Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2014
Baca: Mazmur 90:1-17
"Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh." Mazmur 90:9
Beberapa saat lagi kita akan mengakhiri perjalanan hidup di tahun 2014. Kita pun berguman dalam hati: "Begitu cepatnya waktu berlalu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dari minggu ke bulan dan dari bulan ke tahun, semuanya berjalan seolah-olah hanya sekejap mata." Musa pun merasakan, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-6). Rasa-rasanya masih terlintas di benak kita beberapa waktu lalu bagaimana gegap gempitanya orang-orang menyambut malam tutup tahun dengan pawai dan gebyar pesta kembang api. Momen yang sama ternyata sudah ada di depan mata kita.
Hari-hari yang telah kita lalui di sepanjang tahun dipenuhi dengan rona-rona kehidupan: ada suka, ada duka, ada tawa, ada tangis, ada keberhasilan, ada kegagalan, ada doa yang telah dijawab Tuhan, tapi banyak pula doa-doa kita yang belum ada jawabannya. Semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk kita! Karena waktu itu begitu singkat, cepat berlalu, tidak akan pernah kembali terulang dan kita pun tak sanggup menghentikannya, maka kita pun harus segera sadar dan berbenah supaya tidak ada penyesalan yang muncul di kemudian hari dikarenakan kita telah membuang waktu dan kesempatan yang ada secara percuma, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu mengucap syukur kepada Tuhan: bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas panjang umur, bersyukur atas berkat dan pemeliharaan, bersyukur atas penyertaan-Nya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk menjalani hari-hari di sepanjang tahun 2014 ini. Nyata benar bahwa Tuhan itu "...bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Kalau bukan karena anugerah dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin dapat melewati setiap ujian dan tantangan yang ada.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena-Nya kita bisa sampai di penghujung tahun!
Wednesday, December 31, 2014
Tuesday, December 30, 2014
ASPEK JANJI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Monday, December 29, 2014
ASPEK JANJI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Desember 2014
Baca: Mazmur 18:31-51
"Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;" Mazmur 18:31
Di dalam Alkitab ada banyak sekali janji Tuhan yang ditujukan kepada umat-Nya, artinya setiap anak Tuhan bisa mengalami dan menikmati janji Tuhan setiap hari, bukan hanya di waktu-waktu tertentu, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Adalah rugi besar bila kita sudah mengikut Tuhan Yesus selama bertahun-tahun tetapi tidak mengerti janji-janji Tuhan yang disediakan bagi kita.
Adapun aspek dari janji Tuhan yang harus kita ketahui adalah: 1. Janji Tuhan itu adalah janji yang murni. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Jika kita memahami bahwa janji Tuhan adalah janji yang pasti, maka kita akan menjalani hari-hari kita dengan penuh ucapan syukur, tidak akan menjadi orang Kristen yang cengeng, mudah kecewa dan berputus asa, apalagi sampai marah dan memberontak kepada Tuhan ketika janji tersebut belum digenapi dalam hidup kita, sebab hidup orang percaya adalah "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya dan pasti menggenapi janji-Nya tepat pada waktunya, tidak pernah terlambat atau pun terlalu cepat, sebab Ia mempunyai waktu yang terbaik.
Mari belajar dan meneladani Abraham. "Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20). Ketika menerima janji Tuhan perihal keturunan, meski usia Abraham sudah tua dan Sara pun sudah mati haid, ia tidak goyah, malah menguatkan imannya di dalam Tuhan sehingga akhirnya Tuhan pun menggenapi janji-Nya dengan memberikan Ishak. Seringkali ketika sedang menanti-nantikan janji Tuhan keadaan yang kita alami sepertinya malah semakin buruk dan tidak baik sehingga hal ini mempengaruhi kita: iman menjadi lemah, kecewa, tidak lagi tekun berdoa dan kian malas beribadah kepada Tuhan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi sebagai bagian dari proses untuk menguji kualitas iman kita, menguji ketekunan, kesetiaan dan kesabaran kita.
Janji Tuhan itu murni, karena itu jangan bimbang!
Baca: Mazmur 18:31-51
"Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;" Mazmur 18:31
Di dalam Alkitab ada banyak sekali janji Tuhan yang ditujukan kepada umat-Nya, artinya setiap anak Tuhan bisa mengalami dan menikmati janji Tuhan setiap hari, bukan hanya di waktu-waktu tertentu, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Adalah rugi besar bila kita sudah mengikut Tuhan Yesus selama bertahun-tahun tetapi tidak mengerti janji-janji Tuhan yang disediakan bagi kita.
Adapun aspek dari janji Tuhan yang harus kita ketahui adalah: 1. Janji Tuhan itu adalah janji yang murni. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Jika kita memahami bahwa janji Tuhan adalah janji yang pasti, maka kita akan menjalani hari-hari kita dengan penuh ucapan syukur, tidak akan menjadi orang Kristen yang cengeng, mudah kecewa dan berputus asa, apalagi sampai marah dan memberontak kepada Tuhan ketika janji tersebut belum digenapi dalam hidup kita, sebab hidup orang percaya adalah "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya dan pasti menggenapi janji-Nya tepat pada waktunya, tidak pernah terlambat atau pun terlalu cepat, sebab Ia mempunyai waktu yang terbaik.
Mari belajar dan meneladani Abraham. "Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20). Ketika menerima janji Tuhan perihal keturunan, meski usia Abraham sudah tua dan Sara pun sudah mati haid, ia tidak goyah, malah menguatkan imannya di dalam Tuhan sehingga akhirnya Tuhan pun menggenapi janji-Nya dengan memberikan Ishak. Seringkali ketika sedang menanti-nantikan janji Tuhan keadaan yang kita alami sepertinya malah semakin buruk dan tidak baik sehingga hal ini mempengaruhi kita: iman menjadi lemah, kecewa, tidak lagi tekun berdoa dan kian malas beribadah kepada Tuhan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi sebagai bagian dari proses untuk menguji kualitas iman kita, menguji ketekunan, kesetiaan dan kesabaran kita.
Janji Tuhan itu murni, karena itu jangan bimbang!
Sunday, December 28, 2014
TUHAN TIDAK PERNAH BERUBAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2014
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya disebut sebagai anak-anak Allah, "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Mungkin saat ini Saudara sedang gelisah, galau, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Seringkali kita mempertanyakan janji-janji Tuhan yang berkenaan dengan: pertolongan, pemulihan, pembelaan, kesembuhan, dan kemenangan. Kita berpikir bahwa kita sudah melakukan bagian kita, tapi mengapa Tuhan belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk menggenapi janji-Nya dalam kita.
Yosua menegur keras orang-orang Israel demikian, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Sesungguhnya Tanah Perjanjian sudah disediakan bagi bangsa Israel, tapi mereka tidak mau membayar harga untuk melangkah menduduki negeri tersebut. Kemalasan, ketidaksabaran, ketidaktekunan, kekuatiran, ketakutan, keraguan, atau persungutan yang kita tunjukkan adalah hal-hal yang menjadi faktor menghalang bagi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, padahal janji Tuhan itu sudah disediakan bagi kita. Nabi Habakuk pun mengingatkan kita, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Tidak ada janji yang Tuhan berikan kepada umat-Nya yang tidak Ia genapi. Tuhan yang dahulu berjanji kepada Abraham atau Yosua adalah Tuhan yang sama yang juga berjanji kepada kita: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap." (Maleakhi 3:6). Di segala keadaan, sebab semua orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu (baca Mazmur 25:3).
"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8. AMIN!
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya disebut sebagai anak-anak Allah, "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Mungkin saat ini Saudara sedang gelisah, galau, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Seringkali kita mempertanyakan janji-janji Tuhan yang berkenaan dengan: pertolongan, pemulihan, pembelaan, kesembuhan, dan kemenangan. Kita berpikir bahwa kita sudah melakukan bagian kita, tapi mengapa Tuhan belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk menggenapi janji-Nya dalam kita.
Yosua menegur keras orang-orang Israel demikian, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Sesungguhnya Tanah Perjanjian sudah disediakan bagi bangsa Israel, tapi mereka tidak mau membayar harga untuk melangkah menduduki negeri tersebut. Kemalasan, ketidaksabaran, ketidaktekunan, kekuatiran, ketakutan, keraguan, atau persungutan yang kita tunjukkan adalah hal-hal yang menjadi faktor menghalang bagi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, padahal janji Tuhan itu sudah disediakan bagi kita. Nabi Habakuk pun mengingatkan kita, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Tidak ada janji yang Tuhan berikan kepada umat-Nya yang tidak Ia genapi. Tuhan yang dahulu berjanji kepada Abraham atau Yosua adalah Tuhan yang sama yang juga berjanji kepada kita: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap." (Maleakhi 3:6). Di segala keadaan, sebab semua orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu (baca Mazmur 25:3).
"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8. AMIN!
Saturday, December 27, 2014
PERSEMBAHAN ORANG MAJUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2014
Baca: Matius 2:1-12
"Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." Matius 2:11b
Kelahiran Yesus Sang Juruselamat ditandai dengan adanya bintang di timur, dan bintang itulah yang menjadi penunjuk jalan yang menuntun orang-orang Majus ke tempat dimana Yesus dilahirkan. "Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia." (Matius 2:10-11).
Siapa orang-orang Majus itu? Orang Majus disebut pula orang bijak atau raja-raja dari timur. Mereka adalah ahli astronomi (ilmu perbintangan), tahu benar letak bintang, pergerakan dan tanda-tandanya. Bukan hanya itu, mereka juga percaya bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang secara periodik memberi tanda-tanda yang dapat dipakai meramalkan peristiwa-peristiwa masa depan dan nasib seseorang atau bangsa. Karena itu mereka tahu benar apa arti bintang yang nampak di timur tersebut. Peristiwa ini semakin menegaskan bahwa Allah dapat memakai siapa saja dan apa saja untuk menggenapi setiap rencana-Nya. Selain memanggil dan memilih orang-orang yang sederhana, seperti Maria dan Yusuf, serta para gembala di padang yang menurut pandangan manusia tidak pantas dan tidak layak, ternyata Allah juga memakai orang-orang terpelajar supaya dengan pengetahuan yang dimiliki mereka memahami kehendak Allah dalam hidupnya. Selain itu kita dapat belajar tentang kerendahan hati. Kita tahu bahwa orang-orang Majus ini adalah raja-raja dari timur dan astronom, tetapi mereka rela meninggalkan kesibukan dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk mencari bayi yang baru dilahirkan.
Setelah bertemu dengan Yesus mereka sujud menyembah Dia. Bagi mereka Yesus jauh lebih utama dan jauh lebih berharga dari segala sesuatu yang dimilikinya. Mereka pun "...mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." (ayat nas). Emas gambaran dari barang yang berharga, kemenyan berbicara tentang pujian dan penyembahan, sedangkan mur berbicara tentang ketekunan.
Sudahkah kita memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati seperti orang-orang Majus ini?
Baca: Matius 2:1-12
"Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." Matius 2:11b
Kelahiran Yesus Sang Juruselamat ditandai dengan adanya bintang di timur, dan bintang itulah yang menjadi penunjuk jalan yang menuntun orang-orang Majus ke tempat dimana Yesus dilahirkan. "Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia." (Matius 2:10-11).
Siapa orang-orang Majus itu? Orang Majus disebut pula orang bijak atau raja-raja dari timur. Mereka adalah ahli astronomi (ilmu perbintangan), tahu benar letak bintang, pergerakan dan tanda-tandanya. Bukan hanya itu, mereka juga percaya bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang secara periodik memberi tanda-tanda yang dapat dipakai meramalkan peristiwa-peristiwa masa depan dan nasib seseorang atau bangsa. Karena itu mereka tahu benar apa arti bintang yang nampak di timur tersebut. Peristiwa ini semakin menegaskan bahwa Allah dapat memakai siapa saja dan apa saja untuk menggenapi setiap rencana-Nya. Selain memanggil dan memilih orang-orang yang sederhana, seperti Maria dan Yusuf, serta para gembala di padang yang menurut pandangan manusia tidak pantas dan tidak layak, ternyata Allah juga memakai orang-orang terpelajar supaya dengan pengetahuan yang dimiliki mereka memahami kehendak Allah dalam hidupnya. Selain itu kita dapat belajar tentang kerendahan hati. Kita tahu bahwa orang-orang Majus ini adalah raja-raja dari timur dan astronom, tetapi mereka rela meninggalkan kesibukan dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk mencari bayi yang baru dilahirkan.
Setelah bertemu dengan Yesus mereka sujud menyembah Dia. Bagi mereka Yesus jauh lebih utama dan jauh lebih berharga dari segala sesuatu yang dimilikinya. Mereka pun "...mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." (ayat nas). Emas gambaran dari barang yang berharga, kemenyan berbicara tentang pujian dan penyembahan, sedangkan mur berbicara tentang ketekunan.
Sudahkah kita memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati seperti orang-orang Majus ini?
