Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2015
Baca: Mazmur 4:1-9
"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku." Mazmur 4:2a
Selain membangun hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta dan juga mengungkapkan rasa kagum dan hormat kita kepada-Nya, doa juga merupakan sarana menumpahkan isi hati, keluh kesah dan permohonan.
Dalam keseharian tentunya kita selalu berdoa kepada Tuhan untuk kebutuhan, perlindungan, kelepasan, kesembuhan dan sebagainya. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Inilah janji Tuhan: "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Tetapi kita seringkali merasa kurang yakin dengan doa kita sendiri, lalu kita berusaha meminta orang lain yang kita anggap lebih rohani dari kita untuk berdoa bagi kita. Kita menganggap doa mereka lebih mujarab dibanding kalau kita sendiri yang berdoa. Tidaklah salah meminta dukungan doa dari orang lain. Dalam hal berdoa Tuhan tidak pernah membatasi siapa yang boleh menaikkan doa yang memiliki kuasa, karena setiap orang percaya memiliki kesempatan sama, sebab di dalam diri kita ada Roh kudus yang "...membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana
sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada
Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26).
Bagaimana supaya Tuhan menjawab 'ya' untuk doa-doa kita? "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Kita harus benar di hadapan Tuhan, jadi apabila ada ganjalan atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan harus segera kita bereskan, sebab dosa penghalang utama memperoleh jawaban Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala
kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu,
sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
"Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." Mazmur 66:18
Thursday, April 23, 2015
Wednesday, April 22, 2015
PERNAFASAN YANG SEHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2015
Baca: Yesaya 56:1-12
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Setiap orang yang sudah menikmati makanan rohani, yaitu firman Tuhan, sudah seharusnya mengalami pertumbuhan rohani yang baik dan semakin dewasa di dalam Tuhan. Tanpa adanya pertumbuhan secara rohani perjalanan kekristenan kita bisa disebut jalan di tempat atau stagnan, ibarat tanaman, kita akan disebut bonsai alias kerdil. Apalah artinya mengikut Tuhan selama bertahun-tahun jika kita tetap saja kerdil? Karena itu, selain makanan rohani yang sehat (firman Tuhan), untuk bertumbuh dibutuhkan pula pernafasan yang sehat sebagai pertanda bahwa ada kehidupan di dalamnya. Seseorang dikatakan hidup dan bertubuh sehat jika ia memiliki sistem pernafasan yang baik, lancar, normal, tidak tersendat-sendat, apalagi sampai terputus.
Pernafasan yang sehat bagi pertumbuhan rohani adalah doa. Itulah sebabnya doa disebut nafas hidup orang percaya. Meski tahu apa itu doa dan pentingnya berdoa tidak sedikit orang Kristen yang salah memahami arti doa. Ada yang berpikiran bahwa doa itu tidak jauh berbeda dengan sebuah mantera, kalau diucapkan dan dihafalkan pada saat diperlukan atau dalam situasi genting akan menjadi manjur atau mujarab; karenanya mereka berdoa hanya seperlunya saja, saat butuh atau dalam masalah. Tetapi kalau tidak punya masalah mereka menjadi malas dan tidak mau lagi berdoa.
Doa yang dimaksudkan bukan sekedar doa bangun tidur, hendak makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan doa sebagai wujud persekutuan kita dengan Tuhan. Sesungguhnya berdoa adalah berkat dan juga hak istimewa orang percaya, karena kita telah dibenarkan melalui darah Kristus yang tercurah di Kalvari. "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (Ibrani 3:12). Karena itu "...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Melalui doa kita dapat bertemu Tuhan secara pribadi, berkomunikasi dua arah, bergaul karib denganNya.
Jika jarang berdoa sama artinya nafas kita sedang tersendat-sendat; berhati-hatilah, karena kita sedang berada di ambang kematian rohani.
Baca: Yesaya 56:1-12
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Setiap orang yang sudah menikmati makanan rohani, yaitu firman Tuhan, sudah seharusnya mengalami pertumbuhan rohani yang baik dan semakin dewasa di dalam Tuhan. Tanpa adanya pertumbuhan secara rohani perjalanan kekristenan kita bisa disebut jalan di tempat atau stagnan, ibarat tanaman, kita akan disebut bonsai alias kerdil. Apalah artinya mengikut Tuhan selama bertahun-tahun jika kita tetap saja kerdil? Karena itu, selain makanan rohani yang sehat (firman Tuhan), untuk bertumbuh dibutuhkan pula pernafasan yang sehat sebagai pertanda bahwa ada kehidupan di dalamnya. Seseorang dikatakan hidup dan bertubuh sehat jika ia memiliki sistem pernafasan yang baik, lancar, normal, tidak tersendat-sendat, apalagi sampai terputus.
Pernafasan yang sehat bagi pertumbuhan rohani adalah doa. Itulah sebabnya doa disebut nafas hidup orang percaya. Meski tahu apa itu doa dan pentingnya berdoa tidak sedikit orang Kristen yang salah memahami arti doa. Ada yang berpikiran bahwa doa itu tidak jauh berbeda dengan sebuah mantera, kalau diucapkan dan dihafalkan pada saat diperlukan atau dalam situasi genting akan menjadi manjur atau mujarab; karenanya mereka berdoa hanya seperlunya saja, saat butuh atau dalam masalah. Tetapi kalau tidak punya masalah mereka menjadi malas dan tidak mau lagi berdoa.
Doa yang dimaksudkan bukan sekedar doa bangun tidur, hendak makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan doa sebagai wujud persekutuan kita dengan Tuhan. Sesungguhnya berdoa adalah berkat dan juga hak istimewa orang percaya, karena kita telah dibenarkan melalui darah Kristus yang tercurah di Kalvari. "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (Ibrani 3:12). Karena itu "...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Melalui doa kita dapat bertemu Tuhan secara pribadi, berkomunikasi dua arah, bergaul karib denganNya.
Jika jarang berdoa sama artinya nafas kita sedang tersendat-sendat; berhati-hatilah, karena kita sedang berada di ambang kematian rohani.
Tuesday, April 21, 2015
TANAMAN YANG MEMBERI HASIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2015
Baca: Mazmur 67:1-8
"Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita." (Mazmur 67:7)
Harapan dari setiap orang yang menanam pohon adalah pohonnya berakar kuat, bertumbuh dengan baik dan dapat dinikmati buahnya. Tiga perkara (berakar, bertumbuh dan berbuah) inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya, sehingga keberadaannya seperti pohon tarbantin.
Akar tumbuhnya pasti ke dalam tanah. Akar yang bekerja di dalam tanah inilah yang memungkinkan sebuah pohon dapat bertumbuh dan berbuah. Semakin dalam akar itu menembus tanah semakin ia mencapai sumber air dan mendapatkan sari-sari makanan. Berakar kuat berarti kita tinggal di dalam firman-Nya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagaimana agar kita berakar atau tinggal di dalam firman? Yakobus menyampaikan tahap-tahap bagaimana kita berakar dalam firman (baca Yakobus 1:21-25) yaitu harus menerima firman dengan hati yang lemah lembut supaya firman tersebut dapat tertanam di dalam hati kita. Hati ibarat tanah yang siap ditaburi benih firman. Kondisi hati kita menentukan apakah benih firman itu dapat bertumbuh dengan baik atau tidak. Hati yang lembah lembut adalah hati yang 'gembur' (tidak keras), tidak gampang memberontak, mau dibentuk, selalu terbuka terhadap nasihat dan teguran. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." (Amsal 15:31).
Tahap berikutnya adalah meneliti dan merenungkan firman yang telah kita terima sampai kita memahami apa yang kehendak Tuhan. "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Kemudian kita mempraktekkan firman tersebut. Bila kita sudah mencapai tahap ini, "...apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Sementara orang Kristen yang tidak suka membaca dan merenungkan firman Than semakin menjauhkan dirinya dari sumber air kehidupan itu.
'Akar' orang benar tidak akan goncang dan senantiasa mendatangkan hasil! (Amsal 12:3, 12).
Baca: Mazmur 67:1-8
"Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita." (Mazmur 67:7)
Harapan dari setiap orang yang menanam pohon adalah pohonnya berakar kuat, bertumbuh dengan baik dan dapat dinikmati buahnya. Tiga perkara (berakar, bertumbuh dan berbuah) inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya, sehingga keberadaannya seperti pohon tarbantin.
