- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2010 -
Baca: Yesaya 48:12-22
“Akulah Tuhan, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh.” Yesaya 48:17
Dalam menjalani hidup ini kita sangat membutuhkan tuntunan dan petunjuk dari Tuhan. Pemazmur berkata, “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (Mazmur 1:1-2). Alkitab berisi tuntunan dan petunjuk dari Tuhan. Semakin kita mempelajari firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam semakin kita mengerti apa kehendak Tuhan, dan apa langkah-langkah yang harus kita tempuh sehingga perjalanan hidup kita selalu beruntung dan akan memberi faedah.
Tuhan memberikan contoh kehidupan empat binatang kecil, “Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu, belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur, cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja.” (Amsal 30:24-28). Semut, meskipun tergolong binatang terkecil dan lemah, ia rajin, ulet dan cekatan. Selain itu semut memiliki rasa empati yang tinggi terhadap sesamanya, mereka menopang satu sama lain dan bergotong royong. Tuhan menghendaki hal yang demikian, “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2). Belalang, dalam waktu singkat sanggup menghabiskan hasil ladang berkat kerjasama dan ketekunannya.
Masih ada saja orang Kristen yang bukannya saling menopang dan bergotong royong satu sama lain, malah saling sikut, hantam dan saling mendiskreditkan. Pelanduk, binatang lemah tapi mampu membuat rumahnya di atas bukit batu sehingga ia selamat dan aman apabila badai menyerang. Yesus adalah Batu Karang Keselamatan kita. Sudah seharusnya kita mempercayakan hidup ini sepenuhnya kepada Dia.
“Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.” Matius 7:24
Friday, April 30, 2010
Thursday, April 29, 2010
BUKTI KELAHIRAN BARU
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2010 -
Baca: Galatia 5:1-15
“Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah tegak dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” Galatia 5:1
Setiap orang Kristen yang telah lahir baru akan mengalami kemerdekaan. “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.” (2 Korintus 3:17). Kemerdekaan yang dimaksud adalah merdeka atas kuasa dosa, kutuk dan segala sesuatu yang ditimbulkan oleh dosa, karena saat kita belum dilahirkan kembali kita berada di bawah hukum dosa yang akan membawa kepada kebinasaan.
Banyak orang Kristen mengaku sudah dilahirkan kembali atau lahir baru, tetapi mereka masih terikat oleh berbagai hawa nafsu atau perbuatan-perbuatan dosa: percabulan, iri hati, dengki, dan masih terikat oleh kepercayaan nenek moyang dan adat istiadat yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Diperintahkan: “...jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Lihatlah dirimu beribadah.” (1 Timotius 4:7).
Orang yang mengalami lahir baru tidak lagi hidup dalam kegelapan (dosa), karena “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” (1 Yohanes 1:5). Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah anak-anak terang. Oleh karena itu kita harus menanggalkan semua perbuatan gelap dan hidup dalam kebenaran setiap hari. Keberadaan kita di tengah-tengah dunia ini tidak mudah karena kita harus menjadi terang itu, sehingga melalui kehidupan kita nama Tuhan dipermuliakan, dan selalu ada upah bagi setiap orang yang hidup dalam kebenaran seperti tertulis: “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17).
Di hari-hari akhir ini banyak orang kehilangan damai sejahtera dan tidak ada ketenangan atau pun ketenteraman. Bukan karena mereka tidak punya uang atau harta, tapi karena mereka tidak hidup dalam terang atau kebenaran Tuhan. Mereka lari ke tempat-tempat hiburan atau mengkonsumsi obat-obat terlarang tetapi tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Ingatlah! Kehidupan ini tidak bergantung kepada harta atau hal-hal materi saja, tetapi terutama kepada kuasa kebenaran di dalam Tuhan Yesus.
Baca: Galatia 5:1-15
“Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah tegak dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” Galatia 5:1
Setiap orang Kristen yang telah lahir baru akan mengalami kemerdekaan. “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.” (2 Korintus 3:17). Kemerdekaan yang dimaksud adalah merdeka atas kuasa dosa, kutuk dan segala sesuatu yang ditimbulkan oleh dosa, karena saat kita belum dilahirkan kembali kita berada di bawah hukum dosa yang akan membawa kepada kebinasaan.
Banyak orang Kristen mengaku sudah dilahirkan kembali atau lahir baru, tetapi mereka masih terikat oleh berbagai hawa nafsu atau perbuatan-perbuatan dosa: percabulan, iri hati, dengki, dan masih terikat oleh kepercayaan nenek moyang dan adat istiadat yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Diperintahkan: “...jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Lihatlah dirimu beribadah.” (1 Timotius 4:7).
Orang yang mengalami lahir baru tidak lagi hidup dalam kegelapan (dosa), karena “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” (1 Yohanes 1:5). Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah anak-anak terang. Oleh karena itu kita harus menanggalkan semua perbuatan gelap dan hidup dalam kebenaran setiap hari. Keberadaan kita di tengah-tengah dunia ini tidak mudah karena kita harus menjadi terang itu, sehingga melalui kehidupan kita nama Tuhan dipermuliakan, dan selalu ada upah bagi setiap orang yang hidup dalam kebenaran seperti tertulis: “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17).
Di hari-hari akhir ini banyak orang kehilangan damai sejahtera dan tidak ada ketenangan atau pun ketenteraman. Bukan karena mereka tidak punya uang atau harta, tapi karena mereka tidak hidup dalam terang atau kebenaran Tuhan. Mereka lari ke tempat-tempat hiburan atau mengkonsumsi obat-obat terlarang tetapi tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Ingatlah! Kehidupan ini tidak bergantung kepada harta atau hal-hal materi saja, tetapi terutama kepada kuasa kebenaran di dalam Tuhan Yesus.
Wednesday, April 28, 2010
SUDAHKAH KITA LAHIR BARU?
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2010 -
Baca: Titus 3:1-8
“pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,” Titus 3:5
Alkitab menyatakan, “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman,” (2 Timotius 1:9). Jelas bahwa keselamatan yang kita peroleh itu semata-mata karena kasih dan anugerah Tuhan yang besar atas kehidupan kita; bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Sudahkan kita lahir kembali atau lahir baru? Mungkin kita berkata, “Aku sudah lahir baru, buktinya aku rajin beribadah dan bahkan sudah terlibat dalam pelayanan.” Rajin ke gereja atau sudah melayani bukanlah suatu ukuran bahwa kita sudah dilahirkan kembali atau lahir baru. Yang menjadi ukuran bahwa seseorang mengalami kelahiran kembali apabila kehidupannya mengalami perubahan dari hari ke hari, semakin bertumbuh dalam kedewasaan rohani, dan pada saatnya menjadi serupa dengan Kristus karena ada tertulis: “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” (1 Yohanes 2:6).
Perihal lahir baru ini banyak tidak dimengerti oleh orang Kristen, seperti pula Nikodemus, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” (Yohanes 3:4). Memang secara lahiriah orang yang sudah dilahirkan ke dalam dunia ini tidak mungkin dapat masuk ke dalam rahim ibunya untuk dilahirkan kembali. Jangankan orang yang sudah tua, seorang anak yang masih balita pun tidak dapat dilahirkan kembali. Namun yang dimaksud oleh Tuhan Yesus mengenai lahir kembali adalah roh manusianya yang harus dilahirkan kembali supaya ia dapat melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah, karena apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh (baca Yohanes 3:5-6).
Setiap orang Kristen harus benar-benar lahir baru, tidak bisa ditawar lagi!
Baca: Titus 3:1-8
“pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,” Titus 3:5
Alkitab menyatakan, “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman,” (2 Timotius 1:9). Jelas bahwa keselamatan yang kita peroleh itu semata-mata karena kasih dan anugerah Tuhan yang besar atas kehidupan kita; bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Sudahkan kita lahir kembali atau lahir baru? Mungkin kita berkata, “Aku sudah lahir baru, buktinya aku rajin beribadah dan bahkan sudah terlibat dalam pelayanan.” Rajin ke gereja atau sudah melayani bukanlah suatu ukuran bahwa kita sudah dilahirkan kembali atau lahir baru. Yang menjadi ukuran bahwa seseorang mengalami kelahiran kembali apabila kehidupannya mengalami perubahan dari hari ke hari, semakin bertumbuh dalam kedewasaan rohani, dan pada saatnya menjadi serupa dengan Kristus karena ada tertulis: “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” (1 Yohanes 2:6).
Perihal lahir baru ini banyak tidak dimengerti oleh orang Kristen, seperti pula Nikodemus, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” (Yohanes 3:4). Memang secara lahiriah orang yang sudah dilahirkan ke dalam dunia ini tidak mungkin dapat masuk ke dalam rahim ibunya untuk dilahirkan kembali. Jangankan orang yang sudah tua, seorang anak yang masih balita pun tidak dapat dilahirkan kembali. Namun yang dimaksud oleh Tuhan Yesus mengenai lahir kembali adalah roh manusianya yang harus dilahirkan kembali supaya ia dapat melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah, karena apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh (baca Yohanes 3:5-6).
Setiap orang Kristen harus benar-benar lahir baru, tidak bisa ditawar lagi!
Tuesday, April 27, 2010
URAPAN TUHAN MENGHASILKAN KUASA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2010 -
Baca: Yesaya 10:20-27a
“Pada waktu itu beban yang ditimpakan mereka atas bahumu akan terbuang, dan kuk yang diletakkan mereka atas tengkukmu akan lenyap.” Yesaya 10:27a
Tuhan berkata, “...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah 1:8). Setiap anak Tuhan harus memiliki kerinduan untuk dipenuhi Roh Kudus, karena kuasa Roh Kuduslah yang mampu membebaskan semua belenggu dan kuk dalam kehidupan semua orang.
Bersama Roh Kudus kita dimampukan melakukan pekerjaan-pekerjaan besarNya di atas bumi. Jika kita ingin melakukan pekerjaan yang dikehendaki Bapa, kita sangat membutuhkan urapan kuasa Roh Kudus. Ketika Elia hendak terangkat ke sorga ia berkata kepada Elisa, “ ‘Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu.’ Jawab Elisa: ‘Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.’ “ (2 Raja-Raja 2:9). Elisa merindukan urapan yang sama yang dimiliki Elia. Elisa sadar tanpa urapan Tuhan dia tidak akan mampu melakukan perkara-perkara besar.
Urapan adalah kuasa Tuhan yang dahsyat yang sanggup mengubah hidup seseorang secara permanen dan merupakan pengalaman indah bersama Tuhan yang tak dapat terlupakan. Mari belajar dari Tuhan yang penuh urapan dari sorga sehingga di setiap pelayananNya Dia selalu melakukan perbuatan-perbuatan heran dan ajaib. Urapan inilah yang menarik banyak orang datang kepadaNya. Alkitab menyatakan, “...tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan kuasa Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.” (Kisah 10:38).
Tuhan Yesus dipenuhi oleh urapan sorgawi karena Ia selalu bersekutu dengan Bapa. Kita pun dapat mengalami urapan kuasaNya asal kita senantiasa berdoa dan bersekutu dengan Tuhan. Tanpa kekariban dengan Dia kita akan mengalami kuasaNya, sebab urapan dari Tuhan dapat lenyap bila kita jarang bersekutu dengan si Pemberi urapan itu.
Rasul Paulus mengingatkan, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh...,” (Efesus 6:18b), itulah kunci menikmati urapanNya.
Baca: Yesaya 10:20-27a
“Pada waktu itu beban yang ditimpakan mereka atas bahumu akan terbuang, dan kuk yang diletakkan mereka atas tengkukmu akan lenyap.” Yesaya 10:27a
Tuhan berkata, “...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah 1:8). Setiap anak Tuhan harus memiliki kerinduan untuk dipenuhi Roh Kudus, karena kuasa Roh Kuduslah yang mampu membebaskan semua belenggu dan kuk dalam kehidupan semua orang.
Bersama Roh Kudus kita dimampukan melakukan pekerjaan-pekerjaan besarNya di atas bumi. Jika kita ingin melakukan pekerjaan yang dikehendaki Bapa, kita sangat membutuhkan urapan kuasa Roh Kudus. Ketika Elia hendak terangkat ke sorga ia berkata kepada Elisa, “ ‘Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu.’ Jawab Elisa: ‘Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.’ “ (2 Raja-Raja 2:9). Elisa merindukan urapan yang sama yang dimiliki Elia. Elisa sadar tanpa urapan Tuhan dia tidak akan mampu melakukan perkara-perkara besar.
Urapan adalah kuasa Tuhan yang dahsyat yang sanggup mengubah hidup seseorang secara permanen dan merupakan pengalaman indah bersama Tuhan yang tak dapat terlupakan. Mari belajar dari Tuhan yang penuh urapan dari sorga sehingga di setiap pelayananNya Dia selalu melakukan perbuatan-perbuatan heran dan ajaib. Urapan inilah yang menarik banyak orang datang kepadaNya. Alkitab menyatakan, “...tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan kuasa Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.” (Kisah 10:38).
Tuhan Yesus dipenuhi oleh urapan sorgawi karena Ia selalu bersekutu dengan Bapa. Kita pun dapat mengalami urapan kuasaNya asal kita senantiasa berdoa dan bersekutu dengan Tuhan. Tanpa kekariban dengan Dia kita akan mengalami kuasaNya, sebab urapan dari Tuhan dapat lenyap bila kita jarang bersekutu dengan si Pemberi urapan itu.
Rasul Paulus mengingatkan, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh...,” (Efesus 6:18b), itulah kunci menikmati urapanNya.
Monday, April 26, 2010
UJIAN SELALU MENDATANGKAN KEBAIKAN (2)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2010 -
Baca: Mazmur 124:1-8
“Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.” Mazmur 124:8
Sering terlontar dari mulut kita, “Berapa lama lagi, Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudenger, aku berseru kepadaMu: ‘Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong?” (Habakuk 1:2). Kita melihat masalah itu seperti ‘Goliat’yang secara kasat mata sepertinya sulit untuk dikalahkan. Yesus serasa begitu ‘kecil’ di penilaian kita.
Camkanlah dalam-dalam! Tuhan kita adalah Penguasa alam semesta ini, artinya Dia mempunyai kedaulatan penuh atas seluruh ciptaanNya. Badai dan gelombang yang begitu dahsyat langsung berhenti dan danau menjadi teduh ketika Tuhan menghardiknya, “ ‘Diam! Tenanglah!’ Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.” (Markus 4:39). Ketika Ia mengajak murid-muridNya ke danau Ia tahu akan datang badai gelombang. Ia mengijinkan hal itu terjadi untuk menguji iman mereka. Sesungguhnya melalui kesulitan dan penderitaan Tuhan ingin menjadikan anak-anakNya dewasa rohani, bukan ‘bayi rohani’ terus yang hanya bisa merengek dan selalu minta diperhatikan.
