Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2017
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci." 1 Yohanes 3:3
Ketika tugas Tuhan Yesus di bumi selesai Ia kembali kepada Bapa di sorga. Sebelum pergi Ia meninggalkan pesan yang menguatkan: "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan
tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku,
supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Karena itu kita tak perlu gelisah. Alkitab menyatakan bahwa "...Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi
malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang
menurut perbuatannya." (Matius 16:27).
Dalam menantikan kedatangan Kristus yang harus kita lakukan adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya, agar kita tetap dalam keadaan suci dan tak bernoda. Rasul Yohanes menasihati: "Maka sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila
Ia menyatakan diri-Nya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah
malu terhadap Dia pada hari kedatangan-Nya." (1 Yohanes 2:28). Kita takkan malu di hadapan Tuhan jika kita dalam keadaan suci bersih. Jangan sampai ketika Kristus datang Ia berkata kepada kita demikian: "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan
diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu,
bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari
pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya,
dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan
ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu,
supaya engkau dapat melihat." (Wahyu 3:16-18).
Oleh karena itu "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku,
selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang
dapat bekerja." (Yohanes 9:4) dan terus menyucikan diri, sebab Tuhan memanggil kita bukan untuk melakukan yang cemar, melainkan apa yang kudus! (Tesalonika 4:7).
Orang-orang yang hidup dalam kebenaran dan dalam keadaan sucilah yang layak tinggal bersama Kristus di Sorga!
Saturday, September 30, 2017
Friday, September 29, 2017
ANGKATLAH MUKAMU: Penyelamatan Sudah Dekat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2017
Baca: Lukas 21:25-33
"Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Lukas 21:28
Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, cepat atau lambat, langit dan bumi pasti akan berlalu. Semua yang ada di bawah langit dan di atas bumi akan hancur lebur. Masihkah kita disibukkan dengan perkara-perkara yang ada di dunia ini? Masihkah kita berlomba sedemikian rupa mengumpulkn harta dunia? Masihkah kita memiliki cara hidup yang duniawi? Sampai kapan kita berubah? Ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Tuhan selalu berkenan kepada orang-orang yang senantiasa mengarahkan pandangannya kepada-Nya dan memalingkan mukanya dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Memalingkan muka dari segala sesuatu termasuk dari cara berpikir duniawi dan hanya memandang akan kebesaran dan kekuatan Tuhan saja yang sanggup mengubah segala perkara. Memandang Tuhan sebagai tempat perlindungan dan penyelamatan. Seperti Nuh yang tetap fokus membuat bahtera dan memalingkan mukanya terhadap orang-orang yang mengejek dan menghujatnya. Akhirnya harga yang telah Nuh bayar dalam hidupnya mendatangkan upah yang besar: ia dan seisi keluarganya selamat karena ketaatannya membuat bahtera yang diperintahkan Tuhan. Bahtera adalah lambang dari Yesus Kristus, yang merupakan Gunung Batu Keselamatan, tempat pelarian dan perlindungan bagi mereka yang senantiasa berharap kepada-Nya.
Dewasa ini pikiran manusia telah dirusak, disesatkan dan dicemari oleh berbagai kekacauan dan kabar-kabar yang menggetarkan. Sebagai orang percaya kita tak perlu gentar menghadapinya, karena dari semula Tuhan Yesus telah memberitahukan dan memperingatkan kita bahwa segalanya pasti terjadi, yaitu peperangan, pemberontakan, gempa bumi, kelaparan dan bermacam-macam musibah lainnya. Yang teramat penting untuk direnungkan adalah: "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." (ayat nas).
Setiap orang yang tetap dalam 'bahtera' Kristus akan beroleh keselamatan kekal!
Baca: Lukas 21:25-33
"Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Lukas 21:28
Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, cepat atau lambat, langit dan bumi pasti akan berlalu. Semua yang ada di bawah langit dan di atas bumi akan hancur lebur. Masihkah kita disibukkan dengan perkara-perkara yang ada di dunia ini? Masihkah kita berlomba sedemikian rupa mengumpulkn harta dunia? Masihkah kita memiliki cara hidup yang duniawi? Sampai kapan kita berubah? Ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Tuhan selalu berkenan kepada orang-orang yang senantiasa mengarahkan pandangannya kepada-Nya dan memalingkan mukanya dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Memalingkan muka dari segala sesuatu termasuk dari cara berpikir duniawi dan hanya memandang akan kebesaran dan kekuatan Tuhan saja yang sanggup mengubah segala perkara. Memandang Tuhan sebagai tempat perlindungan dan penyelamatan. Seperti Nuh yang tetap fokus membuat bahtera dan memalingkan mukanya terhadap orang-orang yang mengejek dan menghujatnya. Akhirnya harga yang telah Nuh bayar dalam hidupnya mendatangkan upah yang besar: ia dan seisi keluarganya selamat karena ketaatannya membuat bahtera yang diperintahkan Tuhan. Bahtera adalah lambang dari Yesus Kristus, yang merupakan Gunung Batu Keselamatan, tempat pelarian dan perlindungan bagi mereka yang senantiasa berharap kepada-Nya.
