Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu
dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu
dan ternak mereka dapat minum." Bilangan 20:11
Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali. Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2). Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang
di sorga." (Matius 7:21). Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia. Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.
Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan. Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa. Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun, "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi
airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi
mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." (Bilangan 20:8). Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar! Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya. Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x. Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.
Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.
Inilah konsekuensi bagi Musa: "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12).
Saturday, November 24, 2012
Friday, November 23, 2012
BEBAN SEORANG PEMIMPIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Thursday, November 22, 2012
MENGAMPUNI ORANG LAIN: Tak Terbatas Jumlahnya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2012 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Wednesday, November 21, 2012
TAK ADA YANG SUKAR BAGI TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2012 -
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu Tuhan memberi hujan ke atas muka bumi." 1 Raja-Raja 17:14
Saudara saat ini sedang dalam pergumulan yang berat? Jangan ragu-ragu untuk datang kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikan pertolongan. Jangan pernah berkata bahwa Tuhan tidak peduli dan membiarkan kita bergumul sendirian. Dia sangat peduli! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." (Mazmur 56:9). Janda di Sarfat mengalami pergumulan berat. Di tengah kelaparan hebat yang melanda negeri ia hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Secara logika, janda dan juga anaknya ini sudah tidak memiliki harapan lagi karena tepung dan minyak yang dimilikinya hanya untuk sekali makan. Namun bila Tuhan turut campur tangan di dalamnya, perkara yang dahsyat dan ajaib pasti terjadi.
Sungguh benar apa yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Sedikit tepung dan minyak dalam buli-bulinya tidak habis-habis! Inilah yang dialami oleh janda Sarfat! Ketika ia taat pada perintah abdi Tuhan (Elia), mujizat pun terjadi. Namun berkat atau mujizat itu tidak terjadi begitu saja, Tuhan meminta kerelaan janda itu untuk menaati firman Tuhan lebih dulu. Saat nabi Elia menyampaikan perintah, sang janda tidak ragu atau berdalih dengan berbagai alasan. Dan hasilnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman Tuhan yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16). Cara yang sama juga berlaku bagi janda yang memiliki hutang banyak dan padanya hanya ada sedikit minyak dalam buli-buli (baca 2 Raja-Raja 4:1-7). Ketika janda ini taat kepada Elisa, minyak yang sedikit menjadi melimpah dan memenuhi bejana yang begitu banyak sehingga ia pun bisa melunasi hutangnya dan hidup dari lebihnya.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19, asal kita taat!
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu Tuhan memberi hujan ke atas muka bumi." 1 Raja-Raja 17:14
Saudara saat ini sedang dalam pergumulan yang berat? Jangan ragu-ragu untuk datang kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikan pertolongan. Jangan pernah berkata bahwa Tuhan tidak peduli dan membiarkan kita bergumul sendirian. Dia sangat peduli! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." (Mazmur 56:9). Janda di Sarfat mengalami pergumulan berat. Di tengah kelaparan hebat yang melanda negeri ia hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Secara logika, janda dan juga anaknya ini sudah tidak memiliki harapan lagi karena tepung dan minyak yang dimilikinya hanya untuk sekali makan. Namun bila Tuhan turut campur tangan di dalamnya, perkara yang dahsyat dan ajaib pasti terjadi.
Sungguh benar apa yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Sedikit tepung dan minyak dalam buli-bulinya tidak habis-habis! Inilah yang dialami oleh janda Sarfat! Ketika ia taat pada perintah abdi Tuhan (Elia), mujizat pun terjadi. Namun berkat atau mujizat itu tidak terjadi begitu saja, Tuhan meminta kerelaan janda itu untuk menaati firman Tuhan lebih dulu. Saat nabi Elia menyampaikan perintah, sang janda tidak ragu atau berdalih dengan berbagai alasan. Dan hasilnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman Tuhan yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16). Cara yang sama juga berlaku bagi janda yang memiliki hutang banyak dan padanya hanya ada sedikit minyak dalam buli-buli (baca 2 Raja-Raja 4:1-7). Ketika janda ini taat kepada Elisa, minyak yang sedikit menjadi melimpah dan memenuhi bejana yang begitu banyak sehingga ia pun bisa melunasi hutangnya dan hidup dari lebihnya.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19, asal kita taat!
Tuesday, November 20, 2012
BERKAT BAGI ORANG JUJUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2012 -
Baca: Mazmur 50:1-23
"siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Mazmur 50:23b
Orang-orang dunia boleh saja berkata, "Jujur itu hancur.", tapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus berani berprinsip, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Tidak ada kata 'rugi' apalagi sia-sia bila kita hidup jujur. Justru sebaliknya ada berkat-berkat luar biasa yang disediakan Tuhan bagi orang yang jujur. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang jujur jalannya, bahkan Alkitab mencatat: "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." (Amsal 3:32). Juga dikatakan bahwa "...orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu." (Mazmur 140:14b) dan "...doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8b). Ternyata Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang hidupnya jujur dan doa orang jujur pasti berkenan padaNya!
Suatu ketika saudara-saudara Yusuf menemukan uang di dalam karung mereka setelah membeli gandum di Mesir. "...tampaklah ada pundi-pundi uang masing-masing dalam karungnya;" (Kejadian 42:35). Pastilah uang yang tidak sedikit jumlahnya! Apa yang kita lakukan jika kita mengalami peristiwa yang demikian? Mengembalikan uang tersebut atau kita malah diam saja dan berkata, "Wah...rejeki nomplok nih, kita ambil saja!"? Tapi inilah yang dilakukan saudara-saudara Yusuf, "...ketika kami sampai ke tempat bermalam dan membuka karung kami, tampaklah uang kami masing-masing dengan tidak kurang jumlahnya ada di dalam mulut karung. Tetapi sekarang kami membawanya kembali." (Kejadian 43:21). Mereka mengembalikan uang yang bukan haknya itu. Mereka telah lulus ujian kejujuran!
Ternyata saudara-saudara Yusuf telah mengalami perubahan karakter, berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya di mana mereka telah memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada para saudagar Midian dan membawa berita tidak jujur kepada ayahnya (Yakub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah mati diterkam binatang buas.
Karena jujur, saudara-saudara Yusuf diberkati di tengah kelaparan yang melanda negerinya; mereka tetap terpelihara!
Baca: Mazmur 50:1-23
"siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Mazmur 50:23b
Orang-orang dunia boleh saja berkata, "Jujur itu hancur.", tapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus berani berprinsip, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Tidak ada kata 'rugi' apalagi sia-sia bila kita hidup jujur. Justru sebaliknya ada berkat-berkat luar biasa yang disediakan Tuhan bagi orang yang jujur. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang jujur jalannya, bahkan Alkitab mencatat: "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." (Amsal 3:32). Juga dikatakan bahwa "...orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu." (Mazmur 140:14b) dan "...doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8b). Ternyata Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang hidupnya jujur dan doa orang jujur pasti berkenan padaNya!
Suatu ketika saudara-saudara Yusuf menemukan uang di dalam karung mereka setelah membeli gandum di Mesir. "...tampaklah ada pundi-pundi uang masing-masing dalam karungnya;" (Kejadian 42:35). Pastilah uang yang tidak sedikit jumlahnya! Apa yang kita lakukan jika kita mengalami peristiwa yang demikian? Mengembalikan uang tersebut atau kita malah diam saja dan berkata, "Wah...rejeki nomplok nih, kita ambil saja!"? Tapi inilah yang dilakukan saudara-saudara Yusuf, "...ketika kami sampai ke tempat bermalam dan membuka karung kami, tampaklah uang kami masing-masing dengan tidak kurang jumlahnya ada di dalam mulut karung. Tetapi sekarang kami membawanya kembali." (Kejadian 43:21). Mereka mengembalikan uang yang bukan haknya itu. Mereka telah lulus ujian kejujuran!
Ternyata saudara-saudara Yusuf telah mengalami perubahan karakter, berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya di mana mereka telah memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada para saudagar Midian dan membawa berita tidak jujur kepada ayahnya (Yakub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah mati diterkam binatang buas.
Karena jujur, saudara-saudara Yusuf diberkati di tengah kelaparan yang melanda negerinya; mereka tetap terpelihara!
Monday, November 19, 2012
JUJUR MENJADI HANCUR?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Berliku-liku jalan si penipu, tetapi orang yang jujur lurus perbuatannya." Amsal 21:8
Menurut kamus bahasa Indonesia, arti kata 'jujur' adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Namun di akhir zaman ini seringkali kata 'jujur' hanya menjadi slogan semata. Tapi bagaimana dengan prakteknya?? Terlebih-lebih di akhir zaman ini sulit sekali menemukan orang yang benar-benar jujur dalam menjalani kehidupan ini seperti yang dikeluhkan oleh nabi Mikha, "Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2-3). Bukankah apa yang disampaikan Mikha ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di negeri ini? Korupsi, kolusi dan nepotisme begitu merajalela, ketidakadilan terjadi dimana-mana, hukum bisa dibeli, hakim bisa disuap, kebenaran diputarbalikkan dan sebagainya. Bahkan banyak orang dengan santainya berprinsip: "Kalau jujur, kita bisa hancur." Benarkah?
Haruskah kita sebagai orang percaya mengikuti tren ini yaitu menjalani hidup ini dengan tidak jujur, baik itu dalam hal pekerjaan, bisnis, studi, rumah tangga dan sebagainya? Alkitab mengingatkan agar kita "...jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Tidak jujur berarti bengkok hati, bohong (dusta), curang dan tidak tulus. Dalam Amsal 12:22 dikatakan, "Orang yang dusta bibirnya dalah kekejian bagi Tuhan," dan Alkitab menegaskan bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa dari segala dusta (baca Yohanes 8:44). Tak bosan-bosannya kita diingatkan bahwa kehidupan orang Kristen itu harus berbeda dari dunia ini! Kita harus bisa menjadi garam dunia dan terang dunia (baca Matius 5:13-16). Oleh karena itu kita harus menyadari 'posisi' kita ini. Kepada jemaat di Tesalonika Rasul Paulus menyatakan bahwa "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Rugikah jika kita berbuat jujur dalam menjalani hidup ini? Sama sekali tidak! Justru seharusnya kita malu menjadi seorang Kristen bila perbuatan kita setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan.
"Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, memelihara nyawanya." Amsal 16:17
Baca: Amsal 21:1-31
"Berliku-liku jalan si penipu, tetapi orang yang jujur lurus perbuatannya." Amsal 21:8
Menurut kamus bahasa Indonesia, arti kata 'jujur' adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Namun di akhir zaman ini seringkali kata 'jujur' hanya menjadi slogan semata. Tapi bagaimana dengan prakteknya?? Terlebih-lebih di akhir zaman ini sulit sekali menemukan orang yang benar-benar jujur dalam menjalani kehidupan ini seperti yang dikeluhkan oleh nabi Mikha, "Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2-3). Bukankah apa yang disampaikan Mikha ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di negeri ini? Korupsi, kolusi dan nepotisme begitu merajalela, ketidakadilan terjadi dimana-mana, hukum bisa dibeli, hakim bisa disuap, kebenaran diputarbalikkan dan sebagainya. Bahkan banyak orang dengan santainya berprinsip: "Kalau jujur, kita bisa hancur." Benarkah?
Haruskah kita sebagai orang percaya mengikuti tren ini yaitu menjalani hidup ini dengan tidak jujur, baik itu dalam hal pekerjaan, bisnis, studi, rumah tangga dan sebagainya? Alkitab mengingatkan agar kita "...jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Tidak jujur berarti bengkok hati, bohong (dusta), curang dan tidak tulus. Dalam Amsal 12:22 dikatakan, "Orang yang dusta bibirnya dalah kekejian bagi Tuhan," dan Alkitab menegaskan bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa dari segala dusta (baca Yohanes 8:44). Tak bosan-bosannya kita diingatkan bahwa kehidupan orang Kristen itu harus berbeda dari dunia ini! Kita harus bisa menjadi garam dunia dan terang dunia (baca Matius 5:13-16). Oleh karena itu kita harus menyadari 'posisi' kita ini. Kepada jemaat di Tesalonika Rasul Paulus menyatakan bahwa "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Rugikah jika kita berbuat jujur dalam menjalani hidup ini? Sama sekali tidak! Justru seharusnya kita malu menjadi seorang Kristen bila perbuatan kita setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan.
"Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, memelihara nyawanya." Amsal 16:17
Sunday, November 18, 2012
RAHASIA KEKUATAN DAUD (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2012 -
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Mungkin kita berkata, "Aku sudah berdoa, tapi belum juga ada pertolongan." Dan ketika pertolongan Tuhan belum datang, banyak dari kita yang kemudian putus asa, menyerah dan tidak lagi mau berdoa. Kemudian kita mencoba mengatasi persoalan dengan kekuatan sendiri dan mencari pertolongan kepada manusia.
Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Meski doa kita belum terjawab tetaplah bertekun dalam doa dan nantikanlah Tuhan dengan setia. Pemazmur menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu," (Mazmur 25:3a). Karena itu "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14), sebab terkadang Tuhan mengijinkan doa kita belum dijawab karena Ia hendak menguji ketekutan dan kesetiaan kita. Percayalah bahwa pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, tapi selalu tepat pada waktuNya.
Apakah yang kita takutkan hari ini? Sudahkah kita datang kepada Tuhan dan berdoa dengan sungguh? Janganlah kita menjadi orang Kristen 'jikalau', yang tekun berdoa dan setia beribadah jikalau ditolong dan diberkati Tuhan, tetapi jadilah orang Kristen 'walaupun', yang walaupun belum dijawab doanya, belum disembuhkan dan belum dipulihkan, tetap tekun berdoa, baca firman Tuhan dan melayani Tuhan dengan sungguh. Selain tekun berdoa, Daud senantiasa memuji-muji Tuhan, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Pada saat lemah dan takut Daud senantiasa memuji-muji Tuhan. Ketahuilah bahwa ada kuasa yang dahsyat dalam pujian, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita dan jika Tuhan melawat, perkara besar dan ajaib pasti terjadi. Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6-7).
Tekunlah berdoa dan naikkan pujian bagi Tuhan di segala keadaan, maka kita akan beroleh kekuatan menghadapi semuanya!
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Mungkin kita berkata, "Aku sudah berdoa, tapi belum juga ada pertolongan." Dan ketika pertolongan Tuhan belum datang, banyak dari kita yang kemudian putus asa, menyerah dan tidak lagi mau berdoa. Kemudian kita mencoba mengatasi persoalan dengan kekuatan sendiri dan mencari pertolongan kepada manusia.
Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Meski doa kita belum terjawab tetaplah bertekun dalam doa dan nantikanlah Tuhan dengan setia. Pemazmur menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu," (Mazmur 25:3a). Karena itu "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14), sebab terkadang Tuhan mengijinkan doa kita belum dijawab karena Ia hendak menguji ketekutan dan kesetiaan kita. Percayalah bahwa pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, tapi selalu tepat pada waktuNya.
Apakah yang kita takutkan hari ini? Sudahkah kita datang kepada Tuhan dan berdoa dengan sungguh? Janganlah kita menjadi orang Kristen 'jikalau', yang tekun berdoa dan setia beribadah jikalau ditolong dan diberkati Tuhan, tetapi jadilah orang Kristen 'walaupun', yang walaupun belum dijawab doanya, belum disembuhkan dan belum dipulihkan, tetap tekun berdoa, baca firman Tuhan dan melayani Tuhan dengan sungguh. Selain tekun berdoa, Daud senantiasa memuji-muji Tuhan, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Pada saat lemah dan takut Daud senantiasa memuji-muji Tuhan. Ketahuilah bahwa ada kuasa yang dahsyat dalam pujian, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita dan jika Tuhan melawat, perkara besar dan ajaib pasti terjadi. Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6-7).
Tekunlah berdoa dan naikkan pujian bagi Tuhan di segala keadaan, maka kita akan beroleh kekuatan menghadapi semuanya!
Saturday, November 17, 2012
RAHASIA KEKUATAN DAUD (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2012 -
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:2
Kita akui bahwa masalah selalu menjadi bagian hidup manusia dan tentunya hal itu akan mempengaruhi sikap hidup manusia sehari-hari jika tidak segera terselesaikan. Dan jika sudah terselesaikan maka ada rasa kelegaan yang luar biasa, namun bisa jadi masalah berikutnya yang tidak pernah kita tahu telah mengantri dibelakangnya. Sebagai orang percaya bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Pada umumnya reaksi otomatis yang muncul saat seseorang menghadapi masalah adalah takut. Walau sebenarnya kita sering melihat dan merasakan kuasa mujizat Tuhan dinyatakan atas hidup kita, tapi ketakutan tetap saja menjadi reaksi kita ketika menghadapi masalah. Kita condong untuk takut terlebih dahulu ketimbang percaya pada Tuhan.
Daud, yang adalah manusia biasa seperti kita, selalu kuat dan mampu bertahan di tengah badai hidup yang menderanya. Apa rahasianya? Karena ia menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan dan sumber pengharapan. Daud mengalami sendiri bahwa Tuhan sebagai penolong dalam kesesakan itu sangat terbukti. Siapa yang menjadi perlindungan dan sumber pengharapan Saudara? Orangtua, suami, aset perusahaan, uang, deposito, harta kekayaan atau jabatan? Jika kita berharap dan bersandar pada semua itu kita pasti akan kecewa dan menyesal. Itulah sebabnya Daud tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan, "Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, -sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai." (Mazmur 63:7-8).
Sejak dari muda Daud percaya bahwa satu-satunya pengharapan itu adalah Tuhan (baca Mazmur 71:5). Maka dari itu ia mengambil sikap yang benar yaitu berdoa. Berseru kepada Tuhan adalah langkah untuk memadamkan segala ketakutan dan kekuatiran yang membelengu kita, "Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!" (Mazmur 69:14) dan Tuhan pun "...mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku." (Mazmur 6:10). Sungguh, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). (Bersambung)
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:2
Kita akui bahwa masalah selalu menjadi bagian hidup manusia dan tentunya hal itu akan mempengaruhi sikap hidup manusia sehari-hari jika tidak segera terselesaikan. Dan jika sudah terselesaikan maka ada rasa kelegaan yang luar biasa, namun bisa jadi masalah berikutnya yang tidak pernah kita tahu telah mengantri dibelakangnya. Sebagai orang percaya bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Pada umumnya reaksi otomatis yang muncul saat seseorang menghadapi masalah adalah takut. Walau sebenarnya kita sering melihat dan merasakan kuasa mujizat Tuhan dinyatakan atas hidup kita, tapi ketakutan tetap saja menjadi reaksi kita ketika menghadapi masalah. Kita condong untuk takut terlebih dahulu ketimbang percaya pada Tuhan.
Daud, yang adalah manusia biasa seperti kita, selalu kuat dan mampu bertahan di tengah badai hidup yang menderanya. Apa rahasianya? Karena ia menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan dan sumber pengharapan. Daud mengalami sendiri bahwa Tuhan sebagai penolong dalam kesesakan itu sangat terbukti. Siapa yang menjadi perlindungan dan sumber pengharapan Saudara? Orangtua, suami, aset perusahaan, uang, deposito, harta kekayaan atau jabatan? Jika kita berharap dan bersandar pada semua itu kita pasti akan kecewa dan menyesal. Itulah sebabnya Daud tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan, "Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, -sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai." (Mazmur 63:7-8).
Sejak dari muda Daud percaya bahwa satu-satunya pengharapan itu adalah Tuhan (baca Mazmur 71:5). Maka dari itu ia mengambil sikap yang benar yaitu berdoa. Berseru kepada Tuhan adalah langkah untuk memadamkan segala ketakutan dan kekuatiran yang membelengu kita, "Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!" (Mazmur 69:14) dan Tuhan pun "...mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku." (Mazmur 6:10). Sungguh, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). (Bersambung)
Friday, November 16, 2012
TUHAN YANG BELA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2012 -
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;" Mazmur 56:4
Di tengah zaman yang serba sulit ini tekanan hidup kian berat, akibatnya banyak orang yang mudah stres dan tidak bisa mengendalikan diri. Beberapa waktu lalu di televisi ada berita yang bikin hati kita miris: ada seorang ibu yang rela membuang, bahkan nekat mebunuh bayinya sendiri oleh karena tidak kuat lagi menanggung biaya hidup. Sungguh, saat ini banyak orang diserang oleh berbagai penyakit yang berbahaya, bukan penyakit yang menyerang secara fisik, tapi penyakit yang menyerang jiwa berupa: penyakit kekuatiran, ketakutan, kecemasan, frustasi, stres, putus asa dan sebagainya. Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab utama itu semua.
Alkitab menasihati agar kita tetap kuat di dalam Tuhan. Kita dapat belajar dari kehidupan Daud yang selalu menaruh percayanya kepada Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan saat ia menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Di usia muda, Daud sudah terbiasa menggembalakan domba, dan sebagai gembala pastilah setiap hari ia harus berjuang untuk menjaga dan melindungi domba-dombanya dari ancaman binatang buas yang hendak memangsanya, dan ia mampu. Ketika harus berhadapan dengan Goliat, pahlawan kebanggaan bangsa Filistin, yang secara manusia sulit untuk dikalahkan siapa pun, dengan pertolongan Tuhan Daud pun berhasil mengalahkan si raksasa itu. Dan karena kemenangannya ini Daud di ele-elukan, "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7). Akibatnya Saul yang pada waktu itu menjadi raja Israel sangat tersinggung dan marah, sehingga berbagai upaya dilakukan Saul untuk membunuh Daud, namun karena campur tangan Tuhan, Daud pun dapat terluputkan. Niat jahat Saul tidak pernah terwujud! Ujian yang harus dialami Daud tidak berhenti sampai di situ. Di dalam keluarganya pun ia harus menghadapi pemberontakan anak-anaknya yaitu Absalom dan juga Adonia, yang sangat berambisi untuk menjadi raja.
Tetapi di dalam semuanya itu Daud berkata: "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12).
Daud menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan dan terbukti bahwa Daud mengalami pembelaan dari Tuhan.
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;" Mazmur 56:4
Di tengah zaman yang serba sulit ini tekanan hidup kian berat, akibatnya banyak orang yang mudah stres dan tidak bisa mengendalikan diri. Beberapa waktu lalu di televisi ada berita yang bikin hati kita miris: ada seorang ibu yang rela membuang, bahkan nekat mebunuh bayinya sendiri oleh karena tidak kuat lagi menanggung biaya hidup. Sungguh, saat ini banyak orang diserang oleh berbagai penyakit yang berbahaya, bukan penyakit yang menyerang secara fisik, tapi penyakit yang menyerang jiwa berupa: penyakit kekuatiran, ketakutan, kecemasan, frustasi, stres, putus asa dan sebagainya. Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab utama itu semua.
Alkitab menasihati agar kita tetap kuat di dalam Tuhan. Kita dapat belajar dari kehidupan Daud yang selalu menaruh percayanya kepada Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan saat ia menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Di usia muda, Daud sudah terbiasa menggembalakan domba, dan sebagai gembala pastilah setiap hari ia harus berjuang untuk menjaga dan melindungi domba-dombanya dari ancaman binatang buas yang hendak memangsanya, dan ia mampu. Ketika harus berhadapan dengan Goliat, pahlawan kebanggaan bangsa Filistin, yang secara manusia sulit untuk dikalahkan siapa pun, dengan pertolongan Tuhan Daud pun berhasil mengalahkan si raksasa itu. Dan karena kemenangannya ini Daud di ele-elukan, "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7). Akibatnya Saul yang pada waktu itu menjadi raja Israel sangat tersinggung dan marah, sehingga berbagai upaya dilakukan Saul untuk membunuh Daud, namun karena campur tangan Tuhan, Daud pun dapat terluputkan. Niat jahat Saul tidak pernah terwujud! Ujian yang harus dialami Daud tidak berhenti sampai di situ. Di dalam keluarganya pun ia harus menghadapi pemberontakan anak-anaknya yaitu Absalom dan juga Adonia, yang sangat berambisi untuk menjadi raja.
Tetapi di dalam semuanya itu Daud berkata: "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12).
Daud menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan dan terbukti bahwa Daud mengalami pembelaan dari Tuhan.
Thursday, November 15, 2012
BERDIAM DIRI: Tuhan Akan Bertindak!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2012 -
Baca: Keluaran 14:1-14
"Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Kemarin kita baca bahwa berdiam diri yang dimaksud bukan berarti masa bodoh dan tidak melakukan apa-apa. Berdiam diri di sini berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan membiarkan Dia yang bertindak menggantikan kita. Bukankah seringkali kita merasa mampu, lalu bertindak dengan mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri mengatasi permasalahan yang kita alami, dan tidak 'berdiam diri' dalam doa dan mencari hadirat Tuhan? FirmanNya berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu. Tetapi kamu enggan, kamu berkata: 'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." (Yesaya 30:15-16). Mengandalkan kekuatan sendiri dan berharap kepada manusia adalah sia-sia, bahkan Alkitab menegaskan bahwa itu adalah perbuatan yang terkutuk (baca Yeremia 17:5).
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan Firaun bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam kepanikannya mereka mengeluh, mengomel dan menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Lalu Musa berkata, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). Secara manusia perintah Musa untuk berdiam diri saat musuh sedang menyerang itu sangat tidak masuk akal! Namun Musa hendak mengajarkan bangsa Israel untuk bergantung pada Tuhan sepenuhnya di segala keadaan, berserah penuh kepada Tuhan sebagai tanda bahwa kita ini tak berdaya, tak mampu, lemah dan sangat terbatas. Ketika kita mengangkat tangan, itulah kesempatan bagi Tuhan untuk turun tangan menolong menyatakan kuasaNya atas kita, "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (ayat nas).
Sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Akhirnya kemenangan ada di pihak bangsa Israel ketika mereka mau berserah penuh kepada Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala hal, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-aoa." Yohanes 15:5b
Baca: Keluaran 14:1-14
"Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Kemarin kita baca bahwa berdiam diri yang dimaksud bukan berarti masa bodoh dan tidak melakukan apa-apa. Berdiam diri di sini berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan membiarkan Dia yang bertindak menggantikan kita. Bukankah seringkali kita merasa mampu, lalu bertindak dengan mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri mengatasi permasalahan yang kita alami, dan tidak 'berdiam diri' dalam doa dan mencari hadirat Tuhan? FirmanNya berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu. Tetapi kamu enggan, kamu berkata: 'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." (Yesaya 30:15-16). Mengandalkan kekuatan sendiri dan berharap kepada manusia adalah sia-sia, bahkan Alkitab menegaskan bahwa itu adalah perbuatan yang terkutuk (baca Yeremia 17:5).
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan Firaun bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam kepanikannya mereka mengeluh, mengomel dan menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Lalu Musa berkata, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). Secara manusia perintah Musa untuk berdiam diri saat musuh sedang menyerang itu sangat tidak masuk akal! Namun Musa hendak mengajarkan bangsa Israel untuk bergantung pada Tuhan sepenuhnya di segala keadaan, berserah penuh kepada Tuhan sebagai tanda bahwa kita ini tak berdaya, tak mampu, lemah dan sangat terbatas. Ketika kita mengangkat tangan, itulah kesempatan bagi Tuhan untuk turun tangan menolong menyatakan kuasaNya atas kita, "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (ayat nas).
Sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Akhirnya kemenangan ada di pihak bangsa Israel ketika mereka mau berserah penuh kepada Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala hal, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-aoa." Yohanes 15:5b
Wednesday, November 14, 2012
TIDAK BISA DIAM DAN TENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2012 -
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Tuesday, November 13, 2012
INGIN MENIKMATI SEMUA YANG BAIK?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2012 -
Baca: Mazmur 34:1-23
"Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?" Mazmur 34:13
Sejak dari semula, Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kehidupan umatNya, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, semua yang baik itu datangnya dari Tuhan. Sebaliknya, Iblis selalu memiliki rancangan yang jahat dan buruk bagi kehidupan manusia, karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Adakah di antara kita yang mau mengalami hal-hal yang tidak baik atau buruk dalam hidup ini? Tentulah tak seorang pun mau!
Daud, yang dalam perjalanan hidupnya mengalami banyak masalah dan penderitaan, bahkan sampai harus berpura-pura gila karena beratnya tekanan hidup, membagikan pengalaman pribadinya yang luar biasa bersama dengan Tuhan. Ia memberikan rahasia bagaimana supaya kita bisa mengalami kebaikan dari Tuhan. Pertama, "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14). Mari berhati-hati dengan apa yang Saudara perkatakan, karena "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ingat, ada kuasa dalam setiap perkataan kita. Oleh sebab itu perkatakan selalu hal-hal yang positif (firman Tuhan), maka semua yang baik akan terjadi dalam hidup kita.
Kedua, "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik," (Mazmur 34:15a). Artinya kita harus hidup sesuai dengan firman Tuhan. Selama kita hidup dalam ketidaktaatan kita tidak akan pernah mengalami kebaikan Tuhan. Jadi jika selama ini kita telah menyimpang dari jalan Tuhan, jangan tunda waktu untuk segera bertobat!