Friday, December 26, 2014
PERBUATAN ALLAH YANG BESAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2014
Baca: Lukas 2:1-20
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Lukas 2:14
Selain berisikan kabar sukacita besar lahirnya Sang Juruselamat, momen natal juga menyadarkan kita akan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib. Kuasa-Nya yang tak terbatas tak mampu diselami oleh pikiran manusia. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib berkenaan kelahiran Yesus: 1. Allah mengutus malaikat-Nya turun ke bumi menjumpai dan berbicara kepada Maria, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi." (Lukas 1:30-32). Luar biasa! Maria mendapat pernyataan langsung dari utusan sorga bahwa ia beroleh kasih karunia Allah. Adalah mustahil seorang perawan mengandung bayi, tapi "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37), dan itu terjadi, dialami oleh Maria, "sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." (Matius 1:20). Apa yang dikerjakan Allah secara manusia sangat tidak masuk akal, namun sebagai pertanda bahwa kuasa-Nya sungguh tak terbatas dan tidak dapat dibatasi siapa pun dan apa pun. 2. Kelahiran Yesus adalah bukti tidak ada rencana Allah yang gagal, sebab rencana kelahiran Sang Juruselamat sudah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya, artinya Allah mempunyai rencana yang luar biasa dan takkan pernah gagal. Ayub mengakuinya, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:20).
Karena kasih-Nya yang besar akan dunia ini "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal," (Yohanes 3:16). Turunnya Yesus ke dalam dunia ini merupakan wujud kasih Allah yang tak terbatas. Dia rela meninggalkan sorga demi kita orang-orang berdosa.
Seandainya Yesus tidak datang ke dunia dan menyelamatkan kita maka kita akan tetap menjadi orang-orang malang dan binasa.
Baca: Lukas 2:1-20
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Lukas 2:14
Selain berisikan kabar sukacita besar lahirnya Sang Juruselamat, momen natal juga menyadarkan kita akan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib. Kuasa-Nya yang tak terbatas tak mampu diselami oleh pikiran manusia. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib berkenaan kelahiran Yesus: 1. Allah mengutus malaikat-Nya turun ke bumi menjumpai dan berbicara kepada Maria, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi." (Lukas 1:30-32). Luar biasa! Maria mendapat pernyataan langsung dari utusan sorga bahwa ia beroleh kasih karunia Allah. Adalah mustahil seorang perawan mengandung bayi, tapi "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37), dan itu terjadi, dialami oleh Maria, "sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." (Matius 1:20). Apa yang dikerjakan Allah secara manusia sangat tidak masuk akal, namun sebagai pertanda bahwa kuasa-Nya sungguh tak terbatas dan tidak dapat dibatasi siapa pun dan apa pun. 2. Kelahiran Yesus adalah bukti tidak ada rencana Allah yang gagal, sebab rencana kelahiran Sang Juruselamat sudah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya, artinya Allah mempunyai rencana yang luar biasa dan takkan pernah gagal. Ayub mengakuinya, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:20).
Karena kasih-Nya yang besar akan dunia ini "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal," (Yohanes 3:16). Turunnya Yesus ke dalam dunia ini merupakan wujud kasih Allah yang tak terbatas. Dia rela meninggalkan sorga demi kita orang-orang berdosa.
Seandainya Yesus tidak datang ke dunia dan menyelamatkan kita maka kita akan tetap menjadi orang-orang malang dan binasa.
Thursday, December 25, 2014
LAHIRNYA SANG JURUSELAMAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2014
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Hari ini apa yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya ribuan tahun silam telah tergenapi, yaitu lahirnya Sang Juruselamat dunia yaitu Yesus Kristus. Kelahiran-Nya di Betlehem bukan sekedar kisah kelahiran seorang bayi biasa anak dari Yusuf dan Maria yang lahir di sebuah palungan sederhana. Tetapi kelahiran-Nya di dunia membawa satu misi yang sangat spektakuler yaitu menegakkan pemerintahan kerajaan Allah di bumi. Dia yang adalah Allah sendiri, Sang Pencipta langit dan bumi, Tuhan semesta alam, rela datang ke bumi untuk menegakkan kerajaan-Nya di seluruh bumi.
Yesaya mencatat empat nama yang akan menandai tugas Yesus selaku Juruselamat yaitu: Penasibat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal dan Raja Damai. Ini membuktikan bahwa nama 'Yesus' bukanlah nama sembarang nama yang tidak diberikan oleh malaikat, atau pun oleh Maria dan Yusuf, melainkan datang dari sorga, pemberian Allah sendiri. Nama 'Yesus' adalah padanan Yunani untuk kata Ibrani Yeshua, yang artinya adalah Tuhan menyelamatkan. "Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:21). Jadi Yesus datang ke dunia mengerjakan sebuah misi yaitu menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Natal adalah momen yang selalu dinanti-nantikan oleh jutaan umat Kristiani di belahan bumi ini, sebab natal identik dengan kabar sukacita sebagaimana disampaikan oleh malaikat kepada para gembala di padang, "...sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Lukas 2:10-11).
Dengan kelahiran Yesus Kristus kita yang percaya kepada-Nya memiliki pengharapan yang pasti: "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Ada kesukaan besar di bumi karena Sang Juruselamat dunia telah lahir!
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Hari ini apa yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya ribuan tahun silam telah tergenapi, yaitu lahirnya Sang Juruselamat dunia yaitu Yesus Kristus. Kelahiran-Nya di Betlehem bukan sekedar kisah kelahiran seorang bayi biasa anak dari Yusuf dan Maria yang lahir di sebuah palungan sederhana. Tetapi kelahiran-Nya di dunia membawa satu misi yang sangat spektakuler yaitu menegakkan pemerintahan kerajaan Allah di bumi. Dia yang adalah Allah sendiri, Sang Pencipta langit dan bumi, Tuhan semesta alam, rela datang ke bumi untuk menegakkan kerajaan-Nya di seluruh bumi.
Yesaya mencatat empat nama yang akan menandai tugas Yesus selaku Juruselamat yaitu: Penasibat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal dan Raja Damai. Ini membuktikan bahwa nama 'Yesus' bukanlah nama sembarang nama yang tidak diberikan oleh malaikat, atau pun oleh Maria dan Yusuf, melainkan datang dari sorga, pemberian Allah sendiri. Nama 'Yesus' adalah padanan Yunani untuk kata Ibrani Yeshua, yang artinya adalah Tuhan menyelamatkan. "Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:21). Jadi Yesus datang ke dunia mengerjakan sebuah misi yaitu menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Natal adalah momen yang selalu dinanti-nantikan oleh jutaan umat Kristiani di belahan bumi ini, sebab natal identik dengan kabar sukacita sebagaimana disampaikan oleh malaikat kepada para gembala di padang, "...sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Lukas 2:10-11).
Dengan kelahiran Yesus Kristus kita yang percaya kepada-Nya memiliki pengharapan yang pasti: "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Ada kesukaan besar di bumi karena Sang Juruselamat dunia telah lahir!
Wednesday, December 24, 2014
JANJI TUHAN SANGAT TERUJI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2014
Baca: Mazmur 119:137-144
"Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." Mazmur 119:140
Setiap orang di dunia ini umumnya pernah berjanji kepada orang lain atau dijanjikan sesuatu oleh orang lain. Misalnya: orangtua berjanji membelikan sesuatu kepada anaknya; anak berjanji akan membahagiakan ayah-ibu di masa tuanya; seorang pemuda berjanji kepada kekasihnya; seorang pemimpin perusahaan berjanji untuk menyejahterakan karyawannya dan sebagainya. Faktanya: tidak semua janji yang diucapkan oleh manusia itu ditepati, bahkan manusia memiliki kecenderungan untuk mengingkari janji yang pernah diucapkannya. Itulah sifat manusia: terlalu mudah membuat janji dan semudah itu pula mengingkarinya. Puji syukur kita punya Tuhan yang tidak pernah ingkar terhadap apa pun yang dijanjikan-Nya. Jika Tuhan yang berjanji Ia pasti akan menepati janji-Nya.
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhak memperoleh janji-janji Tuhan. Di manakah kita temukan janji-janji Tuhan? Alkitab! Karena itu sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari supaya kita memahami betapa tak terhitungnya janji-janji Tuhan bagi umat-Nya, baik itu janji yang sudah digenapi-Nya, sedang digenapi-Nya dan yang akan digenapi-Nya. Percayalah bahwa cepat atau lambat semua janji Tuhan pasti digenapi-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Janji Tuhan inilah yang menjadi pengharapan orang percaya!
Keadaan dunia ini boleh saja berubah, situasi ekonomi boleh saja berubah, tetapi kita percaya bahwa janji Tuhan tidak pernah berubah. Janji-Nya tetap 'ya' dan 'amin'. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35). Apa pun yang ada di dunia ini boleh saja bergoncang, tapi kita tetap percaya bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Selama kita tidak terpengaruh oleh situasi, tetap percaya kepada firman-Nya, tekun menanti-nantikan Tuhan, serta setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, janji Tuhan pasti akan tergenapi dalam hidup ini.
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Baca: Mazmur 119:137-144
"Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." Mazmur 119:140
Setiap orang di dunia ini umumnya pernah berjanji kepada orang lain atau dijanjikan sesuatu oleh orang lain. Misalnya: orangtua berjanji membelikan sesuatu kepada anaknya; anak berjanji akan membahagiakan ayah-ibu di masa tuanya; seorang pemuda berjanji kepada kekasihnya; seorang pemimpin perusahaan berjanji untuk menyejahterakan karyawannya dan sebagainya. Faktanya: tidak semua janji yang diucapkan oleh manusia itu ditepati, bahkan manusia memiliki kecenderungan untuk mengingkari janji yang pernah diucapkannya. Itulah sifat manusia: terlalu mudah membuat janji dan semudah itu pula mengingkarinya. Puji syukur kita punya Tuhan yang tidak pernah ingkar terhadap apa pun yang dijanjikan-Nya. Jika Tuhan yang berjanji Ia pasti akan menepati janji-Nya.
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhak memperoleh janji-janji Tuhan. Di manakah kita temukan janji-janji Tuhan? Alkitab! Karena itu sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari supaya kita memahami betapa tak terhitungnya janji-janji Tuhan bagi umat-Nya, baik itu janji yang sudah digenapi-Nya, sedang digenapi-Nya dan yang akan digenapi-Nya. Percayalah bahwa cepat atau lambat semua janji Tuhan pasti digenapi-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Janji Tuhan inilah yang menjadi pengharapan orang percaya!
Keadaan dunia ini boleh saja berubah, situasi ekonomi boleh saja berubah, tetapi kita percaya bahwa janji Tuhan tidak pernah berubah. Janji-Nya tetap 'ya' dan 'amin'. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35). Apa pun yang ada di dunia ini boleh saja bergoncang, tapi kita tetap percaya bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Selama kita tidak terpengaruh oleh situasi, tetap percaya kepada firman-Nya, tekun menanti-nantikan Tuhan, serta setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, janji Tuhan pasti akan tergenapi dalam hidup ini.
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Tuesday, December 23, 2014
TUHAN TIDAK MEMANDANG MUKA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2014
Baca: Galatia 2:1-10
"...sebab Allah tidak memandang muka..." Galatia 2:6
Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia. Manusia menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata. Namun ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang itu berbeda. Tuhan sama sekali tidak tertarik atau berminat dengan apa yang tampak, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Tuhan tidak pernah terpesona dengan apa yang kita kerjakan, tapi perhatian Tuhan adalah motivasi di balik segala sesuatu yang kita kerjakan. Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang.
Mengapa Tuhan memperhatikan hati? "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang. Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Oleh sebab itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita bisa saja mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau memakai sesuatu yang tampak dari luar untuk menutupi hatinya. Itulah kemunafikan! Namun "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13).
Sikap hati berbicara tentang ketulusan, ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin kita dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan kesetiaan, ketulusan dan pengorbanan kita sepertinya tidak dianggap. Jangan putus asa, tetap lakukan dengan setia apa yang menjadi bagian kita! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" (Mazmur 56:9).
Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur, Dia memperhatikan pergumulan kita dan melihat hati kita!
Baca: Galatia 2:1-10
"...sebab Allah tidak memandang muka..." Galatia 2:6
Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia. Manusia menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata. Namun ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang itu berbeda. Tuhan sama sekali tidak tertarik atau berminat dengan apa yang tampak, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Tuhan tidak pernah terpesona dengan apa yang kita kerjakan, tapi perhatian Tuhan adalah motivasi di balik segala sesuatu yang kita kerjakan. Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang.
Mengapa Tuhan memperhatikan hati? "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang. Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Oleh sebab itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita bisa saja mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau memakai sesuatu yang tampak dari luar untuk menutupi hatinya. Itulah kemunafikan! Namun "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13).
Sikap hati berbicara tentang ketulusan, ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin kita dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan kesetiaan, ketulusan dan pengorbanan kita sepertinya tidak dianggap. Jangan putus asa, tetap lakukan dengan setia apa yang menjadi bagian kita! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" (Mazmur 56:9).
Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur, Dia memperhatikan pergumulan kita dan melihat hati kita!
Monday, December 22, 2014
PRINSIP DUNIA: Memandang Muka (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2014
Baca: Yakobus 2:1-13
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." Yakobus 2:9
Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat penampilan fisik, padahal Alkitab menyatakan: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia," (Amsal 31:30), dan "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi," (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali juga menilai seseorang dari status sosialnya: pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, Anaxagoras, seorang filusuf Yunani mengatakan, "Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat."
Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status sosial ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: "bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru sangat mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
Banyak orang Kristen: jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!
Baca: Yakobus 2:1-13
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." Yakobus 2:9
Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat penampilan fisik, padahal Alkitab menyatakan: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia," (Amsal 31:30), dan "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi," (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali juga menilai seseorang dari status sosialnya: pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, Anaxagoras, seorang filusuf Yunani mengatakan, "Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat."
Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status sosial ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: "bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru sangat mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
Banyak orang Kristen: jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!
Sunday, December 21, 2014
PRINSIP DUNIA: Memandang Muka (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2014
Baca: Yakobus 2:1-13
"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." Yakobus 2:1
Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Don't judge a book by its cover!" Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bisa memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lha yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakaian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa: pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakaian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi fokus utama kita!
Baca: Yakobus 2:1-13
"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." Yakobus 2:1
Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Don't judge a book by its cover!" Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bisa memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lha yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakaian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa: pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakaian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi fokus utama kita!
Saturday, December 20, 2014
HIDUP SEPENUHNYA BAGI KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2014
Baca: Roma 6:1-14
"Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus." Roma 6:11
Melalui kehidupan Yesus Kristus Allah menawarkan anugerah keselamatan-Nya kepada manusia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus Kristus diutus Bapa datang ke dunia "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Penebusan Kristus di atas kayu salib inilah yang akan melahirkan kita kembali menjadi 'ciptaan baru'. Kuasa penebusan Kristus memampukan kita untuk menanggalkan manusia lama.
Melalui kematian Kristus "...manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:6), sebab "...kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah." (Roma 6:10). Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta bertobat, kita meninggalkan dosa-dosa kita dan mati terhadap dosa. Karena itu kita pun akan dibangkitkan bersama Kristus dan memiliki kuasa kebangkitan-Nya. Mati terhadap dosa menghasilkan kuasa kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita hidup sepenuhnya bagi Kristus, sebab tidak ada kebangkitan sebelum ada kematian.
Hidup sepenuhnya bagi Kristus adalah tujuan dari penebusan Kristus! Kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kita sudah ditebus Kristus dan menjadi milik Kristus, sebab sebelum Kristus menebus dosa-dosa kita keberadaan kita adalah sebagai tawanan Iblis, tapi melalui pengorbanan-Nya kita dibebaskan dan dilepaskan dari setiap belenggu dosa. Kita bukan lagi menjadi hamba dosa tapi menjadi hamba kebenaran. Jika kita menyadari betapa besar kasih pengorbanan Kristus bagi kita akankah kita kembali kepada kehidupan kita yang lama? "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai ciptaan baru "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Baca: Roma 6:1-14
"Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus." Roma 6:11
Melalui kehidupan Yesus Kristus Allah menawarkan anugerah keselamatan-Nya kepada manusia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus Kristus diutus Bapa datang ke dunia "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Penebusan Kristus di atas kayu salib inilah yang akan melahirkan kita kembali menjadi 'ciptaan baru'. Kuasa penebusan Kristus memampukan kita untuk menanggalkan manusia lama.
Melalui kematian Kristus "...manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:6), sebab "...kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah." (Roma 6:10). Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta bertobat, kita meninggalkan dosa-dosa kita dan mati terhadap dosa. Karena itu kita pun akan dibangkitkan bersama Kristus dan memiliki kuasa kebangkitan-Nya. Mati terhadap dosa menghasilkan kuasa kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita hidup sepenuhnya bagi Kristus, sebab tidak ada kebangkitan sebelum ada kematian.
Hidup sepenuhnya bagi Kristus adalah tujuan dari penebusan Kristus! Kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kita sudah ditebus Kristus dan menjadi milik Kristus, sebab sebelum Kristus menebus dosa-dosa kita keberadaan kita adalah sebagai tawanan Iblis, tapi melalui pengorbanan-Nya kita dibebaskan dan dilepaskan dari setiap belenggu dosa. Kita bukan lagi menjadi hamba dosa tapi menjadi hamba kebenaran. Jika kita menyadari betapa besar kasih pengorbanan Kristus bagi kita akankah kita kembali kepada kehidupan kita yang lama? "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai ciptaan baru "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Friday, December 19, 2014
HIDUP SEPENUHNYA BAGI KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2014
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:8
Dalam suratnya Petrus mengingatkan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Karena kita sudah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat, maka sudah seharusnya kita hidup sepenuhnya bagi Dia. Dengan demikian hidup kita bukanlah milik kita sendiri, melainkan milik Kristus.
Menjadi milik Kristus berarti kita rela untuk dibentuk dan diubahkan oleh Kristus menjadi apa saja yang Ia inginkan. Apa pun yang menjadi kehendak Tuhan kita harus taat dan tunduk kepada-Nya. pertanyaan: mungkinkah kita hidup sepenuhnya bagi Kristus? Sangat mungkin!
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:14-15), artinya kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kuasa penebusan Kristus di atas Kalvari bekerja di dalam kita. Sebelum kita percaya kepada Tuhan Yesus keberadaan kita ini adalah orang-orang berdosa, dan disebut sebagai manusia lama. Manusia lama menunjuk kepada suatu keadaan dosa yang telah membelenggu diri manusia sehingga manusia menjadi hamba atau budak dari berbagai keinginan dosa. Karena itu manusia lama diidentikkan dengan tubuh dosa, yaitu keadaan dosa yang menyebabkan seluruh diri manusia kehilangan kemampuan untuk hidup benar di hadapan Tuhan.
Kehidupan manusia lama tidak akan pernah dapat berubah menjadi manusia baru dengan hanya kita berbuat baik (amal jariah) dan melakukan peraturan-peraturan keagamaan, karena itu manusia membutuhkan seorang Juruselamat. Jadi hanya dengan pertolongan Allah sendiri manusia dapat berubah menjadi manusia baru. (Bersambung)
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:8
Dalam suratnya Petrus mengingatkan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Karena kita sudah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat, maka sudah seharusnya kita hidup sepenuhnya bagi Dia. Dengan demikian hidup kita bukanlah milik kita sendiri, melainkan milik Kristus.
Menjadi milik Kristus berarti kita rela untuk dibentuk dan diubahkan oleh Kristus menjadi apa saja yang Ia inginkan. Apa pun yang menjadi kehendak Tuhan kita harus taat dan tunduk kepada-Nya. pertanyaan: mungkinkah kita hidup sepenuhnya bagi Kristus? Sangat mungkin!
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:14-15), artinya kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kuasa penebusan Kristus di atas Kalvari bekerja di dalam kita. Sebelum kita percaya kepada Tuhan Yesus keberadaan kita ini adalah orang-orang berdosa, dan disebut sebagai manusia lama. Manusia lama menunjuk kepada suatu keadaan dosa yang telah membelenggu diri manusia sehingga manusia menjadi hamba atau budak dari berbagai keinginan dosa. Karena itu manusia lama diidentikkan dengan tubuh dosa, yaitu keadaan dosa yang menyebabkan seluruh diri manusia kehilangan kemampuan untuk hidup benar di hadapan Tuhan.
Kehidupan manusia lama tidak akan pernah dapat berubah menjadi manusia baru dengan hanya kita berbuat baik (amal jariah) dan melakukan peraturan-peraturan keagamaan, karena itu manusia membutuhkan seorang Juruselamat. Jadi hanya dengan pertolongan Allah sendiri manusia dapat berubah menjadi manusia baru. (Bersambung)
Thursday, December 18, 2014
KRISTUS: Mengendalikan Tindakan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2014
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Tak terhitung banyaknya kita membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam hidup yang kita jalani ini oleh karena kita melakukan apa yang diperintahkan oleh pikiran kita, padahal kita tahu bahwa hal ini negatif dan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab tindakan kita adalah buah dan hasil dari sesuatu yang kita pikirkan. Karena itu dalam aspek tindakan ini pun penting sekali bagi kita untuk memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengijinkan Tuhan sebagai pengendali penuh setiap tindakan kita.
Dengan kekuatan sendiri sulit bagi kita untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, sebab tubuh dan tabiat dosa cenderung menarik kita untuk melakukan tindakan yang semata-mata memuaskan keinginan daging, padahal "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Namun bila kita mau tunduk kepada Roh Kudus kita akan dipimpin-Nya kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, selaras dengan pikiran, perasaan dan hati Tuhan. "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Hidup Kristiani bukanlah soal apakah kita mampu atau tidak, melainkan apa kita mau atau tidak. Karena kalau kita mau, Tuhan akan memberikan kekuatan dan kemampuan. "Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah." (2 Korintus 1:20a), artinya selama kita mau dan siap melakukan firman, maka Kristus melalui Roh Kudus akan memampukan, menguatkan dan menyempurnakan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
Hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani dan merupakan harga mati, sebab ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi, "...inilah kehendak Allah: pengudusanmu," (1 Tesalonika 4:3).
Kita dapat hidup dalam kekudusan jika kita mau menyerahkan kendali hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan!
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Tak terhitung banyaknya kita membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam hidup yang kita jalani ini oleh karena kita melakukan apa yang diperintahkan oleh pikiran kita, padahal kita tahu bahwa hal ini negatif dan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab tindakan kita adalah buah dan hasil dari sesuatu yang kita pikirkan. Karena itu dalam aspek tindakan ini pun penting sekali bagi kita untuk memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengijinkan Tuhan sebagai pengendali penuh setiap tindakan kita.
Dengan kekuatan sendiri sulit bagi kita untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, sebab tubuh dan tabiat dosa cenderung menarik kita untuk melakukan tindakan yang semata-mata memuaskan keinginan daging, padahal "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Namun bila kita mau tunduk kepada Roh Kudus kita akan dipimpin-Nya kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, selaras dengan pikiran, perasaan dan hati Tuhan. "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Hidup Kristiani bukanlah soal apakah kita mampu atau tidak, melainkan apa kita mau atau tidak. Karena kalau kita mau, Tuhan akan memberikan kekuatan dan kemampuan. "Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah." (2 Korintus 1:20a), artinya selama kita mau dan siap melakukan firman, maka Kristus melalui Roh Kudus akan memampukan, menguatkan dan menyempurnakan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
Hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani dan merupakan harga mati, sebab ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi, "...inilah kehendak Allah: pengudusanmu," (1 Tesalonika 4:3).
Kita dapat hidup dalam kekudusan jika kita mau menyerahkan kendali hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan!
Wednesday, December 17, 2014
KRISTUS: Mengendalikan Pikiran Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2014
Baca: 1 Korintus 2:6-16
"Tetapi kami memiliki pikiran Kristus." 1 Korintus 2:16b
Apa saja dari kehidupan kita yang harus dikendalikan sepenuhnya oleh Kristus? 1. Pikiran kita. Pikiran adalah aset yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dengan pikirannya seseorang akan memikirkan, mengucapkan dan melakukan hal-hal yang positif ataupun negatif. Di dalam pikiran inilah peperangan rohani seseorang terjadi! Tertulis: "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12); jadi peperangan melawan segala tipu daya Iblis yang berusaha menyerang pikiran kita dengan siasatnya yang licik, sebab Iblis paham benar betapa sulitnya bagi seseorang untuk menguasai dan mengekang pikirannya sendiri.
Untuk menang melawan tipu muslihat Iblis kita harus "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b). Ijinkan Roh Kudus memperbaharui pikiran kita. Bagaimana caranya? Sediakan waktu secara intensif untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan supaya pikiran kita dipenuhi oleh kebenaran atau hal-hal yang positif, sebab firman Tuhan adalah pedang Roh bagi kita. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Dengan pedang Roh ini kita dapat melawan setiap serangan Iblis! Pikiran yang dipenuhi firman Tuhan akan berdampak kepada tindakan kita. Sebaliknya pikiran yang dipenuhi hal-hal negatif akan memaksa kita untuk melakukan seperti yang diinginkan oleh pikiran itu.
Rasul Paulus menasihati, "supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu," (Efesus 4:23), sehingga pikiran kita tetap dalam keadaan bersih, sebab selama kita masih hidup di dunia ini pikiran kita masih bisa terpengaruh dan tergoda oleh apa yang ada di dunia ini dan tubuh kita pun akan menjadi fasilitator untuk mengerjakan segala hal yang diinginkan dan diperintahkan oleh pikiran.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Baca: 1 Korintus 2:6-16
"Tetapi kami memiliki pikiran Kristus." 1 Korintus 2:16b
Apa saja dari kehidupan kita yang harus dikendalikan sepenuhnya oleh Kristus? 1. Pikiran kita. Pikiran adalah aset yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dengan pikirannya seseorang akan memikirkan, mengucapkan dan melakukan hal-hal yang positif ataupun negatif. Di dalam pikiran inilah peperangan rohani seseorang terjadi! Tertulis: "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12); jadi peperangan melawan segala tipu daya Iblis yang berusaha menyerang pikiran kita dengan siasatnya yang licik, sebab Iblis paham benar betapa sulitnya bagi seseorang untuk menguasai dan mengekang pikirannya sendiri.
