Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2018
Baca: Mazmur 28:1-9
"Janganlah menyeret aku bersama-sama dengan orang fasik ataupun dengan
orang yang melakukan kejahatan, yang ramah dengan teman-temannya, tetapi
yang hatinya penuh kejahatan." Mazmur 28:3
Hidup dalam kepura-puraan sama artinya hidup dalam kemunafikan. Munafik berarti bermuka dua, orang yang sedang memainkan peran ganda, orang yang perkataannya berbeda dengan isi hatinya, atau orang yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatan yang sesungguhnya. Dalam Perjanjian Baru kata munafik diterjemahkan dari kata Yunani, hypokrites, yang berarti orang yang sedang memainkan peran di atas panggung. Bagi pemain drama/sandirawa, karakter yang mereka lakoni di atas panggung belum tentu sama, bahkan bisa sangat bertolak belakang dengan karakter yang sesungguhnya atau perilaku dalam kesehariannya.
Hidup dalam kepura-puraan inilah yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Matius 23:1-26). Meskipun secara teori mereka sangat ahli dalam menguasai isi Kitab Suci atau Taurat, namun dalam prakteknya perbuatan mereka sama sekali tidak selaras dengan pengetahuan mereka tentang kebenaran. Tuhan mengecam keras orang-orang yang demikian, "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang
mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti
perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak
melakukannya." (Matius 23:3). Ini menjadi tamparan keras bagi semua orang percaya, terlebih-lebih kita yang sudah melayani pekerjaan Tuhan. Sebagai pelayan Tuhan sudah semestinya kita hidup dalam kebenaran dan benar-benar menjadi pelaku firman. Jangan sampai kita disebut sebagai orang-orang yang munafik, melayani Tuhan, tapi hidup kita jauh menyimpang dari firman Tuhan.
Tuhan sama sekali tidak menilai kita berdasarkan penampilan luar dan perkataan-perkataan manis yang keluar dari mulut kita. Dia menyelidik sampai ke dalam hati kita dan segala sesuatu yang tersembunyi di dalamnya: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab
segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya
kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13).
Jadilah orang percaya yang punya integritas dan takut akan Tuhan, jangan penuh kepura-puraan!
Wednesday, January 31, 2018
Tuesday, January 30, 2018
ORANG PERCAYA: Surat Kristus yang Hidup (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2018
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." 2 Korintus 3:3
Untuk bisa menjadi surat Kristus yang hidup, dari pihak kita harus ada pertobatan yang sungguh supaya bisa memberi kesan bagi siapa pun yang membacanya. Sebagaimana sebuah pohon dikenal lewat buahnya, pula kita akan dikenal lewat buah-buah pertobatan yang dihasilkan melalui kehidupan secara nyata.
Rasul Paulus menyatakan bahwa 'surat' itu "...ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (ayat nas). Mengapa Tuhan menulisnya di dalam hati? Karena hati merupakan pancaran sumber kehidupan (Amsal 4:23), dan "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Perkataan atau tingkah laku kita bisa dimanipulasi, tetapi hati kita tidak bisa. Demikian juga di dalam perbuatan orang bisa saja berpura-pura (pakai topeng), bersikap sopan dan baik di hadapan sesamanya, tetapi hati tetap tidak bisa ditipu dan dibohongi. Karena itulah rasul Paulus mengatakan bahwa surat itu ditulis di dalam hati. Kalau hati sudah diubahkan atau dipulihkan, maka secara otomatis akan terefleksi pada setiap perkataan, perbuatan atau tingkah laku yang turut diubahkan.
Manusia tidak bisa melihat apa yang ada di hati orang lain, tetapi Tuhan bisa. Hati yang sudah mengalami pemulihan pasti akan mengeluarkan hal-hal yang berbeda dari sebelumnya. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi yang menulis surat itu bukanlah manusia atau diri kita sendiri, melainkan Roh Tuhan. Apa yang Roh Tuhan tulis di hati kita? Yaitu firman-Nya atau hukum-hukum-Nya.
"Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku." Yeremia 31:33
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." 2 Korintus 3:3
Untuk bisa menjadi surat Kristus yang hidup, dari pihak kita harus ada pertobatan yang sungguh supaya bisa memberi kesan bagi siapa pun yang membacanya. Sebagaimana sebuah pohon dikenal lewat buahnya, pula kita akan dikenal lewat buah-buah pertobatan yang dihasilkan melalui kehidupan secara nyata.
Rasul Paulus menyatakan bahwa 'surat' itu "...ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (ayat nas). Mengapa Tuhan menulisnya di dalam hati? Karena hati merupakan pancaran sumber kehidupan (Amsal 4:23), dan "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Perkataan atau tingkah laku kita bisa dimanipulasi, tetapi hati kita tidak bisa. Demikian juga di dalam perbuatan orang bisa saja berpura-pura (pakai topeng), bersikap sopan dan baik di hadapan sesamanya, tetapi hati tetap tidak bisa ditipu dan dibohongi. Karena itulah rasul Paulus mengatakan bahwa surat itu ditulis di dalam hati. Kalau hati sudah diubahkan atau dipulihkan, maka secara otomatis akan terefleksi pada setiap perkataan, perbuatan atau tingkah laku yang turut diubahkan.