Akar tumbuhnya pasti ke dalam tanah. Akar yang bekerja di dalam tanah inilah yang memungkinkan sebuah pohon dapat bertumbuh dan berbuah. Semakin dalam akar itu menembus tanah semakin ia mencapai sumber air dan mendapatkan sari-sari makanan. Berakar kuat berarti kita tinggal di dalam firman-Nya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagaimana agar kita berakar atau tinggal di dalam firman? Yakobus menyampaikan tahap-tahap bagaimana kita berakar dalam firman (baca Yakobus 1:21-25) yaitu harus menerima firman dengan hati yang lemah lembut supaya firman tersebut dapat tertanam di dalam hati kita. Hati ibarat tanah yang siap ditaburi benih firman. Kondisi hati kita menentukan apakah benih firman itu dapat bertumbuh dengan baik atau tidak. Hati yang lembah lembut adalah hati yang 'gembur' (tidak keras), tidak gampang memberontak, mau dibentuk, selalu terbuka terhadap nasihat dan teguran. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." (Amsal 15:31).
Tahap berikutnya adalah meneliti dan merenungkan firman yang telah kita terima sampai kita memahami apa yang kehendak Tuhan. "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Kemudian kita mempraktekkan firman tersebut. Bila kita sudah mencapai tahap ini, "...apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Sementara orang Kristen yang tidak suka membaca dan merenungkan firman Than semakin menjauhkan dirinya dari sumber air kehidupan itu.
'Akar' orang benar tidak akan goncang dan senantiasa mendatangkan hasil! (Amsal 12:3, 12).
Monday, April 20, 2015
SEPERTI POHON TARBANTIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2015
Baca: Yesaya 61:1-11
"...sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN." Yesaya 61:9
Ada berbagai jenis tanaman atau pohon yang tercatat di dalam Alkitab yang seringkali dipakai sebagai ilustrasi untuk menggambarkan keadaan hidup manusia, salah satunya adalah pohon tarbantin. Melalui nabi Yesaya Tuhan mengingatkan bahwa kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini seharusnya seperti pohon tarbantin ini. "supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran", "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya." (ayat 3).
Pohon tarbantin adalah salah satu pohon terbesar di Timur Tengah, tumbuh di daerah padang gurun. Pohon ini memiliki ukuran yang cukup besar dan berdaun lebat. Yang luar biasa lagi dan mungkin tak terpikirkan oleh kita adalah akar-akarnya yang dapat menjulur sampai kedalaman 45-65 m untuk mencari sumber mata air murni untuk pertumbuhannya. Karena berakar kuat sampai ke dalam maka pohon ini tetap kuat bertahan di musim kering sekalipun, karena ia memiliki sumber mata air murni, segar, dan tidak pernah kering. Karena daunnya yang lebat dan rindang pohon ini seringkali menjadi tempat peristirahatan bagi banyak orang untuk berteduh.
Alkitab menyebutkan bahwa pohon tarbantin adalah tanaman Tuhan. Kita pun akan menjadi 'tanaman Tuhan' apabila berakar kuat di dalam Dia. Akar adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi. Fungsi akar bagi tumbuhan adalah untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya, menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah, mengangkut air dan zat-zat makanan yang sudah diserap ke bagian-bagian tumbuhan yang memerlukan. Bagi orang percaya Tuhan Yesus adalah sumber mata air kehidupan! "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yohanes 7:37-38). Jika kita ingin menjadi 'tanamannya Tuhan', tiada cara lain selain kita harus memiliki kerinduan seperti Daud: "...jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Yohanes 7:37-38).
Kunci supaya kita tetap kuat di segala situasi adalah berakar di dalam Tuhan.
Baca: Yesaya 61:1-11
"...sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN." Yesaya 61:9
Ada berbagai jenis tanaman atau pohon yang tercatat di dalam Alkitab yang seringkali dipakai sebagai ilustrasi untuk menggambarkan keadaan hidup manusia, salah satunya adalah pohon tarbantin. Melalui nabi Yesaya Tuhan mengingatkan bahwa kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini seharusnya seperti pohon tarbantin ini. "supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran", "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya." (ayat 3).
Pohon tarbantin adalah salah satu pohon terbesar di Timur Tengah, tumbuh di daerah padang gurun. Pohon ini memiliki ukuran yang cukup besar dan berdaun lebat. Yang luar biasa lagi dan mungkin tak terpikirkan oleh kita adalah akar-akarnya yang dapat menjulur sampai kedalaman 45-65 m untuk mencari sumber mata air murni untuk pertumbuhannya. Karena berakar kuat sampai ke dalam maka pohon ini tetap kuat bertahan di musim kering sekalipun, karena ia memiliki sumber mata air murni, segar, dan tidak pernah kering. Karena daunnya yang lebat dan rindang pohon ini seringkali menjadi tempat peristirahatan bagi banyak orang untuk berteduh.
Alkitab menyebutkan bahwa pohon tarbantin adalah tanaman Tuhan. Kita pun akan menjadi 'tanaman Tuhan' apabila berakar kuat di dalam Dia. Akar adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi. Fungsi akar bagi tumbuhan adalah untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya, menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah, mengangkut air dan zat-zat makanan yang sudah diserap ke bagian-bagian tumbuhan yang memerlukan. Bagi orang percaya Tuhan Yesus adalah sumber mata air kehidupan! "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yohanes 7:37-38). Jika kita ingin menjadi 'tanamannya Tuhan', tiada cara lain selain kita harus memiliki kerinduan seperti Daud: "...jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Yohanes 7:37-38).
Kunci supaya kita tetap kuat di segala situasi adalah berakar di dalam Tuhan.
Sunday, April 19, 2015
KELAPARAN ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2015
Baca: Amos 8:11-14
"Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN." Amos 8:11
Nabi Amos menubuatkan bahwa di masa-masa akhir zaman ini akan terjadi kelaparan hebat melanda umat manusia. Namun kelaparan yang dimaksud bukanlah kelaparan fisik karena kekurangan makanan melainkan kelaparan secara rohani yaitu kelaparan akan kebenaran firman Tuhan. Mengapa bisa terjadi? Sebab "...akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4). Banyak orang lebih memilih mengejar perkara-perkara duniawi sehingga mereka mengabaikan perkara-perkara rohani.
Makanan adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Tak seorang pun dapat bertahan hidup jika tidak mengonsumsi makanan secara teratur setiap hari. Coba bayangkan jika tubuh jasmani kita kekurangan makanan, bisa dipastikan kesehatan tubuh kita terganggu: mudah sekali terserang berbagai penyakit dan pertumbuhan fisik pun tidak akan maksimal, bahkan bisa berakibat kepada kematian. Demikian halnya dengan tubuh rohani kita juga membutuhkan makanan rohani yang sehat supaya bertumbuh. Jika kita kekurangan makanan rohani kita pun akan mengalami kelaparan rohani; dan bila hal ini dibiarkan terus-menerus, selain kita mengalami 'kematian rohani' ada dampak yang bersifat kekal yaitu mengalami kebinasaan kekal.
Jika saat ini kita mulai kehilangan rasa haus dan lapar terhadap kebenaran, kehilangan nafsu untuk makan makanan rohani, kehilangan selera untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan, berhati-hatilah, sebab segala sesuatu ada waktunya. Selagi ada waktu dan kesempatan mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mengonsumsi makanan rohani sebanyak-banyaknya supaya kita kuat. Ada tertulis: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4).
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Matius 5:6
Baca: Amos 8:11-14
"Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN." Amos 8:11
Nabi Amos menubuatkan bahwa di masa-masa akhir zaman ini akan terjadi kelaparan hebat melanda umat manusia. Namun kelaparan yang dimaksud bukanlah kelaparan fisik karena kekurangan makanan melainkan kelaparan secara rohani yaitu kelaparan akan kebenaran firman Tuhan. Mengapa bisa terjadi? Sebab "...akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4). Banyak orang lebih memilih mengejar perkara-perkara duniawi sehingga mereka mengabaikan perkara-perkara rohani.
