Showing posts with label Petrus. Show all posts
Showing posts with label Petrus. Show all posts

Wednesday, August 26, 2009

Tanpa Ketaatan Kita Akan Binasa

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2009 -

 Baca: Matius 24:37-44

"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37

Seperti apakah orang-orang di zaman Nuh dulu? Ternyata kehidupan mereka pada waktu itu penuh dengan segala jenis kejahatan. Mereka sama sekali tidak mengindahkan hukum-hukum Allah, lebih senang melakukan dosa daripada kebenaran. Moral manusia benar-benar telah rusak. "...dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5).

Di masa sekarang ini menjelang kedatangan Yesus yang kedua, keadaan manusia tidak jauh berbeda dengan orang-orang zaman Nuh dulu, dimana segala jenis kejahatan merajalela di mana-mana (pembunuhan, kekerasan, tipu-muslihat, kedurhakaan dan sebagainya). Namun bukanlah berarti kehidupan orang-orang Kristen boleh tenggelam dan terlibat di dalamnya. Jika kita tidak berbeda dengan orang dunia maka kita juga akan mengalami hal yang sama seperti nenek moyang kita yaitu binasa. Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan seperti Nuh, "...seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; ...Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Karena ketaatannya, Nuh dan seisi keluarga selamat dari air bah. Tuhan mencari orang-orang yang taat dan hidup tidak bercela. Inilah yang paling dicari Tuhan di akhir zaman ini! Bukan orang-orang yang hidup dalam kefasikan dan kesuaman. Terhadap orang yang suam-suam kuku, Tuhan dengan sangat keras berkata, "...Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu." (Wahyu 3:16).
Ketaatan menuntut kita menyangkali diri setiap hari, menyalibkan hawa nafsu kedagingan dan memiliki penyerahan diri total kepada Tuhan. Banyak yang berkata, "Mengapa  harus capek-capek melayani Tuhan? Mendingan waktu kita digunakan untuk hal lain yang bisa menghasilkan uang. Jadi orang Kristen jangan rohani-rohani amat deh, gak ada untungnya". Namun bila kita menyia-nyiakan kesempatan, kelak kita akan menyesal karena setiap ketaatan selalu mendatangkan upah yaitu kehidupan kekal.

"...apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu." 1 Petrus 5:4

Sunday, August 23, 2009

Kecantikan Batiniah

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2009 - 

 Baca: 1 Petrus 3:1-7 

"...perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." 1 Petrus 3:4 

Alkitab jelas menyatakan bahwa yang menjadi perhiasan bagi wanita bukanlah 'penampilan luarnya' semisal tata rias wajah, lembut, pakaian indah atau pun perhiasan yang ia kenakan (emas, berlian, permata) yang mengundang decak kagum siapa saja yang memandangnya, tetapi perhiasan seorang wanita adalah manusia batiniah atau kecantikan batiniahnya (inner beauty)! Penulis amsal berkata, "Seperti anting-anting emas di jungur babi, demikianlah perempuan cantik yang tidak susila." (Amsal 11:22). Kecantikan fisik (lahiriah) wanita tak akan berarti apa-apa. "Kemolekan adalah bohon dan kecantikan adalah sia-sia," (Amsal 31:30a) bila tidak diimbangi dengan moral yang baik. Wanita yang berbudi harus memiliki roh yang lemah lembut dan penguasan diri dalam segala hal sehingga keberadaannya senantiasa menjadi berkat, karena "Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya." (Amsal 31:26). Banyak contoh wanita-wanita dalam Alkitab yang hidupnya menjadi teladan karena cantik batinnya. Ester adalah perempuan Yahudi yang berani mempertaruhkan reputasi dan juga nyawanya demi keselamatan bangsanya dari rencan jahat Haman; ia berjuang menegakkan kebeneran dan dengan tegas melawan ketidakadilan. Debora dipilih Tuhan untuk membebaskan bangsanya dari tangan Yabin, raja Kanaan. Ia pun mendukung dan memberi semangan kepada Barak menghadapi panglima perang raja Yabin yaitu Sisera. Kata Debora, "Baik, aku turut! Hanya engkau yang tidak akan mendapat kehormatan dalam perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab Tuhan akan menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang perempuan"(Hakim-Hakim 4:9). Seorang wanita tidak hanya pandai berbicara, tetapi ia juga akan memberi semangat, berdoa dan turut merasakan pergumulan yang dialami suami atau keluarga, serta mau membuka telinga terhadap keluh-kesah orang lain dan memiliki hati yang penuh dengan belas kasih dan pengampunan. 

