Saturday, September 24, 2011

YANG MENINGGIKAN DIRI AKAN DIRENDAHKAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  24 September 2011 -

Baca:  Lukas 14:7-11

"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  Lukas 14:11

Segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu menawarkan kemewahan, kenikmatan dan popularitas sehingga banyak orang tergiur dengan tawaran dunia.  Namun semua itu tidak ada yang free, melainkan ada harga yang harus dibayar dan semua dinilai dengan uang.

     Selagi kita memiliki uang banyak atau harta kekayaan kita pun dapat memiliki apa yang kita mau.  Dan tanpa disadari, tidak sedikit orang Kristen yang merasa diri kaya, pandai, punya kedudukan mapan, sukses dalam bisnis dan sebagainya, tidak lagi mengandalkan Tuhan dalam hidupnya, lebih mengandalkan kekuatan dan kemapuan diri sendiri.  Firman Tuhan dengan keras menyatakan,  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!"  (Yeremia 17:5).  Ingatlah, berapa pun kekayaan yang kita miliki, sepandai apa pun kita dan sehebat apa pun manusia,  "...hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;  apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi."  (Mazmur 103:15-16).  Di dunia ini tidak ada yang abadi;  jadi kalau kita mengandalkan apa yang kita miliki, meskipun harta kita tidak habis sampai tujuh turunan, adalah sia-sia belaka.  Dan apabila suatu saat semua itu diambil Tuhan, kita pun tidak dapat berbuat apa-apa.  Kita harus ingat bahwa semua kesuksesan, kekayaan dan kejayaan yang kita raih itu adalah anugerah dari Tuhan dan kita tidak patut membanggakan diri.

     Rasa ingin dihargai dan dipuji adalah awal kesombongan.  Terlebih lagi saat Tuhan mempercayakan kita untuk melayaniNya.  Dengan karunia-karunia yang kita miliki, jika kita tidak mampu menjaga hati, kita bisa mencuri kemuliaan Tuhan.  Lucifer adalah malaikat sorga yang cantik rupawan yang selalu memuji Tuhan, namun ketika merasa dia paling diperhatikan Tuhan timbullah rasa sombong sehingga ia pun berpikir untuk menyamai Tuhan.  Karena kesombongannya Lucifer diusir dan dibuang ke bumi.  Saat ini banyak orang ingin unjuk kebolehan dan gila hormat, bahkan memandang orang lain dengan sebelah mata.  Pujian dan penghargaan manusia yang mereka cari.  Tuhan sangat membenci mansia yang tinggi hati.

"Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan."  Amsal 22:4

Friday, September 23, 2011

ISTERI BIJAK DAN KELUARGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  23 September 2011 -

Baca:  Amsal 31:10-31

"Ia  (seorang isteri)  bangun kalau masih malam, lalu menyediakan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan."  Amsal 31:15

Di era emansipasi sekarang ini, wanita  (isteri)  yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga bekerja di kantor adalah pemandangan yang sudah lumrah, apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar.

     Manakah yang lebih penting:  mejadi ibu rumah tangga atau bekerja di luar rumah?  Perhatikan ayat nas hari ini, di mana seorang wanita  (isteri)  "...bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan.  Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.  Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:"  (ayat 15, 27, 28).  Hal ini menunjukkan betapa seorang isteri seharusnya tidak mengabaikan tugasnya dalam kehidupan berumah tangga, memberikan perhatian kepada anak-anak dan juga para pelayan.  Mengawasi segala perbuatan rumah tangga berarti isteri bertanggung jawab untuk memastikan bahwa rumah tangganya berjalan dengan lancar.  Tidak hanya itu, Salomo menulis:  "Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya."  (ayat 16).  Seorang isteri membeli ladang anggur dengan uangnya sendiri supaya bisa menyediakan makanan terbaik bagi keluarganya.  Mungkin saat ini tugas memasak, membersihkan rumah dan sebagainya dapat diserahkan kepada pegawainya karena merasa tidak ada waktu, tetapi tugas menjadi ibu bagi anak-anak tidak bisa diwakilkan kepada siapa pun.

     Bagaimana pun juga tugas dan tanggungjawab utama wanita  (isteri)  adalah mengurus rumah tangga, terutama sekali setelah memiliki anak.  Itulah sebabnya Alkitab menasihatkan supaya  "...perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, ...cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang."  (Titus 2:3-5).  Jadi, wanita harus benar-benar bijak menentukan sikap atau pilihan:  menyediakan waktu terbaik mengurus keluarga, atau banyak berada di luar rumah demi uang?

Jadilah isteri bijak, dapat menjalankan peran dengan baik sesuai dengan firman Tuhan! 

Catatan:  
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Thursday, September 22, 2011

ISTERI BIJAK DAN PRIORITASNYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  22 September 2011 -

Baca:  Amsal 31:10-31

"Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."  Amsal 31:12

Di zaman sekarang ini banyak wanita Kristen  (isteri)  yang tidak hanya menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga murni  (mengurus suami, anak dan rumah tangga), tetapi mampu berperan juga dalam pekerjaan  (karir).  Akibatnya tidak sedikit para isteri yang mengeluh karena lelah fisik dan emosi.  Inilah saatnya bagi wanita untuk mengoreksi kembali komitmen dan tanggung jawabnya sesuai dengan firman Tuhan, yaitu melaksanakan perannya sebagai wanita sesuai yang direncanakan Tuhan.  Di dalam Amsal 31:10-31 terangkum hal-hal yang harus dipahami oleh para wanita berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya:  mengurus suami, anak, rumah tangga dan juga karir di luar rumah.

     Seorang wanita  (isteri)  yang bijak adalah wanita yang dapat menyeimbangkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab utamanya, yaitu antara suami, anak, rumah tangga dan juga diri sendiri.  Sementara komitmen lainnya, seperti berkarir di luar rumah, adalah hal kedua yang memang penting, tapi hanya sebagai pelengkap saja.  Ada pun tugas utamanya terangkum dalam ayat ini:  "Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."  Artinya hidupnya harus dicurahkan untuk berbuat baik kepada suaminya;  ia harus memahami tujuan utama Tuhan menciptakan dia yaitu sebagai penolong bagi laki-laki.  Tertulis:  "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.  Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."  (Kejadian 2:18).

     Menjadi penolong bagi laki-laki tidak membuat wanita berada di posisi lebih rendah;  justru seorang wanita yang bisa menjadi penolong bagi laki-laki disebut Alkitab sebagai seorang isteri yang cakap, kemuliaan laki-laki dan juga mahkota bagi suaminya.  Menjadi penolong bagi suami artinya senantiasa membantu, mendukung dan menguatkan suami dalam semua aspek kehidupannya  (jasmani dan rohani).  Memang hal itu tidak mudah, apalagi bila para wanita sudah mengenal suami dengan segala kelemahannya.  Salah satu langkah terbaik untuk mendukung suami dan berbuat baik kepadanya adalah dengan cara menghormatinya dan senantiasa berdoa untuk dia.

Berdoa untuk suami adalah sangat penting, supaya melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan membentuk dan menjadikan suami kita sebagai sosok pribadi yang berkenan kepada Tuhan.  

Catatan: 
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Wednesday, September 21, 2011

MEMPERKATAKAN FIRMAN: Sebagai Pedang Roh!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  21 September 2011 -

Baca:  Ibrani 4:1-13

"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun;  ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum;  ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  Ibrani 4:12

Pedang bermata dua adalah senjata penemuan yang dipakai oleh bangsa Romawi di zaman dahulu, memiliki panjang sekitar 0,75 meter, ditajamkan di kedua sisinya dengan ujung yang tajam pula.  Jadi, ke arah mana saja seorang tentara Romawi mengayunkan pedangnya, dia sedang mengayunkan kematian; siapa pun yang mendekat pasti akan terluka.  Dengan senjata itulah bangsa Romawi mampu menaklukkan dunia.

     Sebagai orang percaya kita patut berbangga karena kita juga memiliki senjata yang lebih hebat dari pedang bermata dua mana pun:  senjata yang dapat menghancurkan Iblis dan pasukannya, sanggup menembus dunia roh dan penguasa-penguasa di udara.  Ya, senjata itu adalah firman Tuhan!  Alangkah dasyatnya jika firman Tuhan itu kita perkatakan dengan iman.  Firman Tuhan yang ada di mulut kitalah yang sanggup menghancurkan pekerjaan Iblis.  Kita dapat menahan setiap serangan Iblis dengan mempercayai dan mengucapkan firman Tuhan.  Iblis tidak akan berlalu dari hidup kita sebelum kita mulai mengucapkan firman Tuhan.  Dalam kehidupan sehari-hari, mulut kita suka memperkatakan apa?  Gosip, kata-kata kotor dan sia-sia, kekuatiran, sakit penyakit, atau firman Tuhan?  Perhatikanlah:  hidup yang kita jalani ini adalah tuaian dari benih perkataan yang kita lepaskan melalui mulut kita.  Kita bisa tertawan dan terjerat oleh perkataan kita sendiri.  Melalui perkataan sendiri, kita akan kehilangan berkat Tuhan dan menuai hal-hal buruk.  Itulah sebabnya Iblis berusaha menabur ketakutan, kekuatiran, kebencian dan sebagainya di dalam bahasa manusia dengan harapan manusia memperkatakan hal itu atau menggemakannya.  Tertulis:  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).

     Yosua dan Kaleb menikmati Tanah Perjanjian karena keduanya memperkatakan firman.  Sementara jutaan orang Israel mati di padang gurun, menuai dari perkataan mereka sendiri.  Jadi ke mana arah hidup kita dikendalikan oleh perkataan kita sendiri.  Karena itu, berhati-hatilah!

Kalahkan setiap siasat Iblis dengan firman Tuhan yang adalah Pedang Roh, sangat dahsyat kuasaNya!

Tuesday, September 20, 2011

MEMPERKATAKAN FIRMAN: Segala Sesuatu Dapat Diubahkan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  20 September 2011 -

Baca:  Markus 10:46-52

"'Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!'  Pada saat itu juga melihatlah ia (Bartimeus), lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya."  Markus 10:52

Ketika Yesus dan murid-muridNya meninggalkan Yerikho banyak orang mengikutiNya.  Di tengah perjalanan terdengar teriakan pengemis buta yang duduk di pinggir jalan.

