Sunday, October 9, 2011

JEMUKAH KITA MENANTIKAN JANJI TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  9 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 27

"Nantikanlah Tuhan!  Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!  Ya, nantikanlah Tuhan!"  Mazmur 27:14

Di sepanjang perjalanan hidup ini kita tak pernah lepas dari kata menanti.  Sepasang suami isteri sedang berdebar-debar menanti kelahiran bayinya;  seorang gadis menantikan kedatangan suami yang lama merantau ke luar negeri dan tak pulang-pulang.  Harus kita akui bahwa menanti adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan sangat membosankan.  Juga dalam hal menantikan janji Tuhan digenapi, banyak orang Kristen yang sudah merasa jemu dan bosan sehingga mereka tidak lagi berharap kepada Tuhan, bukannya menguatkan iman dan bersabar.  Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa janji Tuhan itu ya dan amin"apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  (Habakuk 2:3b).  Jadi kita tidak boleh jemu, sebaliknya kita harus tetap sabar dan tekun.  Melalui kesabaran dan ketekunan seseorang akan menerima apa yang telah dijanjikanNya sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan yang telah dijanjikanNya sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan itu tidak terlambat;  Tuhan memberkati tepat pada waktuNya. 

     Mari belajar dari kehidupan Kaleb.  Ketika menerima janji Tuhan melalui Musa, Kaleb berusia 40 tahun dan akhirnya janji Tuhan itu digenapi ketika Kaleb berusia 85 tahun.  Kita tahu bahwa 45 tahun bukanlah waktu yang pendek melainkan sangat panjang.  Namun dalam kurun waktu yang cukup lama ini Kaleb tidak pernah putus asa, apalagi sampai undur dari Tuhan, tetap sungguh-sungguh dan sepenuh hati melayani Tuhan.  Kaleb begitu sabar dan tekun sampai janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya.

     Sudah berapa lama Saudara berdoa meminta sesuatu dari Tuhan?  Seringkali ketika belum ada tanda jawaban dari Tuhan kita sudah tidak lagi bertekun;  ketika permohonan kita belum dijawab Tuhan kita undur dan kecewa, lalu kita mulai mengandalkan kekuatan sendiri untuk mencapai apa yang kita inginkan.  Dikatakan,  "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya."  (Habakuk 2:4).  Maunya segala sesuatu kita dapatkan secara cepat atau instan tanpa mau melewati proses yang panjang.  Di zaman sekarang ini jarang sekali orang mau sabar dan tekun.  Tetapi Tuhan menghendaki agar kita senantiasa sabar dan tekun dalam menantikan janjiNya. 

Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu tetaplah sabar dan tekun menantikan Dia!

Saturday, October 8, 2011

JANGAN SEDIH HATI, BERGEMBIRALAH!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  8 Oktober 2011 -

Baca:  Amsal 17

"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."  Amsal 17:22

Dalam versi The Amplified Bible ayat nas di atas berbunyi demikian:  "Hati yang gembira adalah obat yang manjur dan pikiran yang ceria memberikan kesembuhan."  Ternyata hati yang gembira dan pikiran yang ceria  (positif)  bisa menjadi obat yang mujarab dan menyembuhkan.  Karena itulah rasul Paulus juga menasihati jemaat di Filipi,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!  Sekali lagi kukatakan:  Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).

     Mengapa kita harus bersukacita senantiasa?  Karena dengan bersukacita hati kita akan tetap terjaga dalam kondisi yang baik sehingga pikiran dan perkataan kita pun akan positif,  "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati."  (Matius 12:34b).  Kapan Saudara memiliki hati yang gembira?  Ketika hutang-hutangku sudah terbayar lunas, hati jadi gembira;  hatiku bergembira kala melihat anak-anak tumbuh dengan sehat dan pintar;  hatiku bergembira karena aku lulus dengan nilai memuaskan dan diterima di sekolah favorit.  Bergembira saat kita mengalami dan merasakan hal-hal yang menyenangkan, itu wajar.  Bagaimana jika kita sedang menghadapi masalah, terbaring lemah karena sakit, dapatkah hati kita bergembira?

     Banyak cara dilakukan orang untuk menjaga hatinya agar bergembira, salah satunya adalah dengan mendengarkan musik.  Ketika kita mendengarkan musik kita turut bersenandung dan hati pun terhibur.  Jika kita memiliki hati yang gembira tugas yag berat pun terasa ringan untuk dikerjakan, sepertinya ada energi baru yang mengalir.  Sebaliknya jika hati kita suntuk, sedih dan stres, seringan apa pun pekerjaan, terasa berat untuk dikerjakan.  Kita menjadi lemah dan tak berdaya.  Mana yang Saudara pilih:  terus menggerutu dengan muka masam selama menghadapi masalah, atau menghadapi masalah dengan hati tetap gembira?  Jika hati kita semakin gembira kita akan menjadi semakin sehat.  Bahkan di dalam Amsal 15:13 dikatakan:  "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."  Ternyata selain menjadi obat yang manjur, hati yang gembira membuat muka kita menjadi berseri-seri, dan orang lain pun akan senang melihatnya.

     Mari belajar tetap bergembira di segala keadaan sehingga orang di sekeliling kita juga terkena dampak positifnya.  Belajarlah menikmati apa pun yang sedang kita kerjakan dan alami.

Yakinlah bahwa kita tidak sendirian, ada Yesus yang selalu peduli.

Friday, October 7, 2011

MEMILIKI HATI HAMBA: Mau Merendahkan Hati dan Melayani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  7 Oktober 2011 -

Baca:  Markus 9:33-37

"Kata-Nya kepada mereka  (para murid):  'Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.'"  Markus 9:35

Ada suatu tradisi atau adat bangsa Yahudi yang dapat kita jadikan pelajaran yang baik dan berharga, di mana biasanya seorang hamba dalam keluarga harus membasuh kaki para tamu tuannya.

     Membasuh kaki adalah tugas dan pekerjaan seorang hamba.  Pantaskah jika tugas ini dilakukan oleh seorang raja atau tuan?  Seorang raja biasanya hanya duduk di atas singgasana, memerintah rakyatnya dan dilayani para hamba.  Adalah mustahil raja mau turun melakukan pekerjaan yang layak dilakukan oleh seorang hamba  (budak), apalagi sampai membasuh kaki seseorang.  Tetapi inilah yang dilakukan oleh Yesus, Raja di atas segala raja, Putera Tunggal Allah, yang  "...telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia."  (Filipi 2:7).  Yesus rela turun ke bumi mengambil rupa seorang hamba dengan membasuh kaki murid-muridNya.  "Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya.  Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-muridNya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya."  (Yohanes 13:4-5).  Dalam hal ini Yesus memberikan satu teladan hidup supaya setiap orang percaya memiliki kerendahan hati dan mau melayani satu sama lain.  Apa yang dilakukan Yesus ini menjadi suatu peringatan bagi kita agar mau melakukan pekerjaan yang diangap paling hina oleh orang lain, tetapi di hadapan Tuhan pekerjaan itu sangat berarti.  Tuhan Yesus berkata,  "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;"  (Matius 20:26b-27).

     Jadi kita ini adalah hamba yang bertugas melayani, bukan dilayani.  Saat ini banyak orang yang sudah dipakai Tuhan sebagai alatNya dan berhasil di dalam pelayanannya justru tidak lagi memiliki  'hati hamba', sebaliknya justru menjadi sombong dan semakin tinggi hati.  Mereka lebih mempertahankan harga dirinya dan menganggap diri lebih dari orang lain.  Inikah yang diajarkan Yesus?  Ia mengajar kita untuk selalu ingat siapa sebenarnya diri kita di hadapanNya.

Jika sampai saat ini kita dipercaya melayani Tuhan, bahkan dengan karunia atau talenta yang luar biasa, itu semata-mata karena anugerahNya, bukan karena kuat dan gagah kita!

Thursday, October 6, 2011

MEMBANGUN IMAN DENGAN ORANG TERDEKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  6 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 119:57-64

"Aku  (Daud - Red.)  bersekutu dengan semua orang yang takut kepada-Mu, dan dengan orang-orang yang berpegang pada titah-titahMu."  Mazmur 119:63

Alkitab mencatat bahwa Abraham adalah orang yang sangat kaya dan diberkati Tuhan.  Janji Tuhan yang mengatakan,  "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur;  dan engkau akan menjadi berkat."  (Kejadian 12:2)  benar-benar tergenapi dalam kehidupan Abraham.  Saat Abraham meninggalkan negerinya,  "...Lot pun ikut bersama-sama dengan dia;"  (Kejadian 12:4).

     Keberadaan Abraham benar-benar membawa dampak luar biasa bagi kehidupan Lot.  Abraham menjadi berkat bagi Lot.  Karena mengikuti Abrahamlah Lot turut diberkati dan memiliki banyak harta;  ini merupakan anugerah Tuhan oleh karena Abraham.  Semua berkat yang Lot terima adalah karena kedekatannya dengan Abraham.  Lot bukanlah orang pilihan Tuhan seperti Abraham, namun Lot bisa menikmati kekayaan dan berkat Tuhan karena dia tinggal dekat dengan Abraham.  Dampak kekariban Abraham dan Tuhanlah yang menyebabkan semua orang yaang ada bersama dengannya turut diberkati.  Namun keputusan Lot berpisah dari Abraham adalah awal kehancurannya.  Seluruh kekayaan Lot turut musnah terbakar bersama kota Sodom dan Gomora yang dibumihanguskan Tuhan;  isterinya pun menjadi tiang garam.

