Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2015
Baca: Mazmur 92:1-16
"untuk memberitakan kasih setia-Mu di waktu pagi dan kesetiaan-Mu di waktu malam," Mazmur 92:3
Sebelum memulai segala sesuatu di hari yang baru kita harus pastikan bahwa yang akan kita pikirkan dan lakukan adalah sesuai dengan kehendak Tuhan, dan apakah mendatangkan kebaikan bagi kita ataukah sebaliknya. Karena itu perlu sekali kita datang kepada Tuhan dan mempertajam pendengaran kita untuk mendengar Tuhan berbicara melalui firman-Nya. Perhatikan! Bagaimana kita memulai langkah awal akan menentukan bagaimana hasil akhirnya. Ketika kita mengijinkan Tuhan memimpin dan menuntun langkah kita, kita pun akan beroleh kekuatan baru dalam menjalani hari, karena kita percaya ada Tuhan yang akan menopang, menguatkan dan menyertai kita senantiasa.
Inilah yang dilakukan Daud ketika memulai hari baru: "...pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." (Mazmur 5:4). Kata persembahan bukan hanya berbicara tentang materi atau sesuatu yang dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi meliputi segenap keberadaan hidup Daud: hati, pikiran, kehendak dan rencana, diserahkan kepada Tuhan sepenuhnya. Dengan kata lain Daud berkata, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Sadar bahwa Tuhan sangat benci segala bentuk kefasikan maka Daud pun bertekad menjauhkan diri dari dosa. "Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; orang jahat takkan menumpang pada-Mu." (Mazmur 5:5).
Hal penting lain adalah Daud senantiasa mengingat-ingat kebaikan dan kasih Tuhan dalam hidupnya. "...berkat kasih setia-Mu yang besar, aku akan masuk ke dalam rumah-Mu," (Mazmur 5:8), dan "Perdengarkanlah kasih setia-Mu kepadaku pada waktu pagi, sebab kepada-Mulah aku percaya!" (Mazmur 143:8a). Daud tidak memusatkan pikiran dan perhatiannya terhadap masalah, tapi kepada kuasa Tuhan.
Dengan iman Daud dapat berkata, "...Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." Mazmur 5:13
Thursday, July 2, 2015
Wednesday, July 1, 2015
HARI BARU: Libatkan Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2015
Baca: Mazmur 5:1-13
"TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Ketika mentari pagi menyapa di ufuk timur, itu pertanda hari baru telah tiba, artinya kita kembali beroleh kesempatan dari Tuhan untuk menjalani hidup ini, dan terlebih lagi kita beroleh kesempatan untuk menikmati kasih dan kebaikan Tuhan, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Karena itu kita harus mengawali hari dengan ucapan syukur untuk apa yang Tuhan sudah sediakan untuk kita di hari baru ini.
Kita tahu pagi hari adalah waktu yang tepat mempersiapkan segala sesuatunya. Akan tetapi banyak orang ketika bangun pagi pikirannya langsung tertuju kepada masalah yang membuat mereka terus dihantui rasa kuatir dan takut; bagaimana kalau uang belanja tidak cukup, bagaimana kalau toko sepi, bagaimana kalau target meleset, bagaimana kalau klien membatalkan janjinya. Ada pula yang hanya memikirkan cara uang meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam hal berbisnis. Kita pun cenderung mengandalkan kekuatan dan kepintaran sendiri, tidak lagi mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di setiap perencanaan hidup ini. "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:13-15).
Jarang sekali kita mengawali hari dengan mempersiapkan hati untuk mencari wajah Tuhan dan bersekutu dengan-Nya terlebih dahulu, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Padahal membangun kekariban dengan Tuhan adalah awal yang baik sebelum kita mengisi hari dengan berbagai aktivitas dan kesibukan. Hal inilah yang sering diabaikan dan disepelekan oleh banyak orang Kristen. Kalau kita sudah memulai dengan langkah yang salah, semakin jauh kita melangkah akan semakin berat langkah yang akan kita tempuh. Hal-hal yang tak terduga di luar perencanaan bisa saja terjadi dan itu akan mengejutkan kita.
Awalilah hari baru dengan mengutamakan Tuhan dan melibatkan Dia, maka sepanjang hari yang akan kita jalani pasti jauh berbeda hasilnya.
Baca: Mazmur 5:1-13
"TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Ketika mentari pagi menyapa di ufuk timur, itu pertanda hari baru telah tiba, artinya kita kembali beroleh kesempatan dari Tuhan untuk menjalani hidup ini, dan terlebih lagi kita beroleh kesempatan untuk menikmati kasih dan kebaikan Tuhan, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Karena itu kita harus mengawali hari dengan ucapan syukur untuk apa yang Tuhan sudah sediakan untuk kita di hari baru ini.
Kita tahu pagi hari adalah waktu yang tepat mempersiapkan segala sesuatunya. Akan tetapi banyak orang ketika bangun pagi pikirannya langsung tertuju kepada masalah yang membuat mereka terus dihantui rasa kuatir dan takut; bagaimana kalau uang belanja tidak cukup, bagaimana kalau toko sepi, bagaimana kalau target meleset, bagaimana kalau klien membatalkan janjinya. Ada pula yang hanya memikirkan cara uang meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam hal berbisnis. Kita pun cenderung mengandalkan kekuatan dan kepintaran sendiri, tidak lagi mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di setiap perencanaan hidup ini. "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:13-15).
Jarang sekali kita mengawali hari dengan mempersiapkan hati untuk mencari wajah Tuhan dan bersekutu dengan-Nya terlebih dahulu, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Padahal membangun kekariban dengan Tuhan adalah awal yang baik sebelum kita mengisi hari dengan berbagai aktivitas dan kesibukan. Hal inilah yang sering diabaikan dan disepelekan oleh banyak orang Kristen. Kalau kita sudah memulai dengan langkah yang salah, semakin jauh kita melangkah akan semakin berat langkah yang akan kita tempuh. Hal-hal yang tak terduga di luar perencanaan bisa saja terjadi dan itu akan mengejutkan kita.
Awalilah hari baru dengan mengutamakan Tuhan dan melibatkan Dia, maka sepanjang hari yang akan kita jalani pasti jauh berbeda hasilnya.
Tuesday, June 30, 2015
HATI YANG LUKA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2015
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di hari terakhir bulan Juni ini, bagaimana suasana hati Saudara? Apakah hati kita secerah mentari yang selalu setia menyapa kita di kala pagi? Ataukah hati kita seperti awan gelap yang dihiasi oleh petir yang siap menyambar oleh karena terluka? Tak bisa dipungkiri, hampir semua orang pernah mengalami apa yang dinamakan luka hati, dan banyak faktor yang menjadi penyebabnya: disakiti, dikhianati, digosipkan, difitnah atau diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain. Apabila luka hati tersebut tidak secara cepat diatasi akan menimbulkan masalah yang lebih serius dalam diri orang bersangkutan: dendam, kepahitan, frustasi, mengasihani diri sendiri secara berlebihan, dan akhirnya citra diri pun rusak karena menganggap diri tak berharga.
Luka hati adalah suatu keadaan dalam batin seseorang yang menimbulkan perasaan marah, benci, kecewa dan pahit yang begitu mendalam sebagai akibat dari penolakan atau perlakuan semena-mena dari orang lain. Namun pada dasarnya luka hati ini diperparah bukan karena perbuatan orang lain yang menyakiti, tetapi justru pada respons kita atau sikap hati kita terhadap perbuatan orang tersebut. Yusuf, salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama (baca Kejadian 37, 39, 40), adalah orang yang sesunggunnya punya alasan kuat untuk terluka hati karena peristiwa-peristiwa pahit yang dialaminya: dibenci, dimusuhi, diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya sendiri, dibuang ke dalam sumur, dijual sebagai budak, difitnah oleh isteri Potifar, dan dilupakan begitu saja oleh juru minum raja yang telah ditolongnya. Meski demikian, Yusuf tidak membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, pemberontakan, keputusasaan, pahit hati, benci atau pun dendam. Ini terjadi karena Yusuf memilih untuk merespons secara positif masalah yang menimpanya dan menyerahkan semua pergumulannya itu kepada Tuhan.
Saudara sedang terluka? Segeralah datang kepada Tuhan dan akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan. Hanya dengan pertolongan Roh Kudus kita dapat dilepaskan dan dibebaskan dari luka hati karena Dia adalah sumber damai sejahtera kita.
Jika tahu bahwa luka hati tidak medatangkan kebaikan, mengapa harus dipelihara? Kita akan rugi sendiri.
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di hari terakhir bulan Juni ini, bagaimana suasana hati Saudara? Apakah hati kita secerah mentari yang selalu setia menyapa kita di kala pagi? Ataukah hati kita seperti awan gelap yang dihiasi oleh petir yang siap menyambar oleh karena terluka? Tak bisa dipungkiri, hampir semua orang pernah mengalami apa yang dinamakan luka hati, dan banyak faktor yang menjadi penyebabnya: disakiti, dikhianati, digosipkan, difitnah atau diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain. Apabila luka hati tersebut tidak secara cepat diatasi akan menimbulkan masalah yang lebih serius dalam diri orang bersangkutan: dendam, kepahitan, frustasi, mengasihani diri sendiri secara berlebihan, dan akhirnya citra diri pun rusak karena menganggap diri tak berharga.
Luka hati adalah suatu keadaan dalam batin seseorang yang menimbulkan perasaan marah, benci, kecewa dan pahit yang begitu mendalam sebagai akibat dari penolakan atau perlakuan semena-mena dari orang lain. Namun pada dasarnya luka hati ini diperparah bukan karena perbuatan orang lain yang menyakiti, tetapi justru pada respons kita atau sikap hati kita terhadap perbuatan orang tersebut. Yusuf, salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama (baca Kejadian 37, 39, 40), adalah orang yang sesunggunnya punya alasan kuat untuk terluka hati karena peristiwa-peristiwa pahit yang dialaminya: dibenci, dimusuhi, diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya sendiri, dibuang ke dalam sumur, dijual sebagai budak, difitnah oleh isteri Potifar, dan dilupakan begitu saja oleh juru minum raja yang telah ditolongnya. Meski demikian, Yusuf tidak membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, pemberontakan, keputusasaan, pahit hati, benci atau pun dendam. Ini terjadi karena Yusuf memilih untuk merespons secara positif masalah yang menimpanya dan menyerahkan semua pergumulannya itu kepada Tuhan.
