Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2016
Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30
"Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26b
Kata Kristen yang dalam bahasa Yunani christianos hanya ditulis tiga kali dalam Perjanjian Baru (Kisah 11:26, Kisah 26:28, dan 1 Petrus 4:16). Kata Kristen ini pada mulanya adalah sebutan khusus dan spesial bagi pengikut Kristus, yang telah menunjukkan kualitas hidup seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Sekarang ini kekristenan telah kehilangan makna sesungguhnya. Banyak orang dengan mudah menyimpulkan bahwa jika orang tampak aktif keluar masuk gereja, mengenakan kalung salib, memasang stiker kutipan ayat Alkitab di kaca mobil, atau memasang gambar Tuhan Yesus di ruang tamu, adalah orang Kristen sejati. Identitas diri Kristen sejati harus dibuktikan melalui perbuatan hidup sehari-hari yang meneladani Kristus, yang membawa kita mendapatkan pengakuan, baik itu dari manusia, terlebih lagi pengakuan dari Tuhan, sehingga kita layak disebut saksi Kristus dan dipercaya untuk melakukan perkara-perkara besar. Jadi Kristen itu bukan sekedar label atau atribut, tetapi identitas yang melekat dan menjadi daging (perbuatan).
Inilah identitas Kristen sejati: 1. Terlibat dalam pemberitaan Injil. "...ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan
berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil,
bahwa Yesus adalah Tuhan." (Kisah 11:20). Memberitakan Injil atau bersaksi tentang Kristus adalah amanat agung Tuhan bagi setiap orang percaya. Memberitakan Injil tidak harus berada di atas mimbar, tetapi dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun. Cara paling efektif memberitakan Injil adalah melalui teladan hidup kita. 2. Memiliki kesetiaan. "Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan," (Kisah 11:23). Alkitab menyatakan banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih (baca Matius 22:14), dan dari sedikit yang dipilih itu lebih sedikit lagi yang setia. Sudahkah kita menjadi orang-orang Kristen yang setia? Ada upah besar Tuhan sediakan bagi orang yang setia sampai akhir (baca Wahyu 2:10b).
Kristen sejati adalah seorang yang setia mengikut Tuhan Yesus di segala keadaan dan memiliki roh yang menyala-nyala untuk memberitakan Injil.
Thursday, June 30, 2016
Wednesday, June 29, 2016
MENCARI KEHENDAK TUHAN? BERLUTUTLAH!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan pada masalah atau situasi sulit di mana kita harus membuat sebuah keputusan atau pilihan. Timbullah pertanyaan bagaimana caranya mengerti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Mungkin ada yang berkata, "Aku seorang yang ber-IQ tinggi, bahkan jenius, jadi mencari kehendak Tuhan adalah hal mudah. Aku berpengalaman, sudah makan asam garam kehidupan, karena itu tidak perlu mengajariku untuk mencari kehendak Tuhan!" Jawaban semacam ini wajar apabila segala hal orang lebih mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan akal atau logika, mengandalkan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah.
Untuk mencari kehendak Tuhan kita tidak bisa mengandalkan nalar, logika atau isi otak, tetapi butuh kepekaan rohani. Bagaimana caranya? Melatih lutut Saudara untuk berdoa dan melatih pendengaran Saudara untuk mendengar firman Tuhan setiap hari adalah cara jitu untuk melatih kepekaan rohani kita. Inilah harga yang harus dibayar! Yesaya berkata, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kalau kita berusaha dengan sungguh mencari kehendak Tuhan maka Tuhan pun tidak pernah kehilangan cara untuk menyatakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sebab keinginan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya itu jauh lebih besar daripada keinginan kita untuk mencari kehendak-Nya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh hati mencari Dia. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8).
Terhadap orang yang karib, perjanjian dan kehendak-Nya diberitahukan kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan pada masalah atau situasi sulit di mana kita harus membuat sebuah keputusan atau pilihan. Timbullah pertanyaan bagaimana caranya mengerti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Mungkin ada yang berkata, "Aku seorang yang ber-IQ tinggi, bahkan jenius, jadi mencari kehendak Tuhan adalah hal mudah. Aku berpengalaman, sudah makan asam garam kehidupan, karena itu tidak perlu mengajariku untuk mencari kehendak Tuhan!" Jawaban semacam ini wajar apabila segala hal orang lebih mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan akal atau logika, mengandalkan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah.
Untuk mencari kehendak Tuhan kita tidak bisa mengandalkan nalar, logika atau isi otak, tetapi butuh kepekaan rohani. Bagaimana caranya? Melatih lutut Saudara untuk berdoa dan melatih pendengaran Saudara untuk mendengar firman Tuhan setiap hari adalah cara jitu untuk melatih kepekaan rohani kita. Inilah harga yang harus dibayar! Yesaya berkata, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kalau kita berusaha dengan sungguh mencari kehendak Tuhan maka Tuhan pun tidak pernah kehilangan cara untuk menyatakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sebab keinginan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya itu jauh lebih besar daripada keinginan kita untuk mencari kehendak-Nya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh hati mencari Dia. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8).
Terhadap orang yang karib, perjanjian dan kehendak-Nya diberitahukan kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Tuesday, June 28, 2016
KEMARAHAN YANG BENAR: Marah Terhadap Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2016
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Monday, June 27, 2016
MASALAH BERFAEDAH BAGI KITA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2016
Baca: Ayub 22:21-30
"Berlakulah ramah terhadap Dia, supaya engkau tenteram; dengan demikian engkau memperoleh keuntungan." Ayub 22:21
Dalam situasi apa pun Ayub menasihati kita agar selalu berlaku 'ramah' terhadap Tuhan dan merendahkan hati di hadapan-Nya, artinya kita bersedia mengikuti jalan-jalan-Nya, tidak memberontak, senantiasa hidup dalam pertobatan, menjauhkan diri dari kecurangan, tidak lagi mencintai harta duniawi dan mengutamakan Dia lebih dari segala-galanya, supaya Tuhan disenangkan; dan ketika Tuhan berkenan Ia akan memberikan apa pun yang kita perlukan, "...semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Faedah apa di balik masalah atau penderitaan yang kita alami? 1. Tuhan hendak menyatakan kuasa-Nya. Apa pun yang terjadi dalam kehidupan orang percaya tidak ada satu pun yang kebetulan, semua tetap berada dalam kendali Tuhan sebab Ia "...turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Pemazmur berkata, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Kemalangan orang fasik akan membawa kepada kematian, tetapi bagi orang-orang pilihan Tuhan kemalangan yang terjadi justru merupakan kesempatan bagi Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya yang dahsyat! "Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah." (Mazmur 34:21). Oleh karena itu tangkaplah setiap masalah atau penderitaan sebagai berkat dan rancangan Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya di dalam hidup kita, sehingga pada satu sisi kita mendapatkan penyataan kuasa Tuhan dan di sisi lain kehidupan kita bisa menjadi kesaksian bagi orang lain.
2. Supaya kita mengerti kehendak Tuhan. Masalah yang terjadi membuat kita semakin peka rohani, sebab tanpa kehadiran masalah, kita tidak dapat mengerti isi hati Tuhan dan kehendak-Nya. "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." (Mazmur 119:67). Maka dari itu ketika ada masalah jangan hanya minta jawaban, kesembuhan atau pemulihan saja, tetapi mintalah supaya Tuhan menyatakan maksud dan rencana-Nya atas kita melalui masalah atau penderitaan yang sedang diijinkan untuk kita alami.
"Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" Kejadian 18:14a
Baca: Ayub 22:21-30
"Berlakulah ramah terhadap Dia, supaya engkau tenteram; dengan demikian engkau memperoleh keuntungan." Ayub 22:21
Dalam situasi apa pun Ayub menasihati kita agar selalu berlaku 'ramah' terhadap Tuhan dan merendahkan hati di hadapan-Nya, artinya kita bersedia mengikuti jalan-jalan-Nya, tidak memberontak, senantiasa hidup dalam pertobatan, menjauhkan diri dari kecurangan, tidak lagi mencintai harta duniawi dan mengutamakan Dia lebih dari segala-galanya, supaya Tuhan disenangkan; dan ketika Tuhan berkenan Ia akan memberikan apa pun yang kita perlukan, "...semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Faedah apa di balik masalah atau penderitaan yang kita alami? 1. Tuhan hendak menyatakan kuasa-Nya. Apa pun yang terjadi dalam kehidupan orang percaya tidak ada satu pun yang kebetulan, semua tetap berada dalam kendali Tuhan sebab Ia "...turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Pemazmur berkata, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Kemalangan orang fasik akan membawa kepada kematian, tetapi bagi orang-orang pilihan Tuhan kemalangan yang terjadi justru merupakan kesempatan bagi Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya yang dahsyat! "Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah." (Mazmur 34:21). Oleh karena itu tangkaplah setiap masalah atau penderitaan sebagai berkat dan rancangan Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya di dalam hidup kita, sehingga pada satu sisi kita mendapatkan penyataan kuasa Tuhan dan di sisi lain kehidupan kita bisa menjadi kesaksian bagi orang lain.
2. Supaya kita mengerti kehendak Tuhan. Masalah yang terjadi membuat kita semakin peka rohani, sebab tanpa kehadiran masalah, kita tidak dapat mengerti isi hati Tuhan dan kehendak-Nya. "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." (Mazmur 119:67). Maka dari itu ketika ada masalah jangan hanya minta jawaban, kesembuhan atau pemulihan saja, tetapi mintalah supaya Tuhan menyatakan maksud dan rencana-Nya atas kita melalui masalah atau penderitaan yang sedang diijinkan untuk kita alami.
"Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" Kejadian 18:14a
Sunday, June 26, 2016
MASALAH BERFAEDAH BAGI KITA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2016
Baca: Yohanes 9:1-7
"Jawab Yesus: 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.'" Yohanes 9:3
Semua orang pasti menyadari bahwa hari-hari yang dijalani di dunia ini penuh dengan liku-liku. Adakalanya kita mengalami hal-hal yang menyenangkan sehingga hati kita pun diliputi sukacita, tetapi adakalanya kita harus tenggelam dalam masalah atau penderitaan yang menguras air mata. Perhatikan apa yang ditulis Salomo ini, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Kedua kutub ini (suka dan duka, tangis dan tawa, berhasil dan gagal) adalah siklus yang datang silih berganti di dalam kehidupan kita, dan ini adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Karena itu penting sekali kita memiliki sikap hati yang benar dalam menghadapi romantika kehidupan ini.
Ada masalah atau penderitaan yang membawa maut, tetapi ada pula masalah atau penderitaan yang justru mendatangkan kebaikan bagi kita. Rasul Petrus menyatakan, "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21). Masalah atau penderitaan yang diakibatkan karena dosa itulah yang membawa kepada maut, tetapi masalah atau penderitaan yang terjadi karena nama Tuhan akan membawa kita kepada perubahan hidup yang mengarah kepada kedewasaan rohani.
Bermuara pada apa pun keadaan kita saat ini biarlah mata kita terus tertuju kepada Tuhan Yesus dan tetap setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita. Jika sebagian besar orang dunia menganggap bahwa masalah adalah sebuah malapetaka dan bencana, sehingga mereka tidak bisa menerima keadaan dan selalu mencari kambing hitam, kita orang percaya harus belajar untuk memiliki pola pikir yang berbeda, di mana segala sesuatu harus kita lihat dari dimensi rohani, bahwa melalui masalah atau penderitaan yang terjadi pekerjaan-pekerjaan Tuhan akan dinyatakan (ayat nas). (Bersambung).