     Melalui Lot ini kita dapat belajar bahwa dengan siapa kita membangun hubungan akan menentukan hari depan kita.  Kesalahan dalam menentukan pertemanan akan mempengaruhi kehidupan rohani kita.  Pemazmur menasihatkan agar orang percaya  "...tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, ...tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan ...tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,"  (Mazmur 1:1), karena  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33b).  Kita harus membangun pergaulan dengan orang-orang yang sama-sama haus dan lapar akan Tuhan.  Bukan berarti kita tidak boleh bergaul dengan orang-orang dunia, tapi untuk membangun manusia roh, kita membutuhkan rekan-rekan yang lebih rohani.  Pergaulan kita akan menyatakan siapa kita sebenarnya.  Daud memilih bersekutu dengan orang-orang yang tahut akan Tuhan  (ayat nas)  sehingga imannya terbangun;  ketika lemah ada yang menguatkan, ketika mulai menyimpang dari firman ada yang menegur.

Milikilah hubungan karib dengan orang-orang yang mengasihi Tuhan supaya iman kita semakin kuat!

Wednesday, October 5, 2011

MELEKAT PADA TUHAN: Syarat Utama Berbuah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  5 Oktober 2011 -

Baca:  Yohanes 15:1-8

"Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur,..."  Yohanes 15:4b

Pohon dan ranting atau carang merupakan simbol dari hubungan yang erat.  Carang tidak akan mungkin hidup, apalagi menghasilkan buah, jika tidak menyatu dengan pokoknya.  Pokok menjadi sumber utama dan tempat hidup bagi carang.  Demikian pula hubungan orang percaya dengan Kristus, dapat bertumbuh dan menghasilkan buah hanya jika melekat kepada Tuhan,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (ayat 5b).  Jadi Tuhan Yesus Kristus adalah sumber hidup bagi kita, dan di luar Kristus kita tidak akan hidup alias mati.

     Tuhan menghendaki kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang berbuah dan itu adalah proses.  Dalam dunia pertanian ada istilah yang disebut dengan pemangkasan.  Ada pun tujuan pemangkasan adalah untuk menyingkirkan daun dan carang kering yang tidak berguna atau berpenyakit yang dapat mengurangi kemampuan pohon untuk berbuah.  Oleh karena itu kita harus mengijinkan Tuhan membentuk kita, karena Dia memanggil kita untuk dijadikan  'orang-orang yang berbeda'  dan untuk melakukan perkara yang besar bersama Dia.  Firman Tuhan adalah alat untuk membentuk kita:  sebagai gunting pemangkas sifat dan kebiasaan buruk kita yang menghalangi kita berbuah.  Tertulis:  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).  Orang Kristen yang sudah mengalami proses pemangkasan akan meghasilkan buah.  Memang, dipangkas berarti sakit dan terluka, tapi semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita,  "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;  Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula."  (Ayub 5:18).

     Ada pun buah yang dimaksud pada renungan hari ini adalah karakter Kristiani atau disebut pula dengan sembilan buah-buah Roh  (Galatia 5:22-23).  Buah Roh bersifat utuh  (tunggal)  tetapi memiliki sifat yang berbeda.  Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk mementingkan salah satu atau beberapa sifat tertentu dan menolak sifat lainnya dengan alasan apa pun.  Dalam arti lain, buah yang dihasilkan dapat pula mengacu pada jiwa-jiwa baru yang dibawa keapda Tuhan  (baca  Filipi 1:22).

Jika kita tinggal di dalam Kristus, Ia juga akan tinggal di dalam kita, artinya Ia akan memimpin dan menuntun hidup kita.

Tuesday, October 4, 2011

PENDERITAAN: Ujian Menuju Keberkatan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  4 Oktober 2011 -

Baca:  Ayub 7

"Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan?"  Ayub 7:1

Sejak jatuh dalam dosa manusia harus menanggung akibatnya:  terusir dari taman Eden dan harus mengalami penderitaan serta kesulitan.  Namun di balik penderitaan yang harus dialami oleh manusia akibat dosa tercipta kesempatan bagi Allah untuk menyatakan kasih dan karyaNya yang agung melalui Yesus Kristus.  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."  (Yohanes 3:16).  Yesus Kristus rela menderita di atas kayu salib demi menebus dosa umat manusia.  Dan karena ketaatannya melakukan kehendak Bapa sampai mati di kayu salib itu Yesus beroleh peninggian.  Dikatakan,  "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,"  (Filipi 2:9).  Di balik penderitaan ada kemuliaan!

     Kita harus memahami bahwa setiap masalah atau penderitaan yang terjadi dalam hidup ini pada dasarnya mendatangkan kebaikan bagi diri kita.  Begitu pula karakter yang ada dalam diri seseorang  (ketaatan, ketekunan, kesetiaan, iman dan sebagainya)  dikembangkan melalui proses ujian dan penderitaan.  Selama kita hidup tak henti-hentinya kita akan diuji dan diproses seperti tanah liat di tangan Penjunan.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Jadi sadarilah bahwa setiap saat kita berada dalam perhatian dan pengawasanNya.

     Mengapa Tuhan tidak pernah berhenti menguji kita?  Tuhan hendak mengetahui sejauh mana kesetiaan dan ketekunan kita mengiring Dia.  Banyak orang tidak tahan saat berada dalam ujian dan akhirnya berubah sikap terhadap Tuhan:  tidak lagi setia beribadah, tidak lagi tekun berdoa dan tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya.

Untuk mengetahui kesetiaan kita melakukan perkara-perkara yang dipercayakanNya pada kita, untuk mengetahui kemurnian hati kita melayaniNya, dan untuk membuat kehidupan kita semakin berkenan dan indah di hadapanNya, kita terus diujiNya!

Monday, October 3, 2011

KETAATAN ELIA DI TENGAH KRISIS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  3 Oktober 2011 -

Baca:  1 Raja-Raja 17

"Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu."  1 Raja-Raja 17:7

Tahun 1998 lalu adalah awal masa-masa sulit bagi bangsa Indonesia karena pada waktu itu terjadi krisis moneter.  Tentunya hal ini berdampak buruk di segala aspek kehidupan;  tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan, tetapi orang percaya pun juga mengalami akibat dari krisis tersebut.  Meski demikian ada berita baiknya:  walaupun semua orang mengalami masalah yang sama, anak-anak Tuhan tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan.  Pemazmur berkata,  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semua itu;"  (Mazmur 34:20).

     Ketika seluruh negeri mengalami masa-masa sukar karena dilanda bencana kekeringan, Tuhan tetap memperhatikan dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib.  Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit, di  "...sebelah timur sungai Yordan."  (1 Raja-Raja 17:6).  Dan ketika sungai itu mulai mengering dan sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, Tuhan terus melanjutkan karyaNya atas Elia.  Ia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda, untuk memberinya makan.

     Untuk bisa mengalami perkara-perkara dahsyat seperti Elia kita harus:  1.  Taat terhadap perintah Tuhan.  Ketika 'sungai Kerit' menjadi kering, banyak orang percaya yang akhirnya putus asa dan menyerah pada keadaan.  Sungai Kerit adalah zona nyaman bagi Elia, di situ segala kebutuhannya dicukupi Tuhan.  Namun ketika Tuhan memerintahkan Elia untuk meninggalkan zona itu, Elia tetap taat.  Selama kita tidak mau bayar harga dan tetap menikmati 'zona nyaman' yang selama ini meninabobokan kita, kita tidak akan mengalami perubahan.  2.  Jangan takut dan kuatir.  Sesungguhnya Elia punya alasan untuk takut dan kuatir karena ia diperintahkan pergi ke Sarfat, padahal Sarfat berada di wilayah Sidon.  Raja Sidon adalah orangtua Izebel, isteri Ahab yang pernah mengancam hidup Elia.  Meski demikian Elia tetap mengikuti cara Tuhan karena ia tahu bahwa Tuhan menyertainya.  Dan ketika Elia mengikuti cara Tuhan, melalui janda Sarfat yang sederhana, ternyata Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajaib!

Tidak hanya diberkati, Elia juga menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Sunday, October 2, 2011

MENGASIHI TUHAN ATAU HARTA?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  2 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 19:16-26

"Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."  Matius 19:22

Saat ini pikiran banyak orang tertuju kepada materi, bagaimana cara menumpuk harta dan kekayaan.  Siang dan malam membanting tulang demi mewujudkan keinginannya itu.  Tak jarang pula orang menempuh jalan sesat guna mendapatkan uang atau kekayaan dengan cara instan.  Adalah perkara yang sukar bagi manusia untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki.  Berapa banyak uang yang harus dimiliki agar kita terpuaskan dan merasa bahagia?  Sampai kapan pun uang tidak pernah dapat membeli kepuasan atau pun kebahagiaan.  Tentunya tidak ada yang salah dengan mencari uang, selama kegiatan mencari uang itu tidak melanggar hukum negara dan prinsip-prinsip firman Tuhan.  Memang, kekayaan bisa menjadi tanda seseorang diberkati Tuhan, tetapi juga bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk beribadah kepada Tuhan.

     Ada seorang anak muda yang hebat sekaligus kaya.  Ia datang kepada Yesus dan bertanya bagaimana supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah.  Orang muda ini sekaligus ingin mencari penegasan apakah semua yang sudah dilakukannya selama ini dapat menjamin dia memperoleh hidup kekal.  "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"  (ayat 20).  Ia berpikir bahwa keselamatan kekal dapat diperoleh melalui usaha manusia, yaitu dengan berbuat baik dan sebagainya.  Alkitab jelas menyatakan bahwa  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita,..."  (2 Timotius 1:9).  Karena harta kekayaan melimpah, anak muda ini pun memilih bergantung pada apa yang ia miliki, bukannya menjadi saluran berkat seperti perintah Tuhan, sehingga ketika Tuhan memerintahkan:  "...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,..."  (Matius 21:22) pergilah ia dengan sedih.  Ia mencintai hartanya daripada harus mengikut Kristus.

     Manakah yang Saudara pilih:  menumpuk kekayaan yang bersifat sementara di dunia ataukah mempersiapkan kekayaan rohani untuk kehidupan kekal mendatang?  Rasul Paulus berpesan kepada Timotius agar ia memperingatkan orang-orang kaya supaya  "...mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi  (1 Timotius 6:18).

