Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2015
Baca: Markus 7:24-30
"Tetapi perempuan itu menjawab: Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di
bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.'" Markus 7:28
Banyak orang Kristen yang doa-doanya tidak beroleh jawaban karena mereka sendiri kurang gigih, kurang teguh dan kurang tekun dalam berdoa. Inginnya sekali berdoa atau sekali meminta segala yang kita inginkan disediakan oleh Tuhan. Namun "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Karena itu "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Wanita Kanaan itu juga memanggil Yesus "...ya Tuhan, Anak Daud..." (Matius 15:22). Meski berasal dari bangsa kafir ia memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan Yesus. Ia percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi, "Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." (Yohanes 7:42). 'Percaya' inilah yang mendorong wanita itu mencari pertolongan kepada Tuhan Yesus. Percaya adalah kunci untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Andai ada kebimbangan atau keraguan sedikit pun niscaya wanita tersebut pasti akan mengurungkan niatnya untuk datang kepada Tuhan Yesus.
Hal lain yang patut diteladani dari wanita Kanaan ini adalah kerendahan hatinya. Ketika Tuhan Yesus berkata, "...tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7:27), Tuhan tidak bermaksud untuk menghina, merendahkan dan mempermalukan wanita itu di hadapan orang banyak, melainkan untuk menguji iman dan kesungguhannya. Meski disebut 'anjing' wanita Kanaan itu sama sekali tidak sakit hati, tersinggung atau marah, sebaliknya ia dengan rendah hati mengakui dan menyadari keberadaannya (ayat nas). Adalah tidak mudah bagi seseorang mengakui kelemahan dan mau merendahkan diri, umumnya orang lebih suka meninggikan diri dan dipuji.
Karena penuh kegigihan, percaya kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati, wanita Kanaan ini memperoleh apa yang dirindukan: anaknya disembuhkan!
Thursday, June 18, 2015
Wednesday, June 17, 2015
KEGIGIHAN WANITA KANAAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2015
Baca: Matius 15:21-28
"Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Matius 15:22
Dalam perjalanan kekristenan kita seringkali kita berpikiran bahwa Tuhan mengabaikan, melupakan dan bahkan tidak mau menjawab doa-doa yang telah sekian lama kita panjatkan. Kita bertanya kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Akibatnya banyak yang menyerah di tengah jalan, putus asa, tidak lagi mau bertekun dalam doa. Benarkah Tuhan tidak mempedulikan kita? Benarkah Tuhan menutup telinga-Nya dan tidak mau mendengar doa-doa kita?
Mari belajar dari kegigihan seorang wanita Kanaan yang memohon belas kasihan kepada Tuhan Yesus karena anak perempuannya kerasukan setan dan sangat menderita. Dalam masyarakat Yahudi wanita berada di bawah laki-laki dan dipandang rendah, terlebih-lebih wanita ini adalah orang Kanaan, yang notabene bukan orang Yahudi, bagian dari bangsa yang terkutuk, suatu bangsa yang menyembah kepada berhala. Oleh karena itu orang-orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Kanaan. Bahkan mereka seringkali menyebut orang-orang yang tidak mengenal Tuhan atau orang kafir dengan istilah 'anjing'. Secara manusia sesungguhnya wanita Kanaan ini punya alasan yang kuat untuk menjadi kecewa dan putus asa karena ia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah, dan peluang untuk mendapatkan pertolongan kecil sekali.
Meski situasi sangat tidak mendukung, wanita ini tidak menyerah begitu saja, sebaliknya ia terus berusaha mendekati Tuhan Yesus dan memohon pertolongan-Nya, bahkan Alkitab menyatakan bahwa wanita itu terus berteriak-teriak memanggil nama Yesus, "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud..." (ayat nas), "...Tuhan, tolonglah aku." (Matius 15:25), ini menunjukkan bahwa wanita itu begitu gigih dan tidak mengenal kata menyerah. Gigih berarti tetap teguh pada pendirian atau pikiran, keras hati, ulet dalam berusaha. Karena ketekunannya Tuhan Yesus pun berpaling kepadanya.
Alkitab menasihatkan agar kita "...berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Baca: Matius 15:21-28
"Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Matius 15:22
Dalam perjalanan kekristenan kita seringkali kita berpikiran bahwa Tuhan mengabaikan, melupakan dan bahkan tidak mau menjawab doa-doa yang telah sekian lama kita panjatkan. Kita bertanya kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Akibatnya banyak yang menyerah di tengah jalan, putus asa, tidak lagi mau bertekun dalam doa. Benarkah Tuhan tidak mempedulikan kita? Benarkah Tuhan menutup telinga-Nya dan tidak mau mendengar doa-doa kita?
Mari belajar dari kegigihan seorang wanita Kanaan yang memohon belas kasihan kepada Tuhan Yesus karena anak perempuannya kerasukan setan dan sangat menderita. Dalam masyarakat Yahudi wanita berada di bawah laki-laki dan dipandang rendah, terlebih-lebih wanita ini adalah orang Kanaan, yang notabene bukan orang Yahudi, bagian dari bangsa yang terkutuk, suatu bangsa yang menyembah kepada berhala. Oleh karena itu orang-orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Kanaan. Bahkan mereka seringkali menyebut orang-orang yang tidak mengenal Tuhan atau orang kafir dengan istilah 'anjing'. Secara manusia sesungguhnya wanita Kanaan ini punya alasan yang kuat untuk menjadi kecewa dan putus asa karena ia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah, dan peluang untuk mendapatkan pertolongan kecil sekali.
Meski situasi sangat tidak mendukung, wanita ini tidak menyerah begitu saja, sebaliknya ia terus berusaha mendekati Tuhan Yesus dan memohon pertolongan-Nya, bahkan Alkitab menyatakan bahwa wanita itu terus berteriak-teriak memanggil nama Yesus, "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud..." (ayat nas), "...Tuhan, tolonglah aku." (Matius 15:25), ini menunjukkan bahwa wanita itu begitu gigih dan tidak mengenal kata menyerah. Gigih berarti tetap teguh pada pendirian atau pikiran, keras hati, ulet dalam berusaha. Karena ketekunannya Tuhan Yesus pun berpaling kepadanya.
Alkitab menasihatkan agar kita "...berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Tuesday, June 16, 2015
MEMBATASI KUASA TUHAN: Perkataan Negatif (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2015
Baca: Ulangan 1:19-33
"Tetapi walaupun demikian, kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu," Ulangan 1:32
Jika sepuluh pengintai memberikan laporan yang negatif, berbeda dengan laporan Yosua dan Kaleb yang menunjukkan sikap optimistis: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), karena percaya hal ini: "TUHAN, Allahmu, yang berjalan di depanmu, Dialah yang akan berperang untukmu sama seperti yang dilakukan-Nya bagimu di Mesir, di depan matamu, dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." (Ulangan 1:30-31), sehingga yang keluar dari mulut mereka adalah perkataan positif karena mata rohani mereka tertuju kepada Tuhan!
Apa reaksi umat Israel? Mereka lebih mempercayai perkataan negatif 10 pengintai itu daripada janji Tuhan. Mereka pun mulai kecewa dan berputus asa, "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka membatasi kuasa Tuhan dengan perkataan-perkataan negatif, padahal Tuhan telah berjanji akan memberikan Kanaan sebagai warisan dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Ketika menghadapi situasi-situasi sulit kita pun sering berlaku seperti 10 pengintai yang suka memperkatakan kegagalan, ketidakpercayaan, ketakutan, kebimbangan, kemustahilan dan sebagainya, sehingga berkat Tuhan pun menjadi terhalang.
Terus memperkatakan yang negatif mendatangkan kutuk bagi mereka sendiri. Sebagian besar dari mereka gagal menikmati Kanaan. "Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya." (Bilangan 14:22-23).
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Baca: Ulangan 1:19-33
"Tetapi walaupun demikian, kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu," Ulangan 1:32
Jika sepuluh pengintai memberikan laporan yang negatif, berbeda dengan laporan Yosua dan Kaleb yang menunjukkan sikap optimistis: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), karena percaya hal ini: "TUHAN, Allahmu, yang berjalan di depanmu, Dialah yang akan berperang untukmu sama seperti yang dilakukan-Nya bagimu di Mesir, di depan matamu, dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." (Ulangan 1:30-31), sehingga yang keluar dari mulut mereka adalah perkataan positif karena mata rohani mereka tertuju kepada Tuhan!
Apa reaksi umat Israel? Mereka lebih mempercayai perkataan negatif 10 pengintai itu daripada janji Tuhan. Mereka pun mulai kecewa dan berputus asa, "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka membatasi kuasa Tuhan dengan perkataan-perkataan negatif, padahal Tuhan telah berjanji akan memberikan Kanaan sebagai warisan dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Ketika menghadapi situasi-situasi sulit kita pun sering berlaku seperti 10 pengintai yang suka memperkatakan kegagalan, ketidakpercayaan, ketakutan, kebimbangan, kemustahilan dan sebagainya, sehingga berkat Tuhan pun menjadi terhalang.