Kita harus kuat menghadapi kesulitan apa pun karena ada Yesus bersama kita, Dia tidak akan membiarkan kita sendiri menghadapi semua itu. Tuhan tahu sampai di mana batas kemampuan kita, Dia tidak akan membiarkan kita dicobai sedemikian rupa sampai di luar batas kemampuan kita. Jadi, “Percobaan-percobaan yang kamu alami ialah percobaan-percobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13).
Bagaimana mungkin buah zaitun akan menghasilkan minyak bila tidak ditekan? Akankah buah anggur menjadi arak kalau tidak diperas begitu rupa? Sepatutnya kita bersyukur bila Tuhan masih berkenan mendidik kita melalui masalah sehingga kita boleh mendapat pengalaman berjalan bersama Dia. Dengan demikian iman kita semakin bertumbuh dan pada saatnya kita beroleh kekuatan untuk mengerjakan pekerjaanNya.
Dengan masalah sesungguhnya kita sedang dipersiapkan untuk melakukan perkara-perkara besar!
Baca: Mazmur 124:1-8
“Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.” Mazmur 124:8
Sering terlontar dari mulut kita, “Berapa lama lagi, Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudenger, aku berseru kepadaMu: ‘Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong?” (Habakuk 1:2). Kita melihat masalah itu seperti ‘Goliat’yang secara kasat mata sepertinya sulit untuk dikalahkan. Yesus serasa begitu ‘kecil’ di penilaian kita.
Camkanlah dalam-dalam! Tuhan kita adalah Penguasa alam semesta ini, artinya Dia mempunyai kedaulatan penuh atas seluruh ciptaanNya. Badai dan gelombang yang begitu dahsyat langsung berhenti dan danau menjadi teduh ketika Tuhan menghardiknya, “ ‘Diam! Tenanglah!’ Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.” (Markus 4:39). Ketika Ia mengajak murid-muridNya ke danau Ia tahu akan datang badai gelombang. Ia mengijinkan hal itu terjadi untuk menguji iman mereka. Sesungguhnya melalui kesulitan dan penderitaan Tuhan ingin menjadikan anak-anakNya dewasa rohani, bukan ‘bayi rohani’ terus yang hanya bisa merengek dan selalu minta diperhatikan.
Kita harus kuat menghadapi kesulitan apa pun karena ada Yesus bersama kita, Dia tidak akan membiarkan kita sendiri menghadapi semua itu. Tuhan tahu sampai di mana batas kemampuan kita, Dia tidak akan membiarkan kita dicobai sedemikian rupa sampai di luar batas kemampuan kita. Jadi, “Percobaan-percobaan yang kamu alami ialah percobaan-percobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13).
Bagaimana mungkin buah zaitun akan menghasilkan minyak bila tidak ditekan? Akankah buah anggur menjadi arak kalau tidak diperas begitu rupa? Sepatutnya kita bersyukur bila Tuhan masih berkenan mendidik kita melalui masalah sehingga kita boleh mendapat pengalaman berjalan bersama Dia. Dengan demikian iman kita semakin bertumbuh dan pada saatnya kita beroleh kekuatan untuk mengerjakan pekerjaanNya.
Dengan masalah sesungguhnya kita sedang dipersiapkan untuk melakukan perkara-perkara besar!
Sunday, April 25, 2010
UJIAN SELALU MENDATANGKAN KEBAIKAN (1)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2010 -
Baca: Markus 4:35-41
“Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.” Markus 4:37
Mengikut Tuhan dibutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh serta motivasi yang murni, sebab kita akan menghadapi banyak kesulitan dan juga penderitaan. “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29).
Tuhan tidak pernah berjanji kalau kita mengikut Dia perjalanan hidup kita akan bebas hambatan. Bahkan murid-muridNya pun yang senantiasa bersama-sama denganNya juga mengalami apa yang disebut dengan masalah atau kesulitan. Contohnya saat mereka berada satu perahu dengan Tuhan Yesus sekonyong-konyong datanglah angin ribut/taufan yang sangat dahsyat sehingga mereka menjadi takut dan panik. Tentunya angin ribut itu bukan angin ribut biasa sehingga mereka takut, karena sebagian besar murid itu notabene adalah nelayan, sudah terbiasa menghadapi badai dan gelombang saat berada di lautan. Ini membuktikan badai itu benar-benar dahsyat dan berada di luar batas kemampuan mereka menghadapinya.
Reaksi yang ditunjukkan para murid sama dengan reaksi kita ketika badai permasalahan datang menerpa; kita tidak lagi dapat melihat permasalahan sebagai proses ujian, tetapi sebagai beban yang melemahkan iman dan merampas sukacita kita. Kita sangat panik dan kuatir sehingga berusaha mengatasinya secepat mungkin menurut akal dan cara kita sendiri. Kita marah dan menyalahkan Tuhan dengan berkata, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (Markus 4:38b). Perihal ujian dan percobaan yang kita alami Yakobus berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-baai percobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yakobus 1:2-3).
Melihat kepanikan mereka Yesus keras menegur, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Markus 4:40). Tidak seharusnya para murid takut karena ada Yesus di tengah-tengah mereka. Bukankah mereka selalu terlibat dalam pelayanan Yesus dan melihat perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Gurunya selama ini? (Bersambung)
Baca: Markus 4:35-41
“Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.” Markus 4:37
Mengikut Tuhan dibutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh serta motivasi yang murni, sebab kita akan menghadapi banyak kesulitan dan juga penderitaan. “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29).
Tuhan tidak pernah berjanji kalau kita mengikut Dia perjalanan hidup kita akan bebas hambatan. Bahkan murid-muridNya pun yang senantiasa bersama-sama denganNya juga mengalami apa yang disebut dengan masalah atau kesulitan. Contohnya saat mereka berada satu perahu dengan Tuhan Yesus sekonyong-konyong datanglah angin ribut/taufan yang sangat dahsyat sehingga mereka menjadi takut dan panik. Tentunya angin ribut itu bukan angin ribut biasa sehingga mereka takut, karena sebagian besar murid itu notabene adalah nelayan, sudah terbiasa menghadapi badai dan gelombang saat berada di lautan. Ini membuktikan badai itu benar-benar dahsyat dan berada di luar batas kemampuan mereka menghadapinya.
Reaksi yang ditunjukkan para murid sama dengan reaksi kita ketika badai permasalahan datang menerpa; kita tidak lagi dapat melihat permasalahan sebagai proses ujian, tetapi sebagai beban yang melemahkan iman dan merampas sukacita kita. Kita sangat panik dan kuatir sehingga berusaha mengatasinya secepat mungkin menurut akal dan cara kita sendiri. Kita marah dan menyalahkan Tuhan dengan berkata, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (Markus 4:38b). Perihal ujian dan percobaan yang kita alami Yakobus berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-baai percobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yakobus 1:2-3).
Melihat kepanikan mereka Yesus keras menegur, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Markus 4:40). Tidak seharusnya para murid takut karena ada Yesus di tengah-tengah mereka. Bukankah mereka selalu terlibat dalam pelayanan Yesus dan melihat perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Gurunya selama ini? (Bersambung)
Saturday, April 24, 2010
APA PUN KEADAAN KITA, BERSYUKURLAH!
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2010 -
Baca: 1 Korintus 15:1-11
“Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia.” 1 Korintus 15: 10a
Seringkali kita merasa tidak puas dan menggertutu dengan keadaan kita saat ini, Pengalaman buruk di masa lalu terkadang terus menghantui perjalanan hidup kita. Inilah yang membuat kita tak dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Andaikata kita dapat menyadari keadaan diri sendiri, seberapa kekuatan atau kelemahan kita, kita akan lebih dapat menerima diri kita sebagaimana adanya.
Bagaimana pun keadaan kita di masa lalu janganlah menjadi masalah yang dibesar-besarkan. Yang penting adalah keadaan kita sekarang ini yaitu “...bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan , dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci,” (1 Korintus 15:3b-4). Keberadaan kita adalah karena kasih karunia Allah.
Paulus tak merasa rendah diri atau menyalahkan dirinya di masa lalu. Sebaliknya dia semakin giat bekerja buat Tuhan tanpa merasa lelah atau menggerutu meski harus menghadapi banyak penderitaan. Paulus mengakui, “...aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetap karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” (1 Korintus 15:9-10).
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Adakah ketidakpuasan terus bergejolak? Mari belajar bersyukur! Alangkah indahnya jika setiap kesempatan yang ada kita pergunakan untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan karena kita sadar betapa kita tidak dapat hidup tanpa campur tanganNya. Dengan demikian kita tak lagi memegahkan diri sendiri, melainkan memuliakan Allah karena kasih karuniaNya. “ ‘Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.’ Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan ujian, melainkan orang yang dipuji Tuhan.” (2 Korintus 10:17-18).
“Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” (Roma 5:2b).
Baca: 1 Korintus 15:1-11
“Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia.” 1 Korintus 15: 10a
Seringkali kita merasa tidak puas dan menggertutu dengan keadaan kita saat ini, Pengalaman buruk di masa lalu terkadang terus menghantui perjalanan hidup kita. Inilah yang membuat kita tak dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Andaikata kita dapat menyadari keadaan diri sendiri, seberapa kekuatan atau kelemahan kita, kita akan lebih dapat menerima diri kita sebagaimana adanya.
Bagaimana pun keadaan kita di masa lalu janganlah menjadi masalah yang dibesar-besarkan. Yang penting adalah keadaan kita sekarang ini yaitu “...bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan , dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci,” (1 Korintus 15:3b-4). Keberadaan kita adalah karena kasih karunia Allah.
Paulus tak merasa rendah diri atau menyalahkan dirinya di masa lalu. Sebaliknya dia semakin giat bekerja buat Tuhan tanpa merasa lelah atau menggerutu meski harus menghadapi banyak penderitaan. Paulus mengakui, “...aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetap karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” (1 Korintus 15:9-10).
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Adakah ketidakpuasan terus bergejolak? Mari belajar bersyukur! Alangkah indahnya jika setiap kesempatan yang ada kita pergunakan untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan karena kita sadar betapa kita tidak dapat hidup tanpa campur tanganNya. Dengan demikian kita tak lagi memegahkan diri sendiri, melainkan memuliakan Allah karena kasih karuniaNya. “ ‘Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.’ Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan ujian, melainkan orang yang dipuji Tuhan.” (2 Korintus 10:17-18).
“Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” (Roma 5:2b).
Friday, April 23, 2010
TEKUN DAN SABAR MENUNGGU
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2010 -
Baca: Yohanes 5:1-15
“Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya” Yohanes 5:4
Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda. Di situ berkumpullah sejumlah besar orang sakit dengan bermacam-macam penyakit, mereka menunggu goncangan air kolam dengan tekun dan penuh kesabaran, “Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya.” Jika setiap orang sakit di situ harus menunggu dengan tekun dan sabar hingga tiba gilirannya, karena walaupun air telah bergoncang, jika ia tak dapat masuk ke kolam lebih dulu sewaktu airnya tergoncang, ia juga tak akan sembuh.
Meskipun air kolam bergoncang, sulit bagi orang buta terjun ke dalamnya karena matanya tak dapat melihat dan mungkin ia akan terjatuh karena matanya tak dapat melihat dan mungkin ia akan terjatuh karena banyak sekali sandungan; yang timpang pun sulit bergerak dengan leluasa karena kakinya tak berfungsi dengan baik. Lebih-lebih bagi orang lumpuh, secara manusia ia tidak punya harapan lagi untuk masuk ke kolam sebab ia tak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali! Kehidupan rohani pun mempunyai berbagai jenis penyakit: buta rohani, timpang rohani dan juga lumpuh rohani. Yang mengalami kebutaan rohani tidak dapat melihat perkara-perkara besar yang sedang dikerjakan Tuhan. Yang timpang rohani imannya mudah goyah oleh keadaan. Dan yang lumpuh rohaninya sama sekali tak mampu bertindak dengan iman sebab terbelenggu oleh berbagai ikatan Iblis. Namun semua orang sakit di kolam itu harus dengan tekun dan sabar menunggu di pinggir kolam.
Orang Kristen sekarang ini tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Kita ingin semuanya serba instan. Jika ternyata Tuhan belum menjawab doa kita, kita menjadi kecewa dan marah kepada Tuhan. Kalau tidak mau bertekun dan sabar seperti orang-orang di kolam Betesda, tak mungkin kita akan mendapat jawaban dari Tuhan.
Tekun dan sabar adalah kunci mendapatkan jawaban, karena orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu. (Baca Mazmur 25:3a)
Baca: Yohanes 5:1-15
“Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya” Yohanes 5:4
Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda. Di situ berkumpullah sejumlah besar orang sakit dengan bermacam-macam penyakit, mereka menunggu goncangan air kolam dengan tekun dan penuh kesabaran, “Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya.” Jika setiap orang sakit di situ harus menunggu dengan tekun dan sabar hingga tiba gilirannya, karena walaupun air telah bergoncang, jika ia tak dapat masuk ke kolam lebih dulu sewaktu airnya tergoncang, ia juga tak akan sembuh.
Meskipun air kolam bergoncang, sulit bagi orang buta terjun ke dalamnya karena matanya tak dapat melihat dan mungkin ia akan terjatuh karena matanya tak dapat melihat dan mungkin ia akan terjatuh karena banyak sekali sandungan; yang timpang pun sulit bergerak dengan leluasa karena kakinya tak berfungsi dengan baik. Lebih-lebih bagi orang lumpuh, secara manusia ia tidak punya harapan lagi untuk masuk ke kolam sebab ia tak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali! Kehidupan rohani pun mempunyai berbagai jenis penyakit: buta rohani, timpang rohani dan juga lumpuh rohani. Yang mengalami kebutaan rohani tidak dapat melihat perkara-perkara besar yang sedang dikerjakan Tuhan. Yang timpang rohani imannya mudah goyah oleh keadaan. Dan yang lumpuh rohaninya sama sekali tak mampu bertindak dengan iman sebab terbelenggu oleh berbagai ikatan Iblis. Namun semua orang sakit di kolam itu harus dengan tekun dan sabar menunggu di pinggir kolam.
Orang Kristen sekarang ini tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Kita ingin semuanya serba instan. Jika ternyata Tuhan belum menjawab doa kita, kita menjadi kecewa dan marah kepada Tuhan. Kalau tidak mau bertekun dan sabar seperti orang-orang di kolam Betesda, tak mungkin kita akan mendapat jawaban dari Tuhan.
