Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2010 -
Baca: 1 Samuel 20:1-17
"Dan Yonatan menyuruh Daud sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya, sebab ia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri." 1 Samuel 20:17
Ketika tahu bahwa Daud sedang dalam kesulitan besar dan terancam jiwanya, Yonatan datang memberi kekuatan dan dorongan semangat kepada sahabatnya itu. Ia menemui Daud dan berkata, "Ayahku Saul berikhtiar untuk membunuh engkau; oleh sebab itu, hati-hatilah besok pagi, duduklah di suatu tempat perlindungan dan bersembunyilah di sana. Aku akan keluar dan berdiri di sisi ayahku di padang tempatmu itu. Maka aku akan berbicara dengan ayahku perihalmu; aku akan melihat bagaimana keadaannya, lalu memberitahukannya kepadamu." (1 Samuel 19:2-3).
Seorang sahabat akan selalu ada saat temannya sedang melewati masa-masa yang suram. Amsal 17:17 berkata, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Kehadiran Yonatan sangat berarti bagi Daud. Saat ia terpuruk dan ditinggalkan orang-orang terdekatnya, Yonatan tetap setia dan tidak berubah sikap. Katanya kepada Daud, "Apapun kehendak hatimu, aku akan melakukannya bagimu." (1 Samuel 20:4). Di zaman sekarang ini susah menemukan seorang sahabat seperti Yonatan. Kebanyakan orang membangun sebuah pertemanan didasarkan atas kepentingan untung rugi.
Kita tahu Yonatan adalah putra raja Saul, berarti calon tunggal pengganti ayahnya. Coba bayangkan bagaimana perasaan Yonatan manakala ia mendengar pernyataan nabi Samuel bahwa Tuhan telah menolak Saul sebagai raja atas Israel. Bukankah yang seharusnya melanjutkan kepemimpinan sebagai raja menggantikan Saul adalah Yonatan, ia sendiri? Namun Tuhan telah memilih orang yang berkenan di hatiNya dan berhak mengemban tugas sebagai raja, yaitu Daud, sahabatnya. Secara manusia Yonatan pasti terluka dan pahit hatinya. Tetapi Yonatan tidak demikian, ia rela mengalah dan bersukacita menerima Daud sebagai raja menggantikan ayahnya. Ia sadar Tuhan sendiri yang mengangkat Daud sebagai raja Israel. Ini menunjukkan Yonatan tidak egois atau mementingkan diri sendiri, dan membuktikan dia sahabat sejati bagi Daud.
Sudahkah kita menjadi sahabat sejati bagi orang-orang di sekitar kita? Dan jangan lagi menjadi orang yang egois!
Wednesday, June 30, 2010
Tuesday, June 29, 2010
YONATAN: Figur Sahabat Sejati (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2010 -
Baca: 2 Samuel 1:17-27
"Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan." 2 Samuel 1:26
Bagaimana rasanya jika kita tidak memiliki sahabat selam hidup di dunia ini? Pasti akan terasa hampa dan kesepian, tidak ada teman yang memperhatikan dan peduli dengan keberadaan kita. Bahkan ada kata bijak yang mengatakan bahwa orang yang paling malang di dunia adalah orang yang tidak memiliki sahabat.
Daud sangat berbahagia karena ia memiliki seorang sahabat sejati bernama Yonatan. Setelah Yonatan gugur dalam pertempuran, Daud benar-benar sangat kehilangan dia. Inilah ungkapan isi hati Daud terhadap Yonatan, "Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan." Alkitab juga mencatat betapa karibnya persahabatan keduanya: "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri." (1 Samuel 18:3).
Yonatan adalah contoh sahabat sejati. Darinya kita dapat belajar tentang kualitas seorang sahabat. Yonatan mengambil langkah yang sangat berani dengan menjadikan Daud sebagai sahabatnya, padahal ayahnya (Saul), sangat membenci Daud. Karena kekaribannya dengan Daud, Yonatan juga harus mengalami perlakuan yang tidak baik dari ayahnya. Pada suatu hari raja Saul mengungkapkan amarahnya kepada Yonatan, "Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu? Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh. Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati." (1 Samuel 20:30-31). Bahkan Saul juga melemparkan tombaknya kepada Yonatan untuk membunuhnya. Ketika tahu bahwa ayahnya berencana untuk membunuh Daud, Yonatan pun segera pergi ke tempat persembunyian Daud dan memberitahukan rencana jahat ayahnya itu. Yonatan memang tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi kebencian ayahnya terhadap Daud, tetapi ia dapat berbuat sesuatu untuk menyatakan kesetiaannya sebagai seorang sahabat Daud. Inilah arti sahabat, tetap setia dan mengasihi di segala keadaan. (Bersambung)
Baca: 2 Samuel 1:17-27
"Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan." 2 Samuel 1:26
Bagaimana rasanya jika kita tidak memiliki sahabat selam hidup di dunia ini? Pasti akan terasa hampa dan kesepian, tidak ada teman yang memperhatikan dan peduli dengan keberadaan kita. Bahkan ada kata bijak yang mengatakan bahwa orang yang paling malang di dunia adalah orang yang tidak memiliki sahabat.
Daud sangat berbahagia karena ia memiliki seorang sahabat sejati bernama Yonatan. Setelah Yonatan gugur dalam pertempuran, Daud benar-benar sangat kehilangan dia. Inilah ungkapan isi hati Daud terhadap Yonatan, "Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan." Alkitab juga mencatat betapa karibnya persahabatan keduanya: "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri." (1 Samuel 18:3).
Yonatan adalah contoh sahabat sejati. Darinya kita dapat belajar tentang kualitas seorang sahabat. Yonatan mengambil langkah yang sangat berani dengan menjadikan Daud sebagai sahabatnya, padahal ayahnya (Saul), sangat membenci Daud. Karena kekaribannya dengan Daud, Yonatan juga harus mengalami perlakuan yang tidak baik dari ayahnya. Pada suatu hari raja Saul mengungkapkan amarahnya kepada Yonatan, "Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu? Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh. Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati." (1 Samuel 20:30-31). Bahkan Saul juga melemparkan tombaknya kepada Yonatan untuk membunuhnya. Ketika tahu bahwa ayahnya berencana untuk membunuh Daud, Yonatan pun segera pergi ke tempat persembunyian Daud dan memberitahukan rencana jahat ayahnya itu. Yonatan memang tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi kebencian ayahnya terhadap Daud, tetapi ia dapat berbuat sesuatu untuk menyatakan kesetiaannya sebagai seorang sahabat Daud. Inilah arti sahabat, tetap setia dan mengasihi di segala keadaan. (Bersambung)
Monday, June 28, 2010
JANGAN MENJAMAH YANG NAJIS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2010 -
Baca: Yesaya 52:1-12
"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu,..." Yesaya 52:11
Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, sulitlah bagi kita menyucikan diri bila kita sendiri tak mau melangkah ke luar meninggalkan 'dunia'. Dengan keras Tuhan memerintahkan kita tak lagi bermain-main dengan dosa: "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Sebagai umat yang telah diselamatkan kita harus menjauhkan diri dari hala-hal yang najis dan mau memisahkan diri dari 'dunia' ini. Banyak orang kurang paham akan istilah dunia dalam kekristenan. Apa sih 'dunia' itu? Dunia yang dimaksud bukanlah bumi tempat di mana kita berpijak atau suatu negara. 'Dunia' berbicara tentang pola hidup atau segala sesuatu yang mencondongkan hati kita semakin menjauh dari Tuhan; perkara yang membuat kita tidak lagi bergairah berdoa atau membaca firman Tuhan, itulah 'dunia'. Kesimpulannya ialah segala sesuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin, itulah 'dunia'. Ini bukan hanya berbicara tentang dosa, tapi semua perkara yang membuat kehidupan rohani seseorang padam adalah 'dunia'. Tuhan tidak begitu saja memerintahkan umatNya ke luar memisahkan diri dari 'dunia', namun Dia memberikan jaminan apabila kita mau memisahkan diri dari kehidupan dunia: "...Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan..." (2 Korintus 6:18). Hidup kita tak akan terlantar karena Dia menjadi Bapa kita. Sebagai anak kita akan menjadi obyek perhatianNya, kasihNya, kebaikanNya.
Banyak orang Kristen nampaknya sudah berada di luar 'Mesir', padahal sebenarnya masih berada di dalamnya. Mereka tidak menghiraukan seruan Tuhan, "Jangan menjamah yang najis". Menjamah yang 'najis' bukan terbatas pada dosa perzinahan secara fisik, tapi termasuk perzinahan rohani: ada yang masih terikat pada tradisi, primbon-primbon, hari 'baik', percaya pada suhu, horoskop. Bukankah itu menunjukkan kehidupan di 'Mesir' dan menyembah kepada berhala atau roh-roh yang bukan dari Tuhan? Bukankah hal ini merupakan kenajisan di mata Tuhan?
Segeralah bertobat, sebelum terlambat!
Baca: Yesaya 52:1-12
"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu,..." Yesaya 52:11
Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, sulitlah bagi kita menyucikan diri bila kita sendiri tak mau melangkah ke luar meninggalkan 'dunia'. Dengan keras Tuhan memerintahkan kita tak lagi bermain-main dengan dosa: "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Sebagai umat yang telah diselamatkan kita harus menjauhkan diri dari hala-hal yang najis dan mau memisahkan diri dari 'dunia' ini. Banyak orang kurang paham akan istilah dunia dalam kekristenan. Apa sih 'dunia' itu? Dunia yang dimaksud bukanlah bumi tempat di mana kita berpijak atau suatu negara. 'Dunia' berbicara tentang pola hidup atau segala sesuatu yang mencondongkan hati kita semakin menjauh dari Tuhan; perkara yang membuat kita tidak lagi bergairah berdoa atau membaca firman Tuhan, itulah 'dunia'. Kesimpulannya ialah segala sesuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin, itulah 'dunia'. Ini bukan hanya berbicara tentang dosa, tapi semua perkara yang membuat kehidupan rohani seseorang padam adalah 'dunia'. Tuhan tidak begitu saja memerintahkan umatNya ke luar memisahkan diri dari 'dunia', namun Dia memberikan jaminan apabila kita mau memisahkan diri dari kehidupan dunia: "...Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan..." (2 Korintus 6:18). Hidup kita tak akan terlantar karena Dia menjadi Bapa kita. Sebagai anak kita akan menjadi obyek perhatianNya, kasihNya, kebaikanNya.
Banyak orang Kristen nampaknya sudah berada di luar 'Mesir', padahal sebenarnya masih berada di dalamnya. Mereka tidak menghiraukan seruan Tuhan, "Jangan menjamah yang najis". Menjamah yang 'najis' bukan terbatas pada dosa perzinahan secara fisik, tapi termasuk perzinahan rohani: ada yang masih terikat pada tradisi, primbon-primbon, hari 'baik', percaya pada suhu, horoskop. Bukankah itu menunjukkan kehidupan di 'Mesir' dan menyembah kepada berhala atau roh-roh yang bukan dari Tuhan? Bukankah hal ini merupakan kenajisan di mata Tuhan?
Segeralah bertobat, sebelum terlambat!
Sunday, June 27, 2010
BANGSA ISRAEL DAN SAUL: Suatu Peringatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 78:1-31
"dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah." Mazmur 78:8
Selama tahun-tahun yang dilalui di padang gurun, bangsa Israel selalu menunjukkan kedegilan dan pemberontakannya kepada Tuhan. Akibatnya mereka mati di sana. Karena itu pemazmur menuliskan hal ini sebagai pelajaran yang berharga agar kita bisa bercermin dari kegagalan bangsa Israel tersebut.
Bangsa Israel gagal karena enggan melakukan perintah Tuhan! Memang mereka berseru-seru kepada Tuhan saat terjepit, bahkan menanggapi perintahNya dengan ketaatan sampai segala sesuatunya baik dan dipulihkan. Namun berulangkali pula mereka memberontak. Tindakan mereka seperti suatu siklus, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka "...suatu bangsa yang tengkuk." (Keluaran 32:9). Tegar tengkuk bisa diartikan: keras kepala, sulit ditangani atau diajak bekerja sama, suka memberontak, menolak untuk patuh dan tidak dapat diatur. Pemberontakan atau ketidaktaatanlah akar kegagalan mereka. Andaikan mereka selalu taat, betapa mulia mereka jadinya, sehingga tidak perlu mati di padang gurun karena tidak tunduk pada kehendak Tuhan.
Ketaatan atau ketidaktaatan sama-sama mendatangkan akibat. Ketaatan membuka pintu kesempatan bagi kita mengalami dan menikmati janji Tuhan. Sebaliknya, ketidaktaatan semakin menutup pintu berkat, tapi membuka gerbang kehancuran. Saul adalah contoh orang yang diberi kesempatan menadi raja Israel. Sayang Saul tidak mampu mempertahankan kedudukan dan kehormaatannya karena pemberontakan dan kedegilan hatinya. Berkatalah Samuel kepada Saul, "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja." (1 Samuel 15:22-23).
Hari ini, kita dihadapkan pada pilihan hidup: taat mendatangkan berkat atau ketidaktaatan yang membuat kita kehilangan berkat. Pilih yang mana?
Baca: Mazmur 78:1-31
"dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah." Mazmur 78:8
Selama tahun-tahun yang dilalui di padang gurun, bangsa Israel selalu menunjukkan kedegilan dan pemberontakannya kepada Tuhan. Akibatnya mereka mati di sana. Karena itu pemazmur menuliskan hal ini sebagai pelajaran yang berharga agar kita bisa bercermin dari kegagalan bangsa Israel tersebut.
Bangsa Israel gagal karena enggan melakukan perintah Tuhan! Memang mereka berseru-seru kepada Tuhan saat terjepit, bahkan menanggapi perintahNya dengan ketaatan sampai segala sesuatunya baik dan dipulihkan. Namun berulangkali pula mereka memberontak. Tindakan mereka seperti suatu siklus, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka "...suatu bangsa yang tengkuk." (Keluaran 32:9). Tegar tengkuk bisa diartikan: keras kepala, sulit ditangani atau diajak bekerja sama, suka memberontak, menolak untuk patuh dan tidak dapat diatur. Pemberontakan atau ketidaktaatanlah akar kegagalan mereka. Andaikan mereka selalu taat, betapa mulia mereka jadinya, sehingga tidak perlu mati di padang gurun karena tidak tunduk pada kehendak Tuhan.
