Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2016
Baca: Pengkhotbah 8:2-8
"Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian." Pengkhotbah 8:8a
Kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi dan dialami oleh semua orang, ia tidak mengenal usia dan status. Karena itu jangan pernah berkata aku masih muda, masih sehat, masih kaya dan banyak uang, urusan mati itu tidak penting. Justru karena kematian itu bisa datang sewaktu-waktu maka kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap
dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam
jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang,
kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Karena itu hidup dalam pertobatan sejati harus dilakukan mulai dari sekarang, setiap saat dan setiap hari ketika menyadari kita telah menyimpang dari kehendak Tuhan!
Jika selama ini tujuan hidup kita hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan semata-mata memuaskan keinginan daging, kini kita harus memerbaharui tujuan hidup kita dengan meneladani Yesus yang memiliki tujuan hidup menyenangkan hati Bapa melalui ketaatan-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Kita harus berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi kita dan besok sudah tidak ada kesempatan lagi. Dengan demikian kita akan menghargai waktu sedemikian rupa dan menjadikan setiap hari sebagai suatu kesempatan yang berharga untuk kita memerbaiki hidup dengan fokus kepada perkara-perkara di atas, bukan yang di bumi, sebagaimana Tuhan Yesus sampaikan: "...kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan
karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Mengumpulkan harta di sorga sama artinya berusaha memiliki hidup tidak bercacat dan tidak bercela di hadapan Tuhan, hidup yang tidak melukai hati Tuhan melalui perkataan dan perbuatan. Inilah hidup yang mengutamakan dan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya!
Bagi orang percaya yang telah mengumpulkan harta di sorga, kematian tidak lagi menakutkan, melainkan sebuah keuntungan besar karena bertemu dengan Tuhan!
Tuesday, May 31, 2016
Monday, May 30, 2016
TIADA LAGI AIR MATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2016
Baca: Mazmur 6:1-11
"Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." Mazmur 6:7
Air mata bisa dikatakan bagian hidup manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai ia menutup mata, hidup manusia selalu diwarnai air mata yang tak kunjung habis. Kelahiran bayi ditengah-tengah keluarga diawali tangisan dan tetesan air mata; begitu keluar dari rahim ibunya ia sudah mulai menangis, air mata pertama sebagai pertanda kehadirannya di dunia. Ketika diperhadapkan dengan masalah dan pergumulan hidup yang berat air mata kembali mewarnai hari-hari manusia, seperti yang dirasakan pemazmur: "...aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." (ayat nas); dan ketika manusia sudah menyelesaikan 'kontraknya' di dunia alias meninggal dunia, perpisahan itu ditutup pula dengan derai air mata oleh keluarga, sahabat, teman, kerabat dan orang-orang terdekat.
Tetapi, pada saatnya air mata itu akan berhenti mengalir; kapan itu? Ialah pada hari yang penuh kemenangan dan kebahagiaan, pada saat Pengantin pria menjemput mempelai wanita-Nya masuk ke perjamuan kawin Anak Domba, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Ini berlaku bagi orang-orang yang setia sampai garis akhir, mereka yang hidup dalam kemurnian seperti perawan, "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi...Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." (Wahyu 14:4-5). Janji Tuhan ya dan amin! Maka dari itu, selagi masih ada kesempatan kita harus mengerjakan pekerjaan Tuhan, menyelesaikan tugas dan panggilan-Nya di sepanjang hidup ini, karena pada saatnya kita akan menerima kehidupan kekal sebagai upah kesetiaan dan ketekunan kita dalam memelihara iman.
Namun mereka yang menolak Kristus dan hidup menyimpang dari kebenaran dan mengalami penderitaan abadi, dan air matanya tidak akan pernah berhenti mengalir, "Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi." (Matius 13:42).
Tuhan akan menghapus air mata orang benar, diganti sukacita kekal!
Baca: Mazmur 6:1-11
"Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." Mazmur 6:7
Air mata bisa dikatakan bagian hidup manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai ia menutup mata, hidup manusia selalu diwarnai air mata yang tak kunjung habis. Kelahiran bayi ditengah-tengah keluarga diawali tangisan dan tetesan air mata; begitu keluar dari rahim ibunya ia sudah mulai menangis, air mata pertama sebagai pertanda kehadirannya di dunia. Ketika diperhadapkan dengan masalah dan pergumulan hidup yang berat air mata kembali mewarnai hari-hari manusia, seperti yang dirasakan pemazmur: "...aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." (ayat nas); dan ketika manusia sudah menyelesaikan 'kontraknya' di dunia alias meninggal dunia, perpisahan itu ditutup pula dengan derai air mata oleh keluarga, sahabat, teman, kerabat dan orang-orang terdekat.
Tetapi, pada saatnya air mata itu akan berhenti mengalir; kapan itu? Ialah pada hari yang penuh kemenangan dan kebahagiaan, pada saat Pengantin pria menjemput mempelai wanita-Nya masuk ke perjamuan kawin Anak Domba, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Ini berlaku bagi orang-orang yang setia sampai garis akhir, mereka yang hidup dalam kemurnian seperti perawan, "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi...Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." (Wahyu 14:4-5). Janji Tuhan ya dan amin! Maka dari itu, selagi masih ada kesempatan kita harus mengerjakan pekerjaan Tuhan, menyelesaikan tugas dan panggilan-Nya di sepanjang hidup ini, karena pada saatnya kita akan menerima kehidupan kekal sebagai upah kesetiaan dan ketekunan kita dalam memelihara iman.
Namun mereka yang menolak Kristus dan hidup menyimpang dari kebenaran dan mengalami penderitaan abadi, dan air matanya tidak akan pernah berhenti mengalir, "Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi." (Matius 13:42).
Tuhan akan menghapus air mata orang benar, diganti sukacita kekal!
Sunday, May 29, 2016
KEGAGALAN BANGSA ISRAEL: Peringatan Bagi Kita (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2016
Baca: Ibrani 3:7-19
"janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya." Ibrani 3:8-9
Tak seorang pun dari kita mengingini kegagalan dalam hidup, baik itu dalam pekerjaan atau bisnis, atau dalam membangun mahligai rumah tangga, studi, kejuaraan olahraga dan sebagainya. Kegagalan menjadi momok semua orang! Gagal dalam bidang-bidang jasmaniah semacam ini mungkin dampaknya hanya untuk sementara waktu selama hidup di dunia ini, tetapi jika gagal masuk ke tempat perhentian kekal, gagal masuk di kemah abadi yang Tuhan sediakan yaitu Kerajaan Sorga, ini adalah kegagalan total yang dampaknya kekal.
Kegagalan sebagian besar umat Israel mencapai Tanah Perjanjian merupakan gambaran perjalanan hidup orang percaya dalam mencapai Kerajaan Sorga. Kalau kita berlaku seperti mereka yaitu melakukan hal-hal jahat, mengeraskan hati, menyembah berhala, bersungut-sungut, hidup dalam percabulan dan pemberontakan, Tuhan tidak akan mengijinkan kita masuk ke tempat perhentian-Nya. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki seorang pun dari umat-Nya binasa, melainkan Ia ingin semua orang mau berbalik ke jalan yang benar dan bertobat. Namun semua kembali kepada keputusan dan pilihan kita masing-masing: menyia-nyiakan keselamatan yang telah kita terima, atau tetap mengerjakan keselamatan dengan hati yang takut dan gentar, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan setia kepada-Nya sampai akhir.
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu" (Ibrani 3:7-8), supaya kita tidak kehilangan berkat yang telah Tuhan sediakan bagi kita, sebab jika semuanya sudah terlambat, penyesalan pun tiada guna.
"setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu," Ibrani 2:2-3
Baca: Ibrani 3:7-19
"janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya." Ibrani 3:8-9
Tak seorang pun dari kita mengingini kegagalan dalam hidup, baik itu dalam pekerjaan atau bisnis, atau dalam membangun mahligai rumah tangga, studi, kejuaraan olahraga dan sebagainya. Kegagalan menjadi momok semua orang! Gagal dalam bidang-bidang jasmaniah semacam ini mungkin dampaknya hanya untuk sementara waktu selama hidup di dunia ini, tetapi jika gagal masuk ke tempat perhentian kekal, gagal masuk di kemah abadi yang Tuhan sediakan yaitu Kerajaan Sorga, ini adalah kegagalan total yang dampaknya kekal.
Kegagalan sebagian besar umat Israel mencapai Tanah Perjanjian merupakan gambaran perjalanan hidup orang percaya dalam mencapai Kerajaan Sorga. Kalau kita berlaku seperti mereka yaitu melakukan hal-hal jahat, mengeraskan hati, menyembah berhala, bersungut-sungut, hidup dalam percabulan dan pemberontakan, Tuhan tidak akan mengijinkan kita masuk ke tempat perhentian-Nya. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki seorang pun dari umat-Nya binasa, melainkan Ia ingin semua orang mau berbalik ke jalan yang benar dan bertobat. Namun semua kembali kepada keputusan dan pilihan kita masing-masing: menyia-nyiakan keselamatan yang telah kita terima, atau tetap mengerjakan keselamatan dengan hati yang takut dan gentar, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan setia kepada-Nya sampai akhir.
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu" (Ibrani 3:7-8), supaya kita tidak kehilangan berkat yang telah Tuhan sediakan bagi kita, sebab jika semuanya sudah terlambat, penyesalan pun tiada guna.
"setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu," Ibrani 2:2-3
Saturday, May 28, 2016
KEGAGALAN BANGSA ISRAEL: Peringatan Bagi Kita (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2016
Baca: 1 Korintus 10:1-14
"Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." 1 Korintus 10:11
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan untuk menjadi ahli waris anugerah-Nya sehingga keberadaannya diharapkan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, sebagaimana janji Tuhan kepada Abraham: "...olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3b). Apa yang Tuhan janjikan terbukti ditepati-Nya, maka diberkatilah Ishak, Yakub (yang disebut 'Israel') dan ke-12 suku yang ada. Tidak berhenti sampai di situ, Tuhan juga melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka menuju ke Tanah Perjanjian, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Kendatipun demikian mereka tidak merespons anugerah Tuhan ini dengan sikap hati yang benar, terbukti mereka terus-menerus mengeluh, bersungut-sungut, menggerutu dan memberontak di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9), padahal mereka telah mengecap berkat-berkat Tuhan yang luar biasa, namun gagal menyenangkan hati Tuhan. Karena memberontak tersebut mereka harus melalui jalan berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun. Bukan hanya itu, sebagian besar mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian. Kegagalan ini bukan disebabkan oleh Tuhan, melainkan mereka sendiri yang mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada Tuhan walaupun selama 40 tahun telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang dahsyat. Tuhan sudah menyatakan mujizat-Nya agar mereka mau dengar-dengaran, tetapi mereka memilih untuk tidak percaya dan tetap mengeraskan hati, artinya kehendak bebas dan pilihan hidup tiap-tiap individu memegang peranan penting: taat dan tidak taat, dengar-dengaran atau mengeraskan hati.
Ketidaktaatan yang menyebabkan sebagian besar bangsa Israel gagal mencapai Kanaan adalah sebuah pelajaran berharga dan peringatan bagi kita agar terhindar dari kegagalan; semuanya bergantung pada keputusan dan pilihan hidup yang kita ambil.
Ketidaktaatan kepada Tuhan adalah penyebab utama kegagalan bangsa Israel!