Untuk menang melawan tipu muslihat Iblis kita harus "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b). Ijinkan Roh Kudus memperbaharui pikiran kita. Bagaimana caranya? Sediakan waktu secara intensif untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan supaya pikiran kita dipenuhi oleh kebenaran atau hal-hal yang positif, sebab firman Tuhan adalah pedang Roh bagi kita. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Dengan pedang Roh ini kita dapat melawan setiap serangan Iblis! Pikiran yang dipenuhi firman Tuhan akan berdampak kepada tindakan kita. Sebaliknya pikiran yang dipenuhi hal-hal negatif akan memaksa kita untuk melakukan seperti yang diinginkan oleh pikiran itu.
Rasul Paulus menasihati, "supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu," (Efesus 4:23), sehingga pikiran kita tetap dalam keadaan bersih, sebab selama kita masih hidup di dunia ini pikiran kita masih bisa terpengaruh dan tergoda oleh apa yang ada di dunia ini dan tubuh kita pun akan menjadi fasilitator untuk mengerjakan segala hal yang diinginkan dan diperintahkan oleh pikiran.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Tuesday, December 16, 2014
KRISTUS: Pemegang Kendali Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Desember 2014
Baca: 2 Korintus 5:11-15
"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." 2 Korintus 5:15
Setiap waktu kita diperhadapkan dengan banyak pergumulan, salah satunya adalah pergumulan bagaimana agar kita hidup benar dan berkenan kepada Tuhan. Kita bergumul untuk menaklukkan keinginan daging tapi seringkali kita tidak berdaya dan kalah, karena pada dasarnya, "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Selama keinginan daging kita begitu dominan maka langkah hidup kita sepenuhnya akan dikendalikan oleh daging. Rasul Paulus menegaskan, "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Sebagai seorang Kristen kita adalah pengikut Kristus. Kamus Webster juga mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Artinya hidup kita sudah seharusnya meneladani Kristus dengan menempatkan Dia sebagai Pemegang kendali hidup kita. Pertanyaan: siapakah yang selama ini mengendalikan hidup Saudara? Diri sendiri ataukah Kristus? Jika Kristus yang mengendalikan hidup kita maka semua akan tampak jelas dari buah-buah yang kita hasilkan. "Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." (Lukas 6:44a). Sebuah kapal akan sanggup mengarungi lautan lepas meski harus melewati ombak dan gelombang jika berada di bawah kendali nahkoda yang handal; kenyamanan dan keselamatan penumpang pesawat terbang sepenuhnya ada di tangan sang pilot.
Kehidupan kita pun seperti sebuah kendaraan yang berjalan dan memerlukan kendali kehidupan. Jika Kristus yang memegang kendali maka perjalanan kita sepenuhnya ada di tangan-Nya dan kita pun akan dituntun Tuhan di jalan yang benar, sebab "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10).
Bagian kita adalah taat dan memiliki penyerahan total kepada kehendak Tuhan, sebab sasaran utama hidup seorang Kristen adalah menjadi serupa dengan Kristus.
Baca: 2 Korintus 5:11-15
"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." 2 Korintus 5:15
Setiap waktu kita diperhadapkan dengan banyak pergumulan, salah satunya adalah pergumulan bagaimana agar kita hidup benar dan berkenan kepada Tuhan. Kita bergumul untuk menaklukkan keinginan daging tapi seringkali kita tidak berdaya dan kalah, karena pada dasarnya, "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Selama keinginan daging kita begitu dominan maka langkah hidup kita sepenuhnya akan dikendalikan oleh daging. Rasul Paulus menegaskan, "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Sebagai seorang Kristen kita adalah pengikut Kristus. Kamus Webster juga mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Artinya hidup kita sudah seharusnya meneladani Kristus dengan menempatkan Dia sebagai Pemegang kendali hidup kita. Pertanyaan: siapakah yang selama ini mengendalikan hidup Saudara? Diri sendiri ataukah Kristus? Jika Kristus yang mengendalikan hidup kita maka semua akan tampak jelas dari buah-buah yang kita hasilkan. "Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." (Lukas 6:44a). Sebuah kapal akan sanggup mengarungi lautan lepas meski harus melewati ombak dan gelombang jika berada di bawah kendali nahkoda yang handal; kenyamanan dan keselamatan penumpang pesawat terbang sepenuhnya ada di tangan sang pilot.
Kehidupan kita pun seperti sebuah kendaraan yang berjalan dan memerlukan kendali kehidupan. Jika Kristus yang memegang kendali maka perjalanan kita sepenuhnya ada di tangan-Nya dan kita pun akan dituntun Tuhan di jalan yang benar, sebab "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10).
Bagian kita adalah taat dan memiliki penyerahan total kepada kehendak Tuhan, sebab sasaran utama hidup seorang Kristen adalah menjadi serupa dengan Kristus.
Monday, December 15, 2014
IBADAH: Mendatangkan Keuntungan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Desember 2014
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Kamu berkata: 'Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam?'" Maleakhi 3:14
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Mengapa kita harus terus melatih diri dalam hal ibadah? Karena ibadah itu berguna dalam segala hal dan mengandung janji, artinya ada berkat-berkat yang luar biasa disediakan Tuhan bagi setiap orang yang menghormati Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan sungguh. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Jadi dibutuhkan sikap dan motivasi yang benar bagi seseorang untuk mengalami kuasa dan berkat dalam ibadah.
Sudahkah kita menjadikan ibadah sebagai kebutuhan utama dalam hidup ini? Atau kita berpikir bahwa beribadah kepada Tuhan itu tidak ada untungnya dan hanya membuang-buang waktu saja? Alkitab menegaskan, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58b), bahkan mendatangkan keuntungan besar (baca Amsal 14:23a). Pertanyaan: seberapa besar kerinduan kita untuk bertemu Tuhan dalam setiap ibadah? Adakah kita memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran seperti yang ditunjukkan oleh jemaat gereja mula-mula, sehingga kehidupan mereka "...disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah 2:47)?
Inilah keuntungan-keuntungan bagi orang yang setia beribadah kepada Tuhan dan melayani Dia, yaitu: "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26). Artinya ia akan mengecap segala kebaikan Tuhan, beroleh perlindungan Tuhan, dipenuhi oleh damai sejahtera, sehingga hidupnya senantiasa bercahaya dan menjadi berkat bagi orang lain; dan Tuhan pun akan berkata, "...Aku telah mendapat...seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
"...kamu akan melihat kembali perbedaan...antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." Maleakhi 3:18
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Kamu berkata: 'Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam?'" Maleakhi 3:14
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Mengapa kita harus terus melatih diri dalam hal ibadah? Karena ibadah itu berguna dalam segala hal dan mengandung janji, artinya ada berkat-berkat yang luar biasa disediakan Tuhan bagi setiap orang yang menghormati Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan sungguh. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Jadi dibutuhkan sikap dan motivasi yang benar bagi seseorang untuk mengalami kuasa dan berkat dalam ibadah.
Sudahkah kita menjadikan ibadah sebagai kebutuhan utama dalam hidup ini? Atau kita berpikir bahwa beribadah kepada Tuhan itu tidak ada untungnya dan hanya membuang-buang waktu saja? Alkitab menegaskan, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58b), bahkan mendatangkan keuntungan besar (baca Amsal 14:23a). Pertanyaan: seberapa besar kerinduan kita untuk bertemu Tuhan dalam setiap ibadah? Adakah kita memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran seperti yang ditunjukkan oleh jemaat gereja mula-mula, sehingga kehidupan mereka "...disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah 2:47)?
Inilah keuntungan-keuntungan bagi orang yang setia beribadah kepada Tuhan dan melayani Dia, yaitu: "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26). Artinya ia akan mengecap segala kebaikan Tuhan, beroleh perlindungan Tuhan, dipenuhi oleh damai sejahtera, sehingga hidupnya senantiasa bercahaya dan menjadi berkat bagi orang lain; dan Tuhan pun akan berkata, "...Aku telah mendapat...seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
"...kamu akan melihat kembali perbedaan...antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." Maleakhi 3:18
Sunday, December 14, 2014
BERIBADAH DENGAN SUKACITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Desember 2014
Baca: Mazmur 47:1-10
"Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!" Mazmur 47:2
Masih ada banyak orang Kristen yang beribadah kepada Tuhan secara asal-asalan tanpa disertai sikap hormat dan takut akan Tuhan. Hal itu bisa dilihat dari hal-hal simpel: datang beribadah tidak tepat waktu (terlambat), masih suka bersenda-gurau saat ibadah berlangsung, bahkan ada yang sambil ber-SMS ria atau memainkan blackberry. Kalau kita menyadari akan kehadiran Tuhan kita tidak akan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Ada pula yang beribadah dengan raut muka tetap cemberut dan tidak ada semangat sama sekali. Pemazmur mengingatkan, "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Ayat nas menyatakan: bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak sorai. Artinya kita juga harus beribadah kepada Tuhan dengan sukacita dan penuh semangat.
Mengapa kita harus beribadah kepada Tuhan dengan sukacita? Karena Tuhan telah menciptakan kita dan tujuan manusia diciptakan adalah untuk memuji, menyembah dan memuliakan Tuhan. Sudahkah kita menyembah Tuhan dan memuliakan nama-Nya dengan segenap hati dan jiwa sebagai perwujudan dan ibadah kita? Kita harus bersukacita oleh karena Tuhan telah menebus dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita. Kita bersukacita karena menjadi umat pilihan-Nya. Kita bersukacita karena Tuhan adalah Gembala Agung dan kita adalah kawanan domba gembalaan-Nya. Kita bersukacita karena "...TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Kesadaran akan kasih karunia Tuhan yang begitu besar ini seharusnya mendorong kita untuk beribadah kepada-Nya dengan kasih.
Orang yang beribadah karena mengasihi Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Tuhan kapan pun dan di mana pun berada dan tidak mudah kecewa, sebab ibadah yang sesungguhnya berkaitan dengan seluruh hidup kita yang mengabdi secara total kepada Tuhan.
Karena yang menjadi obyek utama ibadah adalah Tuhan, bukan pendeta atau manusia, maka kita akan beribadah kepada Tuhan dengan sukacita, bukan terpaksa!
Baca: Mazmur 47:1-10
"Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!" Mazmur 47:2
Masih ada banyak orang Kristen yang beribadah kepada Tuhan secara asal-asalan tanpa disertai sikap hormat dan takut akan Tuhan. Hal itu bisa dilihat dari hal-hal simpel: datang beribadah tidak tepat waktu (terlambat), masih suka bersenda-gurau saat ibadah berlangsung, bahkan ada yang sambil ber-SMS ria atau memainkan blackberry. Kalau kita menyadari akan kehadiran Tuhan kita tidak akan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Ada pula yang beribadah dengan raut muka tetap cemberut dan tidak ada semangat sama sekali. Pemazmur mengingatkan, "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Ayat nas menyatakan: bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak sorai. Artinya kita juga harus beribadah kepada Tuhan dengan sukacita dan penuh semangat.
Mengapa kita harus beribadah kepada Tuhan dengan sukacita? Karena Tuhan telah menciptakan kita dan tujuan manusia diciptakan adalah untuk memuji, menyembah dan memuliakan Tuhan. Sudahkah kita menyembah Tuhan dan memuliakan nama-Nya dengan segenap hati dan jiwa sebagai perwujudan dan ibadah kita? Kita harus bersukacita oleh karena Tuhan telah menebus dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita. Kita bersukacita karena menjadi umat pilihan-Nya. Kita bersukacita karena Tuhan adalah Gembala Agung dan kita adalah kawanan domba gembalaan-Nya. Kita bersukacita karena "...TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Kesadaran akan kasih karunia Tuhan yang begitu besar ini seharusnya mendorong kita untuk beribadah kepada-Nya dengan kasih.
Orang yang beribadah karena mengasihi Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Tuhan kapan pun dan di mana pun berada dan tidak mudah kecewa, sebab ibadah yang sesungguhnya berkaitan dengan seluruh hidup kita yang mengabdi secara total kepada Tuhan.
Karena yang menjadi obyek utama ibadah adalah Tuhan, bukan pendeta atau manusia, maka kita akan beribadah kepada Tuhan dengan sukacita, bukan terpaksa!
Saturday, December 13, 2014
IBADAH YANG BENAR: Hormat dan Takut Akan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2014
Baca: Ulangan 10:12-22
"...beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu," Ulangan 10:12
Ibadah merupakan bagian penting dalam kehidupan orang percaya, namun banyak orang memaknai ibadah secara berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa ibadah adalah sesuatu yang sifatnya ritual, cukup dilakukan pada hari Minggu dengan cara masuk ke dalam gereja lalu mengikuti semua kegiatan agamawi mulai dari berdoa, memuji-muji Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan. Mereka menjadikan ibadah sebagai aktivitas rutin semata. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5). Ibadah yang dilakukan sebatas lahiriah pasti tidak akan menghasilkan kuasa. Padahal, kuasa ibadahlah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan hidup seseorang.
Ibadah yang benar bukan sekadar menjalankan ritual keagamaan melainkan bagaimana mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, tinggal di hadirat-Nya, bersekutu dan bergaul karib denganNya. Inilah esensi ibadah! Maka, karena kita telah menerima kerajaan yang tak tergoncangkan, "...marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Banyak gereja kehilangan esensi ibadah karena tidak lagi memiliki rasa hormat dan takut akan Tuhan; asal dihadiri banyak jemaat, musik ingar-bingar, pengkhotbahnya handal dan terkenal, pasti Tuhan hadir dan melawat ibadah tersebut. Benarkah? "Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." (Amos 5:22-23).