Ketaatan atau ketidaktaatan sama-sama mendatangkan akibat. Ketaatan membuka pintu kesempatan bagi kita mengalami dan menikmati janji Tuhan. Sebaliknya, ketidaktaatan semakin menutup pintu berkat, tapi membuka gerbang kehancuran. Saul adalah contoh orang yang diberi kesempatan menadi raja Israel. Sayang Saul tidak mampu mempertahankan kedudukan dan kehormaatannya karena pemberontakan dan kedegilan hatinya. Berkatalah Samuel kepada Saul, "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja." (1 Samuel 15:22-23).
Hari ini, kita dihadapkan pada pilihan hidup: taat mendatangkan berkat atau ketidaktaatan yang membuat kita kehilangan berkat. Pilih yang mana?
Saturday, June 26, 2010
BELAJAR SEPERTI ANAK KECIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2010 -
Baca: Matius 18:1-5
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Matius 18:3
Suatu ketika murid-murid Yesus bertanya kepadaNya perihal siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkan di tengah-tengah mereka, serta berkata, "...sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (ayat 3,4). Jawaban Yesus ini benar-benar mengejutkan mereka! Mengapa Dia memberikan contoh anak kecil, bukan yang lain? Karena ada sifat-sifat anak kecil yang dapat kita teladani, di antaranya: 1. Ia percaya penuh kepada bapanya. 2. Ia mudah dibentuk dan diajar (taat).
Seorang anak kecil tidak pernah kuatir terhadap apa pun karena ia tahu bapanya pasti akan menyediakan segala sesuatu yang ia butuhkan. Ia juga tidak pernah merasa takut karena ia yakin bapanya senantiasa menjaga dan memberinya perlindungan; ia percaya penuh kepada bapanya di segala situasi. Iman seperti anak kecil inilah yang seharusnya dimiliki setiap orang percaya. Namun sebaliknya, kita begitu mudah kuatir dan ketakutan ketika berada di situasi sulit. Kita lupa janji firmanNya: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Selanjutnya, seorang anak kecil selalu taat terhadap apa yang diperintahkan oleh bapanya; mudah diajar dan dibentuk tanpa pernah mendebat. Firman Tuhan pun bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk kita taati. Dalam hal ketaatan, Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita. Dia berkata, "MakananKu ialah melakukan kehendak Dia (Bapa) yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya." (Yohanes 4:34) dan "...taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Jangankan taat, tertegur oleh firman Tuhan yang keras saja tidak sedikit dari kita yang langsung tersinggung dan ngambek. Kita sulit menerima teguran! Ayub menasihati, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17).
Milikilah iman seperti anak kecil dan jangan menolak didikan Tuhan!
Baca: Matius 18:1-5
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Matius 18:3
Suatu ketika murid-murid Yesus bertanya kepadaNya perihal siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkan di tengah-tengah mereka, serta berkata, "...sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (ayat 3,4). Jawaban Yesus ini benar-benar mengejutkan mereka! Mengapa Dia memberikan contoh anak kecil, bukan yang lain? Karena ada sifat-sifat anak kecil yang dapat kita teladani, di antaranya: 1. Ia percaya penuh kepada bapanya. 2. Ia mudah dibentuk dan diajar (taat).
Seorang anak kecil tidak pernah kuatir terhadap apa pun karena ia tahu bapanya pasti akan menyediakan segala sesuatu yang ia butuhkan. Ia juga tidak pernah merasa takut karena ia yakin bapanya senantiasa menjaga dan memberinya perlindungan; ia percaya penuh kepada bapanya di segala situasi. Iman seperti anak kecil inilah yang seharusnya dimiliki setiap orang percaya. Namun sebaliknya, kita begitu mudah kuatir dan ketakutan ketika berada di situasi sulit. Kita lupa janji firmanNya: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Selanjutnya, seorang anak kecil selalu taat terhadap apa yang diperintahkan oleh bapanya; mudah diajar dan dibentuk tanpa pernah mendebat. Firman Tuhan pun bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk kita taati. Dalam hal ketaatan, Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita. Dia berkata, "MakananKu ialah melakukan kehendak Dia (Bapa) yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya." (Yohanes 4:34) dan "...taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Jangankan taat, tertegur oleh firman Tuhan yang keras saja tidak sedikit dari kita yang langsung tersinggung dan ngambek. Kita sulit menerima teguran! Ayub menasihati, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17).
Milikilah iman seperti anak kecil dan jangan menolak didikan Tuhan!
Friday, June 25, 2010
TUHAN MENGASIHI ORANG BERDOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2010 -
Baca: Yohanes 8:2-11
"Barangsiapa di antara kamu tidak berodsa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Yohanes 8:7
Adalah lebih mudah berkomentar, menyalahkan serta melontarkan penghakiman kepada orang lain daripada melihat ke 'dalam' diri sendiri (menyadari kesalahan dan kekurangan), seperti tertulis "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Matius 7:3,5).
Seperti itulah kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang begitu mudahnya menghakimi orang lain yang berbuat kesalahan. Suatu ketika ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa ke hadapan Yesus seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan berkata, "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dan hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian." (Yohanes 8:4, 5a). Andaikan waktu itu mereka menyerahkan perempuan pezinah itu kepada imam besar, raja atau hakim, ia pasti sudah dirajam dengan batu dan mati. Untunglah mereka membawanya kepada Yesus. Yesus memperhatikan perempuan itu dengan belas kasihan dan kasih yang luar biasa, dan Dia berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Tak seorang pun berani melempari perempuan itu, lalu pergilah mereka seorang demi seorang meninggalkan Yesus.
Adakah di antara kita yang tidak berdosa atau suci? Tuhan datang "...untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10); Dia datang untuk orang-orang berdosa seperti perempuan itu. Berkatalah Yesus, " 'Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?' Jawabnya: 'Tidak ada, Tuhan.' Lalu kata Yesus: 'Akupun tidak menghukum engkau, Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.' " (Yohanes 8:10-11). Tuhan mengasihi orang berdosa. Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa dan pelanggaran-pelanggaran kita.
Jangan sia-siakan anugerah keselamatan itu, hiduplah dalam pertobatan dan jangan menghakimi orang lain!
Baca: Yohanes 8:2-11
"Barangsiapa di antara kamu tidak berodsa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Yohanes 8:7
Adalah lebih mudah berkomentar, menyalahkan serta melontarkan penghakiman kepada orang lain daripada melihat ke 'dalam' diri sendiri (menyadari kesalahan dan kekurangan), seperti tertulis "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Matius 7:3,5).
Seperti itulah kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang begitu mudahnya menghakimi orang lain yang berbuat kesalahan. Suatu ketika ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa ke hadapan Yesus seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan berkata, "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dan hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian." (Yohanes 8:4, 5a). Andaikan waktu itu mereka menyerahkan perempuan pezinah itu kepada imam besar, raja atau hakim, ia pasti sudah dirajam dengan batu dan mati. Untunglah mereka membawanya kepada Yesus. Yesus memperhatikan perempuan itu dengan belas kasihan dan kasih yang luar biasa, dan Dia berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Tak seorang pun berani melempari perempuan itu, lalu pergilah mereka seorang demi seorang meninggalkan Yesus.
Adakah di antara kita yang tidak berdosa atau suci? Tuhan datang "...untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10); Dia datang untuk orang-orang berdosa seperti perempuan itu. Berkatalah Yesus, " 'Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?' Jawabnya: 'Tidak ada, Tuhan.' Lalu kata Yesus: 'Akupun tidak menghukum engkau, Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.' " (Yohanes 8:10-11). Tuhan mengasihi orang berdosa. Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa dan pelanggaran-pelanggaran kita.
Jangan sia-siakan anugerah keselamatan itu, hiduplah dalam pertobatan dan jangan menghakimi orang lain!
Thursday, June 24, 2010
BERSYUKUR ADALAH LANGKAH AWAL MENGALAMI BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi," Mazmur 92:2
Tentang mengucap syukur, secara umum orang Kristen dapat dibedakan menjadi 3 kelompok: 1. Orang Kristen yang bersungguh hati mengucap syukur kepada Tuhan. 2. Orang Kristen yang mengucap syukur, tapi tidak sungguh-sungguh. 3. Orang Kristen yang tidak tahu mengucap syukur. Pertanyaannya: Kita termasuk yang mana? Tentunya kita masih ingat kisah 10 orang kusta yang minta disembuhkan Yesus (baca Lukas 17:11-19). Ketika mereka disembuhkan hanya ada 1 orang saja yang kembali datang bersujud, tersungkur di kaki Yesus dan mengucap syukur atas besarnya kasih, kebaikan dan kemurahan Tuhan kepadanya. Sementara yang sembilan lainnya berlalu begitu saja, tidak mengingat atau mungkin dengan sengaja tidak mengucap syukur kepada Tuhan.
Ucapan syukur adalah jalan terbuka menuju kuasa Tuhan atau kekuatan untuk mengaktifkan iman. Jadi, iman selalu bekerja sama dengan ucapan syukur. Tertulis, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Alangkah indahnya hidup ini jikalau hati kita selalu berlimpah ucapan syukur. Ketika kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita sedang disadarkan tentang siapa Tuhan itu bagi kita. Bila hati dan pikiran kita hanya fokus pada persoalan akan membawa kita kepada keputusasaan dan kekecewaan. Sebaliknya bila kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan, iman dan pengharapan kita kepada Tuhan semakin bertumbuh. Semakin banyak bersyukur, semakin subur pula iman kita, semakin besar pula pengharapan kita untuk mengalami dan menikmati berkat Tuhan.
Memang tidak mudah untuk mengucap syukur di segala keadaan. Tatkala segala sesuatu berjalan dengan baik, sehat, bisnis lancar, jabatan nyaman dan sebagainya, kita dapat mengucap syukur dengan limpahnya. Namun tatkala kita menghadapi situasi yang buruk, penderitaan, sakit penyakit, dapatkah kita tetap mengucap syukur?
Alkitab mengingatkan, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Baca: Mazmur 92:1-16
"Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi," Mazmur 92:2
Tentang mengucap syukur, secara umum orang Kristen dapat dibedakan menjadi 3 kelompok: 1. Orang Kristen yang bersungguh hati mengucap syukur kepada Tuhan. 2. Orang Kristen yang mengucap syukur, tapi tidak sungguh-sungguh. 3. Orang Kristen yang tidak tahu mengucap syukur. Pertanyaannya: Kita termasuk yang mana? Tentunya kita masih ingat kisah 10 orang kusta yang minta disembuhkan Yesus (baca Lukas 17:11-19). Ketika mereka disembuhkan hanya ada 1 orang saja yang kembali datang bersujud, tersungkur di kaki Yesus dan mengucap syukur atas besarnya kasih, kebaikan dan kemurahan Tuhan kepadanya. Sementara yang sembilan lainnya berlalu begitu saja, tidak mengingat atau mungkin dengan sengaja tidak mengucap syukur kepada Tuhan.
Ucapan syukur adalah jalan terbuka menuju kuasa Tuhan atau kekuatan untuk mengaktifkan iman. Jadi, iman selalu bekerja sama dengan ucapan syukur. Tertulis, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Alangkah indahnya hidup ini jikalau hati kita selalu berlimpah ucapan syukur. Ketika kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita sedang disadarkan tentang siapa Tuhan itu bagi kita. Bila hati dan pikiran kita hanya fokus pada persoalan akan membawa kita kepada keputusasaan dan kekecewaan. Sebaliknya bila kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan, iman dan pengharapan kita kepada Tuhan semakin bertumbuh. Semakin banyak bersyukur, semakin subur pula iman kita, semakin besar pula pengharapan kita untuk mengalami dan menikmati berkat Tuhan.
Memang tidak mudah untuk mengucap syukur di segala keadaan. Tatkala segala sesuatu berjalan dengan baik, sehat, bisnis lancar, jabatan nyaman dan sebagainya, kita dapat mengucap syukur dengan limpahnya. Namun tatkala kita menghadapi situasi yang buruk, penderitaan, sakit penyakit, dapatkah kita tetap mengucap syukur?
Alkitab mengingatkan, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Wednesday, June 23, 2010
KETAKUTAN: Penghalang Berkat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2010 -
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Ketakutan bukan berasal dari Tuhan karena Dia memberi kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Dia tidak ingin kita hidup dalam ketakutan, itulah sebabnya Dia memberikan Roh Kudus supaya kita mampu melawan tipu muslihat Iblis dan beroleh kemenangan, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b).
Tuhan memberikan kita kuasa mengalahkan ketakutan yang menyerang kita. Ketakutan menyebabkan kita melangkah ke arah yang salah yaitu lari dari masalah. Dari manakah ketakutan timbul? Ketakutan datang dari informasi-informasi negatif yang kita terima dari berbagai sumber: surat kabar, berita di media, gosip tetangga atau vonis dokter. Semua yang negatif itu diolah Iblis, lalu ditembakkan melalui telinga sampai menembus hati dan pikiran kita. Itulah Iblis! Ia sangat suka menganggu pikiran kita, sebab bila sudah berhasil masuk ke pikiran, dengan mudah ia mengendalikan hidup kita.
Ketakutan adalah musuh iman yang mematikan dan sejata Iblis yang paling ampuh untuk menghancurkan orang percaya. Dalam Yakobus 1:7 dikatakan, "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis maka ia akan lari dari padamu!" Kita harus melawan ketakutan yang coba menyerang dan merampas berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi kita. Usir rasa takut itu dengan nama Tuhan Yesus Kristus! Memang, selama masih hidup dalam darah dan daging kita takkan luput dari pencobaan dan masalah. Karena itu kita harus belajar bediri teguh di atas firman Tuhan dan percaya penuh pada janjiNya. Iblis si pencuri itu datang "...hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Untuk membinasakan manusia, Iblis mempengaruhi pikiran dengan hal-hal negatif. Namun bukankah Iblis telah dikalahkan Tuhan melalui kematian dan kebangkitanNya? Jadi tidak seharusnya kita kalah.