     Pengemis itu adalah Bartimeus.  "Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru:  'Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!'"  (ayat 47).  Orang-orang menjadi sangat terganggu mendengar teriakan Bartimeus itu sehingga  "Banyak orang menegornya supaya ia diam.  Namun semakin keras ia berseru:  'Anak Daud, kasihanilah aku!'"  (ayat 48).  Bartimeus tidak menyerah sampai teriakannya didengar oleh Tuhan Yesus.  Tertulis,:  "Lalu Yesus berhenti dan berkata:  'Panggillah dia!'  Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya:  'Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.'"  (ayat 49).  Yesus bertanya kepada Bartimeus,  "'Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?'  Jawab orang buta itu:  'Rabuni, supaya aku dapat melihat!'"  (ayat 51).  Maka mujizat pun terjadi!  Yesus berkata kepada Bartimeus,  "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!"  (ayat 52a).  Bartimeus mengalami pertolongan Tuhan karena iman yang ia perkatakan:  "...supaya aku dapat melihat!"

     Ketika kita memperkatakan firman, kuasa dilepaskan untuk membuat apa yang kita perkatakan.  Itulah iman.  Walaupun tidak kelihatan, dapat membuat segala sesuatu menjadi nyata dalam hidup kita, karena  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Iman ada di dalam hati kita dan ia dilepaskan melalui perkataan kita.  Apa yang Saudara inginkan terjadi dalam hidup ini?  Mulailah menyatakannya dengan iman, sebab segala sesuatu dapat diubahkan melalui kuasa firman yang kita percayai dalam hati, kita perkatakan melalui mulut dan kita praktekkan.  Jadi kita akan mendapatkan apa yang kita katakan ketika kita mempercayai bahwa apa yang kita katakan akan terjadi.  Sebab apa yang kita perkatakan itu mengandung kuasa yang dahsyat.  Jangan sepelekan apa yang kita ucapkan!  Pernyataan iman Bartimeus telah menghasilkan mujizat yang luar biasa.

Mulai hari ini belajarlah memperkatan firman dengan iman;  jadikan itu sebagai gaya hidup, niscaya kita akan mengalami pemulihan yang luar biasa!

Monday, September 19, 2011

KETAATAN ABRAHAM: Kunci Mengalami Terobosan Baru!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  19 September 2011 -

Baca:  Kejadian 12:1-9

"Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur;  dan engkau akan menjadi berkat."  Kejadian 12:2

Pemazmur menegaskan bahwa  "Janji Tuhan adalah janji yang murni bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah.  Engkau, Tuhan, yang akan menepatinya,"  (Mazmur 12:7-8a).  Janji Tuhan adalah ya dan amin, tidak ada yang tidak ditepatiNya.  Tuhan tidak hanya berjanji akan memberkati Abraham secara melimpah, tapi juga berjanji hendak menjadikannya berkat bagi bangsa-bangsa, dan janji itu pun tergenapi.  Bahkan setiap kita yang beriman kepada Yesus Kristus disebut sebagai keturunan Abraham dan kita pun berhak menerima janji Allah  (baca  Galatia 3:29).

     Kehidupan Abraham sampai pada masa tuanya diberkati Tuhan secara luar biasa.  Sungguh nyata benar apa yang tertulis dalam Yesaya 46:4 bahwa,  "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu.  Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus;  Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  Mengapa Abraham mengalami dan menikmati berkat-berkat yang luar biasa dari Tuhan?  Apa yang telah diperbuat olehnya?  Ketika diperintahkan Tuhan untuk pergi dari negerinya dan juga dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang belum diketahui secara pasti, Abraham taat:  "...pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya,"  (Kejadian 12:4).

     Setiap kita yang rindu masuk ke dalam rencana Tuhan, baik dalam hidup di dunia ini maupun untuk yang akan datang, biarlah kita mau belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh Abraham.  Mari kita belajar taat karena ketaatan adalah kunci mengalami terobosan baru!  Namun sebelum memberkati, Tuhan meminta milik Abraham yang paling berharga dan yang terbaik, yaitu anak semata wayangnya.  FirmanNya,  "Ambillah anakmu yang tungal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."  (Kejadian 22:2).  Abraham tidak kecewa, mengeluh atau membantah dengan Tuhan, dipersembahkanlah Ishak kepada Tuhan.  Sudahkah kita memberi yang terbaik dari hidup kita  (waktu, tenaga, talenta, materi)  untuk Tuhan.

Saudara ingin mengalami terobosan dalam hidup ini?  Belajarlah untuk taat dan persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan.

Sunday, September 18, 2011

ROH YANG MEMIMPIN PADA KETAATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  18 September 2011 -

Baca:  Galatia 5:16-26 

"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Galatia 5:25

Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk hidup menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan dan hidup dipimpin oleh Roh.  Ada tertulis:  "...roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:41).

     Memang tidak mudah menjauh dari dosa dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang selama ini membelenggu hidup.  Tanpa adanya pertobatan sejati kita akan selalu ada dalam jerat Iblis.  Sia-sia saja membanggakan diri karena status kita sebagai orang Kristen atau anak Tuhan padahal cara hidup kita sama dengan orang-orang dunia yang belum diselamatkan, sebab firmanNya dengan tegas menyatakan,  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).  Kita harus memiliki kualitas hidup yang berbeda sebagai ciri khas yang membedakan kita dengan orang dunia.  Kita harus bisa menjadi saksi Kristus, hidup seperti surat terbuka yang bisa dibaca oleh semua orang, sebab dunia membutuhkan bukti.  Tuhan menuntut kita untuk menghasilkan buah-buah roh  (Galatia 5:22-23).  Dan kita hanya bisa berbuah jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Dia di dalam kita  (baca Yohanes 15:5).  Tinggal dalam Tuhan artinya selalu dekat denganNya serta taat melakukan kehendakNya, sehingga Tuhan akan bekerja dalam hidup kita melalui karya Roh Kudus yang akan memimpin kita pada ketaatan:  "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13a).

     Kadangkala kita ingin melepaskan diri dari perbuatan daging yang menyesatkan, tapi Iblis yang penuh tipu muslihat tidak menyerah begitu saja.  Iblis selalu berusaha melemahkan iman anak-anak Tuhan sehingga banyak dari kita yang masih saja jatuh dalam dosa yang sama dengan melakukan penyembahan berhala, hidup dalam perzinahan, pesta pora dan hawa nafsu, yang tanpa kita sadari telah mengotori Bait Roh Kudus yang ada di dalam kita  (baca 1 Korintus 6:19-20).  Untuk hidup dalam pimpinan Roh Kudus kita memerlukan Tuhan untuk mengubah hati kita.

"Kamu akan kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat."  Yehezkiel 36:26.

Saturday, September 17, 2011

PELAKU ATAU HANYA PENDENGAR?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  17 September 2011 -

Baca:  Yakobus 1:19-27

"Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja;  sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."  Yakobus 1:22

Kita sering mendengar banyak orang yang berkata,  "Kalau cuma ngomong sih semua orang pasti bisa.  Coba disuruh melakukan, Tidak mudah!"  Adalah lebih mudah untuk mengoreksi, mengomentari atau menghakimi orang lain daripada memberikan teladan hidup yang baik.  Kekristenan membutuhkan bukti nyata melalui perbuatan, bukan hanya teori, karena orang Kristen adalah garam dunia dan terang dunia.  Artinya kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dan berdampak bagi dunia.

     Satu perbuatan jauh lebih berharga dari seribu kata-kata.  Setiap orang percaya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah karena dituntut untuk membuktikan firman Tuhan dalam kehidupan nyata, bukan hanya sekedar fasih mengucapkan firman.  Tuhan Yesus menuntut kita untuk menjadi pelaku firman, bukan hanya pendengar!  Yakobus berkata,  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17).  Jadi, iman itu  "...bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).  Itulah iman yang diwujudkan melalui perbuatan nyata!

     Alkitab menasihatkan kita:  "...hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,"  (Yakobus 1:19).  Tetapi kita memiliki kecenderungan untuk cepat berbicara tapi lamban dalam hal mendengar  (mulut aktif, telinga pasif), padahal  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Banyak dari kita yang mungkin aktif menghadiri kebaktian di gereja, acara KKR dan sebagainya, tetapi mengapa kita tidak pernah bertumbuh dan tetap saja tidak mengalami perubahan?  Karena kita hanya sebatas mendengarkan saja.  Mendengarkan firman Tuhan itu sangat penting, tapi harus disertai dengan melakukan firman yang kita dengar itu.  Mengapa masih banyak orang Kristen yang gagal menaati firman Tuhan?  Karena kita berpikir bahwa mendengarkan sama halnya dengan melakukan.  Perhatikan!  Kita bukan hanya dengar, tapi juga harus dengar-dengaran  (taat)  kepada Firman.

Mendengar janganlah hanya dengan telinga yang kemudian diproses oleh otak, tetapi biarlah sampai masuk ke hati, renungkan dan kemudian wujudkan melalui tindakan  (action).  Inilah yang dikehendaki Tuhan!

Friday, September 16, 2011

MANFAAT IBADAH BAGI ORANG PERCAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  16 September 2011 -

Baca:  Yesaya 29:9-16

"Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  Yesaya 29:13 

Tuhan mengecam bangsa Israel karena ibadah yang mereka jalankan selama ini hanyalah rutinitas belaka;  pujian dan penyembahan yang mereka lakukan hanyalah lips service, sementara hatinya sangat jauh dari Tuhan.  Jika ibadah yang kita lakukan selama ini setali tiga uang dengan ibadah bangsa Israel, maka semuanya tidak akan berdampak apa-apa.  Sesungguhnya, ibadah adalah media penginjilan gereja bagi dunia.  Melalui ibadah, gereja, menyampaikan kabar baik kepada dunia tentang kasih Tuhan dan pengharapan yang pasti di dalam Dia.

