyak orang memperkirakan bahwa nasib Petrus akan sama seperti Yakobus yang terbunuh dengan pedang. Kemungkinan kecil untuk bisa lolos dari maut, karena ia dijaga ketat oleh para prajurit Herodes, dengan kaki dan tangan terbelenggu dengan rantai yang kuat. Secara akal manusia sirna sudah harapan Petrus untuk dapat menikmati kehidupan, sebab bayang-bayang kematian sudah tampak jelas di depan mata. Yang Petrus dapat lakukan hanyalah berserah penuh kepada Tuhan dan berharap mujizat-Nya dinyatakan. Mungkin saat ini kita mengalami hal yang sama seperti Petrus, yaitu terbelenggu rantai yang kuat: terbelenggu oleh berbagai macam persoalan hidup. Hidup kita seperti berada dalam penjara, nasib berada di ujung tanduk! Namun apa yang terjadi kemudian? Petrus mengalami pertolongan dari Tuhan secara luar biasa, mujizat yang sama sekali tak terpikirkan oleh akal manusia, terjadilah! Semua karena doa dari jemaat (ayat nas).
Berdoa dengan sungguh dan disertai iman menghasilkan perkara-perkara besar! Doa inilah yang menggetarkan sorga dan mengerakkan tangan Tuhan untuk bertindak: "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: 'Bangunlah segera!' Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (Kisah 12:7).
Doa orang benar sangat besar kuasanya, karena Tuhan menjawabnya dari sorga!
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19
"Jadi Petrus ditahan di penjara; tetapi anggota-anggota jemaat terus saja berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan untuk Petrus." Kisah 12:5 (BIS)
Rasul Paulus mengingatkan bahwa sebagai orang percaya, kita "...dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus siap bila diperhadapkan dengan penderitaan karena nama Kristus, seperti yang dialami orang-orang di zaman para rasul. Saat raja Herodes memerintah banyak terjadi penganiayaan terhadap para pengikut Kristus: menyiksa, memenjarakan, dan bahkan membunuhnya. "Ia (Herodes) menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang." (Kisah 12:2).
Herodes juga menangkap dan memenjarakan Petrus: "...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya ialah, supaya sehabis Paskah ia menghadapkannya ke depan orang banyak." (Kisah 12:4). Banyak orang memperkirakan bahwa nasib Petrus akan sama seperti Yakobus yang terbunuh dengan pedang. Kemungkinan kecil untuk bisa lolos dari maut, karena ia dijaga ketat oleh para prajurit Herodes, dengan kaki dan tangan terbelenggu dengan rantai yang kuat. Secara akal manusia sirna sudah harapan Petrus untuk dapat menikmati kehidupan, sebab bayang-bayang kematian sudah tampak jelas di depan mata. Yang Petrus dapat lakukan hanyalah berserah penuh kepada Tuhan dan berharap mujizat-Nya dinyatakan. Mungkin saat ini kita mengalami hal yang sama seperti Petrus, yaitu terbelenggu rantai yang kuat: terbelenggu oleh berbagai macam persoalan hidup. Hidup kita seperti berada dalam penjara, nasib berada di ujung tanduk! Namun apa yang terjadi kemudian? Petrus mengalami pertolongan dari Tuhan secara luar biasa, mujizat yang sama sekali tak terpikirkan oleh akal manusia, terjadilah! Semua karena doa dari jemaat (ayat nas).
Berdoa dengan sungguh dan disertai iman menghasilkan perkara-perkara besar! Doa inilah yang menggetarkan sorga dan mengerakkan tangan Tuhan untuk bertindak: "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: 'Bangunlah segera!' Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (Kisah 12:7).
Doa orang benar sangat besar kuasanya, karena Tuhan menjawabnya dari sorga!