Terus memperkatakan yang negatif mendatangkan kutuk bagi mereka sendiri. Sebagian besar dari mereka gagal menikmati Kanaan. "Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya." (Bilangan 14:22-23).
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Monday, June 15, 2015
MEMBATASI KUASA TUHAN: Perkataan Negatif (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2015
Baca: Ulangan 1:19-33
"Ketahuilah, TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan negeri itu kepadamu. Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah takut dan janganlah patah hati." Ulangan 1:21
Ketika bangsa Israel mengalami penindasan di Mesir Tuhan memperhatikan mereka. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7).
Untuk itulah Tuhan memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan Ia telah menyediakan "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8). Namun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, Tuhan mengijinkan umat Israel menempuh perjalanan di padang gurun sebagai bagian dari proses pendewasaan iman. Saat dalam proses inilah umat Israel tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, meski Tuhan sudah menyediakan segala kebutuhan mereka dan menyatakan mujizat-Nya.
Suatu ketika umat Israel sudah berada di posisi yang strategis dan siap memasuki Tanah Perjanjian. "Kamu sudah sampai ke pegunungan orang Amori, yang diberikan kepada kita oleh TUHAN, Allah kita." (Ulangan 1:20). Untuk menyelidiki negeri itu Musa mengutus 12 orang (perwakilan 12 suku) mendahului mereka. Setelah 40 hari melakukan pengintaian kembalilah mereka untuk memberikan laporan. Sepuluh pengintai memberikan laporan yang menunjukkan sikap pesimistis: "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:28, 32, 33).
Selama fokus kita hanya tertuju kepada apa yang tampak secara kasat mata, kita akan mudah lemah dan putus asa!
Baca: Ulangan 1:19-33
"Ketahuilah, TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan negeri itu kepadamu. Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah takut dan janganlah patah hati." Ulangan 1:21
Ketika bangsa Israel mengalami penindasan di Mesir Tuhan memperhatikan mereka. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7).
Untuk itulah Tuhan memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan Ia telah menyediakan "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8). Namun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, Tuhan mengijinkan umat Israel menempuh perjalanan di padang gurun sebagai bagian dari proses pendewasaan iman. Saat dalam proses inilah umat Israel tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, meski Tuhan sudah menyediakan segala kebutuhan mereka dan menyatakan mujizat-Nya.
Suatu ketika umat Israel sudah berada di posisi yang strategis dan siap memasuki Tanah Perjanjian. "Kamu sudah sampai ke pegunungan orang Amori, yang diberikan kepada kita oleh TUHAN, Allah kita." (Ulangan 1:20). Untuk menyelidiki negeri itu Musa mengutus 12 orang (perwakilan 12 suku) mendahului mereka. Setelah 40 hari melakukan pengintaian kembalilah mereka untuk memberikan laporan. Sepuluh pengintai memberikan laporan yang menunjukkan sikap pesimistis: "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:28, 32, 33).
Selama fokus kita hanya tertuju kepada apa yang tampak secara kasat mata, kita akan mudah lemah dan putus asa!
Sunday, June 14, 2015
JANGAN SUKA BOHONG!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2015
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Saturday, June 13, 2015
RAHEL: Wanita Rajin
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2015
Baca: Kejadian 29:1-14
"Selagi ia berkata-kata dengan mereka, datanglah Rahel dengan kambing domba ayahnya, sebab dialah yang menggembalakannya." Kejadian 29:9
Rahel adalah anak Laban, arti namanya adalah domba betina. Pada masa itu domba adalah lambang kekayaan seseorang dan salah satu jenis binatang yang sangat produktif, karena dari bulunya bisa dihasilkan wol untuk bahan pakaian, dagingnya bisa dikonsumsi, susu untuk diminum dan bahan membuat keju, kulitnya dapat dijadikan tenda dan alat musik rebana, begitu pula dengan tanduknya bisa dijadikan shofar (sangkakala/alat musik tiup).
Rahel adalah sosok wanita yang rajin dan patuh kepada orangtua. Terbukti ia mau melakukan pekerjaan yang tak lazim yaitu menggembalakan domba, padahal tugas menggembalakan kambing domba itu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Bekerja sebagai penggembala kambing domba membutuhkan kekuatan fisik, kesabaran dan juga keberanian menghadapi bahaya yang mengancam. Rahel mampu melakukan tugas tersebut dengan baik. Tetapi kebanyakan para gadis akan lebih memilih melakukan pekerjaan rumah tangga daripada harus berpanas-panas ria di padang belantara dengan alasan takut kulit menjadi hitam, takut bedaknya luntur, takut ada binatang buas dan sebagainya. Namun Rahel bukanlah anak perempuan yang manja, suka berpangku tangan atau menghabiskan waktu di rumah untuk bersolek atau merias diri. Alkitab mencatat, "...Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya." (Kejadian 29:17). Dengan kecantikan yang dimilikinya ia tidak merasa gengsi untuk menggembalakan kambing domba. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah tipe wanita yang rajin dan pekerja keras.
Salah satu ciri orang yang rajin bekerja adalah tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Terlihat ketika bertemu Yakub, yang adalah sanak saudara ayahnya, tanpa menunda-nunda waktu "...berlarilah Rahel menceritakannya kepada ayahnya." (ayat 12). Karena campur tangan Tuhan Rahel bertemu dengan Yakub, dan keduanya memiliki kesempatan untuk bekerjasama dalam menggembalakan kambing domba ayahnya, sehingga ternaknya pun menjadi semakin banyak.
Karena rajin bekerja Rahel diberkati Tuhan berlimpah: bertemu jodoh dan dibukakan kandungannya, sehingga ia melahirkan 2 anak yaitu Yusuf dan Benyamin!
Baca: Kejadian 29:1-14
"Selagi ia berkata-kata dengan mereka, datanglah Rahel dengan kambing domba ayahnya, sebab dialah yang menggembalakannya." Kejadian 29:9
Rahel adalah anak Laban, arti namanya adalah domba betina. Pada masa itu domba adalah lambang kekayaan seseorang dan salah satu jenis binatang yang sangat produktif, karena dari bulunya bisa dihasilkan wol untuk bahan pakaian, dagingnya bisa dikonsumsi, susu untuk diminum dan bahan membuat keju, kulitnya dapat dijadikan tenda dan alat musik rebana, begitu pula dengan tanduknya bisa dijadikan shofar (sangkakala/alat musik tiup).
Rahel adalah sosok wanita yang rajin dan patuh kepada orangtua. Terbukti ia mau melakukan pekerjaan yang tak lazim yaitu menggembalakan domba, padahal tugas menggembalakan kambing domba itu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Bekerja sebagai penggembala kambing domba membutuhkan kekuatan fisik, kesabaran dan juga keberanian menghadapi bahaya yang mengancam. Rahel mampu melakukan tugas tersebut dengan baik. Tetapi kebanyakan para gadis akan lebih memilih melakukan pekerjaan rumah tangga daripada harus berpanas-panas ria di padang belantara dengan alasan takut kulit menjadi hitam, takut bedaknya luntur, takut ada binatang buas dan sebagainya. Namun Rahel bukanlah anak perempuan yang manja, suka berpangku tangan atau menghabiskan waktu di rumah untuk bersolek atau merias diri. Alkitab mencatat, "...Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya." (Kejadian 29:17). Dengan kecantikan yang dimilikinya ia tidak merasa gengsi untuk menggembalakan kambing domba. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah tipe wanita yang rajin dan pekerja keras.
Salah satu ciri orang yang rajin bekerja adalah tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Terlihat ketika bertemu Yakub, yang adalah sanak saudara ayahnya, tanpa menunda-nunda waktu "...berlarilah Rahel menceritakannya kepada ayahnya." (ayat 12). Karena campur tangan Tuhan Rahel bertemu dengan Yakub, dan keduanya memiliki kesempatan untuk bekerjasama dalam menggembalakan kambing domba ayahnya, sehingga ternaknya pun menjadi semakin banyak.
Karena rajin bekerja Rahel diberkati Tuhan berlimpah: bertemu jodoh dan dibukakan kandungannya, sehingga ia melahirkan 2 anak yaitu Yusuf dan Benyamin!
Friday, June 12, 2015
ORANG RAJIN: Diberi Kelimpahan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2015
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
William A. Ward, seorang motivator Amerika, memberikan resep bagaimana menjadi sukses: "Kunci kesuksesan adalah rajin belajar pada saat orang lain sedang tidur, rajin bekerja pada saat orang lain sedang bermalas-malasan, mempersiapkan diri pada waktu orang lain bermain-main, dan memiliki mimpi di saat orang lain memiliki keinginan."