     Rasul Paulus mengatakan bahwa ibadah itu berguna dalam segala hal:  1.  Sebagai penyegaran rohani.  Setiap hari kita diperhadapkan dengan banyak pergumulan dan masalah, karena itu kita membutuhkan kekuatan dan penghiburan.  Dan ibadah menjadi jawaban atas itu semua.  Melalui firman Tuhan kita diingatkan kembali betapa kita memiliki Tuhan yang heran dan ajaib.  Masalah yang kita alami tidak sebanding dengan kebesaran dan kuasa Tuhan.  Hal ini memberikan ketenangan hidup bagi kita.  Namun kita perlu ingat bahwa motivasi kita dalam beribadah akan mempengaruhi seluruh hidup kita.  Bila kita beribadah dengan tujuan agar Tuhan mengabulkan doa-doa kita dan memberkati kita, maka kita akan mudah kecewa dan stres.  Namun bila kita bertekad untuk menyenangkan hati Tuhan, hidup kita akan penuh dengan ketenangan.  Sesungguhnya, ibadah menolong orang percaya untuk tetap memiliki pengharapan kepada Tuhan sehingga lebih sabar menghadapi kesulitan hidup.

     2.  Pelayanan.  Dalam ibadah kita berkumpul dengan keluarga besar Kerajaan Allah.  Ada tertulis:  "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah."  (Efesus 2:19).  Oleh karena itu kita harus saling mengasihi dan melengkapi satu sama lain.  Dan dalam ibadah inilah kita memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan karena melayani itu bukanlah hak istimewa para hamba Tuhan atau profesional di bidang rohani saja;  setiap orang Kristen adalah hamba yang melayani  (baca 1 Petrus 2:9).

Beribadahlah dengan segenap hati dan layanilah Tuhan, karena Dia layak mendapatkan yang terbaik dari hidup kita.

Thursday, September 15, 2011

JANGAN SEPELEKAN IBADAH!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  15 September 2011 -

Baca:  Mazmur 100

"Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapanNya dengan sorak-sorai!"  Mazmur 100:2

Tak henti-hentinya melalui renungan ini kita kembali diingatkan agar kita memperhatikan jam-jam ibadah yang ada, karena sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang kurang memahami betapa pentinganya ibadah itu, sehingga kita begitu gampanganya meninggalkan ibadah dan lebih memilih pelesir ke luar kota, kerja lembur di kantor atau jaga toko di hari minggu.  Pikir mereka:  "Ah, minggu depan saja ibadah, kan masih banyak waktu."  Dengan jelas firman Tuhan menyatakan,  "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."  (Ibrani 10:25).

     Begitu pentingkah ibadah bagi orang percaya?  Tertulis:  "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).  Oleh karena itu  "Beribadahlah kepada Tuhan dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar,"  (Mazmur 2:11).  Jadi, ibadah itu suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya dan merupakan identitas orang percaya.

     Ibadah dalam bahasa Yunani, latreuo, dapat diartikan:  dapat bekerja untuk..., menundukkan diri, melayani, mengabdikan seluruh hidup kepada Tuhan.  Melalui ibadah, kita menundukkan diri untuk mengungkapkan rasa hormat dan kekaguman kita kepada Tuhan.  Ini merupakan wujud respons kita kepada Tuhan sebagai Pencipta kita, Penebus kita dan juga Gembala kita;  wujud pernyataan kasih kita kepada Tuhan, karena Dia lebih dulu mengasihi kita, rela turun ke dunia untuk menebus dan menyelamatkan kita yang adalah manusia berdosa.  Dan selayaknya kita sebagai umat ciptaanNya menyembah Dia, menyatakan syukur karena kasihNya dan menyatakan tindakan kasih Allah kepada dunia melalui ibadah kita.  Hal ini ditegaskan Daud dalam mazmurnya,  "Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita.  Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya."  (Mazmur 95:6-7).

Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan takut dan gentar?  Ataukah kita menganggap ibadah sebagai hal yang biasa saja dan sepele?

Wednesday, September 14, 2011

JANGAN BANGKITKAN SAKIT HATI TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  14 September 2011 -

Baca:  Mazmur 85

"Pulihkanlah kami, ya Allah penyelamat kami, dan tiadakanlah sakit hati-Mu kepada kami."  Mazmur 85:5

Saudara pernah mengalami sakit hati?  Tentu jawabannya  "ya"  ketika dikhianati oleh teman dekat, ditinggalkan oleh orang yang dicintai, ditipu kolega dan sebagainya.  Tetapi orang yang menyimpan sakit hati pasti tidak bisa tidur nyenyak, makan pun terasa tidak enak, bahkan segala aktivitas yang kita lakukan pasti terasa tidak comfortable.  Mungkin telinga kita telah sangat familiar dengan lagu dangdut yang didendangkan oleh almarhum Meggy Z., di mana ada liriknya yang mengatakan,  "Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati."  Saudara lebih memilih sakit gigi atau sakit hati?  Siapa pun kita pasti tidak akan memilih kedua-duanya.  Bagaimana kalau yang merasakan sakit hati ini adalah Tuhan?

     Mengapa Tuhan sampai sakit hati?  Ini semua karena ulah bangsa Israel, bangsa yang sangat dikasihi Tuhan telah mengenyam kebaikan Tuhan tapi mengkhianatiNya dengan melakukan penyembahan berhala dan berpaling kepada ilah-ilah lain.  Itulah sebabnya Daud berdoa memohon pengampunan kepada Tuhan,  "Untuk selamanyakah Engkau murka atas kami dan melanjutkan murka-Mu turun-temurun?"  (Mazmur 85:6).  Di dalam Alkitab dinyatakan bahwa jika orang melakukan penyembahan berhala dan tidak bertobat dari kelakuannya, Tuhan akan menghukum keturunannya sampai kepada keturunan yang ketiga.  Tertulis:  "Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,"  (Keluaran 20:5).  Tetapi jika anak atau cucumu bertobat, maka kutuk yang ditimpakan kepada mereka akan terputus.  Sakit hatinya Tuhan jangan samakan dengan sakit hati kita.  Sakit hati Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Pribadi yang sangat membenci dosa dan segala bentuk kenajisan.

     Masih adakah berhala dalam hidup kita?  Berhala tidak harus dalam wujud patung atau sesembahan;  segala sesuatu yang membuat hari kita berpaling dari Tuhan adalah berhala.  Bisa berupa hobi, uang (harta), pekerjaan, suami, isteri, anak dan sebagainya.  Jangan bangkitkan sakit hati Tuhan!

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena Tuhan, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Tuesday, September 13, 2011

JANGAN IRI HATI TERHADAP SESAMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  13 September 2011 -

Baca:  1 Korintus 3:1-9

"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?"  1 Korintus 3:3b

Iri hati adalah sebuah kata yang seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam lingkungan keluarga, tempat tinggal, sekolah, kantor, bahkan juga di gereja.  Di keluarga, seorang adik iri hati kepada kakaknya ketika orangtuanya membelikan sepeda motor baru buat sang kakak.  Seorang teman iri hati ketika melihat rekan sebangkunya memperoleh nilai tertinggi dalam ujian matematika di kelas.  Di kantor, si A iri hati kepada si B karena B mendapatkan promosi jabatan.  Di gereja rasa iri hati juga melanda orang-orang yang bekerja di ladang Tuhan.  Seorang hamba Tuhan iri hati terhadap rekan sesama hamba Tuhan karena jemaatnya lebih banyak dan pelayanannya lebih berhasil.  Betapa iri hati itu telah merasuki semua kalangan, bukan saja orang awam, tapi pelayan Tuhan pun terkena dampaknya.

     Apa itu iri hati?  Iri hati bisa diartikan perasaan kurang senang bila melihat orang lain beruntung atau berhasil dalam hidupnya.  Iri hati juga bisa diartikan rasa cemburu atau sirik terhadap orang lain.  Yang jelas, orang yang iri hati adalah orang yang selalu tidak bisa menerima kenyataan keberhasilan orang lain.  Dalam Yakobus 3:16 dikatakan,  "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat."  Jadi iri hati menurut Alkitab adalah sangat berbahaya:  mengakibatkan kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.  Seseorang yang hatinya dipenuhi iri hati dipastikan jarang sekali atau bahkan tidak pernah bisa mengucap syukur kepada Tuhan.  Ia selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain:  "Dia diberkati, mengapa aku tidak?  Tuhan kok tidak adil ya?"  Akibatnya ia pun kehilangan damai sejahtera di hati.

     Supaya terlepas dari rasa iri hati kita harus makin mendekat kepada Tuhan, membangun kekariban dengan Tuhan melalui doa.  Jangan sedikit pun memberi celah kepada Iblis!  Iri hati adalah senjata Iblis untuk menghancurkan orang percaya.  Inilah nasihat Paulus,  "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).

Kita harus memenuhi pikiran kita dengan perkara-perkara yang positif!

Monday, September 12, 2011

TETAP SETIA MESKI MELEWATI UJIAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  12 September 2011 -

Baca:  Titus 2:1-10

"Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita."  Titus 2:9-10

Di akhir zaman ini kesetiaan mahal harganya.  Sulit sekali menemukan orang yang setia.  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6).  Tidak sedikit dari kita yang menyerah dan berhenti dari apa yang sedang dikerjakan Tuhan dalam hidup kita, hanya sesaat sebelum Tuhan menyatakan pertolongan dan kuasaNya.  Sayang sekali, bukan?  Jadi selama masa ujian kita harus tetap setia, sebab kita tidak pernah tahu kapan kita akan menuai hasilnya.