Ketiga, "...carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!" (Mazmur 34:15b). Jangan menyimpan kepahitan, dendam atau sakit hati! Berilah pengampunan kepada semua orang, sebab jika kita tidak mengampuni orang lain, Tuhan juga tidak akan mengampuni dosa-dosa kita! (baca Matius 6:15).
Menaati firman Tuhan adalah rahasia untuk mengalami dan menikmati semua yang baik dari Tuhan!
Baca: Mazmur 34:1-23
"Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?" Mazmur 34:13
Sejak dari semula, Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kehidupan umatNya, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, semua yang baik itu datangnya dari Tuhan. Sebaliknya, Iblis selalu memiliki rancangan yang jahat dan buruk bagi kehidupan manusia, karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Adakah di antara kita yang mau mengalami hal-hal yang tidak baik atau buruk dalam hidup ini? Tentulah tak seorang pun mau!
Daud, yang dalam perjalanan hidupnya mengalami banyak masalah dan penderitaan, bahkan sampai harus berpura-pura gila karena beratnya tekanan hidup, membagikan pengalaman pribadinya yang luar biasa bersama dengan Tuhan. Ia memberikan rahasia bagaimana supaya kita bisa mengalami kebaikan dari Tuhan. Pertama, "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14). Mari berhati-hati dengan apa yang Saudara perkatakan, karena "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ingat, ada kuasa dalam setiap perkataan kita. Oleh sebab itu perkatakan selalu hal-hal yang positif (firman Tuhan), maka semua yang baik akan terjadi dalam hidup kita.
Kedua, "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik," (Mazmur 34:15a). Artinya kita harus hidup sesuai dengan firman Tuhan. Selama kita hidup dalam ketidaktaatan kita tidak akan pernah mengalami kebaikan Tuhan. Jadi jika selama ini kita telah menyimpang dari jalan Tuhan, jangan tunda waktu untuk segera bertobat!
Ketiga, "...carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!" (Mazmur 34:15b). Jangan menyimpan kepahitan, dendam atau sakit hati! Berilah pengampunan kepada semua orang, sebab jika kita tidak mengampuni orang lain, Tuhan juga tidak akan mengampuni dosa-dosa kita! (baca Matius 6:15).
Menaati firman Tuhan adalah rahasia untuk mengalami dan menikmati semua yang baik dari Tuhan!
Monday, November 12, 2012
MEWASPADAI ISI HATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2012 -
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." Mazmur 73:1
Keberadaan hati kita ini ibarat sebuah kebun. Bila kebun itu selalu kita jaga dan kita rawat setiap hari, kebun itu akan menjadi lahan yang subur dan siap untuk ditanami benih, yang pada akhirnya akan menghasilkan tuaian yang baik. Sebaliknya jika kebun itu kita biarkan terbengkalai, maka di dalam kebun itu akan tumbuh banyak ilalang dan semak belukar yang justru akan menghambat tumbuhnya benih yang kita semai. Begitu juga dengan hati, kita perlu menjaga, merawat dan menanaminya dengan benih yang baik dan positif yaitu firman Tuhan, sehingga isi hati kita bersih dari segala 'kotoran'.
Mengapa kita harus selalu menjaga hati kita tetap bersih? Sebab bila hati kita bersih (murni), Tuhan akan berkenan hadir dan mencurahkan berkat-berkatNya. Dikatakan, "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu." (Mazmur 24:4-5), dan "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menyediakan upah bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih (murni): ada berkat, perlindungan, bahkan ia akan melihat Tuhan. Jadi Dia berkenan memilih seseorang dan memberkatinya bukan berdasarkan penampilan fisik, kepintaran, kekayaan yang dimiliki, padatnya jadwal pelayanan atau aktivitas rohani yang dikerjakan, tetapi Dia melihat isi hatinya.
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Sudah bersihkah atau masih banyak 'kotoran', hal-hal jahat dan akar pahit yang terkandung di dalamnya? Nah, supaya hati kita bersih dan murni, tidak ada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan, berdoa dengan mencurahkan isi hati dengan jujur dan membuka hati untuk selalu dikoreksi oleh firmanNya, itulah proses menuju kemurnian hati, karena firmanNya itu "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Jika hati kita tidak berkenan kepada Tuhan, maka ibadah dan pelayanan yang kita kerjakan juga sia-sia!
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." Mazmur 73:1
Keberadaan hati kita ini ibarat sebuah kebun. Bila kebun itu selalu kita jaga dan kita rawat setiap hari, kebun itu akan menjadi lahan yang subur dan siap untuk ditanami benih, yang pada akhirnya akan menghasilkan tuaian yang baik. Sebaliknya jika kebun itu kita biarkan terbengkalai, maka di dalam kebun itu akan tumbuh banyak ilalang dan semak belukar yang justru akan menghambat tumbuhnya benih yang kita semai. Begitu juga dengan hati, kita perlu menjaga, merawat dan menanaminya dengan benih yang baik dan positif yaitu firman Tuhan, sehingga isi hati kita bersih dari segala 'kotoran'.
Mengapa kita harus selalu menjaga hati kita tetap bersih? Sebab bila hati kita bersih (murni), Tuhan akan berkenan hadir dan mencurahkan berkat-berkatNya. Dikatakan, "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu." (Mazmur 24:4-5), dan "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menyediakan upah bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih (murni): ada berkat, perlindungan, bahkan ia akan melihat Tuhan. Jadi Dia berkenan memilih seseorang dan memberkatinya bukan berdasarkan penampilan fisik, kepintaran, kekayaan yang dimiliki, padatnya jadwal pelayanan atau aktivitas rohani yang dikerjakan, tetapi Dia melihat isi hatinya.
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Sudah bersihkah atau masih banyak 'kotoran', hal-hal jahat dan akar pahit yang terkandung di dalamnya? Nah, supaya hati kita bersih dan murni, tidak ada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan, berdoa dengan mencurahkan isi hati dengan jujur dan membuka hati untuk selalu dikoreksi oleh firmanNya, itulah proses menuju kemurnian hati, karena firmanNya itu "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Jika hati kita tidak berkenan kepada Tuhan, maka ibadah dan pelayanan yang kita kerjakan juga sia-sia!
Sunday, November 11, 2012
MEWASPADAI ISI HATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2012 -
Baca: Markus 7:1-23
"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,..." Markus 7:21
Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi bagi orang percaya, karena hidup berkenan kepada Tuhan atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang ada di hati kita. Mengapa? Karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Kepada anaknya (Salomo), Daud juga mengingatkan, "Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a). Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan selalu menjaga hati kita supaya tetap berkenan kepada Tuhan. Ayat nas dengan jelas menyatakan bahwa segala pikiran dan perbuatan jahat (percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan lain-lain) bersumber dari hati. "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:23).
Tahu benar bahwa keadaan hati manusia sangan menentukan jalan hidupnya, Iblis berusaha untuk menyerang dan mempengaruhi hati manusia dengan hal-hal yang negatif dan menjadikan hati sebagai sasaran empuknya. Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keragu-raguan, kebencian, kepahitan dan sebagainya adalah hal-hal yang seringkali dipanahkan Iblis hingga manusia menjadi lemah, tak berdaya, putus asa, kehilangan sukacita dan damai sejahteranya. FirmanNya menasihatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jadi kita harus bisa menjaga hati kita dengan penuh kewaspadaan. Waspada berarti selalu berjaga-jaga dan tidak lengah ibarat seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan tertembak oleh musuh (Iblis).
Mari kita belajar dari Daud yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, siap untuk ditegur dan dikoreksi bila isi hatinya mulai tidak benar: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:23-24). (Bersambung)
Baca: Markus 7:1-23
"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,..." Markus 7:21
Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi bagi orang percaya, karena hidup berkenan kepada Tuhan atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang ada di hati kita. Mengapa? Karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Kepada anaknya (Salomo), Daud juga mengingatkan, "Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a). Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan selalu menjaga hati kita supaya tetap berkenan kepada Tuhan. Ayat nas dengan jelas menyatakan bahwa segala pikiran dan perbuatan jahat (percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan lain-lain) bersumber dari hati. "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:23).
Tahu benar bahwa keadaan hati manusia sangan menentukan jalan hidupnya, Iblis berusaha untuk menyerang dan mempengaruhi hati manusia dengan hal-hal yang negatif dan menjadikan hati sebagai sasaran empuknya. Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keragu-raguan, kebencian, kepahitan dan sebagainya adalah hal-hal yang seringkali dipanahkan Iblis hingga manusia menjadi lemah, tak berdaya, putus asa, kehilangan sukacita dan damai sejahteranya. FirmanNya menasihatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jadi kita harus bisa menjaga hati kita dengan penuh kewaspadaan. Waspada berarti selalu berjaga-jaga dan tidak lengah ibarat seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan tertembak oleh musuh (Iblis).
Mari kita belajar dari Daud yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, siap untuk ditegur dan dikoreksi bila isi hatinya mulai tidak benar: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:23-24). (Bersambung)
Saturday, November 10, 2012
IMAN YANG TERUS BERTUMBUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2012 -
Baca: Matius 17:14-21
"Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." Matius 17:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki iman yang teguh. Ditegaskan bahwa setidaknya kita mmemiliki iman sebesar biji sesawi saja. Memang, biji sesawi itu sangat kecil, bahkan bisa dikatakan sebagai biji yang paling kecil dari segala jenis benih, tapi jika ditanam dan bila sudah tumbuh, sesawi itu akan lebih besar dari pada sayuran lain, malahan akan tumbuh menjadi pohon yang besar melebihi pohon-pohon lain sehingga burung-burung dapat berlindung atau bersarang di cabang-cabangnya (baca Matius 13:32). Demikian pula halnya dengan iman. Iman kita tidak boleh statis tapi harus dinamis dan bertumbuh. Karena itu "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (2 Petrus 1:5-7).
Langkah menuju kepada pertumbuhan iman: 1. Karib dengan Tuhan. Dalam Roma 10:17 jelas dinyatakan bahwa iman itu timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, karena itu kita harus banyak menyediakan waktu untuk berdoa, membaca Alkitab dan mendengarkan firman itu setiap hari. Jadi kita harus senantiasa melekat kepada Tuhan, "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b).
2. Ketaatan. Turuti dan lakukan firman Tuhan sehingga iman kita terus bertumbuh. Dikatkan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Abraham diberkati Tuhan dan mengalami penggenapan janji Tuhan karena iman dan ketaatannya telah teruji.
3. Ujian. Adakalanya Tuhan ijinkan masalah dan penderitaan terjadi dalam kehidupan orang percaya. Itu bukan tanpa tujuan! Itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Tuhan hendak melatih iman kita supaya makin teguh!
Milikilah iman yang terus bertumbuh, jangan statis!
Baca: Matius 17:14-21
"Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." Matius 17:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki iman yang teguh. Ditegaskan bahwa setidaknya kita mmemiliki iman sebesar biji sesawi saja. Memang, biji sesawi itu sangat kecil, bahkan bisa dikatakan sebagai biji yang paling kecil dari segala jenis benih, tapi jika ditanam dan bila sudah tumbuh, sesawi itu akan lebih besar dari pada sayuran lain, malahan akan tumbuh menjadi pohon yang besar melebihi pohon-pohon lain sehingga burung-burung dapat berlindung atau bersarang di cabang-cabangnya (baca Matius 13:32). Demikian pula halnya dengan iman. Iman kita tidak boleh statis tapi harus dinamis dan bertumbuh. Karena itu "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (2 Petrus 1:5-7).
Langkah menuju kepada pertumbuhan iman: 1. Karib dengan Tuhan. Dalam Roma 10:17 jelas dinyatakan bahwa iman itu timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, karena itu kita harus banyak menyediakan waktu untuk berdoa, membaca Alkitab dan mendengarkan firman itu setiap hari. Jadi kita harus senantiasa melekat kepada Tuhan, "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b).
2. Ketaatan. Turuti dan lakukan firman Tuhan sehingga iman kita terus bertumbuh. Dikatkan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Abraham diberkati Tuhan dan mengalami penggenapan janji Tuhan karena iman dan ketaatannya telah teruji.
3. Ujian. Adakalanya Tuhan ijinkan masalah dan penderitaan terjadi dalam kehidupan orang percaya. Itu bukan tanpa tujuan! Itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Tuhan hendak melatih iman kita supaya makin teguh!
Milikilah iman yang terus bertumbuh, jangan statis!
Friday, November 9, 2012
KETIDAKPERCAYAAN: Penghalang Mujizat Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2012 -
Baca: Markus 6:1-6a
"Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka." Markus 6:5
Berbicara tentang Tuhan Yesus identik dengan membicarakan kuasa dan mujizat, karena di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti ada mujizat dan kesembuhan. Tetapi pembacaan Alkitab hari ini menyatakan bahwa ketika Tuhan Yesus berada di Nazaret tidak terjadi mujizat sebagaimana yang Ia lakukan di tempat-tempat lain. Mengapa? Apakah kuasa Tuhan Yesus mulai berkurang? Tidak, kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya! Yang menjadi penyebab utama mengapa mujizat Tuhan tidak terjadi di Nazaret adalah karena ketidakpercayaan orang-orang Nazaret itu sendiri. Kalau di dalam suatu kumpulan atau kelompok persekutuan ada yang tidak percaya, itu akan menghalangi mujizat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah mereka. Sebaliknya jika semua orang menjadi percaya atau memiliki iman, walaupun iman kecil sebiji sesawi, itu akan mendatangkan mujizat Tuhan yang tak terbatas seperti tertulis: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah (tercabutlah - Red) engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6).
Darimanakah iman itu berasal? Iman asalnya adalah pemberian Tuhan, bukan muncul dari dalam pribadi kita sendiri. Tertulis: "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kita mendapatkan iman karena Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya. Jadi kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil pemikiran atau logika kita. Ketika Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya, lalu kita percaya dan tetap berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, inilah yang disebut iman, dan itu adalah langkah untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan.
Orang-orang di Nazaret tidak mengalami mujizat bukan hanya karena mereka tidak percaya, tapi juga meremehkan dan menolak keberadaan Tuhan Yesus yang terlihat dari apa yang mereka katakan, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3), karena itu mereka tidak mengalami mujizat dari Tuhan!
(Bersambung)
Baca: Markus 6:1-6a
"Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka." Markus 6:5
Berbicara tentang Tuhan Yesus identik dengan membicarakan kuasa dan mujizat, karena di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti ada mujizat dan kesembuhan. Tetapi pembacaan Alkitab hari ini menyatakan bahwa ketika Tuhan Yesus berada di Nazaret tidak terjadi mujizat sebagaimana yang Ia lakukan di tempat-tempat lain. Mengapa? Apakah kuasa Tuhan Yesus mulai berkurang? Tidak, kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya! Yang menjadi penyebab utama mengapa mujizat Tuhan tidak terjadi di Nazaret adalah karena ketidakpercayaan orang-orang Nazaret itu sendiri. Kalau di dalam suatu kumpulan atau kelompok persekutuan ada yang tidak percaya, itu akan menghalangi mujizat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah mereka. Sebaliknya jika semua orang menjadi percaya atau memiliki iman, walaupun iman kecil sebiji sesawi, itu akan mendatangkan mujizat Tuhan yang tak terbatas seperti tertulis: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah (tercabutlah - Red) engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6).