"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan." Yesaya 41:10
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Ketakutan bukan berasal dari Tuhan karena Dia memberi kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Dia tidak ingin kita hidup dalam ketakutan, itulah sebabnya Dia memberikan Roh Kudus supaya kita mampu melawan tipu muslihat Iblis dan beroleh kemenangan, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b).
Tuhan memberikan kita kuasa mengalahkan ketakutan yang menyerang kita. Ketakutan menyebabkan kita melangkah ke arah yang salah yaitu lari dari masalah. Dari manakah ketakutan timbul? Ketakutan datang dari informasi-informasi negatif yang kita terima dari berbagai sumber: surat kabar, berita di media, gosip tetangga atau vonis dokter. Semua yang negatif itu diolah Iblis, lalu ditembakkan melalui telinga sampai menembus hati dan pikiran kita. Itulah Iblis! Ia sangat suka menganggu pikiran kita, sebab bila sudah berhasil masuk ke pikiran, dengan mudah ia mengendalikan hidup kita.
Ketakutan adalah musuh iman yang mematikan dan sejata Iblis yang paling ampuh untuk menghancurkan orang percaya. Dalam Yakobus 1:7 dikatakan, "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis maka ia akan lari dari padamu!" Kita harus melawan ketakutan yang coba menyerang dan merampas berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi kita. Usir rasa takut itu dengan nama Tuhan Yesus Kristus! Memang, selama masih hidup dalam darah dan daging kita takkan luput dari pencobaan dan masalah. Karena itu kita harus belajar bediri teguh di atas firman Tuhan dan percaya penuh pada janjiNya. Iblis si pencuri itu datang "...hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Untuk membinasakan manusia, Iblis mempengaruhi pikiran dengan hal-hal negatif. Namun bukankah Iblis telah dikalahkan Tuhan melalui kematian dan kebangkitanNya? Jadi tidak seharusnya kita kalah.
"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan." Yesaya 41:10
Tuesday, June 22, 2010
TUHAN PASTI MENCUKUPKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2010 -
Baca: 1 Raja-Raja 3:1-15
"Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja." 1 Raja-Raja 3:13
Ada berbagai macam tujuan atau motivasi orang mengikut Kristus. Kita mengiring Kristus karena telah diselamatkan dan dilepaskan dari segala kutuk dosa, serta beroleh jaminan kehidupan kekal di Kerajaan Sorga. Tetapi ada sebagian orang mengikut Kristus karena motivasi yang salah yaitu ingin kaya atau hidup berkelimpahan secara lahiriah.
Apa pun motivasi kita tak ada yang tidak diketahuiNya: "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Roti berbicara tentang materi (berkat jasmani). Ketika seseorang hanya menginginkan berkat, pasti doa pemohonannya searah dengan keinginan hatinya. Tuhan tak pernah mengajar kita demikian; Dia mengajar kita tidak kuatir tentang apa yang hendak kita makan dan pakai, sebab "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (Matius 6:32).
Jika kita mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan menambahkan segala keperluan kita (baca Matius 6:33). Sebaliknya, orang yang mencari kekayaan dengan cepat dan bernafsu akan mendapatkan berbagai kesulitan: "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Masih terdengar orang Kristen pergi ke gunung Kawi mencari kekayaan. Tragis sekali! Salomo tak pernah berdoa meminta kekayan kepada Tuhan, haya meminta hikmat, tetapi Tuhan memberikan lebih dari itu; semua yang tak diminta Salomo disediakanNya termasuk harta kekayaan melimpah. Asal kita setia dan melayaniNya dengan sungguh, hidup kita pasti diperhatikanNya!
"Tetapi kamu harus beribadah kepada Tuhan, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu." (Keluaran 23:25)
Baca: 1 Raja-Raja 3:1-15
"Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja." 1 Raja-Raja 3:13
Ada berbagai macam tujuan atau motivasi orang mengikut Kristus. Kita mengiring Kristus karena telah diselamatkan dan dilepaskan dari segala kutuk dosa, serta beroleh jaminan kehidupan kekal di Kerajaan Sorga. Tetapi ada sebagian orang mengikut Kristus karena motivasi yang salah yaitu ingin kaya atau hidup berkelimpahan secara lahiriah.
Apa pun motivasi kita tak ada yang tidak diketahuiNya: "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Roti berbicara tentang materi (berkat jasmani). Ketika seseorang hanya menginginkan berkat, pasti doa pemohonannya searah dengan keinginan hatinya. Tuhan tak pernah mengajar kita demikian; Dia mengajar kita tidak kuatir tentang apa yang hendak kita makan dan pakai, sebab "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (Matius 6:32).
Jika kita mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan menambahkan segala keperluan kita (baca Matius 6:33). Sebaliknya, orang yang mencari kekayaan dengan cepat dan bernafsu akan mendapatkan berbagai kesulitan: "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Masih terdengar orang Kristen pergi ke gunung Kawi mencari kekayaan. Tragis sekali! Salomo tak pernah berdoa meminta kekayan kepada Tuhan, haya meminta hikmat, tetapi Tuhan memberikan lebih dari itu; semua yang tak diminta Salomo disediakanNya termasuk harta kekayaan melimpah. Asal kita setia dan melayaniNya dengan sungguh, hidup kita pasti diperhatikanNya!
"Tetapi kamu harus beribadah kepada Tuhan, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu." (Keluaran 23:25)
Monday, June 21, 2010
ORANG KRISTEN: Manusia Baru
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2010 -
Baca: Efesus 4:17-24
"Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia." Efesus 4:17b
Berapa lama saudara menjadi Kristen? Ada yang menjawab, "Sudah bertahun-tahun, bahkan sejak lahir aku sudah Kristen." Namun tidaklah cukup sekedar menjadi Kristen atau membanggakan diri hanya karena kita berlabel Kristen jika tidak disertai perubahan hidup yang benar-benar nyata.
Yang dikehendaki Tuhan adalah orang Kristen yang telah meninggalkan kehidupan lamanya dan menjadi manusia baru. Yang dimaksud adalah manusia yang telah mengalami pembaharuan dalam hidupnya melalui proses pertobatan, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus Kristus: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai manusia baru sudah seharusnya kita tidak lagi mengenakan tabiat manusia lama kita, tetapi mengenakan tabiat Kristus dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Namun banyak orang Kristen masih bertabiat manusia lama. Buktinya adalah seperti gambaran Alkitab: ada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (baca Galatia 5:19-21).
Untuk bertumbuh menjadi manusia baru, langkah yang harus kita lakukan adalah membuang cara hidup manusia lama itu menjadi serupa dengan Kristus dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Jelas bahwa dosa adalah faktor penghalang utama persekutuan kita dengan Tuhan. Maka dari itu jangan pernah menyimpan dosa-dosa masa lalu yang terus menghantui dan menghambat pertumbuhan rohani; akuilah supaya darah Kristus bekerja menyucikan dosa-dosa kita, sebab "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Sediakan banyak waktu untuk belajar firman dan bersekutu dengan Tuhan sehingga kita semakin mengenal pribadiNya lebih mendalam dan bisa meneladani hidupnya; ini juga berarti kita mau dipimpin oleh Roh Kudus dan tidak lagi menuruti keinginan sendiri.
Jika kita tetap mengenakan 'manusia lama', sia-sialah kekristenan kita.
Baca: Efesus 4:17-24
"Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia." Efesus 4:17b
Berapa lama saudara menjadi Kristen? Ada yang menjawab, "Sudah bertahun-tahun, bahkan sejak lahir aku sudah Kristen." Namun tidaklah cukup sekedar menjadi Kristen atau membanggakan diri hanya karena kita berlabel Kristen jika tidak disertai perubahan hidup yang benar-benar nyata.
Yang dikehendaki Tuhan adalah orang Kristen yang telah meninggalkan kehidupan lamanya dan menjadi manusia baru. Yang dimaksud adalah manusia yang telah mengalami pembaharuan dalam hidupnya melalui proses pertobatan, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus Kristus: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai manusia baru sudah seharusnya kita tidak lagi mengenakan tabiat manusia lama kita, tetapi mengenakan tabiat Kristus dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Namun banyak orang Kristen masih bertabiat manusia lama. Buktinya adalah seperti gambaran Alkitab: ada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (baca Galatia 5:19-21).
Untuk bertumbuh menjadi manusia baru, langkah yang harus kita lakukan adalah membuang cara hidup manusia lama itu menjadi serupa dengan Kristus dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Jelas bahwa dosa adalah faktor penghalang utama persekutuan kita dengan Tuhan. Maka dari itu jangan pernah menyimpan dosa-dosa masa lalu yang terus menghantui dan menghambat pertumbuhan rohani; akuilah supaya darah Kristus bekerja menyucikan dosa-dosa kita, sebab "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Sediakan banyak waktu untuk belajar firman dan bersekutu dengan Tuhan sehingga kita semakin mengenal pribadiNya lebih mendalam dan bisa meneladani hidupnya; ini juga berarti kita mau dipimpin oleh Roh Kudus dan tidak lagi menuruti keinginan sendiri.
Jika kita tetap mengenakan 'manusia lama', sia-sialah kekristenan kita.
Sunday, June 20, 2010
MENDENGAR, MENDENGAR DAN MENDENGAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2010 -
Baca: Ulangan 31:9-13
"Seluruh bangsa itu berkumpul,...supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan Tuhan, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini," Ulangan 31:12
Bukan tanpa tujuan bila Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut kepada manusia, yaitu supaya kita lebih banyak mendengar daripada berucap atau berkata-kata. Meski demikian, kebanyakan orang lebih mudah menggunakan mulutnya untuk hal-hal yang sia-sia, menghakimi orang lain, mengumpat, menggosip, marah, mengeluh, tetapi sangat sulit membuka telinganya terhadap teguran, nasihat, terlebih lagi firman Tuhan.
Itulah sebabnya Musa memerintahkan seluruh umat Israel, tanpa terkecuali, berkumpul supaya mereka mendengarkan hukum Tuhan dan belajar takut akan Dia. Alkitab menyatakan, "...perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya." (Lukas 8:18). Mendengarkan firman Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Lebih penting lagi adalah mendengarkan dengan baik apa yang kita dengar. Jika tidak, firman yang kita dengar itu tidak akan berdampak apa pun dalam hidup kita. Semakin banyak mendengar kita akan semakin mengerti; semakin mengerti membuat kita semakin percaya dan percaya membuat kita bertindak.
Ada contoh perempuan dengan pendarahan 12 tahun yang lalu menerima kesembuhan karena terlebih dahulu banyak mendengar berita tentang Yesus. Kemampuannya mendengar perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Yesus membuat imannya semakin bertumbuh, sehingga ia memiliki keberanian menerobos kerumunan orang dan menyentuh jumbai jubah Yesus, meskipun ia dipandang najis menurut hukum saat itu yang melarang dirinya menyentuh siapa saja; "...di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya. Sebab katanya: 'Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh.' Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya." (Markus 5:27-29).
"Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." Roma 10:17
Baca: Ulangan 31:9-13
"Seluruh bangsa itu berkumpul,...supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan Tuhan, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini," Ulangan 31:12
Bukan tanpa tujuan bila Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut kepada manusia, yaitu supaya kita lebih banyak mendengar daripada berucap atau berkata-kata. Meski demikian, kebanyakan orang lebih mudah menggunakan mulutnya untuk hal-hal yang sia-sia, menghakimi orang lain, mengumpat, menggosip, marah, mengeluh, tetapi sangat sulit membuka telinganya terhadap teguran, nasihat, terlebih lagi firman Tuhan.
Itulah sebabnya Musa memerintahkan seluruh umat Israel, tanpa terkecuali, berkumpul supaya mereka mendengarkan hukum Tuhan dan belajar takut akan Dia. Alkitab menyatakan, "...perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya." (Lukas 8:18). Mendengarkan firman Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Lebih penting lagi adalah mendengarkan dengan baik apa yang kita dengar. Jika tidak, firman yang kita dengar itu tidak akan berdampak apa pun dalam hidup kita. Semakin banyak mendengar kita akan semakin mengerti; semakin mengerti membuat kita semakin percaya dan percaya membuat kita bertindak.
Ada contoh perempuan dengan pendarahan 12 tahun yang lalu menerima kesembuhan karena terlebih dahulu banyak mendengar berita tentang Yesus. Kemampuannya mendengar perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Yesus membuat imannya semakin bertumbuh, sehingga ia memiliki keberanian menerobos kerumunan orang dan menyentuh jumbai jubah Yesus, meskipun ia dipandang najis menurut hukum saat itu yang melarang dirinya menyentuh siapa saja; "...di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya. Sebab katanya: 'Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh.' Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya." (Markus 5:27-29).
"Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." Roma 10:17
Saturday, June 19, 2010
TUHAN FOKUS IMAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2010 -
Baca: Filipi 4:10-19
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Tidak seharusnya kehidupan orang Kristen diwarnai keluh kesah dan sungut-sungut karena kita memiliki Allah yang luar biasa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Dia tak pernah berhenti menopang, memberi kekuatan kepada anak-anakNya dan tak membiarkan kita tergeletak. Seberat apa pun pergumulan kita, kita tidak sendirian menaggungnya sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..." (Roma 8:28).
Mengapa banyak orang Kristen hidup dalam kekalahan setiap hari? Kita akan menjadi orang-orang Kristen yang menang apabila iman kita fokus pada arah yang benar. Iman akan membuahkan hasil bila kita membangunnya di atas dasar yang teguh; dan dasar iman itu adalah Tuhan! Bukan berarti segalanya berjalan mulus, namun yang pasti Tuhan dapat menggunakan pergumulan kita untuk menguatkan dan memberkati kita.