Manusia tidak bisa melihat apa yang ada di hati orang lain, tetapi Tuhan bisa. Hati yang sudah mengalami pemulihan pasti akan mengeluarkan hal-hal yang berbeda dari sebelumnya. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi yang menulis surat itu bukanlah manusia atau diri kita sendiri, melainkan Roh Tuhan. Apa yang Roh Tuhan tulis di hati kita? Yaitu firman-Nya atau hukum-hukum-Nya.
"Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku." Yeremia 31:33
Monday, January 29, 2018
ORANG PERCAYA: Surat Kristus yang Hidup (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2018
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang." 2 Korintus 3:2
Tidak semua orang percaya mengerti bahwa sebagai pengikut Kristus, sesungguhnya keberadaan kita di tengah-tengah dunia adalah menjadi surat-surat Kristus yang terbuka, yang bisa dibaca oleh semua orang. Karena itu, baik perkataan maupun tingkah laku kita haruslah bisa menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia. Seringkali kita diingatkan dengan ayat ini: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kalau kehidupan kita sama sekali tidak mencerminkan kehidupan seperti Kristus, maka kita bisa disebut sebagai orang-orang Kristen yang gagal total, sebab sasaran utama hidup kekristenan adalah menjadi serupa dengan Kristus. "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." (2 Korintus 3:18).
Orang percaya disebut sebagai surat Kristus, artinya kehidupan kita bisa dibaca oleh semua orang. Hidup kita sama seperti surat yang merupakan sarana komunikasi tanpa suara, tetapi bisa dimengerti dari tulisan yang ada di dalamnya. Seandainya kita menerima surat yang berisi tentang hal-hal yang menyedihkan, maka kita yang membacanya pasti akan turut menjadi sedih. Demikian juga sebaliknya, kalau kita membaca surat yang berisikan tentang berita bahagia, maka kita pun akan turut merasakan kebahagiaan tersebut. Jadi, ada pengaruh bagi setiap orang yang membaca surat itu.
Demikian pula seharusnya kehidupan setiap pengikut Kristus yaitu bisa dibaca oleh orang lain dan dapat memberikan dampak yang positif, sehingga meskipun kita belum bersuara atau memberitakan Injil, tetapi melalui perkataan dan perbuatan kita yang 'berbeda' dari dunia, kita sedang memberitakan Injil Kristus kepada orang-orang yang ada di sekitar. Ketika kehidupan orang percaya bisa menjadi teladan yang baik, maka tanpa disadari kita sedang memperkenalkan Kristus kepada dunia, sebelum kita memberitakan Injil kepada mereka.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang." 2 Korintus 3:2
Tidak semua orang percaya mengerti bahwa sebagai pengikut Kristus, sesungguhnya keberadaan kita di tengah-tengah dunia adalah menjadi surat-surat Kristus yang terbuka, yang bisa dibaca oleh semua orang. Karena itu, baik perkataan maupun tingkah laku kita haruslah bisa menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia. Seringkali kita diingatkan dengan ayat ini: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kalau kehidupan kita sama sekali tidak mencerminkan kehidupan seperti Kristus, maka kita bisa disebut sebagai orang-orang Kristen yang gagal total, sebab sasaran utama hidup kekristenan adalah menjadi serupa dengan Kristus. "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." (2 Korintus 3:18).
Orang percaya disebut sebagai surat Kristus, artinya kehidupan kita bisa dibaca oleh semua orang. Hidup kita sama seperti surat yang merupakan sarana komunikasi tanpa suara, tetapi bisa dimengerti dari tulisan yang ada di dalamnya. Seandainya kita menerima surat yang berisi tentang hal-hal yang menyedihkan, maka kita yang membacanya pasti akan turut menjadi sedih. Demikian juga sebaliknya, kalau kita membaca surat yang berisikan tentang berita bahagia, maka kita pun akan turut merasakan kebahagiaan tersebut. Jadi, ada pengaruh bagi setiap orang yang membaca surat itu.
Demikian pula seharusnya kehidupan setiap pengikut Kristus yaitu bisa dibaca oleh orang lain dan dapat memberikan dampak yang positif, sehingga meskipun kita belum bersuara atau memberitakan Injil, tetapi melalui perkataan dan perbuatan kita yang 'berbeda' dari dunia, kita sedang memberitakan Injil Kristus kepada orang-orang yang ada di sekitar. Ketika kehidupan orang percaya bisa menjadi teladan yang baik, maka tanpa disadari kita sedang memperkenalkan Kristus kepada dunia, sebelum kita memberitakan Injil kepada mereka.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Sunday, January 28, 2018
JEMAAT BEREA: Hati Yang Rela
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2018
Baca: Kisah Para Rasul 17:10-15
"Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." Kisah 17:11
Alkitab mencatat bahwa jemaat di Berea disebut lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika. Mengapa bisa seperti itu? Jemaat di Berea bisa menjadi orang-orang yang jauh lebih baik karena mereka menerima firman Tuhan yang diberitakan oleh Paulus dan Silas dengan segala kerelaan. Artinya mereka mau belajar, dibentuk dan diproses oleh firman Tuhan. Ini adalah dampak dari kuasa firman Tuhan! "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Dinyatakan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Orang yang mendengar firman dengan sungguh-sungguh, menyimpan dalam hati dan memraktekkan dalam hidup sehari-hari hidupnya pasti diubahkan dan hatinya dipulihkan, sehingga tercermin dalam setiap perkataan dan tindakan yang menjadi baik. Karena begitu mengasihi Tuhan, jemaat di Berea rela hati untuk dibentuk oleh firman Tuhan. Ini menunjukkan bahwa mereka sangat menghormati Tuhan dan menghargai firman-Nya. Perhatikan apa yang dilakukan oleh jemaat di Berea! "...dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." (ayat nas). Artinya mereka rela menyediakan waktu untuk mempelajari Kitab Suci setiap hari. Keberadaan jemaat di Berea benar-benar telah menjadi kesaksian yang baik!