Tekun dan sabar adalah kunci mendapatkan jawaban, karena orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu. (Baca Mazmur 25:3a)
Thursday, April 22, 2010
FOYA-FOYA DALAM KEMEWAHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2010 -
Baca: Yakobus 5:1-6
“Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan.” Yakobus 5:5
Dalam hal firman Tuhan di atas banyak orang Kristen salah menafsirkan ayat tersebut. Mereka berpikir sebagai seorang Kristen tidak boleh kaya dan hidup mewah, sebab kemewahan identik dengan keduaniawian dan tidak rohani. Perhatikan! Tuhan berkata, “Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi,...” Jadi, hidup berfoya-foya dalam kemewahan itulah yang dilarang oleh Tuhan.
Sebagaimana dilakukan anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang, di mana ia “...menjual seluruh bagiannya (harta) itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hiudp berfoya-foya.” (Lukas 15:13), berfoya-foya berarti menghambur-hamburkan uang atau harta demi memuaskan keinginan daging (hawa nafsu). Namun bila kemewahan digunakan untuk kemuliaan Tuhan, itu tak salah. Banyak tokoh Alkitab diberkati secara melimpah tapi hidup mereka tetap sesuai firman dan takut akan Dia. Mereka mempergunakan harta kekayaannya untuk hormat kemuliaan namaNya sejalan tuntunan firman: “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,” (Amsal 3:9).
Peringatan untuk tidak berfoya-foya dalam kemewahan tidak terbatas dalam lingkup yang sempit; termasuk juga perbuatan kejam atau perlakuan tidak adil terhadap orang benar yang tidak berdaya. Yakobus memperingatkan orang kaya agar mereka tidak berlaku semena-mena, “Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu.” (Yakobus 5:6). Bukankah banyak orang kaya mempedaya dan ‘membunuh’ orang benar yang lemah keadaan ekonominya? Mereka menjalankan bisnis dengan sangat licik sehingga orang-orang ‘lemah’ terpaksa menyetujui persyaratan bisnis yang keji dan licik itu. Para pengusaha atau bos perusahaan yang menekan karyawannya begitu rupa dalam hal upah adalah juga termasuk berfoya-foya dalam kemewahannya tanpa rasa belas-kasihan. Bila mereka tidak segera bertobat kekayaannya akan habis terbakar ‘api’.
Segala kekayaan yang kita peroleh dari Tuhan harus kita kembalikan untuk kemuliaan namaNya.
Baca: Yakobus 5:1-6
“Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan.” Yakobus 5:5
Dalam hal firman Tuhan di atas banyak orang Kristen salah menafsirkan ayat tersebut. Mereka berpikir sebagai seorang Kristen tidak boleh kaya dan hidup mewah, sebab kemewahan identik dengan keduaniawian dan tidak rohani. Perhatikan! Tuhan berkata, “Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi,...” Jadi, hidup berfoya-foya dalam kemewahan itulah yang dilarang oleh Tuhan.
Sebagaimana dilakukan anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang, di mana ia “...menjual seluruh bagiannya (harta) itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hiudp berfoya-foya.” (Lukas 15:13), berfoya-foya berarti menghambur-hamburkan uang atau harta demi memuaskan keinginan daging (hawa nafsu). Namun bila kemewahan digunakan untuk kemuliaan Tuhan, itu tak salah. Banyak tokoh Alkitab diberkati secara melimpah tapi hidup mereka tetap sesuai firman dan takut akan Dia. Mereka mempergunakan harta kekayaannya untuk hormat kemuliaan namaNya sejalan tuntunan firman: “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,” (Amsal 3:9).
Peringatan untuk tidak berfoya-foya dalam kemewahan tidak terbatas dalam lingkup yang sempit; termasuk juga perbuatan kejam atau perlakuan tidak adil terhadap orang benar yang tidak berdaya. Yakobus memperingatkan orang kaya agar mereka tidak berlaku semena-mena, “Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu.” (Yakobus 5:6). Bukankah banyak orang kaya mempedaya dan ‘membunuh’ orang benar yang lemah keadaan ekonominya? Mereka menjalankan bisnis dengan sangat licik sehingga orang-orang ‘lemah’ terpaksa menyetujui persyaratan bisnis yang keji dan licik itu. Para pengusaha atau bos perusahaan yang menekan karyawannya begitu rupa dalam hal upah adalah juga termasuk berfoya-foya dalam kemewahannya tanpa rasa belas-kasihan. Bila mereka tidak segera bertobat kekayaannya akan habis terbakar ‘api’.
Segala kekayaan yang kita peroleh dari Tuhan harus kita kembalikan untuk kemuliaan namaNya.
Wednesday, April 21, 2010
NAMA TUHAN ITU KUDUS
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2010 -
Baca: Matius 6:9-13
“Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu,” Matius 6:9
Sebagai orang Kristen kita pasti tahu dan hafal DOA BAPA KAMI, bahkan anak-anak sekolah Minggu pun sudah diajarkan untuk mengucapkan doa ini. Namun banyak dari kita yang kurang memahami makna kata demi kata yang kita ucapkan.
Sebaimana ayat nas di atas: “...Dikuduskanlah namaMu,”, nama Tuhan selalu dihubungkan dengan kekudusanNya sehingga Dia tidak senang jika namaNya dinajiskan dan diremehkan. Ketika bangsa Israel tidak lagi menghormati nama Tuhan dan tidak mengindahkan perkataanNya, malah menyembah berhala, Ia sangat murka: “Tetapi Aku bertindak oleh karena namaKu, supaya itu jangan dinajiskan di hadapan bangsa-bangsa, di mana mereka berada.” (Yehezkiel 20:9a). Tindakan Tuhan selalu dikaitkan dengan namaNya yang kudus seperti tulisan Daud: “Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya.” (Mazmur 23:3b). Nama Tuhan juga merupakan kekuatan dan keselamatan bagi orang yang benar: “Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat.” (Amsal 18:10). Tetapi bagi mereka yang berjalan dalam kegelapan nama itu menjadi kebencian. Banyak orang sangat ‘alergi’ mendengar nama Yesus. Mereka melecehkan dan merendahkan namaNya.
Tidaklah cukup kita berdoa mengucapkan “Dikuduskanlah namaMu”. Di seluruh kehidupan, kita harus mau dipimpin Roh Kudus dan dituntun kepada kehidupan yang kudus. Setiap hari kita ditantang untuk hidup kudus agar dapat menghayati nama Tuhan yang kudus dan dapat memuliakan namaNya melalui perbuatan-perbuatan kita. Nama Tuhan yang kudus harus dimulai dari kehidupan orang yang berdoa “Dikuduskanlah namaMu”. Jika dikuduskanlah namaMu tidak disertai kekuduskan hidup orang yang berdoa itu, maka ucapan doa itu sama sekali tak ada artinya. Tuhan sangat murka karena namaNya dinajiskan oleh imam-imam bangsa Israel hingga Ia berkata, “...Aku mencurahkan geramKu atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaanKu; kelakuan mereka Kutimpakan atas kepala mereka, demikianah firman Tuhan Allah.” (Yehezkiel 22:31).
Mari bertanggung jawab atas perbuatan kita setiap hari agar nama Tuhan tidak dinajiskan!
Baca: Matius 6:9-13
“Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu,” Matius 6:9
Sebagai orang Kristen kita pasti tahu dan hafal DOA BAPA KAMI, bahkan anak-anak sekolah Minggu pun sudah diajarkan untuk mengucapkan doa ini. Namun banyak dari kita yang kurang memahami makna kata demi kata yang kita ucapkan.
Sebaimana ayat nas di atas: “...Dikuduskanlah namaMu,”, nama Tuhan selalu dihubungkan dengan kekudusanNya sehingga Dia tidak senang jika namaNya dinajiskan dan diremehkan. Ketika bangsa Israel tidak lagi menghormati nama Tuhan dan tidak mengindahkan perkataanNya, malah menyembah berhala, Ia sangat murka: “Tetapi Aku bertindak oleh karena namaKu, supaya itu jangan dinajiskan di hadapan bangsa-bangsa, di mana mereka berada.” (Yehezkiel 20:9a). Tindakan Tuhan selalu dikaitkan dengan namaNya yang kudus seperti tulisan Daud: “Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya.” (Mazmur 23:3b). Nama Tuhan juga merupakan kekuatan dan keselamatan bagi orang yang benar: “Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat.” (Amsal 18:10). Tetapi bagi mereka yang berjalan dalam kegelapan nama itu menjadi kebencian. Banyak orang sangat ‘alergi’ mendengar nama Yesus. Mereka melecehkan dan merendahkan namaNya.
Tidaklah cukup kita berdoa mengucapkan “Dikuduskanlah namaMu”. Di seluruh kehidupan, kita harus mau dipimpin Roh Kudus dan dituntun kepada kehidupan yang kudus. Setiap hari kita ditantang untuk hidup kudus agar dapat menghayati nama Tuhan yang kudus dan dapat memuliakan namaNya melalui perbuatan-perbuatan kita. Nama Tuhan yang kudus harus dimulai dari kehidupan orang yang berdoa “Dikuduskanlah namaMu”. Jika dikuduskanlah namaMu tidak disertai kekuduskan hidup orang yang berdoa itu, maka ucapan doa itu sama sekali tak ada artinya. Tuhan sangat murka karena namaNya dinajiskan oleh imam-imam bangsa Israel hingga Ia berkata, “...Aku mencurahkan geramKu atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaanKu; kelakuan mereka Kutimpakan atas kepala mereka, demikianah firman Tuhan Allah.” (Yehezkiel 22:31).
Mari bertanggung jawab atas perbuatan kita setiap hari agar nama Tuhan tidak dinajiskan!
Tuesday, April 20, 2010
JANGAN TAKUT, TUHAN BESERTA KITA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2010 -
Baca: Yesaya 7:1-9
“Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini,....” Yesaya 7:4
Pernahkan Saudara merasa takut? Setiap manusia pasti pernah mengalami ketakutan, entah karena persoalan keluarga, sakit-penyakit, bisnis, karir, studi, pasangan hidup dan sebagainya. Yang membedakan adalah ada orang yang dapat menguasai diri terhadap rasa takut yang melanda, namun ada pula orang terus tenggelam dalam ketakutan.
Ketakutan tidak hanya dialami orang-orang dunia, namun orang Kristen pun sering ditimpa rasa takut. Bahkan nabi Elia yang diurapi Tuhan juga pernah mengalami ketakutan yang luar biasa karena gertakan seorang wanita (Izebel). Padahal sebelumnya Elia sudah berhasil membunuh 450 orang nabi Baal. Untunglah akhirnya dia kuat kembali karena Tuhan meneguhkan hatinya. Yesus juga pernah mengalami ketakutan ketika menghadapi cawan dosa sampai Ia berkata, “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya...” (Matius 26:38). Namun Ia pun berhasil mengalahkan rasa takut itu dan berhasil menunaikan rencana Bapa dalam penebusan manusia. Alkitab mencatat: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama,” (Filipi 2:8-9).
Dalam ketakutan yang kita alami pastilah Tuhan menguatkan kita dengan firmanNya. Ketika raja Ahas mendengar bahwa raja Aram hendak menyerang dan sudah berkemah di wilayah Efraim, “...hati Ahas dan hati rakyatnya gemetar ketakutan seperti pobhon-pohon hutan bergoyang ditiup angin.” (Yesaya 7:2). Kemudian melalui Yesaya Tuhan berfirman, “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya.” (Yesaya 7:4).
Di saat-saat ketakutan menyerang ingatlah firman Tuhan dan Dia selalu berada di pihak kita. Agar beroleh kekuatan kembali kita harus percaya kepada janji firmanNya, sebab “Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya.” (Yesaya 7:9b).
Seberat apa pun pergumulan kita, jangan takut! Tetaplah bersandar pada Tuhan.
Baca: Yesaya 7:1-9
“Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini,....” Yesaya 7:4
Pernahkan Saudara merasa takut? Setiap manusia pasti pernah mengalami ketakutan, entah karena persoalan keluarga, sakit-penyakit, bisnis, karir, studi, pasangan hidup dan sebagainya. Yang membedakan adalah ada orang yang dapat menguasai diri terhadap rasa takut yang melanda, namun ada pula orang terus tenggelam dalam ketakutan.
Ketakutan tidak hanya dialami orang-orang dunia, namun orang Kristen pun sering ditimpa rasa takut. Bahkan nabi Elia yang diurapi Tuhan juga pernah mengalami ketakutan yang luar biasa karena gertakan seorang wanita (Izebel). Padahal sebelumnya Elia sudah berhasil membunuh 450 orang nabi Baal. Untunglah akhirnya dia kuat kembali karena Tuhan meneguhkan hatinya. Yesus juga pernah mengalami ketakutan ketika menghadapi cawan dosa sampai Ia berkata, “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya...” (Matius 26:38). Namun Ia pun berhasil mengalahkan rasa takut itu dan berhasil menunaikan rencana Bapa dalam penebusan manusia. Alkitab mencatat: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama,” (Filipi 2:8-9).
Dalam ketakutan yang kita alami pastilah Tuhan menguatkan kita dengan firmanNya. Ketika raja Ahas mendengar bahwa raja Aram hendak menyerang dan sudah berkemah di wilayah Efraim, “...hati Ahas dan hati rakyatnya gemetar ketakutan seperti pobhon-pohon hutan bergoyang ditiup angin.” (Yesaya 7:2). Kemudian melalui Yesaya Tuhan berfirman, “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya.” (Yesaya 7:4).
Di saat-saat ketakutan menyerang ingatlah firman Tuhan dan Dia selalu berada di pihak kita. Agar beroleh kekuatan kembali kita harus percaya kepada janji firmanNya, sebab “Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya.” (Yesaya 7:9b).
Seberat apa pun pergumulan kita, jangan takut! Tetaplah bersandar pada Tuhan.
Monday, April 19, 2010
POKOK ANGGUR DAN RANTINGNYA (2)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2010 -
Baca: Galatia 5:16-26
“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” Galatia 5:22-23a
Setiap ranting tidak dapat dipisahkan dari pokok, begitu pula pokok memerlukan ranting-ranting untuk menghasilkan buah. Ranting-ranting diciptakan hanya untuk satu tujuan yaitu menghasilkan buah yang berasal dari pokok. Jadi, sumber kehidupan ranting-ranting itu adalah dari pokok. Ranting-ranting tidak akan berarti apa-apa dan tak memiliki suatu apa pun bila ia terpisah dari pokoknya. Ranting-ranting sepenuhnya tergantung pada pokoknya, “...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5b). Begitu pula kita, di luar Kristus kita tak berarti dan tak dapat berbuat apa-apa. 3. Buah-buah yang dihasikan haruslah sejalan dengan karakter Allah seperti yang tertulis dalam ayat nas di atas yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Tujuan utama hidup kita sebagai ranting-ranting ialah menghasilkan buah bagi pokok itu. Inilah satu-satunya cara menyenangkan hati Allah. Ranting-ranting yang melekat dan bersatu dengan pokoknya bukannya boleh sekedar sanggup berbuah, tapi harus berbuah. Bila tidak berbuah kita akan ‘dipotongNya’. Apalagi bila kita tidak ‘tinggal’ di dalam pokok, kita akan dibuang, dicampakkan ke dalam api dan dibakar. Betapa sengsaranya bila seseorang tercampak ke dalam api karena padanya tidak ada harapan lagi untuk melepaskan diri dari penghukuman kekal ini.