Darimanakah iman itu berasal? Iman asalnya adalah pemberian Tuhan, bukan muncul dari dalam pribadi kita sendiri. Tertulis: "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kita mendapatkan iman karena Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya. Jadi kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil pemikiran atau logika kita. Ketika Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya, lalu kita percaya dan tetap berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, inilah yang disebut iman, dan itu adalah langkah untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan.
Orang-orang di Nazaret tidak mengalami mujizat bukan hanya karena mereka tidak percaya, tapi juga meremehkan dan menolak keberadaan Tuhan Yesus yang terlihat dari apa yang mereka katakan, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3), karena itu mereka tidak mengalami mujizat dari Tuhan!
(Bersambung)
Thursday, November 8, 2012
FILIPUS: Menjangkau Jiwa di Samaria!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ." Kisah 8:5
Kehidupan orang percaya haruslah berbeda dari orang-orang di luar Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus bisa menjadi 'terang' di tengah dunia yang gelap ini. Jadi, hidup yang menjadi kesaksian itulah kehendak Tuhan bagi kita.
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berjanji kepada murid-muridNya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Amanat Agung Tuhan Yesus ini pun dikerjakan dengan setia oleh murid-muridNya, mereka menjangkau jiwa-jiwa di Yerusalem dan Yudea, tapi seringkali kota Samaria mereka lewatkan. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa orang-orang Samaria itu bukan orang Israel asli, karena pada zaman dahulu (Perjanjian Lama) raja Asyur pernah merebut Samaria dan ia mengangkut orang-orang Samaria ke Asyur ke dalam pembuangan (baca 2 Raja-Raja 17:6), dan ia menggantikan penduduk Samaria itu dengan orang-orang yang dari Babel, Kuta, Awa, Hamat dan Sefarwaim, "...lalu menyuruh mereka diam di kota-kota Samaria menggantikan orang Israel;" (2 Raja-Raja 17:24). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi orang Samaria: menjangkau seorang perempuan pelacur yang akhirnya bertobat, "Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu," (Yohanes 4:39). Juga, Tuhan Yesus memberikan contoh tentang orang Samaria yang baik hati dan penuh kasih (baca Lukas 10:25-37).
Filipus pun mengerjakan tugas pelayanannya dengan baik, bahkan ia mampu menerobos kota Samaria dan memenangkan jiwa di sana. Salah satunya adalah memenangkan seorang kepala bendahara Sri Kandake, ratu Ethiopia.
Filipus bukan hanya menjadi pelayan meja tapi juga seorang pemberita Injil yang berani, bahkan keempat anak perempuannya pun dipenuhi Roh Kudus (baca Kisah 21:9).
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ." Kisah 8:5
Kehidupan orang percaya haruslah berbeda dari orang-orang di luar Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus bisa menjadi 'terang' di tengah dunia yang gelap ini. Jadi, hidup yang menjadi kesaksian itulah kehendak Tuhan bagi kita.
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berjanji kepada murid-muridNya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Amanat Agung Tuhan Yesus ini pun dikerjakan dengan setia oleh murid-muridNya, mereka menjangkau jiwa-jiwa di Yerusalem dan Yudea, tapi seringkali kota Samaria mereka lewatkan. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa orang-orang Samaria itu bukan orang Israel asli, karena pada zaman dahulu (Perjanjian Lama) raja Asyur pernah merebut Samaria dan ia mengangkut orang-orang Samaria ke Asyur ke dalam pembuangan (baca 2 Raja-Raja 17:6), dan ia menggantikan penduduk Samaria itu dengan orang-orang yang dari Babel, Kuta, Awa, Hamat dan Sefarwaim, "...lalu menyuruh mereka diam di kota-kota Samaria menggantikan orang Israel;" (2 Raja-Raja 17:24). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi orang Samaria: menjangkau seorang perempuan pelacur yang akhirnya bertobat, "Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu," (Yohanes 4:39). Juga, Tuhan Yesus memberikan contoh tentang orang Samaria yang baik hati dan penuh kasih (baca Lukas 10:25-37).
Filipus pun mengerjakan tugas pelayanannya dengan baik, bahkan ia mampu menerobos kota Samaria dan memenangkan jiwa di sana. Salah satunya adalah memenangkan seorang kepala bendahara Sri Kandake, ratu Ethiopia.
Filipus bukan hanya menjadi pelayan meja tapi juga seorang pemberita Injil yang berani, bahkan keempat anak perempuannya pun dipenuhi Roh Kudus (baca Kisah 21:9).
Wednesday, November 7, 2012
FILIPUS: Pelayan Tuhan yang Setia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 6:1-7
"Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka." Kisah 6:6
Dalam Alkitab ada dua nama Filipus yang termasuk dua belas murid Yesus (baca Matius 10:1-4) dan Filipus yang diangkat Petrus menjadi pelayan meja (pelayanan diakonia), bisa kita baca dalam Kisah 6:1-7. Yang kita bahas hari ini adalah Filipus si pelayan meja.
Untuk bisa dipercaya sebagai pelayan meja tidaklah mudah dan tentunya bukan sembarangan orang bisa dipercaya. Alkitab menyatakan bahwa seorang pelayan meja haruslah seorang yang "...terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat," (Kisah 6:3). Terkenal baik berarti memiliki reputasi yang baik atau nama baik, hidup tidak bercela sehingga menjadi kesaksian bagi banyak orang dan lingkungannya. Ada tertulis: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1). Selain itu ia haruslah seorang yang hidup penuh Roh dan hikmat, ini berarti senantiasa hidup dalam pimpinan Roh Kudus, yaitu hidup dalam ketaatan. Filipus telah memenuhi kriteria itu. Nama 'Filipus' sendiri berarti 'penerobos'. Sungguh, arti nama yang sesuai dengan kenyataan yang ada di mana Filipus telah mengalami terobosan baru dalam hidupnya: Tuhan memakai hidupnya sebagai alatNya yang luar biasa. Dengan penuh komitmen dan semangat yang menyala-nyala Filipus merespons panggilan Tuhan ini sebagaimana firman Tuhan menasihati: "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan? Ataukah selama ini Anda hanya duduk dan menjadi penonton saja di gereja? Sering kita jumpai banyak sekali orang Kristen yang lebih suka menjadi penonton daripada menjadi pemain, lebih suka banyak berkomentar, mengkritik dan membicarakan kelemahan (kekurangan) para pelayan Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Bukan saatnya lagi menjadi penonton dan komentator dalam pelayanan!
Mari belajar dari Filipus yang setia dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk melayani Tuhan!
Baca: Kisah Para Rasul 6:1-7
"Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka." Kisah 6:6
Dalam Alkitab ada dua nama Filipus yang termasuk dua belas murid Yesus (baca Matius 10:1-4) dan Filipus yang diangkat Petrus menjadi pelayan meja (pelayanan diakonia), bisa kita baca dalam Kisah 6:1-7. Yang kita bahas hari ini adalah Filipus si pelayan meja.
Untuk bisa dipercaya sebagai pelayan meja tidaklah mudah dan tentunya bukan sembarangan orang bisa dipercaya. Alkitab menyatakan bahwa seorang pelayan meja haruslah seorang yang "...terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat," (Kisah 6:3). Terkenal baik berarti memiliki reputasi yang baik atau nama baik, hidup tidak bercela sehingga menjadi kesaksian bagi banyak orang dan lingkungannya. Ada tertulis: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1). Selain itu ia haruslah seorang yang hidup penuh Roh dan hikmat, ini berarti senantiasa hidup dalam pimpinan Roh Kudus, yaitu hidup dalam ketaatan. Filipus telah memenuhi kriteria itu. Nama 'Filipus' sendiri berarti 'penerobos'. Sungguh, arti nama yang sesuai dengan kenyataan yang ada di mana Filipus telah mengalami terobosan baru dalam hidupnya: Tuhan memakai hidupnya sebagai alatNya yang luar biasa. Dengan penuh komitmen dan semangat yang menyala-nyala Filipus merespons panggilan Tuhan ini sebagaimana firman Tuhan menasihati: "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan? Ataukah selama ini Anda hanya duduk dan menjadi penonton saja di gereja? Sering kita jumpai banyak sekali orang Kristen yang lebih suka menjadi penonton daripada menjadi pemain, lebih suka banyak berkomentar, mengkritik dan membicarakan kelemahan (kekurangan) para pelayan Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Bukan saatnya lagi menjadi penonton dan komentator dalam pelayanan!
Mari belajar dari Filipus yang setia dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk melayani Tuhan!
Tuesday, November 6, 2012
MEMBUANG SEMUA KEDAGINGAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2012 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Tuhan menghendaki kita untuk hidup menurut pimpinan Roh kudus dan tidak lagi menuruti keinginan daging, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17), dan sudah sangat jelas bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Jika kita pelajari dalam firman Tuhan, orang yang hidup dalam kedagingan adalah orang yang pikirannya selalu dikuasai oleh keinginan daging atau memikirkan hal-hal yang bersifat daging, "...Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." (Roma 8:5). Bisa saja secara fisik kita rajin dan aktif pergi ke gereja dan persekutuan tetapi pikiran dan hati kita tidak sepenuhnya tertuju kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Matius 15:8-9a). Atau kita sebagai penyandang dana pembangunan gereja, membantu fakir miskin dan anak-anak yatim piatu, tetapi motivasi hati kita tidak benar: bukan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan tapi untuk memuliakan diri sendiri dan mencari pujian dari manusia.
Selain itu orang yang hidup dalam kedagingan sama dengan orang yang munafik. Mereka menjalankan ibadah tapi tidak memiliki rasa takut akan Tuhan, tetapi saja hidup dalam ketidaktaatan. Ibadahnya hanya sebatas lahiriah agar terlihat oleh orang lain. Tuhan sangat membenci orang-orang seperti ini. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:28).
Tuhan menghendaki kita menjadi anak-anakNya yang taat, mau dipimpin oleh Roh Kudus dan membuang segala kedagingan sehingga hidup kita berkenan dan menyenangkan hati Tuhan!
Baca: Galatia 3:1-14
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Tuhan menghendaki kita untuk hidup menurut pimpinan Roh kudus dan tidak lagi menuruti keinginan daging, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17), dan sudah sangat jelas bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Jika kita pelajari dalam firman Tuhan, orang yang hidup dalam kedagingan adalah orang yang pikirannya selalu dikuasai oleh keinginan daging atau memikirkan hal-hal yang bersifat daging, "...Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." (Roma 8:5). Bisa saja secara fisik kita rajin dan aktif pergi ke gereja dan persekutuan tetapi pikiran dan hati kita tidak sepenuhnya tertuju kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Matius 15:8-9a). Atau kita sebagai penyandang dana pembangunan gereja, membantu fakir miskin dan anak-anak yatim piatu, tetapi motivasi hati kita tidak benar: bukan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan tapi untuk memuliakan diri sendiri dan mencari pujian dari manusia.
Selain itu orang yang hidup dalam kedagingan sama dengan orang yang munafik. Mereka menjalankan ibadah tapi tidak memiliki rasa takut akan Tuhan, tetapi saja hidup dalam ketidaktaatan. Ibadahnya hanya sebatas lahiriah agar terlihat oleh orang lain. Tuhan sangat membenci orang-orang seperti ini. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:28).
Tuhan menghendaki kita menjadi anak-anakNya yang taat, mau dipimpin oleh Roh Kudus dan membuang segala kedagingan sehingga hidup kita berkenan dan menyenangkan hati Tuhan!
Monday, November 5, 2012
MEMBUANG SEMUA KEDAGINGAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2012 -
Baca: Roma 8:1-17
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Perikop dari ayat firman Tuhan yang kita baca ini adalah hidup oleh Roh. Artinya, setiap orang percaya yang hidupnya telah dimerdekakan dari dosa melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib wajib hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Segala perbuatan dosa (kedagingan) harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Mengapa kita harus membuang semua perbuatan daging? Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang hidup dalam daging tidak akan mungkin berkenan kepada Tuhan (ayat nas), "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah," (Roma 8:7a). Adalah sia-sia kita aktif beribadah setiap hari Minggu, ikut persekutuan di mana-mana, bahkan terlibat dalam pelayanan jika kita masih saja hidup dalam kedagingan. Dalam suratnya rasul Petrus menegaskan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena itu kita harus hidup sebagai 'manusia baru', yaitu dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan lama kita yang penuh dengan hawa nafsu kedagingan. "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Di tengah dunia yang bobrok ini Iblis dengan 1001 kiat jitunya berusaha untuk menjatuhkan kehidupan orang percaya, sehingga banyak orang Kristen, bahkan para pelayan Tuhan, yang terseret di dalamnya, masih saja hidup dalam kedagingan, terikat dan dikendalikan oleh dosa sehingga melakukan perbuatan dosa dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Ibadah dan pelayanan yang dilakukan dianggap sebagai rutinitas semata. Ibadah dan pelayanan terus berjalan, sementara perbuatan dosa juga enggan dilepaskan; apalah artinya semua itu. Berhati-hatilah! "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). (Bersambung)
Baca: Roma 8:1-17
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Perikop dari ayat firman Tuhan yang kita baca ini adalah hidup oleh Roh. Artinya, setiap orang percaya yang hidupnya telah dimerdekakan dari dosa melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib wajib hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Segala perbuatan dosa (kedagingan) harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Mengapa kita harus membuang semua perbuatan daging? Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang hidup dalam daging tidak akan mungkin berkenan kepada Tuhan (ayat nas), "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah," (Roma 8:7a). Adalah sia-sia kita aktif beribadah setiap hari Minggu, ikut persekutuan di mana-mana, bahkan terlibat dalam pelayanan jika kita masih saja hidup dalam kedagingan. Dalam suratnya rasul Petrus menegaskan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena itu kita harus hidup sebagai 'manusia baru', yaitu dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan lama kita yang penuh dengan hawa nafsu kedagingan. "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Di tengah dunia yang bobrok ini Iblis dengan 1001 kiat jitunya berusaha untuk menjatuhkan kehidupan orang percaya, sehingga banyak orang Kristen, bahkan para pelayan Tuhan, yang terseret di dalamnya, masih saja hidup dalam kedagingan, terikat dan dikendalikan oleh dosa sehingga melakukan perbuatan dosa dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Ibadah dan pelayanan yang dilakukan dianggap sebagai rutinitas semata. Ibadah dan pelayanan terus berjalan, sementara perbuatan dosa juga enggan dilepaskan; apalah artinya semua itu. Berhati-hatilah! "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). (Bersambung)
Sunday, November 4, 2012
TUHAN TAHU PERGUMULAN KITA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2012 -
Baca: Kejadian 47:13-26
"Engkau telah memelihara hidup kami; asal kiranya kami mendapat kasih tuanku, biarlah kami menjadi hamba kepada Firaun." Kejadian 47:25
Meski telah mengalami perlakuan yang tidak adil dari saudara-saudaranya yang menyebabkan hidupnya menderita, Yusuf masih bisa mengucap syukur dan mengambil sisi positif dari setiap peristiwa yang ada, "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 45:7-8). Yusuf sangat percaya bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala perkara dan pasti sanggup mengubah situasi dan kondisi yang buruk sekalipun menjadi berpengharapan. Tertulis: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tuhan bisa saja bertindak dan mencegah Yusuf agar tidak masuk penjara karena Dia adalah pemegang kendali hidup kita. Namun Tuhan punya maksud di balik itu semua. "Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan,
diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:16-21). Ini menunjukkan bahwa rencana Tuhan bagi kita meliputi segala yang terjadi pada kita termasuk di dalamnya kesesakan, krisis, penderitaan, sakit-penyakit dan sebagainya. Namun semuanya itu merupakan bagian dari proses menuju kepada rencana Tuhan.
