Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 118
"Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!" Mazmur 118:24
Hari ini kita memasuki hari terakhir bulan Juni 2011. Kita rasakan bahwa setiap hari yang telah terlewati itu penuh dengan warna. Ya, inilah "...hari yang dijadikan Tuhan." Berbicara tentang hari, orang memiliki pendapat berbeda-beda. Mereka percaya ada hari yang baik dan ada pula hari yang tidak baik; ada hari yang membawa keberuntungan dan ada hari yang membawa sial; ada bulan baik dan juga bulan yang kurang baik, karenanya banyak orang merasa perlu berhati-hati dalam memilih hari, tidak sembarangan. Contohnya ketika orang hendak mengadakan suatu acara, seperti pernikahan, pindah rumah atau hendak mengadakan syukuran, mereka tidak sembarangan menetapkan hari. Mereka berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang lebih tua, atau bahkan sampai pergi ke dukun atau paranormal meminta petunjuk tentang hari apa yang dianggap baik untuk menggelar acara tersebut. Yang paling menyedihkan masih banyak orang Kristen yang melakukan tindakan semacam ini.
Kita harus memahami bahwa setiap kesempatan atau hari baru adalah anugerah dari Tuhan untuk kita pergunakan sebaik mungkin. Semua hari adalah sama, yang membedakan adalah sikap hati dan pikiran kita. Apa yang sedang berkecamuk di dalam hati dan pikiran kita akan menciptakan hari-hari yang akan kita lalui. Bila kita memulai hari dengan perasaan senang, hari yang kita jalani pun akan berdampak positif. Sebaliknya jika kita mengawali hari dengan kemarahan, persungutan, putus asa dan kekecewaan, maka sepanjang hari itu akan berubah menjadi hari yang kelabu dan malang bagi kita.
Kunci untuk menikmati hari baik adalah mengandalkan Tuhan setiap hari. Bergaul karib dengan Tuhan setiap hari akan menjaga hati dan pikiran kita sehingga kita mampu melihat dan menyikapi segala sesuatu secara positif. Sikap inilah yang membuat hari-hari kita menjadi baik sehingga hati kita pun akan melimpah dengan ucapan syukur. Inilah yang dirasakan Daud: "Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:9). Daud menjalani hari dengan tenteram karena ia senantiasa karib dengan Tuhan.
Jika Tuhan yang baik itu menyertai kita dan kita pun tinggal di dalam Dia setiap hari, maka hari-hari yang kita lalui pun menjadi hari yang baik!
Thursday, June 30, 2011
Wednesday, June 29, 2011
PENGIKUT KRISTUS: Ada Kasih dan Kesetiaan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 13:36-38
"Jawab Yesus: 'Nyawamu akan kauberikan bagiKu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Yohanes 13:38
Yesus telah menunjukkan kasihNya dan Allah dipermuliakan di dalam Yesus. Begitu juga jika kita mempraktekkan kasih itu secara nyata kepada orang lain, kehidupan kita akan menjadi kesaksian bagi dunia yang sedang 'kering' kasih dan Tuhan pun dimuliakan melalui kita. Maka dari itu kehidupan para pengikut Kristus haruslah berbeda dari orang dunia, dan yang membedakan itu adalah buah kasih yang dihasilkan.
Mengapa kita harus menunjukkan kasih kepada orang lain? Karena Tuhan dapat memakai orang lain sebagai alatNya untuk menolong kita. Orang lain juga bisa dipakai Tuhan untuk membentuk dan memproses kita. Selain itu Tuhan pun bisa memakai kita menjadi alat untuk menjawab doa orang lain. Selain itu, seorang pengikut Kristus haruslah memiliki kesetiaan. Banyak orang pintar, cakap, rajin, tapi orang yang setia hanya bisa dihitung dengan jari. Dalam keadaan apa pun kita harus setia mengiring Tuhan. Petrus, berulang kali berjanji setia kepada Tuhan, namun janji tinggal janji. Adalah paling mudah untuk berjanji, tapi bagaimana untuk menepatinya? Simak pernyataan Petrus di hadapan Yesus: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." (Matius 26:33), "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (Lukas 22:23). Tapi kenyataannya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yohanes 13:38b). Yang Tuhan mau dalam hidup kita bukan hanya mengatakan janji kepada Tuhan, tetapi kita juga harus melakukannya. Seringkali kita berkata seperti Petrus, "Aku akan setia melayani Tuhan kalau sakitku Kausembuhkan. Aku akan setia beribadah dan ikut doa puasa kalau Tuhan pulihkan ekonomi keluargaku". Namun ketika semua telah dipulihkan Tuhan, apa yang pernah kita ucapkan itu begitu mudah kita lupakan.
Banyak orang Kristen begitu setia mengiring Tuhan ketika semua keadaan berjalan baik dan lancar, tapi saat masalah dan tantangan datang kita rentan sekali untuk tidak setia. FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c).
Kasih dan kesetiaan harus menjadi tanda bagi setiap pengikut Kristus!
Baca: Yohanes 13:36-38
"Jawab Yesus: 'Nyawamu akan kauberikan bagiKu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Yohanes 13:38
Yesus telah menunjukkan kasihNya dan Allah dipermuliakan di dalam Yesus. Begitu juga jika kita mempraktekkan kasih itu secara nyata kepada orang lain, kehidupan kita akan menjadi kesaksian bagi dunia yang sedang 'kering' kasih dan Tuhan pun dimuliakan melalui kita. Maka dari itu kehidupan para pengikut Kristus haruslah berbeda dari orang dunia, dan yang membedakan itu adalah buah kasih yang dihasilkan.
Mengapa kita harus menunjukkan kasih kepada orang lain? Karena Tuhan dapat memakai orang lain sebagai alatNya untuk menolong kita. Orang lain juga bisa dipakai Tuhan untuk membentuk dan memproses kita. Selain itu Tuhan pun bisa memakai kita menjadi alat untuk menjawab doa orang lain. Selain itu, seorang pengikut Kristus haruslah memiliki kesetiaan. Banyak orang pintar, cakap, rajin, tapi orang yang setia hanya bisa dihitung dengan jari. Dalam keadaan apa pun kita harus setia mengiring Tuhan. Petrus, berulang kali berjanji setia kepada Tuhan, namun janji tinggal janji. Adalah paling mudah untuk berjanji, tapi bagaimana untuk menepatinya? Simak pernyataan Petrus di hadapan Yesus: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." (Matius 26:33), "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (Lukas 22:23). Tapi kenyataannya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yohanes 13:38b). Yang Tuhan mau dalam hidup kita bukan hanya mengatakan janji kepada Tuhan, tetapi kita juga harus melakukannya. Seringkali kita berkata seperti Petrus, "Aku akan setia melayani Tuhan kalau sakitku Kausembuhkan. Aku akan setia beribadah dan ikut doa puasa kalau Tuhan pulihkan ekonomi keluargaku". Namun ketika semua telah dipulihkan Tuhan, apa yang pernah kita ucapkan itu begitu mudah kita lupakan.
Banyak orang Kristen begitu setia mengiring Tuhan ketika semua keadaan berjalan baik dan lancar, tapi saat masalah dan tantangan datang kita rentan sekali untuk tidak setia. FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c).
Kasih dan kesetiaan harus menjadi tanda bagi setiap pengikut Kristus!
Tuesday, June 28, 2011
PENGIKUT KRISTUS: Ada Kasih dan Kesetiaan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Menjadi pengikut Kristus ternyata tidak gampang, karena "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di segala aspek kehidupan kita harus benar-benar meneladani bagaimana Kristus hidup.
Suatu ketika Yesus berkumpul dengan murid-muridNya dan menceritakan tentang apa yang akan terjadi dengan diriNya yang akan mati dan disalibkan di atas bukit Golgota. Selain itu Yesus juga memberitahukan bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat, seperti dikatakanNya, " '...sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. ...yang kepadanya Aku akan memberikan roti, mencelupkannya.' Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot." (Yohanes 13:21, 26). Di hadapan para muridNya Yesus memberikan perintah yang sangat penting dan harus ditaati dan dipraktekkan, yaitu "...supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Jadi, jika perintah itu adalah kasih, maka kita harus saling mengasihi, walaupun mungkin kita berkata dalam hati, "Ah bosan, yang dibicarakan tentang kasih melulu...!"
Kata kasih terlalu mudah untuk diucapkan, tapi bagaimana menerapkannya? Yesus menegaskan bahwa tanda utama menjadi pengikut Kristus adalah harus memiliki kasih. Yesus telah terlebih dahulu membuktikan kasihNya kepada kita melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Di atas kayu salib ini "...Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia." (Yohanes 13:21). Melalui kehidupan Yesus ini Bapa dipermuliakan. Di atas kayu salib Yesus menghancurkan pekerjaan Iblis dan kuasa maut telah dikalahkanNya, Ia menjadi tebusan bagi umat manusia dan menjadi jalan pendamaian antara Allah dan manusia. Oleh karena itu kasih harus menjadi bagian hidup orang percaya. Jika tidak, berarti kita bukanlah pengikut Kristus, sekalipun kita mengatakan bahwa kita ini seorang Kristen yang setiap Minggu rajin ke gereja.
Tanpa kasih kehidupan kita tidak akan memuliakan nama Tuhan!
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Menjadi pengikut Kristus ternyata tidak gampang, karena "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di segala aspek kehidupan kita harus benar-benar meneladani bagaimana Kristus hidup.
Suatu ketika Yesus berkumpul dengan murid-muridNya dan menceritakan tentang apa yang akan terjadi dengan diriNya yang akan mati dan disalibkan di atas bukit Golgota. Selain itu Yesus juga memberitahukan bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat, seperti dikatakanNya, " '...sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. ...yang kepadanya Aku akan memberikan roti, mencelupkannya.' Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot." (Yohanes 13:21, 26). Di hadapan para muridNya Yesus memberikan perintah yang sangat penting dan harus ditaati dan dipraktekkan, yaitu "...supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Jadi, jika perintah itu adalah kasih, maka kita harus saling mengasihi, walaupun mungkin kita berkata dalam hati, "Ah bosan, yang dibicarakan tentang kasih melulu...!"
Kata kasih terlalu mudah untuk diucapkan, tapi bagaimana menerapkannya? Yesus menegaskan bahwa tanda utama menjadi pengikut Kristus adalah harus memiliki kasih. Yesus telah terlebih dahulu membuktikan kasihNya kepada kita melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Di atas kayu salib ini "...Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia." (Yohanes 13:21). Melalui kehidupan Yesus ini Bapa dipermuliakan. Di atas kayu salib Yesus menghancurkan pekerjaan Iblis dan kuasa maut telah dikalahkanNya, Ia menjadi tebusan bagi umat manusia dan menjadi jalan pendamaian antara Allah dan manusia. Oleh karena itu kasih harus menjadi bagian hidup orang percaya. Jika tidak, berarti kita bukanlah pengikut Kristus, sekalipun kita mengatakan bahwa kita ini seorang Kristen yang setiap Minggu rajin ke gereja.
Tanpa kasih kehidupan kita tidak akan memuliakan nama Tuhan!
Monday, June 27, 2011
MEMELIHARA KASIH PERSAUDARAAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2011 -
Baca: Ibrani 13:1-3
"Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 13:2
Elemen terpenting dalam kehidupan orang percaya adalah kasih, sebab "...kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Secara tegas Tuhan memberikan perintah utama kepada kita yaitu mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (baca Matius 22:37-39).
Ayat nas di atas menyinggung tentang kasih terhadap sesama. Bukti kasih terhadap sesama harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan hanya slogan. Kasih berarti memberi; ketika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela pula melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita. Maka dari itu Tuhan memberikan penekanan agar kasih persaudaraan itu semakin nyata dalam kehidupan orang percaya. Dikatakan, "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Apakah wujud kasih persaudaraan itu? Salah satunya adalah memberikan tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang suka memberi tumpangan sama seperti sedang menjamu malaikat-malaikat sorga. Banyak orang memiliki harta lebih namun sengaja menutup mata terhadap orang-orang di sekitar yang hidup dalam keterbatasan. Ataukah mungkin kita baru akan berbuat baik bila kita benar-benar melihat ada seorang malaikat yang tersesat dan membutuhkan pertolongan kita?
Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih kepada orang-orang di sekitar dan harus dipraktekkan atau diwujudkan. Ketika kita berbuat baik: memberi makan orang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tumpangan, memberi pakaian, melawat dan mengunjungi orang yang menderita, sama artinya kita melakukan itu semua untuk Tuhan. Tertulis: "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Jadi jangan pernah menutup mata terhadap saudara kita yang sedang menderita.
Melayani Tuhan tidak harus melalui kotbah, menjadi worship leader atau singer. Masih ada cara lain melayani Tuhan yaitu menolong dan memberi tumpangan kepada orang lain yang dalam kekurangan dan penderitaan.
Baca: Ibrani 13:1-3
"Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 13:2
Elemen terpenting dalam kehidupan orang percaya adalah kasih, sebab "...kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Secara tegas Tuhan memberikan perintah utama kepada kita yaitu mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (baca Matius 22:37-39).
Ayat nas di atas menyinggung tentang kasih terhadap sesama. Bukti kasih terhadap sesama harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan hanya slogan. Kasih berarti memberi; ketika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela pula melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita. Maka dari itu Tuhan memberikan penekanan agar kasih persaudaraan itu semakin nyata dalam kehidupan orang percaya. Dikatakan, "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Apakah wujud kasih persaudaraan itu? Salah satunya adalah memberikan tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang suka memberi tumpangan sama seperti sedang menjamu malaikat-malaikat sorga. Banyak orang memiliki harta lebih namun sengaja menutup mata terhadap orang-orang di sekitar yang hidup dalam keterbatasan. Ataukah mungkin kita baru akan berbuat baik bila kita benar-benar melihat ada seorang malaikat yang tersesat dan membutuhkan pertolongan kita?
Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih kepada orang-orang di sekitar dan harus dipraktekkan atau diwujudkan. Ketika kita berbuat baik: memberi makan orang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tumpangan, memberi pakaian, melawat dan mengunjungi orang yang menderita, sama artinya kita melakukan itu semua untuk Tuhan. Tertulis: "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Jadi jangan pernah menutup mata terhadap saudara kita yang sedang menderita.
Melayani Tuhan tidak harus melalui kotbah, menjadi worship leader atau singer. Masih ada cara lain melayani Tuhan yaitu menolong dan memberi tumpangan kepada orang lain yang dalam kekurangan dan penderitaan.
Sunday, June 26, 2011
TAKUT AKAN TUHAN: Taat dan Percaya Dengan Iman!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2011 -
Baca: Ulangan 6
"Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Di masa-masa sekarang ini banyak orang tidak lagi mengutamakan kehidupan rohaninya karena telah dibutakan ilah-ilah zaman ini: Kesibukan, hobi atau hal-hal lain yang lebih menggiurkan yang sedang ditawarkan oleh dunia ini. Orang lebih memilih kerja lembur di kantor atau bertemu client sampai larut malam daripada harus menghadiri ibadah doa malam. Para muda lebih memilih hang out atau clubbing dengan teman-teman daripada harus mengikuti pendalaman Alkitab di gereja. Inilah keadaan manusia pada akhir zaman, "...tidak mempedulikan agama, ...lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (baca 2 Timotius 3:1-5). Oleh karena itu kita kembali diingatkan, sebagaimana Tuhan memperingatkan bangsa Israel, supaya kita memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tidak sedikit pula orang Kristen, yang meskipun kelihatan rutin beribadah ke gereja tiap Minggu, belum tentu memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam Matius 15:8 dikatakan, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."
Rasa takut akan Tuhan akan tampak ketika seseorang hidup taat kepada perintah-perintah Tuhan dan dengan tegas menolak segala bentuk dosa. Adalah sangat penting untuk memahami sepenuhnya siapakah Tuhan itu sesungguhnya. Tuhan adalah Pribadi yang kudus, maka dari itu "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:15). Tuhan itu kudus dan Dia sangat membenci dosa. Pemazmur berkata, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:8, 9).
Takut yang sejati kepada Tuhan menyebabkan seseorang menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Setelah menyeberangi Laut Teberau dan menyaksikan sendiri betapa Tuhan menumpas bala tentara Mesir, takutlah bangsa Israel kepada Tuhan dan percaya kepadaNya (baca Keluaran 14:31). Jadi rasa takut akan Tuhan janganlah hanya sekedar doktrin Alkitabiah, tetapi haruslah berkenan langsung dengan kehidupan kita orang percaya.
Bukti takut akan Tuhan adalah taat dan percaya penuh kepada Dia!
Baca: Ulangan 6
"Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Di masa-masa sekarang ini banyak orang tidak lagi mengutamakan kehidupan rohaninya karena telah dibutakan ilah-ilah zaman ini: Kesibukan, hobi atau hal-hal lain yang lebih menggiurkan yang sedang ditawarkan oleh dunia ini. Orang lebih memilih kerja lembur di kantor atau bertemu client sampai larut malam daripada harus menghadiri ibadah doa malam. Para muda lebih memilih hang out atau clubbing dengan teman-teman daripada harus mengikuti pendalaman Alkitab di gereja. Inilah keadaan manusia pada akhir zaman, "...tidak mempedulikan agama, ...lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (baca 2 Timotius 3:1-5). Oleh karena itu kita kembali diingatkan, sebagaimana Tuhan memperingatkan bangsa Israel, supaya kita memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tidak sedikit pula orang Kristen, yang meskipun kelihatan rutin beribadah ke gereja tiap Minggu, belum tentu memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam Matius 15:8 dikatakan, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."
Rasa takut akan Tuhan akan tampak ketika seseorang hidup taat kepada perintah-perintah Tuhan dan dengan tegas menolak segala bentuk dosa. Adalah sangat penting untuk memahami sepenuhnya siapakah Tuhan itu sesungguhnya. Tuhan adalah Pribadi yang kudus, maka dari itu "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:15). Tuhan itu kudus dan Dia sangat membenci dosa. Pemazmur berkata, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:8, 9).
Takut yang sejati kepada Tuhan menyebabkan seseorang menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Setelah menyeberangi Laut Teberau dan menyaksikan sendiri betapa Tuhan menumpas bala tentara Mesir, takutlah bangsa Israel kepada Tuhan dan percaya kepadaNya (baca Keluaran 14:31). Jadi rasa takut akan Tuhan janganlah hanya sekedar doktrin Alkitabiah, tetapi haruslah berkenan langsung dengan kehidupan kita orang percaya.
Bukti takut akan Tuhan adalah taat dan percaya penuh kepada Dia!
Saturday, June 25, 2011
DIREMEHKAN MANUSIA? Tetap Andalkan Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2011 -
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkan Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Siapakah orang yang berhasil itu? Seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan: rumah mewah, mobil, emas, deposito di bank dan juga jabatan atau kedudukan yang mentereng dan sebagainya. Itulah cara pandang dunia tentang keberhasilan dalam diri seseorang. Dunia selalu melihat keberhasilan sebatas hal-hal yang lahiriah atau yang kelihatan secara kasat mata, tidak peduli apakah didapat dengan cara yang salah atau menyimpang dari jalan Tuhan. Orang-orang seperti itulah yang dikagumi, disegenai dan memiliki banyak 'sahabat dan saudara'. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut penilaian sesamanya seringkali diabaikan dan diremehkan. Mungkin saat ini kita tidak punya sesuatu yang dapat dibanggakan; jangan berkecil hati dan putus asa, karena Alkitab menyatakan, "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, " (1 Korintus 1:28).
Inilah yang dialami oleh Gideon. Ketika mengejar raja Midian, dengan menyebrangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah Gideon dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Tetapi permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka sangat menyepelekan Gideon, pikir mereka: "Apakah ia bermimpi? Bisa menang melawan orang-orang Midian? 300 orang dibanding 15.000 orang?"
Secara manusia memang mustahil Gideon mampu mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut. Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Allah Israel, Allah yang hidup! Meski direndahkan Gideon tetap melangkah dengan iman. Dilihat dari sisi mana pun Gideon kalah segala-galanya, tapi yang menyertai dia adalah Allah, yang adalah Sumber segalanya. Dan di akhir kisah dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan Gideon dan orang-orang Sukot pun mendapat malu.
Bila kita mengandalkan Tuhan dalam segala hal, tidak ada yang mustahil! Amin.
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkan Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Siapakah orang yang berhasil itu? Seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan: rumah mewah, mobil, emas, deposito di bank dan juga jabatan atau kedudukan yang mentereng dan sebagainya. Itulah cara pandang dunia tentang keberhasilan dalam diri seseorang. Dunia selalu melihat keberhasilan sebatas hal-hal yang lahiriah atau yang kelihatan secara kasat mata, tidak peduli apakah didapat dengan cara yang salah atau menyimpang dari jalan Tuhan. Orang-orang seperti itulah yang dikagumi, disegenai dan memiliki banyak 'sahabat dan saudara'. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut penilaian sesamanya seringkali diabaikan dan diremehkan. Mungkin saat ini kita tidak punya sesuatu yang dapat dibanggakan; jangan berkecil hati dan putus asa, karena Alkitab menyatakan, "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, " (1 Korintus 1:28).
Inilah yang dialami oleh Gideon. Ketika mengejar raja Midian, dengan menyebrangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah Gideon dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Tetapi permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka sangat menyepelekan Gideon, pikir mereka: "Apakah ia bermimpi? Bisa menang melawan orang-orang Midian? 300 orang dibanding 15.000 orang?"
Secara manusia memang mustahil Gideon mampu mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut. Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Allah Israel, Allah yang hidup! Meski direndahkan Gideon tetap melangkah dengan iman. Dilihat dari sisi mana pun Gideon kalah segala-galanya, tapi yang menyertai dia adalah Allah, yang adalah Sumber segalanya. Dan di akhir kisah dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan Gideon dan orang-orang Sukot pun mendapat malu.
Bila kita mengandalkan Tuhan dalam segala hal, tidak ada yang mustahil! Amin.
Friday, June 24, 2011
JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2011 -
Baca: Roma 6:1-14
"Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." Roma 6:6
Tuhan ingin kita benar-benar meninggalkan cara hidup kita yang lama dan hidup dalam pertobatan. Bertobat artinya hidup kita berubah 180 derajat. Jika selama ini kita masih melakukan perbuatan dosa secara sembunyi-sembunyi berarti kita belum bertobat. Alkitab menasihatkan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Mari kita belajar dari kehidupan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus tidak mau menoleh ke belakang hidup lama. Masa lalu telah dikubur dalam-dalam, bahkan ia pun berkata, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,..." (Filipi 3:7-8).
Mengapa kita harus melupakan apa yang ada di belakang kita dan tidak boleh menoleh ke belakang? Setelah percaya kepada Yesus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat status kita pun berubah: kita adalah ciptaan baru, maka sudah selayaknya kita hidup dalam kehidupan yang baru bersama dengan Kristus. Kita harus hidup seturut dan selaras dengan kehendak Tuhan di dalam firmanNya. Kehidupan baru inilah yang sekarang harus menjadi fokus dan perhatian kita. Bagaimana kita setiap hari harus menyenangkan hati Tuhan dan bukannya melakukan perbuatan-perbuatan dosa lagi. Tidak menoleh ke belakang juga berarti tidak boleh mengingat-ingat dosa kita lagi, karena bisa saja Iblis menggunakan ingatan itu untuk menjatuhkan dan mengintimidasi kita agar kembali kepada dosa.
Jika kita berani mengambil komitmen untuk mengikut Yesus, apa pun resikonya harus kita pikul tanpa menoleh ke belakang dan tanpa mengingat-ingat apa yang dulu pernah kita lakukan.
Baca: Roma 6:1-14
"Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." Roma 6:6
Tuhan ingin kita benar-benar meninggalkan cara hidup kita yang lama dan hidup dalam pertobatan. Bertobat artinya hidup kita berubah 180 derajat. Jika selama ini kita masih melakukan perbuatan dosa secara sembunyi-sembunyi berarti kita belum bertobat. Alkitab menasihatkan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Mari kita belajar dari kehidupan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus tidak mau menoleh ke belakang hidup lama. Masa lalu telah dikubur dalam-dalam, bahkan ia pun berkata, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,..." (Filipi 3:7-8).
Mengapa kita harus melupakan apa yang ada di belakang kita dan tidak boleh menoleh ke belakang? Setelah percaya kepada Yesus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat status kita pun berubah: kita adalah ciptaan baru, maka sudah selayaknya kita hidup dalam kehidupan yang baru bersama dengan Kristus. Kita harus hidup seturut dan selaras dengan kehendak Tuhan di dalam firmanNya. Kehidupan baru inilah yang sekarang harus menjadi fokus dan perhatian kita. Bagaimana kita setiap hari harus menyenangkan hati Tuhan dan bukannya melakukan perbuatan-perbuatan dosa lagi. Tidak menoleh ke belakang juga berarti tidak boleh mengingat-ingat dosa kita lagi, karena bisa saja Iblis menggunakan ingatan itu untuk menjatuhkan dan mengintimidasi kita agar kembali kepada dosa.
Jika kita berani mengambil komitmen untuk mengikut Yesus, apa pun resikonya harus kita pikul tanpa menoleh ke belakang dan tanpa mengingat-ingat apa yang dulu pernah kita lakukan.
Thursday, June 23, 2011
JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2011 -
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 10:17
Ketika keluar dari tanah perbudakan di Mesir perjalanan hidup bangsa Isael tidak langsung mulus tanpa rintangan. Mereka dihadapkan pada laut Teberau yang terbentang luas, di kanan kiri mereka hamparan padang gurun dan di belakang mereka pasukan tentara Mesir dengan keretanya yang mengejar dengan kekuatan penuh. Jika menoleh ke belakang sepertinya mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup. Ketakutan dan keputusasaan merajai hati mereka. Bayangan penderitaan dan kematian ada di benak mereka. Itulah sebabnya mereka terus mengeluh, bersungut-sungut dan marah kepada Musa.
Bangsa Israel mengeluh karena Musa membawa mereka ke padang gurun. Mereka takut nantinya akan mengalami penderitaan yang lebih parah dari sebelumnya. Ketakutan mereka sangat beralasan karena mereka teringat pada penderitaan saat menjadi budak di Mesir. Bangsa Israel terus menoleh ke belakang, mengingat-ingat kehidupan masa lalu saat berada di Mesir. Isteri Lot pun demikian, ia menoleh ke belakang sebagai pertanda bahwa ia enggan meninggalkan Sodom dan Gomora, serta takut kehilangan harta bendanya. Padahal Tuhan memerintahkan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,"
Begitu pula kita yang sudah memutuskan mengikut Kristus, segala sesuatu yang ada di belakang harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi kita harus mengenakan 'manusia baru' dan menanggalkan 'manusia lama'. Jangan lagi mengungkit-ungkit masa lalu dan berkompromi dengan dosa lagi. Seringkali banyak orang Kristen yang tidak rela meninggalkan dosa karena merasa bahwa dosa itu terasa nikmat dan manis, sayang bila harus ditinggalkan.