Makanan adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Tak seorang pun dapat bertahan hidup jika tidak mengonsumsi makanan secara teratur setiap hari. Coba bayangkan jika tubuh jasmani kita kekurangan makanan, bisa dipastikan kesehatan tubuh kita terganggu: mudah sekali terserang berbagai penyakit dan pertumbuhan fisik pun tidak akan maksimal, bahkan bisa berakibat kepada kematian. Demikian halnya dengan tubuh rohani kita juga membutuhkan makanan rohani yang sehat supaya bertumbuh. Jika kita kekurangan makanan rohani kita pun akan mengalami kelaparan rohani; dan bila hal ini dibiarkan terus-menerus, selain kita mengalami 'kematian rohani' ada dampak yang bersifat kekal yaitu mengalami kebinasaan kekal.
Jika saat ini kita mulai kehilangan rasa haus dan lapar terhadap kebenaran, kehilangan nafsu untuk makan makanan rohani, kehilangan selera untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan, berhati-hatilah, sebab segala sesuatu ada waktunya. Selagi ada waktu dan kesempatan mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mengonsumsi makanan rohani sebanyak-banyaknya supaya kita kuat. Ada tertulis: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4).
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Matius 5:6
Saturday, April 18, 2015
KETELADANAN HIDUP DAUD (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2015
Baca: Mazmur 143:1-12
"Hidupkanlah aku oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, keluarkanlah jiwaku dari dalam kesesakan demi keadilan-Mu!" Mazmur 143:11
Keteladanan hidup bagaimana yang telah Daud tunjukkan, sehingga ia tampil sebagai pribadi yang berdampak bagi orang-orang disekitarnya? 1. Daud suka merenungkan firman Tuhan. "Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku." (Mazmur 119:24), karena itu "...merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). 2. Daud suka memuji-muji Tuhan. Tertulis: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:164). Hal itu menunjukkan bahwa Daud adalah seorang yang sangat karib dengan Tuhan.
Bukan hal yang kebetulan jika Daud harus berada di gua Adulam, tinggal bersama dengan orang-orang yang frustasi, karena ternyata di balik situasi sulit yang dialami ini Tuhan memiliki rencana indah yaitu supaya melalui kehidupan Daud ini orang-orang yang tidak berpengharapan beroleh pemulihan. Itu bukan karena kuat dan gagah Daud, tapi karena Roh Tuhan yg bekerja di dalam diri Daud. "Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara," (Yesaya 61:1). Orang-orang yang ada di gua Adulam hidupnya diubahkan: dari yang negatif ke arah yang positif, dari pecundang menjadi seorang pemenang, dari orang-orang buangan yang tidak berharga di mata manusia menjadi pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa (baca 2 Samuel 23:8-39).
Gua Adulam adalah gambaran dari keadaan dunia saat ini, dimana ada banyak orang yang sedang hidup dalam kesulitan dan tertimpa berbagai masalah: sakit-penyakit, utang-piutang, frustasi, sakit hati, kepahitan, sulit mengampuni dan luka-luka batin lainnya. Tuhan menghendaki kita untuk menjadi saluran berkat bagi mereka. Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila kita tidak menjadi teladan yang baik bagi mereka?
Hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan dan Roh Kudus adalah langkah awal menjadi pribadi-pribadi yang berdampak!
Baca: Mazmur 143:1-12
"Hidupkanlah aku oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, keluarkanlah jiwaku dari dalam kesesakan demi keadilan-Mu!" Mazmur 143:11
Keteladanan hidup bagaimana yang telah Daud tunjukkan, sehingga ia tampil sebagai pribadi yang berdampak bagi orang-orang disekitarnya? 1. Daud suka merenungkan firman Tuhan. "Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku." (Mazmur 119:24), karena itu "...merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). 2. Daud suka memuji-muji Tuhan. Tertulis: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2), bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:164). Hal itu menunjukkan bahwa Daud adalah seorang yang sangat karib dengan Tuhan.
Bukan hal yang kebetulan jika Daud harus berada di gua Adulam, tinggal bersama dengan orang-orang yang frustasi, karena ternyata di balik situasi sulit yang dialami ini Tuhan memiliki rencana indah yaitu supaya melalui kehidupan Daud ini orang-orang yang tidak berpengharapan beroleh pemulihan. Itu bukan karena kuat dan gagah Daud, tapi karena Roh Tuhan yg bekerja di dalam diri Daud. "Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara," (Yesaya 61:1). Orang-orang yang ada di gua Adulam hidupnya diubahkan: dari yang negatif ke arah yang positif, dari pecundang menjadi seorang pemenang, dari orang-orang buangan yang tidak berharga di mata manusia menjadi pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa (baca 2 Samuel 23:8-39).
Gua Adulam adalah gambaran dari keadaan dunia saat ini, dimana ada banyak orang yang sedang hidup dalam kesulitan dan tertimpa berbagai masalah: sakit-penyakit, utang-piutang, frustasi, sakit hati, kepahitan, sulit mengampuni dan luka-luka batin lainnya. Tuhan menghendaki kita untuk menjadi saluran berkat bagi mereka. Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila kita tidak menjadi teladan yang baik bagi mereka?
Hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan dan Roh Kudus adalah langkah awal menjadi pribadi-pribadi yang berdampak!
Friday, April 17, 2015
KETELADANAN HIDUP DAUD (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2015
Baca: Mazmur 57:1-12
"Aku terbaring di tengah-tengah singa yang suka menerkam anak-anak manusia, yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana pedang tajam." Mazmur 57:5
Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud saat berada di tengah-tengah orang yang bermasalah meski ia juga mengalami masalah yang berat pula. Namun Daud tidak komplain atau marah kepada Tuhan, ia tetap memandang Tuhan dan berseru kepada-Nya karena sadar tidak ada pribadi yang lain yang sanggup menolongnya selain Allah. "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Kalau kita berada di posisi Daud mungkin kita akan semakin stres dan sulit untuk mengucap syukur. Namun saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud menumpahkan carut-marut perasaannya, karena itulah Daud terus membangun imannya dengan bermazmur dan menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!" (Mazmur 57:8-9). Ia percaya di mana ada pujian bagi Tuhan di situ pasti ada lawatan Roh Tuhan, sebab "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika berada di gua Adulam Daud tetap membangun cara hidup sebagaimana yang biasa dilakukannya setiap hari, yaitu bersekutu dan memuji Tuhan sehingga Roh Tuhan mengurapinya. Karena Roh Tuhan ada padanya, keberadaan Daud akhirnya membawa dampak yang luar biasa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Terbukti "...ia menjadi pemimpin mereka." (1 Samuel 22:2), artinya karena urapan Roh Tuhan semua orang yang berada di dalam gua Adulam mendukung dan mengangkat Daud menjadi pemimpin atas mereka. Daud beroleh kepercayaan karena ia telah menunjukkan keteladanan hidup.
Nasihat yang sama juga disampaikan rasul Paulus kepada Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Hidup kita pasti akan berdampak bagi orang lain jika kita terlebih dahulu memberikan teladan hidup!
Baca: Mazmur 57:1-12
"Aku terbaring di tengah-tengah singa yang suka menerkam anak-anak manusia, yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana pedang tajam." Mazmur 57:5
Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud saat berada di tengah-tengah orang yang bermasalah meski ia juga mengalami masalah yang berat pula. Namun Daud tidak komplain atau marah kepada Tuhan, ia tetap memandang Tuhan dan berseru kepada-Nya karena sadar tidak ada pribadi yang lain yang sanggup menolongnya selain Allah. "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Kalau kita berada di posisi Daud mungkin kita akan semakin stres dan sulit untuk mengucap syukur. Namun saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud menumpahkan carut-marut perasaannya, karena itulah Daud terus membangun imannya dengan bermazmur dan menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!" (Mazmur 57:8-9). Ia percaya di mana ada pujian bagi Tuhan di situ pasti ada lawatan Roh Tuhan, sebab "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika berada di gua Adulam Daud tetap membangun cara hidup sebagaimana yang biasa dilakukannya setiap hari, yaitu bersekutu dan memuji Tuhan sehingga Roh Tuhan mengurapinya. Karena Roh Tuhan ada padanya, keberadaan Daud akhirnya membawa dampak yang luar biasa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Terbukti "...ia menjadi pemimpin mereka." (1 Samuel 22:2), artinya karena urapan Roh Tuhan semua orang yang berada di dalam gua Adulam mendukung dan mengangkat Daud menjadi pemimpin atas mereka. Daud beroleh kepercayaan karena ia telah menunjukkan keteladanan hidup.