     Orang yang setia adalah orang yang layak dipercaya dan konsisten.  Selalu ada upah bagi orang-orang yang setia.  Karena itu kita harus setia di mana pun Tuhan menempatkan kita.  Terhadap orang-orang yang memiliki otoritas kita harus belajar menghormati dan taat kepadanya, sebagai ujian yang nyata atas kesetiaan dan ketaatan kita.  Kita bisa belajar dari pribadi Daud.  Meski terus diburu dan dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya, Daud tidak menaruh dendam dan sakit hati kepada Saul.  Daud tetap setia dan taat kepada Saul sebagai pemilik otoritas di atasnya.  Bahkan ketika ia memiliki kesempatan membalas semua perbuatan Saul terhadapnya, ia tidak melakukannya.  "'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi Tuhan, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi Tuhan.'  Dan Daud mencegah orang-orangnya dengan perkataan itu;  ia tidak mengizinkan mereka bangkit menyerang Saul."  (1 Samuel 24:7-8).  Daud sangat menghargai dan menghormati urapan Tuhan dalam diri Saul.  Ia belajar untuk tetap mengandalkan Tuhan dan menantikanNya dengan setia.  Ia tidak bangkit melawan Saul.

     Mari kita belajar setia meski tidak ada orang yang tahu atau memperhatikan apa yang sedang kita alami.  Walaupun banyak tantangan dan ujian jangan menjadi lemah dan kecewa, tetapi setia mengerjakan apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita, karena Tuhan sedang mengerjakan suatu pekerjaan yang besar di dalam hidup kita.  Ia sedang membentuk karakter di dalam hidup kita dan memperlengkapi kita untuk jangka panjang.

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,"  Mazmur 18:26

Sunday, September 11, 2011

TETAP SETIA MESKI MELEWATI UJIAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  11 September 2011 -

Baca:  1 Timotius 3:8-13

"Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat."  1 Timotius 3:10

Untuk menjadi orang-orang yang berkualitas kita harus melewati proses atau ujian demi ujian.  Hal inilah yang disadari Ayub:  "Karena Ia tahu jalan hidupku;  seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  (Ayub 23:10).

     Itulah sebabnya rasul Paulus menyampaikan pesan penting kepada Timotius bahwa pemilik jemaat atau pun diaken (pelayan Tuhan) bukanlah sembarangan orang, tetapi haruslah orang yang telah teruji hidupnya dan memiliki kualitas hidup yang lebih dibanding lainnya.  Maka dari itu tak seorang pun dari kita yang akan luput dari ujian dan masing-masing orang akan mengalami ujian yang berbeda, dengan kadar yang berbeda pula.  Kita tidak akan beroleh promosi sebelum kita lulus dari ujian yang ada.  Contohnya adalah syarat-syarat bagi calon diaken:  "...haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci."  (1 Timotius 3:8-9).  Namun, inti dari kesemua persyaratan itu adalah kesetiaan.  Tanpa kesetiaan, apa pun tugas dan kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada seseorang tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.  Jadi kita harus tetap setia mengerjakan tugas-tugas yang diberikan bagi kita meski ada ujian, tantangan dan harus melewati padang gersang sebagaimana bangsa Israel yang harus mengalami ujian di padang gurun selama 40 tahun lamanya.  Selama masa-masa ujian tersebut bangsa Israel memberontak, bersungut-sungut dan mengeluh kepada Tuhan.  Akibat dari ketidaksetiaan mereka menjalani proses ujian, sebagian besar dari mereka mati di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian.  Mereka tidak dapat menikmati janji Tuhan karena tidak tahan saat harus mengalami kesukaran.  Seberat apa pun ujian yang harus kita lalui, yakinlah bahwa itu adalah bagian dari persiapan yang diberikan Tuhan bagi kita.

     Tuhan menghendaki agar kita tidak menyerah ketika berada dalam masa-masa pembentukan itu.  Kondisi inilah yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan kita dengan berkata,  "Untuk apa setia?  Percuma.  Tidak ada gunanya kamu melayani Tuhan, toh hidupmu juga tidak diberkati.  Sakitmu belum juga sembuh.  Lebih baik mencari pertolongan lain dan menyerah saja."  Dan akhirnya, ada banyak orang Kristen yang tidak sabar dan menyerah di tengah jalan.  (Bersambung)

Saturday, September 10, 2011

BEKERJA DENGAN LOYALITAS TINGGI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  10 September 2011 -

Baca:  Efesus 6:1-9

"dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia."  Efesus 6:7

Bekerja yang bagaimana?  Bekerja dengan asal-asalan atau 'semau gue'?  Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30).  kita dapat belajar banyak hal, salah satunya adalah bagaimana si tuan memberikan upah atau penghargaan kepada hambanya yang setia menjalankan talentanya.  Hamba yang menerima 5 talenta dan 2 talenta beroleh pujian dari tuannya:  "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia;  engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.  Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."  (Matius 25:21).  Hamba yang rajin bekerja dan setia memperoleh upah dari tuanNya sebagaimana tertulis:  "Kamu tahu, bahwa Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah.  Kristus adalah tuan dan kamu hambaNya."  (Kolose 3:24).  Sebaliknya, hamba yang menerima 1 talenta tetapi tidak menjalankannya dikecam sebagai hamba yang jahat dan malas.  Dari perumpamaan tentang talenta ini Tuhan Yesus sebenarnya menekankan tentang pentingnya memiliki sikap yang taat kepada majikan sebagai pemberi pekerjaan.

     Ukuran ketaatan dirumuskan Paulus dengan sangat tepat ketika berkata.  "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).  Karakter inilah yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Kristen.  Dalam bekerja, orang Kristen harus memiliki loyalitas tinggi.  Apa pun yang kita kerjakan hendaknya kita melakukannya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.  Dengan melakukan pekerjaan seperti untuk Tuhan berarti kita telah menunjukkan kasih dan ketaatan kepada Tuhan.

     Jadi pekerjaan dapat menjadi salah satu media bagi kita untuk bersaksi dan melayani Tuhan.  Oleh karena itu jangan pernah menggerutu dalam menjalankan tugas.  Jika kita terus menggerutu atau mengomel dalam bekerja, kita tidak akan menjadi berkat bagi orang lain.

Mulai sekarang, bekerjalah giat dan penuh komitmen,  "Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia."  (Efesus 6:6-7).

Friday, September 9, 2011

ORANG PERCAYA: Harus Bekerja! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  9 September 2011 -

Baca:  2 Tesalonika 3:1-15

"jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  2 Tesalonika 3:10b. 

Tuhan Yesus berkata,  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Perkataan Yesus yang menyatakan bahwa Dia pun bekerja menunjukkan bahwa Tuhan adalah Pribadi pekerja, bukan Pribadi yang nganggur atau berpangku tangan saja.

     Secara eksplisit Tuhan telah memberikan teladan kepada kita dan sekaligus sebagai perintah agar kita juga turut bekerja dan berkarya.  Itulah sebabnya Paulus menegur dengan sangat keras jika ada orang percaya yang bermalas-malasan dan tidak mau bekerja:  "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  Paulus tidak asal bicara namun juga memberi contoh bagaimana ia bekerja membuat kemah untuk menyokong kehidupannya  (baca Kisah 18:3).  Juga kepada jemaat di Tesalonika Paulus berkata,  "Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu."  (1 Tesalonika 2:9b).  Salomo pun juga sangat 'alergi' terhadap orang yang malas:  "Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak."  (Amsal 18:9).  Ini menunjukkan bahwa firman Tuhan memerintahkan kita untuk bekerja.  Dengan bekerja kita dapat mencukupi kebutuhan keluarga dan tidak menjadi beban bagi orang lain.  Memenuhi kebutuhan keluarga adalah sebuah keharusan.  Alkitab menyatakan,  "Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman."  (1 Timotius 5:8).  Artinya, jika ada orang yang menelantarkan keluarganya alias tidak memberi nafkah kepada keluarganya, ia disamakan sebagai orang yang murtad, bahkan dianggap lebih buruk dari orang yang tidak percaya.  Oleh karena itu kita harus memiliki semangat untuk bekerja sebagai wujud tanggung jawab kita kepada Tuhan.  Adalah sangat memalukan jika ada orang Kristen yang tidak mau bekerja, malas dan selalu mengharapkan belas kasih dari orang lain (menjadi beban bagi orang lain), padahal secara fisik ia sehat dan masih dalam usia produktif.

     Paulus memerintahkan agar setiap orang percaya bekerja dengan giat dan  "...tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi ...berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu."  (2 Tesalonika 3:8).
(Bersambung)

Thursday, September 8, 2011

PERUBAHAN SEBAGAI BUKTI NYATA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  8 September 2011 -

Baca:  Amsal 27:1-27

"Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri."  Amsal 27:2

Ada banyak orang Kristen yang seringkali menjadi kasak-kusuk banyak orang:  "Orang itu rajin ke gereja, tapi hidupnya kok tidak berubah ya?  Katanya sudah ikut pelayanan, tapi mengapa sifatnya masih seperti itu, tidak beda jauh dengan orang dunia?"  Hidup Kekristenan sebenarnya adalah suatu proses perubahan hidup, pikiran dan hati.  Tutur kata, sikap, tingakah laku atau perbuatan harus berubah!  Ditegaskan:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).

     Orang Kristen yang tidak berubah adalah orang Kristen yang mati rohaninya!  Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kehidupan kita sudah berubah?  Kita akan tahu jika kita ini sudah berubah ketika orang lain mulai menyadari perubahan yang terjadi dalam diri kita, bukan kita sendiri yang menggembar-gemborkannya.  Ini berarti perubahan selalu akan memperlihatkan bukti yang dapat dilihat dengan jelas.  Seseorang dikatakan berubah, baik itu ke arah positif atau pun negatif, apabila diganti dengan perbuatan yang berbeda.  Contoh:  orang yang biasanya keluyuran malam  ('dugem')  kini sudah tidak lagi berbuat seperti itu, hidupnya benar-benar berubah, sekarang malah aktif di persekutuan-persekutuan doa;  orang yang dulu sukanya berkata jorok atau suka membicarakan orang lain, kini tidak lagi, kini perkataannya selalu membangun dan menguatkan orang lain.  Kita juga banyak mendengar kesaksian dari mantan napi yang hidupnya berubah 180 derajat, dan kini melayani Tuhan dan diurapi Tuhan secara luar biasa,

     Perubahan itu memerlukan bukti nyata, bukan hanya melalui perkataan kita, sebelum orang lain bisa mempercayai dan menerima itu sebagai sebuah kebenaran.  Jadi orang Kristen dikatakan hidupnya sudah berubah apabila ada bukti lahiriah yang dapat dilihat oleh orang lain dengan jelas sehingga menjadi kesaksian yang baik bagi mereka.