Dewasa ini pikiran manusia telah dirusak, disesatkan dan dicemari oleh berbagai kekacauan dan kabar-kabar yang menggetarkan. Sebagai orang percaya kita tak perlu gentar menghadapinya, karena dari semula Tuhan Yesus telah memberitahukan dan memperingatkan kita bahwa segalanya pasti terjadi, yaitu peperangan, pemberontakan, gempa bumi, kelaparan dan bermacam-macam musibah lainnya. Yang teramat penting untuk direnungkan adalah: "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." (ayat nas).
Setiap orang yang tetap dalam 'bahtera' Kristus akan beroleh keselamatan kekal!
Thursday, September 28, 2017
DUNIA YANG SEMAKIN GENTING
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2017
Baca: Lukas 21:25-33
"Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang." Lukas 21:26
Stres adalah satu kata yang menggambarkan keadaan manusia di zaman sekarang ini. Secara umum arti kata stres adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar; ketegangan. Banyak orang mengalami tekanan dan ketakutan karena terjadinya hal-hal di bumi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Alkitab sudah menyatakan bahwa menjelang kedatangan Kristus yang kedua kalinya manusia akan mengalami berbagai masalah hidup yang seolah-olah tak ada jalan keluarnya. Bukankah hal itu sudah dan sedang terjadi? Setiap hari kita disuguhi dengan berita-berita yang mengejutkan, bukan hanya tentang kejadian-kejadian yang ada di luar negeri, tapi juga berita-berita di dalam negeri sendiri. Hal-hal yang aneh terjadi di mana-mana!
Sesungguhnya yang terutama harus diperhatikan adalah kata Tuhan Yesus: "...dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:10-12). Karena tekanan-tekanan hidup inilah sering dijumpai orang mudah sekali tersinggung, tersulut emosi, marah dan akhirnya melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas kewajaran. Saat ini beban pekerjaan para psikolog semakin bertambah karena harus melayani pasien yang semakin hari semakin banyak jumlahnya. Tak terkecuali para pengacara juga kebanjiran order karena semakin hari semakin banyak kasus, dan semakin banyak pula orang yang ingin dibela perkaranya, menuntut keadilan ditegakkan.
Mari, yang manusia butuhkan sekarang adalah Tabib Agung, penyembuh segala jenis penyakit dan luka-luka batin. Perhatikan undangan Kristus ini: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Kristus bukan sekedar memberi kelegaan, tapi Dia juga sanggup melepaskan kita dari semua beban fisik maupun mental.
Dalam kegentingan dunia ini kita harus makin melekat kepada Tuhan, sebab "...orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." Matius 24:13
Baca: Lukas 21:25-33
"Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang." Lukas 21:26
Stres adalah satu kata yang menggambarkan keadaan manusia di zaman sekarang ini. Secara umum arti kata stres adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar; ketegangan. Banyak orang mengalami tekanan dan ketakutan karena terjadinya hal-hal di bumi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Alkitab sudah menyatakan bahwa menjelang kedatangan Kristus yang kedua kalinya manusia akan mengalami berbagai masalah hidup yang seolah-olah tak ada jalan keluarnya. Bukankah hal itu sudah dan sedang terjadi? Setiap hari kita disuguhi dengan berita-berita yang mengejutkan, bukan hanya tentang kejadian-kejadian yang ada di luar negeri, tapi juga berita-berita di dalam negeri sendiri. Hal-hal yang aneh terjadi di mana-mana!
Sesungguhnya yang terutama harus diperhatikan adalah kata Tuhan Yesus: "...dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:10-12). Karena tekanan-tekanan hidup inilah sering dijumpai orang mudah sekali tersinggung, tersulut emosi, marah dan akhirnya melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas kewajaran. Saat ini beban pekerjaan para psikolog semakin bertambah karena harus melayani pasien yang semakin hari semakin banyak jumlahnya. Tak terkecuali para pengacara juga kebanjiran order karena semakin hari semakin banyak kasus, dan semakin banyak pula orang yang ingin dibela perkaranya, menuntut keadilan ditegakkan.
Mari, yang manusia butuhkan sekarang adalah Tabib Agung, penyembuh segala jenis penyakit dan luka-luka batin. Perhatikan undangan Kristus ini: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Kristus bukan sekedar memberi kelegaan, tapi Dia juga sanggup melepaskan kita dari semua beban fisik maupun mental.
Dalam kegentingan dunia ini kita harus makin melekat kepada Tuhan, sebab "...orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." Matius 24:13
Wednesday, September 27, 2017
AWAL SAMA, AKHIR BERBEDA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2017
Baca: 1 Samuel 10:1-16
"Lalu Samuel mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciumnyalah dia sambil berkata: 'Bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel?" 1 Samuel 10:1
Dalam menempuh perjalanan hidup tidak selamanya kita berhadapan dengan jalan yang lurus, ada banyak sekali persimpangan, yang apabila kita salah memilih di persimpangan tersebut haluan hidup kita pun dapat berubah. Salah dalam memilih jalan akibatnya pasti akan mengarah kepada hal-hal yang buruk. Pertanyaannya: apakah kita sedang berjalan dengan Pemimpin dan Pemandu sejati kita? Orang yang memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan pasti akan berkata: "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku," (Mazmur 25:4-5a).