Nasihat yang sama juga disampaikan rasul Paulus kepada Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Hidup kita pasti akan berdampak bagi orang lain jika kita terlebih dahulu memberikan teladan hidup!
Thursday, April 16, 2015
DI GUA ADULAM
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2015
Baca: 1 Samuel 22:1-5
"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam." 1 Samuel 22:1a
Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam. Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup. Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai 'sampah' masyarakat. Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.
Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua? Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun. Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam. Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi: kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain. Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan. Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.
Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7). Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!
Berdiam dirilah di 'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!
Baca: 1 Samuel 22:1-5
"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam." 1 Samuel 22:1a
Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam. Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup. Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai 'sampah' masyarakat. Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.
Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua? Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun. Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam. Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi: kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain. Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan. Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.
Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7). Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!
Berdiam dirilah di 'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!
Wednesday, April 15, 2015
TERBATAS MENJADI TAK TERBATAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2015
Baca: Lukas 9:10-17
"Kamu harus memberi mereka makan!" Lukas 9:13
Selama berada di bumi waktu dan tenaga Tuhan Yesus sepenuhnya dicurahkan untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya hati Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan rasa belas kasihan terhadap orang lain. Di mana pun dan kapan pun berada hati Yesus senantiasa peka terhadap kebutuhan manusia. Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani saja tapi juga sangat peduli dengan kebutuhan jasmani manusia. Seorang tokoh terkenal India, Mahatma Gandhi, pun belajar dari teladan hidup Tuhan Yesus, ia berpendapat, "Orang yang lapar hanya bisa mengerti kata-kata yang indah, setelah mereka dikenyangkan."
Menurut logika lima roti dan dua ikan itu sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mengikut Yesus, "Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki." (Lukas 9:14). Namun dari keterbatasan inilah mujizat dinyatakan karena Tuhan senang membuat perkara besar dari hal-hal yang kecil, "...dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29). Seorang janda di Sarfat pun mengalaminya, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sanggup dilipatgandakan Tuhan: "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Sesuatu yang kecil, sederhana dan tidak berarti jika kita letakkan di tangan Tuhan akan menjadi sesuatu yang berharga dan berkelimpahan. Karena itu jangan sekalipun meremehkan hal-hal yang kecil, sebab jika kita setia dalam perkara-perkara kecil maka perkara-perkara yang besar akan dinyatakan Tuhan bagi kita asal kita mau mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, seperti anak kecil yang rela menyerahkan lima roti dan dua ikan miliknya kepada Tuhan Yesus.
Di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti dan mujizat dan kelimpahan!
Baca: Lukas 9:10-17
"Kamu harus memberi mereka makan!" Lukas 9:13
Selama berada di bumi waktu dan tenaga Tuhan Yesus sepenuhnya dicurahkan untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya hati Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan rasa belas kasihan terhadap orang lain. Di mana pun dan kapan pun berada hati Yesus senantiasa peka terhadap kebutuhan manusia. Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani saja tapi juga sangat peduli dengan kebutuhan jasmani manusia. Seorang tokoh terkenal India, Mahatma Gandhi, pun belajar dari teladan hidup Tuhan Yesus, ia berpendapat, "Orang yang lapar hanya bisa mengerti kata-kata yang indah, setelah mereka dikenyangkan."
Menurut logika lima roti dan dua ikan itu sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mengikut Yesus, "Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki." (Lukas 9:14). Namun dari keterbatasan inilah mujizat dinyatakan karena Tuhan senang membuat perkara besar dari hal-hal yang kecil, "...dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29). Seorang janda di Sarfat pun mengalaminya, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sanggup dilipatgandakan Tuhan: "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Sesuatu yang kecil, sederhana dan tidak berarti jika kita letakkan di tangan Tuhan akan menjadi sesuatu yang berharga dan berkelimpahan. Karena itu jangan sekalipun meremehkan hal-hal yang kecil, sebab jika kita setia dalam perkara-perkara kecil maka perkara-perkara yang besar akan dinyatakan Tuhan bagi kita asal kita mau mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, seperti anak kecil yang rela menyerahkan lima roti dan dua ikan miliknya kepada Tuhan Yesus.
Di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti dan mujizat dan kelimpahan!
Tuesday, April 14, 2015
SERAHKAN MASALAHMU KEPADA TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2015
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu." 2 Raja-Raja 4:7
Ketika tertimpa masalah berat banyak dari kita yang lebih memilih mengatasi masalahnya dengan akal dan kekuatan sendiri. Kita enggan membawa masalah kita kepada Tuhan atau berkonsultasi kepada hamba Tuhan. Bahkan kita pun mulai mengkompromikan banyak hal, termasuk menerima masukan dan tawaran untuk mencari pertolongan instan ke 'orang pintar' atau dukun. Kalau pun ada yang datang kepada hamba Tuhan, yang dilakukannya adalah mengeluh dan meminta pertolongan secara materi kepadanya. Alkitab dengan keras memperingatkan agar kita tidak mengandalkan manusia dan berharap kepadanya. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Tuhan mau menolong kita asal kita mau datang kepada-Nya dan menyerahkan semua masalah kita seperti yang dilakukan oleh janda pada bacaan di atas dengan datang kepada Elisa. Sebagai manusia biasa Elisa tidak dapat melunasi utang-utangnya, tapi yang ia dapat perbuat adalah berseru kepada Tuhan dengan iman. "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15), sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Elisa pun bertanya, "'Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.' Berkatalah perempuan itu: 'Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.'" (2 Raja-Raja 4:2).
Di mata manusia buli-buli kecil berisi minyak itu mungkin tidak ada artinya, tapi bila kita mau menyerahkan hal yang tampaknya 'sepele dan kecil' kepada Tuhan, Ia sanggup membuatnya menjadi besar dan berharga. "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Tuhan Yesus berkata, "Jadilah kepadamu menurut imanmu." (Matius 9:29), dan "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23).
Bila kita percaya kepada firman Tuhan dan mau bertindak dengan iman, mujizat-Nya pasti dinyatakan!
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu." 2 Raja-Raja 4:7
Ketika tertimpa masalah berat banyak dari kita yang lebih memilih mengatasi masalahnya dengan akal dan kekuatan sendiri. Kita enggan membawa masalah kita kepada Tuhan atau berkonsultasi kepada hamba Tuhan. Bahkan kita pun mulai mengkompromikan banyak hal, termasuk menerima masukan dan tawaran untuk mencari pertolongan instan ke 'orang pintar' atau dukun. Kalau pun ada yang datang kepada hamba Tuhan, yang dilakukannya adalah mengeluh dan meminta pertolongan secara materi kepadanya. Alkitab dengan keras memperingatkan agar kita tidak mengandalkan manusia dan berharap kepadanya. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Tuhan mau menolong kita asal kita mau datang kepada-Nya dan menyerahkan semua masalah kita seperti yang dilakukan oleh janda pada bacaan di atas dengan datang kepada Elisa. Sebagai manusia biasa Elisa tidak dapat melunasi utang-utangnya, tapi yang ia dapat perbuat adalah berseru kepada Tuhan dengan iman. "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15), sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Elisa pun bertanya, "'Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.' Berkatalah perempuan itu: 'Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.'" (2 Raja-Raja 4:2).
Di mata manusia buli-buli kecil berisi minyak itu mungkin tidak ada artinya, tapi bila kita mau menyerahkan hal yang tampaknya 'sepele dan kecil' kepada Tuhan, Ia sanggup membuatnya menjadi besar dan berharga. "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Tuhan Yesus berkata, "Jadilah kepadamu menurut imanmu." (Matius 9:29), dan "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23).
Bila kita percaya kepada firman Tuhan dan mau bertindak dengan iman, mujizat-Nya pasti dinyatakan!
Monday, April 13, 2015
SERAHKAN MASALAHMU KEPADA TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2015
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." 2 Raja-Raja 4:1b
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh penulis Amsal bahwa "yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7). Orang yang memiutangi biasanya akan 'berkuasa' terhadap orang yang berutang. Ia bisa saja menekan dan bertindak semena-mena sehingga orang yang memiliki utang benar-benar berada di bawah kendali orang yang memiutangi. Hal ini dialami oleh isteri seorang nabi. Nabi tersebut meninggalkan utang kepada keluarga yang ditinggalkannya sehingga menjadi beban berat bagi keluarganya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata nabi adalah seorang utusan Tuhan, orang yang terpilih karena keimanan dan akhlaknya yang baik sehingga ia diangkat Tuhan untuk menjadi utusan-Nya di bumi. Dengan kata lain nabi adalah seorang yang takut akan Tuhan.
