Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2019
Baca: Amsal 27:1-27
"Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." Amsal 27:1
Hanya dalam hitungan jam saja tahun 2019 akan kita tinggalkan, sebab hari yang sedang kita jalani ini adalah hari terakhir. Hanya karena penyertaan dan anugerah Tuhan semata kita bisa melewati hari-hari yang berat di sepanjang tahun 2019. Tanpa campur tangan Tuhan kita tidak akan bisa hidup sampai hari ini. "Aku ada saat ini semuanya karena kasih-Mu, aku hidup hari ini semua berkat kemurahan-Mu." (kutipan lagi 'Berkat Kemurahan-Mu' oleh NDC). Tidak ada kata yang terucap selain kita berkata, "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." (Mazmur 106:1), "...dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).
Banyak orang menyambut malam pergantian tahun dengan menggelar berbagai pesta. Itu boleh-boleh saja! Tapi jangan sampai hal itu membuat kita terlena karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di esok hari, "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap
dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam
jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang,
kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Hal terbaik yang harus kita lakukan adalah mengoreksi dan mengevaluasi diri. Flashback ke belakang sejenak! Di sepanjang tahun 2019 apakah kehidupan Saudara sudah berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya? Apakah selama ini kita hidup mengandalkan kekuatan sendiri dan tidak pernah melibatkan Tuhan?
Maka dari itu "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (ayat nas). Kita tidak tahu apa yang terjadi di tahun 2020 nanti karena hari esok berada di luar kendali kita. Tak perlu takut menghadapi hari esok karena Tuhan adalah jaminan hidup kita, asalkan kita mau hidup dipimpin Roh Kudus dan berjalan bersama-Nya hari lepas hari. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23).
Hari esok adalah hari yang penuh harapan bagi orang-orang yang senantiasa hidup mengandalkan Tuhan.
Tuesday, December 31, 2019
Monday, December 30, 2019
MENJADI ORANG-ORANG TERJAJAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2019
Baca: Keluaran 1:1-22
"Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa:" Keluaran 1:11
Bangsa Indonesia pernah mengalami masa-masa suram di waktu lalu yaitu ketika dijajah oleh bangsa lain. Sejarah mencatat ada beberapa negara yang pernah menjajah Indonesia: Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang. Saat berada dalam penjajahan, rakyat Indonesia benar-benar mengalami penderitaan lahir dan batin karena berada di bawah kekuasaan bangsa lain, alias diperbudak oleh bangsa lain. Penderitaan yang dialami rakyat Indonesia antara lain: 1. Romusha. Panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang. 2. Rodi. Kerja paksa tanpa pemberian upah bagi orang Indonesia pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Jauh sebelumnya Alkitab mencatat bahwa bangsa Israel mengalami masa-masa terberat dan bahkan berada di posisi terendah yaitu menjadi budak di negeri Mesir. Seperti tertulis: "...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:13-14). Tidak hanya itu, bangsa Israel juga mengalami aniaya ketika mereka jatuh dalam dosa dan penyembahan berhala, karena mereka harus mengalami pembuangan di Babel dan kembali menjalani kerja paksa.
Inilah gambaran tentang kehidupan orang-orang yang berada di luar Kristus! Mereka masih hidup di dalam 'penjajahan' karena dosa masih mengikat, membelenggu, memperbudak, dan menguasai kehidupannya. Satu-satunya jalan untuk bisa terbebas dari ikatan belenggu dosa dan menjadi orang-orang yang 'merdeka' adalah datang kepada Kristus dan percaya kepada-Nya. Mengapa kita harus datang kepada Kristus? Karena hanya Kristus saja yang sanggup membebaskan, melepaskan dan memerdekakan manusia dari segala belenggu dosa. Karya Kristus di atas kalvari adalah bukti bahwa melalui pengorbanan-Nya segala kutuk dosa telah dipatahkan! "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36).
"...Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." Galatia 5:1
Baca: Keluaran 1:1-22
"Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa:" Keluaran 1:11
Bangsa Indonesia pernah mengalami masa-masa suram di waktu lalu yaitu ketika dijajah oleh bangsa lain. Sejarah mencatat ada beberapa negara yang pernah menjajah Indonesia: Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang. Saat berada dalam penjajahan, rakyat Indonesia benar-benar mengalami penderitaan lahir dan batin karena berada di bawah kekuasaan bangsa lain, alias diperbudak oleh bangsa lain. Penderitaan yang dialami rakyat Indonesia antara lain: 1. Romusha. Panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang. 2. Rodi. Kerja paksa tanpa pemberian upah bagi orang Indonesia pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Jauh sebelumnya Alkitab mencatat bahwa bangsa Israel mengalami masa-masa terberat dan bahkan berada di posisi terendah yaitu menjadi budak di negeri Mesir. Seperti tertulis: "...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:13-14). Tidak hanya itu, bangsa Israel juga mengalami aniaya ketika mereka jatuh dalam dosa dan penyembahan berhala, karena mereka harus mengalami pembuangan di Babel dan kembali menjalani kerja paksa.