Berbuah banyak adalah cara memuliakan Allah. Pengusaha kebun anggur pasti bersukacita bila ranting-anting berbuah lebat. “Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-muridKu.” (ayat 8). Bagaimana membuktikan bahwa seseorang adalah murid Kristus? Ia pastilah berbuah-buah kebenaran dan harus dapat membuktikan bahwa buah itu berasal dari Roh Kudus. Bila buah-buah itu bertentangan dengan kategori ini maka sudah jelas bukan berasal dari Kristus. “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” (Matius 12:33).
Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan! Matius 3:8
Baca: Galatia 5:16-26
“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” Galatia 5:22-23a
Setiap ranting tidak dapat dipisahkan dari pokok, begitu pula pokok memerlukan ranting-ranting untuk menghasilkan buah. Ranting-ranting diciptakan hanya untuk satu tujuan yaitu menghasilkan buah yang berasal dari pokok. Jadi, sumber kehidupan ranting-ranting itu adalah dari pokok. Ranting-ranting tidak akan berarti apa-apa dan tak memiliki suatu apa pun bila ia terpisah dari pokoknya. Ranting-ranting sepenuhnya tergantung pada pokoknya, “...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5b). Begitu pula kita, di luar Kristus kita tak berarti dan tak dapat berbuat apa-apa. 3. Buah-buah yang dihasikan haruslah sejalan dengan karakter Allah seperti yang tertulis dalam ayat nas di atas yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Tujuan utama hidup kita sebagai ranting-ranting ialah menghasilkan buah bagi pokok itu. Inilah satu-satunya cara menyenangkan hati Allah. Ranting-ranting yang melekat dan bersatu dengan pokoknya bukannya boleh sekedar sanggup berbuah, tapi harus berbuah. Bila tidak berbuah kita akan ‘dipotongNya’. Apalagi bila kita tidak ‘tinggal’ di dalam pokok, kita akan dibuang, dicampakkan ke dalam api dan dibakar. Betapa sengsaranya bila seseorang tercampak ke dalam api karena padanya tidak ada harapan lagi untuk melepaskan diri dari penghukuman kekal ini.
Berbuah banyak adalah cara memuliakan Allah. Pengusaha kebun anggur pasti bersukacita bila ranting-anting berbuah lebat. “Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-muridKu.” (ayat 8). Bagaimana membuktikan bahwa seseorang adalah murid Kristus? Ia pastilah berbuah-buah kebenaran dan harus dapat membuktikan bahwa buah itu berasal dari Roh Kudus. Bila buah-buah itu bertentangan dengan kategori ini maka sudah jelas bukan berasal dari Kristus. “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” (Matius 12:33).
Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan! Matius 3:8
Sunday, April 18, 2010
POKOK ANGGUR DAN RANTINGNYA (1)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2010 -
Baca: Yohanes 15:1-8
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Yohanes 15:5
Di Israel, perkebunan anggur menjadi kebanggaan seluruh warganya. Dalam Perjanjian Lama dikatakan: “Telah Kauambil pohon anggur dari Mesir, telah Kauhalau bangsa-bangsa, lalu Kautanam pohon itu. Engkau telah menyediakan tempat bagi dia, maka berakarlah ia dalam-dalam dan memenuhi negeri; gunung-gunung terlindungi oleh bayang-bayangnya,” (Mazmur 80:9-11a).
Tuhan mengambil perumpamaan pokok anggur dengan arti rohani yang luas, berbicara tentang semua orang percaya. Dia berkata, “Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah.” (Yohanes 15:2). Dari ayat ini kita ketahui bahwa ‘pembersihan’ merupakan metode yang Allah kerjakan untuk merangsang pertumbuhan setiap ranting, sehingga pada saatnya dapat menghasilkanj buah secara produktif. ‘Ranting-ranting’ itu berbicara tentang kita sebagai orang Kristen. Ketika dibersihkan kita akan merasakan sakit dan tidak enak, namun kita harus beajar bekerja sama dalam proses pembersihan tangan Ilahi ini apabila kita ingin menghasilkan buah seperti Kristus.
Dari perumpamaan ini kita memperoleh pelajaran penting: 1. Tuhan Yesus adalah pokok anggur yang benar. Jadi, apabila kita memiliki pokok anggur lain bisa dipastikan kualitasnya tidak sebaik pokok anggur yang benar itu, dan tak mungkin ia akan mengeluarkan ranting berbuah baik pula. Tuhan menekankan Akulah, sebab di luar Dia tidak ada kehidupan. Ini mengacu kepada perkataanNya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). 2. Bapa adalah pengusahanya. Berhasil tidaknya suatu perkebunan anggur sangat bergantung sepenuhnya pada keahlian pengusahanya. Ranting-ranting memerlukan sentuhan tangan kasih Bapa agar menghasilkan buah yang lebat. Bapalah yang pertama mengambil tindakan kasih itu dengan cara “...mengaruniakan AnakNya yang tunggul, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). (Bersambung)
Baca: Yohanes 15:1-8
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Yohanes 15:5
Di Israel, perkebunan anggur menjadi kebanggaan seluruh warganya. Dalam Perjanjian Lama dikatakan: “Telah Kauambil pohon anggur dari Mesir, telah Kauhalau bangsa-bangsa, lalu Kautanam pohon itu. Engkau telah menyediakan tempat bagi dia, maka berakarlah ia dalam-dalam dan memenuhi negeri; gunung-gunung terlindungi oleh bayang-bayangnya,” (Mazmur 80:9-11a).
Tuhan mengambil perumpamaan pokok anggur dengan arti rohani yang luas, berbicara tentang semua orang percaya. Dia berkata, “Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah.” (Yohanes 15:2). Dari ayat ini kita ketahui bahwa ‘pembersihan’ merupakan metode yang Allah kerjakan untuk merangsang pertumbuhan setiap ranting, sehingga pada saatnya dapat menghasilkanj buah secara produktif. ‘Ranting-ranting’ itu berbicara tentang kita sebagai orang Kristen. Ketika dibersihkan kita akan merasakan sakit dan tidak enak, namun kita harus beajar bekerja sama dalam proses pembersihan tangan Ilahi ini apabila kita ingin menghasilkan buah seperti Kristus.
Dari perumpamaan ini kita memperoleh pelajaran penting: 1. Tuhan Yesus adalah pokok anggur yang benar. Jadi, apabila kita memiliki pokok anggur lain bisa dipastikan kualitasnya tidak sebaik pokok anggur yang benar itu, dan tak mungkin ia akan mengeluarkan ranting berbuah baik pula. Tuhan menekankan Akulah, sebab di luar Dia tidak ada kehidupan. Ini mengacu kepada perkataanNya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). 2. Bapa adalah pengusahanya. Berhasil tidaknya suatu perkebunan anggur sangat bergantung sepenuhnya pada keahlian pengusahanya. Ranting-ranting memerlukan sentuhan tangan kasih Bapa agar menghasilkan buah yang lebat. Bapalah yang pertama mengambil tindakan kasih itu dengan cara “...mengaruniakan AnakNya yang tunggul, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). (Bersambung)
Saturday, April 17, 2010
DOA: Berkuasa dan mendatangkan mujizat
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2010 -
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19
“Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.” Kisah 12:5
Menjadi orang Kristen harus mau menderita: “...kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29). Penderitaan ini dialami juga oleh orang-orang Kristen di zaman para rasul.
Ketika raja Herodes memerintah terjadilah kekerasan dan penganiayaan terhadap orang-orang percaya. Herodes dengan kejamnya menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen. “Ia (Herodes) menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang.” (Kisah 12:2). Kemudian Herodes juga menangkap dan memenjarakan Petrus, “...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit.” (ayat 4). Tidak dapat dibayangkan seperti apa perasaan Petrus ketika itu karena ia pasti akan bernasib sama seperti Yakobus karena ia dikawal dengan ketat oleh para prajurit Herodes, lagi pula kaki dan tangan Petrus dibelenggu dengan rantai yang kuat. Secara manusia habislah sudah harapan Petrus menikmati hidup. Kematian sudah di depan mata. Ia letih dan tak berdaya yang membuatnya tertidur. Petrus hanya bisa berserah penuh kepada Tuhan.
Mungkin saat ini kita mengalami hal yang sama seperti Petrus: terbelenggu rantai yang kuat, terbelenggu berbagai macam persoalan hidup (penyakit, krisis, dosa, tradisi dan lain-lain). Hidup seperti dalam penjara, tak berdaya dan tanpa harapan karena tak seorang pun memperhatikan dan menolong kita. Petrus pun tak dapat bergerak untuk lepas dan esok hari kematian pasti dialaminya. Namun ajaib, Petrus mengalami pertolongan Tuhan yang luar biasa, mujizat yang sama sekali tak terpikir oleh akal manusia terjadilah! Semua karena doa dari jemaat seperti tertulis: “Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.” Bukan sembarang doa, tapi doa yang tekun dan penuh iman. Karena ketekunannya tergeraklah sorga dan kuasa Allah pun bekerja. Dia mengirimkan malaikatNya untuk melepaskan semua belenggu yang mengikat Petrus (ayat 7:8).
Apabila Tuhan turun tangan tak ada yang mustahil bagiNya! Amin.
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-19
“Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.” Kisah 12:5
Menjadi orang Kristen harus mau menderita: “...kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29). Penderitaan ini dialami juga oleh orang-orang Kristen di zaman para rasul.
Ketika raja Herodes memerintah terjadilah kekerasan dan penganiayaan terhadap orang-orang percaya. Herodes dengan kejamnya menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen. “Ia (Herodes) menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang.” (Kisah 12:2). Kemudian Herodes juga menangkap dan memenjarakan Petrus, “...di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit.” (ayat 4). Tidak dapat dibayangkan seperti apa perasaan Petrus ketika itu karena ia pasti akan bernasib sama seperti Yakobus karena ia dikawal dengan ketat oleh para prajurit Herodes, lagi pula kaki dan tangan Petrus dibelenggu dengan rantai yang kuat. Secara manusia habislah sudah harapan Petrus menikmati hidup. Kematian sudah di depan mata. Ia letih dan tak berdaya yang membuatnya tertidur. Petrus hanya bisa berserah penuh kepada Tuhan.
Mungkin saat ini kita mengalami hal yang sama seperti Petrus: terbelenggu rantai yang kuat, terbelenggu berbagai macam persoalan hidup (penyakit, krisis, dosa, tradisi dan lain-lain). Hidup seperti dalam penjara, tak berdaya dan tanpa harapan karena tak seorang pun memperhatikan dan menolong kita. Petrus pun tak dapat bergerak untuk lepas dan esok hari kematian pasti dialaminya. Namun ajaib, Petrus mengalami pertolongan Tuhan yang luar biasa, mujizat yang sama sekali tak terpikir oleh akal manusia terjadilah! Semua karena doa dari jemaat seperti tertulis: “Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.” Bukan sembarang doa, tapi doa yang tekun dan penuh iman. Karena ketekunannya tergeraklah sorga dan kuasa Allah pun bekerja. Dia mengirimkan malaikatNya untuk melepaskan semua belenggu yang mengikat Petrus (ayat 7:8).
Apabila Tuhan turun tangan tak ada yang mustahil bagiNya! Amin.
Friday, April 16, 2010
BETAH DI ‘MESIR’
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2010 -
Baca: Yesaya 59:1-8
“Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar;” Yesaya 59:1
Sebelum kita mengenal Tuhan Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat, keadaan kita tidak ada bedanya dengan orang Israel yang hidup dalam perbudakan di Mesir. Setelah ke luar dari Mesir mereka terbebas dari perbudakan. Namun setelah keluar dari Mesir banyak di antara mereka malah ingin kembali ke Mesir demi memenuhi keinginan dagingnya seperti katanya, “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang!” (Keluaran 16:3).
Demikian pun orang Kristen yang telah ditebus oleh darah Kristus harus benar-benar ‘ke luar’ meninggalkan kehidupan lama dan dosa-dosanya, kemudian hidup kudus sebagai imam, karena telah terpilih untuk menjadi imam-imamNya. Alkitab mengatakan, “...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus 2:9-10). Namun demikian, mengapa banyak doa kita tak memperoleh jawaban? Sering kita berkata Tuhan tidak mempedulikan kita. Salah satu penyebabnya adalah: setelah kita dikeluarkan dari kegelapan seharusnya kita menjadi imamat rajani dan memberitakan perbuatan-perbuatan besarNya, bukannya tetap saja bermain-main dengan dosa dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyakitkan Tuhan.
Jikalau kita selalu menyenangkan hati Tuhan dan berusaha turut memberitakan keagungan, kebesaran dan kemuliannNya yang dinyatakan dalam diri Yesus, kita telah memenuhi panggilan Allah. Maka apa pun pergumulan kita akan dijawabNya karena penghalang dan pemisah antara kita dan Tuhan adalah dosa-dosa kita sendiri.
“Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” (2 Korintus 6:17) dan menjawab doamu.
Baca: Yesaya 59:1-8
“Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar;” Yesaya 59:1
Sebelum kita mengenal Tuhan Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat, keadaan kita tidak ada bedanya dengan orang Israel yang hidup dalam perbudakan di Mesir. Setelah ke luar dari Mesir mereka terbebas dari perbudakan. Namun setelah keluar dari Mesir banyak di antara mereka malah ingin kembali ke Mesir demi memenuhi keinginan dagingnya seperti katanya, “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang!” (Keluaran 16:3).
Demikian pun orang Kristen yang telah ditebus oleh darah Kristus harus benar-benar ‘ke luar’ meninggalkan kehidupan lama dan dosa-dosanya, kemudian hidup kudus sebagai imam, karena telah terpilih untuk menjadi imam-imamNya. Alkitab mengatakan, “...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus 2:9-10). Namun demikian, mengapa banyak doa kita tak memperoleh jawaban? Sering kita berkata Tuhan tidak mempedulikan kita. Salah satu penyebabnya adalah: setelah kita dikeluarkan dari kegelapan seharusnya kita menjadi imamat rajani dan memberitakan perbuatan-perbuatan besarNya, bukannya tetap saja bermain-main dengan dosa dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyakitkan Tuhan.