Yesus tegas menyatakan, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerjaaan Allah." (Lukas 9:62). Artinya orang yang siap melangkah bersama dengan Kristus harus benar-benar meninggalkan kehidupan lamanya, jika tidak, ia tidak layak di hadapan Tuhan!
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 10:17
Ketika keluar dari tanah perbudakan di Mesir perjalanan hidup bangsa Isael tidak langsung mulus tanpa rintangan. Mereka dihadapkan pada laut Teberau yang terbentang luas, di kanan kiri mereka hamparan padang gurun dan di belakang mereka pasukan tentara Mesir dengan keretanya yang mengejar dengan kekuatan penuh. Jika menoleh ke belakang sepertinya mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup. Ketakutan dan keputusasaan merajai hati mereka. Bayangan penderitaan dan kematian ada di benak mereka. Itulah sebabnya mereka terus mengeluh, bersungut-sungut dan marah kepada Musa.
Bangsa Israel mengeluh karena Musa membawa mereka ke padang gurun. Mereka takut nantinya akan mengalami penderitaan yang lebih parah dari sebelumnya. Ketakutan mereka sangat beralasan karena mereka teringat pada penderitaan saat menjadi budak di Mesir. Bangsa Israel terus menoleh ke belakang, mengingat-ingat kehidupan masa lalu saat berada di Mesir. Isteri Lot pun demikian, ia menoleh ke belakang sebagai pertanda bahwa ia enggan meninggalkan Sodom dan Gomora, serta takut kehilangan harta bendanya. Padahal Tuhan memerintahkan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,"
Begitu pula kita yang sudah memutuskan mengikut Kristus, segala sesuatu yang ada di belakang harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi kita harus mengenakan 'manusia baru' dan menanggalkan 'manusia lama'. Jangan lagi mengungkit-ungkit masa lalu dan berkompromi dengan dosa lagi. Seringkali banyak orang Kristen yang tidak rela meninggalkan dosa karena merasa bahwa dosa itu terasa nikmat dan manis, sayang bila harus ditinggalkan.
Yesus tegas menyatakan, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerjaaan Allah." (Lukas 9:62). Artinya orang yang siap melangkah bersama dengan Kristus harus benar-benar meninggalkan kehidupan lamanya, jika tidak, ia tidak layak di hadapan Tuhan!
Wednesday, June 22, 2011
ORANG KAYA YANG BODOH: Mengalami Kebinasaan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2011 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya. Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah. Wow! Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya. Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum: korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.
Berapa lama kita hidup di dunia ini? Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara? Lalu bagaimana dengan harta kita? Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a). Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas. Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh? Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya. Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis: "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya." (Mazmur 89:12). Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya; kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.
Mari simak pernyataan orang kaya itu: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (Lukas 12:19). Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya. Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?
Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya. Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah. Wow! Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya. Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum: korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.
Berapa lama kita hidup di dunia ini? Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara? Lalu bagaimana dengan harta kita? Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a). Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas. Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh? Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya. Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis: "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya." (Mazmur 89:12). Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya; kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.
Mari simak pernyataan orang kaya itu: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (Lukas 12:19). Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya. Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?
Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.
Tuesday, June 21, 2011
MELAYANI TUHAN: Tulus, Tidak Mencari Keuntungan Sendiri!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2011 -
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Monday, June 20, 2011
IMAM-IMAM YANG GAGAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2011 -
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Sunday, June 19, 2011
MELAYANI TUHAN: Beri yang Terbaik!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2011 -
Baca: Kolose 1:24-29
"Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." Kolose 1:28
Di hari-hari akhir ini kita harus memanfaatkan sisa waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mengerjakan Amanat Agung dari Tuhan. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi rekan kerjaNya. Jadi "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Alkitab menyatakan, "...bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" (Roma 10:14b, c-15a).
Inilah tugas kita yaitu mewartakan Kristus kepada dunia ini melalui kehidupan kita. Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya menghasilkan, dan salah satunya adalah buah jiwa. Menjadi orang benar saja tidaklah cukup, harus disertai dengan pelayanan. Itulah sebabnya kita harus memiliki peranan! Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan telah menentukan dari semula panggilan keselamatan untuk kita, dan panggilan itu diteruskan kepada panggilan untuk melayani sebagaimana tertulis: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman ... Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru." (2 Timotius 1:9, 11).
Bagaimana respons kita terhadap panggilan melayani ini? Kita harus meresponsnya dengan seluruh hidup kita sehingga kita dapat bertumbuh secara dewasa dalam kerohanian. Kita harus menambah jam-jam doa kita dan terus mempelajari firman Tuhan, sebab seorang pelayan Tuhan harus mengerti dan memiliki dasar yang kuat akan firman supaya bisa melayani orang lain. Jangan pernah berkata, "Aku tidak mampu!" sebab setiap kita yang telah dipanggil Tuhan untuk melayani pekerjaanNya pasti telah diberikan karunia untuk dapat melayani pekerjaanNya. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, "Tidak tahu harus berbuat apa dalam pelayanan."
Selama kita masih bernafas berilah yang terbaik bagi Tuhan!
Baca: Kolose 1:24-29
"Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." Kolose 1:28
Di hari-hari akhir ini kita harus memanfaatkan sisa waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mengerjakan Amanat Agung dari Tuhan. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi rekan kerjaNya. Jadi "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Alkitab menyatakan, "...bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" (Roma 10:14b, c-15a).
Inilah tugas kita yaitu mewartakan Kristus kepada dunia ini melalui kehidupan kita. Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya menghasilkan, dan salah satunya adalah buah jiwa. Menjadi orang benar saja tidaklah cukup, harus disertai dengan pelayanan. Itulah sebabnya kita harus memiliki peranan! Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan telah menentukan dari semula panggilan keselamatan untuk kita, dan panggilan itu diteruskan kepada panggilan untuk melayani sebagaimana tertulis: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman ... Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru." (2 Timotius 1:9, 11).
Bagaimana respons kita terhadap panggilan melayani ini? Kita harus meresponsnya dengan seluruh hidup kita sehingga kita dapat bertumbuh secara dewasa dalam kerohanian. Kita harus menambah jam-jam doa kita dan terus mempelajari firman Tuhan, sebab seorang pelayan Tuhan harus mengerti dan memiliki dasar yang kuat akan firman supaya bisa melayani orang lain. Jangan pernah berkata, "Aku tidak mampu!" sebab setiap kita yang telah dipanggil Tuhan untuk melayani pekerjaanNya pasti telah diberikan karunia untuk dapat melayani pekerjaanNya. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, "Tidak tahu harus berbuat apa dalam pelayanan."
Selama kita masih bernafas berilah yang terbaik bagi Tuhan!
Saturday, June 18, 2011
TUAIAN BANYAK! Mari Melayani Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2011 -
Baca: Lukas 10:1-12
"Kata-Nya kepada mereka: 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.' " Lukas 10.2
Kata pelayanan bukanlah sesuatu yang asing di telinga setiap orang Kristen, karena semua gereja pasti menghimbau setiap jemaatnya untuk turut ambil bagian atau terlibat secara langsung dalam pelayanan. Gereja ingin agar tiap-tiap anggotanya menjadi jemaat yang aktif -bukan pasif- yang hanya datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, kemudian pulang.
Mengapa kita harus melayani? Perlu kita ketahui bahwa konsep pelayanan itu berasal dari sorga. Alkitab mencatat bahwa para malaikat di sorga, siang dan malam tanpa henti, melayani Tuhan. Tertulis: "Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayanp enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: 'Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.' Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya." (Wahyu 4:8-9). Sesuai dengan konsep pelayanan sorgawi ini setiap orang percaya, tanpa terkecuali, dipanggil juga untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Bahkan Tuhan Yesus memberikan Amanat Agung ini: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak asal bicara atau memberi perintah, namun Ia sendiri telah memberikan teladan dalam hidupNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Sebagai pengikut Kristus kita harus mengikuti jejakNya. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk melayani Tuhan, apalagi hanya sedikit waktu lagi Ia segera datang! Tuaian di bumi begitu banyak, tetapi perkara sangatlah sedikit.
Tidakkah kita terbeban untuk menjangkau mereka dan menjadi pengerjaNya?
Baca: Lukas 10:1-12
"Kata-Nya kepada mereka: 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.' " Lukas 10.2
Kata pelayanan bukanlah sesuatu yang asing di telinga setiap orang Kristen, karena semua gereja pasti menghimbau setiap jemaatnya untuk turut ambil bagian atau terlibat secara langsung dalam pelayanan. Gereja ingin agar tiap-tiap anggotanya menjadi jemaat yang aktif -bukan pasif- yang hanya datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, kemudian pulang.
Mengapa kita harus melayani? Perlu kita ketahui bahwa konsep pelayanan itu berasal dari sorga. Alkitab mencatat bahwa para malaikat di sorga, siang dan malam tanpa henti, melayani Tuhan. Tertulis: "Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayanp enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: 'Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.' Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya." (Wahyu 4:8-9). Sesuai dengan konsep pelayanan sorgawi ini setiap orang percaya, tanpa terkecuali, dipanggil juga untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Bahkan Tuhan Yesus memberikan Amanat Agung ini: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak asal bicara atau memberi perintah, namun Ia sendiri telah memberikan teladan dalam hidupNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Sebagai pengikut Kristus kita harus mengikuti jejakNya. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk melayani Tuhan, apalagi hanya sedikit waktu lagi Ia segera datang! Tuaian di bumi begitu banyak, tetapi perkara sangatlah sedikit.
Tidakkah kita terbeban untuk menjangkau mereka dan menjadi pengerjaNya?
Friday, June 17, 2011
PERKATAAN IMAN MEMBAWA PEMULIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2011 -
Baca: Markus 7:24-30
"Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu,' " Markus 7:29
Ada seorang wanita dari bangsa Siro-Fenesia yang memiliki seorang anak perempuan sedang kerasukan roh jahat. Wanita itu datang dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya Ia mengusir roh jahat itu dari anaknya. Simaklah tanggapan Yesus; "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (ayat 27). Meski perkataan Yesus begitu pedas dan sepertinya wanita itu tidak dianggap, ia tetap meresponsnya dengan penuh kerendahan hati, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (ayat 28). Ia percaya bahwa Yesus memiliki kuasa dan sanggup melakukan mujizat.
Apakah Tuhan Yesus tidak mengasihi wanita itu? Bukan. Itu karena belum waktunya wanita itu menerima anugerah dari Tuhan. Namun kerendahan hatinya telah menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga wanita itu akhirnya beroleh anugerah dari Tuhan, seperti tertulis: "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34b). Adalah tidak mudah menjadi orang yang rendah hati, apalagi bila kita sedang berada 'di atas'. Namun untuk mengalami pertolongan dari Tuhan dan hidup semakin dikenan oleh Dia kita harus belajar rendah hati. Melalui perkataannya yang bermuatan iman wanita ini beroleh jawaban dari Tuhan; ketika pulang ke rumah "...didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:30).
Apakah perkataan kita sehari-hari senantiasa menyatakan iman? Ataukah ucapan kita hanya berisikan keluh kesah karena sakit yang tak kunjung sembuh, kekecewaan, kegagalan, dan ketidakberdayaan? Berubahlah! Jangan pernah mengucapkan hal-hal yang sia-sia! Kita harus memiliki ucapan-ucapan yang mengundang kuasa Tuhan terjadi. Mari latih mulut kita untuk memperkatakan firman Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tidak satu pun firman-Ku akan ditunda-tunda. Apa yang Ku firmankan akan terjadi, demikianlah firman Tuhan Allah." (Yehezkiel 12:28). Seburuk apa pun keadaan kita saat ini, selalu ada harapan di dalam Tuhan. Kita harus tetap percaya pada janji firmanNya. Karena itu perkataan firman dengan iman.
Saatnya kita mengubah apa yang kita perkatakan dan jangan terpengaruh keadaan yang ada!
Baca: Markus 7:24-30
"Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu,' " Markus 7:29
Ada seorang wanita dari bangsa Siro-Fenesia yang memiliki seorang anak perempuan sedang kerasukan roh jahat. Wanita itu datang dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya Ia mengusir roh jahat itu dari anaknya. Simaklah tanggapan Yesus; "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (ayat 27). Meski perkataan Yesus begitu pedas dan sepertinya wanita itu tidak dianggap, ia tetap meresponsnya dengan penuh kerendahan hati, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (ayat 28). Ia percaya bahwa Yesus memiliki kuasa dan sanggup melakukan mujizat.
Apakah Tuhan Yesus tidak mengasihi wanita itu? Bukan. Itu karena belum waktunya wanita itu menerima anugerah dari Tuhan. Namun kerendahan hatinya telah menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga wanita itu akhirnya beroleh anugerah dari Tuhan, seperti tertulis: "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34b). Adalah tidak mudah menjadi orang yang rendah hati, apalagi bila kita sedang berada 'di atas'. Namun untuk mengalami pertolongan dari Tuhan dan hidup semakin dikenan oleh Dia kita harus belajar rendah hati. Melalui perkataannya yang bermuatan iman wanita ini beroleh jawaban dari Tuhan; ketika pulang ke rumah "...didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:30).