Baca: Yohanes 9:1-7
"Jawab Yesus: 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.'" Yohanes 9:3
Semua orang pasti menyadari bahwa hari-hari yang dijalani di dunia ini penuh dengan liku-liku. Adakalanya kita mengalami hal-hal yang menyenangkan sehingga hati kita pun diliputi sukacita, tetapi adakalanya kita harus tenggelam dalam masalah atau penderitaan yang menguras air mata. Perhatikan apa yang ditulis Salomo ini, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Kedua kutub ini (suka dan duka, tangis dan tawa, berhasil dan gagal) adalah siklus yang datang silih berganti di dalam kehidupan kita, dan ini adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Karena itu penting sekali kita memiliki sikap hati yang benar dalam menghadapi romantika kehidupan ini.
Ada masalah atau penderitaan yang membawa maut, tetapi ada pula masalah atau penderitaan yang justru mendatangkan kebaikan bagi kita. Rasul Petrus menyatakan, "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21). Masalah atau penderitaan yang diakibatkan karena dosa itulah yang membawa kepada maut, tetapi masalah atau penderitaan yang terjadi karena nama Tuhan akan membawa kita kepada perubahan hidup yang mengarah kepada kedewasaan rohani.
Bermuara pada apa pun keadaan kita saat ini biarlah mata kita terus tertuju kepada Tuhan Yesus dan tetap setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita. Jika sebagian besar orang dunia menganggap bahwa masalah adalah sebuah malapetaka dan bencana, sehingga mereka tidak bisa menerima keadaan dan selalu mencari kambing hitam, kita orang percaya harus belajar untuk memiliki pola pikir yang berbeda, di mana segala sesuatu harus kita lihat dari dimensi rohani, bahwa melalui masalah atau penderitaan yang terjadi pekerjaan-pekerjaan Tuhan akan dinyatakan (ayat nas). (Bersambung).
Saturday, June 25, 2016
PERBUATAN GAGAH PERKASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2016
Baca: Mazmur 60:1-14
"Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita." Mazmur 60:14
Mendengar kata gagah perkasa setiap orang pasti memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat gagah perkasa identik dengan sosok laki-laki atau pria yang memiliki badan tegap dan berotot. Laki-laki mana yang tidak tersanjung bila orang lain memujinya sebagai laki-laki yang gagah perkasa karena melambangkan kekuatan. Namun ada yang memiliki pandangan berbeda bahwa gagah perkasa itu adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan seseorang (pria/wanita) yang mampu melewati berbagai tantangan atau mampu menaklukkan segala sesuatu yang dihadapinya, termasuk kemampuan untuk mengatasi masalah atau melewati penderitaan yang dialaminya.
Setiap orang percaya berpotensi besar melakukan perbuatan yang gagah perkasa asal senantiasa hidup melekat pada Tuhan dan mengandalkan-Nya. Tantangan bisa ada di depan, tetapi bersama Tuhan "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Justru lewat tantangan, kualitas iman kita sedang diuji. Tuhan tidak berjanji akan menjauhkan musuh, tapi Dia berjanji akan memberikan kekuatan adikodrati agar kita dapat mengalahkan setiap musuh, "sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Ketika berhadapan dengan Goliat, raksasa Filistin yang tingginya enam hasta sejengkal, Saul dan segenap orang Israel takut, tetapi Daud yang menjadikan Tuhan sebagai andalan dan kekuatan hidupnya justru dapat berkata, "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37), dan terbukti Daud mempu mengalahkan raksasa Filistin itu. Bersama Tuhan Daud melakukan perbuatan yang gagah perkasa!
Inilah janji Tuhan bagi orang percaya. Ia bukan hanya berjanji namun juga telah membayar lunas dengan darah-Nya di kayu salib, yang oleh-Nya kita menjadi umat yang lebih dari pemenang.
"Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." Yohanes 14:12
Baca: Mazmur 60:1-14
"Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita." Mazmur 60:14
Mendengar kata gagah perkasa setiap orang pasti memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat gagah perkasa identik dengan sosok laki-laki atau pria yang memiliki badan tegap dan berotot. Laki-laki mana yang tidak tersanjung bila orang lain memujinya sebagai laki-laki yang gagah perkasa karena melambangkan kekuatan. Namun ada yang memiliki pandangan berbeda bahwa gagah perkasa itu adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan seseorang (pria/wanita) yang mampu melewati berbagai tantangan atau mampu menaklukkan segala sesuatu yang dihadapinya, termasuk kemampuan untuk mengatasi masalah atau melewati penderitaan yang dialaminya.
Setiap orang percaya berpotensi besar melakukan perbuatan yang gagah perkasa asal senantiasa hidup melekat pada Tuhan dan mengandalkan-Nya. Tantangan bisa ada di depan, tetapi bersama Tuhan "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Justru lewat tantangan, kualitas iman kita sedang diuji. Tuhan tidak berjanji akan menjauhkan musuh, tapi Dia berjanji akan memberikan kekuatan adikodrati agar kita dapat mengalahkan setiap musuh, "sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Ketika berhadapan dengan Goliat, raksasa Filistin yang tingginya enam hasta sejengkal, Saul dan segenap orang Israel takut, tetapi Daud yang menjadikan Tuhan sebagai andalan dan kekuatan hidupnya justru dapat berkata, "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37), dan terbukti Daud mempu mengalahkan raksasa Filistin itu. Bersama Tuhan Daud melakukan perbuatan yang gagah perkasa!
Inilah janji Tuhan bagi orang percaya. Ia bukan hanya berjanji namun juga telah membayar lunas dengan darah-Nya di kayu salib, yang oleh-Nya kita menjadi umat yang lebih dari pemenang.
"Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." Yohanes 14:12
Friday, June 24, 2016
PERTOBATAN ORANG FASIK, BUKAN KEMATIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2016
Baca: Yehezkiel 33:1-20
"Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup." Yehezkiel 33:11
Masalah, penderitaan, kesesakan, kemalangan atau malapetaka yang terjadi dalam kehidupan seseorang itu tidak semuanya disebabkan karena kesalahan atau dosa, seperti yang dialami oleh orang yang buta sejak lahir (baca Yohanes 9:1-3), dan juga Ayub. Alkitab jelas menyatakan bahwa Ayub "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:1), tetapi harus mengalami penderitaan luar biasa.
Memang ada masalah dan penderitaan yang harus dialami orang akibat kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, sebab ada tertulis: "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7). Tak mudah bagi manusia untuk mengerti dan memahami kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Namun satu hal yang harus disadari adalah ada hal-hal dalam hidup ini yang harus dikoreksi dan diperbaiki oleh Tuhan, yang dapat tercapai hanya melalui penderitaan. Tetapi tentu saja penderitaan tersebut tidak berlangsung sepanjang masa. Apabila Tuhan menilai bahwa proses koreksi dan perbaikan itu dirasa cukup maka penderitaan tak perlu ditanggung lagi. Inilah faedah penderitaan, "Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya." (1 Petrus 5:10).
Pula terhadap orang berdosa yang sudah diperingatkan-Nya melalui firman-Nya atau teguran saudara yang lain tetap mengeraskan hati dan tetap melakukan dosa, seketika itu juga Tuhan ijinkan ia alami penderitaan, "...karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Baca: Yehezkiel 33:1-20
"Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup." Yehezkiel 33:11
Masalah, penderitaan, kesesakan, kemalangan atau malapetaka yang terjadi dalam kehidupan seseorang itu tidak semuanya disebabkan karena kesalahan atau dosa, seperti yang dialami oleh orang yang buta sejak lahir (baca Yohanes 9:1-3), dan juga Ayub. Alkitab jelas menyatakan bahwa Ayub "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:1), tetapi harus mengalami penderitaan luar biasa.
Memang ada masalah dan penderitaan yang harus dialami orang akibat kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, sebab ada tertulis: "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7). Tak mudah bagi manusia untuk mengerti dan memahami kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Namun satu hal yang harus disadari adalah ada hal-hal dalam hidup ini yang harus dikoreksi dan diperbaiki oleh Tuhan, yang dapat tercapai hanya melalui penderitaan. Tetapi tentu saja penderitaan tersebut tidak berlangsung sepanjang masa. Apabila Tuhan menilai bahwa proses koreksi dan perbaikan itu dirasa cukup maka penderitaan tak perlu ditanggung lagi. Inilah faedah penderitaan, "Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya." (1 Petrus 5:10).
Pula terhadap orang berdosa yang sudah diperingatkan-Nya melalui firman-Nya atau teguran saudara yang lain tetap mengeraskan hati dan tetap melakukan dosa, seketika itu juga Tuhan ijinkan ia alami penderitaan, "...karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Thursday, June 23, 2016
MEMPERTAHANKAN GENGSI DAN REPUTASI DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-15
"'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." 2 Raja-Raja 5:12
Harta, jabatan, kehebatan, kepintaran, popularitas adalah hal-hal yang sangat berharga di mata dunia. Semua orang memimpikan dan berusaha meraihnya, sebab dengan memiliki semuanya orang akan dipandang 'besar dan berarti'. Contohnya adalah Naaman, seorang panglima raja Aram yang memiliki reputasi sangat baik bukan hanya di mata raja, tetapi juga di seluruh negeri, yang olehnya Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram.
Sayang Naaman menderita kusta. Melalui kesaksian gadis kecil yang menjadi pelayan isterinya pergilah Naaman menemui abdi Tuhan (Elisa) untuk mencari kesembuhan. Betapa terkejut dan kecewanya Naaman sesampainya di kediaman Elisa, sebab abdi Tuhan tersebut tidak melakukan seperti yang diharapkan: menumpangkan tangan atau berdoa, malahan hanya mengutus orang suruhan untuk menemui dan menyampaikan pesan: "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." (ayat 10). Sebagai orang berpangkat, terhormat dan punya reputasi, Naaman merasa dilecehkan dan direndahkan, apalagi disuruh mandi di sungai Yordan yang airnya keruh dan bukannya pergi ke sungai Abana dan Parpar.
Secara harafiah Abana berarti keahlian dan kepintaran manusia, sedangkan Parpar berarti kecukupan buatan manusia. Sesungguhnya Elisa menyuruh Naaman mandi ke sungai Yordan sebagai cara sederhana menguji ketaatan dan kerendahan hatinya. Selama kita mempertahankan gengsi, harga diri, reputasi dan semua 'atribut' yang melekat pada diri kita, kita sedang menghalangi kuasa Tuhan bekerja! Memang tidak mudah merendahkan diri, terlebih bagi mereka yang berada di 'atas' yang cenderung ingin dihormati, diprioritaskan, dilayani. Selama kita mengandalkan kekuatan dan kepintaran manusia kita meremehkan kuasa Tuhan. Ketika Naaman taat dan mau merendahkan hati membenamkan diri tujuh kali ke sungai Yordan, mujizat terjadi. "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." (ayat 14).
Ketaatan dan kerendahan hati adalah langkah awal mengalami mujizat!
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-15
"'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." 2 Raja-Raja 5:12
Harta, jabatan, kehebatan, kepintaran, popularitas adalah hal-hal yang sangat berharga di mata dunia. Semua orang memimpikan dan berusaha meraihnya, sebab dengan memiliki semuanya orang akan dipandang 'besar dan berarti'. Contohnya adalah Naaman, seorang panglima raja Aram yang memiliki reputasi sangat baik bukan hanya di mata raja, tetapi juga di seluruh negeri, yang olehnya Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram.