Saul dan Daud tak berbeda pada awalnya, Alkitab mencatat bahwa Saul diurapi Tuhan dan Daud pun demikian (1 Samuel 16:13). Kedua pemuda ini juga sama-sama memiliki paras elok: Saul "...seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya." (1 Samuel 9:2). Pula tentang Daud: "...Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12). Apakah Tuhan memilih kedua pemuda ini karena memiliki paras elok? Tidak. Ada tertulis: "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Baik Saul maupun Daud memulai karirnya dengan penuh kerendahan hati, karena itu tangan Tuhan juga berada atas kedua pemuda ini. Keduanya dimahkotai menjadi raja pada usia yang hampir bersamaan.
Namun dalam perjalanan selanjutnya, ketika dihadapkan pada persimpangan-persimpangan, jalan yang mereka pilih berbeda. Daud memilih untuk tetap taat mengikuti jalan Tuhan, dan ketaatannya ini membawa hidup Daud semakin naik dan mengalami peninggian demi peninggian dari Tuhan. Sedangkan Saul di tengah perjalanan hidupnya memilih untuk tidak taat, dan karena ketidaktaatannya ini Tuhan menolaknya sebagai raja atas Israel (1 Samuel 15:26), dan akhir hidupnya pun sangat tragis.
Ketaatan mendatangkan berkat, ketidaktaatan menuntun kepada kehancuran!
Baca: 1 Samuel 10:1-16
"Lalu Samuel mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciumnyalah dia sambil berkata: 'Bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel?" 1 Samuel 10:1
Dalam menempuh perjalanan hidup tidak selamanya kita berhadapan dengan jalan yang lurus, ada banyak sekali persimpangan, yang apabila kita salah memilih di persimpangan tersebut haluan hidup kita pun dapat berubah. Salah dalam memilih jalan akibatnya pasti akan mengarah kepada hal-hal yang buruk. Pertanyaannya: apakah kita sedang berjalan dengan Pemimpin dan Pemandu sejati kita? Orang yang memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan pasti akan berkata: "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku," (Mazmur 25:4-5a).
Saul dan Daud tak berbeda pada awalnya, Alkitab mencatat bahwa Saul diurapi Tuhan dan Daud pun demikian (1 Samuel 16:13). Kedua pemuda ini juga sama-sama memiliki paras elok: Saul "...seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya." (1 Samuel 9:2). Pula tentang Daud: "...Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12). Apakah Tuhan memilih kedua pemuda ini karena memiliki paras elok? Tidak. Ada tertulis: "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Baik Saul maupun Daud memulai karirnya dengan penuh kerendahan hati, karena itu tangan Tuhan juga berada atas kedua pemuda ini. Keduanya dimahkotai menjadi raja pada usia yang hampir bersamaan.
Namun dalam perjalanan selanjutnya, ketika dihadapkan pada persimpangan-persimpangan, jalan yang mereka pilih berbeda. Daud memilih untuk tetap taat mengikuti jalan Tuhan, dan ketaatannya ini membawa hidup Daud semakin naik dan mengalami peninggian demi peninggian dari Tuhan. Sedangkan Saul di tengah perjalanan hidupnya memilih untuk tidak taat, dan karena ketidaktaatannya ini Tuhan menolaknya sebagai raja atas Israel (1 Samuel 15:26), dan akhir hidupnya pun sangat tragis.
Ketaatan mendatangkan berkat, ketidaktaatan menuntun kepada kehancuran!
Tuesday, September 26, 2017
KEKUATAN ITU BERASAL DARI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2017
Baca: 2 Korintus 4:1-15
"Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." 2 Korintus 4:7
Bukan hal yang mengejutkan lagi jika seseorang berhasil seringkali ia lupa diri. Ia merasa bahwa keberhasilan yang diraihnya itu adalah hasil usahanya sendiri, karena kekuatan dan kehebatannya. Bukan hanya mereka yang berhasil di bidang pekerjaan konvensional, hamba-hamba Tuhan pun merasa bahwa keberhasilannya dalam pelayanan adalah buah dari kerja kerasnya sendiri, bukan karena campur tangan Tuhan. Mereka lupa dengan ayat ini: "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b).
Alangkah baiknya memiliki pola pikir seperti rasul Paulus yang menyadari bahwa dalam keadaan apa pun ia dapat bertahan karena kasih karunia Tuhan. "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (1 Korintus 15:10). Pengakuan Paulus ini merupakan suatu kebenaran, bahwa setiap keberhasilan yang diraihnya bukan karena kesanggupan, kekuatan dan kemampuan yang ia miliki, tapi karena kasih karunia Tuhan yang menyertainya. Karena itu tidak ada alasan bagi siapa pun untuk bermegah dan menyombongkan diri apabila saat ini berhasil dalam apa saja yang dikerjakan. Roh Tuhan lah yang berperan besar dalam hidup manusia sebagaimana tertulis: "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6). Tidak ada yang patut dibanggakan dalam diri manusia, kita ini "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22).
Jangan pernah membanggakan diri karena merasa kuat, pintar, gagah, kaya atau hebat! Yang Tuhan kehendaki dalam diri umat-Nya adalah hati yang penuh kerendahan di hadapan pencipta-Nya. Kita harus ingat bahwa Tuhan dapat memakai siapa saja dan apa saja demi kepentingan-Nya. Salah satu contoh di Alkitab adalah Tuhan memakai keledai untuk berbicara kepada Bileam (baca Bilangan 22:28-30).
Jika kita berhasil, itu bukan karena siapa kita, tapi karena Tuhan berkenan memakai kita... Karena itu bersyukurlah!
