Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2015
Baca: Yohanes 5:19-30
"Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati
Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati
Bapa, yang mengutus Dia." Yohanes 5:22-23
Adakah keadilan di dunia ini? Tidak. Yang ada ialah keadilan direkayasa dan kebenaran diputarbalikkan. banyak sekali kasus hukum yang berakhir dengan kemenangan di pihak orang bersalah yang punya uang dan kuasa, sementara orang yang tidak bersalah harus menelan pil kekecewaan sebagai pihak yang dipersalahkan karena tidak ada yang membela. Di zaman sekarang ini sungguh tak terbantahkan bahwa uang dan pangkat seringkali menjadi penentu kebenaran dan keadilan manusia.
Selagi hidup mungkin kita bisa tertawa lebar dan bersukacita di atas penderitaan orang lain, tapi akan datang waktunya keadilan dan kebenaran benar-benar ditegakkan. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan adalah Hakim yang adil, yang karena keadilan-Nya akan membalas setiap perbuatan manusia. Setiap ketaatan dan ketidaktaatan pasti mendapatkan ganjaran. Ketika mendengar kata penghakiman jangan pernah beranggapan hanya dosa-dosa berat saja yang akan dihakimi, tapi perkataan sia-sia pun tak luput. Ia berkata, "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37).
Penghakiman atas seluruh manusia telah diserahkan Bapa kepada Putera-Nya, Yesus Kristus. "Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan
mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang
melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya." (Matius 13:41). Saat itulah semua manusia akan terkejut dan sangat menyesal karena mereka akan melihat Yesus Kristus duduk di takhta penghakiman, karena selama hidup di dunia mereka menolak, membenci, menghujat dan tidak percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
"Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia
yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup." Yohanes 5:24
Saturday, October 31, 2015
Friday, October 30, 2015
HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 2:27-36
"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." 1 Samuel 2:30b
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila, berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya), selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel. Ketika mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya, bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!
Baca: 1 Samuel 2:27-36
"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." 1 Samuel 2:30b
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila, berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya), selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel. Ketika mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya, bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!
Thursday, October 29, 2015
HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Wednesday, October 28, 2015
KARUNIA ROHANI: Harus Terus Dikobarkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2015
Baca: 1 Korintus 14:1-25
"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat." 1 Korintus 14:12
Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.
Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan. Jadi secara garis besar melayani berarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus, "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10-11). Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya. Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.
Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!
Baca: 1 Korintus 14:1-25
"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat." 1 Korintus 14:12
Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.
Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan. Jadi secara garis besar melayani berarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus, "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10-11). Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya. Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.
Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!
Tuesday, October 27, 2015
KARUNIA ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2015
Baca: Roma 12:3-8
"Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" Roma 12:6
Supaya dapat menjalankan Amanat Agung dari Tuhan setiap kita perlu sekali menerima karunia-karunia Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani karunia disebut dengan charisma yang berhubungan erat dengan kata anugerah, yaitu pemberian Tuhan dalam bentuk kemampuan yang ditujukan bagi pelayanan. Karunia rohani merupakan kekuatan adikodrati dari Tuhan yang hanya diberikan kepada orang percaya yang sudah lahir baru, sebab "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani." (1 Korintus 2:14).
Apakah karunia rohani itu sama dengan bakat alamiah? Karunia rohani diberikan Tuhan berdasarkan kasih karunia-Nya saat seseorang mengalami kelahiran baru (pertobatan). "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (Kisah 2:38). Karunia-karunia rohani diberikan bukan untuk ajang pamer, unjuk kebolehan atau kebanggaan pribadi, tapi bertujuan untuk kepentingan pelayanan. Tuhan memberikan karunia-Nya yang berbeda-beda kepada tiap-tiap orang untuk saling melengkapi, bukan untuk persaingan. Karena itu kita tidak boleh merasa iri hati, tidak puas dengan yang kita punyai, membandingkan diri dengan orang lain, memaksakan diri ingin memiliki karunia seperti orang lain atau menuntut orang lain memiliki karunia sama seperti kita. Karunia rohani tidak bisa dibeli, dituntut atau diminta sebagai upah, karena merupakan anugerah Tuhan yang diberikan seturut dengan kehendak dan rencana-Nya. "Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya." (1 Korintus 12:11). Jadi "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7).
Sementara bakat-bakat alamiah diberikan oleh Tuhan melalui orangtua atau diturunkan oleh orangtua pada saat kita dilahirkan; dan umumnya bakat-bakat alamiah tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya duniawi. (Bersambung)
Baca: Roma 12:3-8
"Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" Roma 12:6
Supaya dapat menjalankan Amanat Agung dari Tuhan setiap kita perlu sekali menerima karunia-karunia Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani karunia disebut dengan charisma yang berhubungan erat dengan kata anugerah, yaitu pemberian Tuhan dalam bentuk kemampuan yang ditujukan bagi pelayanan. Karunia rohani merupakan kekuatan adikodrati dari Tuhan yang hanya diberikan kepada orang percaya yang sudah lahir baru, sebab "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani." (1 Korintus 2:14).
Apakah karunia rohani itu sama dengan bakat alamiah? Karunia rohani diberikan Tuhan berdasarkan kasih karunia-Nya saat seseorang mengalami kelahiran baru (pertobatan). "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (Kisah 2:38). Karunia-karunia rohani diberikan bukan untuk ajang pamer, unjuk kebolehan atau kebanggaan pribadi, tapi bertujuan untuk kepentingan pelayanan. Tuhan memberikan karunia-Nya yang berbeda-beda kepada tiap-tiap orang untuk saling melengkapi, bukan untuk persaingan. Karena itu kita tidak boleh merasa iri hati, tidak puas dengan yang kita punyai, membandingkan diri dengan orang lain, memaksakan diri ingin memiliki karunia seperti orang lain atau menuntut orang lain memiliki karunia sama seperti kita. Karunia rohani tidak bisa dibeli, dituntut atau diminta sebagai upah, karena merupakan anugerah Tuhan yang diberikan seturut dengan kehendak dan rencana-Nya. "Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya." (1 Korintus 12:11). Jadi "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7).
Sementara bakat-bakat alamiah diberikan oleh Tuhan melalui orangtua atau diturunkan oleh orangtua pada saat kita dilahirkan; dan umumnya bakat-bakat alamiah tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya duniawi. (Bersambung)
Monday, October 26, 2015
KUALITAS HIDUP HAMBA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2015
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang." Lukas 12:37a
Kualitas hidup lain yang harus dimiliki hamba adalah kerendahan hati. Hamba melakukan tugasnya bukan untuk mempromosikan diri, mencari popularitas atau pujian. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Kristus telah memberikan teladan bagaimana Ia tidak mempertahankan reputasi-Nya, melainkan mengosongkan diri untuk melayani manusia (baca Filipi 2:6-8). Tidak perlu sakit hati dan kecewa jika pelayanan kita tidak dianggap dan tidak dihargai manusia, sebab Tuhan tidak pernah melewatkan pelayanan sekecil apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, semua diperhitungkan-Nya.
Kualitas hidup yang juga diharapkan si tuan dari hambanya adalah senantiasa menantikan kepulangan tuannya dengan siap sedia dan berjaga-jaga. "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Pinggang yang berikat adalah tanda kesiapan bekerja dan melayani; pelita yang menyala menunjukkan semangat yang tidak pernah padam meski tuannya pulang larut atau bahkan dini hari. Yesus mengilustrasikan tuan itu pulang dari pesta perkawinan yang menurut tradisi Yahudi berlangsung pada malam hari. Malam hari menegaskan waktu kedatangan Tuhan yang tidak diduga-duga (di mana umumnya malam hari banyak orang tertidur pulas dan lengah), sehingga banyak hamba tidak lagi berjaga-jaga menantikan kedatangan tuannya; hal itu membuat mereka tidak lagi bersungguh-sungguh bekerja, dan kemudian berubah menjadi hamba yang jahat.
Hari-hari ini adalah hari menjelang kedatangan Tuhan, sudahkah kita siap sedia menyongsong kedatangan-Nya? Karena "...Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40). Cepat atau lambat Tuhan pasti segera datang! Tetaplah setia menantikan kedatangan-Nya dan terus mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Tetap setia, tekun, rendah hati, siap sedia dan selalu berjaga-jaga adalah kualitas hidup hamba sejati!
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang." Lukas 12:37a
Kualitas hidup lain yang harus dimiliki hamba adalah kerendahan hati. Hamba melakukan tugasnya bukan untuk mempromosikan diri, mencari popularitas atau pujian. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Kristus telah memberikan teladan bagaimana Ia tidak mempertahankan reputasi-Nya, melainkan mengosongkan diri untuk melayani manusia (baca Filipi 2:6-8). Tidak perlu sakit hati dan kecewa jika pelayanan kita tidak dianggap dan tidak dihargai manusia, sebab Tuhan tidak pernah melewatkan pelayanan sekecil apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, semua diperhitungkan-Nya.
Kualitas hidup yang juga diharapkan si tuan dari hambanya adalah senantiasa menantikan kepulangan tuannya dengan siap sedia dan berjaga-jaga. "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Pinggang yang berikat adalah tanda kesiapan bekerja dan melayani; pelita yang menyala menunjukkan semangat yang tidak pernah padam meski tuannya pulang larut atau bahkan dini hari. Yesus mengilustrasikan tuan itu pulang dari pesta perkawinan yang menurut tradisi Yahudi berlangsung pada malam hari. Malam hari menegaskan waktu kedatangan Tuhan yang tidak diduga-duga (di mana umumnya malam hari banyak orang tertidur pulas dan lengah), sehingga banyak hamba tidak lagi berjaga-jaga menantikan kedatangan tuannya; hal itu membuat mereka tidak lagi bersungguh-sungguh bekerja, dan kemudian berubah menjadi hamba yang jahat.
Hari-hari ini adalah hari menjelang kedatangan Tuhan, sudahkah kita siap sedia menyongsong kedatangan-Nya? Karena "...Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40). Cepat atau lambat Tuhan pasti segera datang! Tetaplah setia menantikan kedatangan-Nya dan terus mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Tetap setia, tekun, rendah hati, siap sedia dan selalu berjaga-jaga adalah kualitas hidup hamba sejati!
Sunday, October 25, 2015
KUALITAS HIDUP HAMBA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2015
Baca: 1 Korintus 9:15-19
"...aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." 1 Korintus 9:19
Kata hamba yang dalam bahasa Yunani doulos memiliki arti orang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utamanya adalah mengerjakan dan menyelesaikan segala pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya, dan tidak ada istilah malas atau ogah-ogahan lalu meninggalkan tugasnya di tengah jalan manakala sedang dalam situasi tidak nyaman atau sedang bermasalah sekalipun. Jadi tugas hamba sejati adalah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan dan kepentingan orang lain, dengan tidak memaksakan kebenarannya sendiri atau menuntut persamaan hak, tapi menerima segala sesuatu yang diberikan kepadanya dan berterima kasih atas hal itu. Suatu sikap penyerahan segala hak pribadi secara utuh diatur oleh tuannya.
Seringkali terjadi salah pemahaman di antara orang Kristen ketika mereka mendengar kata 'hamba' Tuhan, di mana pikiran langsung tertuju kepada para pendeta, penginjil atau fulltimer di gereja. Karena merasa diri sebagai jemaat awam kita pun menganggap bahwa kita bukanlah hamba Tuhan. Namun sebagai pengikut Kristus kita ini adalah hamba-hamba Tuhan. "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah: 1. Kesetiaan. Arti umum setia adalah: berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6), sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). 2. Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten. "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Sampai kapan kita harus setia dan tekun melayani Tuhan, yang adalah Tuan kita? Yaitu sampai nafas kita berhenti berhembus. Jadi tidak ada istilah pensiun atau cuti dalam melayani Tuhan. (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 9:15-19
"...aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." 1 Korintus 9:19
Kata hamba yang dalam bahasa Yunani doulos memiliki arti orang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utamanya adalah mengerjakan dan menyelesaikan segala pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya, dan tidak ada istilah malas atau ogah-ogahan lalu meninggalkan tugasnya di tengah jalan manakala sedang dalam situasi tidak nyaman atau sedang bermasalah sekalipun. Jadi tugas hamba sejati adalah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan dan kepentingan orang lain, dengan tidak memaksakan kebenarannya sendiri atau menuntut persamaan hak, tapi menerima segala sesuatu yang diberikan kepadanya dan berterima kasih atas hal itu. Suatu sikap penyerahan segala hak pribadi secara utuh diatur oleh tuannya.