Tuesday, May 26, 2020
JANGAN MENYERAH PADA KEADAAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2020
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Empat orang yang sakit kusta ada di depan pintu gerbang. Berkatalah yang seorang kepada yang lain: 'Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati?'" 2 Raja-Raja 7:3
Ketika kota Somaria sedang terkepung oleh pasukan Aram, hubungan dengan dunia luar pun menjadi terputus. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya bila suatu kota terisolasi. "...terjadilah kelaparan hebat di Samaria selama mereka mengepungnya, sehingga sebuah kepala keledai berharga delapan puluh syikal perak dan seperempat kab (2 ons - Red.) tahi merpati berharga lima syikal perak." (2 Raja-Raja 6:25). 1 syikal = 11,4 gram. Bukan hanya orang miskin yang menderita dan terancam mati kelaparan, tetapi orang kaya pun, cepat atau lambat, akan bernasib sama. Lalu Elisa (abdi Tuhan) bernubuat tentang keadaan kota ini, "Besok kira-kira waktu ini sesukat (3 kilogram - Red.) tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat (6 kilogram - Red.) jelai (barley - Red.) akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." ( 2 Raja-Raja 7:1).
Perwira raja tidak percaya nubuatan Elisa: "Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?" (2 Raja-Raja 7:2a). Elisa pun merespons demikian, "
"Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya." (2 Raja-Raja 7:2b). Saat itu ada empat orang kusta tinggal di luar pintu gerbang kota yang sama sekali tidak tahu nubuatan Elisa. Mereka sangat menderita, bukan saja karena penyakitnya, tapi juga karena kelaparan. Tinggal menunggu waktu saja, kematian pasti menjemput! Namun mereka tidak menyerah pada keadaan. Berkatalah salah seorang dari mereka, "Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati? Jika kita berkata: Baiklah kita masuk ke kota, padahal dalam kota ada kelaparan, kita akan mati di sana. Dan jika kita tinggal di sini, kita akan mati juga. Jadi sekarang, marilah kita menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati." (2 Raja-Raja 7:3b-4).
Sekalipun secara manusia tidak ada harapan, keempat orang kusta itu berjuang sedemikian rupa supaya dapat bertahan hidup, maka "...pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." (2 Raja-Raja 7:5a).
Selalu ada harapan selama kita mau berjuang dan hidup mengandalkan Tuhan!
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Empat orang yang sakit kusta ada di depan pintu gerbang. Berkatalah yang seorang kepada yang lain: 'Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati?'" 2 Raja-Raja 7:3
Ketika kota Somaria sedang terkepung oleh pasukan Aram, hubungan dengan dunia luar pun menjadi terputus. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya bila suatu kota terisolasi. "...terjadilah kelaparan hebat di Samaria selama mereka mengepungnya, sehingga sebuah kepala keledai berharga delapan puluh syikal perak dan seperempat kab (2 ons - Red.) tahi merpati berharga lima syikal perak." (2 Raja-Raja 6:25). 1 syikal = 11,4 gram. Bukan hanya orang miskin yang menderita dan terancam mati kelaparan, tetapi orang kaya pun, cepat atau lambat, akan bernasib sama. Lalu Elisa (abdi Tuhan) bernubuat tentang keadaan kota ini, "Besok kira-kira waktu ini sesukat (3 kilogram - Red.) tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat (6 kilogram - Red.) jelai (barley - Red.) akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." ( 2 Raja-Raja 7:1).
Perwira raja tidak percaya nubuatan Elisa: "Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?" (2 Raja-Raja 7:2a). Elisa pun merespons demikian, "
"Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya." (2 Raja-Raja 7:2b). Saat itu ada empat orang kusta tinggal di luar pintu gerbang kota yang sama sekali tidak tahu nubuatan Elisa. Mereka sangat menderita, bukan saja karena penyakitnya, tapi juga karena kelaparan. Tinggal menunggu waktu saja, kematian pasti menjemput! Namun mereka tidak menyerah pada keadaan. Berkatalah salah seorang dari mereka, "Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati? Jika kita berkata: Baiklah kita masuk ke kota, padahal dalam kota ada kelaparan, kita akan mati di sana. Dan jika kita tinggal di sini, kita akan mati juga. Jadi sekarang, marilah kita menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati." (2 Raja-Raja 7:3b-4).