Jikalau kita selalu menyenangkan hati Tuhan dan berusaha turut memberitakan keagungan, kebesaran dan kemuliannNya yang dinyatakan dalam diri Yesus, kita telah memenuhi panggilan Allah. Maka apa pun pergumulan kita akan dijawabNya karena penghalang dan pemisah antara kita dan Tuhan adalah dosa-dosa kita sendiri.
“Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” (2 Korintus 6:17) dan menjawab doamu.
Thursday, April 15, 2010
ROH KEBENARAN DAN ROH NAJIS
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2010 -
Baca: Wahyu 16:1-21
“Dan aku melihat dari mulut naga dan dari mulut binatang dan dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang menyerupai katak.” Wahyu 16:13
Di alam roh, peperangan antara roh jahat dan Roh Kebenaran akan selalu terjadi sampai pada akhir dari segalanya. Peperangan di pihak manusia bermula di Taman Eden ketika Iblis berhasil mempedaya Adam dan Hawa untuk melanggar perintah Allah dan mendesak manusia untuk berjalan menurut jalannya sendiri seperti kata nabi Yesaya, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambi jalannya sendiri,...” (Yesaya 53:6) dan “...segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.” (Kejadian 6:5).
Peperangan ini akan terus berlangsung sampai kekuatan raja palsu runtuh dan Raja Yang Benar yaitu Tuhan Yesus Kristus duduk di tahta Kerajaan. Dalam Alkitab dikatakan bahwa sampai saat ini terdapat dua trinitas yang saling berlawanan yaitu Trinitas Allah (Bapa, Putera dan Roh Kudus) dan trinitas palsu yang diinginkan Iblis agar kita memujanya sebagai pengganti Trinitas Allah. Trinitas yang palsu dan jahat itu adalah Iblis, antikris dan nabi palsu seperti yang dinyatakan Yohanes dalam Wahyu 16:13 ini. Tiga roh najis ini pun mempunyai kuasa dan dapat melakukan berbagai macam perbuatan-perbuatan ajaib sehingga banyak manusia di akhir zaman ini percaya, terpedaya dan akhirnya mengikuti jalan yang sesat itu menuju kebinasaan kekal. Rasul Yohanes berkata, “Itulah roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang Mahakuasa.” (Wahyu 16:14).
Kita harus selalu waspada dan berjaga-jaga karena setiap saat kita tak terlepas dari incaran kuasa jahat yang selalu berusaha mencobai, menghasut, menipu dan menghancurkan kita. Di sisi lain selalu berdiri di dekat kita Yesus yang penuh kasih dan kemurahan, senantiasa menunggu kita berbalik padaNya dan mohon pertolonganNya. Ia akan memberikan kuasa IlahiNya untuk melawan kuasa Iblis. Kita harus memilih satu di antara kuasa ini: Tuhan atau Iblis; tak seorang pun dapat hidup di antara keduanya.
Yesus berkata, “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam percobaan.” Lukas 22:40
Baca: Wahyu 16:1-21
“Dan aku melihat dari mulut naga dan dari mulut binatang dan dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang menyerupai katak.” Wahyu 16:13
Di alam roh, peperangan antara roh jahat dan Roh Kebenaran akan selalu terjadi sampai pada akhir dari segalanya. Peperangan di pihak manusia bermula di Taman Eden ketika Iblis berhasil mempedaya Adam dan Hawa untuk melanggar perintah Allah dan mendesak manusia untuk berjalan menurut jalannya sendiri seperti kata nabi Yesaya, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambi jalannya sendiri,...” (Yesaya 53:6) dan “...segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.” (Kejadian 6:5).
Peperangan ini akan terus berlangsung sampai kekuatan raja palsu runtuh dan Raja Yang Benar yaitu Tuhan Yesus Kristus duduk di tahta Kerajaan. Dalam Alkitab dikatakan bahwa sampai saat ini terdapat dua trinitas yang saling berlawanan yaitu Trinitas Allah (Bapa, Putera dan Roh Kudus) dan trinitas palsu yang diinginkan Iblis agar kita memujanya sebagai pengganti Trinitas Allah. Trinitas yang palsu dan jahat itu adalah Iblis, antikris dan nabi palsu seperti yang dinyatakan Yohanes dalam Wahyu 16:13 ini. Tiga roh najis ini pun mempunyai kuasa dan dapat melakukan berbagai macam perbuatan-perbuatan ajaib sehingga banyak manusia di akhir zaman ini percaya, terpedaya dan akhirnya mengikuti jalan yang sesat itu menuju kebinasaan kekal. Rasul Yohanes berkata, “Itulah roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang Mahakuasa.” (Wahyu 16:14).
Kita harus selalu waspada dan berjaga-jaga karena setiap saat kita tak terlepas dari incaran kuasa jahat yang selalu berusaha mencobai, menghasut, menipu dan menghancurkan kita. Di sisi lain selalu berdiri di dekat kita Yesus yang penuh kasih dan kemurahan, senantiasa menunggu kita berbalik padaNya dan mohon pertolonganNya. Ia akan memberikan kuasa IlahiNya untuk melawan kuasa Iblis. Kita harus memilih satu di antara kuasa ini: Tuhan atau Iblis; tak seorang pun dapat hidup di antara keduanya.
Yesus berkata, “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam percobaan.” Lukas 22:40
Wednesday, April 14, 2010
BERAWAL DARI ORANG LUMPUH
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2010 -
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
“Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup,...” Kisah 14:15
Dalam perjalannya memberitakan Injil, sampailah Paulus dan Barnabas di suatu tempat yaitu Listra. Di Listra ada orang yang lumpuh sejak lahir dan belum pernah sekali pun dapat berjalan. Saat berbicara dan menatap orang lumpuh itu Paulus melihat dengan mata rohaninya bahwa orang itu memiliki iman untuk disembuhkan. Oleh karena itu Paulus menyuruh orang itu berdiri tegak di atas kakinya, dan muijizat pun terjadilah: “...orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari.” (ayat 10b).
Ketika orang banyak melihat apa yang diperbuat Paulus, mereka mengelu-elukannya dan menyangka bahwa Paulus dan Barnabas bukanlah manusia biasa, melainkan titisan dewa. Kata mereka, “Dewa-dewa telah turun di tengah-tengah kita dalam rupa manusia. Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena ia yang berbicara.” (ayat 11-12). Orang-orang memuja kedua rasul ini dan mempersembahkan korban (lembu jantan dan karangan bunga). Tetapi Paulus dan Barnabas menolak persembahan itu dan menjelaskan bahwa ia dan Barnabas adalah manusia biasa, bukan dewa. Kedatangan keduanya di Listra tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk memberitakan Injil agar mereka berbalik kepda Allah yang benar. Paulus tidak ingin mencuri kemuliaan Tuhan dengan membiarkan orang banyak itu memuja dia dan menganggapnya dewa. Paulus sadar bahwa yang membuat orang lumpuh itu berjalan bukanlah kesaktiannya, melainkan karena kuasa Tuhan yang bekerja.
Sikap seperti Paulus inilah yang juga harus dimiliki para pelayan Tuhan saat ini. Janganlah kita bermegah dan puas atas sanjungan orang terhadap apa yang kita kerjakan. Yang berhak mendapatkan sanjungan, pujian dan kehormatan hanyalah Tuhan saja, dan kita hanyalah alat yang dipakaiNya. Janganlah sampai ada motivasi yang terselubung di balik pelayanan kita. Paulus, selain dipuja-puja, pada saat yang bersamaan juga dilempari batu orang banyak karena hasutan orang-orang Yahudi yang membenci pelayanannya (ayat 19).
Milikilah motivasi yang benar dalam melayani Tuhan, seperti Paulus!
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
“Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup,...” Kisah 14:15
Dalam perjalannya memberitakan Injil, sampailah Paulus dan Barnabas di suatu tempat yaitu Listra. Di Listra ada orang yang lumpuh sejak lahir dan belum pernah sekali pun dapat berjalan. Saat berbicara dan menatap orang lumpuh itu Paulus melihat dengan mata rohaninya bahwa orang itu memiliki iman untuk disembuhkan. Oleh karena itu Paulus menyuruh orang itu berdiri tegak di atas kakinya, dan muijizat pun terjadilah: “...orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari.” (ayat 10b).
Ketika orang banyak melihat apa yang diperbuat Paulus, mereka mengelu-elukannya dan menyangka bahwa Paulus dan Barnabas bukanlah manusia biasa, melainkan titisan dewa. Kata mereka, “Dewa-dewa telah turun di tengah-tengah kita dalam rupa manusia. Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena ia yang berbicara.” (ayat 11-12). Orang-orang memuja kedua rasul ini dan mempersembahkan korban (lembu jantan dan karangan bunga). Tetapi Paulus dan Barnabas menolak persembahan itu dan menjelaskan bahwa ia dan Barnabas adalah manusia biasa, bukan dewa. Kedatangan keduanya di Listra tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk memberitakan Injil agar mereka berbalik kepda Allah yang benar. Paulus tidak ingin mencuri kemuliaan Tuhan dengan membiarkan orang banyak itu memuja dia dan menganggapnya dewa. Paulus sadar bahwa yang membuat orang lumpuh itu berjalan bukanlah kesaktiannya, melainkan karena kuasa Tuhan yang bekerja.
Sikap seperti Paulus inilah yang juga harus dimiliki para pelayan Tuhan saat ini. Janganlah kita bermegah dan puas atas sanjungan orang terhadap apa yang kita kerjakan. Yang berhak mendapatkan sanjungan, pujian dan kehormatan hanyalah Tuhan saja, dan kita hanyalah alat yang dipakaiNya. Janganlah sampai ada motivasi yang terselubung di balik pelayanan kita. Paulus, selain dipuja-puja, pada saat yang bersamaan juga dilempari batu orang banyak karena hasutan orang-orang Yahudi yang membenci pelayanannya (ayat 19).
Milikilah motivasi yang benar dalam melayani Tuhan, seperti Paulus!
Tuesday, April 13, 2010
BERTINDAKLAH, JANGAN DIAM SAJA!
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2010 -
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-11
“Empat orang yang sakit kusta ada di depan pintu gerbang. Berkatalah yang seorang kepada yang lain: ‘Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati?” 2 Raja-Raja 7:3
Ketika kota Samaria terkepung oleh pasukan Aram, hubungan dengan dunia luar terputus. Tidak bisa dibayangkan betapa menderitanya bila kita berada di suatu daerah yang terisolasi dari dunia luar. Akibatnya “...terjadilah kelaparan hebat di Samaria selama mereka (tentara Aram) mengepungnya,...” (2 Raja-Raja 6:25).
Bukan hanya orang miskin yang menderita dan terancam mati kelaparan, tetapi orang yang berduit pun sama keadaannnya. Lalu Elisa (abdi Allah) bernubuat tentang keadaan kota ini, “Besok kira-kira waktu ini sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria.” (2 Raja-Raja 7:1). Mendengar nubuatan itu perwira raja tidak percaya dan malah mengejek Elisa, “Sekalipun Tuhan membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?’ Jawab abdi Allah: ‘Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya.’ “ (2 Raja- Raja 7:2).
Ada empat orang kusta tinggal di luar pintu gerbang dan sama sekai tidak tau nubuatan Elisa. Mereka sangat menderita bukan saja karena penyakit yang menyerangnya, tetapi juga karena perut mereka diserang rasa lapar yang hebat. Tinggal menunggu waktu saja, kematian pasti akan menjemput! Namun mereka tidak menyerah pada keadaan. Salah seorang dari mereka berkata, “Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati? Jika kita berkata: Baiklah kita masuk ke kota, padahal dalam kota ada kelaparan, kita akan mati di sana. Dan jika kita tinggal di sini, kita akan mati juga. Jadi sekarang, marilah kita menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati.” (2 Raja-Raja 7:3b-4). Dalam keadaan tak berdaya mereka bertindak dan berusaha.
Banyak anak Tuhan ketika dalam masalah berat dan menemui jalan buntu cenderung menyerah pada keadaan dan tidak mau membuat tindakan iman. Akhirnya mereka tidak mengalami pemulihan dan malah kian terpuruk.
Dalam masalah? Jangan diam saja dan menyerah, carilah Tuhan dengan segenap hati, Dia akan menolong!
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-11
“Empat orang yang sakit kusta ada di depan pintu gerbang. Berkatalah yang seorang kepada yang lain: ‘Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati?” 2 Raja-Raja 7:3
Ketika kota Samaria terkepung oleh pasukan Aram, hubungan dengan dunia luar terputus. Tidak bisa dibayangkan betapa menderitanya bila kita berada di suatu daerah yang terisolasi dari dunia luar. Akibatnya “...terjadilah kelaparan hebat di Samaria selama mereka (tentara Aram) mengepungnya,...” (2 Raja-Raja 6:25).
Bukan hanya orang miskin yang menderita dan terancam mati kelaparan, tetapi orang yang berduit pun sama keadaannnya. Lalu Elisa (abdi Allah) bernubuat tentang keadaan kota ini, “Besok kira-kira waktu ini sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria.” (2 Raja-Raja 7:1). Mendengar nubuatan itu perwira raja tidak percaya dan malah mengejek Elisa, “Sekalipun Tuhan membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?’ Jawab abdi Allah: ‘Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya.’ “ (2 Raja- Raja 7:2).
Ada empat orang kusta tinggal di luar pintu gerbang dan sama sekai tidak tau nubuatan Elisa. Mereka sangat menderita bukan saja karena penyakit yang menyerangnya, tetapi juga karena perut mereka diserang rasa lapar yang hebat. Tinggal menunggu waktu saja, kematian pasti akan menjemput! Namun mereka tidak menyerah pada keadaan. Salah seorang dari mereka berkata, “Mengapakah kita duduk-duduk di sini sampai mati? Jika kita berkata: Baiklah kita masuk ke kota, padahal dalam kota ada kelaparan, kita akan mati di sana. Dan jika kita tinggal di sini, kita akan mati juga. Jadi sekarang, marilah kita menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati.” (2 Raja-Raja 7:3b-4). Dalam keadaan tak berdaya mereka bertindak dan berusaha.
Banyak anak Tuhan ketika dalam masalah berat dan menemui jalan buntu cenderung menyerah pada keadaan dan tidak mau membuat tindakan iman. Akhirnya mereka tidak mengalami pemulihan dan malah kian terpuruk.