Intinya, untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil ada harga yang harus dibayar yaitu berani keluar dari zona nyaman, mau bekerja lebih keras dari kebanyakan orang, serta mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin, karena "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ketika kita mengerjakan bagian kita yaitu mengembangkan potensi yang Dia beri, bekerja dengan rajin dan senantiasa mengandalkan Tuhan, maka Ia pun akan mengerjakan bagian-Nya yaitu menyediakan berkat bagi kita. Kalau kita bekerja asal-asalan, tidak rajin, sampai kapan pun kita tidak akan menerima hasilnya. "Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga." (Amsal 12:27).
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjadi teladan dalam segala hal, salah satunya dalam hal pekerjaan. Di mana pun kita bekerja dan apa pun tugasnya kita harus mengerjakannya dengan menjunjung nilai-nilai kebenaran firman Tuhan sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, yaitu bekerja seperti untuk Tuhan. Jika kita menyadari bahwa melalui pekerjaan, kita sedang bekerja untuk Tuhan dan melayani-Nya maka kita akan bekerja dengan rajin, segenap hati dan penuh dedikasi, sehingga "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Ketika bangsa Israel di padang gurun Tuhan mencukupi kebutuhan mereka dengan 'manna' (roti sorga). Bukan berarti bangsa Israel tidak perlu bekerja, tapi mereka juga harus rajin bangun pagi untuk memungut manna itu dan mengolahnya menjadi makanan yang bisa dinikmati. Jika mereka malas mereka tidak akan mendapatkan manna.
Orang yang rajin bekerja pasti menerima berkat yang berbeda dari Tuhan: kelimpahan, promosi dan kepercayaan!
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
William A. Ward, seorang motivator Amerika, memberikan resep bagaimana menjadi sukses: "Kunci kesuksesan adalah rajin belajar pada saat orang lain sedang tidur, rajin bekerja pada saat orang lain sedang bermalas-malasan, mempersiapkan diri pada waktu orang lain bermain-main, dan memiliki mimpi di saat orang lain memiliki keinginan."
Intinya, untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil ada harga yang harus dibayar yaitu berani keluar dari zona nyaman, mau bekerja lebih keras dari kebanyakan orang, serta mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin, karena "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ketika kita mengerjakan bagian kita yaitu mengembangkan potensi yang Dia beri, bekerja dengan rajin dan senantiasa mengandalkan Tuhan, maka Ia pun akan mengerjakan bagian-Nya yaitu menyediakan berkat bagi kita. Kalau kita bekerja asal-asalan, tidak rajin, sampai kapan pun kita tidak akan menerima hasilnya. "Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga." (Amsal 12:27).
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjadi teladan dalam segala hal, salah satunya dalam hal pekerjaan. Di mana pun kita bekerja dan apa pun tugasnya kita harus mengerjakannya dengan menjunjung nilai-nilai kebenaran firman Tuhan sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, yaitu bekerja seperti untuk Tuhan. Jika kita menyadari bahwa melalui pekerjaan, kita sedang bekerja untuk Tuhan dan melayani-Nya maka kita akan bekerja dengan rajin, segenap hati dan penuh dedikasi, sehingga "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Ketika bangsa Israel di padang gurun Tuhan mencukupi kebutuhan mereka dengan 'manna' (roti sorga). Bukan berarti bangsa Israel tidak perlu bekerja, tapi mereka juga harus rajin bangun pagi untuk memungut manna itu dan mengolahnya menjadi makanan yang bisa dinikmati. Jika mereka malas mereka tidak akan mendapatkan manna.
Orang yang rajin bekerja pasti menerima berkat yang berbeda dari Tuhan: kelimpahan, promosi dan kepercayaan!
Thursday, June 11, 2015
ORANG RAJIN: Diberi Kelimpahan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2015
Baca: Amsal 21:1-31
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." Amsal 21:5
Kebaikan atau lawan dari malas adalah rajin. Secara umum kata rajin memiliki arti: bekerja dengan sungguh-sungguh, selalu berusaha giat. Menjadi orang yang rajin alias bekerja dengan sungguh-sungguh dan giat adalah kehendak Tuhan!
Ketika menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden Tuhan memberikan perintah kepada mereka untuk bekerja, bukan untuk bermalas-malasan. Dikatakan, "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Jadi, perintah untuk bekerja sudah diberikan Tuhan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Dengan kata lain bekerja bukanlah sebagai akibat manusia jatuh dalam dosa, sebab "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Tuhan saja tetap bekerja, masakan kita tidak mau bekerja alias hanya berpangku tangan? Firman Tuhan menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10). Kalimat kerjakanlah itu sekuat tenaga artinya harus dikerjakan dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan tidak dengan setengah hati. Mengapa kita harus bekerja dengan rajin? Karena kerajinan adalah salah satu modal untuk meraih kesuksesan, sebab "...tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), dan "Tangan orang rajin memegang kekuasaan," (Amsal 12:24).
Oleh karena itu penulis Amsal pun memperingatkan kita untuk tidak malu belajar dan mencontoh kehidupan semut, yang termasuk salah satu binatang terkecil di bumi, "...tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas," (Amsal 30:24-25): semut, "...biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:7-8).
Bekerjalah dengan rajin, maka hidup kita akan semakin diberkati Tuhan, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Baca: Amsal 21:1-31
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." Amsal 21:5
Kebaikan atau lawan dari malas adalah rajin. Secara umum kata rajin memiliki arti: bekerja dengan sungguh-sungguh, selalu berusaha giat. Menjadi orang yang rajin alias bekerja dengan sungguh-sungguh dan giat adalah kehendak Tuhan!
Ketika menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden Tuhan memberikan perintah kepada mereka untuk bekerja, bukan untuk bermalas-malasan. Dikatakan, "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Jadi, perintah untuk bekerja sudah diberikan Tuhan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Dengan kata lain bekerja bukanlah sebagai akibat manusia jatuh dalam dosa, sebab "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Tuhan saja tetap bekerja, masakan kita tidak mau bekerja alias hanya berpangku tangan? Firman Tuhan menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10). Kalimat kerjakanlah itu sekuat tenaga artinya harus dikerjakan dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan tidak dengan setengah hati. Mengapa kita harus bekerja dengan rajin? Karena kerajinan adalah salah satu modal untuk meraih kesuksesan, sebab "...tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), dan "Tangan orang rajin memegang kekuasaan," (Amsal 12:24).
Oleh karena itu penulis Amsal pun memperingatkan kita untuk tidak malu belajar dan mencontoh kehidupan semut, yang termasuk salah satu binatang terkecil di bumi, "...tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas," (Amsal 30:24-25): semut, "...biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:7-8).
Bekerjalah dengan rajin, maka hidup kita akan semakin diberkati Tuhan, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Wednesday, June 10, 2015
DAMPAK KEMALASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2015
Baca: Amsal 18:1-24
"Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Amsal 18:9
Hal yang sangat tidak disukai oleh orang dan sekaligus menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan adalah sifat malas.
Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30), si tuan kecewa dengan hamba yang dipercaya menerima satu talenta karena ia tidak mengembangkannya, melainkan menyembunyikannya di dalam tanah. "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? ... Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Hamba yang malas harus menuai akibat kemalasannya itu. Tuhan telah memberi kita kemampuan atau karunia dengan maksud supaya kita berkarya dan mengembangkan kemampuan tersebut semaksimal mungkin, sebab pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang malas disebut jahat, bahkan disebut sebagai perusak (ayat nas). Mengapa? Karena Tuhan telah memiliki rancangan hal-hal baik bagi setiap orang percaya, tapi Ia menghendaki adanya kerjasama, ada bagian yang harus kita kerjakan untuk menggenapi rencana-Nya. Namun karena kita malas dan tidak mau membayar harga, semua rancangan Tuhan atas kita menjadi berantakan bukan karena Tuhan tidak sanggup melaksanakan rencana-Nya, tetapi karena kita sendiri yang tidak mau taat.
Ketahuilah bahwa kemalasan hanya akan berdampak buruk: merusak masa depan, impian dan harapan menjadi buyar, menghambat kemajuan (stagnan) dan cenderung mengalami kemunduran, menyebabkan penderitaan karena tidak ada kekayaan yang akan singgah di dalam rumah pemalas, sebab "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Akhirnya para pemalas bisanya hanya mengeluh, bersungut-sungut, menjadi beban bagi orang lain, kecewa dan ujung-ujungnya berani menyalahkan Tuhan.
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." Pengkotbah 10:18
Baca: Amsal 18:1-24
"Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Amsal 18:9
Hal yang sangat tidak disukai oleh orang dan sekaligus menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan adalah sifat malas.
Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30), si tuan kecewa dengan hamba yang dipercaya menerima satu talenta karena ia tidak mengembangkannya, melainkan menyembunyikannya di dalam tanah. "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? ... Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Hamba yang malas harus menuai akibat kemalasannya itu. Tuhan telah memberi kita kemampuan atau karunia dengan maksud supaya kita berkarya dan mengembangkan kemampuan tersebut semaksimal mungkin, sebab pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang malas disebut jahat, bahkan disebut sebagai perusak (ayat nas). Mengapa? Karena Tuhan telah memiliki rancangan hal-hal baik bagi setiap orang percaya, tapi Ia menghendaki adanya kerjasama, ada bagian yang harus kita kerjakan untuk menggenapi rencana-Nya. Namun karena kita malas dan tidak mau membayar harga, semua rancangan Tuhan atas kita menjadi berantakan bukan karena Tuhan tidak sanggup melaksanakan rencana-Nya, tetapi karena kita sendiri yang tidak mau taat.
