Wednesday, May 25, 2016

PERBUATLAH TERLEBIH DAHULU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2016 

Baca:  Matius 7:12-14

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."  Matius 7:12

Semua orang berharap mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain:  dihargai, dihormati, didengar, diperhatikan dan sebagainya.  Firman Tuhan menyatakan bahwa segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah juga kepada mereka  (ayat nas).  Dengan kata lain, bila kita ingin dihargai orang lain belajarlah menghargai orang lain;  bila kita ingin diperhatikan, belajarlah untuk memperhatikan;  bila ingin mendapatkan perlakuan yang ramah dari orang lain, belajarlah berlaku ramah terhadap mereka;  bila kita ingin orang lain tidak ingkar terhadap janjinya, maka kita pun harus belajar menepati janji.  Apa yang ingin suami perbuat terhadap isteri, isteri pun harus berbuat demikian kepada suami.  Inilah yang disebut hukum kesamaan!

     Rasul Paulus menasihatkan,  "dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  (Filipi 2:4).  Namun faktanya?  Di zaman sekarang ini jarang sekali orang mau melakukan hal yang demikian.  Umumnya orang hanya menuntut orang lain untuk melakukan apa yang dikehendakinya, sementara ia sendiri tidak mau berbuat.  "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi,"  (2 Timotius 3:2-3).  Kita menjadi orang yang sangat egois!  Hal inilah yang seringkali menjadi pemicu permasalahan dan penyebab retaknya sebuah hubungan, baik itu dalam kehidupan berumah tangga, pertemanan, persahabatan atau bermasyarakat, karena tiap-tiap orang hanya saling menuntut dan mengutamakan kepentingan sepihak saja.

     Bila kita renungkan, sesungguhnya hukum kesamaan adalah hukum yang sangat alamiah, sederhana dan mudah untuk dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak merugikan dan justru mendatangkan dampak yang positif bagi diri sendiri dan juga orang lain.  Kalau kita memperlakukan orang lain dengan sangat baik, maka orang itu pun cenderung akan berbuat seperti apa yang telah kita perbuat terhadanya.  Mulai dari sekarang, biarlah kita yang mengawalinya!

"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat."  Roma 12:10

Tuesday, May 24, 2016

HATI YANG BERBELAS KASIHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2016 

Baca:  Matius 9:9-13

"Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."  Matius 9:13

Tidak ada kata rugi bagi orang yang berbuat baik, bermurah hati dan menaruh belas kasihan.  Jika kita tidak jemu-jemu berbuat baik, pada saatnya kita pasti akan menuai.

     Orang yang bermurah hati sama artinya berbuat baik pada diri sendiri  (baca  Amsal 11:17);  orang yang menaruh belas kasihan itu mujur hidupnya  (baca  Mazmur 112:5).  Ada banyak orang Kristen tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan sampai-sampai ia tidak punya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, dan tampak seperti  'malaikat'  saat sedang pelayanan, tapi di luar itu mereka menunjukkan sifat aslinya:  cuek, masa bodoh, individualistis, pelit dan tidak punya belas kasihan terhadap orang lain.  Gambarannya seperti seorang imam dan juga orang Lewi yang tidak melakukan apa-apa ketika melihat ada orang asing menjadi korban perampokan dan sedang terluka parah di jalan  (baca  Lukas 10:31-32).

     Apalah artinya aktif dalam pelayanan rohani jika kita sendiri tidak punya hati melayani sesama.  Yang Tuhan kehendaki adalah hati yang berbelas kasihan terhadap orang lain sebagai perwujudan kasih terhadap sesama.  Belas kasihan adalah emosi dalam diri seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain.  Ketika seseorang memiliki belas kasihan timbullah suatu usaha atau keinginan yang kuat untuk menolong dan mengurangi penderitaan mereka.  Belas kasihan itu mengacu kepada perbuatan baik kepada orang-orang yang lemah  (miskin), menderita, janda-janda, yatim piatu dan termasuk juga kepada orang berdosa.  Tuhan Yesus tidak sekedar mengajarkan tentang Kerajaan Sorga dan memerintahkan orang untuk bertobat, tetapi Ia sendiri juga menunjukkan belas kasihan-Nya dengan tindakan nyata terhadap orang-orang yang sakit dan menderita yang butuh pertolongan, termasuk terhadap orang-orang berdosa yang dipandang sebelah mata oleh sesamanya.

     Jika semua orang percaya memraktekkan apa yang Yesus teladankan, tanpa harus berkhotbah kita akan menjadi  'magnet'  bagi orang-orang untuk datang kepada Yesus.

"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu."  Amsal 19:17

Monday, May 23, 2016

JANGAN JEMU-JEMU BERBUAT BAIK!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2016 

Baca:  Galatia 6:1-10

"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."  Galatia 6:9

Berbicara tentang kasih adalah hal yang mudah dalam kehidupan orang Kristen, karena kekristenan itu identik dengan kasih;  tetapi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita merupakan hal yang tidak mudah, sebab mengasihi harus diwujudkan dengan perbuatan, bukan perkataan semata.  Perwujudan nyata dari orang yang memiliki kasih adalah melalui perbuatan baik yang dilakukan.  "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik."  (Matius 7:17).  Karena kita telah diselamatkan dan mengalami kasih dari Tuhan, maka kita wajib berbuat baik.  Perbuatan baik bukanlah syarat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan buah dari keselamatan!

     Hakikat berbuat baik bukan semata-mata pada perbuatan baik itu sendiri, tetapi kepada sikap hati di balik perbuatan baik yang dilakukan.  Perbuatan baik yang dilakukan dengan sikap hati yang benar akan berdampak sangat positif dan menjadi sebuah kesaksian bagi orang lain.  Banyak orang dunia tidak lagi paham dengan kekristenan bukan karena ajaran dan doktrinnya, tetapi pada sikap atau perilaku hidup dari orang Kristen itu sendiri yang seringkali menjadi batu sandungan:  egois dan tidak punya kepedulian.

     Berapa lama kita harus menunjukkan perbuatan baik?  Perintah untuk berbuat baik itu bersifat permanen, terus-menerus, bukan hanya sesekali atau musiman.  Janganlah jemu-jemu menunjuk kepada suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus-menerus.  Kepada siapa kita harus berbuat baik?  Kepada semua orang dalam situasi dan kondisi apa pun,  "...tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."  (Galatia 6:10).  Mengapa?  Karena mereka adalah keluarga dalam kerajaan Allah, sesama anggota tubuh Kristus.  Jangan tunda-tunda waktu dan menjadi kendor dalam berbuat baik, sebab pada waktunya kita akan menuai apa yang kita tabur.  Seperti seorang petani yang telah menabur benih, ia tidak dengan serta merta berhenti bekerja, tetapi ia terus mengupayakan agar benih yang ditabur tersebut terus bertumbuh dengan baik hingga waktu untuk menuai itu pun tiba.