Tuhanlah yang terbaik dari yang paling baik, terbesar, terutama, lebih tinggi dari yang paling tinggi, dan lebih dalam dari yang terdalam; sungguh, Dia tiada bandingannya! Tidak hanya Mahakuasa dan Mahahadir, Dia juga Mahatahu. Dia tahu segala sesuatu perihal kita dan sangat peduli terhadap apa pun yang terjadi pada kita. Pemazmur berkata, "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:2-3). Kita pun tidak dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya. "Ke mana aku dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya. "Ke mana aku dapat pergi menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau." (Mazmur 139:7-8). Seringkali kita berpikir Tuhan jahat dan tidak adil ketika hal-hal buruk terjadi dalam kehidupan kita. Namun Ia sangat adil dan obyektif dalam segala keputusanNya; Dia juga melakukan hanya yang benar. Tidak selayaknya kita menuduhNya berlaku tidak adil atau pilih kasih dalam perbuatanNya.
Tuhan sangat terpercaya sebagai dasar iman, bukan yang lain! Itu lebih dari cukup.
Baca: Filipi 4:10-19
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Tidak seharusnya kehidupan orang Kristen diwarnai keluh kesah dan sungut-sungut karena kita memiliki Allah yang luar biasa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Dia tak pernah berhenti menopang, memberi kekuatan kepada anak-anakNya dan tak membiarkan kita tergeletak. Seberat apa pun pergumulan kita, kita tidak sendirian menaggungnya sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..." (Roma 8:28).
Mengapa banyak orang Kristen hidup dalam kekalahan setiap hari? Kita akan menjadi orang-orang Kristen yang menang apabila iman kita fokus pada arah yang benar. Iman akan membuahkan hasil bila kita membangunnya di atas dasar yang teguh; dan dasar iman itu adalah Tuhan! Bukan berarti segalanya berjalan mulus, namun yang pasti Tuhan dapat menggunakan pergumulan kita untuk menguatkan dan memberkati kita.
Tuhanlah yang terbaik dari yang paling baik, terbesar, terutama, lebih tinggi dari yang paling tinggi, dan lebih dalam dari yang terdalam; sungguh, Dia tiada bandingannya! Tidak hanya Mahakuasa dan Mahahadir, Dia juga Mahatahu. Dia tahu segala sesuatu perihal kita dan sangat peduli terhadap apa pun yang terjadi pada kita. Pemazmur berkata, "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:2-3). Kita pun tidak dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya. "Ke mana aku dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya. "Ke mana aku dapat pergi menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau." (Mazmur 139:7-8). Seringkali kita berpikir Tuhan jahat dan tidak adil ketika hal-hal buruk terjadi dalam kehidupan kita. Namun Ia sangat adil dan obyektif dalam segala keputusanNya; Dia juga melakukan hanya yang benar. Tidak selayaknya kita menuduhNya berlaku tidak adil atau pilih kasih dalam perbuatanNya.
Tuhan sangat terpercaya sebagai dasar iman, bukan yang lain! Itu lebih dari cukup.
Friday, June 18, 2010
JANGAN MENOLEH KE BELAKANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2010 -
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,..." Kejadian 19:17
Saat Sodom dan Gomora hendak dibumihanguskan karena memuncaknya kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada doa Abraham: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" (Kejadian 18:23). Hati Tuhan luluh sehingga Ia mengutus malaikat menyelamatkan Lot dan keluarganya: "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya: 'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.' " (Kejadian 19:15). Malaikat itu juga berpesan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang..."
Dari ayat nas ini kita dapat mengambil makna rohani, yaitu janganlah menengok kembali kegagalan-kegagalan kita di masa lalu, tetapi pandanglah ke masa depan cerah yang diberikan Tuhan kepada kita. Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakan di Mesir, raja Firaun mengejar kembali bangsa Israel. Ketika orang Israel menengok ke belakang terlihatlah bahwa tentara Firaun mengejarnya; mereka menjadi sangat takut. Waktu itu mereka dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: taat kepada Tuhan dan meneruskan perjalanan menuju Tanah Perjanjian, atau memilih kembali ke Mesir dan menjadi tawanan di sana. Puji Tuhan! Bangsa Israel memilih taat kepada perintah Tuhan dan menyeberangi laut Teberau. Dan ketika mereka taat, Tuhan menyatakan mujizatNya yang ajaib! "...Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu." (Keluaran 14:21).
Jika keadaan berat sedang menghimpit, arahkan pandangan kepada Yesus, jangan menoleh ke belakang dan terpengaruh bisikan Iblis. Jangan sampai kegagalan masa lalu atau belenggu-belenggu masa silam melemahkan iman kita. Alkitab menasihati. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,..." (Ibrani 12:2a). Jika Tuhan di pihak kita, siapa yang dapat melawan kita?
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang,..." Roma 8:37
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,..." Kejadian 19:17
Saat Sodom dan Gomora hendak dibumihanguskan karena memuncaknya kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada doa Abraham: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" (Kejadian 18:23). Hati Tuhan luluh sehingga Ia mengutus malaikat menyelamatkan Lot dan keluarganya: "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya: 'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.' " (Kejadian 19:15). Malaikat itu juga berpesan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang..."
Dari ayat nas ini kita dapat mengambil makna rohani, yaitu janganlah menengok kembali kegagalan-kegagalan kita di masa lalu, tetapi pandanglah ke masa depan cerah yang diberikan Tuhan kepada kita. Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakan di Mesir, raja Firaun mengejar kembali bangsa Israel. Ketika orang Israel menengok ke belakang terlihatlah bahwa tentara Firaun mengejarnya; mereka menjadi sangat takut. Waktu itu mereka dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: taat kepada Tuhan dan meneruskan perjalanan menuju Tanah Perjanjian, atau memilih kembali ke Mesir dan menjadi tawanan di sana. Puji Tuhan! Bangsa Israel memilih taat kepada perintah Tuhan dan menyeberangi laut Teberau. Dan ketika mereka taat, Tuhan menyatakan mujizatNya yang ajaib! "...Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu." (Keluaran 14:21).
Jika keadaan berat sedang menghimpit, arahkan pandangan kepada Yesus, jangan menoleh ke belakang dan terpengaruh bisikan Iblis. Jangan sampai kegagalan masa lalu atau belenggu-belenggu masa silam melemahkan iman kita. Alkitab menasihati. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,..." (Ibrani 12:2a). Jika Tuhan di pihak kita, siapa yang dapat melawan kita?
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang,..." Roma 8:37
Thursday, June 17, 2010
KETAATAN, BUKAN PENGALAMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2010 -
Baca: Lukas 5:1-11
"Guru, telah sepanjang malam kami (Simon dan para nelayan) bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Lukas 5:5
Acapkali manusia berpegang pada pengalaman masa lalu sebagai pedoman mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Sering pula orang berpikir menurut pengalamannya, contoh: jika seseorang menderita sakit parah yang didiagnosa dokter tak dapat sembuh, maka si penderita dalam waktu dekat pasti akan mati; seseorang yang ekonominya bangkrut tentu tak mungkin dapat bangkit kembali.
Ketahuilah, Tuhan tidak membutuhkan pengalaman manusia untuk melakukan suatu perkara, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Contoh: Sarai yang sudah tua pun sanggup dibuka rahimnya oleh Tuhan sehingga ia dapat memberikan keturunan; wanita yang mengalami pendarahan 12 tahun, dan menurut pengalaman tidak dapat disembuhkan, menjadi sembuh ketika bertemu Yesus dan menjamah jumbai jubahNya. Jadi, janganlah sekali-kali mengukur segala sesuatu berdasarkan pengalaman kita. Dalam segala hal arahkan mata dan pengharapan sepenuhnya kepada Allah yang hidup dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang sanggup melakukan segala sesuatu.
Adapun Petrus dan Andreas adalah nelayan ulung. Keduanya sudah 'kenyang' pengalaman menangkap ikan, tetapi suatu malam mereka gagal sama sekali. Yesus memperhatikan mereka yang tampak lelah dan kecewa itu, dan ingin menunjukkan bahwa apa yang tak dapat diperbuat manusia dapat dilakukan olehNya. Ia berkata kepada Simon (Petrus), "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Mungkin Petrus tak membanggakan pengalamannya, dia taat perintah Yesus: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (Lukas 5:5). Karena ketaatannya ia "...menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:6).
Ketaatan akan firmanNya membuat segala perkara terjadi, bukan karena pengalaman manusia.
Baca: Lukas 5:1-11
"Guru, telah sepanjang malam kami (Simon dan para nelayan) bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Lukas 5:5
Acapkali manusia berpegang pada pengalaman masa lalu sebagai pedoman mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Sering pula orang berpikir menurut pengalamannya, contoh: jika seseorang menderita sakit parah yang didiagnosa dokter tak dapat sembuh, maka si penderita dalam waktu dekat pasti akan mati; seseorang yang ekonominya bangkrut tentu tak mungkin dapat bangkit kembali.
Ketahuilah, Tuhan tidak membutuhkan pengalaman manusia untuk melakukan suatu perkara, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Contoh: Sarai yang sudah tua pun sanggup dibuka rahimnya oleh Tuhan sehingga ia dapat memberikan keturunan; wanita yang mengalami pendarahan 12 tahun, dan menurut pengalaman tidak dapat disembuhkan, menjadi sembuh ketika bertemu Yesus dan menjamah jumbai jubahNya. Jadi, janganlah sekali-kali mengukur segala sesuatu berdasarkan pengalaman kita. Dalam segala hal arahkan mata dan pengharapan sepenuhnya kepada Allah yang hidup dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang sanggup melakukan segala sesuatu.
Adapun Petrus dan Andreas adalah nelayan ulung. Keduanya sudah 'kenyang' pengalaman menangkap ikan, tetapi suatu malam mereka gagal sama sekali. Yesus memperhatikan mereka yang tampak lelah dan kecewa itu, dan ingin menunjukkan bahwa apa yang tak dapat diperbuat manusia dapat dilakukan olehNya. Ia berkata kepada Simon (Petrus), "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Mungkin Petrus tak membanggakan pengalamannya, dia taat perintah Yesus: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (Lukas 5:5). Karena ketaatannya ia "...menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:6).
Ketaatan akan firmanNya membuat segala perkara terjadi, bukan karena pengalaman manusia.
Wednesday, June 16, 2010
YESUS SAHABAT SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2010 -
Baca: Yohanes 15:13-17
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Yohanes 15:13
Berbahagialah bila saat ini kita memiliki sahabat. Jaga dan peliharalah persahabatan itu, karena sahabat sejati langka. Tidak mudah menemukan sahabat di tengah-tengah dunia yang egois ini.
Dikatakan, "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2a, 3-4). Mungkin kita memiliki banyak teman atau kenalan di kantor, sekolah atau di tempat olahraga, namun berapa banyak teman yang kita nilai sebagai teman sejati atau sahabat, yang kepadanya kita dapat membagikan pikiran terdalam dan perasaan yang paling intim? Kebanyakan pertemuan didasari kepentingan tertentu atau untung rugi, jarang sekali yang benar-benar tulus. Benar kata Salomo, "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sebaliknya, sahabat adalah orang yang memahami dan menerima kita apa adanya, ia "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sungguh, kehadiran sahabat dalam hidup sangat berarti.
Sama pentingnya dengan persahabatan antarteman, bahkan lebih penting lagi, kita harus memiliki persahabatan dengan Tuhan. Mungkin kita mengenal Tuhan sebagai Bapa, Raja, Juruselamat dan sumber segala berkat, namun apakah kita mengenalNya sebagai sahabat? Mungkin kita berpikir bersahabat dengan Tuhan. Tidak! Sesungguhnya Tuhan ingin menghabiskan waktu dengan kita, berjalan bersama kita, mendengar masalah kita, bahkan ingin selalu ada di dekat kita. Dia ingin berbicara dengan kita setiap saat, rindu bersekutu dengan kita dalam segala hal. Adalah anugerah yang luar biasa bila kita memiliki Yesus sebagai sahabat, kita tak akan kesepian lagi karena Dia Jehovah Sammah (Mahahadir). "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Untuk menjadi sahabat Yesus kit aharus memiliki persekutuan karib denganNya!
Baca: Yohanes 15:13-17
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Yohanes 15:13
Berbahagialah bila saat ini kita memiliki sahabat. Jaga dan peliharalah persahabatan itu, karena sahabat sejati langka. Tidak mudah menemukan sahabat di tengah-tengah dunia yang egois ini.
Dikatakan, "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2a, 3-4). Mungkin kita memiliki banyak teman atau kenalan di kantor, sekolah atau di tempat olahraga, namun berapa banyak teman yang kita nilai sebagai teman sejati atau sahabat, yang kepadanya kita dapat membagikan pikiran terdalam dan perasaan yang paling intim? Kebanyakan pertemuan didasari kepentingan tertentu atau untung rugi, jarang sekali yang benar-benar tulus. Benar kata Salomo, "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sebaliknya, sahabat adalah orang yang memahami dan menerima kita apa adanya, ia "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sungguh, kehadiran sahabat dalam hidup sangat berarti.
Sama pentingnya dengan persahabatan antarteman, bahkan lebih penting lagi, kita harus memiliki persahabatan dengan Tuhan. Mungkin kita mengenal Tuhan sebagai Bapa, Raja, Juruselamat dan sumber segala berkat, namun apakah kita mengenalNya sebagai sahabat? Mungkin kita berpikir bersahabat dengan Tuhan. Tidak! Sesungguhnya Tuhan ingin menghabiskan waktu dengan kita, berjalan bersama kita, mendengar masalah kita, bahkan ingin selalu ada di dekat kita. Dia ingin berbicara dengan kita setiap saat, rindu bersekutu dengan kita dalam segala hal. Adalah anugerah yang luar biasa bila kita memiliki Yesus sebagai sahabat, kita tak akan kesepian lagi karena Dia Jehovah Sammah (Mahahadir). "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Untuk menjadi sahabat Yesus kit aharus memiliki persekutuan karib denganNya!
Tuesday, June 15, 2010
KEKRISTENAN DAN PENGAMPUNAN: Satu Kesatuan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2010 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Mengasihi musuh atau orang yang bersalah adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat Tuhan, karena Tuhan telah mendemonstrasikan bagaimana Ia mengasihi dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Banyak orang beranggapan pengampunan itu ada batasnya, contohnya: mengampuni tiga kali orang lain yang berbuat kesalahan dirasa sudah cukup. Namun, Tuhan Yesus ingin memperjelas ajaranNya tentang pengampunan yang sesungguhnya.