Ketahuilah bahwa kemalasan hanya akan berdampak buruk: merusak masa depan, impian dan harapan menjadi buyar, menghambat kemajuan (stagnan) dan cenderung mengalami kemunduran, menyebabkan penderitaan karena tidak ada kekayaan yang akan singgah di dalam rumah pemalas, sebab "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Akhirnya para pemalas bisanya hanya mengeluh, bersungut-sungut, menjadi beban bagi orang lain, kecewa dan ujung-ujungnya berani menyalahkan Tuhan.
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." Pengkotbah 10:18
Tuesday, June 9, 2015
JANGAN JADI PEMALAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2015
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Monday, June 8, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2015
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Sunday, June 7, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2015
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Saturday, June 6, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2015
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Friday, June 5, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2015
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Thursday, June 4, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2015
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Wednesday, June 3, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2015
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Tuesday, June 2, 2015
KECANTIKAN SEORANG WANITA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2015
Baca: Amsal 31:10-31
"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Amsal 31:30
Kaum pria umumnya akan mengukur dan menilai kecantikan wanita dari apa yang terlihat secara kasat mata alias dari sisi fisiknya: paras yang ayu dan bodi yang seksi. Ternyata, 'kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia' apabila tidak disertai dengan sikap dan perbuatan yang baik. Meskipun tidak bisa dipungkiri, sebagian besar laki-laki justru meyukai hal yang bohong dan sia-sia tersebut.
Seorang wanita yang terlihat cantik apabila ia hidup dalam kepatuhan. "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh." (1 Timotius 2:11). Patuh bukan berarti harus selalu mengalah atau takluk di bawah laki-laki. Patuh yang dimaksud adalah bagaimana wanita menghargai ketetapan Tuhan dalam menjalani kodratnya sebagai wanita, yaitu sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penolong dalam hal apa? Penolong dalam melakukan kehendak TUHAN. Dalam keberadaannya sebagai isteri ia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu." (Efesus 5:22-24).
Sering dijumpai ada isteri-isteri yang tidak mau tunduk kepada suami, suka sekali melawan, bahkan semena-mena dan menganggap rendah suaminya, mungkin karena merasa memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami atau lebih pintar dari suaminya. Akhirnya muncul istilah 'ikatan suami takut isteri (ISTI)'. Firman-Nya memperingatkan! "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kolose 3:18). Ketaatan dan kasih seorang wanita dalam melakukan kehendak Tuhan akan tercermin bagaimana ia mampu menjalankan perannya sebagai isteri yang baik. "Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal." (1 Timotius 3:11).
Wanita dikatakan cantik bila mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Baca: Amsal 31:10-31
"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Amsal 31:30
Kaum pria umumnya akan mengukur dan menilai kecantikan wanita dari apa yang terlihat secara kasat mata alias dari sisi fisiknya: paras yang ayu dan bodi yang seksi. Ternyata, 'kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia' apabila tidak disertai dengan sikap dan perbuatan yang baik. Meskipun tidak bisa dipungkiri, sebagian besar laki-laki justru meyukai hal yang bohong dan sia-sia tersebut.
Seorang wanita yang terlihat cantik apabila ia hidup dalam kepatuhan. "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh." (1 Timotius 2:11). Patuh bukan berarti harus selalu mengalah atau takluk di bawah laki-laki. Patuh yang dimaksud adalah bagaimana wanita menghargai ketetapan Tuhan dalam menjalani kodratnya sebagai wanita, yaitu sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penolong dalam hal apa? Penolong dalam melakukan kehendak TUHAN. Dalam keberadaannya sebagai isteri ia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu." (Efesus 5:22-24).
Sering dijumpai ada isteri-isteri yang tidak mau tunduk kepada suami, suka sekali melawan, bahkan semena-mena dan menganggap rendah suaminya, mungkin karena merasa memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami atau lebih pintar dari suaminya. Akhirnya muncul istilah 'ikatan suami takut isteri (ISTI)'. Firman-Nya memperingatkan! "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kolose 3:18). Ketaatan dan kasih seorang wanita dalam melakukan kehendak Tuhan akan tercermin bagaimana ia mampu menjalankan perannya sebagai isteri yang baik. "Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal." (1 Timotius 3:11).
Wanita dikatakan cantik bila mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Monday, June 1, 2015
KECANTIKAN WANITA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2015
Baca: 1 Timotius 2:9-12
"tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." 1 Timotius 2:10
Miss Universe (dan yang sejenisnya) adalah kontes kecantikan wanita sejagat raya ini. Di dalam kontes ini yang dinilai bukan semata-mata kecantikan fisik, tetapi termasuk juga kecerdasan dan juga kepribadiannya, yang lebih dikenal dengan istilah 3B (brain, beauty, dan behaviour): brain memiliki arti cerdas dan berwawasan luas; beauty artinya memiliki wajah yang eye catching (menarik) dan juga memiliki bentuk tubuh yang proposional; behaviour mengacu kepada kepribadian, sikap dan perilaku. Pemenang Miss Universe 2014 adalah Paulina Vega (Colombia). Sementara wakil dari Indonesia, Elvira Devinamira (Puteri Indonesia 2014), masuk dalam top 15 dan mengenakan kostum bertema 'Chronicle of Borobudur' dan menyabet 'Best National Costume'. Suatu prestasi yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia!
Cantik adalah idaman semua wanita di jagad raya ini! Karena itu tidaklah mengherankan bila wanita suka sekali berdandan atau bersolek. Namun banyak wanita yang berdandan secara berlebihan (menor) sehingga mereka bukan tampak terlihat semakin cantik, tetapi malah sebaliknya, terlihat buruk dan lucu. Padahal Alkitab menasihatkan, "Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal," (1 Timotius 2:9). Seorang wanita akan terlihat cantik ketika ia berdandan secara tepat, tidak harus menggunakan pakaian yang berharga mahal, mewah dan galamor, tetapi berdandan dengan pantas, sopan dan tidak melebihi batas kesopanan.
Sesungguhnya kecantikan wanita itu akan terpancar melalui sikap perbuatannya, "...hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." (ayat nas). Jadi wanita akan terlihat cantik dan menarik bukan semata-mata dilihat dari pakaian yang dikenakan, peerhiasan yang melekat di tubuh, atau karena ia sangat lihai dalam hal bersolek, melainkan dari budi bahasa dan perbuatannya. Inilah yang disebut inner beauty, yaitu kecantikan yang terpancar dari dalam melalui kepribadian, tutur kata dan perbuatannya sehari-hari.
Kecantikan wanita akan terpancar dari perbuatan, bukan semata-mata karena fisik!
Baca: 1 Timotius 2:9-12
"tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." 1 Timotius 2:10
Miss Universe (dan yang sejenisnya) adalah kontes kecantikan wanita sejagat raya ini. Di dalam kontes ini yang dinilai bukan semata-mata kecantikan fisik, tetapi termasuk juga kecerdasan dan juga kepribadiannya, yang lebih dikenal dengan istilah 3B (brain, beauty, dan behaviour): brain memiliki arti cerdas dan berwawasan luas; beauty artinya memiliki wajah yang eye catching (menarik) dan juga memiliki bentuk tubuh yang proposional; behaviour mengacu kepada kepribadian, sikap dan perilaku. Pemenang Miss Universe 2014 adalah Paulina Vega (Colombia). Sementara wakil dari Indonesia, Elvira Devinamira (Puteri Indonesia 2014), masuk dalam top 15 dan mengenakan kostum bertema 'Chronicle of Borobudur' dan menyabet 'Best National Costume'. Suatu prestasi yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia!
Cantik adalah idaman semua wanita di jagad raya ini! Karena itu tidaklah mengherankan bila wanita suka sekali berdandan atau bersolek. Namun banyak wanita yang berdandan secara berlebihan (menor) sehingga mereka bukan tampak terlihat semakin cantik, tetapi malah sebaliknya, terlihat buruk dan lucu. Padahal Alkitab menasihatkan, "Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal," (1 Timotius 2:9). Seorang wanita akan terlihat cantik ketika ia berdandan secara tepat, tidak harus menggunakan pakaian yang berharga mahal, mewah dan galamor, tetapi berdandan dengan pantas, sopan dan tidak melebihi batas kesopanan.
Sesungguhnya kecantikan wanita itu akan terpancar melalui sikap perbuatannya, "...hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." (ayat nas). Jadi wanita akan terlihat cantik dan menarik bukan semata-mata dilihat dari pakaian yang dikenakan, peerhiasan yang melekat di tubuh, atau karena ia sangat lihai dalam hal bersolek, melainkan dari budi bahasa dan perbuatannya. Inilah yang disebut inner beauty, yaitu kecantikan yang terpancar dari dalam melalui kepribadian, tutur kata dan perbuatannya sehari-hari.