"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa."  Yakobus 4:17

Sunday, May 22, 2016

IBADAH DAN PELAYANAN: Buah Pertobatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2016 

Baca:  Matius 23:23-36

"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan."  Matius 23:24

Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka.  Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.

     Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan.  "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;"  (Matius 23:5).  Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum.  Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini:  "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,"  (Ulangan 6:8).  Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan.  Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri.  Firman Tuhan memperingatkan,  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Matius 7:1-2).  Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.

     Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer.  Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.

Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!

Saturday, May 21, 2016

IBADAH DAN PELAYANAN: Bukan Untuk Show Off

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2016 

Baca:  Matius 23:1-22

"Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi."  Matius 23:5-7

Ada berbagai kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi:  beribadah, berdoa, berpuasa, memberi sedekah, pelayanan dan sebagainya.  Secara kasat mata mereka yang tampak aktif dalam kegiatan kerohanian seperti yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, orang akan menyebutnya sebagai orang yang religius atau sangat rohani.  Namun akan sangat disayangkan bila pelayanan atau kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut hanya dilakukan sebatas rutinitas, ibadah hanya  'kulit'  luar saja dan disertai dengan motivasi yang terselubung.

     Ibadah dan pelayanan yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ternyata hanya bertujuan supaya dilihat orang, mencari pujian dan hormat dari manusia.  Ibadah dan pelayanan model demikian takkan punya arti apa-apa di hadapan Tuhan.  Upah yang mereka terima pun tak lebih dari pujian manusia semata!  Tuhan Yesus memperingatkan:  "... jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga."  (Matius 6:1).  Mereka mengajar umat tentang hukum-hukum Tuhan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan firman yang diajarkan.  Apalah artinya fasih semua ayat-ayat di Alkitab dan menguasai ilmu teologia bila kita tidak menjadi pelaku firman.  Itu sama artinya menipu diri sendiri!  Rasul Paulus berusaha begitu rupa:  "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27), sebab yang Tuhan kehendaki dari kita adalah  "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).  Karena itu Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras,  "Celakalah kamu...!"

     Ibadah dan pelayanan yang benar harus disertai hati takut akan Tuhan, dibuktikan melalui ketaatan dan bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan diri sendiri.

Terhadap mereka yang hanya tampak  'suci'  dari luar, Tuhan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik.

Friday, May 20, 2016

BERSYUKUR ATAS KARYA TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2016 

Baca:  Mazmur 104:1-35

"Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu."  Mazmur 104:24

Segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini tidak terjadi secara kebetulan dan bukan sekedar rangkaian kejadian atau peristiwa, tetapi semua ada dalam kendali Tuhan, sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

     Jagat raya dan semua yang ada di dalamnya diciptakan Tuhan dengan suatu maksud yang indah, karena Dia adalah arsitek Mahadahsyat yang tiada tandingannya dalam merancang dan mencipta.  Alam semesta dan cakrawala Tuhan ciptakan dengan penuh semarak dan demikian indahnya, dan Ia pun puas melihat hasil karya-Nya itu.  "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik."  (Kejadian 1:31a).  Terlebih-lebih diciptakan-Nya manusia menurut rupa dan gambar-Nya sendiri.  Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan menaruh tangan-Nya atas kita, mengukir dan membentuk kita sesuai rencana-Nya yang sempurna, sesuai dengan sifat-Nya yang Mahasempurna.  Karya-karya Tuhan yang teramat dahsyat ini membuat pemazmur berdecak kagum dan terpesona  (ayat nas).  Sebagai orang percaya kita selayaknya memberikan respons secara antusias apabila menyadari betapa Tuhan telah menciptakan kita secara dahsyat dengan rancangan-rancangan yang luar biasa, dan  "...tidak ada rencana-Mu yang gagal."  (Ayub 42:2).  Marilah kita bersyukur seperti Daud yang berkata,  "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya."  (Mazmur 139:14-16).  Kalau kita menyadari bahwa kita diciptakan Tuhan sesuai rencana-Nya, maka tidak ada satu pun kejadian atau peristiwa dalam hidup ini tanpa diketahui oleh-Nya,  "Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya."  (Mazmur 139-6).

     Pergumulan berat apa yang sedang Saudara hadapi saat ini?  Jangan pernah kecewa dan berputus asa, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.

Rancangan Tuhan atas hidup kita adalah baik adanya, karena itu bersyukurlah!

Thursday, May 19, 2016

PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2016 

Baca:  Efesus 6:10-20

"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;"  Efesus 6:11

Musuh selanjutnya yang harus dihadapi orang percaya adalah:  3.  Iblis.  Ialah musuh yang tidak kelihatan, tapi ada di sekeliling kita.  Iblis dan segenap tentara roh-roh jahat yang beroperasi di udara adalah musuh manusia yang sangat dahsyat.  Semua orang percaya di seluruh penjuru bumi ini sedang menghadapi peperangan ini!  "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."  (Efesus 6:12).  Iblis bekerja selama 24 jam penuh tanpa henti mencari cara melumpuhkan dan menghancurkan orang percaya dari berbagai sisi.  Kalau kita tidak berjaga-jaga dan tidak melekat kepada Tuhan, kita akan menjadi sasaran empuk Iblis.

     Rasul Petrus memeringatkan,  "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama."  (1 Petrus 5:8-9).  Iblis sangat benci terhadap orang-orang yang hidup dalam pertobatan dan menjalani hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus.  Karena itu Iblis dan segala penghulunya berusaha menghalangi dan menghambat penyebaran Injil.  Iblis takut jika orang mendengar berita Injil akan bertobat, percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan diselamatkan.

     Berhati-hatilah!  Iblis penipu ulung, bisa memakai topeng seperti malaikat terang untuk mengelabui dan memerdaya gereja Tuhan.  "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang."  (2 Korintus 11:14).  Adalah fakta bermunculan gereja setan dengan banyak sekali pengikutnya, penyesatan-penyesatan juga banyak terjadi di dalam gereja yang kini dilakukan secara terang-terangan, Injil diputarbalikkan, firman Tuhan pun mulai dikompromikan.

Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan menang melawan tipu muslihat Iblis, karena kuasa-Nya lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia  (baca  1 Yohanes 4:4).

Wednesday, May 18, 2016

PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2016 

Baca:  Galatia 5:16-26

"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging."  Galatia 5:16

Rasul Paulus menegaskan bahwa keinginan daging berlawanan dengan keinginan roh,  "...tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat."  (ayat 18).  Jika kita mau hidup dipimpin Roh Kudus maka kita tidak akan hidup menuruti keinginan daging.  Dosa yang ada di dalam daging tidak dapat dilawan dengan kemauan atau usaha sendiri, tetapi hanya dapat dihancurkan oleh kuasa Roh Kudus, apabila kita menyerahkan tubuh kita sepenuhnya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai bait-Nya.  "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"  (1 Korintus 6:19-20).