Inilah gambaran tentang kehidupan orang-orang yang berada di luar Kristus! Mereka masih hidup di dalam 'penjajahan' karena dosa masih mengikat, membelenggu, memperbudak, dan menguasai kehidupannya. Satu-satunya jalan untuk bisa terbebas dari ikatan belenggu dosa dan menjadi orang-orang yang 'merdeka' adalah datang kepada Kristus dan percaya kepada-Nya. Mengapa kita harus datang kepada Kristus? Karena hanya Kristus saja yang sanggup membebaskan, melepaskan dan memerdekakan manusia dari segala belenggu dosa. Karya Kristus di atas kalvari adalah bukti bahwa melalui pengorbanan-Nya segala kutuk dosa telah dipatahkan! "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36).
"...Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." Galatia 5:1
Sunday, December 29, 2019
PENCOBAAN SEBAGAI WARNA KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Desember 2019
Baca: Yakobus 1:12-18
"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." Yakobus 1:12
Mendengar kata 'pencobaan' yang terbayang di pikiran kita adalah sesuatu yang dirasa berat, tidak mengenakkan, sangat menyakitkan, dan memaksa kita untuk berjuang. Sebagai orang percaya kita tak perlu takut bila harus menghadapi berbagai pencobaan, sebab firman Tuhan sudah menegaskan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami itu tidak akan melebihi kekuatan kita: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Berdasarkan ayat ini ada tiga karakteristik pencobaan yaitu: biasa, tidak melebihi kekuatan dan selalu ada jalan keluarnya.
Yakobus menasihati kita untuk tetap berbahagia sekalipun berada dalam pencobaan. Bagaimana bisa? Umumnya orang akan berbahagia bila ia dalam keadaan baik dan terbebas dari masalah dan kesulitan, bukan orang yang sedang dalam pencobaan. Ayat nas di atas jangan hanya dibaca sepenggal, karena masih ada kelanjutannya yaitu: "...ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (ayat nas). Saat dalam pencobaan kita berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi memedulikan kita. Padahal bila kita mau merenung sejenak, ada hikmah di balik pencobaan, yaitu Tuhan sedang menuntun kita untuk semakin mendekat kepada-Nya dan mengajar kita untuk mengerti kehendak-Nya.
Berbahagialah dan bersyukurlah bila kita dalam pencobaan, itu artinya Tuhan sedang memusatkan perhatian-Nya kepada kita dan merancang hal-hal yang besar atas hidup kita. Karena itu tetaplah bersandar dan percaya penuh kepada kehendak dan rencana Tuhan, karena kehendak dan rencana-Nya tidak pernah gagal dan selalu yang terbaik untuk hidup kita. Melalui pencobaan Tuhan sedang 'membersihkan' kita seperti ranting-ranting, supaya dapat berbuah lebih lebat lagi (Yohanes 15:2).
Di balik pencobaan yang kita alami, Tuhan selalu punya rencana yang baik!
Baca: Yakobus 1:12-18
"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." Yakobus 1:12
Mendengar kata 'pencobaan' yang terbayang di pikiran kita adalah sesuatu yang dirasa berat, tidak mengenakkan, sangat menyakitkan, dan memaksa kita untuk berjuang. Sebagai orang percaya kita tak perlu takut bila harus menghadapi berbagai pencobaan, sebab firman Tuhan sudah menegaskan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami itu tidak akan melebihi kekuatan kita: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Berdasarkan ayat ini ada tiga karakteristik pencobaan yaitu: biasa, tidak melebihi kekuatan dan selalu ada jalan keluarnya.
Yakobus menasihati kita untuk tetap berbahagia sekalipun berada dalam pencobaan. Bagaimana bisa? Umumnya orang akan berbahagia bila ia dalam keadaan baik dan terbebas dari masalah dan kesulitan, bukan orang yang sedang dalam pencobaan. Ayat nas di atas jangan hanya dibaca sepenggal, karena masih ada kelanjutannya yaitu: "...ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (ayat nas). Saat dalam pencobaan kita berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi memedulikan kita. Padahal bila kita mau merenung sejenak, ada hikmah di balik pencobaan, yaitu Tuhan sedang menuntun kita untuk semakin mendekat kepada-Nya dan mengajar kita untuk mengerti kehendak-Nya.