Baca: 1 Korintus 10:1-14
"Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." 1 Korintus 10:11
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan untuk menjadi ahli waris anugerah-Nya sehingga keberadaannya diharapkan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, sebagaimana janji Tuhan kepada Abraham: "...olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3b). Apa yang Tuhan janjikan terbukti ditepati-Nya, maka diberkatilah Ishak, Yakub (yang disebut 'Israel') dan ke-12 suku yang ada. Tidak berhenti sampai di situ, Tuhan juga melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka menuju ke Tanah Perjanjian, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Kendatipun demikian mereka tidak merespons anugerah Tuhan ini dengan sikap hati yang benar, terbukti mereka terus-menerus mengeluh, bersungut-sungut, menggerutu dan memberontak di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9), padahal mereka telah mengecap berkat-berkat Tuhan yang luar biasa, namun gagal menyenangkan hati Tuhan. Karena memberontak tersebut mereka harus melalui jalan berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun. Bukan hanya itu, sebagian besar mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian. Kegagalan ini bukan disebabkan oleh Tuhan, melainkan mereka sendiri yang mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada Tuhan walaupun selama 40 tahun telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang dahsyat. Tuhan sudah menyatakan mujizat-Nya agar mereka mau dengar-dengaran, tetapi mereka memilih untuk tidak percaya dan tetap mengeraskan hati, artinya kehendak bebas dan pilihan hidup tiap-tiap individu memegang peranan penting: taat dan tidak taat, dengar-dengaran atau mengeraskan hati.
Ketidaktaatan yang menyebabkan sebagian besar bangsa Israel gagal mencapai Kanaan adalah sebuah pelajaran berharga dan peringatan bagi kita agar terhindar dari kegagalan; semuanya bergantung pada keputusan dan pilihan hidup yang kita ambil.
Ketidaktaatan kepada Tuhan adalah penyebab utama kegagalan bangsa Israel!
Friday, May 27, 2016
TEGURAN YANG MENYELAMATKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2016
Baca: Yudas 1:17-23
"Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 22:23a
Menegur orang lain yang telah berbuat dosa atau melakukan kesalahan adalah tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Apabila teguran tersebut membuat orang tersebut menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat, itu sama artinya kita telah menyelamatkan mereka dengan jalan merampas mereka dari api sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus, "Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." (Matius 18:15b). Problemnya: ada banyak orang Kristen yang bersikap cuek, masa bodoh dan berlagak pura-pura tidak tahu ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa. Mereka berkata dalam hati: "Bukan urusan saya, resiko biar ditanggung sendiri." Firman Tuhan menyatakan, "...nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13).
Menegur orang yang berbuat dosa atau kesalahan membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra dan kita pun harus peka terhadap situasi dan kondisinya, tidak boleh sembarangan. Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah sikap kita dalam menegur, berdoalah terlebih dahulu kepada Tuhan agar Ia memberikan hikmat bagaimana kita harus berkata-kata, sebab bila terlontar perkataan kasar, pedas dan menyakitkan, orang yang kita tegur bukannya akan menyadari kesalahannya dan kemudian bertobat, sebaliknya malah akan tersinggung, kecewa, sakit hati, dendam, kepahitan dan bisa-bisa ngambek, lalu meninggalkan Tuhan.
Jika teguran dengan cara pertama yaitu di bawah empat mata ternyata mengalami kegagalan, cara lain yang bisa kita tempuh adalah: "Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah..." (Matius 18:16-17a).
"Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." Amsal 15:31
Baca: Yudas 1:17-23
"Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 22:23a
Menegur orang lain yang telah berbuat dosa atau melakukan kesalahan adalah tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Apabila teguran tersebut membuat orang tersebut menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat, itu sama artinya kita telah menyelamatkan mereka dengan jalan merampas mereka dari api sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus, "Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." (Matius 18:15b). Problemnya: ada banyak orang Kristen yang bersikap cuek, masa bodoh dan berlagak pura-pura tidak tahu ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa. Mereka berkata dalam hati: "Bukan urusan saya, resiko biar ditanggung sendiri." Firman Tuhan menyatakan, "...nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13).
Menegur orang yang berbuat dosa atau kesalahan membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra dan kita pun harus peka terhadap situasi dan kondisinya, tidak boleh sembarangan. Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah sikap kita dalam menegur, berdoalah terlebih dahulu kepada Tuhan agar Ia memberikan hikmat bagaimana kita harus berkata-kata, sebab bila terlontar perkataan kasar, pedas dan menyakitkan, orang yang kita tegur bukannya akan menyadari kesalahannya dan kemudian bertobat, sebaliknya malah akan tersinggung, kecewa, sakit hati, dendam, kepahitan dan bisa-bisa ngambek, lalu meninggalkan Tuhan.
Jika teguran dengan cara pertama yaitu di bawah empat mata ternyata mengalami kegagalan, cara lain yang bisa kita tempuh adalah: "Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah..." (Matius 18:16-17a).
"Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." Amsal 15:31
Thursday, May 26, 2016
MENYELESAIKAN MASALAH SECARA ALKITABIAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2016
Baca: Matius 18:15-20
"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." Matius 18:15
Dalam hidup sehari-hari sering kita jumpai ada orang-orang yang suka sekali membicarakan kelemahan dan kesalahan orang lain. Ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa atau berbuat kesalahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai bahan gosip dan pergunjingan, sehingga orang yang berbuat dosa tersebut menjadi sangat malu.
Berhati-hatilah! "Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38b). Tidak selayaknya kita menghakimi dan menyudutkan orang yang berbuat kesalahan tersebut, sebaliknya kita harus berusaha agar ia tidak tenggelam dalam rasa bersalah, namun mengalami pemulihan. Caranya? Alkitab menyatakan bahwa kita harus menegurnya di bawah empat mata. Firman Tuhan tidak menyuruh kita sebagai penyiar berita dan menjadikannya sebagai konsumsi publik, tetapi kita diperintahkan untuk menegur yang bersangkutan di bawah empat mata, artinya tanpa ada campur tangan dari pihak ketiga. Kita harus bersikap sportif dan kesatria untuk berani menegur yang bersangkutan, bukan memerbincangkannya di belakang. Banyak kegagalan dilakukan oleh orang percaya yaitu menegur saudaranya di hadapan umum, sehingga hal itu menimbulkan rasa malu dan sakit hati dalam diri yang bersangkutan. Bila kita berada di posisi yang salah kita pun harus berjiwa besar untuk mengakui kesalahan, jangan lekas marah dan tersinggung bila ditegur.
Andaikan ajaran firman ini dipraktekkan dengan baik dan benar, kita percaya bahwa jemaat Tuhan akan hidup dalam kerukunan, penuh damai sejahtera tanpa ada dengki dan dendam. "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Dibutuhkan hikmat dari Tuhan untuk membereskan persoalan dosa dan kesalahan orang lain, jika tidak, kita cenderung menyelesaikannya dengan akal manusia yang akhirnya berdampak buruk bagi orang lain dan juga diri sendiri!
Baca: Matius 18:15-20
"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." Matius 18:15
Dalam hidup sehari-hari sering kita jumpai ada orang-orang yang suka sekali membicarakan kelemahan dan kesalahan orang lain. Ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa atau berbuat kesalahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai bahan gosip dan pergunjingan, sehingga orang yang berbuat dosa tersebut menjadi sangat malu.
Berhati-hatilah! "Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38b). Tidak selayaknya kita menghakimi dan menyudutkan orang yang berbuat kesalahan tersebut, sebaliknya kita harus berusaha agar ia tidak tenggelam dalam rasa bersalah, namun mengalami pemulihan. Caranya? Alkitab menyatakan bahwa kita harus menegurnya di bawah empat mata. Firman Tuhan tidak menyuruh kita sebagai penyiar berita dan menjadikannya sebagai konsumsi publik, tetapi kita diperintahkan untuk menegur yang bersangkutan di bawah empat mata, artinya tanpa ada campur tangan dari pihak ketiga. Kita harus bersikap sportif dan kesatria untuk berani menegur yang bersangkutan, bukan memerbincangkannya di belakang. Banyak kegagalan dilakukan oleh orang percaya yaitu menegur saudaranya di hadapan umum, sehingga hal itu menimbulkan rasa malu dan sakit hati dalam diri yang bersangkutan. Bila kita berada di posisi yang salah kita pun harus berjiwa besar untuk mengakui kesalahan, jangan lekas marah dan tersinggung bila ditegur.
Andaikan ajaran firman ini dipraktekkan dengan baik dan benar, kita percaya bahwa jemaat Tuhan akan hidup dalam kerukunan, penuh damai sejahtera tanpa ada dengki dan dendam. "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Dibutuhkan hikmat dari Tuhan untuk membereskan persoalan dosa dan kesalahan orang lain, jika tidak, kita cenderung menyelesaikannya dengan akal manusia yang akhirnya berdampak buruk bagi orang lain dan juga diri sendiri!
Wednesday, May 25, 2016
PERBUATLAH TERLEBIH DAHULU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2016
Baca: Matius 7:12-14
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Matius 7:12
Semua orang berharap mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain: dihargai, dihormati, didengar, diperhatikan dan sebagainya. Firman Tuhan menyatakan bahwa segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah juga kepada mereka (ayat nas). Dengan kata lain, bila kita ingin dihargai orang lain belajarlah menghargai orang lain; bila kita ingin diperhatikan, belajarlah untuk memperhatikan; bila ingin mendapatkan perlakuan yang ramah dari orang lain, belajarlah berlaku ramah terhadap mereka; bila kita ingin orang lain tidak ingkar terhadap janjinya, maka kita pun harus belajar menepati janji. Apa yang ingin suami perbuat terhadap isteri, isteri pun harus berbuat demikian kepada suami. Inilah yang disebut hukum kesamaan!
Rasul Paulus menasihatkan, "dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4). Namun faktanya? Di zaman sekarang ini jarang sekali orang mau melakukan hal yang demikian. Umumnya orang hanya menuntut orang lain untuk melakukan apa yang dikehendakinya, sementara ia sendiri tidak mau berbuat. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi," (2 Timotius 3:2-3). Kita menjadi orang yang sangat egois! Hal inilah yang seringkali menjadi pemicu permasalahan dan penyebab retaknya sebuah hubungan, baik itu dalam kehidupan berumah tangga, pertemanan, persahabatan atau bermasyarakat, karena tiap-tiap orang hanya saling menuntut dan mengutamakan kepentingan sepihak saja.
Bila kita renungkan, sesungguhnya hukum kesamaan adalah hukum yang sangat alamiah, sederhana dan mudah untuk dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak merugikan dan justru mendatangkan dampak yang positif bagi diri sendiri dan juga orang lain. Kalau kita memperlakukan orang lain dengan sangat baik, maka orang itu pun cenderung akan berbuat seperti apa yang telah kita perbuat terhadanya. Mulai dari sekarang, biarlah kita yang mengawalinya!
"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." Roma 12:10
Baca: Matius 7:12-14
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Matius 7:12
Semua orang berharap mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain: dihargai, dihormati, didengar, diperhatikan dan sebagainya. Firman Tuhan menyatakan bahwa segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah juga kepada mereka (ayat nas). Dengan kata lain, bila kita ingin dihargai orang lain belajarlah menghargai orang lain; bila kita ingin diperhatikan, belajarlah untuk memperhatikan; bila ingin mendapatkan perlakuan yang ramah dari orang lain, belajarlah berlaku ramah terhadap mereka; bila kita ingin orang lain tidak ingkar terhadap janjinya, maka kita pun harus belajar menepati janji. Apa yang ingin suami perbuat terhadap isteri, isteri pun harus berbuat demikian kepada suami. Inilah yang disebut hukum kesamaan!