Seringkali terjadi salah pemahaman di antara orang Kristen ketika mereka mendengar kata 'hamba' Tuhan, di mana pikiran langsung tertuju kepada para pendeta, penginjil atau fulltimer di gereja. Karena merasa diri sebagai jemaat awam kita pun menganggap bahwa kita bukanlah hamba Tuhan. Namun sebagai pengikut Kristus kita ini adalah hamba-hamba Tuhan. "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah: 1. Kesetiaan. Arti umum setia adalah: berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6), sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). 2. Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten. "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Sampai kapan kita harus setia dan tekun melayani Tuhan, yang adalah Tuan kita? Yaitu sampai nafas kita berhenti berhembus. Jadi tidak ada istilah pensiun atau cuti dalam melayani Tuhan. (Bersambung)
Saturday, October 24, 2015
MELAYANI DENGAN HATI HAMBA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2015
Baca: Yesaya 49:1-7
"Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku." Yesaya 49:3
Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang ketika berkedudukan tinggi, kaya raya dan juga terkenal. Ketika ia mampu memerintah orang lain atau meminta pelayanan orang lain itu menunjukkan ia adalah orang 'besar'. Tetapi Tuhan Yesus justru mengajarkan hal yang jauh berbeda, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." (Markus 10:43-44). Tuhan mengukur 'kebesaran' seseorang bukan berdasarkan status sosial, popularitas atau kuasanya, namun berdasarkan berapa banyak orang yang sudah ia layani. Inilah yang tidak disukai oleh kebanyakan orang karena mereka maunya dilayani, bukan melayani. Kita cenderung ingin dihormati, dihargai, diutamakan dan dianggap penting. Kita ingin jadi pemimpin dan bukan hamba.
Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Tuhan Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai hamba, bahkan Ia rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipandang remeh dan rendah oleh kebanyakan orang, seperti membasuh kaki murid-murid-Nya, "Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5); Ia dekat dengan orang-orang 'kecil' dan punya empati tinggi terhadap orang-orang yang membutuhkan: menyembuhkan orang buta, mentahirkan orang kusta, membebaskan orang kerasukan setan dan sebagainya.
Hamba sejati selalu melihat kesempatan menolong orang lain. Tidak ada yang lebih rendah dibandingkan apa yang telah Yesus perbuat, karena Dia datang memang untuk melayani, bukan minta dilayani.
Dia melayani justru karena kebesaran-Nya, karena itu kita wajib meneladani Dia.
Baca: Yesaya 49:1-7
"Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku." Yesaya 49:3
Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang ketika berkedudukan tinggi, kaya raya dan juga terkenal. Ketika ia mampu memerintah orang lain atau meminta pelayanan orang lain itu menunjukkan ia adalah orang 'besar'. Tetapi Tuhan Yesus justru mengajarkan hal yang jauh berbeda, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." (Markus 10:43-44). Tuhan mengukur 'kebesaran' seseorang bukan berdasarkan status sosial, popularitas atau kuasanya, namun berdasarkan berapa banyak orang yang sudah ia layani. Inilah yang tidak disukai oleh kebanyakan orang karena mereka maunya dilayani, bukan melayani. Kita cenderung ingin dihormati, dihargai, diutamakan dan dianggap penting. Kita ingin jadi pemimpin dan bukan hamba.
Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Tuhan Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai hamba, bahkan Ia rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipandang remeh dan rendah oleh kebanyakan orang, seperti membasuh kaki murid-murid-Nya, "Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5); Ia dekat dengan orang-orang 'kecil' dan punya empati tinggi terhadap orang-orang yang membutuhkan: menyembuhkan orang buta, mentahirkan orang kusta, membebaskan orang kerasukan setan dan sebagainya.
Hamba sejati selalu melihat kesempatan menolong orang lain. Tidak ada yang lebih rendah dibandingkan apa yang telah Yesus perbuat, karena Dia datang memang untuk melayani, bukan minta dilayani.
Dia melayani justru karena kebesaran-Nya, karena itu kita wajib meneladani Dia.
Friday, October 23, 2015
DUA BELAS JAM UNTUK BERKARYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2015
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika Lazarus sedang sakit Tuhan Yesus berhekendak menengoknya dan kembali ke Yudea, akan tetapi murid-murid-Nya berusaha melarang-Nya sebab mereka kuatir orang-orang Yudea akan membunuh-Nya. Tetapi perhatikan jawaban Tuhan Yesus kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa maksud perkataan Tuhan Yesus ini? Tuhan hendak mengatakan bahwa selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan; dua belas jam dalam satu hari (siang hari) adalah waktu untuk bekerja dan berkarya, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Setiap orang mempunyai waktu '12 jam' dengan satu tanggung jawab masing-masing. Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat bagi kita menyelesaikan tugas-tugas dari Tuhan, waktu bagi kita untuk turut berlomba dalam pertandingan iman. Karena itu mari kita pergunakan setiap kesempatan sebaik mungkin, dan berjuang begitu rupa, jangan sampai kita kedapatan 'tidur' secara rohani. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:15-18).
Yesus berkata, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11). Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13) dan berjalan dalam gelap adalah kesukaan mereka, tetapi "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Selagi sehat, dan masih 'siang' marilah giat bekerja untuk Tuhan!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika Lazarus sedang sakit Tuhan Yesus berhekendak menengoknya dan kembali ke Yudea, akan tetapi murid-murid-Nya berusaha melarang-Nya sebab mereka kuatir orang-orang Yudea akan membunuh-Nya. Tetapi perhatikan jawaban Tuhan Yesus kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa maksud perkataan Tuhan Yesus ini? Tuhan hendak mengatakan bahwa selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan; dua belas jam dalam satu hari (siang hari) adalah waktu untuk bekerja dan berkarya, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Setiap orang mempunyai waktu '12 jam' dengan satu tanggung jawab masing-masing. Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat bagi kita menyelesaikan tugas-tugas dari Tuhan, waktu bagi kita untuk turut berlomba dalam pertandingan iman. Karena itu mari kita pergunakan setiap kesempatan sebaik mungkin, dan berjuang begitu rupa, jangan sampai kita kedapatan 'tidur' secara rohani. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:15-18).
Yesus berkata, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11). Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13) dan berjalan dalam gelap adalah kesukaan mereka, tetapi "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Selagi sehat, dan masih 'siang' marilah giat bekerja untuk Tuhan!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Thursday, October 22, 2015
HATI YANG TERBEBAN UNTUK PELAYANAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2015
Baca: Matius 4:18-22
"Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Matius 4:19
Orang yang menempatkan pelayanan bagi Tuhan sebagai prioritas dalam hidupnya dan melayani Dia dengan sepenuh hati adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri tetapi mau belajar memikul tanggung jawab yaitu mengaplikasikan iman, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Tidak lagi hanya minta dilayani dan diberkati terus, tapi sudah melangkah untuk memberi diri untuk melayani.
Mari belajar dari rasul Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya pasca perjumpaannya dengan Kristus, di mana semenjak itu fokus hidupnya tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri tapi memberi segenap hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a). Orang Kristen yang dewasa rohani tidak akan banyak alasan dan dalih, tetapi akan merespons panggilan ini dengan melayani Tuhan sepenuh hati. Apa pun latar belakang dan bagaimana pun kondisi kita, tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan, karena Tuhan bisa memakai siapa saja yang mempunyai hati terbeban. "...umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." (Yesaya 43:21).
Melayani Tuhan bukan berarti harus sepenuhnya berkecimpung di dalam gereja atau menjadi fulltimer. Yang penting apa pun profesi dan pekerjaan kita hendaknya hati kita tertuju kepada pelayanan dan Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan..." (Kolose 3:23). Namun jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi hati kita hanya tertuju kepada bisnis. Lebih baik kita menjadi seorang pengusaha atau pebisnis yang memiliki hati melayani Tuhan daripada seorang pelayan Tuhan yang berhati bisnis, di mana segala sesuatunya berorientasi kepada uang dan pertimbangan untung-rugi. Pada saatnya "...kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (Roma 14:12).
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" 2 Korintus 6:2b
Baca: Matius 4:18-22
"Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Matius 4:19
Orang yang menempatkan pelayanan bagi Tuhan sebagai prioritas dalam hidupnya dan melayani Dia dengan sepenuh hati adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri tetapi mau belajar memikul tanggung jawab yaitu mengaplikasikan iman, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Tidak lagi hanya minta dilayani dan diberkati terus, tapi sudah melangkah untuk memberi diri untuk melayani.
Mari belajar dari rasul Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya pasca perjumpaannya dengan Kristus, di mana semenjak itu fokus hidupnya tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri tapi memberi segenap hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a). Orang Kristen yang dewasa rohani tidak akan banyak alasan dan dalih, tetapi akan merespons panggilan ini dengan melayani Tuhan sepenuh hati. Apa pun latar belakang dan bagaimana pun kondisi kita, tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan, karena Tuhan bisa memakai siapa saja yang mempunyai hati terbeban. "...umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." (Yesaya 43:21).
Melayani Tuhan bukan berarti harus sepenuhnya berkecimpung di dalam gereja atau menjadi fulltimer. Yang penting apa pun profesi dan pekerjaan kita hendaknya hati kita tertuju kepada pelayanan dan Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan..." (Kolose 3:23). Namun jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi hati kita hanya tertuju kepada bisnis. Lebih baik kita menjadi seorang pengusaha atau pebisnis yang memiliki hati melayani Tuhan daripada seorang pelayan Tuhan yang berhati bisnis, di mana segala sesuatunya berorientasi kepada uang dan pertimbangan untung-rugi. Pada saatnya "...kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (Roma 14:12).
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" 2 Korintus 6:2b
Wednesday, October 21, 2015
HATI YANG TERBEBAN UNTUK PELAYANAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2015
Baca: Ibrani 6:9-12
"Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." Ibrani 6:10
Kehidupan orang Kristen yang normal adalah ketika ia menyadari panggilan Tuhan dalam hidupnya. Salah satu tujuan Tuhan memanggil kita adalah untuk melayani Dia. Jika sampai saat ini kita masih bersikap acuh tak acuh, apatis dan sama sekali tidak terbeban untuk terlibat dalam pelayanan atau mendukung pekerjaan Tuhan, itu artinya kehidupan kekristenan kita 'tidak normal'. Mengapa? Karena bagi orang percaya pelayanan seharusnya menjadi gaya hidup, bukan sekedar pilihan atau alternatif.
Di masa sekarang ini ada saja alasan atau dalih yang dikemukakan oleh sebagian besar orang Kristen untuk menghindarkan diri dari pelayanan: sibuk, tidak ada waktu, atau nanti sajalah menunggu waktu yang tepat...kapan itu?? Tetapi ada yang terpaksa melibatkan diri dalam pelayanan karena didasari rasa sungkan. Atau ada pula yang melayani Tuhan kalau ada sisa waktu dari padatnya jadwal kesehariannya. Menyediakan waktu untuk pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas duniawi lainnya kita bisa, tetapi berkorban waktu dan tenaga untuk pekerjaan Tuhan serasa berat. Sebagai pengikut Kristus seharusnya kita memiliki hati yang terbeban untuk melayani, baik itu melayani sesama, terlebih-lebih melayani Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup bahwa Ia datang ke dunia adalah untuk melayani dan memberikan hidup-Nya. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28)
Pelayanan berbicara soal hati, sebab hati adalah pusat keinginan, harapan, cita-cita, ambisi, impian, dan motivasi kita. Sikap hati kita dalam melakukan sesuatu akan menentukan hasil pekerjaan yang kita kerjakan. Kita bisa saja tampak aktif dalam pelayanan, tetapi kalau hati kita tidak tertuju kepada Tuhan maka pelayanan yang kita lakukan tersebut tidak lebih dari sekedar rutinitas atau seremonial belaka, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Sikap hati yang benar adalah modal dasar untuk melayani Tuhan.
Selagi ada waktu dan kesempatan jangan tunda-tunda waktu melayani Tuhan!
Baca: Ibrani 6:9-12
"Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." Ibrani 6:10
Kehidupan orang Kristen yang normal adalah ketika ia menyadari panggilan Tuhan dalam hidupnya. Salah satu tujuan Tuhan memanggil kita adalah untuk melayani Dia. Jika sampai saat ini kita masih bersikap acuh tak acuh, apatis dan sama sekali tidak terbeban untuk terlibat dalam pelayanan atau mendukung pekerjaan Tuhan, itu artinya kehidupan kekristenan kita 'tidak normal'. Mengapa? Karena bagi orang percaya pelayanan seharusnya menjadi gaya hidup, bukan sekedar pilihan atau alternatif.
Di masa sekarang ini ada saja alasan atau dalih yang dikemukakan oleh sebagian besar orang Kristen untuk menghindarkan diri dari pelayanan: sibuk, tidak ada waktu, atau nanti sajalah menunggu waktu yang tepat...kapan itu?? Tetapi ada yang terpaksa melibatkan diri dalam pelayanan karena didasari rasa sungkan. Atau ada pula yang melayani Tuhan kalau ada sisa waktu dari padatnya jadwal kesehariannya. Menyediakan waktu untuk pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas duniawi lainnya kita bisa, tetapi berkorban waktu dan tenaga untuk pekerjaan Tuhan serasa berat. Sebagai pengikut Kristus seharusnya kita memiliki hati yang terbeban untuk melayani, baik itu melayani sesama, terlebih-lebih melayani Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup bahwa Ia datang ke dunia adalah untuk melayani dan memberikan hidup-Nya. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28)
Pelayanan berbicara soal hati, sebab hati adalah pusat keinginan, harapan, cita-cita, ambisi, impian, dan motivasi kita. Sikap hati kita dalam melakukan sesuatu akan menentukan hasil pekerjaan yang kita kerjakan. Kita bisa saja tampak aktif dalam pelayanan, tetapi kalau hati kita tidak tertuju kepada Tuhan maka pelayanan yang kita lakukan tersebut tidak lebih dari sekedar rutinitas atau seremonial belaka, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Sikap hati yang benar adalah modal dasar untuk melayani Tuhan.