Berbahagialah dan bersyukurlah bila kita dalam pencobaan, itu artinya Tuhan sedang memusatkan perhatian-Nya kepada kita dan merancang hal-hal yang besar atas hidup kita. Karena itu tetaplah bersandar dan percaya penuh kepada kehendak dan rencana Tuhan, karena kehendak dan rencana-Nya tidak pernah gagal dan selalu yang terbaik untuk hidup kita. Melalui pencobaan Tuhan sedang 'membersihkan' kita seperti ranting-ranting, supaya dapat berbuah lebih lebat lagi (Yohanes 15:2).
Di balik pencobaan yang kita alami, Tuhan selalu punya rencana yang baik!
Saturday, December 28, 2019
MEMBERITAKAN INJIL ADALAH KEHARUSAN BAGIKU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2019
Baca: 1 Korintus 9:15-23
"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." 1 Korintus 9:16
Tuhan memberikan perintah kepada semua orang percaya, tanpa terkecuali, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan! Sudahkah kita merespons panggilan Tuhan ini? Tuaian banyak, tetapi pekerja sedikit (Matius 9:37).
Hal mengerjakan Amanat Agung ini rasul Paulus adalah salah seorang pemberita Injil yang patut dan layak menjadi panutan kita semua. Komitmen dan dedikasi Paulus dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini tak perlu diragukan lagi. Bagi Paulus, memberitakan Injil atau melayani Tuhan adalah "...Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (ayat nas). Ia punya tekad: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21), bahkan: "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." (1 Korintus 9:19). Ungkapan 'menjadikan diriku hamba dari semua orang' menunjukkan bahwa dalam segala hal rasul Paulus belajar untuk meneladani Kristus. Kristus berfirman, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26b-28).
Dalam memberitakan Injil Paulus tidak bersikap kaku/keras, tetapi ia belajar untuk peka terhadap keadaan orang yang hendak dilayaninya serta berusaha menyesuaikan diri, agar dapat diterima dengan baik. Bukan berarti Paulus berkompromi dengan cara hidup mereka yang tidak berkenan kepada Tuhan. Penyesuaian diri Paulus hanya terbatas pada hal-hal yang bukan prinsip atau yang tidak bertentangan dengan firman.
Selagi masih ada kesempatan biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan!
Baca: 1 Korintus 9:15-23
"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." 1 Korintus 9:16
Tuhan memberikan perintah kepada semua orang percaya, tanpa terkecuali, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan! Sudahkah kita merespons panggilan Tuhan ini? Tuaian banyak, tetapi pekerja sedikit (Matius 9:37).
Hal mengerjakan Amanat Agung ini rasul Paulus adalah salah seorang pemberita Injil yang patut dan layak menjadi panutan kita semua. Komitmen dan dedikasi Paulus dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini tak perlu diragukan lagi. Bagi Paulus, memberitakan Injil atau melayani Tuhan adalah "...Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (ayat nas). Ia punya tekad: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21), bahkan: "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." (1 Korintus 9:19). Ungkapan 'menjadikan diriku hamba dari semua orang' menunjukkan bahwa dalam segala hal rasul Paulus belajar untuk meneladani Kristus. Kristus berfirman, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:26b-28).
Dalam memberitakan Injil Paulus tidak bersikap kaku/keras, tetapi ia belajar untuk peka terhadap keadaan orang yang hendak dilayaninya serta berusaha menyesuaikan diri, agar dapat diterima dengan baik. Bukan berarti Paulus berkompromi dengan cara hidup mereka yang tidak berkenan kepada Tuhan. Penyesuaian diri Paulus hanya terbatas pada hal-hal yang bukan prinsip atau yang tidak bertentangan dengan firman.
Selagi masih ada kesempatan biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan!
Friday, December 27, 2019
PENUHI HARI-HARIMU DENGAN PUJIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2019
Baca: Mazmur 145:1-21
"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 145:2
Orang Kristen duniawi adalah orang Kristen yang berjalan di bawah kendali pancaindranya, alias hidup menurut apa yang dilihatnya secara kasat mata, bukan karena iman percaya. Akibatnya situasi atau keadaan selalu memengaruhi sikap hatinya. Karena kondisi hatinya sangat ditentukan oleh situasi atau keadaan, maka ia tidak memiliki kehidupan pujian dalam kesehariannya. Tak mengherankan bila ia jarang sekali dan tidak terbiasa memuji-muji Tuhan setiap waktu...kalaupun ada pujian keluar dari bibirnya hanyalah terjadi saat berada di dalam gedung gereja, saat ibadah berlangsung.