Saudara sedang terluka? Segeralah datang kepada Tuhan dan akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan. Hanya dengan pertolongan Roh Kudus kita dapat dilepaskan dan dibebaskan dari luka hati karena Dia adalah sumber damai sejahtera kita.
Jika tahu bahwa luka hati tidak medatangkan kebaikan, mengapa harus dipelihara? Kita akan rugi sendiri.
Monday, June 29, 2015
JANDA MISKIN: Memberi Yang Terbaik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2015
Baca: Markus 12:41-44
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Markus 12:44
Ketika melihat seorang janda miskin memasukkan persembahan di kantong kolekte, mungkin ada orang yang berkata dalam hati, "Ah... persembahannya paling tak lebih dari seribu perak. Tidak ada artinya sama sekali!" Tak jarang orang akan mencibir, menyepelekan dan menganggap bahwa persembahan janda miskin itu tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk operasional gereja. Berbeda jika orang kaya dengan penampilan yang perlente memasukkan persembahannya di kantong kolekte yang sama pasti kita akan bergumam dalam hati, "Wow... persembahannya pasti ratusan ribu, bahkan mungkin jutaaan rupiah!"... dan kita pun berpikiran bahwa persembahan orang kaya itulah yang pasti berkenan dan menyenangkan hati Tuhan. Penilaian itu lumrah jika kita menilainya dengan ukuran logika manusia!
Alkitab menyatakan bahwa janda miskin itu memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan. Peser adalah mata uang tembaga Yahudi yang paling kecil, sama dengan setengah duit. Ditinjau dari sisi nilai uang, persembahan janda miskin tersebut memang sangat kecil, namun jika ditinjau dari sisi kemampuan, pemberian janda miskin itu sangat besar sekali, karena "...janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ayat nas).
Melalui kisah ini Tuhan hendak menekankan bahwa selain melihat sikap hati atau motivasi seseorang dalam memberi persembahan, Ia juga mengingatkan agar dalam hal memberi persembahan kepada Tuhan hendaknya kita memberi yang terbaik dari yang kita miliki, bukan asal-asalan atau sisa-sisa harta kita. Janda miskin itu memberi dari seluruh nafkahnya, semua yang ia miliki dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan korban! Sementara orang kaya itu memberi dari kelebihannya, bisa saja itu merupakan sisa-sisa kekayaannya yang berlimpah-limpah dan hal itu tidak membutuhkan pengorbanan apa puun. Apa yang diperbuat oleh janda miskin itu menunjukkan betapa ia sangat mengasihi Tuhan sehingga rela memberi semua yang dimilikinya untuk Tuhan.
Berilah yang terbaik untuk Tuhan karena semua yang kita miliki berasal daripada-Nya!
Baca: Markus 12:41-44
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Markus 12:44
Ketika melihat seorang janda miskin memasukkan persembahan di kantong kolekte, mungkin ada orang yang berkata dalam hati, "Ah... persembahannya paling tak lebih dari seribu perak. Tidak ada artinya sama sekali!" Tak jarang orang akan mencibir, menyepelekan dan menganggap bahwa persembahan janda miskin itu tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk operasional gereja. Berbeda jika orang kaya dengan penampilan yang perlente memasukkan persembahannya di kantong kolekte yang sama pasti kita akan bergumam dalam hati, "Wow... persembahannya pasti ratusan ribu, bahkan mungkin jutaaan rupiah!"... dan kita pun berpikiran bahwa persembahan orang kaya itulah yang pasti berkenan dan menyenangkan hati Tuhan. Penilaian itu lumrah jika kita menilainya dengan ukuran logika manusia!
Alkitab menyatakan bahwa janda miskin itu memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan. Peser adalah mata uang tembaga Yahudi yang paling kecil, sama dengan setengah duit. Ditinjau dari sisi nilai uang, persembahan janda miskin tersebut memang sangat kecil, namun jika ditinjau dari sisi kemampuan, pemberian janda miskin itu sangat besar sekali, karena "...janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ayat nas).
Melalui kisah ini Tuhan hendak menekankan bahwa selain melihat sikap hati atau motivasi seseorang dalam memberi persembahan, Ia juga mengingatkan agar dalam hal memberi persembahan kepada Tuhan hendaknya kita memberi yang terbaik dari yang kita miliki, bukan asal-asalan atau sisa-sisa harta kita. Janda miskin itu memberi dari seluruh nafkahnya, semua yang ia miliki dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan korban! Sementara orang kaya itu memberi dari kelebihannya, bisa saja itu merupakan sisa-sisa kekayaannya yang berlimpah-limpah dan hal itu tidak membutuhkan pengorbanan apa puun. Apa yang diperbuat oleh janda miskin itu menunjukkan betapa ia sangat mengasihi Tuhan sehingga rela memberi semua yang dimilikinya untuk Tuhan.
Berilah yang terbaik untuk Tuhan karena semua yang kita miliki berasal daripada-Nya!
Sunday, June 28, 2015
BERBUAT BAIK: Investasi Yang Tidak Pernah Merugi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2015
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik." 2 Tesalonika 3:13
Ada banyak orang dihadapkan pada pergumulan dalam batinnya, salah satunya adalah hal berbuat baik, apalagi ketika perbuatan baik yang dilakukannya itu seringkali tidak mendapatkan respons atau balasan yang diharapkan... kita pun mulai merasa bosan berbuat baik, mulai berpikir 1000x untuk berbuat baik, dan akhirnya kita berhenti untuk melanjutkan perbuatan baik tersebut. Memang, berbuat baik berarti harus berkorban dan kehilangan sesuatu, atau kelihatannya merugi. Benarkah demikian?
Seorang petani menanam padi atau sayuran. Pada saat bersamaan tumbuh pula rumput atau ilalang di sawah atau ladang tersebut. Namun andaikan petani itu menanam rumput ia tidak akan pernah mendapati padi atau sayuran turut tumbuh di sana. Demikian pula dalam kehidupan ini. Ketika kita melakukan perbuatan baik terkadang hal-hal buruk malah menyertai, entah itu berupa hinaan, cercaan, cibiran, fitnahan dari orang lain. Jika demikian haruskah kita berhenti berbuat baik ketika orang lain tidak membalas kebaikan kita? Kalau kita berbuat baik hanya sekedar untuk membalas kebaikan orang lain, atau dengan tujuan mendapatkan balasan yang sama, apalah artinya... "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); dan jangan pula kita berbuat baik karena suatu tendensi atau motivasi yang tidak benar. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jadi tidak ada istilah 'rugi atau buntung' ketika kita melakukan perbuatan baik kepada orang lain, sebab pada saatnya kita akan menuai. Ada tertulis: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17). Sebagai orang percaya, berbuat baik adalah suatu keharusan, buah dari keselamatan yang telah kita terima, dan merupakan bukti kita memiliki iman yang hidup!
"Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah." 3 Yohanes 1:11b
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik." 2 Tesalonika 3:13
Ada banyak orang dihadapkan pada pergumulan dalam batinnya, salah satunya adalah hal berbuat baik, apalagi ketika perbuatan baik yang dilakukannya itu seringkali tidak mendapatkan respons atau balasan yang diharapkan... kita pun mulai merasa bosan berbuat baik, mulai berpikir 1000x untuk berbuat baik, dan akhirnya kita berhenti untuk melanjutkan perbuatan baik tersebut. Memang, berbuat baik berarti harus berkorban dan kehilangan sesuatu, atau kelihatannya merugi. Benarkah demikian?
Seorang petani menanam padi atau sayuran. Pada saat bersamaan tumbuh pula rumput atau ilalang di sawah atau ladang tersebut. Namun andaikan petani itu menanam rumput ia tidak akan pernah mendapati padi atau sayuran turut tumbuh di sana. Demikian pula dalam kehidupan ini. Ketika kita melakukan perbuatan baik terkadang hal-hal buruk malah menyertai, entah itu berupa hinaan, cercaan, cibiran, fitnahan dari orang lain. Jika demikian haruskah kita berhenti berbuat baik ketika orang lain tidak membalas kebaikan kita? Kalau kita berbuat baik hanya sekedar untuk membalas kebaikan orang lain, atau dengan tujuan mendapatkan balasan yang sama, apalah artinya... "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); dan jangan pula kita berbuat baik karena suatu tendensi atau motivasi yang tidak benar. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jadi tidak ada istilah 'rugi atau buntung' ketika kita melakukan perbuatan baik kepada orang lain, sebab pada saatnya kita akan menuai. Ada tertulis: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17). Sebagai orang percaya, berbuat baik adalah suatu keharusan, buah dari keselamatan yang telah kita terima, dan merupakan bukti kita memiliki iman yang hidup!
"Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah." 3 Yohanes 1:11b
Saturday, June 27, 2015
BERKAT DARI PEMBENARAN ALLAH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2015
Baca: Galatia 2:15-21
"Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus." Galatia 2:16
Kita beroleh pembenaran dari Allah karena kasih karunia-Nya semata... perbuatan baik kita tidak dapat melayakkan kita untuk dapat dibenarkan. Hanya melalui salib Kristuslah Allah dapat membenarkan kita. Darah Kristus yang tercurah di Kalvari menjadi dasar kebenaran kita. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21), dan kebangkitan Kristus sebagai peneguhan kebenaran kita: "yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita." (Roma 4:25).
Berkat lain yang kita terima sebagai hasil pembenaran Allah adalah kita memiliki pengharapan yang pasti. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Karena itu seberat apa pun persoalan yang kita hadapi tak seharusnya membuat kita menjadi lemah, sebaliknya "Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-5), sebab kita percaya bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Lalu berkat terbesarnya adalah keselamatan kekal. "Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9). Sorga menjadi suatu kepastian bagi orang percaya! Melalui pengorbanan Kristus status orang percaya pun berubah yaitu diangkat menjadi anak-anak Allah. "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26), dan "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Tetapi hukuman kekal tetap berlaku bagi siapa saja yang tidak percaya dan menolak Kristus sebagai Tuhan dan Juruselemat, karena mereka tidak mengalami pembenaran dari Allah.