Selagi ada waktu dan kesempatan jangan tunda-tunda waktu melayani Tuhan!
Tuesday, October 20, 2015
TUHAN YESUS: Tabib Yang Ajaib
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2015
Baca: Lukas 5:27-32
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit;" Lukas 5:31
Secara umum kata tabib memiliki arti: orang yang pekerjaannya mengobati orang sakit secara tradisional, atau dapat pula disebut dokter. Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang bukan hanya mengampuni dosa-dosa kita, menjamin keselamatan dan menyediakan sorga sebagai tempat yang pasti bagi kita, tetapi Ia adalah Tuhan yang juga peduli dengan keberadaan hidup kita selama hidup di dunia ini. Terbukti Dia memberikan Roh Kudus sebagai penolong dan penghibur yang menyertai kita sampai akhir zaman. Ia juga memperkenalkan diri-Nya sebagai gembala dan tabib.
Semua orang pasti tahu bahwa pekerjaan tabib adalah menyembuhkan orang yang sakit. Dengan kata lain yang membutuhkan tabib adalah orang-orang yang sedang sakit atau bermasalah. Sakit berarti keadaannya tidak normal. Sakit yang dimaksudkan disini bukan semata-mata sakit secara fisik. Mungkin secara fisik tubuh kita sehat dan kuat, tapi tanpa kita sadari kerohanian kita sedang sakit: malas berdoa, malas baca Alkitab, malas beribadah, tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan, persekutuan kita dengan Tuhan sedang sakit; tubuh jasmani kita tampak sehat tapi keadaan rumah tangga kita sedang sakit, hubungan antara suami-isteri sedang sakit; keuangan keluarga sedang sakit; tubuh jasmani kita sehat tapi hati kita sedang sakit karena menyimpan kepahitan, dendam, sulit mengampuni, kebencian dan sebagainya.
Dalam kondisi 'sakit' seperti ini jangan menjadi lemah dan putus asa karena ada Pribadi yang siap untuk menolong, menyembuhkan dan memulihkan kita. Datanglah kepada tabib yang ajaib yaitu Tuhan Yesus. Jangan sekali-kali mencari pertolongan kepada manusia dan berharap kepadanya, sebab ada tertulis, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Dalam menghadapi persoalan, tindakan iman sangatlah penting yaitu iman dalam perbuatan. Sia-sialah kita berkata beriman kepada Tuhan jika kita sendiri tidak mau datang kepada-Nya. Tindakan imanlah yang membuka kuasa mujizat itu bekerja di saat kita memerlukannya.
Ingin disembuhkan dan dipulihkan? Datanglah kepada Tuhan Yesus dengan iman, karena Dia adalah tabib yang ajaib dan siap untuk menolong.
Baca: Lukas 5:27-32
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit;" Lukas 5:31
Secara umum kata tabib memiliki arti: orang yang pekerjaannya mengobati orang sakit secara tradisional, atau dapat pula disebut dokter. Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang bukan hanya mengampuni dosa-dosa kita, menjamin keselamatan dan menyediakan sorga sebagai tempat yang pasti bagi kita, tetapi Ia adalah Tuhan yang juga peduli dengan keberadaan hidup kita selama hidup di dunia ini. Terbukti Dia memberikan Roh Kudus sebagai penolong dan penghibur yang menyertai kita sampai akhir zaman. Ia juga memperkenalkan diri-Nya sebagai gembala dan tabib.
Semua orang pasti tahu bahwa pekerjaan tabib adalah menyembuhkan orang yang sakit. Dengan kata lain yang membutuhkan tabib adalah orang-orang yang sedang sakit atau bermasalah. Sakit berarti keadaannya tidak normal. Sakit yang dimaksudkan disini bukan semata-mata sakit secara fisik. Mungkin secara fisik tubuh kita sehat dan kuat, tapi tanpa kita sadari kerohanian kita sedang sakit: malas berdoa, malas baca Alkitab, malas beribadah, tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan, persekutuan kita dengan Tuhan sedang sakit; tubuh jasmani kita tampak sehat tapi keadaan rumah tangga kita sedang sakit, hubungan antara suami-isteri sedang sakit; keuangan keluarga sedang sakit; tubuh jasmani kita sehat tapi hati kita sedang sakit karena menyimpan kepahitan, dendam, sulit mengampuni, kebencian dan sebagainya.
Dalam kondisi 'sakit' seperti ini jangan menjadi lemah dan putus asa karena ada Pribadi yang siap untuk menolong, menyembuhkan dan memulihkan kita. Datanglah kepada tabib yang ajaib yaitu Tuhan Yesus. Jangan sekali-kali mencari pertolongan kepada manusia dan berharap kepadanya, sebab ada tertulis, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Dalam menghadapi persoalan, tindakan iman sangatlah penting yaitu iman dalam perbuatan. Sia-sialah kita berkata beriman kepada Tuhan jika kita sendiri tidak mau datang kepada-Nya. Tindakan imanlah yang membuka kuasa mujizat itu bekerja di saat kita memerlukannya.
Ingin disembuhkan dan dipulihkan? Datanglah kepada Tuhan Yesus dengan iman, karena Dia adalah tabib yang ajaib dan siap untuk menolong.
Monday, October 19, 2015
HIDUP SEBAGAI KIRBAT BARU (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2015
Baca: Lukas 5:36-38
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Sebagai manusia baru di dalam Kristus kita memiliki pola pikir baru dan hati yang baru. Perubahan pola pikir inilah yang disebut dengan kirbat yang baru. Ini berbicara tentang pertobatan sejati, di mana kita tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini karena pancaindera kita sudah terlatih sehingga dapat membedakan manakah yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang baik dan yang berkenan kepada-Nya. Dengan kata lain kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging melainkan hidup menurut Roh, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--" (Galatia 5:17).
Mungkin banyak orang berkata, "Hidup benar di tengah-tengah dunia jahat ini adalah perkara yang mustahil." Bagi orang-orang dunia adalah ya, tapi bagi orang percaya itu bukanlah hal yang mustahil, karena status kita yang adalah ciptaan baru, di mana firman Tuhan mengatakan, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27). Hati yang baru adalah hati yang mau dibentuk dan diajar, dan melalui pertolongan Roh Kudus, yang adalah "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13).
Tuhan tidak pernah main-main dengan maksud dan rencana-Nya ketika Ia memilih dan memanggil kita, Ia juga akan membentuk dan memproses kita hingga kita benar-benar layak dan siap untuk menerima curahan kuasa-Nya, lawatan-Nya dan dipakai-Nya menjadi perabot-Nya untuk tujuan yang mulia, bukan untuk tujuan yang biasa-biasa saja, bahkan "...akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12). Tetapi semua ada syaratnya yaitu harus menjadi kirbat (kantong) yang baru, dengan meninggalkan kehidupan lama dan hidup dalam pertobatan setiap hari.
Ketika hidup kita menjadi kirbat yang baru, perkara-perkara ajaib Tuhan akan dinyatakan dalam hidup kita dan kita pun akan menjadi kesaksian bagi dunia!
Baca: Lukas 5:36-38
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Sebagai manusia baru di dalam Kristus kita memiliki pola pikir baru dan hati yang baru. Perubahan pola pikir inilah yang disebut dengan kirbat yang baru. Ini berbicara tentang pertobatan sejati, di mana kita tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini karena pancaindera kita sudah terlatih sehingga dapat membedakan manakah yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang baik dan yang berkenan kepada-Nya. Dengan kata lain kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging melainkan hidup menurut Roh, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--" (Galatia 5:17).
Mungkin banyak orang berkata, "Hidup benar di tengah-tengah dunia jahat ini adalah perkara yang mustahil." Bagi orang-orang dunia adalah ya, tapi bagi orang percaya itu bukanlah hal yang mustahil, karena status kita yang adalah ciptaan baru, di mana firman Tuhan mengatakan, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27). Hati yang baru adalah hati yang mau dibentuk dan diajar, dan melalui pertolongan Roh Kudus, yang adalah "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13).
Tuhan tidak pernah main-main dengan maksud dan rencana-Nya ketika Ia memilih dan memanggil kita, Ia juga akan membentuk dan memproses kita hingga kita benar-benar layak dan siap untuk menerima curahan kuasa-Nya, lawatan-Nya dan dipakai-Nya menjadi perabot-Nya untuk tujuan yang mulia, bukan untuk tujuan yang biasa-biasa saja, bahkan "...akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12). Tetapi semua ada syaratnya yaitu harus menjadi kirbat (kantong) yang baru, dengan meninggalkan kehidupan lama dan hidup dalam pertobatan setiap hari.
Ketika hidup kita menjadi kirbat yang baru, perkara-perkara ajaib Tuhan akan dinyatakan dalam hidup kita dan kita pun akan menjadi kesaksian bagi dunia!
Sunday, October 18, 2015
HIDUP SEBAGAI KIRBAT BARU (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2015
Baca: Matius 9:14-17
"Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya." Matius 9:17b
Tuhan Yesus seringkali menggambarkan pengurapan dan kuasa Allah sebagai anggur baru, anggur yang menyegarkan, menyejukkan, memberikan kekuatan baru. Sementara hidup kita ini digambarkan sebagai kirbat atau kantong yang menampung anggur, yang adalah lambang pengurapan dan kuasa Tuhan yang mengalir dalam hidup orang percaya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kirbat adalah: pundi-pundi yang terbuat dari kulit sebagai tempat air, susu, anggur dan sebagainya; wadah dari kulit binatang yang terutama digunakan oleh orang-orang pada zaman dahulu untuk tempat air, minyak, susu, anggur, mentega, dan keju. Umumnya orang membuat kirbat dengan cara membunuh seekor binatang (domba, kambing, lembu atau sapi), lalu memotong kepala dan kakinya, dan kemudian dengan hati-hati seluruh isi tubuhnya dikeluarkan sedemikian rupa sehingga perut binatang itu tidak perlu dibelah. Kulitnya disamak, kemudian semua lubang dijahit rapat kecuali satu sisi. Bagian leher atau mungkin salah satu bagian yang menjorok bekas kakinya dibiarkan tidak dijahit, dan ini menjadi mulut kirbat, yang dapat ditutup dengan sumbat atau tali.
Anggur yang baru harus ditempatkan dalam kirbat atau kantong yang baru, karena kirbat yang masih baru mampu menahan tekanan dari dalam yang semakin besar karena fermentasi aktif dari anggur. Sementara kirbat yang sudah tua lama-kelamaan akan menjadi keras dan kehilangan kelenturannya, sehingga besar kemungkinan besar akann pecah dan tidak sanggup lagi menampung anggur. Begitu pula setiap orang percaya harus menjadi 'kantong atau kirbat yang baru' supaya siap menerima curahan anggur yang baru dari Tuhan, karena kalau kita tetap menjadi 'kantong/kirbat' yang lama maka kita tidak akan siap menerima curahan 'anggur yang baru'. Anggur baru berbicara tentang urapan baru, mujizat atau perkara-perkara yang besar dari Tuhan. Menjadi kirbat yang baru berarti hidup sebagai manusia baru, sebab ada tertulis: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Artinya kehidupan lama dengan segala sifat dan karakternya harus benar-benar kita tinggalkan. (Bersambung)
Baca: Matius 9:14-17
"Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya." Matius 9:17b
Tuhan Yesus seringkali menggambarkan pengurapan dan kuasa Allah sebagai anggur baru, anggur yang menyegarkan, menyejukkan, memberikan kekuatan baru. Sementara hidup kita ini digambarkan sebagai kirbat atau kantong yang menampung anggur, yang adalah lambang pengurapan dan kuasa Tuhan yang mengalir dalam hidup orang percaya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kirbat adalah: pundi-pundi yang terbuat dari kulit sebagai tempat air, susu, anggur dan sebagainya; wadah dari kulit binatang yang terutama digunakan oleh orang-orang pada zaman dahulu untuk tempat air, minyak, susu, anggur, mentega, dan keju. Umumnya orang membuat kirbat dengan cara membunuh seekor binatang (domba, kambing, lembu atau sapi), lalu memotong kepala dan kakinya, dan kemudian dengan hati-hati seluruh isi tubuhnya dikeluarkan sedemikian rupa sehingga perut binatang itu tidak perlu dibelah. Kulitnya disamak, kemudian semua lubang dijahit rapat kecuali satu sisi. Bagian leher atau mungkin salah satu bagian yang menjorok bekas kakinya dibiarkan tidak dijahit, dan ini menjadi mulut kirbat, yang dapat ditutup dengan sumbat atau tali.