Sebagai manusia baru di dalam Kristus,  "...marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!"  Roma 13:12b

Wednesday, September 7, 2011

JANGAN JADI ORANG KIKIR!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  7 September 2011 -

Baca:  Amsal 28

"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui ia akan mengalami kekurangan."  Amsal 28:22

Ada kisah tentang seorang yang kaya raya tapi selalu jadi perbincangan di antara tetangga kanan kiri.  Bukan karena dia orang kaya yang murah hati atau suka menolong, sebaliknya ia dikenal sebagai orang kaya yang sangat kikir;  tidak peduli terhadap orang lain, tidak pernah beramal atau bersedekah.

     Kikir dan hemat itu berbeda.  Kikir sama artinya dengan pelit.  Sedangkan hemat memiliki sinonim:  ekonomis atau irit.  Jelas ada perbedaan antara keduanya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang salah kaprah menerapkan kedua kata sifat ini.  Maksud hati ingin berhemat tapi malah jadi pelit, karena terlalu hemat.  Kata kikir berarti terlalu hemat memakai harta bendanya.  Berhati-hatilah!  Dalam Amsal 11:24 dikatakan:  "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan."  Alkitab juga dengan tegas menyatakan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah  (baca 1 Korintus 6:10).  Bahkan Rasul Paulus secara terang-terangan melarang orang percaya untuk bergaul dengan orang yang kikir  (baca 1 Korintus 5:11).

     Kikir adalah sifat buruk yang tidak boleh dimiliki oleh orang Kristen, karena kikir justru akan membawa seseorang kepada kekurangan, bahkan kemiskinan.  Tuhan menghendaki agar kita memiliki sifat murah hati.  Orang yang murah hati, yang suka menolong orang lain yang hidup dalam kekurangan atau kesusahan akan mengalami kelimpahan berkat dari Tuhan.  Tertulis:  "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,"  (Amsal 11:25a).  Kunci mengalami kelimpahan bukanlah dengan menghemat begitu rupa, tapi bermurah hati, sebab kapasitas untuk menerima dari Tuhan bergantung penuh dari kapasitas untuk memberi.  Jadi kita baru dapat mengalami kelimpahan apabila kita bermurah hati.  Orang yang murah hati akan menuai banyak  (baca 2 Korintus 9:6), sebab tidak mungkin ada tuaian apabila tidak ada benih yang ditabur.  Orang yang murah hati menabur banyak.  Itulah sebabnya ia akan menuai banyak juga.

Jangan kikir!  Jadilah seorang yang murah hati, karena  "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,"  Amsal 11:7a

Tuesday, September 6, 2011

RASA TAKUT: Jangan Dipelihara!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  6 September 2011 -

Baca:  Mazmur 118:1-29

"Tuhan di pihakku.  Aku tidak akan takut.  Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  Mazmur 118:6

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata takut berarti merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana.  Rasa takut yang 'dipelihara' akan menimbulkan dampak yang buruk tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga terhadap orang lain.  Ketika hendak berperang melawan bangsa Midian Tuhan memerintahkan Gideon untuk memisahkan tentara yang takut dan gentar.  Tuhan berkata,  "Siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead.  Lalu pulanglah dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang."  (Hakim-Hakim 7:3a).  Mengapa?  Karena ketakutan itu bisa menjalar dan mempengaruhi yang lain.  Rasa takut juga bisa menjadi penghalang utama dalam merebut kemenangan dan janji-janji Tuhan.  Itulah sebabnya tentara yang penakut tidak boleh turut berperang.

     Mengapa rasa takut harus dikalahkan?  Karena ketakutan adalah salah satu senjata yang digunakan Iblis untuk menghancurkan kehidupan orang percaya.  Karena itu  "...janganlah beri kesempatan kepada Iblis."  (Efesus 4:27).  Jangan memberi celah sedikit pun kepada Iblis karena ketika kita berkompromi, Iblis akan memasuki wilayah kehidupan kita.  Kompromi akan membawa kita kepada kekalahan dan kehancuran karena ketika berada dalam persoalan atau tekanan, rasa takut membuat orang mudah putus asa, kehilangan semangat dan pada akhirnya akan menyerah pada keadaan.  Inilah yang menjadi musuh iman!  Contoh:  menyerah pada keadaan.  Inilah yang menjadi musuh iman!  Contoh:  ketika dikejar-kejar oleh Firaun dan pasukannya, bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa sehingga mereka menjadi putus asa, tidak mau melanjutkan perjalanan dan ingin kembali saja ke Mesir.

     Bagaimana kita dapat menang atas ketakutan?  Kita harus mengandalkan Tuhan dalam segala hal  (baca Yeremia 17:7).  Simak pernyataan Daud,  "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;  kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut.  Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  (Mazmur 56:4-5).  Banyak orang Kristen yang mengandalkan kekayaan yang dimiliki, padahal Alkitab menegaskan bahwa kekayaan itu memiliki sayap dan dapat terbang atau bisa lenyap sewaktu-waktu  (baca Amsal 23:4-5).

Jangan takut, Tuhan menyertai kita!

Monday, September 5, 2011

SEKARANG WAKTUNYA UNTUK MEMBERITAKAN INJIL!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2011 -

Baca:  Matius 4:23-25

"Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea;  Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu."  Matius 4:23

Selama berada di bumi Yesus tidak pernah berhenti untuk bekerja.  Dia berkata,  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Sebagaimana dinyatakan dalam ayat nas, Yesus tidak pernah menyia-nyiakan setiap waktu dan kesempatan yang ada:  berkeliling, mengajar dan memberitakan Injil serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.  Bagaimana kita?  Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan bagaimana Ia dengan sepenuh hati mengerjakannya:  "...segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakanNya."  (Yohanes 5:36a).  Kini tugas itu ada di pundak kita!  Tuhan Yesus memberi perintah kepada setiap orang percaya untuk memberitakan Injil.  PerintahNya kepada kita:  "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk."  (Markus 16:15).

     Sudahkah kita melakukan perintah Tuhan ini?  "Ah nanti saja kalau sudah bekerja aku akan memberitakan Injil.  Kalau Tuhan sudah menyembuhkan sakitku aku pasti akan bersaksi dan memberitakan Injil.  Nanti kalau usahaku sudah pulih aku akan ikut pelayanan.  Ah itu kan tugasnya pendeta atau hamba Tuhan, sedangkan aku hanya jemaat biasa atau orang awam."  dan macam-macam alasan.  Banyak orang Kristen yang masih terfokus mengejar materi dan kesibukan.  Masih banyak pula yang enggan dan tidak tergerak hati untuk memberitakan Injil.  Ingat, memberitakan Injil adalah tugas yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh setiap orang Kristen.  Kalau tidak sekarang, kapan lagi?  Selagi kita masih hidup dan memiliki tubuh yang sehat, selagi ada waktu dan kesempatan, jangan sia-siakan!

     Kepada siapa kita perlu memberitakan Injil?  Mulailah dengan orang-orang yang terdekat (sanak saudara, teman kantor, tetangga).  Alkitab jelas menyatakan bahwa memberitakan Injil adalah pekerjaan utama semua orang percaya sebelum Tuhan Yesus datang kali yang kedua  (baca Matius 24:14).  Jangan memiliki perasaan takut ditolak atau diejek sebelum mencoba memberitakan Injil.

"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang;  akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja."  Yohanes 9:4

Sunday, September 4, 2011

TAKUT AKAN TUHAN: Kunci Mengalami Kebaikan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2011 -

Baca:  Mazmur 31

"Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau, yang telah Kaulakukan bagi orang yang berlindung pada-Mu, di hadapan manusia!"  Mazmur 31:20

Takut akan Tuhan adalah unsur penting dalam kehidupan orang percaya.  Takut yang bagaimana?  Ada banyak di antara kita yang takut akan banyak hal, seperti takut akan hantu, takut akan ketinggian, takut akan keramaian dan sebagainya.  Takut akan Tuhan bukanlah seperti itu.  Pengertian takut akan Tuhan menjadi jelas jika kita mengerti siapa dan seperti apa Tuhan itu.

     Secara Alkitabiah takut akan Tuhan berbicara tentang kekuatan, kebesaran, otoritas dan kekudusan Tuhan.  Takut akan Tuhan di sini adalah wujud rasa takut dalam arti positif.  Artinya kita menghormati Dia karena kebesaranNya, kekudusanNya, keadilanNya dan juga kebenaranNya.  Tanpa rasa takut akan Tuhan orang Kristen cenderung berpikir, berkata, dan berbuat sesuka hatinya sendiri.  Rasa takut akan Tuhan yang seperti ini juga tidak didasari oleh karena takut mengalami hukuman atau takut masuk neraka, karena jika ini yang terjadi maka rasa takut semacam ini tidak didasarkan pada kasih kepada Tuhan.

     Takut akan Tuhan adalah ketetapan hati dan pikiran orang percaya yang tidak mau mengecewakan Tuhan melalui pikiran, ucapan dan tindakannya sebagai ekspresi kasih kepadaNya.  Jadi orang yang takut akan Tuhan akan berusaha untuk hidup seturut firmanNya, menjauhkan diri dari segala bentuk kejahatan (dosa) dengan kerelaan hatinya sendiri, bukan karena terpaksa atau karena dorongan dari orang lain.  Dalam Pengkotbah 12:13 dikatakan:  "Akhir kata dari segala yang didengar ialah:  takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orang."

     Ada berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang takut akan Dia:  1.  Kita akan hidup dalam kebahagiaan dan ketenteraman (baca Mazmur 128:1 dan Amsal 14:26).  2.  Kita tidak akan kekurangan sesuatu pun yang baik dari Tuhan.  "Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau,"  (Mazmur 31:20a).  3.  Kita akan diperhatikan oleh Tuhan (baca Mazmur 33:18).  4.  Doa kita akan didengar dan dijawab Tuhan.  "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka."  (Mazmur 145:19).