     2.  Dunia.  Yang dimaksudkan  'dunia'  di sini bukan kosmos atau bumi secara fisik, melainkan cara hidup atau gaya hidup manusia yang ada di dalamnya.  Di zaman modern ini nyata sekali bahwa hidup manusia dibangun atas tiga perkara:  keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup  (baca  1 Yohanes 2:16).  Manusia cenderung mengandalkan uang, harta, jabatan dan sebagainya daripada hidup bersandar kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya.  Dengan uang semua keinginan daging dan keinginan mata dapat terpuaskan.  Semua perkara ini membuat manusia merasa bangga dengan apa yang dimiliki dan dicapainya.  Kemudian muncullah istilah humanisme  (semua berpusat pada manusia sendiri), materialisme  (berpusat pada materi/kekayaan/kebendaan), dan juga sekularisme  (semua berkisar pada dunia yang nyata).  Akibatnya yang menjadi fokus hidup manusia hanyalah perkara-perkara duniawi semata, sedangkan perkara-perkara rohani mereka abaikan.  Manusia sudah tidak membutuhkan Tuhan lagi.  Ibadah, doa, firman Tuhan bukan lagi prioritas hidup, hanya sebatas rutinitas.

     Firman Tuhan memeringatkan bahwa sebagai umat Tuhan, saat ini kita memang ada di dunia, tetapi kita bukanlah dari dunia  (baca  Yohanes 17:14).  Karena itu  "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya."  (1 Yohanes 2:15).

Hidup dipimpin Roh Kudus adalah kunci agar tidak terbawa arus dunia ini!

Tuesday, May 17, 2016

PERJUANGAN MELAWAN MUSUH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2016 

Baca:  Yakobus 4:1-10

"Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  Yakobus 4:4

Selama menjalani hidup di dunia ini kita tidak akan pernah berhenti menghadapi pergumulan, perjuangan dan peperangan melawan dosa.  Sebagai orang percaya kita dituntut menunjukkan kualitas hidup yang berbeda di tengah-tengah dunia dengan memberikan teladan kesalehan hidup.  Adalah fakta bahwa dunia ini sedang tenggelam dalam dosa, kebobrokan moral dan segala jenis kejahatan yang semakin merajalela karena dunia memang sedang berada di bawah pengaruh kuasa si jahat  (baca  1 Yohanes 5:19).  Meski demikian bukanlah alasan bagi orang percaya untuk tidak menjadi terang, garam dunia atau berkat dalam kehidupan sehari-hari.  Apa pun situasinya kita harus tetap berada di jalan Tuhan.  Mungkinkah?

     Sebagai manusia kita seringkali mengalami kelemahan dan kegagalan.  Sekarang ini bukan hanya jemaat awam saja yang mudah sekali gagal dan jatuh, ada banyak para pelayan Tuhan, bahkan hamba-hamba Tuhan yang sudah terkenal juga mengalami kegagalan dalam mempertahankan hidup benar, jatuh di tengah jalan.  Tuhan Yesus sudah memeringatkan,  "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:41).  Mengapa kita harus selalu berjaga-jaga dan berdoa?  Karena setiap saat kita dihadapkan pada musuh-musuh yang selalu mengincar saat kita lengah.  Musuh itu adalah:  1.  Kedagingan.  Daging dalam tubuh kita mempunyai nafsu.  Nafsu jahat menggelapkan pikiran dan mendorong kita berbuat hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.  Juga mendorong kita melakukan dosa dan segala hal yang menyenangkan daging, ibarat musuh dalam selimut.

     Inilah pergumulan berat atau konflik batin yang harus kita hadapi setiap waktu, seperti yang dialami rasul Paulus:  "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat."  (Roma 7:19).

"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah."  Roma 8:8

Monday, May 16, 2016

HARI PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2016 

Baca:  Kisah Para Rasul 2:14-40

"Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus."  Kisah 2:38

Angin adalah gambaran kuasa dan kehadiran Tuhan, di mana kuasa-Nya tidak dapat ditolak, ditahan atau dihalangi-halangi oleh manusia, karena Ia berdaulat dan berkuasa.  Api juga melambangkan kehadiran Tuhan, seperti ketika Tuhan menyatakan diri-Nya ke tengah-tengah umat Israel saat mereka berjalan di padang gurun yaitu tiang api  (baca  Keluaran 13:21-22).

     Api dalam peristiwa Pentakosta ini dinyatakan adalam bentuk lidah.  Lidah api ini menunjuk pada hal berbicara dan bersaksi.  Ini berkaitan dengan Amanat Agung:  "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu."  (Matius 28:19-20).  Akibat dari kehadiran Roh Kudus mereka dipenuhi dengan Roh kudus, artinya dikontrol sepenuhnya oleh Roh Kudus.  Maka mulailah mereka berbahasa lidah yaitu berbicara dalam bahasa-bahasa baru oleh karena ilham atau dorongan Roh Kudus.  Pada hari itu Tuhan mencurahkan kuasa-Nya atas murid-murid secara dahsyat.  Dampaknya pun terlihat jelas:  mereka mempunyai paradigma baru dan semakin berani memberitakan Injil, mewartakan Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai satu-satunya Juruselamat.  "Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa."  (Kisah 2:41).  Dengan menerima khotbah yang disampaikan Petrus mereka sadar, mengakui dan menerima bahwa Yesuslah Mesias yang mereka nantikan itu  (sesuai nubut di Zakharia 12:10).  Karena pekerjaan Roh Kudus ini banyak orang bertobat dan diselamatkan.  Inilah kebangunan rohani terbesar sepanjang zaman gereja mula-mula!

     Di tengah situasi dunia yang semakin jahat ini saat kekristenan semakin diperhadapkan dengan tekanan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak memberitakan Injil karena Roh Kudus ada di dalam kita;  Dia-lah yang akan menguatkan dan memampukan kita untuk menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi.

Siapkah kita dipakai menjadi alat-Nya untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan?

Sunday, May 15, 2016

HARI PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2016 

Baca:  Kisah Para Rasul 2:1-13

"Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat."  Kisah 2:1

Hari Pentakosta adalah salah satu dari tiga hari raya penting orang Yahudi  (baca  Imamat 23:4-21).  Pentakosta adalah hari ke-50 dihitung dari permulaan hari raya Paskah, yang disebut pula hari genap 7 Minggu.  Hari raya ini disebut sebagai hari raya menuai, juga hari raya buah bungaran.  Bagi umat Yahudi hari Pentakosta adalah hari penuh sukacita, di mana mereka mensyukuri berkat tuaian gandum.  Mereka membawa roti yang pertama yang dibuat dari gandum hasil panen yang baru untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban syukur.  Hari raya ini juga sebagai peringatan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir, dan pada perkembangannya juga untuk memeringati pemberian hukum Taurat di gunung Sinai.  Karena itu banyak orang hadir dan berkumpul di Yerusalem, bahkan orang-orang Yahudi di perantauan pun turut serta merayakan hari yang sangat bersejarah ini.

