Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2015
Baca: Amsal 18:1-24
"Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Amsal 18:9
Hal yang sangat tidak disukai oleh orang dan sekaligus menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan adalah sifat malas.
Dalam perumpamaan tentang talenta (baca Matius 25:14-30), si tuan kecewa dengan hamba yang dipercaya menerima satu talenta karena ia tidak mengembangkannya, melainkan menyembunyikannya di dalam tanah. "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku
menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di
mana aku tidak menanam? ... Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang
paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Hamba yang malas harus menuai akibat kemalasannya itu. Tuhan telah memberi kita kemampuan atau karunia dengan maksud supaya kita berkarya dan mengembangkan kemampuan tersebut semaksimal mungkin, sebab pada saatnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang malas disebut jahat, bahkan disebut sebagai perusak (ayat nas). Mengapa? Karena Tuhan telah memiliki rancangan hal-hal baik bagi setiap orang percaya, tapi Ia menghendaki adanya kerjasama, ada bagian yang harus kita kerjakan untuk menggenapi rencana-Nya. Namun karena kita malas dan tidak mau membayar harga, semua rancangan Tuhan atas kita menjadi berantakan bukan karena Tuhan tidak sanggup melaksanakan rencana-Nya, tetapi karena kita sendiri yang tidak mau taat.
Ketahuilah bahwa kemalasan hanya akan berdampak buruk: merusak masa depan, impian dan harapan menjadi buyar, menghambat kemajuan (stagnan) dan cenderung mengalami kemunduran, menyebabkan penderitaan karena tidak ada kekayaan yang akan singgah di dalam rumah pemalas, sebab "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Akhirnya para pemalas bisanya hanya mengeluh, bersungut-sungut, menjadi beban bagi orang lain, kecewa dan ujung-ujungnya berani menyalahkan Tuhan.
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." Pengkotbah 10:18
Wednesday, June 10, 2015
Tuesday, June 9, 2015
JANGAN JADI PEMALAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2015
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Baca: Amsal 13:1-25
"Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." Amsal 13:4
Secara umum arti kata malas adalah tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan, atau hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagaimana dengan Saudara? Ketika Saudara mulai memiliki banyak alasan untuk menghindar dari sebuah tanggung jawab, ketika Saudara suka sekali menunda-nunda waktu dalam mengerjakan sebuah pekerjaan, ketika Saudara menolak tugas yang dipercayakan, ketika Saudara tidak lagi on time, ketika Saudara tidak lagi disiplin, ketika Saudara mulai ogah-ogahan bangun pagi, ketika Saudara tidak lagi bersemangat dalam melayani pekerjaan Tuhan, berhati-hatilah, karena Saudara mulai dan sedang dihinggapi oleh rasa malas!
Ada kabar buruk bagi para pemalas: kesuksesan atau keberhasilan di segala bidang kehidupan ternyata tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang malas bekerja. Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Jika kamu terus malas bekerja, atas dasar apakah engkau mengharapkan sebanyak yang dihasilkan oleh orang-orang yang rajin?" Sekalipun seseorang memiliki bejibun keinginan atau impian setinggi langit, tapi jika ia sendiri bermalas-malasan, maka semua keinginan dan impiannya tidak akan pernah terwujud. "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25). Sesungguhnya kemalasan itu bisa diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit mental dan kalau 'penyakit' ini terus dibiarkan dan dipelihara akan semakin menjadi kronis, bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menghancurkan diri sendiri. Karena itu rasul Paulus sangat menentang keras orang-orang yang malas: "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).
Sebagai hamba Tuhan, sebenarnya Paulus berhak untuk mendapatkan penghidupan dari orang-orang yang dilayaninya, tetapi ia sendiri telah menunjukkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal bekerja keras, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:8).
Berharap semua keinginan dan impian terwujud? Jangan jadi pemalas!
Monday, June 8, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2015
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Baca: 1 Raja-Raja 2:1-12
"Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki." 1 Raja-Raja 2:2
Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerima tongkat estafet kepemimpinan, demikian, "...kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki."
Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga. Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan. Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorang petugas jaga malam atau ronda, di mana ia juga harus punya keberanian karena sewaktu-waktu bisa datang pencuri atau orang jahat. Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap aman dan terkendali. Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, atau cepat tanggap terhadap apapun. Tuhan Yesus memperingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Laki-laki juga identik dengan kekuatan. Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman. Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil. Karena itu "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10). Kekuatan itu datangnya dari Tuhan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan," (2 Timotius 1:7). Jadi kita bisa kuat bila senantiasa mengandalkan Tuhan. "orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31).
Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya!
Sunday, June 7, 2015
BERSIKAP SEBAGAI LAKI-LAKI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2015
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Baca: 1 Korintus 16:10-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!" 1 Korintus 16:13
Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat. Secara umum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti wanita. Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.
Apakah seruan Paulus ini semata-mata ditujukan kepada laki-laki yang secara fisik tampak lemah dan tidak menunjukkan sikap jantan atau macho? Bukan itu! Namun seruan Paulus ini juga tidak ditujukan kepada jemaat di Korintus yang berjenis kelamin laki-laki saja, tetapi kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan. "kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." (1 Korintus 1:2).
Ada hal-hal positif yang bisa kita pelajari dari sikap seorang laki-laki yang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani. Salah satunya adalah hal keberanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya; berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati. Sikap berani dibutuhkan oleh prajurit Kristus sebab hidup ini adalah medan pertempuran, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12). Kalau kita takut sebelum berperang maka kita tidak pernah melihat kemenangan. Bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa ketika "...orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka" (Keluaran 14:9), karena itu Musa menguatkan mereka: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). (Bersambung).
Saturday, June 6, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2015
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa tapi Ia juga mengutus umat tebusan-Nya untuk melanjutkan misi-Nya. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita wajib untuk melaksanakan misi dari Tuhan ini.
Tugas memberitakan Injil bukanlah perkara yang mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mangkir dari tugas ini karena Tuhan telah menganugerahkan Roh Kudus untuk memampukan kita melaksanakan Amanat Agung-Nya tersebut. Kata "pergilah, jadikanlah" (Matius 28:19) merupakan dua kata kerja perintah yang aktif, artinya hal itu bukan lagi menjadi suatu opsi melainkan suatu keharusan yang harus dikerjakan, karena keberadaan orang percaya adalah sebagai duta Kristus, artinya kita mengemban suatu misi khusus dari Tuhan yaitu memberitakan Injil. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani Evanggelion yang berarti berita baik atau good news, karena Injil adalah "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan pernah beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil itu semata-mata tugas seorang penginjil, pendeta atau pelayan Tuhan! Semua orang percaya tanpa terkecuali memiliki tugas yang sama! Jika kita menyadari bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita tetapi semata-mata karna kasih karunia melalui penebusan Kristus, jika kita rindu menyenangkan hati Tuhan, jika kita terbeban jiwa-jiwa dan jika kita menyadari bahwa kita ini dikasihi Tuhan dan dipilih sebagai anak-anak-Nya, maka kerajinan kita tidak akan pernah kendor dan roh kita akan terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam mengerjakan Amanat Agung Tuhan adalah sikap hati dalam melayani-Nya, kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan karena terpaksa atau tendensi tertentu. "Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas," (Filipi 1:15-17).
"...jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku." 1 Korintus 9:16
Friday, June 5, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Mengerjakan Misi (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2015
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21
Hidup kita akan menjadi sangat berarti apabila kita mengerjakan misi yang diperintahkan Tuhan. Kekristenan yang tidak mengerjakan misi adalah kekristenan yang sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Misi itu sesungguhnya sudah dimulai oleh Allah sendiri dengan mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Misi Allah ini disebut dengan Missio Dei (missio: mengirimkan; Dei: Allah), artinya pengutusan yang dilakukan langsung oleh Allah dan digenapi melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia sebagai tonggak sejarah dimulainya Perjanjian Baru.
Keberhasilan misi Allah dengan mengutus Putera-Nya Yesus Kristus ini akhirnya menghasilkan kumpulan orang-orang yang terpanggil untuk percaya, yang dalam bahasa Yunani disebut ekklesia, yang kemudian diterjemahkan menjadi gereja. Jadi gereja yang dimaksudkan di sini bukanlah gedung atau organisasi, melainkan setiap orang percaya.. Kini gereja atau setiap orang percaya memiliki tugas yaitu mengerjakan misi yang diamanatkan Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20).
Perintah Tuhan ini disebut Amanat Agung. Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tapi Ia sendiri telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa dalam hal mengerjakan misi yang diamanatkan oleh Bapa di sorga. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34), "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Puncak ketaatan Tuhan Yesus mengerjakan misi adalah melalui pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia!
Thursday, June 4, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2015
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Baca: Wahyu 22:6-17
"Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" Wahyu 22:11
Ketaatan itu harus jelas, kita tidak bisa dalam posisi setengah-setengah. Hidup berpadanan dengan Injil berarti hidup dalam ketaatan. Ketaatan bukanlah sekedar ke gereja, mendengar firman atau sekedar melakukannya, karena ada banyak orang yang melakukan sesuatu hanya karena merasa sungkan atau takut dihukum. Ketaatan sejati merupakan kesadaran yang lahir dari dalam hati karena kasih. Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Selain merupakan kehendak Tuhan, ketaatan akan menuntun seseorang kepada kehidupan yang berkemenangan, sebab ketika kita taat kita akan melihat dan mengalami mujizat Tuhan. Hidup taat memang berat karena ada harga yang harus dibayar: keinginan daging harus mati, manusia lama harus benar-benar ditanggalkan. Namun mujizat akan dinyatakan ketika kita hidup dalam ketaatan! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita tidak akan mudah goyah dan akan tetap kuat dalam situasi apa pun, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17), dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Roma 8:31b); tidak ada yang dapat memisahkan orang benar dari kasih Kristus, "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Ketaatan kita juga merupakan bukti bahwa kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, yang akan mendorong kita untuk all out bagi Tuhan, "...karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:8a). Bukti nyata ketaatan seseorang adalah adanya perubahan hidup seperti yang terjadi dalam diri Paulus, yang telah menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.