Orang yang takut akan Tuhan pasti akan mengalami semua kebaikan Tuhan!

Saturday, September 3, 2011

MENGELOLA KEUANGAN DENGAN BAIK: Keluar dari Jerat Utang!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2011 -

Baca:  Amsal 21

"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya."  Amsal 21:20

Saudara pernah memiliki utang?  Utang seringkali menjadi sumber pertengkaran dan beban berat dalam kehidupan rumah tangga;  utang juga menjadi penghalang untuk bisa memberi atau menabur.  Oleh karena itu Alkitab mengingatkan kita untuk hidup sesuai dengan kemampuan atau penghasilan yang ada.  Ketika seseorang memiliki penghasilan yang masih minim dia masih bisa mencukupkan diri karena kebutuhannya juga masih sedikit (tidak berpikir 'macam-macam').  Namun meningkatnya pendapat seseorang seringkali diikuti pula dengan peningkatan kebutuhan, bahkan sampai kebablasan, 'besar pasak daripada tiang'.  Siapa pun kita bisa terbebas dari jerat utang jika kita sangat menginginkan hal itu.  Dan kita bisa memulainya sejak saat ini juga.

     Utang adalah suatu kewajiban atau tanggung jawab untuk membayar atau mengembalikan sesuatu yang dipinjam kepada orang lain yang memilikinya.  Memiliki utang seringkali sebagai akibat dari ketidakmampuan kita mengelola keuangan dengan baik, padahal kemampuan kita mengelola uang akan menentukan kepercayaan Tuhan kepada kita atas kekayaanNya.  Setelah mengembalikan persepuluhan banyak dari kita yang berpikir bahwa sisa yang 90% adalah milik kita sendiri.  Sesungguhnya kita ini hanyalah bendaharaNya saja;  ketidakmengertian inilah yang akhirnya mendorong orang Kristen hidup boros.  Salomo menyebut orang yang boros sebagai orang yang bebal.  Perhatikanlah:  yang penting bukanlah seberapa banyak uang yang kita miliki, melainkan seberapa bijak kita mengendalikan pengeluaran.  Mengapa banyak orang Kristen tidak dapat mengelola uang mereka dengan bijak?  Karena kita memiliki gaya hidup konsumtif.  Seringkali kita mengeluarkan uang bukan untuk hal-hal yang penting dan yang benar-benar dibutuhkan, tetapi hanya sekedar memuaskan mata.

     Mari berubah!  Milikilah sikap hidup hemat dan sederhana.  Pikirkan masak-masak sebelum membeli segala sesuatu, apakah barang tersebut benar-benar kita butuhkan atau tidak?  Dan berhentilah membandingkan diri kita dengan orang lain!  Karena itu buatlah anggaran keuangan sesuai dengan prioritas yang benar.  Prioritas yang benar adalah;  persepuluhan, lalu kebutuhan hidup yang utama, lalu benih untuk ditabur, dan terakhir tabungan. 

Jika dapat mengelola uang dengan benar kita pasti tidak lagi berutang!

Friday, September 2, 2011

JANGAN MALAS, JADILAH ORANG YANG RAJIN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2011 -

Baca:  Amsal 10

"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya."  Amsal 10:4

Adakah kita menemukan orang yang malas dan lamban berhasil dalam hidupnya?  Mustahil bila ada.  Alkitab jelas menyatakan bahwa  "Tangan yang lamban membuat miskin,..."  Tidak hanya itu,  "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar."  (Amsal 19:15), bahkan Alkitab mengkategorikan orang yang malas sebagai perusak.  Tertulis:  "Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara si perusak."  (Amsal 18:9).  Di mana pun berada, baik itu di kantor, di sekolah, di rumah, di gereja atau pelayanan, seorang pemalas hanya akan menjadi pengganggu atau perusak bagi yang lain.  Itulah sebabnya firman Tuhan menasihatkan agar kita mau belajar dari kebiasaan semut.  "...pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:  biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panewn.  Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring?  Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu?  'Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk berbaring' - maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekuarangn seperti orang bersenjata."  (Amsal 6:6-11).

     Seorang pemalas biasanya suka menunda-nunda pekerjaan atau tugas sehingga pekerjaannya kian menumpuk.  Prinsip mereka:  "Besok masih ada waktu, sekarang santai dulu saja!"  Orang yang lamban dan pemalas selalu menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada seperti yang diperbuat oleh orang yang menerima satu talenta, sehingga tuannya menjadi sangat marah:  "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas,...Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap.  Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."  (Matius 25:26, 30).  Jadi kemalasan dapat dikategorikan sebagai kejahatan.  Langkah untuk mengalahkan kemalasan adalah keharusan hidup disiplin dan bekerja lebih keras lagi.

     Kerja keras adalah faktor penting penentu keberhasilan!  Maka belajarlah menggunakan waktu sebaik mungkin, jangan lagi menunda-nunda mengerjakan tugas yang ada supaya tidak semakin menumpuk.  Kemalasan dan kelambanan hanya akan membawa kita kepada kegagalan.

Karena itu jadilah seorang yang rajin!

Thursday, September 1, 2011

ORANG KRISTEN HARUS MENJADI SAKSI KRISTUS!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2011 -

Baca:  Yesaya 43:8-21

"'Kamu inilah saksi-saksi-Ku,' dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia."  Yesaya 43:10a

Tuhan menghendaki agar setiap orang Kristen berperan menjadi saksi di tengah dunia.  Alkitab menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah garam dunia dan terang dunia  (baca  Matius 5:13-14).  Dengan demikian kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia.

     Saksi tidak sama dengan reporter.  Reporter memiliki tugas menyampaikan informasi tentang orang lain, sedangkan tugas saksi adalah memberi kesaksian tentang apa yang dialami, dilihat dan dirasakannya secara pribadi, bukan menceritakan pengalaman orang lain.  Itulah sebabnya Roh Kudus dicurahkan kepada para rasul agar mereka memperoleh kuasa untuk menjadi saksi.  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).

     Kita melihat bahwa masih banyak orang Kristen yang hidupnya tidak menjadi saksi yang baik bagi orang lain.  Mungkin kita pandai merangkai kata saat bersaksi di depan jemaat, tapi sesungguhnya kita belum sepenuhnya menjadikan hidup kita benar-benar sebagai saksi.  Jadi banyak orang Kristen pandai bersaksi tetapi tidak menjadikan hidupnya sebagai saksi.  Menjadi saksi bukan dengan perkataan semata tapi harus melalui kehidupan kita secara nyata.  Jadi, orang lain dapat melihat kehidupan Kristen itu nyata dalam kehidupan kita setiap hari.  Ucapan dan perbuatan kita selaras, tidak ada perbedaan, dan kesemuanya itu mencerminkan bahwa ada Kristus di dalam kita.  Seorang saksi, pastinya akan sangat antusias untuk bersaksi kepada orang-orang di sekitar tentang pengalaman hidupnya di dalam Tuhan, sehingga orang lain boleh mengenal Kristus melalui hidupnya.  Jika keKristenan kita biasa-biasa saja dan tidak jauh berbeda dengan orang dunia, maka kita pun akan mengalami kesulitan bersaksi, karena menjadi saksi berarti iman dan juga nilai-nilai kebenaran Kristus tidak disembunyikan, tetapi justru dinyatakan melalui sikap, perkataan dan perbuatan.  Ternyata tidak mudah menjadi saksi bagi dunia!

"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapa-mu yang di sorga."  Matius 5:16

Wednesday, August 31, 2011

TURUT DALAM PERLOMBAAN IMAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2011 -

Baca:  Ibrani 12:1-17

"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa."  Ibrani 12:3

Di akhir zaman ini banyak orang Kristen berhenti di tengah jalan dan tidak mau melanjutkan perlombaan imannya karena beban yang ada:  kecewa kepada Tuhan karena merasa hidupnya tidak diberkati, sakit-penyakitnya belum disembuhkan, mengalami kepahitan terhadap hamba Tuhan, atau rela menjual imannya demi jabatan, harta atau pasangan hidup.  Alkitab menyatakan,  "Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku."  (Lukas 7:23).

     Adakalanya dalam perlombaan iman ini kita harus melewati lembah-lembah kekelaman sebagaimana Yesus juga harus melewati jalan salib yang penuh penderitaan;  tapi Ia mampu menjalaninya.  Simak pernyataan Daud,  "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku;  gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  (Mazmur 23:4).  Langkah berikutnya:  berlari.  Artinya, melangkah dengan iman dan percaya penuh kepada Tuhan.  Tuhan tidak menghendaki kita hanya sebagai penonton, tapi sebagai peserta lomba yang terus berlari menuju kepada sasaran yaitu garis finis.  Bersediakah kita?

     Tuhan tidak mencari orang yang kaya atau pandai menurut ukuran dunia, yang Dia cari adalah orang yang dapat dipercaya dan memiliki hati hamba.  Karena itu jangan puas hanya menjadi penonton.  Harus lebih dari itu, jadilah peserta dan mulailah berlari.  Masuklah gelanggang dan berlarilah sekencang mungkin menuju sasaran!  Kegagalan bangsa Israel mencapai Tanah Perjanjian menjadi pelajaran berharga bagi kita.  "...mereka tidak dapat masuk oleh karena ketikdakpercayaan mereka."  (Ibrani 3:19), padahal mereka adalah orang-orang yang selama 40 tahun telah melihat dan mengalami mujizat dan kuasa Tuhan setiap hari di padang gurun.  Setiap hari Tuhan memberi mereka roti dari sorga  (manna);  tiang awan menaungi mereka di siang hari, dan tiang api menuntun mereka di malam hari.  Namun kesemuannya itu tidak serta merta membuat mereka percaya, tetapi hati mereka tetap keras.

Haruslah kita bisa menguasai diri dalam segala hal, jangan biarkan perkara-perkara duniawi menghalangi kita mencapai sasaran, sebab hanya peserta yang berlari dengan mata memandang ke depan, memandang pada tujuan, yang dapat menyelesaikan pertandingan dan berhak memperoleh hadiah.