     Di hari Pentakosta ini, ketika murid-murid sedang berkumpul untuk berdoa dan berpuasa di tempat yang telah diberitahukan oleh Tuhan Yesus, janji Bapa digenapi yaitu Roh Kudus dicurahkan.  Tuhan Yesus berkata,  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Pencurahan Roh Kudus ini merupakan penggenapan dari nubuatan nabi Yoel yang menyatakan:  "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu."  (Yoel 2:28-29);  dan juga merupakan penggenapan atas apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis mengenai Tuhan Yesus,  "Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api."  (Matius 3:11).

     Dalam peristiwa ini, Roh Kudus dicurahkan dengan memakai tanda yang kelihatan secara kasat mata dan terdengar oleh telinga yaitu tiupan angin yang keras dan lidah-lidah seperti nyala api.  (Bersambung)

Saturday, May 14, 2016

DAMPAK MELEPASKAN PENGAMPUNAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2016 

Baca:  Markus 11:20-26

"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu."  Markus 11:26

Pernahkah Saudara mengalami sakit hati karena disakiti?  Entah disakiti oleh teman kerja, teman sekolah, teman sepelayanan, pacar atau mungkin disakiti oleh orang yang sangat kita kasihi:  suami atau isteri.  Bagaimana rasanya?  Sakitnya tuh disini  (dengan menepuk dada).  Kalau tubuh jasmani yang sakit kita masih bisa memeriksakan diri ke dokter, beli obat di apotek atau menjalani rawat inap di rumah sakit.  Tetapi kalau hati kita yang sakit, siapa yang bisa menyembuhkan?  Dan kita semakin dibuat terkejut dengan perintah Tuhan Yesus ini:  "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."  (Matius 5:44), bahkan kita diperintahkan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita,  "...sampai tujuh puluh kali tujuh kali."  (Matius 18:22).  Apa nggak salah?  Kita yang telah disakiti dan dilukai justru diperintahkan untuk mengasihi dan mengampuni mereka?

     Banyak orang beranggapan bahwa mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain adalah sebuah pilihan:  kita bisa memilih untuk mengasihi dan mengampuni, atau tidak mengasihi dan tidak mengampuni.  Tidak sedikit pula yang menganggap sepele arti sebuah pengampunan, padahal mengampuni adalah perintah Tuhan yang tidak boleh dilanggar.  Sebagai orang percaya, mengampuni kesalahan orang lain seharusnya menjadi hal yang mudah untuk dilakukan.  Mengapa?  Karena kita sudah menerima pengampunan dari Tuhan lebih dahulu.  Mengampuni berarti membebaskan, tidak lagi menuntut balas, menghapuskan, dan tidak mengingat-ingat lagi kesalahan  (baca  Matius 18:24-27);  mengampuni berarti pula membuang jauh-jauh, tidak menyimpan kesalahan orang lain.   "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita."  (Mazmur 103:12).  Berkat terbesar ketika kita mau mengampuni orang lain adalah Tuhan akan mengampuni dosa kita  (baca  Matius 6:14), namun jika kita tidak mau mengampuni, Tuhan pun tidak akan mengampuni kita  (baca  Matius 6:15).

     Adapun dampak lain pengampunan ialah mendatangkan kuasa kesembuhan  (baca  Yakobus 5:16), doa-doanya akan didengar dan dijawab oleh Tuhan  (baca  Markus 11:24-25), serta korban persembahan kita akan diterima oleh Tuhan  (baca  Matius 5:23-24).

Jangan tunda-tunda waktu untuk melepaskan pengampunan bagi orang lain!

Friday, May 13, 2016

BERHATI HAMBA SEPERTI KRISTUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2016 

Baca:  Markus 10:42-45

"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  Markus 10:45

Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak orang menyebut diri orang Kristen tapi karakter hidupnya sama sekali tidak menyerminkan Kristus.  Salah satu karakter yang sangat menyolok dalam diri Tuhan Yesus adalah berhati hamba yaitu mau melayani, bukan dilayani.  Dia datang ke dunia bukan untuk menjadi terkenal, di elu-elukan, disanjung dan disambut dengan sorak-sorai, melainkan hadir sebagai pribadi yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan dan semarak, dengan memosisikan diri-Nya sebagai hamba.  "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia."  (Filipi 2:6-7).  Tugas utama seorang hamba adalah melayani, karena itu Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, bahkan Ia rela memberikan hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia.

     Menjadi pengikut Kristus berarti harus memiliki hati hamba seperti Kristus.  Berhati hamba berarti siap untuk tidak dikenal, tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh orang lain.  Ada banyak orang Kristen yang melayani dengan harapan beroleh pujian dan hormat dari manusia.  Berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus yang rela menanggalkan segala atribut kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya, dan ke-Ilahian-Nya menjadi seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, sehingga keberadaan-Nya sama sekali tidak diperhitungkan dan bahkan dipandang sebelah mata.  Berhati hamba berarti juga melayani dengan penuh kerelaan, pengabdian dan kerendahan hati.  Ini berbicara tentang sikap hati dalam melayani!  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).

     Pelayanan meliputi dua arah:  pelayanan kepada Tuhan  (vertikal)  dan pelayanan kepada sesama  (horisontal).  Dalam melayani Tuhan kita harus memiliki roh yang menyala-nyala  (baca  Roma 12:11), dan dalam melayani sesama dibutuhkan hati yang rela dan penuh kasih  (baca  Galatia 5:13).

Tanpa memiliki hati hamba, kita tidak layak melayani Tuhan dan sesama!

Thursday, May 12, 2016

HIDUP KUDUS: Standar Hidup Orang Percaya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2016 

Baca:  1 Petrus 1:13-25

"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,"  1 Petrus 1:15

Hidup dalam kekudusan dan tidak bercacat sesungguhnya adalah kehendak Tuhan bagi setiap manusia, sebab Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambar-Nya  (baca  Kejadian 1:27).  Tuhan adalah kudus, maka Ia pun menghendaki manusia kudus seperti diri-Nya.  "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:16).  Karena Tuhan adalah kudus maka Ia tidak dapat menyatu dengan ketidakkudusan dan segala bentuk kecemaran.  Dengan kata lain kalau kita tidak hidup dalam kekudusan kita pun tidak dapat menyatu dengan Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan, maka dari itu  "...kejarlah kekudusan,"  (Ibrani 12:14).  Apabila kita ingin melihat dan mengalami kehadiran Tuhan syarat mutlaknya hidup dalam kekudusan.