Baca: 2 Korintus 4:1-15
"Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." 2 Korintus 4:7
Bukan hal yang mengejutkan lagi jika seseorang berhasil seringkali ia lupa diri. Ia merasa bahwa keberhasilan yang diraihnya itu adalah hasil usahanya sendiri, karena kekuatan dan kehebatannya. Bukan hanya mereka yang berhasil di bidang pekerjaan konvensional, hamba-hamba Tuhan pun merasa bahwa keberhasilannya dalam pelayanan adalah buah dari kerja kerasnya sendiri, bukan karena campur tangan Tuhan. Mereka lupa dengan ayat ini: "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b).
Alangkah baiknya memiliki pola pikir seperti rasul Paulus yang menyadari bahwa dalam keadaan apa pun ia dapat bertahan karena kasih karunia Tuhan. "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (1 Korintus 15:10). Pengakuan Paulus ini merupakan suatu kebenaran, bahwa setiap keberhasilan yang diraihnya bukan karena kesanggupan, kekuatan dan kemampuan yang ia miliki, tapi karena kasih karunia Tuhan yang menyertainya. Karena itu tidak ada alasan bagi siapa pun untuk bermegah dan menyombongkan diri apabila saat ini berhasil dalam apa saja yang dikerjakan. Roh Tuhan lah yang berperan besar dalam hidup manusia sebagaimana tertulis: "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6). Tidak ada yang patut dibanggakan dalam diri manusia, kita ini "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22).
Jangan pernah membanggakan diri karena merasa kuat, pintar, gagah, kaya atau hebat! Yang Tuhan kehendaki dalam diri umat-Nya adalah hati yang penuh kerendahan di hadapan pencipta-Nya. Kita harus ingat bahwa Tuhan dapat memakai siapa saja dan apa saja demi kepentingan-Nya. Salah satu contoh di Alkitab adalah Tuhan memakai keledai untuk berbicara kepada Bileam (baca Bilangan 22:28-30).
Jika kita berhasil, itu bukan karena siapa kita, tapi karena Tuhan berkenan memakai kita... Karena itu bersyukurlah!
Monday, September 25, 2017
JANGAN MENCARI PERTOLONGAN KEPADA DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2017
Baca: Kejadian 12:10-20
"Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu." Kejadian 12:10
Pada suatu ketika Tuhan memanggil Abram dan menyuruhnya keluar dari negerinya dan dari sanak saudaranya. "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Lalu pergilah Abram bersama Sarai (isterinya) dan Lot dengan beberapa orang dan segala harta benda mereka. Abram berjalan terus dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb, suatu wilayah padang pasir di Israel selatan. Setelah sampai di tempat itu terjadilah kelaparan yang hebat. Mungkin timbul pertanyaan dalam diri Abram: "Tuhan, aku sudah taat, aku sudah melayani Engkau, tapi mengapa hal-hal yang tak menyenangkan terjadi? Mengapa aku harus dihadapkan pada situasi yang teramat sulit seperti ini?"
Kemudian karena kelaparan timbul di negeri itu pergilah Abram ke Mesir (ayat nas). Dengan kata lain, ketika mengalami masalah yang berat Abram meminta pertolongan ke Mesir. Mesir adalah lambang dunia. Abram pergi ke Mesir bukan atas petunjuk dari Tuhan, tetapi atas kehendaknya sendiri. Pada waktu itu iman Abram belum bertumbuh sehebat yang dikisahkan dalam Alkitab, di mana ia di kemudian hari disebut bapa orang percaya. Dalam situasi-situasi sulit Abram lebih berharap kepada Mesir daripada berharap kepada Tuhan. Abram mencoba mencari jalan keluar untuk masalahnya dengan mengandalkan jalan pikirannya sendiri yang terbatas. Karena keadaannya sangat mendesak dan demi mendapatkan pertolongan secara instan, Abram bahkan berani berbohong kepada Firaun dengan mengatakan bahwa Sarai adalah adiknya, sehingga Sara pun diambil isteri oleh Firaun! Namun oleh karena anugerah dan campur tangan Tuhan semata akhirnya rumah tangga Abram dipulihkan, Sarai kembali kepadanya....
Berbagai persoalan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari proses pendewasaan iman kita. Karena itu Tuhan mengajar kita untuk berseru kepada-Nya dan berharap hanya kepada-Nya saja, bukan kepada yang lain, seperti tertulis: "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18).
Berharaplah hanya kepada Tuhan, karena pertolongan-Nya itu cukup bagi kita!
Baca: Kejadian 12:10-20
"Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu." Kejadian 12:10
Pada suatu ketika Tuhan memanggil Abram dan menyuruhnya keluar dari negerinya dan dari sanak saudaranya. "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Lalu pergilah Abram bersama Sarai (isterinya) dan Lot dengan beberapa orang dan segala harta benda mereka. Abram berjalan terus dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb, suatu wilayah padang pasir di Israel selatan. Setelah sampai di tempat itu terjadilah kelaparan yang hebat. Mungkin timbul pertanyaan dalam diri Abram: "Tuhan, aku sudah taat, aku sudah melayani Engkau, tapi mengapa hal-hal yang tak menyenangkan terjadi? Mengapa aku harus dihadapkan pada situasi yang teramat sulit seperti ini?"