Jangan bangga karena kecantikan fisik, berbanggalah bila hidup kita bisa menjadi berkat dan teladan bagi orang lain!

Tuesday, August 18, 2009

Menguji Diri Sendiri Lebih Dahulu

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2009 -

Baca: 1 Petrus 2:18-25

"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung." 1 Petrus 2:19

Segala sesuatu jika tidak diuji dalam suatu proses tertentu tidak dapat dibuktikan kualitasnya. Contoh: seseorang dapat saja berkata bahwa ia sabar atau rendah hati. Mungkin ia dapat bersikap sabar atau rendah hati selam semua berjalan dengan wajar atau normal-normal saja. Tetapi apabila tiba-tiba ia mendapat serangan berupa umpatan, fitnahan, caci maki atau cemoohan dari orang lain, padahal ia tidak bersalah, apakah ia tetap dapat mempertahankan kesabaran dan kerendahan hatinya? Hal-hal yang tidak menyenangkan atau kritikan-kritikan yang dapat menyinggung harga diri kita itulah alat ukur untuk melihat keberadaan kita sesungguhnya, apakah kita sudah dapat berlaku sabar dan bersikap rendah hati sebagaimana kita mempromosikan diri kepada orang lain?
Bagaimana reaksi kita terhadap sikap kasar atau hujatan yang ditimpakan kepada kita? Dapatkah kita bersikap seperti Kristus, Raja di atas segala raja dan Anak Allah yang Mahatinggi, ketika dicaci maki dan dihina begitu rupa pada waktu penyaliban? "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." (ayat 23). Pada umumnya orang yang tersinggung akan segera bertindak seperti Petrus. Ketika mengetahui Yesus hendak ditangkap, Peterus secepat kilat menghunus pedangnya dan menabas telinga hamba Imam Besar (baca Yohanes 18:10). Bukankah seringkali mulut kita juga menghamburkan perkataan-perkataan tajam kepada orang lain seperti mata pedang ketika kita tersinggung?
Perhatikan! "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? (Artinya sudah selayaknya kita dipukul, dimaki atau diolok karena kita telah berbuat dosa/salah - red) Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah." (ayat 20). Di sinilah kita dapat menilai karakter atau kepribadian kita yang asli, yang setelah diuji barulah kita mengerti apakah kita lulus atau tidak.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri..." Galatia 6:4

Friday, August 14, 2009

Bisakah Kita Menguasai Diri?

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2009 -

Baca: Amsal 25:1-28

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28

Dahulu kala kota-kota selalu dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Tembok tersebut berfungsi sebagai benteng perlindungan yang kuat terhadap serangan musuh. Apabila tembok tersebut runtuh musuh dapat dengan mudahnya memasuki kota itu dan mendudukinya. Begitu juga orang yang kehilangan penguasaan diri akan menjadi sasaran empuk Iblis. Kehidupannya akan mudah tergoncang dan tidak pernah merasa aman, karena ia telah ditawan dan diperdaya oleh Iblis, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8b).
Penguasaan diri dalam segala hal sangat penting bagi anak-anak Tuhan. Orang yang memiliki penguasaan diri mampu mengendalikan diri, menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan dapat mendisiplinkan diri sendiri. Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang memiliki penguasaan diri. Daud dapat menguasai diri sehingga engga membunuh Saul meskipun ia memiliki kesempatan balas dengan terhadap kejahatan yang dilakukan Sauld terhadapnya. Saat melihat Saul berada di dalam gua, "...berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: 'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.' " (1 Samuel 24:6-7). Yusuf, pemuda yang takut akan Tuhan, digoda dan dibujuk oleh istri Potifar, "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (Kejadian 39:12). Yusuf dapat menguasai dirinya dari perangkap istri tuannya itu dan menjaga kekudusan dengan tidak mencemarkan diri. Itulah sebabnya kehidupan Yusuf semakin berkenan di hadapan Tuhan.
Penguasaan diri tidak datang dengan sendirinya namun melalui suatu proses yaitu tunduk pada pimpinan Roh Kudus; tanpaNya mustahil kita dapat menguasai diri terhadap musuh.

Tinggal dalam fimanNya dan mengijinkan Roh Kudus bekerja adalah kunci untuk memiliki penguasaan diri!