Sementara, banyak orang Kristen tidak rela memberi waktu untuk berdoa dan baca Alkitab, apalagi menyediakan waktu secara khusus untuk menyelidiki dan mempelajari Alkitab. Tidaklah mengherankan jika di setiap ibadah-ibadah pendalaman Alkitab seringkali sepi orang dan sedikit sekali peminatnya.
Hidup kita pasti menjadi berkat bila hati kita rela dibentuk oleh firman Tuhan.
Baca: Kisah Para Rasul 17:10-15
"Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." Kisah 17:11
Alkitab mencatat bahwa jemaat di Berea disebut lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika. Mengapa bisa seperti itu? Jemaat di Berea bisa menjadi orang-orang yang jauh lebih baik karena mereka menerima firman Tuhan yang diberitakan oleh Paulus dan Silas dengan segala kerelaan. Artinya mereka mau belajar, dibentuk dan diproses oleh firman Tuhan. Ini adalah dampak dari kuasa firman Tuhan! "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Dinyatakan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Orang yang mendengar firman dengan sungguh-sungguh, menyimpan dalam hati dan memraktekkan dalam hidup sehari-hari hidupnya pasti diubahkan dan hatinya dipulihkan, sehingga tercermin dalam setiap perkataan dan tindakan yang menjadi baik. Karena begitu mengasihi Tuhan, jemaat di Berea rela hati untuk dibentuk oleh firman Tuhan. Ini menunjukkan bahwa mereka sangat menghormati Tuhan dan menghargai firman-Nya. Perhatikan apa yang dilakukan oleh jemaat di Berea! "...dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian." (ayat nas). Artinya mereka rela menyediakan waktu untuk mempelajari Kitab Suci setiap hari. Keberadaan jemaat di Berea benar-benar telah menjadi kesaksian yang baik!
Sementara, banyak orang Kristen tidak rela memberi waktu untuk berdoa dan baca Alkitab, apalagi menyediakan waktu secara khusus untuk menyelidiki dan mempelajari Alkitab. Tidaklah mengherankan jika di setiap ibadah-ibadah pendalaman Alkitab seringkali sepi orang dan sedikit sekali peminatnya.
Hidup kita pasti menjadi berkat bila hati kita rela dibentuk oleh firman Tuhan.
Saturday, January 27, 2018
JAUH LEBIH BESAR DARI YANG DIDOAKAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2018
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo." 1 Samuel 1:24
Kunci keberhasilan doa Hana adalah karena doanya lebih mengutamakan Tuhan dan mempermuliakan nama-Nya, yang di dalamnya terkandung iman yang luar biasa, di mana ia begitu mempercayai Tuhan sanggup menjawab doanya sehingga ia memiliki keberanian untuk bernazar dengan mempersembahkan kembali anak itu kepada Tuhan, meski secara kasat mata ia belum mengandung atau melahirkan seorang anak. Inilah yang Tuhan ajarkan: "...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24).
Apa respon Tuhan terhadap sikap hati Hana dalam berdoa? Tuhan tidak membiarkan Hana pulang dengan tangan hampa, tetapi ia pulang dengan membawa janji Tuhan bahwa ia akan dikaruniai seorang putera. "Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Doa Hana pun terjawab, ia mengandung dan lalu melahirkan seorang anak, anak itu adalah Samuel. Tidak berhenti sampai dengan doa yang dijawab. Ketika Tuhan sudah menjawab doa kita, Tuhan ingin membawa kita lebih dalam lagi melihat jawaban doa yang jauh lebih besar lagi. Bagaimana caranya? Inilah yang dilakukan Hana yaitu menepati apa yang telah ia nazarkan kepada Tuhan (Ulangan 23:21-23). Samuel, anak satu-satunya yang ia minta kepada Tuhan, pun kembali dipersembahkan kepada Tuhan.
Kalau dulu dalam penderitaannya ia tetap mencari Tuhan, sekarang dalam kebahagiaannya pun ia tetap menaati dan berjalan bersama Tuhan. Alkitab mencatat: Samuel (anaknya) menjadi imam dan nabi yang sangat dihormati di Israel dan bahkan, "....TUHAN mengindahkan Hana, sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi. Sementara itu makin besarlah Samuel yang muda itu di hadapan TUHAN." (1 Samuel 2:21). Tuhan memberkati Hana dengan porsi ganda!
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, ..." Efesus 3:20
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo." 1 Samuel 1:24
Kunci keberhasilan doa Hana adalah karena doanya lebih mengutamakan Tuhan dan mempermuliakan nama-Nya, yang di dalamnya terkandung iman yang luar biasa, di mana ia begitu mempercayai Tuhan sanggup menjawab doanya sehingga ia memiliki keberanian untuk bernazar dengan mempersembahkan kembali anak itu kepada Tuhan, meski secara kasat mata ia belum mengandung atau melahirkan seorang anak. Inilah yang Tuhan ajarkan: "...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24).