"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Wednesday, June 3, 2015
HIDUP YANG BERARTI: Berpadanan Dengan Injil (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2015
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Baca: Filipi 1:27-30
"...hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Kita hidup di dunia ini bukan untuk selama-lamanya, dengan kata lain hidup di dunia ini sangatlah singkat. Kalau kita menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu singkat dan hanya sekali, akankah kita mengisinya dengan sembarangan atau sembrono? Ingat! Waktu tidak dapat diputar kembali, kita tidak dapat mengulangi atau memperbaiki kehidupan yang sudah kita lewati; itulah masa lalu. Karena itu mulai hari ini buatlah keputusan dan pilihan hidup yang benar supaya hidup yang kita jalani ini benar-benar menjadi sangat berarti, sebab keputusan dan pilihan hidup kita hari ini akan menjadi penentu masa depan kita kelak.
Bagaimana supaya hidup kita berarti? Hiduplah berpadanan dengan Injil atau hidup sesuai firman Tuhan. Penulis Amsal menggambarkan bahwa orang yang hidup sesuai firman tidak menempuh jalan orang-orang fasik, tidak mengikuti jalan orang jahat, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca Amsal 4:14, 27). Sebaliknya hari-hari yang kita jalani akan menjadi sangat sia-sia dan percuma bila kita hidup menyimpang dari kebenaran atau ketika kita lebih menuruti keinginan daging. Berhati-hatilah, karena "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8); artinya jika kita tidak bertekad untuk mematikan perbuatan daging kita, maka perbuatan daging tersebut yang akan menghancurkan dan mematikan hidup kita sendiri, karena keinginan daging itu selalu berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: memilih untuk menjadi hamba kebenaran atau menjadi hamba dosa. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku. "Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15b-16).
Mana yang Saudara pilih?
Tuesday, June 2, 2015
KECANTIKAN SEORANG WANITA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2015
Baca: Amsal 31:10-31
"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Amsal 31:30
Kaum pria umumnya akan mengukur dan menilai kecantikan wanita dari apa yang terlihat secara kasat mata alias dari sisi fisiknya: paras yang ayu dan bodi yang seksi. Ternyata, 'kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia' apabila tidak disertai dengan sikap dan perbuatan yang baik. Meskipun tidak bisa dipungkiri, sebagian besar laki-laki justru meyukai hal yang bohong dan sia-sia tersebut.
Seorang wanita yang terlihat cantik apabila ia hidup dalam kepatuhan. "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh." (1 Timotius 2:11). Patuh bukan berarti harus selalu mengalah atau takluk di bawah laki-laki. Patuh yang dimaksud adalah bagaimana wanita menghargai ketetapan Tuhan dalam menjalani kodratnya sebagai wanita, yaitu sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penolong dalam hal apa? Penolong dalam melakukan kehendak TUHAN. Dalam keberadaannya sebagai isteri ia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu." (Efesus 5:22-24).
Sering dijumpai ada isteri-isteri yang tidak mau tunduk kepada suami, suka sekali melawan, bahkan semena-mena dan menganggap rendah suaminya, mungkin karena merasa memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami atau lebih pintar dari suaminya. Akhirnya muncul istilah 'ikatan suami takut isteri (ISTI)'. Firman-Nya memperingatkan! "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kolose 3:18). Ketaatan dan kasih seorang wanita dalam melakukan kehendak Tuhan akan tercermin bagaimana ia mampu menjalankan perannya sebagai isteri yang baik. "Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal." (1 Timotius 3:11).
Wanita dikatakan cantik bila mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Baca: Amsal 31:10-31
"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." Amsal 31:30
Kaum pria umumnya akan mengukur dan menilai kecantikan wanita dari apa yang terlihat secara kasat mata alias dari sisi fisiknya: paras yang ayu dan bodi yang seksi. Ternyata, 'kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia' apabila tidak disertai dengan sikap dan perbuatan yang baik. Meskipun tidak bisa dipungkiri, sebagian besar laki-laki justru meyukai hal yang bohong dan sia-sia tersebut.
Seorang wanita yang terlihat cantik apabila ia hidup dalam kepatuhan. "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh." (1 Timotius 2:11). Patuh bukan berarti harus selalu mengalah atau takluk di bawah laki-laki. Patuh yang dimaksud adalah bagaimana wanita menghargai ketetapan Tuhan dalam menjalani kodratnya sebagai wanita, yaitu sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penolong dalam hal apa? Penolong dalam melakukan kehendak TUHAN. Dalam keberadaannya sebagai isteri ia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu." (Efesus 5:22-24).
Sering dijumpai ada isteri-isteri yang tidak mau tunduk kepada suami, suka sekali melawan, bahkan semena-mena dan menganggap rendah suaminya, mungkin karena merasa memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami atau lebih pintar dari suaminya. Akhirnya muncul istilah 'ikatan suami takut isteri (ISTI)'. Firman-Nya memperingatkan! "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kolose 3:18). Ketaatan dan kasih seorang wanita dalam melakukan kehendak Tuhan akan tercermin bagaimana ia mampu menjalankan perannya sebagai isteri yang baik. "Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal." (1 Timotius 3:11).
Wanita dikatakan cantik bila mampu menjalankan perannya sesuai kehendak Tuhan!
Monday, June 1, 2015
KECANTIKAN WANITA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2015
Baca: 1 Timotius 2:9-12
"tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." 1 Timotius 2:10
Miss Universe (dan yang sejenisnya) adalah kontes kecantikan wanita sejagat raya ini. Di dalam kontes ini yang dinilai bukan semata-mata kecantikan fisik, tetapi termasuk juga kecerdasan dan juga kepribadiannya, yang lebih dikenal dengan istilah 3B (brain, beauty, dan behaviour): brain memiliki arti cerdas dan berwawasan luas; beauty artinya memiliki wajah yang eye catching (menarik) dan juga memiliki bentuk tubuh yang proposional; behaviour mengacu kepada kepribadian, sikap dan perilaku. Pemenang Miss Universe 2014 adalah Paulina Vega (Colombia). Sementara wakil dari Indonesia, Elvira Devinamira (Puteri Indonesia 2014), masuk dalam top 15 dan mengenakan kostum bertema 'Chronicle of Borobudur' dan menyabet 'Best National Costume'. Suatu prestasi yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia!
Cantik adalah idaman semua wanita di jagad raya ini! Karena itu tidaklah mengherankan bila wanita suka sekali berdandan atau bersolek. Namun banyak wanita yang berdandan secara berlebihan (menor) sehingga mereka bukan tampak terlihat semakin cantik, tetapi malah sebaliknya, terlihat buruk dan lucu. Padahal Alkitab menasihatkan, "Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal," (1 Timotius 2:9). Seorang wanita akan terlihat cantik ketika ia berdandan secara tepat, tidak harus menggunakan pakaian yang berharga mahal, mewah dan galamor, tetapi berdandan dengan pantas, sopan dan tidak melebihi batas kesopanan.
Sesungguhnya kecantikan wanita itu akan terpancar melalui sikap perbuatannya, "...hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." (ayat nas). Jadi wanita akan terlihat cantik dan menarik bukan semata-mata dilihat dari pakaian yang dikenakan, peerhiasan yang melekat di tubuh, atau karena ia sangat lihai dalam hal bersolek, melainkan dari budi bahasa dan perbuatannya. Inilah yang disebut inner beauty, yaitu kecantikan yang terpancar dari dalam melalui kepribadian, tutur kata dan perbuatannya sehari-hari.
Kecantikan wanita akan terpancar dari perbuatan, bukan semata-mata karena fisik!
Baca: 1 Timotius 2:9-12
"tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." 1 Timotius 2:10
Miss Universe (dan yang sejenisnya) adalah kontes kecantikan wanita sejagat raya ini. Di dalam kontes ini yang dinilai bukan semata-mata kecantikan fisik, tetapi termasuk juga kecerdasan dan juga kepribadiannya, yang lebih dikenal dengan istilah 3B (brain, beauty, dan behaviour): brain memiliki arti cerdas dan berwawasan luas; beauty artinya memiliki wajah yang eye catching (menarik) dan juga memiliki bentuk tubuh yang proposional; behaviour mengacu kepada kepribadian, sikap dan perilaku. Pemenang Miss Universe 2014 adalah Paulina Vega (Colombia). Sementara wakil dari Indonesia, Elvira Devinamira (Puteri Indonesia 2014), masuk dalam top 15 dan mengenakan kostum bertema 'Chronicle of Borobudur' dan menyabet 'Best National Costume'. Suatu prestasi yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia!
Cantik adalah idaman semua wanita di jagad raya ini! Karena itu tidaklah mengherankan bila wanita suka sekali berdandan atau bersolek. Namun banyak wanita yang berdandan secara berlebihan (menor) sehingga mereka bukan tampak terlihat semakin cantik, tetapi malah sebaliknya, terlihat buruk dan lucu. Padahal Alkitab menasihatkan, "Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal," (1 Timotius 2:9). Seorang wanita akan terlihat cantik ketika ia berdandan secara tepat, tidak harus menggunakan pakaian yang berharga mahal, mewah dan galamor, tetapi berdandan dengan pantas, sopan dan tidak melebihi batas kesopanan.
Sesungguhnya kecantikan wanita itu akan terpancar melalui sikap perbuatannya, "...hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah." (ayat nas). Jadi wanita akan terlihat cantik dan menarik bukan semata-mata dilihat dari pakaian yang dikenakan, peerhiasan yang melekat di tubuh, atau karena ia sangat lihai dalam hal bersolek, melainkan dari budi bahasa dan perbuatannya. Inilah yang disebut inner beauty, yaitu kecantikan yang terpancar dari dalam melalui kepribadian, tutur kata dan perbuatannya sehari-hari.
Kecantikan wanita akan terpancar dari perbuatan, bukan semata-mata karena fisik!
Sunday, May 31, 2015
SEMANGAT UNTUK BERSAKSI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2015
Baca: Lukas 8:26-39
"Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya." Lukas 8:39b
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen enggan, malas dan bahkan tidak tergerak sama sekali untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain, karena merasa malu, takut ditertawakan, takut ditolak atau takut dimusuhi. Ditolak, dimusuhi dan bahkan dikucilkan oleh orang lain ketika orang Kristen bersaksi tentang Kristus adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh setiap orang percaya, karena dunia di mana kita hidup adalah dunia yang sangat membenci dan menolak keberadaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Jadi bukan hanya di zaman sekarang ini saja orang-orang dunia benci dengan nama Yesus... di masa ketika Ia melayani di bumi saja sudah seringkali ditolak, dibenci, dihindari oleh banyak orang.