Tuesday, August 30, 2011

TURUT DALAM PERLOMBAAN IMAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2011 -

Baca:  Ibrani 12:1-17

"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita."  Ibrani 12:1

Dua ribu tahun lalu Bapa mengutus AnakNya untuk bertanding dalam perlombaan iman.  Bapa tidak memberikan mahkota atau Nama di atas segala nama, dan tidak menjadikan Dia Tuhan atas segala tuan karena Dia adalah AnakNya sendiri.  Tidak!  Bapa memahkotai Yesus, menganugerahi Nama di atas segala nama dan menjadikan Dia Tuhan atas segala tuan karena sebagai manusia Dia telah menyelesaikan dan memenangkan sebuah perlombaan iman, mampu melewati semua ujian, pencobaan dan rintangan.  Apa rahasianya?  Karena Dia memiliki ketaatan yang sempurna.  Dia taat sampai pada titik darah penghabisan untuk menggenapi seluruh rencana dan kehendak BapaNya.  Itulah sebabnya, Yesus  "Anak domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat dan kemuliaan, dan puji-pujian!"  (Wahyu 5:12).

     Sebagai umat tebusan Kristus kita ini adalah peserta perlombaan iman untuk memperoleh hadiah yaitu mahkota kehidupan.  Tuhan Yesus sendiri yang akan memimpin kita dan memberi kekuatan kepada kita sehingga kita beroleh kekuatan untuk menyelesaikan perlombaan itu.  Jadi,  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,..."  (Ibrani 12:2a).

     Langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh supaya kita bisa memenangkan perlombaan iman ini?  Langkah awal yang harus kita lakukan adalah menanggalkan semua beban dan dosa.  Dosa adalah penghalang utama meraih kemenangan!  Penghalang lainnya adalah beban.  Beban dapat menjadi kekuatan yang menghancurkan dan menggagalkan kita dalam perlombaan.  Beban itu dapat berupa kekecewaan, kepahitan, letih lesu, rasa putus asa,  penyesalan dan sebagainya.  Untuk dapat melepaskan segala beban itu kita harus datang kepada Yesus dan belajar kepadaNya  (baca Matius 11:18-30).  Orang yang letih lesu dan berbeban berat pasti tidak dapat berlomba dengan baik.  Elia, nabi Tuhan, nyaris tidak mau melanjutkan tugas pelayanannya  (perlombaan iman)  karena larut dalam keputusasaannya  (baca 1 Raja-Raja 19:4).

Akhirnya Tuhan memulihkan keadaan Elia dan membangkitkan dia dari kegagalan.

Monday, August 29, 2011

PESERTA LOMBA ATAU PENONTON

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2011 -

Baca:  1 Korintus 9:24-27

"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah?  Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!"  1 Korintus 9:24

Kehidupan kekristenan kita ini diambarkan seperti sebuah arena pertandingan lari.  Ada pun jarak yang harus kita tempuh itu cukup jauh dengan medan yang beraneka.  Kadangkala jalan yang kita tempuh itu rata, menanjak melewati bukit dan terkadang kita harus menyusuri lembah yang curam.  Dalam pertandingan ini Tuhan mengundang semua umat manusia untuk menjadi peserta, tetapi tidak semua orang menanggapi undangan itu.  Bahkan sebagian besar orang mengabaikannya dengan berbagai dalih atau alasan:  "Sibuk;  capai;  aku sudah tua, biar yang muda-muda saja;  nanti kalau aku sudah kaya."  dan sebagainya.

     Alkitab menyatakan,  "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."  (Matis 22:14).  Memang, bagi kita yang merespons panggilan Tuhan, kita pun harus sadar segala resikonya:  ada banyak ujian, tantangan dan rintangan.  Akibatnya ada sebagian peserta yang akhirnya berhenti di tengah jalan karena merasa tidak sanggpu melanjutkan perlombaan, ada yang masih terus memikul beban berat sehingga mereka tidak sanggup lagi berlari.  Sementara peserta yang lainnya mampu berlari dan terus berlari hingga mencapai garis akhir dan menjadi pemenang!  Dan hanya mereka yang bertanding sesuai dengan aturan perlombaan dan berhasil mencapai garis akhirlah yang berhak memperoleh medali atau hadiah, sebagaimana tertulis:  "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."  (2 Timotius 2:5).

     Tuhan memanggil kita untuk menjadi peserta pertandinga, bukan sebagai penonton saja, karena ada perbedaan yang hakiki antara seorang peserta dan penonton.  Umumnya seorang penonton akan lebih gampang berkomentar dan mengkritik karena ia hanya menonton, bukan bertanding.  Penonton jarang mendapat cedera atau bermandi peluh, atau terengah-engah kelelahan karena mereka hanya duduk-duduk sambil menonton.  Adalah wajar bila seorang penonton terbaik sekali pun tidak berhak atas medali atau hadiah apa pun dalam perlombaan tersebut.  Yang berhak memperoleh medali atau hadiah adalah peserta lomba yang telah bekerja keras dan memenangkan perlombaan.    

Menjadi peserta lomba mengharuskan ada harga yang dibayar;  siapkah kita?

Sunday, August 28, 2011

JANGAN TAWAR HATI KARENA MASALAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2011 -

Baca:  Efesus 3:1-13

"Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu."  Efesus 3:13

Masalah adalah bagian dari kehidupan manusia, tanpa terkecuali.  Jadi kita tidak dapat menghindar atau lari dari masalah.  Kita harus menghadapinya!  Mungkin kita berpikir,  "Mengikut Tuhan Yesus kok malah banyak ujian dan permasalahan?" 

     Percaya kepada Yesus bukan berarti perjalanan hidup mulus ibarat melewati jalan tol.  Bukan berarti pula kita langsung memiliki kehidupan yang berlimpah dengan berkat.  Justru pada saat kita 'berlabel Kristen' kita harus siap dengan segala konsekuensinya.  Tuhan Yesus berkata,  "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."  (Matius 16:24).  Dengan adanya masalah demi masalah yang menghiasi perjalanan hidup kita bukan berarti Tuhan tidak mengasihi dan mempedulikan kita.  Justru dengan masalah yang ada Dia hendak membentuk dan memproses kita supaya iman kita makin kuat dan berakar di dalam Dia.  Seringkali kita menjadi lemah dan tawar hati ketika permasalahan datang menimpa.  Kita berharap Tuhan segera memberikan pertolongan dan menjawab doa-doa kita.  Namun jika pertolongan Tuhan tidak kunjung datang kita kecewa dan tidak lagi punya semangat untuk mencari Tuhan lagi.  Mari belajar dari Rasul Paulus!  Meski harus menghadapi masalah dan penderitaan ia tetap bertahan dan mampu menjaga hatinya agar tidak menjadi tawar.  "...kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari."  (2 Korintus 4:16).

     Paulus tahu pasti bahwa penderitaan yan dialaminya itu tidak sebanding dengan kemuliaan kekal yang Tuhan sediakan kelak.  Inilah yang menjadi kekuatan Paulus!  Tawar hati hanya akan membuat kita makin lemah dan tak berdaya menghadapi masalah yang ada, sebab  "Jika enkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Sebaliknya, hadapi setiap masalah yang ada dengan penuh iman!  Jangan hanya karena masalah, kita menjadi undur dan meninggalkan Tuhan.  Kita akan rugi besar!

"...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandinkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  Roma 8:18

Saturday, August 27, 2011

BISAKAH KITA MENGUASAI DIRI?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2011 -

Baca:  Amsal 25

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya."  Amsal 25:28

Penguasaan diri atau pengendalian diri adalah salah satu aspek dari buah Roh (baca Galatia 5:23).  Penguasaan diri adalah kemampuan Ilahi yang diberikan Tuhan kepada orang percaya:  merupakan ketetapan hati serta pikiran untuk menahan dan mengendalikan dirinya agar ia bereaksi, berbicara, berpikir dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan.

     Penguasaan diri bisa juga diartikan sebagai sikap kehidupan yang tegas, baik terhadap orang luar maupun terhadap diri sendiri dan juga terhadap keinginan-keinginan duniawi.  Ketika kita tahu sesuatu itu salah, kita harus tegas terhadap diri sendiri dan berkata:  tidak!  Jadi, ketika kita berbicara mengenai penguasaan ini kita berbicara mengenai dua hal yaitu berlatih dan berjuang.  Alkitab menyatakan,  "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."  (Amsal 16:32);  sebaliknya, orang yang tidak dapat mengendalikan diri seperti kota yang roboh temboknya.  Kata tembok tidak hanya berbicara mengenai batasan suatu wilayah, namun juga bisa diartikan sebagai keamanan dan ketenangan.  Ketika tembok tegak berdiri, tembok tersebut berfungsi untuk memberikan keamanan;  tapi jika tembok itu roboh, siapa pun yang tinggal di dalam kota itu pasti tidak akan merasa aman dan tenang lagi.  Kota yang roboh temboknya akan dengan mudah diporakporandakan oleh musuh.  Begitu juga seseorang yang memiliki karunia yang luar biasa:  pelayanan atau karir yang diberkati Tuhan, namun tidak dapat menguasai diri, maka Iblis akan dengan mudah menyerang hidupnya berkali-kali.

     Kita harus bisa menguasai diri;  dalam hal apa?  1. Emosi.  Jika emosi seseorang tidak terkendali akan menimbulkan pertengkaran.  "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya."  (Amsal 29:22).  2. Ucapan.  Menguasai diri dalam hal ucapan adalah penting sekali, karena  "...barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya."  (Yakobus 3:2).  Hendaknya ucapan atau perkataan kita sesuai dengan firman Tuhan.  3. Hawa nafsu.  Ingat!  Nafsu yang tidak terkendali dapat berakhir dengan perbuatan dosa.  Karena itu,  "...matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi,..."  (Kolose 3:5).

Tanpa penguasaan diri, apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil!