Ditinjau dari sisi kerohanian tak diragukan lagi bahwa sebagai nabi ia adalah seorang yang sukses dalam pelayanan. Sayangnya keberhasilannya dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak disertai dengan keberhasilan secara ekonomi. Terbukti ia memiliki banyak utang. Akibat utang yang tidak terbayarkan keluarga yang ditinggalkan harus menanggung beban hidup yang berat, si isteri menjadi stres berat, bahkan kedua anaknya hendak dijadikan budak oleh si pemberi piutang. Dalam keadaan demikian dapatkah kehidupan keluarga nabi ini menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan? Yang terjadi justru sebaliknya, ia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Mungkin orang akan berkata, "Ah percuma melayani Tuhan. Buktinya hidupmu tidak berubah. Utangmu ada di mana-mana. Ekonomimu tetap saja morat-marit." Orang lain akan menganggap bahwa Tuhan yang mereka layani tidak sanggup menolong dan janji-janji-Nya hanyalah isapan jempol. Akhirnya pelayanan yang dikerjakan serasa sia-sia oleh karena kehidupannya tidak menjadi berkat.
Dalam keadaan terjepit isteri dari nabi tersebut segera mengadukan permasalahannya kepada Elisa, pemimpin dari para nabi. Artinya ia tidak mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri, melainkan membawa masalah tersebut kepada Tuhan serta meminta nasihat atau petunjuk hamba Tuhan. (Bersambung)
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." 2 Raja-Raja 4:1b
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh penulis Amsal bahwa "yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7). Orang yang memiutangi biasanya akan 'berkuasa' terhadap orang yang berutang. Ia bisa saja menekan dan bertindak semena-mena sehingga orang yang memiliki utang benar-benar berada di bawah kendali orang yang memiutangi. Hal ini dialami oleh isteri seorang nabi. Nabi tersebut meninggalkan utang kepada keluarga yang ditinggalkannya sehingga menjadi beban berat bagi keluarganya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata nabi adalah seorang utusan Tuhan, orang yang terpilih karena keimanan dan akhlaknya yang baik sehingga ia diangkat Tuhan untuk menjadi utusan-Nya di bumi. Dengan kata lain nabi adalah seorang yang takut akan Tuhan.
Ditinjau dari sisi kerohanian tak diragukan lagi bahwa sebagai nabi ia adalah seorang yang sukses dalam pelayanan. Sayangnya keberhasilannya dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak disertai dengan keberhasilan secara ekonomi. Terbukti ia memiliki banyak utang. Akibat utang yang tidak terbayarkan keluarga yang ditinggalkan harus menanggung beban hidup yang berat, si isteri menjadi stres berat, bahkan kedua anaknya hendak dijadikan budak oleh si pemberi piutang. Dalam keadaan demikian dapatkah kehidupan keluarga nabi ini menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan? Yang terjadi justru sebaliknya, ia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Mungkin orang akan berkata, "Ah percuma melayani Tuhan. Buktinya hidupmu tidak berubah. Utangmu ada di mana-mana. Ekonomimu tetap saja morat-marit." Orang lain akan menganggap bahwa Tuhan yang mereka layani tidak sanggup menolong dan janji-janji-Nya hanyalah isapan jempol. Akhirnya pelayanan yang dikerjakan serasa sia-sia oleh karena kehidupannya tidak menjadi berkat.
Dalam keadaan terjepit isteri dari nabi tersebut segera mengadukan permasalahannya kepada Elisa, pemimpin dari para nabi. Artinya ia tidak mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri, melainkan membawa masalah tersebut kepada Tuhan serta meminta nasihat atau petunjuk hamba Tuhan. (Bersambung)
Sunday, April 12, 2015
BESAR PASAK DARIPADA TIANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2015
Baca: Amsal 22:1-16
"Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." Amsal 22:7
Masalah atau persoalan adalah bagian dari kehidupan manusia di atas muka bumi ini. Tak seorang pun manusia yang kebal terhadap masalah. Masalah atau persoalan dapat menimpa siapa saja, tanpa mengenal status: entah itu orang kaya, orang miskin, orang berpangkat, orang rendahan, selebriti, semuanya pasti mengalami masalah dalam hidupnya. Ada masalah rumah tangga, masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah studi, masalah kesehatan, dan masalah-masalah lainnya. Musa pun mengakui bahwa kebangaan hidup manusia "...adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10).
Satu dari sekian masalah yang dialami oleh manusia, yang seringkali menjadi beban berat dalam hidup ini adalah masalah ekonomi. Banyak orang tidak berhenti untuk mengeluh, bersungut-sungut, lalu kecewa dan akhirnya berputus asa ketika mengalami guncangan dalam hal ekonomi. Masalah ekonomi seringkali muncul ketika penghasilan seseorang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran setiap hari. Akibatnya jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan orang tidak akan mungkin bisa menabung atau menyisihkan uangnya, malahan orang akan berutang kesana-kemari demi menutupi kebutuhannya. Penyebab lain yang menyebabkan orang berutang terhadap orang lain mungkin karena usahanya sedang pailit atau ditipu, tapi ada pula yang karena kesalahannya sendiri yaitu memiliki gaya hidup yang terlalu konsumtif. Untuk menutupi pengeluarannya yang lebih besar daripada penghasilan orang kemudian berutang. Apabila hal ini dilakukan terus-menerus ia akan terbelit masalah utang.
Ketidakmampuan untuk membayar utang membuat seseorang mengalami frustasi dan akhirnya putus asa. Lebih berbahaya lagi, orang bisa melakukan perbuatan nekat: gali lubang tutup lubang, ada yang melakukan penipuan, korupsi, mencaplok uang yang telah dipinjam dan tidak mau mengembalikan kepada orang yang telah meminjaminya, bahkan ada pula yang sampai berbuat sadis dengan menghabisi nyawa orang yang menagih utangnya. Ada tertulis, "Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah." (Mazmur 37:21).
"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga," Roma 13:8
Baca: Amsal 22:1-16
"Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi." Amsal 22:7
Masalah atau persoalan adalah bagian dari kehidupan manusia di atas muka bumi ini. Tak seorang pun manusia yang kebal terhadap masalah. Masalah atau persoalan dapat menimpa siapa saja, tanpa mengenal status: entah itu orang kaya, orang miskin, orang berpangkat, orang rendahan, selebriti, semuanya pasti mengalami masalah dalam hidupnya. Ada masalah rumah tangga, masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah studi, masalah kesehatan, dan masalah-masalah lainnya. Musa pun mengakui bahwa kebangaan hidup manusia "...adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10).
Satu dari sekian masalah yang dialami oleh manusia, yang seringkali menjadi beban berat dalam hidup ini adalah masalah ekonomi. Banyak orang tidak berhenti untuk mengeluh, bersungut-sungut, lalu kecewa dan akhirnya berputus asa ketika mengalami guncangan dalam hal ekonomi. Masalah ekonomi seringkali muncul ketika penghasilan seseorang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran setiap hari. Akibatnya jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan orang tidak akan mungkin bisa menabung atau menyisihkan uangnya, malahan orang akan berutang kesana-kemari demi menutupi kebutuhannya. Penyebab lain yang menyebabkan orang berutang terhadap orang lain mungkin karena usahanya sedang pailit atau ditipu, tapi ada pula yang karena kesalahannya sendiri yaitu memiliki gaya hidup yang terlalu konsumtif. Untuk menutupi pengeluarannya yang lebih besar daripada penghasilan orang kemudian berutang. Apabila hal ini dilakukan terus-menerus ia akan terbelit masalah utang.
Ketidakmampuan untuk membayar utang membuat seseorang mengalami frustasi dan akhirnya putus asa. Lebih berbahaya lagi, orang bisa melakukan perbuatan nekat: gali lubang tutup lubang, ada yang melakukan penipuan, korupsi, mencaplok uang yang telah dipinjam dan tidak mau mengembalikan kepada orang yang telah meminjaminya, bahkan ada pula yang sampai berbuat sadis dengan menghabisi nyawa orang yang menagih utangnya. Ada tertulis, "Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah." (Mazmur 37:21).
