Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2018
Baca: Mazmur 104:10-35
"gunung-gunung tinggi adalah bagi kambing-kambing hutan, bukit-bukit batu adalah tempat perlindungan bagi pelanduk." Matius 104:18
Siapa yang dapat mengukur kasih Tuhan? Tak seorang manusia pun yang mampu. Kasih Tuhan itu sungguh tak terukur dan tak terduga dalamnya. Tidak hanya kepada manusia Tuhan menunjukkan perhatian-Nya, tetapi hewan-hewan pun diperhatikan dan dipelihara, serta disediakan kebutuhannya. Tuhan juga menaruh hikmat pada hewan-hewan untuk melindungi dirinya dari bahaya musuh yang mengancam.
Alkitab menyatakan: "pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu," (Amsal 30:26). Pelanduk adalah jenis hewan menyusui yang berukuran kecil. Masih tergolong keluarga rusa, tetapi ukuran tubuhnya kecil, kira-kira seukuran kelinci. Tak bisa dibayangkan jika hewan kecil ini berkeliaran bebas di hutan belantara, ia akan mudah menjadi santapan hewan lain yang lebih besar. Lalu bagaimana ia melindungi dirinya? Ternyata, meski kecil dan lemah, pelanduk sangatlah cerdas dan bijak. Agar terhindar dari terkaman binatang buas ia membuat rumahnya di bukit-bukit batu. Ketika dikejar oleh binatang buas segera ia berlari dan berlindung masuk ke dalam celah-celah kecil di bukit batu.
Manusia seharusnya menyadari bahwa dirinya juga penuh dengan kelemahan, kekurangan dan keterbatasan, mudah sekali diterkam dan menjadi mangsa dari si Iblis, yang terus berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:8). Oleh karena itu kita hendaknya juga membangun hidup kita di atas Bukit Batu yaitu Kristus, Dialah Batu Karang yang teguh. Kita tahu bahwa dalam perjalanan hidup ini ada banyak sekali tantangan, gelombang dan badai yang dahsyat yang sewaktu-waktu dapat mengancam. Kalau kita menjauh dari Bukit Batu itu kita akan mengalami kehancuran. Semua yang ada di dunia ini tak bisa kita andalkan, hanyalah Tuhan andalan hidup kita. Sekalipun dunia bergoncang dengan hebatnya, asal kita berlari dan berlindung kepada Tuhan, kita akan tetap terlindung aman!
"Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk
menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku." Mazmur 71:3
Friday, August 31, 2018
Thursday, August 30, 2018
UTAMAKAN TUHAN DAN HORMATI BAIT-NYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2018
Baca: 2 Tawarikh 29:3-36
"Dengarlah, hai orang-orang Lewi! Sekarang kuduskanlah dirimu dan kuduskanlah rumah TUHAN, Allah nenek moyangmu! Keluarkanlah kecemaran dari tempat kudus!" 2 Tawarikh 29:5
Hizkia adalah salah satu raja yang sangat terkenal karena kesalehan hidupnya dan juga kiprah politiknya yang mumpuni. "...berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan dua puluh sembilan tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem." (2 Tawarikh 29:1). Nama 'Hizkia' memiliki arti: Tuhan adalah kekuatanku. Sesuai dengan namanya, ia adalah seorang raja yang hidup mengandalkan Tuhan dan menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup. Itulah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya!
Bukti bahwa Hizkia menempatkan Tuhan sebagai yang utama adalah tindakan tegasnya untuk memusnakan semua bukit pengorbanan, tugu-tugu berhala, dan termasuk juga ular tembaga Musa yang diberhalakan. Lalu ia juga memerintahkan orang-orang Lewi untuk menahirkan rumah Tuhan dan memerintahkan seluruh bangsanya untuk menghormati rumah Tuhan. Bisa dikatakan ia benar-benar telah melakukan reformasi rohani besar-besaran atas bangsanya, sehingga terjadi hujan pertobatan. Alkitab pun menyatakan: "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya." (2 Tawarikh 29:2), sehingga "...TUHAN menyertai dia; ke manapun juga ia pergi berperang, ia beruntung." (2 Raja-Raja 18:7).
Kita pun harus menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup ini dan menunjukkan sikap penuh hormat terhadap bait-Nya yang kudus. Bila kita benar-benar menghormati Tuhan, sikap kita pun akan hormat ketika berada di bait-Nya. Perlu diketahui bahwa bait Tuhan itu tidak hanya terbatas pada gedung gereja dalam wujud fisik, tetapi Alkitab menegaskan: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17). Sebagai bait Tuhan kita harus menghormati tubuh kita yaitu tidak melakukan hal-hal yang cemar, sebab Tuhan memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tesalonika 4:7).
Hidup dalam kecemaran adalah tanda orang tidak menghormati bait Tuhan!
Baca: 2 Tawarikh 29:3-36
"Dengarlah, hai orang-orang Lewi! Sekarang kuduskanlah dirimu dan kuduskanlah rumah TUHAN, Allah nenek moyangmu! Keluarkanlah kecemaran dari tempat kudus!" 2 Tawarikh 29:5
Hizkia adalah salah satu raja yang sangat terkenal karena kesalehan hidupnya dan juga kiprah politiknya yang mumpuni. "...berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan dua puluh sembilan tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem." (2 Tawarikh 29:1). Nama 'Hizkia' memiliki arti: Tuhan adalah kekuatanku. Sesuai dengan namanya, ia adalah seorang raja yang hidup mengandalkan Tuhan dan menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup. Itulah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya!