     Salah satu definisi kata kudus adalah berada dalam kemurnian;  bahasa Ibraninya kadosh, yang berarti naik lebih tinggi.  Artinya Tuhan memanggil orang percaya untuk hidup sesuai dengan standar-Nya, level hidup yang naik ke arah Kristus, yaitu hidup sebagaimana Kristus hidup dan berpikir sebagaimana Kristus berpikir.  Hidup kudus berarti pula hidup terpisah dari segala bentuk dosa dan mempersembahkan hidup hanya bagi Tuhan, karena tubuh kita adalah bait Tuhan.  "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  (1 Korintus 3:16).  Bait Tuhan merupakan suatu tempat yang kudus di mana hadirat Tuhan akan hadir di dalamnya.  Untuk itulah kita harus memelihara tubuh kita agar selalu bersih dan terbebas dari segala bentuk kenajisan dan kecemaran.  Bagaimana caranya?  Kita harus mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari.  Dengan pertolongan Roh Kudus saja kita beroleh kekuatan untuk meninggalkan perbuatan daging.

     Kekudusan dan kemurnian hidup tidak akan pernah bisa dicapai jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, tanpa bergantung kepada anugerah dan kekuatan dari Tuhan.  Tanpa Roh Kudus kita tidak akan mampu!

"Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku."  Imamat 20:26



Wednesday, May 11, 2016

GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2016 

Baca:  Ulangan 11:8-32

"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;"  Ulangan 11:19

Sering dijumpai orangtua memanjakan anak dengan materi yang berlimpah, karena mereka beranggapan bahwa dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan secara berlebih anak akan merasa bahagia dan nyaman.  Di satu sisi orangtua begitu sibuk dengan bisnis dan pekerjaan, sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk anak-anaknya.  Anak pun menjadi kecewa, marah dan frustasi karena merasa kurang diperhatikan, sehingga mereka berusaha mencari kesenangan dan perhatian di luar rumah;  akhirnya mereka terjebak dalam pergaulan yang salah.  Rasul Paulus memeringatkan,  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Di sisi lain ada orangtua yang bersikap terlalu lunak, diam saja dan enggan menegur meski tahu bahwa anak-anaknya telah melakukan kesalahan atau perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan, padahal  "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,"  (Amsal 6:23).

     Kehidupan keluarga imam Eli menjadi sebuah pelajaran berharga.  Imam Eli tidak secara konsisten menegur dan memeringatkan anak-anaknya  (Hofni dan Pinehas), walaupun jelas-jelas mereka telah berlaku dursila dan tidak mengindahkan Tuhan.  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24), sebab  "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan..."  (Amsal 29:15).  Akibatnya fatal  (baca  1 Samuel 2:27-36).

     Kasih dan teguran haruslah berjalan seimbang.  Mendidik dan mengajarkan firman Tuhan kepada anak harus dilakukan sejak dini.  Ini adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan generasi yang takut akan Tuhan.  Orangtua juga harus menjadikan rumahnya sebagai tempat pendidikan rohani dan mezbah doa, tempat bagi anggota keluarga bersekutu, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, memraktekkan ajaran firman Tuhan.  Melalui keteladanan hidup orangtua, anak-anak akan mengikuti jejaknya.

Pendidikan rohani yang dimulai dari gereja inti  (keluarga)  anak membentuk anak-anak menjadi generasi-generasi masa depan yang menggenapkan rencana Tuhan.

Tuesday, May 10, 2016

GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2016 

Baca:  Ulangan 6:1-25

"haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."  Ulangan 6:7

Alkitab menyatakan bahwa kita ini diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk kemuliaan nama-Nya:  "semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!"  (Yesaya 43:7).

     Rasul Paulus menegaskan hal itu kepada jemaat di Efesus,  "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."  (Efesus 2:10).  Kehendak Tuhan untuk hidup bagi kemuliaan-Nya ini tidak hanya berlaku bagi satu generasi saja, tetapi dari generasi ke generasi;  sedangkan tanggung jawab mempersiapkan generasi ada di pundak orangtua.  Karena itulah Musa memperingatkan para orangtua untuk tidak lalai mendidik anak-anaknya, sebab jika lalai melakukan tanggung jawab ini akan berakibat sangat fatal bagi generasi mendatang.

     Ada tertulis:  "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka."  (Amsal 17:6).  Tuhan mengaruniakan anak-anak ke dalam sebuah keluarga untuk diperhatikan, dirawat, dibesarkan dan dididik.  Orangtua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya secara jasmani dan rohani.  Ada banyak orangtua yang hanya concern terhadap kebutuhan jasmani anak-anak, dan cenderung mengutamakan pengetahuan umum dan prestasi akademik saja, namun kurang memerhatikan kebutuhan rohaninya.  Kebutuhan rohani yang dimaksudkan adalah menanamkan prinsip-prinsip Alkitabiah, mengajarkan firman Tuhan, serta memberikan teladan hdiup bagaimana memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Dalam hal ini orangtua harus mampu menjalankan perannya sebagai pembimbing rohani bagi anak-anaknya.

     Musa memperingatkan para orangtua agar bersungguh-sungguh memersiapkan generasi yang kudus, takut akan Tuhan, dan generasi yang memiliki hati untuk melayani Tuhan, dengan cara mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya;  bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berulang-ulang, kapan pun dan di mana pun berada.  Artinya di setiap kesempatan, bersifat terus-menerus, dan konsisten.  (Bersambung)

Monday, May 9, 2016

FIRMAN TUHAN: Kunci Pertumbuhan Iman

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2016 

Baca:  Mazmur 119:97-104

"Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan."  Mazmur 119:99

Kekristenan itu lebih dari sekedar agama, melainkan sebuah hubungan dengan Tuhan;  dan yang menjadi dasar sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik.

     Tuhan berkomunikasi dengan kita dengan berbagai cara, terutama sekali melalui firman-Nya.  Sementara, kita berkomunikasi dan Tuhan melalui doa-doa kita.  Karena itu perlu sekali kita belajar mempertajam pendengaran kita akan suara Tuhan supaya komunikasi dua arah ini dapat berlangsung dengan baik.  Ketika kita tekun membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari kita bisa mengerti apa yang menjadi kemauan Tuhan, kehendak-Nya, isi hati-Nya dan jalan-jalan-Nya.  Firman Tuhan adalah standar tertinggi dan mutlak untuk setiap bidang kehidupan orang percaya, sebab firman-Nya  "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Seperti bayi yang mendambakan susu dan membutuhkannya untuk dapat bertumbuh, kita pun harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan supaya iman kita dapat bertumbuh, sebab  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Maka dari itu  "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan."  (1 Petrus 2:2-3).  Selain membawa kepada pertumbuhan iman firman Tuhan juga berfungsi sebagai pedang Roh.  Tuhan Yesus telah mempraktekkan bagaimana Ia menang atas pencobaan di padang gurun dengan memfungsikan firman sebagai pedang Roh.  Kita pun dapat menang atas pencobaan-pencobaan yang terjadi dengan cara yang sama, dengan memperkatakan firman dan mempraktekkannya.  "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada."  (Mazmur 33:9).