Apa respon Tuhan terhadap sikap hati Hana dalam berdoa? Tuhan tidak membiarkan Hana pulang dengan tangan hampa, tetapi ia pulang dengan membawa janji Tuhan bahwa ia akan dikaruniai seorang putera. "Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20). Doa Hana pun terjawab, ia mengandung dan lalu melahirkan seorang anak, anak itu adalah Samuel. Tidak berhenti sampai dengan doa yang dijawab. Ketika Tuhan sudah menjawab doa kita, Tuhan ingin membawa kita lebih dalam lagi melihat jawaban doa yang jauh lebih besar lagi. Bagaimana caranya? Inilah yang dilakukan Hana yaitu menepati apa yang telah ia nazarkan kepada Tuhan (Ulangan 23:21-23). Samuel, anak satu-satunya yang ia minta kepada Tuhan, pun kembali dipersembahkan kepada Tuhan.
Kalau dulu dalam penderitaannya ia tetap mencari Tuhan, sekarang dalam kebahagiaannya pun ia tetap menaati dan berjalan bersama Tuhan. Alkitab mencatat: Samuel (anaknya) menjadi imam dan nabi yang sangat dihormati di Israel dan bahkan, "....TUHAN mengindahkan Hana, sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi. Sementara itu makin besarlah Samuel yang muda itu di hadapan TUHAN." (1 Samuel 2:21). Tuhan memberkati Hana dengan porsi ganda!
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, ..." Efesus 3:20
Friday, January 26, 2018
JAUH LEBIH BESAR DARI YANG DIDOAKAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2018
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." 1 Samuel 1:11
Ada sebuah kisah yang sangat menarik di Alkitab bagaimana Tuhan mengabulkan doa seseorang. Adalah Hana, wanita yang bertahun-tahun mandul. Bagi wanita kemandulan adalah petaka besar! Penderitaan batin yang dialami Hana tidak cukup sampai di situ. Selain mandul, kehadiran 'madu'nya yaitu Penina, yang dari waktu ke waktu selalu menyakiti hatinya, semakin memperburuk keadaan. Entah berapa tahun hal itu berlangsung, akan tetapi Alkitab mencatat: "Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan." (1 Samuel 1:7). Suatu proses hidup yang sungguh berat!
Ketika dihadapkan pada penderitaan hidup yang berat, umumnya orang akan memilih meninggalkan Tuhan dan berusaha mencari 'jalan pintas', meminta pertolongan dunia. Tidak sedikit orang frustasi dan putus asa. Namun Hana tidak larut dalam kepahitan atau kekecewaan, ia memilih datang kepada Tuhan dan menyerahkan semua persoalan kepada-Nya. "...dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu." (1 Samuel 1:10).
Hal luar biasa yang patut menjadi perhatian orang percaya adalah nazar yang Hana sampaikan kepada Tuhan. Inilah yang sesungguhnya menjadi kunci keberhasilan doanya! Kita tahu bahwa persoalan utama yang dihadapi Hana adalah soal anak. Tetapi ia dengan penuh keyakinan berjanji kepada Tuhan: jikalau Tuhan mengaruniai dia anak, maka anaknya itu akan dipersembahkan kepada Tuhan! Artinya jika doanya dikabulkan Tuhan, ia bersedia menerima konsekuensinya yaitu kembali ke persoalan yang sama, yaitu 'tidak mempunyai anak' seperti sediakala! Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Hana sedang mencari perkenanan Tuhan, yang baginya jauh lebih penting dan berharga dari anak yang ia pergumulkan.
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." 1 Samuel 1:11
Ada sebuah kisah yang sangat menarik di Alkitab bagaimana Tuhan mengabulkan doa seseorang. Adalah Hana, wanita yang bertahun-tahun mandul. Bagi wanita kemandulan adalah petaka besar! Penderitaan batin yang dialami Hana tidak cukup sampai di situ. Selain mandul, kehadiran 'madu'nya yaitu Penina, yang dari waktu ke waktu selalu menyakiti hatinya, semakin memperburuk keadaan. Entah berapa tahun hal itu berlangsung, akan tetapi Alkitab mencatat: "Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan." (1 Samuel 1:7). Suatu proses hidup yang sungguh berat!
Ketika dihadapkan pada penderitaan hidup yang berat, umumnya orang akan memilih meninggalkan Tuhan dan berusaha mencari 'jalan pintas', meminta pertolongan dunia. Tidak sedikit orang frustasi dan putus asa. Namun Hana tidak larut dalam kepahitan atau kekecewaan, ia memilih datang kepada Tuhan dan menyerahkan semua persoalan kepada-Nya. "...dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu." (1 Samuel 1:10).