Anggur yang baru harus ditempatkan dalam kirbat atau kantong yang baru, karena kirbat yang masih baru mampu menahan tekanan dari dalam yang semakin besar karena fermentasi aktif dari anggur. Sementara kirbat yang sudah tua lama-kelamaan akan menjadi keras dan kehilangan kelenturannya, sehingga besar kemungkinan besar akann pecah dan tidak sanggup lagi menampung anggur. Begitu pula setiap orang percaya harus menjadi 'kantong atau kirbat yang baru' supaya siap menerima curahan anggur yang baru dari Tuhan, karena kalau kita tetap menjadi 'kantong/kirbat' yang lama maka kita tidak akan siap menerima curahan 'anggur yang baru'. Anggur baru berbicara tentang urapan baru, mujizat atau perkara-perkara yang besar dari Tuhan. Menjadi kirbat yang baru berarti hidup sebagai manusia baru, sebab ada tertulis: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Artinya kehidupan lama dengan segala sifat dan karakternya harus benar-benar kita tinggalkan. (Bersambung)
Saturday, October 17, 2015
TAK ADA YANG TAK MUNGKIN BAGI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2015
Baca: Matius 14:13-21
"Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Matius 14:15b
Selama masih hidup di dunia ini semua orang takkan dapat menghindarkan diri dari masalah. Jangan pernah berpikir pula bahwa menjadi pengikut Kristus berarti akan bebas dari masalah, karena Tuhan tidak pernah menjanjikan hal itu. Bahkan pemazmur menyatakan bahwa "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Adalah hal lumrah kita mengalami masalah, bahkan bisa saja terjadi secara bertubi-tubi, tapi percayalah di dalam Tuhan pasti ada jalan keluar, ada pertolongan, dan tidak dibiarkan kita jatuh tergeletak. "Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana." (Amsal 24:16a), sebab "...TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:24).
Saat Tuhan Yesus ada bersama mereka murid-murid juga mengalami masalah. Ketika Tuhan memerintahkan mereka untuk memberi makan lima ribu orang, "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." (Matius 14:17). Secara akal manusia hal itu sangat mustahil. Itulah sebabnya dengan berbagai alasan murid-murid-Nya berusaha lari dari masalah yang ada. "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." (Matius 14:15). Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan...Bawalah ke mari kepada-Ku." (Matius 14:16, 18).
Tak ada masalah yang tak terselesaikan bila kita mau menyerahkannya kepada Tuhan Yesus, karena Dia Mahasanggup: mengubah masalah menjadi berkat, mengubah tidak ada menjadi ada. Masalah terkadang diijinkan terjadi agar kita belajar berserah kepada Tuhan, tidak mengandalkan kekuatan sendiri dan tidak membatasi kuasa Tuhan dengan keterbatasan kita. Ketika lima roti dan dua ikan itu diserahkan kepada Tuhan Yesus, Ia "...menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak." (Matius 14:19). Akhirnya lima ribu orang dikenyangkan, bahkan ada sisa dua belas bakul. Akhirnya lima ribu orang dikenyangkan, bahkan ada sisa dua belas bakul.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Baca: Matius 14:13-21
"Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Matius 14:15b
Selama masih hidup di dunia ini semua orang takkan dapat menghindarkan diri dari masalah. Jangan pernah berpikir pula bahwa menjadi pengikut Kristus berarti akan bebas dari masalah, karena Tuhan tidak pernah menjanjikan hal itu. Bahkan pemazmur menyatakan bahwa "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Adalah hal lumrah kita mengalami masalah, bahkan bisa saja terjadi secara bertubi-tubi, tapi percayalah di dalam Tuhan pasti ada jalan keluar, ada pertolongan, dan tidak dibiarkan kita jatuh tergeletak. "Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana." (Amsal 24:16a), sebab "...TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:24).
Saat Tuhan Yesus ada bersama mereka murid-murid juga mengalami masalah. Ketika Tuhan memerintahkan mereka untuk memberi makan lima ribu orang, "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." (Matius 14:17). Secara akal manusia hal itu sangat mustahil. Itulah sebabnya dengan berbagai alasan murid-murid-Nya berusaha lari dari masalah yang ada. "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." (Matius 14:15). Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan...Bawalah ke mari kepada-Ku." (Matius 14:16, 18).
Tak ada masalah yang tak terselesaikan bila kita mau menyerahkannya kepada Tuhan Yesus, karena Dia Mahasanggup: mengubah masalah menjadi berkat, mengubah tidak ada menjadi ada. Masalah terkadang diijinkan terjadi agar kita belajar berserah kepada Tuhan, tidak mengandalkan kekuatan sendiri dan tidak membatasi kuasa Tuhan dengan keterbatasan kita. Ketika lima roti dan dua ikan itu diserahkan kepada Tuhan Yesus, Ia "...menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak." (Matius 14:19). Akhirnya lima ribu orang dikenyangkan, bahkan ada sisa dua belas bakul. Akhirnya lima ribu orang dikenyangkan, bahkan ada sisa dua belas bakul.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Friday, October 16, 2015
MEMANDANG DARI SISI BERBEDA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2015
Baca: Mazmur 123:1-4
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Ketika mata hanya tertuju kepada yang kelihatan, maka ketakutan, kekuatiran dan kebimbangan akan memenuhi hati dan pikiran kita, sehingga kita akan merasakan seperti yang dirasakan oleh bujang Elisa. Ketika melihat tentara Aram lengkap dengan kuda dan keretanya sedang mengepung kota, ia pun berkata, "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?" (2 Raja-Raja 6:15b). Lalu Elisa berdoa, "'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Akhirnya bujang Elisa pun melihat apa yang tidak kelihatan (alam roh), di mana ada bala tentara sorgawi yang kekuatannya jauh lebih besar, mengelilingi mereka.
Rasul Paulus, meski dihadapkan pada ujian, kesesakan dan penderitaan tidak tawar hati, "...tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari." (2 Korintus 4:16). Apa kuncinya? "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat--" (2 Korintus 5:7), sebab "...yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Ia tetap kuat karena matanya tertuju kepada janji Tuhan bahwa penderitaan yang dialami tidak sebanding dengan kemuliaan kekal yang Tuhan sediakan kelak (baca Roma 8:12).
Jika mata kita memandang Tuhan dan kebesaran kuasa-Nya, sebesar apa pun masalah seberat apa pun hari-hari yang kita jalani kita tetap kuat dan mampu bertahan, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Pergumulan berat apa yang Saudara sedang alami? Jangan cepat putus asa, arahkan pandanganmu hanya kepada Tuhan, karena dari Tuhanlah datang pertolongan kita, dan "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Tidak ada!
"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," Ibrani 12:2
Baca: Mazmur 123:1-4
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Ketika mata hanya tertuju kepada yang kelihatan, maka ketakutan, kekuatiran dan kebimbangan akan memenuhi hati dan pikiran kita, sehingga kita akan merasakan seperti yang dirasakan oleh bujang Elisa. Ketika melihat tentara Aram lengkap dengan kuda dan keretanya sedang mengepung kota, ia pun berkata, "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?" (2 Raja-Raja 6:15b). Lalu Elisa berdoa, "'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." (2 Raja-Raja 6:17). Akhirnya bujang Elisa pun melihat apa yang tidak kelihatan (alam roh), di mana ada bala tentara sorgawi yang kekuatannya jauh lebih besar, mengelilingi mereka.
Rasul Paulus, meski dihadapkan pada ujian, kesesakan dan penderitaan tidak tawar hati, "...tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari." (2 Korintus 4:16). Apa kuncinya? "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat--" (2 Korintus 5:7), sebab "...yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Ia tetap kuat karena matanya tertuju kepada janji Tuhan bahwa penderitaan yang dialami tidak sebanding dengan kemuliaan kekal yang Tuhan sediakan kelak (baca Roma 8:12).
Jika mata kita memandang Tuhan dan kebesaran kuasa-Nya, sebesar apa pun masalah seberat apa pun hari-hari yang kita jalani kita tetap kuat dan mampu bertahan, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Pergumulan berat apa yang Saudara sedang alami? Jangan cepat putus asa, arahkan pandanganmu hanya kepada Tuhan, karena dari Tuhanlah datang pertolongan kita, dan "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Tidak ada!
"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," Ibrani 12:2
Thursday, October 15, 2015
MEMANDANG DARI SISI BERBEDA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2015
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Dalam menjalani kehidupan ini seringkali apa yang kita lihat dan situasi-situasi yang ada turut mempengaruhi sikap hati kita. Manakala dihadapkan pada masalah yang berat iman seseorang mudah sekali goyah. Saat itu pula kita mulai mempertanyakan kehadiran Tuhan dan meragukan kuasa-Nya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita melihat apa yang tampak secara kasat mata sehingga yang kita pikirkan semata-mata besarnya masalah dan ketidakberdayaan kita. Akibatnya keadaan kita menjadi semakin terpuruk, lemah dan putus asa. Kesetiaan dan ketekunan kita dalam mengiring Tuhan turut memudar. Kita mengalami apa yang disebut spiritual drop out. Namun situasi akan berbeda jika kita melihat masalah dari sudut pandang berbeda. Sebagai orang percaya seharusnya kita menyikapi masalah dengan pikiran positif sebagai kesempatan makin mendekat kepada Tuhan, memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya dan mengandalkan Dia. Saat kita punya kepekaan rohani seperti ini kita akan mampu melihat masalah melalui alam roh yang tidak kelihatan. Pada saat kita melihat alam roh melalui iman, kita dapat melihat janji-janji Tuhan yang telah tercipta oleh firman-Nya. "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ibrani 11:3).
Mari belajar dari Yosua dan Kaleb ketika diutus Musa mengintai tanah Kanaan bersama 10 pengintai lainnya. Kedua orang ini mampu melihat apa yang tidak kelihatan yaitu alam roh, sehingga mereka percaya kuasa Tuhan menyertainya itu lebih besar daripada apa pun juga. Karena iman, Yosua dan Kaleb akhirnya dapat memasuki Tanah Kanaan. Sebaliknya kesepuluh pengintai terus-menerus memandang dan memperhatikan yang kelihatan, di mana mereka melihat raksasa dan tantangan yang begitu besar: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya." (Bilangan 13:32). Akibatnya, kesepuluh pengintai itu pun tidak dapat menikmati janji Tuhan karena mati sebelum mencapai Tanah Kanaan. (Bersambung)
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Dalam menjalani kehidupan ini seringkali apa yang kita lihat dan situasi-situasi yang ada turut mempengaruhi sikap hati kita. Manakala dihadapkan pada masalah yang berat iman seseorang mudah sekali goyah. Saat itu pula kita mulai mempertanyakan kehadiran Tuhan dan meragukan kuasa-Nya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita melihat apa yang tampak secara kasat mata sehingga yang kita pikirkan semata-mata besarnya masalah dan ketidakberdayaan kita. Akibatnya keadaan kita menjadi semakin terpuruk, lemah dan putus asa. Kesetiaan dan ketekunan kita dalam mengiring Tuhan turut memudar. Kita mengalami apa yang disebut spiritual drop out. Namun situasi akan berbeda jika kita melihat masalah dari sudut pandang berbeda. Sebagai orang percaya seharusnya kita menyikapi masalah dengan pikiran positif sebagai kesempatan makin mendekat kepada Tuhan, memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya dan mengandalkan Dia. Saat kita punya kepekaan rohani seperti ini kita akan mampu melihat masalah melalui alam roh yang tidak kelihatan. Pada saat kita melihat alam roh melalui iman, kita dapat melihat janji-janji Tuhan yang telah tercipta oleh firman-Nya. "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat." (Ibrani 11:3).
Mari belajar dari Yosua dan Kaleb ketika diutus Musa mengintai tanah Kanaan bersama 10 pengintai lainnya. Kedua orang ini mampu melihat apa yang tidak kelihatan yaitu alam roh, sehingga mereka percaya kuasa Tuhan menyertainya itu lebih besar daripada apa pun juga. Karena iman, Yosua dan Kaleb akhirnya dapat memasuki Tanah Kanaan. Sebaliknya kesepuluh pengintai terus-menerus memandang dan memperhatikan yang kelihatan, di mana mereka melihat raksasa dan tantangan yang begitu besar: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya." (Bilangan 13:32). Akibatnya, kesepuluh pengintai itu pun tidak dapat menikmati janji Tuhan karena mati sebelum mencapai Tanah Kanaan. (Bersambung)
Wednesday, October 14, 2015
TAKUT AKAN TUHAN: Kunci Kepercayaan Diri
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2015
Baca: Amsal 14:26-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Di era seperti sekarang ini memiliki rasa percaya diri (self-confidence) sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam dunia kerja atau bisnis. Seorang pelamar kerja harus memiliki rasa percaya diri ketika menjalani sesi wawancara karena hal ini merupakan bagian dari penilaian. Ketika melakukan peresentasi di depan banyak orang (audience) seseorang harus punya rasa percaya diri yang tinggi, jika tidak, ia akan tampak gugup atau nervous. Begitu pula ketika dihadapkan pada situasi-situasi sulit atau kritis yang membutuhkan sebuah keputusan tegas, sikap percaya diri kepada kemampuan sangat menentukan. Karena itulah di mana-mana banyak digelar seminar motivasi yang dipandu motivator handal. Konsep percaya diri yang diajarkan dunia cenderung membawa seseorang yang mengandalkan kepintaran, kekuatan dan kemampuan diri sendiri yang akhirnya mencondongkannya menjadi sombong alias memegahkan diri sendiri.