Ketika Petrus datang kepada Tuhan dan bertanya berapa kali ia harus mengampuni orang yang bersalah terhadapnya, Ia menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh tujuh kali." (ayat 22). Apa maknanya? Apakah kita harus menghitung sampai 490 kali kalau mau mengampuni? Sama sekali tidak. Artinya, kita harus mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak terbatas jumlahnya. Tertulis: "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Anugerah pengampunan dari Tuhan inilah yang harus menjadi ukuran pengampunan kita kepada sesama yang berbuah salah kepada kita.
Pemazmur berkata, "sejauh timur dan barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:12-14). Ayat ini menunjukkan betapa Tuhan begitu penuh kemurahan dan belas kasih kepada kita, sehingga Dia mau mengampuni kesalahan kita dan menjauhkan pelanggaran-pelanggaran kita sejauh timur dari barat. Allah rela membayar pelanggaran kita dengan bersedia menanggungkan dosa-dosa kita di dalam diri PuteraNya Yesus Kristus. Ketika Yesus menundukkan kepala menyerahkan nyawa di atas kayu salib, Ia berseru sudah selesai (baca Yohanes 19:30). Artinya: lunas (hutang maut telah dibayar lunas). Pengampunan Tuhan sempurna dan melimpah.
Betapa sering kita tidak menghargai pengampunanNya, sehingga kita begitu sulit mengampuni orang lain.
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Mengasihi musuh atau orang yang bersalah adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat Tuhan, karena Tuhan telah mendemonstrasikan bagaimana Ia mengasihi dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Banyak orang beranggapan pengampunan itu ada batasnya, contohnya: mengampuni tiga kali orang lain yang berbuat kesalahan dirasa sudah cukup. Namun, Tuhan Yesus ingin memperjelas ajaranNya tentang pengampunan yang sesungguhnya.
Ketika Petrus datang kepada Tuhan dan bertanya berapa kali ia harus mengampuni orang yang bersalah terhadapnya, Ia menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh tujuh kali." (ayat 22). Apa maknanya? Apakah kita harus menghitung sampai 490 kali kalau mau mengampuni? Sama sekali tidak. Artinya, kita harus mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak terbatas jumlahnya. Tertulis: "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Anugerah pengampunan dari Tuhan inilah yang harus menjadi ukuran pengampunan kita kepada sesama yang berbuah salah kepada kita.
Pemazmur berkata, "sejauh timur dan barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:12-14). Ayat ini menunjukkan betapa Tuhan begitu penuh kemurahan dan belas kasih kepada kita, sehingga Dia mau mengampuni kesalahan kita dan menjauhkan pelanggaran-pelanggaran kita sejauh timur dari barat. Allah rela membayar pelanggaran kita dengan bersedia menanggungkan dosa-dosa kita di dalam diri PuteraNya Yesus Kristus. Ketika Yesus menundukkan kepala menyerahkan nyawa di atas kayu salib, Ia berseru sudah selesai (baca Yohanes 19:30). Artinya: lunas (hutang maut telah dibayar lunas). Pengampunan Tuhan sempurna dan melimpah.
Betapa sering kita tidak menghargai pengampunanNya, sehingga kita begitu sulit mengampuni orang lain.
Monday, June 14, 2010
MENGASIHI MUSUH. Mungkinkah?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2010 -
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Sunday, June 13, 2010
SALIB KRISTUS: Mengubah Pahit Menjadi Manis
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2010 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa berseru-seru kepada Tuhan, dan Tuhan menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25a
Respons kebanyakan orang ketika menghadapi masalah adalah bersungut-sungut dan menggerutu. Bangsa Israel pun berbuat demikian. Hari demi hari yang keluar dari mulut mereka sungut-sungut belaka. Itulah sebabnya Tuhan mengijinkan bangsa Israel mengalami proses yang begitu lama di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, harus berputar-putar selama 40 tahun. Bangsa Israel harus mengalami didikan Tuhan begitu lama karena sikap hati mereka yang tidak benar. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang diterima dan dialaminya. Sukar untuk mengucap syukur, dan mengingat-ingat kebaikan Tuhan tidak pernah mereka lakukan walaupun selama itu mereka mengalami pertolongan Tuhan dan melihat pekerjaan-pekerjaan besarNya dinyatakan di tengah-tengah mereka.
Suatu ketika bangsa Israel berjalan di padang gurun Syur dan selama tiga hari di situ mereka tidak mendapatkan air untuk diminum. Kemudian "Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. (Ayat 23). Sesungguhnya, melalui peritiwa ini Tuhan hendak mengajar mereka agar tidak mengandalkan kekuatan sendiri, sebaliknya mau belajar bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Lalu Musa berdoa, "...dan Tuhan menunjukkan kepadadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Barulah dapat mereka minum setelah Tuhan sendiri bertindak. Kayu berbicara tentang salib Kristus. Kayu itu membawa kesembuhan, kehidupan dan keselamatan jiwa.
Seburuk apa pun keadaan kita: kepahitan, kesulitan, masalah, kegagalan, akan berubah menjadi manis dan indah apabila kita bertemu salib Kristus. Melalui salib itulah Kristus memikul penderitaan kita dan melenyapkan segala kutuk. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita,..." (Galatia 3:13). Berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Bila kita sungguh-sungguh mendengarkan suaraNya dan melakukan yang benar di mata Tuhan niscaya hidup kita dipulihkan.
Akhirnya di Elim, bangsa Israel menemuan 12 mata air dan 70 pohon korma!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa berseru-seru kepada Tuhan, dan Tuhan menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25a
Respons kebanyakan orang ketika menghadapi masalah adalah bersungut-sungut dan menggerutu. Bangsa Israel pun berbuat demikian. Hari demi hari yang keluar dari mulut mereka sungut-sungut belaka. Itulah sebabnya Tuhan mengijinkan bangsa Israel mengalami proses yang begitu lama di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, harus berputar-putar selama 40 tahun. Bangsa Israel harus mengalami didikan Tuhan begitu lama karena sikap hati mereka yang tidak benar. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang diterima dan dialaminya. Sukar untuk mengucap syukur, dan mengingat-ingat kebaikan Tuhan tidak pernah mereka lakukan walaupun selama itu mereka mengalami pertolongan Tuhan dan melihat pekerjaan-pekerjaan besarNya dinyatakan di tengah-tengah mereka.
Suatu ketika bangsa Israel berjalan di padang gurun Syur dan selama tiga hari di situ mereka tidak mendapatkan air untuk diminum. Kemudian "Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. (Ayat 23). Sesungguhnya, melalui peritiwa ini Tuhan hendak mengajar mereka agar tidak mengandalkan kekuatan sendiri, sebaliknya mau belajar bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Lalu Musa berdoa, "...dan Tuhan menunjukkan kepadadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Barulah dapat mereka minum setelah Tuhan sendiri bertindak. Kayu berbicara tentang salib Kristus. Kayu itu membawa kesembuhan, kehidupan dan keselamatan jiwa.
Seburuk apa pun keadaan kita: kepahitan, kesulitan, masalah, kegagalan, akan berubah menjadi manis dan indah apabila kita bertemu salib Kristus. Melalui salib itulah Kristus memikul penderitaan kita dan melenyapkan segala kutuk. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita,..." (Galatia 3:13). Berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Bila kita sungguh-sungguh mendengarkan suaraNya dan melakukan yang benar di mata Tuhan niscaya hidup kita dipulihkan.
Akhirnya di Elim, bangsa Israel menemuan 12 mata air dan 70 pohon korma!
Saturday, June 12, 2010
GEMBALA YANG BAIK: Mengasihi dan memperhatikan Domba
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2010 -
Baca: Yohanes 10:11-18
"Akulah (Tuhan - red.) gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;” Yohanes 10:11
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib bukti nyata Ia sangat mengasihi kita, sehingga diberikannya hidupNya bagi kita demi perlindungan dan keselamatan kita. Hal ini semakin menegaskan bahwa Ia adalah Gembala yang baik. "Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"
Sebagai domba-dombaNya tidak ada perkara yang harus kita takutkan dan kuatirkan di dalam hidup ini karena segala yang kita perlukan telah dipersiapkan dan disediakan oleh Gembala kita. Ia pun mengajar kita berdoa demikian: "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11). Dewasa ini dunia diliputi krisis di segala bidang; kesulitan demi kesulitan dialami banyak orang, tantangan dan ujian menghalangi perjalanan kita, namun kita harus yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita karena kita adalah milikNya, domba-dombaNya. Tuhan berkata, "...Aku mengenal domba-dombaKu..." (Yohanes 10:14). Dia tahu benar masalah dan pergumulan kita, keberadaan kita di bawah pengawasanNya selalu. Jadi, Ia tahu ke mana Ia memimpin dan membimbing kita, Ia tahu padang rumput yang hijau, Ia tahu tempat di mana kita dapat beristirahat dan kapan kita merasa letih dan haus.
Kemudian pemazmur berkata, "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; Pialaku penuh melimpah." (Mazmur 23:5). Janganlah takut akan lawan-lawan yang ada, karena Tuhan telah mempersiapkan dan menyediakan setiap kebutuhan kita di hadapan para lawan kita. Bahkan, tidak hanya menyediakan apa yang kita perlukan, Ia juga akan mengurapi kepala kita dengan minyak suci dari sorga, yaitu Roh Kudus yang penuh kuasa, untuk menyertai dan menopang kita. Tidak ada yang lebih indah selain diurapi oleh Tuhan. Pialaku penuh melimpah. Ini berbicara tentang sukacita yang tak terkatakan, sukacita Tuhan yang menadi kekuatan bagi kita setiap hari; sukacita sejati yang tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang ada.
Sungguh berkat luar biasa memiliki Tuhan Yesus sebagai Gembala kita!
Baca: Yohanes 10:11-18
"Akulah (Tuhan - red.) gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;” Yohanes 10:11
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib bukti nyata Ia sangat mengasihi kita, sehingga diberikannya hidupNya bagi kita demi perlindungan dan keselamatan kita. Hal ini semakin menegaskan bahwa Ia adalah Gembala yang baik. "Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"
Sebagai domba-dombaNya tidak ada perkara yang harus kita takutkan dan kuatirkan di dalam hidup ini karena segala yang kita perlukan telah dipersiapkan dan disediakan oleh Gembala kita. Ia pun mengajar kita berdoa demikian: "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11). Dewasa ini dunia diliputi krisis di segala bidang; kesulitan demi kesulitan dialami banyak orang, tantangan dan ujian menghalangi perjalanan kita, namun kita harus yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita karena kita adalah milikNya, domba-dombaNya. Tuhan berkata, "...Aku mengenal domba-dombaKu..." (Yohanes 10:14). Dia tahu benar masalah dan pergumulan kita, keberadaan kita di bawah pengawasanNya selalu. Jadi, Ia tahu ke mana Ia memimpin dan membimbing kita, Ia tahu padang rumput yang hijau, Ia tahu tempat di mana kita dapat beristirahat dan kapan kita merasa letih dan haus.
Kemudian pemazmur berkata, "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; Pialaku penuh melimpah." (Mazmur 23:5). Janganlah takut akan lawan-lawan yang ada, karena Tuhan telah mempersiapkan dan menyediakan setiap kebutuhan kita di hadapan para lawan kita. Bahkan, tidak hanya menyediakan apa yang kita perlukan, Ia juga akan mengurapi kepala kita dengan minyak suci dari sorga, yaitu Roh Kudus yang penuh kuasa, untuk menyertai dan menopang kita. Tidak ada yang lebih indah selain diurapi oleh Tuhan. Pialaku penuh melimpah. Ini berbicara tentang sukacita yang tak terkatakan, sukacita Tuhan yang menadi kekuatan bagi kita setiap hari; sukacita sejati yang tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang ada.
Sungguh berkat luar biasa memiliki Tuhan Yesus sebagai Gembala kita!
Friday, June 11, 2010
HATI PENUH BELAS KASIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2010 -
Baca: Matius 9:35-36
"Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” Matius 9:36
Yesus adalah Pribadi penuh kasih. Ketika melihat banyak orang yang tampak lelah dan terlantar seperti domba tidak bergembala, "...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,..." Bisa dibayangkan menderitanya bila ada domba tak bergembala, ia pasti akan kelaparan dan kehausan karena kekurangan makanan dan air; pastilah ia juga dalam bahaya jika ada binatang buas hendak menerkamnya, karena ia tak memiliki pembela yang melindunginya.
Domba tak bergembala itu ibarat berada di ujung tanduk! Demikian juga jiwa manusia akan tersesat jika mereka terpisah dari 'Gembala yang baik'. Sebaliknya, bila kita berada di dekat Gembala yang baik ini kita akan merasa aman dan tenang; ini seperti yang dialami Daud dan ia berkata, "...Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:2-4)
Di dunia ini manusia takkan menemukan kasih seperti kasih Tuhan karena manusia umumnya egois dan tidak peduli terhadap sesama, seperti sikap Kain ketika Allah menanyakan keberadaan Habel (adiknya). Ia menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9). Tuhan mencari orang-orang yang mau berkorban dan punya belas kasihan terhadap jiwa-jiwa yang tersesat. Maukah kita berkorban waktu, tenaga dan juga materi untuk mengabarkan Injil kepada mereka, sehingga mereka diselamatkan dan bertemu Gembala yang baik itu? Tuhan pun mencari ketika Ia berencana memusnahkan Yerusalem karena Yerusalem dipenuhi perbuatan-perbuatan dosa yang menjijikkan dengan berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapanKu, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30).
Sebagai orang percaya kita harus punya hati penuh belas kasih bagi jiwa-jiwa; sayangnya belum semua orang Kristen mempunyai beban ini.
Baca: Matius 9:35-36
"Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” Matius 9:36
Yesus adalah Pribadi penuh kasih. Ketika melihat banyak orang yang tampak lelah dan terlantar seperti domba tidak bergembala, "...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,..." Bisa dibayangkan menderitanya bila ada domba tak bergembala, ia pasti akan kelaparan dan kehausan karena kekurangan makanan dan air; pastilah ia juga dalam bahaya jika ada binatang buas hendak menerkamnya, karena ia tak memiliki pembela yang melindunginya.