Karena dibenarkan Allah maka setiap orang percaya beroleh pengharapan yang pasti dan jaminan kehidupan kekal!
Baca: Galatia 2:15-21
"Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus." Galatia 2:16
Kita beroleh pembenaran dari Allah karena kasih karunia-Nya semata... perbuatan baik kita tidak dapat melayakkan kita untuk dapat dibenarkan. Hanya melalui salib Kristuslah Allah dapat membenarkan kita. Darah Kristus yang tercurah di Kalvari menjadi dasar kebenaran kita. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21), dan kebangkitan Kristus sebagai peneguhan kebenaran kita: "yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita." (Roma 4:25).
Berkat lain yang kita terima sebagai hasil pembenaran Allah adalah kita memiliki pengharapan yang pasti. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Karena itu seberat apa pun persoalan yang kita hadapi tak seharusnya membuat kita menjadi lemah, sebaliknya "Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-5), sebab kita percaya bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Lalu berkat terbesarnya adalah keselamatan kekal. "Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9). Sorga menjadi suatu kepastian bagi orang percaya! Melalui pengorbanan Kristus status orang percaya pun berubah yaitu diangkat menjadi anak-anak Allah. "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26), dan "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Tetapi hukuman kekal tetap berlaku bagi siapa saja yang tidak percaya dan menolak Kristus sebagai Tuhan dan Juruselemat, karena mereka tidak mengalami pembenaran dari Allah.
Karena dibenarkan Allah maka setiap orang percaya beroleh pengharapan yang pasti dan jaminan kehidupan kekal!
Friday, June 26, 2015
BERKAT DARI PEMBENARAN ALLAH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2015
Baca: Roma 5:12-21
"...demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar." Roma 5:19
Adapun proses pembenaran Allah adalah melalui karya pengorbanan Anak-Nya, Yesus Kristus di kayu salib. Dengan pengorbanan-Nya kita dibebaskan dari kutuk dosa, karena "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Pengorbanan-Nya menutupi dosa-dosa kita. "Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar." (Roma 5:18-19).
Ada berkat-berkat yang luar biasa ketika orang berdosa dibenarkan oleh Allah. Adapun berkat utamanya adalah beroleh pengampunan dosa. Ketika seseorang dibenarkan, secara otomatis dan tidak dapat tidak, dosa-dosanya diampuni dan hukumannya juga dibatalkan. Bagaimana orang dapat dibenarkan apabila hukuman dosanya masih saja berlaku dan tetap ditanggungkan kepadanya? Orang yang dibenarkan oleh Allah keadaannya seperti anak bungsu yang kembali kepada bapanya, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:18-20).
Berkat lain ketika seseorang dibenarkan Allah yaitu "...hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma 5:1). Kita beroleh damai sejahtera oleh karena kita mengalami pemulihan hubungan dengan Allah. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," (Efesus 2:13-14).
Karena dibenarkan, kita yang dahulunya hidup jauh dari Allah kini menjadi dekat!
Baca: Roma 5:12-21
"...demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar." Roma 5:19
Adapun proses pembenaran Allah adalah melalui karya pengorbanan Anak-Nya, Yesus Kristus di kayu salib. Dengan pengorbanan-Nya kita dibebaskan dari kutuk dosa, karena "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Pengorbanan-Nya menutupi dosa-dosa kita. "Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar." (Roma 5:18-19).
Ada berkat-berkat yang luar biasa ketika orang berdosa dibenarkan oleh Allah. Adapun berkat utamanya adalah beroleh pengampunan dosa. Ketika seseorang dibenarkan, secara otomatis dan tidak dapat tidak, dosa-dosanya diampuni dan hukumannya juga dibatalkan. Bagaimana orang dapat dibenarkan apabila hukuman dosanya masih saja berlaku dan tetap ditanggungkan kepadanya? Orang yang dibenarkan oleh Allah keadaannya seperti anak bungsu yang kembali kepada bapanya, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:18-20).
Berkat lain ketika seseorang dibenarkan Allah yaitu "...hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma 5:1). Kita beroleh damai sejahtera oleh karena kita mengalami pemulihan hubungan dengan Allah. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," (Efesus 2:13-14).
Karena dibenarkan, kita yang dahulunya hidup jauh dari Allah kini menjadi dekat!
Thursday, June 25, 2015
DIBENARKAN OLEH ALLAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2015
Baca: Roma 5:1-11
"Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." Roma 5:1
Alkitab menyatakan bahwa semua manusia yang ada di dunia ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Ini terjadi sebagai akibat pelanggaran satu orang yaitu manusia pertama yang jatuh dalam dosa. "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa." (Roma 5:12). Akibat dosa maka murka Allah nyata atas semua orang yang berdosa, dan "...upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23). Karena dosa inilah manusia harus hidup terpisah dari Allah!
Dengan usaha dan upaya sendiri, bahkan dengan perbuatan baik sekalipun, manusia tidak akan pernah dapat memperoleh keselamatan dan mengalami pemulihan hubungan dengan Allah...kecuali inisiatif itu datangnya dari Allah sendiri, karena itu Ia "...mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Inilah yang disebut anugerah! Anugerah diberikan Allah sebagai bagian dari proses pembenaran, di mana manusia yang berdosa dijadikan benar bukan berdasarkan pada apa yang diperbuatnya atau karena amal baiknya, tetapi berdasarkan apa yang telah Allah lakukan. Jadi proses pembenaran ini dikerjakan oleh Allah sendiri, di mana Ia membenarkan setiap orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dibenarkan adalah berkenaan dengan perubahan dalam hubungan, yaitu hubungan antara Allah dan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus.
Dalam proses 'pembenaran' ini Allah berperan sebagai Hakim, yang oleh karena Anak-Nya Ia membenarkan orang berdosa (mengampuni dosa-dosanya) yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga hukuman dosa tidak lagi ditanggungkan ke atas orang itu. "Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus." (Roma 5:15b). Luar biasa anugerah Allah bagi orang percaya!
Dibenarkan berarti dianggap benar yaitu bila orang berdosa menerima Yesus sebagai korban dari dosa-dosanya, dan percaya kepada-Nya.
Baca: Roma 5:1-11
"Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." Roma 5:1
Alkitab menyatakan bahwa semua manusia yang ada di dunia ini "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Ini terjadi sebagai akibat pelanggaran satu orang yaitu manusia pertama yang jatuh dalam dosa. "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa." (Roma 5:12). Akibat dosa maka murka Allah nyata atas semua orang yang berdosa, dan "...upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23). Karena dosa inilah manusia harus hidup terpisah dari Allah!
Dengan usaha dan upaya sendiri, bahkan dengan perbuatan baik sekalipun, manusia tidak akan pernah dapat memperoleh keselamatan dan mengalami pemulihan hubungan dengan Allah...kecuali inisiatif itu datangnya dari Allah sendiri, karena itu Ia "...mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Inilah yang disebut anugerah! Anugerah diberikan Allah sebagai bagian dari proses pembenaran, di mana manusia yang berdosa dijadikan benar bukan berdasarkan pada apa yang diperbuatnya atau karena amal baiknya, tetapi berdasarkan apa yang telah Allah lakukan. Jadi proses pembenaran ini dikerjakan oleh Allah sendiri, di mana Ia membenarkan setiap orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dibenarkan adalah berkenaan dengan perubahan dalam hubungan, yaitu hubungan antara Allah dan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus.
Dalam proses 'pembenaran' ini Allah berperan sebagai Hakim, yang oleh karena Anak-Nya Ia membenarkan orang berdosa (mengampuni dosa-dosanya) yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga hukuman dosa tidak lagi ditanggungkan ke atas orang itu. "Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus." (Roma 5:15b). Luar biasa anugerah Allah bagi orang percaya!
Dibenarkan berarti dianggap benar yaitu bila orang berdosa menerima Yesus sebagai korban dari dosa-dosanya, dan percaya kepada-Nya.
Wednesday, June 24, 2015
KEGAGALAN: Cambuk Untuk Maju
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2015
Baca: Ayub 42:7-17
"Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Ketika mendengar nama Ayub seringkali yang terbayang di benak kita adalah kisah hidupnya yang penuh penderitaan. Pencobaan demi pencobaan datang secara beruntun dalam kehidupan Ayub: 10 anaknya mati, harta bendanya ludes, dihujat oleh isteri dan ia sendiri mengalami sakit yang begitu parah. Jika seseorang berada di posisi Ayub kemungkinan besar ia tidak akan sanggup lagi menjalani hidupnya.
Karena beratnya penderitaan yang harus ditanggung, apakah bisa dikatakan bahwa Ayub adalah orang yang gagal? Atau orang yang awalnya sukses, "...yang terkaya dari semua orang di sebelah timur." (Ayub 1:3), namun kemudian mengalami kemerosotan dan akhirnya hancur? Bukankah terhadap orang yang hidup benar firman-Nya berjanji: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13)? Jika kita langsung menyimpulkan Ayub adalah orang yang gagal, itu salah besar! Adakah orang yang tidak pernah gagal dalam hidupnya? Orang yang sukses sekalipun adalah orang yang pernah gagal, bukan hanya satu dua kali, bahkan mungkin berkali-kali, tapi mereka tidak pernah menyerah, melainkan mau belajar dari kegagalan tersebut dan menjadikan itu sebagai pelajaran berharga sekaligus cambuk untuk bangkit dan berjuang lebih keras lagi. Meski harus mengalami penderitaan yang bertubi-tubi Ayub mampu bertahan dan imannya kepada Tuhan tidak menjadi luntur, terbukti ia masih bisa berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Ayub sangat percaya hal ini: "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Mungkin saat ini keadaan Saudara sedang terpuruk, jangan terus merenungi nasib dan putus asa dengan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur". Bawalah semua persoalan Saudara kepada Tuhan, di dalam Dia pasti ada pertolongan dan jalan keluar.