Tuhan memberkati kita supaya kita bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain, bukannya semakin mencondongkan hati kita menjauh dari Tuhan.

Saturday, October 1, 2011

RELAKAH KITA MENUNAIKAN AMANAT TUHAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  1 Oktober 2011 -

Baca:  2 Timotius 4:1-8

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."  2 Timotius 4:2

Sebagaimana dinyatakan dalam renungan kemarin, Yesus  "...datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."  (Matius 9:13).  Jadi Yesus turun ke dunia dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia.  Inilah amanat yang harus diemban oleh Yesus.

     Dengan kesadaran penuh Dia menyelesaikan tugas dari Bapa ini sampai tuntas tanpa keluh kesah atau persungutan.  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Tanpa keraguan sedikit pun Yesus mengorbankan nyawaNya, karena Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  Hanya melalui kematianNya di atas kayu salib inilah manusia memiliki pengharapan hidup kekal karena kutuk maut telah dipatahkan!  Ketika Yesus naik ke sorga, amanat itu pun diserahterimakan kepada murid-muridNya.  Yesus berkata,  "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.  Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum."  (Markus 16:15-16), dan  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Perkataan Yesus ini bukan sekedar kata-kata perpisahanNya kepada para muridNya, melainkan suatu Amanat Agung yang harus dilaksanakan.

     Saat ini tidak semua orang Kristen terpanggil untuk mengerjakan amanat ini.  Mereka pasti berpikir bahwa memberitakan Injil Keselamatan itu penuh resiko:  menantang segala macam kesukaran, penderitaan, penolakan, ejekan, cemoohan dan mungkin juga aniaya.  Berbeda dengan hamba-hamba Tuhan di masa lalu yang dengan gigih berjuang memberitakan Injil Kristus;  mereka rela mempertaruhkan hidup demi Injil.  Dan tak terbilang banyaknya jumlah orang yang bertobat, percaya dan dipulihkan hidupnya melalui pelayanan mereka.  Bagaimana kita?  Ingatlah, memberitakan Injil tidak selalu harus pergi ke tempat yang jauh, terpencil, ke pelosok atau di pedalaman.  Memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita sendiri.  Maukah kita melakukannya?

Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi pada seberapa besar kerelaan hati kita.

Friday, September 30, 2011

TUHAN MENGASIHI ORANG BERDOSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  30 September 2011 -

Baca:  Wahyu 1:4-8

"Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya, -dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan,"  Wahyu 1:5b-6a

Alkitab menyatakan semua manusia berdosa.  Siapa pun dan apa pun warna kulit kita, tanpa terkecuali,  "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak."  (Roma 3:10);  semua telah kehilangan kemuliaan Allah.  Pemazmur menegaskan bahwa di antara yang hidup tidak seorang pun yang benar di hadapan Allah  (baca  Mazmur 143:2).  Namun kita patut bersyukur karena Yesus berkata,  "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."  (Matius 9:13).

     Apa yang diperbuat Yesus terhadap kita orang yang berdosa?  Pertama,  Tuhan Yesus mengasihi kita.  Dikatakan,  "Bagi Dia, yang mengasihi kita..."  Kita tidak perlu mengerjakan sesuatu terlebih dahulu untuk menarik kasihNya karena Ia adalah kasih.  "Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Ia mengasihi kita apa adanya, kasih yang tak bersyarat dan berisikan pengorbanan.  Dan kematian Kristus di Kalvari adalah bukti nyata bahwa Ia rela mati untuk menebus dosa-dosa kita.  Kedua,  Tuhan Yesus melepaskan kita dari dosa oleh darahNya.  Tertulis:  "...yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya."  Arti kata melepaskan di sini adalah menyucikan.  Dalam Yesaya 1:18 dinyatakan bahwa  "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;  sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."  Tuhan Yesus melepaskan kita dari dosa dengan jalan memberikan diriNya sendiri melalui cucuran darahNya  (baca  1 Petrus 1:18-19).  Ketiga,  Tuhan  Yesus mengangkat kita keluar dari dosa kita,  "dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya,;"  (Wahyu 1:6)  Melalui karya kudusNya di atas kayu salib kita tidak hanya dipulihkan, tapi status kita juga diubahkan, dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran.  Kita dibawa dari hidup dalam dosa ke suatu dimensi hidup yang baru yaitu hidup dalam kebenaran.  Tidak hanya itu,  "...kamu bukan lagi hamba, melainkan anak;  jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  (Galatia 4:7).  Ada pun dampak dari semua ini sungguh luar biasa, di mana kita berhak mengalami dan menikmati berkat-berkat rohani di dalam sorga  (baca  Efesus 1:-3).

Tanpa pengorbanan Kristus di kayu salib, kita semua tidak memiliki masa depan dan pengharapan!

Thursday, September 29, 2011

IMAN MENGALAHKAN PERSOALAN SEBESAR APA PUN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  29 September 2011 -

Baca:  1 Yohanes 5:1-5

"Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?"  1 Yohanes 5:5

Dari 12 orang pengintai yang diutus Musa untuk mengintai tanah Kanaan, 10 orang di antaranya membawa kabar buruk.  Kata mereka,  "Negeri yang telah kamu lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya.  Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (Bilangan 13:32-33).  Mereka sangat pesimis bisa masuk ke Kanaan!  Adalah mustahil untuk bisa mengalahkan 'raksasa-raksasa', pikirnya.  Tetapi Kaleb berkata,  "Tidak!  Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya."  (Bilangan 13:30).

     Apa yang timbul di pikiran jika mendengar kata 'raksasa'?  Yang kita bayangkan sosok makhluk tinggi besar dan sangat menakutkan!  Ketika harus menghadapi Goliat, pahlawan bangsa Filistin yang tingginya enam jengkal, raja Saul dan rakyatnya mengalami ketakutan yang luar bisa.  Tetapi Daud, orang muda yang disertai Tuhan itu berkata,  "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia;  hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:32).

     Raksasa berbicara tentang masalah dan pergumulan yang sedang kita hadapi.  Seringkali kita pun menjadi takut, tawar hati dan putus asa oleh karena permasalahan yang ada dan masalah itu sepertinya sulit terselesaikan, bak raksasa yang siap menerkam kita.  Bagaimana supaya kita menang terhadap raksasa?  1.  Tahu siapa Tuhan itu bagi kita.  Pengenalan akan Tuhan secara benar akan menjadi kunci penting bagi kemenangan setiap orang percaya.  Daud berkata,  "Adapun Allah, jalan-Nya sempurna;  janji Tuhan adalah murni;  Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya."  (Mazmur 18:31).  2.  Tahu siapa kita di dalam Tuhan.  Tertulis:  "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  (Roma 8:37).  Oleh karena itu  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).

Tak perlu takut menghadapi persoalan yang ada karena kita memiliki Tuhan yang berkuasa dan di dalam Dia kita lebih dari pemenang, dan bersama Yesus kita dapa melakukan perkara yang besar!

Wednesday, September 28, 2011

DAUD: Hidup Yang Diurapi!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  28 September 2011 -

Baca:  1 Samuel 16:14-23

"Berkatalah Saul kepada hamba-hambanya itu:  'Carilah bagiku seorang yang dapat main kecapi dengan baik, dan bawalah dia kepadaku.'"  1 Samuel 16:17

Dari semula Tuhan telah disembah dengan musik dan puji-pujian.  Musik adalah kekuatan yang penuh kuasa yang diciptakan Tuhan untuk menggugah hati seseorang secara khusus.  Tertulis:  "Bermazmurlah bagi Tuhan dengan kecapi, dengan kecapi dan lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni Tuhan!"  (Mazmur 98:5-6).

     Jadi alat musik adalah bagian penting dalam pujian dan penyembahan.  Coba bayangkan jika di zaman sekarang ini suatu ibadah tidak diiringi oleh alat musik, pasti terasa kurang semarak atau khidmat.  Begitu juga di zaman Daud, salah satu alat musik yang sangat terkenal pada waktu itu adalah kecapi.  Dan Alkitab mencatat bahwa Daud sangat mahir memainkan alat musik ini:  "...salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi.  Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya;  dan Tuhan menyertai dia."  (1 Samuel 16:18).  Pada waktu itu pasti ada orang lain juga yang bisa memainkan kecapi, tapi mengapa hanya ketika Daud yang memainkan kecapi itu maka roh jahat lari dari raja Saul?  Apakah karena kecapinya sangat istimewa dan belinya di luar negeri?  Tidak.  Bukan karena kualitas kecapinya yang membuat roh jahat itu pergi.  Tetapi semua tergantung pada siapa yang memainkan alat tersebut.  Selain karena memang mahir memainkannya, Daud diurapi Tuhan.  Karena itulah kuasa Tuhan menyertai dia.  Itulah kuncinya!  "Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya;  Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur daripadanya."  (1 Samuel 16:23).

     Roh jahat tidak takut dengan apa pun yang besifat lahiriah, tapi roh jahat takut dan mati kutu bila berhadapan dengan kuasa Tuhan.  Dan kuasa Tuhan yang bekerja di dalam diri Daud membuat apa saja yang dikerjakan Daud menjadi berhasil dan membawa dampak yang luar biasa bagi orang lain.  Untuk mengalami lawatan kuasa Tuhan tidak semudah membalik telapak tangan, itu adalah buah dari ketekunan dan kedekatan Daud dari Tuhan.

Ketika seseorang karib dengan Tuhan, urapan dan kuasaNya diimpartasikan pada orang tersebut sehingga hidupnya berbeda dan berdampak!

Tuesday, September 27, 2011

SEBURUK APA PUN, TUHAN SANGGUP UBAHKAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  27 September 2011 -

Baca:  Hakim-Hakim 11:29-40

"Lalu Roh Tuhan menghinggapi Yefta;  ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye,"  Hakim-Hakim 11:29

Alkitab mencatat bahwa Yefta adalah salah satu saksi iman seperti tertulis:  "Dan apakah lagi yang harus aku sebut?  Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat."  (Ibrani 11:32-34a).

