Showing posts with label Samuel. Show all posts
Showing posts with label Samuel. Show all posts

Friday, August 14, 2009

Bisakah Kita Menguasai Diri?

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2009 -

Baca: Amsal 25:1-28

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28

Dahulu kala kota-kota selalu dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Tembok tersebut berfungsi sebagai benteng perlindungan yang kuat terhadap serangan musuh. Apabila tembok tersebut runtuh musuh dapat dengan mudahnya memasuki kota itu dan mendudukinya. Begitu juga orang yang kehilangan penguasaan diri akan menjadi sasaran empuk Iblis. Kehidupannya akan mudah tergoncang dan tidak pernah merasa aman, karena ia telah ditawan dan diperdaya oleh Iblis, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8b).
Penguasaan diri dalam segala hal sangat penting bagi anak-anak Tuhan. Orang yang memiliki penguasaan diri mampu mengendalikan diri, menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan dapat mendisiplinkan diri sendiri. Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang memiliki penguasaan diri. Daud dapat menguasai diri sehingga engga membunuh Saul meskipun ia memiliki kesempatan balas dengan terhadap kejahatan yang dilakukan Sauld terhadapnya. Saat melihat Saul berada di dalam gua, "...berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: 'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.' " (1 Samuel 24:6-7). Yusuf, pemuda yang takut akan Tuhan, digoda dan dibujuk oleh istri Potifar, "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (Kejadian 39:12). Yusuf dapat menguasai dirinya dari perangkap istri tuannya itu dan menjaga kekudusan dengan tidak mencemarkan diri. Itulah sebabnya kehidupan Yusuf semakin berkenan di hadapan Tuhan.
Penguasaan diri tidak datang dengan sendirinya namun melalui suatu proses yaitu tunduk pada pimpinan Roh Kudus; tanpaNya mustahil kita dapat menguasai diri terhadap musuh.

Tinggal dalam fimanNya dan mengijinkan Roh Kudus bekerja adalah kunci untuk memiliki penguasaan diri!

Wednesday, August 5, 2009

Mefiboset: Yang Dipulihkan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2009 -

Baca: 2 Samuel 9:1-13

"Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." 2 Samuel 9:7

Ketika Daud menjadi raja Israel menggantikan Saul, ia teringat keluarga Yonatan, sahabatnya, dan juga perjanjian dengannya semasa ia masih hidup seperti dikatakan Yonatan kala itu, "Jika aku masih hidup, bukankah engkau akan menunjukkan kepadaku kasih setia TUHAN? Tetapi jika aku sudah mati, janganlah engkau memutuskan kasih setiamu terhadap keturunanku sampai selamanya." (1 Samuel 20:14-15a). Itulah sebabnya ketika orang mengabarkan bahwa Mefiboset, salah satu keluarga Saul, masih hidup segera Daud mengundangnya ke istana. Setelah bertemu Daud "...sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?' " (ayat 8 dari 2 Samuel 9). Mefiboset merasa tidak layak datang kepada Daud, bahkan ia manyamakan dirinya seperti anjing mati yang tidak berguna; ia sudah kehilangan jati dirinya karena sekian lama telah terbuang.
Apa yang dilakukan Daud terhadapnya seperti mimpi yang menjadi kenyataan, laksana hujan yang menghapus kegersangan hati. Citra diri Mefiboset yang negatif berubah karena uluran tangan kasih Daud. Perhatian Daud memberikan pengharapan baru, semangat hidupnya kembali timbul karena merasa dihargai; Daud telah membuatnya merasa diterima dan memberinya rasa aman yang lama ia rindukan. Daud berkata, "Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ayat 3 dari 2 Samuel 9). Namun Daud menegaskan semuanya itu bukan karena kehebatan dan kebaikannya sendiri, melainkan karena tuntunan Tuhan semata. Ia telah terlebih dahulu mengalami pertolongan dan kebaikan Tuhan yang begitu melimpah supaya ia pun dapat menyalurkan kasih itu kepada Mefiboset.
Bila saat ini situasi kita sulit seperti Mefiboset, jangan pernah merasa hidup kita tidak berharga. Ingat, ada satu Pribadi yang sangat memperhatikan dan mengasihi kita. Di tanganNya ada pemulihan, masa depan, pengharapan pasti: Ia adalah Yesus!

PengorbananNya di kayu salib menjadi bukti Ia sangat mengasihi kita; Ialah yang sanggup menyembuhkan luka-luka batin kita.