Sayang Naaman menderita kusta. Melalui kesaksian gadis kecil yang menjadi pelayan isterinya pergilah Naaman menemui abdi Tuhan (Elisa) untuk mencari kesembuhan. Betapa terkejut dan kecewanya Naaman sesampainya di kediaman Elisa, sebab abdi Tuhan tersebut tidak melakukan seperti yang diharapkan: menumpangkan tangan atau berdoa, malahan hanya mengutus orang suruhan untuk menemui dan menyampaikan pesan: "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." (ayat 10). Sebagai orang berpangkat, terhormat dan punya reputasi, Naaman merasa dilecehkan dan direndahkan, apalagi disuruh mandi di sungai Yordan yang airnya keruh dan bukannya pergi ke sungai Abana dan Parpar.
Secara harafiah Abana berarti keahlian dan kepintaran manusia, sedangkan Parpar berarti kecukupan buatan manusia. Sesungguhnya Elisa menyuruh Naaman mandi ke sungai Yordan sebagai cara sederhana menguji ketaatan dan kerendahan hatinya. Selama kita mempertahankan gengsi, harga diri, reputasi dan semua 'atribut' yang melekat pada diri kita, kita sedang menghalangi kuasa Tuhan bekerja! Memang tidak mudah merendahkan diri, terlebih bagi mereka yang berada di 'atas' yang cenderung ingin dihormati, diprioritaskan, dilayani. Selama kita mengandalkan kekuatan dan kepintaran manusia kita meremehkan kuasa Tuhan. Ketika Naaman taat dan mau merendahkan hati membenamkan diri tujuh kali ke sungai Yordan, mujizat terjadi. "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." (ayat 14).
Ketaatan dan kerendahan hati adalah langkah awal mengalami mujizat!
Wednesday, June 22, 2016
KEHENDAK TUHAN HARUS UTAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Apa yang selalu ada di pikiran Saudara ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran Saudara, ataukah kita mengikuti nasihat rasul paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat. Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).
Apakah yang menjadi fokus hidup Saudara? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Apa yang selalu ada di pikiran Saudara ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran Saudara, ataukah kita mengikuti nasihat rasul paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat. Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).
Apakah yang menjadi fokus hidup Saudara? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?
Tuesday, June 21, 2016
JANGAN MALAS BERDOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2016
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Doa bukan hanya berbicara tentang setumpuk permohonan dan permintaan yang kita sampaikan kepada Tuhan, atau sikap tubuh kita saat berdoa, tetapi yang terutama sekali adalah sikap hati kita saat mencari Tuhan.
Berdoa sesungguhnya adalah hal yang sangat mudah dilakukan siapa pun, tetapi tidak semua orang mau melakukannya kecuali ketika sedang terdesak masalah berat, di mana saat itulah orang mengerahkan kekuatan begitu rupa, rela bangun tengah malam dan duduk bersimpuh berdoa dan meratap. "Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau mendengar suaraku! Janganlah Kaututupi telinga-Mu terhadap kesahku dan teriak tolongku!" (Ratapan 3:55-56). Doa benar-benar mendorong kita fokus kepada Tuhan dan mengarahkan pandangan hanya kepada-Nya. Kita bisa menonton televisi selama berjam-jam tanpa merasa ngantuk dan capai, kita bisa menyediakan waktu menyalurkan hobi dan window shopping ke mal, tetapi kita seringkali mengabaikan jam-jam doa, kita mengalami kesulitan menyediakan waktu hanya beberapa menit saja untuk berdoa. Kita tidak tahan dan tidak betah berlama-lama untuk berdoa, padahal kekuatan orang percaya terletak di dalam doa.
Ketika mendapati Petrus dan kedua anak Zebedeus sedang tertidur saat diajak menemani-Nya berdoa di taman Getsemani, berkatalah Tuhan Yesus kepada mereka, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:40-41).
Kemalasan dan kenyamanan seringkali menjadi faktor penghalang kita untuk bertemu Tuhan dan juga sebagai penghambat berkat-berkat Tuhan! Kemalasan dan kenyamanan secara daging harus dilawan, tidak bisa dibiarkan! Jangan sampai kita menempatkan doa di urutan kesekian dalam hidup ini, sebab doa adalah basis utama segala berkat-berkat Tuhan yang telah disediakan-Nya.
Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Doa bukan hanya berbicara tentang setumpuk permohonan dan permintaan yang kita sampaikan kepada Tuhan, atau sikap tubuh kita saat berdoa, tetapi yang terutama sekali adalah sikap hati kita saat mencari Tuhan.
Berdoa sesungguhnya adalah hal yang sangat mudah dilakukan siapa pun, tetapi tidak semua orang mau melakukannya kecuali ketika sedang terdesak masalah berat, di mana saat itulah orang mengerahkan kekuatan begitu rupa, rela bangun tengah malam dan duduk bersimpuh berdoa dan meratap. "Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau mendengar suaraku! Janganlah Kaututupi telinga-Mu terhadap kesahku dan teriak tolongku!" (Ratapan 3:55-56). Doa benar-benar mendorong kita fokus kepada Tuhan dan mengarahkan pandangan hanya kepada-Nya. Kita bisa menonton televisi selama berjam-jam tanpa merasa ngantuk dan capai, kita bisa menyediakan waktu menyalurkan hobi dan window shopping ke mal, tetapi kita seringkali mengabaikan jam-jam doa, kita mengalami kesulitan menyediakan waktu hanya beberapa menit saja untuk berdoa. Kita tidak tahan dan tidak betah berlama-lama untuk berdoa, padahal kekuatan orang percaya terletak di dalam doa.
Ketika mendapati Petrus dan kedua anak Zebedeus sedang tertidur saat diajak menemani-Nya berdoa di taman Getsemani, berkatalah Tuhan Yesus kepada mereka, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:40-41).
Kemalasan dan kenyamanan seringkali menjadi faktor penghalang kita untuk bertemu Tuhan dan juga sebagai penghambat berkat-berkat Tuhan! Kemalasan dan kenyamanan secara daging harus dilawan, tidak bisa dibiarkan! Jangan sampai kita menempatkan doa di urutan kesekian dalam hidup ini, sebab doa adalah basis utama segala berkat-berkat Tuhan yang telah disediakan-Nya.
Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Monday, June 20, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2016
Baca: Lukas 19:1-10
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Zakheus adalah contoh lain orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan hidupnya mengalami perubahan 180 derajat. Dalam bahasa Ibrani nama Zakheus memiliki arti murni atau benar. Namun hal itu sangat kontradiktif dengan keseharian hidup Zakheus yang penuh ketidakmurnian dan ketidakbenaran.
Ditinjau dari segi materi Zakheus adalah orang yang sukses: kaya, punya jabatan dan kekuasaan. Selain mendapat gaji resmi dari pemerintah Romawi ia juga memperoleh gaji 'tidak resmi' yang merupakan ciri umum pejabat pemungut cukai, yang selalu identik dengan ketidakjujuran, manipulasi dan korupsi. Sebagai kepala pemungut cukai Zakheus punya jabatan dan kekuasaan karena memiliki banyak bawahan. Namun ia mengalami krisis identitas. Berlimpah harta, punya jabatan dan kekuasaan tidak membuatnya dihormati orang, sebaliknya ia malah dibenci dan dikucilkan lingkungan. Di ruang hatinya yang terdalam ada kehampaan dan kekosongan sehingga ia pun berupaya mencari sesuatu yang hilang itu! Begitu melihat Yesus sedang melintas kota Yerikho. "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (ayat 3-4). Ia menghadapi kendala yang tidak mudah: kendala fisik (tubuhnya pendek) dan kendala sosial (dibenci, dimusuhi, dikucilkan). Namun hal itu tak mampu meredam hasratnya yang besar, bahkan ia rela memanjat pohon ara, hal yang tidak pantas dilakukan pejabat. Ketika orang lain tidak memedulikannya, mata Tuhan tertuju kepada Zakheus dan menyuruhnya segera turun karena Ia harus menumpang dirumahnya (ayat 5). Kata harus menyiratkan sebuah misi Ilahi Tuhan Yesus yaitu mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Karena telah mengalami kasih Tuhan yang besar, harta kekayaan bukan lagi segala-galanya bagi Zakheus, terbukti dari kerelaannya membagikan hartanya kepada orang miskin secara sukarela, bahkan ia rela mengembalikan empat kali lipat.
Setelah mengalami kasih Tuhan hidup Zakheus diubahkan, harta bukan lagi segala-galanya, tapi Yesus adalah segala-galanya baginya!
Baca: Lukas 19:1-10
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Zakheus adalah contoh lain orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan hidupnya mengalami perubahan 180 derajat. Dalam bahasa Ibrani nama Zakheus memiliki arti murni atau benar. Namun hal itu sangat kontradiktif dengan keseharian hidup Zakheus yang penuh ketidakmurnian dan ketidakbenaran.
Ditinjau dari segi materi Zakheus adalah orang yang sukses: kaya, punya jabatan dan kekuasaan. Selain mendapat gaji resmi dari pemerintah Romawi ia juga memperoleh gaji 'tidak resmi' yang merupakan ciri umum pejabat pemungut cukai, yang selalu identik dengan ketidakjujuran, manipulasi dan korupsi. Sebagai kepala pemungut cukai Zakheus punya jabatan dan kekuasaan karena memiliki banyak bawahan. Namun ia mengalami krisis identitas. Berlimpah harta, punya jabatan dan kekuasaan tidak membuatnya dihormati orang, sebaliknya ia malah dibenci dan dikucilkan lingkungan. Di ruang hatinya yang terdalam ada kehampaan dan kekosongan sehingga ia pun berupaya mencari sesuatu yang hilang itu! Begitu melihat Yesus sedang melintas kota Yerikho. "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (ayat 3-4). Ia menghadapi kendala yang tidak mudah: kendala fisik (tubuhnya pendek) dan kendala sosial (dibenci, dimusuhi, dikucilkan). Namun hal itu tak mampu meredam hasratnya yang besar, bahkan ia rela memanjat pohon ara, hal yang tidak pantas dilakukan pejabat. Ketika orang lain tidak memedulikannya, mata Tuhan tertuju kepada Zakheus dan menyuruhnya segera turun karena Ia harus menumpang dirumahnya (ayat 5). Kata harus menyiratkan sebuah misi Ilahi Tuhan Yesus yaitu mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Karena telah mengalami kasih Tuhan yang besar, harta kekayaan bukan lagi segala-galanya bagi Zakheus, terbukti dari kerelaannya membagikan hartanya kepada orang miskin secara sukarela, bahkan ia rela mengembalikan empat kali lipat.
Setelah mengalami kasih Tuhan hidup Zakheus diubahkan, harta bukan lagi segala-galanya, tapi Yesus adalah segala-galanya baginya!