Bagi orang yang menaruh pengharapan kepada Tuhan, "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Amsal 23:18
Baca: Ayub 42:7-17
"Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Ketika mendengar nama Ayub seringkali yang terbayang di benak kita adalah kisah hidupnya yang penuh penderitaan. Pencobaan demi pencobaan datang secara beruntun dalam kehidupan Ayub: 10 anaknya mati, harta bendanya ludes, dihujat oleh isteri dan ia sendiri mengalami sakit yang begitu parah. Jika seseorang berada di posisi Ayub kemungkinan besar ia tidak akan sanggup lagi menjalani hidupnya.
Karena beratnya penderitaan yang harus ditanggung, apakah bisa dikatakan bahwa Ayub adalah orang yang gagal? Atau orang yang awalnya sukses, "...yang terkaya dari semua orang di sebelah timur." (Ayub 1:3), namun kemudian mengalami kemerosotan dan akhirnya hancur? Bukankah terhadap orang yang hidup benar firman-Nya berjanji: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13)? Jika kita langsung menyimpulkan Ayub adalah orang yang gagal, itu salah besar! Adakah orang yang tidak pernah gagal dalam hidupnya? Orang yang sukses sekalipun adalah orang yang pernah gagal, bukan hanya satu dua kali, bahkan mungkin berkali-kali, tapi mereka tidak pernah menyerah, melainkan mau belajar dari kegagalan tersebut dan menjadikan itu sebagai pelajaran berharga sekaligus cambuk untuk bangkit dan berjuang lebih keras lagi. Meski harus mengalami penderitaan yang bertubi-tubi Ayub mampu bertahan dan imannya kepada Tuhan tidak menjadi luntur, terbukti ia masih bisa berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Ayub sangat percaya hal ini: "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Mungkin saat ini keadaan Saudara sedang terpuruk, jangan terus merenungi nasib dan putus asa dengan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur". Bawalah semua persoalan Saudara kepada Tuhan, di dalam Dia pasti ada pertolongan dan jalan keluar.
Bagi orang yang menaruh pengharapan kepada Tuhan, "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Amsal 23:18
Tuesday, June 23, 2015
PEREMPUAN MELAYANI TUHAN? WHY NOT?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2015
Baca: Lukas 8:1-3
"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." Lukas 8:3b
Apakah perempuan boleh melayani Tuhan? Tentu saja boleh. Tuhan yang kita sembah sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Dalam hal memberi karunia dan talenta Tuhan juga tidak pernah pilih-pilih. Oleh karena itu Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi partner kerja-Nya, mengerjakan pekerjaan-Nya asal mereka memiliki hati yang tulus dan hidup yang berkenan kepada-Nya, karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Di masa pelayanan Yesus di bumi sudah ada perempuan-perempuan yang turut terlibat pelayanan: Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan lain-lainnya. Bahkan di saat-saat terakhir Yesus disalibkan, ketika murid-murid-Nya meninggalkan Dia karena takut, justru "...ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia." (Matius 27:55); juga yang pertama kali menjenguk kubur Yesus adalah para perempuan (Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome). Apa yang mendorong mereka melayani Tuhan? Kasih Tuhan dalam hidup mereka, seperti disembuhkan dari penyakit dan dibebaskan oleh roh-roh jahat (Lukas 8:2). Mereka pun bertekad mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan sebagai perwujudan syukur "...demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ketika menyadari kasih dan anugerah Tuhan dalam hidupnya seseorang akan terdorong untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan roh yang menyala-nyala. Bahkan perempuan-perempuan itu rela berkorban materi untuk mendukung pekerjaan Tuhan, rindu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mereka berkorban bukan supaya dipuji dan terkenal, tapi karena sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.
Semua orang percaya, tanpa terkecuali, tidak mempunyai alasan untuk tidak melayani Tuhan!
Baca: Lukas 8:1-3
"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." Lukas 8:3b
Apakah perempuan boleh melayani Tuhan? Tentu saja boleh. Tuhan yang kita sembah sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Dalam hal memberi karunia dan talenta Tuhan juga tidak pernah pilih-pilih. Oleh karena itu Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi partner kerja-Nya, mengerjakan pekerjaan-Nya asal mereka memiliki hati yang tulus dan hidup yang berkenan kepada-Nya, karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Di masa pelayanan Yesus di bumi sudah ada perempuan-perempuan yang turut terlibat pelayanan: Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan lain-lainnya. Bahkan di saat-saat terakhir Yesus disalibkan, ketika murid-murid-Nya meninggalkan Dia karena takut, justru "...ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia." (Matius 27:55); juga yang pertama kali menjenguk kubur Yesus adalah para perempuan (Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome). Apa yang mendorong mereka melayani Tuhan? Kasih Tuhan dalam hidup mereka, seperti disembuhkan dari penyakit dan dibebaskan oleh roh-roh jahat (Lukas 8:2). Mereka pun bertekad mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan sebagai perwujudan syukur "...demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ketika menyadari kasih dan anugerah Tuhan dalam hidupnya seseorang akan terdorong untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan roh yang menyala-nyala. Bahkan perempuan-perempuan itu rela berkorban materi untuk mendukung pekerjaan Tuhan, rindu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mereka berkorban bukan supaya dipuji dan terkenal, tapi karena sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.
Semua orang percaya, tanpa terkecuali, tidak mempunyai alasan untuk tidak melayani Tuhan!
Monday, June 22, 2015
MENGIKUT TUHAN: Mau Membayar Harga (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2015
Baca: Lukas 9:57-62
"Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Lukas 9:57
Alkitab menyatakan bahwa mengikut Tuhan Yesus berarti mau menyangkal diri dan memikul salib setiap hari (Lukas 9:23). Artinya kita harus mau berkorban: mengorbankan keinginan daging kita, kesenangan duniawi, melepaskan segala kenyamanan. Meskipun terasa menyakitkan kita harus berani berkata 'tidak' terhadap segala keinginan daging, sebab keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh (baca Galatia 5:17). Dengan kata lain manusia lama harus benar-benar ditanggalkan, karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru (baca 2 Korintus 5:17). Rasul Petrus menasihati, "Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--," (1 Petrus 4:1).
Mengikut Yesus berarti rela kehilangan nyawa (Lukas 9:24), artinya tidak ada sesuatu pun yang layak kita pertahankan di dalam dunia ini; rela kehilangan sesuatu yang menurut kita penting dan berharga dalam hidup kita: reputasi, kehormatan, popularitas, harga diri demi Kristus. Mari belajar dari Paulus yang bertekad, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Mengikut Tuhan berarti kita tidak pernah malu karena nama Tuhan (Lukas 9:26). Ada banyak orang yang malu mengakui dirinya sebagai orang Kristen, malu mengakui Tuhan Yesus di depan orang banyak karena takut kehilangan popularitas, takut kehilangan jabatan, takut ditinggalkan oleh teman atau kawan, takut dimusuhi dan dikucilkan oleh lingkungan. Tuhan Yesus berkata, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38). Kita tidak perlu malu memberitakan nama Yesus kepada dunia karena Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita.
Mengikut Tuhan Yesus adalah keputusan untuk hidup seturut kehendak-Nya, melayani-Nya dan menempatkan-Nya sebagai yang terutama di dalam hidup ini!
Baca: Lukas 9:57-62
"Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Lukas 9:57
Alkitab menyatakan bahwa mengikut Tuhan Yesus berarti mau menyangkal diri dan memikul salib setiap hari (Lukas 9:23). Artinya kita harus mau berkorban: mengorbankan keinginan daging kita, kesenangan duniawi, melepaskan segala kenyamanan. Meskipun terasa menyakitkan kita harus berani berkata 'tidak' terhadap segala keinginan daging, sebab keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh (baca Galatia 5:17). Dengan kata lain manusia lama harus benar-benar ditanggalkan, karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru (baca 2 Korintus 5:17). Rasul Petrus menasihati, "Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--," (1 Petrus 4:1).
Mengikut Yesus berarti rela kehilangan nyawa (Lukas 9:24), artinya tidak ada sesuatu pun yang layak kita pertahankan di dalam dunia ini; rela kehilangan sesuatu yang menurut kita penting dan berharga dalam hidup kita: reputasi, kehormatan, popularitas, harga diri demi Kristus. Mari belajar dari Paulus yang bertekad, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Mengikut Tuhan berarti kita tidak pernah malu karena nama Tuhan (Lukas 9:26). Ada banyak orang yang malu mengakui dirinya sebagai orang Kristen, malu mengakui Tuhan Yesus di depan orang banyak karena takut kehilangan popularitas, takut kehilangan jabatan, takut ditinggalkan oleh teman atau kawan, takut dimusuhi dan dikucilkan oleh lingkungan. Tuhan Yesus berkata, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38). Kita tidak perlu malu memberitakan nama Yesus kepada dunia karena Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita.
Mengikut Tuhan Yesus adalah keputusan untuk hidup seturut kehendak-Nya, melayani-Nya dan menempatkan-Nya sebagai yang terutama di dalam hidup ini!
Sunday, June 21, 2015
MENGIKUT TUHAN: Mau Membayar Harga (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2015
Baca: Lukas 9:22-27
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Lukas 9:23
Melalui perenungan ini kita kembali diingatkan bahwa untuk mengikut Tuhan Yesus ada harga yang harus dibayar. Mengikut Tuhan Yesus adalah sebuah keputusan terbesar dalam hidup karena keputusan ini adalah keputusan sekali seumur hidup kita.
Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan berarti kita siap mengikuti jalan-jalan-Nya, sebab ada tertulis, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jangan mengikut Tuhan Yesus hanya karena satu tendensi yaitu mengejar berkat dan mujizat-Nya saja, sementara kita tidak mempedulikan keberadaan diri kita apakah kita sudah hidup benar di hadapan Tuhan atau belum, apakah jalan kita seturut dengan kehendak-Nya, apakah kita sudah membalas kasih Tuhan yang tak terukur, "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya..." (Efesus 3:18) dengan melayani Dia sepenuh hati atau tidak. Ada banyak orang Kristen hanya berpikiran bahwa yang terpenting Tuhan sudah memberkatiku, menyembuhkanku, memulihkanku, dan menjawab doa-doaku. Kita hanya memanfaatkan Tuhan Yesus untuk mewujudkan segala keinginan kita. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Lukas 9:25).