Ketika berada di kota Gerasa Tuhan Yesus bertemu dengan seseorang yang mengalami kerasukan setan dan tinggal di pekuburan. Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan, dan dengan kuasa-Nya yang dahsyat Ia mengusir roh jahat itu keluar dari orang tersebut sehingga ia dibebaskan dan menjadi waras! Meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang di Gerasa tetap saja tidak percaya dengan mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, malahan "...seluruh penduduk daerah Gerasa meminta kepada Yesus, supaya Ia meninggalkan mereka," (Lukas 8:37). Justru orang yang tadinya kerasukan setan itulah yang tergerak hati bersaksi kepada orang lain. Dengan semangat menyala-nyala ia pergi mengelilingi seluruh kota dan menyaksikan segala yang diperbuat Tuhan Yesus bagi dirinya.
Mengapa kita tidak mau bersaksi? Mungkin kita sudah merasa puas hanya sebagai 'penonton' yang sebatas mendengar dan melihat orang lain diubahkan, sedangkan kita sendiri merasa tidak mengalami.
Rindukan lawatan Tuhan secara pribadi supaya kita bisa bersaksi kepada orang lain, sebab bersaksi tentang Kristus adalah perintah yang harus kita kerjakan!
Baca: Lukas 8:26-39
"Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya." Lukas 8:39b
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen enggan, malas dan bahkan tidak tergerak sama sekali untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain, karena merasa malu, takut ditertawakan, takut ditolak atau takut dimusuhi. Ditolak, dimusuhi dan bahkan dikucilkan oleh orang lain ketika orang Kristen bersaksi tentang Kristus adalah konsekuensi yang harus ditanggung oleh setiap orang percaya, karena dunia di mana kita hidup adalah dunia yang sangat membenci dan menolak keberadaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Jadi bukan hanya di zaman sekarang ini saja orang-orang dunia benci dengan nama Yesus... di masa ketika Ia melayani di bumi saja sudah seringkali ditolak, dibenci, dihindari oleh banyak orang.
Ketika berada di kota Gerasa Tuhan Yesus bertemu dengan seseorang yang mengalami kerasukan setan dan tinggal di pekuburan. Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan, dan dengan kuasa-Nya yang dahsyat Ia mengusir roh jahat itu keluar dari orang tersebut sehingga ia dibebaskan dan menjadi waras! Meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang di Gerasa tetap saja tidak percaya dengan mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, malahan "...seluruh penduduk daerah Gerasa meminta kepada Yesus, supaya Ia meninggalkan mereka," (Lukas 8:37). Justru orang yang tadinya kerasukan setan itulah yang tergerak hati bersaksi kepada orang lain. Dengan semangat menyala-nyala ia pergi mengelilingi seluruh kota dan menyaksikan segala yang diperbuat Tuhan Yesus bagi dirinya.
Mengapa kita tidak mau bersaksi? Mungkin kita sudah merasa puas hanya sebagai 'penonton' yang sebatas mendengar dan melihat orang lain diubahkan, sedangkan kita sendiri merasa tidak mengalami.
Rindukan lawatan Tuhan secara pribadi supaya kita bisa bersaksi kepada orang lain, sebab bersaksi tentang Kristus adalah perintah yang harus kita kerjakan!
Saturday, May 30, 2015
BERSAKSI: Yesus Harus Makin Besar
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2015
Baca: Yesaya 44:1-8
"Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku?" Yesaya 44:8b
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam karakter orang Kristen. Ada orang Kristen yang bersikap cuek dan masa bodoh demikian: "Yang penting sudah beribadah ke gereja setiap Minggu, itu sudah lebih dari cukup. Urusan pelayanan di gereja dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya akut idak mau ambil pusing, emang gue pikiran." Ada pula orang Kristen yang sukanya hanya menuntut untuk dilayani dan diberi, namun ia sendiri tidak mau melayani dan memberi. Lebih ekstrem lagi ada orang Kristen yang punya kebiasaan menjadi juri di gereja: mengkritik sana-sini, menghakimi saudara seiman lainnya dan selalu mencari kelemahan hamba-hamba Tuhan, padahal ia sendiri tidak mau terlibat dalam pelayanan.
Syukur bagi Tuhan ada banyak orang Kristen yang menyadari akan panggilan hidupnya, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan sehingga ia tidak bisa menahan bibir dan lidahnya untuk selalu bersaksi tentang "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18) kepada setiap orang yang ditemuinya di manapun berada dan kapan pun waktunya. Bagi sebagian besar orang Kristen istilah bersaksi tentu saja bukan hal yang asing lagi, namun tidak semua orang Kristen mau mempraktekkannya dengan berbagai alasan, padahal kesaksian hidup adalah manifestasi dari pengakuan iman kita sebagai orang percaya. Kekristenan tanpa sebuah kesaksian hidup bisa dikatakan kekristenan yang imannya mati. Dikatakan: "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Sebagai umat yang telah ditebus, diselamatkan dan mengalami kasih Tuhan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai saksi-saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini. Yang dimaksud dengan bersaksi adalah menceritakan, memberitahukan dan mengabarkan kepada orang lain tentang segala sesuatu yang telah kita alami bersama dengan Kristus agar orang lain tahu dan dapat mengalami kasih seperti yang kita alami. Karena kita ini adalah saksi Kristus, maka yang harus kita saksikan dan beritakan adalah pribadi Kristus dan karya-Nya, bukan diri sendiri yang dikedepankan dan dinomorsatukan.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: Yesaya 44:1-8
"Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku?" Yesaya 44:8b
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam karakter orang Kristen. Ada orang Kristen yang bersikap cuek dan masa bodoh demikian: "Yang penting sudah beribadah ke gereja setiap Minggu, itu sudah lebih dari cukup. Urusan pelayanan di gereja dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya akut idak mau ambil pusing, emang gue pikiran." Ada pula orang Kristen yang sukanya hanya menuntut untuk dilayani dan diberi, namun ia sendiri tidak mau melayani dan memberi. Lebih ekstrem lagi ada orang Kristen yang punya kebiasaan menjadi juri di gereja: mengkritik sana-sini, menghakimi saudara seiman lainnya dan selalu mencari kelemahan hamba-hamba Tuhan, padahal ia sendiri tidak mau terlibat dalam pelayanan.
Syukur bagi Tuhan ada banyak orang Kristen yang menyadari akan panggilan hidupnya, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan sehingga ia tidak bisa menahan bibir dan lidahnya untuk selalu bersaksi tentang "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18) kepada setiap orang yang ditemuinya di manapun berada dan kapan pun waktunya. Bagi sebagian besar orang Kristen istilah bersaksi tentu saja bukan hal yang asing lagi, namun tidak semua orang Kristen mau mempraktekkannya dengan berbagai alasan, padahal kesaksian hidup adalah manifestasi dari pengakuan iman kita sebagai orang percaya. Kekristenan tanpa sebuah kesaksian hidup bisa dikatakan kekristenan yang imannya mati. Dikatakan: "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Sebagai umat yang telah ditebus, diselamatkan dan mengalami kasih Tuhan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai saksi-saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini. Yang dimaksud dengan bersaksi adalah menceritakan, memberitahukan dan mengabarkan kepada orang lain tentang segala sesuatu yang telah kita alami bersama dengan Kristus agar orang lain tahu dan dapat mengalami kasih seperti yang kita alami. Karena kita ini adalah saksi Kristus, maka yang harus kita saksikan dan beritakan adalah pribadi Kristus dan karya-Nya, bukan diri sendiri yang dikedepankan dan dinomorsatukan.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Friday, May 29, 2015
AMBISI PRIBADI: Harus Diremukkan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2015
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya. Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf. Itu sangat berbahaya!
Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir (Kejadian 37:12-36); saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara (Kejadian 39:1-23); akhirnya Yusuf 'lulus' dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir (Kejadian 41:40-43). Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.
Yang patut kita teladani dari Yusuf: ketika mengalami 'peremukan' lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan. Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya." (Efesus 2:10). Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas! "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;" (Ayub 5:18).
Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya. Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf. Itu sangat berbahaya!
Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir (Kejadian 37:12-36); saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara (Kejadian 39:1-23); akhirnya Yusuf 'lulus' dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir (Kejadian 41:40-43). Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.
Yang patut kita teladani dari Yusuf: ketika mengalami 'peremukan' lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan. Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya." (Efesus 2:10). Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas! "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;" (Ayub 5:18).
Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!
Thursday, May 28, 2015
AMBISI PRIBADI: Sangat Berbahaya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2015
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Wednesday, May 27, 2015
TENAGA DAN KUASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2015
Baca: Lukas 9:1-6
"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit." Lukas 9:1
Menjadi pengikut Kristus bukan sekedar untuk menerima berkat dan mujizat dari Tuhan, tetapi harus siap membayar harga, siap menyangkal diri, siap berkorban dan siap diutus oleh Tuhan. Diutus untuk apa? "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15). Banyak orang Kristen yang sukanya hanya mendengar khotbah tentang berkat, kekayaan atau mujizat, tapi ketika firman-Nya berisikan tentang suatu perintah atau tugas, kita seolah-olah menutup mata dan telinga. Kita tidak mau capai melayani, apalagi harus berkorban waktu, tenaga dan terlebih-lebih materi.
Awal sebagai orang percaya, keberadaan kita adalah bayi-bayi rohani "...yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2). Tapi kita tidak berhenti pada tahap bayi atau kanak-kanak rohani, bukan? "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:13). Kekristenan yang sehat adalah kekristenan yang terus bertumbuh sampai kita mencapai kedewasaan rohani, di mana kita mulai makan makanan yang keras. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Setelah kita menjadi kuat dan dewasa secara rohani, inilah saat untuk kita menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan yaitu menjadi saksi-saksi-Nya di tengah dunia ini. Tidak ada alasan untuk kita tidak merespons panggilan Tuhan! Seberat apa pun tantangan yang ada kita harus mau melangkah! Dengan kekuatan dan kepintaran sendiri mustahil kita mampu mengerjakan amanat Tuhan ini. Puji Tuhan, kita tidak melangkah sendirian, tapi ada Roh Kudus beserta kita. Sebelum murid-murid-Nya pergi, Tuhan terlebih dahulu memperlengkapi mereka dengan tenaga dan kuasa, itulah Roh Kudus.