Puji-pujian seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup orang percaya, sebab pujian adalah pintu gerbang utama untuk kita masuk ke dalam hadirat Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:4-5). Sejak dari semula Tuhan menciptakan manusia untuk bersekutu dengan-Nya, untuk memuji dan meninggikan kebesaran-Nya. Namun dalam praktik hidup sehari-hari banyak orang Kristen jarang sekali membalas kebaikan dan kasih Tuhan, sekalipun hanya lewat puji-pujian. Sebaliknya kita membalas kasih dan kebaikan Tuhan, dengan pemberontakan dan ketidaktaatan. Tapi begitu terjepit masalah, dengan secepat kilat kita mencari Tuhan, berseru-seru kepada-Nya dan bahkan langsung menyalahkan Tuhan.
Seperti halnya bangsa Israel, sekalipun mereka mengalami banyak pertolongan dan mujizat dari Tuhan, bukan puji-pujian yang keluar dari mulut mereka, melainkan keluhan dan sungut-sungut. Semakin kita mengeluh dan bersungut-sungut kepada Tuhan semakin kita menghalangi kuasa Tuhan bekerja, semakin kita menutup rapat-rapat pintu berkat bagi kita sendiri. Padahal pujian adalah ekspresi dari iman kita kepada Tuhan dan Tuhan sangat tergerak hati saat mendengar pujian yang dinaikkan ke hadirat-Nya, "...Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan karena ada kuasa di dalamnya!
Baca: Mazmur 145:1-21
"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 145:2
Orang Kristen duniawi adalah orang Kristen yang berjalan di bawah kendali pancaindranya, alias hidup menurut apa yang dilihatnya secara kasat mata, bukan karena iman percaya. Akibatnya situasi atau keadaan selalu memengaruhi sikap hatinya. Karena kondisi hatinya sangat ditentukan oleh situasi atau keadaan, maka ia tidak memiliki kehidupan pujian dalam kesehariannya. Tak mengherankan bila ia jarang sekali dan tidak terbiasa memuji-muji Tuhan setiap waktu...kalaupun ada pujian keluar dari bibirnya hanyalah terjadi saat berada di dalam gedung gereja, saat ibadah berlangsung.
Puji-pujian seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup orang percaya, sebab pujian adalah pintu gerbang utama untuk kita masuk ke dalam hadirat Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:4-5). Sejak dari semula Tuhan menciptakan manusia untuk bersekutu dengan-Nya, untuk memuji dan meninggikan kebesaran-Nya. Namun dalam praktik hidup sehari-hari banyak orang Kristen jarang sekali membalas kebaikan dan kasih Tuhan, sekalipun hanya lewat puji-pujian. Sebaliknya kita membalas kasih dan kebaikan Tuhan, dengan pemberontakan dan ketidaktaatan. Tapi begitu terjepit masalah, dengan secepat kilat kita mencari Tuhan, berseru-seru kepada-Nya dan bahkan langsung menyalahkan Tuhan.
Seperti halnya bangsa Israel, sekalipun mereka mengalami banyak pertolongan dan mujizat dari Tuhan, bukan puji-pujian yang keluar dari mulut mereka, melainkan keluhan dan sungut-sungut. Semakin kita mengeluh dan bersungut-sungut kepada Tuhan semakin kita menghalangi kuasa Tuhan bekerja, semakin kita menutup rapat-rapat pintu berkat bagi kita sendiri. Padahal pujian adalah ekspresi dari iman kita kepada Tuhan dan Tuhan sangat tergerak hati saat mendengar pujian yang dinaikkan ke hadirat-Nya, "...Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan karena ada kuasa di dalamnya!
Thursday, December 26, 2019
JADILAH ORANG RAJIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2019
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Sekalipun orang punya seribu macam keinginan, tapi apabila ia malas mewujudkan keinginan tersebut melalui tindakan, maka keinginan tersebut tak membuahkan hasil apa-apa alias tak menjadi kenyataan. Penuh dengan keinginan tapi tidak disertai dengan tindakan adalah ciri seorang pemalas. Satu ciri lain dari pemalas adalah suka berdalih atau punya banyak alasan untuk tidak melakukan sesuatu. Jika ciri itu ada pada Saudara, berubahlah mulai dari sekarang, karena kemalasan hanya mendatangkan kerugian, tidak ada sisi positifnya. "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkhotbah 10:18).
Tuhan menghendaki anak-anak-Nya untuk tidak menjadi pemalas, tapi menjadi pekerja yang rajin. Mengapa? Karena "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Sejak awal penciptaan Tuhan sudah mendisain manusia untuk bekerja: "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Itulah sebabnya Tuhan sangat menentang orang-orang yang malas. Alkitab menyebutkan bahwa orang yang malas dalam bekerja adalah saudara dari si perusak (Amsal 18:9). Kalau kita rajin: rajin bekerja, rajin berdoa, baca Alkitab, rajin menabur, rajin berbuat baik, rajin melayani Tuhan dan sebagainya, suatu saat kita pasti akan memetik hasilnya, sebab di dalam setiap jerih payah selalu mendatangkan keuntungan (Amsal 14:23).
