Showing posts with label Lukas. Show all posts
Showing posts with label Lukas. Show all posts

Tuesday, August 25, 2009

Haus dan Lapar Akan Tuhan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2009 -

Baca: Lukas 6:20-26

"Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa." Lukas 6:21

Menjadi Kristen bertahun-tahun bukanlah jaminan seseorang mengalami pertumbuhan iman atau menjadi dewasa rohani. Untuk mengalami perubahan dan pembaharuan dari waktu ke waktu seseorang harus memiliki rasa haus dan lapar secara rohani. Mungkin kita dapat 'berpura-pura rohani' dengan rajin ke gereja, namun kita tidak dapat membohongi Tuhan karena Dia tahu benar motivasi hati kita: apakah kita benar-benar punya kerinduan bertemu Tuhan dengan penuh rasa haus dan lapar, atau kita datang beribadah sekedar menjalankan kewajiban dan rutinitas belaka?
Rasa haus dan lapar itulah yang membedakan kualitas masing-masing orang. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Matius 5:6). Rasa haus dan lapar itu mendorong orang mendapatkan lebih banyak lagi dari Tuhan. Ia akan memiliki kerinduan yang begitu dalam kepada Tuhan, bukan sekedarnya; ia pun menyediakan waktu bersekutu, menyukai firmanNya dan sangat antusias terhadap perkara-perkara rohani. Daud merasakan demikian, "aku suka melakukan kehendakMu, ya Allahku; TauratMu ada dalam dadaku." (Mazmur 40:9). Rasa haus dan lapar itulah awal segala sesuatu. Lapar menyebabkan orang menjangkau sasaran yang lebih tinggi, menjadi agresif secara rohani, melangkah dengan segala upaya dan segenap keberadaan kita untuk menangkap setiap kesempatan yang dari Tuhan. Layaknya tentara militan yang sedang berperang, ia rela berkorban apa pun, tidak takut musuh demi satu tujuan: meraih kemenangan.
Sampai kapan kita harus meras haus dan lapar akan Tuhan? Sampai rasa haus dan lapar itu terpenuhi dan terpuaskan olehNya. Bagaimana mengembakan rasa haus dan lapar? Melalui latihan rohani sehingga roh (manusia batiniah) kita berkembang. Otot tubuh jasmani kita saja semakin kuat dan berkembang ketika kita rajin melatihnya, begitu juga tubuh rohani kita. Dan hal itu membutuhkan kedisiplinan yang begitu tingging.

Untuk mendapatkan hal yang lebih dari Tuhan kita harus memiliki rasa haus dan lapar akan Dia!

Tuesday, July 21, 2009

Berseru-Seru Tak Kenal Lelah

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2009 -

Baca: Mazmur 13:1-6

"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" Mazmur 13:2

Keputusasaan sempat dialami Daud, terlihat dari tulisannya dalam Mazmur 13. Ia serasa kehilangan semangat dan menyerah pada keadaan. Saat dalam kesulitan besar, Tuhan seolah-oleh membiarkan, berdiam seorang diri dan tidak bersedia memberikan pertolongan. Sepertinya doa yang diserukan siang malam sia-sia karena tidak ada jawaban.
Bukankah kita juga pernah mengalami hal seperti yang dirasakan pemamzmur ini? Kita sudah tidak punya daya lagi untuk berdoa, sementara pergumulan yang kita alami begitu berat. Kita meratap dan mengerang menahan sakit, tapi pertolongan Tuhan tidak kunjung tiba. Lalu kita berkata, "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (ayat 3). Jangan pernah berhenti untuk berdoa dan berharap kepada Tuhan. Ada kata bijak yang menyatakan: 'Usaha keras selalu membuahkan hasil yang memuaskan.' Kondisi ini juga dialami seorang janda dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak benar (baca Lukas 18:1-8). Janda itu tidak pernah putus asa meskipun sang hakim seringkali menolak perkaranya, bahkan disebutkan bahwa ia adalah "...seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun." (Lukas 18:2), tapi hal itu tidak mematahkan harapan janda ini untuk "...selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku." (ayat 3 dari Lukas 18).
Semangat itulah yang seharusnya kita miliki juga, terus berseru-seru kepada Tuhan. Mungkin sampai saat ini belum ada jawaban atas pergumulan kita; mungkin sepertinya terlalu besar masalah yang kita hadapai bahkan serasa tiada harapan lagi, tapi kita tidak perlu mengukur beban itu dengan kekuatan kita; yang harus kita lakukan adalah membuka mata rohani untuk melihat kebesaran Tuhan yang jauh melebihi apapun juga. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Waktu kita bukanlah waktu Tuhan; Dia lebih tahu mana yang terbaik buat kita, karena itu jangan menjadi lemah.