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Baca: Lukas 9:1-6
"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit." Lukas 9:1
Menjadi pengikut Kristus bukan sekedar untuk menerima berkat dan mujizat dari Tuhan, tetapi harus siap membayar harga, siap menyangkal diri, siap berkorban dan siap diutus oleh Tuhan. Diutus untuk apa? "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15). Banyak orang Kristen yang sukanya hanya mendengar khotbah tentang berkat, kekayaan atau mujizat, tapi ketika firman-Nya berisikan tentang suatu perintah atau tugas, kita seolah-olah menutup mata dan telinga. Kita tidak mau capai melayani, apalagi harus berkorban waktu, tenaga dan terlebih-lebih materi.
Awal sebagai orang percaya, keberadaan kita adalah bayi-bayi rohani "...yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan," (1 Petrus 2:2). Tapi kita tidak berhenti pada tahap bayi atau kanak-kanak rohani, bukan? "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:13). Kekristenan yang sehat adalah kekristenan yang terus bertumbuh sampai kita mencapai kedewasaan rohani, di mana kita mulai makan makanan yang keras. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14).
Setelah kita menjadi kuat dan dewasa secara rohani, inilah saat untuk kita menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan yaitu menjadi saksi-saksi-Nya di tengah dunia ini. Tidak ada alasan untuk kita tidak merespons panggilan Tuhan! Seberat apa pun tantangan yang ada kita harus mau melangkah! Dengan kekuatan dan kepintaran sendiri mustahil kita mampu mengerjakan amanat Tuhan ini. Puji Tuhan, kita tidak melangkah sendirian, tapi ada Roh Kudus beserta kita. Sebelum murid-murid-Nya pergi, Tuhan terlebih dahulu memperlengkapi mereka dengan tenaga dan kuasa, itulah Roh Kudus.
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Tuesday, May 26, 2015
ROH KUDUS JAMINAN KEMENANGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2015
Baca: Efesus 2:1-10
"dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus." Efesus 2:6-7
Setelah kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Rasul Paulus menyampaikan "...bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19). Roh Kudus yang diam di dalam kita adalah Roh yang sama yang telah membangkitkan Tuhan Yesus dari antara orang mati, artinya di dalam kita ada kuasa yang bekerja secara dahsyat yaitu kuasa Roh Kudus.
Jika kita menyadari bahwa di dalam kita ada Roh Kudus yaitu Roh "...yang lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), maka tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan penuh ketakutan, keragu-raguan dan kekuatiran. Seharusnya seberat apa pun ujian, tantangan atau badai persoalan menyerang takkan mampu memporak-porandakan dan menghancurkan bahtera hidup kita, takkan mampu mempecundangi kita, dan takkan mampu menggoyangkan iman kita. Sesadis atau sejahat apa pun fitnah yang ditujukan kepada kita takkan mampu melemahkan dan menghalangi langkah kita untuk meraih masa depan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan tawaran ataau iming-iming dari dunia yang menggiurkan sekalipun takkan mampu membuat kita berpaling dari Kristus dan melepaskan kepercayaan kita.
Karena itu buanglah jauh-jauh segala pikiran negatif dan tetap arahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus dan janji firman-Nya, sebab Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian itu jugalah yang memberi kepastian dan jaminan kemenangan bagi kita, bahkan "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Tuhan tidak pernah merancang kita untuk hidup di bawah standar, biasa-biasa saja, apalagi menjadi seorang pecundang!
Baca: Efesus 2:1-10
"dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus." Efesus 2:6-7
Setelah kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Rasul Paulus menyampaikan "...bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19). Roh Kudus yang diam di dalam kita adalah Roh yang sama yang telah membangkitkan Tuhan Yesus dari antara orang mati, artinya di dalam kita ada kuasa yang bekerja secara dahsyat yaitu kuasa Roh Kudus.
Jika kita menyadari bahwa di dalam kita ada Roh Kudus yaitu Roh "...yang lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), maka tidak seharusnya kita menjalani hidup ini dengan penuh ketakutan, keragu-raguan dan kekuatiran. Seharusnya seberat apa pun ujian, tantangan atau badai persoalan menyerang takkan mampu memporak-porandakan dan menghancurkan bahtera hidup kita, takkan mampu mempecundangi kita, dan takkan mampu menggoyangkan iman kita. Sesadis atau sejahat apa pun fitnah yang ditujukan kepada kita takkan mampu melemahkan dan menghalangi langkah kita untuk meraih masa depan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan tawaran ataau iming-iming dari dunia yang menggiurkan sekalipun takkan mampu membuat kita berpaling dari Kristus dan melepaskan kepercayaan kita.
Karena itu buanglah jauh-jauh segala pikiran negatif dan tetap arahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus dan janji firman-Nya, sebab Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian itu jugalah yang memberi kepastian dan jaminan kemenangan bagi kita, bahkan "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Tuhan tidak pernah merancang kita untuk hidup di bawah standar, biasa-biasa saja, apalagi menjadi seorang pecundang!
Monday, May 25, 2015
PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2015
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah 2:33
Peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta ini merupakan penggenapan dari apa yang Tuhan firmankan melalui perantaan nabi Yoel (Baca Yoel 2:28-32). Perihal kehidupan baru itu sudah dinubuatkan oleh nabi Yehezkiel, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), karena kita telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan melalui pengorbanan darah Kristus dan Roh Kudus.
3. Untuk memeteraikan orang percaya sebagai milik Kristus. "Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13). 4. Untuk menyatakan Yesus adalah Tuhan. "Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kisah 2:36). Tak seorang pun dapat percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah bila ia tidak digerakkan dan dinyatakan oleh Roh Kudus. Jadi kita pun tidak dapat memaksa orang lain untuk percaya kepada Tuhan Yesus, karena itu adalah jamahan-Nya.
5. Untuk mengajarkan segala kebenaran. "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13). Kebenaran Tuhan disampaikan melalui Injil, tetapi Injil itu suatu buku yang masih tertutup bagi banyak orang, karena itulah mereka tidak mengerti kebenaran Injil. Tetapi bagi orang percaya yang sudah lahir baru, firman itu justru menjadi makanan rohani dan kebenaran yang memerdekakan. Namun jika kita sendiri tidak mau mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam hati kita, kita pun tidak akan mengerti kebenaran yang terkandung di dalam Injil.
"Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." Roma 8:9b
Baca: Kisah Para Rasul 2:14-40
"Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." Kisah 2:33
Peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta ini merupakan penggenapan dari apa yang Tuhan firmankan melalui perantaan nabi Yoel (Baca Yoel 2:28-32). Perihal kehidupan baru itu sudah dinubuatkan oleh nabi Yehezkiel, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Jadi "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), karena kita telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan melalui pengorbanan darah Kristus dan Roh Kudus.
3. Untuk memeteraikan orang percaya sebagai milik Kristus. "Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13). 4. Untuk menyatakan Yesus adalah Tuhan. "Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kisah 2:36). Tak seorang pun dapat percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah bila ia tidak digerakkan dan dinyatakan oleh Roh Kudus. Jadi kita pun tidak dapat memaksa orang lain untuk percaya kepada Tuhan Yesus, karena itu adalah jamahan-Nya.
5. Untuk mengajarkan segala kebenaran. "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yohanes 16:13). Kebenaran Tuhan disampaikan melalui Injil, tetapi Injil itu suatu buku yang masih tertutup bagi banyak orang, karena itulah mereka tidak mengerti kebenaran Injil. Tetapi bagi orang percaya yang sudah lahir baru, firman itu justru menjadi makanan rohani dan kebenaran yang memerdekakan. Namun jika kita sendiri tidak mau mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam hati kita, kita pun tidak akan mengerti kebenaran yang terkandung di dalam Injil.
"Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." Roma 8:9b
Sunday, May 24, 2015
PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2015
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Pentakosta adalah hari raya umat Kristiani untuk memperingati peristiwa pencurahan Roh Kudus. Peristiwa ini terjadi 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus, jatuh pada hari Minggu ke-7 sesudah paskah, atau 10 hari setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Tuhan Yesus berkata, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17). Karena itu Roh Kudus disebut dengan janji Bapa.
Apa tujuan Roh Kudus dicurahkan di tengah-tengah umat-Nya? Antara lain: 1. Untuk menginsafkan dunia dari dosa, kebenaran dan penghakiman. "Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yohanes 16:8-11). 2. Untuk memberikan kelahiran baru sebagai tanda hidup baru. "...jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yohanes 3:5-8).
Pada peristiwa Pentakosta tanda pertama yang muncul adalah tiupan angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (Kisah 2:2). Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru adalah seperti angin yang bertiup: dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu tak seorang pun tahu, tetapi hembusan dan kehadiran angin itu dapat kita rasakan. Demikian pula pekerjaan Roh Kudus itu nyata dalam hidup orang percaya, meski tidak terlihat secara kasat mata tetapi kita dapat merasakan hadirat-Nya. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" Kisah 2:2
Pentakosta adalah hari raya umat Kristiani untuk memperingati peristiwa pencurahan Roh Kudus. Peristiwa ini terjadi 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus, jatuh pada hari Minggu ke-7 sesudah paskah, atau 10 hari setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Tuhan Yesus berkata, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17). Karena itu Roh Kudus disebut dengan janji Bapa.
Apa tujuan Roh Kudus dicurahkan di tengah-tengah umat-Nya? Antara lain: 1. Untuk menginsafkan dunia dari dosa, kebenaran dan penghakiman. "Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yohanes 16:8-11). 2. Untuk memberikan kelahiran baru sebagai tanda hidup baru. "...jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yohanes 3:5-8).
Pada peristiwa Pentakosta tanda pertama yang muncul adalah tiupan angin. "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;" (Kisah 2:2). Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru adalah seperti angin yang bertiup: dari mana datangnya dan ke mana perginya angin itu tak seorang pun tahu, tetapi hembusan dan kehadiran angin itu dapat kita rasakan. Demikian pula pekerjaan Roh Kudus itu nyata dalam hidup orang percaya, meski tidak terlihat secara kasat mata tetapi kita dapat merasakan hadirat-Nya. (Bersambung)
Saturday, May 23, 2015
TIDAK PERNAH MERASA CUKUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2015
Baca: Filipi 4:10-20
"Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan seseorang di zaman sekarang ini adalah perasaan kurang, tidak cukup atau tidak puas. Tak bisa dipungkiri bahwa semua orang menginginkan segala kebutuhannya tercukupi. Tapi apakah dengan tercukupinya segala kebutuhan secara otomatis akan membuat seseorang menemukan kebahagiaan? Contoh: kasus kawin-cerai yang dialami para selebriti, padahal dilihat secara materi hidup mereka serba berkecukupan, tapi mengapa mereka masih saja bercerai dan merasakan ketidakbahagiaan dalam hidupnya? Ternyata materi yang berlimpah tidak menjamin kebahagiaan seseorang. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan yang tidak ada batasnya inilah yang mengakibatkan seseorang tidak mengalami kebahagiaan dalam hidup ini.