Ibadah yang benar dan berkenan dimulai dari sikap hati yang hormat dan takut akan Tuhan. Oleh karena itu, "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah!" (Pengkotbah 4:17). Hormat dan takut akan Tuhan adalah jalan menuju kepada keintiman dengan Tuhan.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," Mazmur 2:11
Baca: Ulangan 10:12-22
"...beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu," Ulangan 10:12
Ibadah merupakan bagian penting dalam kehidupan orang percaya, namun banyak orang memaknai ibadah secara berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa ibadah adalah sesuatu yang sifatnya ritual, cukup dilakukan pada hari Minggu dengan cara masuk ke dalam gereja lalu mengikuti semua kegiatan agamawi mulai dari berdoa, memuji-muji Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan. Mereka menjadikan ibadah sebagai aktivitas rutin semata. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5). Ibadah yang dilakukan sebatas lahiriah pasti tidak akan menghasilkan kuasa. Padahal, kuasa ibadahlah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan hidup seseorang.
Ibadah yang benar bukan sekadar menjalankan ritual keagamaan melainkan bagaimana mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, tinggal di hadirat-Nya, bersekutu dan bergaul karib denganNya. Inilah esensi ibadah! Maka, karena kita telah menerima kerajaan yang tak tergoncangkan, "...marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Banyak gereja kehilangan esensi ibadah karena tidak lagi memiliki rasa hormat dan takut akan Tuhan; asal dihadiri banyak jemaat, musik ingar-bingar, pengkhotbahnya handal dan terkenal, pasti Tuhan hadir dan melawat ibadah tersebut. Benarkah? "Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." (Amos 5:22-23).
Ibadah yang benar dan berkenan dimulai dari sikap hati yang hormat dan takut akan Tuhan. Oleh karena itu, "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah!" (Pengkotbah 4:17). Hormat dan takut akan Tuhan adalah jalan menuju kepada keintiman dengan Tuhan.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," Mazmur 2:11
Friday, December 12, 2014
HAJARAN TUHAN: Mendewasan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2014
Baca: Amsal 3:11-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Alasan lain mengapa Tuhan perlu menghajar anak-anak-Nya adalah: 2. Bagian dari proses pendewasaan. Tuhan menghendaki setiap kita mengalami pertumbuhan rohani. Tidak mungkin kita sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi tetap saja menjadi bayi rohani, kanak-kanak rohani, atau kerdil rohani, melainkan harus mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Menjadi dewasa rohani adalah target Tuhan!
Ketika kita masih bayi rohani kita membutuhkan 'susu yang murni', tapi ketika kita beranjak remaja bahkan dewasa di dalam Tuhan kita harus menerima makanan-makanan keras yang memang cocok bagi kita, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:13-14). Karena itu Tuhan perlu menegur kita dengan keras, dan jika perlu ia akan menghajar kita melalui masalah dan penderitaan supaya kita tidak cengeng, tapi semakin kuat. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Inilah fakta yang sering dilupakan oleh anak-anak Tuhan, sehingga ketika diperhadapkan dengan masalah, penderitaan atau kesesakan seringkali kita mudah kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan berputus asa. Lalu dengan secepat kilat kita marah kepada Tuhan dan berpikir bahwa Tuhan itu jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, padahal 'hajaran' Tuhan adalah untuk kebaikan kita juga. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Kedewasaan rohani secara otomatis akan disertai perubahan karakter, "Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11b), sehingga kita akan menyikapi hajaran Tuhan dengan sikap hati yang benar.
Seperti tanah liat di tangan di tukang periuk, jika ingin di pakai menjadi perabot yang mulia kita harus mau dibentuk, walau sakit sekalipun!
Baca: Amsal 3:11-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Alasan lain mengapa Tuhan perlu menghajar anak-anak-Nya adalah: 2. Bagian dari proses pendewasaan. Tuhan menghendaki setiap kita mengalami pertumbuhan rohani. Tidak mungkin kita sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi tetap saja menjadi bayi rohani, kanak-kanak rohani, atau kerdil rohani, melainkan harus mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Menjadi dewasa rohani adalah target Tuhan!
Ketika kita masih bayi rohani kita membutuhkan 'susu yang murni', tapi ketika kita beranjak remaja bahkan dewasa di dalam Tuhan kita harus menerima makanan-makanan keras yang memang cocok bagi kita, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:13-14). Karena itu Tuhan perlu menegur kita dengan keras, dan jika perlu ia akan menghajar kita melalui masalah dan penderitaan supaya kita tidak cengeng, tapi semakin kuat. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Inilah fakta yang sering dilupakan oleh anak-anak Tuhan, sehingga ketika diperhadapkan dengan masalah, penderitaan atau kesesakan seringkali kita mudah kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan berputus asa. Lalu dengan secepat kilat kita marah kepada Tuhan dan berpikir bahwa Tuhan itu jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, padahal 'hajaran' Tuhan adalah untuk kebaikan kita juga. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Kedewasaan rohani secara otomatis akan disertai perubahan karakter, "Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11b), sehingga kita akan menyikapi hajaran Tuhan dengan sikap hati yang benar.
Seperti tanah liat di tangan di tukang periuk, jika ingin di pakai menjadi perabot yang mulia kita harus mau dibentuk, walau sakit sekalipun!
Thursday, December 11, 2014
HAJARAN TUHAN: Menuntun Kepada Pertobatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2014
Baca: Mazmur 94:1-23
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu," Mazmur 94:12
Mendengar kata 'hajar' umumnya orang mengartikannya negatif. Biasanya 'menghajar' diakibatkan oleh kesabaran yang sudah habis, kejengkelan yang memuncak, amarah yang meledak-ledak disertai rasa benci dan dendam. Namun, hajaran yang dilakukan oleh Tuhan berbeda. Dia menghajar umat-Nya dengan maksud yang baik. Hajaran Tuhan itu bersifat mendidik! "...kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia." (1 Korintus 11:32). Tuhan tidak pernah menyerah dan berhenti untuk 'menghajar' kita sampai rencana-Nya digenapi dalam hidup kita, maka "...janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;" (Ibrani 12:5).
Mengapa Tuhan sangat perlu menghajar anak-anak-Nya? 1. Menuntun kita kepada pertobatan. Daud pun menyadarinya: "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak." (Mazmur 119:67, 71, 72). Dengan hajaran Tuhan melalui masalah atau penderitaan kita akhirnya menyadari akan kesalahan yang telah kita perbuat dan takut untuk berbuat dosa lagi, seperti yang dirasakan oleh anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang (baca Lukas 15:11-32). Karakternya berubah setelah mengalami penderitaan. Akhirnya ia bertekad untuk kembali kepada bapanya: "Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19).
Rasul Paulus berkata, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Melalui masalah dan penderitaan orang menyadari kesalahannya, kemudian berbalik kepada Tuhan dan bertobat!
Baca: Mazmur 94:1-23
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu," Mazmur 94:12
Mendengar kata 'hajar' umumnya orang mengartikannya negatif. Biasanya 'menghajar' diakibatkan oleh kesabaran yang sudah habis, kejengkelan yang memuncak, amarah yang meledak-ledak disertai rasa benci dan dendam. Namun, hajaran yang dilakukan oleh Tuhan berbeda. Dia menghajar umat-Nya dengan maksud yang baik. Hajaran Tuhan itu bersifat mendidik! "...kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia." (1 Korintus 11:32). Tuhan tidak pernah menyerah dan berhenti untuk 'menghajar' kita sampai rencana-Nya digenapi dalam hidup kita, maka "...janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;" (Ibrani 12:5).
Mengapa Tuhan sangat perlu menghajar anak-anak-Nya? 1. Menuntun kita kepada pertobatan. Daud pun menyadarinya: "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak." (Mazmur 119:67, 71, 72). Dengan hajaran Tuhan melalui masalah atau penderitaan kita akhirnya menyadari akan kesalahan yang telah kita perbuat dan takut untuk berbuat dosa lagi, seperti yang dirasakan oleh anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang (baca Lukas 15:11-32). Karakternya berubah setelah mengalami penderitaan. Akhirnya ia bertekad untuk kembali kepada bapanya: "Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19).
Rasul Paulus berkata, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Melalui masalah dan penderitaan orang menyadari kesalahannya, kemudian berbalik kepada Tuhan dan bertobat!
Wednesday, December 10, 2014
HAJARAN TUHAN: Bukti Kita Anak-Nya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2014
Baca: Ibrani 12:5-11
"Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11b
Paulus mengingatkan jemaat Filipi, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:19). Artinya karunia untuk percaya sesungguhnya merupakan berkat luar biasa, sebab ketika kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (baca 2 Korintus 5:7), kita akan mengalami perkara-perkara besar yang Tuhan kerjakan.
Alkitab menambahkan bahwa kita juga 'dikaruniai' untuk menderita bagi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan bertujuan untuk menguji kualitas iman, memurnikan motivasi, melatih ketekunan dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10), dan "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7). Jika saat ini kita harus mengalami 'hajaran' dari Tuhan melalui masalah dan penderitaan, itu membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasih kita dan memperlakukan kita sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. "Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:8). Apakah kita mau disebut sebagai anak gampang?
Selama kita melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia kita akan sanggup menanggungnya. Kesanggupan itu "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6), yaitu "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi, "...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." (2 Korintus 3:5). Seorang anak yang berada dalam fase pertumbuhan biasanya akan melakukan segala sesuatu dengan semangat yang tinggi, tapi biasanya semangat tersebut dilandasi oleh ambisi. Bisa ditebak, jika sesuatu dilandasi oleh ambisi pribadi, fokus kita pun semata-mata mencari pujian untuk diri sendiri, dan dari sinilah akhirnya muncul kesombongan.
Tuhan tidak ingin anak-Nya berjalan semaunya sendiri dan menjadi sombong, karena itu perlu 'hajaran'!
Baca: Ibrani 12:5-11
"Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11b
Paulus mengingatkan jemaat Filipi, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:19). Artinya karunia untuk percaya sesungguhnya merupakan berkat luar biasa, sebab ketika kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (baca 2 Korintus 5:7), kita akan mengalami perkara-perkara besar yang Tuhan kerjakan.
Alkitab menambahkan bahwa kita juga 'dikaruniai' untuk menderita bagi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan bertujuan untuk menguji kualitas iman, memurnikan motivasi, melatih ketekunan dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10), dan "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7). Jika saat ini kita harus mengalami 'hajaran' dari Tuhan melalui masalah dan penderitaan, itu membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasih kita dan memperlakukan kita sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. "Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:8). Apakah kita mau disebut sebagai anak gampang?
Selama kita melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia kita akan sanggup menanggungnya. Kesanggupan itu "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6), yaitu "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi, "...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." (2 Korintus 3:5). Seorang anak yang berada dalam fase pertumbuhan biasanya akan melakukan segala sesuatu dengan semangat yang tinggi, tapi biasanya semangat tersebut dilandasi oleh ambisi. Bisa ditebak, jika sesuatu dilandasi oleh ambisi pribadi, fokus kita pun semata-mata mencari pujian untuk diri sendiri, dan dari sinilah akhirnya muncul kesombongan.
Tuhan tidak ingin anak-Nya berjalan semaunya sendiri dan menjadi sombong, karena itu perlu 'hajaran'!
Tuesday, December 9, 2014
HAJARAN TUHAN: Wujud Kasih-Nya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2014
Baca: Ibrani 12:5-11
"karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Ibrani 12:6
Kalau kita baca ayat nas di atas akan muncul pengertian, bahwa sebagai anak Tuhan selain mendapatkan kasih dariNya kita juga harus mengalami 'hajaran' dariNya. Hajaran memiliki pengertian bukan suatu pukulan yang didasari oleh perasaan marah dan benci, namun suatu tindakan disiplin yang akan membawa kita kepada kedewasaan. Hajaran Tuhan dapat berupa masalah, penderitaan dan juga kesesakan. Situasi-situasi sulit inilah hal yang paling tidak disukai, tidak diingini dan berusaha untuk dihindari oleh siapapun. Siapa di antara kita yang ingin dan mau terus mengalami masalah penderitaan dan kesesakan dalam kehidupannya?
Seperti cuaca buruk yang menghasilkan angin puting beliung dan mendatangkan bencana, memporakporandakan bangunan, menumbangkan pohon dan dapat menelan korban, begitu juga dengan masalah, penderitaan dan kesesakan yang terjadi dalam hidup ini seringkali menorehkan luka mendalam dan menyayat hati, sehingga banyak orang menjadi kecewa, frustasi dan berputus asa. Namun sesungguhnya ada sisi positif di balik masalah dan penderitaan yang terjadi. Semua bergantung pada cara kita memandang dan menyikapinya. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibrani 12:11).
Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah dan penderitaan terjadi dengan suatu tujuan untuk memproses kita supaya makin dewasa rohani. Tapi sayang, tidak semua orang Kristen menyadarinya, sehingga mereka melihat masalah hanya dari satu sisi saja. Bagi mereka, masalah tak jauh berbeda seperti monster menakutkan yang sewaktu-waktu siap menerkam dan menghancurkan kehidupan rumah tangga dan pelayanan kita. Akhirnya banyak di antara orang Kristen yang kecewa, marah, memberontak dan kemudian lari meninggalkan Tuhan oleh karena tidak tahan dengan hajaran dari Tuhan. Namun Alkitab menegaskan: "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ayat nas).
Kita seharusnya bersyukur, sebab hajaran adalah wujud kasih Tuhan kepada kita!
Baca: Ibrani 12:5-11
"karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Ibrani 12:6
Kalau kita baca ayat nas di atas akan muncul pengertian, bahwa sebagai anak Tuhan selain mendapatkan kasih dariNya kita juga harus mengalami 'hajaran' dariNya. Hajaran memiliki pengertian bukan suatu pukulan yang didasari oleh perasaan marah dan benci, namun suatu tindakan disiplin yang akan membawa kita kepada kedewasaan. Hajaran Tuhan dapat berupa masalah, penderitaan dan juga kesesakan. Situasi-situasi sulit inilah hal yang paling tidak disukai, tidak diingini dan berusaha untuk dihindari oleh siapapun. Siapa di antara kita yang ingin dan mau terus mengalami masalah penderitaan dan kesesakan dalam kehidupannya?
Seperti cuaca buruk yang menghasilkan angin puting beliung dan mendatangkan bencana, memporakporandakan bangunan, menumbangkan pohon dan dapat menelan korban, begitu juga dengan masalah, penderitaan dan kesesakan yang terjadi dalam hidup ini seringkali menorehkan luka mendalam dan menyayat hati, sehingga banyak orang menjadi kecewa, frustasi dan berputus asa. Namun sesungguhnya ada sisi positif di balik masalah dan penderitaan yang terjadi. Semua bergantung pada cara kita memandang dan menyikapinya. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibrani 12:11).
Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah dan penderitaan terjadi dengan suatu tujuan untuk memproses kita supaya makin dewasa rohani. Tapi sayang, tidak semua orang Kristen menyadarinya, sehingga mereka melihat masalah hanya dari satu sisi saja. Bagi mereka, masalah tak jauh berbeda seperti monster menakutkan yang sewaktu-waktu siap menerkam dan menghancurkan kehidupan rumah tangga dan pelayanan kita. Akhirnya banyak di antara orang Kristen yang kecewa, marah, memberontak dan kemudian lari meninggalkan Tuhan oleh karena tidak tahan dengan hajaran dari Tuhan. Namun Alkitab menegaskan: "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ayat nas).
Kita seharusnya bersyukur, sebab hajaran adalah wujud kasih Tuhan kepada kita!
Monday, December 8, 2014
SEMUA MENJADI KENYATAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2014
Baca: Yesaya 48:1-11
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Setiap orang pasti memiliki impian dalam hidupnya, dan salah satu dari sekian impian itu adalah menjadi orang yang berhasil. Namun keberhasilan bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba dari langit, bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tapi melalui sebuah proses yang tidak singkat dan menuntut sebuah harga.
Jika ingin berhasil kita harus menetapkan prioritas dan sasaran yang hendak dituju, membuat keputusan dan pilihan hidup yang benar. Keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menentukan seperti apa kita di kemudian hari. Rasul Paulus berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Ini memotivasi kita untuk mengerjakan segala sesuatu dengan semangat dan mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin. Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menasihati, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Kita pun harus mengisi dan memenuhi pikiran kita dengan hal-hal positif, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8), sebab apa yang kita taruh dalam pikiran kita, cepat atau lambat, akan terjadi. Mario Teguh mengatakan, "Yang anda pikirkan menentukan yang anda lakukan. Dan yang anda lakukan menentukan yang anda hasilkan."
Andalkan Tuhan dan libatkan Dia di setiap langkah hidup kita, maka Ia akan menuntun dan membimbing kita. Hanya karena campur tangan Tuhanlah semua yang kita impikan akan menjadi kenyataan. Tidak ada istilah kebetulan bagi orang percaya!
Bersama Tuhan "...perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua 1:8
Baca: Yesaya 48:1-11
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Setiap orang pasti memiliki impian dalam hidupnya, dan salah satu dari sekian impian itu adalah menjadi orang yang berhasil. Namun keberhasilan bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba dari langit, bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tapi melalui sebuah proses yang tidak singkat dan menuntut sebuah harga.
Jika ingin berhasil kita harus menetapkan prioritas dan sasaran yang hendak dituju, membuat keputusan dan pilihan hidup yang benar. Keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menentukan seperti apa kita di kemudian hari. Rasul Paulus berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Ini memotivasi kita untuk mengerjakan segala sesuatu dengan semangat dan mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin. Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menasihati, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Kita pun harus mengisi dan memenuhi pikiran kita dengan hal-hal positif, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8), sebab apa yang kita taruh dalam pikiran kita, cepat atau lambat, akan terjadi. Mario Teguh mengatakan, "Yang anda pikirkan menentukan yang anda lakukan. Dan yang anda lakukan menentukan yang anda hasilkan."
Andalkan Tuhan dan libatkan Dia di setiap langkah hidup kita, maka Ia akan menuntun dan membimbing kita. Hanya karena campur tangan Tuhanlah semua yang kita impikan akan menjadi kenyataan. Tidak ada istilah kebetulan bagi orang percaya!
Bersama Tuhan "...perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua 1:8
Sunday, December 7, 2014
MUJIZAT TUHAN: Bagi yang Merindukan-Nya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2014
Baca: Matius 20:29-34
"Ia berkata: "Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Matius 20:32
Tuhan menyediakan mujizat bagi setiap orang yang sungguh-sungguh merindukan dan menginginkan mujizat itu. Sama seperti orang yang merindukan hikmat, "jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh..." (Amsal 2:4-5). Artinya dibutuhkan tekad yang kuat, tindakan nyata dan usaha sedemikian rupa untuk memperoleh mujizat!
Pergumulan apa yang Saudara alami saat ini? Tentang pasangan hidup, sakit-penyakit, ekonomi keluarga yang sedang guncang, usaha atau bisnis yang berada di ujung kebangkrutan? Datanglah kepada Tuhan, berserulah kepada-Nya dan nyatakan keinginan Saudara secara spesifik kepada Tuhan melalui doa dan permohonan yang tiada jemu-jemu. Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh-sungguh datang kepada-Nya, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8). Ketika bertemu dengan Yesus, kedua orang buta dalam kisah hari ini tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia." (Matius 20:34).
Imanilah setiap janji Tuhan karena Ia bekerja seturut dengan janji-Nya, dan jika Ia berjanji tidak ada yang tidak ditepati-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Jangan biarkan keraguan dan kebimbangan memenuhi hati dan pikiran kita! Sebaliknya milikilah iman seperti seorang wanita yang mengalami pendarahan selama 12 tahun yang berkata, "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." (Markus 5:28).
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Mazmur 145:18
Baca: Matius 20:29-34
"Ia berkata: "Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Matius 20:32
Tuhan menyediakan mujizat bagi setiap orang yang sungguh-sungguh merindukan dan menginginkan mujizat itu. Sama seperti orang yang merindukan hikmat, "jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh..." (Amsal 2:4-5). Artinya dibutuhkan tekad yang kuat, tindakan nyata dan usaha sedemikian rupa untuk memperoleh mujizat!
Pergumulan apa yang Saudara alami saat ini? Tentang pasangan hidup, sakit-penyakit, ekonomi keluarga yang sedang guncang, usaha atau bisnis yang berada di ujung kebangkrutan? Datanglah kepada Tuhan, berserulah kepada-Nya dan nyatakan keinginan Saudara secara spesifik kepada Tuhan melalui doa dan permohonan yang tiada jemu-jemu. Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh-sungguh datang kepada-Nya, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8). Ketika bertemu dengan Yesus, kedua orang buta dalam kisah hari ini tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia." (Matius 20:34).
Imanilah setiap janji Tuhan karena Ia bekerja seturut dengan janji-Nya, dan jika Ia berjanji tidak ada yang tidak ditepati-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Jangan biarkan keraguan dan kebimbangan memenuhi hati dan pikiran kita! Sebaliknya milikilah iman seperti seorang wanita yang mengalami pendarahan selama 12 tahun yang berkata, "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." (Markus 5:28).
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Mazmur 145:18
Saturday, December 6, 2014
MUJIZAT TUHAN: Masih Ada dan Tetap Ada
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2014
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Mujizat adalah karya adikodrati Tuhan yang dinyatakan dalam kehidupan orang percaya. Mujizat sangat identik dengan berkat, kesembuhan, pemulihan. Begitu rindunya mengalami mujizat, seseorang rela membayar harga, terkadang menempuh perjalanan yang sangat jauh, bahkan melintasi pulau atau negara demi menghadiri KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) yang dilayani oleh hamba Tuhan terkenal yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Tapi di sisi lain masih banyak orang yang tidak percaya terhadap mujizat. Mereka beranggapan bahwa zaman mujizat sudah berlalu, hanya terjadi di zaman nabi-nabi terdahulu atau semasa Tuhan Yesus berada di bumi.
Dahulu ketika Tuhan Yesus ada di tengah-tengah umat manusia juga ada sekelompok orang yang tidak percaya mujizat, padahal mereka berhadapan langsung dengan Sang Pembuat mujizat, "Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya," (Yohanes 12:37). Tak terkecuali orang-orang di Nazaret, padahal Nazaret adalah tempat asal Tuhan Yesus sendiri, tapi mereka meremehkan, bahkan menolak Dia, yang mereka pikir Yesus itu tidak lebih dari anak seorang tukang kayu. "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (Matius 13:58). Ada pula yang menganggap bahwa mujizat terjadi secara kebetulan dan bersifat insidentil saja. Itu tidak benar!
Mujizat itu ada dan tetap ada, sebab kuasa Tuhan itu tidak pernah berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Terjadi tidaknya mujizat dalam hidup seseorang sangat ditentukan oleh seberapa besar imannya kepada Tuhan. Kalau kita sendiri ragu-ragu atau bimbang, itu akan menjadi penghalang bagi Tuhan untuk menyatakan mujizat-Nya. "...sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Selama ada kebimbangan dan keraguan, seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari Tuhan, apalagi mereka yang tidak percaya dan apatis.
Ketidakpercayaan adalah penghalang utama mengalami mujizat Tuhan!
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Mujizat adalah karya adikodrati Tuhan yang dinyatakan dalam kehidupan orang percaya. Mujizat sangat identik dengan berkat, kesembuhan, pemulihan. Begitu rindunya mengalami mujizat, seseorang rela membayar harga, terkadang menempuh perjalanan yang sangat jauh, bahkan melintasi pulau atau negara demi menghadiri KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) yang dilayani oleh hamba Tuhan terkenal yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Tapi di sisi lain masih banyak orang yang tidak percaya terhadap mujizat. Mereka beranggapan bahwa zaman mujizat sudah berlalu, hanya terjadi di zaman nabi-nabi terdahulu atau semasa Tuhan Yesus berada di bumi.
Dahulu ketika Tuhan Yesus ada di tengah-tengah umat manusia juga ada sekelompok orang yang tidak percaya mujizat, padahal mereka berhadapan langsung dengan Sang Pembuat mujizat, "Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya," (Yohanes 12:37). Tak terkecuali orang-orang di Nazaret, padahal Nazaret adalah tempat asal Tuhan Yesus sendiri, tapi mereka meremehkan, bahkan menolak Dia, yang mereka pikir Yesus itu tidak lebih dari anak seorang tukang kayu. "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (Matius 13:58). Ada pula yang menganggap bahwa mujizat terjadi secara kebetulan dan bersifat insidentil saja. Itu tidak benar!
Mujizat itu ada dan tetap ada, sebab kuasa Tuhan itu tidak pernah berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Terjadi tidaknya mujizat dalam hidup seseorang sangat ditentukan oleh seberapa besar imannya kepada Tuhan. Kalau kita sendiri ragu-ragu atau bimbang, itu akan menjadi penghalang bagi Tuhan untuk menyatakan mujizat-Nya. "...sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Selama ada kebimbangan dan keraguan, seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari Tuhan, apalagi mereka yang tidak percaya dan apatis.
Ketidakpercayaan adalah penghalang utama mengalami mujizat Tuhan!
Friday, December 5, 2014
BERSAMA TUHAN: Everything's Possible (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2014
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." 1 Korintus 1:29
Mengapa Tuhan lebih cenderung memanggil dan memilih orang-orang yang tidak terpandang, dinilai bodoh, dan diremehkan oleh dunia? Supaya kita tidak menjadi sombong dan memegahkan diri sendiri, sebab kemegahan yang bukan pada kehebatan Tuhan dalah sebuah kejahatan (baca Yakobus 4:16). "...Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28).