"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3

Friday, July 17, 2009

Mengundurkan Diri

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2009 -

Baca: Yohanes 6:60-71

"Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia." Yohanes 6:66

Untuk menjadi murid-murid Yesus tidak diperlukan orang yang cerdas, berpendidikan tinggi atau pun kaya, asal ia setia. Inilah sifat yang menjadi tanda pengenal bagi murid Yesus yaitu kesetiaan. Awalnya para murid hanya diminta mengikutiNya dan tampaknya hal itu sangat mudah. Namun seiring waktu, ternyata hidup sebagai murid Yesus itu bukan berarti hanya menerima janji Kristus, melainkan dituntut penyerahan diri secara total, tanpa syarat dan tanpa kompromi. "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Lukas 16:13).
Bila kita telah berkomitmen untuk menjadi murid Yesus, maka dosa harus ditinggalkan seluruhnya. Semua pemikiran dan kebiasan hidup lama harus dibuang dan diselaraskan dengan kehendak Tuhan. Tidak seorang pun dapat begitu saja mengikut Yesus tanpa melepaskan ikatan duniawi. Tuntuan ini sungguh cukup berat, sehingga tidak banyak orang yang mengikut Dia dapat melakukannya. Mereka mau mengikut Yesus dengan syarat: Dia memberi roti dan ikat, berkat dan kesembuhan. Ada juga yang mau mengikut Yesus seenaknya sendiri yaitu minta ijin menguburkan ayahnya dulu (baca Matius 8:21). Akan tetapi saat Yesus berbicara tentang penyangkalan diri dan memikul salib, banyak orang yang akhirnya mengundurkan diri, tidak mau lagi mengikut Yesus seperti yang dikatakan murid-muridnya, "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Ayat 60 dari Yohanes 6).
Oleh karena itu seorang calon murid Yesus harus membuat perhitungan masak-masak, karena ia akan dihadapkan pada banyak ujian, tantangan dan ada harga yang harus di bayar. Tidaklah mengherankan bila orang-orang yang mengikut Yesus semakin hari semakin berkurang, lalu Tuhan Yesus berpaling kepada keduabelas muridNya dan bertanya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67 dari Yohanes 6).

"Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:33

Sunday, July 12, 2009

Mengasihi Petobat Baru

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2009 -

Baca: Lukas 15:11-32

"Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku." Lukas 15:29

Dari ayat nats yang kita baca terlihat adanya sifat iri hati di antara dua bersaudara. Anak sulung merasa iri hati terhadap perlakuan istimewa yang ditunjukkan bapa terhadap adiknya yang baru pulang dari pengembaraannya setelah menghabiskan harta untuk berfoya-foya, bahkan "...memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur," (ayat 29), di mana setelah semuanya habis ia menyesali semua perbuatannya dan kembali ke rumah bapa. Yang mengejutkan si sulung adalah bapanya justru menyambut dengan sukacita, bahkan menyembelih anak lembu tambun dan menggelar pesta untuknya sebagai ungkapan rasa syukur karena telah mendapatkan anaknya yang hilang itu kembali.
Sebagaimana Bapa di sorga bersukacita atas pertobatan orang yang berdosa, seperti tertulis "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7), demikian juga kita seharusnya bersukacita bila ada saudara kita yang jatuh dalam dosa kembali bertobat. Perkataan Yesus ini sungguh sangat mengena karena zaman sekarang ini banyak orang merasa dirinya benar sehingga tidak perlu bertobat dan tidak memerlukan Yesus lagi dalam hidupnya. Juga sering dijumpai orang-orang Kristen yang bersikap 'tidak suka', mentertawakan dan memusuhi bila ada saudara seiman yang telah lama tenggelam dalam dosa, berbalik dan bertobat; dosa lama mereka masih diungkit-ungkit dan berharap Tuhan mendatangkan hukuman terlebih dahulu kepada mereka. Begitu juga maksud di sulung itu agar bapanya memberi hajaran kepada adiknya, dengan demikian adiknya dapat merasakan derita akibat perbuatannya yang salah itu.
Kita tidak punya hak dan wewenang menghakimi! Mari, teladanilah sikap Yesus yang dengan kasihNya menerima orang berdosa yang mau bertobat.

Yesus berkata, "...dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang." Yohanes 6:37b