Rasul Paulus menasihatkan, "dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4). Namun faktanya? Di zaman sekarang ini jarang sekali orang mau melakukan hal yang demikian. Umumnya orang hanya menuntut orang lain untuk melakukan apa yang dikehendakinya, sementara ia sendiri tidak mau berbuat. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi," (2 Timotius 3:2-3). Kita menjadi orang yang sangat egois! Hal inilah yang seringkali menjadi pemicu permasalahan dan penyebab retaknya sebuah hubungan, baik itu dalam kehidupan berumah tangga, pertemanan, persahabatan atau bermasyarakat, karena tiap-tiap orang hanya saling menuntut dan mengutamakan kepentingan sepihak saja.
Bila kita renungkan, sesungguhnya hukum kesamaan adalah hukum yang sangat alamiah, sederhana dan mudah untuk dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak merugikan dan justru mendatangkan dampak yang positif bagi diri sendiri dan juga orang lain. Kalau kita memperlakukan orang lain dengan sangat baik, maka orang itu pun cenderung akan berbuat seperti apa yang telah kita perbuat terhadanya. Mulai dari sekarang, biarlah kita yang mengawalinya!
"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." Roma 12:10
Tuesday, May 24, 2016
HATI YANG BERBELAS KASIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2016
Baca: Matius 9:9-13
"Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Tidak ada kata rugi bagi orang yang berbuat baik, bermurah hati dan menaruh belas kasihan. Jika kita tidak jemu-jemu berbuat baik, pada saatnya kita pasti akan menuai.
Orang yang bermurah hati sama artinya berbuat baik pada diri sendiri (baca Amsal 11:17); orang yang menaruh belas kasihan itu mujur hidupnya (baca Mazmur 112:5). Ada banyak orang Kristen tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan sampai-sampai ia tidak punya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, dan tampak seperti 'malaikat' saat sedang pelayanan, tapi di luar itu mereka menunjukkan sifat aslinya: cuek, masa bodoh, individualistis, pelit dan tidak punya belas kasihan terhadap orang lain. Gambarannya seperti seorang imam dan juga orang Lewi yang tidak melakukan apa-apa ketika melihat ada orang asing menjadi korban perampokan dan sedang terluka parah di jalan (baca Lukas 10:31-32).
Apalah artinya aktif dalam pelayanan rohani jika kita sendiri tidak punya hati melayani sesama. Yang Tuhan kehendaki adalah hati yang berbelas kasihan terhadap orang lain sebagai perwujudan kasih terhadap sesama. Belas kasihan adalah emosi dalam diri seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain. Ketika seseorang memiliki belas kasihan timbullah suatu usaha atau keinginan yang kuat untuk menolong dan mengurangi penderitaan mereka. Belas kasihan itu mengacu kepada perbuatan baik kepada orang-orang yang lemah (miskin), menderita, janda-janda, yatim piatu dan termasuk juga kepada orang berdosa. Tuhan Yesus tidak sekedar mengajarkan tentang Kerajaan Sorga dan memerintahkan orang untuk bertobat, tetapi Ia sendiri juga menunjukkan belas kasihan-Nya dengan tindakan nyata terhadap orang-orang yang sakit dan menderita yang butuh pertolongan, termasuk terhadap orang-orang berdosa yang dipandang sebelah mata oleh sesamanya.
Jika semua orang percaya memraktekkan apa yang Yesus teladankan, tanpa harus berkhotbah kita akan menjadi 'magnet' bagi orang-orang untuk datang kepada Yesus.
"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." Amsal 19:17
Baca: Matius 9:9-13
"Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Tidak ada kata rugi bagi orang yang berbuat baik, bermurah hati dan menaruh belas kasihan. Jika kita tidak jemu-jemu berbuat baik, pada saatnya kita pasti akan menuai.
Orang yang bermurah hati sama artinya berbuat baik pada diri sendiri (baca Amsal 11:17); orang yang menaruh belas kasihan itu mujur hidupnya (baca Mazmur 112:5). Ada banyak orang Kristen tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan sampai-sampai ia tidak punya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, dan tampak seperti 'malaikat' saat sedang pelayanan, tapi di luar itu mereka menunjukkan sifat aslinya: cuek, masa bodoh, individualistis, pelit dan tidak punya belas kasihan terhadap orang lain. Gambarannya seperti seorang imam dan juga orang Lewi yang tidak melakukan apa-apa ketika melihat ada orang asing menjadi korban perampokan dan sedang terluka parah di jalan (baca Lukas 10:31-32).
Apalah artinya aktif dalam pelayanan rohani jika kita sendiri tidak punya hati melayani sesama. Yang Tuhan kehendaki adalah hati yang berbelas kasihan terhadap orang lain sebagai perwujudan kasih terhadap sesama. Belas kasihan adalah emosi dalam diri seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain. Ketika seseorang memiliki belas kasihan timbullah suatu usaha atau keinginan yang kuat untuk menolong dan mengurangi penderitaan mereka. Belas kasihan itu mengacu kepada perbuatan baik kepada orang-orang yang lemah (miskin), menderita, janda-janda, yatim piatu dan termasuk juga kepada orang berdosa. Tuhan Yesus tidak sekedar mengajarkan tentang Kerajaan Sorga dan memerintahkan orang untuk bertobat, tetapi Ia sendiri juga menunjukkan belas kasihan-Nya dengan tindakan nyata terhadap orang-orang yang sakit dan menderita yang butuh pertolongan, termasuk terhadap orang-orang berdosa yang dipandang sebelah mata oleh sesamanya.
Jika semua orang percaya memraktekkan apa yang Yesus teladankan, tanpa harus berkhotbah kita akan menjadi 'magnet' bagi orang-orang untuk datang kepada Yesus.
"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." Amsal 19:17
Monday, May 23, 2016
JANGAN JEMU-JEMU BERBUAT BAIK!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2016
Baca: Galatia 6:1-10
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Berbicara tentang kasih adalah hal yang mudah dalam kehidupan orang Kristen, karena kekristenan itu identik dengan kasih; tetapi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita merupakan hal yang tidak mudah, sebab mengasihi harus diwujudkan dengan perbuatan, bukan perkataan semata. Perwujudan nyata dari orang yang memiliki kasih adalah melalui perbuatan baik yang dilakukan. "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik." (Matius 7:17). Karena kita telah diselamatkan dan mengalami kasih dari Tuhan, maka kita wajib berbuat baik. Perbuatan baik bukanlah syarat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan buah dari keselamatan!
Hakikat berbuat baik bukan semata-mata pada perbuatan baik itu sendiri, tetapi kepada sikap hati di balik perbuatan baik yang dilakukan. Perbuatan baik yang dilakukan dengan sikap hati yang benar akan berdampak sangat positif dan menjadi sebuah kesaksian bagi orang lain. Banyak orang dunia tidak lagi paham dengan kekristenan bukan karena ajaran dan doktrinnya, tetapi pada sikap atau perilaku hidup dari orang Kristen itu sendiri yang seringkali menjadi batu sandungan: egois dan tidak punya kepedulian.
Berapa lama kita harus menunjukkan perbuatan baik? Perintah untuk berbuat baik itu bersifat permanen, terus-menerus, bukan hanya sesekali atau musiman. Janganlah jemu-jemu menunjuk kepada suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus-menerus. Kepada siapa kita harus berbuat baik? Kepada semua orang dalam situasi dan kondisi apa pun, "...tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Mengapa? Karena mereka adalah keluarga dalam kerajaan Allah, sesama anggota tubuh Kristus. Jangan tunda-tunda waktu dan menjadi kendor dalam berbuat baik, sebab pada waktunya kita akan menuai apa yang kita tabur. Seperti seorang petani yang telah menabur benih, ia tidak dengan serta merta berhenti bekerja, tetapi ia terus mengupayakan agar benih yang ditabur tersebut terus bertumbuh dengan baik hingga waktu untuk menuai itu pun tiba.
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Baca: Galatia 6:1-10
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Berbicara tentang kasih adalah hal yang mudah dalam kehidupan orang Kristen, karena kekristenan itu identik dengan kasih; tetapi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita merupakan hal yang tidak mudah, sebab mengasihi harus diwujudkan dengan perbuatan, bukan perkataan semata. Perwujudan nyata dari orang yang memiliki kasih adalah melalui perbuatan baik yang dilakukan. "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik." (Matius 7:17). Karena kita telah diselamatkan dan mengalami kasih dari Tuhan, maka kita wajib berbuat baik. Perbuatan baik bukanlah syarat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan buah dari keselamatan!
Hakikat berbuat baik bukan semata-mata pada perbuatan baik itu sendiri, tetapi kepada sikap hati di balik perbuatan baik yang dilakukan. Perbuatan baik yang dilakukan dengan sikap hati yang benar akan berdampak sangat positif dan menjadi sebuah kesaksian bagi orang lain. Banyak orang dunia tidak lagi paham dengan kekristenan bukan karena ajaran dan doktrinnya, tetapi pada sikap atau perilaku hidup dari orang Kristen itu sendiri yang seringkali menjadi batu sandungan: egois dan tidak punya kepedulian.
Berapa lama kita harus menunjukkan perbuatan baik? Perintah untuk berbuat baik itu bersifat permanen, terus-menerus, bukan hanya sesekali atau musiman. Janganlah jemu-jemu menunjuk kepada suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus-menerus. Kepada siapa kita harus berbuat baik? Kepada semua orang dalam situasi dan kondisi apa pun, "...tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Mengapa? Karena mereka adalah keluarga dalam kerajaan Allah, sesama anggota tubuh Kristus. Jangan tunda-tunda waktu dan menjadi kendor dalam berbuat baik, sebab pada waktunya kita akan menuai apa yang kita tabur. Seperti seorang petani yang telah menabur benih, ia tidak dengan serta merta berhenti bekerja, tetapi ia terus mengupayakan agar benih yang ditabur tersebut terus bertumbuh dengan baik hingga waktu untuk menuai itu pun tiba.
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Sunday, May 22, 2016
IBADAH DAN PELAYANAN: Buah Pertobatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2016
Baca: Matius 23:23-36
"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan." Matius 23:24
Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka. Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.
Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan. "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;" (Matius 23:5). Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum. Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu," (Ulangan 6:8). Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan. Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri. Firman Tuhan memperingatkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.
Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer. Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.
Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!
Baca: Matius 23:23-36
"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan." Matius 23:24
Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka. Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.
Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan. "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;" (Matius 23:5). Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum. Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu," (Ulangan 6:8). Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan. Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri. Firman Tuhan memperingatkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.
Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer. Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.
Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!
Saturday, May 21, 2016
IBADAH DAN PELAYANAN: Bukan Untuk Show Off
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2016
Baca: Matius 23:1-22
"Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." Matius 23:5-7
Ada berbagai kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: beribadah, berdoa, berpuasa, memberi sedekah, pelayanan dan sebagainya. Secara kasat mata mereka yang tampak aktif dalam kegiatan kerohanian seperti yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, orang akan menyebutnya sebagai orang yang religius atau sangat rohani. Namun akan sangat disayangkan bila pelayanan atau kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut hanya dilakukan sebatas rutinitas, ibadah hanya 'kulit' luar saja dan disertai dengan motivasi yang terselubung.