Apa pun keadaan Saudara terimalah diri apa adanya dengan penuh ucapan syukur, sebab semua yang datangnya dari Tuhan pasti baik adanya. "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Menerima diri apa adanya adalah langkah awal menuju rencana Tuhan. Jangan pernah menyalahkan diri karena kelemahan-kelemahan kita, sebab bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil. Setiap hari adalah kesempatan kita memilih: terus maju atau menyerah pada keadaan, berpikiran positif atau negatif... semua bergantung pada keputusan yang kita ambil. Rasul Paulus menasihati, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Ketika menyadari bahwa kita ini sangat berharga di mata Tuhan dan sedang dipersiapkan Tuhan untuk sebuah rencana besar yaitu "...untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10), maka kita percaya bahwa Tuhan turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9). Karena itu, rasul Paulus senang dan rela di dalam kelemahan, "Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2 Korintus 12:10b).
Jika Tuhan turut bekerja, semua adalah mungkin bagi orang percaya!
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." 1 Korintus 1:29
Mengapa Tuhan lebih cenderung memanggil dan memilih orang-orang yang tidak terpandang, dinilai bodoh, dan diremehkan oleh dunia? Supaya kita tidak menjadi sombong dan memegahkan diri sendiri, sebab kemegahan yang bukan pada kehebatan Tuhan dalah sebuah kejahatan (baca Yakobus 4:16). "...Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28).
Apa pun keadaan Saudara terimalah diri apa adanya dengan penuh ucapan syukur, sebab semua yang datangnya dari Tuhan pasti baik adanya. "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Menerima diri apa adanya adalah langkah awal menuju rencana Tuhan. Jangan pernah menyalahkan diri karena kelemahan-kelemahan kita, sebab bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil. Setiap hari adalah kesempatan kita memilih: terus maju atau menyerah pada keadaan, berpikiran positif atau negatif... semua bergantung pada keputusan yang kita ambil. Rasul Paulus menasihati, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Ketika menyadari bahwa kita ini sangat berharga di mata Tuhan dan sedang dipersiapkan Tuhan untuk sebuah rencana besar yaitu "...untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10), maka kita percaya bahwa Tuhan turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9). Karena itu, rasul Paulus senang dan rela di dalam kelemahan, "Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2 Korintus 12:10b).
Jika Tuhan turut bekerja, semua adalah mungkin bagi orang percaya!
Thursday, December 4, 2014
BERSAMA TUHAN: Nothing's Impossible (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2014
Baca: Yakobus 5:15-18
"Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan." Yakobus 5:17
Pada umumnya sebagian besar orang akan lebih mudah melihat kelemahan-kelemahan yang dimiliki daripada menyebutkan kekuatan atau kemampuan yang ada di dalam dirinya. Karena kekurangan dan kelemahan yang terus dibesar-besarkan banyak orang memiliki citra diri negatif: merasa tidak berharga dan tidak berarti. Keadaan inilah yang sebenarnya menjadi titik lemah kita sendiri!
Saudaraku, kita harus mengubah mindset kita! Tanamkan dalam hati bahwa kita ini diciptakan menurut rupa dan gambar Allah, artinya kita memiliki kemuliaan, karakter, otoritas, serta memiliki hubungan yang istimewa dengan Allah. Di dalam Kristus kita ini adalah manusia-manusia baru yang tidak lagi hidup di bawah kutuk dosa, melainkan hidup di bawah kasih karunia dan berkat-berkat Allah. Hendaknya kita melihat kelemahan dengan sudut pandang yang positif yaitu memotivasi dan mencambuk kita untuk berbenah diri. Musa, sempat menolak ketika diutus Tuhan karena merasa diri tidak mampu dan tidak fasih bicara. Tuhan pun menguatkan Musa, "Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (Keluaran 4:12). Daud, awalnya tak lebih dari seorang penggembala domba, bahkan keberadaannya sangat diremehkan dan tidak diperhitungkan oleh keluarganya sendiri. Gideon, seorang muda yang tidak percaya diri dan cenderung penakut, "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku." (Hakim-Hakim 6:15). Elia, adalah manusia biasa sama seperti kita (ayat nas), yang punya rasa takut, kuatir dan pernah hampir frustasi. Petrus, salah seorang dari murid Tuhan Yesus, berasal dari kalangan orang biasa, tidak terpelajar dan hanya berprofesi sebagai nelayan.
Dalam menggenapi rencana-Nya Tuhan justru memakai orang-orang yang sederhana dan tidak terpandang di mata dunia untuk Ia pakai menjadi alat kemuliaan-Nya. Dengan demikian setiap orang percaya dengan latar belakang apa pun memiliki potensi yang sama untuk menjadi orang-orang yang dipilih dan dipakai Tuhan. (Bersambung)
Baca: Yakobus 5:15-18
"Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan." Yakobus 5:17
Pada umumnya sebagian besar orang akan lebih mudah melihat kelemahan-kelemahan yang dimiliki daripada menyebutkan kekuatan atau kemampuan yang ada di dalam dirinya. Karena kekurangan dan kelemahan yang terus dibesar-besarkan banyak orang memiliki citra diri negatif: merasa tidak berharga dan tidak berarti. Keadaan inilah yang sebenarnya menjadi titik lemah kita sendiri!
Saudaraku, kita harus mengubah mindset kita! Tanamkan dalam hati bahwa kita ini diciptakan menurut rupa dan gambar Allah, artinya kita memiliki kemuliaan, karakter, otoritas, serta memiliki hubungan yang istimewa dengan Allah. Di dalam Kristus kita ini adalah manusia-manusia baru yang tidak lagi hidup di bawah kutuk dosa, melainkan hidup di bawah kasih karunia dan berkat-berkat Allah. Hendaknya kita melihat kelemahan dengan sudut pandang yang positif yaitu memotivasi dan mencambuk kita untuk berbenah diri. Musa, sempat menolak ketika diutus Tuhan karena merasa diri tidak mampu dan tidak fasih bicara. Tuhan pun menguatkan Musa, "Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (Keluaran 4:12). Daud, awalnya tak lebih dari seorang penggembala domba, bahkan keberadaannya sangat diremehkan dan tidak diperhitungkan oleh keluarganya sendiri. Gideon, seorang muda yang tidak percaya diri dan cenderung penakut, "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku." (Hakim-Hakim 6:15). Elia, adalah manusia biasa sama seperti kita (ayat nas), yang punya rasa takut, kuatir dan pernah hampir frustasi. Petrus, salah seorang dari murid Tuhan Yesus, berasal dari kalangan orang biasa, tidak terpelajar dan hanya berprofesi sebagai nelayan.
Dalam menggenapi rencana-Nya Tuhan justru memakai orang-orang yang sederhana dan tidak terpandang di mata dunia untuk Ia pakai menjadi alat kemuliaan-Nya. Dengan demikian setiap orang percaya dengan latar belakang apa pun memiliki potensi yang sama untuk menjadi orang-orang yang dipilih dan dipakai Tuhan. (Bersambung)
Wednesday, December 3, 2014
BEJANA TANAH LIAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2014
Baca: 2 Korintus 4:1-16
"Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." 2 Korintus 4:7
Sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, tapi jika kita mengijinkan Tuhan berkarya dalam hidup kita, Ia sanggup mengubah kelemahan kita menjadi kekuatan. Keberadaan kita tidak lebih dari bejana tanah liat yang mudah sekali retak, cacat dan pecah, tapi bila kita benar-benar mempercayakan hidup ini kepada Tuhan Sang Penjunan, Dia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dari rencana-Nya.
Di dalam Alkitab banyak sekali kisah-kisah inspiratif yang membangkitkan iman kita, di mana Tuhan dengan kuasa-Nya yang tak terbatas sanggup memakai orang-orang biasa, tidak sempurna, punya banyak kelemahan dan keterbatasan. Kita ini memang penuh keterbatasan, namun yakinlah bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus memiliki kuasa yang tidak terbatas. Dia tidak pernah bisa dibatasi oleh keterbatasan kita! Haleluyah. Akuilah dengan jujur kelemahan-kelemahan kita di hadapan Tuhan dan tetaplah mengucap syukur apapun keadaan kita, sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan kelemahan yang ada kita diajar untuk bergantung kepada Tuhan, melekat kepada-Nya dan tetap punya kerendahan hati. Hal ini mencegah kita untuk mengandalkan kekuatan sendiri dan menjadi sombong. Jangan sampai kita terus terintimidasi Iblis yang selalu membesar-besarkan kelemahan kita; sebaliknya, lawanlah itu dengan memperkatan firman Tuhan.
Jika kita hanya terpaku pada kelemahan, hal-hal negatif atau kegagalan-kegagalan masa lalu, kita tidak akan pernah bisa maju. Milikilah tekad seperti rasul Paulus, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan..." (Filipi 3:13). Pandanglah kepada kekuatan dan kebesaran Tuhan, "Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." (Mazmur 86:10).
"Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." Yohanes 14:12
Baca: 2 Korintus 4:1-16
"Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." 2 Korintus 4:7
Sebagai manusia kita ini penuh kelemahan, tapi jika kita mengijinkan Tuhan berkarya dalam hidup kita, Ia sanggup mengubah kelemahan kita menjadi kekuatan. Keberadaan kita tidak lebih dari bejana tanah liat yang mudah sekali retak, cacat dan pecah, tapi bila kita benar-benar mempercayakan hidup ini kepada Tuhan Sang Penjunan, Dia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dari rencana-Nya.
Di dalam Alkitab banyak sekali kisah-kisah inspiratif yang membangkitkan iman kita, di mana Tuhan dengan kuasa-Nya yang tak terbatas sanggup memakai orang-orang biasa, tidak sempurna, punya banyak kelemahan dan keterbatasan. Kita ini memang penuh keterbatasan, namun yakinlah bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus memiliki kuasa yang tidak terbatas. Dia tidak pernah bisa dibatasi oleh keterbatasan kita! Haleluyah. Akuilah dengan jujur kelemahan-kelemahan kita di hadapan Tuhan dan tetaplah mengucap syukur apapun keadaan kita, sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan kelemahan yang ada kita diajar untuk bergantung kepada Tuhan, melekat kepada-Nya dan tetap punya kerendahan hati. Hal ini mencegah kita untuk mengandalkan kekuatan sendiri dan menjadi sombong. Jangan sampai kita terus terintimidasi Iblis yang selalu membesar-besarkan kelemahan kita; sebaliknya, lawanlah itu dengan memperkatan firman Tuhan.
Jika kita hanya terpaku pada kelemahan, hal-hal negatif atau kegagalan-kegagalan masa lalu, kita tidak akan pernah bisa maju. Milikilah tekad seperti rasul Paulus, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan..." (Filipi 3:13). Pandanglah kepada kekuatan dan kebesaran Tuhan, "Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." (Mazmur 86:10).
"Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." Yohanes 14:12
Tuesday, December 2, 2014
KITA TERBATAS, TUHAN TAK TERBATAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2014
Baca: Matius 8:14-17
"Dialah yang memikul kelemahan kita..." Matius 8:17
Perlu disadari bahwa sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa sama persis seperti orang lain. Yang bisa kita lakukan adalah meneladani atau mencontoh sisi positif dari kehidupan orang lain: perihal keberhasilan, prestasi, atau kreativitas mereka. Ini dapat memotivasi kita untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup: jika mereka bisa, tidak menutup kemungkinan kita pun juga bisa. Mengapa tidak?
Mungkin saat ini kita merasa minder, berkecil hati, mengasihani diri sendiri dan berputus asa oleh karena kelemahan yang kita miliki. Tidak seharusnya kita bersikap demikian, karena sesungguhnya setiap orang selain punya nilai lebih pasti juga punya kelemahan, seperti peribahasa: 'tak ada gading yang tak retak, artinya tidak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Yang terpenting adalah apa yang kita kerjakan ketika menyadari bahwa di dalam diri ini ada kelemahan. Kelemahan diri adalah suatu keterbatasan yang kita warisi atau kita dapatkan karena suatu peristiwa yang terjadi, di mana kita tidak punya kuasa untuk menolak atau mengubah peristiwa tersebut. Kelemahan tersebut bisa berupa keterbatasan fisik (cacat), penyakit tertentu, atau mungkin juga keterbatasan emosional berupa trauma, kepahitan, temperamen bawaan atau juga keterbatasan kecerdasan.
Terkadang Tuhan mengijinkan adanya kelemahan dalam diri seseorang dengan tujuan hendak menyatakan kuasa-Nya. Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9). Kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah terkesan dengan kepandaian, kegagahan, kecantikan, kemampuan, kekuatan seseorang yang seringkali membuat mereka merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Karena itu Tuhan tidak pernah memilih seseorang berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata, tapi Ia melihat hati dan sangat tertarik kepada orang-orang yang memiliki kelemahan dan mau mengakuinya. Banyak orang sulit sekali mengakui kelemahannya, tapi cenderung membusungkan dada dan meremehkan orang lain. Terhadap orang yang demikian Tuhan sama sekali tidak berminat.
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Matius 5:3
Baca: Matius 8:14-17
"Dialah yang memikul kelemahan kita..." Matius 8:17
Perlu disadari bahwa sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa sama persis seperti orang lain. Yang bisa kita lakukan adalah meneladani atau mencontoh sisi positif dari kehidupan orang lain: perihal keberhasilan, prestasi, atau kreativitas mereka. Ini dapat memotivasi kita untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup: jika mereka bisa, tidak menutup kemungkinan kita pun juga bisa. Mengapa tidak?