Apakah perkataan kita sehari-hari senantiasa menyatakan iman? Ataukah ucapan kita hanya berisikan keluh kesah karena sakit yang tak kunjung sembuh, kekecewaan, kegagalan, dan ketidakberdayaan? Berubahlah! Jangan pernah mengucapkan hal-hal yang sia-sia! Kita harus memiliki ucapan-ucapan yang mengundang kuasa Tuhan terjadi. Mari latih mulut kita untuk memperkatakan firman Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tidak satu pun firman-Ku akan ditunda-tunda. Apa yang Ku firmankan akan terjadi, demikianlah firman Tuhan Allah." (Yehezkiel 12:28). Seburuk apa pun keadaan kita saat ini, selalu ada harapan di dalam Tuhan. Kita harus tetap percaya pada janji firmanNya. Karena itu perkataan firman dengan iman.
Saatnya kita mengubah apa yang kita perkatakan dan jangan terpengaruh keadaan yang ada!
Thursday, June 16, 2011
SENANTIASA BERPEGANG PADA PERINTAH TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2011 -
Baca: Amsal 7
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7
Salomo, selain sebagai raja yang besar dan sangat kaya, ia juga sangat dikenal di antara bangsa-bangsa lain karena hikmatnya yang luar biasa. Hikmat yang ada dalam diri Salomo adalah pemberian dari Tuhan. Dalam amsalnya Salomo mengajarkan begitu banyak hikmat dan itu sangat berguna bagi kehidupan orang percaya. Bila kita mau merenungkan ayat demi ayat kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga bagi perjalanan kekristenan kita. Dikatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Langkah awal untuk memperoleh hikmat adalah ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, dengan kerendahan hati mau tunduk kepada kehendakNya. Ketika kita memilih untuk hidup di jalan Tuhan, hikmat dari Tuhan akan dicurahkan bagi kita sehingga dengan hikmatNya itu kita dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup Salomo sangat diberkati Tuhan karena ia senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Ingin beroleh pemeliharaan dan berkat-berkat dari Tuhan? Inilah kuncinya: 1. "Berpeganglah pada perintahku,... simpanlah ajaranku seperti biji matamu." (Amsal 7:2). Di segala aspek kehidupan kita harus selaras dengan firman Tuhan. Di mana pun berada dan dalam keadaan apa pun kita harus tetap berpegang teguh pada firmanNya. Jadi tidak ada kata kompromi terhadap dosa! Bahkan kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran firman itu seperti kita menjaga biji mata sendiri. Siapa pun kita pasti berusaha untuk melindungi dan memelihara matanya begitu rupa, jangan sampai ada orang lain yang menyentuh atau menyakiti mata kita. 2. "Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." (Amsal 7:3). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari akan membuat firman itu termeteraikan di dalam hati kita; firmanNya akan selalu mengingatkan di setiap langkah hidup kita. Oleh karena itu mari kita praktekkan firman yang kita baca setiap hari sehingga firman itu akan senantiasa melekat dalam hidup kita; "...dengan demikian perjalanan akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan sekali-kali meremehkan firman Tuhan, karena firmanNya adalah perkataan Tuhan sendiri dan mengandung kuasa! Sudahkah kita berpegang padaNya?
Baca: Amsal 7
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7
Salomo, selain sebagai raja yang besar dan sangat kaya, ia juga sangat dikenal di antara bangsa-bangsa lain karena hikmatnya yang luar biasa. Hikmat yang ada dalam diri Salomo adalah pemberian dari Tuhan. Dalam amsalnya Salomo mengajarkan begitu banyak hikmat dan itu sangat berguna bagi kehidupan orang percaya. Bila kita mau merenungkan ayat demi ayat kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga bagi perjalanan kekristenan kita. Dikatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Langkah awal untuk memperoleh hikmat adalah ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, dengan kerendahan hati mau tunduk kepada kehendakNya. Ketika kita memilih untuk hidup di jalan Tuhan, hikmat dari Tuhan akan dicurahkan bagi kita sehingga dengan hikmatNya itu kita dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup Salomo sangat diberkati Tuhan karena ia senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Ingin beroleh pemeliharaan dan berkat-berkat dari Tuhan? Inilah kuncinya: 1. "Berpeganglah pada perintahku,... simpanlah ajaranku seperti biji matamu." (Amsal 7:2). Di segala aspek kehidupan kita harus selaras dengan firman Tuhan. Di mana pun berada dan dalam keadaan apa pun kita harus tetap berpegang teguh pada firmanNya. Jadi tidak ada kata kompromi terhadap dosa! Bahkan kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran firman itu seperti kita menjaga biji mata sendiri. Siapa pun kita pasti berusaha untuk melindungi dan memelihara matanya begitu rupa, jangan sampai ada orang lain yang menyentuh atau menyakiti mata kita. 2. "Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." (Amsal 7:3). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari akan membuat firman itu termeteraikan di dalam hati kita; firmanNya akan selalu mengingatkan di setiap langkah hidup kita. Oleh karena itu mari kita praktekkan firman yang kita baca setiap hari sehingga firman itu akan senantiasa melekat dalam hidup kita; "...dengan demikian perjalanan akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan sekali-kali meremehkan firman Tuhan, karena firmanNya adalah perkataan Tuhan sendiri dan mengandung kuasa! Sudahkah kita berpegang padaNya?
Wednesday, June 15, 2011
KEKAGUMAN DAUD AKAN KEAGUNGAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 8
"Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!" Mazmur 8:10
Dalam 2 Samuel 6:12-18 dikisahkan bagaimana Daud membawa Tabut Perjanjian dari rumah Obed-Edom menuju ke Yerusalem. Digambarkan betapa Daud sangat menghormati Tabut Perjanjian tersebut karena Tabut Perjanjian merupakan lambang kehadiran Tuhan. Tertulis: "Dan Daud menari-nari di hadapan Tuhan dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan." (2 Samuel 6:14). Tidak hanya itu; di sepanjang perjalanan, setiap enam langkah Daud mempersembahkan korban bagi Tuhan berupa seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan sebagai tanda ucapan syukurnya atas penyertaan Tuhan. Dampak dari kehadiran Tuhan itu sungguh luar biasa; ketika Tabut Perjanjian berada di rumah Obed-Edom, ia dan seisi rumahnya diberkati Tuhan. Juga saat Tabut Perjanjian berada di kota Daud, "...diberkatinyalah bangsa itu demi nama Tuhan semesta alam." (2 Samuel 6:18).
Daud sangat menghormati dan mengangungkan Tuhan karena ia sadar siapa dirinya di hadapan Tuhan. Karena itu Daud berkata, "Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan." (Mazmur 8:2). Sungguh ajaib dan agung segala perbuatan Tuhan itu. Tidak ada rencanaNya yang gagal! Tuhan sangat mengasihi manusia, karena itu Dia tidak pernah putus asa untuk memulihkan dan terus memperbaharui manusia: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (Mazmur 8:5b-6). Hal ini sangat dirasakan oleh Daud, hidupnya menjadi baru setelah Tabut itu kembali kepadanya. Sekian lamanya Tabut itu berada di tangan musuh sehingga bangsa Israel senantiasa engalami kekalahan. Namun setelah Tabut itu kembali berada di tanan orang Israel, terjadi suatu pemulihan yang luar biasa.
Walaupun manusia telah menjadi makhluk yang hina karena dosa, namun selalu diingat dan diindahkan oleh Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri rela turun ke dunia dan mati di atas kayu salib untuk menebus dosa umat manusia sehinga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan, menjadi ciptaan baru, beroleh pendamaian dengan Allah dan diangkat sebagai anak-anakNya.
Pengorbanan Kristus di Kalvari bukti karya agung Allah bagi manusia!
Baca: Mazmur 8
"Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!" Mazmur 8:10
Dalam 2 Samuel 6:12-18 dikisahkan bagaimana Daud membawa Tabut Perjanjian dari rumah Obed-Edom menuju ke Yerusalem. Digambarkan betapa Daud sangat menghormati Tabut Perjanjian tersebut karena Tabut Perjanjian merupakan lambang kehadiran Tuhan. Tertulis: "Dan Daud menari-nari di hadapan Tuhan dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan." (2 Samuel 6:14). Tidak hanya itu; di sepanjang perjalanan, setiap enam langkah Daud mempersembahkan korban bagi Tuhan berupa seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan sebagai tanda ucapan syukurnya atas penyertaan Tuhan. Dampak dari kehadiran Tuhan itu sungguh luar biasa; ketika Tabut Perjanjian berada di rumah Obed-Edom, ia dan seisi rumahnya diberkati Tuhan. Juga saat Tabut Perjanjian berada di kota Daud, "...diberkatinyalah bangsa itu demi nama Tuhan semesta alam." (2 Samuel 6:18).
Daud sangat menghormati dan mengangungkan Tuhan karena ia sadar siapa dirinya di hadapan Tuhan. Karena itu Daud berkata, "Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan." (Mazmur 8:2). Sungguh ajaib dan agung segala perbuatan Tuhan itu. Tidak ada rencanaNya yang gagal! Tuhan sangat mengasihi manusia, karena itu Dia tidak pernah putus asa untuk memulihkan dan terus memperbaharui manusia: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (Mazmur 8:5b-6). Hal ini sangat dirasakan oleh Daud, hidupnya menjadi baru setelah Tabut itu kembali kepadanya. Sekian lamanya Tabut itu berada di tangan musuh sehingga bangsa Israel senantiasa engalami kekalahan. Namun setelah Tabut itu kembali berada di tanan orang Israel, terjadi suatu pemulihan yang luar biasa.
Walaupun manusia telah menjadi makhluk yang hina karena dosa, namun selalu diingat dan diindahkan oleh Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri rela turun ke dunia dan mati di atas kayu salib untuk menebus dosa umat manusia sehinga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan, menjadi ciptaan baru, beroleh pendamaian dengan Allah dan diangkat sebagai anak-anakNya.
Pengorbanan Kristus di Kalvari bukti karya agung Allah bagi manusia!
Tuesday, June 14, 2011
HIDUP DALAM IMAN: Siap Menanggung Resiko
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2011 -
Baca: Ibrani 11
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Ibrani 11:6a
Kita harus menyadari bahwa kekristenan itu dimulai dengan iman, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (ayat 1). Karena iman telah terbuka pintu hubungan antara kita dengan Allah, sebab tanpa iman kita tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Dalam Ibrani 11 ini kita baca bagaimana para saksi iman ini harus mengalami pergumulan yang tidak mudah. Namun mereka tidak mempersoalkan besarnya ujian dan tantangan yang harus dihadapi, karena arah pandang mereka hanya tertuju kepada Allah. Musa, "...setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (ayat 24-26). Abraham rela meninggalkan kampung halamannya di Urkasdim tanpa tahu tempat yang ia tuju (ayat 8). Di tengah ujian yang menerpa mereka semakin meningkatkan iman, karena mereka tahu bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang hidup, sumber kekuatan, pertolongan, sukacita, penghiburan, dan jalan keluar yang terbaik.
Saksi-saksi iman adalah mereka yang beralan dengan iman, bukan dengan penglihatan. Berjalan dalam iman berarti harus siap menanggung resiko. Terlebih di akhir zaman ini tantangan semakin besar menghadang kita, namun kita harus tetap kuat. Sayang, tidak sedikit orang Kristen yang takut menanggung resiko sehingga rela meninggalkan imannya demi karir, jabatan dan sebagainya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, karena imannya kepada Allah berani menanggung resiko, rela dimasukkan ke dalam perapian yang apinya dipanaskan tujuh kali lipat (baca Daniel 3:16-18).
Berjalan dengan iman berarti taat menantikan janji Tuhan digenapi. Karena itu Daud berdoa, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38). Maka bersabarlah sampai waktu Tuhan dinyatakan, walaupun saat menantikan itu mungkin kita harus menanggung olokan atau sindiran dari orang lain.
Mari arahkan pandangan hanya kepada Allah, karena dengan iman masalah sebesar apa pun pasti terselesaikan!
Baca: Ibrani 11
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Ibrani 11:6a
Kita harus menyadari bahwa kekristenan itu dimulai dengan iman, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (ayat 1). Karena iman telah terbuka pintu hubungan antara kita dengan Allah, sebab tanpa iman kita tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Dalam Ibrani 11 ini kita baca bagaimana para saksi iman ini harus mengalami pergumulan yang tidak mudah. Namun mereka tidak mempersoalkan besarnya ujian dan tantangan yang harus dihadapi, karena arah pandang mereka hanya tertuju kepada Allah. Musa, "...setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (ayat 24-26). Abraham rela meninggalkan kampung halamannya di Urkasdim tanpa tahu tempat yang ia tuju (ayat 8). Di tengah ujian yang menerpa mereka semakin meningkatkan iman, karena mereka tahu bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang hidup, sumber kekuatan, pertolongan, sukacita, penghiburan, dan jalan keluar yang terbaik.
Saksi-saksi iman adalah mereka yang beralan dengan iman, bukan dengan penglihatan. Berjalan dalam iman berarti harus siap menanggung resiko. Terlebih di akhir zaman ini tantangan semakin besar menghadang kita, namun kita harus tetap kuat. Sayang, tidak sedikit orang Kristen yang takut menanggung resiko sehingga rela meninggalkan imannya demi karir, jabatan dan sebagainya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, karena imannya kepada Allah berani menanggung resiko, rela dimasukkan ke dalam perapian yang apinya dipanaskan tujuh kali lipat (baca Daniel 3:16-18).
Berjalan dengan iman berarti taat menantikan janji Tuhan digenapi. Karena itu Daud berdoa, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38). Maka bersabarlah sampai waktu Tuhan dinyatakan, walaupun saat menantikan itu mungkin kita harus menanggung olokan atau sindiran dari orang lain.