Dalam terjemahan English Amplified Bible, kalimat ketentraman besar adalah strong confidence, berarti rasa percaya diri yang besar atau keyakinan yang kokoh. Sikap ini timbul sebagai akibat takut akan Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, kekayaan atau jabatan, tetapi karena memiliki penyerahan hidup secara penuh kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN. Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:1, 3).
Kunci percaya diri bagi kita adalah takut akan Tuhan, dan Tuhan senantiasa akan menyertai hidup orang yang takut kepada-Nya.
"Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." Mazmur 20:8
Baca: Amsal 14:26-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Di era seperti sekarang ini memiliki rasa percaya diri (self-confidence) sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam dunia kerja atau bisnis. Seorang pelamar kerja harus memiliki rasa percaya diri ketika menjalani sesi wawancara karena hal ini merupakan bagian dari penilaian. Ketika melakukan peresentasi di depan banyak orang (audience) seseorang harus punya rasa percaya diri yang tinggi, jika tidak, ia akan tampak gugup atau nervous. Begitu pula ketika dihadapkan pada situasi-situasi sulit atau kritis yang membutuhkan sebuah keputusan tegas, sikap percaya diri kepada kemampuan sangat menentukan. Karena itulah di mana-mana banyak digelar seminar motivasi yang dipandu motivator handal. Konsep percaya diri yang diajarkan dunia cenderung membawa seseorang yang mengandalkan kepintaran, kekuatan dan kemampuan diri sendiri yang akhirnya mencondongkannya menjadi sombong alias memegahkan diri sendiri.
Dalam terjemahan English Amplified Bible, kalimat ketentraman besar adalah strong confidence, berarti rasa percaya diri yang besar atau keyakinan yang kokoh. Sikap ini timbul sebagai akibat takut akan Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, kekayaan atau jabatan, tetapi karena memiliki penyerahan hidup secara penuh kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN. Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:1, 3).
Kunci percaya diri bagi kita adalah takut akan Tuhan, dan Tuhan senantiasa akan menyertai hidup orang yang takut kepada-Nya.
"Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." Mazmur 20:8
Tuesday, October 13, 2015
MATA TUHAN MENJELAJAH SELURUH BUMI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2015
Baca: Ibrani 4:1-13
"Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." Ibrani 4:13
Saat ini dunia tidak bertambah baik, kejahatan semakin merajalela di mana-mana. Rasa-rasanya banyak orang sudah tidak punya rasa takut akan Tuhan. Mereka berpikir bahwa segala kejahatan yang diperbuatnya itu tidak terlepas begitu saja dari pengamatan Tuhan.
Di hadapan sesama manusia kita bisa saja menyembunyikan kejahatan tersebut secara rapi, tapi hal itu tidak berlaku di hadapan Tuhan, "...sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (ayat nas). Kita bisa bersandiwara di depan manusia tetapi tidak di hadapan Tuhan, karena bagi Dia tidak ada yang tertutup dan tersembunyi. Segala sesuatu yang kita perbuat, entah itu baik atau jahat, tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab Dia Mahatahu dan Mahahadir. "Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3).
Alkitab menegaskan bahwa mata Tuhan menjelajah seluruh bumi (baca Zakharia 4:10b), bahkan ketajaman mata-Nya sanggup menembus sampai kedalaman hati, sementara kita hanya bisa "...melihat apa yang di depan mata,..." (1 Samuel 16:7b). Sebagai manusia kita ini penuh dengan keterbatasan dan kelemahan; dan menutupi segala perbuatan jahat adalah tindakan bodoh dan sia-sia, sebab cepat atau lambat apa yang telah kita tabur pasti akan kita tuai. Bukan saja kelak saat kita menghadapi tahta pengadilan Tuhan, akan tetapi bisa terjadi ketika kita masih hidup di dalam dunia ini. "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8). Tuhan adalah Hakim adil, yang menghakimi dengan adil segala perbuatan manusia, baik atau jahat.
"Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat." 1 Petrus 3:12
Baca: Ibrani 4:1-13
"Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." Ibrani 4:13
Saat ini dunia tidak bertambah baik, kejahatan semakin merajalela di mana-mana. Rasa-rasanya banyak orang sudah tidak punya rasa takut akan Tuhan. Mereka berpikir bahwa segala kejahatan yang diperbuatnya itu tidak terlepas begitu saja dari pengamatan Tuhan.
Di hadapan sesama manusia kita bisa saja menyembunyikan kejahatan tersebut secara rapi, tapi hal itu tidak berlaku di hadapan Tuhan, "...sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (ayat nas). Kita bisa bersandiwara di depan manusia tetapi tidak di hadapan Tuhan, karena bagi Dia tidak ada yang tertutup dan tersembunyi. Segala sesuatu yang kita perbuat, entah itu baik atau jahat, tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab Dia Mahatahu dan Mahahadir. "Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3).
Alkitab menegaskan bahwa mata Tuhan menjelajah seluruh bumi (baca Zakharia 4:10b), bahkan ketajaman mata-Nya sanggup menembus sampai kedalaman hati, sementara kita hanya bisa "...melihat apa yang di depan mata,..." (1 Samuel 16:7b). Sebagai manusia kita ini penuh dengan keterbatasan dan kelemahan; dan menutupi segala perbuatan jahat adalah tindakan bodoh dan sia-sia, sebab cepat atau lambat apa yang telah kita tabur pasti akan kita tuai. Bukan saja kelak saat kita menghadapi tahta pengadilan Tuhan, akan tetapi bisa terjadi ketika kita masih hidup di dalam dunia ini. "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8). Tuhan adalah Hakim adil, yang menghakimi dengan adil segala perbuatan manusia, baik atau jahat.
"Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat." 1 Petrus 3:12
Monday, October 12, 2015
MENGANDALKAN TUHAN: Percaya Dan Bergantung Kepada-Nya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2015
Baca: Yeremia 17:5-8
"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" Yeremia 17:7
Setiap orang yang mengikut Kristus dan percaya kepada-Nya selain disebut Kristen juga disebut orang percaya. Walaupun dikatakan sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, masih banyak yang tidak benar-benar percaya kepada-Nya. Apa buktinya? Mereka tidak bergantung penuh kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. Sebaliknya mereka cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan juga manusia. Apa kata Alkitab? "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Ayat 5). Ada akibat yang sangat mengerikan jika seseorang lebih mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri, bukan hanya tidak mendatangkan berkat, melainkan akan mendatangkan kutuk.
Dalam kehidupan ini seringkali ada orang yang mengandalkan orang-orang kaya yang diharapkan dapat memberikan pertolongan. Sementara ada pula orang yang lebih mengandalkan kekayaan, jabatan, koneksi, gelar, popularitas dan sebagainya, dan yang paling diandalkan oleh manusia di zaman sekarang ini adalah uang. Siapakah orang yang tidak membutuhkan uang? Mereka mengandalkan uang, tabungan atau deposito yang disimpan di bank, yang diharapkan dapat memberikan rasa aman, tenang dan juga jaminan bagi masa depannya. Mereka pun menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidupnya. Benarkah uang dapat menjadi sandaran hidup ini? Adalah sia-sia jika kita mempercayakan diri kepada uang maupun kekayaan, karena cepat atau lambat kita akan jatuh. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." (Amsal 11:28).
Sebagai orang percaya milikilah keberanian untuk mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Inilah yang disebut mengandalkan Tuhan! Jadi mengandalkan Tuhan itu harus disertai iman dan perbuatan yaitu penyerahan diri. Iman adalah percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan, dan mengandalkan Tuhan berarti komitmen untuk melakukan apa yang dipercayai.
Ada dampak yang luar biasa ketika seseorang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan kepada-Nya, yaitu diberkati secara berlimpah dan tinggal tenang.
Baca: Yeremia 17:5-8
"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" Yeremia 17:7
Setiap orang yang mengikut Kristus dan percaya kepada-Nya selain disebut Kristen juga disebut orang percaya. Walaupun dikatakan sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, masih banyak yang tidak benar-benar percaya kepada-Nya. Apa buktinya? Mereka tidak bergantung penuh kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. Sebaliknya mereka cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan juga manusia. Apa kata Alkitab? "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Ayat 5). Ada akibat yang sangat mengerikan jika seseorang lebih mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri, bukan hanya tidak mendatangkan berkat, melainkan akan mendatangkan kutuk.
Dalam kehidupan ini seringkali ada orang yang mengandalkan orang-orang kaya yang diharapkan dapat memberikan pertolongan. Sementara ada pula orang yang lebih mengandalkan kekayaan, jabatan, koneksi, gelar, popularitas dan sebagainya, dan yang paling diandalkan oleh manusia di zaman sekarang ini adalah uang. Siapakah orang yang tidak membutuhkan uang? Mereka mengandalkan uang, tabungan atau deposito yang disimpan di bank, yang diharapkan dapat memberikan rasa aman, tenang dan juga jaminan bagi masa depannya. Mereka pun menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidupnya. Benarkah uang dapat menjadi sandaran hidup ini? Adalah sia-sia jika kita mempercayakan diri kepada uang maupun kekayaan, karena cepat atau lambat kita akan jatuh. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." (Amsal 11:28).
Sebagai orang percaya milikilah keberanian untuk mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Inilah yang disebut mengandalkan Tuhan! Jadi mengandalkan Tuhan itu harus disertai iman dan perbuatan yaitu penyerahan diri. Iman adalah percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan, dan mengandalkan Tuhan berarti komitmen untuk melakukan apa yang dipercayai.
Ada dampak yang luar biasa ketika seseorang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan kepada-Nya, yaitu diberkati secara berlimpah dan tinggal tenang.
Sunday, October 11, 2015
BERKAT TUHAN: Untuk Orang Benar (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2015
Baca: Mazmur 1:1-6
"sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan." Mazmur 1:6
Sebuah pohon yang tertanam di tepi aliran air atau dekat sumber air pasti akan menghasilkan buah. Pohon tersebut tidak akan layu di segala situasi, bahkan di musim keriang sekalipun, karena akarnya menancap kuat dan dalam pada sumber air. Itulah keberadaan orang benar yang senantiasa tinggal di dalam firman-Nya: "apa saja yang diperbuatnya berhasil." (ayat 3); berhasil oleh karena Tuhan. Ia menegaskan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Inilah orang Kristen yang sejati: bukan hanya menjauhi segala jenis kejahatan, namun juga mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Ketika kita merenungkan firman-Nya maka firman itu akan membentuk pikiran, perkataan, sikap dan perbuatan kita.
Prinsip merenungkan firman dan tinggal di dalam-Nya sebagai kunci meraih keberhasilan dan berkat juga disampaikan Tuhan kepada Yosua, ketika ia dipercaya memegang tongkat estafet kepemimpinan menggantikan Musa. Nama Yosua artinya Tuhan menyelamatkan, atau Tuhan keselamatan. Firman-Nya kepada Yosua, "...janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:7-8).
Orang-orang fasik akan mengalami keadaan yang berbeda: "...mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mazmur 1:4). Ada tertulis, "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Mereka bukan saja tidak akan menikmati berkat dari Tuhan, tapi akan dibuang dan dihempaskan-Nya.
Tuhan akan membuat perbedaan antara orang benar dan orang fasik, orang yang beribadah kepada-Nya dan yang tidak beribadah kepada-Nya (baca Maleakhi 3:18).
Baca: Mazmur 1:1-6
"sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan." Mazmur 1:6
Sebuah pohon yang tertanam di tepi aliran air atau dekat sumber air pasti akan menghasilkan buah. Pohon tersebut tidak akan layu di segala situasi, bahkan di musim keriang sekalipun, karena akarnya menancap kuat dan dalam pada sumber air. Itulah keberadaan orang benar yang senantiasa tinggal di dalam firman-Nya: "apa saja yang diperbuatnya berhasil." (ayat 3); berhasil oleh karena Tuhan. Ia menegaskan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Inilah orang Kristen yang sejati: bukan hanya menjauhi segala jenis kejahatan, namun juga mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Ketika kita merenungkan firman-Nya maka firman itu akan membentuk pikiran, perkataan, sikap dan perbuatan kita.
Prinsip merenungkan firman dan tinggal di dalam-Nya sebagai kunci meraih keberhasilan dan berkat juga disampaikan Tuhan kepada Yosua, ketika ia dipercaya memegang tongkat estafet kepemimpinan menggantikan Musa. Nama Yosua artinya Tuhan menyelamatkan, atau Tuhan keselamatan. Firman-Nya kepada Yosua, "...janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:7-8).