Sekali lagi, ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan berarti kita harus siap membayar harga. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah terlebih dahulu membayar harga, "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Lukas 9:22). Kepada jemaat di Korintus rasul Paulus mengingatkan, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar" (1 Korintus 6:20). Tuhan Yesus membayar harga dengan mengorbankan nyawa-Nya di kayu salib sehingga kita yang percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan.
Mengikut Tuhan berarti harus siap dengan segala konsekuensinya!
Baca: Lukas 9:22-27
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Lukas 9:23
Melalui perenungan ini kita kembali diingatkan bahwa untuk mengikut Tuhan Yesus ada harga yang harus dibayar. Mengikut Tuhan Yesus adalah sebuah keputusan terbesar dalam hidup karena keputusan ini adalah keputusan sekali seumur hidup kita.
Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan berarti kita siap mengikuti jalan-jalan-Nya, sebab ada tertulis, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jangan mengikut Tuhan Yesus hanya karena satu tendensi yaitu mengejar berkat dan mujizat-Nya saja, sementara kita tidak mempedulikan keberadaan diri kita apakah kita sudah hidup benar di hadapan Tuhan atau belum, apakah jalan kita seturut dengan kehendak-Nya, apakah kita sudah membalas kasih Tuhan yang tak terukur, "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya..." (Efesus 3:18) dengan melayani Dia sepenuh hati atau tidak. Ada banyak orang Kristen hanya berpikiran bahwa yang terpenting Tuhan sudah memberkatiku, menyembuhkanku, memulihkanku, dan menjawab doa-doaku. Kita hanya memanfaatkan Tuhan Yesus untuk mewujudkan segala keinginan kita. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Lukas 9:25).
Sekali lagi, ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan berarti kita harus siap membayar harga. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah terlebih dahulu membayar harga, "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Lukas 9:22). Kepada jemaat di Korintus rasul Paulus mengingatkan, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar" (1 Korintus 6:20). Tuhan Yesus membayar harga dengan mengorbankan nyawa-Nya di kayu salib sehingga kita yang percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan.
Mengikut Tuhan berarti harus siap dengan segala konsekuensinya!
Saturday, June 20, 2015
ON FIRE UNTUK TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2015
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Seiring dengan berjalannya waktu ada banyak orang Kristen yang tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan dan mengalami titik jenuh. Api dalam diri mereka tidak lagi berkobar-kobar, namun semakin meredup dan perlahan menjadi padam. Mengapa? Ujian, tantangan dan masalah yang terjadi dalam hidup mereka seringkali menjadi penyebab utamanya. Ketika kita menjadikan pelayanan hanya sebatas aktivitas rutin dan ketika kita tidak lagi intensif membangun persekutuan dengan Tuhan (karena kesibukan-kesibukan duniawi), berhati-hatilah! Karena celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan dan menjatuhkan iman kita sehingga kita tidak lagi memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. Akhirnya kuasa Tuhan pun tidak bekerja secara optimal di dalam hidup kita karena kita sendiri yang menghalanginya.
Saudara yang terkasih, having problems in life is normal, memiliki masalah dalam hidup ini adalah hal yang lumrah, dan semua orang pasti mengalminya. Maka jika demikian tidak seharusnya kita menjadikan 'masalah' sebagai alasan untuk kita tidak lagi punya semangat dalam melayani Tuhan. Kalau kita mengenal dengan benar siapa Tuhan kita, menyadari anugerah keselamatan yang telah kita terima, memahami kehendak dan rencana Tuhan atas hidup kita, maka kita akan melayani Tuhan secara konsisten dan penuh semangat di segala situasi. Seringkali ketika seseorang sedang terberkati secara materi, karir sedang menanjak, saat itulah ia begitu menggebu-gebu untuk Tuhan dan dengan suara lantang bisa berkata, "God is good!" Namun begitu keadaan terbalik atau tidak sesuai harapan, pelayanan pun terkena imbasnya.
Bagaimana supaya kita tetap on fire bagi Tuhan? Pulihkan kembali persekutuan yang karib dengan Tuhan. "...engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:3-4); dan marilah kita fokus kepada janji Tuhan! Percayalah bahwa jerih lelah kita untuk melayani Dia tidak pernah sia-sia.
Miliki tekad seperti Paulus yang "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Seiring dengan berjalannya waktu ada banyak orang Kristen yang tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan dan mengalami titik jenuh. Api dalam diri mereka tidak lagi berkobar-kobar, namun semakin meredup dan perlahan menjadi padam. Mengapa? Ujian, tantangan dan masalah yang terjadi dalam hidup mereka seringkali menjadi penyebab utamanya. Ketika kita menjadikan pelayanan hanya sebatas aktivitas rutin dan ketika kita tidak lagi intensif membangun persekutuan dengan Tuhan (karena kesibukan-kesibukan duniawi), berhati-hatilah! Karena celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan dan menjatuhkan iman kita sehingga kita tidak lagi memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. Akhirnya kuasa Tuhan pun tidak bekerja secara optimal di dalam hidup kita karena kita sendiri yang menghalanginya.
Saudara yang terkasih, having problems in life is normal, memiliki masalah dalam hidup ini adalah hal yang lumrah, dan semua orang pasti mengalminya. Maka jika demikian tidak seharusnya kita menjadikan 'masalah' sebagai alasan untuk kita tidak lagi punya semangat dalam melayani Tuhan. Kalau kita mengenal dengan benar siapa Tuhan kita, menyadari anugerah keselamatan yang telah kita terima, memahami kehendak dan rencana Tuhan atas hidup kita, maka kita akan melayani Tuhan secara konsisten dan penuh semangat di segala situasi. Seringkali ketika seseorang sedang terberkati secara materi, karir sedang menanjak, saat itulah ia begitu menggebu-gebu untuk Tuhan dan dengan suara lantang bisa berkata, "God is good!" Namun begitu keadaan terbalik atau tidak sesuai harapan, pelayanan pun terkena imbasnya.
Bagaimana supaya kita tetap on fire bagi Tuhan? Pulihkan kembali persekutuan yang karib dengan Tuhan. "...engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:3-4); dan marilah kita fokus kepada janji Tuhan! Percayalah bahwa jerih lelah kita untuk melayani Dia tidak pernah sia-sia.
Miliki tekad seperti Paulus yang "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Friday, June 19, 2015
LAYAK MELAYANI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2015
Baca: Mazmur 51:1-21
"Ya Tuhan, bukalah bibirku, supaya mulutku memberitakan puji-pujian kepada-Mu!" Mazmur 51:17
Merupakan suatu anugerah kalau kita diperkenan Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan karena tidak semua orang beroleh kesempatan untuk melayani pekerjaan-Nya, "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Karena itu memenuhi panggilan sebagai pelayan Tuhan adalah suatu panggilan hidup yang sangat mulia dalam hidup orang percaya.
Mengapa disebut mulia? Karena tugas pelayan Tuhan adalah membawa orang lain kepada pertobatan dan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Pertobatan, dalam bahasa aslinya adalah metanoia, yang dapat diartikan sebagai perubahan pola pikir, suatu keadaan di mana seorang berdosa menyesal karena dosa-dosanya yang dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan gerakan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya sendiri ia mengubah pikiran dan hatinya, lalu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan.
Supaya layak untuk melayani Tuhan kita sendiri harus terlebih dahulu mengalami proses pembenaran dari Tuhan, sebab tanpa proses pembenaran tersebut tidak mungkin kita dapat menjadi berkat bagi orang lain dan melayani Tuhan. "...orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya." (1 Petrus 1:2). Proses itu adalah: memohon pengampunan atas segala dosa-dosa serta memohon pengudusan dan perkenanan dari Tuhan, dan semua itu hanya dapat kita terima dari Tuhan Yesus yaitu melalui pengorbananNya di kayu salib. "Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!" (Mazmur 51:9); mengijinkan Roh Kudus mentahirkan, memulihkan dan memperbaharui hati kita karena hati kita menentukan arah hidup kita, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12), barulah kita melangkah untuk "...mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu." (Mazmur 51:15).
Kerelaan diproses Tuhan membawa kita semakin layak memenuhi panggilan-Nya!
Baca: Mazmur 51:1-21
"Ya Tuhan, bukalah bibirku, supaya mulutku memberitakan puji-pujian kepada-Mu!" Mazmur 51:17
Merupakan suatu anugerah kalau kita diperkenan Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan karena tidak semua orang beroleh kesempatan untuk melayani pekerjaan-Nya, "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Karena itu memenuhi panggilan sebagai pelayan Tuhan adalah suatu panggilan hidup yang sangat mulia dalam hidup orang percaya.
Mengapa disebut mulia? Karena tugas pelayan Tuhan adalah membawa orang lain kepada pertobatan dan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Pertobatan, dalam bahasa aslinya adalah metanoia, yang dapat diartikan sebagai perubahan pola pikir, suatu keadaan di mana seorang berdosa menyesal karena dosa-dosanya yang dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan gerakan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya sendiri ia mengubah pikiran dan hatinya, lalu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan.
Supaya layak untuk melayani Tuhan kita sendiri harus terlebih dahulu mengalami proses pembenaran dari Tuhan, sebab tanpa proses pembenaran tersebut tidak mungkin kita dapat menjadi berkat bagi orang lain dan melayani Tuhan. "...orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya." (1 Petrus 1:2). Proses itu adalah: memohon pengampunan atas segala dosa-dosa serta memohon pengudusan dan perkenanan dari Tuhan, dan semua itu hanya dapat kita terima dari Tuhan Yesus yaitu melalui pengorbananNya di kayu salib. "Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!" (Mazmur 51:9); mengijinkan Roh Kudus mentahirkan, memulihkan dan memperbaharui hati kita karena hati kita menentukan arah hidup kita, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12), barulah kita melangkah untuk "...mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu." (Mazmur 51:15).