Hal luar biasa yang patut menjadi perhatian orang percaya adalah nazar yang Hana sampaikan kepada Tuhan. Inilah yang sesungguhnya menjadi kunci keberhasilan doanya! Kita tahu bahwa persoalan utama yang dihadapi Hana adalah soal anak. Tetapi ia dengan penuh keyakinan berjanji kepada Tuhan: jikalau Tuhan mengaruniai dia anak, maka anaknya itu akan dipersembahkan kepada Tuhan! Artinya jika doanya dikabulkan Tuhan, ia bersedia menerima konsekuensinya yaitu kembali ke persoalan yang sama, yaitu 'tidak mempunyai anak' seperti sediakala! Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Hana sedang mencari perkenanan Tuhan, yang baginya jauh lebih penting dan berharga dari anak yang ia pergumulkan.
Thursday, January 25, 2018
KASIH BAPA: Sungguh Tiada Batas
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2018
Baca: Lukas 15:11-32
"Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." Lukas 15:22-23
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena Tuhan yang kita sembah adalah Bapa yang sungguh teramat baik, Bapa yang selalu ingin memberkati anak-anak-Nya. Bahkan kerinduan hati Bapa untuk memberkati kita itu jauh lebih besar dari kerinduan hati kita untuk diberkati oleh-Nya. Kita dapat melihatnya dari kisah perumpamaan yang Kristus sampaikan tentang anak yang hilang ini, sekalipun anak bungsu itu telah memilih untuk meninggalkan bapanya dan menghabiskan harta miliknya dan jatuh melarat, dan yang kemudian baru memutuskan untuk kembali pulang ke rumah bapanya.
Apa yang diperbuat bapanya begitu melihat anak bungsunya kembali? Marah dan mengusir dia? Tidak sama sekali! Sang bapa justru menyambutnya dengan tangan terbuka dan penuh dengan kasih. Bapa juga sama sekali tidak mengungkit-ungkit dosa dan kesalahan yang diperbuat anak bungsu itu, apalagi menyinggung soal berapa uang dan harta yang telah dihambur-hamburkannya. Bapa puas dan gembira karena anaknya sudah pulang dalam keadaan selamat. Itu cukup baginya, sekalipun anak bungsu itu berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Akan tetapi perkataan ini tidak ditanggapi bapanya. Perhatikan reaksi bapanya begitu melihat anaknya yang bungsu itu kembali ke rumah: "...Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20). Apa pun keadaannya, anak bungsu itu tetap diterimanya sebagai anak!
Begitu juga dengan Bapa kita di sorga, Ia tidak pernah memperhitungkan kesalahan dan dosa kita ketika kita memutuskan untuk kembali kepada-Nya.
"Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita... sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." Mazmur 103:10, 12
Baca: Lukas 15:11-32
"Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." Lukas 15:22-23
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena Tuhan yang kita sembah adalah Bapa yang sungguh teramat baik, Bapa yang selalu ingin memberkati anak-anak-Nya. Bahkan kerinduan hati Bapa untuk memberkati kita itu jauh lebih besar dari kerinduan hati kita untuk diberkati oleh-Nya. Kita dapat melihatnya dari kisah perumpamaan yang Kristus sampaikan tentang anak yang hilang ini, sekalipun anak bungsu itu telah memilih untuk meninggalkan bapanya dan menghabiskan harta miliknya dan jatuh melarat, dan yang kemudian baru memutuskan untuk kembali pulang ke rumah bapanya.
Apa yang diperbuat bapanya begitu melihat anak bungsunya kembali? Marah dan mengusir dia? Tidak sama sekali! Sang bapa justru menyambutnya dengan tangan terbuka dan penuh dengan kasih. Bapa juga sama sekali tidak mengungkit-ungkit dosa dan kesalahan yang diperbuat anak bungsu itu, apalagi menyinggung soal berapa uang dan harta yang telah dihambur-hamburkannya. Bapa puas dan gembira karena anaknya sudah pulang dalam keadaan selamat. Itu cukup baginya, sekalipun anak bungsu itu berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Akan tetapi perkataan ini tidak ditanggapi bapanya. Perhatikan reaksi bapanya begitu melihat anaknya yang bungsu itu kembali ke rumah: "...Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20). Apa pun keadaannya, anak bungsu itu tetap diterimanya sebagai anak!
Begitu juga dengan Bapa kita di sorga, Ia tidak pernah memperhitungkan kesalahan dan dosa kita ketika kita memutuskan untuk kembali kepada-Nya.
"Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita... sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." Mazmur 103:10, 12
Wednesday, January 24, 2018
KORNELIUS: Doa Dijawab Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2018
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Allah dan Allah mengingat engkau." Kisah 10:4
Banyak orang Kristen tahu bahwa berdoa itu penting, tetapi sangat sedikit yang mau bersungguh-sungguh di dalam doa; atau berdoa hanya saat perlu atau dalam keadaan terdesak saja. Doa sesungguhnya bukanlah sekedar aktivitas agamawi, tetapi doa adalah wujud kebergantungan kita kepada Tuhan secara mutlak karena kita takkan mampu menjalani hidup ini tanpa Tuhan turun tangan menolong kita. Jadi doa bukan sekedar sikap rohani biasa, tetapi merupakan hubungan dengan Tuhan, karena ketika kita berdoa kita sedang berkomunikasi atau membangun persekutuan karib dengan Tuhan. Ketika kita berdoa Tuhan mendengar, dan karena Dia mendengar maka Dia akan menjawab.