Sunday, June 19, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2016
Baca: Matius 9:9-13
"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Bukan perkara mudah bagi siapa pun untuk meninggalkan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan, lalu membuat keputusan mengikut Tuhan. Matius pasti terlebih dahulu menghitung untung ruginya atau menghitung resiko yang harus ditanggung sebelum membuat pilihan yang sangat berdampak bagi kehidupannya ini. Yang pasti, selain harus kehilangan pekerjaan, ia juga kehilangan penghasilan yang besar. Namun ternyata tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri Matius. Ketika Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku", ia pun langsung mengikut Dia. Setelah mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan perubahan besar terjadi dalam dirinya, ia mengalami kehidupan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Matius yang dulunya dikucilkan, dijauhi dan dimusuhi oleh banyak orang kini telah diterima dalam suatu komunitas, bahkan ia diangkat menjadi anak-anak Allah. Ia yang biasanya menggunakan penanya untuk menulis jumlah pemasukan uang yang ia dapatkan dari pemungut pajak, kini penanya Tuhan pakai untuk sebuah rencana yang besar yaitu menjadi mitra kerja-Nya. Injil Matius adalah buktinya! Tak seorang pun akan menduganya, seorang pemungut cukai yang punya reputasi buruk di mata masyarakat, dicap kejam, kikir dan berdosa akhirnya menjadi seorang penulis Injil, sebuah karya yang bernilai kekal, yang dibaca umat manusia di sepanjang sejarah.
Tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan! Seburuk apa pun masa lalu kita jangan pernah merasa diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan, karena tangan Tuhan selalu terbuka menyambut, menerima dan memulihkan kita! Tuhan memang sangat membenci semua jenis kejahatan, tetapi ia mengasihi orang yang melakukan, dengan maksud agar ia berbalik dan bertobat dari kejahatannya. Matius atau Lewi mendapatkan kasih dan anugerah berlimpah dari Tuhan Yesus yang nilainya tak bisa dibeli dengan harta apa pun!
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." 1 Yohanes 1:9
Baca: Matius 9:9-13
"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Bukan perkara mudah bagi siapa pun untuk meninggalkan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan, lalu membuat keputusan mengikut Tuhan. Matius pasti terlebih dahulu menghitung untung ruginya atau menghitung resiko yang harus ditanggung sebelum membuat pilihan yang sangat berdampak bagi kehidupannya ini. Yang pasti, selain harus kehilangan pekerjaan, ia juga kehilangan penghasilan yang besar. Namun ternyata tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri Matius. Ketika Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku", ia pun langsung mengikut Dia. Setelah mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan perubahan besar terjadi dalam dirinya, ia mengalami kehidupan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Matius yang dulunya dikucilkan, dijauhi dan dimusuhi oleh banyak orang kini telah diterima dalam suatu komunitas, bahkan ia diangkat menjadi anak-anak Allah. Ia yang biasanya menggunakan penanya untuk menulis jumlah pemasukan uang yang ia dapatkan dari pemungut pajak, kini penanya Tuhan pakai untuk sebuah rencana yang besar yaitu menjadi mitra kerja-Nya. Injil Matius adalah buktinya! Tak seorang pun akan menduganya, seorang pemungut cukai yang punya reputasi buruk di mata masyarakat, dicap kejam, kikir dan berdosa akhirnya menjadi seorang penulis Injil, sebuah karya yang bernilai kekal, yang dibaca umat manusia di sepanjang sejarah.
Tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan! Seburuk apa pun masa lalu kita jangan pernah merasa diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan, karena tangan Tuhan selalu terbuka menyambut, menerima dan memulihkan kita! Tuhan memang sangat membenci semua jenis kejahatan, tetapi ia mengasihi orang yang melakukan, dengan maksud agar ia berbalik dan bertobat dari kejahatannya. Matius atau Lewi mendapatkan kasih dan anugerah berlimpah dari Tuhan Yesus yang nilainya tak bisa dibeli dengan harta apa pun!
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." 1 Yohanes 1:9
Saturday, June 18, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2016
Baca: Markus 2:13-17
"Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: 'Ikutlah Aku!' Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia." Markus 2:14
Siapakah Lewi? Lewi adalah nama lain dari Matius. Dalam bahasa Ibrani Matius berarti pemberian Tuhan. Ia tinggal di Kapernaum dan ayahnya bernama Alfeus. Profesi Lewi atau Matius adalah pemungut cukai. Ia ditunjuk oleh pemerintah Romawi untuk memungut pajak dari masyarakat, dari pedagang dan yang melalui wilayah kerjanya, lalu ia mengambil komisi dari pajak yang dipungutnya itu.
Kebanyakan pemungut cukai memungut lebih dari yang seharusnya sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Itulah sebabnya masa itu pemungut cukai dianggap 'setara' dengan orang-orang yang kotor, hina dan berdosa di mata masyarakat Yahudi karena dianggap sebagai pengkhianat bangsa; keturunan Yahudi tetapi bekerja dan menjadi antek-antek pemerintahan Romawi. Mereka diibaratkan 'lintah darat' yang 'menghisap darah' bangsanya sendiri dan memihak pemerintahan Romawi. Tidaklah heran jika pemungut cukai dibenci dan dikucilkan orang-orang sebangsanya.
Timbul pertanyaan dalam diri orang-orang Yahudi: apakah tidak salah Tuhan Yesus memanggil orang seperti ini? Padahal Tuhan sendiri tahu siapa itu Lewi dan apa profesinya, namun Ia justru memanggil orang itu untuk menjadi murid-Nya. Tindakan Tuhan Yesus yang mau makan bersama dengan Lewi dan para pemungut cukai lainnya tentu mengundang kontroversial, sehingga menimbulkan kecurigaan dan reaksi keras dalam diri ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi yang selalu menganggap diri sendiri paling benar dan suka sekali menghakimi orang lain. "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ayat 16). Menanggapi hal itu Tuhan Yesus memberikan jawaban yang lebih mencengangkan lagi, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ayat 17). Tuhan dengan sangat gamblang menjelaskan kepada mereka tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia yaitu memanggil orang yang berdosa.
Sebagai Tabib yang ajaib Tuhan Yesus datang untuk mengobati, menyembuhkan dan memulihkan orang-orang yang 'sakit'.
Baca: Markus 2:13-17
"Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: 'Ikutlah Aku!' Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia." Markus 2:14
Siapakah Lewi? Lewi adalah nama lain dari Matius. Dalam bahasa Ibrani Matius berarti pemberian Tuhan. Ia tinggal di Kapernaum dan ayahnya bernama Alfeus. Profesi Lewi atau Matius adalah pemungut cukai. Ia ditunjuk oleh pemerintah Romawi untuk memungut pajak dari masyarakat, dari pedagang dan yang melalui wilayah kerjanya, lalu ia mengambil komisi dari pajak yang dipungutnya itu.
Kebanyakan pemungut cukai memungut lebih dari yang seharusnya sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Itulah sebabnya masa itu pemungut cukai dianggap 'setara' dengan orang-orang yang kotor, hina dan berdosa di mata masyarakat Yahudi karena dianggap sebagai pengkhianat bangsa; keturunan Yahudi tetapi bekerja dan menjadi antek-antek pemerintahan Romawi. Mereka diibaratkan 'lintah darat' yang 'menghisap darah' bangsanya sendiri dan memihak pemerintahan Romawi. Tidaklah heran jika pemungut cukai dibenci dan dikucilkan orang-orang sebangsanya.
Timbul pertanyaan dalam diri orang-orang Yahudi: apakah tidak salah Tuhan Yesus memanggil orang seperti ini? Padahal Tuhan sendiri tahu siapa itu Lewi dan apa profesinya, namun Ia justru memanggil orang itu untuk menjadi murid-Nya. Tindakan Tuhan Yesus yang mau makan bersama dengan Lewi dan para pemungut cukai lainnya tentu mengundang kontroversial, sehingga menimbulkan kecurigaan dan reaksi keras dalam diri ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi yang selalu menganggap diri sendiri paling benar dan suka sekali menghakimi orang lain. "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ayat 16). Menanggapi hal itu Tuhan Yesus memberikan jawaban yang lebih mencengangkan lagi, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ayat 17). Tuhan dengan sangat gamblang menjelaskan kepada mereka tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia yaitu memanggil orang yang berdosa.
Sebagai Tabib yang ajaib Tuhan Yesus datang untuk mengobati, menyembuhkan dan memulihkan orang-orang yang 'sakit'.
Friday, June 17, 2016
PENYESATAN DI AKHIR ZAMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2016
Baca: 2 Tesalonika 2:1-12
"Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa," 2 Tesalonika 2:3
Selama berada di dunia ini perjalanan hidup kekristenan kita tidak akan selalu berjalan dengan mulus, sebab ada banyak sekali tantangan, rintangan yang selalu menghadang langkah kita. Faktor-faktor inilah yang membuat banyak orang Kristen tidak lagi fokus kepada tujuan, mata mereka tidak lagi terarah kepada sasaran melainkan mulai menyimpang dari arah yang sesungguhnya. Ada pula yang terseret arus dunia yang sangat menyesatkan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar kabar atau berita yang aneh-aneh tentang berbagai jenis penyesatan yang menyerang iman Kristen. Ada gereja-gereja atau persekutuan doa yang tidak lagi memberitakan Injil Kristus secara murni, tetapi Injil sudah diselewengkan dan terkontaminasi dengan logika.
Sebenarnya kita tidak perlu terkejut lagi karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya bahwa penyesatan, kedurhakaan dan berbagai penyimpangan akan banyak terjadi sebelum hari kedatangan Tuhan tiba, bahkan hal itu tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi melainkan secara terang-terangan. Mengapa hal ini Tuhan ijinkan terjadi? Tujuannya adalah untuk menguji iman dan kesungguhan orang percaya dalam mengiring Tuhan. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Bukan waktunya lagi orang Kristen hidup santai-santai. Mari tingkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas ibadah dan pelayanan, melainkan usahakanlah kita benar-benar menjadi pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Salah satu faktor orang Kristen mudah sekali disesatkan dan diombang-ambingkan adalah karena mereka tidak tergembala dengan baik dan tidak tertanam di gereja lokal, yang dikarenakan mereka suka sekali pindah-pindah gereja dan tidak memiliki komitmen!
Tingkatkan ibadah dan tertanamlah di gereja lokal agar tidak mudah disesatkan!
Baca: 2 Tesalonika 2:1-12
"Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa," 2 Tesalonika 2:3
Selama berada di dunia ini perjalanan hidup kekristenan kita tidak akan selalu berjalan dengan mulus, sebab ada banyak sekali tantangan, rintangan yang selalu menghadang langkah kita. Faktor-faktor inilah yang membuat banyak orang Kristen tidak lagi fokus kepada tujuan, mata mereka tidak lagi terarah kepada sasaran melainkan mulai menyimpang dari arah yang sesungguhnya. Ada pula yang terseret arus dunia yang sangat menyesatkan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar kabar atau berita yang aneh-aneh tentang berbagai jenis penyesatan yang menyerang iman Kristen. Ada gereja-gereja atau persekutuan doa yang tidak lagi memberitakan Injil Kristus secara murni, tetapi Injil sudah diselewengkan dan terkontaminasi dengan logika.
Sebenarnya kita tidak perlu terkejut lagi karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya bahwa penyesatan, kedurhakaan dan berbagai penyimpangan akan banyak terjadi sebelum hari kedatangan Tuhan tiba, bahkan hal itu tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi melainkan secara terang-terangan. Mengapa hal ini Tuhan ijinkan terjadi? Tujuannya adalah untuk menguji iman dan kesungguhan orang percaya dalam mengiring Tuhan. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Bukan waktunya lagi orang Kristen hidup santai-santai. Mari tingkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas ibadah dan pelayanan, melainkan usahakanlah kita benar-benar menjadi pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Salah satu faktor orang Kristen mudah sekali disesatkan dan diombang-ambingkan adalah karena mereka tidak tergembala dengan baik dan tidak tertanam di gereja lokal, yang dikarenakan mereka suka sekali pindah-pindah gereja dan tidak memiliki komitmen!