Kerajinan adalah jalan yang akan menuntun kita kepada mujizat dan berkat Tuhan, sebaliknya kemalasan menutup pintu berkat, sebab Tuhan tidak akan pernah memberkati orang-orang yang malas. Yusuf adalah salah satu contoh orang rajin yang tercatat di Alkitab. Karena kerajinannya dalam bekerja ia dipercaya oleh Potifar dan juga disukai oleh kepala penjara. Orang yang rajin, di mana pun berada dan ditempatkan, selalu menjadi berkat dan hidupnya berdampak bagi orang lain. Dinyatakan bahwa Yusuf menjadi orang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya (Kejadian 39:2), sebab ia rajin, karena itu ia selalu disertai oleh Tuhan.
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan," Amsal 21:5a
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Sekalipun orang punya seribu macam keinginan, tapi apabila ia malas mewujudkan keinginan tersebut melalui tindakan, maka keinginan tersebut tak membuahkan hasil apa-apa alias tak menjadi kenyataan. Penuh dengan keinginan tapi tidak disertai dengan tindakan adalah ciri seorang pemalas. Satu ciri lain dari pemalas adalah suka berdalih atau punya banyak alasan untuk tidak melakukan sesuatu. Jika ciri itu ada pada Saudara, berubahlah mulai dari sekarang, karena kemalasan hanya mendatangkan kerugian, tidak ada sisi positifnya. "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkhotbah 10:18).
Tuhan menghendaki anak-anak-Nya untuk tidak menjadi pemalas, tapi menjadi pekerja yang rajin. Mengapa? Karena "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Sejak awal penciptaan Tuhan sudah mendisain manusia untuk bekerja: "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Itulah sebabnya Tuhan sangat menentang orang-orang yang malas. Alkitab menyebutkan bahwa orang yang malas dalam bekerja adalah saudara dari si perusak (Amsal 18:9). Kalau kita rajin: rajin bekerja, rajin berdoa, baca Alkitab, rajin menabur, rajin berbuat baik, rajin melayani Tuhan dan sebagainya, suatu saat kita pasti akan memetik hasilnya, sebab di dalam setiap jerih payah selalu mendatangkan keuntungan (Amsal 14:23).
Kerajinan adalah jalan yang akan menuntun kita kepada mujizat dan berkat Tuhan, sebaliknya kemalasan menutup pintu berkat, sebab Tuhan tidak akan pernah memberkati orang-orang yang malas. Yusuf adalah salah satu contoh orang rajin yang tercatat di Alkitab. Karena kerajinannya dalam bekerja ia dipercaya oleh Potifar dan juga disukai oleh kepala penjara. Orang yang rajin, di mana pun berada dan ditempatkan, selalu menjadi berkat dan hidupnya berdampak bagi orang lain. Dinyatakan bahwa Yusuf menjadi orang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya (Kejadian 39:2), sebab ia rajin, karena itu ia selalu disertai oleh Tuhan.
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan," Amsal 21:5a
Wednesday, December 25, 2019
KRISTUS ADALAH ANUGERAH TERINDAH BAPA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2019
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Natal adalah hari yang penuh sukacita bagi umat Kristiani di seluruh dunia. Berbagai acara digelar secara meriah untuk menyambutnya. Namun sesungguhnya inti perayaan Natal itu bukan pada meriahnya pesta, bukan pada pohon Natal atau lilin dengan segala pernak-perniknya, melainkan bagaimana kesadaran iman dan respons kita atas apa yang Kristus perbuat bagi hidup kita. Berbicara tentang Natal tidak bisa dipisahkan dari anugerah, Bapa di sorga memberikan anugerah terbesar bagi umat manusia dengan memberikan Putera tunggal-Nya. Mengapa disebut anugerah terbesar? Karena setiap kita yang percaya kepada Putera-Nya akan memperoleh keselamatan. Karena itu jangan pernah menyia-nyiakan anugerah terbesar dari Bapa ini!
Diberikannya Kristus bagi kita adalah bukti betapa Bapa sangat mengasihi kita, bahkan Dia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita, Ia akan menyertai kita sampai kesudahan zaman. "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita." (Matius 1:23). Imanuel, nama yang berasal dari bahasa Ibrani, terdiri dari dua kata: El (Tuhan) dan Immanu (beserta kita). Jika kita menyadari akan besarnya anugerah Bapa ini maka kita akan terdorong untuk makin bersungguh-sungguh dalam mengikut Kristus. Karena Kristus adalah anugerah terbesar, seharusnya kita rela meninggalkan apa pun demi Dia, seperti perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga, di mana seorang rela menjual seluruh miliknya demi mendapatkan mutiara atau harta terpendam (Matius 13:44-46). Rasul Paulus menyatakan, "...segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Bapa rela turun dari takhta tertinggi-Nya di sorga dan menjadi sama dengan manusia melalui Kristus, untuk mencari dan menyelamatkan orang-orang yang berdosa.