Kemudian karena kelaparan timbul di negeri itu pergilah Abram ke Mesir (ayat nas). Dengan kata lain, ketika mengalami masalah yang berat Abram meminta pertolongan ke Mesir. Mesir adalah lambang dunia. Abram pergi ke Mesir bukan atas petunjuk dari Tuhan, tetapi atas kehendaknya sendiri. Pada waktu itu iman Abram belum bertumbuh sehebat yang dikisahkan dalam Alkitab, di mana ia di kemudian hari disebut bapa orang percaya. Dalam situasi-situasi sulit Abram lebih berharap kepada Mesir daripada berharap kepada Tuhan. Abram mencoba mencari jalan keluar untuk masalahnya dengan mengandalkan jalan pikirannya sendiri yang terbatas. Karena keadaannya sangat mendesak dan demi mendapatkan pertolongan secara instan, Abram bahkan berani berbohong kepada Firaun dengan mengatakan bahwa Sarai adalah adiknya, sehingga Sara pun diambil isteri oleh Firaun! Namun oleh karena anugerah dan campur tangan Tuhan semata akhirnya rumah tangga Abram dipulihkan, Sarai kembali kepadanya....
Berbagai persoalan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari proses pendewasaan iman kita. Karena itu Tuhan mengajar kita untuk berseru kepada-Nya dan berharap hanya kepada-Nya saja, bukan kepada yang lain, seperti tertulis: "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18).
Berharaplah hanya kepada Tuhan, karena pertolongan-Nya itu cukup bagi kita!
Sunday, September 24, 2017
MENANG KARENA MENGANDALKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2017
Baca: 1 Samuel 17:40-58
"Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu." 1 Samuel 17:45
Saul sangat meragukan kemampuan Daud berhadapan dengan Goliat, karena itu ia mengenakan kepada Daud baju perang, lengkap dengan ketopong tembaga di kepala dan dikenakannya pula baju zirah. Atas saran Saul Daud pun mengenakan bau perang itu dan mencoba berjalan, namun berkatalah ia, "'Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya.' Kemudian ia menanggalkannya." (1 Samuel 17:39b). Hal ini memberikan suatu hikmat kepada kita bahwa 'pakaian kebesaran', pangkat, kehormatan dan sebagainya seringkali membawa kita tak dapat bergerak dan berjalan sesuai pimpinan Roh Kudus. Karena itu kita harus menanggalkan segala perlengkapan duniawi yang membebani hidup kita agar kuasa Tuhan dinyatakan bagi kita.
Keberanian Daud menghadapi Goliat bukan karena nekat, tapi ia memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menyertainya. "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37). Bersama Tuhan Daud sanggup melawan dan mengalahkan binatang-binatang buas, bersama-Nya pula ia pasti mampu mengalahkan Goliat, "Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup." (1 Samuel 17:36b).
Jika Goliat sangat mengandalkan kekuatan dan kemampuannya secara fisik untuk berperang, berbeda dengan Daud yang menyadari bahwa kekuatan, kemampuan dan kecanggihan peralatan tempur bukanlah segala-galanya, tetapi kuasa Tuhanlah yang memegang peranan penting dalam pertempuran yang dihadapinya. Apa yang terjadi kemudian? Daud dengan penuh iman mengambil sebuah batu dari dalam kantongnya, lalu diumbannya Goliat tepat di dahinya, dan ia pun jatuh tersungkur.... "Demikianlah Daud mengalahkan orang Filistin itu dengan umban dan batu; ia mengalahkan orang Filistin itu dan membunuhnya, tanpa pedang di tangan." (1 Samuel 17:50).
Untuk dapat mengalahkan 'Goliat' dalam hidup ini kita harus mengandalkan Tuhan dan Roh Kudus, bukan dengan kekuatan manusia.
Baca: 1 Samuel 17:40-58
"Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu." 1 Samuel 17:45
Saul sangat meragukan kemampuan Daud berhadapan dengan Goliat, karena itu ia mengenakan kepada Daud baju perang, lengkap dengan ketopong tembaga di kepala dan dikenakannya pula baju zirah. Atas saran Saul Daud pun mengenakan bau perang itu dan mencoba berjalan, namun berkatalah ia, "'Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya.' Kemudian ia menanggalkannya." (1 Samuel 17:39b). Hal ini memberikan suatu hikmat kepada kita bahwa 'pakaian kebesaran', pangkat, kehormatan dan sebagainya seringkali membawa kita tak dapat bergerak dan berjalan sesuai pimpinan Roh Kudus. Karena itu kita harus menanggalkan segala perlengkapan duniawi yang membebani hidup kita agar kuasa Tuhan dinyatakan bagi kita.
Keberanian Daud menghadapi Goliat bukan karena nekat, tapi ia memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menyertainya. "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37). Bersama Tuhan Daud sanggup melawan dan mengalahkan binatang-binatang buas, bersama-Nya pula ia pasti mampu mengalahkan Goliat, "Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup." (1 Samuel 17:36b).
Jika Goliat sangat mengandalkan kekuatan dan kemampuannya secara fisik untuk berperang, berbeda dengan Daud yang menyadari bahwa kekuatan, kemampuan dan kecanggihan peralatan tempur bukanlah segala-galanya, tetapi kuasa Tuhanlah yang memegang peranan penting dalam pertempuran yang dihadapinya. Apa yang terjadi kemudian? Daud dengan penuh iman mengambil sebuah batu dari dalam kantongnya, lalu diumbannya Goliat tepat di dahinya, dan ia pun jatuh tersungkur.... "Demikianlah Daud mengalahkan orang Filistin itu dengan umban dan batu; ia mengalahkan orang Filistin itu dan membunuhnya, tanpa pedang di tangan." (1 Samuel 17:50).