Jika saat ini kita sedang dalam 'proses' pembentukan Tuhan meskipun kita sudah seturut dengan firman Tuhan, jangan berkecil hati dan tetaplah setia, sebab ada pelangi sehabis hujan!
Dalam segala perkara yakinlah bahwa Tuhan selalu turut bekerja!
Baca: Kejadian 47:13-26
"Engkau telah memelihara hidup kami; asal kiranya kami mendapat kasih tuanku, biarlah kami menjadi hamba kepada Firaun." Kejadian 47:25
Meski telah mengalami perlakuan yang tidak adil dari saudara-saudaranya yang menyebabkan hidupnya menderita, Yusuf masih bisa mengucap syukur dan mengambil sisi positif dari setiap peristiwa yang ada, "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 45:7-8). Yusuf sangat percaya bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala perkara dan pasti sanggup mengubah situasi dan kondisi yang buruk sekalipun menjadi berpengharapan. Tertulis: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tuhan bisa saja bertindak dan mencegah Yusuf agar tidak masuk penjara karena Dia adalah pemegang kendali hidup kita. Namun Tuhan punya maksud di balik itu semua. "Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan,
diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:16-21). Ini menunjukkan bahwa rencana Tuhan bagi kita meliputi segala yang terjadi pada kita termasuk di dalamnya kesesakan, krisis, penderitaan, sakit-penyakit dan sebagainya. Namun semuanya itu merupakan bagian dari proses menuju kepada rencana Tuhan.
Jika saat ini kita sedang dalam 'proses' pembentukan Tuhan meskipun kita sudah seturut dengan firman Tuhan, jangan berkecil hati dan tetaplah setia, sebab ada pelangi sehabis hujan!
Dalam segala perkara yakinlah bahwa Tuhan selalu turut bekerja!
Saturday, November 3, 2012
TUHAN TAHU PERGUMULAN KITA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2012 -
Baca: Kejadian 45:1-28
"Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." Kejadian 45:5
Dalam Alkitab dinyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi dan kita alami tak lepas dari pengawasan mata Tuhan, karena Dia memiliki suatu tujuan di balik setiap persoalan, penderitaan dan sakit-penyakit yang kita alami. Segala keadaan dan pergumulan apa pun yang sedang kita hadapi, Tuhan tahu, seperti yang dikatakan Daud, "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:1-3).
Mungkin kita bertanya, "Mengapa Tuhan ijinkan masalah yang berat terjadi?" Adakalanya Dia ijinkan itu untuk membentuk, memproses dan mengembangkan karakter kita. Selama kita masih menginjakkan kaki di atas bumi ini tak ada seorang pun yang terbebas dari masalah. Perahu atau kapal yang sedang mengarungi lautan dan samudra pasti akan menghadapi ganasnya ombak dan gelombang, bukan? Oleh karena itu belajarlah untuk tetap mengucap syukur dan berpikiran positif di segala keadaan kita. Selalu ada rencanaNya di balik masalah yang terjadi. Hal ini disadari oleh Ayub sehingga di tengah badai hidup yang berat sekali pun ia dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Hari ini kita bisa belajar dari kisah hidup Yusuf yang sungguh luar biasa, orang muda yang harus mengalami penderitaan dan perlakuan yang tidak adil dalam hidupnya dari saudara-saudaranya, teman dan juga majikannya. Proses hidup yang begitu panjang, menyakitkan dan berliku-liku secara manusiawi memberinya alasan untuk kecewa, marah, benci, dendam dan menyimpan akar pahit. Namun Yusuf memiliki karakter yang begitu mulia, tetap mampu memberikan pengampunan kepada saudara-saudaranya dan tidak menyimpan sedikit pun dendam terhadap mereka. (Bersambung)
Baca: Kejadian 45:1-28
"Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." Kejadian 45:5
Dalam Alkitab dinyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi dan kita alami tak lepas dari pengawasan mata Tuhan, karena Dia memiliki suatu tujuan di balik setiap persoalan, penderitaan dan sakit-penyakit yang kita alami. Segala keadaan dan pergumulan apa pun yang sedang kita hadapi, Tuhan tahu, seperti yang dikatakan Daud, "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:1-3).
Mungkin kita bertanya, "Mengapa Tuhan ijinkan masalah yang berat terjadi?" Adakalanya Dia ijinkan itu untuk membentuk, memproses dan mengembangkan karakter kita. Selama kita masih menginjakkan kaki di atas bumi ini tak ada seorang pun yang terbebas dari masalah. Perahu atau kapal yang sedang mengarungi lautan dan samudra pasti akan menghadapi ganasnya ombak dan gelombang, bukan? Oleh karena itu belajarlah untuk tetap mengucap syukur dan berpikiran positif di segala keadaan kita. Selalu ada rencanaNya di balik masalah yang terjadi. Hal ini disadari oleh Ayub sehingga di tengah badai hidup yang berat sekali pun ia dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Hari ini kita bisa belajar dari kisah hidup Yusuf yang sungguh luar biasa, orang muda yang harus mengalami penderitaan dan perlakuan yang tidak adil dalam hidupnya dari saudara-saudaranya, teman dan juga majikannya. Proses hidup yang begitu panjang, menyakitkan dan berliku-liku secara manusiawi memberinya alasan untuk kecewa, marah, benci, dendam dan menyimpan akar pahit. Namun Yusuf memiliki karakter yang begitu mulia, tetap mampu memberikan pengampunan kepada saudara-saudaranya dan tidak menyimpan sedikit pun dendam terhadap mereka. (Bersambung)
Friday, November 2, 2012
FIRMAN TUHAN: Makanan Rohani Orang Percaya! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2012 -
Baca: Mazmur 40:1-18
"aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." Mazmur 40:9
Bagaimana hati kita saat membaca Alkitab? Apakah kita melakukannya dengan terpaksa atau hanya sebatas rutinitas belaka? Dalam Kisah 13:22b dikatakan, "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Daud hidupnya berkenan kepada Tuhan oleh karena ia menyukai Taurat Tuhan dan melakukannya. Perhatikan perkataan Daud ini: "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Sebagai anak-anakNya kita pun harus memiliki perasaan yang sama yaitu mencintai firman Tuhan dan senantiasa mau menuruti segala perintahNya. Bagi orang yang menaruh kasih kepada Tuhan dalam hatinya tidak ada yang terlalu berat untuk dilakukan, dan itulah yang menyenangkan hati Tuhan. Ada tertulis: "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21). Selain itu kita harus benar-benar percaya kepada firmanNya, bukan hanya sekedar membaca, tapi kita meyakini bahwa setiap tulisan yang ada di dalam Injil adalah perkataan Tuhan sendiri yang berkuasa, ya dan amin, "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'" (Roma 1:16-17). Jangan sekali-kali kita membandingkan ayat-ayat dalam Alkitab itu dengan akal dan logika kita atau memperdebatkannya, karena firman Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk diperdebatkan.
Seberapa tekun kita membaca Alkitab? Ada yang tekun selama 1 bulan setelah itu tidak lagi; ada pula yang saat 'terjepit' dengan persoalan saja tekun membaca Alkitab. Tertulis: "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci," (1 Timotius 4:13). Tuhan menghendaki agar kita bertekun setiap hari, jangan sampai lalai dan malas.
Dalam firmanNya terkandung berkat-berkat Tuhan; tanpa kita baca dan renungkan, kita tidak akan mengalami janji dan berkat Tuhan itu.
Baca: Mazmur 40:1-18
"aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." Mazmur 40:9
Bagaimana hati kita saat membaca Alkitab? Apakah kita melakukannya dengan terpaksa atau hanya sebatas rutinitas belaka? Dalam Kisah 13:22b dikatakan, "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Daud hidupnya berkenan kepada Tuhan oleh karena ia menyukai Taurat Tuhan dan melakukannya. Perhatikan perkataan Daud ini: "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Sebagai anak-anakNya kita pun harus memiliki perasaan yang sama yaitu mencintai firman Tuhan dan senantiasa mau menuruti segala perintahNya. Bagi orang yang menaruh kasih kepada Tuhan dalam hatinya tidak ada yang terlalu berat untuk dilakukan, dan itulah yang menyenangkan hati Tuhan. Ada tertulis: "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21). Selain itu kita harus benar-benar percaya kepada firmanNya, bukan hanya sekedar membaca, tapi kita meyakini bahwa setiap tulisan yang ada di dalam Injil adalah perkataan Tuhan sendiri yang berkuasa, ya dan amin, "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'" (Roma 1:16-17). Jangan sekali-kali kita membandingkan ayat-ayat dalam Alkitab itu dengan akal dan logika kita atau memperdebatkannya, karena firman Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk diperdebatkan.
Seberapa tekun kita membaca Alkitab? Ada yang tekun selama 1 bulan setelah itu tidak lagi; ada pula yang saat 'terjepit' dengan persoalan saja tekun membaca Alkitab. Tertulis: "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci," (1 Timotius 4:13). Tuhan menghendaki agar kita bertekun setiap hari, jangan sampai lalai dan malas.
Dalam firmanNya terkandung berkat-berkat Tuhan; tanpa kita baca dan renungkan, kita tidak akan mengalami janji dan berkat Tuhan itu.
Thursday, November 1, 2012
FIRMAN TUHAN: Makanan Rohani Orang Percaya! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2012 -
Baca: Matius 5:1-12
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Matius 5:6
Supaya tetap kuat dan sehat, tubuh jasmani kita membutuhkan makanan dan minuman yang sehat setiap hari. Jika kita sering terlambat makan atau minum, tubuh kita pasti akan lemah dan kita akan mudah terserang penyakit. Demikian pula dengan 'tubuh' rohani kita, juga sangat membutuhkan 'makanan rohani' setiap hari, dan makanan rohani yang dibutuhkan itu adalah firman Tuhan, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4).
Supaya 'tubuh' rohani kita kuat kita pun tidak boleh terlambat mengkonsumsi 'makanan' rohani tersebut. Kita harus makan firman Tuhan itu setiap hari, karena siapa pun kita pasti tidak ada yang berkata, "Aku tidak perlu makan setiap hari, sesekali saja kalau saya menginginkannya." Sesibuk apa pun pekerjaan kita, kalau perut kita sudah lapar, niscaya kita pasti akan mengesampingkan pekerjaan tersebut untuk makan, bukan? Jadi tidaklah cukup hanya seminggu sekali atau dua kali saat mengikuti kebaktian di gereja atau persekutuan saja kita membaca dan merenungkan firman Tuhan. Pemazmur menyatakan, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Ternyata, menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam adalah kunci untuk meraih keberhasilan dalam hidup ini. Karena itu mari kita selalu menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan. Mari jadikan itu sebagai bagian hidup kita sehari-hari, bukan hanya untuk seminggu, sebulan atau setahun, tapi di sepanjang hidup kita. Banyak anak Tuhan, bahkan para pelayan Tuhan yang tidak tekun membaca Alkitab setiap hari. Berbagai kesibukan lain telah mengisi hari-hari mereka sehingga mereka tidak lagi merasa lapar dan haus untuk membaca firman Tuhan. Mari membiasakan diri untuk membaca firman Tuhan setiap hari. (Bersambung)
Baca: Matius 5:1-12
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Matius 5:6
Supaya tetap kuat dan sehat, tubuh jasmani kita membutuhkan makanan dan minuman yang sehat setiap hari. Jika kita sering terlambat makan atau minum, tubuh kita pasti akan lemah dan kita akan mudah terserang penyakit. Demikian pula dengan 'tubuh' rohani kita, juga sangat membutuhkan 'makanan rohani' setiap hari, dan makanan rohani yang dibutuhkan itu adalah firman Tuhan, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4).
Supaya 'tubuh' rohani kita kuat kita pun tidak boleh terlambat mengkonsumsi 'makanan' rohani tersebut. Kita harus makan firman Tuhan itu setiap hari, karena siapa pun kita pasti tidak ada yang berkata, "Aku tidak perlu makan setiap hari, sesekali saja kalau saya menginginkannya." Sesibuk apa pun pekerjaan kita, kalau perut kita sudah lapar, niscaya kita pasti akan mengesampingkan pekerjaan tersebut untuk makan, bukan? Jadi tidaklah cukup hanya seminggu sekali atau dua kali saat mengikuti kebaktian di gereja atau persekutuan saja kita membaca dan merenungkan firman Tuhan. Pemazmur menyatakan, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Ternyata, menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam adalah kunci untuk meraih keberhasilan dalam hidup ini. Karena itu mari kita selalu menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan. Mari jadikan itu sebagai bagian hidup kita sehari-hari, bukan hanya untuk seminggu, sebulan atau setahun, tapi di sepanjang hidup kita. Banyak anak Tuhan, bahkan para pelayan Tuhan yang tidak tekun membaca Alkitab setiap hari. Berbagai kesibukan lain telah mengisi hari-hari mereka sehingga mereka tidak lagi merasa lapar dan haus untuk membaca firman Tuhan. Mari membiasakan diri untuk membaca firman Tuhan setiap hari. (Bersambung)
Wednesday, October 31, 2012
MASIHKAH ADA BERHALA DI HIDUPMU?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 115:1-18
"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia," Mazmur 115:4
Di atas gunung Sinai Tuhan memberikan 10 perintahNya kepada Musa untuk disampaikan kepada umatNya. Kesepuluh perintah itu kita kenal sebagai 10 hukum Taurat. Sebagai orang percaya tentunya kita sudah tahu isi dari 10 hukum Taurat tersebut, bahkan kita pasti hafal karena hal ini sudah diajarkan sejak kita duduk di bangku Sekolah Minggu. Salah satu perintah Tuhan itu berbunyi, "Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku." (Keluaran 20:3). Artinya Tuhan melarang kita untuk menyembah kepada berhala atau ilah lain karena ini akan "...membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21). Apa itu berhala? Berhala adalah sesuatu yang didewakan, yang disembah dan dipuja, bisa berupa: patung, pohon besar yang dikeramatkan, kuburan, jimat dan lain-lain.