Ibadah dan pelayanan yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ternyata hanya bertujuan supaya dilihat orang, mencari pujian dan hormat dari manusia. Ibadah dan pelayanan model demikian takkan punya arti apa-apa di hadapan Tuhan. Upah yang mereka terima pun tak lebih dari pujian manusia semata! Tuhan Yesus memperingatkan: "... jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Mereka mengajar umat tentang hukum-hukum Tuhan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan firman yang diajarkan. Apalah artinya fasih semua ayat-ayat di Alkitab dan menguasai ilmu teologia bila kita tidak menjadi pelaku firman. Itu sama artinya menipu diri sendiri! Rasul Paulus berusaha begitu rupa: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27), sebab yang Tuhan kehendaki dari kita adalah "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Karena itu Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras, "Celakalah kamu...!"
Ibadah dan pelayanan yang benar harus disertai hati takut akan Tuhan, dibuktikan melalui ketaatan dan bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan diri sendiri.
Terhadap mereka yang hanya tampak 'suci' dari luar, Tuhan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik.
Baca: Matius 23:1-22
"Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." Matius 23:5-7
Ada berbagai kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: beribadah, berdoa, berpuasa, memberi sedekah, pelayanan dan sebagainya. Secara kasat mata mereka yang tampak aktif dalam kegiatan kerohanian seperti yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, orang akan menyebutnya sebagai orang yang religius atau sangat rohani. Namun akan sangat disayangkan bila pelayanan atau kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut hanya dilakukan sebatas rutinitas, ibadah hanya 'kulit' luar saja dan disertai dengan motivasi yang terselubung.
Ibadah dan pelayanan yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ternyata hanya bertujuan supaya dilihat orang, mencari pujian dan hormat dari manusia. Ibadah dan pelayanan model demikian takkan punya arti apa-apa di hadapan Tuhan. Upah yang mereka terima pun tak lebih dari pujian manusia semata! Tuhan Yesus memperingatkan: "... jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Mereka mengajar umat tentang hukum-hukum Tuhan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan firman yang diajarkan. Apalah artinya fasih semua ayat-ayat di Alkitab dan menguasai ilmu teologia bila kita tidak menjadi pelaku firman. Itu sama artinya menipu diri sendiri! Rasul Paulus berusaha begitu rupa: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27), sebab yang Tuhan kehendaki dari kita adalah "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Karena itu Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras, "Celakalah kamu...!"
Ibadah dan pelayanan yang benar harus disertai hati takut akan Tuhan, dibuktikan melalui ketaatan dan bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan diri sendiri.
Terhadap mereka yang hanya tampak 'suci' dari luar, Tuhan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik.
Friday, May 20, 2016
BERSYUKUR ATAS KARYA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2016
Baca: Mazmur 104:1-35
"Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." Mazmur 104:24
Segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini tidak terjadi secara kebetulan dan bukan sekedar rangkaian kejadian atau peristiwa, tetapi semua ada dalam kendali Tuhan, sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.
Jagat raya dan semua yang ada di dalamnya diciptakan Tuhan dengan suatu maksud yang indah, karena Dia adalah arsitek Mahadahsyat yang tiada tandingannya dalam merancang dan mencipta. Alam semesta dan cakrawala Tuhan ciptakan dengan penuh semarak dan demikian indahnya, dan Ia pun puas melihat hasil karya-Nya itu. "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (Kejadian 1:31a). Terlebih-lebih diciptakan-Nya manusia menurut rupa dan gambar-Nya sendiri. Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan menaruh tangan-Nya atas kita, mengukir dan membentuk kita sesuai rencana-Nya yang sempurna, sesuai dengan sifat-Nya yang Mahasempurna. Karya-karya Tuhan yang teramat dahsyat ini membuat pemazmur berdecak kagum dan terpesona (ayat nas). Sebagai orang percaya kita selayaknya memberikan respons secara antusias apabila menyadari betapa Tuhan telah menciptakan kita secara dahsyat dengan rancangan-rancangan yang luar biasa, dan "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Marilah kita bersyukur seperti Daud yang berkata, "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." (Mazmur 139:14-16). Kalau kita menyadari bahwa kita diciptakan Tuhan sesuai rencana-Nya, maka tidak ada satu pun kejadian atau peristiwa dalam hidup ini tanpa diketahui oleh-Nya, "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya." (Mazmur 139-6).
Pergumulan berat apa yang sedang Saudara hadapi saat ini? Jangan pernah kecewa dan berputus asa, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.
Rancangan Tuhan atas hidup kita adalah baik adanya, karena itu bersyukurlah!
Baca: Mazmur 104:1-35
"Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu." Mazmur 104:24
Segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini tidak terjadi secara kebetulan dan bukan sekedar rangkaian kejadian atau peristiwa, tetapi semua ada dalam kendali Tuhan, sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.
Jagat raya dan semua yang ada di dalamnya diciptakan Tuhan dengan suatu maksud yang indah, karena Dia adalah arsitek Mahadahsyat yang tiada tandingannya dalam merancang dan mencipta. Alam semesta dan cakrawala Tuhan ciptakan dengan penuh semarak dan demikian indahnya, dan Ia pun puas melihat hasil karya-Nya itu. "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (Kejadian 1:31a). Terlebih-lebih diciptakan-Nya manusia menurut rupa dan gambar-Nya sendiri. Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan menaruh tangan-Nya atas kita, mengukir dan membentuk kita sesuai rencana-Nya yang sempurna, sesuai dengan sifat-Nya yang Mahasempurna. Karya-karya Tuhan yang teramat dahsyat ini membuat pemazmur berdecak kagum dan terpesona (ayat nas). Sebagai orang percaya kita selayaknya memberikan respons secara antusias apabila menyadari betapa Tuhan telah menciptakan kita secara dahsyat dengan rancangan-rancangan yang luar biasa, dan "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Marilah kita bersyukur seperti Daud yang berkata, "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." (Mazmur 139:14-16). Kalau kita menyadari bahwa kita diciptakan Tuhan sesuai rencana-Nya, maka tidak ada satu pun kejadian atau peristiwa dalam hidup ini tanpa diketahui oleh-Nya, "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya." (Mazmur 139-6).
Pergumulan berat apa yang sedang Saudara hadapi saat ini? Jangan pernah kecewa dan berputus asa, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.
Rancangan Tuhan atas hidup kita adalah baik adanya, karena itu bersyukurlah!
Thursday, May 19, 2016
PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2016
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Musuh selanjutnya yang harus dihadapi orang percaya adalah: 3. Iblis. Ialah musuh yang tidak kelihatan, tapi ada di sekeliling kita. Iblis dan segenap tentara roh-roh jahat yang beroperasi di udara adalah musuh manusia yang sangat dahsyat. Semua orang percaya di seluruh penjuru bumi ini sedang menghadapi peperangan ini! "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Iblis bekerja selama 24 jam penuh tanpa henti mencari cara melumpuhkan dan menghancurkan orang percaya dari berbagai sisi. Kalau kita tidak berjaga-jaga dan tidak melekat kepada Tuhan, kita akan menjadi sasaran empuk Iblis.
Rasul Petrus memeringatkan, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:8-9). Iblis sangat benci terhadap orang-orang yang hidup dalam pertobatan dan menjalani hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus. Karena itu Iblis dan segala penghulunya berusaha menghalangi dan menghambat penyebaran Injil. Iblis takut jika orang mendengar berita Injil akan bertobat, percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan diselamatkan.
Berhati-hatilah! Iblis penipu ulung, bisa memakai topeng seperti malaikat terang untuk mengelabui dan memerdaya gereja Tuhan. "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14). Adalah fakta bermunculan gereja setan dengan banyak sekali pengikutnya, penyesatan-penyesatan juga banyak terjadi di dalam gereja yang kini dilakukan secara terang-terangan, Injil diputarbalikkan, firman Tuhan pun mulai dikompromikan.
Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan menang melawan tipu muslihat Iblis, karena kuasa-Nya lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia (baca 1 Yohanes 4:4).
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Musuh selanjutnya yang harus dihadapi orang percaya adalah: 3. Iblis. Ialah musuh yang tidak kelihatan, tapi ada di sekeliling kita. Iblis dan segenap tentara roh-roh jahat yang beroperasi di udara adalah musuh manusia yang sangat dahsyat. Semua orang percaya di seluruh penjuru bumi ini sedang menghadapi peperangan ini! "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Iblis bekerja selama 24 jam penuh tanpa henti mencari cara melumpuhkan dan menghancurkan orang percaya dari berbagai sisi. Kalau kita tidak berjaga-jaga dan tidak melekat kepada Tuhan, kita akan menjadi sasaran empuk Iblis.
Rasul Petrus memeringatkan, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:8-9). Iblis sangat benci terhadap orang-orang yang hidup dalam pertobatan dan menjalani hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus. Karena itu Iblis dan segala penghulunya berusaha menghalangi dan menghambat penyebaran Injil. Iblis takut jika orang mendengar berita Injil akan bertobat, percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan diselamatkan.
Berhati-hatilah! Iblis penipu ulung, bisa memakai topeng seperti malaikat terang untuk mengelabui dan memerdaya gereja Tuhan. "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14). Adalah fakta bermunculan gereja setan dengan banyak sekali pengikutnya, penyesatan-penyesatan juga banyak terjadi di dalam gereja yang kini dilakukan secara terang-terangan, Injil diputarbalikkan, firman Tuhan pun mulai dikompromikan.
Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan menang melawan tipu muslihat Iblis, karena kuasa-Nya lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia (baca 1 Yohanes 4:4).
Wednesday, May 18, 2016
PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2016
Baca: Galatia 5:16-26
"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Galatia 5:16
Rasul Paulus menegaskan bahwa keinginan daging berlawanan dengan keinginan roh, "...tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat." (ayat 18). Jika kita mau hidup dipimpin Roh Kudus maka kita tidak akan hidup menuruti keinginan daging. Dosa yang ada di dalam daging tidak dapat dilawan dengan kemauan atau usaha sendiri, tetapi hanya dapat dihancurkan oleh kuasa Roh Kudus, apabila kita menyerahkan tubuh kita sepenuhnya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai bait-Nya. "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20).
2. Dunia. Yang dimaksudkan 'dunia' di sini bukan kosmos atau bumi secara fisik, melainkan cara hidup atau gaya hidup manusia yang ada di dalamnya. Di zaman modern ini nyata sekali bahwa hidup manusia dibangun atas tiga perkara: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16). Manusia cenderung mengandalkan uang, harta, jabatan dan sebagainya daripada hidup bersandar kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya. Dengan uang semua keinginan daging dan keinginan mata dapat terpuaskan. Semua perkara ini membuat manusia merasa bangga dengan apa yang dimiliki dan dicapainya. Kemudian muncullah istilah humanisme (semua berpusat pada manusia sendiri), materialisme (berpusat pada materi/kekayaan/kebendaan), dan juga sekularisme (semua berkisar pada dunia yang nyata). Akibatnya yang menjadi fokus hidup manusia hanyalah perkara-perkara duniawi semata, sedangkan perkara-perkara rohani mereka abaikan. Manusia sudah tidak membutuhkan Tuhan lagi. Ibadah, doa, firman Tuhan bukan lagi prioritas hidup, hanya sebatas rutinitas.
Firman Tuhan memeringatkan bahwa sebagai umat Tuhan, saat ini kita memang ada di dunia, tetapi kita bukanlah dari dunia (baca Yohanes 17:14). Karena itu "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya." (1 Yohanes 2:15).
Hidup dipimpin Roh Kudus adalah kunci agar tidak terbawa arus dunia ini!