Untuk dapat mengalahkan 'Goliat' dalam hidup ini kita harus mengandalkan Tuhan dan Roh Kudus, bukan dengan kekuatan manusia.
Saturday, September 23, 2017
MENANG KARENA MENGANDALKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2017
Baca: 1 Samuel 17:12-39
"Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?" 1 Samuel 17:26b
Suatu saat hendak berperanglah orang Filistin dengan orang-orang Israel. Pemimpin orang Filistin bernama Goliat, orang yang memiliki postur tubuh yang tinggi besar bagaikan raksasa. "Tingginya enam hasta sejengkal." (1 Samuel 17:4). Satu hasta kira-kira 45 cm atau sama dengan dua jengkal. Dengan perlengkapan senjata yang lengkap (1 Samuel 17:5-7) Goliat menantang, mengejek dan mengintimidasi orang-orang Israel, sehingga seluruh bangsa Israel yang pada waktu itu dipimpin oleh Saul menjadi sangat ketakutan dan tawar hati. Tidak ada satu pun orang Israel yang berani maju melawan Goliat. Daud, yang waktu itu masih sangat muda, kemerah-merahan dan elok parasnya, ketika melihat kejadian itu dan mendengar Goliat menantang bangsanya segera berkata kepada Saul, "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia; hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu. Tetapi Saul berkata kepada Daud: 'Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit.'" (1 Samuel 17:32-33).
Fakta memang menunjukkan bahwa di atas kertas dan ditinjau dari sudut mana pun kekuatan Goliat jauh di atas kekuatan prajurit yang ada di pihak bangsa Israel, dan dapat dipastikan siapa pun yang akan melawan Goliat pasti akan dihabisinya. Itulah sebabnya bangsa Israel menjadi tawar hati karena merasa mustahil bisa mengalahkan raksasa Filistin itu. Jadi ketika Daud berkata bahwa ia akan pergi melawan Goliat, mungkin orang akan menertawakan dan merendahkan Daud dengan berkata: "Impossible mission!" Meski demikian Daud tidak dikalahkan oleh situasi yang ada dan tidak gentar sekalipun terhadap Goliat, bahkan ia menguatkan bangsa Israel untuk tidak tawar hati.
Ketika menghadapi masalah yang teramat berat kita pun merasa bahwa masalah itu begitu besar seperti raksasa yang tak mungkin untuk dikalahkan. Respons kita pun sama seperti bangsa Israel yaitu cemas, takut dan tawar hati. Namun seberat apa pun masalah yang kita hadapi, belajarlah untuk tidak tawar hati seperti Daud, sebab ada tertulis: "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Kalau kita tawar hati saat dalam masalah, kita akan semakin tak berdaya! (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 17:12-39
"Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?" 1 Samuel 17:26b
Suatu saat hendak berperanglah orang Filistin dengan orang-orang Israel. Pemimpin orang Filistin bernama Goliat, orang yang memiliki postur tubuh yang tinggi besar bagaikan raksasa. "Tingginya enam hasta sejengkal." (1 Samuel 17:4). Satu hasta kira-kira 45 cm atau sama dengan dua jengkal. Dengan perlengkapan senjata yang lengkap (1 Samuel 17:5-7) Goliat menantang, mengejek dan mengintimidasi orang-orang Israel, sehingga seluruh bangsa Israel yang pada waktu itu dipimpin oleh Saul menjadi sangat ketakutan dan tawar hati. Tidak ada satu pun orang Israel yang berani maju melawan Goliat. Daud, yang waktu itu masih sangat muda, kemerah-merahan dan elok parasnya, ketika melihat kejadian itu dan mendengar Goliat menantang bangsanya segera berkata kepada Saul, "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia; hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu. Tetapi Saul berkata kepada Daud: 'Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit.'" (1 Samuel 17:32-33).
Fakta memang menunjukkan bahwa di atas kertas dan ditinjau dari sudut mana pun kekuatan Goliat jauh di atas kekuatan prajurit yang ada di pihak bangsa Israel, dan dapat dipastikan siapa pun yang akan melawan Goliat pasti akan dihabisinya. Itulah sebabnya bangsa Israel menjadi tawar hati karena merasa mustahil bisa mengalahkan raksasa Filistin itu. Jadi ketika Daud berkata bahwa ia akan pergi melawan Goliat, mungkin orang akan menertawakan dan merendahkan Daud dengan berkata: "Impossible mission!" Meski demikian Daud tidak dikalahkan oleh situasi yang ada dan tidak gentar sekalipun terhadap Goliat, bahkan ia menguatkan bangsa Israel untuk tidak tawar hati.