Sekalipun secara manusia tidak ada harapan, keempat orang kusta itu berjuang sedemikian rupa supaya dapat bertahan hidup, maka "...pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." (2 Raja-Raja 7:5a).
Selalu ada harapan selama kita mau berjuang dan hidup mengandalkan Tuhan!
Monday, May 25, 2020
JUJUR DAN TERBUKA DI HADAPAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2020
Baca: Lukas 18:9-14
"Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." Lukas 18:13
Keadaan hati kita adalah faktor penting yang dapat memengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sebab yang dinilai Tuhan bukanlah rupa atau paras, perawakan, kekuatan, kehebatan, atau kepintaran, melainkan isi hati kita: "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b); "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Jelas sekali: "...Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2).
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia Kristus memberikan suatu perumpamaan tentang dua orang yang berada di Bait Tuhan untuk berdoa, yaitu seorang Farisi dan seorang pemungut cukai (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah seorang tokoh agama yang tahu kebenaran, mengajar Taurat Tuhan, tapi hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan. Ia merasa bersih dari dosa dan tanpa cela: "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Lukas 18:11-12). Karena merasa dirinya sudah suci dan tak bercacat cela, orang Farisi ini merasa tidak lagi memerlukan belas kasihan dan anugerah keselamatan dari Tuhan.
Sikap yang bertolak belakang justru ditunjukkan si pemungut cukai yang "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:3). Pengakuan jujur disertai kerendahan hati yang ditunjukkan si pemungut cukai telah mengetuk pintu rahmat Tuhan. Pemazmur menyatakan bahwa korban sembelihan kepada Tuhan ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak dipandang hina oleh-Nya (Mazmur 51:19). Tuhan berkata, "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:14).
Tuhan benci hati yang sombong, tapi Ia mengasihi orang yang rendah hati!
Baca: Lukas 18:9-14
"Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." Lukas 18:13
Keadaan hati kita adalah faktor penting yang dapat memengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sebab yang dinilai Tuhan bukanlah rupa atau paras, perawakan, kekuatan, kehebatan, atau kepintaran, melainkan isi hati kita: "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b); "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Jelas sekali: "...Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2).
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia Kristus memberikan suatu perumpamaan tentang dua orang yang berada di Bait Tuhan untuk berdoa, yaitu seorang Farisi dan seorang pemungut cukai (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah seorang tokoh agama yang tahu kebenaran, mengajar Taurat Tuhan, tapi hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan. Ia merasa bersih dari dosa dan tanpa cela: "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Lukas 18:11-12). Karena merasa dirinya sudah suci dan tak bercacat cela, orang Farisi ini merasa tidak lagi memerlukan belas kasihan dan anugerah keselamatan dari Tuhan.
Sikap yang bertolak belakang justru ditunjukkan si pemungut cukai yang "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:3). Pengakuan jujur disertai kerendahan hati yang ditunjukkan si pemungut cukai telah mengetuk pintu rahmat Tuhan. Pemazmur menyatakan bahwa korban sembelihan kepada Tuhan ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak dipandang hina oleh-Nya (Mazmur 51:19). Tuhan berkata, "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:14).
Tuhan benci hati yang sombong, tapi Ia mengasihi orang yang rendah hati!
Sunday, May 24, 2020
TAK ALAMI KEBAHAGIAAN HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2020
Baca: Yeremia 7:21-28
"...dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!" Yeremia 7:23
Semua orang pasti rindu memiliki kehidupan yang berbahagia. Ingatlah! Kebahagiaan itu sesungguhnya bukan suatu keadaan yang ditentukan oleh situasi di sekitar, tapi merupakan hasil dari sebuah keputusan yang kita ambil. Hal ini berkenaan dengan sikap hati dalam merespons setiap keadaan yang terjadi dan kita alami. Banyak orang berpikir: 'Kalau aku punya isteri yang cantik atau suami yang tampan, hidupku pasti berbahagia; kalau aku punya mobil yang bagus dan punya rumah mewah di kawasan elit, hidupku pasti berbahagia. Faktanya? Itu tidak menjamin orang akan berbahagia dalam menjalani hidup.