Orang-orang fasik akan mengalami keadaan yang berbeda: "...mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mazmur 1:4). Ada tertulis, "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Mereka bukan saja tidak akan menikmati berkat dari Tuhan, tapi akan dibuang dan dihempaskan-Nya.
Tuhan akan membuat perbedaan antara orang benar dan orang fasik, orang yang beribadah kepada-Nya dan yang tidak beribadah kepada-Nya (baca Maleakhi 3:18).
Saturday, October 10, 2015
BERKAT TUHAN: Untuk Orang Benar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2015
Baca: Mazmur 1:1-6
"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh," Mazmur 1:1
Hidup berbahagia dan diberkati adalah dambaan setiap orang, tanpa terkecuali. Namun untuk memiliki kehidupan yang berbahagia dan diberkati bukanlah perkara mudah, ada harga yang harus kita bayar sebagaimana disampaikan oleh pemazmur. Hidup kita akan diberkati dan berbahagia apabila kita tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, tidak berdiri di jalan orang berdosa dan tidak berada dalam kumpulan pencemooh.
Orang fasik adalah orang yang tidak beriman, tahu tentang Tuhan dan firman-Nya tapi tidak mau melakukannya; orang berdosa adalah orang yang melakukan kejahatan dan hidup menuruti hawa nafsunya. Sementara pencemooh adalah orang yang kesukaannya mencari-cari kesalahan, menghakimi, mengejek, mengritik, menggosip dan merendahkan sesamanya; orang seperti ini mudah sekali menemukan selumbar di mata orang lain tapi tidak dapat melihat balok matanya sendiri. Mereka juga meremehkan dan memandang rendah kebenaran Tuhan. Orang fasik, orang berdosa dan pencemooh adalah gambaran dari kehidupan duniawi.
Selama kita masih hidup sama seperti ketiga jenis orang tersebut maka berkat Tuhan akan semakin menjauh dari kehidupan kita, tetap bila kita "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (ayat 2), dengan kata lain kita menjadikan firman Tuhan sebagai hal yang terutama dan lebih berharga dari apa pun sehingga kita mau merenungkannya dengan sepenuh hati, maka kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan dan disebut sebagai orang yang berbahagia. Siang dan malam berarti setiap hari, bukan hanya sehari dua hari, atau saat perlu saja, namun di segala situasi atau keadaan, dan secara konsisten. Inilah kunci hidup terberkati! Bahkan keberadaan orang yang suka merenungkan firman Tuhan itu diibaratkan "...seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (ayat 3).
Ingin diberkati? Jangan menjadi bagian dari orang fasik, orang berdosa atau pun pencemooh!
Baca: Mazmur 1:1-6
"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh," Mazmur 1:1
Hidup berbahagia dan diberkati adalah dambaan setiap orang, tanpa terkecuali. Namun untuk memiliki kehidupan yang berbahagia dan diberkati bukanlah perkara mudah, ada harga yang harus kita bayar sebagaimana disampaikan oleh pemazmur. Hidup kita akan diberkati dan berbahagia apabila kita tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, tidak berdiri di jalan orang berdosa dan tidak berada dalam kumpulan pencemooh.
Orang fasik adalah orang yang tidak beriman, tahu tentang Tuhan dan firman-Nya tapi tidak mau melakukannya; orang berdosa adalah orang yang melakukan kejahatan dan hidup menuruti hawa nafsunya. Sementara pencemooh adalah orang yang kesukaannya mencari-cari kesalahan, menghakimi, mengejek, mengritik, menggosip dan merendahkan sesamanya; orang seperti ini mudah sekali menemukan selumbar di mata orang lain tapi tidak dapat melihat balok matanya sendiri. Mereka juga meremehkan dan memandang rendah kebenaran Tuhan. Orang fasik, orang berdosa dan pencemooh adalah gambaran dari kehidupan duniawi.
Selama kita masih hidup sama seperti ketiga jenis orang tersebut maka berkat Tuhan akan semakin menjauh dari kehidupan kita, tetap bila kita "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (ayat 2), dengan kata lain kita menjadikan firman Tuhan sebagai hal yang terutama dan lebih berharga dari apa pun sehingga kita mau merenungkannya dengan sepenuh hati, maka kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan dan disebut sebagai orang yang berbahagia. Siang dan malam berarti setiap hari, bukan hanya sehari dua hari, atau saat perlu saja, namun di segala situasi atau keadaan, dan secara konsisten. Inilah kunci hidup terberkati! Bahkan keberadaan orang yang suka merenungkan firman Tuhan itu diibaratkan "...seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (ayat 3).
Ingin diberkati? Jangan menjadi bagian dari orang fasik, orang berdosa atau pun pencemooh!
Friday, October 9, 2015
SEDIKIT TAPI BENAR: Itu Lebih Baik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2015
Baca: Mazmur 37:16-26
"Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik;" Mazmur 37:16
Dalam kehidupan masyarakat, umumnya orang akan menilai sesamanya dengan melihat status ekonominya, sehingga orang kaya akan lebih dihargai dan dihormati dibandingkan orang yang keadaan ekonominya biasa-biasa saja; apalagi orang yang miskin, mereka pasti tidak dianggap. Itulah dunia! Selalu menekankan pada hasil atau jumlah banyak sehingga mereka tidak peduli bagaimana mendapatkannya. Itulah sebabnya banyak orang menempuh jalan pintas demi mendapatkan harta kekayaan: mencari pesugihan, korupsi, berjudi, melakukan pemerasan, merampok, mencuri, bisnis narkoba, atau bahkan ada yang terjun ke dunia prostitusi.
Hidup bukan hanya soal apa yang bisa kita miliki, tapi cara untuk memperolehnya juga harus benar. Inilah yang seringkali diabaikan kebanyakan orang. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Apalah artinya memiliki kekayaan yang berlimpah jika untuk mendapatkan itu orang harus mengorbankan harga diri, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran? Tuhan mau cara yang kita lakukan untuk mendapatkan kekayaan itu benar. Ia juga menghendaki kita mau bekerja, berusaha dan berdoa (hidup dalam kebenaran), sampai kita meraih semua yang Tuhan sediakan bagi kita. Itulah sebabnya "Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik;" (ayat nas).
Sedikit jika disertai kebenaran suatu saat pasti akan bertambah dan mendatangkan damai sejahtera di hati. Tetapi yang banyak tanpa disertai dengan kebenaran dan hasil dari kejahatan, maka lenyapnya pun juga akan seketika atau sesaat, tanpa manfaat, tidak mendatangkan damai sejahtera dan sukacita, sebaliknya justru akan mendatangkan damai sejahtera dan sukacita, sebaliknya justru akan mendatangkan masalah dan malapetaka dalam hidup ini. "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:4-5).
"Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan." Amsal 15:16
Baca: Mazmur 37:16-26
"Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik;" Mazmur 37:16
Dalam kehidupan masyarakat, umumnya orang akan menilai sesamanya dengan melihat status ekonominya, sehingga orang kaya akan lebih dihargai dan dihormati dibandingkan orang yang keadaan ekonominya biasa-biasa saja; apalagi orang yang miskin, mereka pasti tidak dianggap. Itulah dunia! Selalu menekankan pada hasil atau jumlah banyak sehingga mereka tidak peduli bagaimana mendapatkannya. Itulah sebabnya banyak orang menempuh jalan pintas demi mendapatkan harta kekayaan: mencari pesugihan, korupsi, berjudi, melakukan pemerasan, merampok, mencuri, bisnis narkoba, atau bahkan ada yang terjun ke dunia prostitusi.
Hidup bukan hanya soal apa yang bisa kita miliki, tapi cara untuk memperolehnya juga harus benar. Inilah yang seringkali diabaikan kebanyakan orang. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Apalah artinya memiliki kekayaan yang berlimpah jika untuk mendapatkan itu orang harus mengorbankan harga diri, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran? Tuhan mau cara yang kita lakukan untuk mendapatkan kekayaan itu benar. Ia juga menghendaki kita mau bekerja, berusaha dan berdoa (hidup dalam kebenaran), sampai kita meraih semua yang Tuhan sediakan bagi kita. Itulah sebabnya "Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik;" (ayat nas).
Sedikit jika disertai kebenaran suatu saat pasti akan bertambah dan mendatangkan damai sejahtera di hati. Tetapi yang banyak tanpa disertai dengan kebenaran dan hasil dari kejahatan, maka lenyapnya pun juga akan seketika atau sesaat, tanpa manfaat, tidak mendatangkan damai sejahtera dan sukacita, sebaliknya justru akan mendatangkan damai sejahtera dan sukacita, sebaliknya justru akan mendatangkan masalah dan malapetaka dalam hidup ini. "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:4-5).
"Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan." Amsal 15:16
Thursday, October 8, 2015
TERJEBAK TIPUAN IBLIS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2015
Baca: Mazmur 37:1-15
"jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya." Mazmur 37:7
Firman Tuhan dengan begitu gamblang memberitahukan kepada kita bahwa Iblis adalah, "...pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44b). Segala hal yang dikerjakan Iblis semata-mata bertujuan mencuri, merampas, menghancurkan, membunuh dan membinasakan. Semua yang berasal dari Iblis adalah kefasikan. Iblis menggunakan dosa yang dibalut dengan kenikmatan dan kesenangan semu, serta tawaran-tawaran 'berkat' yang tampak menggiurkan dan menyilaukan mata, tetapi di dalamnya penuh dengan jebakan yang mematikan. Iblis berusaha membelenggu manusia dan membutakan mata banyak orang dengan iming-iming duniawi.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikerjakan Yesus, semuanya adalah positif. Ia datang ke dunia dengan tujuan mencari dan menyelamatkan orang berdosa, memindahkan mereka dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, memberikan hidup berkelimpahan kepada barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Anehnya banyak orang lebih memihak Iblis dan berkompromi dengannya. Mereka termakan oleh bujuk rayu dan tipu muslihat Iblis yang menjanjikan berkat materi secara instan, padahal ujungnya menuju kepada kebinasaan. "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;" (Matius 7:13). Sementara sedikit orang mau mengikut jalan Tuhan, karena pikirnya untuk memperoleh berkat ada banyak sekali rambu-rambunya. "...karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:14).
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini tidak sedikit orang percaya yang turut terprovokasi Iblis. Ketika mengalami kesesakan karena masalah, mereka berani menyalahkan Tuhan dan mulai membanding-bandingkan diri dengan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup terberkati. Masakan kita hanya menginginkan berkat Tuhan tetapi tidak mau mengikuti aturan-Nya?
'Berkat' dari Iblis itu semu, di dalamnya terkandung jebakan mematikan!
Baca: Mazmur 37:1-15
"jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya." Mazmur 37:7
Firman Tuhan dengan begitu gamblang memberitahukan kepada kita bahwa Iblis adalah, "...pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44b). Segala hal yang dikerjakan Iblis semata-mata bertujuan mencuri, merampas, menghancurkan, membunuh dan membinasakan. Semua yang berasal dari Iblis adalah kefasikan. Iblis menggunakan dosa yang dibalut dengan kenikmatan dan kesenangan semu, serta tawaran-tawaran 'berkat' yang tampak menggiurkan dan menyilaukan mata, tetapi di dalamnya penuh dengan jebakan yang mematikan. Iblis berusaha membelenggu manusia dan membutakan mata banyak orang dengan iming-iming duniawi.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikerjakan Yesus, semuanya adalah positif. Ia datang ke dunia dengan tujuan mencari dan menyelamatkan orang berdosa, memindahkan mereka dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, memberikan hidup berkelimpahan kepada barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Anehnya banyak orang lebih memihak Iblis dan berkompromi dengannya. Mereka termakan oleh bujuk rayu dan tipu muslihat Iblis yang menjanjikan berkat materi secara instan, padahal ujungnya menuju kepada kebinasaan. "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;" (Matius 7:13). Sementara sedikit orang mau mengikut jalan Tuhan, karena pikirnya untuk memperoleh berkat ada banyak sekali rambu-rambunya. "...karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:14).
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini tidak sedikit orang percaya yang turut terprovokasi Iblis. Ketika mengalami kesesakan karena masalah, mereka berani menyalahkan Tuhan dan mulai membanding-bandingkan diri dengan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup terberkati. Masakan kita hanya menginginkan berkat Tuhan tetapi tidak mau mengikuti aturan-Nya?
'Berkat' dari Iblis itu semu, di dalamnya terkandung jebakan mematikan!
Wednesday, October 7, 2015
BERHEMAT BUKAN BERARTI KIKIR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2015
Baca: Amsal 28:20-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Orang yang kikir atau pelit pikirannya hanya terfokus kepada uang atau hartanya. "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21), sampai-sampai mereka tidak bisa nyenyak tidur dan selalu gelisah karena terus memikirkan bagaimana cara mengumpulkan uang atau harta sebanyak-banyaknya. "...kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." (Pengkotbah 5:11), tetapi susah sekali kalau harus mengeluarkan uang. Mengeluarkan uang untuk kepentingan diri sendiri saja serasa berat, apalagi mengeluarkan uang untuk berbagi dengan sesama atau membantu pekerjaan Tuhan, baginya adalah kerugian besar. Itulah ciri orang yang kikir atau pelit!