     Mengapa iman Yefta bisa dipersamakan dengan Gideon, Barak, Simson, Daud, Samuel dan para nabi lainnya?  Bukankah Yefta memiliki latar belakang hidup yang tidak baik dan sangat tidak mendukung untuk dia menyandang predikat sebagai saksi iman seperti nabi-nabi lain?  Perlu kita ketahui Yefta adalah keturunan dari seorang perempuan sundal yang tidak jelas asal-usulnya.  Ada pun ayah Yefta adalah Gilead yang juga termasuk keturunan dari suku yang terendah moralnya.  Sesungguhnya Gilead memiliki isteri yang sah, tetapi ia selingkuh dengan perempuan sundal hingga lahirlah si Yefta ini.  Setelah dewasa keberadaan Yefta tidak diinginkan oleh keluarga Gilead, maka terusirlah ia dari mereka dan ia pun melarikan diri di tanah Tob,  "di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia."  (Hakim-Hakim 11:3).

     Ayat nas menyatakan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta.  Mengapa Tuhan memakai Yefta?  Bukankah kehidupan Yefta banyak sisi negatifnya?  Kita harus ingat bahwa Tuhan memiliki kedaulatan penuh untuk memilih seseorang yang hendak dipakai sebagai alat kemuliaanNya.  Dan apabila Tuhan memilih seseorang.  Ia tidak pernah melihat latar belakangnya  (kaya, miskin, pintar, bodoh), termasuk Yefta yang mendapat anugerah dari Tuhan.

     Siapakah kita ini?  Kita juga adalah orang-orang berdosa yang beroleh kemurahan karena iman kita kepada Tuhan Yesus.  Tuhan Yesus rela mati untuk kita;  Dia memilih kita tanpa mempedulikan seburuk apa pun latar belakang hidup kita.  Asal kita mau bertobat dengan sungguh, Tuhan sanggup mengubahkan hidup kita dari yang hina menjadi mulia, yang tidak berarti menjadi berarti dan dijadikannya kita berharga di mataNya.

Maka dari itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang sedang bekerja dalam kehidupan kita karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!

Monday, September 26, 2011

DOMBA SANGAT MEMBUTUHKAN GEMBALA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  26 September 2011 -

Baca:  Matius 10:16-32

"...Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."  Matius 10:16

Sebagai orang percaya kita telah dipilih dan dipanggil Tuhan untuk masuk ke medan peperangan.  Dan setiap orang yang hendak berperang pasti mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya, baik dalam hal kekuatan, strategi, maupun senjata yang harus dibawa, sebab kita tidak dapat berperang dengan tangan kosong.  Jadi,  "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;"  (Efesus 6:11).

     Peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu di dunia yang gelap, dan melawan roh-roh jahat di udara  (baca  Efesus 6:12).  Seringkali yang menjadi musuh utama kita adalah ego yang ada di dalam diri kita sendiri.  Maka dari itu diperlukan adanya penguasaan diri.  Banyak kejahatan atau konflik terjadi di sekitar kita karena seseorang tidak mampu menahan emosinya di saat mereka menghadapi suatu tantangan, dan semua itu bersumber dari hati.  Iblis begitu licik dalam membuat strategi untuk menghancurkan anak-anak Tuhan.  Adalah penting bagi kita untuk menjaga hati agar iman kita tidak mudah goyah.  Jadi,  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).

     Ayat nas di atas menegaskan bahwa keberadaan kita  (orang percaya)  adalah seperti domba yang berada di tengah-tengah serigala.  Domba adalah binatang yang sangat lemah jika dibandingkan dengan serigala.  Karena itu ia membutuhkan seorang gembala untuk membimbing dan membawanya ke padang rumput serta melindunginya dari serangan musuh, terutama dari serangan binatang buas  (serigala).  Dari sini kita tahu bahwa musuh kita bukanlah sembarangan, kita harus dengar-dengaran  (karib)  akan suara gembala kita dan memiliki hati yang taat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh gembala kita.

Tuhan mengutus kita ke tengah-tengah serigala bukan bermaksud mencelakakan, tapi untuk membuktikan bahwa Dia adalah gembala yang baik;  Dia pasti menopang dan senantiasa memberi kekuatan kepada kita melawan si jahat.

Sunday, September 25, 2011

PERCAYA SUDAH MENERIMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  25 September 2011 -

Baca:  Markus 11:20-26

"Karena itu Aku berkata kepadamu:  apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."  Markus 11:24

Sering khotbah mengingatkan kita agar percaya akan kuasa Tuhan tapi seringkali kita lupa dan mengabaikannya begitu saja.  Terlebih saat masalah dan penderitaan menimpa kita, entah itu sakit, krisis keuangan dan sebagainya, kita panik, stres, kecewa dan mengeluh kepada Tuhan.  Dalam Ibrani 11:1 tertulis:  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  Namun, sudahkah kita memahami dan mengaplikasikan iman tersebut dalam kehidupan kita secara nyata?  Yakobus menegaskan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati  (baca  Yakobus 2:17).

     Iman perlu adanya tindakan yang membuktikan bahwa kita benar-benar percaya pada kuasa Tuhan.  Jadi  "...manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."  (Yakobus 2:24).  Saat kita berada di lingkungan gereja, di pertemuan-pertemuan ibadah atau bersekutu dengan saudara seiman, iman kita diteguhkan melalui doa, kesaksian, puji-pujian yang kita naikkan ke hadirat Tuhan;  terlebih saat pemberitaan Firman Tuhan disampaikan, iman kita pun mulai menyala-nyala.  Tetapi saat kita dihadapkan pada masalah yang silih berganti, sakit-penyakit yang belum kunjung sembuh, anak-anak yang memberontak pada orang tua dan berbagai doa meminta pertolongan dari Tuhan yang belum juga beroleh jawaban, iman kita mulai lemah dan keraguan menguasai hati dan pikiran kita:  "Apakah mungkin masalahku terselesaikan?  Dokter sudah memvonis bahwa sakitku tidak bisa disembuhkan.  Apa Tuhan sanggup menyembuhkan?"  FirmanNya menyatakan,  "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  (Markus 9:23).  Arti percaya di sini adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhan.  Bagian kita hanya percaya, dan bagian Tuhan adalah melakukan apa yang kita percayai.  Tuhan berkata,  "...Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini:  Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!  Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."  (Markus 11:23).

     Segala sesuatu yang tidak mungkin dan tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia, itulah yang Tuhan lakukan atas hidup kita, asal iman kita tidak goyah dan tetap teguh.  Namun sering kita tidak sabar dalam menanti pertolongan Tuhan.

Sungguh kuasa Tuhan itu tidak terbatasi oleh apa pun juga!

Saturday, September 24, 2011

YANG MENINGGIKAN DIRI AKAN DIRENDAHKAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  24 September 2011 -

Baca:  Lukas 14:7-11

"Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  Lukas 14:11

Segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu menawarkan kemewahan, kenikmatan dan popularitas sehingga banyak orang tergiur dengan tawaran dunia.  Namun semua itu tidak ada yang free, melainkan ada harga yang harus dibayar dan semua dinilai dengan uang.

     Selagi kita memiliki uang banyak atau harta kekayaan kita pun dapat memiliki apa yang kita mau.  Dan tanpa disadari, tidak sedikit orang Kristen yang merasa diri kaya, pandai, punya kedudukan mapan, sukses dalam bisnis dan sebagainya, tidak lagi mengandalkan Tuhan dalam hidupnya, lebih mengandalkan kekuatan dan kemapuan diri sendiri.  Firman Tuhan dengan keras menyatakan,  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!"  (Yeremia 17:5).  Ingatlah, berapa pun kekayaan yang kita miliki, sepandai apa pun kita dan sehebat apa pun manusia,  "...hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;  apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi."  (Mazmur 103:15-16).  Di dunia ini tidak ada yang abadi;  jadi kalau kita mengandalkan apa yang kita miliki, meskipun harta kita tidak habis sampai tujuh turunan, adalah sia-sia belaka.  Dan apabila suatu saat semua itu diambil Tuhan, kita pun tidak dapat berbuat apa-apa.  Kita harus ingat bahwa semua kesuksesan, kekayaan dan kejayaan yang kita raih itu adalah anugerah dari Tuhan dan kita tidak patut membanggakan diri.

     Rasa ingin dihargai dan dipuji adalah awal kesombongan.  Terlebih lagi saat Tuhan mempercayakan kita untuk melayaniNya.  Dengan karunia-karunia yang kita miliki, jika kita tidak mampu menjaga hati, kita bisa mencuri kemuliaan Tuhan.  Lucifer adalah malaikat sorga yang cantik rupawan yang selalu memuji Tuhan, namun ketika merasa dia paling diperhatikan Tuhan timbullah rasa sombong sehingga ia pun berpikir untuk menyamai Tuhan.  Karena kesombongannya Lucifer diusir dan dibuang ke bumi.  Saat ini banyak orang ingin unjuk kebolehan dan gila hormat, bahkan memandang orang lain dengan sebelah mata.  Pujian dan penghargaan manusia yang mereka cari.  Tuhan sangat membenci mansia yang tinggi hati.

"Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan."  Amsal 22:4

Friday, September 23, 2011

ISTERI BIJAK DAN KELUARGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  23 September 2011 -

Baca:  Amsal 31:10-31

"Ia  (seorang isteri)  bangun kalau masih malam, lalu menyediakan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan."  Amsal 31:15

Di era emansipasi sekarang ini, wanita  (isteri)  yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga bekerja di kantor adalah pemandangan yang sudah lumrah, apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar.