Tingkatkan ibadah dan tertanamlah di gereja lokal agar tidak mudah disesatkan!
Thursday, June 16, 2016
TEGURAN YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2016
Baca: Amsal 19:1-29
"jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf." Amsal 19:25
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran, sebab nobody perfect. Akibatnya tentu kita tak luput dari teguran: ditegur orangtua, guru atau dosen, ditegur pimpinan di tempat kerja, ditegur oleh pemimpin rohani atau hamba Tuhan di gereja, bahkan ditegur sendiri oleh Tuhan. Adapun respons tiap-tiap orang ketika menerima teguran itu berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, tapi tidak sedikit yang mengeraskan hati, tersinggung, marah dan bersikeras tidak mau mengakui kesalahan.
Teguran Tuhan terhadap umat-Nya ada berbagai cara: melalui firman-Nya, masalah, peristiwa atau situasi yang terjadi. Meski demikian jangan selalu beranggapan bahwa ketika orang lain sedang mengalami masalah berat atau sakit-penyakit artinya orang tersebut sedang ditegur Tuhan karena telah berbuat dosa. Tidak selalu seperti itu! Bila saat ini kita menerima teguran Tuhan dalam bentuk apa pun, belajarlah untuk tetap mengucap syukur, karena setiap teguran-Nya selalu mendatangkan kebaikan bagi kita: membuat hidup kita jauh lebih baik, memurnikan iman, dan bukti bahwa Dia sangat mengasihi dan memedulikan kita. Justru ketika kita bebas dari teguran Tuhan berarti kita ini adalah anak-anak gampang. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8). Sebagai anak-anak Tuhan sudah selayaknya kita menerima didikan-Nya dalam bentuk teguran. Jangan sekali-kali berusaha lari dari teguran, sebab "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Petiklah pelajaran dari kisah anak yang hilang yang memilih hidup menurut kehendak sendiri karena ia ingin hidup bebas dari teguran bapanya. Apa yang ia alami? Keadaannya tidak bertambah baik, malah semakin buruk; akhirnya keadaanlah yang menegur dia. Seringkali ketika ada masalah dan penderitaan yang berat barulah kita menyadari kesalahan kita.
"Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." Amsal 29:1
Baca: Amsal 19:1-29
"jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf." Amsal 19:25
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran, sebab nobody perfect. Akibatnya tentu kita tak luput dari teguran: ditegur orangtua, guru atau dosen, ditegur pimpinan di tempat kerja, ditegur oleh pemimpin rohani atau hamba Tuhan di gereja, bahkan ditegur sendiri oleh Tuhan. Adapun respons tiap-tiap orang ketika menerima teguran itu berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, tapi tidak sedikit yang mengeraskan hati, tersinggung, marah dan bersikeras tidak mau mengakui kesalahan.
Teguran Tuhan terhadap umat-Nya ada berbagai cara: melalui firman-Nya, masalah, peristiwa atau situasi yang terjadi. Meski demikian jangan selalu beranggapan bahwa ketika orang lain sedang mengalami masalah berat atau sakit-penyakit artinya orang tersebut sedang ditegur Tuhan karena telah berbuat dosa. Tidak selalu seperti itu! Bila saat ini kita menerima teguran Tuhan dalam bentuk apa pun, belajarlah untuk tetap mengucap syukur, karena setiap teguran-Nya selalu mendatangkan kebaikan bagi kita: membuat hidup kita jauh lebih baik, memurnikan iman, dan bukti bahwa Dia sangat mengasihi dan memedulikan kita. Justru ketika kita bebas dari teguran Tuhan berarti kita ini adalah anak-anak gampang. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8). Sebagai anak-anak Tuhan sudah selayaknya kita menerima didikan-Nya dalam bentuk teguran. Jangan sekali-kali berusaha lari dari teguran, sebab "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Petiklah pelajaran dari kisah anak yang hilang yang memilih hidup menurut kehendak sendiri karena ia ingin hidup bebas dari teguran bapanya. Apa yang ia alami? Keadaannya tidak bertambah baik, malah semakin buruk; akhirnya keadaanlah yang menegur dia. Seringkali ketika ada masalah dan penderitaan yang berat barulah kita menyadari kesalahan kita.
"Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." Amsal 29:1
Wednesday, June 15, 2016
PILIHAN HIDUP MENENTUKAN MASA DEPAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja." 2 Raja-Raja 7-9c
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta itu tidak berhenti sampai di situ, mereka kembali dihadapkan pada pilihan: ketika mendapati tentara Aram sudah lari tunggang-langgang dengan meninggalkan harta bendanya, mereka harus memilih untuk diam dan menikmati semua jarahan, tapi dengan resiko bila ketahuan orang mereka akan menerima hukuman yang berat; ataukah mereka memilih untuk memberitahukan kepada raja agar seluruh penduduk kota juga dapat menikmati jarahan. "Mereka pergi, lalu berseru kepada penunggu pintu gerbang kota dan menceritakan kepada orang-orang itu, katanya: 'Kami sudah masuk ke tempat perkemahan orang Aram, dan ternyata tidak ada orang di sana, dan tidak ada suara manusia kedengaran, hanya ada kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan dengan begitu saja.'" (ayat 10).
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta adalah sebuah gambaran bahwa dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mudah, dimana masing-masing pilihan menghasilkan sebuah konsekuensi atau dampak, baik itu positif atau negatif, menuntun kita kepada keberhasilan atau kegagalan, masa depan cerah atau masa depan suram, membawa kepada kehidupan atau kematian. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 11:26-28). Keempat orang kusta itu berani mempertaruhkan nyawanya dengan mendatangi perkemahan tentara Aram dimana akhirnya mereka pun mendapatkan upahnya yaitu jarahan yang melimpah, bahkan ketika mereka memilih untuk memberitahukan hal itu kepada raja, mereka pun menjadi penyelamat bagi bangsanya dari bencana kelaparan.
Pilihan hidup yang kita ambil ini akan menentukan hidup kita di masa depan.
Pilihlah hal-hal yang positif: "Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," Ulangan 30:19b
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja." 2 Raja-Raja 7-9c
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta itu tidak berhenti sampai di situ, mereka kembali dihadapkan pada pilihan: ketika mendapati tentara Aram sudah lari tunggang-langgang dengan meninggalkan harta bendanya, mereka harus memilih untuk diam dan menikmati semua jarahan, tapi dengan resiko bila ketahuan orang mereka akan menerima hukuman yang berat; ataukah mereka memilih untuk memberitahukan kepada raja agar seluruh penduduk kota juga dapat menikmati jarahan. "Mereka pergi, lalu berseru kepada penunggu pintu gerbang kota dan menceritakan kepada orang-orang itu, katanya: 'Kami sudah masuk ke tempat perkemahan orang Aram, dan ternyata tidak ada orang di sana, dan tidak ada suara manusia kedengaran, hanya ada kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan dengan begitu saja.'" (ayat 10).
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta adalah sebuah gambaran bahwa dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mudah, dimana masing-masing pilihan menghasilkan sebuah konsekuensi atau dampak, baik itu positif atau negatif, menuntun kita kepada keberhasilan atau kegagalan, masa depan cerah atau masa depan suram, membawa kepada kehidupan atau kematian. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 11:26-28). Keempat orang kusta itu berani mempertaruhkan nyawanya dengan mendatangi perkemahan tentara Aram dimana akhirnya mereka pun mendapatkan upahnya yaitu jarahan yang melimpah, bahkan ketika mereka memilih untuk memberitahukan hal itu kepada raja, mereka pun menjadi penyelamat bagi bangsanya dari bencana kelaparan.
Pilihan hidup yang kita ambil ini akan menentukan hidup kita di masa depan.
Pilihlah hal-hal yang positif: "Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," Ulangan 30:19b
Tuesday, June 14, 2016
PILIHAN HIDUP MENENTUKAN MASA DEPAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati. Lalu pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." 2 Raja-Raja 7:4b-5a
Dalam pembacaan firman Tuhan hari ini kita menyimak sebuah percakapan empat orang kusta yang sedang duduk di luar pintu gerbang kota Samaria, yang saat itu sedang dikepung oleh raja Benhadad dari kerajaan Aram.
Keempat orang kusta berada di luar pintu gerbang kota karena pada waktu itu orang yang sakit kusta dianggap najis dan harus dikucilkan, diasingkan dari masyarakat lainnya. Kemungkinan besar pengepungan itu sudah berjalan 7 tahun lamanya sehingga menimbulkan kelaparan yang sangat hebat di seluruh negeri. Akibat kelaparan ini semua orang mengalami penderitaan yang luar biasa karena terbatasnya bahan makanan...kalaupun ada harganya pun selangit: "...sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." (2 Raja-Raja 7:1). Bahkan ada ibu-ibu yang sepakat untuk saling memakan anak-anak mereka sendiri, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka tidak sanggup menahan laparnya!
Keempat orang kusta itu sedang dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: apakah memilih untuk tetap duduk-duduk di depan pintu gerbang sampai ajal menjemput, memutuskan untuk nekat masuk kota tetapi akan berakhir dengan kematian karena di kota juga sedang terjadi kelaparan, atau memilih untuk menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Bila mereka memilih pilihan yang terakhir ini ada dua kemungkinan yang terjadi: mereka akan dibiarkan hidup atau mati terbunuh oleh musuh. Akhirnya mereka memilih untuk mendatangi perkemahan tentara Aram! Apa yang mereka pilih adalah yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dengan penuh pengharapan mereka melangkah menuju perkemahan tentara Aram pada waktu senja. Apa yang terjadi? Di luar dugaan perkemahan itu sudah ditinggalkan secara buru-buru oleh tentara Aram: kuda, keledai, makanan, minuman, emas, perak dan pakaian, ditinggalkannya. Pilihan hidup yang telah diambil keempat orang kusta itu ternyata membuahkan hasil yang jauh dari dugaan atau prediksi semula! Andai mereka tetap duduk-duduk di luar pintu gerbang kota dan pasrah kepada nasib, kematian pasti cepat menjemputnya... (Bersambung)
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati. Lalu pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." 2 Raja-Raja 7:4b-5a
Dalam pembacaan firman Tuhan hari ini kita menyimak sebuah percakapan empat orang kusta yang sedang duduk di luar pintu gerbang kota Samaria, yang saat itu sedang dikepung oleh raja Benhadad dari kerajaan Aram.
Keempat orang kusta berada di luar pintu gerbang kota karena pada waktu itu orang yang sakit kusta dianggap najis dan harus dikucilkan, diasingkan dari masyarakat lainnya. Kemungkinan besar pengepungan itu sudah berjalan 7 tahun lamanya sehingga menimbulkan kelaparan yang sangat hebat di seluruh negeri. Akibat kelaparan ini semua orang mengalami penderitaan yang luar biasa karena terbatasnya bahan makanan...kalaupun ada harganya pun selangit: "...sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." (2 Raja-Raja 7:1). Bahkan ada ibu-ibu yang sepakat untuk saling memakan anak-anak mereka sendiri, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka tidak sanggup menahan laparnya!