Seberat apa pun keadaan yang kita alami atau seburuk apa pun situasi yang sedang terjadi, kita akan tetap berbahagia asalkan kita hidup di jalan Tuhan atau mengikuti seluruh jalan yang Tuhan perintahkan (ayat nas). Hidup di jalan Tuhan atau mengikuti jalan Tuhan artinya hidup dalam kebenaran. Penulis Amsal menasihati, "...hai anak-anak, dengarkanlah aku, karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku." (Amsal 8:32). Pemazmur juga menyatakan, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2). Bukankah Tuhan berjanji bahwa Ia akan selalu menyertai kita, membela kita, menguatkan kita, menyatakan mujizat-Nya dn melakukan perkara-perkara yang besar dalam hidup orang benar? Karena itu kita harus berpegang teguh pada janji Tuhan ini dengan hidup dalam ketaatan.
Kita kehilangan kebahagiaan kalau kita terlalu banyak mendengar suara manusia, mendengar suara dunia, yang seringkali melemahkan. Sebaliknya kalau kita senantiasa menyendengkan telinga kita untuk mendengar suara Tuhan (firman-Nya), itu yang akan membuat kita kuat dan bersukacita di segala keadaan. Pun kita akan kehilangan kebahagiaan kalau kita hidup dalam dosa, sebab dosa menghasilkan ketakutan dan membuat kita kehilangan damai sejahtera dan sukacita.
Hidup kita akan berbahagia bila kita hidup di jalan Tuhan (mengikuti kehendak-Nya).
Baca: Yeremia 7:21-28
"...dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!" Yeremia 7:23
Semua orang pasti rindu memiliki kehidupan yang berbahagia. Ingatlah! Kebahagiaan itu sesungguhnya bukan suatu keadaan yang ditentukan oleh situasi di sekitar, tapi merupakan hasil dari sebuah keputusan yang kita ambil. Hal ini berkenaan dengan sikap hati dalam merespons setiap keadaan yang terjadi dan kita alami. Banyak orang berpikir: 'Kalau aku punya isteri yang cantik atau suami yang tampan, hidupku pasti berbahagia; kalau aku punya mobil yang bagus dan punya rumah mewah di kawasan elit, hidupku pasti berbahagia. Faktanya? Itu tidak menjamin orang akan berbahagia dalam menjalani hidup.
Seberat apa pun keadaan yang kita alami atau seburuk apa pun situasi yang sedang terjadi, kita akan tetap berbahagia asalkan kita hidup di jalan Tuhan atau mengikuti seluruh jalan yang Tuhan perintahkan (ayat nas). Hidup di jalan Tuhan atau mengikuti jalan Tuhan artinya hidup dalam kebenaran. Penulis Amsal menasihati, "...hai anak-anak, dengarkanlah aku, karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku." (Amsal 8:32). Pemazmur juga menyatakan, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2). Bukankah Tuhan berjanji bahwa Ia akan selalu menyertai kita, membela kita, menguatkan kita, menyatakan mujizat-Nya dn melakukan perkara-perkara yang besar dalam hidup orang benar? Karena itu kita harus berpegang teguh pada janji Tuhan ini dengan hidup dalam ketaatan.
Kita kehilangan kebahagiaan kalau kita terlalu banyak mendengar suara manusia, mendengar suara dunia, yang seringkali melemahkan. Sebaliknya kalau kita senantiasa menyendengkan telinga kita untuk mendengar suara Tuhan (firman-Nya), itu yang akan membuat kita kuat dan bersukacita di segala keadaan. Pun kita akan kehilangan kebahagiaan kalau kita hidup dalam dosa, sebab dosa menghasilkan ketakutan dan membuat kita kehilangan damai sejahtera dan sukacita.
Hidup kita akan berbahagia bila kita hidup di jalan Tuhan (mengikuti kehendak-Nya).
Saturday, May 23, 2020
TEGURAN TUHAN SAAT KITA MELAWAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2020
Baca: Amsal 19:1-29
"Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan." Amsal 19:20
Tuhan kita adalah Tuhan yang sungguh teramat baik, Ia selalu memerhatikan dan mengasihi kita. Saat kita lemah dan tak berdaya Tuhan hadir melalui Roh Kudus untuk menguatkan kita; saat kita sedang susah Roh-Nya hadir untuk menghibur kita.