"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga," Roma 13:8
Saturday, April 11, 2015
KEBAHAGIAAN ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2015
Baca: Mazmur 25:1-22
"Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu." Mazmur 25:11
Firman Tuhan berulang kali mengingatkan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia seharusnya memiliki kualitas hidup yang berbeda dari orang-orang yang belum percaya. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Salah satu sikap yang membedakan orang percaya dengan orang dunia adalah hal kebahagiaan. Bahagia memiliki arti keadaan atau suasana hati yang tenteram dan damai, bebas dari rasa susah. Umumnya rasa bahagia yang dimiliki orang-orang dunia sangat ditentukan oleh situasi-situasi yang terjadi atau bergantung pada sesuatu yang dimilikinya. Namun fakta membuktikan bahwa sukacita yang mereka rasakan tidak bertahan lama atau bersifat musiman saja. Itulah kebahagiaan semu yang diberikan oleh dunia! Mungkin kita akan berkata, "Bagaimana bisa berbahagia kalau masalah yang kita hadapi datang secara bertubi-tubi, tiada kunjung berhenti di sepanjang hari?" Bagi orang percaya kebahagiaan seharusnya menjadi bagian hidup yang senantiasa terpancar dalam kehidupan sehari-hari. Alasan utama kita berbahagia bukan semata-mata karena berkat-berkat materi yang telah kita terima dari Tuhan, atau karena tidak ada masalah dalam hidup ini, tetapi karena berkat rohani yang Tuhan berikan. Berkat rohani tersebut berupa pengampunan dosa. Dosa adalah masalah terbesar manusia, sebab upah dosa ialah maut atau kematian kekal, tapi karena kasih-Nya yang besar dosa-dosa kita telah diampuni. Uang, harta kekayaan, agama, perbuatan baik tidak bisa membereskan dosa-dosa manusia. Satu-satunya hal yang sanggup membereskan dosa manusia adalah darah Tuhan Yesus. "...dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7).
Itulah sebabnya Daud menulis: "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN," (Mazmur 32:1-2). Karena pelanggaran kita diampuni dan dosa kita ditutupi, maka kita selalu punya alasan untuk tetap berbahagia bagaimana pun keadaan kita.
"sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." Mazmur 103:12
Baca: Mazmur 25:1-22
"Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu." Mazmur 25:11
Firman Tuhan berulang kali mengingatkan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia seharusnya memiliki kualitas hidup yang berbeda dari orang-orang yang belum percaya. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Salah satu sikap yang membedakan orang percaya dengan orang dunia adalah hal kebahagiaan. Bahagia memiliki arti keadaan atau suasana hati yang tenteram dan damai, bebas dari rasa susah. Umumnya rasa bahagia yang dimiliki orang-orang dunia sangat ditentukan oleh situasi-situasi yang terjadi atau bergantung pada sesuatu yang dimilikinya. Namun fakta membuktikan bahwa sukacita yang mereka rasakan tidak bertahan lama atau bersifat musiman saja. Itulah kebahagiaan semu yang diberikan oleh dunia! Mungkin kita akan berkata, "Bagaimana bisa berbahagia kalau masalah yang kita hadapi datang secara bertubi-tubi, tiada kunjung berhenti di sepanjang hari?" Bagi orang percaya kebahagiaan seharusnya menjadi bagian hidup yang senantiasa terpancar dalam kehidupan sehari-hari. Alasan utama kita berbahagia bukan semata-mata karena berkat-berkat materi yang telah kita terima dari Tuhan, atau karena tidak ada masalah dalam hidup ini, tetapi karena berkat rohani yang Tuhan berikan. Berkat rohani tersebut berupa pengampunan dosa. Dosa adalah masalah terbesar manusia, sebab upah dosa ialah maut atau kematian kekal, tapi karena kasih-Nya yang besar dosa-dosa kita telah diampuni. Uang, harta kekayaan, agama, perbuatan baik tidak bisa membereskan dosa-dosa manusia. Satu-satunya hal yang sanggup membereskan dosa manusia adalah darah Tuhan Yesus. "...dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7).
Itulah sebabnya Daud menulis: "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN," (Mazmur 32:1-2). Karena pelanggaran kita diampuni dan dosa kita ditutupi, maka kita selalu punya alasan untuk tetap berbahagia bagaimana pun keadaan kita.
"sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." Mazmur 103:12
Friday, April 10, 2015
JANGAN MELEPASKAN KEPERCAYAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2015
Baca: Ibrani 10:32-39
"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Iblis tahu benar titik lemah yang seringkali membuat manusia mengalami kejatuhan, yaitu berkenaan dengan materi dan segala kenyamanan daging. Iming-iming uang atau kekayaan, kedudukan atau pangkat, popularitas dan juga soal jodoh seringkali membuat banyak orang tidak tahan dan akhirnya bertekuk lutut.
Setelah gagal mencobai Yesus di padang gurun, "...ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13). Artinya Iblis tidak pernah menyerah begitu saja, ia menunggu waktu yang tepat dengan mencari celah sekecil apa pun untuk menjatuhkan manusia. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh," (1 Petrus 5:8-9). Menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat hari penghukuman bagi Iblis dan bala tentaranya sudah di depan mata, karena itu Iblis tidak menyia-nyiakan waktu, rela bekerja overtime demi mencari mangsa sebanyak-banyaknya.
Kalau Iblis sedang giat-giatnya bekerja, di sisi lain banyak sekali orang Kristen bermalas-malasan mengejar perkara-perkara rohani oleh karena fokus mereka yang mengalami pergeseran: tidak lagi mengumpulkan 'harta' di sorga tapi berlomba-lomba mengumpulkan 'harta' duniawi. Bahkan tidak sedikit yang mundur dari iman dan rela menanggalkan atributnya sebagai pengikut Kristus karena tergiur oleh tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, sehingga matanya menjadi silau dan akhirnya pertahanan iman pun roboh. Rasul Paulus menasihati, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (Filipi 2:12-13). Jangan sekali-kali mundur dari iman, sebab apabila kita melakukannya dengan tekun kita akan menerima upah yang besar dari Tuhan, sebab tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan.
"Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Baca: Ibrani 10:32-39
"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Iblis tahu benar titik lemah yang seringkali membuat manusia mengalami kejatuhan, yaitu berkenaan dengan materi dan segala kenyamanan daging. Iming-iming uang atau kekayaan, kedudukan atau pangkat, popularitas dan juga soal jodoh seringkali membuat banyak orang tidak tahan dan akhirnya bertekuk lutut.
Setelah gagal mencobai Yesus di padang gurun, "...ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13). Artinya Iblis tidak pernah menyerah begitu saja, ia menunggu waktu yang tepat dengan mencari celah sekecil apa pun untuk menjatuhkan manusia. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh," (1 Petrus 5:8-9). Menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat hari penghukuman bagi Iblis dan bala tentaranya sudah di depan mata, karena itu Iblis tidak menyia-nyiakan waktu, rela bekerja overtime demi mencari mangsa sebanyak-banyaknya.
Kalau Iblis sedang giat-giatnya bekerja, di sisi lain banyak sekali orang Kristen bermalas-malasan mengejar perkara-perkara rohani oleh karena fokus mereka yang mengalami pergeseran: tidak lagi mengumpulkan 'harta' di sorga tapi berlomba-lomba mengumpulkan 'harta' duniawi. Bahkan tidak sedikit yang mundur dari iman dan rela menanggalkan atributnya sebagai pengikut Kristus karena tergiur oleh tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, sehingga matanya menjadi silau dan akhirnya pertahanan iman pun roboh. Rasul Paulus menasihati, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (Filipi 2:12-13). Jangan sekali-kali mundur dari iman, sebab apabila kita melakukannya dengan tekun kita akan menerima upah yang besar dari Tuhan, sebab tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan.
"Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Thursday, April 9, 2015
TUHAN YESUS: Anugerah Terindah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2015
Baca: Roma 8:31-39
"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Alkitab menegaskan: "Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita" (1 Yohanes 4:10). Bukti nyata Allah mengasihi kita adalah Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita (ayat nas). Bagi orang percaya Yesus Kristus adalah anugerah terbesar dan terindah dari sorga.