Baca: Galatia 5:16-26
"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Galatia 5:16
Rasul Paulus menegaskan bahwa keinginan daging berlawanan dengan keinginan roh, "...tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat." (ayat 18). Jika kita mau hidup dipimpin Roh Kudus maka kita tidak akan hidup menuruti keinginan daging. Dosa yang ada di dalam daging tidak dapat dilawan dengan kemauan atau usaha sendiri, tetapi hanya dapat dihancurkan oleh kuasa Roh Kudus, apabila kita menyerahkan tubuh kita sepenuhnya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai bait-Nya. "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20).
2. Dunia. Yang dimaksudkan 'dunia' di sini bukan kosmos atau bumi secara fisik, melainkan cara hidup atau gaya hidup manusia yang ada di dalamnya. Di zaman modern ini nyata sekali bahwa hidup manusia dibangun atas tiga perkara: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16). Manusia cenderung mengandalkan uang, harta, jabatan dan sebagainya daripada hidup bersandar kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya. Dengan uang semua keinginan daging dan keinginan mata dapat terpuaskan. Semua perkara ini membuat manusia merasa bangga dengan apa yang dimiliki dan dicapainya. Kemudian muncullah istilah humanisme (semua berpusat pada manusia sendiri), materialisme (berpusat pada materi/kekayaan/kebendaan), dan juga sekularisme (semua berkisar pada dunia yang nyata). Akibatnya yang menjadi fokus hidup manusia hanyalah perkara-perkara duniawi semata, sedangkan perkara-perkara rohani mereka abaikan. Manusia sudah tidak membutuhkan Tuhan lagi. Ibadah, doa, firman Tuhan bukan lagi prioritas hidup, hanya sebatas rutinitas.
Firman Tuhan memeringatkan bahwa sebagai umat Tuhan, saat ini kita memang ada di dunia, tetapi kita bukanlah dari dunia (baca Yohanes 17:14). Karena itu "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya." (1 Yohanes 2:15).
Hidup dipimpin Roh Kudus adalah kunci agar tidak terbawa arus dunia ini!
Tuesday, May 17, 2016
PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2016
Baca: Yakobus 4:1-10
"Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." Yakobus 4:4
Selama menjalani hidup di dunia ini kita tidak akan pernah berhenti menghadapi pergumulan, perjuangan dan peperangan melawan dosa. Sebagai orang percaya kita dituntut menunjukkan kualitas hidup yang berbeda di tengah-tengah dunia dengan memberikan teladan kesalehan hidup. Adalah fakta bahwa dunia ini sedang tenggelam dalam dosa, kebobrokan moral dan segala jenis kejahatan yang semakin merajalela karena dunia memang sedang berada di bawah pengaruh kuasa si jahat (baca 1 Yohanes 5:19). Meski demikian bukanlah alasan bagi orang percaya untuk tidak menjadi terang, garam dunia atau berkat dalam kehidupan sehari-hari. Apa pun situasinya kita harus tetap berada di jalan Tuhan. Mungkinkah?
Sebagai manusia kita seringkali mengalami kelemahan dan kegagalan. Sekarang ini bukan hanya jemaat awam saja yang mudah sekali gagal dan jatuh, ada banyak para pelayan Tuhan, bahkan hamba-hamba Tuhan yang sudah terkenal juga mengalami kegagalan dalam mempertahankan hidup benar, jatuh di tengah jalan. Tuhan Yesus sudah memeringatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Mengapa kita harus selalu berjaga-jaga dan berdoa? Karena setiap saat kita dihadapkan pada musuh-musuh yang selalu mengincar saat kita lengah. Musuh itu adalah: 1. Kedagingan. Daging dalam tubuh kita mempunyai nafsu. Nafsu jahat menggelapkan pikiran dan mendorong kita berbuat hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Juga mendorong kita melakukan dosa dan segala hal yang menyenangkan daging, ibarat musuh dalam selimut.
Inilah pergumulan berat atau konflik batin yang harus kita hadapi setiap waktu, seperti yang dialami rasul Paulus: "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19).
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Baca: Yakobus 4:1-10
"Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." Yakobus 4:4
Selama menjalani hidup di dunia ini kita tidak akan pernah berhenti menghadapi pergumulan, perjuangan dan peperangan melawan dosa. Sebagai orang percaya kita dituntut menunjukkan kualitas hidup yang berbeda di tengah-tengah dunia dengan memberikan teladan kesalehan hidup. Adalah fakta bahwa dunia ini sedang tenggelam dalam dosa, kebobrokan moral dan segala jenis kejahatan yang semakin merajalela karena dunia memang sedang berada di bawah pengaruh kuasa si jahat (baca 1 Yohanes 5:19). Meski demikian bukanlah alasan bagi orang percaya untuk tidak menjadi terang, garam dunia atau berkat dalam kehidupan sehari-hari. Apa pun situasinya kita harus tetap berada di jalan Tuhan. Mungkinkah?
Sebagai manusia kita seringkali mengalami kelemahan dan kegagalan. Sekarang ini bukan hanya jemaat awam saja yang mudah sekali gagal dan jatuh, ada banyak para pelayan Tuhan, bahkan hamba-hamba Tuhan yang sudah terkenal juga mengalami kegagalan dalam mempertahankan hidup benar, jatuh di tengah jalan. Tuhan Yesus sudah memeringatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Mengapa kita harus selalu berjaga-jaga dan berdoa? Karena setiap saat kita dihadapkan pada musuh-musuh yang selalu mengincar saat kita lengah. Musuh itu adalah: 1. Kedagingan. Daging dalam tubuh kita mempunyai nafsu. Nafsu jahat menggelapkan pikiran dan mendorong kita berbuat hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Juga mendorong kita melakukan dosa dan segala hal yang menyenangkan daging, ibarat musuh dalam selimut.
Inilah pergumulan berat atau konflik batin yang harus kita hadapi setiap waktu, seperti yang dialami rasul Paulus: "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19).
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Monday, May 16, 2016
HARI PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2016
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." Kisah 2:38
Angin adalah gambaran kuasa dan kehadiran Tuhan, di mana kuasa-Nya tidak dapat ditolak, ditahan atau dihalangi-halangi oleh manusia, karena Ia berdaulat dan berkuasa. Api juga melambangkan kehadiran Tuhan, seperti ketika Tuhan menyatakan diri-Nya ke tengah-tengah umat Israel saat mereka berjalan di padang gurun yaitu tiang api (baca Keluaran 13:21-22).
Api dalam peristiwa Pentakosta ini dinyatakan adalam bentuk lidah. Lidah api ini menunjuk pada hal berbicara dan bersaksi. Ini berkaitan dengan Amanat Agung: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Akibat dari kehadiran Roh Kudus mereka dipenuhi dengan Roh kudus, artinya dikontrol sepenuhnya oleh Roh Kudus. Maka mulailah mereka berbahasa lidah yaitu berbicara dalam bahasa-bahasa baru oleh karena ilham atau dorongan Roh Kudus. Pada hari itu Tuhan mencurahkan kuasa-Nya atas murid-murid secara dahsyat. Dampaknya pun terlihat jelas: mereka mempunyai paradigma baru dan semakin berani memberitakan Injil, mewartakan Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai satu-satunya Juruselamat. "Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa." (Kisah 2:41). Dengan menerima khotbah yang disampaikan Petrus mereka sadar, mengakui dan menerima bahwa Yesuslah Mesias yang mereka nantikan itu (sesuai nubut di Zakharia 12:10). Karena pekerjaan Roh Kudus ini banyak orang bertobat dan diselamatkan. Inilah kebangunan rohani terbesar sepanjang zaman gereja mula-mula!
Di tengah situasi dunia yang semakin jahat ini saat kekristenan semakin diperhadapkan dengan tekanan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak memberitakan Injil karena Roh Kudus ada di dalam kita; Dia-lah yang akan menguatkan dan memampukan kita untuk menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi.
Siapkah kita dipakai menjadi alat-Nya untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan?
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." Kisah 2:38
Angin adalah gambaran kuasa dan kehadiran Tuhan, di mana kuasa-Nya tidak dapat ditolak, ditahan atau dihalangi-halangi oleh manusia, karena Ia berdaulat dan berkuasa. Api juga melambangkan kehadiran Tuhan, seperti ketika Tuhan menyatakan diri-Nya ke tengah-tengah umat Israel saat mereka berjalan di padang gurun yaitu tiang api (baca Keluaran 13:21-22).
Api dalam peristiwa Pentakosta ini dinyatakan adalam bentuk lidah. Lidah api ini menunjuk pada hal berbicara dan bersaksi. Ini berkaitan dengan Amanat Agung: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Akibat dari kehadiran Roh Kudus mereka dipenuhi dengan Roh kudus, artinya dikontrol sepenuhnya oleh Roh Kudus. Maka mulailah mereka berbahasa lidah yaitu berbicara dalam bahasa-bahasa baru oleh karena ilham atau dorongan Roh Kudus. Pada hari itu Tuhan mencurahkan kuasa-Nya atas murid-murid secara dahsyat. Dampaknya pun terlihat jelas: mereka mempunyai paradigma baru dan semakin berani memberitakan Injil, mewartakan Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai satu-satunya Juruselamat. "Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa." (Kisah 2:41). Dengan menerima khotbah yang disampaikan Petrus mereka sadar, mengakui dan menerima bahwa Yesuslah Mesias yang mereka nantikan itu (sesuai nubut di Zakharia 12:10). Karena pekerjaan Roh Kudus ini banyak orang bertobat dan diselamatkan. Inilah kebangunan rohani terbesar sepanjang zaman gereja mula-mula!
Di tengah situasi dunia yang semakin jahat ini saat kekristenan semakin diperhadapkan dengan tekanan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak memberitakan Injil karena Roh Kudus ada di dalam kita; Dia-lah yang akan menguatkan dan memampukan kita untuk menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi.
Siapkah kita dipakai menjadi alat-Nya untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan?
Sunday, May 15, 2016
HARI PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2016
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat." Kisah 2:1
Hari Pentakosta adalah salah satu dari tiga hari raya penting orang Yahudi (baca Imamat 23:4-21). Pentakosta adalah hari ke-50 dihitung dari permulaan hari raya Paskah, yang disebut pula hari genap 7 Minggu. Hari raya ini disebut sebagai hari raya menuai, juga hari raya buah bungaran. Bagi umat Yahudi hari Pentakosta adalah hari penuh sukacita, di mana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum. Mereka membawa roti yang pertama yang dibuat dari gandum hasil panen yang baru untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban syukur. Hari raya ini juga sebagai peringatan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir, dan pada perkembangannya juga untuk memeringati pemberian hukum Taurat di gunung Sinai. Karena itu banyak orang hadir dan berkumpul di Yerusalem, bahkan orang-orang Yahudi di perantauan pun turut serta merayakan hari yang sangat bersejarah ini.
Di hari Pentakosta ini, ketika murid-murid sedang berkumpul untuk berdoa dan berpuasa di tempat yang telah diberitahukan oleh Tuhan Yesus, janji Bapa digenapi yaitu Roh Kudus dicurahkan. Tuhan Yesus berkata, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Pencurahan Roh Kudus ini merupakan penggenapan dari nubuatan nabi Yoel yang menyatakan: "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu." (Yoel 2:28-29); dan juga merupakan penggenapan atas apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis mengenai Tuhan Yesus, "Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api." (Matius 3:11).