Bagaimana supaya kita senantiasa memiliki rasa cukup? Hiduplah berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya; fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial kita perlukan. Sedangkan keinginan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Tapi ada banyak orang yang tidak bisa membedakannya sehingga dengan segala cara mereka berusaha untuk memenuhi segala keinginannya, padahal apa yang kita inginkan tidak selalu kita butuhkan. Perhatikan apa yang disampaikan rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19), artinya Tuhan berjanji akan memenuhi segala yang kita perlukan atau butuhkan, bukan berjanji akan memenuhi segala keinginan kita karena apa yang kita inginkan belum tentu merupakan kebutuhan kita.
Apakah keinginan tidak boleh dipenuhi? Boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan utama kita telah mendapatkan perhatian dan pemenuhan, sebab sampai kapan pun keinginan manusia tidak ada habisnya.
Karena itu "...cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Baca: Filipi 4:10-20
"Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan seseorang di zaman sekarang ini adalah perasaan kurang, tidak cukup atau tidak puas. Tak bisa dipungkiri bahwa semua orang menginginkan segala kebutuhannya tercukupi. Tapi apakah dengan tercukupinya segala kebutuhan secara otomatis akan membuat seseorang menemukan kebahagiaan? Contoh: kasus kawin-cerai yang dialami para selebriti, padahal dilihat secara materi hidup mereka serba berkecukupan, tapi mengapa mereka masih saja bercerai dan merasakan ketidakbahagiaan dalam hidupnya? Ternyata materi yang berlimpah tidak menjamin kebahagiaan seseorang. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan yang tidak ada batasnya inilah yang mengakibatkan seseorang tidak mengalami kebahagiaan dalam hidup ini.
Bagaimana supaya kita senantiasa memiliki rasa cukup? Hiduplah berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya; fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial kita perlukan. Sedangkan keinginan adalah segala hasrat yang timbul dalam diri manusia yang jika tidak terpenuhi tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Tapi ada banyak orang yang tidak bisa membedakannya sehingga dengan segala cara mereka berusaha untuk memenuhi segala keinginannya, padahal apa yang kita inginkan tidak selalu kita butuhkan. Perhatikan apa yang disampaikan rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19), artinya Tuhan berjanji akan memenuhi segala yang kita perlukan atau butuhkan, bukan berjanji akan memenuhi segala keinginan kita karena apa yang kita inginkan belum tentu merupakan kebutuhan kita.
Apakah keinginan tidak boleh dipenuhi? Boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan utama kita telah mendapatkan perhatian dan pemenuhan, sebab sampai kapan pun keinginan manusia tidak ada habisnya.
Karena itu "...cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Friday, May 22, 2015
JANGAN MAKAN SECARA BERLEBIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2015
Baca: Keluarkan 16:13-21
"Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya." Keluaran 16:18b
Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan dan melayani Dia sepenuh hati jika tubuh jasmani kita terserang sakit-penyakit? Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang jatuh sakit adalah tidak bisa menjaga pola makannya sehari-hari dengan baik, makan makanan dengan sembarangan. Padahal ketika kita makan makanan dengan sembarangan sama artinya kita sedang meracuni tubuh sendiri dengan makanan tersebut. Semisal mengkonsumsi makanan berlemak yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas dan juga beresiko terserang penyakit lainnya, seperti kolesterol, jantung dan juga kanker. Bahkan ada banyak orang yang ketika melihat makanan tidak bisa mengendalikan dirinya, sehingga mereka akan makan makanan itu dalam porsi yang sangat berlebihan.
Alkitab mengajarkan kita untuk makan makanan yang secukupnya atau seperlunya, bukan makan makanan dalam porsi yang berlebihan. Prinsip makan makanan yang secukupnya ini sudah diajarkan oleh Tuhan sejak zaman kehidupan bangsa Israel ketika mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Pada waktu bangsa Israel bersungut-sungut perihal makanan, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3), kemudian Tuhan memberi mereka 'manna' (roti sorga). Tuhan pun berfirman, "Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya;" (Keluaran 16:16), jika mereka mengambilnya sampai sisa (secara berlebihan), maka makanan itu akan berulat dan berbau busuk.
Tuhan Yesus juga mengajarkan kita berdoa dalam doa Bapa Kami, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11), artinya Tuhan mengajarkan kita supaya tidak makan secara berlebihan, tapi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan. Bukan berarti Tuhan tidak sanggup memberkati dengan berlimpah, tapi ini bertujuan supaya kita bisa mengendalikan diri atau memiliki penguasaan diri.
"Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya." Amsal 25:16
Baca: Keluarkan 16:13-21
"Tiap-tiap orang mengumpulkan menurut keperluannya." Keluaran 16:18b
Bagaimana kita bisa memuliakan Tuhan dan melayani Dia sepenuh hati jika tubuh jasmani kita terserang sakit-penyakit? Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang jatuh sakit adalah tidak bisa menjaga pola makannya sehari-hari dengan baik, makan makanan dengan sembarangan. Padahal ketika kita makan makanan dengan sembarangan sama artinya kita sedang meracuni tubuh sendiri dengan makanan tersebut. Semisal mengkonsumsi makanan berlemak yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas dan juga beresiko terserang penyakit lainnya, seperti kolesterol, jantung dan juga kanker. Bahkan ada banyak orang yang ketika melihat makanan tidak bisa mengendalikan dirinya, sehingga mereka akan makan makanan itu dalam porsi yang sangat berlebihan.
Alkitab mengajarkan kita untuk makan makanan yang secukupnya atau seperlunya, bukan makan makanan dalam porsi yang berlebihan. Prinsip makan makanan yang secukupnya ini sudah diajarkan oleh Tuhan sejak zaman kehidupan bangsa Israel ketika mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Pada waktu bangsa Israel bersungut-sungut perihal makanan, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3), kemudian Tuhan memberi mereka 'manna' (roti sorga). Tuhan pun berfirman, "Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya;" (Keluaran 16:16), jika mereka mengambilnya sampai sisa (secara berlebihan), maka makanan itu akan berulat dan berbau busuk.
Tuhan Yesus juga mengajarkan kita berdoa dalam doa Bapa Kami, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11), artinya Tuhan mengajarkan kita supaya tidak makan secara berlebihan, tapi secukupnya, sesuai dengan kebutuhan. Bukan berarti Tuhan tidak sanggup memberkati dengan berlimpah, tapi ini bertujuan supaya kita bisa mengendalikan diri atau memiliki penguasaan diri.
"Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya." Amsal 25:16
Thursday, May 21, 2015
ANGGUR BARU DI KANTONG BARU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2015
Baca: Lukas 5:36-39
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kaya, karena itu Dia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Namun banyak orang Kristen kurang bersemangat dalam mengiring Tuhan oleh karena beratnya pergumulan hidup. Seringkali timbul pertanyaan di benak mereka, "Katanya Tuhan memberi hidup yang berkelimpahan dan merancangkan hari depan yang penuh harapan. Aku sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada perubahan." Ayat nas menyatakan, "...anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.". Sesungguhnya Tuhan sangat ingin mencurahkan berkat-berkat-Nya secara melimpah ke dalam hidup anak-anak-Nya, tapi yang menjadi persoalan adalah kita sendiri yang seringkali belum siap menerima curahan berkat Tuhan tersebut. Suatu contoh: banyak di antara orang Kristen yang ketika hidupnya masih pas-pasan dan penghasilannya masih sedikit sudah tidak mau taat dan setia mengembalikan persepuluhan, padahal firman Tuhan berkata, "Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10). Masih berpenghasilan sedikit saja kita tidak taat mengembalikan persepuluhan, bagaimana kalau nantinya kita berpenghasilan besar, kita merasa 'sayang' mengembalikan uang persepuluhan.
Ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani inilah yang akan menuntun kita kepada berkat! Selama kita tidak mau taat mulai dari perkara-perkara kecil, Tuhan tidak akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita.
Untuk mengalami penggenapan janji firman-Nya kita harus mau dibentuk, diproses oleh Tuhan sampai kita benar-benar layak di hadapan Tuhan dan memiliki kapasitas baru yang siap menerima curahan berkat-Nya.
Baca: Lukas 5:36-39
"Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula." Lukas 5:38
Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kaya, karena itu Dia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Namun banyak orang Kristen kurang bersemangat dalam mengiring Tuhan oleh karena beratnya pergumulan hidup. Seringkali timbul pertanyaan di benak mereka, "Katanya Tuhan memberi hidup yang berkelimpahan dan merancangkan hari depan yang penuh harapan. Aku sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada perubahan." Ayat nas menyatakan, "...anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.". Sesungguhnya Tuhan sangat ingin mencurahkan berkat-berkat-Nya secara melimpah ke dalam hidup anak-anak-Nya, tapi yang menjadi persoalan adalah kita sendiri yang seringkali belum siap menerima curahan berkat Tuhan tersebut. Suatu contoh: banyak di antara orang Kristen yang ketika hidupnya masih pas-pasan dan penghasilannya masih sedikit sudah tidak mau taat dan setia mengembalikan persepuluhan, padahal firman Tuhan berkata, "Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:8, 10). Masih berpenghasilan sedikit saja kita tidak taat mengembalikan persepuluhan, bagaimana kalau nantinya kita berpenghasilan besar, kita merasa 'sayang' mengembalikan uang persepuluhan.
Ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani inilah yang akan menuntun kita kepada berkat! Selama kita tidak mau taat mulai dari perkara-perkara kecil, Tuhan tidak akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita.
Untuk mengalami penggenapan janji firman-Nya kita harus mau dibentuk, diproses oleh Tuhan sampai kita benar-benar layak di hadapan Tuhan dan memiliki kapasitas baru yang siap menerima curahan berkat-Nya.
Wednesday, May 20, 2015
PERKATAAN SIA-SIA? STOP!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2015
Baca: Efesus 4:17-32
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Efesus 4:29
Punya kemampuan untuk berbicara di depan umum (audience) atau berkata-kata secara lisan dengan baik dan benar adalah hal yang patut disyukuri. Dengan berkata-kata kita dapat mengungkapkan pendapat atau isi hati kita dengan mudah dan dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan orang lain. Tetapi jika kita tidak mampu mengekang lidah kita, ini akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya karena bisa menghancurkan sebuah hubungan dan menyakiti sesama.