     Bila sampai hari ini kita masih menganggap bahwa Alkitab itu tidak lebih dari sebuah buku biasa karangan manusia, itu adalah kesalahan besar dan sangat fatal!

Tanpa mau menyediakan waktu untuk dengar-dengaran akan firman Tuhan setiap hari mustahil kerohanian seseorang mengalami pertumbuhan!

Sunday, May 8, 2016

FIRMAN TUHAN: Kunci Keberhasilan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2016 

Baca:  Yesaya 55:1-13

"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  Yesaya 55:11

Karena merupakan perkataan Tuhan sendiri maka setiap tulisan dalam Alkitab/Injil mengandung kuasa luar biasa.  Jangan sekali-kali meremehkan atau menganggap sepele firman Tuhan karena ada dampak luar biasa bagi orang yang senantiasa tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan, sebab firman yang diperkatakan dengan iman tidak akan pernah kembali dengan sia-sia.  Pemazmur menyatakan bahwa orang  "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).

     Ingin mengalami keberhasilan di segala aspek kehidupan ini?  Jangan sekalipun membiarkan hari-hari berlalu tanpa kita membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagaimana Tuhan sampaikan dan nasihatkan kepada Yosua:  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).

     Meski tahu bahwa Timotius sudah terlibat dalam pelayanan, bahkan sudah menggembalakan jemaat, Rasul Paulus tak pernah bosan-bosannya mengingatkan anak rohaninya ini agar ia tidak melupakan Alkitab dalam kehidupannya sehari-hari:  "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,..."  (1 Timotius 4:13), dan  "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus."  (2 Timotius 3:15).  Oleh karena itu, kita harus bertekun dalam membaca dan merenungkan firman Tuhan karena firman-Nya memberi hikmat, menuntun kita kepada keselamatan dan membawa kita kepada keberhasilan, sebab firman-Nya hidup dan berkuasa.

Merenungkan firman siang dan malam, serta memperkatakan firman, adalah kunci mengalami kehidupan yang berhasil dan beruntung.

Saturday, May 7, 2016

FIRMAN TUHAN: Kebutuhan Utama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2016 

Baca:  Mazmur 119:47-56

Banyak orang Kristen yang kurang menyadari pentingnya Alkitab dalam kehidupan mereka.  Itu terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan Alkitab dengan tidak semestinya.  Mereka memegang Alkitab dan membacanya hanya saat beribadah di gereja atau di persekutuan saja.  Di hari-hari lain Alkitab tetap berada di tempatnya, tersimpan rapi, tak tersentuh sama sekali.  Mengapa?  Karena mereka menganggap bahwa tulisan-tulisan yang terkandung di dalam Alkitab adalah tulisan biasa tanpa kuasa, sehingga mereka membacanya di kala perlu atau sempat saja.

     Alkitab atau Injil bukanlah buku yang berisikan cerita fiksi, dongeng, atau bisa kita samakan dengan buku-buku ilmiah karangan manusia pada umumnya, tapi  "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman."  (Roma 1:16-17).  Alkitab atau Injil adalah firman yang disampaikan oleh Allah atau perkataan Allah sendiri yang mengandung kuasa yang sangat dahsyat, yang  "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  (Ibrani 4:12).  Mari belajar dari Daud yang sangat menghormati, menghargai, dan mencintai firman Tuhan.  Ia berkata,  "...firman-Mu tidak akan kulupakan."  (Mazmur 119:16).  "...Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  Dengan kata lain ia menjadikan firman Tuhan sebagai kebutuhan utama dalam hidupnya.  Bagi Daud firman Tuhan adalah penerang di setiap langkah hidupnya.  "...Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105).

     Ayub juga sangat menghargai firman Tuhan lebih dari makanan jasmani apa pun.  "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya."  (Ayub 23:12).  Sudahkah firman Tuhan menjadi kebutuhan utama dalam hidup ini?

Ingatlah bahwa,  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  Matius 4:4

Friday, May 6, 2016

TUHAN YESUS NAIK KE SORGA: Jaminan Bagi Orang Percaya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2016 

Baca:  Kisah Para Rasul 1:6-11

"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."  Kisah 1:11b

Dengan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga ada jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Artinya sorga bukan sekedar impian, angan-angan atau pengharapan kosong, melainkan sesuatu yang pasti, karena Tuhan telah menyediakannya bagi kita;  sebab Ia mau di mana Ia berada di situ pula kita akan berada.  Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal kita secara permanen.  Rumah atau tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah sorga,  "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga,"  (Filipi 3:20).

     Keselamatan dan hidup kekal menjadi sebuah jaminan yang pasti, sebab Tuhan Yesus telah membuka jalan tersebut melalui pengorbanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan juga kenaikan-Nya ke sorga sebagai bukti kemenangan-Nya.  Tuhan Yesus berkata,  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 14:6).  Ada hal menarik dalam peristiwa ini, sebab Ia terangkat ke sorga dalam posisi sedang memberkati murid-muridNya, bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang sangat peduli.  "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu."  (Yohanes 14:18).

     Tuhan Yesus naik ke sorga bukan berarti meninggalkan umat-Nya begitu saja, tetapi ada maksudnya:  "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu."  (Yohanes 16:7).  Dengan kepergian-Nya ke sorga maka Tuhan mengutus Roh Kudus turun ke dunia untuk menyertai, mendampingi, menolong dan tinggal di dalam diri setiap orang percaya.  Roh Kudus adalah parakletos, berperan sebagai penasihat, pendamping dan penghibur.  Dengan pertolongan Roh Kudus ini umat Tuhan benar-benar sedang dipersiapkan untuk menjadi mempelai-mempelai yang tidak bercacat cela saat Tuhan Yesus datang kembali kali yang ke-2 kelak.

Kenaikan Yesus ke sorga berarti  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  Kisah 4:12

Thursday, May 5, 2016

TUHAN YESUS NAIK KE SORGA: Jaminan Bagi Orang Percaya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2016 

Baca:  Lukas 24:50-53

"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga."  Lukas 24:51

Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita hidup di Indonesia, negara yang berazaskan Pancasila ini, yang telah menetapkan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga sebagai hari libur nasional.  Ini menunjukkan bahwa bangsa kita mengakui secara nasional peristiwa kenaikan Yesus ke sorga.  Pernahkah Saudara menemukan jawaban mengapa kita merayakan peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga?  Ada banyak orang Kristen yang merayakan hari kenaikan Yesus ini tanpa pengertian yang benar.  Jika kita tidak mengerti sia-sialah ibadah perayaan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga yang kita lakukan.