Domba tak bergembala itu ibarat berada di ujung tanduk! Demikian juga jiwa manusia akan tersesat jika mereka terpisah dari 'Gembala yang baik'. Sebaliknya, bila kita berada di dekat Gembala yang baik ini kita akan merasa aman dan tenang; ini seperti yang dialami Daud dan ia berkata, "...Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:2-4)
Di dunia ini manusia takkan menemukan kasih seperti kasih Tuhan karena manusia umumnya egois dan tidak peduli terhadap sesama, seperti sikap Kain ketika Allah menanyakan keberadaan Habel (adiknya). Ia menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9). Tuhan mencari orang-orang yang mau berkorban dan punya belas kasihan terhadap jiwa-jiwa yang tersesat. Maukah kita berkorban waktu, tenaga dan juga materi untuk mengabarkan Injil kepada mereka, sehingga mereka diselamatkan dan bertemu Gembala yang baik itu? Tuhan pun mencari ketika Ia berencana memusnahkan Yerusalem karena Yerusalem dipenuhi perbuatan-perbuatan dosa yang menjijikkan dengan berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapanKu, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30).
Sebagai orang percaya kita harus punya hati penuh belas kasih bagi jiwa-jiwa; sayangnya belum semua orang Kristen mempunyai beban ini.
Thursday, June 10, 2010
MELAYANI TANPA PAMRIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2010 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sampai pada saat ini kami (Paulus dan Apolos) lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup menggembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat.” 1 Korintus 4:11, 12a
Banyak terjadi bahwa semakin berhasil dan tenar seseorang dalam pelayanannya di masyarakat maupun dalam bidang kerohanian, semakin jauh dari tujuan semula. Awalnya setiap orang melayani orang untuk pertumbuhan rohani, nama Kristus saja yang ditonjolkan dan disanjung. Tapi seiring berjalannya waktu, di mana pelayanannya semakin maju dan sukses, pribadi si pelayanlah yang mulai dicari dan disanjung orang.
Adalah fakta bahwa kesuksesan dapat mencuri kemuliaan nama Tuhan, apalagi jika pelayanan dilakukan di kota-kota besar, makin kaburlah batas keagungan Tuhan yang hendak diberitakan dengan ketenaran si pembawa berita itu sendiri. Sementara di daerah terpencil, pelosok atau pedalaman, pelayanan yang dilakukan para hamba Tuhan sangat jauh dari perhatian dunia. Masih banyak yang mengalami seperti Paulus: lapar, haus, telanjang, dipukul, dianiaya dan hidup mengembara. Mereka pun bekerja begitu berat tak ubahnhya seperti Paulus, "...kami melakukan pekerjaan tangan yang berat." Sekalipun mereka jauh dari kelimpahan harta benda, mereka tetap sungguh-sungguh setia melayani jiwa-jiwa yang haus akan firman Tuhan. Jiwa-jiwa yang dilayani umumnya orang-orang kurang mampu, namun hamba Tuhan yang tinggal di desa-desa atau pedalaman mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bila mereka melihat banyak jiwa menyerahkan diri kepada Kristus.
Mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang bekerja bagi Kerajaan Allah tanpa pamrih. Mereka tak dipandang dan diabaikan oleh dunia; tak ada manusia melihat dan menghargai perjuangan mereka dalam pelayanan. Namun ada sepasang mata memperhatikan pengabdian tulus ini: "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Mata Tuhan melihat dengan jelas hamba-hambaNya yang bekerja mengabarkan Injil dengan tekun dan tetap menjaga sikap hati dengan benar. Sebaliknya mata Tuhan juga menembus setiap hati hati hamba-hambaNya yang melayani demi kepentingan dirinya sendiri atau untuk mencari nama.
Sebagai hambaNya, mari kita berkata, "...bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan,..." 2 Korintus 4:5
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sampai pada saat ini kami (Paulus dan Apolos) lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup menggembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat.” 1 Korintus 4:11, 12a
Banyak terjadi bahwa semakin berhasil dan tenar seseorang dalam pelayanannya di masyarakat maupun dalam bidang kerohanian, semakin jauh dari tujuan semula. Awalnya setiap orang melayani orang untuk pertumbuhan rohani, nama Kristus saja yang ditonjolkan dan disanjung. Tapi seiring berjalannya waktu, di mana pelayanannya semakin maju dan sukses, pribadi si pelayanlah yang mulai dicari dan disanjung orang.
Adalah fakta bahwa kesuksesan dapat mencuri kemuliaan nama Tuhan, apalagi jika pelayanan dilakukan di kota-kota besar, makin kaburlah batas keagungan Tuhan yang hendak diberitakan dengan ketenaran si pembawa berita itu sendiri. Sementara di daerah terpencil, pelosok atau pedalaman, pelayanan yang dilakukan para hamba Tuhan sangat jauh dari perhatian dunia. Masih banyak yang mengalami seperti Paulus: lapar, haus, telanjang, dipukul, dianiaya dan hidup mengembara. Mereka pun bekerja begitu berat tak ubahnhya seperti Paulus, "...kami melakukan pekerjaan tangan yang berat." Sekalipun mereka jauh dari kelimpahan harta benda, mereka tetap sungguh-sungguh setia melayani jiwa-jiwa yang haus akan firman Tuhan. Jiwa-jiwa yang dilayani umumnya orang-orang kurang mampu, namun hamba Tuhan yang tinggal di desa-desa atau pedalaman mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bila mereka melihat banyak jiwa menyerahkan diri kepada Kristus.
Mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang bekerja bagi Kerajaan Allah tanpa pamrih. Mereka tak dipandang dan diabaikan oleh dunia; tak ada manusia melihat dan menghargai perjuangan mereka dalam pelayanan. Namun ada sepasang mata memperhatikan pengabdian tulus ini: "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Mata Tuhan melihat dengan jelas hamba-hambaNya yang bekerja mengabarkan Injil dengan tekun dan tetap menjaga sikap hati dengan benar. Sebaliknya mata Tuhan juga menembus setiap hati hati hamba-hambaNya yang melayani demi kepentingan dirinya sendiri atau untuk mencari nama.
Sebagai hambaNya, mari kita berkata, "...bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan,..." 2 Korintus 4:5
Wednesday, June 9, 2010
JANGAN LUPAKAN KEBAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 103:1-22
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!” Mazmur 103:2
Kita seringkali terpaku pada keadaan dan penderitaan yang kita alami: sakit penyakit atau persoalan rumah tangga yang pelik. Kita begitu cemas, kuatir dan takut, rasanya hari-hari yang ada begitu gelap. Wajah kita terus murung tiada tawa. Jangankan memuji-muji Tuhan, tersenyum pun berat rasanya. Masalah yang ada laksana gunung yang besar menindih kita, kita jadi lupa segala kebaikan Tuhan dan juga perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Raja Daud mengajak kita untuk mengingat-ingat apa yang sudah Tuhan perbuat: "Dia (Tuhan) yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali." (ayat 3-5). Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita melanggar firmanNya dan Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita dalam kondisi lemah tak berdaya karena sakit dan Tuhan menyembuhkan? Bukankah kita ini orang-orang yang semestinya dimurkai dan binasa, tetapi karena kasihNya Ia rela mati di atas kayu salib menyelamatkan kita? Kenangkan betapa besar kasih setia dan rahmatNya atas kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita walaupun kita sering meninggalkanNya. Berapa kali kita diluputkan dari segala marabahaya? Daud mengakui, "Dalam kesesakan aku telah berseru kepada Tuhan, Tuhan telah menjawab aku dengan memberi kelegaan." (Mazmur 118:5).
Siapakah seperti Tuhan, setiap saat tak jemu-jemu memberi pertolongan? Saat menghadapi jalan buntu, pertolongan manusia tak mungkin diperoleh, Tuhan telah mengulurkan tanganNya dan dengan caraNya yang ajaib menolong kita. Ingat kasih kita yang mula-mula waktu bertemu Yesus dan kita diselamatkan. Mungkin kasih itu telah padam oleh segala kesibukan dan masalah sehari-hari, namun kembalilah dan ingatlah kebaikanNya selama ini, yang dengan perbuatan baik kita tak cukup membalasNya.
Sungguh, aku berkata kepada Tuhan: "Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" Mazmur 16:2
Baca: Mazmur 103:1-22
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!” Mazmur 103:2
Kita seringkali terpaku pada keadaan dan penderitaan yang kita alami: sakit penyakit atau persoalan rumah tangga yang pelik. Kita begitu cemas, kuatir dan takut, rasanya hari-hari yang ada begitu gelap. Wajah kita terus murung tiada tawa. Jangankan memuji-muji Tuhan, tersenyum pun berat rasanya. Masalah yang ada laksana gunung yang besar menindih kita, kita jadi lupa segala kebaikan Tuhan dan juga perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Raja Daud mengajak kita untuk mengingat-ingat apa yang sudah Tuhan perbuat: "Dia (Tuhan) yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali." (ayat 3-5). Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita melanggar firmanNya dan Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita dalam kondisi lemah tak berdaya karena sakit dan Tuhan menyembuhkan? Bukankah kita ini orang-orang yang semestinya dimurkai dan binasa, tetapi karena kasihNya Ia rela mati di atas kayu salib menyelamatkan kita? Kenangkan betapa besar kasih setia dan rahmatNya atas kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita walaupun kita sering meninggalkanNya. Berapa kali kita diluputkan dari segala marabahaya? Daud mengakui, "Dalam kesesakan aku telah berseru kepada Tuhan, Tuhan telah menjawab aku dengan memberi kelegaan." (Mazmur 118:5).
Siapakah seperti Tuhan, setiap saat tak jemu-jemu memberi pertolongan? Saat menghadapi jalan buntu, pertolongan manusia tak mungkin diperoleh, Tuhan telah mengulurkan tanganNya dan dengan caraNya yang ajaib menolong kita. Ingat kasih kita yang mula-mula waktu bertemu Yesus dan kita diselamatkan. Mungkin kasih itu telah padam oleh segala kesibukan dan masalah sehari-hari, namun kembalilah dan ingatlah kebaikanNya selama ini, yang dengan perbuatan baik kita tak cukup membalasNya.
Sungguh, aku berkata kepada Tuhan: "Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" Mazmur 16:2
Tuesday, June 8, 2010
TETAP DI JALUR YANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2010 -
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” Matius 7:14
Ayat nas ini berbicara tentang jalan menuju kehidupan kekal (Kerajaan Sorga). Jalan itu sangat sesak dan sempit, karena itu hanya sedikit orang yang mau menempuh dan melewati jalan itu.
Siapa pun yang hendak menempuh jalan yang benar harus tahan terhadap segala tekanan Ketika seseorang memutuskan untuk hidup dalam kebenaran (bicara benar, bertindak benar, berhenti berbuat dosa, hidup jujur, berhenti dari hidup yang mementingkan diri sendiri, memutuskan untuk hidup radikal yang bersungguh-sungguh bagi Tuhan) justru ia semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan: dicibir teman sendiri dan orang lain, serta dianggap aneh dan sok suci. Itulah pekerjaan Iblis yang terus berusaha mempersulit kehidupan orang-orang yang memutuskan hidup di jalur yang benar. Iblis bertujuan menekan orang-orang benar supaya mengalami patah semangat dan akhirnya menyerah, lalu berhenti hidup benar.
Sebaliknya, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya." (Matius 7:13). Adalah sangat mudah jatuh ke dalam dosa dan binasa, karena jalan menuju ke sana begitu lebar dan luas. Bahkan orang dijamin tidak akan pernah kesepian melewati jalan itu karena di sana ada banyak teman. Hari-hari ini dunia penuh dengan kompromi. Orang lebih suka hidup menurut keinginan sendiri, santai, acuh tak acuh dan tidak mau bayar harga untuk perkara-perkara rohani. Saat ini kita diingatkan agar mau berjuang melawan tipu muslihat Iblis: paket yang dikemas begitu menarik dan indah namun berujung kebinasaan kekal. Untuk bisa menang dalam 'peperangan' ini kita harus terus melekat kepada Tuhan.
Alkitab tidak pernah menjanjikan perjalanan hidup yang bebas dari pencobaan. Tetapi Dia berjanji kita tidak akan menghadapi pencobaan itu sendiri, karena ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong kita. Jadi jangan lakukan apa yang dunia lakukan! Jangan lagi terlibat gosip-gosip dan pergaulan salah hanya karena merasa kesepian.
Tetaplah di jalur yang benar, meski sesak dan sukar, menuju kepada keselamatan kekal!
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” Matius 7:14
Ayat nas ini berbicara tentang jalan menuju kehidupan kekal (Kerajaan Sorga). Jalan itu sangat sesak dan sempit, karena itu hanya sedikit orang yang mau menempuh dan melewati jalan itu.
Siapa pun yang hendak menempuh jalan yang benar harus tahan terhadap segala tekanan Ketika seseorang memutuskan untuk hidup dalam kebenaran (bicara benar, bertindak benar, berhenti berbuat dosa, hidup jujur, berhenti dari hidup yang mementingkan diri sendiri, memutuskan untuk hidup radikal yang bersungguh-sungguh bagi Tuhan) justru ia semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan: dicibir teman sendiri dan orang lain, serta dianggap aneh dan sok suci. Itulah pekerjaan Iblis yang terus berusaha mempersulit kehidupan orang-orang yang memutuskan hidup di jalur yang benar. Iblis bertujuan menekan orang-orang benar supaya mengalami patah semangat dan akhirnya menyerah, lalu berhenti hidup benar.
Sebaliknya, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya." (Matius 7:13). Adalah sangat mudah jatuh ke dalam dosa dan binasa, karena jalan menuju ke sana begitu lebar dan luas. Bahkan orang dijamin tidak akan pernah kesepian melewati jalan itu karena di sana ada banyak teman. Hari-hari ini dunia penuh dengan kompromi. Orang lebih suka hidup menurut keinginan sendiri, santai, acuh tak acuh dan tidak mau bayar harga untuk perkara-perkara rohani. Saat ini kita diingatkan agar mau berjuang melawan tipu muslihat Iblis: paket yang dikemas begitu menarik dan indah namun berujung kebinasaan kekal. Untuk bisa menang dalam 'peperangan' ini kita harus terus melekat kepada Tuhan.