Friday, August 26, 2011

MENGAPA SULIT MENGAMPUNI ORANG LAIN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2011 -

Baca:  Mazmur 32

"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!"  Mazmur 32:1
Hampir semua orang mengatakan bahwa memberikan pengampunan kepada orang lain yang bersalah kepada kita adalah pekerjaan yang sulit untuk dilakukan.  Banyak orang berkata,  "Aku tidak memaafkan dia, hatiku sudah terlanjur sakit.  Mengampuni?  Kok enak, dia sudah berbuat jahat dan menyakiti aku."  Harus kita akui bahwa hal mengampuni ini memang hal yang tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika orang yang menyakiti dan berbuat jahat kepada kita adalah orang-orang terdekat atau orang yang kita kasihi:  sahabat, suami, isteri, anak, rekan sepelayanan, rekan kerja dan lain-lain.  Rasa sakit karena dikhianati masih membekas begitu dalam di hati kita.

     Firman Tuhan mengajar kita untuk memberi pengampunan kepada orang yang telah melukai kita.  Kita sering berkata,  "Oke saya maafkan kesalahannya, tapi jangan harap saya mau ketemu dia lagi."  Namun Alkitab menyatakan bahwa kita harus memberi pengampunan kepada orang lain tidak hanya sekali, dua kali, atau sampai tujuh kali.  "Bukan!  Aku berkata kepadamu:  Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."  (Matius 18:22).  Tidak peduli betapa dalam luka yang telah mereka tancapkan di hati kita, tugas kita tetaplah memberikan pengampunan.  Mengapa kita harus memberi pengampunan?  Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan Yesus melalui pengorbananNya di atas kayu salib.  Sebesar apa pun dosa atau pelangaran yang telah kita perbuat, darah Yesus selalu menyucikan kita ketika kita mau datang kepada Tuhan dan bertobat.  FirmanNya,  "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;  sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."  (Yesaya 1:18).  Luar biasa!

     Penampunan telah dilepaskan Tuhan bagi kita, masakan kita tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita?  Coba hitung:  berapa banyak pelangaran kita kepada Tuhan?  Berapa kali kita menyakiti hati Tuhan dengan ketidaktaatan kita?  Sejahat apa pun dan seberapa besar kesalahan orang lain kepada kita, kita harus bisa mengampuni, karena Tuhan Yesus telah mengampuni kita tanpa syarat.

Ingatlah ini:  "...jikalau kamu tidak mengampuni orang,  Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."  Matius 6:15

Thursday, August 25, 2011

KESUKSESAN SEJATI: Melakukan Kehendak Tuhan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2011 -

Baca:  Amsal 3:1-26

"Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan."  Amsal 3:7

Menjadi orang yang sukses adalah impian setiap orang.  Seorang pelajar atau mahasiswa belajar giat dengan harapan kelak bisa sukses menggapai cita-citanya;  para pebisnis rela kerja ekstra dan berusaha menyusun strategi bagaimana caranya supaya usahanya sukses dan bertambah maju;  setiap atlit harus menyantap menu latihan berjam-jam dalam sehari demi meraih sukses di lapangan pertandingan.  Semua orang berorientasi kepada kesuksesan.  Namun, pada umumnya semua orang di dunia ini berpendapat bahwa sukses identik dengan uang yang banyak, rumah dan mobil mewah, terkenal dan memiliki jabatan yang tinggi.  Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus,  "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya."  (Markus 8:36).

     Ternyata, orang yang memiliki kekayaan melimpah atau bahkan telah memiliki seluruh isi dunia ini pun belum bisa disebut orang yang sukses, karena tidak ada gunanya seseorang memiliki segala-galanya tapi pada akhirnya harus mengalami kematian kekal.  Jadi, uang atau kekayaan dan segala hal yang duniawi bukanlah ukuran sukses bagi kita.  Seseorang dapat dikatakan sukses apabila ia mampu menjadi pelaku firman, artinya melakukan kehendak Tuhan dalam hidupnya.  FirmanNya menyatakan,  "Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu."  (Amsal 3:1-2) dan "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."  (Amsal 3:5).

     Jadi kalau kita ingin sukses di hadapan manusia, terlebih lagi di mata Tuhan, tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan dengan segenap hati di segala keadaan.  Acapkali ketika tantangan datang, banyak dari kita yang tidak lagi percaya kepada Tuhan tapi lebih bersandar pada kekuatan dan kepintaran diri sendiri, padahal pikiran dan kekuatan manusia itu terbatas.  Firman Tuhan mengajarkan supaya kita tetap mengandalkan Tuhan.  Jangan bersandar kepada pengertian sendiri, tetapi biarlah kita bersandar kepada firman Tuhan.

Jika saat ini kita berhasil dalam segala bidang, bahkan memiliki harta yang melimpah, biarlah kita sadar dan mengakui semua itu datangnya dari Tuhan, bukan karena kuat dan gagah kita.

Wednesday, August 24, 2011

HIDUP TANPA KEKUATIRAN, MUNGKINKAH?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2011 -

Baca:  Amsal 12

"Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang,"  Amsal 12:25a

Bagi orang dunia, memiliki kekuatiran adalah hal yang biasa atau sesuatu yang normal, namun TIDAK bagi orang percaya.  Firman Tuhan menyatakan,   "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  (Filipi 4:6).  Perlu diketahui bahwa kekuatiran adalah salah satu bentuk dari intimidasi Iblis.  Berbagai upaya dilakukan Iblis untuk melemahkan iman kita, salah satunya melalui kekuatiran ini.  Ketika kita sedang kuatir berarti kita sedang meragukan kuasa Tuhan dalam hidup kita.  Meragukan kuasa Tuhan sama artinya tidak percaya!  Normalnya, kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang bebas dari kekuatiran, karena kita memiliki Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Tuhan yang menyediakan apa yang menjadi kebutuhan kita, sebagaimana disampaikan oleh Paulus,  "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  (Filipi 4:19).

     Bagaimana kita bisa terbebas dari kekuatiran?  Kita harus mengambil suatu tindakan seperti yang Alkitab sampaikan:  "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu,"  (Matius 6:33).  Jadi kalau kita mencari, di dalamnya ada tindakan meminta.  Kalau kita mencari maka kita akan mendapat;  apabila kita mengetuk maka pintu akan dibukakan bagi kita (baca Matius 7:7-8).  Di akhir zaman ini, menanamkan kekuatiran adalah agenda kerja Iblis.  Iblis sangat suka bila ada orang Kristen yang selalu kuatir setiap hari, sebab bila seseorang kuatir, hidupnya pasti tidak akan tenang, tidak ada damai sejahtera, sehingga mereka pun akan mengeluh dan bersungut-sungut kepada Tuhan.  Itulah yang dimaui Iblis!  Rasa kuatir menyerang ketika mata kita hanya tertuju pada masalah dan situasi yang ada di sekitar kita.

     Arahkan pandangan kepada Tuhan saja!  Sebesar apa pun masalah yang kita alami tidak sebanding dengan besarnya kuasa Tuhan.  Karena itu jangan terpengaruh oleh situasi dan fakta yang ada.  Ketika berhadapan dengan Goliat (pahlawan Filistin), Daud tidak kuatir sedikit pun, karena ia tahu bahwa Tuhan menyertainya.  Dan terbukti Daud mampu mengalahkan Goliat.  Seandainya Daud kuatir, perkara besar tidak akan pernah terjadi!

Kekuatiran menghambat Tuhan bekerja!

Tuesday, August 23, 2011

MEMILIKI PIKIRAN KRISTUS: Perkara Rohani dan Positif!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2011 -

Baca:  Kolose 3:1-4

"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."  Kolose 3:2

Seringkali keadaan atau situasi yang ada di sekitar membawa dampak yang besar terhadap pola pikir seseorang.  Dengan kata lain, apa yang kita pikirkan setiap saat dipengaruhi oleh keadaan atau situasi yang ada di sekitar kita.  Pikiran kita dipenuhi oleh perkara-perkara yang ada:  Kesulitan, sakit-penyakit, pekerjaan, keuangan.  Akibatnya banyak orang yang hidup dalam kekuatiran, kebimbangan, kegelisahan, ketakutan, tekanan, putus asa, kebencian, kecewa dan lain-lain.

     Selama hidup di dunia ini kita takkan lepas dari berbagai macam permasalahan, namun kita harus selalu waspada dan bertindak hati-hati, sebab pikiran kita itu ibarat medan peperangan.  Karena itu jangan beri tempat kepada Iblis untuk masuk ke pikiran kita.  Kalau kita ijinkan Iblis menguasai pikiran kita, ia hanya akan menuduh, mendakwa dan mengintimidasi kita, sehingga kita pun hanya memikirkan yang buruk-buruk atau negatif tentang hidup kita.  Jangan sampai Iblis diuntungkan dalam hal ini, jangan sampai Iblis mengambil kesempatan untuk meracuni pikiran kita dengan hal-hal negatif.  Oleh sebab itu Alkitab mengingatkan agar kita memikirkan perkara-perkara yang di atas (sorgawi) lebih dari perkara-perkara yang ada di dunia ini.  Memenuhi pikiran kita dengan perkara-perkara rohani:  inilah yang dimaksud dengan memiliki pikiran Kristus sebagaimana Rasul Paulus tegaskan kepada jemaat di Korintus:  "...kami memiliki pikiran Kristus."  (1 Korintus 2:16b).  Memiliki pikiran Kristus berarti kita  "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,"  (2 Korintus 10:5b), berarti pikiran kita sepenuhnya dipimpin, dituntun, diarahkan dan dikendalikan sepenuhnya oleh Roh Kudus.  Ketika kita memikirkan perkara-perkara rohani atau hal-hal yang positif berarti kita sedang mengenakan pikiran Kristus, sebab Kristus senantiasa berpikir tentang hal-hal baik atau positif dalam kehidupan kita, terlepas dari keadaan kita dan bagaimana pun adanya kita.

     Tuhan berfirman,  "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Kalau kita berpikir ke arah yang buruk, maka yang buruk terjadi;  sebaliknya bila kita berpikir yang baik-baik (firman Tuhan), maka kebaikan akan terjadi atas hidup kita.  Pikiran rohani datanganya dari Tuhan dan membawa kita kepada kemenangan.

Jadi, relakan firmanNya membentuk dan mengisi pikiran kita setiap waktu!