     Manakah yang lebih penting:  mejadi ibu rumah tangga atau bekerja di luar rumah?  Perhatikan ayat nas hari ini, di mana seorang wanita  (isteri)  "...bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan.  Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.  Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:"  (ayat 15, 27, 28).  Hal ini menunjukkan betapa seorang isteri seharusnya tidak mengabaikan tugasnya dalam kehidupan berumah tangga, memberikan perhatian kepada anak-anak dan juga para pelayan.  Mengawasi segala perbuatan rumah tangga berarti isteri bertanggung jawab untuk memastikan bahwa rumah tangganya berjalan dengan lancar.  Tidak hanya itu, Salomo menulis:  "Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya."  (ayat 16).  Seorang isteri membeli ladang anggur dengan uangnya sendiri supaya bisa menyediakan makanan terbaik bagi keluarganya.  Mungkin saat ini tugas memasak, membersihkan rumah dan sebagainya dapat diserahkan kepada pegawainya karena merasa tidak ada waktu, tetapi tugas menjadi ibu bagi anak-anak tidak bisa diwakilkan kepada siapa pun.

     Bagaimana pun juga tugas dan tanggungjawab utama wanita  (isteri)  adalah mengurus rumah tangga, terutama sekali setelah memiliki anak.  Itulah sebabnya Alkitab menasihatkan supaya  "...perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, ...cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang."  (Titus 2:3-5).  Jadi, wanita harus benar-benar bijak menentukan sikap atau pilihan:  menyediakan waktu terbaik mengurus keluarga, atau banyak berada di luar rumah demi uang?

Jadilah isteri bijak, dapat menjalankan peran dengan baik sesuai dengan firman Tuhan! 

Catatan:  
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Thursday, September 22, 2011

ISTERI BIJAK DAN PRIORITASNYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  22 September 2011 -

Baca:  Amsal 31:10-31

"Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."  Amsal 31:12

Di zaman sekarang ini banyak wanita Kristen  (isteri)  yang tidak hanya menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga murni  (mengurus suami, anak dan rumah tangga), tetapi mampu berperan juga dalam pekerjaan  (karir).  Akibatnya tidak sedikit para isteri yang mengeluh karena lelah fisik dan emosi.  Inilah saatnya bagi wanita untuk mengoreksi kembali komitmen dan tanggung jawabnya sesuai dengan firman Tuhan, yaitu melaksanakan perannya sebagai wanita sesuai yang direncanakan Tuhan.  Di dalam Amsal 31:10-31 terangkum hal-hal yang harus dipahami oleh para wanita berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya:  mengurus suami, anak, rumah tangga dan juga karir di luar rumah.

     Seorang wanita  (isteri)  yang bijak adalah wanita yang dapat menyeimbangkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab utamanya, yaitu antara suami, anak, rumah tangga dan juga diri sendiri.  Sementara komitmen lainnya, seperti berkarir di luar rumah, adalah hal kedua yang memang penting, tapi hanya sebagai pelengkap saja.  Ada pun tugas utamanya terangkum dalam ayat ini:  "Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."  Artinya hidupnya harus dicurahkan untuk berbuat baik kepada suaminya;  ia harus memahami tujuan utama Tuhan menciptakan dia yaitu sebagai penolong bagi laki-laki.  Tertulis:  "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.  Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."  (Kejadian 2:18).

     Menjadi penolong bagi laki-laki tidak membuat wanita berada di posisi lebih rendah;  justru seorang wanita yang bisa menjadi penolong bagi laki-laki disebut Alkitab sebagai seorang isteri yang cakap, kemuliaan laki-laki dan juga mahkota bagi suaminya.  Menjadi penolong bagi suami artinya senantiasa membantu, mendukung dan menguatkan suami dalam semua aspek kehidupannya  (jasmani dan rohani).  Memang hal itu tidak mudah, apalagi bila para wanita sudah mengenal suami dengan segala kelemahannya.  Salah satu langkah terbaik untuk mendukung suami dan berbuat baik kepadanya adalah dengan cara menghormatinya dan senantiasa berdoa untuk dia.

Berdoa untuk suami adalah sangat penting, supaya melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan membentuk dan menjadikan suami kita sebagai sosok pribadi yang berkenan kepada Tuhan.  

Catatan: 
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Wednesday, September 21, 2011

MEMPERKATAKAN FIRMAN: Sebagai Pedang Roh!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  21 September 2011 -

Baca:  Ibrani 4:1-13

"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun;  ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum;  ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  Ibrani 4:12

Pedang bermata dua adalah senjata penemuan yang dipakai oleh bangsa Romawi di zaman dahulu, memiliki panjang sekitar 0,75 meter, ditajamkan di kedua sisinya dengan ujung yang tajam pula.  Jadi, ke arah mana saja seorang tentara Romawi mengayunkan pedangnya, dia sedang mengayunkan kematian; siapa pun yang mendekat pasti akan terluka.  Dengan senjata itulah bangsa Romawi mampu menaklukkan dunia.

     Sebagai orang percaya kita patut berbangga karena kita juga memiliki senjata yang lebih hebat dari pedang bermata dua mana pun:  senjata yang dapat menghancurkan Iblis dan pasukannya, sanggup menembus dunia roh dan penguasa-penguasa di udara.  Ya, senjata itu adalah firman Tuhan!  Alangkah dasyatnya jika firman Tuhan itu kita perkatakan dengan iman.  Firman Tuhan yang ada di mulut kitalah yang sanggup menghancurkan pekerjaan Iblis.  Kita dapat menahan setiap serangan Iblis dengan mempercayai dan mengucapkan firman Tuhan.  Iblis tidak akan berlalu dari hidup kita sebelum kita mulai mengucapkan firman Tuhan.  Dalam kehidupan sehari-hari, mulut kita suka memperkatakan apa?  Gosip, kata-kata kotor dan sia-sia, kekuatiran, sakit penyakit, atau firman Tuhan?  Perhatikanlah:  hidup yang kita jalani ini adalah tuaian dari benih perkataan yang kita lepaskan melalui mulut kita.  Kita bisa tertawan dan terjerat oleh perkataan kita sendiri.  Melalui perkataan sendiri, kita akan kehilangan berkat Tuhan dan menuai hal-hal buruk.  Itulah sebabnya Iblis berusaha menabur ketakutan, kekuatiran, kebencian dan sebagainya di dalam bahasa manusia dengan harapan manusia memperkatakan hal itu atau menggemakannya.  Tertulis:  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).

     Yosua dan Kaleb menikmati Tanah Perjanjian karena keduanya memperkatakan firman.  Sementara jutaan orang Israel mati di padang gurun, menuai dari perkataan mereka sendiri.  Jadi ke mana arah hidup kita dikendalikan oleh perkataan kita sendiri.  Karena itu, berhati-hatilah!

Kalahkan setiap siasat Iblis dengan firman Tuhan yang adalah Pedang Roh, sangat dahsyat kuasaNya!

Tuesday, September 20, 2011

MEMPERKATAKAN FIRMAN: Segala Sesuatu Dapat Diubahkan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  20 September 2011 -

Baca:  Markus 10:46-52

"'Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!'  Pada saat itu juga melihatlah ia (Bartimeus), lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya."  Markus 10:52

Ketika Yesus dan murid-muridNya meninggalkan Yerikho banyak orang mengikutiNya.  Di tengah perjalanan terdengar teriakan pengemis buta yang duduk di pinggir jalan.

     Pengemis itu adalah Bartimeus.  "Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru:  'Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!'"  (ayat 47).  Orang-orang menjadi sangat terganggu mendengar teriakan Bartimeus itu sehingga  "Banyak orang menegornya supaya ia diam.  Namun semakin keras ia berseru:  'Anak Daud, kasihanilah aku!'"  (ayat 48).  Bartimeus tidak menyerah sampai teriakannya didengar oleh Tuhan Yesus.  Tertulis,:  "Lalu Yesus berhenti dan berkata:  'Panggillah dia!'  Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya:  'Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.'"  (ayat 49).  Yesus bertanya kepada Bartimeus,  "'Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?'  Jawab orang buta itu:  'Rabuni, supaya aku dapat melihat!'"  (ayat 51).  Maka mujizat pun terjadi!  Yesus berkata kepada Bartimeus,  "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!"  (ayat 52a).  Bartimeus mengalami pertolongan Tuhan karena iman yang ia perkatakan:  "...supaya aku dapat melihat!"

     Ketika kita memperkatakan firman, kuasa dilepaskan untuk membuat apa yang kita perkatakan.  Itulah iman.  Walaupun tidak kelihatan, dapat membuat segala sesuatu menjadi nyata dalam hidup kita, karena  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Iman ada di dalam hati kita dan ia dilepaskan melalui perkataan kita.  Apa yang Saudara inginkan terjadi dalam hidup ini?  Mulailah menyatakannya dengan iman, sebab segala sesuatu dapat diubahkan melalui kuasa firman yang kita percayai dalam hati, kita perkatakan melalui mulut dan kita praktekkan.  Jadi kita akan mendapatkan apa yang kita katakan ketika kita mempercayai bahwa apa yang kita katakan akan terjadi.  Sebab apa yang kita perkatakan itu mengandung kuasa yang dahsyat.  Jangan sepelekan apa yang kita ucapkan!  Pernyataan iman Bartimeus telah menghasilkan mujizat yang luar biasa.

Mulai hari ini belajarlah memperkatan firman dengan iman;  jadikan itu sebagai gaya hidup, niscaya kita akan mengalami pemulihan yang luar biasa!

Monday, September 19, 2011

KETAATAN ABRAHAM: Kunci Mengalami Terobosan Baru!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  19 September 2011 -

Baca:  Kejadian 12:1-9

"Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur;  dan engkau akan menjadi berkat."  Kejadian 12:2

Pemazmur menegaskan bahwa  "Janji Tuhan adalah janji yang murni bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah.  Engkau, Tuhan, yang akan menepatinya,"  (Mazmur 12:7-8a).  Janji Tuhan adalah ya dan amin, tidak ada yang tidak ditepatiNya.  Tuhan tidak hanya berjanji akan memberkati Abraham secara melimpah, tapi juga berjanji hendak menjadikannya berkat bagi bangsa-bangsa, dan janji itu pun tergenapi.  Bahkan setiap kita yang beriman kepada Yesus Kristus disebut sebagai keturunan Abraham dan kita pun berhak menerima janji Allah  (baca  Galatia 3:29).