Doa bukan sekedar meminta apa yang kita mau kepada Tuhan, tapi lebih dari itu, yaitu bagaimana kita mengerti dan memahami apa yang Tuhan mau, sehingga dalam doa-doa tersebut kita tidak memaksa Tuhan mengikuti kemauan kita, tetapi kita belajar mengikuti kehendak Tuhan. Ayat nas menyatakan bahwa doa Kornelius telah sampai, naik ke hadirat Tuhan, artinya doanya diperhatikan dan didengar oleh Tuhan. Ada unsur-unsur doa yang harus dipahami supaya doa kita diperhatikan dan didengar Tuhan, di antaranya: 1. Kesungguhan dalam berdoa. Seringkali kita berdoa asal-asalan atau ala kadarnya. Berdoa sungguh-sungguh berarti fokus, ada kesatuan antara hati, pikiran, jiwa dan roh, disertai rasa penghormatan yang tinggi kepada Tuhan. "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:17-18).
2. Sikap hati harus benar. Ini berbicara tentang motivasi kita saat berdoa. Seringkali kita menggerutu kepada Tuhan karena doa kita tak dijawab, mungkin motivasi kita salah. "...kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Doa yang dijawab Tuhan adalah yang dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan sikap hati yang benar!
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Allah dan Allah mengingat engkau." Kisah 10:4
Banyak orang Kristen tahu bahwa berdoa itu penting, tetapi sangat sedikit yang mau bersungguh-sungguh di dalam doa; atau berdoa hanya saat perlu atau dalam keadaan terdesak saja. Doa sesungguhnya bukanlah sekedar aktivitas agamawi, tetapi doa adalah wujud kebergantungan kita kepada Tuhan secara mutlak karena kita takkan mampu menjalani hidup ini tanpa Tuhan turun tangan menolong kita. Jadi doa bukan sekedar sikap rohani biasa, tetapi merupakan hubungan dengan Tuhan, karena ketika kita berdoa kita sedang berkomunikasi atau membangun persekutuan karib dengan Tuhan. Ketika kita berdoa Tuhan mendengar, dan karena Dia mendengar maka Dia akan menjawab.
Doa bukan sekedar meminta apa yang kita mau kepada Tuhan, tapi lebih dari itu, yaitu bagaimana kita mengerti dan memahami apa yang Tuhan mau, sehingga dalam doa-doa tersebut kita tidak memaksa Tuhan mengikuti kemauan kita, tetapi kita belajar mengikuti kehendak Tuhan. Ayat nas menyatakan bahwa doa Kornelius telah sampai, naik ke hadirat Tuhan, artinya doanya diperhatikan dan didengar oleh Tuhan. Ada unsur-unsur doa yang harus dipahami supaya doa kita diperhatikan dan didengar Tuhan, di antaranya: 1. Kesungguhan dalam berdoa. Seringkali kita berdoa asal-asalan atau ala kadarnya. Berdoa sungguh-sungguh berarti fokus, ada kesatuan antara hati, pikiran, jiwa dan roh, disertai rasa penghormatan yang tinggi kepada Tuhan. "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:17-18).
2. Sikap hati harus benar. Ini berbicara tentang motivasi kita saat berdoa. Seringkali kita menggerutu kepada Tuhan karena doa kita tak dijawab, mungkin motivasi kita salah. "...kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Doa yang dijawab Tuhan adalah yang dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan sikap hati yang benar!
Tuesday, January 23, 2018
KORNELIUS: Takut Akan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2018
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Empat hari yang lalu kira-kira pada waktu yang sama seperti sekarang, yaitu jam tiga petang, aku sedang berdoa di rumah. Tiba-tiba ada seorang berdiri di depanku, pakaiannya berkilau-kilauan dan ia berkata: Kornelius, doamu telah didengarkan Allah dan sedekahmu telah diingatkan di hadapan-Nya." Kisah 10:30-31
Jabatan, kedudukan dan harta kekayaan seringkali menjadi faktor penyebab orang mudah sekali meninggalkan Tuhan dan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri. Alkitab memperingatkan: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
Pelajaran berharga lain yang kita dapatkan dari Kornelius: Tak meninggalkan persekutuan dengan Tuhan. "Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah ....dan senantiasa berdoa kepada Allah." (Kisah 10:2). Ada banyak orang memiliki jabatan atau kedudukan hidupnya jauh dari Tuhan karena merasa mampu. Mereka lebih mengandalkan apa yang dimiliki. Hari-harinya penuh dengan agenda kerja sampai-sampai tak memiliki waktu untuk membangun persekutuan secara pribadi dengan Tuhan. Semakin kita menjauh dari Tuhan semakin kita membuka celah selebar-lebarnya kepada Iblis untuk menghancurkan hidup kita. Seharusnya semakin kita dipercaya Tuhan dengan keberhasilan di dalam karir semakin mendekatkan kita kepada Tuhan, dan menyadarkan kita bahwa di luar Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5b), "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12).
Kornelius juga suka berbuat baik. "...ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi..." (Kisah 10:2). Ia tidak menggunakan jurs aji mumpung dengan memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Hati Kornelius penuh belas kasihan, ia tak dapat menahan diri untuk menolong orang lain. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27).
Hidup Kornelius benar-benar menjadi berkat karena ia takut akan Tuhan!