Kerelaan diproses Tuhan membawa kita semakin layak memenuhi panggilan-Nya!
Thursday, June 18, 2015
KEGIGIHAN WANITA KANAAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2015
Baca: Markus 7:24-30
"Tetapi perempuan itu menjawab: Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.'" Markus 7:28
Banyak orang Kristen yang doa-doanya tidak beroleh jawaban karena mereka sendiri kurang gigih, kurang teguh dan kurang tekun dalam berdoa. Inginnya sekali berdoa atau sekali meminta segala yang kita inginkan disediakan oleh Tuhan. Namun "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Karena itu "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Wanita Kanaan itu juga memanggil Yesus "...ya Tuhan, Anak Daud..." (Matius 15:22). Meski berasal dari bangsa kafir ia memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan Yesus. Ia percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi, "Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." (Yohanes 7:42). 'Percaya' inilah yang mendorong wanita itu mencari pertolongan kepada Tuhan Yesus. Percaya adalah kunci untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Andai ada kebimbangan atau keraguan sedikit pun niscaya wanita tersebut pasti akan mengurungkan niatnya untuk datang kepada Tuhan Yesus.
Hal lain yang patut diteladani dari wanita Kanaan ini adalah kerendahan hatinya. Ketika Tuhan Yesus berkata, "...tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7:27), Tuhan tidak bermaksud untuk menghina, merendahkan dan mempermalukan wanita itu di hadapan orang banyak, melainkan untuk menguji iman dan kesungguhannya. Meski disebut 'anjing' wanita Kanaan itu sama sekali tidak sakit hati, tersinggung atau marah, sebaliknya ia dengan rendah hati mengakui dan menyadari keberadaannya (ayat nas). Adalah tidak mudah bagi seseorang mengakui kelemahan dan mau merendahkan diri, umumnya orang lebih suka meninggikan diri dan dipuji.
Karena penuh kegigihan, percaya kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati, wanita Kanaan ini memperoleh apa yang dirindukan: anaknya disembuhkan!
Baca: Markus 7:24-30
"Tetapi perempuan itu menjawab: Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.'" Markus 7:28
Banyak orang Kristen yang doa-doanya tidak beroleh jawaban karena mereka sendiri kurang gigih, kurang teguh dan kurang tekun dalam berdoa. Inginnya sekali berdoa atau sekali meminta segala yang kita inginkan disediakan oleh Tuhan. Namun "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Karena itu "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Wanita Kanaan itu juga memanggil Yesus "...ya Tuhan, Anak Daud..." (Matius 15:22). Meski berasal dari bangsa kafir ia memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan Yesus. Ia percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi, "Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." (Yohanes 7:42). 'Percaya' inilah yang mendorong wanita itu mencari pertolongan kepada Tuhan Yesus. Percaya adalah kunci untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Andai ada kebimbangan atau keraguan sedikit pun niscaya wanita tersebut pasti akan mengurungkan niatnya untuk datang kepada Tuhan Yesus.
Hal lain yang patut diteladani dari wanita Kanaan ini adalah kerendahan hatinya. Ketika Tuhan Yesus berkata, "...tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7:27), Tuhan tidak bermaksud untuk menghina, merendahkan dan mempermalukan wanita itu di hadapan orang banyak, melainkan untuk menguji iman dan kesungguhannya. Meski disebut 'anjing' wanita Kanaan itu sama sekali tidak sakit hati, tersinggung atau marah, sebaliknya ia dengan rendah hati mengakui dan menyadari keberadaannya (ayat nas). Adalah tidak mudah bagi seseorang mengakui kelemahan dan mau merendahkan diri, umumnya orang lebih suka meninggikan diri dan dipuji.
Karena penuh kegigihan, percaya kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati, wanita Kanaan ini memperoleh apa yang dirindukan: anaknya disembuhkan!
Wednesday, June 17, 2015
KEGIGIHAN WANITA KANAAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2015
Baca: Matius 15:21-28
"Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Matius 15:22
Dalam perjalanan kekristenan kita seringkali kita berpikiran bahwa Tuhan mengabaikan, melupakan dan bahkan tidak mau menjawab doa-doa yang telah sekian lama kita panjatkan. Kita bertanya kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Akibatnya banyak yang menyerah di tengah jalan, putus asa, tidak lagi mau bertekun dalam doa. Benarkah Tuhan tidak mempedulikan kita? Benarkah Tuhan menutup telinga-Nya dan tidak mau mendengar doa-doa kita?
Mari belajar dari kegigihan seorang wanita Kanaan yang memohon belas kasihan kepada Tuhan Yesus karena anak perempuannya kerasukan setan dan sangat menderita. Dalam masyarakat Yahudi wanita berada di bawah laki-laki dan dipandang rendah, terlebih-lebih wanita ini adalah orang Kanaan, yang notabene bukan orang Yahudi, bagian dari bangsa yang terkutuk, suatu bangsa yang menyembah kepada berhala. Oleh karena itu orang-orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Kanaan. Bahkan mereka seringkali menyebut orang-orang yang tidak mengenal Tuhan atau orang kafir dengan istilah 'anjing'. Secara manusia sesungguhnya wanita Kanaan ini punya alasan yang kuat untuk menjadi kecewa dan putus asa karena ia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah, dan peluang untuk mendapatkan pertolongan kecil sekali.
Meski situasi sangat tidak mendukung, wanita ini tidak menyerah begitu saja, sebaliknya ia terus berusaha mendekati Tuhan Yesus dan memohon pertolongan-Nya, bahkan Alkitab menyatakan bahwa wanita itu terus berteriak-teriak memanggil nama Yesus, "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud..." (ayat nas), "...Tuhan, tolonglah aku." (Matius 15:25), ini menunjukkan bahwa wanita itu begitu gigih dan tidak mengenal kata menyerah. Gigih berarti tetap teguh pada pendirian atau pikiran, keras hati, ulet dalam berusaha. Karena ketekunannya Tuhan Yesus pun berpaling kepadanya.
Alkitab menasihatkan agar kita "...berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Baca: Matius 15:21-28
"Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Matius 15:22
Dalam perjalanan kekristenan kita seringkali kita berpikiran bahwa Tuhan mengabaikan, melupakan dan bahkan tidak mau menjawab doa-doa yang telah sekian lama kita panjatkan. Kita bertanya kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Akibatnya banyak yang menyerah di tengah jalan, putus asa, tidak lagi mau bertekun dalam doa. Benarkah Tuhan tidak mempedulikan kita? Benarkah Tuhan menutup telinga-Nya dan tidak mau mendengar doa-doa kita?
Mari belajar dari kegigihan seorang wanita Kanaan yang memohon belas kasihan kepada Tuhan Yesus karena anak perempuannya kerasukan setan dan sangat menderita. Dalam masyarakat Yahudi wanita berada di bawah laki-laki dan dipandang rendah, terlebih-lebih wanita ini adalah orang Kanaan, yang notabene bukan orang Yahudi, bagian dari bangsa yang terkutuk, suatu bangsa yang menyembah kepada berhala. Oleh karena itu orang-orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Kanaan. Bahkan mereka seringkali menyebut orang-orang yang tidak mengenal Tuhan atau orang kafir dengan istilah 'anjing'. Secara manusia sesungguhnya wanita Kanaan ini punya alasan yang kuat untuk menjadi kecewa dan putus asa karena ia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah, dan peluang untuk mendapatkan pertolongan kecil sekali.
Meski situasi sangat tidak mendukung, wanita ini tidak menyerah begitu saja, sebaliknya ia terus berusaha mendekati Tuhan Yesus dan memohon pertolongan-Nya, bahkan Alkitab menyatakan bahwa wanita itu terus berteriak-teriak memanggil nama Yesus, "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud..." (ayat nas), "...Tuhan, tolonglah aku." (Matius 15:25), ini menunjukkan bahwa wanita itu begitu gigih dan tidak mengenal kata menyerah. Gigih berarti tetap teguh pada pendirian atau pikiran, keras hati, ulet dalam berusaha. Karena ketekunannya Tuhan Yesus pun berpaling kepadanya.
Alkitab menasihatkan agar kita "...berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Tuesday, June 16, 2015
MEMBATASI KUASA TUHAN: Perkataan Negatif (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2015
Baca: Ulangan 1:19-33
"Tetapi walaupun demikian, kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu," Ulangan 1:32
Jika sepuluh pengintai memberikan laporan yang negatif, berbeda dengan laporan Yosua dan Kaleb yang menunjukkan sikap optimistis: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), karena percaya hal ini: "TUHAN, Allahmu, yang berjalan di depanmu, Dialah yang akan berperang untukmu sama seperti yang dilakukan-Nya bagimu di Mesir, di depan matamu, dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." (Ulangan 1:30-31), sehingga yang keluar dari mulut mereka adalah perkataan positif karena mata rohani mereka tertuju kepada Tuhan!
Apa reaksi umat Israel? Mereka lebih mempercayai perkataan negatif 10 pengintai itu daripada janji Tuhan. Mereka pun mulai kecewa dan berputus asa, "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka membatasi kuasa Tuhan dengan perkataan-perkataan negatif, padahal Tuhan telah berjanji akan memberikan Kanaan sebagai warisan dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Ketika menghadapi situasi-situasi sulit kita pun sering berlaku seperti 10 pengintai yang suka memperkatakan kegagalan, ketidakpercayaan, ketakutan, kebimbangan, kemustahilan dan sebagainya, sehingga berkat Tuhan pun menjadi terhalang.
Terus memperkatakan yang negatif mendatangkan kutuk bagi mereka sendiri. Sebagian besar dari mereka gagal menikmati Kanaan. "Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya." (Bilangan 14:22-23).