     Kehidupan Abraham sampai pada masa tuanya diberkati Tuhan secara luar biasa.  Sungguh nyata benar apa yang tertulis dalam Yesaya 46:4 bahwa,  "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu.  Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus;  Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  Mengapa Abraham mengalami dan menikmati berkat-berkat yang luar biasa dari Tuhan?  Apa yang telah diperbuat olehnya?  Ketika diperintahkan Tuhan untuk pergi dari negerinya dan juga dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang belum diketahui secara pasti, Abraham taat:  "...pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya,"  (Kejadian 12:4).

     Setiap kita yang rindu masuk ke dalam rencana Tuhan, baik dalam hidup di dunia ini maupun untuk yang akan datang, biarlah kita mau belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh Abraham.  Mari kita belajar taat karena ketaatan adalah kunci mengalami terobosan baru!  Namun sebelum memberkati, Tuhan meminta milik Abraham yang paling berharga dan yang terbaik, yaitu anak semata wayangnya.  FirmanNya,  "Ambillah anakmu yang tungal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."  (Kejadian 22:2).  Abraham tidak kecewa, mengeluh atau membantah dengan Tuhan, dipersembahkanlah Ishak kepada Tuhan.  Sudahkah kita memberi yang terbaik dari hidup kita  (waktu, tenaga, talenta, materi)  untuk Tuhan.

Saudara ingin mengalami terobosan dalam hidup ini?  Belajarlah untuk taat dan persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan.

Sunday, September 18, 2011

ROH YANG MEMIMPIN PADA KETAATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  18 September 2011 -

Baca:  Galatia 5:16-26 

"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Galatia 5:25

Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk hidup menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan dan hidup dipimpin oleh Roh.  Ada tertulis:  "...roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:41).

     Memang tidak mudah menjauh dari dosa dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang selama ini membelenggu hidup.  Tanpa adanya pertobatan sejati kita akan selalu ada dalam jerat Iblis.  Sia-sia saja membanggakan diri karena status kita sebagai orang Kristen atau anak Tuhan padahal cara hidup kita sama dengan orang-orang dunia yang belum diselamatkan, sebab firmanNya dengan tegas menyatakan,  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).  Kita harus memiliki kualitas hidup yang berbeda sebagai ciri khas yang membedakan kita dengan orang dunia.  Kita harus bisa menjadi saksi Kristus, hidup seperti surat terbuka yang bisa dibaca oleh semua orang, sebab dunia membutuhkan bukti.  Tuhan menuntut kita untuk menghasilkan buah-buah roh  (Galatia 5:22-23).  Dan kita hanya bisa berbuah jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Dia di dalam kita  (baca Yohanes 15:5).  Tinggal dalam Tuhan artinya selalu dekat denganNya serta taat melakukan kehendakNya, sehingga Tuhan akan bekerja dalam hidup kita melalui karya Roh Kudus yang akan memimpin kita pada ketaatan:  "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13a).

     Kadangkala kita ingin melepaskan diri dari perbuatan daging yang menyesatkan, tapi Iblis yang penuh tipu muslihat tidak menyerah begitu saja.  Iblis selalu berusaha melemahkan iman anak-anak Tuhan sehingga banyak dari kita yang masih saja jatuh dalam dosa yang sama dengan melakukan penyembahan berhala, hidup dalam perzinahan, pesta pora dan hawa nafsu, yang tanpa kita sadari telah mengotori Bait Roh Kudus yang ada di dalam kita  (baca 1 Korintus 6:19-20).  Untuk hidup dalam pimpinan Roh Kudus kita memerlukan Tuhan untuk mengubah hati kita.

"Kamu akan kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat."  Yehezkiel 36:26.

Saturday, September 17, 2011

PELAKU ATAU HANYA PENDENGAR?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  17 September 2011 -

Baca:  Yakobus 1:19-27

"Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja;  sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."  Yakobus 1:22

Kita sering mendengar banyak orang yang berkata,  "Kalau cuma ngomong sih semua orang pasti bisa.  Coba disuruh melakukan, Tidak mudah!"  Adalah lebih mudah untuk mengoreksi, mengomentari atau menghakimi orang lain daripada memberikan teladan hidup yang baik.  Kekristenan membutuhkan bukti nyata melalui perbuatan, bukan hanya teori, karena orang Kristen adalah garam dunia dan terang dunia.  Artinya kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dan berdampak bagi dunia.

     Satu perbuatan jauh lebih berharga dari seribu kata-kata.  Setiap orang percaya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah karena dituntut untuk membuktikan firman Tuhan dalam kehidupan nyata, bukan hanya sekedar fasih mengucapkan firman.  Tuhan Yesus menuntut kita untuk menjadi pelaku firman, bukan hanya pendengar!  Yakobus berkata,  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17).  Jadi, iman itu  "...bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).  Itulah iman yang diwujudkan melalui perbuatan nyata!

     Alkitab menasihatkan kita:  "...hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,"  (Yakobus 1:19).  Tetapi kita memiliki kecenderungan untuk cepat berbicara tapi lamban dalam hal mendengar  (mulut aktif, telinga pasif), padahal  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Banyak dari kita yang mungkin aktif menghadiri kebaktian di gereja, acara KKR dan sebagainya, tetapi mengapa kita tidak pernah bertumbuh dan tetap saja tidak mengalami perubahan?  Karena kita hanya sebatas mendengarkan saja.  Mendengarkan firman Tuhan itu sangat penting, tapi harus disertai dengan melakukan firman yang kita dengar itu.  Mengapa masih banyak orang Kristen yang gagal menaati firman Tuhan?  Karena kita berpikir bahwa mendengarkan sama halnya dengan melakukan.  Perhatikan!  Kita bukan hanya dengar, tapi juga harus dengar-dengaran  (taat)  kepada Firman.

Mendengar janganlah hanya dengan telinga yang kemudian diproses oleh otak, tetapi biarlah sampai masuk ke hati, renungkan dan kemudian wujudkan melalui tindakan  (action).  Inilah yang dikehendaki Tuhan!

Friday, September 16, 2011

MANFAAT IBADAH BAGI ORANG PERCAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  16 September 2011 -

Baca:  Yesaya 29:9-16

"Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  Yesaya 29:13 

Tuhan mengecam bangsa Israel karena ibadah yang mereka jalankan selama ini hanyalah rutinitas belaka;  pujian dan penyembahan yang mereka lakukan hanyalah lips service, sementara hatinya sangat jauh dari Tuhan.  Jika ibadah yang kita lakukan selama ini setali tiga uang dengan ibadah bangsa Israel, maka semuanya tidak akan berdampak apa-apa.  Sesungguhnya, ibadah adalah media penginjilan gereja bagi dunia.  Melalui ibadah, gereja, menyampaikan kabar baik kepada dunia tentang kasih Tuhan dan pengharapan yang pasti di dalam Dia.

     Rasul Paulus mengatakan bahwa ibadah itu berguna dalam segala hal:  1.  Sebagai penyegaran rohani.  Setiap hari kita diperhadapkan dengan banyak pergumulan dan masalah, karena itu kita membutuhkan kekuatan dan penghiburan.  Dan ibadah menjadi jawaban atas itu semua.  Melalui firman Tuhan kita diingatkan kembali betapa kita memiliki Tuhan yang heran dan ajaib.  Masalah yang kita alami tidak sebanding dengan kebesaran dan kuasa Tuhan.  Hal ini memberikan ketenangan hidup bagi kita.  Namun kita perlu ingat bahwa motivasi kita dalam beribadah akan mempengaruhi seluruh hidup kita.  Bila kita beribadah dengan tujuan agar Tuhan mengabulkan doa-doa kita dan memberkati kita, maka kita akan mudah kecewa dan stres.  Namun bila kita bertekad untuk menyenangkan hati Tuhan, hidup kita akan penuh dengan ketenangan.  Sesungguhnya, ibadah menolong orang percaya untuk tetap memiliki pengharapan kepada Tuhan sehingga lebih sabar menghadapi kesulitan hidup.

     2.  Pelayanan.  Dalam ibadah kita berkumpul dengan keluarga besar Kerajaan Allah.  Ada tertulis:  "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah."  (Efesus 2:19).  Oleh karena itu kita harus saling mengasihi dan melengkapi satu sama lain.  Dan dalam ibadah inilah kita memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan karena melayani itu bukanlah hak istimewa para hamba Tuhan atau profesional di bidang rohani saja;  setiap orang Kristen adalah hamba yang melayani  (baca 1 Petrus 2:9).

Beribadahlah dengan segenap hati dan layanilah Tuhan, karena Dia layak mendapatkan yang terbaik dari hidup kita.

Thursday, September 15, 2011

JANGAN SEPELEKAN IBADAH!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  15 September 2011 -

Baca:  Mazmur 100

"Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapanNya dengan sorak-sorai!"  Mazmur 100:2

Tak henti-hentinya melalui renungan ini kita kembali diingatkan agar kita memperhatikan jam-jam ibadah yang ada, karena sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang kurang memahami betapa pentinganya ibadah itu, sehingga kita begitu gampanganya meninggalkan ibadah dan lebih memilih pelesir ke luar kota, kerja lembur di kantor atau jaga toko di hari minggu.  Pikir mereka:  "Ah, minggu depan saja ibadah, kan masih banyak waktu."  Dengan jelas firman Tuhan menyatakan,  "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."  (Ibrani 10:25).

     Begitu pentingkah ibadah bagi orang percaya?  Tertulis:  "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).  Oleh karena itu  "Beribadahlah kepada Tuhan dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar,"  (Mazmur 2:11).  Jadi, ibadah itu suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya dan merupakan identitas orang percaya.