Bapa mengasihi kita sedemikian rupa, sudahkah kita membalas kasih-Nya?
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Natal adalah hari yang penuh sukacita bagi umat Kristiani di seluruh dunia. Berbagai acara digelar secara meriah untuk menyambutnya. Namun sesungguhnya inti perayaan Natal itu bukan pada meriahnya pesta, bukan pada pohon Natal atau lilin dengan segala pernak-perniknya, melainkan bagaimana kesadaran iman dan respons kita atas apa yang Kristus perbuat bagi hidup kita. Berbicara tentang Natal tidak bisa dipisahkan dari anugerah, Bapa di sorga memberikan anugerah terbesar bagi umat manusia dengan memberikan Putera tunggal-Nya. Mengapa disebut anugerah terbesar? Karena setiap kita yang percaya kepada Putera-Nya akan memperoleh keselamatan. Karena itu jangan pernah menyia-nyiakan anugerah terbesar dari Bapa ini!
Diberikannya Kristus bagi kita adalah bukti betapa Bapa sangat mengasihi kita, bahkan Dia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita, Ia akan menyertai kita sampai kesudahan zaman. "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita." (Matius 1:23). Imanuel, nama yang berasal dari bahasa Ibrani, terdiri dari dua kata: El (Tuhan) dan Immanu (beserta kita). Jika kita menyadari akan besarnya anugerah Bapa ini maka kita akan terdorong untuk makin bersungguh-sungguh dalam mengikut Kristus. Karena Kristus adalah anugerah terbesar, seharusnya kita rela meninggalkan apa pun demi Dia, seperti perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga, di mana seorang rela menjual seluruh miliknya demi mendapatkan mutiara atau harta terpendam (Matius 13:44-46). Rasul Paulus menyatakan, "...segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Bapa rela turun dari takhta tertinggi-Nya di sorga dan menjadi sama dengan manusia melalui Kristus, untuk mencari dan menyelamatkan orang-orang yang berdosa.
Bapa mengasihi kita sedemikian rupa, sudahkah kita membalas kasih-Nya?
Tuesday, December 24, 2019
AIR SEBAGAI KEBUTUHAN HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2019
Baca: Mazmur 23:1-6
"Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku." Mazmur 23:2-3
Salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah air. Bahkan, bukan hanya manusia saja yang membutuhkan air, ciptaan Tuhan yang lain yaitu hewan dan tumbuh-tumbuhan pun membutuhkan air. Tanpa air tidak ada kehidupan di dunia ini. Semua makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup tanpa air. Karena itu bisa dikatakan bahwa air merupakan sumber kehidupan. Menurut penilain dinyatakan bahwa lebih dari 71% permukaan bumi ditutupi oleh air, sisanya 29% adalah daratan. Tahukah pula bahwa kadar air di dalam tubuh manusia mencapai 70%? Jelas sekali bahwa manusia membutuhkan banyak air untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari.
Tubuh manusia akan mengalami masalah atau sakit bila kekurangan air. Kita disarankan untuk mengonsumsi air minum yang cukup yaitu minimal 8 gelas sehari atau setara 2 liter, dalam sehari. Mengapa? Karena kalau kita kurang mengonsumsi air bisa memengaruhi mood, kerja otak, dan juga fungsi tubuh lainnya. Fungsi air bagi tubuh adalah untuk menyeterilkan dan membersihkan organ tubuh, mengedarkan sari makanan ke semua sel tubuh, dan juga membuang sampah beracun dari tubuh. Karena itulah sejak dari awal penciptaan Tuhan sudah memperhatikan apa yang manusia butuhkan. Sebelum Tuhan menempatkan Adam dan Hawa di taman Eden, Ia terlebih dahulu menyediakan sungai untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia dan ciptaan-Nya yang lain. Alkitab mencatat bahwa "Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris, yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat." (Kejadian 2:10-14).
Tubuh jasmani membutuhkan air, begitu pula tubuh rohani. Air bagi tubuh rohani adalah firman Tuhan, "Ia telah memberikan kepadamu air hidup." (Yohanes 4:10).
Kita membutuhkan Air Hidup agar kehidupan rohani kita tidak mengalami kekeringan dan kegersangan.