Ketika menghadapi masalah yang teramat berat kita pun merasa bahwa masalah itu begitu besar seperti raksasa yang tak mungkin untuk dikalahkan. Respons kita pun sama seperti bangsa Israel yaitu cemas, takut dan tawar hati. Namun seberat apa pun masalah yang kita hadapi, belajarlah untuk tidak tawar hati seperti Daud, sebab ada tertulis: "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Kalau kita tawar hati saat dalam masalah, kita akan semakin tak berdaya! (Bersambung)
Friday, September 22, 2017
KEMENANGAN SEOLAH DI PIHAK MUSUH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2017
Baca: Daniel 3:1-30
"Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu." Daniel 3:29
Sekalipun Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi kemustahilan, karena Iblis telah mengikat dan menjerumuskan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala, iman mereka tak melemah. Jika kita mempercayai Tuhan dan berpegang teguh pada janji firman-Nya, Roh Kudus akan berkarya dan melepaskan ikatan-ikatan kita. Tuhan berfirman, "Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:1-2).
Betapa banyak orang Kristen ketika dalam api ujian tak yakin bahwa Tuhan menyertainya. Pengalaman 3 pemuda itu adalah bukti nyata bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan orang benar. Raja terheran-heran melihat ada sesosok orang yang berjalan bersama ketiga pemuda itu, yang rupanya seperti anak dewa. "Lalu Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia: 'Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!' Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu." (Daniel 3:26).
Dalam situasi berat sekalipun percayalah bahwa kita tidak berjuang sendiri, ada Tuhan yang selalu siap untuk memberikan pertolongan. Milikilah iman seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego, iman yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi! Ketiga pemuda itu pun menjadi berkat bagi orang lain, bahkan raja pun mengeluarkan perintah baru agar semua orang menghormati Tuhan-nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Tuhan sanggup membalikkan keadaan.
"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7
Baca: Daniel 3:1-30
"Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu." Daniel 3:29
Sekalipun Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi kemustahilan, karena Iblis telah mengikat dan menjerumuskan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala, iman mereka tak melemah. Jika kita mempercayai Tuhan dan berpegang teguh pada janji firman-Nya, Roh Kudus akan berkarya dan melepaskan ikatan-ikatan kita. Tuhan berfirman, "Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:1-2).
Betapa banyak orang Kristen ketika dalam api ujian tak yakin bahwa Tuhan menyertainya. Pengalaman 3 pemuda itu adalah bukti nyata bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan orang benar. Raja terheran-heran melihat ada sesosok orang yang berjalan bersama ketiga pemuda itu, yang rupanya seperti anak dewa. "Lalu Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia: 'Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!' Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu." (Daniel 3:26).
Dalam situasi berat sekalipun percayalah bahwa kita tidak berjuang sendiri, ada Tuhan yang selalu siap untuk memberikan pertolongan. Milikilah iman seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego, iman yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi! Ketiga pemuda itu pun menjadi berkat bagi orang lain, bahkan raja pun mengeluarkan perintah baru agar semua orang menghormati Tuhan-nya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Tuhan sanggup membalikkan keadaan.
"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7
Thursday, September 21, 2017
KEMENANGAN SEOLAH DI PIHAK MUSUH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2017
Baca: Daniel 3:1-30
"Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu." Daniel 3:20
Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu; Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah." (Mazmur 34:20-21). Ketika orang percaya hidup mengandalkan Tuhan dan melekat kepada-Nya, ada jaminan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan meski dihadapkan pada banyak tantangan, tekanan, penderitaan atau aniaya sekalipun terkadang kemenangan gemilang yang terjadi atas orang percaya berawal dari peristiwa-peristiwa yang seakan-akan merupakan suatu kekalahan. Orang beriman yang memegang teguh janji firman Tuhan dapat saja menghadapi suatu situasi yang teramat gelap dan mengerikan, seolah-olah Iblis sedang berada di atas angin dan mengalahkan mereka.
Walaupun jiwanya terancam atau nyawa menjadi taruhannya, Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap tak mau menukarkan Tuhan mereka dengan patung buatan raja Nebukadnezar. Inilah bukti iman yang hidup, yaitu iman yang didukung dengan suatu komitmen kepada Tuhan. Raja mengancam akan mencampakkan ketiga pemuda itu ke dalam perapian yang menyala-nyala bila mereka tak mau menyembah kepada patung emas itu. Ancaman itu tak menggoyahkan iman mereka! "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:16-18).
Inilah ketaatan yang tanpa syarat! Ketika pemuda ini menaati Tuhan, tidak peduli apakah Dia mau melepaskan mereka atau tidak. Tentu saja Tuhan sanggup melepaskan, namun ketaatan kita tidak boleh berdasarkan pada hal ini atau pada syarat apa pun. Berbeda dengan kebanyakan orang Kristen di masa sekarang yang umumnya mau taat tapi dengan syarat-syarat tertentu: asal Tuhan mau melepaskan mereka dari masalah, asal Tuhan menyembuhkan sakit-penyakit yang dideritanya, asal.... asal.... asal.... (Bersambung)
Baca: Daniel 3:1-30
"Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu." Daniel 3:20
Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu; Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah." (Mazmur 34:20-21). Ketika orang percaya hidup mengandalkan Tuhan dan melekat kepada-Nya, ada jaminan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan meski dihadapkan pada banyak tantangan, tekanan, penderitaan atau aniaya sekalipun terkadang kemenangan gemilang yang terjadi atas orang percaya berawal dari peristiwa-peristiwa yang seakan-akan merupakan suatu kekalahan. Orang beriman yang memegang teguh janji firman Tuhan dapat saja menghadapi suatu situasi yang teramat gelap dan mengerikan, seolah-olah Iblis sedang berada di atas angin dan mengalahkan mereka.