Bukti bahwa Hizkia menempatkan Tuhan sebagai yang utama adalah tindakan tegasnya untuk memusnakan semua bukit pengorbanan, tugu-tugu berhala, dan termasuk juga ular tembaga Musa yang diberhalakan. Lalu ia juga memerintahkan orang-orang Lewi untuk menahirkan rumah Tuhan dan memerintahkan seluruh bangsanya untuk menghormati rumah Tuhan. Bisa dikatakan ia benar-benar telah melakukan reformasi rohani besar-besaran atas bangsanya, sehingga terjadi hujan pertobatan. Alkitab pun menyatakan: "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya." (2 Tawarikh 29:2), sehingga "...TUHAN menyertai dia; ke manapun juga ia pergi berperang, ia beruntung." (2 Raja-Raja 18:7).
Kita pun harus menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup ini dan menunjukkan sikap penuh hormat terhadap bait-Nya yang kudus. Bila kita benar-benar menghormati Tuhan, sikap kita pun akan hormat ketika berada di bait-Nya. Perlu diketahui bahwa bait Tuhan itu tidak hanya terbatas pada gedung gereja dalam wujud fisik, tetapi Alkitab menegaskan: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17). Sebagai bait Tuhan kita harus menghormati tubuh kita yaitu tidak melakukan hal-hal yang cemar, sebab Tuhan memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tesalonika 4:7).
Hidup dalam kecemaran adalah tanda orang tidak menghormati bait Tuhan!
Wednesday, August 29, 2018
MERASA KECIL DI TENGAH RAKSASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2018
Baca: Bilangan 13:1-13
"Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." Bilangan 13:33
Sadar atau tidak, ada banyak orang percaya yang selalu terpaku pada kehidupan di masa lalu. Padahal masa lalu adalah sesuatu yang sudah lewat, yang tak mungkin terulang kembali. Seharusnya kita fokus pada hari ini sebagai persiapan untuk menatap masa depan, yang jauh lebih penting daripada masa lampau. Hari depan membuka banyak kesempatan bagi kita dalam hal perkembangan dan perbaikan hidup di dalam Tuhan.
Untuk mencapai kemajuan dalam hidup kekristenan (kedewasaan iman) kita harus belajar dari masa lalu dengan segala kegagalannya, tapi kita tak boleh dipengaruhi oleh masa lalu itu. Selama kita masih dipengaruhi dan bergantung pada masa lalu, sulit bagi kita untuk memperoleh kemajuan yang berarti, sebab memori kita selalu melekat pada masa lalu. Mengapa? Karena yang seringkali melekat di memori kita adalah hal-hal negatif, sehingga bayang-bayang ketakutan dan kegagalan tersebut menciptakan rasa takut dan rasa enggan melangkah ke depan. Patut kita teladani rasul Paulus yang berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Musa mengutus dua belas orang pengintai tanah Kanaan. "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Sepuluh orang memberikan laporan negatif dan merasa takut untuk kembali masuk ke negeri itu, karena pikiran mereka dipenuhi hal-hal negatif, merasa diri kecil seperti belalang, sementara penduduk negeri itu besar-besar seperti raksasa. Itulah yang terus membayangi pikiran mereka. Akhirnya mereka gagal dan tak menikmati tanah Kanaan yang berlimpah air susu dan madu, karena menyelesaikan persoalan dengan pemikiran akal manusia. "...dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat nas). Dihantui masa lalu membuat mereka menyerah sebelum berperang.
Dalam menghadapi persoalan jangan mengukur kekuatan sendiri, tapi pandanglah Tuhan dengan segala kekuatan dan kedahsyatan kuasa-Nya!
Baca: Bilangan 13:1-13
"Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." Bilangan 13:33
Sadar atau tidak, ada banyak orang percaya yang selalu terpaku pada kehidupan di masa lalu. Padahal masa lalu adalah sesuatu yang sudah lewat, yang tak mungkin terulang kembali. Seharusnya kita fokus pada hari ini sebagai persiapan untuk menatap masa depan, yang jauh lebih penting daripada masa lampau. Hari depan membuka banyak kesempatan bagi kita dalam hal perkembangan dan perbaikan hidup di dalam Tuhan.
Untuk mencapai kemajuan dalam hidup kekristenan (kedewasaan iman) kita harus belajar dari masa lalu dengan segala kegagalannya, tapi kita tak boleh dipengaruhi oleh masa lalu itu. Selama kita masih dipengaruhi dan bergantung pada masa lalu, sulit bagi kita untuk memperoleh kemajuan yang berarti, sebab memori kita selalu melekat pada masa lalu. Mengapa? Karena yang seringkali melekat di memori kita adalah hal-hal negatif, sehingga bayang-bayang ketakutan dan kegagalan tersebut menciptakan rasa takut dan rasa enggan melangkah ke depan. Patut kita teladani rasul Paulus yang berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Musa mengutus dua belas orang pengintai tanah Kanaan. "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Sepuluh orang memberikan laporan negatif dan merasa takut untuk kembali masuk ke negeri itu, karena pikiran mereka dipenuhi hal-hal negatif, merasa diri kecil seperti belalang, sementara penduduk negeri itu besar-besar seperti raksasa. Itulah yang terus membayangi pikiran mereka. Akhirnya mereka gagal dan tak menikmati tanah Kanaan yang berlimpah air susu dan madu, karena menyelesaikan persoalan dengan pemikiran akal manusia. "...dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat nas). Dihantui masa lalu membuat mereka menyerah sebelum berperang.