Mungkin saat ini kita merasa minder, berkecil hati, mengasihani diri sendiri dan berputus asa oleh karena kelemahan yang kita miliki. Tidak seharusnya kita bersikap demikian, karena sesungguhnya setiap orang selain punya nilai lebih pasti juga punya kelemahan, seperti peribahasa: 'tak ada gading yang tak retak, artinya tidak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Yang terpenting adalah apa yang kita kerjakan ketika menyadari bahwa di dalam diri ini ada kelemahan. Kelemahan diri adalah suatu keterbatasan yang kita warisi atau kita dapatkan karena suatu peristiwa yang terjadi, di mana kita tidak punya kuasa untuk menolak atau mengubah peristiwa tersebut. Kelemahan tersebut bisa berupa keterbatasan fisik (cacat), penyakit tertentu, atau mungkin juga keterbatasan emosional berupa trauma, kepahitan, temperamen bawaan atau juga keterbatasan kecerdasan.
Terkadang Tuhan mengijinkan adanya kelemahan dalam diri seseorang dengan tujuan hendak menyatakan kuasa-Nya. Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9). Kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah terkesan dengan kepandaian, kegagahan, kecantikan, kemampuan, kekuatan seseorang yang seringkali membuat mereka merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Karena itu Tuhan tidak pernah memilih seseorang berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata, tapi Ia melihat hati dan sangat tertarik kepada orang-orang yang memiliki kelemahan dan mau mengakuinya. Banyak orang sulit sekali mengakui kelemahannya, tapi cenderung membusungkan dada dan meremehkan orang lain. Terhadap orang yang demikian Tuhan sama sekali tidak berminat.
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Matius 5:3
Monday, December 1, 2014
BERBEDA, UNIK DAN BERHARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2014
Baca: Mazmur 139:1-24
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." Mazmur 139:13-14
Tidak ada seorang pun di antara miliaran insan di bumi ini yang sama persis. Setiap orang pasti memiliki perbedaan dan karakteristik masing-masing. Anak yang dilahirkan kembar sekalipun, meski punya kemiripan rupa, dalam banyak hal pasti berbeda, sebab Tuhan membentuk kita dalam rahim ibu dengan keunikan tersendiri.
Setiap kita dibentuk oleh Tuhan sedemikian rupa. "Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku...kejadianku dahsyat dan ajaib;" (ayat nas), artinya Tuhan terlibat secara aktif dan penuh dengan kreativitas. Bahkan Dia sendiri memperhatikan bayi sejak masih dalam kandungan ibunya: mulai dari janin itu berkembang sampai membuat rencana bagi hidupnya kelak. Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Tuhan juga melengkapi kita dengan karunia-karunia yang berbeda, "Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" (Roma 12:6). Setiap orang berbeda dan punya keunikan, masing-masing diperlengkapi pula dengan karunia yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak perlu membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain atau berusaha menjadi sama seperti mereka. Ada yang sampai stres, kecewa pada diri sendiri dan beranggapan bahwa Tuhan tidak adil kepadanya ketika melihat orang lain tampak perfect (menurut penilaiannya), lalu berusaha sedemikian rupa ingin menjadi sama seperti orang itu.
Adalah sah-sah saja kita mengagumi dan mengidolakan orang lain, tapi kita tidak harus menjadi sama seperti orang itu karena pada dasarnya setiap orang adalah berbeda. Karena itu bagaimanapun keberadaan kita, kita harus tetap merasa bangga menjadi diri sendiri dan tetaplah mengucap syukur kepada Tuhan.
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Baca: Mazmur 139:1-24
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." Mazmur 139:13-14
Tidak ada seorang pun di antara miliaran insan di bumi ini yang sama persis. Setiap orang pasti memiliki perbedaan dan karakteristik masing-masing. Anak yang dilahirkan kembar sekalipun, meski punya kemiripan rupa, dalam banyak hal pasti berbeda, sebab Tuhan membentuk kita dalam rahim ibu dengan keunikan tersendiri.
Setiap kita dibentuk oleh Tuhan sedemikian rupa. "Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku...kejadianku dahsyat dan ajaib;" (ayat nas), artinya Tuhan terlibat secara aktif dan penuh dengan kreativitas. Bahkan Dia sendiri memperhatikan bayi sejak masih dalam kandungan ibunya: mulai dari janin itu berkembang sampai membuat rencana bagi hidupnya kelak. Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Tuhan juga melengkapi kita dengan karunia-karunia yang berbeda, "Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" (Roma 12:6). Setiap orang berbeda dan punya keunikan, masing-masing diperlengkapi pula dengan karunia yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak perlu membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain atau berusaha menjadi sama seperti mereka. Ada yang sampai stres, kecewa pada diri sendiri dan beranggapan bahwa Tuhan tidak adil kepadanya ketika melihat orang lain tampak perfect (menurut penilaiannya), lalu berusaha sedemikian rupa ingin menjadi sama seperti orang itu.
Adalah sah-sah saja kita mengagumi dan mengidolakan orang lain, tapi kita tidak harus menjadi sama seperti orang itu karena pada dasarnya setiap orang adalah berbeda. Karena itu bagaimanapun keberadaan kita, kita harus tetap merasa bangga menjadi diri sendiri dan tetaplah mengucap syukur kepada Tuhan.
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Sunday, November 30, 2014
MELAKUKAN TUGAS: Dengan Sukarela
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2014
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Memang ia menyambut anjuran kami, tetapi dalam kesungguhannya yang besar itu ia dengan sukarela pergi kepada kamu." 2 Korintus 8:17
Masihkah kita bersemangat menjalani hari-hari kita? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen kehilangan semangat dan gairah hidup. Terbukti mereka melakukan segala sesuatu dengan berat hati, asal-asalan, penuh keterpaksaan dan tidak sukarela. Mengapa bisa begitu? Karena pikirannya hanya terfokus kepada kegagalan, masalah, kekecewaan dan luka-luka hati lainnya. Apa pun yang menjadi tugas kita, entah itu tugas keseharian di kantor, rumah tangga, sekolah, kampus, terlebih-lebih tugas pelayanan, sudah selayaknya kita lakukan dengan sukarela, tidak setengah hati, hitung-hitungan, apalagi terpaksa disertai persungutan. Alkitab menasihatkan: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Ketika dipercaya oleh rasul Paulus untuk sebuah tugas pelayanan di tengah-tengah jemaat di Korintus Titus meresponsnya dengan penuh antusias. Ia melakukan tugasnya dengan kesungguhan dan sukarela. Kata sukarela berarti dengan kemauan sendiri, rela hati, atas kehendak sendiri. Ini berkenaan dengan ketulusan dan keikhlasan hati seseorang, bukan karena terpaksa, nggrundel, ngedumel atau hanya sungkan karena didorong-dorong oleh pihak lain. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan sukarela pasti akan menghasilkan dampak yang positif bagi diri si pelaku dan juga orang lain. Hasilnya pun pasti akan jauh berbeda dibandingkan dengan orang yang mengerjakan tugas-tugasnya setengah hati dan tidak rela. Karena itulah rasul Paulus menyebut Titus sebagai orang yang terpuji dalam pekerjaannya dan juga komitmennya (ayat 18 dan 22).
Kalau kita melakukan segala sesuatu dengan sukarela dan penuh semangat, sebesar apa pun tugas dan tanggung jawab kita akan terasa ringan dan menyenangkan. Sebaliknya kalau kita tidak dengan rela hati mengerjakannya, sekecil apa pun tugas akan terasa berat dan menyiksa. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14).
Mari kerjakan apa pun tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita dengan sukarela, sebab "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." Kolose 3:24
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Memang ia menyambut anjuran kami, tetapi dalam kesungguhannya yang besar itu ia dengan sukarela pergi kepada kamu." 2 Korintus 8:17
Masihkah kita bersemangat menjalani hari-hari kita? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen kehilangan semangat dan gairah hidup. Terbukti mereka melakukan segala sesuatu dengan berat hati, asal-asalan, penuh keterpaksaan dan tidak sukarela. Mengapa bisa begitu? Karena pikirannya hanya terfokus kepada kegagalan, masalah, kekecewaan dan luka-luka hati lainnya. Apa pun yang menjadi tugas kita, entah itu tugas keseharian di kantor, rumah tangga, sekolah, kampus, terlebih-lebih tugas pelayanan, sudah selayaknya kita lakukan dengan sukarela, tidak setengah hati, hitung-hitungan, apalagi terpaksa disertai persungutan. Alkitab menasihatkan: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Ketika dipercaya oleh rasul Paulus untuk sebuah tugas pelayanan di tengah-tengah jemaat di Korintus Titus meresponsnya dengan penuh antusias. Ia melakukan tugasnya dengan kesungguhan dan sukarela. Kata sukarela berarti dengan kemauan sendiri, rela hati, atas kehendak sendiri. Ini berkenaan dengan ketulusan dan keikhlasan hati seseorang, bukan karena terpaksa, nggrundel, ngedumel atau hanya sungkan karena didorong-dorong oleh pihak lain. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan sukarela pasti akan menghasilkan dampak yang positif bagi diri si pelaku dan juga orang lain. Hasilnya pun pasti akan jauh berbeda dibandingkan dengan orang yang mengerjakan tugas-tugasnya setengah hati dan tidak rela. Karena itulah rasul Paulus menyebut Titus sebagai orang yang terpuji dalam pekerjaannya dan juga komitmennya (ayat 18 dan 22).
Kalau kita melakukan segala sesuatu dengan sukarela dan penuh semangat, sebesar apa pun tugas dan tanggung jawab kita akan terasa ringan dan menyenangkan. Sebaliknya kalau kita tidak dengan rela hati mengerjakannya, sekecil apa pun tugas akan terasa berat dan menyiksa. "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14).
Mari kerjakan apa pun tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita dengan sukarela, sebab "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." Kolose 3:24
Saturday, November 29, 2014
TIDAK HITUNG-HITUNGAN: Untuk Tuhan dan Sesama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2014
Baca: Matius 25:31-46
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Matius 25:40
Bagaimana bisa memberi dan memberkati orang lain jika kita sendiri tidak memiliki sesuatu? "Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu." (2 Korintus 8:12). Namun kita masih bisa memberikan perhatian, ucapan terima kasih, pujian atas pekerjaan baik, meluangkan waktu mendengar, mencurahkan pikiran dan tenaga; itu cukup membuat orang lain tersenyum dan diubahkan. Memberi tidak bisa dipisahkan dari sikap hati si pemberi. Masalah hati adalah sisi terpenting bagi Tuhan, sebab "...menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9), artinya Tuhan selalu melihat motivasi di balik semua tindakan kita.
Yeremia memperingatkan, "Bersihkanlah hatimu dari kejahatan, hai Yerusalem, supaya engkau diselamatkan! Berapa lama lagi tinggal di dalam hatimu rancangan-rancang kedurjanaanmu?" (Yeremia 4:14). Jadi, sebersit motivasi yang salah dan niat jahat setitik pun pasti diketahui Tuhan. Sekecil apa pun pemberian kita "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Memberi dengan sukcita berarti tidak ada keterpaksaan dan sedih hati, namun sukarela; dan ketika kita rela hati melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela juga melepaskan apa pun yang di tangan-Nya untuk kita.
Daud mengakui, "...dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu." (1 Tawarikh 29:14). Jika menyadari ini kita tidak akan menjadi orang egois, hitung-hitungan dalam memberi, baik untuk Tuhan dan juga sesama. Sebaliknya hati kita akan terbeban untuk mendukung pekerjaan Tuhan, dipenuhi empati terhadap orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Memberi adalah perintah Tuhan, dan "...sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." Matius 25:45
Baca: Matius 25:31-46
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Matius 25:40
Bagaimana bisa memberi dan memberkati orang lain jika kita sendiri tidak memiliki sesuatu? "Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu." (2 Korintus 8:12). Namun kita masih bisa memberikan perhatian, ucapan terima kasih, pujian atas pekerjaan baik, meluangkan waktu mendengar, mencurahkan pikiran dan tenaga; itu cukup membuat orang lain tersenyum dan diubahkan. Memberi tidak bisa dipisahkan dari sikap hati si pemberi. Masalah hati adalah sisi terpenting bagi Tuhan, sebab "...menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9), artinya Tuhan selalu melihat motivasi di balik semua tindakan kita.
Yeremia memperingatkan, "Bersihkanlah hatimu dari kejahatan, hai Yerusalem, supaya engkau diselamatkan! Berapa lama lagi tinggal di dalam hatimu rancangan-rancang kedurjanaanmu?" (Yeremia 4:14). Jadi, sebersit motivasi yang salah dan niat jahat setitik pun pasti diketahui Tuhan. Sekecil apa pun pemberian kita "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Memberi dengan sukcita berarti tidak ada keterpaksaan dan sedih hati, namun sukarela; dan ketika kita rela hati melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela juga melepaskan apa pun yang di tangan-Nya untuk kita.
Daud mengakui, "...dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu." (1 Tawarikh 29:14). Jika menyadari ini kita tidak akan menjadi orang egois, hitung-hitungan dalam memberi, baik untuk Tuhan dan juga sesama. Sebaliknya hati kita akan terbeban untuk mendukung pekerjaan Tuhan, dipenuhi empati terhadap orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Memberi adalah perintah Tuhan, dan "...sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." Matius 25:45
Subscribe to:
Posts (Atom)