Mengapa Yesus Kristus disebut sebagai anugerah terbesar dan terindah? Karena segala kepenuhan Allah ada di dalam diri-Nya. Jika Allah rela menyerakan Anak-Nya yang tunggal, kita percaya bahwa Ia pasti tidak akan menahan segala yang baik untuk diberikan kepada kita... "...bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (ayat nas). Artinya segala sesuatu yang kita perlukan pasti akan disediakan Allah bagi kita di dalam nama Tuhan Yesus. Dan pemberian dari Allah itu sifatnya tidak terbatas dan berkelimpahan, karena Dia adalah sumber segalanya sebagaimana yang ditegaskan oleh rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Bangsa Israel adalah contoh nyata bagaimana Allah mengasihi umat-Nya. Ia memperhatikan kesengsaraan umat Israel dan membebaskan mereka dari belenggu perbudakan di Mesir. Lalu dengan tangan-Nya yang kuat dan perkasa Allah menuntun dan menyertai perjalanan bangsa Israel di padang gurun sehingga mereka tidak mengalami kekurangan suatu apa pun. Tiada hari terlewati tanpa mereka mengalami mujizat, kemenangan dan keajaiban.
Kini bisa menjalani hidup ini dengan kepala tegak karena tidak ada yang perlu ditakutkan dan kuatirkan, sebab kita punya Tuhan, "...yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Apa yang dikerjakan Tuhan itu sungguh tidak terbatas, tak terjangkau oleh akal dan pikiran manusia.
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Baca: Roma 8:31-39
"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Alkitab menegaskan: "Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita" (1 Yohanes 4:10). Bukti nyata Allah mengasihi kita adalah Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita (ayat nas). Bagi orang percaya Yesus Kristus adalah anugerah terbesar dan terindah dari sorga.
Mengapa Yesus Kristus disebut sebagai anugerah terbesar dan terindah? Karena segala kepenuhan Allah ada di dalam diri-Nya. Jika Allah rela menyerakan Anak-Nya yang tunggal, kita percaya bahwa Ia pasti tidak akan menahan segala yang baik untuk diberikan kepada kita... "...bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (ayat nas). Artinya segala sesuatu yang kita perlukan pasti akan disediakan Allah bagi kita di dalam nama Tuhan Yesus. Dan pemberian dari Allah itu sifatnya tidak terbatas dan berkelimpahan, karena Dia adalah sumber segalanya sebagaimana yang ditegaskan oleh rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Bangsa Israel adalah contoh nyata bagaimana Allah mengasihi umat-Nya. Ia memperhatikan kesengsaraan umat Israel dan membebaskan mereka dari belenggu perbudakan di Mesir. Lalu dengan tangan-Nya yang kuat dan perkasa Allah menuntun dan menyertai perjalanan bangsa Israel di padang gurun sehingga mereka tidak mengalami kekurangan suatu apa pun. Tiada hari terlewati tanpa mereka mengalami mujizat, kemenangan dan keajaiban.
Kini bisa menjalani hidup ini dengan kepala tegak karena tidak ada yang perlu ditakutkan dan kuatirkan, sebab kita punya Tuhan, "...yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Apa yang dikerjakan Tuhan itu sungguh tidak terbatas, tak terjangkau oleh akal dan pikiran manusia.
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Wednesday, April 8, 2015
Kebangkitan Kristus: Beritakanlah Kepada Dunia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2015
Baca: Markus 16:1-8
"Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." Markus 16:7
Apa yang diperbuat Maria Magdalena, maria ibu Yakobus dan Salome setelah mendapati kubur Yesus telah kosong sebagai bukti Ia telah bangkit? "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." (Markus 16:6-7). Meski sempat gentar dan takut mereka merespons apa yang disampaikan malaikat. Maka "Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya." (Markus 16:8).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita diperintahkan untuk memberitakan kabar kebangkitan Kristus ini kepada dunia. Mengapa harus diberitakan? Karena ini adalah inti berita Injil. Kabar sukacita inilah yang juga menjadi inti khotbah rasul Petrus (setelah hari Pentakosta): "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu." (Kisah 2:23-24), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak pergi menyampaikan kabar sukacita ini! Kata pergilah menunjuk pada perintah dan suatu pertanggungjawaban. Memang tugas ini tidak mudah karena kita hidup di tengah-tengah dunia yang jahat. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Jika kita rindu banyak jiwa diselamatkan, mari kita kerjakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab!
Baca: Markus 16:1-8
"Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." Markus 16:7
Apa yang diperbuat Maria Magdalena, maria ibu Yakobus dan Salome setelah mendapati kubur Yesus telah kosong sebagai bukti Ia telah bangkit? "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." (Markus 16:6-7). Meski sempat gentar dan takut mereka merespons apa yang disampaikan malaikat. Maka "Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya." (Markus 16:8).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita diperintahkan untuk memberitakan kabar kebangkitan Kristus ini kepada dunia. Mengapa harus diberitakan? Karena ini adalah inti berita Injil. Kabar sukacita inilah yang juga menjadi inti khotbah rasul Petrus (setelah hari Pentakosta): "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu." (Kisah 2:23-24), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak pergi menyampaikan kabar sukacita ini! Kata pergilah menunjuk pada perintah dan suatu pertanggungjawaban. Memang tugas ini tidak mudah karena kita hidup di tengah-tengah dunia yang jahat. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Jika kita rindu banyak jiwa diselamatkan, mari kita kerjakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab!
Tuesday, April 7, 2015
KEBANGKITAN KRISTUS: Kemenangan Orang Percaya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2015
Baca: 1 Yohanes 5:1-5
"Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" 1 Yohanes 5:5
Sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang tidak mengalami kuasa kebangkitan Kristus dalam hidupnya. Dengan kata lain mereka masih menjalani hari-harinya dengan kepala yang tertunduk tanda kekalahan. Kita tetap saja menjadi orang Kristen yang berjalan terseok-seok dengan beban berat di pundak. Perjalanan hidup kita dipenuhi oleh kekecewaan, sakit hati, kepahitan dan hilang pengharapan. Masalah-masalah yang terjadi dalam hidup ini semakin menenggelamkan kita dalam keterpurukan. Lebih parah lagi, kita memilih untuk meninggalkan 'Yerusalem'.
Dalam keputusasaan, kita terus bertanya dalam hati, "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?" (Markus 16:3). Batu adalah gambaran dari masalah dan tantangan dalam kehidupan ini. Namun perhatikan: "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka." (Lukas 24:15). Kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian adalah fakta, bukan omong kosong atau sekedar gosip murahan. Namun hal ini tidak disadari oleh murid-murid-Nya sampai-sampai mereka berkata kepada Yesus, "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?" (Lukas 24:18).
Ketika menghadapi pergumulan hidup yang berat kita pun seringkali tidak merasakan kehadiran Tuhan Yesus. Kita menganggap bahwa Tuhan itu jauh dari kita dan tidak mempedulikan kita. Salah besar! Tindakan Tuhan Yesus mendekati murid-Nya yang sedang galau adalah bukti bahwa Dia begitu mengasihi dan mempedulikan hidup mereka. Tuhan berkata, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4). Tuhan Yesus adalah Allah yang setia, yang kasih dan kuasa-Nya tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya, apabila Ia berjanji pasti akan ditepati-Nya!
Karena Tuhan Yesus sudah bangkit, tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!
Baca: 1 Yohanes 5:1-5
"Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" 1 Yohanes 5:5
Sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang tidak mengalami kuasa kebangkitan Kristus dalam hidupnya. Dengan kata lain mereka masih menjalani hari-harinya dengan kepala yang tertunduk tanda kekalahan. Kita tetap saja menjadi orang Kristen yang berjalan terseok-seok dengan beban berat di pundak. Perjalanan hidup kita dipenuhi oleh kekecewaan, sakit hati, kepahitan dan hilang pengharapan. Masalah-masalah yang terjadi dalam hidup ini semakin menenggelamkan kita dalam keterpurukan. Lebih parah lagi, kita memilih untuk meninggalkan 'Yerusalem'.