Dalam menghadapi persoalan jangan mengukur kekuatan sendiri, tapi pandanglah Tuhan dengan segala kekuatan dan kedahsyatan kuasa-Nya!
Tuesday, August 28, 2018
ORANG PERCAYA: Menerima Panggilan Ilahi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2018
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." Roma 11:29
Dalam diri orang percaya yang sudah mengalami kelahiran baru ada panggilan Ilahi. Kita dipanggil untuk memenuhi rencana dan tujuan khusus yang telah Tuhan tetapkan bagi kita, seperti tertulis: "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Panggilan Ilahi tersebut sesungguhnya sudah ada sebelum kita menjadi anak Tuhan, seperti yang disampaikan oleh rasul Paulus: "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Efesus 1:4).
Kita tak dapat melarikan diri dari panggilan Tuhan, sebab Tuhan tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya (ayat nas). Pemazmur mengungkapkan: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10). Itu berarti Tuhan tidak akan pernah mengubah pikiran-Nya tentang kasih karunia dan panggilan-Nya yang telah ditentukan atas kita. Panggilan Tuhan atas hidup kita akan menyertai kita sepanjang umur kita.
Yang harus kita ingat adalah, pada saatnya nanti kita semua harus mempertanggungjawabkan panggilan Ilahi ini di hadapan Tuhan: "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:10b, 12). Mari lakukan dengan setia apa yang telah Tuhan percayakan kepada kita. "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." (2 Korintus 5:10). Janganlah kita menghadap Kristus kelak dengan tangan hampa.
Selagi ada waktu dan kesempatan, kerjakan panggilan Tuhan atas hidupmu dengan setia!
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." Roma 11:29
Dalam diri orang percaya yang sudah mengalami kelahiran baru ada panggilan Ilahi. Kita dipanggil untuk memenuhi rencana dan tujuan khusus yang telah Tuhan tetapkan bagi kita, seperti tertulis: "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Panggilan Ilahi tersebut sesungguhnya sudah ada sebelum kita menjadi anak Tuhan, seperti yang disampaikan oleh rasul Paulus: "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Efesus 1:4).
Kita tak dapat melarikan diri dari panggilan Tuhan, sebab Tuhan tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya (ayat nas). Pemazmur mengungkapkan: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10). Itu berarti Tuhan tidak akan pernah mengubah pikiran-Nya tentang kasih karunia dan panggilan-Nya yang telah ditentukan atas kita. Panggilan Tuhan atas hidup kita akan menyertai kita sepanjang umur kita.
Yang harus kita ingat adalah, pada saatnya nanti kita semua harus mempertanggungjawabkan panggilan Ilahi ini di hadapan Tuhan: "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:10b, 12). Mari lakukan dengan setia apa yang telah Tuhan percayakan kepada kita. "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." (2 Korintus 5:10). Janganlah kita menghadap Kristus kelak dengan tangan hampa.
Selagi ada waktu dan kesempatan, kerjakan panggilan Tuhan atas hidupmu dengan setia!
Monday, August 27, 2018
MUJIZAT TUHAN DILUPAKAN BEGITU SAJA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2018
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: 'Apakah yang akan kami minum?'" Keluaran 15:24
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan! Karena itu mereka dikasihi Tuhan sedemikian rupa. Ketika umat Israel mengalami penindasan di Mesir, Tuhan tidak tinggal diam. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7). Tuhan pun mengutus Musa untuk memimpin umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir.
Ketika mereka menyeberang Laut Teberau meninggalkan Mesir, Tuhan telah membuat mujizat besar, air laut terbelah dua, sehingga umat Israel dapat berjalan di atas tanah kering. Tanpa perahu, tanpa kendaraan apa pun, mereka telah diseberangkan Tuhan dengan selamat, dengan cara-Nya yang ajaib. Sebaliknya, Firaun dan segenap pasukannya yang mengejar, mati tenggelam di laut. Karena mujizat besar ini Musa dan segenap bangsa Israel pun memuliakan Tuhan: "Engkau meniup dengan taufan-Mu, lautpun menutupi mereka; sebagai timah mereka tenggelam dalam air yang hebat. Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:10-11). Lalu, dalam perjalanan menuju padang gurun Syur, mereka tak mendapatkan air selama tiga hari. Ketika sampai di mara mereka mendapatkan air, tapi airnya pahit tak dapat diminum. Reaksi mereka? "Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: 'Apakah yang akan kami minum?'" (Keluaran 15:24), padahal baru saja mereka memuji-muji kebesaran Tuhan dan keajaiban-Nya dengan berkata, "Engkau pembuat keajaiban", tapi menghadapi persoalan kecil, yaitu air pahit, secepat kilat mereka langsung bersungut-sungut kepada Tuhan. Mereka lupa begitu saja akan mujizat dan perbuatan Tuhan yang ajaib.
Dalam perjalanan hidup ini kita sering berlaku seperti umat Israel. Terbentur masalah sedikit kita langsung lupa akan kebaikan Tuhan dan kebesaran kuasa-Nya.