Namun ada saat-saat di mana Tuhan harus berlaku keras terhadap kita, yaitu menegur dan jika perlu 'menghajar' kita: "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19). Tuhan berlaku keras kepada kita bukan tanpa sebab! Karena "...ketika Aku datang tidak ada orang, dan ketika Aku memanggil tidak ada yang menjawab?" (Yesaya 50:2a). Ketika Tuhan datang kepada kita, kita tidak peduli, dan ketika Ia memanggil, kita tak menjawab, saat itulah Tuhan akan berlaku keras terhadap kita supaya kita segera menyadari kesalahan yang telah kita perbuat. Jika Tuhan mendidik kita dengan keras melalui 'hajaran atau pukulan', bukan berarti Dia tidak mengasihi kita, justru Ia menunjukkan kepedulian-Nya, kasih-Nya dan tanggung jawab-Nya atas hidup kita, sebab Dia tak ingin kita semakin melenceng dari jalan-jalan-Nya. Sebagaimana seorang ayah menghukum ketika anaknya bandel dan tak mau taat, begitu juga Bapa di Sorga jika kita sudah diberitahu, diingatkan, dinasihati dan ditegur secara halus tetap saja mengeraskan hati dan tidak mau mendengar. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Bukan kematian orang fasik yang Tuhan kehendaki, tetapi pertobatannya, karena itu Ia berlaku sabar (Yehezkiel 33:11).
Bila Tuhan menghajar dan memukul kita berarti Ia memiliki rencana yang indah di balik semuanya itu. "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:18). Ketika kita menempuh jalan yang salah, Roh Kudus berbicara dengan lembut kepada kita untuk mengingatkan! Janganlah mengeraskan hati bila ditegur dan diperingatkan, sebab hal itu untuk kebaikan hidup kita.
Tuhan harus berlaku keras kepada kita karena Ia tidak ingin kita bermain-main dengan dosa dan mengalami kebinasaan!
Baca: Amsal 19:1-29
"Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan." Amsal 19:20
Tuhan kita adalah Tuhan yang sungguh teramat baik, Ia selalu memerhatikan dan mengasihi kita. Saat kita lemah dan tak berdaya Tuhan hadir melalui Roh Kudus untuk menguatkan kita; saat kita sedang susah Roh-Nya hadir untuk menghibur kita.
Namun ada saat-saat di mana Tuhan harus berlaku keras terhadap kita, yaitu menegur dan jika perlu 'menghajar' kita: "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19). Tuhan berlaku keras kepada kita bukan tanpa sebab! Karena "...ketika Aku datang tidak ada orang, dan ketika Aku memanggil tidak ada yang menjawab?" (Yesaya 50:2a). Ketika Tuhan datang kepada kita, kita tidak peduli, dan ketika Ia memanggil, kita tak menjawab, saat itulah Tuhan akan berlaku keras terhadap kita supaya kita segera menyadari kesalahan yang telah kita perbuat. Jika Tuhan mendidik kita dengan keras melalui 'hajaran atau pukulan', bukan berarti Dia tidak mengasihi kita, justru Ia menunjukkan kepedulian-Nya, kasih-Nya dan tanggung jawab-Nya atas hidup kita, sebab Dia tak ingin kita semakin melenceng dari jalan-jalan-Nya. Sebagaimana seorang ayah menghukum ketika anaknya bandel dan tak mau taat, begitu juga Bapa di Sorga jika kita sudah diberitahu, diingatkan, dinasihati dan ditegur secara halus tetap saja mengeraskan hati dan tidak mau mendengar. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Bukan kematian orang fasik yang Tuhan kehendaki, tetapi pertobatannya, karena itu Ia berlaku sabar (Yehezkiel 33:11).