Namun seringkali kita tidak sadar bahwa ada berhala-berhala lain yang lebih 'modern' yang masih ada di dalam kehidupan kita. Ketika kita lebih mengutamakan 'sesuatu' lebih daripada Tuhan, itu juga disebut berhala. Jadi berhala bukan hanya berupa benda-benda, bisa saja itu uang, kekayaan, toko, perusahaan, pekerjaan, jabatan, popularitas, hobi, suami, isteri dan sebagainya. Masih banyak orang Kristen yang lebih mencintai uang atau hartanya daripada Tuhan; ada istri yang lebih 'takut' pada suaminya daripada takut kepada Tuhan, padahal suaminya hidup tidak benar; ada pula yang lebih suka menghabiskan waktunya demi hobi daripada beribadah; ada pula yang waktunya habis untuk kerja, kerja dan kerja, sedangkan untuk perkara-perkara rohani tidak punya waktu, dan masih banyak lagi.
Dengan keras Tuhan berkata, "Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu," (Kejadian 35:2). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak senang jika kita memberhalakan sesuatu apa pun itu. Itu menjadi kebencian Tuhan karena merupakan perzinahan rohani. Hari ini, jika masih punya benda-benda yang kita anggap 'suci', segerlah buang benda-benda tersebut. Mari kita mengasihi dan mengutamakan Tuhan lebih dari segalanya karena hanya Dia saja yang layak dipuji dan disembah.
Jangan pernah menduakan Tuhan dengan apa pun juga. Tuhan adalah Allah yang Pencemburu, karena itu jangan permainkan Dia!
Baca: Mazmur 115:1-18
"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia," Mazmur 115:4
Di atas gunung Sinai Tuhan memberikan 10 perintahNya kepada Musa untuk disampaikan kepada umatNya. Kesepuluh perintah itu kita kenal sebagai 10 hukum Taurat. Sebagai orang percaya tentunya kita sudah tahu isi dari 10 hukum Taurat tersebut, bahkan kita pasti hafal karena hal ini sudah diajarkan sejak kita duduk di bangku Sekolah Minggu. Salah satu perintah Tuhan itu berbunyi, "Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku." (Keluaran 20:3). Artinya Tuhan melarang kita untuk menyembah kepada berhala atau ilah lain karena ini akan "...membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21). Apa itu berhala? Berhala adalah sesuatu yang didewakan, yang disembah dan dipuja, bisa berupa: patung, pohon besar yang dikeramatkan, kuburan, jimat dan lain-lain.
Namun seringkali kita tidak sadar bahwa ada berhala-berhala lain yang lebih 'modern' yang masih ada di dalam kehidupan kita. Ketika kita lebih mengutamakan 'sesuatu' lebih daripada Tuhan, itu juga disebut berhala. Jadi berhala bukan hanya berupa benda-benda, bisa saja itu uang, kekayaan, toko, perusahaan, pekerjaan, jabatan, popularitas, hobi, suami, isteri dan sebagainya. Masih banyak orang Kristen yang lebih mencintai uang atau hartanya daripada Tuhan; ada istri yang lebih 'takut' pada suaminya daripada takut kepada Tuhan, padahal suaminya hidup tidak benar; ada pula yang lebih suka menghabiskan waktunya demi hobi daripada beribadah; ada pula yang waktunya habis untuk kerja, kerja dan kerja, sedangkan untuk perkara-perkara rohani tidak punya waktu, dan masih banyak lagi.
Dengan keras Tuhan berkata, "Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu," (Kejadian 35:2). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak senang jika kita memberhalakan sesuatu apa pun itu. Itu menjadi kebencian Tuhan karena merupakan perzinahan rohani. Hari ini, jika masih punya benda-benda yang kita anggap 'suci', segerlah buang benda-benda tersebut. Mari kita mengasihi dan mengutamakan Tuhan lebih dari segalanya karena hanya Dia saja yang layak dipuji dan disembah.
Jangan pernah menduakan Tuhan dengan apa pun juga. Tuhan adalah Allah yang Pencemburu, karena itu jangan permainkan Dia!
Tuesday, October 30, 2012
MENJADI KEPALA DAN BUKAN EKOR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2012 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13b
Renungan kemarin menyatakan bahwa menjadi 'kepala' berbicara tentang kualitas hidup seseorang yang mampu menjadi teladan dan memiliki dampak bagi orang lain. Sementara soal jabatan atau posisi dalam pekerjaan, harta, kekayaan, promosi dan sebagainya adalah 'bonus' dari Tuhan, karena Tuhan tidak menghendaki anak-anaknya hanya menjadi 'ekor' dan terus mengalami penurunan kualitas hidup. Kita semua tahu menjadi 'ekor' berarti hanya menjadi pengikut, seperti kata 'mengekor' yang berarti menjadi pecundang, padahal firmanNya menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Untuk bisa menjadi 'kepala' dan terus mengalami peningkatan dalam hidup ini ada proses yang harus kita jalani yaitu harus tunduk kepada instruksi firman Tuhan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1). Kata 'jika' (Ulangan 28:1) dan 'apabila' (Ulangan 28:13 dan 14) berarti sebuah syarat untuk meraih janji Tuhan. Syarat utamanya adalah mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia. Kemudian kita tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri (Ulangan 28:14), maka Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan Ia akan membawa kita semakin naik. Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yosua agar ia senantiasa merenungkan firmanNya dan melakukannya, "...dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan hanya complain kepada Tuhan dan menuntut hak-hak kita saja sementara kita sendiri tidak memenuhi kewajiban atau mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam ketaatan. Asal kita taat dan setia kepada Tuhan maka Dia pun tidak akan pernah lalai menggenapi janji firmanNya.
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Baca: Ulangan 28:1-14
"apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13b
Renungan kemarin menyatakan bahwa menjadi 'kepala' berbicara tentang kualitas hidup seseorang yang mampu menjadi teladan dan memiliki dampak bagi orang lain. Sementara soal jabatan atau posisi dalam pekerjaan, harta, kekayaan, promosi dan sebagainya adalah 'bonus' dari Tuhan, karena Tuhan tidak menghendaki anak-anaknya hanya menjadi 'ekor' dan terus mengalami penurunan kualitas hidup. Kita semua tahu menjadi 'ekor' berarti hanya menjadi pengikut, seperti kata 'mengekor' yang berarti menjadi pecundang, padahal firmanNya menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Untuk bisa menjadi 'kepala' dan terus mengalami peningkatan dalam hidup ini ada proses yang harus kita jalani yaitu harus tunduk kepada instruksi firman Tuhan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi." (Ulangan 28:1). Kata 'jika' (Ulangan 28:1) dan 'apabila' (Ulangan 28:13 dan 14) berarti sebuah syarat untuk meraih janji Tuhan. Syarat utamanya adalah mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia. Kemudian kita tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri (Ulangan 28:14), maka Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan Ia akan membawa kita semakin naik. Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yosua agar ia senantiasa merenungkan firmanNya dan melakukannya, "...dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan hanya complain kepada Tuhan dan menuntut hak-hak kita saja sementara kita sendiri tidak memenuhi kewajiban atau mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam ketaatan. Asal kita taat dan setia kepada Tuhan maka Dia pun tidak akan pernah lalai menggenapi janji firmanNya.
"Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan." Yesaya 48:3
Monday, October 29, 2012
MENJADI KEPALA DAN BUKAN EKOR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2012 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," Ulangan 28:13a
Jika kita memperhatikan keadaan dunia hari-hari ini sungguh makin mencemaskan: goncangan, krisis dan bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga oleh siapa pun. Setiap orang punya cukup alasan untuk takut dan kuatir akan masa depannya. Namun sebagai orang percaya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh firman Tuhan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Apakah dengan bergoncangnya dunia ini, janji Tuhan Tuhan juga turut tergoncang dan berubah kuasanya? Janji firmanNya takkan tergoyahkan oleh keadaan apa pun yang ada di dunia ini, karena "...firman Allah tidak mungkin gagal." (Roma 9:6) dan "...tetap untuk selama-lamanya." (1 Petrus 1:25). Jadi di segala situasi, segala kondisi dan segala keadaan, janji Tuhan tetap berlaku bagi orang percaya. Salah satu janji Tuhan adalah Ia akan mengangkat anak-anakNya menjadi kepala dan bukan ekor, akan tetap naik dan bukan turun. Apa maksudnya? Selama ini banyak orang Kristen yang salah mengerti dengan arti ayat ini. Menjadi 'kepala' selalu kita identikkan dengan pangkat atau jabatan tinggi seseorang dalam sebuah pekerjaan atau instansi, sehingga ada yang berkata, "Katanya Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan terus naik, buktinya selama bertahun-tahun saya hanya menjadi karyawan biasa, tetap tidak mengalami peningkatan."
Menjadi 'kepala' memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya sebatas itu; menjadi 'kepala' berarti kehidupan kita menjadi berkat, teladan dan membawa pengaruh yang luar biasa bagi banyak orang. Kita menjadi panutan bagi banyak orang; ke mana 'kepala' pergi, ke situ 'ekor' pasti akan mengikuti. Bukan berbicara soal pangkat atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang tapi menekankan pada 'kualitas' hidupnya. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Masih banyak orang Kristen yang menjalani hidup kekristenannya dengan biasa-biasa saja, tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, tidak naik dan tidak turun, nothing special, sehingga hidupnya sama sekali tidak berdampak!
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," Ulangan 28:13a
Jika kita memperhatikan keadaan dunia hari-hari ini sungguh makin mencemaskan: goncangan, krisis dan bencana alam terjadi di mana-mana tanpa dapat diduga oleh siapa pun. Setiap orang punya cukup alasan untuk takut dan kuatir akan masa depannya. Namun sebagai orang percaya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh firman Tuhan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Apakah dengan bergoncangnya dunia ini, janji Tuhan Tuhan juga turut tergoncang dan berubah kuasanya? Janji firmanNya takkan tergoyahkan oleh keadaan apa pun yang ada di dunia ini, karena "...firman Allah tidak mungkin gagal." (Roma 9:6) dan "...tetap untuk selama-lamanya." (1 Petrus 1:25). Jadi di segala situasi, segala kondisi dan segala keadaan, janji Tuhan tetap berlaku bagi orang percaya. Salah satu janji Tuhan adalah Ia akan mengangkat anak-anakNya menjadi kepala dan bukan ekor, akan tetap naik dan bukan turun. Apa maksudnya? Selama ini banyak orang Kristen yang salah mengerti dengan arti ayat ini. Menjadi 'kepala' selalu kita identikkan dengan pangkat atau jabatan tinggi seseorang dalam sebuah pekerjaan atau instansi, sehingga ada yang berkata, "Katanya Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan terus naik, buktinya selama bertahun-tahun saya hanya menjadi karyawan biasa, tetap tidak mengalami peningkatan."
Menjadi 'kepala' memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya sebatas itu; menjadi 'kepala' berarti kehidupan kita menjadi berkat, teladan dan membawa pengaruh yang luar biasa bagi banyak orang. Kita menjadi panutan bagi banyak orang; ke mana 'kepala' pergi, ke situ 'ekor' pasti akan mengikuti. Bukan berbicara soal pangkat atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang tapi menekankan pada 'kualitas' hidupnya. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Masih banyak orang Kristen yang menjalani hidup kekristenannya dengan biasa-biasa saja, tidak jauh berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan, tidak naik dan tidak turun, nothing special, sehingga hidupnya sama sekali tidak berdampak!
Sunday, October 28, 2012
JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2012 -
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian, "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Inilah yang dilakukan oleh Abraham: Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21). Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.
Bagaimana kita? Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan. Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati, "Apakah benar janji Tuhan itu? Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?" Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan." (Yesaya 55:8). Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.
Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita. Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Benar apa yang dikatakan oleh pemazmur demikian, "Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Nabi Habakuk memberi nasihat agar kita tidak putus asa dan terus menanti-nantikan Tuhan pada waktu kelihatannya janji Tuhan itu berlambat-lambat, karena pada saatnya "...sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Inilah yang dilakukan oleh Abraham: Tidak bimbang dan tetap menanti janji Tuhan, "...malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20-21). Abraham tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada, tapi berusaha untuk menyingkirkan segala kebimbangan yang ada dan menguatkan iman percayanya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa untuk melakukan segala perkara.
Bagaimana kita? Seringkali sikon mempengaruhi sikap kita terhadap janji Tuhan. Kita dikalahkan dengan apa yang terlihat oleh mata jasmani kita sehingga kita pun bertanya dalam hati, "Apakah benar janji Tuhan itu? Apakah Tuhan sanggup menyembuhkan sakitku, sedangkan dokter saja sudah angkat tangan?" Mari, jangan biarkan logika kita membatasi cara Tuhan bekerja karena sampai kapan pun kita tidak akan mampu menyelami pikiran Tuhan, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan." (Yesaya 55:8). Justru dalam keadaan demikian, kita harus makin melekat kepada Tuhan.
Banyak dari kita yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan dan meninggalkan jam-jam ibadahnya oleh karena kita belum memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kita. Bukannya Tuhan lupa dan ingkar terhadap apa yang Dia janjikan, namun terkadang Tuhan ijinkan hal itu terjadi karena Dia ingin memproses dan mendewasakan kita.
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Saturday, October 27, 2012
JANJI TUHAN PASTI DIGENAPI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2012 -
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Kebimbangan adalah senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Rasa bimbang inilah yang mengakibatkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban dan kita tidak dapat menikmati janji Tuhan. Tertulis: "asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Yakobus juga menegaskan bahwa "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Banyak anak Tuhan yang mudah kecewa, menyerah di tengah jalan dan tidak lagi bertekun mencari Tuhan saat mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan.