Walaupun jiwanya terancam atau nyawa menjadi taruhannya, Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap tak mau menukarkan Tuhan mereka dengan patung buatan raja Nebukadnezar. Inilah bukti iman yang hidup, yaitu iman yang didukung dengan suatu komitmen kepada Tuhan. Raja mengancam akan mencampakkan ketiga pemuda itu ke dalam perapian yang menyala-nyala bila mereka tak mau menyembah kepada patung emas itu. Ancaman itu tak menggoyahkan iman mereka! "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:16-18).
Inilah ketaatan yang tanpa syarat! Ketika pemuda ini menaati Tuhan, tidak peduli apakah Dia mau melepaskan mereka atau tidak. Tentu saja Tuhan sanggup melepaskan, namun ketaatan kita tidak boleh berdasarkan pada hal ini atau pada syarat apa pun. Berbeda dengan kebanyakan orang Kristen di masa sekarang yang umumnya mau taat tapi dengan syarat-syarat tertentu: asal Tuhan mau melepaskan mereka dari masalah, asal Tuhan menyembuhkan sakit-penyakit yang dideritanya, asal.... asal.... asal.... (Bersambung)
Wednesday, September 20, 2017
JANGAN MENCURI KEMULIAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2017
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
"Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya." Kisah 14:15b
Ketika rasul Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di beberapa kota, "Di Listra ada seorang yang duduk saja, karena lemah kakinya dan lumpuh sejak ia dilahirkan dan belum pernah dapat berjalan. Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan." (ayat 8-9). Segeralah Paulus menyuruh orang yang lumpuh itu berdiri, maka ia pun melonjak berdiri, lalu berjalan ke sana ke mari (ayat 10). Mujizat terjadi!
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu mengira bahwa Paulus dan Barnabas adalah dewa-dewa yang turun dari langit dalam wujud manusia, sehingga mereka pun menyanjung dan menghormati keduanya sebagaimana yang mereka perbuat terhadap dewa-dewa mereka. Tersanjungkah Paulus dan Barnabas? Apakah keduanya bangga dan semakin besar kepala? Justru keduanya mengoyakkan pakaian sambil berseru: "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu." (ayat 15a). Karakter seperti yang dimiliki Paulus dan Barnabas pada zaman seperti sekarang ini sangatlah langkah ditemukan. Orang-orang di zaman sekarang haus akan sanjungan dan pujian dari sesama manusia. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan, tidak sedikit orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan yang memiliki motivasi salah dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka suka sekali namanya dikenal, dipuji atau dielu-elukkan oleh banyak orang. Kita lupa bahwa orang dapat disembuhkan atau bertobat bukan karena kehebatan kita, tapi karena kuasa Tuhan yang turut bekerja di dalamnya dan juga oleh iman dari orang yang didoakan itu sendiri.
Tanpa Roh Tuhan bekerja kita ini bukan siapa-siapa! Kita ini hanyalah alatnya Tuhan, tidak lebih. Tidak sepatutnya kita mencuri kemuliaan Tuhan untuk kepentingan diri sendiri. Pujian, hormat dan kemuliaan itu hanya patut diberikan hanya kepada Kristus saja, karena "...punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Mencari pujian dari manusia adalah sia-sia belaka! Ini adalah kebencian Tuhan.
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
"Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya." Kisah 14:15b
Ketika rasul Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di beberapa kota, "Di Listra ada seorang yang duduk saja, karena lemah kakinya dan lumpuh sejak ia dilahirkan dan belum pernah dapat berjalan. Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan." (ayat 8-9). Segeralah Paulus menyuruh orang yang lumpuh itu berdiri, maka ia pun melonjak berdiri, lalu berjalan ke sana ke mari (ayat 10). Mujizat terjadi!
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu mengira bahwa Paulus dan Barnabas adalah dewa-dewa yang turun dari langit dalam wujud manusia, sehingga mereka pun menyanjung dan menghormati keduanya sebagaimana yang mereka perbuat terhadap dewa-dewa mereka. Tersanjungkah Paulus dan Barnabas? Apakah keduanya bangga dan semakin besar kepala? Justru keduanya mengoyakkan pakaian sambil berseru: "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu." (ayat 15a). Karakter seperti yang dimiliki Paulus dan Barnabas pada zaman seperti sekarang ini sangatlah langkah ditemukan. Orang-orang di zaman sekarang haus akan sanjungan dan pujian dari sesama manusia. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan, tidak sedikit orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan yang memiliki motivasi salah dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka suka sekali namanya dikenal, dipuji atau dielu-elukkan oleh banyak orang. Kita lupa bahwa orang dapat disembuhkan atau bertobat bukan karena kehebatan kita, tapi karena kuasa Tuhan yang turut bekerja di dalamnya dan juga oleh iman dari orang yang didoakan itu sendiri.
Tanpa Roh Tuhan bekerja kita ini bukan siapa-siapa! Kita ini hanyalah alatnya Tuhan, tidak lebih. Tidak sepatutnya kita mencuri kemuliaan Tuhan untuk kepentingan diri sendiri. Pujian, hormat dan kemuliaan itu hanya patut diberikan hanya kepada Kristus saja, karena "...punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Mencari pujian dari manusia adalah sia-sia belaka! Ini adalah kebencian Tuhan.
Subscribe to:
Posts (Atom)