Alkitab tidak pernah menjanjikan perjalanan hidup yang bebas dari pencobaan. Tetapi Dia berjanji kita tidak akan menghadapi pencobaan itu sendiri, karena ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong kita. Jadi jangan lakukan apa yang dunia lakukan! Jangan lagi terlibat gosip-gosip dan pergaulan salah hanya karena merasa kesepian.
Tetaplah di jalur yang benar, meski sesak dan sukar, menuju kepada keselamatan kekal!
Monday, June 7, 2010
MENYUKAI FIRMAN TUHAN, IMAN SEMAKIN KUAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapanMu; firmanMu tidak akan kulupakan.” Mazmur 119:16
Penulis banyak menerima curhat saudara seiman yang mengeluhkan iman mereka yang begitu mudah goyah, lemah dan tidak kuat, lebih-lebih saat berada dalam masalah berat. Apakah kita rindu memiliki iman yang kuat dan teguh? Satu-satunya cara adalah kita harus menyukai firman Tuhan.
Bukankah banyak orang Kristen tidak suka dan malas membaca Alkitab? Atau mungkin membaca Alkitab hanya saat berada di gereja atau di persekutuan? Kalau sudah di rumah, "Mana sempat?" Namun jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita dekat dengan Tuhan dan semakin mengenal Dia, semakin kuat pula iman kita bertumbuh. Bagaimana kita dapat mengenal Tuhan lebih dalam? Dengan mempelajari firmanNya! Daud, di sepanjang perjalanan hidupnya, tak pernah lepas dari masalah, tekanan, bahkan ancaman, tapi hal itu tidak membuatnya menjadi lemah dan putus asa, sebaliknya ia semakin kuat menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Kuncinya? Daud menyukai firman Tuhan. Ia berkata, "Betapa kucintai TauratMu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97), sehingga Daud pun bisa menyikapi persoalan yang ada dengan mata iman: "...aku tertindas itu baik bagiku, suaya aku belajar ketetapan-ketetapanMu." (Mazmur 119:71). "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Semakin karib dengan Tuhan, makin kita mampu berjalan melalui segala cobaan dengan keyakinan di dalam Dia. Jika kita menjadikan Yesus titik fokus perjalanan iman kita, Dia akan mendewasakan dan menyempurnakan iman kita. Tuhan menghendaki dan menginginkan agar kita berjalan dalam iman yang terus bertumbuh, dan iman seperti itu akan kita peroleh hanya dengan mempelajari dan hidup dalam firman. Jika kita menginginkan iman yang kuat kita harus mendisiplinkan diri menyediakan banyak bagi firman Tuhan, setiap hari.
Sesibuk apa pun kita, mari meluangkan waktu untuk sesuatu yang paling penting yaitu mendalami firmanNya.
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapanMu; firmanMu tidak akan kulupakan.” Mazmur 119:16
Penulis banyak menerima curhat saudara seiman yang mengeluhkan iman mereka yang begitu mudah goyah, lemah dan tidak kuat, lebih-lebih saat berada dalam masalah berat. Apakah kita rindu memiliki iman yang kuat dan teguh? Satu-satunya cara adalah kita harus menyukai firman Tuhan.
Bukankah banyak orang Kristen tidak suka dan malas membaca Alkitab? Atau mungkin membaca Alkitab hanya saat berada di gereja atau di persekutuan? Kalau sudah di rumah, "Mana sempat?" Namun jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita dekat dengan Tuhan dan semakin mengenal Dia, semakin kuat pula iman kita bertumbuh. Bagaimana kita dapat mengenal Tuhan lebih dalam? Dengan mempelajari firmanNya! Daud, di sepanjang perjalanan hidupnya, tak pernah lepas dari masalah, tekanan, bahkan ancaman, tapi hal itu tidak membuatnya menjadi lemah dan putus asa, sebaliknya ia semakin kuat menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Kuncinya? Daud menyukai firman Tuhan. Ia berkata, "Betapa kucintai TauratMu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97), sehingga Daud pun bisa menyikapi persoalan yang ada dengan mata iman: "...aku tertindas itu baik bagiku, suaya aku belajar ketetapan-ketetapanMu." (Mazmur 119:71). "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Semakin karib dengan Tuhan, makin kita mampu berjalan melalui segala cobaan dengan keyakinan di dalam Dia. Jika kita menjadikan Yesus titik fokus perjalanan iman kita, Dia akan mendewasakan dan menyempurnakan iman kita. Tuhan menghendaki dan menginginkan agar kita berjalan dalam iman yang terus bertumbuh, dan iman seperti itu akan kita peroleh hanya dengan mempelajari dan hidup dalam firman. Jika kita menginginkan iman yang kuat kita harus mendisiplinkan diri menyediakan banyak bagi firman Tuhan, setiap hari.
Sesibuk apa pun kita, mari meluangkan waktu untuk sesuatu yang paling penting yaitu mendalami firmanNya.
Sunday, June 6, 2010
IMAN DAN PERBUATAN: Satu Kesatuan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2010 -
Baca: Yakobus 2:14-26
"Demikian juga halnya dengan iman: Jika itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2:17
Adalah dua unsur penting dalam iman: seseorang dapat dikatakan memiliki iman bila ia percaya meski belum melihat bukti; selain itu, seorang beriman taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Jadi, iman juga harus disertai perbuatan atau tindakan nyata. Bila tidak, "...iman itu pada hakekatnya adalah mati.".
Jika kita berbicara mengenai iman tetapi tidak bertindak sesuai dengan apa yang kita percayai, hal itu adalah sia-sia. Iman yang sejati bukanlah sekedar perkataan, namun harus diwujudkan ke dalam gaya hidup kita. Iman yang disertai dengan tindakan pasti membuahkan hasil. Contohnya adalah Rahab, perempuan sundal dalam Alkitab. Sebagai penduduk kota Yerikho, Rahab telah mendengar tentang kuasa Allah Israel yang mengalahkan banyak bangsa, dan ia tahu orang Israel sedang menuju Yerikho sementara Allah menyerahkan kota itu ke tangan mereka. Ketika dua orang pengintai Israel datang ke Yerikho, Rahab melihat itu sebagai kesempatan emas dan ia bertindak. Ia menolong dua orang pengintai itu dengan menyembunyikan mereka di rumahnya. Atas tindakan berani Rahab ini dua pengintai itu berhasil lolos. Namun sebelum para pengintai itu pergi, Rahab memohon agar ia dan seisi keluarganya diselamatkan bila mereka (orang Israel) menyerbu kota Yerikho. Para pengintai itu pun setuju dan mereka membuat suatu kesepakatan. Para pengintai memerintahkan Rahab untuk mengikatkan tali kirmizi pada jendela rumah (baca Yosua 2:21). Perintah itu pun dilakukan oleh Rahab. Tali berwarna merah itu menjadi simbol pengharapan dan jaminan keselamatan baginya.
Ketaatan Rahab mengaitkan tali kirmizi menunjukkan imannya pada perkataan para pengintai itu, yang secara tidak langsung merupakan janji Tuhan. Karena iman pengharapan yang ditaruhnya pada Allahnya yang 'baru', dan disertai tindakan nyata sebagai respons terhadap imannya, Rahab dan seluruh keluarganya diselamatkan ketika orang Israel menguasai dan menghancurkan kota Yerikho. Pelajaran dari hidup Rahab sudah jelas: iman yang disertai tindakan selalu membuahkan hasil!
Jika iman kita dalah iman sejati, ia akan tampak dengan sendirinya melalui perbuatan kita.
Baca: Yakobus 2:14-26
"Demikian juga halnya dengan iman: Jika itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2:17
Adalah dua unsur penting dalam iman: seseorang dapat dikatakan memiliki iman bila ia percaya meski belum melihat bukti; selain itu, seorang beriman taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Jadi, iman juga harus disertai perbuatan atau tindakan nyata. Bila tidak, "...iman itu pada hakekatnya adalah mati.".
Jika kita berbicara mengenai iman tetapi tidak bertindak sesuai dengan apa yang kita percayai, hal itu adalah sia-sia. Iman yang sejati bukanlah sekedar perkataan, namun harus diwujudkan ke dalam gaya hidup kita. Iman yang disertai dengan tindakan pasti membuahkan hasil. Contohnya adalah Rahab, perempuan sundal dalam Alkitab. Sebagai penduduk kota Yerikho, Rahab telah mendengar tentang kuasa Allah Israel yang mengalahkan banyak bangsa, dan ia tahu orang Israel sedang menuju Yerikho sementara Allah menyerahkan kota itu ke tangan mereka. Ketika dua orang pengintai Israel datang ke Yerikho, Rahab melihat itu sebagai kesempatan emas dan ia bertindak. Ia menolong dua orang pengintai itu dengan menyembunyikan mereka di rumahnya. Atas tindakan berani Rahab ini dua pengintai itu berhasil lolos. Namun sebelum para pengintai itu pergi, Rahab memohon agar ia dan seisi keluarganya diselamatkan bila mereka (orang Israel) menyerbu kota Yerikho. Para pengintai itu pun setuju dan mereka membuat suatu kesepakatan. Para pengintai memerintahkan Rahab untuk mengikatkan tali kirmizi pada jendela rumah (baca Yosua 2:21). Perintah itu pun dilakukan oleh Rahab. Tali berwarna merah itu menjadi simbol pengharapan dan jaminan keselamatan baginya.
Ketaatan Rahab mengaitkan tali kirmizi menunjukkan imannya pada perkataan para pengintai itu, yang secara tidak langsung merupakan janji Tuhan. Karena iman pengharapan yang ditaruhnya pada Allahnya yang 'baru', dan disertai tindakan nyata sebagai respons terhadap imannya, Rahab dan seluruh keluarganya diselamatkan ketika orang Israel menguasai dan menghancurkan kota Yerikho. Pelajaran dari hidup Rahab sudah jelas: iman yang disertai tindakan selalu membuahkan hasil!
Jika iman kita dalah iman sejati, ia akan tampak dengan sendirinya melalui perbuatan kita.
Saturday, June 5, 2010
TUHAN MEMBUKA PINTU-PINTU BERKAT
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2010 -
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.” Maleakhi 3:11
Dalam kehidupan rohani ada hukum timbal balik. Ketika kita menabur dalam ketaatan kepada firman Tuhan, Tuhan memberkati kita sebagai balasannya: "...carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33);
Ketika kita menjadikan Tuhan prioritas utama dalam hidup, tidak ada hal yang perlu kita kuatirkan, semuanya akan ditambahkan bagi kita. Pintu-pintu berkat akan dibukakan untuk kita! Saat kita taat persepuluhan Tuhan berkata, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu..." Apa artinya menghardik belalang pelahap? Banyak hal yang bisa menyebabkan krisis dalam kehidupan kita secara mendadak dan tak terduga, contoh: krisis ekonomi atau krisis kesehatan, tapi bila kita setia dalam hal persepuluhan, Tuhan akan menjaga dan menjauhkan kita dari 'serangga dan hama' tersebut.
Seringkali kita kuatir akan hidup kita. Perhatikan! Kekuatiran adalah kebalikan dari iman. Hati kita tidak bisa dipenuhi dengan iman dan kekuatiran pada waktu bersamaan. Tuhan tau apa kebutuhan kita dan selalu menyediakan yang kita perlukan karena Dia rindu memberkati kita dengan pemberian-pemberian yang baik. Dikatakan: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tau memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya." (Matius 7:9-11).
Tuhan telah memberi kita banyak pemberian, dan pemberianNya yang terbesar adalah ketika Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa-dosa kita.
Banyak orang Kristen tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan, serta tidak taat persepuluhan, sehingga terlibat hutang untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya sudah Tuhan sediakan. Siapa yang salah?
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.” Maleakhi 3:11
Dalam kehidupan rohani ada hukum timbal balik. Ketika kita menabur dalam ketaatan kepada firman Tuhan, Tuhan memberkati kita sebagai balasannya: "...carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33);
Ketika kita menjadikan Tuhan prioritas utama dalam hidup, tidak ada hal yang perlu kita kuatirkan, semuanya akan ditambahkan bagi kita. Pintu-pintu berkat akan dibukakan untuk kita! Saat kita taat persepuluhan Tuhan berkata, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu..." Apa artinya menghardik belalang pelahap? Banyak hal yang bisa menyebabkan krisis dalam kehidupan kita secara mendadak dan tak terduga, contoh: krisis ekonomi atau krisis kesehatan, tapi bila kita setia dalam hal persepuluhan, Tuhan akan menjaga dan menjauhkan kita dari 'serangga dan hama' tersebut.
Seringkali kita kuatir akan hidup kita. Perhatikan! Kekuatiran adalah kebalikan dari iman. Hati kita tidak bisa dipenuhi dengan iman dan kekuatiran pada waktu bersamaan. Tuhan tau apa kebutuhan kita dan selalu menyediakan yang kita perlukan karena Dia rindu memberkati kita dengan pemberian-pemberian yang baik. Dikatakan: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tau memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya." (Matius 7:9-11).
Tuhan telah memberi kita banyak pemberian, dan pemberianNya yang terbesar adalah ketika Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa-dosa kita.
Banyak orang Kristen tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan, serta tidak taat persepuluhan, sehingga terlibat hutang untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya sudah Tuhan sediakan. Siapa yang salah?
Friday, June 4, 2010
MERENCANAKAN MASA DEPAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2010 -
Baca: Kejadian 41:46-57
"maka Yusuf mengumpulkan segala bahan makanan ketujuh tahun kelimpahan yang ada di tanah Mesir, lalu disimpannya di kota-kota; hasil daerah sekitar tiap-tiap kota disimpan di dalam kota itu.” Kejadian 41:48
Setiap orang pasti memiliki ribuan angan atau rencana untuk masa depannya: pekerjaan mapan, keluarga bahagia, punya kendaraan dan rumah tinggal yang layak dan sebagainya. Tidak peduli apakah akan terwujud atau tidak, yang penting harus berusaha telebih dahulu dan merencanakan segala sesuatunya sebaik mungkin.