Dalam masalah? Jangan diam saja dan menyerah, carilah Tuhan dengan segenap hati, Dia akan menolong!
Monday, April 12, 2010
PAULUS DAN JEMAAT EFESUS
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2010 -
Baca: Efesus 3:14-21
“Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,” Efesus 3:18
Hubungan rasul Paulus dengan jemaat Efesus sedikit berbeda bila dibandingkan dengan jemaat-jemaat lain. Ia memiliki hubungan sangat dekat dengan jemaat Efesus. Mengapa? Mungkin disebabkan karena jemaat Efesus pernah dilayani atau digembalakan Paulus sampai tiga tahun lamanya seperti dikatakan, “Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata.” (Kisah 20:31).
Jadi, Paulus mengenal betul keadaan mereka. Namun bukan berarti perjalanan pelayanan Paulus di Efesus itu mulus tanpa halangan. Sebaliknya, Paulus melayani mereka dengn cucuran air mata, menandakan betapa berat pergumulan yang harus ia hadapi. Paulus berkata, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah. Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tau, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluaan kawan-kawan seperjalananku” (Kisah 20:24, 33, 34).
Paulus telah meninggalkan teladan yang baik bagi jemaat di Efesus, yang meski berada di tengah kesulitan, penganiayaan dan penderitaan, tidak pernah mengeluh dan bersungut-sungut. Sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur dan bisa berkata, “...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Fiipi 1:21-22a). Dan di dalam suratnya (surat Efesus) yang ia tulis, Paulus banyak mengungkapkan betapa melimpahnya kekayaan Kristus yang hendak dilimpahkan kepada umatNya. Paulus berharap agar jemaat di Efesus terbuka mata rohaninya, sehingga mereka “...dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,” (Efesus 3:18).
Di tengah kesulitan yang ada, kasihNya yang melampaui segala akal sanggup menopang kita.
Baca: Efesus 3:14-21
“Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,” Efesus 3:18
Hubungan rasul Paulus dengan jemaat Efesus sedikit berbeda bila dibandingkan dengan jemaat-jemaat lain. Ia memiliki hubungan sangat dekat dengan jemaat Efesus. Mengapa? Mungkin disebabkan karena jemaat Efesus pernah dilayani atau digembalakan Paulus sampai tiga tahun lamanya seperti dikatakan, “Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata.” (Kisah 20:31).
Jadi, Paulus mengenal betul keadaan mereka. Namun bukan berarti perjalanan pelayanan Paulus di Efesus itu mulus tanpa halangan. Sebaliknya, Paulus melayani mereka dengn cucuran air mata, menandakan betapa berat pergumulan yang harus ia hadapi. Paulus berkata, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah. Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tau, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluaan kawan-kawan seperjalananku” (Kisah 20:24, 33, 34).
Paulus telah meninggalkan teladan yang baik bagi jemaat di Efesus, yang meski berada di tengah kesulitan, penganiayaan dan penderitaan, tidak pernah mengeluh dan bersungut-sungut. Sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur dan bisa berkata, “...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Fiipi 1:21-22a). Dan di dalam suratnya (surat Efesus) yang ia tulis, Paulus banyak mengungkapkan betapa melimpahnya kekayaan Kristus yang hendak dilimpahkan kepada umatNya. Paulus berharap agar jemaat di Efesus terbuka mata rohaninya, sehingga mereka “...dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,” (Efesus 3:18).
Di tengah kesulitan yang ada, kasihNya yang melampaui segala akal sanggup menopang kita.
Sunday, April 11, 2010
YANG HINA DAN TAK BERARTI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2010 -
Baca: Efesus 3:1-13
“Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu,” Efesus 3:8
Rasul Paulus adalah salah seorang tokoh besar di dalam Alkitab. Pelayanannya dalam memberitakan Injil sangat luar biasa. Di tengah berbagai kesulitan, penderitaan, aniaya, dirajam, dan ancaman penjara sekali pun tidak membuat ia lemah dan tawar hati. Justru di tengah penderitaan dan berbagai tantangan yang dihadapi, Paulus memiliki kekuatan yang begitu besar sehingga ia mampu bertahan. Bahkan kehidupannya menjadi berkat bagi banyak orang; ia memotivasi dan memberikan nasihat kepada jemaat yang dilayaninya seperti yang ia tunjukkan kepada jemaat di Efesus.
Paulus menyadari bahwa ia adalah orang yang paling hina dan merasa tidak layak menjadi seorang rasul jika dibandingkan dengan rasul lainnya. “...aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.” (1 Korintus 15:9). Namun ia tidak rendah diri, sebaliknya justru berbangga karena ia dipilih dan dipercaya untuk mengalami seluruh kekayaan Kristus yang tidak terselami manusia. Paulus bersyukur karena Tuhan berkenan memakai dirinya untuk mejalankan Amanat Agung. Seorang yang sangat kecil dan begitu hina, namun beroleh kesempatan untuk menjadi orang pilihan Tuhan. Semua karena anugerah Tuhan semata, bukan karena ia pandai dan begitu hebat. Ini terlihat dari perubahan namanya: Saulus (yang besar dan kuat) berubah menjadi Paulus (si kecil dan lemah).
Begitu juga kita, siapakah kita ini di hadapan Tuhan? Kita adalah orang berdosa dan sangat hina, namun oleh karena kasihNya kita diselamatkan seperti tertulis: “...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus,...” (1 Petrus 1:18-19).
“dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, untuk dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,” 1 Korintus 1:28
Baca: Efesus 3:1-13
“Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu,” Efesus 3:8
Rasul Paulus adalah salah seorang tokoh besar di dalam Alkitab. Pelayanannya dalam memberitakan Injil sangat luar biasa. Di tengah berbagai kesulitan, penderitaan, aniaya, dirajam, dan ancaman penjara sekali pun tidak membuat ia lemah dan tawar hati. Justru di tengah penderitaan dan berbagai tantangan yang dihadapi, Paulus memiliki kekuatan yang begitu besar sehingga ia mampu bertahan. Bahkan kehidupannya menjadi berkat bagi banyak orang; ia memotivasi dan memberikan nasihat kepada jemaat yang dilayaninya seperti yang ia tunjukkan kepada jemaat di Efesus.
Paulus menyadari bahwa ia adalah orang yang paling hina dan merasa tidak layak menjadi seorang rasul jika dibandingkan dengan rasul lainnya. “...aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.” (1 Korintus 15:9). Namun ia tidak rendah diri, sebaliknya justru berbangga karena ia dipilih dan dipercaya untuk mengalami seluruh kekayaan Kristus yang tidak terselami manusia. Paulus bersyukur karena Tuhan berkenan memakai dirinya untuk mejalankan Amanat Agung. Seorang yang sangat kecil dan begitu hina, namun beroleh kesempatan untuk menjadi orang pilihan Tuhan. Semua karena anugerah Tuhan semata, bukan karena ia pandai dan begitu hebat. Ini terlihat dari perubahan namanya: Saulus (yang besar dan kuat) berubah menjadi Paulus (si kecil dan lemah).
Begitu juga kita, siapakah kita ini di hadapan Tuhan? Kita adalah orang berdosa dan sangat hina, namun oleh karena kasihNya kita diselamatkan seperti tertulis: “...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus,...” (1 Petrus 1:18-19).
“dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, untuk dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,” 1 Korintus 1:28
Saturday, April 10, 2010
KERINDUAN BERSEKUTU
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2010 -
Baca: 1 Yohanes 1:5-10
“...Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” 1 Yohanes 1:7
Tuhan adalah terang, sehingga siapa pun yang hidup dalam Dia akan hidup dalam terang itu. Dan “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.” (ayat 6). Jadi, orang Kristen yang ada dalam Kristus akan selalu rindu bersekutu denganNya dan saudara-saudara seiman lainnya.
Lalu, di manakah dan bagaimanakah kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain? Apakah di acara-acara pernikahan atau ulang tahun? Di tempat-tempat olahraga atau gedung bioskop? Persekutuan seorang dengan yang lain adalah di tempat ibadah atau Bait Allah. Tanpa disadari banyak orang Kristen tak lagi rindu berada di bait Tuhan karena waktunya tersita oleh kesibukan atau kegiatan non rohani. Padahal “Tuhan ada di dalam baitNya yang kudus;” (Mazmur 11:4a). Tuhan memberikan waktu 24 jam sehari. Berapa jam kita pergunakan untuk bersekutu dengan Tuhan? Lalu, berapa jam yang kita habiskan duduk-duduk di depan TV atau nongkrong dengan teman di tempat lain? Seringkali kita berkata, “Aku tidak bisa ke gereja, anak-anak masih kecil, tidak ada pembantu.” Bila roh kita benar-benar merindukan hadiratNya kita dapat datang ke rumah Tuhan di hari Minggu. Disana kita akan mengalami hadiratNya, bersekutu dengan Roh Kudus dan orang-orang beriman lainnya.
Selagi kita sehat dan keadaan baik, pergunakanlah waktu beribadah dengan sungguh. Janganlah hal-hal lain -kesibukan di rumah dan anak- menjadi penghalang berbakti kepada Tuhan. Jangan jadikan itu berhala. Kalau ketika sehat dan baik kita malas dan tidak sungguh-sungguh mencari hadiratNya, bagaimana nanti jika Iblis menyerang kita dengan sakit-penyakit dan permasalahan? Mari belajar dari jemaat mula-mula yang sangat mengasihi Tuhan, setiap hari “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” (Kisah 2:42a).
Lebih baik sehari di rumah Nya daripada seribu hari di tempat lain (baca Mazmur 84:11).
Baca: 1 Yohanes 1:5-10
“...Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” 1 Yohanes 1:7
Tuhan adalah terang, sehingga siapa pun yang hidup dalam Dia akan hidup dalam terang itu. Dan “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran.” (ayat 6). Jadi, orang Kristen yang ada dalam Kristus akan selalu rindu bersekutu denganNya dan saudara-saudara seiman lainnya.
Lalu, di manakah dan bagaimanakah kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain? Apakah di acara-acara pernikahan atau ulang tahun? Di tempat-tempat olahraga atau gedung bioskop? Persekutuan seorang dengan yang lain adalah di tempat ibadah atau Bait Allah. Tanpa disadari banyak orang Kristen tak lagi rindu berada di bait Tuhan karena waktunya tersita oleh kesibukan atau kegiatan non rohani. Padahal “Tuhan ada di dalam baitNya yang kudus;” (Mazmur 11:4a). Tuhan memberikan waktu 24 jam sehari. Berapa jam kita pergunakan untuk bersekutu dengan Tuhan? Lalu, berapa jam yang kita habiskan duduk-duduk di depan TV atau nongkrong dengan teman di tempat lain? Seringkali kita berkata, “Aku tidak bisa ke gereja, anak-anak masih kecil, tidak ada pembantu.” Bila roh kita benar-benar merindukan hadiratNya kita dapat datang ke rumah Tuhan di hari Minggu. Disana kita akan mengalami hadiratNya, bersekutu dengan Roh Kudus dan orang-orang beriman lainnya.
Selagi kita sehat dan keadaan baik, pergunakanlah waktu beribadah dengan sungguh. Janganlah hal-hal lain -kesibukan di rumah dan anak- menjadi penghalang berbakti kepada Tuhan. Jangan jadikan itu berhala. Kalau ketika sehat dan baik kita malas dan tidak sungguh-sungguh mencari hadiratNya, bagaimana nanti jika Iblis menyerang kita dengan sakit-penyakit dan permasalahan? Mari belajar dari jemaat mula-mula yang sangat mengasihi Tuhan, setiap hari “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” (Kisah 2:42a).
Lebih baik sehari di rumah Nya daripada seribu hari di tempat lain (baca Mazmur 84:11).
Friday, April 9, 2010
TUHAN SATU-SATUNYA PENGHARAPAN!
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2010 -
Baca: Mazmur 71:1-24
“Sebab engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah.” Mazmur 71:5
Daud memiliki pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Kita pun patut mengalaminya dan bisa belajar dari kehidupan Daud ini. Dalam berbagai persoalan yang dialami, Daud selalu menjadikan Tuhan sebagai benteng dan batu perlindungan. Ketika bahaya mengancam, daud berdoa, “Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.” (ayat 3).
Bagi Daud tak seorang pun di dunia ini yang dapat menjadi jaminan keselamatan bagi jiwanya. Itulah sebabnya ia berkata, “...Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. KepadaMulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji puji.” (ayat 5-6). Daud sadar, apabila manusia menjadi tua dan renta akan menjadi beban keluarganya. Banyak orang tua di masa tuanya disia-siakan, terbuang atau tersisih dari anak cucunya. Dalam pengharapannya Daud memohon kepada Tuhan, “Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.” (ayat 9). Kita yang lanjut usia pun tetap dikasihiNya, bahkan mendapat janji yang indah, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yesaya 46:4).
Namun untuk mendapatkan pemeliharaan Tuhan yang indah ini kita harus setia dan tetap setia sampai akhir hayat kita. Jangan sekali-kali tinggalkan Tuhan, apalagi sampai ‘bercabang hati’ dengan mengharapkan ilah lain atau manusia. Ketika keadaan kita terpuruk dan miskin pun jangan sekali-kali terlintas dalam pikiran kita untuk berharap pada pertolongan manusia, sekali pun mereka itu orang kaya atau berpangkat. Kita harus berani berkata, “...aku ini sengsara dan miskin – ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya Tuhan, janganlah lambat datang!” (Mazmur 70:6).
Pandang saja Yesus, karena Dialah sumber pengharapan kita, bukan yang lain!
Baca: Mazmur 71:1-24
“Sebab engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah.” Mazmur 71:5
Daud memiliki pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Kita pun patut mengalaminya dan bisa belajar dari kehidupan Daud ini. Dalam berbagai persoalan yang dialami, Daud selalu menjadikan Tuhan sebagai benteng dan batu perlindungan. Ketika bahaya mengancam, daud berdoa, “Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.” (ayat 3).
Bagi Daud tak seorang pun di dunia ini yang dapat menjadi jaminan keselamatan bagi jiwanya. Itulah sebabnya ia berkata, “...Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. KepadaMulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji puji.” (ayat 5-6). Daud sadar, apabila manusia menjadi tua dan renta akan menjadi beban keluarganya. Banyak orang tua di masa tuanya disia-siakan, terbuang atau tersisih dari anak cucunya. Dalam pengharapannya Daud memohon kepada Tuhan, “Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.” (ayat 9). Kita yang lanjut usia pun tetap dikasihiNya, bahkan mendapat janji yang indah, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yesaya 46:4).