     Peristiwa kenaikan Yesus Kristus ke sorga memiliki arti penting dalam iman kristiani, yaitu bukti bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa, yang bukan hanya mengasihi kita dengan rela mati di kayu salib, lalu bangkit dari kematian di hari yang ke-3, tetapi Dia juga naik ke sorga.  Tuhan Yesus naik ke sorga karena memang Dia berasal dari sorga,  "Aku dari atas;...Aku bukan dari dunia ini."  (Yohanes 8:23).  Selain itu Tuhan Yesus naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi umat-Nya seperti yang dikatakan-Nya,  "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada."  (Yohanes 14:2-3).  Rumah atau papan  (bahasa Jawa)  adalah kebutuhan primer manusia selain pangan  (makanan - bahasa Jawa)  dan sandang  (pakaian - bahasa Jawa).

     Bukan saja di dunia yang sementara ini kita membutuhkan tempat tinggal, namun setelah roh meninggalkan tubuh ini ia pun sangat membutuhkan tempat untuk tinggal.  Tempat tinggal untuk roh tidak dapat dibangun oleh tangan manusia, hanya tangan Tuhan yang dapat membangunnya.  Sekaya apa pun orang tidak akan dapat memperoleh rumah abadi ini selain disediakan oleh-Nya bagi orang percaya yang hidup berkenan kepada-Nya, sebab hanya Tuhanlah yang memilikinya.  (Bersambung)

Wednesday, May 4, 2016

MENGASIHI DUNIA: Kasih Menjadi Dingin

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2016 

Baca:  1 Yohanes 2:7-17

"Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu."  1 Yohanes 2:15

Banyak orang Kristen kurang memahami istilah  'dunia'  dalam kehidupan kekristenan.  Dalam kekristenan yang dimaksud dengan  'dunia'  bukanlah suatu wilayah, negara, bumi atau tempat di mana kita berpijak.  Kata  'dunia'  dalam iman Kristen adalah segala sesuatu yang membuat hati kita menjauh dari Tuhan, segala sesuatu yang membuat roh kita tidak lagi menyala-nyala dalam melayani Tuhan, segala sesuatu yang menyenangkan daging dan membuat kita enggan membayar harga.  Bila Saudara mempunyai persoalan yang membuat Saudara tidak lagi bergairah untuk berdoa, membaca Alkitab, beribadah, melayani Tuhan, itulah  'dunia'.  Jadi yang dimaksud  'dunia'  bukan semata-mata berbicara tentang dosa dan segala jenis kejahatan, seperti berzinah, membunuh, mencuri, merampok dan sebagainya, namun segala seuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin dan semua perkara yang membuat kehidupan rohani kita menjadi padam itulah  'dunia'.

     Semasa hidup di bumi Tuhan Yesus tidak pernah terbawa arus  'dunia', melainkan secara konsisten hidup menuruti kehendak Bapa yang di sorga.  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).  Meski dunia membenci-Nya, kasih-Nya kepada Bapa tidak pernah berubah, bahkan  "...dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Sebagai pengikut Kristus kita wajib mengikuti teladan hidup-Nya.  "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela."  (Wahyu 14:4b-5).

     Sekarang ini, banyak orang Kristen yang telah meninggalkan kasih mula-mula.  Kasihnya kepada Tuhan menjadi dingin karena mereka lebih memilih dunia, padahal  "...seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat."  (1 Yohanes 5:19).

"...keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."  1 Yohanes 2:16

Tuesday, May 3, 2016

MENJAMAH YESUS: Ada Kesembuhan Dan Pemulihan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2016 

Baca:  Markus 6:53-56

"Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh."  Markus 6:56b

Dalam bacaan di atas dicatat banyak orang sakit berusaha menjamah Yesus:  "Sebab Ia menyembuhkan banyak orang, sehingga semua penderita penyakit berdesak-desakan kepada-Nya hendak menjamah-Nya."  (Markus 3:10).  Bisa juga Yesus sendiri yang menjamah orang-orang sakit itu.  Salah seorang yang menjamah Yesus adalah perempuan yang sakit pendarahan 12 tahun.  Sentuhan dan kehadiran Yesuslah yang terutama, karena sentuhan-Nya berkuasa menyembuhkan dan memulihkan.  Pada zaman dahulu orang harus meminta ijin untuk bisa menjamah jubah-Nya.  "...memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja."  (Markus 6:56).

     Mengapa kita perlu mendekat dan menjamah Tuhan Yesus?  Karena di dalam Dia ada kuasa yang tak terbatas.  Tuhan berkata,  "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."  (Matius 28:18), dan  "...nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,"  (Filipi 2:9-10).  Terbukti ketika perempuan yang sakit pendarahan dan orang-orang yang menderita sakit itu menjamah jubah Yesus sesuatu yang dahsyat terjadi.  "...ada tenaga yang keluar dari diri-Nya,"  (Markus 5:30).  Dalam Injil Lukas disebutkan bahwa ketika perempuan itu menjamah jubah Yesus ada kuasa keluar dari diri-Nya  (baca  Lukas 8:46), maka  "Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya."  (Markus 5:29).  Tidak ada sakit-penyakit yang tidak dapat disembuhkan Yesus, karena Dia adalah Dokter di atas segala dokter, Tabib yang ajaib.  "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita."  (Matius 8:17).

     Perempuan itu bukan hanya disembuhkan, tetapi ia juga pulang membawa sukacita besar karena ia juga mendapatkan keselamatan.  "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"  (Markus 5:34).

Asalkan kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan percaya kepada-Nya, seberat apa pun masalah dan penderitaan yang kita alami pasti ada jalan keluarnya, karena Dia berkuasa menyembuhkan dan memulihkan.

Monday, May 2, 2016

MENDERITA LAHIR DAN BATIN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2016 

Baca:  Lukas 8:43-48

"Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya."  Lukas 8:44

Karena dianggap najis, perempuan yang mengalami pendarahan selama 12 tahun itu dijauhi oleh banyak orang.  Orang-orang pasti mencibir, menghindar dan memandang rendah dia.  Tak bisa dibayangkan hari-hari berat yang harus ia jalani oleh karena dikucilkan dan diasingkan oleh lingkungan.