Tuesday, August 4, 2009

Mefiboset: Yang Terluka

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2009 -

Baca: 2 Samuel 9:1-13

"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?' " 2 Samuel 9:8

Siapakah Mefiboset? Dia adalah cucu raja Saul, putra Yonatan sahabat Daud. Masa kecil Mefiboset dihabiskan di dalam lingkungan istana: kemewahan, kemegahan dan kemakuran sudah menjadi pemandangan sehari-hari baginya. Secara materi Mefiboset tidak kekurangan suatu apa pun, bahkan lebih dan berlimpah, sehingga bisa dikatakan bahwa ia seorang anak yang beruntung dan bermasa depan cerah.
Namun suatu peristiwa telah membuyarkan semua masa depannya. Segala kemegahan dan kemuliaan yang biasa dinikmatinya sebagai keluar istana dalam waktu sekejap lenyap. Mefiboset telah kehilangan orang-orang yang dicintainya: ayahnya (Yonatan), kakeknya (raja Saul) dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka tewas di medan peperangan saat melawan orang Filistin. Ketika itu "Orang Filistin terus mengejar Saul dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul. Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya sama-sama mati pada hari itu." (2 Samuel 31:2,6).
Saat berita kematian rombongan Saul itu sampai ke istana, kekecauan dan kepanikan melanda seluruh orang di istana. Mefiboset yang pada waktu itu masih berumur lima tahun sampai-sampai terjaduh dari gendongan inang pengasuhnya. Akibatnya ia mengalami cacat permanen, kedua kakinya menjadi timpang. Ia tidak dapat lagi menikmati masa kecil dan remaja sebagaimana layaknya anak-anak normal lainnya. Mefiboset tumbuh sebagai orang yang cacat dan terluka batinnya, apalagi ia harus keluar dari istana dalam situasi pelarian. Tidak ada lagi figur seorang ayag yang bisa dibanggakan dan memberinya perlindangan. Kegagahan dan kepahlawanan Yonatan (ayahnya) kini hanyalah kenangan indah belaka. Begitu juga berita tentang kakeknya (raja Saul) yang tidak lebih dari seorang raja Israel yang gagal dan tidak berkenan kepada Tuhan. Serang lengkap sudah penderitaan batin yang harus dialami Metaboset. Perasaan malu dan tidak berharga terus menghantui pikirannya. Masa lalu yang kelam kini menghalangi langkahnya untuk menatap hari esok. Sepertinya masa depan dan harapannya pun sudah sirna (Berlanjut)

Thursday, July 30, 2009

Masalah Hati

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2009 -

Baca: Amsal 27:1-20

"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Amsal 27:19

Adalah tidak mudah ketika seseorang ingin mengevaluasi diri sendiri karena menyangkut kejujuran, yang merupakan unsur utama dalam melakukan evaluasi. Kendala terbesar yang menjadi penghalang ketika seseorang melakukan evaluasi diri adalah adanya keakuan yang besar, kesombongan diri, kemunafikan atau keengganan untuk berubah. Tidak banyak orang yang mau mengevaluasi diri tentang kondisi hatinya, karena hal ini membutuhkan kerendahan hatinya. Seringkali kita berpura-pura dan berusaha menutup-nutupi hati kita dengan berbagai upaya agar orang ain tidak tahu yang sebenarnya. Ingat! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mati, tapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mari kita belajar dari hidup Daud yang tidak pernah berhenti memohon kepada Tuhan agar Ia senantiasa menyelidiki hatinya. Seru Daud, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23).
Hati dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan karena segala tindakan kita berasal dari pikiran, termasuk di dalamnya perbuatan dosa. Apakah kita telah menggunakan pikiran kita secara efektif dan benar? Apakah kita sedang memikirkan kejelekan orang lain? Ataukah kita sedang merancang kejahatan di dalam hati kita? Sudahkah kita melakukan nasihat Paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2)? Hati kita ibarat sehelai kanvas yang akan terbentuk coraknya sesuai cat yang disapukan ke atasnya. Impian dan keinginan hati manusia ibarat catnya dan apabila kita menyapukan kuas iman dan mulai mengecat di atas kanvas hati kita, terwujudlah apa yang Tuhan nyatakan bagi kita melalui iman dan tindakan kita.
Apa yang seharusnya ada dalam pikiran kita? Baca Filipi 4:8. Bila hati kita masih dipenuhi dengan segala jenis kejahatan (baca Matius 15:19), ketakutan, kekuatiran dan juga kedegilan, datanglah segera kepada Tuhan, akuilah dengan jujur dan mohonlah agar Tuhan menyelidiki hati kita, maka Dia pasti sanggup memulihkan!

"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Amsal 4:23

Sunday, July 5, 2009

Karena Urapan dan Penyertaan Tuhan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2009 -


"Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." 1 Samuel 16:23

Saat menggembalakan domba-dombanya di padang belantara, Daud memiliki banyak waktu merenungkan banyak hal: kebaikan Tuhan, pertolongan dan juga penyertaanNya yang ajaib. Saat-saat itu pula Daud menaikkan pujian dan nyanyian syukur kepada Tuhan dengan iringan kecapi yang ia mainkan.

Berita tentang kemahiran Daud memainkan kecapi terdengar di mana-mana, bahkan sampai di istana raja Saul. Ketika Raja Saul diganggu roh jahat, orang-orangnya di istana berusaha mencari cara bagaimana supaya roh jahat itu menjauh dan tidak mengganggu sang raja. Para hamba menyarankan agar Saul segera mencari orang yang pandai memainkan kecapa supaya ia merasa nyaman. Salah satu dari mereka pun berkata, "...salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia." (ayat 18). Akhirnya "...Demikianlah Daud sampai kepada Saul dan menjadi pelayannya. Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." (ayat 21a, 23).

Apa istimewanya kecapi Daud? Apakah karena kecapinya dirancang khusus dan berharga mahal? Bukan! Bukan kualitas kecapinya sehingga roh jahat pergi, tetapi tergantung siapa yang memainkannya. Daud, selain sangat ahli memainkan kecapi, kehidupannya di urapi Tuhan. Itulah kunci utama mengapa permainan kecapi Daud penuh kuasa dan mampu mengalahkan roh jahat. Ada kekuatan adikodrati yang menyertai Daud.

Untuk mengalami kauasa dan penyertaan Tuhan seperti Daud ini tidaklah mudah. Ini adalah hasil dari keintiman Daud dengan Tuhan. Daud selalu berusaha agar hidupnya senantiasa menyenangkan hati Tuhan. Dan saat seseorang bergaul karib dengan Tuhan inilah saat Ia mengimpartasikan urapan dan kuasaNya.

Bila hidup kita dipenuhi Roh Tuhan, di mana pun kita berada, selalu membawa dampak positif!