Namun untuk mendapatkan pemeliharaan Tuhan yang indah ini kita harus setia dan tetap setia sampai akhir hayat kita. Jangan sekali-kali tinggalkan Tuhan, apalagi sampai ‘bercabang hati’ dengan mengharapkan ilah lain atau manusia. Ketika keadaan kita terpuruk dan miskin pun jangan sekali-kali terlintas dalam pikiran kita untuk berharap pada pertolongan manusia, sekali pun mereka itu orang kaya atau berpangkat. Kita harus berani berkata, “...aku ini sengsara dan miskin – ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya Tuhan, janganlah lambat datang!” (Mazmur 70:6).
Pandang saja Yesus, karena Dialah sumber pengharapan kita, bukan yang lain!
Thursday, April 8, 2010
SEGALA CIPTAAN BERGANTUNG KEPADA TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2010 -
Baca: Mazmur 104:10-30
“Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya.” Mazmur 104:27
Mazmur ini mengisahkan pujian syukur yang dinaikkan segala ciptaan Tuhan kepada Penciptanya atas segala kebaikan dan rahmat yang senantiasa Dia limpahkan kepada mereka. Burung-burung, binatang-binatang di padang, kambing-kambing hutan, singa-singa muda, dan juga manusia, masing-masing menjalankan pekerjaannya; termasuk pula samudera luas dan segala binatang laut besar kecil yang tak terhitung. Kesemuanya sangat membutuhkan makanan atau rejeki dari Tuhan. Ini menunjukkan hubungan antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan dengan Penciptanya, dan ketergantungan mereka yang tak kunjung putus di sepanjang masa kepada Tuhan seperti dikatakan, “Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya.”
Ini berarti Tuhan tidak pernah berhenti bekerja; sebagaimana Dia menciptakan mereka, demikian pula Dia tetap memelihara mereka. Semua makhluk mutlak bergantung sepenuhnya kepada kemurahan Tuhan untuk mempertahankan hidup. “Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan.” (ayat 23). Paulus menasihati, “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2 Tesalonika 3:10b).
Tetapi dalam segala perkara manusia harus bersandar kepada pertolongan dan rahmat Tuhan. Jangan sekali-kali “...kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan,...” (Ulangan 8:17). Jadi tidak seharusnya kita sombong atau memegahkan diri, karena tanpa Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Mari belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan sambil terus menanti-nantikan Dia!
Baca: Mazmur 104:10-30
“Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya.” Mazmur 104:27
Mazmur ini mengisahkan pujian syukur yang dinaikkan segala ciptaan Tuhan kepada Penciptanya atas segala kebaikan dan rahmat yang senantiasa Dia limpahkan kepada mereka. Burung-burung, binatang-binatang di padang, kambing-kambing hutan, singa-singa muda, dan juga manusia, masing-masing menjalankan pekerjaannya; termasuk pula samudera luas dan segala binatang laut besar kecil yang tak terhitung. Kesemuanya sangat membutuhkan makanan atau rejeki dari Tuhan. Ini menunjukkan hubungan antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan dengan Penciptanya, dan ketergantungan mereka yang tak kunjung putus di sepanjang masa kepada Tuhan seperti dikatakan, “Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya.”
Ini berarti Tuhan tidak pernah berhenti bekerja; sebagaimana Dia menciptakan mereka, demikian pula Dia tetap memelihara mereka. Semua makhluk mutlak bergantung sepenuhnya kepada kemurahan Tuhan untuk mempertahankan hidup. “Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan.” (ayat 23). Paulus menasihati, “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2 Tesalonika 3:10b).
Tetapi dalam segala perkara manusia harus bersandar kepada pertolongan dan rahmat Tuhan. Jangan sekali-kali “...kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan,...” (Ulangan 8:17). Jadi tidak seharusnya kita sombong atau memegahkan diri, karena tanpa Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Mari belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan sambil terus menanti-nantikan Dia!
Wednesday, April 7, 2010
JANGAN MENUNTUT BALAS, ITU HAK TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2010 -
Baca: Bilangan 12:1-16
“Lalu berserulah Musa kepada Tuhan: ‘Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” Bilangan 12:13
Alkitab mencatat, “...Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” (ayat 3). Karena kelembutan hatinya ini Musa sama sekali tidak marah atau dendam ketika Miryam dan Harun mengatai-ngatainya perihal perkawinannya dengan perempuan Kusy. Mereka juga berkata, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (ayat 2a, b).
Meskipun dihina begitu rupa, tak sepatah kata pun terlontar dari mulut Musa sebagai pembelaan atas dirinya. Namun Tuhan tidak pernah tinggal diam; Dia mengetahui apa yang terjadi dan Dia sendirilah yang membela Musa, kataNya, “...hambaKu Musa, seorang yang setia dalam segenap rumahKu. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa Tuhan. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hambaKu Musa?” (ayat 7-8). Akibat mengata-ngatai dan menghina orang yang dipakai Tuhan, Miryam harus menanggung akibatnya, ia terkena kusta. Dalam hal ini Musa seolah-olah menjadi penonton saja antara Miryam, Harun dan Tuhan. Musa tidak pernah menuntut balas sedikit pun! Karena “Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Roma 12:19b). Musa mengampuni Miryam, bahkan siap berdoa untuk kesembuhan Miryam. Bisa saja ia berkata, “Mengapa engkau tidak berdoa sendiri kepada Tuhan? Bukankah kau berkata bahwa Tuhan juga berkata-kata lewat engkau?” Tetapi Musa bersikap seperti Kristus yang juga berdoa dan memberikan pengampujnan kepada orang-orang yang menangkap, menganiaya dan menyalibkanNya. Doa Musa, “Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” (Bilangan 12:13). Tuhan menyembuhkan Miryam setelah tujuh hari kemudian.
Sikap Musa ini menunjukkan bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku. Adakah kita memiliki kasih dan hati yang mau mengampuni orang lain?
Jangan sekali-kali membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5:44
Baca: Bilangan 12:1-16
“Lalu berserulah Musa kepada Tuhan: ‘Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” Bilangan 12:13
Alkitab mencatat, “...Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” (ayat 3). Karena kelembutan hatinya ini Musa sama sekali tidak marah atau dendam ketika Miryam dan Harun mengatai-ngatainya perihal perkawinannya dengan perempuan Kusy. Mereka juga berkata, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (ayat 2a, b).
Meskipun dihina begitu rupa, tak sepatah kata pun terlontar dari mulut Musa sebagai pembelaan atas dirinya. Namun Tuhan tidak pernah tinggal diam; Dia mengetahui apa yang terjadi dan Dia sendirilah yang membela Musa, kataNya, “...hambaKu Musa, seorang yang setia dalam segenap rumahKu. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa Tuhan. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hambaKu Musa?” (ayat 7-8). Akibat mengata-ngatai dan menghina orang yang dipakai Tuhan, Miryam harus menanggung akibatnya, ia terkena kusta. Dalam hal ini Musa seolah-olah menjadi penonton saja antara Miryam, Harun dan Tuhan. Musa tidak pernah menuntut balas sedikit pun! Karena “Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Roma 12:19b). Musa mengampuni Miryam, bahkan siap berdoa untuk kesembuhan Miryam. Bisa saja ia berkata, “Mengapa engkau tidak berdoa sendiri kepada Tuhan? Bukankah kau berkata bahwa Tuhan juga berkata-kata lewat engkau?” Tetapi Musa bersikap seperti Kristus yang juga berdoa dan memberikan pengampujnan kepada orang-orang yang menangkap, menganiaya dan menyalibkanNya. Doa Musa, “Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” (Bilangan 12:13). Tuhan menyembuhkan Miryam setelah tujuh hari kemudian.
Sikap Musa ini menunjukkan bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku. Adakah kita memiliki kasih dan hati yang mau mengampuni orang lain?
Jangan sekali-kali membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5:44
Tuesday, April 6, 2010
HATI YANG JUJUR DAN TERBUKA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2010 -
Baca: Lukas 18:9-14
“Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihaniah aku orang berdosa ini.” Lukas 18:13
Keadaan hati kita dalah faktor penting dalam hubungan dengan Tuhan karena yang dinilai Tuhan bukanlah paras, perawakan atau pun kepandaian, melainkan isi hati kita. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Samuel 16:7b), sebab “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” (Amsal 27:19)
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah tokoh agama yang tau banyak tentang isi Alkitab. Tapi sayang hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan, merasa bersih dari dosa, tanpa cacat cela seperti tertulis: “Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Lukas 18:11-12). Otomatis orang Farisi merasa tidak lagi memerlukan belas kasih dan anugerah Tuhan; orang sehat tentunya tidak memerlukan dokter/tabib. Sebaliknya, “...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Lukas 18:13).
Kejujuran dan keterbukaan hati si pemungut cukai telah membuka pintu rahmat Tuhan. Permohonan belas kasih yang dipahat dari jeritan hati yang remuk selalu menyentuh hati Tuhan. Tuhan berkata, “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain (Farisi) itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14).
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” Mazmur 51:19
Baca: Lukas 18:9-14
“Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihaniah aku orang berdosa ini.” Lukas 18:13
Keadaan hati kita dalah faktor penting dalam hubungan dengan Tuhan karena yang dinilai Tuhan bukanlah paras, perawakan atau pun kepandaian, melainkan isi hati kita. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Samuel 16:7b), sebab “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” (Amsal 27:19)
Untuk menggambarkan keadaan hati manusia, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai." (Lukas 18:10). Orang Farisi adalah tokoh agama yang tau banyak tentang isi Alkitab. Tapi sayang hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan, merasa bersih dari dosa, tanpa cacat cela seperti tertulis: “Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Lukas 18:11-12). Otomatis orang Farisi merasa tidak lagi memerlukan belas kasih dan anugerah Tuhan; orang sehat tentunya tidak memerlukan dokter/tabib. Sebaliknya, “...pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Lukas 18:13).
Kejujuran dan keterbukaan hati si pemungut cukai telah membuka pintu rahmat Tuhan. Permohonan belas kasih yang dipahat dari jeritan hati yang remuk selalu menyentuh hati Tuhan. Tuhan berkata, “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain (Farisi) itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14).
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” Mazmur 51:19
Monday, April 5, 2010
BERKAT KASIH KARUNIA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2010 -
Baca: Ibrani 4:14-16
“Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” Ibrani 4:16
Untuk mendapatkan kasih dari raja Ahasyaweros demi kepentingan umat Tuhan, Ester dengan sangat berani datang menghadap sang raja. Sesungguhnya sangat berbahaya menghadap raja jika tidak diundang. Sekalipun Ester adalah permaisuri raja, bila hati raja tidak berkenan bisa saja ia menerima hukuman mati. Tetulis: “Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki-laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan hidup.” (Ester 4:11a-b). Bisa dibayangkan betapa jantung Ester berdegup kencang kala itu, mengambil tindakan berani yang beresiko tinggi yaitu kehilangan nyawa.
Adalah sangat kontras antara kegentaran hati Ester menghadap raja dengan kemantapan/keberanian yang kita peroleh sebagai orang Kristen untuk menghadap Bapa di sorga. Melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib yang sekarang berada di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Imam Besar Agung, kita dengan berani menghadap takhta kasih karunia Allah. Jadi, “...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri,” (Ibrani 10:19-20). Kita dahulu memang orang-orang berdosa, tapi oleh kemurahan kasih karuniaNya kita menjadi ahli waris Kerajaan Allah. Dan akhirnya kita dapat menghadap hadirat Allah setiap saat untuk memperoleh pertolongan yang kita butuhkan. Luar biasa!
Oleh karenanya jangan pernah sia-siakan keselamatan yang telah dianugerahkan kepada kita. Namun masih banyak orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak menghargai pengorbanan Kristus, bahkan ada yang sengaja meninggalkan Kristus hanya karena iming-iming harta, jodoh dan juga jabatan.
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.” Efesus 1:3
Baca: Ibrani 4:14-16
“Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” Ibrani 4:16
Untuk mendapatkan kasih dari raja Ahasyaweros demi kepentingan umat Tuhan, Ester dengan sangat berani datang menghadap sang raja. Sesungguhnya sangat berbahaya menghadap raja jika tidak diundang. Sekalipun Ester adalah permaisuri raja, bila hati raja tidak berkenan bisa saja ia menerima hukuman mati. Tetulis: “Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki-laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan hidup.” (Ester 4:11a-b). Bisa dibayangkan betapa jantung Ester berdegup kencang kala itu, mengambil tindakan berani yang beresiko tinggi yaitu kehilangan nyawa.
Adalah sangat kontras antara kegentaran hati Ester menghadap raja dengan kemantapan/keberanian yang kita peroleh sebagai orang Kristen untuk menghadap Bapa di sorga. Melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib yang sekarang berada di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Imam Besar Agung, kita dengan berani menghadap takhta kasih karunia Allah. Jadi, “...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri,” (Ibrani 10:19-20). Kita dahulu memang orang-orang berdosa, tapi oleh kemurahan kasih karuniaNya kita menjadi ahli waris Kerajaan Allah. Dan akhirnya kita dapat menghadap hadirat Allah setiap saat untuk memperoleh pertolongan yang kita butuhkan. Luar biasa!
Oleh karenanya jangan pernah sia-siakan keselamatan yang telah dianugerahkan kepada kita. Namun masih banyak orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak menghargai pengorbanan Kristus, bahkan ada yang sengaja meninggalkan Kristus hanya karena iming-iming harta, jodoh dan juga jabatan.
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.” Efesus 1:3
Sunday, April 4, 2010
YESUS ADALAH KEBANGKITAN DAN HIDUP
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2010 -
Baca: 1 Tesalonika 4:13-18
“Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” 1 Tesalonika 4:14
Paskah adalah hari kemenangan bagi semua orang percaya, karena kebangkitan Kristus di hari ke-3 ini merupakan penegasan mengenai kebenaran ajaran Tuhan Yesus. Pernyataan Tuhan tentang kematian dan kebangkitanNya benar-benar telah Dia genapi: “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Matius 16-21). Hal ini semakin menguatkan kebenaran ajaran-ajaran lainnya yang tertulis di dalam Injil, termasuk tentang kedatanganNya kali kedua yang tidak lama lagi. Tidak ada alasan untuk ragu, terlebih-lebih malu mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Rasul Paulus menegaskan, “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1 Korintus 15:13-14). Inilah yang membedakan kekristenan dengan agama lain. Iman Kristen adalah iman yang berdiri atas kebangkitan Kristus. Apabila Kristus tidak dibangkitan dari kematian, sia-sialah seluruh kepercayaan kita dan kekristenan tidak akan ada sampai detik ini. Itulah sebabnya rasul Paulus tetap semangat memberitakan Injil meski harus dihadapkan pada banyak ujian dan pederitaan. KebangkitanNya pula yang memberikan kekuatan dan keberanian pada Yohanes dan Petrus untuk bersaksi di hadapan Mahkamah Agama (baca Kisah 4:1-2).