Mari kita belajar dari kehidupan Abraham yang tetap tekun menantikan janji Tuhan meski harus melalui proses yang begitu lama. Alkitab mencatat bahwa Tuhan menjanjikan keturunan kepada Abraham, bahkan Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya (baca Kejadian 13:16) dan juga seperti bintang-bintang bertebaran di langit (baca Kejadian 15:5). Terhadap janji Tuhan ini "...percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Padahal secara manusia itu mustahil, karena pada saat menerima janji Tuhan itu usia Abraham sudah tua dan rahim isterinya sudah tertutup karena juga sudah berusia lanjut. Karena itu mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tersebut. Tapi akhirnya janji Tuhan benar-benar digenapi, "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:2, 5).
Proses penantian Abraham terhadap janji Tuhan ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena ia harus menantikan janji Tuhan dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan selama bertahun-tahun. (Bersambung)
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Kebimbangan adalah senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan iman orang percaya. Rasa bimbang inilah yang mengakibatkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban dan kita tidak dapat menikmati janji Tuhan. Tertulis: "asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Yakobus juga menegaskan bahwa "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Banyak anak Tuhan yang mudah kecewa, menyerah di tengah jalan dan tidak lagi bertekun mencari Tuhan saat mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan.
Mari kita belajar dari kehidupan Abraham yang tetap tekun menantikan janji Tuhan meski harus melalui proses yang begitu lama. Alkitab mencatat bahwa Tuhan menjanjikan keturunan kepada Abraham, bahkan Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya (baca Kejadian 13:16) dan juga seperti bintang-bintang bertebaran di langit (baca Kejadian 15:5). Terhadap janji Tuhan ini "...percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Padahal secara manusia itu mustahil, karena pada saat menerima janji Tuhan itu usia Abraham sudah tua dan rahim isterinya sudah tertutup karena juga sudah berusia lanjut. Karena itu mereka sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tersebut. Tapi akhirnya janji Tuhan benar-benar digenapi, "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:2, 5).
Proses penantian Abraham terhadap janji Tuhan ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena ia harus menantikan janji Tuhan dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan selama bertahun-tahun. (Bersambung)
Friday, October 26, 2012
LUNTURNYA 'HATI HAMBA' (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2012 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sungguh, bukanlah perkara yang mudah mempertahankan 'hati hamba' di tengah-tengah hiruk-pikuknya pelayanan, karena seringkali si hamba Tuhan menjadi fokus perhatian utama jemaat, apalagi bila pelayanannya kian maju. Status hamba Tuhan menjadi 'istimewa', di mana-mana dihormati, berbagai fasilitas mengalir deras, bahkan ada pula yang sampai pasang bandrol atau tarif jika diundang dan menjadikan status 'hamba Tuhan' ini sebagai profesi untuk mendapatkan upah. Ingat, tugas seorang hamba Tuhan adalah untuk melayani, bukan minta dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kita yang saat ini sedang dipercaya oleh Tuhan untuk melayaniNya: sebagai pemberita Injil (pengkhotbah), gembala sidang, Worship Leader dan sebagainya, berhati-hatilah jangan sampai 'hati hamba' kita menjadi luntur dan terkikis oleh karena pujian dan hormat manusia. Seharusnya semakin kita dipakai Tuhan, semakin kita memiliki kerendahan hati seperti Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Sebagai seorang hamba, kita harus taat kepada Tuhan Yesus dengan penuh integritas. Artinya kita harus taat luar-dalam seperti Rasul Paulus yang "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Upah, balas jasa dan pujian dari manusia tak pernah terbersit di dalam hati dan juga angan-angannya.
Sekali lagi marilah kita ingat bahwa kita ini hanyalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita; Tuan tidak perlu berterima kasih kepada hambanya, sebab itu memang sudah menjadi tugas yang harus kita kerjakan. Mari kita jaga sikap hati kita dalam melayani Tuhan. jangan sampai nantinya Tuhan menolak kita dan mengatakan bahwa kita ini disebut 'pembuat kejahatan' (baca Matius 7:23).
Jadilah hamba Tuhan yang senantiasa punya 'hati hamba'!
Baca: Lukas 17:7-10
"Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sungguh, bukanlah perkara yang mudah mempertahankan 'hati hamba' di tengah-tengah hiruk-pikuknya pelayanan, karena seringkali si hamba Tuhan menjadi fokus perhatian utama jemaat, apalagi bila pelayanannya kian maju. Status hamba Tuhan menjadi 'istimewa', di mana-mana dihormati, berbagai fasilitas mengalir deras, bahkan ada pula yang sampai pasang bandrol atau tarif jika diundang dan menjadikan status 'hamba Tuhan' ini sebagai profesi untuk mendapatkan upah. Ingat, tugas seorang hamba Tuhan adalah untuk melayani, bukan minta dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kita yang saat ini sedang dipercaya oleh Tuhan untuk melayaniNya: sebagai pemberita Injil (pengkhotbah), gembala sidang, Worship Leader dan sebagainya, berhati-hatilah jangan sampai 'hati hamba' kita menjadi luntur dan terkikis oleh karena pujian dan hormat manusia. Seharusnya semakin kita dipakai Tuhan, semakin kita memiliki kerendahan hati seperti Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Sebagai seorang hamba, kita harus taat kepada Tuhan Yesus dengan penuh integritas. Artinya kita harus taat luar-dalam seperti Rasul Paulus yang "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Upah, balas jasa dan pujian dari manusia tak pernah terbersit di dalam hati dan juga angan-angannya.
Sekali lagi marilah kita ingat bahwa kita ini hanyalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita; Tuan tidak perlu berterima kasih kepada hambanya, sebab itu memang sudah menjadi tugas yang harus kita kerjakan. Mari kita jaga sikap hati kita dalam melayani Tuhan. jangan sampai nantinya Tuhan menolak kita dan mengatakan bahwa kita ini disebut 'pembuat kejahatan' (baca Matius 7:23).
Jadilah hamba Tuhan yang senantiasa punya 'hati hamba'!
Thursday, October 25, 2012
LUNTURNYA 'HATI HAMBA' (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2012 -
Baca: 1 Korintus 4:1-21
"Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." 1 Korintus 4:1
Rasul Paulus adalah seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa. 'Sepak terjangnya' di dunia pelayanan tak diragukan lagi dan layak untuk kita teladani. Melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan. Sungguh, berbicara tentang kesetiaan, ketekunan, komitmen, pengabdian dan loyalitasnya kepada Tuhan, ia tak diragukan lagi. Meski demikian Rasul Paulus tetaplah orang yang rendah hati dan tidak sombong. Dia sadar akan keberadaan dirinya sebagai seorang hamba, yaitu hamba Kristus.
Kata 'hamba' diambil dari bahasa Yunani, doulos, yang artinya adalah budak. Tugas seorang budak ialah taat dan setia melayani tuannya. Siapa Tuan kita? Tuan kita adalah Tuhan Yesus. Dan jika Paulus dipilih dan percaya oleh Tuhan sebagai pemberita Injil, baginya merupakan suatu anugerah dan kepercayaan yang luar biasa, sehingga kesempatan itu tidak disia-siakannya. Rasul Paulus bertekad demikian: "...Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Filipi 1:21-22). Sebagai hamba Tuhan, kita pun dituntut untuk memiliki komitmen seperti Rasul Paulus ini. Namun kiranya masih banyak hamba Tuhan yang telah bekerja keras melayani dan memberitakan Injil Kristus namun tanpa sadar telah kehilangan esensinya sebagai seorang 'hamba'; apalagi jika sudah menjadi hamba Tuhan yang terkenal, 'order' pelayanannya pun kian padat karena banyak jemaat atau gereja yang rindu dilayani. Hal inilah yang dapat membuat para hamba Tuhan merasa bangga dan tidak sedikit yang mulai lupa diri, dan secara perlahan telah mencuri kemuliaan Tuhan. Mereka merasa telah bekerja dan berjasa bagi Tuhan.
Bangsa Israel diperingatkan Tuhan bahwa mereka dapat menyeberangi sungai Yordan, mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain dan mencapai Kanaan, bukan karena jasa-jasa mereka, tetapi semata-mata karena campur tangan Tuhan (baca Ulangan 9:1-6). Sungguh, bila pelayanan kita berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang, itu bukan karena jasa kita atau karena kita mampu, tapi karena campur tangan Tuhan. (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 4:1-21
"Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." 1 Korintus 4:1
Rasul Paulus adalah seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa. 'Sepak terjangnya' di dunia pelayanan tak diragukan lagi dan layak untuk kita teladani. Melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan. Sungguh, berbicara tentang kesetiaan, ketekunan, komitmen, pengabdian dan loyalitasnya kepada Tuhan, ia tak diragukan lagi. Meski demikian Rasul Paulus tetaplah orang yang rendah hati dan tidak sombong. Dia sadar akan keberadaan dirinya sebagai seorang hamba, yaitu hamba Kristus.
Kata 'hamba' diambil dari bahasa Yunani, doulos, yang artinya adalah budak. Tugas seorang budak ialah taat dan setia melayani tuannya. Siapa Tuan kita? Tuan kita adalah Tuhan Yesus. Dan jika Paulus dipilih dan percaya oleh Tuhan sebagai pemberita Injil, baginya merupakan suatu anugerah dan kepercayaan yang luar biasa, sehingga kesempatan itu tidak disia-siakannya. Rasul Paulus bertekad demikian: "...Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Filipi 1:21-22). Sebagai hamba Tuhan, kita pun dituntut untuk memiliki komitmen seperti Rasul Paulus ini. Namun kiranya masih banyak hamba Tuhan yang telah bekerja keras melayani dan memberitakan Injil Kristus namun tanpa sadar telah kehilangan esensinya sebagai seorang 'hamba'; apalagi jika sudah menjadi hamba Tuhan yang terkenal, 'order' pelayanannya pun kian padat karena banyak jemaat atau gereja yang rindu dilayani. Hal inilah yang dapat membuat para hamba Tuhan merasa bangga dan tidak sedikit yang mulai lupa diri, dan secara perlahan telah mencuri kemuliaan Tuhan. Mereka merasa telah bekerja dan berjasa bagi Tuhan.
Bangsa Israel diperingatkan Tuhan bahwa mereka dapat menyeberangi sungai Yordan, mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain dan mencapai Kanaan, bukan karena jasa-jasa mereka, tetapi semata-mata karena campur tangan Tuhan (baca Ulangan 9:1-6). Sungguh, bila pelayanan kita berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang, itu bukan karena jasa kita atau karena kita mampu, tapi karena campur tangan Tuhan. (Bersambung)
Wednesday, October 24, 2012
BERTOBAT: Ada Pertolongan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2012 -
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita." 1 Samuel 7:12
Apa arti kata Eben-Haezer? Eben-Haezer berasal dari kata 'Eben' artinya batu, dan kata 'Ezer' yang berarti penolong. Jadi secara harafiah 'Eben-Haezer' dapat diartikan batu pertolongan. Batu ini didirikan oleh Samuel bukan untuk mereka sembah, tapi sebagai batu peringatan kemenangan bangsa Israel atas bangsa Filistin dan juga untuk menegaskan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber pertolongan dan kemenangan bagi mereka, bukan yang lain. Tanpa Tuhan, bangsa Israel bukanlah siapa-siapa!
Apa yang melatarbelakangi didirikannya batu peringatan ini? Ialah bangsa Israel yang telah lama meninggalkan tabut Tuhan di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun, padahal tabut itu adalah lambang penyertaan Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga hidup menjauh dari Tuhan dan menyembah kepada baal. Akibatnya mereka mengalami kekalahan demi kekalahan dan menjadi bulan-bulanan bangsa lain, sungguh "...telah lenyap kemuliaan dari Israel." (1 Samuel 4:21). Bangsa Israel tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan! Melalui Samuel, bangsa Israel ditegur Tuhan dengan keras supaya mereka segera bertobat. Untunglah mereka segera merespons teguran ini. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada Tuhan." (1 Samuel 7:4) dan berseru-seru kepada Tuhan.
Alkitab menyatakan, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Pertobatan yang sungguh menjadi kunci pemulihan! Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong bangsa Israel sehingga Filistin terpukul kalah. Melalui batu peringatan ini Samuel berkata, "Sampai di sini Tuhan menolong kita." (1 Samuel 7:12). Sebagai orang percaya kita diingatkan untuk tidak melupakan pertolongan Tuhan dalam hidup ini dan senantiasa hidup dalam ketaatan.
Ketika kita taat penyertaan tuhan tidak akan pernah berlalu dari kehidupan kita!
Baca: 1 Samuel 7:2-14
"Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita." 1 Samuel 7:12
Apa arti kata Eben-Haezer? Eben-Haezer berasal dari kata 'Eben' artinya batu, dan kata 'Ezer' yang berarti penolong. Jadi secara harafiah 'Eben-Haezer' dapat diartikan batu pertolongan. Batu ini didirikan oleh Samuel bukan untuk mereka sembah, tapi sebagai batu peringatan kemenangan bangsa Israel atas bangsa Filistin dan juga untuk menegaskan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber pertolongan dan kemenangan bagi mereka, bukan yang lain. Tanpa Tuhan, bangsa Israel bukanlah siapa-siapa!
Apa yang melatarbelakangi didirikannya batu peringatan ini? Ialah bangsa Israel yang telah lama meninggalkan tabut Tuhan di Kiryat-Yearim dalam waktu yang cukup lama yaitu dua puluh tahun, padahal tabut itu adalah lambang penyertaan Tuhan. Bukan hanya itu, mereka juga hidup menjauh dari Tuhan dan menyembah kepada baal. Akibatnya mereka mengalami kekalahan demi kekalahan dan menjadi bulan-bulanan bangsa lain, sungguh "...telah lenyap kemuliaan dari Israel." (1 Samuel 4:21). Bangsa Israel tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan! Melalui Samuel, bangsa Israel ditegur Tuhan dengan keras supaya mereka segera bertobat. Untunglah mereka segera merespons teguran ini. "Kemudian orang-orang Israel menjauhkan para Baal dan para Asytoret dan beribadah hanya kepada Tuhan." (1 Samuel 7:4) dan berseru-seru kepada Tuhan.
Alkitab menyatakan, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). Pertobatan yang sungguh menjadi kunci pemulihan! Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong bangsa Israel sehingga Filistin terpukul kalah. Melalui batu peringatan ini Samuel berkata, "Sampai di sini Tuhan menolong kita." (1 Samuel 7:12). Sebagai orang percaya kita diingatkan untuk tidak melupakan pertolongan Tuhan dalam hidup ini dan senantiasa hidup dalam ketaatan.
Ketika kita taat penyertaan tuhan tidak akan pernah berlalu dari kehidupan kita!