Keempat orang kusta itu sedang dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: apakah memilih untuk tetap duduk-duduk di depan pintu gerbang sampai ajal menjemput, memutuskan untuk nekat masuk kota tetapi akan berakhir dengan kematian karena di kota juga sedang terjadi kelaparan, atau memilih untuk menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Bila mereka memilih pilihan yang terakhir ini ada dua kemungkinan yang terjadi: mereka akan dibiarkan hidup atau mati terbunuh oleh musuh. Akhirnya mereka memilih untuk mendatangi perkemahan tentara Aram! Apa yang mereka pilih adalah yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dengan penuh pengharapan mereka melangkah menuju perkemahan tentara Aram pada waktu senja. Apa yang terjadi? Di luar dugaan perkemahan itu sudah ditinggalkan secara buru-buru oleh tentara Aram: kuda, keledai, makanan, minuman, emas, perak dan pakaian, ditinggalkannya. Pilihan hidup yang telah diambil keempat orang kusta itu ternyata membuahkan hasil yang jauh dari dugaan atau prediksi semula! Andai mereka tetap duduk-duduk di luar pintu gerbang kota dan pasrah kepada nasib, kematian pasti cepat menjemputnya... (Bersambung)
Monday, June 13, 2016
PEKA AKAN KEHADIRAN ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2016
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Sunday, June 12, 2016
ORANG PERCAYA: Dalam Jaminan Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2016
Baca: Efesus 1:3-14
"Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," Efesus 1:14
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Kata kebenaran di sini adalah aleiteia yang artinya the truth, kebenaran yang asasi.
2. Roh Kudus. Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus seketika itu juga kita dimeteraikan oleh Roh Kudus. "di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13b). Roh Kudus adalah meterai yang sah. Di zaman itu meterai memiliki makna bahwa yang di meteraikan menjadi milik yang memetraikan. Meterai yang sudah dipakai tidak bisa diperjualbelikan lagi, karena meterai tersebut dipegang secara rahasia oleh pemiliknya yang umumnya orang-orang the have. Setiap pemilik memiliki meterai yang berbeda-beda yang sudah dicap. Meterai Roh Kudus juga sebagai tanda bahwa kita menjadi milik Tuhan sepenuhnya, dan karena kita adalah milik Tuhan maka kita akan dijaga, dipelihara dan dilindungi Tuhan seperti biji mata-Nya sendiri. "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya..." (Zakharia 2:8).
Dimeteraikan Roh Kudus artinya sudah tuntas, takkan dikoreksi lagi, apalagi sampai dibatalkan, sebab di dalam Kristus segala janji Allah adalah ya dan amin. Karena kita telah dimeteraikan oleh Roh-Nya kita pun memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhan, tidak bisa lagi hidup sembrono, sebaliknya harus berusaha hidup berkenan kepada Tuhan dan semakin memiliki kepekaan rohani. "...mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), "...dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kalau Roh Kudus menjadi jaminan kita, ini merupakan satu keterikatan untuk kita mendapatkan keseluruhannya, karena Ia memeteraikan kita bukan untuk kurun waktu tertentu, tetapi seumur hidup. Jadi Roh Kudus akan terus berkarya di dalam kita sampai kita memperoleh seluruhnya.
Adakah jaminan yang lebih besar dari semua ini? "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Baca: Efesus 1:3-14
"Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," Efesus 1:14
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Kata kebenaran di sini adalah aleiteia yang artinya the truth, kebenaran yang asasi.
2. Roh Kudus. Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus seketika itu juga kita dimeteraikan oleh Roh Kudus. "di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13b). Roh Kudus adalah meterai yang sah. Di zaman itu meterai memiliki makna bahwa yang di meteraikan menjadi milik yang memetraikan. Meterai yang sudah dipakai tidak bisa diperjualbelikan lagi, karena meterai tersebut dipegang secara rahasia oleh pemiliknya yang umumnya orang-orang the have. Setiap pemilik memiliki meterai yang berbeda-beda yang sudah dicap. Meterai Roh Kudus juga sebagai tanda bahwa kita menjadi milik Tuhan sepenuhnya, dan karena kita adalah milik Tuhan maka kita akan dijaga, dipelihara dan dilindungi Tuhan seperti biji mata-Nya sendiri. "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya..." (Zakharia 2:8).
Dimeteraikan Roh Kudus artinya sudah tuntas, takkan dikoreksi lagi, apalagi sampai dibatalkan, sebab di dalam Kristus segala janji Allah adalah ya dan amin. Karena kita telah dimeteraikan oleh Roh-Nya kita pun memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhan, tidak bisa lagi hidup sembrono, sebaliknya harus berusaha hidup berkenan kepada Tuhan dan semakin memiliki kepekaan rohani. "...mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), "...dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kalau Roh Kudus menjadi jaminan kita, ini merupakan satu keterikatan untuk kita mendapatkan keseluruhannya, karena Ia memeteraikan kita bukan untuk kurun waktu tertentu, tetapi seumur hidup. Jadi Roh Kudus akan terus berkarya di dalam kita sampai kita memperoleh seluruhnya.
Adakah jaminan yang lebih besar dari semua ini? "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Saturday, June 11, 2016
ORANG PERCAYA: Dalam Jaminan Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2016
Baca: Efesus 1:3-14
"supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya."
Adalah sia-sia menaruh pengharapan dan menggantungkan hidup kita kepada dunia karena dunia penuh ketidakpastian. Segala hal yang terjadi sulit sekali diprediksi dan mudah sekali berubah. Sangatlah wajar jika dunia penuh dengan orang-orang yang mudah kuatir, cemas, panik, bingung, frustasi dan putus asa. Celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan, memorakporandakan dan menghancurkan pertahanan iman, sehingga mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Meski berada di tengah dunia yang serba tidak pasti, tidak seharusnya orang percaya menjadi lemah, sebab di dalam Tuhan kita "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28), dan mendapatkan jaminan yang pasti. Jaminan hidup orang percaya bukan berasal dari manusia atau dunia, melainkan dari Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Karena Tuhan yang menjamin, jaminan tersebut bukan hanya dalam bidang kehidupan tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek (menyeluruh), bahkan dikaruniakannya kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), sehingga rasul Paulus dapat berkata, "...aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Rasul Paulus tahu kepada siapa ia percaya dan menaruh pengharapan, sebab jaminan di dalam Tuhan adalah jaminan yang pasti dan tidak bisa diganggu gugat siapa pun.
Jaminan hidup orang percaya adalah: 1. Keselamatan. Kekristenan dimulai dengan karya Tuhan Yesus di kayu salib. Tanpa penebusan darah Kristus tidak ada kebenaran sejati dan keselamatan. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). (Bersambung)
Baca: Efesus 1:3-14
"supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya."
Adalah sia-sia menaruh pengharapan dan menggantungkan hidup kita kepada dunia karena dunia penuh ketidakpastian. Segala hal yang terjadi sulit sekali diprediksi dan mudah sekali berubah. Sangatlah wajar jika dunia penuh dengan orang-orang yang mudah kuatir, cemas, panik, bingung, frustasi dan putus asa. Celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan, memorakporandakan dan menghancurkan pertahanan iman, sehingga mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Meski berada di tengah dunia yang serba tidak pasti, tidak seharusnya orang percaya menjadi lemah, sebab di dalam Tuhan kita "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28), dan mendapatkan jaminan yang pasti. Jaminan hidup orang percaya bukan berasal dari manusia atau dunia, melainkan dari Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Karena Tuhan yang menjamin, jaminan tersebut bukan hanya dalam bidang kehidupan tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek (menyeluruh), bahkan dikaruniakannya kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), sehingga rasul Paulus dapat berkata, "...aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Rasul Paulus tahu kepada siapa ia percaya dan menaruh pengharapan, sebab jaminan di dalam Tuhan adalah jaminan yang pasti dan tidak bisa diganggu gugat siapa pun.
Jaminan hidup orang percaya adalah: 1. Keselamatan. Kekristenan dimulai dengan karya Tuhan Yesus di kayu salib. Tanpa penebusan darah Kristus tidak ada kebenaran sejati dan keselamatan. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). (Bersambung)
Friday, June 10, 2016
HIDUP KRISTEN SEPERTI POHON ZAITUN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2016
Baca: Mazmur 52:1-11
"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 54:10
Kehidupan orang percaya seringkali Alkitab ibaratkan seperti pohon atau tanaman yang harus mengalami pertumbuhan fase demi fase: mulai dari bertunas, berakar, bertumbuh dan kemudian berbuah.
Inilah kehidupan Kristen yang normal yaitu kehidupan yang terus bertumbuh secara rohani, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Artinya hidup Kristen adalah hidup yang terus berproses, dinamis, bergerak maju, aktif dan tidak statis. Namun banyak orang yang sudah mengikut Tuhan atau menjadi Kristen selama bertahun-tahun kehidupan rohaninya tidak mengalami perubahan yang berarti, tidak ada kemajuan, seperti berjalan di tempat. Jika demikian berarti kekristenan mereka sudah mati, walau secara kasat mata masih tampak melakukan aktivitas kerohanian yang mungkin tak lebih dari sekedar rutinitas.
Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon Zaitun, jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya. Ini berbicara tentang kesetiaan kita mengiring Tuhan. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). Semakin kita setia kepada Tuhan, semakin kita melekat kepada-Nya, semakin kita beroleh kekuatan untuk menghadapi angin, badai dan gelombang kehidupan. Maka kita harus seperti pohon zaitun yang tertanam di rumah Tuhan, yang sekali tertanam akan tetap tertanam sampai selama-lamanya. Akar pohon zaitun pun sangat kuat sehingga tidak mudah dicabut atau dipindahkan ke tempat lain, itulah sebabnya ia dapat hidup dalam waktu yang sangat lama. Pohon zaitun adalah pohon yang menghasilkan minyak yang pada masa itu sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan hidup sehari-hari, dimana semua orang membutuhkannya. Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain.
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau,...mereka berjalan makin lama makin kuat," Mazmur 84:6, 8
Baca: Mazmur 52:1-11
"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 54:10
Kehidupan orang percaya seringkali Alkitab ibaratkan seperti pohon atau tanaman yang harus mengalami pertumbuhan fase demi fase: mulai dari bertunas, berakar, bertumbuh dan kemudian berbuah.
Inilah kehidupan Kristen yang normal yaitu kehidupan yang terus bertumbuh secara rohani, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Artinya hidup Kristen adalah hidup yang terus berproses, dinamis, bergerak maju, aktif dan tidak statis. Namun banyak orang yang sudah mengikut Tuhan atau menjadi Kristen selama bertahun-tahun kehidupan rohaninya tidak mengalami perubahan yang berarti, tidak ada kemajuan, seperti berjalan di tempat. Jika demikian berarti kekristenan mereka sudah mati, walau secara kasat mata masih tampak melakukan aktivitas kerohanian yang mungkin tak lebih dari sekedar rutinitas.
Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon Zaitun, jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya. Ini berbicara tentang kesetiaan kita mengiring Tuhan. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). Semakin kita setia kepada Tuhan, semakin kita melekat kepada-Nya, semakin kita beroleh kekuatan untuk menghadapi angin, badai dan gelombang kehidupan. Maka kita harus seperti pohon zaitun yang tertanam di rumah Tuhan, yang sekali tertanam akan tetap tertanam sampai selama-lamanya. Akar pohon zaitun pun sangat kuat sehingga tidak mudah dicabut atau dipindahkan ke tempat lain, itulah sebabnya ia dapat hidup dalam waktu yang sangat lama. Pohon zaitun adalah pohon yang menghasilkan minyak yang pada masa itu sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan hidup sehari-hari, dimana semua orang membutuhkannya. Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain.