Tuesday, August 11, 2009

Sombong Dan Pemfitnah

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2009 -

Baca: Yesaya 2:6-22

"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu." Yesaya 2:11

Keberhasilan, kekayaan, jabatan sering membuat orang lupa diri dan sombong. Paulus mengatakan bahwa pada hari-hari akhir sebelum Yesus datang "Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah,..." (2 Timotius 3:2b).
Perihal kesombongan Salomo menulis demikian: "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Bila saat ini kita sedang berada 'di atas angin', berhati-hatilah dan waspadalah, jangan kita jatuh. Sebagai raja, Herodes memiliki segala-galanya dan bisa melakukan apa saja termasuk menganiaya dan membunuh jemaat Tuhan. "Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang. Ketika ia melihat, bahwa hal itu menyenangkan hati orang Yahudi, ia melanjutkan perbuatannya itu dan menyuruh menahan Petrus." (Kisah 12:2-3a). Raja Herodes menyukai pujian manusia. Ia suka membual, sombong dan meninggikan diri sendiri. Pembual adalah orang yang meninggikan diri sendiri dan meremehkan Tuhan. Ketika rakyat mengelu-ngelukan dia dengan berkata, "Ini suara allah dan bukan suara manusia!" (Kisah 12:22). Herodes semakin tersanjung. Akhirnya ia harus menanggung akibatnya: "Dan seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan karena ia tidak memberi hormat kepada Allah; ia mati dimakan cacing-cacing." (Kisah 12:23).
Selain pembual (sombong), di zaman sekarang ini banyak orang yang suka memfitnah orang lain sehingga menimbulkan pertikaian atau permusuhan, baik di lingkungan masyarakat, gereja atau pekerjaan. Pemfitnah adalah orang yang mencemarkan, menista, merugikan atau menjelekkan orang lain. Seperti yang disampaikan Petrus dalam suratnya, kini umat Tuhan juga dihadapkan pada pemfitnah-pemfitnah yang dengan sengaja mengejek iman percayanya, "...bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya." (2 Petrus 3:3)

Itulah sebabnya kita harus senantiasa melekat kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus supaya kita mampu bertahan dan tidak goyah!

Friday, July 31, 2009

Doa Berkuasa Melepaskan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2009 -

Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19

"Pada keesokan harinya gemparlah prajurit-prajurit itu. Mereka bertanya-tanya apakah yang telah terjadi dengan Petrus." Kisah 12:18

Raja Herodes sangat dikenal sebagai raja yang lalim. Dengan kekuasaan yang dimiliki ia bertindak semena-mena terhadap rakyatnya, bahkan melakukan penganiayaan dan pembunuhan secara kejam terhadap orang-orang percaya. Tercatalah demikian "Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang." (ayat 2).
Petrus tidak luput dari penahanan dan dipenjarakan. Sudah bisa dipastikan nasibnya juga tidak akan jauh berbeda dari Yakobus. Saat berada di penjara, Petrus "...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit." (ayat 4a) Habislah sudah harapan Petrus untuk melihat 'dunia luar' sebab ia dijaga ketat oleh prajurit-prajurit Herodes, lagi pula kaki tangannya dibelenggu dengan rantai yang sangat kuat. Petrus tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Ia hanya bisa pasrah sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Dalam kondisi letih dan tak berdaya, Petrus tertidur pulas di antara para prajurit yang menjaganya. Tapi "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: "Bangunlah segera!" Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (ayat 7). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan sanggup melepaskan Petrus dari penjara. "Pintu itu terbuka dengan sendirinya bagi mereka (Petrus dan malaikat). Sesudah tiba di luar, mereka berjalan sampai ke ujung jalan, dan tiba-tiba malaikat itu meninggalkan dia." (ayat 10b). Bagaimana Petrus dapat terlepas dari penjara? Oleh karena kekuatan doa! "Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." (ayat 5b). Bukan sembarang doa, tetapi doa yang dilakukan dengan tekun. Karena doa tekun itu tergeraklah sorga dan kuasa Tuhan bekerja sehingga Ia menurunkan malaikatNya untuk melepaskan semua rantai yang membelenggu Petrus hingga ia luput dari kematian.
Mungkin saat ini kita sedang terbelenggu oleh permasalahan hidup yang ada dan sepertinya kita sudah tidak punya harapan lagi, semua pintu serasa sudah tertutup. Jangan menyerah dan putus asa, datanglah kepada Tuhan dan berseru-serulah kepadaNya dengan sungguh!