     Ibadah dalam bahasa Yunani, latreuo, dapat diartikan:  dapat bekerja untuk..., menundukkan diri, melayani, mengabdikan seluruh hidup kepada Tuhan.  Melalui ibadah, kita menundukkan diri untuk mengungkapkan rasa hormat dan kekaguman kita kepada Tuhan.  Ini merupakan wujud respons kita kepada Tuhan sebagai Pencipta kita, Penebus kita dan juga Gembala kita;  wujud pernyataan kasih kita kepada Tuhan, karena Dia lebih dulu mengasihi kita, rela turun ke dunia untuk menebus dan menyelamatkan kita yang adalah manusia berdosa.  Dan selayaknya kita sebagai umat ciptaanNya menyembah Dia, menyatakan syukur karena kasihNya dan menyatakan tindakan kasih Allah kepada dunia melalui ibadah kita.  Hal ini ditegaskan Daud dalam mazmurnya,  "Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita.  Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya."  (Mazmur 95:6-7).

Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan takut dan gentar?  Ataukah kita menganggap ibadah sebagai hal yang biasa saja dan sepele?

Wednesday, September 14, 2011

JANGAN BANGKITKAN SAKIT HATI TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  14 September 2011 -

Baca:  Mazmur 85

"Pulihkanlah kami, ya Allah penyelamat kami, dan tiadakanlah sakit hati-Mu kepada kami."  Mazmur 85:5

Saudara pernah mengalami sakit hati?  Tentu jawabannya  "ya"  ketika dikhianati oleh teman dekat, ditinggalkan oleh orang yang dicintai, ditipu kolega dan sebagainya.  Tetapi orang yang menyimpan sakit hati pasti tidak bisa tidur nyenyak, makan pun terasa tidak enak, bahkan segala aktivitas yang kita lakukan pasti terasa tidak comfortable.  Mungkin telinga kita telah sangat familiar dengan lagu dangdut yang didendangkan oleh almarhum Meggy Z., di mana ada liriknya yang mengatakan,  "Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati."  Saudara lebih memilih sakit gigi atau sakit hati?  Siapa pun kita pasti tidak akan memilih kedua-duanya.  Bagaimana kalau yang merasakan sakit hati ini adalah Tuhan?

     Mengapa Tuhan sampai sakit hati?  Ini semua karena ulah bangsa Israel, bangsa yang sangat dikasihi Tuhan telah mengenyam kebaikan Tuhan tapi mengkhianatiNya dengan melakukan penyembahan berhala dan berpaling kepada ilah-ilah lain.  Itulah sebabnya Daud berdoa memohon pengampunan kepada Tuhan,  "Untuk selamanyakah Engkau murka atas kami dan melanjutkan murka-Mu turun-temurun?"  (Mazmur 85:6).  Di dalam Alkitab dinyatakan bahwa jika orang melakukan penyembahan berhala dan tidak bertobat dari kelakuannya, Tuhan akan menghukum keturunannya sampai kepada keturunan yang ketiga.  Tertulis:  "Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,"  (Keluaran 20:5).  Tetapi jika anak atau cucumu bertobat, maka kutuk yang ditimpakan kepada mereka akan terputus.  Sakit hatinya Tuhan jangan samakan dengan sakit hati kita.  Sakit hati Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Pribadi yang sangat membenci dosa dan segala bentuk kenajisan.

     Masih adakah berhala dalam hidup kita?  Berhala tidak harus dalam wujud patung atau sesembahan;  segala sesuatu yang membuat hari kita berpaling dari Tuhan adalah berhala.  Bisa berupa hobi, uang (harta), pekerjaan, suami, isteri, anak dan sebagainya.  Jangan bangkitkan sakit hati Tuhan!

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena Tuhan, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Tuesday, September 13, 2011

JANGAN IRI HATI TERHADAP SESAMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  13 September 2011 -

Baca:  1 Korintus 3:1-9

"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?"  1 Korintus 3:3b

Iri hati adalah sebuah kata yang seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam lingkungan keluarga, tempat tinggal, sekolah, kantor, bahkan juga di gereja.  Di keluarga, seorang adik iri hati kepada kakaknya ketika orangtuanya membelikan sepeda motor baru buat sang kakak.  Seorang teman iri hati ketika melihat rekan sebangkunya memperoleh nilai tertinggi dalam ujian matematika di kelas.  Di kantor, si A iri hati kepada si B karena B mendapatkan promosi jabatan.  Di gereja rasa iri hati juga melanda orang-orang yang bekerja di ladang Tuhan.  Seorang hamba Tuhan iri hati terhadap rekan sesama hamba Tuhan karena jemaatnya lebih banyak dan pelayanannya lebih berhasil.  Betapa iri hati itu telah merasuki semua kalangan, bukan saja orang awam, tapi pelayan Tuhan pun terkena dampaknya.

     Apa itu iri hati?  Iri hati bisa diartikan perasaan kurang senang bila melihat orang lain beruntung atau berhasil dalam hidupnya.  Iri hati juga bisa diartikan rasa cemburu atau sirik terhadap orang lain.  Yang jelas, orang yang iri hati adalah orang yang selalu tidak bisa menerima kenyataan keberhasilan orang lain.  Dalam Yakobus 3:16 dikatakan,  "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat."  Jadi iri hati menurut Alkitab adalah sangat berbahaya:  mengakibatkan kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.  Seseorang yang hatinya dipenuhi iri hati dipastikan jarang sekali atau bahkan tidak pernah bisa mengucap syukur kepada Tuhan.  Ia selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain:  "Dia diberkati, mengapa aku tidak?  Tuhan kok tidak adil ya?"  Akibatnya ia pun kehilangan damai sejahtera di hati.

     Supaya terlepas dari rasa iri hati kita harus makin mendekat kepada Tuhan, membangun kekariban dengan Tuhan melalui doa.  Jangan sedikit pun memberi celah kepada Iblis!  Iri hati adalah senjata Iblis untuk menghancurkan orang percaya.  Inilah nasihat Paulus,  "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).

Kita harus memenuhi pikiran kita dengan perkara-perkara yang positif!

Monday, September 12, 2011

TETAP SETIA MESKI MELEWATI UJIAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  12 September 2011 -

Baca:  Titus 2:1-10

"Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita."  Titus 2:9-10

Di akhir zaman ini kesetiaan mahal harganya.  Sulit sekali menemukan orang yang setia.  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6).  Tidak sedikit dari kita yang menyerah dan berhenti dari apa yang sedang dikerjakan Tuhan dalam hidup kita, hanya sesaat sebelum Tuhan menyatakan pertolongan dan kuasaNya.  Sayang sekali, bukan?  Jadi selama masa ujian kita harus tetap setia, sebab kita tidak pernah tahu kapan kita akan menuai hasilnya.

     Orang yang setia adalah orang yang layak dipercaya dan konsisten.  Selalu ada upah bagi orang-orang yang setia.  Karena itu kita harus setia di mana pun Tuhan menempatkan kita.  Terhadap orang-orang yang memiliki otoritas kita harus belajar menghormati dan taat kepadanya, sebagai ujian yang nyata atas kesetiaan dan ketaatan kita.  Kita bisa belajar dari pribadi Daud.  Meski terus diburu dan dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya, Daud tidak menaruh dendam dan sakit hati kepada Saul.  Daud tetap setia dan taat kepada Saul sebagai pemilik otoritas di atasnya.  Bahkan ketika ia memiliki kesempatan membalas semua perbuatan Saul terhadapnya, ia tidak melakukannya.  "'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi Tuhan, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi Tuhan.'  Dan Daud mencegah orang-orangnya dengan perkataan itu;  ia tidak mengizinkan mereka bangkit menyerang Saul."  (1 Samuel 24:7-8).  Daud sangat menghargai dan menghormati urapan Tuhan dalam diri Saul.  Ia belajar untuk tetap mengandalkan Tuhan dan menantikanNya dengan setia.  Ia tidak bangkit melawan Saul.

     Mari kita belajar setia meski tidak ada orang yang tahu atau memperhatikan apa yang sedang kita alami.  Walaupun banyak tantangan dan ujian jangan menjadi lemah dan kecewa, tetapi setia mengerjakan apa yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita, karena Tuhan sedang mengerjakan suatu pekerjaan yang besar di dalam hidup kita.  Ia sedang membentuk karakter di dalam hidup kita dan memperlengkapi kita untuk jangka panjang.

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,"  Mazmur 18:26

Sunday, September 11, 2011

TETAP SETIA MESKI MELEWATI UJIAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  11 September 2011 -

Baca:  1 Timotius 3:8-13

"Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat."  1 Timotius 3:10

Untuk menjadi orang-orang yang berkualitas kita harus melewati proses atau ujian demi ujian.  Hal inilah yang disadari Ayub:  "Karena Ia tahu jalan hidupku;  seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  (Ayub 23:10).

     Itulah sebabnya rasul Paulus menyampaikan pesan penting kepada Timotius bahwa pemilik jemaat atau pun diaken (pelayan Tuhan) bukanlah sembarangan orang, tetapi haruslah orang yang telah teruji hidupnya dan memiliki kualitas hidup yang lebih dibanding lainnya.  Maka dari itu tak seorang pun dari kita yang akan luput dari ujian dan masing-masing orang akan mengalami ujian yang berbeda, dengan kadar yang berbeda pula.  Kita tidak akan beroleh promosi sebelum kita lulus dari ujian yang ada.  Contohnya adalah syarat-syarat bagi calon diaken:  "...haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci."  (1 Timotius 3:8-9).  Namun, inti dari kesemua persyaratan itu adalah kesetiaan.  Tanpa kesetiaan, apa pun tugas dan kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada seseorang tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.  Jadi kita harus tetap setia mengerjakan tugas-tugas yang diberikan bagi kita meski ada ujian, tantangan dan harus melewati padang gersang sebagaimana bangsa Israel yang harus mengalami ujian di padang gurun selama 40 tahun lamanya.  Selama masa-masa ujian tersebut bangsa Israel memberontak, bersungut-sungut dan mengeluh kepada Tuhan.  Akibat dari ketidaksetiaan mereka menjalani proses ujian, sebagian besar dari mereka mati di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian.  Mereka tidak dapat menikmati janji Tuhan karena tidak tahan saat harus mengalami kesukaran.  Seberat apa pun ujian yang harus kita lalui, yakinlah bahwa itu adalah bagian dari persiapan yang diberikan Tuhan bagi kita.