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Empat hari yang lalu kira-kira pada waktu yang sama seperti sekarang, yaitu jam tiga petang, aku sedang berdoa di rumah. Tiba-tiba ada seorang berdiri di depanku, pakaiannya berkilau-kilauan dan ia berkata: Kornelius, doamu telah didengarkan Allah dan sedekahmu telah diingatkan di hadapan-Nya." Kisah 10:30-31
Jabatan, kedudukan dan harta kekayaan seringkali menjadi faktor penyebab orang mudah sekali meninggalkan Tuhan dan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri. Alkitab memperingatkan: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).
Pelajaran berharga lain yang kita dapatkan dari Kornelius: Tak meninggalkan persekutuan dengan Tuhan. "Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah ....dan senantiasa berdoa kepada Allah." (Kisah 10:2). Ada banyak orang memiliki jabatan atau kedudukan hidupnya jauh dari Tuhan karena merasa mampu. Mereka lebih mengandalkan apa yang dimiliki. Hari-harinya penuh dengan agenda kerja sampai-sampai tak memiliki waktu untuk membangun persekutuan secara pribadi dengan Tuhan. Semakin kita menjauh dari Tuhan semakin kita membuka celah selebar-lebarnya kepada Iblis untuk menghancurkan hidup kita. Seharusnya semakin kita dipercaya Tuhan dengan keberhasilan di dalam karir semakin mendekatkan kita kepada Tuhan, dan menyadarkan kita bahwa di luar Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5b), "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12).
Kornelius juga suka berbuat baik. "...ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi..." (Kisah 10:2). Ia tidak menggunakan jurs aji mumpung dengan memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Hati Kornelius penuh belas kasihan, ia tak dapat menahan diri untuk menolong orang lain. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27).
Hidup Kornelius benar-benar menjadi berkat karena ia takut akan Tuhan!
Monday, January 22, 2018
KORNELIUS: Punya Kerendahan Hati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2018
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah." Kisah 10:2
Kalau mendengar kata pejabat maka yang ada dalam pikiran kita adalah orang yang sangat terpandang dan disegani semua orang, di mana-mana mendapatkan pelayanan yang VIP. Namun tidak sedikit orang berpendapat bahwa pejabat identik dengan orang yang hanya mau menang sendiri, katanya pelayan masyarakat tapi nyatanya selalu ingin dilayani oleh masyarakat, gampang sekali menyalahgunakan wewenang (korupsi, suap).
Kornelius adalah seorang perwira pasukan Romawi yang disebut pasukan Italia (ayat 1). Ini menunjukkan bahwa Kornelius bukanlah orang biasa, tapi orang yang memiliki jabatan tinggi atau pemimpin, namun ia pejabat atau pemimpin yang mengayomi masyarakat, memiliki hati untuk rakyatnya dan takut akan Tuhan. Inilah yang membedakan dengan kebanyakan pejabat/pemimpin zaman sekarang yang cenderung mementingkan golongannya atau diri sendiri. Sesungguhnya Kornelius berasal dari bangsa kafir. Tetapi menyadari tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang tak mudah, ia pun sadar bahwa ia sangat membutuhkan campur tangan kuasa Tuhan. Kisah Para Rasul ini mencatat bahwa Kornelius merupkan orang non-Yahudi pertama yang menjadi orang Kristen (pengikut Kristus).
Banyak pelajaran berharga yang kita dapatkan dari kehidupan Kornelius ini, antara lain: Punya jabatan tak membuatnya sombong. Orang yang memiliki kedudukan tinggi biasanya mudah sekali takabur, berlaku sombong dan memandang rendah orang lain. Perhatikan yang Alkitab katakan: "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" (Yesaya 2:11). Meski berpangkat, Kornelius tetaplah orang yang rendah hati. Ada tertulis: "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 3:34). Jika saat ini kita dipercaya oleh Tuhan sebuah jabatan atau kedudukan yang tinggi, jangan sampai hal itu membuat kita lupa diri, memegahkan diri, apalagi sampai menganggap rendah orang lain.
Jangan lupa selalu bersyukur kepada Tuhan dan tetaplah menjadi orang yang rendah hati, karena semua datangnya dari Tuhan.
Baca: Kisah Para Rasul 10:1-48
"Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah." Kisah 10:2
Kalau mendengar kata pejabat maka yang ada dalam pikiran kita adalah orang yang sangat terpandang dan disegani semua orang, di mana-mana mendapatkan pelayanan yang VIP. Namun tidak sedikit orang berpendapat bahwa pejabat identik dengan orang yang hanya mau menang sendiri, katanya pelayan masyarakat tapi nyatanya selalu ingin dilayani oleh masyarakat, gampang sekali menyalahgunakan wewenang (korupsi, suap).
Kornelius adalah seorang perwira pasukan Romawi yang disebut pasukan Italia (ayat 1). Ini menunjukkan bahwa Kornelius bukanlah orang biasa, tapi orang yang memiliki jabatan tinggi atau pemimpin, namun ia pejabat atau pemimpin yang mengayomi masyarakat, memiliki hati untuk rakyatnya dan takut akan Tuhan. Inilah yang membedakan dengan kebanyakan pejabat/pemimpin zaman sekarang yang cenderung mementingkan golongannya atau diri sendiri. Sesungguhnya Kornelius berasal dari bangsa kafir. Tetapi menyadari tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang tak mudah, ia pun sadar bahwa ia sangat membutuhkan campur tangan kuasa Tuhan. Kisah Para Rasul ini mencatat bahwa Kornelius merupkan orang non-Yahudi pertama yang menjadi orang Kristen (pengikut Kristus).