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau,...mereka berjalan makin lama makin kuat," Mazmur 84:6, 8
Thursday, June 9, 2016
JEMAAT SMIRNA: Miskin Tapi Kaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Wednesday, June 8, 2016
JEMAAT EFESUS: Kehilangan Kasih Mula-Mula (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:1-7
"Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." Wahyu 2:4
Segala sesuatu yang dikerjakan tanpa kasih, terlebih-lebih dalam hal ibadah dan pelayanan, tidak akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan! Rasul Paulus menyatakan bahwa sehebat-hebatnya orang, jika ia tidak memiliki kasih, keberadaannya sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sama sekali tidak berguna atau tidak ada faedahnya (baca 1 Korintus 13:1-3). Karena itu kasih harus mendasari seluruh aspek kehidupan orang percaya! Melihat kenyataan bahwa kasih yang mula-mula telah hilang dari jemaat Efesus Tuhan Yesus memperingatkan, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Perhatikan 3 perkara ini: mengingat, bertobat dan melakukan seperti semula. Jemaat Efesus tidak sadar bahwa walaupun tampak giat melayani pekerjaan Tuhan sesungguhnya mereka telah jauh dari hadirat-Nya. Tuhan memeringatkan agar segera bertobat! Pertobatan yang dimaksudkan bukan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena mereka sudah lama menjadi orang percaya, melainkan suatu tindakan meninggalkan kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan segera melakukan apa yang dilakukan semula yaitu melakukan segala sesuatu dengan kasih. Jika mereka tetap mengabaikan peringatan Tuhan ini ada konsekuensinya: Tuhan akan mengambil kaki dian dari tempatnya. Kaki dian adalah tempat bagi sumber terang dan terang itu adalah Tuhan sendiri: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).
Kaki dian adalah lambang kehadiran Tuhan! Bila kaki dian diambil, sebagai pertanda bahwa Tuhan tidak lagi hadir, maka keadaan gereja tidak akan jauh berbeda dengan bangunan lainnya, tidak mempunyai nilai apa-apa dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai terang di tengah kegelapan dunia ini.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintas 10:12
Baca: Wahyu 2:1-7
"Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." Wahyu 2:4
Segala sesuatu yang dikerjakan tanpa kasih, terlebih-lebih dalam hal ibadah dan pelayanan, tidak akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan! Rasul Paulus menyatakan bahwa sehebat-hebatnya orang, jika ia tidak memiliki kasih, keberadaannya sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sama sekali tidak berguna atau tidak ada faedahnya (baca 1 Korintus 13:1-3). Karena itu kasih harus mendasari seluruh aspek kehidupan orang percaya! Melihat kenyataan bahwa kasih yang mula-mula telah hilang dari jemaat Efesus Tuhan Yesus memperingatkan, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Perhatikan 3 perkara ini: mengingat, bertobat dan melakukan seperti semula. Jemaat Efesus tidak sadar bahwa walaupun tampak giat melayani pekerjaan Tuhan sesungguhnya mereka telah jauh dari hadirat-Nya. Tuhan memeringatkan agar segera bertobat! Pertobatan yang dimaksudkan bukan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena mereka sudah lama menjadi orang percaya, melainkan suatu tindakan meninggalkan kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan segera melakukan apa yang dilakukan semula yaitu melakukan segala sesuatu dengan kasih. Jika mereka tetap mengabaikan peringatan Tuhan ini ada konsekuensinya: Tuhan akan mengambil kaki dian dari tempatnya. Kaki dian adalah tempat bagi sumber terang dan terang itu adalah Tuhan sendiri: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).
Kaki dian adalah lambang kehadiran Tuhan! Bila kaki dian diambil, sebagai pertanda bahwa Tuhan tidak lagi hadir, maka keadaan gereja tidak akan jauh berbeda dengan bangunan lainnya, tidak mempunyai nilai apa-apa dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai terang di tengah kegelapan dunia ini.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintas 10:12
Tuesday, June 7, 2016
JEMAAT EFESUS: Kehilangan Kasih Mula-Mula (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:1-7
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." Wahyu 2:2a
Jemaat di Efesus merupakan jemaat terbesar di antara ketujuh jemaat di Asia kecil. Kota Efesus (di Yunani) adalah pusat perkembangan politik dan juga kota perdagangan yang maju; di sana pula terdapat tempat peyembahan berhala dan banyak sekali kuil dibangun. Perlu diketahui, rasul Paulus pernah tinggal di kota itu dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 3 tahun (baca Kisah 20:31). Tuhan memberikan acungan jempol atau pujian kepada jemaat Efesus oleh karena kesungguhan mereka dalam beribadah dan melayani pekerjaan-Nya. Pernyataan 'Aku tahu segala pekerjaanmu' menunjukkan bahwa Tuhan tahu apa pun yang umat-Nya kerjakan (ibadah dan pelayanan), sebab Dia mahatahu. Tak seorang pun manusia dapat bersandiwara atau mengelabui Tuhan, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kalau Tuhan memuji kinerja suatu jemaat berarti mereka benar-benar layak mendapatkan pujian, sebab pujian tersebut bukan keluar dari mulut manusia yang basa-basi atau tendensius, tetapi Tuhan sendiri yang mengatakannya.
Luar biasa! Tidak pernah sia-sia kita berjerih lelah beribadah dan melayani Tuhan sebab semua diperhitungkan-Nya. Yang harus diperhatikan adalah motivasi atau sikap hati kita melakukannya, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ungkapan 'jerih payah' menunjuk kepada suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, sampai berkeringat dan penuh pengorbanan. Artinya jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak suka bermalas-malasan, tidak kenal lelah, bersemangat, tidak hitung-hitungan dan penuh totalitas dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka juga sangat kokoh memegang ajaran firman Tuhan, terlihat dari sikap yang tidak mau berkompromi dengan ajaran yang menyimpang.
Meski demikian, mengapa Tuhan masih menegur jemaat ini? Karena tanpa disadari mereka telah terjebak kepada pelayanan yang bersifat legalistik atau agamawi. Ibadah dan pelayanan yang selama ini mereka lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas yang terjadwal, tanpa didasari kasih atau telah kehilangan kasih mula-mula! (Bersambung)
Baca: Wahyu 2:1-7
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." Wahyu 2:2a
Jemaat di Efesus merupakan jemaat terbesar di antara ketujuh jemaat di Asia kecil. Kota Efesus (di Yunani) adalah pusat perkembangan politik dan juga kota perdagangan yang maju; di sana pula terdapat tempat peyembahan berhala dan banyak sekali kuil dibangun. Perlu diketahui, rasul Paulus pernah tinggal di kota itu dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 3 tahun (baca Kisah 20:31). Tuhan memberikan acungan jempol atau pujian kepada jemaat Efesus oleh karena kesungguhan mereka dalam beribadah dan melayani pekerjaan-Nya. Pernyataan 'Aku tahu segala pekerjaanmu' menunjukkan bahwa Tuhan tahu apa pun yang umat-Nya kerjakan (ibadah dan pelayanan), sebab Dia mahatahu. Tak seorang pun manusia dapat bersandiwara atau mengelabui Tuhan, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kalau Tuhan memuji kinerja suatu jemaat berarti mereka benar-benar layak mendapatkan pujian, sebab pujian tersebut bukan keluar dari mulut manusia yang basa-basi atau tendensius, tetapi Tuhan sendiri yang mengatakannya.
Luar biasa! Tidak pernah sia-sia kita berjerih lelah beribadah dan melayani Tuhan sebab semua diperhitungkan-Nya. Yang harus diperhatikan adalah motivasi atau sikap hati kita melakukannya, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ungkapan 'jerih payah' menunjuk kepada suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, sampai berkeringat dan penuh pengorbanan. Artinya jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak suka bermalas-malasan, tidak kenal lelah, bersemangat, tidak hitung-hitungan dan penuh totalitas dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka juga sangat kokoh memegang ajaran firman Tuhan, terlihat dari sikap yang tidak mau berkompromi dengan ajaran yang menyimpang.
Meski demikian, mengapa Tuhan masih menegur jemaat ini? Karena tanpa disadari mereka telah terjebak kepada pelayanan yang bersifat legalistik atau agamawi. Ibadah dan pelayanan yang selama ini mereka lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas yang terjadwal, tanpa didasari kasih atau telah kehilangan kasih mula-mula! (Bersambung)
Monday, June 6, 2016
TUHAN YANG TIDAK DIANGGAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2016
Baca: Yohanes 1:35-51
"Kata Natanael kepadanya: 'Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?'" Yohanes 1:46
Nazaret adalah kampung kecil yang terletak di daerah Galilea. Di sanalah Tuhan Yesus tumbuh dan dibesarkan.
Karena berasal dari daerah kecil banyak orang meremehkan dan merendahkan Yesus, bahkan ketika Ia pulang kampung dan mengajar di rumah ibadat orang-orang memandang sebelah mata. Mengapa? Karena mereka hanya tahu bahwa Yesus itu tak lebih dari anak seorang tukang kayu. Mereka kenal orangtua dan saudara-saudara-Nya tetapi mereka tidak tahu siapa Yesus sesungguhnya dan dari mana Ia datang. Begitu melihat Yesus mengajar, takjub dan terheran-heranlah mereka. "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54b-56). Keraguan juga dikemukakan Natanael, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Bagi manusia Yesus sungguh tidak ada harganya dan dipandang sebelah mata, bahkan ditolak di kampung halamannya sendiri. "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." (Matius 13:57). Karena ketidakpercayaan itu tidak banyak mujizat yang Tuhan Yesus kerjakan di tempat asalnya.
Di masa sekarang ini pun banyak sekali orang yang meremehkan dan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kalau pun orang datang mencari Yesus itu bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan semata-mata ingin mendapatkan berkat materi atau mujizat. "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Yang dimaksud melihat 'tanda-tanda' adalah memahami maksud dan tujuan Tuhan Yesus datang ke dunia!
Sebagian besar orang hanya berpikir bagaimana Tuhan memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi begitu tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan harapkan, semangat mencari Tuhan pun luntur, dan Ia tidak lagi dianggap!
Baca: Yohanes 1:35-51
"Kata Natanael kepadanya: 'Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?'" Yohanes 1:46
Nazaret adalah kampung kecil yang terletak di daerah Galilea. Di sanalah Tuhan Yesus tumbuh dan dibesarkan.
Karena berasal dari daerah kecil banyak orang meremehkan dan merendahkan Yesus, bahkan ketika Ia pulang kampung dan mengajar di rumah ibadat orang-orang memandang sebelah mata. Mengapa? Karena mereka hanya tahu bahwa Yesus itu tak lebih dari anak seorang tukang kayu. Mereka kenal orangtua dan saudara-saudara-Nya tetapi mereka tidak tahu siapa Yesus sesungguhnya dan dari mana Ia datang. Begitu melihat Yesus mengajar, takjub dan terheran-heranlah mereka. "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54b-56). Keraguan juga dikemukakan Natanael, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Bagi manusia Yesus sungguh tidak ada harganya dan dipandang sebelah mata, bahkan ditolak di kampung halamannya sendiri. "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." (Matius 13:57). Karena ketidakpercayaan itu tidak banyak mujizat yang Tuhan Yesus kerjakan di tempat asalnya.
Di masa sekarang ini pun banyak sekali orang yang meremehkan dan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kalau pun orang datang mencari Yesus itu bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan semata-mata ingin mendapatkan berkat materi atau mujizat. "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Yang dimaksud melihat 'tanda-tanda' adalah memahami maksud dan tujuan Tuhan Yesus datang ke dunia!
Sebagian besar orang hanya berpikir bagaimana Tuhan memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi begitu tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan harapkan, semangat mencari Tuhan pun luntur, dan Ia tidak lagi dianggap!