Kepada jemaat di Kolose rasul Paulus memperingatkan dengan keras, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala," (Kolose 3:5). Orang kikir sama seperti orang serakah. Berhati-hatilah, Alkitab menyatakan bahwa kikir termasuk dosa penyembahan berhala, karena orang kikir menempatkan uang, materi atau harta lebih dari segala-galanya. Dengan kata lain ia memberhalakan uang atau kekayaan. "Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9b-10).
Hari ini kita dihadapkan pada dua pilihan: menjadi orang kikir dan memperkaya diri sendiri tetapi tidak mendapatkan bagian dalam kerajaan sorga, ataukah menjadi orang yang murah hati dan suka memberi. Murah hati sama artinya berbuat baik kepada diri sendiri (baca Amsal 11:17). Ingat, "...kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Karena itu Rasul Paulus berpesan kepada Timotius agar ia memperingatkan orang-orang kaya di dunia ini supaya berbuat baik, kaya dalam kebajikan, suka memberi dan berbagi (baca 1 Timotius 6:18).
"Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." 2 Korintus 9:6
Baca: Amsal 28:20-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Orang yang kikir atau pelit pikirannya hanya terfokus kepada uang atau hartanya. "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21), sampai-sampai mereka tidak bisa nyenyak tidur dan selalu gelisah karena terus memikirkan bagaimana cara mengumpulkan uang atau harta sebanyak-banyaknya. "...kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." (Pengkotbah 5:11), tetapi susah sekali kalau harus mengeluarkan uang. Mengeluarkan uang untuk kepentingan diri sendiri saja serasa berat, apalagi mengeluarkan uang untuk berbagi dengan sesama atau membantu pekerjaan Tuhan, baginya adalah kerugian besar. Itulah ciri orang yang kikir atau pelit!
Kepada jemaat di Kolose rasul Paulus memperingatkan dengan keras, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala," (Kolose 3:5). Orang kikir sama seperti orang serakah. Berhati-hatilah, Alkitab menyatakan bahwa kikir termasuk dosa penyembahan berhala, karena orang kikir menempatkan uang, materi atau harta lebih dari segala-galanya. Dengan kata lain ia memberhalakan uang atau kekayaan. "Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah." (1 Korintus 6:9b-10).
Hari ini kita dihadapkan pada dua pilihan: menjadi orang kikir dan memperkaya diri sendiri tetapi tidak mendapatkan bagian dalam kerajaan sorga, ataukah menjadi orang yang murah hati dan suka memberi. Murah hati sama artinya berbuat baik kepada diri sendiri (baca Amsal 11:17). Ingat, "...kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Karena itu Rasul Paulus berpesan kepada Timotius agar ia memperingatkan orang-orang kaya di dunia ini supaya berbuat baik, kaya dalam kebajikan, suka memberi dan berbagi (baca 1 Timotius 6:18).
"Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." 2 Korintus 9:6
Tuesday, October 6, 2015
BERHEMAT BUKAN BERARTI KIKIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2015
Baca: Amsal 11:24-31
"Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." Amsal 11:24
Dunia mengajarkan prinsip hidup bahwa jika seseorang ingin hartanya bertambah atau kaya maka ia harus menghemat dan terus memperoleh. Prinsip berhemat itu bagus karena ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa hemat pangkal kaya. Hemat artinya kita berhati-hati dalam hal membelanjakan uang, cermat, tidak boros, tidak besar pasak daripada tiang; namun banyak orang yang karena berhasrat kuat ingin cepat kaya atau memiliki harta berlimpah menghemat begitu rupa dan cenderung menjadi orang yang sangat kikir. Mereka pun memegang prinsip adalah lebih baik menerima daripada memberi, karena dengan menerima berarti kita memperoleh pemasukan dan keuntungan, sementara kalau memberi berarti harus kehilangan sesuatu, ada yang dikorbankan dan itu merupakan sebuah kerugian besar.
Prinsip dunia itu sangat bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengajarkan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35). Justru orang yang diberkati adalah orang yang suka memberi dan menabur harta. Ayat nas menyatakan bahwa ada yang menyebar harta tetapi justru bertambah kaya. Sementara ada orang yang menghemat secara luar biasa namun selalu berkekurangan. Secara matematis orang yang menyebar harta seharusnya hartanya semakin berkurang dan lambat laun menjadi habis. Itulah sebabnya orang dunia menganggap ajaran tersebut sangat tidak masuk akal; dan menyedihkan lagi, banyak orang Kristen yang memilih untuk mengikuti prinsip dunia ini daripada apa yang Tuhan perintahkan.
Menurut 'Collins English Dictionary', cheapskate (pelit) as 'a miserly person' or "a stingy hoarder of money and possesions (often living miserably)": orang yang kikir atau pelit adalah orang yang sengsara atau menderita, penimbun uang dan harta benda; hati mereka terikat, diperhamba, dikuasai uang atau kekayaannnya. Tujuan hidupnya hanyalah mengumpulkan uang dan kekayaan, tapi mereka sendiri tidak menikmatinya karena tidak pernah merasa puas, selalu merasa kurang dengan apa yang ada. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). (Bersambung)
Baca: Amsal 11:24-31
"Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." Amsal 11:24
Dunia mengajarkan prinsip hidup bahwa jika seseorang ingin hartanya bertambah atau kaya maka ia harus menghemat dan terus memperoleh. Prinsip berhemat itu bagus karena ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa hemat pangkal kaya. Hemat artinya kita berhati-hati dalam hal membelanjakan uang, cermat, tidak boros, tidak besar pasak daripada tiang; namun banyak orang yang karena berhasrat kuat ingin cepat kaya atau memiliki harta berlimpah menghemat begitu rupa dan cenderung menjadi orang yang sangat kikir. Mereka pun memegang prinsip adalah lebih baik menerima daripada memberi, karena dengan menerima berarti kita memperoleh pemasukan dan keuntungan, sementara kalau memberi berarti harus kehilangan sesuatu, ada yang dikorbankan dan itu merupakan sebuah kerugian besar.
Prinsip dunia itu sangat bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengajarkan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35). Justru orang yang diberkati adalah orang yang suka memberi dan menabur harta. Ayat nas menyatakan bahwa ada yang menyebar harta tetapi justru bertambah kaya. Sementara ada orang yang menghemat secara luar biasa namun selalu berkekurangan. Secara matematis orang yang menyebar harta seharusnya hartanya semakin berkurang dan lambat laun menjadi habis. Itulah sebabnya orang dunia menganggap ajaran tersebut sangat tidak masuk akal; dan menyedihkan lagi, banyak orang Kristen yang memilih untuk mengikuti prinsip dunia ini daripada apa yang Tuhan perintahkan.
Menurut 'Collins English Dictionary', cheapskate (pelit) as 'a miserly person' or "a stingy hoarder of money and possesions (often living miserably)": orang yang kikir atau pelit adalah orang yang sengsara atau menderita, penimbun uang dan harta benda; hati mereka terikat, diperhamba, dikuasai uang atau kekayaannnya. Tujuan hidupnya hanyalah mengumpulkan uang dan kekayaan, tapi mereka sendiri tidak menikmatinya karena tidak pernah merasa puas, selalu merasa kurang dengan apa yang ada. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). (Bersambung)
Monday, October 5, 2015
PRIORITASKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2015
Baca: Keluaran 36:1-7
"Tetapi orang Israel itu masih terus membawa pemberian sukarela kepada Musa tiap-tiap pagi." Keluaran 36:3b
Alkitab menyatakan bahwa ketika memberikan persembahan untuk mendukung pembangunan Bait Suci orang-orang Israel membawa persembahannya tiap-tiap pagi. Kata tiap-tiap pagi menunjukkan bahwa mereka memprioritaskan Tuhan terlebih dahulu sebelum mereka melakukan aktivitas-aktivitas lain. Dengan kata lain mereka tidak memberikan dari sisa-sisa berkat yang telah diterimanya dan kemudian membawanya kepada Musa pada malam hari untuk dipersembahkan, tetapi mereka memberikannya tiap-tiap pagi. Mereka mengutamakan kepentingan rohani terlebih dahulu.
Persembahan kita akan berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya apabila kita menempatkan Tuhan sebagai prioritas kita. Oleh karena itu "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10). Bila semua orang percaya menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidupnya, baik itu dalam hal waktu, tenaga, pikiran, materi atau segala yang dimilikinya, maka pekerjaan Tuhan akan semakin dahsyat, Injil akan mampu menjangkau jiwa-jiwa di belahan bumi mana pun dan hamba-hamba Tuhan dapat menjalankan tugasnya sebagai penjala jiwa secara maksimal, sehingga banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan, dan nama Tuhan semakin ditinggikan dan dipermuliakan.
Setiap orang yang memprioritaskan Tuhan di segala aspek kehidupannya juga akan memperoleh berkat yang berkelimpahan, bahkan mampu menjadi saluran berkat bagi orang lain. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Persembahan yang sesuai firman Tuhan akan menciptakan berkat bukan hanya untuk kita secara pribadi, tapi juga berdampak terhadap perkembangan gereja dan pelayanan.
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33
Baca: Keluaran 36:1-7
"Tetapi orang Israel itu masih terus membawa pemberian sukarela kepada Musa tiap-tiap pagi." Keluaran 36:3b
Alkitab menyatakan bahwa ketika memberikan persembahan untuk mendukung pembangunan Bait Suci orang-orang Israel membawa persembahannya tiap-tiap pagi. Kata tiap-tiap pagi menunjukkan bahwa mereka memprioritaskan Tuhan terlebih dahulu sebelum mereka melakukan aktivitas-aktivitas lain. Dengan kata lain mereka tidak memberikan dari sisa-sisa berkat yang telah diterimanya dan kemudian membawanya kepada Musa pada malam hari untuk dipersembahkan, tetapi mereka memberikannya tiap-tiap pagi. Mereka mengutamakan kepentingan rohani terlebih dahulu.
Persembahan kita akan berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya apabila kita menempatkan Tuhan sebagai prioritas kita. Oleh karena itu "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10). Bila semua orang percaya menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidupnya, baik itu dalam hal waktu, tenaga, pikiran, materi atau segala yang dimilikinya, maka pekerjaan Tuhan akan semakin dahsyat, Injil akan mampu menjangkau jiwa-jiwa di belahan bumi mana pun dan hamba-hamba Tuhan dapat menjalankan tugasnya sebagai penjala jiwa secara maksimal, sehingga banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan, dan nama Tuhan semakin ditinggikan dan dipermuliakan.
Setiap orang yang memprioritaskan Tuhan di segala aspek kehidupannya juga akan memperoleh berkat yang berkelimpahan, bahkan mampu menjadi saluran berkat bagi orang lain. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Persembahan yang sesuai firman Tuhan akan menciptakan berkat bukan hanya untuk kita secara pribadi, tapi juga berdampak terhadap perkembangan gereja dan pelayanan.
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33
Sunday, October 4, 2015
PERSEMBAHAN: Apa Yang Kita Punyai
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2015
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu." 2 Korintus 8:12
Hal memberi seringkali masih menjadi ganjalan bagi banyak orang Kristen. Ketika harus mengembalikan persepuluhan, memberi persembahan untuk mendukung pelayanan, memberi untuk sesama yang membutuhkan, seringkali kita lakukan dengan berat hati; atau mungkin ada motivasi terselubung. Terkadang pula kita tergesa-gesa memikirkan kapan Tuhan segera membalas pemberian kita itu.
Memberi haruslah menjadi bagian hidup orang percaya. Hal memberi tidaklah selalu berhubungan dengan berapa besar nilai atau jumlahnya, tetapi selalu berhubungan dengan seberapa tulus hati kita terlibat dalam pemberian itu kembali. Mari kita belajar untuk memberi tanpa mengharapkan pemberian itu kembali. Kunci persembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah ketika kita memberi persembahan dengan rela hati. Selain itu, persembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah jika kita memberi berdasarkan apa yang kita punyai. Ketika membawa persembahan, orang-orang Israel tidak memberikan persembahan dalam jumlah yang sama, tapi sesuai dengan kemampuan mereka. Seringkali kita menunggu sampai mempunyai uang atau harta lebih baru mau memberikan persembahan. Tetapi begitu memiliki uang lebih kita pun berubah sikap dan berpikir ulang 1000x untuk memberi, bahkan kita berani 'mencuri' milik Tuhan.
"Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10).
Tuhan tidak pernah menuntut apa yang tidak kita punyai; yang ada pada kita, sekalipun sedikit, kalau dipersembahkan kepada Tuhan dengan sukarela menyenangkan hati Tuhan!