Apabila kita tidak mempunyai rencana, bagaimana kita akan tau kapan kita berhasil? Tanpa ada sasaran atau target di kepala kita, bagaimana mungkin kita tahu bahwa kita sedang melangkah ke arah yang tepat atau benar? Selagi kita dianugerahi kesehatan yang baik dari Tuhan berarti kita juga memiliki kesempatan untuk berusaha dan bekerja. Jangan pernah bermalas-malasan atau menyia-nyiakan waktu yang ada untuk hal-hal yang tidak berguna. Dikatakan: "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Maka kita harus hidup dengan persiapan dan perencanaan yang baik, agar kita tidak terpuruk dan siap terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Yusuf adalah contoh orang yang memiliki perencanaan yang baik dalam hidupnya. Ketika ia dipercaya menjadi penguasa Mesir seperti dikatakan Firaun kepadanya, "Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.... Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:40-41), Yusuf mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan dengan hikmat yang luar biasa, karena Roh Tuhan menyertainya. Ia memerintahkan rakyat Mesir mempersiapkan diri menyongsong kelaparan yang akan terjadi. Selama tahun-tahun kelimpahan ia mengumpulkan semua kelebihan dan menyimpannya untuk persediaan kelak. "Demikianlah Yusuf menimbun gandum seperti pasir di laut, sangat banyak, sehingga orang berhenti menghitungnya, karena memang tidak terhitung." (Kejadian 41:49).
Ketika kelaparan hebat terjadi 7 tahun, di Mesir ada persediaan makanan melimpah.
Baca: Kejadian 41:46-57
"maka Yusuf mengumpulkan segala bahan makanan ketujuh tahun kelimpahan yang ada di tanah Mesir, lalu disimpannya di kota-kota; hasil daerah sekitar tiap-tiap kota disimpan di dalam kota itu.” Kejadian 41:48
Setiap orang pasti memiliki ribuan angan atau rencana untuk masa depannya: pekerjaan mapan, keluarga bahagia, punya kendaraan dan rumah tinggal yang layak dan sebagainya. Tidak peduli apakah akan terwujud atau tidak, yang penting harus berusaha telebih dahulu dan merencanakan segala sesuatunya sebaik mungkin.
Apabila kita tidak mempunyai rencana, bagaimana kita akan tau kapan kita berhasil? Tanpa ada sasaran atau target di kepala kita, bagaimana mungkin kita tahu bahwa kita sedang melangkah ke arah yang tepat atau benar? Selagi kita dianugerahi kesehatan yang baik dari Tuhan berarti kita juga memiliki kesempatan untuk berusaha dan bekerja. Jangan pernah bermalas-malasan atau menyia-nyiakan waktu yang ada untuk hal-hal yang tidak berguna. Dikatakan: "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Maka kita harus hidup dengan persiapan dan perencanaan yang baik, agar kita tidak terpuruk dan siap terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Yusuf adalah contoh orang yang memiliki perencanaan yang baik dalam hidupnya. Ketika ia dipercaya menjadi penguasa Mesir seperti dikatakan Firaun kepadanya, "Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.... Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:40-41), Yusuf mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan dengan hikmat yang luar biasa, karena Roh Tuhan menyertainya. Ia memerintahkan rakyat Mesir mempersiapkan diri menyongsong kelaparan yang akan terjadi. Selama tahun-tahun kelimpahan ia mengumpulkan semua kelebihan dan menyimpannya untuk persediaan kelak. "Demikianlah Yusuf menimbun gandum seperti pasir di laut, sangat banyak, sehingga orang berhenti menghitungnya, karena memang tidak terhitung." (Kejadian 41:49).
Ketika kelaparan hebat terjadi 7 tahun, di Mesir ada persediaan makanan melimpah.
Thursday, June 3, 2010
MEMILIKI REKENING SORGAWI (2)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2010 -
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” 2 Korintus 9:6
Memberikan persepuluhan juga salah satu cara bersyukur kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai dan memelihara orang-orang yang setia memberikan persepuluhan. Dia akan "...membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). Kata tingkap di sini berarti pintu air. BerkatNya tidak hanya menetes, tetapi melimpah atas kita. Selain itu Tuhan juga akan "...menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu,..." (Maleakhi 3:11).
2. Persembahan khusus, yaitu pemberian yang kita lakukan ketika Roh Kudus mendorong kita untuk memberi, di luar persepuluhan. Pemberian ini kita berikan kepada seseorang atau untuk suatu pelayanan. Roh Kudus akan memberitahu atau menggerakkan hati kita untuk siapa persembahan itu kita berikan. Alkitab menulis: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Seungguhnya apa yang kita berikan akan kembali pada kita juga. Tuhan membuka jalan untuk mengembalikan kemurahan kita. Persembahan khusus ini juga termasuk sedekah yaitu memberikan bantuan kepada orang-orang miskin. Ada tertulis: "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Bersedekah kepada orang miskin sama artinya memberi kepada Tuhan. "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku" (Matius 25:35-36). "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini; kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Sudahkah kita menyimpan harta kita di rekening sorga?
Selagi ada waktu mari kita menabur sebanyak-banyaknya!
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” 2 Korintus 9:6
Memberikan persepuluhan juga salah satu cara bersyukur kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai dan memelihara orang-orang yang setia memberikan persepuluhan. Dia akan "...membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). Kata tingkap di sini berarti pintu air. BerkatNya tidak hanya menetes, tetapi melimpah atas kita. Selain itu Tuhan juga akan "...menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu,..." (Maleakhi 3:11).
2. Persembahan khusus, yaitu pemberian yang kita lakukan ketika Roh Kudus mendorong kita untuk memberi, di luar persepuluhan. Pemberian ini kita berikan kepada seseorang atau untuk suatu pelayanan. Roh Kudus akan memberitahu atau menggerakkan hati kita untuk siapa persembahan itu kita berikan. Alkitab menulis: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Seungguhnya apa yang kita berikan akan kembali pada kita juga. Tuhan membuka jalan untuk mengembalikan kemurahan kita. Persembahan khusus ini juga termasuk sedekah yaitu memberikan bantuan kepada orang-orang miskin. Ada tertulis: "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Bersedekah kepada orang miskin sama artinya memberi kepada Tuhan. "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku" (Matius 25:35-36). "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini; kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Sudahkah kita menyimpan harta kita di rekening sorga?
Selagi ada waktu mari kita menabur sebanyak-banyaknya!
Wednesday, June 2, 2010
MEMILIKI REKENING SORGAWI (1)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2010 -
Baca: Matius 6:19-21
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Matius 6:20
Saat ini para jutawan atau orang-orang kaya bingung dengan uangnya: di mana dapat menyimpan uang dengan aman? Ditabung di bank? Jangan-jangan banknya akan dilikuidasi atau bermasalah seperti bank Century; disimpan di rumah takut pencuri atau perampok. Ketakutan dan kegelisahan terus menghantui pikiran orang-orang berduit.
Ternyata susah juga memiliki uang yang berlimpah, hati jadi tidak tenang. Sungguh benar yang dikatakan Alkitab: "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Semua orang berharap uang yang mereka simpan di bank aman dan berbunga, padahal suatu ketika bisa terjadi inflasi tinggi sehingga uang akan menurun. Oleh karenanya firmanNya menasihati kita: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Lalu, di manakah kita dapat menyimpan uang kita dengan aman dan juga bisa bertambah atau berlipat? Agar uang kita semakin bertambah kita harus menanamkannya dalam 'rekening' kerajaan Allah. Sebagai anak-anak Tuhan kita adalah warga kerajaan sorga, di mana setiap kita memiliki rekening di bank sorga, tempat di mana kita dapat menyimpan harta dengan aman, tidak dapat dicuri, bahkan simpanan kita itu akan membawa imbalan yang melimpah dan kekal.
Ada pun cara menyimpan uang di bank sorga adalah melalui: 1. Perpuluhan, yang merupakan bagian dari perjanjian berkat Tuhan dan langkah awal untuk menanamkan modal di rekening sorgawi. Tuhan adalah pemilik dan sumber dari segala sesuatu, namun Dia mengijinkan kita memegang sebagian besar kerja keras kita. Dia memberi kita porsi yang lebih besar (90%) dan sisanya (10%) adalah milik Tuhan. Dengan ketaatan kita memberi persepuluhan Tuhan berjanji akan memberkati kita dengan melimpah. Persepuluhan mengajar kita untuk membayar kewajiban kita terlebih dahulu. Kita akan menuai apa yang kita tabur, namun Tuhan melatih kita menanam semacam 'benih uang' dalam perpuluhan. Jadi "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,..." (Maleakhi 3:10). (Bersambung)
Baca: Matius 6:19-21
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Matius 6:20
Saat ini para jutawan atau orang-orang kaya bingung dengan uangnya: di mana dapat menyimpan uang dengan aman? Ditabung di bank? Jangan-jangan banknya akan dilikuidasi atau bermasalah seperti bank Century; disimpan di rumah takut pencuri atau perampok. Ketakutan dan kegelisahan terus menghantui pikiran orang-orang berduit.
Ternyata susah juga memiliki uang yang berlimpah, hati jadi tidak tenang. Sungguh benar yang dikatakan Alkitab: "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Semua orang berharap uang yang mereka simpan di bank aman dan berbunga, padahal suatu ketika bisa terjadi inflasi tinggi sehingga uang akan menurun. Oleh karenanya firmanNya menasihati kita: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Lalu, di manakah kita dapat menyimpan uang kita dengan aman dan juga bisa bertambah atau berlipat? Agar uang kita semakin bertambah kita harus menanamkannya dalam 'rekening' kerajaan Allah. Sebagai anak-anak Tuhan kita adalah warga kerajaan sorga, di mana setiap kita memiliki rekening di bank sorga, tempat di mana kita dapat menyimpan harta dengan aman, tidak dapat dicuri, bahkan simpanan kita itu akan membawa imbalan yang melimpah dan kekal.
Ada pun cara menyimpan uang di bank sorga adalah melalui: 1. Perpuluhan, yang merupakan bagian dari perjanjian berkat Tuhan dan langkah awal untuk menanamkan modal di rekening sorgawi. Tuhan adalah pemilik dan sumber dari segala sesuatu, namun Dia mengijinkan kita memegang sebagian besar kerja keras kita. Dia memberi kita porsi yang lebih besar (90%) dan sisanya (10%) adalah milik Tuhan. Dengan ketaatan kita memberi persepuluhan Tuhan berjanji akan memberkati kita dengan melimpah. Persepuluhan mengajar kita untuk membayar kewajiban kita terlebih dahulu. Kita akan menuai apa yang kita tabur, namun Tuhan melatih kita menanam semacam 'benih uang' dalam perpuluhan. Jadi "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,..." (Maleakhi 3:10). (Bersambung)
Tuesday, June 1, 2010
ROH KUDUS YANG DIJANJIKAN ITU DIGENAPI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2010 -
Baca: Kisah 2:1-13
“Maka penuhlah mereka (para rasul) dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Kisah 2:4
Rencana Allah adalah sempurna, tidak seperti rencana manusia yang seringkali tiba-tiba atau mendadak. Dan yang pasti rencanaNya tidak pernah gagal, Ayub pun mengakui: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.” (Ayub 42:2).
Seperti halnya kelahiran Kristus ke dunia yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya oleh para nabi, demikian pula pencurahan Roh Kudus. Ratusan tahun sebelum Kristus dilahirkan, Allah telah berfirman kepada nabi Yoel tentang pencurahan Roh Kudus yang kita kenal dengan Pentakosta, demikian firmanNya, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki perempuan akan bernubuat, orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29). Sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus, para rasul dengan setia berkumpul di Yerusalem menanti-nantikan Roh Kudus yang dijanjikan itu. Janji Tuhan adalah ya dan amin! “Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam peleburan di tanah.” (Mazmur 12:7). Nubuat itu digenapiNya; Roh Kudus hadir demikian dahsyatnya seperti bunyi deru angin yang keras dan seperti nyala api yang bertebaran. "Maka penuhnya mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."
Kuasa Roh Kudus adalah kuasa Roh Allah sendiri yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan; Ia bukan roh yang statis dan mati. Karena itu barangsiapa dipenuhi Roh Kudus, di dalam dirinya ada suatu kekuatan baru dan semangat yang besar untuk memberitakan Injil. Setelah Roh Kudus memenuhi hidup para murid, mereka memiliki keberanian dan tak takut akan rintangan yang menghambat untuk memuliakan Tuhan.
Kuasa Roh Kuduslah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan kehidupan!
Baca: Kisah 2:1-13
“Maka penuhlah mereka (para rasul) dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Kisah 2:4
Rencana Allah adalah sempurna, tidak seperti rencana manusia yang seringkali tiba-tiba atau mendadak. Dan yang pasti rencanaNya tidak pernah gagal, Ayub pun mengakui: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.” (Ayub 42:2).
Seperti halnya kelahiran Kristus ke dunia yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya oleh para nabi, demikian pula pencurahan Roh Kudus. Ratusan tahun sebelum Kristus dilahirkan, Allah telah berfirman kepada nabi Yoel tentang pencurahan Roh Kudus yang kita kenal dengan Pentakosta, demikian firmanNya, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki perempuan akan bernubuat, orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29). Sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus, para rasul dengan setia berkumpul di Yerusalem menanti-nantikan Roh Kudus yang dijanjikan itu. Janji Tuhan adalah ya dan amin! “Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam peleburan di tanah.” (Mazmur 12:7). Nubuat itu digenapiNya; Roh Kudus hadir demikian dahsyatnya seperti bunyi deru angin yang keras dan seperti nyala api yang bertebaran. "Maka penuhnya mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."
Kuasa Roh Kudus adalah kuasa Roh Allah sendiri yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan; Ia bukan roh yang statis dan mati. Karena itu barangsiapa dipenuhi Roh Kudus, di dalam dirinya ada suatu kekuatan baru dan semangat yang besar untuk memberitakan Injil. Setelah Roh Kudus memenuhi hidup para murid, mereka memiliki keberanian dan tak takut akan rintangan yang menghambat untuk memuliakan Tuhan.
Kuasa Roh Kuduslah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan kehidupan!
Subscribe to:
Posts (Atom)