Sunday, June 5, 2016
PENINGGIAN DATANGNYA DARI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2016
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu," Mazmur 75:7
Ketika semua saudara Daud tak satu pun yang dipilih Tuhan, bertanyalah Samuel kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Rupanya apa yang dipandang baik dan layak di mata manusia untuk dipilih menjadi raja ternyata ditolak oleh Tuhan; dan ketika tinggal Daud sendiri yang belum diperkenalkan, Isai pun menjawab dengan penuh keragu-raguan: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." (1 Samuel 16:11). Perhatikan apa yang difirmankan Tuhan kepada Samuel setelah melihat Daud: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud." (1 Samuel 16:12-13). Daud dipilih dan diurapi Tuhan melalui Samuel; Tuhan tidak melihat penampilan luar seseorang, tetapi Ia lebih melihat hati dan karakternya.
Daud dinyatakan sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan karena sikap dan komitmennya untuk hidup bergaul karib dengan Tuhan. Kitab Mazmur yang sebagian besar adalah hasil tulisannya bukti betapa ia sangat dekat dengan Tuhan dan mengasihi-Nya. Ia juga memiliki hati yang mudah dibentuk oleh Tuhan. Ketika jatuh dalam dosa, dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, mengakui dan menyesali dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta sungguh-sungguh bertobat. Ia adalah orang yang berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan dan punya hati mengampuni. Hal itu terlihat dari sikapnya yang membiarkan raja Saul untuk tetap hidup walaupun ia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuhnya, sekalipun Saul-lah yang membuat hidup Daud menderita dan Saul-lah yang selalu berusaha membunuhnya. Ini pernyataan Daud, "tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 26:23).
Meskipun sudah menjadi raja dengan segala kemewahan dan agenda kerja yang teramat padat Daud tetap menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya dan menghormati hadirat Tuhan lebih dari segala-galanya (baca Mazmur 84:11).
"Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Kisah 13:22
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu," Mazmur 75:7
Ketika semua saudara Daud tak satu pun yang dipilih Tuhan, bertanyalah Samuel kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Rupanya apa yang dipandang baik dan layak di mata manusia untuk dipilih menjadi raja ternyata ditolak oleh Tuhan; dan ketika tinggal Daud sendiri yang belum diperkenalkan, Isai pun menjawab dengan penuh keragu-raguan: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." (1 Samuel 16:11). Perhatikan apa yang difirmankan Tuhan kepada Samuel setelah melihat Daud: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud." (1 Samuel 16:12-13). Daud dipilih dan diurapi Tuhan melalui Samuel; Tuhan tidak melihat penampilan luar seseorang, tetapi Ia lebih melihat hati dan karakternya.
Daud dinyatakan sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan karena sikap dan komitmennya untuk hidup bergaul karib dengan Tuhan. Kitab Mazmur yang sebagian besar adalah hasil tulisannya bukti betapa ia sangat dekat dengan Tuhan dan mengasihi-Nya. Ia juga memiliki hati yang mudah dibentuk oleh Tuhan. Ketika jatuh dalam dosa, dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, mengakui dan menyesali dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta sungguh-sungguh bertobat. Ia adalah orang yang berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan dan punya hati mengampuni. Hal itu terlihat dari sikapnya yang membiarkan raja Saul untuk tetap hidup walaupun ia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuhnya, sekalipun Saul-lah yang membuat hidup Daud menderita dan Saul-lah yang selalu berusaha membunuhnya. Ini pernyataan Daud, "tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 26:23).
Meskipun sudah menjadi raja dengan segala kemewahan dan agenda kerja yang teramat padat Daud tetap menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya dan menghormati hadirat Tuhan lebih dari segala-galanya (baca Mazmur 84:11).
"Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Kisah 13:22
Saturday, June 4, 2016
PENINGGIAN DATANGNYA DARI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2016
Baca: 1 Samuel 16:1-13
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Daud adalah tokoh yang tidak asing dalam iman kristiani. Nama Daud dalam bahasa Ibrani artinya dikasihi. Alkitab menggambarkan Daud muda seperti ini: "...kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12).
Aktivitas keseharian Daud banyak dihabiskan di padang rumput menggembalakan domba. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara di keluarga Isai. Meski masih muda Daud adalah anak pemberani, yang dibuktikan ketika ia melindungi kambing dombanya dari serangan binatang-binatang buas. "Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:34b-36a). Selain itu Daud juga memiliki talenta yang luar biasa dalam hal bermain kecapi. Setiap kali ia memainkannya urapan Tuhan turun ke atasnya sehingga raja Saul pun kagum dibuatnya.
Meski memiliki banyak kelebihan Daud tetaplah orang yang rendah hati dan senantiasa takut akan Tuhan. Apakah Daud kemudian menjadi anak kebanggaan bagi keluarganya? Ternyata tidak sama sekali. Keberadaan Daud justru diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh saudara-saudaranya, termasuk oleh orangtuanya sendiri. Penolakan itu terungkap jelas dari mazmur yang ditulisnya: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Alkitab juga mencatat bagaimana Daud pernah diabaikan, dilupakan dan tidak dianggap oleh Isai (ayahnya) ketika Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi seorang raja baru sebagai pengganti Saul. Ketujuh saudara Daud telah terlebih dahulu menghadap Samuel, tetapi tak satu pun dari mereka yang dipilih oleh Tuhan meski secara kasat mata penampilan mereka sangat meyakinkan dan menimbulkan decak kagum, "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: 'Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya.'" (1 Samuel 16:7).
Apa yang dipandang baik oleh manusia belum tentu baik di mata Tuhan!
Baca: 1 Samuel 16:1-13
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Daud adalah tokoh yang tidak asing dalam iman kristiani. Nama Daud dalam bahasa Ibrani artinya dikasihi. Alkitab menggambarkan Daud muda seperti ini: "...kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12).
Aktivitas keseharian Daud banyak dihabiskan di padang rumput menggembalakan domba. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara di keluarga Isai. Meski masih muda Daud adalah anak pemberani, yang dibuktikan ketika ia melindungi kambing dombanya dari serangan binatang-binatang buas. "Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:34b-36a). Selain itu Daud juga memiliki talenta yang luar biasa dalam hal bermain kecapi. Setiap kali ia memainkannya urapan Tuhan turun ke atasnya sehingga raja Saul pun kagum dibuatnya.
Meski memiliki banyak kelebihan Daud tetaplah orang yang rendah hati dan senantiasa takut akan Tuhan. Apakah Daud kemudian menjadi anak kebanggaan bagi keluarganya? Ternyata tidak sama sekali. Keberadaan Daud justru diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh saudara-saudaranya, termasuk oleh orangtuanya sendiri. Penolakan itu terungkap jelas dari mazmur yang ditulisnya: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Alkitab juga mencatat bagaimana Daud pernah diabaikan, dilupakan dan tidak dianggap oleh Isai (ayahnya) ketika Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi seorang raja baru sebagai pengganti Saul. Ketujuh saudara Daud telah terlebih dahulu menghadap Samuel, tetapi tak satu pun dari mereka yang dipilih oleh Tuhan meski secara kasat mata penampilan mereka sangat meyakinkan dan menimbulkan decak kagum, "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: 'Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya.'" (1 Samuel 16:7).
Apa yang dipandang baik oleh manusia belum tentu baik di mata Tuhan!
Friday, June 3, 2016
SEPERTI MUSUH DALAM SELIMUT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2016
Baca: Mazmur 55:1-24
"Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." Mazmur 55:13
Mazmur 55 ini kemungkinan besar ditulis oleh Daud, setelah puteranya Absalom mengkhianatinya dengan berusaha merebut takhtanya (baca 2 Samuel 15). Jadi yang mengkhianati dan berbuat jahat kepada Daud bukanlah orang jauh, bukan musuh yang sesungguhnya, tetapi orang yang sangat dekat dengan dia dan yang dikasihinya. Betapa perih hati Daud! Pengkhianatan, gosip, fitnah, iri hati dan sebagainya seringkali datang bukan dari musuh jauh, tetapi datang dari orang-orang terdekat dengan kita, ibaratnya musuh dalam selimut! Ini adalah sebuah kenyataan dan Saudara pun mungkin pernah mengalami dan merasakan itu, "Tetapi engkau orang yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku: kami yang bersama-sama bergaul dengan baik, dan masuk rumah Allah di tengah-tengah keramaian." (Mazmur 55:14-15).
Pengalaman pahit seperti yang dialami Daud ini bisa saja terjadi di mana pun: di tempat kerja, di lingkungan sekitar rumah tinggal, di sekolah, atau bahkan di gereja tempat kita berjemaat. Di luar dugaan, orang-orang terdekat dapat menyakiti kita dengan segala perbuatan yang bersifat seperti musuh. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan yang sepintas tampak sehati sepikir dalam melayani Tuhan ternyata juga saling menjatuhkan dan iri hati. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan!" (Mikha 7:5). Tuhan Yesus sendiri ketika ditangkap oleh musuh-musuh-Nya ditinggalkan oleh murid-murid-Nya yang telah bergaul karib dengan-Nya setiap hari, seperti tertulis: "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." (Matius 26:56b). Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid-Nya, tega menjual Tuhan Yesus dengan tiga puluh uang perak.
Bila Saudara saat ini sedang ditinggalkan atau mungkin telah disakiti orang-orang terdekat, jangan pernah kecewa dan menyimpan sakit hati!
Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5b
Baca: Mazmur 55:1-24
"Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." Mazmur 55:13
Mazmur 55 ini kemungkinan besar ditulis oleh Daud, setelah puteranya Absalom mengkhianatinya dengan berusaha merebut takhtanya (baca 2 Samuel 15). Jadi yang mengkhianati dan berbuat jahat kepada Daud bukanlah orang jauh, bukan musuh yang sesungguhnya, tetapi orang yang sangat dekat dengan dia dan yang dikasihinya. Betapa perih hati Daud! Pengkhianatan, gosip, fitnah, iri hati dan sebagainya seringkali datang bukan dari musuh jauh, tetapi datang dari orang-orang terdekat dengan kita, ibaratnya musuh dalam selimut! Ini adalah sebuah kenyataan dan Saudara pun mungkin pernah mengalami dan merasakan itu, "Tetapi engkau orang yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku: kami yang bersama-sama bergaul dengan baik, dan masuk rumah Allah di tengah-tengah keramaian." (Mazmur 55:14-15).
Pengalaman pahit seperti yang dialami Daud ini bisa saja terjadi di mana pun: di tempat kerja, di lingkungan sekitar rumah tinggal, di sekolah, atau bahkan di gereja tempat kita berjemaat. Di luar dugaan, orang-orang terdekat dapat menyakiti kita dengan segala perbuatan yang bersifat seperti musuh. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan yang sepintas tampak sehati sepikir dalam melayani Tuhan ternyata juga saling menjatuhkan dan iri hati. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan!" (Mikha 7:5). Tuhan Yesus sendiri ketika ditangkap oleh musuh-musuh-Nya ditinggalkan oleh murid-murid-Nya yang telah bergaul karib dengan-Nya setiap hari, seperti tertulis: "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." (Matius 26:56b). Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid-Nya, tega menjual Tuhan Yesus dengan tiga puluh uang perak.
Bila Saudara saat ini sedang ditinggalkan atau mungkin telah disakiti orang-orang terdekat, jangan pernah kecewa dan menyimpan sakit hati!
Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5b
Subscribe to:
Posts (Atom)