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Baca: Ulangan 1:19-33
"Tetapi walaupun demikian, kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu," Ulangan 1:32
Jika sepuluh pengintai memberikan laporan yang negatif, berbeda dengan laporan Yosua dan Kaleb yang menunjukkan sikap optimistis: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30), karena percaya hal ini: "TUHAN, Allahmu, yang berjalan di depanmu, Dialah yang akan berperang untukmu sama seperti yang dilakukan-Nya bagimu di Mesir, di depan matamu, dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." (Ulangan 1:30-31), sehingga yang keluar dari mulut mereka adalah perkataan positif karena mata rohani mereka tertuju kepada Tuhan!
Apa reaksi umat Israel? Mereka lebih mempercayai perkataan negatif 10 pengintai itu daripada janji Tuhan. Mereka pun mulai kecewa dan berputus asa, "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka membatasi kuasa Tuhan dengan perkataan-perkataan negatif, padahal Tuhan telah berjanji akan memberikan Kanaan sebagai warisan dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Ketika menghadapi situasi-situasi sulit kita pun sering berlaku seperti 10 pengintai yang suka memperkatakan kegagalan, ketidakpercayaan, ketakutan, kebimbangan, kemustahilan dan sebagainya, sehingga berkat Tuhan pun menjadi terhalang.
Terus memperkatakan yang negatif mendatangkan kutuk bagi mereka sendiri. Sebagian besar dari mereka gagal menikmati Kanaan. "Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya." (Bilangan 14:22-23).
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Monday, June 15, 2015
MEMBATASI KUASA TUHAN: Perkataan Negatif (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2015
Baca: Ulangan 1:19-33
"Ketahuilah, TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan negeri itu kepadamu. Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah takut dan janganlah patah hati." Ulangan 1:21
Ketika bangsa Israel mengalami penindasan di Mesir Tuhan memperhatikan mereka. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7).
Untuk itulah Tuhan memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan Ia telah menyediakan "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8). Namun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, Tuhan mengijinkan umat Israel menempuh perjalanan di padang gurun sebagai bagian dari proses pendewasaan iman. Saat dalam proses inilah umat Israel tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, meski Tuhan sudah menyediakan segala kebutuhan mereka dan menyatakan mujizat-Nya.
Suatu ketika umat Israel sudah berada di posisi yang strategis dan siap memasuki Tanah Perjanjian. "Kamu sudah sampai ke pegunungan orang Amori, yang diberikan kepada kita oleh TUHAN, Allah kita." (Ulangan 1:20). Untuk menyelidiki negeri itu Musa mengutus 12 orang (perwakilan 12 suku) mendahului mereka. Setelah 40 hari melakukan pengintaian kembalilah mereka untuk memberikan laporan. Sepuluh pengintai memberikan laporan yang menunjukkan sikap pesimistis: "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:28, 32, 33).
Selama fokus kita hanya tertuju kepada apa yang tampak secara kasat mata, kita akan mudah lemah dan putus asa!
Baca: Ulangan 1:19-33
"Ketahuilah, TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan negeri itu kepadamu. Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu. Janganlah takut dan janganlah patah hati." Ulangan 1:21
Ketika bangsa Israel mengalami penindasan di Mesir Tuhan memperhatikan mereka. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7).
Untuk itulah Tuhan memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan Ia telah menyediakan "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8). Namun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, Tuhan mengijinkan umat Israel menempuh perjalanan di padang gurun sebagai bagian dari proses pendewasaan iman. Saat dalam proses inilah umat Israel tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, meski Tuhan sudah menyediakan segala kebutuhan mereka dan menyatakan mujizat-Nya.
Suatu ketika umat Israel sudah berada di posisi yang strategis dan siap memasuki Tanah Perjanjian. "Kamu sudah sampai ke pegunungan orang Amori, yang diberikan kepada kita oleh TUHAN, Allah kita." (Ulangan 1:20). Untuk menyelidiki negeri itu Musa mengutus 12 orang (perwakilan 12 suku) mendahului mereka. Setelah 40 hari melakukan pengintaian kembalilah mereka untuk memberikan laporan. Sepuluh pengintai memberikan laporan yang menunjukkan sikap pesimistis: "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:28, 32, 33).
Selama fokus kita hanya tertuju kepada apa yang tampak secara kasat mata, kita akan mudah lemah dan putus asa!
Sunday, June 14, 2015
JANGAN SUKA BOHONG!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2015
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Saturday, June 13, 2015
RAHEL: Wanita Rajin
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2015
Baca: Kejadian 29:1-14
"Selagi ia berkata-kata dengan mereka, datanglah Rahel dengan kambing domba ayahnya, sebab dialah yang menggembalakannya." Kejadian 29:9
Rahel adalah anak Laban, arti namanya adalah domba betina. Pada masa itu domba adalah lambang kekayaan seseorang dan salah satu jenis binatang yang sangat produktif, karena dari bulunya bisa dihasilkan wol untuk bahan pakaian, dagingnya bisa dikonsumsi, susu untuk diminum dan bahan membuat keju, kulitnya dapat dijadikan tenda dan alat musik rebana, begitu pula dengan tanduknya bisa dijadikan shofar (sangkakala/alat musik tiup).
Rahel adalah sosok wanita yang rajin dan patuh kepada orangtua. Terbukti ia mau melakukan pekerjaan yang tak lazim yaitu menggembalakan domba, padahal tugas menggembalakan kambing domba itu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Bekerja sebagai penggembala kambing domba membutuhkan kekuatan fisik, kesabaran dan juga keberanian menghadapi bahaya yang mengancam. Rahel mampu melakukan tugas tersebut dengan baik. Tetapi kebanyakan para gadis akan lebih memilih melakukan pekerjaan rumah tangga daripada harus berpanas-panas ria di padang belantara dengan alasan takut kulit menjadi hitam, takut bedaknya luntur, takut ada binatang buas dan sebagainya. Namun Rahel bukanlah anak perempuan yang manja, suka berpangku tangan atau menghabiskan waktu di rumah untuk bersolek atau merias diri. Alkitab mencatat, "...Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya." (Kejadian 29:17). Dengan kecantikan yang dimilikinya ia tidak merasa gengsi untuk menggembalakan kambing domba. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah tipe wanita yang rajin dan pekerja keras.
Salah satu ciri orang yang rajin bekerja adalah tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Terlihat ketika bertemu Yakub, yang adalah sanak saudara ayahnya, tanpa menunda-nunda waktu "...berlarilah Rahel menceritakannya kepada ayahnya." (ayat 12). Karena campur tangan Tuhan Rahel bertemu dengan Yakub, dan keduanya memiliki kesempatan untuk bekerjasama dalam menggembalakan kambing domba ayahnya, sehingga ternaknya pun menjadi semakin banyak.
Karena rajin bekerja Rahel diberkati Tuhan berlimpah: bertemu jodoh dan dibukakan kandungannya, sehingga ia melahirkan 2 anak yaitu Yusuf dan Benyamin!
Baca: Kejadian 29:1-14
"Selagi ia berkata-kata dengan mereka, datanglah Rahel dengan kambing domba ayahnya, sebab dialah yang menggembalakannya." Kejadian 29:9
Rahel adalah anak Laban, arti namanya adalah domba betina. Pada masa itu domba adalah lambang kekayaan seseorang dan salah satu jenis binatang yang sangat produktif, karena dari bulunya bisa dihasilkan wol untuk bahan pakaian, dagingnya bisa dikonsumsi, susu untuk diminum dan bahan membuat keju, kulitnya dapat dijadikan tenda dan alat musik rebana, begitu pula dengan tanduknya bisa dijadikan shofar (sangkakala/alat musik tiup).
Rahel adalah sosok wanita yang rajin dan patuh kepada orangtua. Terbukti ia mau melakukan pekerjaan yang tak lazim yaitu menggembalakan domba, padahal tugas menggembalakan kambing domba itu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Bekerja sebagai penggembala kambing domba membutuhkan kekuatan fisik, kesabaran dan juga keberanian menghadapi bahaya yang mengancam. Rahel mampu melakukan tugas tersebut dengan baik. Tetapi kebanyakan para gadis akan lebih memilih melakukan pekerjaan rumah tangga daripada harus berpanas-panas ria di padang belantara dengan alasan takut kulit menjadi hitam, takut bedaknya luntur, takut ada binatang buas dan sebagainya. Namun Rahel bukanlah anak perempuan yang manja, suka berpangku tangan atau menghabiskan waktu di rumah untuk bersolek atau merias diri. Alkitab mencatat, "...Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya." (Kejadian 29:17). Dengan kecantikan yang dimilikinya ia tidak merasa gengsi untuk menggembalakan kambing domba. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah tipe wanita yang rajin dan pekerja keras.
Salah satu ciri orang yang rajin bekerja adalah tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Terlihat ketika bertemu Yakub, yang adalah sanak saudara ayahnya, tanpa menunda-nunda waktu "...berlarilah Rahel menceritakannya kepada ayahnya." (ayat 12). Karena campur tangan Tuhan Rahel bertemu dengan Yakub, dan keduanya memiliki kesempatan untuk bekerjasama dalam menggembalakan kambing domba ayahnya, sehingga ternaknya pun menjadi semakin banyak.
Karena rajin bekerja Rahel diberkati Tuhan berlimpah: bertemu jodoh dan dibukakan kandungannya, sehingga ia melahirkan 2 anak yaitu Yusuf dan Benyamin!
Friday, June 12, 2015
ORANG RAJIN: Diberi Kelimpahan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2015
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
William A. Ward, seorang motivator Amerika, memberikan resep bagaimana menjadi sukses: "Kunci kesuksesan adalah rajin belajar pada saat orang lain sedang tidur, rajin bekerja pada saat orang lain sedang bermalas-malasan, mempersiapkan diri pada waktu orang lain bermain-main, dan memiliki mimpi di saat orang lain memiliki keinginan."
Intinya, untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil ada harga yang harus dibayar yaitu berani keluar dari zona nyaman, mau bekerja lebih keras dari kebanyakan orang, serta mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin, karena "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ketika kita mengerjakan bagian kita yaitu mengembangkan potensi yang Dia beri, bekerja dengan rajin dan senantiasa mengandalkan Tuhan, maka Ia pun akan mengerjakan bagian-Nya yaitu menyediakan berkat bagi kita. Kalau kita bekerja asal-asalan, tidak rajin, sampai kapan pun kita tidak akan menerima hasilnya. "Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga." (Amsal 12:27).