Rasul Paulus memperingatkan jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut kita! Perkataan kotor yang dimaksudkan adalah perkataan yang jahat dan buruk, yang dapat menjadi titik awal menyalanya api yang sanggup melukai, membakar dan menghanguskan hidup orang lain. Seringkali tanpa sadar ada banyak kata sia-sia yang meluncur begitu saja dari mulut kita, terlebih-lebih jika kita sedang dikuasai oleh emosi. Yang termasuk dalam perkataan kotor di antaranya adalah: fitnah, yaitu perkataan yang tidak didasari kebenaran yang sengaja disebarkan dengan tujuan menjelek-jelekkan atau merusak nama baik seseorang; gosip, yaitu pergunjingan atau obrolan negatif tentang orang lain; makian, yaitu kata-kata kasar yang diucapkan seseorang karena sedang tersulut marah. Dan masih banyak lagi contoh lainnya! Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan juga kaisar terkenal Perancis pernah mengatakan, "Empat buah surat kabar lebih berbahaya daripada seribu senapan." Artinya bahwa perkataan, gosip, fitnah atau kata-kata negatif yang dibesar-besarkan bisa berdampak buruk bagi kehidupan orang lain dan menjadi bumerang bagi yang menyebarkannya.
Bagaimana dengan kita? Jika sampai hari ini kita masih sulit mengendalikan ucapan kita, berdoalah dan mohon pertolongan Roh Kudus, karena sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita memperkatakan perkataan yang kotor dan sia-sia!
"Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:36-37
Baca: Efesus 4:17-32
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." Efesus 4:29
Punya kemampuan untuk berbicara di depan umum (audience) atau berkata-kata secara lisan dengan baik dan benar adalah hal yang patut disyukuri. Dengan berkata-kata kita dapat mengungkapkan pendapat atau isi hati kita dengan mudah dan dapat membangun suatu hubungan yang baik dengan orang lain. Tetapi jika kita tidak mampu mengekang lidah kita, ini akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya karena bisa menghancurkan sebuah hubungan dan menyakiti sesama.
Rasul Paulus memperingatkan jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut kita! Perkataan kotor yang dimaksudkan adalah perkataan yang jahat dan buruk, yang dapat menjadi titik awal menyalanya api yang sanggup melukai, membakar dan menghanguskan hidup orang lain. Seringkali tanpa sadar ada banyak kata sia-sia yang meluncur begitu saja dari mulut kita, terlebih-lebih jika kita sedang dikuasai oleh emosi. Yang termasuk dalam perkataan kotor di antaranya adalah: fitnah, yaitu perkataan yang tidak didasari kebenaran yang sengaja disebarkan dengan tujuan menjelek-jelekkan atau merusak nama baik seseorang; gosip, yaitu pergunjingan atau obrolan negatif tentang orang lain; makian, yaitu kata-kata kasar yang diucapkan seseorang karena sedang tersulut marah. Dan masih banyak lagi contoh lainnya! Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan juga kaisar terkenal Perancis pernah mengatakan, "Empat buah surat kabar lebih berbahaya daripada seribu senapan." Artinya bahwa perkataan, gosip, fitnah atau kata-kata negatif yang dibesar-besarkan bisa berdampak buruk bagi kehidupan orang lain dan menjadi bumerang bagi yang menyebarkannya.
Bagaimana dengan kita? Jika sampai hari ini kita masih sulit mengendalikan ucapan kita, berdoalah dan mohon pertolongan Roh Kudus, karena sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita memperkatakan perkataan yang kotor dan sia-sia!
"Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:36-37
Tuesday, May 19, 2015
LIDAH: Memperkatakan Firman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2015
Baca: Kolose 3:5-17
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." Kolose 3:16
Perkataan yang diucapkan oleh Kristus itu bukan berasal dari akal manusia melainkan perkataan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya untuk diucapkan. Tertulis: "Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan." (Yohanes 12:49). Karena itu kita yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya "...perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya..." di dalam kita.
Memperkatakan perkataan Kristus berarti memperkatakan firman Tuhan. Mengapa setiap anak Tuhan harus selalu memperkatakan firman Tuhan? Karena firman-Nya itu hidup dan berkuasa. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12) dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya ketika seseorang memberitakan firman Tuhan kepada orang lain, perkataannya itu dapat menjamah, menggerakkan, mengubah dan membuat orang lain menjadi hancur hati sehingga mereka mau menerima Injil dan percaya kepada Tuhan Yesus. Itu bukan karena kehebatan seseorang atau karena ia fasih bicara, tapi karena kuasa firman yang bekerja!
Kita harus memperkatakan firman Tuhan sebagai bukti bahwa kita ini percaya terhadap firman-Nya. Rasul Paulus mengatakan, "Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: 'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata." (2 Korintus 4:13).
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Baca: Kolose 3:5-17
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." Kolose 3:16
Perkataan yang diucapkan oleh Kristus itu bukan berasal dari akal manusia melainkan perkataan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya untuk diucapkan. Tertulis: "Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan." (Yohanes 12:49). Karena itu kita yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya "...perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya..." di dalam kita.
Memperkatakan perkataan Kristus berarti memperkatakan firman Tuhan. Mengapa setiap anak Tuhan harus selalu memperkatakan firman Tuhan? Karena firman-Nya itu hidup dan berkuasa. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12) dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya ketika seseorang memberitakan firman Tuhan kepada orang lain, perkataannya itu dapat menjamah, menggerakkan, mengubah dan membuat orang lain menjadi hancur hati sehingga mereka mau menerima Injil dan percaya kepada Tuhan Yesus. Itu bukan karena kehebatan seseorang atau karena ia fasih bicara, tapi karena kuasa firman yang bekerja!
Kita harus memperkatakan firman Tuhan sebagai bukti bahwa kita ini percaya terhadap firman-Nya. Rasul Paulus mengatakan, "Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: 'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata." (2 Korintus 4:13).
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Monday, May 18, 2015
LIDAH: Memperkatakan Firman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2015
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Kita harus berhati-hati dan waspada terhadap setiap ucapan atau perkataan yang keluar dari mulut kita, karena di dalam ucapan terkandung suatu kuasa, baik itu kuasa yang mendatangkan kebaikan atau keburukan, kuasa yang bersifat membangun atau justru merusak, yang kesemuanya bergantung bagaimana kita bisa mengendalikannya.
Sadar atau tidak, setiap hari kita berada di dalam pertempuran melawan Iblis, dunia dan juga kedagingan kita sendiri. Karena itu kita tidak boleh sedikit pun menjadi lelah dan kendor untuk berjaga-jaga. "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Salah satu bentuk kewaspadaan kita adalah dengan mendisiplinkan, mengontrol dan menundukkan satu bagian dari tubuh kita yang dapat mempengaruhi seluruh eksistensi kita yaitu lidah. Begitu kita dapat menundukkan bagian tubuh yang satu ini maka kita akan mampu mendisiplinkan seluruh tubuh kita. "Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2). Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu mengendalikan lidah kita, hanya dengan menyerahkan di bawah pengawasan Roh Kuduslah kita akan beroleh kekuatan untuk mendisiplinkan dan mengontrol lidah kita. Karena itu Daud berdoa, "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!" (Mazmur 141:3). Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan mampu memfungsikan lidah kita dengan benar, supaya "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (ayat nas).
Adalah keharusan untuk kita memperkatakan perkataan yang positif, bukan perkataan yang kosong, hambar, kotor dan sia-sia. Karena itu marilah kita meneladani perkataan-perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Mengapa? Karena "Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup." (Yohanes 6:63b).
Perkataan kita akan selaras dengan perkataan Tuhan Yesus jika kita senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita dengan firman-Nya!
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Kita harus berhati-hati dan waspada terhadap setiap ucapan atau perkataan yang keluar dari mulut kita, karena di dalam ucapan terkandung suatu kuasa, baik itu kuasa yang mendatangkan kebaikan atau keburukan, kuasa yang bersifat membangun atau justru merusak, yang kesemuanya bergantung bagaimana kita bisa mengendalikannya.
Sadar atau tidak, setiap hari kita berada di dalam pertempuran melawan Iblis, dunia dan juga kedagingan kita sendiri. Karena itu kita tidak boleh sedikit pun menjadi lelah dan kendor untuk berjaga-jaga. "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Salah satu bentuk kewaspadaan kita adalah dengan mendisiplinkan, mengontrol dan menundukkan satu bagian dari tubuh kita yang dapat mempengaruhi seluruh eksistensi kita yaitu lidah. Begitu kita dapat menundukkan bagian tubuh yang satu ini maka kita akan mampu mendisiplinkan seluruh tubuh kita. "Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2). Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu mengendalikan lidah kita, hanya dengan menyerahkan di bawah pengawasan Roh Kuduslah kita akan beroleh kekuatan untuk mendisiplinkan dan mengontrol lidah kita. Karena itu Daud berdoa, "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!" (Mazmur 141:3). Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan mampu memfungsikan lidah kita dengan benar, supaya "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (ayat nas).
Adalah keharusan untuk kita memperkatakan perkataan yang positif, bukan perkataan yang kosong, hambar, kotor dan sia-sia. Karena itu marilah kita meneladani perkataan-perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Mengapa? Karena "Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup." (Yohanes 6:63b).
Perkataan kita akan selaras dengan perkataan Tuhan Yesus jika kita senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita dengan firman-Nya!
Sunday, May 17, 2015
HIDUP DAN MATI DIKUASAI LIDAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2015
Baca: Hakim-Hakim 12:1-7
"Pada waktu itu tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang." Hakim-Hakim 12:6b
Mengapa kita harus bisa mengendalkan lidah atau ucapan kita? Karena ucapan yang keluar dari mulut kita itu akan menunjukkan jati diri kita, menggambarkan siapa diri kita sesungguhnya. Ada tertulis, "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:35).