Ingat! Tuhan kita adalah Tuhan yang hebat perbuatan-Nya, tidak ada masalah yang tak terselesaikan di tangan-Nya!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: 'Apakah yang akan kami minum?'" Keluaran 15:24
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan! Karena itu mereka dikasihi Tuhan sedemikian rupa. Ketika umat Israel mengalami penindasan di Mesir, Tuhan tidak tinggal diam. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7). Tuhan pun mengutus Musa untuk memimpin umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir.
Ketika mereka menyeberang Laut Teberau meninggalkan Mesir, Tuhan telah membuat mujizat besar, air laut terbelah dua, sehingga umat Israel dapat berjalan di atas tanah kering. Tanpa perahu, tanpa kendaraan apa pun, mereka telah diseberangkan Tuhan dengan selamat, dengan cara-Nya yang ajaib. Sebaliknya, Firaun dan segenap pasukannya yang mengejar, mati tenggelam di laut. Karena mujizat besar ini Musa dan segenap bangsa Israel pun memuliakan Tuhan: "Engkau meniup dengan taufan-Mu, lautpun menutupi mereka; sebagai timah mereka tenggelam dalam air yang hebat. Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:10-11). Lalu, dalam perjalanan menuju padang gurun Syur, mereka tak mendapatkan air selama tiga hari. Ketika sampai di mara mereka mendapatkan air, tapi airnya pahit tak dapat diminum. Reaksi mereka? "Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: 'Apakah yang akan kami minum?'" (Keluaran 15:24), padahal baru saja mereka memuji-muji kebesaran Tuhan dan keajaiban-Nya dengan berkata, "Engkau pembuat keajaiban", tapi menghadapi persoalan kecil, yaitu air pahit, secepat kilat mereka langsung bersungut-sungut kepada Tuhan. Mereka lupa begitu saja akan mujizat dan perbuatan Tuhan yang ajaib.
Dalam perjalanan hidup ini kita sering berlaku seperti umat Israel. Terbentur masalah sedikit kita langsung lupa akan kebaikan Tuhan dan kebesaran kuasa-Nya.
Ingat! Tuhan kita adalah Tuhan yang hebat perbuatan-Nya, tidak ada masalah yang tak terselesaikan di tangan-Nya!
Sunday, August 26, 2018
DIKUDUSKANLAH NAMA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2018
Baca: Matius 6:5-15
"Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu," Matius 6:9
Salah satu dari sepuluh perintah Tuhan yang disampaikan Tuhan kepada bangsa Israel melalui perantaraan nabi Musa, dan ditulis pada dua loh batu adalah: "Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan." (Keluaran 20:7). Mengapa kita tidak boleh menyebut nama Tuhan dengan sembarangan? Karena nama Tuhan adalah kudus. Karena itu Tuhan sangat benci terhadap orang-orang yang berani melecehkan, meremehkan dan mempermainkan nama-Nya dengan sembarangan.
Ketika bangsa Israel tidak menghormati lagi nama Tuhan, tidak menghiraukan perkataan-Nya dan tetap menyembah kepada berhala-berhala, hal itu menimbulkan kemurkaan Tuhan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yehezkiel: "Tetapi Aku bertindak oleh karena nama-Ku, supaya itu jangan dinajiskan di hadapan bangsa-bangsa, di mana mereka berada. Di hadapan bangsa-bangsa itu Aku menyatakan diri kepada mereka dalam hal Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir." (Yehezkiel 20:9). Tindakan Tuhan selalu dikaitkan dengan nama-Nya, seperti yang ditulis Daud dalam mazmurnya: "Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3). Nama Tuhan juga merupakan kekuatan dan keselamatan bagi orang benar, tapi bagi orang fasik nama Tuhan menjadi kebencian. "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10).
Adalah sia-sia kita berdoa dengan mengucapkan kekudusan nama Tuhan jika seluruh tindakan kita dipimpin oleh keinginan yang tidak kudus. Kita ditantang untuk hidup dalam kekudusan agar dapat menghayati nama Tuhan yang kudus. Nama Tuhan yang kudus itu harus dimulai dari kehidupan orang yang berdoa: "Dikuduskanlah nama-Mu," (ayat nas). Jika ucapan tersebut tidak disertai kekudusan hidup orang yang berdoa, ucapan doa itu sama sekali tak ada artinya. Orang percaya bertanggung jawab penuh atas perkataan dan perbuatannya sehari-hari, sebab keberadaannya di tengah dunia membawa misi, yaitu menjadi saksi-saksi-Nya. Di situlah nama Tuhan dipertaruhkan di mata dunia!
Nama Tuhan adalah kudus, karena itu setiap orang yang memanggil nama-Nya pun harus hidup dalam kekudusan!
Baca: Matius 6:5-15
"Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu," Matius 6:9
Salah satu dari sepuluh perintah Tuhan yang disampaikan Tuhan kepada bangsa Israel melalui perantaraan nabi Musa, dan ditulis pada dua loh batu adalah: "Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan." (Keluaran 20:7). Mengapa kita tidak boleh menyebut nama Tuhan dengan sembarangan? Karena nama Tuhan adalah kudus. Karena itu Tuhan sangat benci terhadap orang-orang yang berani melecehkan, meremehkan dan mempermainkan nama-Nya dengan sembarangan.