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjadi teladan dalam segala hal, salah satunya dalam hal pekerjaan. Di mana pun kita bekerja dan apa pun tugasnya kita harus mengerjakannya dengan menjunjung nilai-nilai kebenaran firman Tuhan sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, yaitu bekerja seperti untuk Tuhan. Jika kita menyadari bahwa melalui pekerjaan, kita sedang bekerja untuk Tuhan dan melayani-Nya maka kita akan bekerja dengan rajin, segenap hati dan penuh dedikasi, sehingga "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Ketika bangsa Israel di padang gurun Tuhan mencukupi kebutuhan mereka dengan 'manna' (roti sorga). Bukan berarti bangsa Israel tidak perlu bekerja, tapi mereka juga harus rajin bangun pagi untuk memungut manna itu dan mengolahnya menjadi makanan yang bisa dinikmati. Jika mereka malas mereka tidak akan mendapatkan manna.
Orang yang rajin bekerja pasti menerima berkat yang berbeda dari Tuhan: kelimpahan, promosi dan kepercayaan!
Baca: Kolose 3:22-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
William A. Ward, seorang motivator Amerika, memberikan resep bagaimana menjadi sukses: "Kunci kesuksesan adalah rajin belajar pada saat orang lain sedang tidur, rajin bekerja pada saat orang lain sedang bermalas-malasan, mempersiapkan diri pada waktu orang lain bermain-main, dan memiliki mimpi di saat orang lain memiliki keinginan."
Intinya, untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil ada harga yang harus dibayar yaitu berani keluar dari zona nyaman, mau bekerja lebih keras dari kebanyakan orang, serta mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin, karena "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Ketika kita mengerjakan bagian kita yaitu mengembangkan potensi yang Dia beri, bekerja dengan rajin dan senantiasa mengandalkan Tuhan, maka Ia pun akan mengerjakan bagian-Nya yaitu menyediakan berkat bagi kita. Kalau kita bekerja asal-asalan, tidak rajin, sampai kapan pun kita tidak akan menerima hasilnya. "Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga." (Amsal 12:27).
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjadi teladan dalam segala hal, salah satunya dalam hal pekerjaan. Di mana pun kita bekerja dan apa pun tugasnya kita harus mengerjakannya dengan menjunjung nilai-nilai kebenaran firman Tuhan sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, yaitu bekerja seperti untuk Tuhan. Jika kita menyadari bahwa melalui pekerjaan, kita sedang bekerja untuk Tuhan dan melayani-Nya maka kita akan bekerja dengan rajin, segenap hati dan penuh dedikasi, sehingga "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:24).
Ketika bangsa Israel di padang gurun Tuhan mencukupi kebutuhan mereka dengan 'manna' (roti sorga). Bukan berarti bangsa Israel tidak perlu bekerja, tapi mereka juga harus rajin bangun pagi untuk memungut manna itu dan mengolahnya menjadi makanan yang bisa dinikmati. Jika mereka malas mereka tidak akan mendapatkan manna.
Orang yang rajin bekerja pasti menerima berkat yang berbeda dari Tuhan: kelimpahan, promosi dan kepercayaan!
Thursday, June 11, 2015
ORANG RAJIN: Diberi Kelimpahan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2015
Baca: Amsal 21:1-31
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." Amsal 21:5
Kebaikan atau lawan dari malas adalah rajin. Secara umum kata rajin memiliki arti: bekerja dengan sungguh-sungguh, selalu berusaha giat. Menjadi orang yang rajin alias bekerja dengan sungguh-sungguh dan giat adalah kehendak Tuhan!
Ketika menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden Tuhan memberikan perintah kepada mereka untuk bekerja, bukan untuk bermalas-malasan. Dikatakan, "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Jadi, perintah untuk bekerja sudah diberikan Tuhan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Dengan kata lain bekerja bukanlah sebagai akibat manusia jatuh dalam dosa, sebab "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Tuhan saja tetap bekerja, masakan kita tidak mau bekerja alias hanya berpangku tangan? Firman Tuhan menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10). Kalimat kerjakanlah itu sekuat tenaga artinya harus dikerjakan dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan tidak dengan setengah hati. Mengapa kita harus bekerja dengan rajin? Karena kerajinan adalah salah satu modal untuk meraih kesuksesan, sebab "...tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), dan "Tangan orang rajin memegang kekuasaan," (Amsal 12:24).
Oleh karena itu penulis Amsal pun memperingatkan kita untuk tidak malu belajar dan mencontoh kehidupan semut, yang termasuk salah satu binatang terkecil di bumi, "...tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas," (Amsal 30:24-25): semut, "...biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:7-8).
Bekerjalah dengan rajin, maka hidup kita akan semakin diberkati Tuhan, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Baca: Amsal 21:1-31
"Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." Amsal 21:5
Kebaikan atau lawan dari malas adalah rajin. Secara umum kata rajin memiliki arti: bekerja dengan sungguh-sungguh, selalu berusaha giat. Menjadi orang yang rajin alias bekerja dengan sungguh-sungguh dan giat adalah kehendak Tuhan!
Ketika menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden Tuhan memberikan perintah kepada mereka untuk bekerja, bukan untuk bermalas-malasan. Dikatakan, "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15). Jadi, perintah untuk bekerja sudah diberikan Tuhan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Dengan kata lain bekerja bukanlah sebagai akibat manusia jatuh dalam dosa, sebab "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Tuhan saja tetap bekerja, masakan kita tidak mau bekerja alias hanya berpangku tangan? Firman Tuhan menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10). Kalimat kerjakanlah itu sekuat tenaga artinya harus dikerjakan dengan rajin, bersungguh-sungguh, dan tidak dengan setengah hati. Mengapa kita harus bekerja dengan rajin? Karena kerajinan adalah salah satu modal untuk meraih kesuksesan, sebab "...tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), dan "Tangan orang rajin memegang kekuasaan," (Amsal 12:24).
Oleh karena itu penulis Amsal pun memperingatkan kita untuk tidak malu belajar dan mencontoh kehidupan semut, yang termasuk salah satu binatang terkecil di bumi, "...tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas," (Amsal 30:24-25): semut, "...biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:7-8).
Bekerjalah dengan rajin, maka hidup kita akan semakin diberkati Tuhan, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Wednesday, June 10, 2015
DAMPAK KEMALASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2015
Baca: Amsal 18:1-24
"Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Amsal 18:9
Hal yang sangat tidak disukai oleh orang dan sekaligus menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan adalah sifat malas.
Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30), si tuan kecewa dengan hamba yang dipercaya menerima satu talenta karena ia tidak mengembangkannya, melainkan menyembunyikannya di dalam tanah. "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? ... Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Hamba yang malas harus menuai akibat kemalasannya itu. Tuhan telah memberi kita kemampuan atau karunia dengan maksud supaya kita berkarya dan mengembangkan kemampuan tersebut semaksimal mungkin, sebab pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang malas disebut jahat, bahkan disebut sebagai perusak (ayat nas). Mengapa? Karena Tuhan telah memiliki rancangan hal-hal baik bagi setiap orang percaya, tapi Ia menghendaki adanya kerjasama, ada bagian yang harus kita kerjakan untuk menggenapi rencana-Nya. Namun karena kita malas dan tidak mau membayar harga, semua rancangan Tuhan atas kita menjadi berantakan bukan karena Tuhan tidak sanggup melaksanakan rencana-Nya, tetapi karena kita sendiri yang tidak mau taat.
Ketahuilah bahwa kemalasan hanya akan berdampak buruk: merusak masa depan, impian dan harapan menjadi buyar, menghambat kemajuan (stagnan) dan cenderung mengalami kemunduran, menyebabkan penderitaan karena tidak ada kekayaan yang akan singgah di dalam rumah pemalas, sebab "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Akhirnya para pemalas bisanya hanya mengeluh, bersungut-sungut, menjadi beban bagi orang lain, kecewa dan ujung-ujungnya berani menyalahkan Tuhan.
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." Pengkotbah 10:18
Baca: Amsal 18:1-24
"Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Amsal 18:9
Hal yang sangat tidak disukai oleh orang dan sekaligus menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan adalah sifat malas.
Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30), si tuan kecewa dengan hamba yang dipercaya menerima satu talenta karena ia tidak mengembangkannya, melainkan menyembunyikannya di dalam tanah. "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? ... Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Hamba yang malas harus menuai akibat kemalasannya itu. Tuhan telah memberi kita kemampuan atau karunia dengan maksud supaya kita berkarya dan mengembangkan kemampuan tersebut semaksimal mungkin, sebab pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang malas disebut jahat, bahkan disebut sebagai perusak (ayat nas). Mengapa? Karena Tuhan telah memiliki rancangan hal-hal baik bagi setiap orang percaya, tapi Ia menghendaki adanya kerjasama, ada bagian yang harus kita kerjakan untuk menggenapi rencana-Nya. Namun karena kita malas dan tidak mau membayar harga, semua rancangan Tuhan atas kita menjadi berantakan bukan karena Tuhan tidak sanggup melaksanakan rencana-Nya, tetapi karena kita sendiri yang tidak mau taat.
Ketahuilah bahwa kemalasan hanya akan berdampak buruk: merusak masa depan, impian dan harapan menjadi buyar, menghambat kemajuan (stagnan) dan cenderung mengalami kemunduran, menyebabkan penderitaan karena tidak ada kekayaan yang akan singgah di dalam rumah pemalas, sebab "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Akhirnya para pemalas bisanya hanya mengeluh, bersungut-sungut, menjadi beban bagi orang lain, kecewa dan ujung-ujungnya berani menyalahkan Tuhan.
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." Pengkotbah 10:18
Tuesday, June 9, 2015
JANGAN JADI PEMALAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2015
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Monday, June 8, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2015
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Sunday, June 7, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2015
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Saturday, June 6, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2015
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Friday, June 5, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2015
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Thursday, June 4, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2015
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Wednesday, June 3, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2015
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Subscribe to:
Posts (Atom)