Jadi, pengharapan hidup kita sebagai orang percaya bergantung mutlak kepada kebangkitan Kristus ini. Karena Yesus Kristus telah bangkit, kita juga akan mengalami kebangkitan itu. Ada tertulis, “...upah dosa ialah maut;” (Roma 6:23a). Satu-satunya jalan keluar dari kematian adalah maut harus dikalahkan dengan kebangkitan, dan Kristus telah menang atas kuasa maut itu.
Berita tentang Kristus yang mati dan bangkit merupakan inti berita kekristenan, karenaNya kita dapat diselamatkan dan memiliki masa depan gemilang!
Baca: 1 Tesalonika 4:13-18
“Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” 1 Tesalonika 4:14
Paskah adalah hari kemenangan bagi semua orang percaya, karena kebangkitan Kristus di hari ke-3 ini merupakan penegasan mengenai kebenaran ajaran Tuhan Yesus. Pernyataan Tuhan tentang kematian dan kebangkitanNya benar-benar telah Dia genapi: “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Matius 16-21). Hal ini semakin menguatkan kebenaran ajaran-ajaran lainnya yang tertulis di dalam Injil, termasuk tentang kedatanganNya kali kedua yang tidak lama lagi. Tidak ada alasan untuk ragu, terlebih-lebih malu mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Rasul Paulus menegaskan, “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1 Korintus 15:13-14). Inilah yang membedakan kekristenan dengan agama lain. Iman Kristen adalah iman yang berdiri atas kebangkitan Kristus. Apabila Kristus tidak dibangkitan dari kematian, sia-sialah seluruh kepercayaan kita dan kekristenan tidak akan ada sampai detik ini. Itulah sebabnya rasul Paulus tetap semangat memberitakan Injil meski harus dihadapkan pada banyak ujian dan pederitaan. KebangkitanNya pula yang memberikan kekuatan dan keberanian pada Yohanes dan Petrus untuk bersaksi di hadapan Mahkamah Agama (baca Kisah 4:1-2).
Jadi, pengharapan hidup kita sebagai orang percaya bergantung mutlak kepada kebangkitan Kristus ini. Karena Yesus Kristus telah bangkit, kita juga akan mengalami kebangkitan itu. Ada tertulis, “...upah dosa ialah maut;” (Roma 6:23a). Satu-satunya jalan keluar dari kematian adalah maut harus dikalahkan dengan kebangkitan, dan Kristus telah menang atas kuasa maut itu.
Berita tentang Kristus yang mati dan bangkit merupakan inti berita kekristenan, karenaNya kita dapat diselamatkan dan memiliki masa depan gemilang!
Saturday, April 3, 2010
MALU BERSAKSI TENTANG KRISTUS
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2010 -
Baca: 2 Timotius 1:3-18
“Jadi janganlah mau bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena Aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah.” 2 Timotius 1:8
Hari demi hari perjalanan hidup kekristenan kita semakin berat, penuh ujian dan tantangan. Banyak orang mulai mengeluh dan berbicara dalam hati, “Ternyata mengikut Kristus banyak sekali ujiannya, tidak seperti yang kubayangkan!” Saat berada di tengah dunia banyak yang memandang sinis kita karena status kita sebagai pengikut Kristus.
Firman Tuhan sudah terlebih dulu memperingatkan: “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Matius 10:22). Jadi dalam mengikuti Kristus dibutuhkan suatu komitmen yang sungguh dan motivasi yang murni, bukan sekedar mengikut saja, atau kita mengikuti Dia hanya karena ingin mendapatkan berkatNya saja, sementara sisi yang lain (penyangkalan diri dan pikul salib) kita abaikan. Akibatnya kita menjadi orang Kristen yang mudah kecewa dan pada akhirnya memilih mundur.
Ketika memutuskan mengikut Kristus kita harus menjadikanNya sebagai yang utama dalam hidup kita karena Dia adalah Raja di atas segala raja. Dan seharusnya kita bangga memiliki Kristus karena “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman” (2 Timotius 1:9). Sayangnya banyak yang malu memberitakan nama Yesus dan tidak mengakui Dia di hadapan orang lain karena takut ditolak dan ditinggalkan mereka.
Sebatas itukah harga keselamatan bagi kita? Yesus berkata, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa yang menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.” (Matius 10:32-33). Itulah sebabnya Rasul Paulus mengingatkan Timotius agar ia tidak malu bersaksi tentang Kristus di mana pun dia berada.
Menjadi pengikut Kristus harus mau bersaksi dan memberitakan namaNya!
Baca: 2 Timotius 1:3-18
“Jadi janganlah mau bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena Aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah.” 2 Timotius 1:8
Hari demi hari perjalanan hidup kekristenan kita semakin berat, penuh ujian dan tantangan. Banyak orang mulai mengeluh dan berbicara dalam hati, “Ternyata mengikut Kristus banyak sekali ujiannya, tidak seperti yang kubayangkan!” Saat berada di tengah dunia banyak yang memandang sinis kita karena status kita sebagai pengikut Kristus.
Firman Tuhan sudah terlebih dulu memperingatkan: “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Matius 10:22). Jadi dalam mengikuti Kristus dibutuhkan suatu komitmen yang sungguh dan motivasi yang murni, bukan sekedar mengikut saja, atau kita mengikuti Dia hanya karena ingin mendapatkan berkatNya saja, sementara sisi yang lain (penyangkalan diri dan pikul salib) kita abaikan. Akibatnya kita menjadi orang Kristen yang mudah kecewa dan pada akhirnya memilih mundur.
Ketika memutuskan mengikut Kristus kita harus menjadikanNya sebagai yang utama dalam hidup kita karena Dia adalah Raja di atas segala raja. Dan seharusnya kita bangga memiliki Kristus karena “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman” (2 Timotius 1:9). Sayangnya banyak yang malu memberitakan nama Yesus dan tidak mengakui Dia di hadapan orang lain karena takut ditolak dan ditinggalkan mereka.
Sebatas itukah harga keselamatan bagi kita? Yesus berkata, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa yang menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.” (Matius 10:32-33). Itulah sebabnya Rasul Paulus mengingatkan Timotius agar ia tidak malu bersaksi tentang Kristus di mana pun dia berada.
Menjadi pengikut Kristus harus mau bersaksi dan memberitakan namaNya!
Friday, April 2, 2010
KEMATIAN YESUS KRISTUS: Bukan Sejarah Biasa
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2010 -
Baca: Matius 27:45-56
“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.” Matius 27:45
Kematian adalah hal biasa atau lumrah bagi semua manusia, terjadi pada kanak-kanak, remaja, pemuda atau orang tua, tidak mengenal usia, siapa pun akan menghadapinya. Namun hanya ada satu kematian luar biasa yaitu kematian Yesus Kristus. Dia, Anak Allah, yang adalah Allah itu sendiri harus digantung di atas kayu salib dan mengalami kematian. Kegelapan pekat mencekam menyelimuti bumi tiga jam mulai pukul 12.00 hingga 15.00 mewarnai peristiwa kematian Kristus ini. Tidak hanya itu, “...lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka...” (Matius 27:51-52).
Kisah ini sangat menggemparkan di langit mau pun di bumi, sebab karya terbesar telah digenapi Kristus pada hari itu. Jadi, Yesus mati di kayu salib 2000 tahun lalu adalah peristiwa sejarah yang sungguh-sungguh terjadi, bukan rekayasa atau dongeng pengantar tidur. Bahkan kehidupan Kristus, khususnya tentang penyalibanNya, juga sudah dinubuatkan Yesaya, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.” (Yesaya 53:3).
Peristiwa Golgota ini adalah peristiwa sejarah yang mengubah kehidupan manusia, sebab kematian Yesus adalah kematian yang menyeamatkan, menyembuhkan, memulihkan, memberkati dan memberikan pengharapan baru. Di atas Kalvari Yesus telah membayar harga bagi dosa-dosa kita. Ia yang benar, sempurna dan tanpa dosa rela dikutuk, dituduh, difitnah, menderita dan mencurahkan darahNya seperti domba sembelihan, supaya kita dapat dibebaskan dan diselamatkan. Yesus hidup bukan untuk diriNya sendiri tetapi untuk menjadi pengganti bagi kita. Kristus telah mengambi alih semua yang harus kita tanggung karena dosa-dosa kita. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21).
Jadi, sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang telah dibenarkan dan diselamatkan.
Baca: Matius 27:45-56
“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.” Matius 27:45
Kematian adalah hal biasa atau lumrah bagi semua manusia, terjadi pada kanak-kanak, remaja, pemuda atau orang tua, tidak mengenal usia, siapa pun akan menghadapinya. Namun hanya ada satu kematian luar biasa yaitu kematian Yesus Kristus. Dia, Anak Allah, yang adalah Allah itu sendiri harus digantung di atas kayu salib dan mengalami kematian. Kegelapan pekat mencekam menyelimuti bumi tiga jam mulai pukul 12.00 hingga 15.00 mewarnai peristiwa kematian Kristus ini. Tidak hanya itu, “...lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka...” (Matius 27:51-52).
Kisah ini sangat menggemparkan di langit mau pun di bumi, sebab karya terbesar telah digenapi Kristus pada hari itu. Jadi, Yesus mati di kayu salib 2000 tahun lalu adalah peristiwa sejarah yang sungguh-sungguh terjadi, bukan rekayasa atau dongeng pengantar tidur. Bahkan kehidupan Kristus, khususnya tentang penyalibanNya, juga sudah dinubuatkan Yesaya, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.” (Yesaya 53:3).
Peristiwa Golgota ini adalah peristiwa sejarah yang mengubah kehidupan manusia, sebab kematian Yesus adalah kematian yang menyeamatkan, menyembuhkan, memulihkan, memberkati dan memberikan pengharapan baru. Di atas Kalvari Yesus telah membayar harga bagi dosa-dosa kita. Ia yang benar, sempurna dan tanpa dosa rela dikutuk, dituduh, difitnah, menderita dan mencurahkan darahNya seperti domba sembelihan, supaya kita dapat dibebaskan dan diselamatkan. Yesus hidup bukan untuk diriNya sendiri tetapi untuk menjadi pengganti bagi kita. Kristus telah mengambi alih semua yang harus kita tanggung karena dosa-dosa kita. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21).
Jadi, sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang telah dibenarkan dan diselamatkan.
Thursday, April 1, 2010
IRONIS: Musa dan Harun Gagal
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2010 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Karena kamu tidak percaya kepadaKu dan tidak menghormati kekudusanKu di depan mata orang Israel, ituah sebabnya kamu tidak akan membawa jamaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” Bilangan 20:12
Musa adalah orang yang dipilih Tuhan sendiri untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. “Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu, orang Israel, keluar dari Mesir.” (Keluaran 3:10). “...Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan.” (Keluaran 6:7). Ironis! Ituah kata yang tepat menggambarkan kegagalan Musa dan Harun masuk ke negeri Perjanjian, padahal mereka orang-orang yang ditetapkan Tuham untuk memimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju negeri Perjanjian, namun justru mereka sendiri tidak bisa masuk dan menikmati Kanaan itu.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah Tuhan tidak memberikan dispensasi kepada mereka berdua? Musa dan Harun tidak dapat masuk ke negeri Perjanjian oleh karena pelanggaran mereka sendiri. Menurut pemikiran manusia mungkin pelanggaran itu kelihatannya sepele, tetapi di hadapan Tuhan sekecil apa pun pelanggaran yang kita lakukan tetaplah dosa, dan setiap pelanggaran selalu mendatangkan konsekuensi/resiko yang harus kita tanggung. Tuhan berfirman kepada Musa, “....katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya.” (Bilangan 20:8). Tetapi yang dilakukan Musa bukan berkata-kata kepada bukit batu itu tetapi malah memukul batu itu. Musa melakukan hal ini karena kesabarannya sudah di ambang batas. Ia sangat jengkel dengan bangsa Israel yang terus-menerus bersungut-sungut. Ini berarti Musa tidak taat melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, sedangkan Harun yang pada waktu perintah itu diberikan juga ada bersama-sama dengan Musa, tetapi ia membiarkan Musa melakukan pelanggaran. Berarti Harun berkompromi dalam hal ini. Membiarkan dan tidak mengingatkan orang terdekat melakukan dosa adalah juga suatu pelanggaran. Tuhan tidak bisa dipermainkan!
Setiap pelanggaran dosa selalu membawa suatu akibat!
Baca: Bilangan 20:2-13
"Karena kamu tidak percaya kepadaKu dan tidak menghormati kekudusanKu di depan mata orang Israel, ituah sebabnya kamu tidak akan membawa jamaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” Bilangan 20:12
Musa adalah orang yang dipilih Tuhan sendiri untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. “Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu, orang Israel, keluar dari Mesir.” (Keluaran 3:10). “...Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan.” (Keluaran 6:7). Ironis! Ituah kata yang tepat menggambarkan kegagalan Musa dan Harun masuk ke negeri Perjanjian, padahal mereka orang-orang yang ditetapkan Tuham untuk memimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju negeri Perjanjian, namun justru mereka sendiri tidak bisa masuk dan menikmati Kanaan itu.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah Tuhan tidak memberikan dispensasi kepada mereka berdua? Musa dan Harun tidak dapat masuk ke negeri Perjanjian oleh karena pelanggaran mereka sendiri. Menurut pemikiran manusia mungkin pelanggaran itu kelihatannya sepele, tetapi di hadapan Tuhan sekecil apa pun pelanggaran yang kita lakukan tetaplah dosa, dan setiap pelanggaran selalu mendatangkan konsekuensi/resiko yang harus kita tanggung. Tuhan berfirman kepada Musa, “....katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya.” (Bilangan 20:8). Tetapi yang dilakukan Musa bukan berkata-kata kepada bukit batu itu tetapi malah memukul batu itu. Musa melakukan hal ini karena kesabarannya sudah di ambang batas. Ia sangat jengkel dengan bangsa Israel yang terus-menerus bersungut-sungut. Ini berarti Musa tidak taat melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, sedangkan Harun yang pada waktu perintah itu diberikan juga ada bersama-sama dengan Musa, tetapi ia membiarkan Musa melakukan pelanggaran. Berarti Harun berkompromi dalam hal ini. Membiarkan dan tidak mengingatkan orang terdekat melakukan dosa adalah juga suatu pelanggaran. Tuhan tidak bisa dipermainkan!
Setiap pelanggaran dosa selalu membawa suatu akibat!
Subscribe to:
Posts (Atom)