Ketika bangsa Israel tidak menghormati lagi nama Tuhan, tidak menghiraukan perkataan-Nya dan tetap menyembah kepada berhala-berhala, hal itu menimbulkan kemurkaan Tuhan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yehezkiel: "Tetapi Aku bertindak oleh karena nama-Ku, supaya itu jangan dinajiskan di hadapan bangsa-bangsa, di mana mereka berada. Di hadapan bangsa-bangsa itu Aku menyatakan diri kepada mereka dalam hal Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir." (Yehezkiel 20:9). Tindakan Tuhan selalu dikaitkan dengan nama-Nya, seperti yang ditulis Daud dalam mazmurnya: "Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3). Nama Tuhan juga merupakan kekuatan dan keselamatan bagi orang benar, tapi bagi orang fasik nama Tuhan menjadi kebencian. "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10).
Adalah sia-sia kita berdoa dengan mengucapkan kekudusan nama Tuhan jika seluruh tindakan kita dipimpin oleh keinginan yang tidak kudus. Kita ditantang untuk hidup dalam kekudusan agar dapat menghayati nama Tuhan yang kudus. Nama Tuhan yang kudus itu harus dimulai dari kehidupan orang yang berdoa: "Dikuduskanlah nama-Mu," (ayat nas). Jika ucapan tersebut tidak disertai kekudusan hidup orang yang berdoa, ucapan doa itu sama sekali tak ada artinya. Orang percaya bertanggung jawab penuh atas perkataan dan perbuatannya sehari-hari, sebab keberadaannya di tengah dunia membawa misi, yaitu menjadi saksi-saksi-Nya. Di situlah nama Tuhan dipertaruhkan di mata dunia!
Nama Tuhan adalah kudus, karena itu setiap orang yang memanggil nama-Nya pun harus hidup dalam kekudusan!
Saturday, August 25, 2018
HARUS ADA PEMISAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2018
Baca: Keluaran 12:29-42
"...mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat berlambat-lambat, dan mereka tidak pula menyediakan bekal baginya." Keluaran 12:39b
Semua orang yang diselamatkan oleh kasih anugerah Tuhan ditebus melalui darah. Seperti bangsa Israel yang telah ditebus dan dibebaskan oleh darah, "Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir. (Keluaran 12:13). Mereka harus mengambil tindakan tegas untuk segera meninggalkan Mesir. Darah yang menyelamatkan mereka itu tidak hanya memisahkan yang hidup dari yang mati, tetapi darah tersebut juga memisahkan anak-anak Tuhan dari belenggu kuasa dunia.
Akibat dari penebusan terjadilah pemisahan seperti bangsa Israel, yaitu setelah luput dari maut yang mematikan setiap anak sulung di tanah Mesir mereka harus bergegas keluar meninggalkan Mesir sesuai dengan yang diperintah Tuhan. Begitu pula umat tebusan Tuhan, yang telah ditebus oleh darah Kristus, harus memisahkan diri dari dunia. Sejak itu kita bukan milik dunia lagi, itulah sebabnya dunia akan membenci kita. Tuhan berkata, "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Inilah harga yang harus dibayar oleh setiap orang percaya! Kita harus memisahkan diri dari dunia ini dan tidak lagi menjalin persahabatan dengannya.
Rasul Paulus menegaskan bahwa "...kamu adalah milik Kristus dan Kristus..." (1 Korintus 3:23), "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:" (1 Korintus 6:20). Oleh karena itu setiap orang yang sudah diselamatkan melalui pengorbanan darah Kristus harus bersikap tegas untuk meninggalkan 'Mesir' yang adalah lambang kehidupan duniawi. Kita tidak boleh mengikatkan hati pada dunia ini!
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: Keluaran 12:29-42
"...mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat berlambat-lambat, dan mereka tidak pula menyediakan bekal baginya." Keluaran 12:39b
Semua orang yang diselamatkan oleh kasih anugerah Tuhan ditebus melalui darah. Seperti bangsa Israel yang telah ditebus dan dibebaskan oleh darah, "Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir. (Keluaran 12:13). Mereka harus mengambil tindakan tegas untuk segera meninggalkan Mesir. Darah yang menyelamatkan mereka itu tidak hanya memisahkan yang hidup dari yang mati, tetapi darah tersebut juga memisahkan anak-anak Tuhan dari belenggu kuasa dunia.
Akibat dari penebusan terjadilah pemisahan seperti bangsa Israel, yaitu setelah luput dari maut yang mematikan setiap anak sulung di tanah Mesir mereka harus bergegas keluar meninggalkan Mesir sesuai dengan yang diperintah Tuhan. Begitu pula umat tebusan Tuhan, yang telah ditebus oleh darah Kristus, harus memisahkan diri dari dunia. Sejak itu kita bukan milik dunia lagi, itulah sebabnya dunia akan membenci kita. Tuhan berkata, "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Inilah harga yang harus dibayar oleh setiap orang percaya! Kita harus memisahkan diri dari dunia ini dan tidak lagi menjalin persahabatan dengannya.
Rasul Paulus menegaskan bahwa "...kamu adalah milik Kristus dan Kristus..." (1 Korintus 3:23), "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:" (1 Korintus 6:20). Oleh karena itu setiap orang yang sudah diselamatkan melalui pengorbanan darah Kristus harus bersikap tegas untuk meninggalkan 'Mesir' yang adalah lambang kehidupan duniawi. Kita tidak boleh mengikatkan hati pada dunia ini!