Kalau Tuhan turun tangan, tidak ada perkara yang sukar bagi Dia!

Sunday, July 26, 2009

Menghitung Hari Dengan Bijak

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2009 - 

Baca:  Mazmur 90:1-17 

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12 

Setiap hari adalah hari baru dan satu hari hanya dapat kita jalani satu kali saja. Kemudian hari tersebut berganti dengan hari berikutnya yang sama lamanya namun berbeda keadaannya. Hari yang telah kita lalui itu sudah menjadi masa lalu dan tinggal kenangan; hari ini merupakan kesempatan, sedangkan hari-hari yang akan datang menjadi suatu pengharapan bagi kita. Karena begitu berharganya waktu, Musa berdoa kepada Tuhan agar ia diberi hati yang bijaksana sehingga dapat memperhatikan hari demi hari dengan sungguh-sungguh, supaya tidak ada satu hari pun yang terlewatkan dengan percuma. Begitu juga kita yang telah dikaruniai Tuhan dengan banyak talenta, pastilah kita tidak akan merelakan waktu berlalu begitu saja sebab kita tidak tahu apakah esok kita masih punya kesempatan menyambut matahari menyingsing. Dan bagi orang Kristen, waktu adalah untuk berjaga-jaga, sebab waktu Tuhan itu adalah ketika Ia datang laksana seorang pencuri (baca Wahyu 3:3). Biasanya pencuri mengintai kelengahan seseorang, mungkin saat ia sedang tertidur pulas atau bepergian. Perihal berjaga-jaga ini juga disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:15-17). Jadi, kita harus selalu waspada dan tidak lengah sedetik pun! Kita harus bertanggung jawab menjalani hidup sepanjang waktu yang diberikan Tuhan, sebab waktu yang kita jalani ini sedang bergerak menuju kekekalan, dan hidup yang kita jalani sekarang ini memiliki dampak ke kekekalan. Pertanyaannya: apakah hari-hari yang kita jalani sekarang ini sejalan dengan kehendak Tuhan? Karena apa pun yang kita lakukan sekarang sangat menentukan status kita di hadapan Tuhan kelak. Maka dari itu "...waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah" (1 Petrus 4:2). 

Saat ini adalah waktu yang tepat hidup kudus dan melakukan kehendak Tuhan!

Wednesday, July 15, 2009

Menjadi Tawanan Roh

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2009 -

Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38

"Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku."Kisah 20:22-23

Pernyataan sebagai seorang 'tawanan' disampaikan sendiri oleh rasul Paulus. Tawanan yang dimaksudnya bukanlah akibat telah melakukan tindak kejahatan, tetapi adalah 'tawanan' Roh Kudus. Dalam 1 Petrus 2:20 dikatakan, "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.". Paulus menjadi 'tawanan' Roh, artinya ia tidak dapat bertindak sekehendak hati, namun semuanya harus sejalan dengan pimpinan Roh Kudus. Di dalam hati Paulus tersimpan semangat yang berkobar-kobar untuk memberitakan Injil, tetapi jika saat itu Roh Kudus tidak mengijinkan dia melangkah pergi, maka dia pun harus tunduk.
Saat melakukan tour pelayanannya, "Mereka (Paulus dan rekan) melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia.Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka." (Kisah 16:6-7). Paulus menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang hamba, maka dari itu dia belajar taat kepada Roh Kudus sehingga Paulus hanya mau melangkah dan berbicara atas kehendak Tuhan saja. Bila Tuhan menghendakinya untuk pergi dan melakukan sesuatu, maka Paulus taat dan tidak memikirkan apa yang akan terjadi atas dirinya. Penjara, aniaya, sengsara dan penderitaan tidak menghalanginya untuk tetap memberitakan Injil, karena ia percaya "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Paulus tidak melayani Tuhan dengan akalnya sendiri!
Sikap penundukkan diri Paulus kepada Roh Kudus ini haruslah menjadi teladan bagi para pelayan Tuhan sekarang ini. Tuhan tidak mencari hamba-hamba dengan banyak gelar, yang Dia cari adalah yang punya hati hamba, penuh penyerahan diri dan taat.

Sudahkah kita memiliki hati hamba dan tunduk kepada Roh Kudus dalam melayani Tuhan?