Mari arahkan pandangan hanya kepada Allah, karena dengan iman masalah sebesar apa pun pasti terselesaikan!
Monday, June 13, 2011
ROH KUDUS DICURAHKAN: Perubahan dan Kuasa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2011 -
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah Para Rasul 2:33
Akibat kehadiran Roh Kudus mereka yang berkumpul itu dipenuhi dengan Roh Kudus. Dipenuhi Roh Kudus artinya dikontrol olehNya; akibatnya mereka mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Karunia bahasa lidah di sini merupakan kemampuan untuk berbicara suatu bahasa tanpa dipelajari terlebih dahulu.
Saat Roh Kudus turun ke atas para murid Yesus, mereka menerima kuasa yang dijanjikan Tuhan itu. Sejak saat itu perubahan besar terjadi! Petrus yang pernah meyangkal Yesus sebanyak tiga kali dan sempat tidak percaya pada kebangkitan Kristus, setelah menerima Roh Kudus, mengalami sesuatu dalam dirinya. Petrus dengan penuh keberanian bangkit dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan, dan menyatakan kepada semua orang tentang Yesus Kristus yang telah mengalahkan maut dan bangkit dari kematian. Dengan penuh keberanian Petrus berkata, "Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." (ayat 21). Dengan kata-kata yang sederhana Petrus membangun dasar-dasar pengampunan dosa dan keselamatan. Bagaimana ia bisa berkata-kata seperti itu? Itu semua karena pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus yang mengajarinya, karena "...Roh Kudus, yang diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Setelah mendengar kotbah Petrus orang-orang yang hadir mengalami jamahan Tuhan. Mereka terharu dan bertanya apa yang harus mereka perbuat. Jawab Petrus, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." (Kisah 2:38).
Kita harus menyadari bahwa pekerjaan Roh Kudus adalah kuasa yang dikaruniakan Tuhan kepada gerejaNya di akhir zaman ini; kuasa untuk memberitakan rahasia kebenaran firman Tuhan; kuasa yang diberikan Tuhan kepada anak-anakNya supaya pelayanannya berdampak bagi dunia. Orang yang dipimpin Roh Kudus tidak akan memberitakan Injil dengan kata-kata yang berasal dari hikmat manusia, tapi dengan kata-kata yang diajarkan Roh Kudus.
Tanpa kehadiran Roh Kudus pelayanan kita tidak akan membawa perubahan apa-apa!
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah Para Rasul 2:33
Akibat kehadiran Roh Kudus mereka yang berkumpul itu dipenuhi dengan Roh Kudus. Dipenuhi Roh Kudus artinya dikontrol olehNya; akibatnya mereka mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Karunia bahasa lidah di sini merupakan kemampuan untuk berbicara suatu bahasa tanpa dipelajari terlebih dahulu.
Saat Roh Kudus turun ke atas para murid Yesus, mereka menerima kuasa yang dijanjikan Tuhan itu. Sejak saat itu perubahan besar terjadi! Petrus yang pernah meyangkal Yesus sebanyak tiga kali dan sempat tidak percaya pada kebangkitan Kristus, setelah menerima Roh Kudus, mengalami sesuatu dalam dirinya. Petrus dengan penuh keberanian bangkit dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan, dan menyatakan kepada semua orang tentang Yesus Kristus yang telah mengalahkan maut dan bangkit dari kematian. Dengan penuh keberanian Petrus berkata, "Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." (ayat 21). Dengan kata-kata yang sederhana Petrus membangun dasar-dasar pengampunan dosa dan keselamatan. Bagaimana ia bisa berkata-kata seperti itu? Itu semua karena pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus yang mengajarinya, karena "...Roh Kudus, yang diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Setelah mendengar kotbah Petrus orang-orang yang hadir mengalami jamahan Tuhan. Mereka terharu dan bertanya apa yang harus mereka perbuat. Jawab Petrus, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." (Kisah 2:38).
Kita harus menyadari bahwa pekerjaan Roh Kudus adalah kuasa yang dikaruniakan Tuhan kepada gerejaNya di akhir zaman ini; kuasa untuk memberitakan rahasia kebenaran firman Tuhan; kuasa yang diberikan Tuhan kepada anak-anakNya supaya pelayanannya berdampak bagi dunia. Orang yang dipimpin Roh Kudus tidak akan memberitakan Injil dengan kata-kata yang berasal dari hikmat manusia, tapi dengan kata-kata yang diajarkan Roh Kudus.
Tanpa kehadiran Roh Kudus pelayanan kita tidak akan membawa perubahan apa-apa!
Sunday, June 12, 2011
ROH KUDUS DICURAHKAN: Perubahan dan Kuasa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 14:15-31
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan seorang penolong yang lain, supaya Ia meyertai kamu selama-lamanya," Yohanes 14:16
Hari Pentakosta selalu jatuh pada minggu ke-7 sesudah Paskah. Di hari itu, untuk pertama kalinya, Roh Kudus dicurahkan di Yerusalem ke atas murid-murid Yesus. Seperti tertulis: "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." (Kisah 2:2-4). Awalnya tidak banyak yang mengerti apa itu Roh Kudus dan tujuannya dicurahkan ke bumi. Namun yang pasti kehadiran Roh Kudus telah membawa perubahan besar dalam diri murid-murid Yesus, seperti api yang membakar semangat mereka untuk memberitakan Injil dan menjadi penggerak gereja mula-mula.
Pencurahan Roh Kudus adalah penggenapan dari janji Tuhan. Sebelum terangkat ke sorga Yesus berkata: "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yeresalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Kuasa apa yang dimaksudkan Yesus? Ialah kuasa untuk mengadakan tanda dan mujizat. Kuasa Roh Kudus adalah sangat unik, sehingga tanpaNya, kita tidak akan mampu menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia ini. Dikatakan: "...apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13).
Kuasa Roh Kudus itu jauh melampaui bakat alami dan ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia dari lembaga pendidikan mana pun. Roh Kudus memberikan kepada orang-orang percaya kemampuan untuk memahami rahasia kebenaran. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memerintahkan para muridNya untuk tidak meninggalkan Yerusalem dan menunggu kuasa itu dinyatakan (baca Kisah 1:4).
Jika hanya kabar pertobatan yang diberitakan tanpa menanamkan nilai-nilai kebenaran, bagaimana kita dapat memperoleh kehidupan kekal?
Baca: Yohanes 14:15-31
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan seorang penolong yang lain, supaya Ia meyertai kamu selama-lamanya," Yohanes 14:16
Hari Pentakosta selalu jatuh pada minggu ke-7 sesudah Paskah. Di hari itu, untuk pertama kalinya, Roh Kudus dicurahkan di Yerusalem ke atas murid-murid Yesus. Seperti tertulis: "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." (Kisah 2:2-4). Awalnya tidak banyak yang mengerti apa itu Roh Kudus dan tujuannya dicurahkan ke bumi. Namun yang pasti kehadiran Roh Kudus telah membawa perubahan besar dalam diri murid-murid Yesus, seperti api yang membakar semangat mereka untuk memberitakan Injil dan menjadi penggerak gereja mula-mula.
Pencurahan Roh Kudus adalah penggenapan dari janji Tuhan. Sebelum terangkat ke sorga Yesus berkata: "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yeresalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Kuasa apa yang dimaksudkan Yesus? Ialah kuasa untuk mengadakan tanda dan mujizat. Kuasa Roh Kudus adalah sangat unik, sehingga tanpaNya, kita tidak akan mampu menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia ini. Dikatakan: "...apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13).
Kuasa Roh Kudus itu jauh melampaui bakat alami dan ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia dari lembaga pendidikan mana pun. Roh Kudus memberikan kepada orang-orang percaya kemampuan untuk memahami rahasia kebenaran. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memerintahkan para muridNya untuk tidak meninggalkan Yerusalem dan menunggu kuasa itu dinyatakan (baca Kisah 1:4).
Jika hanya kabar pertobatan yang diberitakan tanpa menanamkan nilai-nilai kebenaran, bagaimana kita dapat memperoleh kehidupan kekal?
Saturday, June 11, 2011
WAKTU ADALAH BERKAT DARI TUHAN! Jangan Sia-siakan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2011 -
Baca: Amsal 20
"Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." Amsal 20:4
Seberapa berhargakah waktu bagi Saudara? Ada yang berkata, "Waktu adalah uang, karena itu saya gunakan waktu sebaik mungkin. Satu jam saja lewat, sudah berapa dollar yang melayang?" Di sisi lain ada orang lain yang menganggap sepele waktu sehingga ia suka menunda-nunda apa yang seharusnya bisa dikerjakan sekarang, katanya: "Ah, besok-besok saja, kan masih banyak waktu." Ingat! Waktu akan terus melaju dan siap menggilas orang-orang yang menyia-nyiakannya. Jadi, mari gunakan setiap kesempatan yang ada dengan baik.
Ketika musim menuai datang seorang pemalas tidak akan memanen apa-apa dari ladangnya, karena pada musim sebelumnya, ketika orang lain bekerja, ia tidak melakukan apa-apa, membiarkan waktu itu berlalu begitu saja. Musim menabur haruslah kita gunakan untuk menabur supaya pada musim menuai kita mendapatkan hasil yang kita harapkan. Dalam Pengkotbah 11:6 dikatakan: "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."
Mengapa kita harus menggunakan waktu dengan baik? Karena setiap waktu/kesempatan adalah berkat dari Tuhan bagi kita, baik itu pagi, siang maupun malam. Dan berkat yang disediakan Tuhan bagi kita adalah berkat yang selalu baru, bukan kadaluarsa, sesuai dengan yang kita butuhkan. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-haisnya rahmat-Nya, selalu baru setiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Ada berkat baru setiap pagi. Bangsa Israel mengalaminya: pagi-pagi sebelum matahari terbit Tuhan menyediakan manna bagi mereka. Pada waktu malam pu Tuhan berjanji memberikan berkatNya: "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.." (Mazmur 127:2).
Jika kita rindu mengalami berkat-berkat Tuhan gunakanlah setiap waktu/kesempatan yang Dia beri dengan sebaik-aiknya, jangan sampai kita tertinggal oleh waktu sehingga akhirnya kita hanya bisa meratap dan menyesali diri. Percuma!
Baca: Amsal 20
"Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." Amsal 20:4
Seberapa berhargakah waktu bagi Saudara? Ada yang berkata, "Waktu adalah uang, karena itu saya gunakan waktu sebaik mungkin. Satu jam saja lewat, sudah berapa dollar yang melayang?" Di sisi lain ada orang lain yang menganggap sepele waktu sehingga ia suka menunda-nunda apa yang seharusnya bisa dikerjakan sekarang, katanya: "Ah, besok-besok saja, kan masih banyak waktu." Ingat! Waktu akan terus melaju dan siap menggilas orang-orang yang menyia-nyiakannya. Jadi, mari gunakan setiap kesempatan yang ada dengan baik.
Ketika musim menuai datang seorang pemalas tidak akan memanen apa-apa dari ladangnya, karena pada musim sebelumnya, ketika orang lain bekerja, ia tidak melakukan apa-apa, membiarkan waktu itu berlalu begitu saja. Musim menabur haruslah kita gunakan untuk menabur supaya pada musim menuai kita mendapatkan hasil yang kita harapkan. Dalam Pengkotbah 11:6 dikatakan: "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."
Mengapa kita harus menggunakan waktu dengan baik? Karena setiap waktu/kesempatan adalah berkat dari Tuhan bagi kita, baik itu pagi, siang maupun malam. Dan berkat yang disediakan Tuhan bagi kita adalah berkat yang selalu baru, bukan kadaluarsa, sesuai dengan yang kita butuhkan. Tertulis: "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-haisnya rahmat-Nya, selalu baru setiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Ada berkat baru setiap pagi. Bangsa Israel mengalaminya: pagi-pagi sebelum matahari terbit Tuhan menyediakan manna bagi mereka. Pada waktu malam pu Tuhan berjanji memberikan berkatNya: "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.." (Mazmur 127:2).
Jika kita rindu mengalami berkat-berkat Tuhan gunakanlah setiap waktu/kesempatan yang Dia beri dengan sebaik-aiknya, jangan sampai kita tertinggal oleh waktu sehingga akhirnya kita hanya bisa meratap dan menyesali diri. Percuma!
Friday, June 10, 2011
KETENANGAN HANYA ADA DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 62
"Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." Mazmur 62:2
Dalam perjalanan hidupnya, mulai dari saat masih menjadi seorang penggembala domba hingga menjadi raja atas Israel, kehidupan Daud diwarnai dengan hal-hal yang menakutkan, sehingga ia merasa tidak aman. Saat menggembalakan kawanan domba ayahnya ia harus berhadapan dan bergumul dengan binatang buas: singa dan juga beruang yang hendak menerkam domba-dombanya. Jika ada singa atau beruang yang menerkam salah satu dombanya, Daud pun mengejarnya sampai ditemukan dan merebut kembali dombanya dari mulut singa atau beruang yang menerkamnya. Jadi, "Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:36a).