Friday, July 10, 2009

Strategi Pelayanan Yesus

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2009 -


"Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul:" Lukas 6:13

Pelayanan Yesus di bumi dimulai saat Ia untuk pertama kalinya memanggil beberapa orang untuk dijadikan murid. PerhatianNya bukan kepada cara bagaimana mendekati orang banyak, tetapi terfokus kepada beberapa orang itu, di mana Ia membentuk dan memproses mereka sehingga dari orang-orang pilihan ini dapat dijangkau jiwa-jiwa yang lebih banyak lagi. Inilah strategi Yesus sebelum Ia berkeliling memberitakan Injil.
Setelah memanggil murid-muridNya Yesus juga tinggal bersama-sama mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka mengikuti Dia ke mana pun Ia pergi. Dalam hal ini Yesus membangun persekutuan yang karib dengan murid-muridNya, dan melalui teladan hidup yang Ia tunjukkan Ia menghendaki supaya murid-muridNya menaati Dia. Dengan bersekutu langsung dengan Sang Guru, para muridNya dapat mengetahui rahasia-rahasia Kerajaan Allah sebelum hal itu diajarkan, seperti tercatat demikian : "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti." (Lukas 8:10)
Ada pun tujuan Tuhan Yesus dekat dengan murid-muridNya adalah agar mereka dapat bersaksi tentang kehidupanNya serta melanjutkan pekerjaanNya sesudah Dia kembali kepada Bapa nantinya. Orang-orang yang dipilih Yesus bukanlah orang-orang yang menurut dunia dikatakan kau cerdik pandai atau orang-orang yang terkenal dan disegani; mereka hanyalah "...orang biasa yang tidak terpelajar" (Kisah 4:13), tetapi memiliki kerinduan yang besar terhadap Allah, mau diajar dan dibentuk oleh Tuhan Yesus. Itulah sebabnya Dia mencurahkan sebagian besar dari sisa hidupNya saat di bumi untuk murid-murid pilihanNya itu; Dia mempersiapkan mereka supaya kelak dapat memimpin orang banyak, yang Dia gambarkan seperti domba-domba yang terlantar dan tidak mempunyai gembala (baca Matius 9:36). Inilah yang menjadi tugas dan tanggung jawab para muridNya yaitu menggembalakan orang banyak itu, karena domba-domba yang tersesat itu sangat rawan dan mudah disesatkan oleh rupa-rupa angin pengajaran.

Dalam memuridkan, Tuhan Yeus terlebih dahulu memberi teladan hidup!

Thursday, July 2, 2009

Kasih Sejati Disertai Perbuatan (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2009 -


"Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Matius 22:40

Siapakah yang harus kita kasihi?
1. Tuhan. FirmanNya dengan tegas mengatakan "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." (ayat 37). Kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaan kita; Ia harus menjadi prioritas Tuhan dengan segenap keberadaan kita; Ia harus menjadi prioritas lebih dari segala yang ada. Untuk membuktikan bahwa kita mengasihi Tuhan tidak cukup hanya beribadah setiap Minggu, hadir di persekutuan dan memberikan korban persembahan. Bukti utama kita mengasihi Tuhan adalah melakukan perintah-perintahNya dan hidup dalam ketaatan. "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu." (Yohanes 14:15). Mengasihi Tuhan berarti menjadi pelaku firman dan hidup dalam pertobatan. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
2. Sesama. Yesus berkata, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (ayat 39 dari Matius 22). Bila kita menyebut diri orang Kristen, kita harus mengasihi saudara yang lain dengan tindakan nyata, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:17-18). Sering dijumpai orang Kristen bersikap cuek dan tidak peduli terhadap orang-orang sekitar yang hidup dalam kekurangan, bahkan sengaja menjaga jarak takut diganggu.
3. Musuh. Kita diperintahkan mengasihi musuh? Orang yang telah menyakiti dan melukai hati kita? Orang yang membuat kita menderita? Yang benar saja? Nah, itulah bedanya kekristenan dengan kepercayaan lain! "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Lukas 6:27-28). Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melakukannya.

Berbicara tentang kasih tidaklah cukup, yang perlu adalah kasih dalam tindakan!

Wednesday, July 1, 2009

Kasih Sejati Disertai Perbuatan (1)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2009 -


"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13-34

Begitu pentingkah kasih bagi orang percaya, sehingga tak henti-hentinya kita perlu dan selalu diingatkan perihal kasih ini? Yesus memberikan perintah agar kita saling mengasihi seperti Dia yang telah lebih dulu mengasihi kita. Namun banyak orang berkata, "Aku akan mengasihi kamu jika kamu mengasihiku." Itulah prinsip kasih dunia: pengorbanan yang bersyarat. Kasih semacam itu bukanlah kasih sejati: "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Kasih pada hakekatnya adalah untuk diberikan. Kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi atau berbuat sesuatu. Allah telah memberiktan bukti nyata bagaimana Dia mengasihi kita. "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:10-11). Ini menunjukkan bukan kita yang mengasihi Allah, namun Allah yang telah mengasihi kita. Bukti lain bahwa Allah sangat mengasihi manusia ialah telah diciptakanNya terlebih dahulu dunia ini dan segala isinya: terang, gelap, cakrawala, langit, bumi, binatang, tumbuhan, barulah Dia menciptakan manusia, sehingga manusia dapat menggunakan dan menikmati segala fasilitas yang disediakanNya.
Jadi kasih itu dari Allah kepada manusia. Artinya kita menerima kasihNya terlebih dahulu baru kemudian kita mengasihi, Allah sebagai pemberi dan kita adalah penerima; inilah prinsip utama kasih. Jadi kekristenan adalah kasih. Semua aktivitas rohani yang kita lakukan harus berpusatkan pada kasih. Tanpa kasih semuanya sia-sia!

Seperti kata Paulus, "...jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna...sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku" (baca 1 Korintus 13:1-3)