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu." 2 Korintus 8:12
Hal memberi seringkali masih menjadi ganjalan bagi banyak orang Kristen. Ketika harus mengembalikan persepuluhan, memberi persembahan untuk mendukung pelayanan, memberi untuk sesama yang membutuhkan, seringkali kita lakukan dengan berat hati; atau mungkin ada motivasi terselubung. Terkadang pula kita tergesa-gesa memikirkan kapan Tuhan segera membalas pemberian kita itu.
Memberi haruslah menjadi bagian hidup orang percaya. Hal memberi tidaklah selalu berhubungan dengan berapa besar nilai atau jumlahnya, tetapi selalu berhubungan dengan seberapa tulus hati kita terlibat dalam pemberian itu kembali. Mari kita belajar untuk memberi tanpa mengharapkan pemberian itu kembali. Kunci persembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah ketika kita memberi persembahan dengan rela hati. Selain itu, persembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah jika kita memberi berdasarkan apa yang kita punyai. Ketika membawa persembahan, orang-orang Israel tidak memberikan persembahan dalam jumlah yang sama, tapi sesuai dengan kemampuan mereka. Seringkali kita menunggu sampai mempunyai uang atau harta lebih baru mau memberikan persembahan. Tetapi begitu memiliki uang lebih kita pun berubah sikap dan berpikir ulang 1000x untuk memberi, bahkan kita berani 'mencuri' milik Tuhan.
"Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10).
Tuhan tidak pernah menuntut apa yang tidak kita punyai; yang ada pada kita, sekalipun sedikit, kalau dipersembahkan kepada Tuhan dengan sukarela menyenangkan hati Tuhan!
Saturday, October 3, 2015
CAKAP SAJA TIDAK CUKUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2015
Baca: Keluaran 35:30-35
"Ia telah memenuhi mereka dengan keahlian, untuk membuat segala macam pekerjaan seorang tukang, pekerjaan seorang ahli...yakni sebagai pelaksana segala macam pekerjaan dan perancang segala sesuatu." Keluaran 35:35
Keahlian atau kecakapan dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ketika seseorang ahli atau cakap dalam bidang tertentu maka karya yang dihasilkannya pun pasti akan berbeda dan luar biasa. Namun dalam hal melayani pekerjaan Tuhan keahlian atau kecakapan saja tidak cukup, diperlukan pula hati yang tergerak dan terbeban. Jika hanya mengandalkan keahlian atau kecakapan, seseorang cenderung akan menjadi performer, melayani sebagai sarana unjuk kebolehan, one man show. Banyak orang punya bakat atau talenta luar biasa tapi sedikit yang memiliki hati yang terbeban melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati.
Untuk mengerjakan proyek kudus-Nya Tuhan menunjuk: "...Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan, yakni untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga; untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan yang dirancang itu." (Keluaran 35:30-33). Arti nama Bezaleel: Tuhanlah perlindungan. Makna rohaninya: dalam menjalankan tugas pelayanan haruslah senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia. Ingat! Di luar Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu Tuhan juga memilih: "...Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar." (Keluaran 35:34). Nama Aholiab berarti: Bapa adalah kemahku. Ini berbicara tentang persekutuan yang karib dengan Tuhan.
Pelayanan kita tidak akan berdampak bila kita sendiri tidak suka berada di dalam hadirat-Nya, bergaul karib dengan Dia. Sepadat apa pun jadwal pelayanan jangan pernah kita meninggalkan persekutuan pribadi dengan Tuhan. Kepada Bezaleel dan Aholiab Tuhan memberikan keahlian di dalam hati mereka, terlebih karena mereka merespons panggilan Tuhan tersebut dengan sikap hati yang rela untuk melayani.
Karunia dan talenta plus hati yang rela adalah bekal melayani Tuhan secara maksimal.
Baca: Keluaran 35:30-35
"Ia telah memenuhi mereka dengan keahlian, untuk membuat segala macam pekerjaan seorang tukang, pekerjaan seorang ahli...yakni sebagai pelaksana segala macam pekerjaan dan perancang segala sesuatu." Keluaran 35:35
Keahlian atau kecakapan dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ketika seseorang ahli atau cakap dalam bidang tertentu maka karya yang dihasilkannya pun pasti akan berbeda dan luar biasa. Namun dalam hal melayani pekerjaan Tuhan keahlian atau kecakapan saja tidak cukup, diperlukan pula hati yang tergerak dan terbeban. Jika hanya mengandalkan keahlian atau kecakapan, seseorang cenderung akan menjadi performer, melayani sebagai sarana unjuk kebolehan, one man show. Banyak orang punya bakat atau talenta luar biasa tapi sedikit yang memiliki hati yang terbeban melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati.
Untuk mengerjakan proyek kudus-Nya Tuhan menunjuk: "...Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan, yakni untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga; untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan yang dirancang itu." (Keluaran 35:30-33). Arti nama Bezaleel: Tuhanlah perlindungan. Makna rohaninya: dalam menjalankan tugas pelayanan haruslah senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia. Ingat! Di luar Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu Tuhan juga memilih: "...Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar." (Keluaran 35:34). Nama Aholiab berarti: Bapa adalah kemahku. Ini berbicara tentang persekutuan yang karib dengan Tuhan.
Pelayanan kita tidak akan berdampak bila kita sendiri tidak suka berada di dalam hadirat-Nya, bergaul karib dengan Dia. Sepadat apa pun jadwal pelayanan jangan pernah kita meninggalkan persekutuan pribadi dengan Tuhan. Kepada Bezaleel dan Aholiab Tuhan memberikan keahlian di dalam hati mereka, terlebih karena mereka merespons panggilan Tuhan tersebut dengan sikap hati yang rela untuk melayani.
Karunia dan talenta plus hati yang rela adalah bekal melayani Tuhan secara maksimal.
Friday, October 2, 2015
HATI YANG TERGERAK: Mendatangkan Kelimpahan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2015
Baca: Keluaran 36:1-7
"Lalu Musa memanggil Bezaleel dan Aholiab dan setiap orang yang ahli, yang dalam hatinya telah ditanam TUHAN keahlian, setiap orang yang tergerak hatinya untuk datang melakukan pekerjaan itu." Keluaran 36:2
Tercatat demikian: "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (Keluaran 35:29). Orang-orang Israel membawa persembahan dalam keadaan bebas dari tekanan atau paksaan. Mereka memberi persembahan dengan sukarela sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan.
Persembahan itulah yang menyenangkan hati Tuhan sehingga mujizat pun terjadi, berkat terus mengalir sehingga orang-orang yang mengerjakan pembangunan Kemah Suci berkata, "Rakyat membawa lebih banyak dari yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan TUHAN untuk dilakukan." (ayat 5). Sampai-sampai Musa harus membuat pengumuman: "Tidak usah lagi ada orang laki-laki atau perempuan yang membuat sesuatu menjadi persembahan khusus bagi tempat kudus. Demikianlah rakyat itu dicegah membawa persembahan lagi. Sebab bahan yang diperlukan mereka telah cukup untuk melakukan segala pekerjaan itu, bahkan berlebih." (ayat 6-7).
Di zaman Perjanjian Baru persembahan sukarela juga di tunjukkan oleh Zakheus: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin..." (Lukas 19:8), persembahan yang tanpa direncanakan, tapi digerakkan oleh Roh Kudus. Demikian juga jemaat di Filipi, memberikan persembahan secara sukarela untuk mendukung pelayanan Paulus: "Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah." (Filipi 4:18). Persembahan sukarela hanya terjadi karena gerakan atau dorongan Roh Kudus atau seseorang. Sukarela adalah dasar persembahan yang diberkati Tuhan!
"Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." 2 Korintus 9:8
Baca: Keluaran 36:1-7
"Lalu Musa memanggil Bezaleel dan Aholiab dan setiap orang yang ahli, yang dalam hatinya telah ditanam TUHAN keahlian, setiap orang yang tergerak hatinya untuk datang melakukan pekerjaan itu." Keluaran 36:2
Tercatat demikian: "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (Keluaran 35:29). Orang-orang Israel membawa persembahan dalam keadaan bebas dari tekanan atau paksaan. Mereka memberi persembahan dengan sukarela sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan.
Persembahan itulah yang menyenangkan hati Tuhan sehingga mujizat pun terjadi, berkat terus mengalir sehingga orang-orang yang mengerjakan pembangunan Kemah Suci berkata, "Rakyat membawa lebih banyak dari yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan TUHAN untuk dilakukan." (ayat 5). Sampai-sampai Musa harus membuat pengumuman: "Tidak usah lagi ada orang laki-laki atau perempuan yang membuat sesuatu menjadi persembahan khusus bagi tempat kudus. Demikianlah rakyat itu dicegah membawa persembahan lagi. Sebab bahan yang diperlukan mereka telah cukup untuk melakukan segala pekerjaan itu, bahkan berlebih." (ayat 6-7).
Di zaman Perjanjian Baru persembahan sukarela juga di tunjukkan oleh Zakheus: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin..." (Lukas 19:8), persembahan yang tanpa direncanakan, tapi digerakkan oleh Roh Kudus. Demikian juga jemaat di Filipi, memberikan persembahan secara sukarela untuk mendukung pelayanan Paulus: "Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah." (Filipi 4:18). Persembahan sukarela hanya terjadi karena gerakan atau dorongan Roh Kudus atau seseorang. Sukarela adalah dasar persembahan yang diberkati Tuhan!
"Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." 2 Korintus 9:8
Thursday, October 1, 2015
HATI YANG TERGERAK: Persembahan Berkenan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2015
Baca: Keluaran 35:4-29
"Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN:" Keluaran 35:5
Sebagaimana disampaikan Musa kepada umat Israel, persembahan yang berkenan di hati Tuhan bukanlah dilihat dari nominalnya, melainkan yang keluar dari hati yang tergerak, dilakukan dengan sukarela, bukan dalam keadaan terpaksa atau berat hati. Terpaksa adalah berbuat di luar kemauan sendiri karena terdesak oleh keadaan atau pihak lain. Rasul Paulus juga menegaskan, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7).
Setelah mendengar nasihat Musa itu setiap orang tergerak hatinya untuk mempersembahkan barang-barang yang dimilikinya untuk mendukung pekerjaan Tuhan, dalam rangka pembangunan Kemah Suci. "Lalu pergilah segenap jemaah Israel dari depan Musa. Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu." (Keluaran 35:20-21). Musa tidak memanggil semua orang untuk memberikan persembahan, tetapi hanya mereka yang tergerak hatinya saja. Mengapa? Karena untuk melakukan pekerjaan Tuhan atau melayani Dia diperlukan hati yang rela terbeban, bukan karena terpaksa. Adapun persembahan kepada Tuhan itu tidak terbatas pada materi atau uang saja, namun termasuk melayani atau mengerjakan sesuatu untuk Tuhan dengan mempersembahkan waktu, tenaga, pikiran dan seluruh keberadaan hidup kita, "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Tuhan tidak melihat seberapa besar persembahan materi atau seberapa hebat seseorang mengerjakan sesuatu untuk Tuhan, tetapi yang Dia cari dan inginkan dari umat-Nya adalah hati yang tergerak. Itulah persembahan yang harum di hadapan Tuhan.
Hati yang tergerak dan penuh kerelaan adalah kunci memberi persembahan bagi Tuhan!
Baca: Keluaran 35:4-29
"Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN:" Keluaran 35:5
Sebagaimana disampaikan Musa kepada umat Israel, persembahan yang berkenan di hati Tuhan bukanlah dilihat dari nominalnya, melainkan yang keluar dari hati yang tergerak, dilakukan dengan sukarela, bukan dalam keadaan terpaksa atau berat hati. Terpaksa adalah berbuat di luar kemauan sendiri karena terdesak oleh keadaan atau pihak lain. Rasul Paulus juga menegaskan, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7).
Setelah mendengar nasihat Musa itu setiap orang tergerak hatinya untuk mempersembahkan barang-barang yang dimilikinya untuk mendukung pekerjaan Tuhan, dalam rangka pembangunan Kemah Suci. "Lalu pergilah segenap jemaah Israel dari depan Musa. Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu." (Keluaran 35:20-21). Musa tidak memanggil semua orang untuk memberikan persembahan, tetapi hanya mereka yang tergerak hatinya saja. Mengapa? Karena untuk melakukan pekerjaan Tuhan atau melayani Dia diperlukan hati yang rela terbeban, bukan karena terpaksa. Adapun persembahan kepada Tuhan itu tidak terbatas pada materi atau uang saja, namun termasuk melayani atau mengerjakan sesuatu untuk Tuhan dengan mempersembahkan waktu, tenaga, pikiran dan seluruh keberadaan hidup kita, "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Tuhan tidak melihat seberapa besar persembahan materi atau seberapa hebat seseorang mengerjakan sesuatu untuk Tuhan, tetapi yang Dia cari dan inginkan dari umat-Nya adalah hati yang tergerak. Itulah persembahan yang harum di hadapan Tuhan.
Hati yang tergerak dan penuh kerelaan adalah kunci memberi persembahan bagi Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)