Dalam peristiwa ini, Roh Kudus dicurahkan dengan memakai tanda yang kelihatan secara kasat mata dan terdengar oleh telinga yaitu tiupan angin yang keras dan lidah-lidah seperti nyala api. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat." Kisah 2:1
Hari Pentakosta adalah salah satu dari tiga hari raya penting orang Yahudi (baca Imamat 23:4-21). Pentakosta adalah hari ke-50 dihitung dari permulaan hari raya Paskah, yang disebut pula hari genap 7 Minggu. Hari raya ini disebut sebagai hari raya menuai, juga hari raya buah bungaran. Bagi umat Yahudi hari Pentakosta adalah hari penuh sukacita, di mana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum. Mereka membawa roti yang pertama yang dibuat dari gandum hasil panen yang baru untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban syukur. Hari raya ini juga sebagai peringatan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir, dan pada perkembangannya juga untuk memeringati pemberian hukum Taurat di gunung Sinai. Karena itu banyak orang hadir dan berkumpul di Yerusalem, bahkan orang-orang Yahudi di perantauan pun turut serta merayakan hari yang sangat bersejarah ini.
Di hari Pentakosta ini, ketika murid-murid sedang berkumpul untuk berdoa dan berpuasa di tempat yang telah diberitahukan oleh Tuhan Yesus, janji Bapa digenapi yaitu Roh Kudus dicurahkan. Tuhan Yesus berkata, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Pencurahan Roh Kudus ini merupakan penggenapan dari nubuatan nabi Yoel yang menyatakan: "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu." (Yoel 2:28-29); dan juga merupakan penggenapan atas apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis mengenai Tuhan Yesus, "Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api." (Matius 3:11).
Dalam peristiwa ini, Roh Kudus dicurahkan dengan memakai tanda yang kelihatan secara kasat mata dan terdengar oleh telinga yaitu tiupan angin yang keras dan lidah-lidah seperti nyala api. (Bersambung)
Saturday, May 14, 2016
DAMPAK MELEPASKAN PENGAMPUNAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2016
Baca: Markus 11:20-26
"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." Markus 11:26
Pernahkah Saudara mengalami sakit hati karena disakiti? Entah disakiti oleh teman kerja, teman sekolah, teman sepelayanan, pacar atau mungkin disakiti oleh orang yang sangat kita kasihi: suami atau isteri. Bagaimana rasanya? Sakitnya tuh disini (dengan menepuk dada). Kalau tubuh jasmani yang sakit kita masih bisa memeriksakan diri ke dokter, beli obat di apotek atau menjalani rawat inap di rumah sakit. Tetapi kalau hati kita yang sakit, siapa yang bisa menyembuhkan? Dan kita semakin dibuat terkejut dengan perintah Tuhan Yesus ini: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44), bahkan kita diperintahkan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, "...sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Apa nggak salah? Kita yang telah disakiti dan dilukai justru diperintahkan untuk mengasihi dan mengampuni mereka?
Banyak orang beranggapan bahwa mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain adalah sebuah pilihan: kita bisa memilih untuk mengasihi dan mengampuni, atau tidak mengasihi dan tidak mengampuni. Tidak sedikit pula yang menganggap sepele arti sebuah pengampunan, padahal mengampuni adalah perintah Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Sebagai orang percaya, mengampuni kesalahan orang lain seharusnya menjadi hal yang mudah untuk dilakukan. Mengapa? Karena kita sudah menerima pengampunan dari Tuhan lebih dahulu. Mengampuni berarti membebaskan, tidak lagi menuntut balas, menghapuskan, dan tidak mengingat-ingat lagi kesalahan (baca Matius 18:24-27); mengampuni berarti pula membuang jauh-jauh, tidak menyimpan kesalahan orang lain. "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). Berkat terbesar ketika kita mau mengampuni orang lain adalah Tuhan akan mengampuni dosa kita (baca Matius 6:14), namun jika kita tidak mau mengampuni, Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Adapun dampak lain pengampunan ialah mendatangkan kuasa kesembuhan (baca Yakobus 5:16), doa-doanya akan didengar dan dijawab oleh Tuhan (baca Markus 11:24-25), serta korban persembahan kita akan diterima oleh Tuhan (baca Matius 5:23-24).
Jangan tunda-tunda waktu untuk melepaskan pengampunan bagi orang lain!
Baca: Markus 11:20-26
"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." Markus 11:26
Pernahkah Saudara mengalami sakit hati karena disakiti? Entah disakiti oleh teman kerja, teman sekolah, teman sepelayanan, pacar atau mungkin disakiti oleh orang yang sangat kita kasihi: suami atau isteri. Bagaimana rasanya? Sakitnya tuh disini (dengan menepuk dada). Kalau tubuh jasmani yang sakit kita masih bisa memeriksakan diri ke dokter, beli obat di apotek atau menjalani rawat inap di rumah sakit. Tetapi kalau hati kita yang sakit, siapa yang bisa menyembuhkan? Dan kita semakin dibuat terkejut dengan perintah Tuhan Yesus ini: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44), bahkan kita diperintahkan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, "...sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Apa nggak salah? Kita yang telah disakiti dan dilukai justru diperintahkan untuk mengasihi dan mengampuni mereka?
Banyak orang beranggapan bahwa mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain adalah sebuah pilihan: kita bisa memilih untuk mengasihi dan mengampuni, atau tidak mengasihi dan tidak mengampuni. Tidak sedikit pula yang menganggap sepele arti sebuah pengampunan, padahal mengampuni adalah perintah Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Sebagai orang percaya, mengampuni kesalahan orang lain seharusnya menjadi hal yang mudah untuk dilakukan. Mengapa? Karena kita sudah menerima pengampunan dari Tuhan lebih dahulu. Mengampuni berarti membebaskan, tidak lagi menuntut balas, menghapuskan, dan tidak mengingat-ingat lagi kesalahan (baca Matius 18:24-27); mengampuni berarti pula membuang jauh-jauh, tidak menyimpan kesalahan orang lain. "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). Berkat terbesar ketika kita mau mengampuni orang lain adalah Tuhan akan mengampuni dosa kita (baca Matius 6:14), namun jika kita tidak mau mengampuni, Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Adapun dampak lain pengampunan ialah mendatangkan kuasa kesembuhan (baca Yakobus 5:16), doa-doanya akan didengar dan dijawab oleh Tuhan (baca Markus 11:24-25), serta korban persembahan kita akan diterima oleh Tuhan (baca Matius 5:23-24).
Jangan tunda-tunda waktu untuk melepaskan pengampunan bagi orang lain!
Friday, May 13, 2016
BERHATI HAMBA SEPERTI KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2016
Baca: Markus 10:42-45
"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Markus 10:45
Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak orang menyebut diri orang Kristen tapi karakter hidupnya sama sekali tidak menyerminkan Kristus. Salah satu karakter yang sangat menyolok dalam diri Tuhan Yesus adalah berhati hamba yaitu mau melayani, bukan dilayani. Dia datang ke dunia bukan untuk menjadi terkenal, di elu-elukan, disanjung dan disambut dengan sorak-sorai, melainkan hadir sebagai pribadi yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan dan semarak, dengan memosisikan diri-Nya sebagai hamba. "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Tugas utama seorang hamba adalah melayani, karena itu Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, bahkan Ia rela memberikan hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Menjadi pengikut Kristus berarti harus memiliki hati hamba seperti Kristus. Berhati hamba berarti siap untuk tidak dikenal, tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh orang lain. Ada banyak orang Kristen yang melayani dengan harapan beroleh pujian dan hormat dari manusia. Berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus yang rela menanggalkan segala atribut kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya, dan ke-Ilahian-Nya menjadi seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, sehingga keberadaan-Nya sama sekali tidak diperhitungkan dan bahkan dipandang sebelah mata. Berhati hamba berarti juga melayani dengan penuh kerelaan, pengabdian dan kerendahan hati. Ini berbicara tentang sikap hati dalam melayani! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Pelayanan meliputi dua arah: pelayanan kepada Tuhan (vertikal) dan pelayanan kepada sesama (horisontal). Dalam melayani Tuhan kita harus memiliki roh yang menyala-nyala (baca Roma 12:11), dan dalam melayani sesama dibutuhkan hati yang rela dan penuh kasih (baca Galatia 5:13).
Tanpa memiliki hati hamba, kita tidak layak melayani Tuhan dan sesama!
Baca: Markus 10:42-45
"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Markus 10:45
Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak orang menyebut diri orang Kristen tapi karakter hidupnya sama sekali tidak menyerminkan Kristus. Salah satu karakter yang sangat menyolok dalam diri Tuhan Yesus adalah berhati hamba yaitu mau melayani, bukan dilayani. Dia datang ke dunia bukan untuk menjadi terkenal, di elu-elukan, disanjung dan disambut dengan sorak-sorai, melainkan hadir sebagai pribadi yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan dan semarak, dengan memosisikan diri-Nya sebagai hamba. "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Tugas utama seorang hamba adalah melayani, karena itu Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, bahkan Ia rela memberikan hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Menjadi pengikut Kristus berarti harus memiliki hati hamba seperti Kristus. Berhati hamba berarti siap untuk tidak dikenal, tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh orang lain. Ada banyak orang Kristen yang melayani dengan harapan beroleh pujian dan hormat dari manusia. Berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus yang rela menanggalkan segala atribut kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya, dan ke-Ilahian-Nya menjadi seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, sehingga keberadaan-Nya sama sekali tidak diperhitungkan dan bahkan dipandang sebelah mata. Berhati hamba berarti juga melayani dengan penuh kerelaan, pengabdian dan kerendahan hati. Ini berbicara tentang sikap hati dalam melayani! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Pelayanan meliputi dua arah: pelayanan kepada Tuhan (vertikal) dan pelayanan kepada sesama (horisontal). Dalam melayani Tuhan kita harus memiliki roh yang menyala-nyala (baca Roma 12:11), dan dalam melayani sesama dibutuhkan hati yang rela dan penuh kasih (baca Galatia 5:13).
Tanpa memiliki hati hamba, kita tidak layak melayani Tuhan dan sesama!
Thursday, May 12, 2016
HIDUP KUDUS: Standar Hidup Orang Percaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2016
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Hidup dalam kekudusan dan tidak bercacat sesungguhnya adalah kehendak Tuhan bagi setiap manusia, sebab Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (baca Kejadian 1:27). Tuhan adalah kudus, maka Ia pun menghendaki manusia kudus seperti diri-Nya. "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16). Karena Tuhan adalah kudus maka Ia tidak dapat menyatu dengan ketidakkudusan dan segala bentuk kecemaran. Dengan kata lain kalau kita tidak hidup dalam kekudusan kita pun tidak dapat menyatu dengan Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan, maka dari itu "...kejarlah kekudusan," (Ibrani 12:14). Apabila kita ingin melihat dan mengalami kehadiran Tuhan syarat mutlaknya hidup dalam kekudusan.
Salah satu definisi kata kudus adalah berada dalam kemurnian; bahasa Ibraninya kadosh, yang berarti naik lebih tinggi. Artinya Tuhan memanggil orang percaya untuk hidup sesuai dengan standar-Nya, level hidup yang naik ke arah Kristus, yaitu hidup sebagaimana Kristus hidup dan berpikir sebagaimana Kristus berpikir. Hidup kudus berarti pula hidup terpisah dari segala bentuk dosa dan mempersembahkan hidup hanya bagi Tuhan, karena tubuh kita adalah bait Tuhan. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Bait Tuhan merupakan suatu tempat yang kudus di mana hadirat Tuhan akan hadir di dalamnya. Untuk itulah kita harus memelihara tubuh kita agar selalu bersih dan terbebas dari segala bentuk kenajisan dan kecemaran. Bagaimana caranya? Kita harus mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari. Dengan pertolongan Roh Kudus saja kita beroleh kekuatan untuk meninggalkan perbuatan daging.