Baca: Mazmur 23:1-6
"Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku." Mazmur 23:2-3
Salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah air. Bahkan, bukan hanya manusia saja yang membutuhkan air, ciptaan Tuhan yang lain yaitu hewan dan tumbuh-tumbuhan pun membutuhkan air. Tanpa air tidak ada kehidupan di dunia ini. Semua makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup tanpa air. Karena itu bisa dikatakan bahwa air merupakan sumber kehidupan. Menurut penilain dinyatakan bahwa lebih dari 71% permukaan bumi ditutupi oleh air, sisanya 29% adalah daratan. Tahukah pula bahwa kadar air di dalam tubuh manusia mencapai 70%? Jelas sekali bahwa manusia membutuhkan banyak air untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari.
Tubuh manusia akan mengalami masalah atau sakit bila kekurangan air. Kita disarankan untuk mengonsumsi air minum yang cukup yaitu minimal 8 gelas sehari atau setara 2 liter, dalam sehari. Mengapa? Karena kalau kita kurang mengonsumsi air bisa memengaruhi mood, kerja otak, dan juga fungsi tubuh lainnya. Fungsi air bagi tubuh adalah untuk menyeterilkan dan membersihkan organ tubuh, mengedarkan sari makanan ke semua sel tubuh, dan juga membuang sampah beracun dari tubuh. Karena itulah sejak dari awal penciptaan Tuhan sudah memperhatikan apa yang manusia butuhkan. Sebelum Tuhan menempatkan Adam dan Hawa di taman Eden, Ia terlebih dahulu menyediakan sungai untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia dan ciptaan-Nya yang lain. Alkitab mencatat bahwa "Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris, yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat." (Kejadian 2:10-14).
Tubuh jasmani membutuhkan air, begitu pula tubuh rohani. Air bagi tubuh rohani adalah firman Tuhan, "Ia telah memberikan kepadamu air hidup." (Yohanes 4:10).
Kita membutuhkan Air Hidup agar kehidupan rohani kita tidak mengalami kekeringan dan kegersangan.
Monday, December 23, 2019
PEMISAH ANTARA DOMBA DAN KAMBING
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2019
Baca: Matius 25:31-46
"Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing," Matius 25:32
Alkitab menyatakan bahwa di masa-masa akhir ini sedang terjadi masa penampian, di mana Tuhan akan membuat pembedaan antara orang benar dan orang fasik, orang yang sungguh-sungguh di dalam Dia dan orang yang tidak sungguh-sungguh, orang yang taat dan yang tidak taat. "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (Matius 3:10) dan "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Pembacaan firman hari ini berbicara tentang penghakiman terakhir. Pada saat kedatangan-Nya bersama para malaikat-Nya Kristus akan datang sebagai Hakim, Ia akan mengumpulkan semua bangsa di muka bumi ini dan Ia akan membuat pemisahan: "...menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:33). Alkitab menyatakan bahwa penghakiman Tuhan ini dilandaskan pada bagaimana seseorang menyatakan kasih dan kepeduliannya terhadap mereka yang lapar, haus, terpenjara dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan: kita ini termasuk kelompok yang mana? Kelompok domba atau kelompok kambing?
Inilah karakter domba yang berkenan di hati Tuhan: 1. Domba peka akan suara gembalanya. Ada tertulis: "...domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar." (Yohanes 10:3). Kristus adalah Gembala kita. Agar kita peka mendengar suara Gembala, kita harus mempertajam pendengaran kita untuk mendengar firman-Nya setiap hari. Firman Tuhan adalah suara Gembala. 2. Domba mengenal gembala dengan baik. "...Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yohanes 10:14). Untuk dapat mengenal Tuhan dengan benar kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Dia. Tanda orang mengenal Tuhan adalah taat melakukan kehendak-Nya.
Tuhan menyediakan tempat yang terbaik bagi domba-domba kesayangan-Nya.
Baca: Matius 25:31-46
"Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing," Matius 25:32
Alkitab menyatakan bahwa di masa-masa akhir ini sedang terjadi masa penampian, di mana Tuhan akan membuat pembedaan antara orang benar dan orang fasik, orang yang sungguh-sungguh di dalam Dia dan orang yang tidak sungguh-sungguh, orang yang taat dan yang tidak taat. "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (Matius 3:10) dan "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Pembacaan firman hari ini berbicara tentang penghakiman terakhir. Pada saat kedatangan-Nya bersama para malaikat-Nya Kristus akan datang sebagai Hakim, Ia akan mengumpulkan semua bangsa di muka bumi ini dan Ia akan membuat pemisahan: "...menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:33). Alkitab menyatakan bahwa penghakiman Tuhan ini dilandaskan pada bagaimana seseorang menyatakan kasih dan kepeduliannya terhadap mereka yang lapar, haus, terpenjara dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan: kita ini termasuk kelompok yang mana? Kelompok domba atau kelompok kambing?