Namun saat melawan Goliat tidak ada rasa takut sedikit pun dalam diri Daud karena ia tahu bahwa Tuhan yang menyertainya, dan terbukti ia mampu mengalahkan pahlawan Filistin itu dan meraih kemenangan secara gemilang. Ujian yang harus dilewati tidak hanya sampai di situ, Daud pun selalu dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Hidup Daud seperti berada di ujung tanduk. Secara manusia ia kerapkali merasa takut dan kuatir, namun ia tetap tenang, karena ia yakin ada Tuhan yang tidak pernah meninggalkannya. Inilah pernyataan Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Daud sadar bahwa rasa tenang dan aman itu tidak ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan dan suasana sekitar, orang lain, uang atau harta yang kita miliki atau kuasa-kuasa di luar Tuhan, tetapi rasa tenang dan aman hanya akan kita rasakan ketika kita dekat dengan Tuhan, karena Dia adalah "...tempat perlindungan kita." (Mazmur 62:9b); dengan kata lain jika kita merasa aman bukan berarti tidak ada masalah atau ujian, tetapi karena ada Tuhan. Tuhan adlah jaminan rasa aman kita; perlindungan yang Dia berikan itu sempurna, dan melalui kuasa Roh Kudus Ia menopang, menghibur dan menguatkan kita senantiasa. Oleh karena itu mari percaya keapdaNya dengan sepenuh hati dan tidak bimbang. Percaya kepada Tuhan adalah keharusan bagi orang percaya.
Percaya kepada Tuhan berarti menyerahkan semua beban kita kepada Tuhan dan kita pun tidak meninggalkan Tuhan dalam keadaan apa pun dan bagaimana pun, sehingga pastilah rasa tenang akan tinggal tetap di dalam hati kita!
Baca: Mazmur 62
"Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." Mazmur 62:2
Dalam perjalanan hidupnya, mulai dari saat masih menjadi seorang penggembala domba hingga menjadi raja atas Israel, kehidupan Daud diwarnai dengan hal-hal yang menakutkan, sehingga ia merasa tidak aman. Saat menggembalakan kawanan domba ayahnya ia harus berhadapan dan bergumul dengan binatang buas: singa dan juga beruang yang hendak menerkam domba-dombanya. Jika ada singa atau beruang yang menerkam salah satu dombanya, Daud pun mengejarnya sampai ditemukan dan merebut kembali dombanya dari mulut singa atau beruang yang menerkamnya. Jadi, "Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:36a).
Namun saat melawan Goliat tidak ada rasa takut sedikit pun dalam diri Daud karena ia tahu bahwa Tuhan yang menyertainya, dan terbukti ia mampu mengalahkan pahlawan Filistin itu dan meraih kemenangan secara gemilang. Ujian yang harus dilewati tidak hanya sampai di situ, Daud pun selalu dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Hidup Daud seperti berada di ujung tanduk. Secara manusia ia kerapkali merasa takut dan kuatir, namun ia tetap tenang, karena ia yakin ada Tuhan yang tidak pernah meninggalkannya. Inilah pernyataan Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Daud sadar bahwa rasa tenang dan aman itu tidak ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan dan suasana sekitar, orang lain, uang atau harta yang kita miliki atau kuasa-kuasa di luar Tuhan, tetapi rasa tenang dan aman hanya akan kita rasakan ketika kita dekat dengan Tuhan, karena Dia adalah "...tempat perlindungan kita." (Mazmur 62:9b); dengan kata lain jika kita merasa aman bukan berarti tidak ada masalah atau ujian, tetapi karena ada Tuhan. Tuhan adlah jaminan rasa aman kita; perlindungan yang Dia berikan itu sempurna, dan melalui kuasa Roh Kudus Ia menopang, menghibur dan menguatkan kita senantiasa. Oleh karena itu mari percaya keapdaNya dengan sepenuh hati dan tidak bimbang. Percaya kepada Tuhan adalah keharusan bagi orang percaya.
Percaya kepada Tuhan berarti menyerahkan semua beban kita kepada Tuhan dan kita pun tidak meninggalkan Tuhan dalam keadaan apa pun dan bagaimana pun, sehingga pastilah rasa tenang akan tinggal tetap di dalam hati kita!
Thursday, June 9, 2011
TIDAK HANYA PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 3:16-21
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yohanes 3:16
Jika kita menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak untuk selamanya, untuk apa sebenarnya kita hidup? Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, meraih kesuksesan dan popularitas, menuntut ilmu setinggi langit, ataukah kita mulai berpikir akan keselamatan hidup kita kelak?
Pada mulanya Tuhan menciptakan manusia di bumi ini dengan satu tujuan yaitu menjadikan manusia serupa dan segambar denganNya, supaya manusia berkuasa atas segala ciptaanNya dan berkuasa atas seluruh bumi (baca Kejadian 1:26). Sayang, manusia (Adam dan Hawa) hidup dalam ketidaktaatan, akibatnya gambar dan rupa Tuhan dalam diri manusia itu menjadi rusak. Dan jelas bahwa "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Meski demikian tujuan Tuhan tetap berlaku bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Untuk itulah Ia datang sebagai manusia, rela menderita dan mati di atas Kalvari untuk menebus dosa manusia. Jadi keselamatan itu dapat kita peroleh asalkan kita percaya kepada Yesus, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Banyak orang menyalahartikan kata 'percaya' ini; mereka menganggap bahwa keselamatan itu sangat mudah didapat, modalnya hanya percaya, sementara mereka masih terus melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sebaliknya tidak sedikit pula orang Kristen yang malah kehilangan rasa percayanya kepada Tuhan karena 'mata' mereka telah dibutakan oleh besarnya masalah yang dialami, padahal Tuhan ijinkan hal itu terjadi supaya nyata kuasa Tuhan di dalamnya, bahwa bukan kita sendiri yang bertindak, tapi Tuhanlah yang bertindak melalui iman kita yang bergerak aktif. Dalam Mazmur 37:5 dikatakan: "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"
Jadi kita harus selalu bergantung penuh pada Tuhan dan mengandalkanNya dalam segala hal, maka kita tetap percaya bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup ini Tuhan selalu menyelamatkan hidup kita.
Baca: Yohanes 3:16-21
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yohanes 3:16
Jika kita menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak untuk selamanya, untuk apa sebenarnya kita hidup? Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, meraih kesuksesan dan popularitas, menuntut ilmu setinggi langit, ataukah kita mulai berpikir akan keselamatan hidup kita kelak?
Pada mulanya Tuhan menciptakan manusia di bumi ini dengan satu tujuan yaitu menjadikan manusia serupa dan segambar denganNya, supaya manusia berkuasa atas segala ciptaanNya dan berkuasa atas seluruh bumi (baca Kejadian 1:26). Sayang, manusia (Adam dan Hawa) hidup dalam ketidaktaatan, akibatnya gambar dan rupa Tuhan dalam diri manusia itu menjadi rusak. Dan jelas bahwa "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Meski demikian tujuan Tuhan tetap berlaku bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Untuk itulah Ia datang sebagai manusia, rela menderita dan mati di atas Kalvari untuk menebus dosa manusia. Jadi keselamatan itu dapat kita peroleh asalkan kita percaya kepada Yesus, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Banyak orang menyalahartikan kata 'percaya' ini; mereka menganggap bahwa keselamatan itu sangat mudah didapat, modalnya hanya percaya, sementara mereka masih terus melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sebaliknya tidak sedikit pula orang Kristen yang malah kehilangan rasa percayanya kepada Tuhan karena 'mata' mereka telah dibutakan oleh besarnya masalah yang dialami, padahal Tuhan ijinkan hal itu terjadi supaya nyata kuasa Tuhan di dalamnya, bahwa bukan kita sendiri yang bertindak, tapi Tuhanlah yang bertindak melalui iman kita yang bergerak aktif. Dalam Mazmur 37:5 dikatakan: "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"
Jadi kita harus selalu bergantung penuh pada Tuhan dan mengandalkanNya dalam segala hal, maka kita tetap percaya bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup ini Tuhan selalu menyelamatkan hidup kita.
Wednesday, June 8, 2011
KARUNIA ROHANI DARI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2011 -
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-riap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Bahasa Yunani untuk kata karunia adalah charisma, yang bisa diartikan kemampuan-kemampuan rohani yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi orang-orang percaya oleh karya Roh Kudus. Jadi setiap orang percaya, tanpa terkecuali, menerima karunia dari Tuhan. Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melayani Tuhan. Namun seringkali kita merasa tidak pantas, tidak layak, tidak mampu untuk melayani, padahal "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7). Sama seperti tubuh jasmani kita terdiri atas banyak anggota,demikian juga anggota-anggota tubuh Kristus berfungsi dalam panggilan dan karunia yang berbeda. Tuhan yang menentukan tujuan dan fungsi kita dan setiap bagian itu penting, tak ada bagian yang dapat memisahkan diri dari yang lain.
Karena kita telah diberi karunia atau kemampuan supranatural oleh Tuhan, maka apa pun bentuk pelayanan yang kita kerjakan, baik itu berkotbah, mengajar, menginjil, menyanyi, bernubuat dan sebagainya harus dengan karunia itu, bukan dengan kekuatan atau kepintaran kita sendiri. Apabila kita melayani tanpa karunia dari Tuhan, pelayanan kita akan sia-sia. Dan bila kita menyadari bahwa di dalam kita ada karunia dari Tuhan harus kita optimalkan. Pesan Paulus kepada Timotius, "Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Karunia sudah ada di dalam Timotius! Apabila Tuhan menempatkan karuniaNya, itu tidak datang dan pergi, tetapi tinggal di dalam, "Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." (Roma 11:29).
Karunia atau kuasa ini adalah perlengkapan yang dibutuhkan untuk memenuhi panggilan Tuhan atas diri kita masing-masing. Gereja tak akan berdiri teguh tanpa karunia-karunia ini, karena itu "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10).
Karunia yang ada pada kita adalah anugerah Tuhan, bukan milik kita, kita hanyalah pengurusnya; "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." Matius 10:8b
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-riap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Bahasa Yunani untuk kata karunia adalah charisma, yang bisa diartikan kemampuan-kemampuan rohani yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi orang-orang percaya oleh karya Roh Kudus. Jadi setiap orang percaya, tanpa terkecuali, menerima karunia dari Tuhan. Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melayani Tuhan. Namun seringkali kita merasa tidak pantas, tidak layak, tidak mampu untuk melayani, padahal "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7). Sama seperti tubuh jasmani kita terdiri atas banyak anggota,demikian juga anggota-anggota tubuh Kristus berfungsi dalam panggilan dan karunia yang berbeda. Tuhan yang menentukan tujuan dan fungsi kita dan setiap bagian itu penting, tak ada bagian yang dapat memisahkan diri dari yang lain.
Karena kita telah diberi karunia atau kemampuan supranatural oleh Tuhan, maka apa pun bentuk pelayanan yang kita kerjakan, baik itu berkotbah, mengajar, menginjil, menyanyi, bernubuat dan sebagainya harus dengan karunia itu, bukan dengan kekuatan atau kepintaran kita sendiri. Apabila kita melayani tanpa karunia dari Tuhan, pelayanan kita akan sia-sia. Dan bila kita menyadari bahwa di dalam kita ada karunia dari Tuhan harus kita optimalkan. Pesan Paulus kepada Timotius, "Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Karunia sudah ada di dalam Timotius! Apabila Tuhan menempatkan karuniaNya, itu tidak datang dan pergi, tetapi tinggal di dalam, "Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." (Roma 11:29).
Karunia atau kuasa ini adalah perlengkapan yang dibutuhkan untuk memenuhi panggilan Tuhan atas diri kita masing-masing. Gereja tak akan berdiri teguh tanpa karunia-karunia ini, karena itu "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10).
Karunia yang ada pada kita adalah anugerah Tuhan, bukan milik kita, kita hanyalah pengurusnya; "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." Matius 10:8b
Tuesday, June 7, 2011
MENANG TERHADAP INTIMIDASI IBLIS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2011 -
Baca: Nehemia 6
"Karena mereka semua mau menakut-nakutkan kami, pikirnya: 'Mereka akan membiarkan pekerjaan itu, sehingga tak dapat diselesaikan.'. Tetapi aku justru berusaha sekuat tenaga." Nehemia 6:9
Nehemia tidak terpengaruh oleh hasutan-hasutan mereka. Jika ia menyerah di tengah jalan dan tidak lagi melanjutkan pembangunan itu, maka mereka (musuh) pasti akan melompat kegirangan dan bersukacita atas kegagalan Nehemia. Itulah yang dimaui oleh Iblis, karena memang pekerjaan Iblis adalah "...untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a).
Di tengah ujian berat yang mendera, Nehemia tidak putus asa. Ia datang kepada Tuhan dengan berpuasa dan berdoa sehingga ia beroleh kekuatan untuk menghadapi lawan-lawannya. Pemazmur berkata, "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:1-2). Nehemia pun berani berkata, "Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun. Tetapi kamu tak punya bagian atau hak dan tidak akan diingat di Yerusalem!" (Nehemia 2:20). Para pengacau (Sanbalat dan Gesyem) tidak pernah berhenti untuk menggagalkan usaha Nehemia. Bahkan Sanbalat mengutus hambanya untuk yang kelima kalinya kepada Nehemia dengan membawa surat tuduhan bahwa Nehemia telah memberontak dan mencalonkan dirinya sebagai raja Yehuda (Nehemia 6:6). Berbagai upaya telah mereka lakukan, tapi semuanya tidak ada yang berhasil karena Tuhan menyertai Nehemia. Nehemia tetap kuat dan fokus terhadap tugas yang dipercayakan Tuhan untuk membangun kembali Yerusalem. Ia menjalankan tugas ini dengan penuh komitmen dan tidak menyalahgunakannya.
Bila saat ini kita sedang mengalami pergumulan yang tidak jauh berbeda dengan Nehemia, jangan putus asa! Memang, Iblis tidak pernah lelah untuk melemahkan kita. Jangan menyerah pada keadaan dan terpengaruh kata-kata negatif yang dilontarkan orang lain kepada kita. Tetaplah maju! Ada tertulis: "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:28).