Banyak pelajaran berharga yang kita dapatkan dari kehidupan Kornelius ini, antara lain: Punya jabatan tak membuatnya sombong. Orang yang memiliki kedudukan tinggi biasanya mudah sekali takabur, berlaku sombong dan memandang rendah orang lain. Perhatikan yang Alkitab katakan: "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" (Yesaya 2:11). Meski berpangkat, Kornelius tetaplah orang yang rendah hati. Ada tertulis: "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 3:34). Jika saat ini kita dipercaya oleh Tuhan sebuah jabatan atau kedudukan yang tinggi, jangan sampai hal itu membuat kita lupa diri, memegahkan diri, apalagi sampai menganggap rendah orang lain.
Jangan lupa selalu bersyukur kepada Tuhan dan tetaplah menjadi orang yang rendah hati, karena semua datangnya dari Tuhan.
Sunday, January 21, 2018
MILIKI HATI YANG LURUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2018
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah." Kisah 8:21
Dunia hari-hari ini adalah dunia yang dipenuhi dengan orang-orang yang justru semakin sibuk menjaga uang dan harta kekayaannya, sibuk menjaga perusahaan dan aset-asetnya, sibuk menjaga penampilan jasmaninya agar tetap kelihatan cantik dan tampan, sibuk menjaga jabatan dan popularitasnya agar tidak kalah pamor, dan sebagainya.
Kita semua lupa bahwa sesungguhnya kunci dari segala hal dalam hidup ini adalah hati kita. Alkitab menyatakan: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati kita harus selalu dijaga? Karena dari hati timbul segala pikiran jahat (Matius 15:19). Iblis sedang gencar-gencarnya mempengaruhi manusia dengan menawarkan segala kenikmatan dunia. Jika manusia tidak dapat menjaga hatinya, mata hatinya akan semakin gelap, dan akhirnya dalam hati timbul berbagai niat jahat. Ada tertulis: "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Ingatlah bahwa hidup yang sedang kita jalani hari ini hanyalah pancaran dari apa yang ada di dalam hati kita. Kalau hati kita lurus maka jalan kita pun akan lurus. Hati yang lurus adalah hati yang bersih, tidak tipu daya atau bebas dari segala kejahatan.
Tuhan adalah Tuhan yang berlimpah kasih karunia. Namun kasih karunia Tuhan tidak diberikan kepada sembarang orang. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19). Tuhan memberikan kasih karunia-Nya kepada orang-orang yang berhati lurus. Kalau kasih karunia itu diberikan kepada orang yang hatinya bengkok, kasih karunia-Nya pasti akan disalah gunakan, bukan untuk kemuliaan nama Tuhan, tapi kemegahan diri sendiri. Orang yang hatinya tidak lurus akan kehilangan berkat dan kesempatan dari Tuhan, sebaliknya orang yang hatinya lurus pasti dikasihi Tuhan. Contoh: Saul ditolak Tuhan dan Daud dipilih-Nya, karena Tuhan mendapati Daud punya hati yang lurus.
"Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus baginya." Yesaya 26:7
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah." Kisah 8:21
Dunia hari-hari ini adalah dunia yang dipenuhi dengan orang-orang yang justru semakin sibuk menjaga uang dan harta kekayaannya, sibuk menjaga perusahaan dan aset-asetnya, sibuk menjaga penampilan jasmaninya agar tetap kelihatan cantik dan tampan, sibuk menjaga jabatan dan popularitasnya agar tidak kalah pamor, dan sebagainya.
Kita semua lupa bahwa sesungguhnya kunci dari segala hal dalam hidup ini adalah hati kita. Alkitab menyatakan: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati kita harus selalu dijaga? Karena dari hati timbul segala pikiran jahat (Matius 15:19). Iblis sedang gencar-gencarnya mempengaruhi manusia dengan menawarkan segala kenikmatan dunia. Jika manusia tidak dapat menjaga hatinya, mata hatinya akan semakin gelap, dan akhirnya dalam hati timbul berbagai niat jahat. Ada tertulis: "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Ingatlah bahwa hidup yang sedang kita jalani hari ini hanyalah pancaran dari apa yang ada di dalam hati kita. Kalau hati kita lurus maka jalan kita pun akan lurus. Hati yang lurus adalah hati yang bersih, tidak tipu daya atau bebas dari segala kejahatan.
Tuhan adalah Tuhan yang berlimpah kasih karunia. Namun kasih karunia Tuhan tidak diberikan kepada sembarang orang. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19). Tuhan memberikan kasih karunia-Nya kepada orang-orang yang berhati lurus. Kalau kasih karunia itu diberikan kepada orang yang hatinya bengkok, kasih karunia-Nya pasti akan disalah gunakan, bukan untuk kemuliaan nama Tuhan, tapi kemegahan diri sendiri. Orang yang hatinya tidak lurus akan kehilangan berkat dan kesempatan dari Tuhan, sebaliknya orang yang hatinya lurus pasti dikasihi Tuhan. Contoh: Saul ditolak Tuhan dan Daud dipilih-Nya, karena Tuhan mendapati Daud punya hati yang lurus.
"Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus baginya." Yesaya 26:7
Subscribe to:
Posts (Atom)