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Friday, August 24, 2018
MENJADI 'TAWANAN' TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2018
Baca: Mazmur 105:16-24
"sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya." Mazmur 105:19
Dalam Perjanjian Lama ada anak muda yang menjadi 'tawanan' Tuhan. Dialah Yusuf, seorang dari 12 anak Yakub. Dalam kehidupan sehari-hari ia sangat dikasihi ayahnya.
Suatu ketika Yusuf bermimpi tentang hal yang berkenaan dengan kepemimpinan, kekuasaan dan kedudukan yang tinggi. "Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu...Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:7, 9b). Yusuf sangat yakin bahwa Tuhan akan menggenapi hal itu baginya. Karena impian dan penglihatan inilah Yusuf dibenci dan ditentang keras oleh saudara-saudaranya. Mereka membawa Yusuf kepada suatu masalah yang semakin memprihatinkan: dibuang ke dalam sumur yang kosong, dijual sebagai budak, dan kemudian dibawa ke rumah Potifar dengan tangan dan kaki yang terikat rantai. Saudara-saudara Yusuf berusaha menggagalkan impian itu. Hal itu tak menggoyahkan keyakinan dalam diri Yusuf bahwa mimpi-mimpi yang Tuhan berikan itu pasti akan terjadi kepadanya dan tergenapi. Karena alasan itulah sekalipun keadaan buruk menimpanya ia tetap tenang dan Alkitab tak pernah menyebutkan bahwa ia kecewa atau marah kepada Tuhan. "Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." (Kejadian 39:2), dan "...kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf." (Kejadian 39:4b).
Bagaimanapun juga Tuhan telah mulai membawa Yusuf ke suatu takhta kepemimpinan. Segerakah Tuhan melepaskan Yusuf dari problem? Tidak. Tuhan justru mengijinkan ia melewati proses pembentukan lagi yang lebih berat. Yusuf harus kehilangan reputasi dan menanggung malu karena fitnahan dan dijebloskan ke dalam penjara. Tuhan benar-benar menguji kesetiaan dan keteguhan iman Yusuf!
Walaupun Tuhan telah memberikan mimpi atau nubuatan kepada seseorang, tapi sebelum Tuhan menguji imannya, firman Tuhan belum dapat digenapi!
Baca: Mazmur 105:16-24
"sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya." Mazmur 105:19
Dalam Perjanjian Lama ada anak muda yang menjadi 'tawanan' Tuhan. Dialah Yusuf, seorang dari 12 anak Yakub. Dalam kehidupan sehari-hari ia sangat dikasihi ayahnya.
Suatu ketika Yusuf bermimpi tentang hal yang berkenaan dengan kepemimpinan, kekuasaan dan kedudukan yang tinggi. "Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu...Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:7, 9b). Yusuf sangat yakin bahwa Tuhan akan menggenapi hal itu baginya. Karena impian dan penglihatan inilah Yusuf dibenci dan ditentang keras oleh saudara-saudaranya. Mereka membawa Yusuf kepada suatu masalah yang semakin memprihatinkan: dibuang ke dalam sumur yang kosong, dijual sebagai budak, dan kemudian dibawa ke rumah Potifar dengan tangan dan kaki yang terikat rantai. Saudara-saudara Yusuf berusaha menggagalkan impian itu. Hal itu tak menggoyahkan keyakinan dalam diri Yusuf bahwa mimpi-mimpi yang Tuhan berikan itu pasti akan terjadi kepadanya dan tergenapi. Karena alasan itulah sekalipun keadaan buruk menimpanya ia tetap tenang dan Alkitab tak pernah menyebutkan bahwa ia kecewa atau marah kepada Tuhan. "Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." (Kejadian 39:2), dan "...kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf." (Kejadian 39:4b).
Bagaimanapun juga Tuhan telah mulai membawa Yusuf ke suatu takhta kepemimpinan. Segerakah Tuhan melepaskan Yusuf dari problem? Tidak. Tuhan justru mengijinkan ia melewati proses pembentukan lagi yang lebih berat. Yusuf harus kehilangan reputasi dan menanggung malu karena fitnahan dan dijebloskan ke dalam penjara. Tuhan benar-benar menguji kesetiaan dan keteguhan iman Yusuf!
Walaupun Tuhan telah memberikan mimpi atau nubuatan kepada seseorang, tapi sebelum Tuhan menguji imannya, firman Tuhan belum dapat digenapi!
Thursday, August 23, 2018
JANJI DAN PERINTAH: Aspek yang Tak Terpisahkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2018
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Di hadapan umat Israel Musa kembali menekankan aspek janji Tuhan dan perintah, dengan tujuan supaya mereka memiliki kesungguhan hati beribadah kepada-Nya. Jika kita memahami janji-janji Tuhan, kita akan terus bersemangat dan tidak lagi bersungut-sungut menaati dan melakukan perintah Tuhan, karena melalui ketaatan dalam melakukan perintah Tuhan, janji-Nya pasti akan digenapi.