Serahkan setiap perkara kepada Tuhan, maka Dia akan menyelesaikannya, karena tak ada rencanaNya yang gagal!
Baca: Nehemia 6
"Karena mereka semua mau menakut-nakutkan kami, pikirnya: 'Mereka akan membiarkan pekerjaan itu, sehingga tak dapat diselesaikan.'. Tetapi aku justru berusaha sekuat tenaga." Nehemia 6:9
Nehemia tidak terpengaruh oleh hasutan-hasutan mereka. Jika ia menyerah di tengah jalan dan tidak lagi melanjutkan pembangunan itu, maka mereka (musuh) pasti akan melompat kegirangan dan bersukacita atas kegagalan Nehemia. Itulah yang dimaui oleh Iblis, karena memang pekerjaan Iblis adalah "...untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a).
Di tengah ujian berat yang mendera, Nehemia tidak putus asa. Ia datang kepada Tuhan dengan berpuasa dan berdoa sehingga ia beroleh kekuatan untuk menghadapi lawan-lawannya. Pemazmur berkata, "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi." (Mazmur 121:1-2). Nehemia pun berani berkata, "Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun. Tetapi kamu tak punya bagian atau hak dan tidak akan diingat di Yerusalem!" (Nehemia 2:20). Para pengacau (Sanbalat dan Gesyem) tidak pernah berhenti untuk menggagalkan usaha Nehemia. Bahkan Sanbalat mengutus hambanya untuk yang kelima kalinya kepada Nehemia dengan membawa surat tuduhan bahwa Nehemia telah memberontak dan mencalonkan dirinya sebagai raja Yehuda (Nehemia 6:6). Berbagai upaya telah mereka lakukan, tapi semuanya tidak ada yang berhasil karena Tuhan menyertai Nehemia. Nehemia tetap kuat dan fokus terhadap tugas yang dipercayakan Tuhan untuk membangun kembali Yerusalem. Ia menjalankan tugas ini dengan penuh komitmen dan tidak menyalahgunakannya.
Bila saat ini kita sedang mengalami pergumulan yang tidak jauh berbeda dengan Nehemia, jangan putus asa! Memang, Iblis tidak pernah lelah untuk melemahkan kita. Jangan menyerah pada keadaan dan terpengaruh kata-kata negatif yang dilontarkan orang lain kepada kita. Tetaplah maju! Ada tertulis: "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:28).
Serahkan setiap perkara kepada Tuhan, maka Dia akan menyelesaikannya, karena tak ada rencanaNya yang gagal!
Monday, June 6, 2011
MENANG TERHADAP INTIMIDASI IBLIS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2011 -
Baca: Nehemia 4
"Ketika Sanbalat mendengar, bahwa kami sedang membangun kembali tembok, bangkitlah amarahnya dan ia sangat sakit hati. Ia mengolok-olokan orang Yahudi" Nehemia 4:1
Seringkali seseorang menjadi lemah dan tak berdaya oleh karena perkataan dari orang lain yang menyakitkan, melemahkan dan mengitimidasinya. Oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap apa pun yang kita ucapkan.
Hal serupa dialami oleh Nehemia, orang Yahudi yang hidup pada masa Israel berada dalam tawanan. Alkitab menyatakan bahwa beberapa tahun sebelumnya, orang-orang Babilonia telah datang dan menghancurkan Yerusalem. Mereka juga membunuh atau menawan sebagian besar penduduk. Tidak hanya itu, tembok-tembok dibakar dan diruntuhkan sehingga kota itu tinggal puing-puing. Kondisi ini benar-benar memilukan hati Nehemia dan Tuhan pun menaruh kerinduan dalam hatinya untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali kota itu. Selama di pembuangan, Nehemia telah setia mengabdi kepada sang raja asing dan ia pun disukai raja itu. Karena itu raja mengijinkan dia untuk pergi dan melaksanakan semua yang telah Tuhan suruhkan kepadanya. Dengan segera Nehemia berangkat ke Yerusalem dan mengumpulkan orang-orang Israel yang tersisa, mendorong mereka untuk memperbaiki semua yang telah dihancurkan oleh musuh. Untuk mewujudkan rencana itu Nehemia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah. Ada sekumpulan orang yang tidak menyukai niat mulianya, di mana mereka berusaha untuk mengintimidasi Nehemia dengan perkataan-perkataan yang melemahkan. Sanbalat, Tobia dan Gesyem tidak ingin tembok itu dibangun kembali. Mereka berusaha menentang dan menghentikan usaha Nehemia ini. Dikatakan, "...mereka mengolok-olokkan dan menghina kami. Kata mereka: 'Apa yang kamu lakukan itu? Apa kamu mau berontak terhadap raja?" (Nehemia 2:19). Mereka juga berusaha untuk menghancurkan dan mengintimidasi Nehemia dengan perkataan-perkataan yang merendahkan. Ejek orang-orang itu, "Sekalipun mereka membangun kembali, kalau seekor anjing hutan meloncat dan menyentuhnya, robohlah tembok batu mereka." (Nehemia 4:3). Apa yang dikerjakan Nehemia menjadi bahan tertawaan mereka. Meskipun demikian Nehemia tidak termakan oleh provokasi mereka, dia terus maju. (Bersambung)
Baca: Nehemia 4
"Ketika Sanbalat mendengar, bahwa kami sedang membangun kembali tembok, bangkitlah amarahnya dan ia sangat sakit hati. Ia mengolok-olokan orang Yahudi" Nehemia 4:1
Seringkali seseorang menjadi lemah dan tak berdaya oleh karena perkataan dari orang lain yang menyakitkan, melemahkan dan mengitimidasinya. Oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap apa pun yang kita ucapkan.
Hal serupa dialami oleh Nehemia, orang Yahudi yang hidup pada masa Israel berada dalam tawanan. Alkitab menyatakan bahwa beberapa tahun sebelumnya, orang-orang Babilonia telah datang dan menghancurkan Yerusalem. Mereka juga membunuh atau menawan sebagian besar penduduk. Tidak hanya itu, tembok-tembok dibakar dan diruntuhkan sehingga kota itu tinggal puing-puing. Kondisi ini benar-benar memilukan hati Nehemia dan Tuhan pun menaruh kerinduan dalam hatinya untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali kota itu. Selama di pembuangan, Nehemia telah setia mengabdi kepada sang raja asing dan ia pun disukai raja itu. Karena itu raja mengijinkan dia untuk pergi dan melaksanakan semua yang telah Tuhan suruhkan kepadanya. Dengan segera Nehemia berangkat ke Yerusalem dan mengumpulkan orang-orang Israel yang tersisa, mendorong mereka untuk memperbaiki semua yang telah dihancurkan oleh musuh. Untuk mewujudkan rencana itu Nehemia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah. Ada sekumpulan orang yang tidak menyukai niat mulianya, di mana mereka berusaha untuk mengintimidasi Nehemia dengan perkataan-perkataan yang melemahkan. Sanbalat, Tobia dan Gesyem tidak ingin tembok itu dibangun kembali. Mereka berusaha menentang dan menghentikan usaha Nehemia ini. Dikatakan, "...mereka mengolok-olokkan dan menghina kami. Kata mereka: 'Apa yang kamu lakukan itu? Apa kamu mau berontak terhadap raja?" (Nehemia 2:19). Mereka juga berusaha untuk menghancurkan dan mengintimidasi Nehemia dengan perkataan-perkataan yang merendahkan. Ejek orang-orang itu, "Sekalipun mereka membangun kembali, kalau seekor anjing hutan meloncat dan menyentuhnya, robohlah tembok batu mereka." (Nehemia 4:3). Apa yang dikerjakan Nehemia menjadi bahan tertawaan mereka. Meskipun demikian Nehemia tidak termakan oleh provokasi mereka, dia terus maju. (Bersambung)
Sunday, June 5, 2011
MENGERJAKAN KESELAMATAN: Makin Melekat Pada Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 62
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat. Perwujudannya adalah menghormati Roh Kudus, yaitu dengan melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan yang kesemuanya tidak terlepas dari pimpinan Roh Kudus. Ketika kita hidup dalam pimpinan Roh Kudus kita pasti tidak akan menuruti keinginan daging. Oleh karenanya kita harus menjauhkan diri dari segala bentuk kecemaran dunia ini, sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Seseorang yang menyadari bahwa keselamatan yang ia terima adalah kasih karunia dari Tuhan akan memiliki kerinduan untuk selalu melekat kepadaNya. Inilah yang dilakukan Daud, senantiasa merindukan hadirat Tuhan: "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelantaran-pelantaran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup." (Mazmur 84:2-3). Daud tahu bahwa di dalam hadirat Tuhan ada sukacita, pemulihan, kemenangan, penghiburan dan kekuatan. Dan respons hati Tuhan terhadap siapa pun yang senantiasa melekat kepadaNya adalah seperti yang dikatakanNya, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku." (Mazmur 91:14). Hal ini sungguh terbukti ketika Daud mengalami persoalan yang berat, di mana Tuhan menyatakan kuasaNya, "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2b).
Seberapa dalam kerinduan kita kepada Tuhan? Seringkali kita malah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Kita jarang sekali membaca Alkitab (firman Tuhan), apalagi merenungkannya, dan juga malas berdoa. Di akhir zaman ini jemaat Tuhan harus semakin intim dengan Kristus. Ketika kita melekat kepada Dia kita akan beroleh kekuatan dan mampu menang terhadap segala godaan dunia ini, sehingga keselamatan yang telah kita terima tetap terpelihara. Bahkan iman kita akan semakin bertumbuh.
...dan pada saatnya kehidupan kita menghasilkan buah bagi Tuhan, yaitu menjadi berkat bagi orang lain, "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela..." Filipi 2:15
Baca: Mazmur 62
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat. Perwujudannya adalah menghormati Roh Kudus, yaitu dengan melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan yang kesemuanya tidak terlepas dari pimpinan Roh Kudus. Ketika kita hidup dalam pimpinan Roh Kudus kita pasti tidak akan menuruti keinginan daging. Oleh karenanya kita harus menjauhkan diri dari segala bentuk kecemaran dunia ini, sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Seseorang yang menyadari bahwa keselamatan yang ia terima adalah kasih karunia dari Tuhan akan memiliki kerinduan untuk selalu melekat kepadaNya. Inilah yang dilakukan Daud, senantiasa merindukan hadirat Tuhan: "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelantaran-pelantaran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup." (Mazmur 84:2-3). Daud tahu bahwa di dalam hadirat Tuhan ada sukacita, pemulihan, kemenangan, penghiburan dan kekuatan. Dan respons hati Tuhan terhadap siapa pun yang senantiasa melekat kepadaNya adalah seperti yang dikatakanNya, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku." (Mazmur 91:14). Hal ini sungguh terbukti ketika Daud mengalami persoalan yang berat, di mana Tuhan menyatakan kuasaNya, "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2b).
Seberapa dalam kerinduan kita kepada Tuhan? Seringkali kita malah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Kita jarang sekali membaca Alkitab (firman Tuhan), apalagi merenungkannya, dan juga malas berdoa. Di akhir zaman ini jemaat Tuhan harus semakin intim dengan Kristus. Ketika kita melekat kepada Dia kita akan beroleh kekuatan dan mampu menang terhadap segala godaan dunia ini, sehingga keselamatan yang telah kita terima tetap terpelihara. Bahkan iman kita akan semakin bertumbuh.
...dan pada saatnya kehidupan kita menghasilkan buah bagi Tuhan, yaitu menjadi berkat bagi orang lain, "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela..." Filipi 2:15
Saturday, June 4, 2011
MENGERJAKAN KESELAMATAN: Menjauhi Kejahatan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2011 -
Baca: Filipi 2:12-18
"Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir," Filipi 2:12
Banyak orang yang mengaku dirinya percaya dan beriman kepada Yesus tetapi masih memandang rendah nilai pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Mereka mengganggap sepele keselamatan yang telah diberikan Tuhan. Petrus menegaskan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Apa buktinya seseorang dikatakan sudah tidak peduli lagi terhadap keselamatan yang telah diterimanya dari Tuhan itu? Hal ini bisa dilihat dari gaya hidupnya yang tidak mencerminkan sebagai anak Tuhan. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh kasih karunia kita telah dipindahkan dari kegelapan menuju terang. Maka dari itu kita harus "...meninggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:12b-14). Bukankah masih ada orang percaya yang belum sepenuhnya meninggalkan hidup lamanya, masih bersahabat dengan dunia ini dan mencintai dosa?
Rasul Paulus menasihati agar kita senantiasa taat dan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Artinya kita harus berani berkata tidak terhadap dosa dan menghormati kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita. Rasa takut dan gentar yang dimaksud adalah menghormati Tuhan karena kuasaNya, kekudusanNya dan keadilanNya, sehingga kita pun takut melakukan dosa, karena setiap pelanggaran akan membawa konsekuensi. Salomo dalam amsalnya juga menyebutkan, "Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13). (lanjut)
Baca: Filipi 2:12-18
"Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir," Filipi 2:12
Banyak orang yang mengaku dirinya percaya dan beriman kepada Yesus tetapi masih memandang rendah nilai pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Mereka mengganggap sepele keselamatan yang telah diberikan Tuhan. Petrus menegaskan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Apa buktinya seseorang dikatakan sudah tidak peduli lagi terhadap keselamatan yang telah diterimanya dari Tuhan itu? Hal ini bisa dilihat dari gaya hidupnya yang tidak mencerminkan sebagai anak Tuhan. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh kasih karunia kita telah dipindahkan dari kegelapan menuju terang. Maka dari itu kita harus "...meninggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:12b-14). Bukankah masih ada orang percaya yang belum sepenuhnya meninggalkan hidup lamanya, masih bersahabat dengan dunia ini dan mencintai dosa?