     Tuhan menghendaki agar kita tidak menyerah ketika berada dalam masa-masa pembentukan itu.  Kondisi inilah yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan kita dengan berkata,  "Untuk apa setia?  Percuma.  Tidak ada gunanya kamu melayani Tuhan, toh hidupmu juga tidak diberkati.  Sakitmu belum juga sembuh.  Lebih baik mencari pertolongan lain dan menyerah saja."  Dan akhirnya, ada banyak orang Kristen yang tidak sabar dan menyerah di tengah jalan.  (Bersambung)

Saturday, September 10, 2011

BEKERJA DENGAN LOYALITAS TINGGI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  10 September 2011 -

Baca:  Efesus 6:1-9

"dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia."  Efesus 6:7

Bekerja yang bagaimana?  Bekerja dengan asal-asalan atau 'semau gue'?  Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30).  kita dapat belajar banyak hal, salah satunya adalah bagaimana si tuan memberikan upah atau penghargaan kepada hambanya yang setia menjalankan talentanya.  Hamba yang menerima 5 talenta dan 2 talenta beroleh pujian dari tuannya:  "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia;  engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.  Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."  (Matius 25:21).  Hamba yang rajin bekerja dan setia memperoleh upah dari tuanNya sebagaimana tertulis:  "Kamu tahu, bahwa Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah.  Kristus adalah tuan dan kamu hambaNya."  (Kolose 3:24).  Sebaliknya, hamba yang menerima 1 talenta tetapi tidak menjalankannya dikecam sebagai hamba yang jahat dan malas.  Dari perumpamaan tentang talenta ini Tuhan Yesus sebenarnya menekankan tentang pentingnya memiliki sikap yang taat kepada majikan sebagai pemberi pekerjaan.

     Ukuran ketaatan dirumuskan Paulus dengan sangat tepat ketika berkata.  "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).  Karakter inilah yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Kristen.  Dalam bekerja, orang Kristen harus memiliki loyalitas tinggi.  Apa pun yang kita kerjakan hendaknya kita melakukannya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.  Dengan melakukan pekerjaan seperti untuk Tuhan berarti kita telah menunjukkan kasih dan ketaatan kepada Tuhan.

     Jadi pekerjaan dapat menjadi salah satu media bagi kita untuk bersaksi dan melayani Tuhan.  Oleh karena itu jangan pernah menggerutu dalam menjalankan tugas.  Jika kita terus menggerutu atau mengomel dalam bekerja, kita tidak akan menjadi berkat bagi orang lain.

Mulai sekarang, bekerjalah giat dan penuh komitmen,  "Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia."  (Efesus 6:6-7).

Friday, September 9, 2011

ORANG PERCAYA: Harus Bekerja! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  9 September 2011 -

Baca:  2 Tesalonika 3:1-15

"jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  2 Tesalonika 3:10b. 

Tuhan Yesus berkata,  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Perkataan Yesus yang menyatakan bahwa Dia pun bekerja menunjukkan bahwa Tuhan adalah Pribadi pekerja, bukan Pribadi yang nganggur atau berpangku tangan saja.

     Secara eksplisit Tuhan telah memberikan teladan kepada kita dan sekaligus sebagai perintah agar kita juga turut bekerja dan berkarya.  Itulah sebabnya Paulus menegur dengan sangat keras jika ada orang percaya yang bermalas-malasan dan tidak mau bekerja:  "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  Paulus tidak asal bicara namun juga memberi contoh bagaimana ia bekerja membuat kemah untuk menyokong kehidupannya  (baca Kisah 18:3).  Juga kepada jemaat di Tesalonika Paulus berkata,  "Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu."  (1 Tesalonika 2:9b).  Salomo pun juga sangat 'alergi' terhadap orang yang malas:  "Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak."  (Amsal 18:9).  Ini menunjukkan bahwa firman Tuhan memerintahkan kita untuk bekerja.  Dengan bekerja kita dapat mencukupi kebutuhan keluarga dan tidak menjadi beban bagi orang lain.  Memenuhi kebutuhan keluarga adalah sebuah keharusan.  Alkitab menyatakan,  "Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman."  (1 Timotius 5:8).  Artinya, jika ada orang yang menelantarkan keluarganya alias tidak memberi nafkah kepada keluarganya, ia disamakan sebagai orang yang murtad, bahkan dianggap lebih buruk dari orang yang tidak percaya.  Oleh karena itu kita harus memiliki semangat untuk bekerja sebagai wujud tanggung jawab kita kepada Tuhan.  Adalah sangat memalukan jika ada orang Kristen yang tidak mau bekerja, malas dan selalu mengharapkan belas kasih dari orang lain (menjadi beban bagi orang lain), padahal secara fisik ia sehat dan masih dalam usia produktif.

     Paulus memerintahkan agar setiap orang percaya bekerja dengan giat dan  "...tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi ...berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu."  (2 Tesalonika 3:8).
(Bersambung)

Thursday, September 8, 2011

PERUBAHAN SEBAGAI BUKTI NYATA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  8 September 2011 -

Baca:  Amsal 27:1-27

"Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri."  Amsal 27:2

Ada banyak orang Kristen yang seringkali menjadi kasak-kusuk banyak orang:  "Orang itu rajin ke gereja, tapi hidupnya kok tidak berubah ya?  Katanya sudah ikut pelayanan, tapi mengapa sifatnya masih seperti itu, tidak beda jauh dengan orang dunia?"  Hidup Kekristenan sebenarnya adalah suatu proses perubahan hidup, pikiran dan hati.  Tutur kata, sikap, tingakah laku atau perbuatan harus berubah!  Ditegaskan:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).

     Orang Kristen yang tidak berubah adalah orang Kristen yang mati rohaninya!  Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kehidupan kita sudah berubah?  Kita akan tahu jika kita ini sudah berubah ketika orang lain mulai menyadari perubahan yang terjadi dalam diri kita, bukan kita sendiri yang menggembar-gemborkannya.  Ini berarti perubahan selalu akan memperlihatkan bukti yang dapat dilihat dengan jelas.  Seseorang dikatakan berubah, baik itu ke arah positif atau pun negatif, apabila diganti dengan perbuatan yang berbeda.  Contoh:  orang yang biasanya keluyuran malam  ('dugem')  kini sudah tidak lagi berbuat seperti itu, hidupnya benar-benar berubah, sekarang malah aktif di persekutuan-persekutuan doa;  orang yang dulu sukanya berkata jorok atau suka membicarakan orang lain, kini tidak lagi, kini perkataannya selalu membangun dan menguatkan orang lain.  Kita juga banyak mendengar kesaksian dari mantan napi yang hidupnya berubah 180 derajat, dan kini melayani Tuhan dan diurapi Tuhan secara luar biasa,

     Perubahan itu memerlukan bukti nyata, bukan hanya melalui perkataan kita, sebelum orang lain bisa mempercayai dan menerima itu sebagai sebuah kebenaran.  Jadi orang Kristen dikatakan hidupnya sudah berubah apabila ada bukti lahiriah yang dapat dilihat oleh orang lain dengan jelas sehingga menjadi kesaksian yang baik bagi mereka.

Sebagai manusia baru di dalam Kristus,  "...marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!"  Roma 13:12b

Wednesday, September 7, 2011

JANGAN JADI ORANG KIKIR!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  7 September 2011 -

Baca:  Amsal 28

"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui ia akan mengalami kekurangan."  Amsal 28:22

Ada kisah tentang seorang yang kaya raya tapi selalu jadi perbincangan di antara tetangga kanan kiri.  Bukan karena dia orang kaya yang murah hati atau suka menolong, sebaliknya ia dikenal sebagai orang kaya yang sangat kikir;  tidak peduli terhadap orang lain, tidak pernah beramal atau bersedekah.

     Kikir dan hemat itu berbeda.  Kikir sama artinya dengan pelit.  Sedangkan hemat memiliki sinonim:  ekonomis atau irit.  Jelas ada perbedaan antara keduanya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang salah kaprah menerapkan kedua kata sifat ini.  Maksud hati ingin berhemat tapi malah jadi pelit, karena terlalu hemat.  Kata kikir berarti terlalu hemat memakai harta bendanya.  Berhati-hatilah!  Dalam Amsal 11:24 dikatakan:  "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan."  Alkitab juga dengan tegas menyatakan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah  (baca 1 Korintus 6:10).  Bahkan Rasul Paulus secara terang-terangan melarang orang percaya untuk bergaul dengan orang yang kikir  (baca 1 Korintus 5:11).

     Kikir adalah sifat buruk yang tidak boleh dimiliki oleh orang Kristen, karena kikir justru akan membawa seseorang kepada kekurangan, bahkan kemiskinan.  Tuhan menghendaki agar kita memiliki sifat murah hati.  Orang yang murah hati, yang suka menolong orang lain yang hidup dalam kekurangan atau kesusahan akan mengalami kelimpahan berkat dari Tuhan.  Tertulis:  "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,"  (Amsal 11:25a).  Kunci mengalami kelimpahan bukanlah dengan menghemat begitu rupa, tapi bermurah hati, sebab kapasitas untuk menerima dari Tuhan bergantung penuh dari kapasitas untuk memberi.  Jadi kita baru dapat mengalami kelimpahan apabila kita bermurah hati.  Orang yang murah hati akan menuai banyak  (baca 2 Korintus 9:6), sebab tidak mungkin ada tuaian apabila tidak ada benih yang ditabur.  Orang yang murah hati menabur banyak.  Itulah sebabnya ia akan menuai banyak juga.

Jangan kikir!  Jadilah seorang yang murah hati, karena  "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,"  Amsal 11:7a