Ada satu kisah menarik di dalam Alkitab yang berkenaan dengan ucapan seseorang yang ternyata menentukan hidup dan matinya. Pada waktu itu, terjadi peperangan antara suku Gilead dan Efraim. Peperangan tersebut dimenangkan oleh suku Gilead. Mereka menduduki tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan dengan tujuan untuk mengantisipasi kedatangan orang-orang Efraim yang telah tercerai-berai yang berusaha untuk menemukan jalan pulang ke rumah mereka melalui jalur sungai di tepi-tepi sungai Yordan. Setiap kali bertemu dengan orang yang menyeberang sungai Yordan suku Gilead akan bertanya, "'Orang Efraimkah engkau?' Dan jika ia menjawab: 'Bukan,' maka mereka berkata kepadanya: 'Coba katakan dahulu: syibolet.' Jika ia berkata: sibolet, jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan menyembelihnya dekat tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan itu." (Hakim-Hakim 12:5-6). Hanya karena salah dalam mengucapkan satu kata 'syibolet' akhirnya terbongkarlah jati diri (identitas) seseorang dan sekaligus menjadi penentu hidup dan mati seseorang, sehingga tewaslah 42.000 ribu orang dari suku Efraim!
Berhati-hatilah dengan ucapan kita, karena apa yang ada di dalam hati akan terungkap melalui ucapan bibir kita. Jadi tutur kata atau ucapan seseorang adalah penyingkap rahasia yang jitu, yang akan memberikan gambaran jelas mengenai karakter sekaligus isi hati dari orang yang mengucapkannya. Bahkan lidah kita dan ucapan-ucapan kita dapat menentukan jalan hidup kita sendiri, apakah kita akan hidup dalam kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk.
"Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:37
Baca: Hakim-Hakim 12:1-7
"Pada waktu itu tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang." Hakim-Hakim 12:6b
Mengapa kita harus bisa mengendalkan lidah atau ucapan kita? Karena ucapan yang keluar dari mulut kita itu akan menunjukkan jati diri kita, menggambarkan siapa diri kita sesungguhnya. Ada tertulis, "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:35).
Ada satu kisah menarik di dalam Alkitab yang berkenaan dengan ucapan seseorang yang ternyata menentukan hidup dan matinya. Pada waktu itu, terjadi peperangan antara suku Gilead dan Efraim. Peperangan tersebut dimenangkan oleh suku Gilead. Mereka menduduki tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan dengan tujuan untuk mengantisipasi kedatangan orang-orang Efraim yang telah tercerai-berai yang berusaha untuk menemukan jalan pulang ke rumah mereka melalui jalur sungai di tepi-tepi sungai Yordan. Setiap kali bertemu dengan orang yang menyeberang sungai Yordan suku Gilead akan bertanya, "'Orang Efraimkah engkau?' Dan jika ia menjawab: 'Bukan,' maka mereka berkata kepadanya: 'Coba katakan dahulu: syibolet.' Jika ia berkata: sibolet, jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan menyembelihnya dekat tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan itu." (Hakim-Hakim 12:5-6). Hanya karena salah dalam mengucapkan satu kata 'syibolet' akhirnya terbongkarlah jati diri (identitas) seseorang dan sekaligus menjadi penentu hidup dan mati seseorang, sehingga tewaslah 42.000 ribu orang dari suku Efraim!
Berhati-hatilah dengan ucapan kita, karena apa yang ada di dalam hati akan terungkap melalui ucapan bibir kita. Jadi tutur kata atau ucapan seseorang adalah penyingkap rahasia yang jitu, yang akan memberikan gambaran jelas mengenai karakter sekaligus isi hati dari orang yang mengucapkannya. Bahkan lidah kita dan ucapan-ucapan kita dapat menentukan jalan hidup kita sendiri, apakah kita akan hidup dalam kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk.
"Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:37
Saturday, May 16, 2015
TAK MUDAH MENGENDALIKAN LIDAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2015
Baca: Yakobus 3:1-12
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." Yakobus 3:5a
Pemberian hadiah Nobel merupakan salah satu ajang penghargaan paling bergengsi di dunia. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan perjuangan luar biasa dan menghasilkan suatu karya yang luar biasa. Hadiah Nobel diberikan kepada mereka yang telah membuat penemuan baru dan alat tersebut berguna bagi banyak orang, atau mereka yang telah memberikan sumbangsih besar bagi kepentingan kemanusiaan. Tapi tahukah Anda? Gagasan pemberian hadiah Nobel ini justru bermula dari kekecewaan sang penggagas, yaitu Alfred Bernhard Nobel, yang lahir di Stockholm (Swedia) pada 21 Oktober 1833. Alfred Nobel sendiri seorang penemu dinamit. Ia kecewa, marah dan sekaligus geram karena hasil temuannya tersebut telah disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang merusak sehingga merugikan banyak orang.
Sesungguhnya dinamit temuan Alfred ini sangat berguna untuk kepentingan umum: pekerjaan konstruksi, pengeboran saluran, penghancuran gunung batu guna pembuatan terowongan, pembangunan jembatan dan gedung, dan masih banyak manfaat lainnya. Pada hakikatnya penemuan dinamit adalah suatu keuntungan besar bagi umat manusia, namun dinamit akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan berakibat fatal apabila disalahgunakan: bisa menghancurkan dan membunuh manusia.
Demikian pula dengan lidah, tak ubahnya seperti dinamit, bila terkendali dengan baik dari lidah akan keluar ucapan yang dapat membangun dan memberkati orang lain, tapi bila lidah tidak terkendali justru dapat menyakiti, melemahkan dan menghancurkan sesamanya. Lidah itu ibarat api, seperti yang disampaikan Yakobus, "Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (Yakobus 3:5b-6). Semua jenis binatang buas, begitu pula dengan kapal yang besar dapat dikendalikan oleh manusia!
...namun bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seseorang untuk mengendalikan lidahnya sendiri!
Baca: Yakobus 3:1-12
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." Yakobus 3:5a
Pemberian hadiah Nobel merupakan salah satu ajang penghargaan paling bergengsi di dunia. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan perjuangan luar biasa dan menghasilkan suatu karya yang luar biasa. Hadiah Nobel diberikan kepada mereka yang telah membuat penemuan baru dan alat tersebut berguna bagi banyak orang, atau mereka yang telah memberikan sumbangsih besar bagi kepentingan kemanusiaan. Tapi tahukah Anda? Gagasan pemberian hadiah Nobel ini justru bermula dari kekecewaan sang penggagas, yaitu Alfred Bernhard Nobel, yang lahir di Stockholm (Swedia) pada 21 Oktober 1833. Alfred Nobel sendiri seorang penemu dinamit. Ia kecewa, marah dan sekaligus geram karena hasil temuannya tersebut telah disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang merusak sehingga merugikan banyak orang.
Sesungguhnya dinamit temuan Alfred ini sangat berguna untuk kepentingan umum: pekerjaan konstruksi, pengeboran saluran, penghancuran gunung batu guna pembuatan terowongan, pembangunan jembatan dan gedung, dan masih banyak manfaat lainnya. Pada hakikatnya penemuan dinamit adalah suatu keuntungan besar bagi umat manusia, namun dinamit akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan berakibat fatal apabila disalahgunakan: bisa menghancurkan dan membunuh manusia.
Demikian pula dengan lidah, tak ubahnya seperti dinamit, bila terkendali dengan baik dari lidah akan keluar ucapan yang dapat membangun dan memberkati orang lain, tapi bila lidah tidak terkendali justru dapat menyakiti, melemahkan dan menghancurkan sesamanya. Lidah itu ibarat api, seperti yang disampaikan Yakobus, "Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (Yakobus 3:5b-6). Semua jenis binatang buas, begitu pula dengan kapal yang besar dapat dikendalikan oleh manusia!
...namun bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seseorang untuk mengendalikan lidahnya sendiri!
Friday, May 15, 2015
TUHAN YESUS: Jaminan Dan Pengharapan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2015
Baca: Yohanes 14:1-14
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." Yohanes 14:1
Mengapa kita harus bersukacita menyambut hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga? Dengan naiknya Tuhan Yesus ke sorga orang percaya memperoleh jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan yang kekal, karena Dia kembali ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita orang percaya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Yang mengatakan janji ini adalah Tuhan Yesus sendiri, dan apa yang dijanjikan Tuhan pasti tidak pernah diingkari-Nya. Karena itu, "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Bagi orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan Juruselamat, sorga itu bukanlah sekedar angan-angan tapi sebuah kenyataan, karena di mana Tuhan Yesus tinggal di situ pula kita akan tinggal. Jadi keberadaan kita di bumi ini hanyalah sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Naik ke sorga berarti Tuhan Yesus tidak lagi ada di tengah-tengah umat-Nya secara jasmani, namun "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Adalah baik jika Tuhan Yesus naik ke sorga, dengan demikian orang percaya akan menerima Roh Kudus yaitu Roh yang "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), yang diutus untuk menguatkan, menopang, menghibur dan memperlengkapi kita dengan kuasa-Nya yang dahsyat! Melalui Roh-Nya, Tuhan Yesus tetap hadir untuk menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b).
Pengharapan di dalam Tuhan Yesus tidak pernah mengecewakan, karena ada jaminan dan pengharapan yang pasti!
Baca: Yohanes 14:1-14
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." Yohanes 14:1
Mengapa kita harus bersukacita menyambut hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga? Dengan naiknya Tuhan Yesus ke sorga orang percaya memperoleh jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan yang kekal, karena Dia kembali ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita orang percaya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Yang mengatakan janji ini adalah Tuhan Yesus sendiri, dan apa yang dijanjikan Tuhan pasti tidak pernah diingkari-Nya. Karena itu, "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Bagi orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan Juruselamat, sorga itu bukanlah sekedar angan-angan tapi sebuah kenyataan, karena di mana Tuhan Yesus tinggal di situ pula kita akan tinggal. Jadi keberadaan kita di bumi ini hanyalah sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Naik ke sorga berarti Tuhan Yesus tidak lagi ada di tengah-tengah umat-Nya secara jasmani, namun "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Adalah baik jika Tuhan Yesus naik ke sorga, dengan demikian orang percaya akan menerima Roh Kudus yaitu Roh yang "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), yang diutus untuk menguatkan, menopang, menghibur dan memperlengkapi kita dengan kuasa-Nya yang dahsyat! Melalui Roh-Nya, Tuhan Yesus tetap hadir untuk menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b).
Pengharapan di dalam Tuhan Yesus tidak pernah mengecewakan, karena ada jaminan dan pengharapan yang pasti!