Rasul Paulus menasihati agar kita senantiasa taat dan mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Artinya kita harus berani berkata tidak terhadap dosa dan menghormati kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita. Rasa takut dan gentar yang dimaksud adalah menghormati Tuhan karena kuasaNya, kekudusanNya dan keadilanNya, sehingga kita pun takut melakukan dosa, karena setiap pelanggaran akan membawa konsekuensi. Salomo dalam amsalnya juga menyebutkan, "Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13). (lanjut)
Friday, June 3, 2011
TUHAN PEDULIKAN KITA: Berharga di MataNya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2011 -
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu." Yesaya 43:4
Adalah suatu kebanggaan tersendiri apabila kita mendapat hormat, pujian dan penghargaan dari sesama kita karena kesuksesan atau prestasi yang telah kita raih. Contoh: keberhasilan tim sepakbola nasional Indonesia menjadi runner up dalam piala AFF beberapa waktu lalu. Semua pemain begitu dielu-elukan dan beroleh sanjungan dari para penggila bola tanah air. Hampir semua media menampilkan berita tentang mereka. Penghargaan dan bonus mengalir deras. Mereka menjadi aset berharga di dunia olahraga nasional. Tapi, apakah kita pernah menyadari bahwa kita ini sangat berharga di mata Tuhan? Tuhan tidak pernah memandang rupa, jabatan, atau kekayaan yang kita miliki. Sesungguhnya "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Seburuk apa pun kita di mata dunia ini, bahkan mungkin kita telah dihina, dicaci, dan direndahkan, tetapi kita tetap berharga di mataNya. Kalau kita begitu bangga dipuji dan dihormati oleh orang lain, alangkah lebihnya bila kita dipandang sangat berharga dan mulia di hadapan Tuhan, bahkan disebutNya kita sebagai biji mataNya sendiri! Dan Alkitab menyatakan, "...siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya-" (Zakharia 2:8b).
Sudah sepatutnya hati kita berlimpah dengan syukur dan berhentilah untuk mengeluh dan bersungut-sungut dengan kondisi kita yang mungkin menurut kita tidak sebanding dengan orang-orang yang di luar Tuhan, sebab dengan ucapakan syukur kepada Tuhan kita akan semakin kuat di dalam Dia dan itulah awal dari karya Roh Kudus dalam hidup kita. Ketika Tuhan Yesus hendak memberi makan lima ribu orang, Ia "...mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuatNya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11).
Dalam ucapan syukur ada kuasa yang turun dari tempat mahatinggi, sebab di dalamnya kita selalu percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajab atas hidup kita. Ingat, kita berharga di mata Tuhan!
Keadaan apa pun yang kita alami saat ini, Tuhan tahu dan Dia sangat mempedulikan kita!
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu." Yesaya 43:4
Adalah suatu kebanggaan tersendiri apabila kita mendapat hormat, pujian dan penghargaan dari sesama kita karena kesuksesan atau prestasi yang telah kita raih. Contoh: keberhasilan tim sepakbola nasional Indonesia menjadi runner up dalam piala AFF beberapa waktu lalu. Semua pemain begitu dielu-elukan dan beroleh sanjungan dari para penggila bola tanah air. Hampir semua media menampilkan berita tentang mereka. Penghargaan dan bonus mengalir deras. Mereka menjadi aset berharga di dunia olahraga nasional. Tapi, apakah kita pernah menyadari bahwa kita ini sangat berharga di mata Tuhan? Tuhan tidak pernah memandang rupa, jabatan, atau kekayaan yang kita miliki. Sesungguhnya "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Seburuk apa pun kita di mata dunia ini, bahkan mungkin kita telah dihina, dicaci, dan direndahkan, tetapi kita tetap berharga di mataNya. Kalau kita begitu bangga dipuji dan dihormati oleh orang lain, alangkah lebihnya bila kita dipandang sangat berharga dan mulia di hadapan Tuhan, bahkan disebutNya kita sebagai biji mataNya sendiri! Dan Alkitab menyatakan, "...siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya-" (Zakharia 2:8b).
Sudah sepatutnya hati kita berlimpah dengan syukur dan berhentilah untuk mengeluh dan bersungut-sungut dengan kondisi kita yang mungkin menurut kita tidak sebanding dengan orang-orang yang di luar Tuhan, sebab dengan ucapakan syukur kepada Tuhan kita akan semakin kuat di dalam Dia dan itulah awal dari karya Roh Kudus dalam hidup kita. Ketika Tuhan Yesus hendak memberi makan lima ribu orang, Ia "...mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuatNya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11).
Dalam ucapan syukur ada kuasa yang turun dari tempat mahatinggi, sebab di dalamnya kita selalu percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajab atas hidup kita. Ingat, kita berharga di mata Tuhan!
Keadaan apa pun yang kita alami saat ini, Tuhan tahu dan Dia sangat mempedulikan kita!
Thursday, June 2, 2011
RENCANA ALLAH TERGENAPI: Yesus Naik ke Sorga
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2011 -
Baca: Ibrani 10:19-39
"karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah." Ibrani 10:20-21
Alkitab telah menegaskan bahwa jalan untuk sampai ke tempat Mahakudus sudah terbuka bagi kita melalui pengorbanan Yesus. Oleh darah Yesus kita sudah dibersihkan dan disucikan sehingga kita bisa masuk ke ruang Maha Kudus. Sungguh, kedatangan Yesus ke dalam dunia ini adalah untuk menggenapi rencana Allah bagi kita; Allah mengutus Yesus supaya kita mengenal Dia sebagaimana tertulis: "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya." (Yohanes 1:18).
KebangkitanNya dari kematian telah membuktikan kuasa ke-Ilahian-Nya; perbuatan-perbuatan Iblis telah dihancurkan, "...Maut telah ditelan dalam kemenangan." (1 Korintus 15:54b). Melalui karyaNya, jaminan keselamatan telah disediakan bagi kita. Tertulis: "demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Yesus telah menggenapi rencana Allah dengan sempurna! Dan kenaikan Yesus ke sorga, 40 hari setelah kebangkitanNya, merupakan klimaks kehidupanNya di dunia. Ini membuktikan Dia adalah Tuhan dan Juruselamat yang diutus Bapa dan kembali kepada Bapa. Yesus datang dari kekekalan dan kembali kepada kekekalan. Yesus berkata, "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." (Yohanes 16:28). Yesus kembali kepada Bapa untuk menyediakan tempat bagi orang percaya: "Di rumah bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada." (Yohanes 14:2-3).
Di dalam Yesus ada jaminan kepastian hidup kekal. Jadi marilah kita menanti Dia dengan tekun sambil mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar.
"...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Kisah 1:11
Baca: Ibrani 10:19-39
"karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah." Ibrani 10:20-21
Alkitab telah menegaskan bahwa jalan untuk sampai ke tempat Mahakudus sudah terbuka bagi kita melalui pengorbanan Yesus. Oleh darah Yesus kita sudah dibersihkan dan disucikan sehingga kita bisa masuk ke ruang Maha Kudus. Sungguh, kedatangan Yesus ke dalam dunia ini adalah untuk menggenapi rencana Allah bagi kita; Allah mengutus Yesus supaya kita mengenal Dia sebagaimana tertulis: "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya." (Yohanes 1:18).
KebangkitanNya dari kematian telah membuktikan kuasa ke-Ilahian-Nya; perbuatan-perbuatan Iblis telah dihancurkan, "...Maut telah ditelan dalam kemenangan." (1 Korintus 15:54b). Melalui karyaNya, jaminan keselamatan telah disediakan bagi kita. Tertulis: "demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Yesus telah menggenapi rencana Allah dengan sempurna! Dan kenaikan Yesus ke sorga, 40 hari setelah kebangkitanNya, merupakan klimaks kehidupanNya di dunia. Ini membuktikan Dia adalah Tuhan dan Juruselamat yang diutus Bapa dan kembali kepada Bapa. Yesus datang dari kekekalan dan kembali kepada kekekalan. Yesus berkata, "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." (Yohanes 16:28). Yesus kembali kepada Bapa untuk menyediakan tempat bagi orang percaya: "Di rumah bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada." (Yohanes 14:2-3).
Di dalam Yesus ada jaminan kepastian hidup kekal. Jadi marilah kita menanti Dia dengan tekun sambil mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar.
"...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Kisah 1:11
Wednesday, June 1, 2011
DALAM PUJIAN PENYEMBAHAN: Tuhan Bekerja!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 103
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!" Mazmur 103:1
Setiap ibadah selalu diawali dengan pujian penyembahan. Mengapa? Karena pujian dan penyembahan kepada Tuhan sudah seharusnya merupakan gaya hidup yang tidak terpisahkan dari iman Kristen. Sejak awal Tuhan telah merancang kita untuk menjadi umat pemuji, bahkan sampai pada kekekalan di sorga tiada hentinya pujian dan penyembahan dinaikkan bagi Tuhan. Melalui pujian dan penyembahan nama Tuhan ditinggikan, sebab Dia hadir dalam pujian umatNya. Dengan pujian penyembahan kita mengundang hadiratNya yang penuh kuasa untuk melawat dan memulihkan keadaan kita. Terkadang tidak banyak orang percaya yang menyadari betapa pentingnya pujian penyembahan dalam suatu ibadah. Kita menganggapnya sebagai hal yang biasa dan rutin sehingga banyak orang yang sengaja datang ke gereja terlambat. "Ah, masih puji-pujian, nanti saja datang ketika firman akan dimulai!" Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang lebih menyukai dan hafal dengan lagu-lagu duniawi daripada lagu-lagu rohani. Mereka tidak menyadari akan kuasa yang terkandung dalam puji-pujian kepada Tuhan.
Bila kita memuji Tuhan dengan segenap hati, kita akan mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan pasti mengalami pembaharuan dalam hidupnya. Dampaknya: ia akan makin berkobar-kobar bagi Tuhan karena menyadari betapa besar kasih dan kebaikan Tuhan dalam hidupnya; betapa hidupnya berharga karena telah diselamtkan oleh Tuhan. Simak ungkapan hati Daud ini yang menyadari akan kasih Tuhan: "Tuhan adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. ...setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia;" (Mazmur 103:8,11). Oleh karena itu penghormatan tertinggi hanya layak bagi Tuhan saja!
Apabila kita bisa mengingat betapa baiknya Tuhan dalam hidup ini tidak ada yang bisa kita perbuat untuk membalas kebaikanNya selain hanya pujian dan penyembahan yang selayakya kita haturkan sebagai rasa syukur kita.
Tidak ada alasan untuk tidak memuji Tuhan di segala waktu, sebab dalam pujian penyembahan yang kita naikkan kuasa Tuhan turut bekerja dan kita pun akan mengalami pemulihan yang luar biasa!
Baca: Mazmur 103
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!" Mazmur 103:1
Setiap ibadah selalu diawali dengan pujian penyembahan. Mengapa? Karena pujian dan penyembahan kepada Tuhan sudah seharusnya merupakan gaya hidup yang tidak terpisahkan dari iman Kristen. Sejak awal Tuhan telah merancang kita untuk menjadi umat pemuji, bahkan sampai pada kekekalan di sorga tiada hentinya pujian dan penyembahan dinaikkan bagi Tuhan. Melalui pujian dan penyembahan nama Tuhan ditinggikan, sebab Dia hadir dalam pujian umatNya. Dengan pujian penyembahan kita mengundang hadiratNya yang penuh kuasa untuk melawat dan memulihkan keadaan kita. Terkadang tidak banyak orang percaya yang menyadari betapa pentingnya pujian penyembahan dalam suatu ibadah. Kita menganggapnya sebagai hal yang biasa dan rutin sehingga banyak orang yang sengaja datang ke gereja terlambat. "Ah, masih puji-pujian, nanti saja datang ketika firman akan dimulai!" Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang lebih menyukai dan hafal dengan lagu-lagu duniawi daripada lagu-lagu rohani. Mereka tidak menyadari akan kuasa yang terkandung dalam puji-pujian kepada Tuhan.
Bila kita memuji Tuhan dengan segenap hati, kita akan mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan pasti mengalami pembaharuan dalam hidupnya. Dampaknya: ia akan makin berkobar-kobar bagi Tuhan karena menyadari betapa besar kasih dan kebaikan Tuhan dalam hidupnya; betapa hidupnya berharga karena telah diselamtkan oleh Tuhan. Simak ungkapan hati Daud ini yang menyadari akan kasih Tuhan: "Tuhan adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. ...setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia;" (Mazmur 103:8,11). Oleh karena itu penghormatan tertinggi hanya layak bagi Tuhan saja!
Apabila kita bisa mengingat betapa baiknya Tuhan dalam hidup ini tidak ada yang bisa kita perbuat untuk membalas kebaikanNya selain hanya pujian dan penyembahan yang selayakya kita haturkan sebagai rasa syukur kita.
Tidak ada alasan untuk tidak memuji Tuhan di segala waktu, sebab dalam pujian penyembahan yang kita naikkan kuasa Tuhan turut bekerja dan kita pun akan mengalami pemulihan yang luar biasa!
Subscribe to:
Posts (Atom)