Bila Tuhan menghajar dan memukul kita berarti Ia memiliki rencana yang indah di balik semuanya itu. "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:18). Ketika kita menempuh jalan yang salah, Roh Kudus berbicara dengan lembut kepada kita untuk mengingatkan! Janganlah mengeraskan hati bila ditegur dan diperingatkan, sebab hal itu untuk kebaikan hidup kita.
Tuhan harus berlaku keras kepada kita karena Ia tidak ingin kita bermain-main dengan dosa dan mengalami kebinasaan!
Friday, May 22, 2020
MEMBIASAKAN HIDUP SESUAI FIRMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2020
Baca: Roma 6:15-23
"...kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." Roma 6:19b
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus melatih diri untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang benar, yang sesuai dengan firman Tuhan. Karena itu kita harus menjadikan Kristus sebagai teladan dalam segala hal (perkataan dan perbuatan), sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Mengapa kita harus mengembangkan kebiasaan hidup yang benar? Karena kita sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, "...yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Membiasakan hidup sesuai firman berarti kita meninggalkan kebiasaan hidup 'manusia' lama dan melatih diri membentuk kebiasaan hidup yang baru. Ini harus dilakukan dengan kerelaan hati dan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Mengembangkan kebiasaan hidup baru yang sesuai dengan firman Tuhan berarti tidak lagi menyerahkan tubuh ini "...untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (Roma 6:13). Apa yang menjadi kebiasaan Saudara? Lebih suka nonton TV atau main game daripada baca Alkitab, berdoa hanya saat butuh, dan masih banyak lagi. Kebiasaan artinya: lazim, umum, seperti sediakala, sudah menjadi adat, sudah seringkali (KBBI); kecenderungan melakukan aktivitas tertentu secara terus-menerus atau berulang-ulang; latihan atau praktek yang dilakukan secara konsisten dan kontinyu (Webster); hasil dari tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Kebiasaan-kebiasaan inilah yang akhirnya akan membentuk karakter kita! Karena kita adalah ciptaan baru, maka kita harus "...mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;" (Kolose 3:10). Hal-hal apa saja yang harus kita biasakan agar menjadi karakter kita? Bersaat teduh (berdoa, baca firman Tuhan), ibadah, mengembalikan milik Tuhan (persepuluhan), mempraktekkan kasih (Yohanes 13:34-35).
Tinggalkan kebiasaan lama dan hiduplah sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Baca: Roma 6:15-23
"...kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." Roma 6:19b
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus melatih diri untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang benar, yang sesuai dengan firman Tuhan. Karena itu kita harus menjadikan Kristus sebagai teladan dalam segala hal (perkataan dan perbuatan), sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Mengapa kita harus mengembangkan kebiasaan hidup yang benar? Karena kita sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, "...yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Membiasakan hidup sesuai firman berarti kita meninggalkan kebiasaan hidup 'manusia' lama dan melatih diri membentuk kebiasaan hidup yang baru. Ini harus dilakukan dengan kerelaan hati dan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Mengembangkan kebiasaan hidup baru yang sesuai dengan firman Tuhan berarti tidak lagi menyerahkan tubuh ini "...untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (Roma 6:13). Apa yang menjadi kebiasaan Saudara? Lebih suka nonton TV atau main game daripada baca Alkitab, berdoa hanya saat butuh, dan masih banyak lagi. Kebiasaan artinya: lazim, umum, seperti sediakala, sudah menjadi adat, sudah seringkali (KBBI); kecenderungan melakukan aktivitas tertentu secara terus-menerus atau berulang-ulang; latihan atau praktek yang dilakukan secara konsisten dan kontinyu (Webster); hasil dari tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Kebiasaan-kebiasaan inilah yang akhirnya akan membentuk karakter kita! Karena kita adalah ciptaan baru, maka kita harus "...mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;" (Kolose 3:10). Hal-hal apa saja yang harus kita biasakan agar menjadi karakter kita? Bersaat teduh (berdoa, baca firman Tuhan), ibadah, mengembalikan milik Tuhan (persepuluhan), mempraktekkan kasih (Yohanes 13:34-35).