Kecantikan wanita akan terpancar dari perbuatan, bukan semata-mata karena fisik!
Sunday, May 31, 2015
SEMANGAT UNTUK BERSAKSI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2015
Baca: Lukas 8:26-39
"Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya." Lukas 8:39b
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen enggan, malas dan bahkan tidak tergerak sama sekali untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain, karena merasa malu, takut ditertawakan, takut ditolak atau takut dimusuhi. Ditolak, dimusuhi dan bahkan dikucilkan oleh orang lain ketika orang Kristen bersaksi tentang Kristus adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh setiap orang percaya, karena dunia di mana kita hidup adalah dunia yang sangat membenci dan menolak keberadaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Jadi bukan hanya di zaman sekarang ini saja orang-orang dunia benci dengan nama Yesus... di masa ketika Ia melayani di bumi saja sudah seringkali ditolak, dibenci, dihindari oleh banyak orang.
Ketika berada di kota Gerasa Tuhan Yesus bertemu dengan seseorang yang mengalami kerasukan setan dan tinggal di pekuburan. Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan, dan dengan kuasa-Nya yang dahsyat Ia mengusir roh jahat itu keluar dari orang tersebut sehingga ia dibebaskan dan menjadi waras! Meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang di Gerasa tetap saja tidak percaya dengan mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, malahan "...seluruh penduduk daerah Gerasa meminta kepada Yesus, supaya Ia meninggalkan mereka," (Lukas 8:37). Justru orang yang tadinya kerasukan setan itulah yang tergerak hati bersaksi kepada orang lain. Dengan semangat menyala-nyala ia pergi mengelilingi seluruh kota dan menyaksikan segala yang diperbuat Tuhan Yesus bagi dirinya.
Mengapa kita tidak mau bersaksi? Mungkin kita sudah merasa puas hanya sebagai 'penonton' yang sebatas mendengar dan melihat orang lain diubahkan, sedangkan kita sendiri merasa tidak mengalami.
Rindukan lawatan Tuhan secara pribadi supaya kita bisa bersaksi kepada orang lain, sebab bersaksi tentang Kristus adalah perintah yang harus kita kerjakan!
Baca: Lukas 8:26-39
"Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya." Lukas 8:39b
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen enggan, malas dan bahkan tidak tergerak sama sekali untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain, karena merasa malu, takut ditertawakan, takut ditolak atau takut dimusuhi. Ditolak, dimusuhi dan bahkan dikucilkan oleh orang lain ketika orang Kristen bersaksi tentang Kristus adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh setiap orang percaya, karena dunia di mana kita hidup adalah dunia yang sangat membenci dan menolak keberadaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Jadi bukan hanya di zaman sekarang ini saja orang-orang dunia benci dengan nama Yesus... di masa ketika Ia melayani di bumi saja sudah seringkali ditolak, dibenci, dihindari oleh banyak orang.
Ketika berada di kota Gerasa Tuhan Yesus bertemu dengan seseorang yang mengalami kerasukan setan dan tinggal di pekuburan. Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan, dan dengan kuasa-Nya yang dahsyat Ia mengusir roh jahat itu keluar dari orang tersebut sehingga ia dibebaskan dan menjadi waras! Meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang di Gerasa tetap saja tidak percaya dengan mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, malahan "...seluruh penduduk daerah Gerasa meminta kepada Yesus, supaya Ia meninggalkan mereka," (Lukas 8:37). Justru orang yang tadinya kerasukan setan itulah yang tergerak hati bersaksi kepada orang lain. Dengan semangat menyala-nyala ia pergi mengelilingi seluruh kota dan menyaksikan segala yang diperbuat Tuhan Yesus bagi dirinya.
Mengapa kita tidak mau bersaksi? Mungkin kita sudah merasa puas hanya sebagai 'penonton' yang sebatas mendengar dan melihat orang lain diubahkan, sedangkan kita sendiri merasa tidak mengalami.
Rindukan lawatan Tuhan secara pribadi supaya kita bisa bersaksi kepada orang lain, sebab bersaksi tentang Kristus adalah perintah yang harus kita kerjakan!
Saturday, May 30, 2015
BERSAKSI: Yesus Harus Makin Besar
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2015
Baca: Yesaya 44:1-8
"Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku?" Yesaya 44:8b
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam karakter orang Kristen. Ada orang Kristen yang bersikap cuek dan masa bodoh demikian: "Yang penting sudah beribadah ke gereja setiap Minggu, itu sudah lebih dari cukup. Urusan pelayanan di gereja dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya akut idak mau ambil pusing, emang gue pikiran." Ada pula orang Kristen yang sukanya hanya menuntut untuk dilayani dan diberi, namun ia sendiri tidak mau melayani dan memberi. Lebih ekstrem lagi ada orang Kristen yang punya kebiasaan menjadi juri di gereja: mengkritik sana-sini, menghakimi saudara seiman lainnya dan selalu mencari kelemahan hamba-hamba Tuhan, padahal ia sendiri tidak mau terlibat dalam pelayanan.
Syukur bagi Tuhan ada banyak orang Kristen yang menyadari akan panggilan hidupnya, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan sehingga ia tidak bisa menahan bibir dan lidahnya untuk selalu bersaksi tentang "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18) kepada setiap orang yang ditemuinya di manapun berada dan kapan pun waktunya. Bagi sebagian besar orang Kristen istilah bersaksi tentu saja bukan hal yang asing lagi, namun tidak semua orang Kristen mau mempraktekkannya dengan berbagai alasan, padahal kesaksian hidup adalah manifestasi dari pengakuan iman kita sebagai orang percaya. Kekristenan tanpa sebuah kesaksian hidup bisa dikatakan kekristenan yang imannya mati. Dikatakan: "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Sebagai umat yang telah ditebus, diselamatkan dan mengalami kasih Tuhan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai saksi-saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini. Yang dimaksud dengan bersaksi adalah menceritakan, memberitahukan dan mengabarkan kepada orang lain tentang segala sesuatu yang telah kita alami bersama dengan Kristus agar orang lain tahu dan dapat mengalami kasih seperti yang kita alami. Karena kita ini adalah saksi Kristus, maka yang harus kita saksikan dan beritakan adalah pribadi Kristus dan karya-Nya, bukan diri sendiri yang dikedepankan dan dinomorsatukan.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: Yesaya 44:1-8
"Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku?" Yesaya 44:8b
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam karakter orang Kristen. Ada orang Kristen yang bersikap cuek dan masa bodoh demikian: "Yang penting sudah beribadah ke gereja setiap Minggu, itu sudah lebih dari cukup. Urusan pelayanan di gereja dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya akut idak mau ambil pusing, emang gue pikiran." Ada pula orang Kristen yang sukanya hanya menuntut untuk dilayani dan diberi, namun ia sendiri tidak mau melayani dan memberi. Lebih ekstrem lagi ada orang Kristen yang punya kebiasaan menjadi juri di gereja: mengkritik sana-sini, menghakimi saudara seiman lainnya dan selalu mencari kelemahan hamba-hamba Tuhan, padahal ia sendiri tidak mau terlibat dalam pelayanan.
Syukur bagi Tuhan ada banyak orang Kristen yang menyadari akan panggilan hidupnya, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan sehingga ia tidak bisa menahan bibir dan lidahnya untuk selalu bersaksi tentang "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18) kepada setiap orang yang ditemuinya di manapun berada dan kapan pun waktunya. Bagi sebagian besar orang Kristen istilah bersaksi tentu saja bukan hal yang asing lagi, namun tidak semua orang Kristen mau mempraktekkannya dengan berbagai alasan, padahal kesaksian hidup adalah manifestasi dari pengakuan iman kita sebagai orang percaya. Kekristenan tanpa sebuah kesaksian hidup bisa dikatakan kekristenan yang imannya mati. Dikatakan: "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Sebagai umat yang telah ditebus, diselamatkan dan mengalami kasih Tuhan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai saksi-saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini. Yang dimaksud dengan bersaksi adalah menceritakan, memberitahukan dan mengabarkan kepada orang lain tentang segala sesuatu yang telah kita alami bersama dengan Kristus agar orang lain tahu dan dapat mengalami kasih seperti yang kita alami. Karena kita ini adalah saksi Kristus, maka yang harus kita saksikan dan beritakan adalah pribadi Kristus dan karya-Nya, bukan diri sendiri yang dikedepankan dan dinomorsatukan.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Friday, May 29, 2015
AMBISI PRIBADI: Harus Diremukkan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2015
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya. Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf. Itu sangat berbahaya!
Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir (Kejadian 37:12-36); saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara (Kejadian 39:1-23); akhirnya Yusuf 'lulus' dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir (Kejadian 41:40-43). Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.