Inilah karakter domba yang berkenan di hati Tuhan: 1. Domba peka akan suara gembalanya. Ada tertulis: "...domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar." (Yohanes 10:3). Kristus adalah Gembala kita. Agar kita peka mendengar suara Gembala, kita harus mempertajam pendengaran kita untuk mendengar firman-Nya setiap hari. Firman Tuhan adalah suara Gembala. 2. Domba mengenal gembala dengan baik. "...Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yohanes 10:14). Untuk dapat mengenal Tuhan dengan benar kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Dia. Tanda orang mengenal Tuhan adalah taat melakukan kehendak-Nya.
Tuhan menyediakan tempat yang terbaik bagi domba-domba kesayangan-Nya.
Sunday, December 22, 2019
TIDAK LAGI BERLAKU DUNIAWI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2019
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus menegaskan bahwa siapa saja yang ada di dalam Kristus, tinggal di dalam Dia dan firman-Nya, ia adalah ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Karena sudah menjadi milik Kristus dengan menyandang status sebagai ciptaan baru, tak mengherankan bila dunia membenci mereka sebagaimana yang Kristus katakan: "...dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." (ayat nas). Orang percaya yang sudah tinggal di dalam Kristus dan firman-Nya kini memiliki kewargaan baru yaitu warga Kerajaan Sorga (Filipi 3:10). Itulah sebabnya kita dapat dikatakan bukan dari dunia, tetapi sudah menjadi milik Kerajaan Sorga, sama seperti Kristus yang datang dari sorga.
Karena kita memiliki kewargaan baru yaitu warga sorga, maka kita pun dituntut untuk memiliki kehidupan yang sesuai dengan aturan yang berlaku di sorga. Aturan atau hukum yang berlaku di sorga adalah firman Tuhan. Hidup sesuai dengan aturan sorga berarti hidup menurut pimpinan Roh Kudus, bukan menuruti keinginan daging (Galatia 5:16). Sekalipun tubuh jasmani kita masih ada di dunia alias masih hidup di dunia, tapi kita harus punya kehidupan yang berbeda dengan orang-orang dunia. Di dunia ini kita memang masih harus melakukan berbagai aktivitas dan pekerjaan untuk kelangsungan hidup, tapi biarlah kita memiliki prinsip Alkitabiah: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23) dan tetap mendahulukan kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya (Matius 6:33).
Karena orang percaya adalah warga sorga, maka kita harus memiliki perbuatan yang mencerminkan Kristus, yang senantiasa menghasilkan buah roh dalam kehidupan sehari-hari: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23). Adapun syarat utama seorang warga sorga adalah hidup dalam kekudusan, "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16), dan menjauhi segala bentuk kecemaran, sebab kita dipanggil bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tesalonika 4:7).
Warga sorgawi wajib hidup sama seperti Kristus hidup (1 Yohanes 2:6).
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus menegaskan bahwa siapa saja yang ada di dalam Kristus, tinggal di dalam Dia dan firman-Nya, ia adalah ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Karena sudah menjadi milik Kristus dengan menyandang status sebagai ciptaan baru, tak mengherankan bila dunia membenci mereka sebagaimana yang Kristus katakan: "...dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." (ayat nas). Orang percaya yang sudah tinggal di dalam Kristus dan firman-Nya kini memiliki kewargaan baru yaitu warga Kerajaan Sorga (Filipi 3:10). Itulah sebabnya kita dapat dikatakan bukan dari dunia, tetapi sudah menjadi milik Kerajaan Sorga, sama seperti Kristus yang datang dari sorga.
Karena kita memiliki kewargaan baru yaitu warga sorga, maka kita pun dituntut untuk memiliki kehidupan yang sesuai dengan aturan yang berlaku di sorga. Aturan atau hukum yang berlaku di sorga adalah firman Tuhan. Hidup sesuai dengan aturan sorga berarti hidup menurut pimpinan Roh Kudus, bukan menuruti keinginan daging (Galatia 5:16). Sekalipun tubuh jasmani kita masih ada di dunia alias masih hidup di dunia, tapi kita harus punya kehidupan yang berbeda dengan orang-orang dunia. Di dunia ini kita memang masih harus melakukan berbagai aktivitas dan pekerjaan untuk kelangsungan hidup, tapi biarlah kita memiliki prinsip Alkitabiah: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23) dan tetap mendahulukan kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya (Matius 6:33).
Karena orang percaya adalah warga sorga, maka kita harus memiliki perbuatan yang mencerminkan Kristus, yang senantiasa menghasilkan buah roh dalam kehidupan sehari-hari: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23). Adapun syarat utama seorang warga sorga adalah hidup dalam kekudusan, "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16), dan menjauhi segala bentuk kecemaran, sebab kita dipanggil bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tesalonika 4:7).
Warga sorgawi wajib hidup sama seperti Kristus hidup (1 Yohanes 2:6).
Subscribe to:
Posts (Atom)