Mengapa masih banyak orang Kristen sampai saat ini belum mengalami penggenapan janji Tuhan? Apakah janji Tuhan yang tertulis di Alkitab itu sudah tidak berlaku lagi? Hidup dalam perjanjian berkat Tuhan itu tidak dapat dipisahkan dengan ketaatan melakukan perintah-Nya. Ketidaktaatan adalah faktor yang dapat menghalangi janji Tuhan digenapi dalam hidup ini. Saat kita taat melakukan perintah Tuhan, janji-Nya pasti digenapi. Untuk taat melakukan perintah Tuhan kita harus belajar mengetahui kehendak Tuhan terlebih dahulu. Mengetahui kehendak Tuhan bisa diperoleh melalui keintiman personal (pribadi) dan korporat (persekutuan). Sediakanlah waktu untuk bersaat teduh dan merenungkan firman Tuhan secara pribadi atau melalui orang lain, seperti mendengarkan hamba Tuhan berkhotbah. Alkitab adalah sumber pengetahuan tentang perintah Tuhan yang harus ditaati dan janji Tuhan yang akan kita alami.
Tak mudah memiliki karakter taat, perlu latihan dan disiplin tinggi. Kita harus membiasakan diri dalam bersaat teduh, sehingga kebiasaan itu akan membentuk suatu karakter dalam diri kita. Ketaatan bukan suatu perubahan yang terjadi seketika, tapi harus dibentuk secara berulang-ulang, perlahan-lahan, sampai menjadi karakter dan kebiasaan. Lewat repetisi atau pengulangan terus-menerus kita akan memiliki karakter ketaatan. Banyak orang Kristen mau taat karena ingin mendapatkan berkat, namun Tuhan menghendaki ketaatan kita bukan sekedar karena motivasi (berkat), tetapi lebih dari itu, yaitu kedekatan hubungan. Kita taat kepada perintah Tuhan karena kita mengasihi Dia.
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Di hadapan umat Israel Musa kembali menekankan aspek janji Tuhan dan perintah, dengan tujuan supaya mereka memiliki kesungguhan hati beribadah kepada-Nya. Jika kita memahami janji-janji Tuhan, kita akan terus bersemangat dan tidak lagi bersungut-sungut menaati dan melakukan perintah Tuhan, karena melalui ketaatan dalam melakukan perintah Tuhan, janji-Nya pasti akan digenapi.
Mengapa masih banyak orang Kristen sampai saat ini belum mengalami penggenapan janji Tuhan? Apakah janji Tuhan yang tertulis di Alkitab itu sudah tidak berlaku lagi? Hidup dalam perjanjian berkat Tuhan itu tidak dapat dipisahkan dengan ketaatan melakukan perintah-Nya. Ketidaktaatan adalah faktor yang dapat menghalangi janji Tuhan digenapi dalam hidup ini. Saat kita taat melakukan perintah Tuhan, janji-Nya pasti digenapi. Untuk taat melakukan perintah Tuhan kita harus belajar mengetahui kehendak Tuhan terlebih dahulu. Mengetahui kehendak Tuhan bisa diperoleh melalui keintiman personal (pribadi) dan korporat (persekutuan). Sediakanlah waktu untuk bersaat teduh dan merenungkan firman Tuhan secara pribadi atau melalui orang lain, seperti mendengarkan hamba Tuhan berkhotbah. Alkitab adalah sumber pengetahuan tentang perintah Tuhan yang harus ditaati dan janji Tuhan yang akan kita alami.
Tak mudah memiliki karakter taat, perlu latihan dan disiplin tinggi. Kita harus membiasakan diri dalam bersaat teduh, sehingga kebiasaan itu akan membentuk suatu karakter dalam diri kita. Ketaatan bukan suatu perubahan yang terjadi seketika, tapi harus dibentuk secara berulang-ulang, perlahan-lahan, sampai menjadi karakter dan kebiasaan. Lewat repetisi atau pengulangan terus-menerus kita akan memiliki karakter ketaatan. Banyak orang Kristen mau taat karena ingin mendapatkan berkat, namun Tuhan menghendaki ketaatan kita bukan sekedar karena motivasi (berkat), tetapi lebih dari itu, yaitu kedekatan hubungan. Kita taat kepada perintah Tuhan karena kita mengasihi Dia.
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Wednesday, August 22, 2018
DIPERLENGKAPI UNTUK MELAKUKAN YANG BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2018
Baca: Ibrani 13:1-25
"...Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." Ibrani 13:20-21
Melakukan kehendak Tuhan adalah hal yang teramat penting bagi kehidupan orang percaya. Timbul pertanyaan: "Mungkinkah kita melakukan kehendak Tuhan?" Tidak ada yang tak mungkin! Sebab Tuhan sudah memperlengkapi kita dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya. Kita tidak dapat melakukan kehendak Tuhan jika kita berdiri di atas kekuatan sendiri dan terlepas dari Kristus, sebab di luar Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa. "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5).
Tinggal di dalam Kristus atau melekat pada pokok anggur adalah kunci untuk dapat melakukan kehendak Tuhan. Selama kita tetap mengeraskan hati dan tidak mau melakukan kehendak Tuhan, kita tak berguna bagi Tuhan, dan rencana-Nya atas hidup kita takkan dapat terlaksana. Demikian juga andaikata Kristus pada waktu itu tak mau taat melakukan kehendak Bapa, maka rencana Agung Bapa untuk penebusan dan penyelamatan umat manusia takkan pernah terjadi hingga detik ini. Walaupun Kristus pada waktu itu bergumul untuk tidak menerima cawan berisi dosa segenap umat manusia itu, tapi pada akhirnya kristus menyerah kepada kehendak Bapa. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42).
Melakukan kehendak Tuhan adalah cara untuk kita dapat menyenangkan hati-Nya. Ketika Daud taat kepada kehendak Tuhan, ia pun dikenan Tuhan. "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b). Karena ketaatan Daud maka "...dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus." (Kisah 13:23).