Yang patut kita teladani dari Yusuf: ketika mengalami 'peremukan' lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan. Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya." (Efesus 2:10). Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas! "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;" (Ayub 5:18).
Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya. Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf. Itu sangat berbahaya!
Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir (Kejadian 37:12-36); saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara (Kejadian 39:1-23); akhirnya Yusuf 'lulus' dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir (Kejadian 41:40-43). Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.
Yang patut kita teladani dari Yusuf: ketika mengalami 'peremukan' lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan. Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya." (Efesus 2:10). Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas! "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;" (Ayub 5:18).
Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!
Thursday, May 28, 2015
AMBISI PRIBADI: Sangat Berbahaya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2015
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Wednesday, May 27, 2015
TENAGA DAN KUASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2015
Baca: Lukas 9:1-6
"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit." Lukas 9:1
Menjadi pengikut Kristus bukan sekedar untuk menerima berkat dan mujizat dari Tuhan, tetapi harus siap membayar harga, siap menyangkal diri, siap berkorban dan siap diutus oleh Tuhan. Diutus untuk apa? "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15). Banyak orang Kristen yang sukanya hanya mendengar khotbah tentang berkat, kekayaan atau mujizat, tapi ketika firman-Nya berisikan tentang suatu perintah atau tugas, kita seolah-olah menutup mata dan telinga. Kita tidak mau capai melayani, apalagi harus berkorban waktu, tenaga dan terlebih-lebih materi.
Awal sebagai orang percaya, keberadaan kita adalah bayi-bayi rohani "...yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2). Tapi kita tidak berhenti pada tahap bayi atau kanak-kanak rohani, bukan? "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:13). Kekristenan yang sehat adalah kekristenan yang terus bertumbuh sampai kita mencapai kedewasaan rohani, di mana kita mulai makan makanan yang keras. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Setelah kita menjadi kuat dan dewasa secara rohani, inilah saat untuk kita menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan yaitu menjadi saksi-saksi-Nya di tengah dunia ini. Tidak ada alasan untuk kita tidak merespons panggilan Tuhan! Seberat apa pun tantangan yang ada kita harus mau melangkah! Dengan kekuatan dan kepintaran sendiri mustahil kita mampu mengerjakan amanat Tuhan ini. Puji Tuhan, kita tidak melangkah sendirian, tapi ada Roh Kudus beserta kita. Sebelum murid-murid-Nya pergi, Tuhan terlebih dahulu memperlengkapi mereka dengan tenaga dan kuasa, itulah Roh Kudus.
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Baca: Lukas 9:1-6
"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit." Lukas 9:1
Menjadi pengikut Kristus bukan sekedar untuk menerima berkat dan mujizat dari Tuhan, tetapi harus siap membayar harga, siap menyangkal diri, siap berkorban dan siap diutus oleh Tuhan. Diutus untuk apa? "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15). Banyak orang Kristen yang sukanya hanya mendengar khotbah tentang berkat, kekayaan atau mujizat, tapi ketika firman-Nya berisikan tentang suatu perintah atau tugas, kita seolah-olah menutup mata dan telinga. Kita tidak mau capai melayani, apalagi harus berkorban waktu, tenaga dan terlebih-lebih materi.
Awal sebagai orang percaya, keberadaan kita adalah bayi-bayi rohani "...yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2). Tapi kita tidak berhenti pada tahap bayi atau kanak-kanak rohani, bukan? "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:13). Kekristenan yang sehat adalah kekristenan yang terus bertumbuh sampai kita mencapai kedewasaan rohani, di mana kita mulai makan makanan yang keras. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Setelah kita menjadi kuat dan dewasa secara rohani, inilah saat untuk kita menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan yaitu menjadi saksi-saksi-Nya di tengah dunia ini. Tidak ada alasan untuk kita tidak merespons panggilan Tuhan! Seberat apa pun tantangan yang ada kita harus mau melangkah! Dengan kekuatan dan kepintaran sendiri mustahil kita mampu mengerjakan amanat Tuhan ini. Puji Tuhan, kita tidak melangkah sendirian, tapi ada Roh Kudus beserta kita. Sebelum murid-murid-Nya pergi, Tuhan terlebih dahulu memperlengkapi mereka dengan tenaga dan kuasa, itulah Roh Kudus.
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Tuesday, May 26, 2015
ROH KUDUS JAMINAN KEMENANGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2015
Baca: Efesus 2:1-10
"dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus." Efesus 2:6-7
Setelah kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Rasul Paulus menyampaikan "...bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19). Roh Kudus yang diam di dalam kita adalah Roh yang sama yang telah membangkitkan Tuhan Yesus dari antara orang mati, artinya di dalam kita ada kuasa yang bekerja secara dahsyat yaitu kuasa Roh Kudus.
Jika kita menyadari bahwa di dalam kita ada Roh Kudus yaitu Roh "...yang lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), maka tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan penuh ketakutan, keragu-raguan dan kekuatiran. Seharusnya seberat apa pun ujian, tantangan atau badai persoalan menyerang takkan mampu memporak-porandakan dan menghancurkan bahtera hidup kita, takkan mampu mempecundangi kita, dan takkan mampu menggoyangkan iman kita. Sesadis atau sejahat apa pun fitnah yang ditujukan kepada kita takkan mampu melemahkan dan menghalangi langkah kita untuk meraih masa depan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan tawaran ataau iming-iming dari dunia yang menggiurkan sekalipun takkan mampu membuat kita berpaling dari Kristus dan melepaskan kepercayaan kita.
Karena itu buanglah jauh-jauh segala pikiran negatif dan tetap arahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus dan janji firman-Nya, sebab Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian itu jugalah yang memberi kepastian dan jaminan kemenangan bagi kita, bahkan "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Tuhan tidak pernah merancang kita untuk hidup di bawah standar, biasa-biasa saja, apalagi menjadi seorang pecundang!
Baca: Efesus 2:1-10
"dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus." Efesus 2:6-7
Setelah kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Rasul Paulus menyampaikan "...bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19). Roh Kudus yang diam di dalam kita adalah Roh yang sama yang telah membangkitkan Tuhan Yesus dari antara orang mati, artinya di dalam kita ada kuasa yang bekerja secara dahsyat yaitu kuasa Roh Kudus.
Jika kita menyadari bahwa di dalam kita ada Roh Kudus yaitu Roh "...yang lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), maka tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan penuh ketakutan, keragu-raguan dan kekuatiran. Seharusnya seberat apa pun ujian, tantangan atau badai persoalan menyerang takkan mampu memporak-porandakan dan menghancurkan bahtera hidup kita, takkan mampu mempecundangi kita, dan takkan mampu menggoyangkan iman kita. Sesadis atau sejahat apa pun fitnah yang ditujukan kepada kita takkan mampu melemahkan dan menghalangi langkah kita untuk meraih masa depan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan tawaran ataau iming-iming dari dunia yang menggiurkan sekalipun takkan mampu membuat kita berpaling dari Kristus dan melepaskan kepercayaan kita.
Karena itu buanglah jauh-jauh segala pikiran negatif dan tetap arahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus dan janji firman-Nya, sebab Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian itu jugalah yang memberi kepastian dan jaminan kemenangan bagi kita, bahkan "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Tuhan tidak pernah merancang kita untuk hidup di bawah standar, biasa-biasa saja, apalagi menjadi seorang pecundang!
Monday, May 25, 2015
PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2015
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah 2:33
Peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta ini merupakan penggenapan dari apa yang Tuhan firmankan melalui perantaan nabi Yoel (Baca Yoel 2:28-32). Perihal kehidupan baru itu sudah dinubuatkan oleh nabi Yehezkiel, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), karena kita telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan melalui pengorbanan darah Kristus dan Roh Kudus.
3. Untuk memeteraikan orang percaya sebagai milik Kristus. "Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13). 4. Untuk menyatakan Yesus adalah Tuhan. "Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kisah 2:36). Tak seorang pun dapat percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah bila ia tidak digerakkan dan dinyatakan oleh Roh Kudus. Jadi kita pun tidak dapat memaksa orang lain untuk percaya kepada Tuhan Yesus, karena itu adalah jamahan-Nya.
5. Untuk mengajarkan segala kebenaran. "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13). Kebenaran Tuhan disampaikan melalui Injil, tetapi Injil itu suatu buku yang masih tertutup bagi banyak orang, karena itulah mereka tidak mengerti kebenaran Injil. Tetapi bagi orang percaya yang sudah lahir baru, firman itu justru menjadi makanan rohani dan kebenaran yang memerdekakan. Namun jika kita sendiri tidak mau mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam hati kita, kita pun tidak akan mengerti kebenaran yang terkandung di dalam Injil.
"Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." Roma 8:9b
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah 2:33
Peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta ini merupakan penggenapan dari apa yang Tuhan firmankan melalui perantaan nabi Yoel (Baca Yoel 2:28-32). Perihal kehidupan baru itu sudah dinubuatkan oleh nabi Yehezkiel, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), karena kita telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan melalui pengorbanan darah Kristus dan Roh Kudus.