Kekudusan dan kemurnian hidup tidak akan pernah bisa dicapai jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, tanpa bergantung kepada anugerah dan kekuatan dari Tuhan. Tanpa Roh Kudus kita tidak akan mampu!
"Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." Imamat 20:26
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Hidup dalam kekudusan dan tidak bercacat sesungguhnya adalah kehendak Tuhan bagi setiap manusia, sebab Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (baca Kejadian 1:27). Tuhan adalah kudus, maka Ia pun menghendaki manusia kudus seperti diri-Nya. "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16). Karena Tuhan adalah kudus maka Ia tidak dapat menyatu dengan ketidakkudusan dan segala bentuk kecemaran. Dengan kata lain kalau kita tidak hidup dalam kekudusan kita pun tidak dapat menyatu dengan Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan, maka dari itu "...kejarlah kekudusan," (Ibrani 12:14). Apabila kita ingin melihat dan mengalami kehadiran Tuhan syarat mutlaknya hidup dalam kekudusan.
Salah satu definisi kata kudus adalah berada dalam kemurnian; bahasa Ibraninya kadosh, yang berarti naik lebih tinggi. Artinya Tuhan memanggil orang percaya untuk hidup sesuai dengan standar-Nya, level hidup yang naik ke arah Kristus, yaitu hidup sebagaimana Kristus hidup dan berpikir sebagaimana Kristus berpikir. Hidup kudus berarti pula hidup terpisah dari segala bentuk dosa dan mempersembahkan hidup hanya bagi Tuhan, karena tubuh kita adalah bait Tuhan. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Bait Tuhan merupakan suatu tempat yang kudus di mana hadirat Tuhan akan hadir di dalamnya. Untuk itulah kita harus memelihara tubuh kita agar selalu bersih dan terbebas dari segala bentuk kenajisan dan kecemaran. Bagaimana caranya? Kita harus mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari. Dengan pertolongan Roh Kudus saja kita beroleh kekuatan untuk meninggalkan perbuatan daging.
Kekudusan dan kemurnian hidup tidak akan pernah bisa dicapai jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, tanpa bergantung kepada anugerah dan kekuatan dari Tuhan. Tanpa Roh Kudus kita tidak akan mampu!
"Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." Imamat 20:26
Wednesday, May 11, 2016
GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2016
Baca: Ulangan 11:8-32
"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;" Ulangan 11:19
Sering dijumpai orangtua memanjakan anak dengan materi yang berlimpah, karena mereka beranggapan bahwa dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan secara berlebih anak akan merasa bahagia dan nyaman. Di satu sisi orangtua begitu sibuk dengan bisnis dan pekerjaan, sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk anak-anaknya. Anak pun menjadi kecewa, marah dan frustasi karena merasa kurang diperhatikan, sehingga mereka berusaha mencari kesenangan dan perhatian di luar rumah; akhirnya mereka terjebak dalam pergaulan yang salah. Rasul Paulus memeringatkan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Di sisi lain ada orangtua yang bersikap terlalu lunak, diam saja dan enggan menegur meski tahu bahwa anak-anaknya telah melakukan kesalahan atau perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan, padahal "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," (Amsal 6:23).
Kehidupan keluarga imam Eli menjadi sebuah pelajaran berharga. Imam Eli tidak secara konsisten menegur dan memeringatkan anak-anaknya (Hofni dan Pinehas), walaupun jelas-jelas mereka telah berlaku dursila dan tidak mengindahkan Tuhan. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24), sebab "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan..." (Amsal 29:15). Akibatnya fatal (baca 1 Samuel 2:27-36).
Kasih dan teguran haruslah berjalan seimbang. Mendidik dan mengajarkan firman Tuhan kepada anak harus dilakukan sejak dini. Ini adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan generasi yang takut akan Tuhan. Orangtua juga harus menjadikan rumahnya sebagai tempat pendidikan rohani dan mezbah doa, tempat bagi anggota keluarga bersekutu, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, memraktekkan ajaran firman Tuhan. Melalui keteladanan hidup orangtua, anak-anak akan mengikuti jejaknya.
Pendidikan rohani yang dimulai dari gereja inti (keluarga) anak membentuk anak-anak menjadi generasi-generasi masa depan yang menggenapkan rencana Tuhan.
Baca: Ulangan 11:8-32
"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;" Ulangan 11:19
Sering dijumpai orangtua memanjakan anak dengan materi yang berlimpah, karena mereka beranggapan bahwa dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan secara berlebih anak akan merasa bahagia dan nyaman. Di satu sisi orangtua begitu sibuk dengan bisnis dan pekerjaan, sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk anak-anaknya. Anak pun menjadi kecewa, marah dan frustasi karena merasa kurang diperhatikan, sehingga mereka berusaha mencari kesenangan dan perhatian di luar rumah; akhirnya mereka terjebak dalam pergaulan yang salah. Rasul Paulus memeringatkan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Di sisi lain ada orangtua yang bersikap terlalu lunak, diam saja dan enggan menegur meski tahu bahwa anak-anaknya telah melakukan kesalahan atau perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan, padahal "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," (Amsal 6:23).
Kehidupan keluarga imam Eli menjadi sebuah pelajaran berharga. Imam Eli tidak secara konsisten menegur dan memeringatkan anak-anaknya (Hofni dan Pinehas), walaupun jelas-jelas mereka telah berlaku dursila dan tidak mengindahkan Tuhan. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24), sebab "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan..." (Amsal 29:15). Akibatnya fatal (baca 1 Samuel 2:27-36).
Kasih dan teguran haruslah berjalan seimbang. Mendidik dan mengajarkan firman Tuhan kepada anak harus dilakukan sejak dini. Ini adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan generasi yang takut akan Tuhan. Orangtua juga harus menjadikan rumahnya sebagai tempat pendidikan rohani dan mezbah doa, tempat bagi anggota keluarga bersekutu, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, memraktekkan ajaran firman Tuhan. Melalui keteladanan hidup orangtua, anak-anak akan mengikuti jejaknya.
Pendidikan rohani yang dimulai dari gereja inti (keluarga) anak membentuk anak-anak menjadi generasi-generasi masa depan yang menggenapkan rencana Tuhan.
Tuesday, May 10, 2016
GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2016
Baca: Ulangan 6:1-25
"haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." Ulangan 6:7
Alkitab menyatakan bahwa kita ini diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk kemuliaan nama-Nya: "semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:7).
Rasul Paulus menegaskan hal itu kepada jemaat di Efesus, "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kehendak Tuhan untuk hidup bagi kemuliaan-Nya ini tidak hanya berlaku bagi satu generasi saja, tetapi dari generasi ke generasi; sedangkan tanggung jawab mempersiapkan generasi ada di pundak orangtua. Karena itulah Musa memperingatkan para orangtua untuk tidak lalai mendidik anak-anaknya, sebab jika lalai melakukan tanggung jawab ini akan berakibat sangat fatal bagi generasi mendatang.
Ada tertulis: "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka." (Amsal 17:6). Tuhan mengaruniakan anak-anak ke dalam sebuah keluarga untuk diperhatikan, dirawat, dibesarkan dan dididik. Orangtua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya secara jasmani dan rohani. Ada banyak orangtua yang hanya concern terhadap kebutuhan jasmani anak-anak, dan cenderung mengutamakan pengetahuan umum dan prestasi akademik saja, namun kurang memerhatikan kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani yang dimaksudkan adalah menanamkan prinsip-prinsip Alkitabiah, mengajarkan firman Tuhan, serta memberikan teladan hdiup bagaimana memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam hal ini orangtua harus mampu menjalankan perannya sebagai pembimbing rohani bagi anak-anaknya.
Musa memperingatkan para orangtua agar bersungguh-sungguh memersiapkan generasi yang kudus, takut akan Tuhan, dan generasi yang memiliki hati untuk melayani Tuhan, dengan cara mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya; bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berulang-ulang, kapan pun dan di mana pun berada. Artinya di setiap kesempatan, bersifat terus-menerus, dan konsisten. (Bersambung)
Baca: Ulangan 6:1-25
"haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." Ulangan 6:7
Alkitab menyatakan bahwa kita ini diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk kemuliaan nama-Nya: "semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:7).
Rasul Paulus menegaskan hal itu kepada jemaat di Efesus, "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kehendak Tuhan untuk hidup bagi kemuliaan-Nya ini tidak hanya berlaku bagi satu generasi saja, tetapi dari generasi ke generasi; sedangkan tanggung jawab mempersiapkan generasi ada di pundak orangtua. Karena itulah Musa memperingatkan para orangtua untuk tidak lalai mendidik anak-anaknya, sebab jika lalai melakukan tanggung jawab ini akan berakibat sangat fatal bagi generasi mendatang.
Ada tertulis: "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka." (Amsal 17:6). Tuhan mengaruniakan anak-anak ke dalam sebuah keluarga untuk diperhatikan, dirawat, dibesarkan dan dididik. Orangtua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya secara jasmani dan rohani. Ada banyak orangtua yang hanya concern terhadap kebutuhan jasmani anak-anak, dan cenderung mengutamakan pengetahuan umum dan prestasi akademik saja, namun kurang memerhatikan kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani yang dimaksudkan adalah menanamkan prinsip-prinsip Alkitabiah, mengajarkan firman Tuhan, serta memberikan teladan hdiup bagaimana memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam hal ini orangtua harus mampu menjalankan perannya sebagai pembimbing rohani bagi anak-anaknya.
Musa memperingatkan para orangtua agar bersungguh-sungguh memersiapkan generasi yang kudus, takut akan Tuhan, dan generasi yang memiliki hati untuk melayani Tuhan, dengan cara mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya; bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berulang-ulang, kapan pun dan di mana pun berada. Artinya di setiap kesempatan, bersifat terus-menerus, dan konsisten. (Bersambung)
Monday, May 9, 2016
FIRMAN TUHAN: Kunci Pertumbuhan Iman
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2016
Baca: Mazmur 119:97-104
"Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan." Mazmur 119:99
Kekristenan itu lebih dari sekedar agama, melainkan sebuah hubungan dengan Tuhan; dan yang menjadi dasar sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik.
Tuhan berkomunikasi dengan kita dengan berbagai cara, terutama sekali melalui firman-Nya. Sementara, kita berkomunikasi dan Tuhan melalui doa-doa kita. Karena itu perlu sekali kita belajar mempertajam pendengaran kita akan suara Tuhan supaya komunikasi dua arah ini dapat berlangsung dengan baik. Ketika kita tekun membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari kita bisa mengerti apa yang menjadi kemauan Tuhan, kehendak-Nya, isi hati-Nya dan jalan-jalan-Nya. Firman Tuhan adalah standar tertinggi dan mutlak untuk setiap bidang kehidupan orang percaya, sebab firman-Nya "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Seperti bayi yang mendambakan susu dan membutuhkannya untuk dapat bertumbuh, kita pun harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan supaya iman kita dapat bertumbuh, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Maka dari itu "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan." (1 Petrus 2:2-3). Selain membawa kepada pertumbuhan iman firman Tuhan juga berfungsi sebagai pedang Roh. Tuhan Yesus telah mempraktekkan bagaimana Ia menang atas pencobaan di padang gurun dengan memfungsikan firman sebagai pedang Roh. Kita pun dapat menang atas pencobaan-pencobaan yang terjadi dengan cara yang sama, dengan memperkatakan firman dan mempraktekkannya. "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:9).
Bila sampai hari ini kita masih menganggap bahwa Alkitab itu tidak lebih dari sebuah buku biasa karangan manusia, itu adalah kesalahan besar dan sangat fatal!