Tinggalkan kebiasaan lama dan hiduplah sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Thursday, May 21, 2020
KRISTUS NAIK KE SORGA: Kuasa Menyertai Orang Percaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2020
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga," Markus 16:19
Peristiwa kenaikan Kristus ke sorga menandai akhir kebersamaan Dia secara fisik dengan murid-murid-Nya di dunia. Saat masih di bumi orang-orang percaya dan murid-murid-Nya dapat berbicara langsung dan bergaul karib dengan-Nya secara fisik, tapi setelah peristiwa ini mereka harus berpisah, Ia harus kembali ke tempat asal-Nya, yaitu sorga. "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." (Yohanes 16:28). Kenaikan Kristus ke sorga adalah klimaks kehidupan-Nya di dunia, Ia telah menggenapi rencana Bapa dengan sangat sempurna!
Jika kita baca di Markus 16:9-20 ini, setelah bangkit dari kematian-Nya Kristus beberapa kali menampakkan diri kepada orang-orang dan murid-murid-Nya, dengan meninggalkan suatu pesan yang menguatkan bahwa mereka akan menerima kuasa dari tempat Mahatinggi, sehingga tanda-tanda ajaib akan menyertai pelayanan mereka dalam memberitakan Injil (Markus 16:15-18). Karena Kristus naik ke sorga, maka tugas pelayanan-Nya kini dilanjutkan oleh murid-murid-Nya; ini bukan berarti Kristus tak lagi menyertai: "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu." (Yohanes 14:18a), ada Roh Kudus yang diutus untuk menyertai hidup orang percaya! "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Kenaikan Kristus ke sorga menjadi bukti tak terbantahkan bahwa Dia adalah Tuhan segala tuhan, Raja di atas segala raja. Tapi mengapa banyak orang meragukan ke-Ilahian-Nya dan tak mau percaya kepada-Nya? Padahal Kristus kembali ke sorga "...untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Dengan demikian, kehidupan kekal di sorga adalah hal yang pasti yang Tuhan sediakan bagi orang percaya, yang setia sampai akhir.
Kristus kembali ke Sorga karena Dia adalah Tuhan dan Raja, percayalah kepada-Nya!
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga," Markus 16:19
Peristiwa kenaikan Kristus ke sorga menandai akhir kebersamaan Dia secara fisik dengan murid-murid-Nya di dunia. Saat masih di bumi orang-orang percaya dan murid-murid-Nya dapat berbicara langsung dan bergaul karib dengan-Nya secara fisik, tapi setelah peristiwa ini mereka harus berpisah, Ia harus kembali ke tempat asal-Nya, yaitu sorga. "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." (Yohanes 16:28). Kenaikan Kristus ke sorga adalah klimaks kehidupan-Nya di dunia, Ia telah menggenapi rencana Bapa dengan sangat sempurna!
Jika kita baca di Markus 16:9-20 ini, setelah bangkit dari kematian-Nya Kristus beberapa kali menampakkan diri kepada orang-orang dan murid-murid-Nya, dengan meninggalkan suatu pesan yang menguatkan bahwa mereka akan menerima kuasa dari tempat Mahatinggi, sehingga tanda-tanda ajaib akan menyertai pelayanan mereka dalam memberitakan Injil (Markus 16:15-18). Karena Kristus naik ke sorga, maka tugas pelayanan-Nya kini dilanjutkan oleh murid-murid-Nya; ini bukan berarti Kristus tak lagi menyertai: "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu." (Yohanes 14:18a), ada Roh Kudus yang diutus untuk menyertai hidup orang percaya! "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Kenaikan Kristus ke sorga menjadi bukti tak terbantahkan bahwa Dia adalah Tuhan segala tuhan, Raja di atas segala raja. Tapi mengapa banyak orang meragukan ke-Ilahian-Nya dan tak mau percaya kepada-Nya? Padahal Kristus kembali ke sorga "...untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Dengan demikian, kehidupan kekal di sorga adalah hal yang pasti yang Tuhan sediakan bagi orang percaya, yang setia sampai akhir.
Kristus kembali ke Sorga karena Dia adalah Tuhan dan Raja, percayalah kepada-Nya!
Subscribe to:
Posts (Atom)