Tuesday, October 23, 2012
HIDUP DALAM PIMPINAN ROH KUDUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2012 -
Baca: Yohanes 16:4b-15
"Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" Yohanes 16:13a
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging. Hal ini juga diakui oleh Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Pula Rasul Paulus menyatakan, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat, Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:18-20). Jujur kita akui bahwa tidak mudah bagi kita untuk menjauh dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang membelenggu. Tanpa adanya pertobatan yang sungguh, kita akan selalu mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jerat Iblis.
Acapkali kita merasa bangga dengan status kita sebagai 'orang Kristen, orang percaya dan anak Tuhan', tapi jika cara hidup atau perilaku kita tidak jauh berbeda dengan orang dunia, apalah artinya? Firman Tuhan menegaskan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Tuhan memanggil kita agar mempunyai ciri khas tersendiri dan 'terpisah' dari dunia ini, karena kita adalah "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9), melalui buah-buah Roh yang dihasilkan (baca Galatia 5:22-23). Itu akan terjadi jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita (baca Yohanes 15:5). Artinya kita taat melakukan kehendak Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja dalam hidup kita melalui kuasa Roh KudusNya.
Roh Kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memimpin kita kepada kebenaran, karena itu tunduklah pada pimpinan RohNya!
Baca: Yohanes 16:4b-15
"Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" Yohanes 16:13a
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging. Hal ini juga diakui oleh Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Pula Rasul Paulus menyatakan, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat, Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:18-20). Jujur kita akui bahwa tidak mudah bagi kita untuk menjauh dan melepaskan diri dari ikatan dosa yang membelenggu. Tanpa adanya pertobatan yang sungguh, kita akan selalu mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jerat Iblis.
Acapkali kita merasa bangga dengan status kita sebagai 'orang Kristen, orang percaya dan anak Tuhan', tapi jika cara hidup atau perilaku kita tidak jauh berbeda dengan orang dunia, apalah artinya? Firman Tuhan menegaskan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Tuhan memanggil kita agar mempunyai ciri khas tersendiri dan 'terpisah' dari dunia ini, karena kita adalah "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9), melalui buah-buah Roh yang dihasilkan (baca Galatia 5:22-23). Itu akan terjadi jika kita tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita (baca Yohanes 15:5). Artinya kita taat melakukan kehendak Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja dalam hidup kita melalui kuasa Roh KudusNya.
Roh Kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memimpin kita kepada kebenaran, karena itu tunduklah pada pimpinan RohNya!
Monday, October 22, 2012
TUHAN TIDAK PERNAH MELUPAKAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 10:1-16
"Bangkitlah, Tuhan! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita dalam masalah atau tekanan hidup yang berat (kesulitan ekonomi, menderita sakit-penyakit) saat itu Tuhan telah jauh dari kita, Dia meninggalkan dan melupakan kita begitu saja. Terlepas dari bagaimana keadaan atau kondisi kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita! Dalam Yesaya 49:15 ditegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi kita.
Terhadap bangsa Israel, suatu bangsa yang tegar tengkuk, yang seringkali memberontak, tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, Tuhan pun tetap menunjukkan kasih dan kesabaranNya. Seperti tertulis, "Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka." (Nehemia 9:17). Mengapa ketika masalah datang, kita selalu berpikir bahwa Tuhan telah melupakan kita dan menyembunyikan wajahNya? Karena fokus kita hanya tertuju pada keinginan hati kita sendiri; Maunya Tuhan mengikuti 'agenda' kita. Sementara, kita tidak mau mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak bisa dikendalikan oleh apapun dan oleh siapapun, Dia adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas hidup kita, tidak pernah ingkar terhadap janji-janjiNya, apalagi sampai melupakan umat tebusanNya.
Ditegaskan, "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Tanamkan dalam hati bahwa Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, karena itu berhentilah menyalahkan Dia!
Baca: Mazmur 10:1-16
"Bangkitlah, Tuhan! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas." Mazmur 10:12
Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita dalam masalah atau tekanan hidup yang berat (kesulitan ekonomi, menderita sakit-penyakit) saat itu Tuhan telah jauh dari kita, Dia meninggalkan dan melupakan kita begitu saja. Terlepas dari bagaimana keadaan atau kondisi kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita! Dalam Yesaya 49:15 ditegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat memperhatikan dan mengasihi kita.
Terhadap bangsa Israel, suatu bangsa yang tegar tengkuk, yang seringkali memberontak, tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, Tuhan pun tetap menunjukkan kasih dan kesabaranNya. Seperti tertulis, "Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka." (Nehemia 9:17). Mengapa ketika masalah datang, kita selalu berpikir bahwa Tuhan telah melupakan kita dan menyembunyikan wajahNya? Karena fokus kita hanya tertuju pada keinginan hati kita sendiri; Maunya Tuhan mengikuti 'agenda' kita. Sementara, kita tidak mau mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak bisa dikendalikan oleh apapun dan oleh siapapun, Dia adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas hidup kita, tidak pernah ingkar terhadap janji-janjiNya, apalagi sampai melupakan umat tebusanNya.
Ditegaskan, "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Tanamkan dalam hati bahwa Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, karena itu berhentilah menyalahkan Dia!
Sunday, October 21, 2012
HORMATILAH PEMIMPIN ROHANIMU!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu;" 1 Tesalonika 5:12
Membicarakan kelemahan dan kekurangan orang lain adalah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi membicarakan kelemahan dan kekurangan hamba Tuhan atau pemimpin rohani. Bukankah hal ini masih sering terjadi, jemaat kurang memberikan respek terhadap pemimpin rohaninya? Tidak sedikit yang cenderung meremehkan, menghakimi dan seringkali menjadikan hamba Tuhan sebagai bahan gosip yang hangat dan menarik untuk dibahas. Itulah sebabnya Rasul Paulus dengan tegas memberi nasihat agar kita menghormati dan menghargai para pemimpin rohani kita. Mengapa hal ini perlu ditegaskan? Karena pemimpin rohani adalah orang-orang yang telah ditetapkan Tuhan untuk memimpin kita dalam kerohanian; mereka telah bekerja keras untuk mengajar, membimbing, menegor dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan sehingga jemaat mengalami pertumbuhan iman. Oleh karena itu "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." (Ibrani 13:17a).
Penting bagi kita untuk menghormati, menghargai dan mengasihi pemimpin rohani kita karena mereka telah bekerja keras dalam melayani jemaat. Namun jangan sampai kita 'mendewakan' mereka. Segala pujian dan kemuliaan hanya tetap bagi Tuhan, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tuhan saja yang layak dipuja dan disembah, sedangkan pemimpin layak untuk dihormati. Artinya kita tidak boleh memandang rendah, apalagi melecehkan mereka. Contoh: Miryam harus menanggung akibatnya (kena kusta) karena ia telah mengatai-ngatai Musa yang adalah pemimpin rohani bangsa Israel (baca Bilangan 12:1-16).
Kita harus sadar bahwa pemimpin rohani juga manusia biasa, tentunya ia punya kekurangan atau kelemahan. Apa pun keadaannya kita harus tetap menghormati mereka, dan apabila hidup mereka sudah menyimpang dari Injil Kristus kita pun tidak berhak untuk menghakimi, itu urusannya dengan Tuhan! Kita doakan saja dia.
Selaku jemaat Tuhan tugas kita adalah mendoakan, mendukung dan menghormati pelayanan mereka!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu;" 1 Tesalonika 5:12
Membicarakan kelemahan dan kekurangan orang lain adalah pekerjaan yang mudah. Terlebih lagi membicarakan kelemahan dan kekurangan hamba Tuhan atau pemimpin rohani. Bukankah hal ini masih sering terjadi, jemaat kurang memberikan respek terhadap pemimpin rohaninya? Tidak sedikit yang cenderung meremehkan, menghakimi dan seringkali menjadikan hamba Tuhan sebagai bahan gosip yang hangat dan menarik untuk dibahas. Itulah sebabnya Rasul Paulus dengan tegas memberi nasihat agar kita menghormati dan menghargai para pemimpin rohani kita. Mengapa hal ini perlu ditegaskan? Karena pemimpin rohani adalah orang-orang yang telah ditetapkan Tuhan untuk memimpin kita dalam kerohanian; mereka telah bekerja keras untuk mengajar, membimbing, menegor dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan sehingga jemaat mengalami pertumbuhan iman. Oleh karena itu "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." (Ibrani 13:17a).
Penting bagi kita untuk menghormati, menghargai dan mengasihi pemimpin rohani kita karena mereka telah bekerja keras dalam melayani jemaat. Namun jangan sampai kita 'mendewakan' mereka. Segala pujian dan kemuliaan hanya tetap bagi Tuhan, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tuhan saja yang layak dipuja dan disembah, sedangkan pemimpin layak untuk dihormati. Artinya kita tidak boleh memandang rendah, apalagi melecehkan mereka. Contoh: Miryam harus menanggung akibatnya (kena kusta) karena ia telah mengatai-ngatai Musa yang adalah pemimpin rohani bangsa Israel (baca Bilangan 12:1-16).
Kita harus sadar bahwa pemimpin rohani juga manusia biasa, tentunya ia punya kekurangan atau kelemahan. Apa pun keadaannya kita harus tetap menghormati mereka, dan apabila hidup mereka sudah menyimpang dari Injil Kristus kita pun tidak berhak untuk menghakimi, itu urusannya dengan Tuhan! Kita doakan saja dia.
Selaku jemaat Tuhan tugas kita adalah mendoakan, mendukung dan menghormati pelayanan mereka!
Saturday, October 20, 2012
JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2012 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Rasul Paulus berpesan kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17), karena kekayaan itu hanya bersifat sementara. Karena itu mereka (orang kaya) harus banyak "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:18-19). Sering kita temui banyak orang kaya yang malah pelit dan kikir, kurang peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan. Kalaupun tergerak hati untuk menolong, itu pun karena ada motivasi tertentu: supaya dipuji dan dihormati, supaya namanya tertulis di media atau tampil di layar kaca dan sebagainya, sehingga Alkitab menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (baca 1 Korintus 6:9-10).
Ketiga, kekayaan dapat menjerumuskan kita dalam dosa. Demi mengejar harta kekayaan, seseorang akan nekat melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menipu, korupsi, merampok dan sebagainya. Ketamakan telah menjerat hatinya! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Bukan hanya itu, seringkali dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang menjadi sombong atau tinggi hati.
Berhati-hatilah! Jangan sampai kita mencintai uang lebih dari segalanya karena hal itu dapat membuat kita menjadi tamak terhadap kekayaan. Belajarlah juga untuk mencukupkan diri dengan berkat yang ada.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekayaan karena itu bersifat tidak pasti (baca Amsal 23:4-5), tapi andalkan Tuhan dalam segala hal dan gunakan kekayaan yang ada sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan, dan menjadi saluran berkat bagi orang lain!
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Rasul Paulus berpesan kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17), karena kekayaan itu hanya bersifat sementara. Karena itu mereka (orang kaya) harus banyak "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:18-19). Sering kita temui banyak orang kaya yang malah pelit dan kikir, kurang peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan. Kalaupun tergerak hati untuk menolong, itu pun karena ada motivasi tertentu: supaya dipuji dan dihormati, supaya namanya tertulis di media atau tampil di layar kaca dan sebagainya, sehingga Alkitab menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (baca 1 Korintus 6:9-10).
Ketiga, kekayaan dapat menjerumuskan kita dalam dosa. Demi mengejar harta kekayaan, seseorang akan nekat melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, melanggar hukum dan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menipu, korupsi, merampok dan sebagainya. Ketamakan telah menjerat hatinya! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Bukan hanya itu, seringkali dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang menjadi sombong atau tinggi hati.
Berhati-hatilah! Jangan sampai kita mencintai uang lebih dari segalanya karena hal itu dapat membuat kita menjadi tamak terhadap kekayaan. Belajarlah juga untuk mencukupkan diri dengan berkat yang ada.
Jangan sekali-kali mengandalkan kekayaan karena itu bersifat tidak pasti (baca Amsal 23:4-5), tapi andalkan Tuhan dalam segala hal dan gunakan kekayaan yang ada sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan, dan menjadi saluran berkat bagi orang lain!
Friday, October 19, 2012
JANGAN TAMAK TERHADAP KEKAYAAN! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." Amsal 11:28
Tidak ada seorang pun manusia di dunia ini mau hidup dalam kemiskinan atau hidup dalam kekurangan. Semua orang ingin hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi. Harta atau kekayaan menjadi dambaan setiap orang. Secara manusia keinginan seperti itu tidaklah salah dan juga bukanlah dosa. Namun bila kita tidak berhati-hati dalam mengejar kekayaan, kita akan jatuh, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10). Karena itu kita harus selalu waspada agar kita tidak terjerat dalam ketamakan ketika kita mengejar harta atau kekayaan.
Pemahaman kita terhadap kekayaan akan menentukan sikap hati kita terhadap kekayaan itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan: pertama, sebesar apa pun kekayaan yang kita peroleh tidak akan pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Kita akan selalu merasa kurang dan kurang. Akibatnya kita terus bekerja keras siang dan malam supaya kekayaan kita terus bertambah. Tidak sedikit dari kita yang akhirnya sampai lupa waktu: lupa berdoa, lupa baca firman dan lupa ibadah, karena terus 'kejar setoran'.
Kedua, kekayaan itu tidak kekal. Dikatakan, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Kita tidak akan membawa apa-apa ketika kita mati kelak. Apalah artinya hidup ini bila kita berlimpah kekayaan di dunia fana, tetapi kelak kita akan binasa? FirmanNya menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). (Bersambung)
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda." Amsal 11:28
Tidak ada seorang pun manusia di dunia ini mau hidup dalam kemiskinan atau hidup dalam kekurangan. Semua orang ingin hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi. Harta atau kekayaan menjadi dambaan setiap orang. Secara manusia keinginan seperti itu tidaklah salah dan juga bukanlah dosa. Namun bila kita tidak berhati-hati dalam mengejar kekayaan, kita akan jatuh, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10). Karena itu kita harus selalu waspada agar kita tidak terjerat dalam ketamakan ketika kita mengejar harta atau kekayaan.
Pemahaman kita terhadap kekayaan akan menentukan sikap hati kita terhadap kekayaan itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan: pertama, sebesar apa pun kekayaan yang kita peroleh tidak akan pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Kita akan selalu merasa kurang dan kurang. Akibatnya kita terus bekerja keras siang dan malam supaya kekayaan kita terus bertambah. Tidak sedikit dari kita yang akhirnya sampai lupa waktu: lupa berdoa, lupa baca firman dan lupa ibadah, karena terus 'kejar setoran'.
Kedua, kekayaan itu tidak kekal. Dikatakan, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Kita tidak akan membawa apa-apa ketika kita mati kelak. Apalah artinya hidup ini bila kita berlimpah kekayaan di dunia fana, tetapi kelak kita akan binasa? FirmanNya menasihati, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)