3. Untuk memeteraikan orang percaya sebagai milik Kristus. "Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13). 4. Untuk menyatakan Yesus adalah Tuhan. "Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kisah 2:36). Tak seorang pun dapat percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah bila ia tidak digerakkan dan dinyatakan oleh Roh Kudus. Jadi kita pun tidak dapat memaksa orang lain untuk percaya kepada Tuhan Yesus, karena itu adalah jamahan-Nya.
5. Untuk mengajarkan segala kebenaran. "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13). Kebenaran Tuhan disampaikan melalui Injil, tetapi Injil itu suatu buku yang masih tertutup bagi banyak orang, karena itulah mereka tidak mengerti kebenaran Injil. Tetapi bagi orang percaya yang sudah lahir baru, firman itu justru menjadi makanan rohani dan kebenaran yang memerdekakan. Namun jika kita sendiri tidak mau mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam hati kita, kita pun tidak akan mengerti kebenaran yang terkandung di dalam Injil.
"Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." Roma 8:9b
Sunday, May 24, 2015
PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2015
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Pentakosta adalah hari raya umat Kristiani untuk memperingati peristiwa pencurahan Roh Kudus. Peristiwa ini terjadi 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus, jatuh pada hari Minggu ke-7 sesudah paskah, atau 10 hari setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Tuhan Yesus berkata, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17). Karena itu Roh Kudus disebut dengan janji Bapa.
Apa tujuan Roh Kudus dicurahkan di tengah-tengah umat-Nya? Antara lain: 1. Untuk menginsafkan dunia dari dosa, kebenaran dan penghakiman. "Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yohanes 16:8-11). 2. Untuk memberikan kelahiran baru sebagai tanda hidup baru. "...jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yohanes 3:5-8).
Pada peristiwa Pentakosta tanda pertama yang muncul adalah tiupan angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (Kisah 2:2). Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru adalah seperti angin yang bertiup: dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu tak seorang pun tahu, tetapi hembusan dan kehadiran angin itu dapat kita rasakan. Demikian pula pekerjaan Roh Kudus itu nyata dalam hidup orang percaya, meski tidak terlihat secara kasat mata tetapi kita dapat merasakan hadirat-Nya. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Pentakosta adalah hari raya umat Kristiani untuk memperingati peristiwa pencurahan Roh Kudus. Peristiwa ini terjadi 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus, jatuh pada hari Minggu ke-7 sesudah paskah, atau 10 hari setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Tuhan Yesus berkata, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17). Karena itu Roh Kudus disebut dengan janji Bapa.
Apa tujuan Roh Kudus dicurahkan di tengah-tengah umat-Nya? Antara lain: 1. Untuk menginsafkan dunia dari dosa, kebenaran dan penghakiman. "Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yohanes 16:8-11). 2. Untuk memberikan kelahiran baru sebagai tanda hidup baru. "...jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yohanes 3:5-8).
Pada peristiwa Pentakosta tanda pertama yang muncul adalah tiupan angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (Kisah 2:2). Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru adalah seperti angin yang bertiup: dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu tak seorang pun tahu, tetapi hembusan dan kehadiran angin itu dapat kita rasakan. Demikian pula pekerjaan Roh Kudus itu nyata dalam hidup orang percaya, meski tidak terlihat secara kasat mata tetapi kita dapat merasakan hadirat-Nya. (Bersambung)
Saturday, May 23, 2015
TIDAK PERNAH MERASA CUKUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2015
Baca: Filipi 4:10-20
"Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan seseorang di zaman sekarang ini adalah perasaan kurang, tidak cukup atau tidak puas. Tak bisa dipungkiri bahwa semua orang menginginkan segala kebutuhannya tercukupi. Tapi apakah dengan tercukupinya segala kebutuhan secara otomatis akan membuat seseorang menemukan kebahagiaan? Contoh: kasus kawin-cerai yang dialami para selebriti, padahal dilihat secara materi hidup mereka serba berkecukupan, tapi mengapa mereka masih saja bercerai dan merasakan ketidakbahagiaan dalam hidupnya? Ternyata materi yang berlimpah tidak menjamin kebahagiaan seseorang. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan yang tidak ada batasnya inilah yang mengakibatkan seseorang tidak mengalami kebahagiaan dalam hidup ini.
Bagaimana supaya kita senantiasa memiliki rasa cukup? Hiduplah berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya; fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial kita perlukan. Sedangkan keinginan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Tapi ada banyak orang yang tidak bisa membedakannya sehingga dengan segala cara mereka berusaha untuk memenuhi segala keinginannya, padahal apa yang kita inginkan tidak selalu kita butuhkan. Perhatikan apa yang disampaikan rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19), artinya Tuhan berjanji akan memenuhi segala yang kita perlukan atau butuhkan, bukan berjanji akan memenuhi segala keinginan kita karena apa yang kita inginkan belum tentu merupakan kebutuhan kita.
Apakah keinginan tidak boleh dipenuhi? Boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan utama kita telah mendapatkan perhatian dan pemenuhan, sebab sampai kapan pun keinginan manusia tidak ada habisnya.
Karena itu "...cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Baca: Filipi 4:10-20
"Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan seseorang di zaman sekarang ini adalah perasaan kurang, tidak cukup atau tidak puas. Tak bisa dipungkiri bahwa semua orang menginginkan segala kebutuhannya tercukupi. Tapi apakah dengan tercukupinya segala kebutuhan secara otomatis akan membuat seseorang menemukan kebahagiaan? Contoh: kasus kawin-cerai yang dialami para selebriti, padahal dilihat secara materi hidup mereka serba berkecukupan, tapi mengapa mereka masih saja bercerai dan merasakan ketidakbahagiaan dalam hidupnya? Ternyata materi yang berlimpah tidak menjamin kebahagiaan seseorang. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan yang tidak ada batasnya inilah yang mengakibatkan seseorang tidak mengalami kebahagiaan dalam hidup ini.
Bagaimana supaya kita senantiasa memiliki rasa cukup? Hiduplah berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya; fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial kita perlukan. Sedangkan keinginan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Tapi ada banyak orang yang tidak bisa membedakannya sehingga dengan segala cara mereka berusaha untuk memenuhi segala keinginannya, padahal apa yang kita inginkan tidak selalu kita butuhkan. Perhatikan apa yang disampaikan rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19), artinya Tuhan berjanji akan memenuhi segala yang kita perlukan atau butuhkan, bukan berjanji akan memenuhi segala keinginan kita karena apa yang kita inginkan belum tentu merupakan kebutuhan kita.
Apakah keinginan tidak boleh dipenuhi? Boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan utama kita telah mendapatkan perhatian dan pemenuhan, sebab sampai kapan pun keinginan manusia tidak ada habisnya.
Karena itu "...cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Friday, May 22, 2015
JANGAN MAKAN SECARA BERLEBIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2015
Baca: Keluarkan 16:13-21
"Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya." Keluaran 16:18b
Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan dan melayani Dia sepenuh hati jika tubuh jasmani kita terserang sakit-penyakit? Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang jatuh sakit adalah tidak bisa menjaga pola makannya sehari-hari dengan baik, makan makanan dengan sembarangan. Padahal ketika kita makan makanan dengan sembarangan sama artinya kita sedang meracuni tubuh sendiri dengan makanan tersebut. Semisal mengkonsumsi makanan berlemak yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas dan juga beresiko terserang penyakit lainnya, seperti kolesterol, jantung dan juga kanker. Bahkan ada banyak orang yang ketika melihat makanan tidak bisa mengendalikan dirinya, sehingga mereka akan makan makanan itu dalam porsi yang sangat berlebihan.
Alkitab mengajarkan kita untuk makan makanan yang secukupnya atau seperlunya, bukan makan makanan dalam porsi yang berlebihan. Prinsip makan makanan yang secukupnya ini sudah diajarkan oleh Tuhan sejak zaman kehidupan bangsa Israel ketika mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Pada waktu bangsa Israel bersungut-sungut perihal makanan, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3), kemudian Tuhan memberi mereka 'manna' (roti sorga). Tuhan pun berfirman, "Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya;" (Keluaran 16:16), jika mereka mengambilnya sampai sisa (secara berlebihan), maka makanan itu akan berulat dan berbau busuk.
Tuhan Yesus juga mengajarkan kita berdoa dalam doa Bapa Kami, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11), artinya Tuhan mengajarkan kita supaya tidak makan secara berlebihan, tapi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan. Bukan berarti Tuhan tidak sanggup memberkati dengan berlimpah, tapi ini bertujuan supaya kita bisa mengendalikan diri atau memiliki penguasaan diri.
"Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya." Amsal 25:16
Baca: Keluarkan 16:13-21
"Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya." Keluaran 16:18b
Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan dan melayani Dia sepenuh hati jika tubuh jasmani kita terserang sakit-penyakit? Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang jatuh sakit adalah tidak bisa menjaga pola makannya sehari-hari dengan baik, makan makanan dengan sembarangan. Padahal ketika kita makan makanan dengan sembarangan sama artinya kita sedang meracuni tubuh sendiri dengan makanan tersebut. Semisal mengkonsumsi makanan berlemak yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas dan juga beresiko terserang penyakit lainnya, seperti kolesterol, jantung dan juga kanker. Bahkan ada banyak orang yang ketika melihat makanan tidak bisa mengendalikan dirinya, sehingga mereka akan makan makanan itu dalam porsi yang sangat berlebihan.
Alkitab mengajarkan kita untuk makan makanan yang secukupnya atau seperlunya, bukan makan makanan dalam porsi yang berlebihan. Prinsip makan makanan yang secukupnya ini sudah diajarkan oleh Tuhan sejak zaman kehidupan bangsa Israel ketika mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Pada waktu bangsa Israel bersungut-sungut perihal makanan, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3), kemudian Tuhan memberi mereka 'manna' (roti sorga). Tuhan pun berfirman, "Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya;" (Keluaran 16:16), jika mereka mengambilnya sampai sisa (secara berlebihan), maka makanan itu akan berulat dan berbau busuk.
Tuhan Yesus juga mengajarkan kita berdoa dalam doa Bapa Kami, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11), artinya Tuhan mengajarkan kita supaya tidak makan secara berlebihan, tapi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan. Bukan berarti Tuhan tidak sanggup memberkati dengan berlimpah, tapi ini bertujuan supaya kita bisa mengendalikan diri atau memiliki penguasaan diri.
"Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya." Amsal 25:16
Thursday, May 21, 2015
ANGGUR BARU DI KANTONG BARU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2015
Baca: Lukas 5:36-39
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kaya, karena itu Dia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Namun banyak orang Kristen kurang bersemangat dalam mengiring Tuhan oleh karena beratnya pergumulan hidup. Seringkali timbul pertanyaan di benak mereka, "Katanya Tuhan memberi hidup yang berkelimpahan dan merancangkan hari depan yang penuh harapan. Aku sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada perubahan." Ayat nas menyatakan, "...anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.". Sesungguhnya Tuhan sangat ingin mencurahkan berkat-berkat-Nya secara melimpah ke dalam hidup anak-anak-Nya, tapi yang menjadi persoalan adalah kita sendiri yang seringkali belum siap menerima curahan berkat Tuhan tersebut. Suatu contoh: banyak di antara orang Kristen yang ketika hidupnya masih pas-pasan dan penghasilannya masih sedikit sudah tidak mau taat dan setia mengembalikan persepuluhan, padahal firman Tuhan berkata, "Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10). Masih berpenghasilan sedikit saja kita tidak taat mengembalikan persepuluhan, bagaimana kalau nantinya kita berpenghasilan besar, kita merasa 'sayang' mengembalikan uang persepuluhan.
Ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani inilah yang akan menuntun kita kepada berkat! Selama kita tidak mau taat mulai dari perkara-perkara kecil, Tuhan tidak akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita.
Untuk mengalami penggenapan janji firman-Nya kita harus mau dibentuk, diproses oleh Tuhan sampai kita benar-benar layak di hadapan Tuhan dan memiliki kapasitas baru yang siap menerima curahan berkat-Nya.
Baca: Lukas 5:36-39
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kaya, karena itu Dia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Namun banyak orang Kristen kurang bersemangat dalam mengiring Tuhan oleh karena beratnya pergumulan hidup. Seringkali timbul pertanyaan di benak mereka, "Katanya Tuhan memberi hidup yang berkelimpahan dan merancangkan hari depan yang penuh harapan. Aku sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada perubahan." Ayat nas menyatakan, "...anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.". Sesungguhnya Tuhan sangat ingin mencurahkan berkat-berkat-Nya secara melimpah ke dalam hidup anak-anak-Nya, tapi yang menjadi persoalan adalah kita sendiri yang seringkali belum siap menerima curahan berkat Tuhan tersebut. Suatu contoh: banyak di antara orang Kristen yang ketika hidupnya masih pas-pasan dan penghasilannya masih sedikit sudah tidak mau taat dan setia mengembalikan persepuluhan, padahal firman Tuhan berkata, "Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10). Masih berpenghasilan sedikit saja kita tidak taat mengembalikan persepuluhan, bagaimana kalau nantinya kita berpenghasilan besar, kita merasa 'sayang' mengembalikan uang persepuluhan.
Ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani inilah yang akan menuntun kita kepada berkat! Selama kita tidak mau taat mulai dari perkara-perkara kecil, Tuhan tidak akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita.
Untuk mengalami penggenapan janji firman-Nya kita harus mau dibentuk, diproses oleh Tuhan sampai kita benar-benar layak di hadapan Tuhan dan memiliki kapasitas baru yang siap menerima curahan berkat-Nya.
Wednesday, May 20, 2015
PERKATAAN SIA-SIA? STOP!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2015
Baca: Efesus 4:17-32
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Efesus 4:29
Punya kemampuan untuk berbicara di depan umum (audience) atau berkata-kata secara lisan dengan baik dan benar adalah hal yang patut disyukuri. Dengan berkata-kata kita dapat mengungkapkan pendapat atau isi hati kita dengan mudah dan dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan orang lain. Tetapi jika kita tidak mampu mengekang lidah kita, ini akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya karena bisa menghancurkan sebuah hubungan dan menyakiti sesama.
Rasul Paulus memperingatkan jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut kita! Perkataan kotor yang dimaksudkan adalah perkataan yang jahat dan buruk, yang dapat menjadi titik awal menyalanya api yang sanggup melukai, membakar dan menghanguskan hidup orang lain. Seringkali tanpa sadar ada banyak kata sia-sia yang meluncur begitu saja dari mulut kita, terlebih-lebih jika kita sedang dikuasai oleh emosi. Yang termasuk dalam perkataan kotor di antaranya adalah: fitnah, yaitu perkataan yang tidak didasari kebenaran yang sengaja disebarkan dengan tujuan menjelek-jelekkan atau merusak nama baik seseorang; gosip, yaitu pergunjingan atau obrolan negatif tentang orang lain; makian, yaitu kata-kata kasar yang diucapkan seseorang karena sedang tersulut marah. Dan masih banyak lagi contoh lainnya! Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan juga kaisar terkenal Perancis pernah mengatakan, "Empat buah surat kabar lebih berbahaya daripada seribu senapan." Artinya bahwa perkataan, gosip, fitnah atau kata-kata negatif yang dibesar-besarkan bisa berdampak buruk bagi kehidupan orang lain dan menjadi bumerang bagi yang menyebarkannya.
Bagaimana dengan kita? Jika sampai hari ini kita masih sulit mengendalikan ucapan kita, berdoalah dan mohon pertolongan Roh Kudus, karena sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita memperkatakan perkataan yang kotor dan sia-sia!
"Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:36-37
Baca: Efesus 4:17-32
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Efesus 4:29
Punya kemampuan untuk berbicara di depan umum (audience) atau berkata-kata secara lisan dengan baik dan benar adalah hal yang patut disyukuri. Dengan berkata-kata kita dapat mengungkapkan pendapat atau isi hati kita dengan mudah dan dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan orang lain. Tetapi jika kita tidak mampu mengekang lidah kita, ini akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya karena bisa menghancurkan sebuah hubungan dan menyakiti sesama.
Rasul Paulus memperingatkan jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut kita! Perkataan kotor yang dimaksudkan adalah perkataan yang jahat dan buruk, yang dapat menjadi titik awal menyalanya api yang sanggup melukai, membakar dan menghanguskan hidup orang lain. Seringkali tanpa sadar ada banyak kata sia-sia yang meluncur begitu saja dari mulut kita, terlebih-lebih jika kita sedang dikuasai oleh emosi. Yang termasuk dalam perkataan kotor di antaranya adalah: fitnah, yaitu perkataan yang tidak didasari kebenaran yang sengaja disebarkan dengan tujuan menjelek-jelekkan atau merusak nama baik seseorang; gosip, yaitu pergunjingan atau obrolan negatif tentang orang lain; makian, yaitu kata-kata kasar yang diucapkan seseorang karena sedang tersulut marah. Dan masih banyak lagi contoh lainnya! Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan juga kaisar terkenal Perancis pernah mengatakan, "Empat buah surat kabar lebih berbahaya daripada seribu senapan." Artinya bahwa perkataan, gosip, fitnah atau kata-kata negatif yang dibesar-besarkan bisa berdampak buruk bagi kehidupan orang lain dan menjadi bumerang bagi yang menyebarkannya.
Bagaimana dengan kita? Jika sampai hari ini kita masih sulit mengendalikan ucapan kita, berdoalah dan mohon pertolongan Roh Kudus, karena sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita memperkatakan perkataan yang kotor dan sia-sia!
"Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:36-37
Subscribe to:
Posts (Atom)