     Andai orang lain berada di posisi ini kemungkinan besar tidak akan tahan dengan penderitaan seberat ini, bisa-bisa ia akan frustasi dan nekat mengakhiri hidupnya.  Menariknya dari kisah ini, meski mengalami penderitaan dan pergumulan berat selama bertahun-tahun, perempuan ini tidak putus asa dan hilang pengharapan.  Ia tetap bersemangat dan terus berusaha tanpa kenal lelah demi mendapatkan kesembuhan.  Penulis amsal menyatakan,  "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"  (Amsal 18:14).  Semangat adalah kunci untuk bertahan dalam penderitaan.  Hal ini terlihat dari usahanya yang tak kenal lelah mendatangi tabib demi tabib untuk berobat dengan tidak memperhitungkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan, bahkan harta bendanya sampai habis.  Baginya yang terpenting adalah bagaimana ia bisa sembuh.  Begitu melihat Yesus sedang melintasi daerahnya segeralah ia mendekati-Nya dan berusaha menjamah jumbai jubah Yesus, sekalipun hal itu sulit dilakukan karena fisiknya yang sangat lemah, belum lagi keberadaan orang-orang yang berdesak-desakan mengerumuni Yesus.  Perempuan itu tidak  'patah arang'  dan terus berusaha dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki untuk mendekati Yesus, karena ia sudah mendengar berita tentang Dia dan mujizat yang dikerjakan-Nya:  salah satunya adalah menyembuhkan sakit kusta, penyakit yang juga dianggap najis.

     Inilah yang membangkitkan iman perempuan itu:  "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh."  (Markus 5:28).  Iman yang disertai dengan tindakan nyata.  "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).

Perempuan itu percaya bahwa dengan menjamah jumbai jubah Yesus saja sudah cukup untuk menyembuhkan penyakitnya.

Sunday, May 1, 2016

MENDERITA LAHIR DAN BATIN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2016 

Baca:  Markus 5:25-34

"Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan."  Markus 5:25

Tak ada manusia di dunia ini yang mau hidup dalam masalah dan penderitaan yang berkepanjangan.  Di perhadapkan dengan masalah sedikit saja orang mudah sekali mengeluh, bersungut-sungut dan stres.  Mengalami penderitaan sebentar saja orang sudah menjerit dan meronta-ronta.  Kabar buruknya:  masalah atau penderitaan dapat menimpa semua orang tanpa terkecuali, tanpa mengenal status dan usia, dan datangnya tak pernah bisa diduga atau ditebak.  Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus siap menghadapinya.

     Ada seorang perempuan yang menderita selama 12 tahun karena sakit pendarahan.  Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya ia.  Bisa dikatakan segala aspek kehidupannya ikut menderita.  Mengalami pendarahan selama 12 tahun adalah sebuah penderitaan fisik yang luar biasa.  Normalnya seorang perempuan mengalami masa datang bulan  (menstruasi)  selama 3-4 hari.  Karena mengalami pendarahan selama bertahun-tahun keadaan fisik perempuan itu semakin memburuk.  Mungkin saja badannya sudah kurus kering, seperti tinggal tulang.  Selain itu ia juga mengalami penderitaan ekonomi karena uang dan harta bendanya kemungkinan sudah ludes untuk biaya berobat selama sakit.  Tertulis:  "Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya..."  (ayat 26).  Sudah berobat kemana-mana namun hasilnya nihil.  Dalam Injil Lukas 8:43 disebutkan bahwa sakit pendarahan yang dialami oleh perempuan itu  "...tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun." 

     Karena sakit pendarahan yang menahun ini perempuan tersebut juga mengalami penderitaan batin.  Bagi orang Yahudi, orang yang mengeluarkan lelehan darah dalam kurun waktu lama dan tidak semestinya adalah hal yang menajiskan.  "Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis."  (Imamat 15:25).

Sakit tak kunjung sembuh, perempuan ini mengalami penderitaan lahir dan batin!

Saturday, April 30, 2016

SUKACITA TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2016 

Baca:  Filipi 4:1-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Banyak orang berpendapat bahwa sumber sukacita dalam diri seseorang berasal dari materi dan situasi yang mendukung.  Tetapi jika kita mendasari sukacita pada kondisi dan situasi maka sukacita yang kita rasakan tidak akan bertahan lama, alias hanya sementara.

     Berbeda sekali jika kita menjadikan Tuhan sebagai sumber sukacita, di mana sukacita yang kita rasakan akan bersifat permanen karena sukacita dari Tuhan adalah sukacita di segala situasi, tidak dipengaruhi keadaan, tapi dikerjakan oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.  Sukacita inilah yang dirasakan nabi Habakuk:  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  (Habakuk 3:17-18).  Bila melihat fakta atau situasi yang terjadi habakuk punya alasan bersedih, meratap dan putus asa, tapi ia tetap mampu bersukacita  "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"  (Nehemia 8:11b).

     Kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah bersukacita senantiasa.  Bukan saja dalam waktu enak dan senang saja, tetapi juga dalam waktu yang sulit dan susah sekalipun.  Berada dalam penjara dengan kaki terpasung bukan alasan bagi Paulus dan Silas untuk tidak bersukacita, bahkan di tengah malam keduanya menyanyikan pujian bagi Tuhan  (baca  Kisah 16:25).  Bagi orang percaya tidaklah sulit bersukacita di tengah masalah dan penderitaan karena Roh Kudus ada di dalam diri kita.  Sukacita dari Tuhan itulah kekuatan kita.  Jika Saudara mengalami masalah berat jangan tawar hati.  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Bagaimana agar dapat bersukacita di segala situasi?  Milikilah persekutuan karib dengan Tuhan senantiasa,  "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17).

Ketika kita mampu bersukacita di segala situasi, kita akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain.

Friday, April 29, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mati Bagi Umat Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2016 

Baca:  Filipi 2:1-11

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  Filipi 2:5

Rasul Yohanes tak pernah lelah mengingatkan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Artinya kita orang Kristen atau pengikut Kristus adalah wajib hidup dengan meneladani Kristus.

     Satu teladan yang telah Kristus tunjukkan adalah kerelaan-Nya berkorban bagi umat manusia.  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Kristus rela mati untuk semua orang.  Ini adalah kejadian yang bukan hanya langka, tapi hanya Dia yang bisa melakukannya, yaitu mati untuk seluruh umat manusia di muka bumi.  Pada saat Kristus mau mati Ia tidak menunggu kita dan bertanya apakah kita mau bertobat dan diselamatkan, tapi Yesus langsung melakukannya karena kasih.  "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Saat berada di taman Getsemani, ketika waktu kematian-Nya sudah sangat dekat, dari sisi manusia Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa hingga menyebabkan  "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."  (Lukas 22:44b), namun Ia tidak memaksakan kehendak-Nya untuk melalukan cawan murka itu melainkan tetap taat kepada kehendak Bapa.  Ketika Yesus berada di kayu salib  "Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: 'Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!' Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan mereka berkata: 'Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.' Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga."  (Markus 15:29-32).

     Meski diolok-olok, dihujat dan direndahkan Yesus tidak pernah menyerah di tengah jalan, lalu turun dari salib.  Tidak!  Yesus tetap bertahan di atas salib itu walaupun sesungguhnya Dia itu Mahakuasa, tapi tidak memakai kuasa-Nya itu.

Yesus rela mati untuk menggenapi rencana Bapa demi keselamatan umat manusia!