Ketaatan melakukan kehendak Tuhan mendatangkan peninggian dari-Nya!
Baca: Ibrani 13:1-25
"...Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." Ibrani 13:20-21
Melakukan kehendak Tuhan adalah hal yang teramat penting bagi kehidupan orang percaya. Timbul pertanyaan: "Mungkinkah kita melakukan kehendak Tuhan?" Tidak ada yang tak mungkin! Sebab Tuhan sudah memperlengkapi kita dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya. Kita tidak dapat melakukan kehendak Tuhan jika kita berdiri di atas kekuatan sendiri dan terlepas dari Kristus, sebab di luar Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa. "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5).
Tinggal di dalam Kristus atau melekat pada pokok anggur adalah kunci untuk dapat melakukan kehendak Tuhan. Selama kita tetap mengeraskan hati dan tidak mau melakukan kehendak Tuhan, kita tak berguna bagi Tuhan, dan rencana-Nya atas hidup kita takkan dapat terlaksana. Demikian juga andaikata Kristus pada waktu itu tak mau taat melakukan kehendak Bapa, maka rencana Agung Bapa untuk penebusan dan penyelamatan umat manusia takkan pernah terjadi hingga detik ini. Walaupun Kristus pada waktu itu bergumul untuk tidak menerima cawan berisi dosa segenap umat manusia itu, tapi pada akhirnya kristus menyerah kepada kehendak Bapa. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42).
Melakukan kehendak Tuhan adalah cara untuk kita dapat menyenangkan hati-Nya. Ketika Daud taat kepada kehendak Tuhan, ia pun dikenan Tuhan. "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b). Karena ketaatan Daud maka "...dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus." (Kisah 13:23).
Ketaatan melakukan kehendak Tuhan mendatangkan peninggian dari-Nya!
Tuesday, August 21, 2018
BERLIMPAH KEKAYAAN TAK SALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2018
Baca: Yakobus 5:1-6
"Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan." Yakobus 5:5
Banyak orang Kristen sering salah dalam menafsirkan ayat firman Tuhan di atas. Mereka berpikir bahwa orang Kristen tidak boleh hidup dalam kemewahan, dalam arti kaya dan berkelimpahan. Anggapannya kemewahan selalu identik dengan keduniawian dan tidak rohani. Perhatikan!
"Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi..." Jadi, 'berfoya-foya' dalam kemewahan inilah yang tidak dikehendaki oleh Tuhan. Tetapi apabila kemewahan atau harta yang berlimpah itu dipergunakan untuk menggenapi rencana Tuhan, yaitu diberkati untuk memberkati, atau dipergunakan untuk kemuliaan nama Tuhan, maka kemewahan ini tak ada salahnya.
Banyak tokoh di Alkitab yang diberkati Tuhan dengan limpahnya, tapi mereka hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Salah satu contohnya adalah Abraham. Tuhan memberkati Abraham dengan satu tujuan supaya hidup Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2). Kita dapat mempergunakan harta kekayaan kita untuk memuliakan Tuhan. "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10).
Peringatan untuk tidak berfoya-foya dalam kemewahan tidak terbatas dalam lingkup sempit, termasuk perbuatan kejam terhadap orang yang tak berdaya. "Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu." (Yakobus 5:6). Bukankah banyak orang kaya memperdaya dan 'membunuh' orang benar yang lemah ekonominya? "Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah...Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu." (Yakobus 5:1, 4).
Tuhan memberkati kita supaya dengan berkat itu kita menjadi saluran berkat, bukan untuk berfoya-foya dan kesenangan pribadi!
Baca: Yakobus 5:1-6
"Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan." Yakobus 5:5
Banyak orang Kristen sering salah dalam menafsirkan ayat firman Tuhan di atas. Mereka berpikir bahwa orang Kristen tidak boleh hidup dalam kemewahan, dalam arti kaya dan berkelimpahan. Anggapannya kemewahan selalu identik dengan keduniawian dan tidak rohani. Perhatikan!
"Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi..." Jadi, 'berfoya-foya' dalam kemewahan inilah yang tidak dikehendaki oleh Tuhan. Tetapi apabila kemewahan atau harta yang berlimpah itu dipergunakan untuk menggenapi rencana Tuhan, yaitu diberkati untuk memberkati, atau dipergunakan untuk kemuliaan nama Tuhan, maka kemewahan ini tak ada salahnya.
Banyak tokoh di Alkitab yang diberkati Tuhan dengan limpahnya, tapi mereka hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Salah satu contohnya adalah Abraham. Tuhan memberkati Abraham dengan satu tujuan supaya hidup Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2). Kita dapat mempergunakan harta kekayaan kita untuk memuliakan Tuhan. "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10).
Peringatan untuk tidak berfoya-foya dalam kemewahan tidak terbatas dalam lingkup sempit, termasuk perbuatan kejam terhadap orang yang tak berdaya. "Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu." (Yakobus 5:6). Bukankah banyak orang kaya memperdaya dan 'membunuh' orang benar yang lemah ekonominya? "Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah...Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu." (Yakobus 5:1, 4).
Tuhan memberkati kita supaya dengan berkat itu kita menjadi saluran berkat, bukan untuk berfoya-foya dan kesenangan pribadi!
Subscribe to:
Posts (Atom)