Tanpa mau menyediakan waktu untuk dengar-dengaran akan firman Tuhan setiap hari mustahil kerohanian seseorang mengalami pertumbuhan!
Baca: Mazmur 119:97-104
"Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan." Mazmur 119:99
Kekristenan itu lebih dari sekedar agama, melainkan sebuah hubungan dengan Tuhan; dan yang menjadi dasar sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik.
Tuhan berkomunikasi dengan kita dengan berbagai cara, terutama sekali melalui firman-Nya. Sementara, kita berkomunikasi dan Tuhan melalui doa-doa kita. Karena itu perlu sekali kita belajar mempertajam pendengaran kita akan suara Tuhan supaya komunikasi dua arah ini dapat berlangsung dengan baik. Ketika kita tekun membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari kita bisa mengerti apa yang menjadi kemauan Tuhan, kehendak-Nya, isi hati-Nya dan jalan-jalan-Nya. Firman Tuhan adalah standar tertinggi dan mutlak untuk setiap bidang kehidupan orang percaya, sebab firman-Nya "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Seperti bayi yang mendambakan susu dan membutuhkannya untuk dapat bertumbuh, kita pun harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan supaya iman kita dapat bertumbuh, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Maka dari itu "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan." (1 Petrus 2:2-3). Selain membawa kepada pertumbuhan iman firman Tuhan juga berfungsi sebagai pedang Roh. Tuhan Yesus telah mempraktekkan bagaimana Ia menang atas pencobaan di padang gurun dengan memfungsikan firman sebagai pedang Roh. Kita pun dapat menang atas pencobaan-pencobaan yang terjadi dengan cara yang sama, dengan memperkatakan firman dan mempraktekkannya. "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:9).
Bila sampai hari ini kita masih menganggap bahwa Alkitab itu tidak lebih dari sebuah buku biasa karangan manusia, itu adalah kesalahan besar dan sangat fatal!
Tanpa mau menyediakan waktu untuk dengar-dengaran akan firman Tuhan setiap hari mustahil kerohanian seseorang mengalami pertumbuhan!
Sunday, May 8, 2016
FIRMAN TUHAN: Kunci Keberhasilan Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2016
Baca: Yesaya 55:1-13
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Karena merupakan perkataan Tuhan sendiri maka setiap tulisan dalam Alkitab/Injil mengandung kuasa luar biasa. Jangan sekali-kali meremehkan atau menganggap sepele firman Tuhan karena ada dampak luar biasa bagi orang yang senantiasa tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan, sebab firman yang diperkatakan dengan iman tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3).
Ingin mengalami keberhasilan di segala aspek kehidupan ini? Jangan sekalipun membiarkan hari-hari berlalu tanpa kita membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagaimana Tuhan sampaikan dan nasihatkan kepada Yosua: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Meski tahu bahwa Timotius sudah terlibat dalam pelayanan, bahkan sudah menggembalakan jemaat, Rasul Paulus tak pernah bosan-bosannya mengingatkan anak rohaninya ini agar ia tidak melupakan Alkitab dalam kehidupannya sehari-hari: "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,..." (1 Timotius 4:13), dan "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (2 Timotius 3:15). Oleh karena itu, kita harus bertekun dalam membaca dan merenungkan firman Tuhan karena firman-Nya memberi hikmat, menuntun kita kepada keselamatan dan membawa kita kepada keberhasilan, sebab firman-Nya hidup dan berkuasa.
Merenungkan firman siang dan malam, serta memperkatakan firman, adalah kunci mengalami kehidupan yang berhasil dan beruntung.
Baca: Yesaya 55:1-13
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Karena merupakan perkataan Tuhan sendiri maka setiap tulisan dalam Alkitab/Injil mengandung kuasa luar biasa. Jangan sekali-kali meremehkan atau menganggap sepele firman Tuhan karena ada dampak luar biasa bagi orang yang senantiasa tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan, sebab firman yang diperkatakan dengan iman tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3).
Ingin mengalami keberhasilan di segala aspek kehidupan ini? Jangan sekalipun membiarkan hari-hari berlalu tanpa kita membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagaimana Tuhan sampaikan dan nasihatkan kepada Yosua: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Meski tahu bahwa Timotius sudah terlibat dalam pelayanan, bahkan sudah menggembalakan jemaat, Rasul Paulus tak pernah bosan-bosannya mengingatkan anak rohaninya ini agar ia tidak melupakan Alkitab dalam kehidupannya sehari-hari: "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,..." (1 Timotius 4:13), dan "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (2 Timotius 3:15). Oleh karena itu, kita harus bertekun dalam membaca dan merenungkan firman Tuhan karena firman-Nya memberi hikmat, menuntun kita kepada keselamatan dan membawa kita kepada keberhasilan, sebab firman-Nya hidup dan berkuasa.
Merenungkan firman siang dan malam, serta memperkatakan firman, adalah kunci mengalami kehidupan yang berhasil dan beruntung.
Saturday, May 7, 2016
FIRMAN TUHAN: Kebutuhan Utama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2016
Baca: Mazmur 119:47-56
Banyak orang Kristen yang kurang menyadari pentingnya Alkitab dalam kehidupan mereka. Itu terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan Alkitab dengan tidak semestinya. Mereka memegang Alkitab dan membacanya hanya saat beribadah di gereja atau di persekutuan saja. Di hari-hari lain Alkitab tetap berada di tempatnya, tersimpan rapi, tak tersentuh sama sekali. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa tulisan-tulisan yang terkandung di dalam Alkitab adalah tulisan biasa tanpa kuasa, sehingga mereka membacanya di kala perlu atau sempat saja.
Alkitab atau Injil bukanlah buku yang berisikan cerita fiksi, dongeng, atau bisa kita samakan dengan buku-buku ilmiah karangan manusia pada umumnya, tapi "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:16-17). Alkitab atau Injil adalah firman yang disampaikan oleh Allah atau perkataan Allah sendiri yang mengandung kuasa yang sangat dahsyat, yang "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Mari belajar dari Daud yang sangat menghormati, menghargai, dan mencintai firman Tuhan. Ia berkata, "...firman-Mu tidak akan kulupakan." (Mazmur 119:16). "...Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Dengan kata lain ia menjadikan firman Tuhan sebagai kebutuhan utama dalam hidupnya. Bagi Daud firman Tuhan adalah penerang di setiap langkah hidupnya. "...Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Ayub juga sangat menghargai firman Tuhan lebih dari makanan jasmani apa pun. "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12). Sudahkah firman Tuhan menjadi kebutuhan utama dalam hidup ini?
Ingatlah bahwa, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Matius 4:4
Baca: Mazmur 119:47-56
Banyak orang Kristen yang kurang menyadari pentingnya Alkitab dalam kehidupan mereka. Itu terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan Alkitab dengan tidak semestinya. Mereka memegang Alkitab dan membacanya hanya saat beribadah di gereja atau di persekutuan saja. Di hari-hari lain Alkitab tetap berada di tempatnya, tersimpan rapi, tak tersentuh sama sekali. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa tulisan-tulisan yang terkandung di dalam Alkitab adalah tulisan biasa tanpa kuasa, sehingga mereka membacanya di kala perlu atau sempat saja.
Alkitab atau Injil bukanlah buku yang berisikan cerita fiksi, dongeng, atau bisa kita samakan dengan buku-buku ilmiah karangan manusia pada umumnya, tapi "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:16-17). Alkitab atau Injil adalah firman yang disampaikan oleh Allah atau perkataan Allah sendiri yang mengandung kuasa yang sangat dahsyat, yang "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Mari belajar dari Daud yang sangat menghormati, menghargai, dan mencintai firman Tuhan. Ia berkata, "...firman-Mu tidak akan kulupakan." (Mazmur 119:16). "...Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Dengan kata lain ia menjadikan firman Tuhan sebagai kebutuhan utama dalam hidupnya. Bagi Daud firman Tuhan adalah penerang di setiap langkah hidupnya. "...Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Ayub juga sangat menghargai firman Tuhan lebih dari makanan jasmani apa pun. "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12). Sudahkah firman Tuhan menjadi kebutuhan utama dalam hidup ini?
Ingatlah bahwa, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Matius 4:4
Friday, May 6, 2016
TUHAN YESUS NAIK KE SORGA: Jaminan Bagi Orang Percaya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2016
Baca: Kisah Para Rasul 1:6-11
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Kisah 1:11b
Dengan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga ada jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Artinya sorga bukan sekedar impian, angan-angan atau pengharapan kosong, melainkan sesuatu yang pasti, karena Tuhan telah menyediakannya bagi kita; sebab Ia mau di mana Ia berada di situ pula kita akan berada. Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal kita secara permanen. Rumah atau tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah sorga, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20).
Keselamatan dan hidup kekal menjadi sebuah jaminan yang pasti, sebab Tuhan Yesus telah membuka jalan tersebut melalui pengorbanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan juga kenaikan-Nya ke sorga sebagai bukti kemenangan-Nya. Tuhan Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Ada hal menarik dalam peristiwa ini, sebab Ia terangkat ke sorga dalam posisi sedang memberkati murid-muridNya, bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang sangat peduli. "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu." (Yohanes 14:18).
Tuhan Yesus naik ke sorga bukan berarti meninggalkan umat-Nya begitu saja, tetapi ada maksudnya: "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Dengan kepergian-Nya ke sorga maka Tuhan mengutus Roh Kudus turun ke dunia untuk menyertai, mendampingi, menolong dan tinggal di dalam diri setiap orang percaya. Roh Kudus adalah parakletos, berperan sebagai penasihat, pendamping dan penghibur. Dengan pertolongan Roh Kudus ini umat Tuhan benar-benar sedang dipersiapkan untuk menjadi mempelai-mempelai yang tidak bercacat cela saat Tuhan Yesus datang kembali kali yang ke-2 kelak.
Kenaikan Yesus ke sorga berarti "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Baca: Kisah Para Rasul 1:6-11
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Kisah 1:11b
Dengan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga ada jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Artinya sorga bukan sekedar impian, angan-angan atau pengharapan kosong, melainkan sesuatu yang pasti, karena Tuhan telah menyediakannya bagi kita; sebab Ia mau di mana Ia berada di situ pula kita akan berada. Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal kita secara permanen. Rumah atau tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah sorga, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20).
Keselamatan dan hidup kekal menjadi sebuah jaminan yang pasti, sebab Tuhan Yesus telah membuka jalan tersebut melalui pengorbanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan juga kenaikan-Nya ke sorga sebagai bukti kemenangan-Nya. Tuhan Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Ada hal menarik dalam peristiwa ini, sebab Ia terangkat ke sorga dalam posisi sedang memberkati murid-muridNya, bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang sangat peduli. "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu." (Yohanes 14:18).
Tuhan Yesus naik ke sorga bukan berarti meninggalkan umat-Nya begitu saja, tetapi ada maksudnya: "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Dengan kepergian-Nya ke sorga maka Tuhan mengutus Roh Kudus turun ke dunia untuk menyertai, mendampingi, menolong dan tinggal di dalam diri setiap orang percaya. Roh Kudus adalah parakletos, berperan sebagai penasihat, pendamping dan penghibur. Dengan pertolongan Roh Kudus ini umat Tuhan benar-benar sedang dipersiapkan untuk menjadi mempelai-mempelai yang tidak bercacat cela saat Tuhan Yesus datang kembali kali yang ke-2 kelak.
Kenaikan Yesus ke sorga berarti "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Subscribe to:
Posts (Atom)