Thursday, May 14, 2015
NAIK KE SORGA: Ke-Ilahi-an Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2015
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah Dia bangkit dari kematian dan 10 hari sebelum hari raya Pentakosta. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah suatu fakta, rill, bukan dongeng 1001 mimpi, bukan cerita fiksi atau sekedar ilustrasi. Jadi tubuh-Nya benar-benar naik ke sorga. Alkitab menjelaskan bahwa kenaikan-Nya ke sorga disaksikan langsung oleh murid-murid-Nya. Adapun kenaikan-Nya terjadi secara perlahan-lahan, jelas terlihat dengan kasat mata, secara jasmaniah dan normal. "Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Kenaikan Yesus Kristus ke sorga menjadi bukti ke-Ilahi-an Kristus. Bahkan Alkitab menegaskan pula bahwa cara Ia naik ke sorga juga akan menggambarkan kelak Ia akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.
Mengapa Yesus Kristus harus naik ke sorga? Setelah bangkit dari antara orang mati Yesus mempunyai tubuh kebangkitan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, karena tubuh-Nya adalah tubuh kemuliaan. Tubuh-Nya yang mulia itu tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini, karena itu Dia harus naik ke sorga, suatu tempat yang sesuai dengan tubuh rohani-Nya. Yesus Kristus datang ke dunia dengan caranya yang ajaib pula. Tuhan Yesus berkata, "Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23), "...Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3).
Bagi umat Tuhan, hari kenaikan Yesus Kristus adalah hari yang sangat berarti dan patut disambut dengan penuh sukacita. Kenaikan-Nya ke sorga membuktikan bahwa apa yang difirmankan-Nya adalah ya dan amin! Tidak ada janji yang tidak ditepati-Nya.
Yesus Kristus naik ke sorga membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang berkuasa!
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah Dia bangkit dari kematian dan 10 hari sebelum hari raya Pentakosta. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah suatu fakta, rill, bukan dongeng 1001 mimpi, bukan cerita fiksi atau sekedar ilustrasi. Jadi tubuh-Nya benar-benar naik ke sorga. Alkitab menjelaskan bahwa kenaikan-Nya ke sorga disaksikan langsung oleh murid-murid-Nya. Adapun kenaikan-Nya terjadi secara perlahan-lahan, jelas terlihat dengan kasat mata, secara jasmaniah dan normal. "Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Kenaikan Yesus Kristus ke sorga menjadi bukti ke-Ilahi-an Kristus. Bahkan Alkitab menegaskan pula bahwa cara Ia naik ke sorga juga akan menggambarkan kelak Ia akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.
Mengapa Yesus Kristus harus naik ke sorga? Setelah bangkit dari antara orang mati Yesus mempunyai tubuh kebangkitan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, karena tubuh-Nya adalah tubuh kemuliaan. Tubuh-Nya yang mulia itu tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini, karena itu Dia harus naik ke sorga, suatu tempat yang sesuai dengan tubuh rohani-Nya. Yesus Kristus datang ke dunia dengan caranya yang ajaib pula. Tuhan Yesus berkata, "Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23), "...Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3).
Bagi umat Tuhan, hari kenaikan Yesus Kristus adalah hari yang sangat berarti dan patut disambut dengan penuh sukacita. Kenaikan-Nya ke sorga membuktikan bahwa apa yang difirmankan-Nya adalah ya dan amin! Tidak ada janji yang tidak ditepati-Nya.
Yesus Kristus naik ke sorga membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang berkuasa!
Wednesday, May 13, 2015
BELAS KASIHAN TUHAN DAN IMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2015
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Bagaimana keadaan Saudara hari ini? Mungkin Saudara sedang terbaring lemah di tempat tidur karena sakit-penyakit? Atau mungkin Saudara sudah merasa putus asa karena dokter sudah mengangkat tangan sebagai pertanda ketidaksanggupan menangani sakit yang Saudara derita? Jangan berputus asa, karena bagi orang percaya pengharapan itu selalu ada! Berserulah kepada Tuhan Yesus dan mohon belas kasihan-Nya, karena Dia adalah Jehovah Rapha, Allah yang menyembuhkan. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17). Ini merupakan penggenapan dari nubuatan yang disampaikan oleh nabi Yesaya, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) dan "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Seseorang beroleh kesembuhan dari Tuhan bukan karena ia baik dan layak, atau karena ia adalah seorang fulltimer gereja, keluarga pendeta, orang kaya, orang berpangkat, terkenal, berparas cantik atau tampan, melainkan semata-mata oleh karena belas kasihan dari Tuhan. Selain karena belas kasihan Tuhan, yang menjadi kunci untuk mendapatkan mujizat dari Tuhan adalah iman kita, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1), tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan dan Ia "...memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6).
Ketika bertemu orang yang sakit, seperti dalam pembacaan hari ini bertemu dengan dua orang buta, Ia tidak pernah bertanya, "Berapa banyaknya uangmu? Kamu berasal dari gereja mana?" Yang Ia tanyakan, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Imanlah yang dituntut. Dari manakah iman kita dapatkan? "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita banyak mendengar firman Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya iman kita akan semakin bertumbuh dan apa yang kita imani akan menjadi sebuah kenyataan!
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;" Yakobus 5:15
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Bagaimana keadaan Saudara hari ini? Mungkin Saudara sedang terbaring lemah di tempat tidur karena sakit-penyakit? Atau mungkin Saudara sudah merasa putus asa karena dokter sudah mengangkat tangan sebagai pertanda ketidaksanggupan menangani sakit yang Saudara derita? Jangan berputus asa, karena bagi orang percaya pengharapan itu selalu ada! Berserulah kepada Tuhan Yesus dan mohon belas kasihan-Nya, karena Dia adalah Jehovah Rapha, Allah yang menyembuhkan. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17). Ini merupakan penggenapan dari nubuatan yang disampaikan oleh nabi Yesaya, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) dan "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Seseorang beroleh kesembuhan dari Tuhan bukan karena ia baik dan layak, atau karena ia adalah seorang fulltimer gereja, keluarga pendeta, orang kaya, orang berpangkat, terkenal, berparas cantik atau tampan, melainkan semata-mata oleh karena belas kasihan dari Tuhan. Selain karena belas kasihan Tuhan, yang menjadi kunci untuk mendapatkan mujizat dari Tuhan adalah iman kita, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1), tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan dan Ia "...memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6).
Ketika bertemu orang yang sakit, seperti dalam pembacaan hari ini bertemu dengan dua orang buta, Ia tidak pernah bertanya, "Berapa banyaknya uangmu? Kamu berasal dari gereja mana?" Yang Ia tanyakan, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Imanlah yang dituntut. Dari manakah iman kita dapatkan? "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita banyak mendengar firman Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya iman kita akan semakin bertumbuh dan apa yang kita imani akan menjadi sebuah kenyataan!
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;" Yakobus 5:15
Tuesday, May 12, 2015
BELAS KASIHAN TUHAN DAN IMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2015
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Berdasarkan ayat nas di atas, secara garis besar ada tiga pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan selama berada di bumi yaitu: mengajar, memberitakan kabar baik dan menyembuhkan. Ini menunjukkan bahwa misi Tuhan Yesus adalah untuk melayani, bukan dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dasar untuk melayani orang lain adalah kasih. Tanpa memiliki kasih seseorang tidak mungkin bisa melayani orang lain dengan benar, tetapi tendensius.
Apa itu belas kasihan? Adalah emosi seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain; perasaan iba melihat orang lain menderita. Belas kasihan itu lebih kuat daripada empati karena menimbulkan suatu tindakan aktif untuk meringankan penderitaan orang lain. Inilah hati Tuhan Yesus! Hati yang dipenuhi oleh belas kasihan. Setiap mujizat yang dihasilkan dari pelayanan Tuhan Yesus adalah hasil dari belas kasihan yang timbul dalam hati-Nya. Di mana pun dan kapan pun bertemu dengan orang-orang yang bermasalah, hati Tuhan Yesus selalu tergerak untuk menolong mereka. Ketika bertemu dengan orang yang sakit kusta Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang kusta tersebut. Seketika itu juga tahirlah orang tersebut dari kustanya (Matius 8:1-4); ketika melihat ibu mertua Petrus sakit demam, hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan, Ia memegang tangan perempuan itu dan lenyaplah demamnya (Matius 8:14-17); ketika bertemu dengan orang lumpuh, berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" (Matius 9:6), maka berjalanlah orang yang tadinya lumpuh itu; ketika bertemu dengan dua orang yang buta, dijamah-Nya mereka, maka meleklah matanya (baca Matius 9:27-31).
Alkitab mencatat banyak sekali mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan segala macam penyakit, dan kesembuhan terjadi oleh karena belas kasihan yang ditunjukkan Tuhan Yesus! (Bersambung)
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Berdasarkan ayat nas di atas, secara garis besar ada tiga pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan selama berada di bumi yaitu: mengajar, memberitakan kabar baik dan menyembuhkan. Ini menunjukkan bahwa misi Tuhan Yesus adalah untuk melayani, bukan dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dasar untuk melayani orang lain adalah kasih. Tanpa memiliki kasih seseorang tidak mungkin bisa melayani orang lain dengan benar, tetapi tendensius.
Apa itu belas kasihan? Adalah emosi seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain; perasaan iba melihat orang lain menderita. Belas kasihan itu lebih kuat daripada empati karena menimbulkan suatu tindakan aktif untuk meringankan penderitaan orang lain. Inilah hati Tuhan Yesus! Hati yang dipenuhi oleh belas kasihan. Setiap mujizat yang dihasilkan dari pelayanan Tuhan Yesus adalah hasil dari belas kasihan yang timbul dalam hati-Nya. Di mana pun dan kapan pun bertemu dengan orang-orang yang bermasalah, hati Tuhan Yesus selalu tergerak untuk menolong mereka. Ketika bertemu dengan orang yang sakit kusta Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang kusta tersebut. Seketika itu juga tahirlah orang tersebut dari kustanya (Matius 8:1-4); ketika melihat ibu mertua Petrus sakit demam, hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan, Ia memegang tangan perempuan itu dan lenyaplah demamnya (Matius 8:14-17); ketika bertemu dengan orang lumpuh, berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" (Matius 9:6), maka berjalanlah orang yang tadinya lumpuh itu; ketika bertemu dengan dua orang yang buta, dijamah-Nya mereka, maka meleklah matanya (baca Matius 9:27-31).
Alkitab mencatat banyak sekali mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan segala macam penyakit, dan kesembuhan terjadi oleh karena belas kasihan yang ditunjukkan Tuhan Yesus! (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)