Dalam keputusasaan, kita terus bertanya dalam hati, "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?" (Markus 16:3). Batu adalah gambaran dari masalah dan tantangan dalam kehidupan ini. Namun perhatikan: "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka." (Lukas 24:15). Kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian adalah fakta, bukan omong kosong atau sekedar gosip murahan. Namun hal ini tidak disadari oleh murid-murid-Nya sampai-sampai mereka berkata kepada Yesus, "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?" (Lukas 24:18).
Ketika menghadapi pergumulan hidup yang berat kita pun seringkali tidak merasakan kehadiran Tuhan Yesus. Kita menganggap bahwa Tuhan itu jauh dari kita dan tidak mempedulikan kita. Salah besar! Tindakan Tuhan Yesus mendekati murid-Nya yang sedang galau adalah bukti bahwa Dia begitu mengasihi dan mempedulikan hidup mereka. Tuhan berkata, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4). Tuhan Yesus adalah Allah yang setia, yang kasih dan kuasa-Nya tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya, apabila Ia berjanji pasti akan ditepati-Nya!
Karena Tuhan Yesus sudah bangkit, tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!
Monday, April 6, 2015
KEBANGKITAN KRISTUS: Kemenangan Orang Percaya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2015
Baca: Lukas 24:13-35
"Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem," Lukas 24:13
Kebangkitan Kristus seharusnya menjadi titik balik bagi kehidupan orang Kristen, sebab kebangkitan-Nya berarti kemenangan terhadap masalah terbesar yang dihadapi oleh manusia yaitu dosa, yang telah diselesaikan-Nya, "'Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?' Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:54-57). Jika masalah terbesar manusia saja sudah diselesaikan-Nya, alangkah mudahnya masalah kehidupan kita sehari-hari. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), sehingga kita menjadi "...lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Banyak orang Kristen yang tidak merespons berita kebangkitan Kristus: bersikap dingin, biasa-biasa saja dan tidak antusias sedikit pun. Mereka menganggap bahwa peringatan kebangkitan Yesus Kristus tak lebih dari sekedar tradisi tahunan orang Kristen. Sikap kurang antusias juga ditunjukkan oleh murid-murid Yesus sendiri, bahkan dua orang dari antara mereka ada yang memilih untuk meninggalkan Yerusalem menuju Emaus yang berjark 7 mil jauhnya. Kata Yerusalem yang berarti kota sejahtera, justru mereka tinggalkan dengan perasaan yang teramat kecewa dan pedih hati karena peristiwa penyaliban dan kematian Sang Guru yang mereka harapkan dapat membawa pemulihan bagi Israel dan tampil sebagai Raja yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan pemerintahan Romawi pada waktu itu, namun yang terjadi justru sebaliknya, mereka melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus harus mengalami aniaya, dipermalukan dan mati tergantung di kayu salib, serta menjadi tontonan banyak orang. Itulah sebabnya mereka tidak bisa menerima kenyataan dan menjadi kecewa.
Tuhan Yesus menegaskan bahwa jika biji gandum tidak mati maka ia tetap satu biji saja (baca Yohanes 12:24), namun jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah.
Itulah yang Yesus Kristus kerjakan di kayu salib, Dia mati agar kehidupan baru yang berkemenangan dapat dinikmati oleh setiap orang percaya!
Baca: Lukas 24:13-35
"Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem," Lukas 24:13
Kebangkitan Kristus seharusnya menjadi titik balik bagi kehidupan orang Kristen, sebab kebangkitan-Nya berarti kemenangan terhadap masalah terbesar yang dihadapi oleh manusia yaitu dosa, yang telah diselesaikan-Nya, "'Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?' Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:54-57). Jika masalah terbesar manusia saja sudah diselesaikan-Nya, alangkah mudahnya masalah kehidupan kita sehari-hari. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), sehingga kita menjadi "...lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Banyak orang Kristen yang tidak merespons berita kebangkitan Kristus: bersikap dingin, biasa-biasa saja dan tidak antusias sedikit pun. Mereka menganggap bahwa peringatan kebangkitan Yesus Kristus tak lebih dari sekedar tradisi tahunan orang Kristen. Sikap kurang antusias juga ditunjukkan oleh murid-murid Yesus sendiri, bahkan dua orang dari antara mereka ada yang memilih untuk meninggalkan Yerusalem menuju Emaus yang berjark 7 mil jauhnya. Kata Yerusalem yang berarti kota sejahtera, justru mereka tinggalkan dengan perasaan yang teramat kecewa dan pedih hati karena peristiwa penyaliban dan kematian Sang Guru yang mereka harapkan dapat membawa pemulihan bagi Israel dan tampil sebagai Raja yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan pemerintahan Romawi pada waktu itu, namun yang terjadi justru sebaliknya, mereka melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus harus mengalami aniaya, dipermalukan dan mati tergantung di kayu salib, serta menjadi tontonan banyak orang. Itulah sebabnya mereka tidak bisa menerima kenyataan dan menjadi kecewa.
Tuhan Yesus menegaskan bahwa jika biji gandum tidak mati maka ia tetap satu biji saja (baca Yohanes 12:24), namun jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah.
Itulah yang Yesus Kristus kerjakan di kayu salib, Dia mati agar kehidupan baru yang berkemenangan dapat dinikmati oleh setiap orang percaya!
Sunday, April 5, 2015
KEBANGKITAN KRISTUS ADALAH FAKTA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2015
Baca: 1 Korintus 15:1-11
"...Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;" 1 Korintus 15:4
Bagi umat Kristiani Paskah merupakan peringatan hari kebangkitan Yesus Kristus. Perayaan ini disebut pula dengan Minggu Paskah, Hari Kebangkitan atau Minggu Kebangkitan. Paskah berasal dari kata bahasa Ibrani Pesakh, yang arti harafiahnya adalah lewat atau Tuhan lewat. Hal ini menunjuk pada kisah Perjanjian Lama yaitu peristiwa kematian semua anak sulung di tanah Mesir, baik manusia maupun binatang. Di situ Allah berjalan melewati (pesakh) setiap rumah yang pintunya ada tanda darah. Sedangkan rumah-rumah tanpa tanda darah akan mengalami tulah pemusnahan.
Pengertian Paskah dalam Perjanjian Baru secara harafiah adalah Kristus telah bangkit; arti rohaninya adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan. Kematian Yesus Kristus bukanlah kematian yang bisa disamakan dengan kematian para nabi atau tokoh-tokoh besar dunia mana pun, karena mereka mati dan tidak bangkit lagi. Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit pada hari yang ke-3 membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa! Rasul Paulus berkata, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus--padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1 Korintus 15:14-17).
Kubur itu telah kosong ditandai tergulingnya batu besar. Kebangkitan-Nya merupakan penggenapan apa yang Yesus katakan di Galilea, "Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Matius 16:21).
"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit." Lukas 24:5
Baca: 1 Korintus 15:1-11
"...Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;" 1 Korintus 15:4
Bagi umat Kristiani Paskah merupakan peringatan hari kebangkitan Yesus Kristus. Perayaan ini disebut pula dengan Minggu Paskah, Hari Kebangkitan atau Minggu Kebangkitan. Paskah berasal dari kata bahasa Ibrani Pesakh, yang arti harafiahnya adalah lewat atau Tuhan lewat. Hal ini menunjuk pada kisah Perjanjian Lama yaitu peristiwa kematian semua anak sulung di tanah Mesir, baik manusia maupun binatang. Di situ Allah berjalan melewati (pesakh) setiap rumah yang pintunya ada tanda darah. Sedangkan rumah-rumah tanpa tanda darah akan mengalami tulah pemusnahan.
Pengertian Paskah dalam Perjanjian Baru secara harafiah adalah Kristus telah bangkit; arti rohaninya adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan. Kematian Yesus Kristus bukanlah kematian yang bisa disamakan dengan kematian para nabi atau tokoh-tokoh besar dunia mana pun, karena mereka mati dan tidak bangkit lagi. Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit pada hari yang ke-3 membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa! Rasul Paulus berkata, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus--padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1 Korintus 15:14-17).
Kubur itu telah kosong ditandai tergulingnya batu besar. Kebangkitan-Nya merupakan penggenapan apa yang Yesus katakan di Galilea, "Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Matius 16:21).
"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit." Lukas 24:5
Saturday, April 4, 2015
KEMATIAN KRISTUS: Kasih Karunia Allah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2015
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." Roma 11:29
Peristiwa kematian Yesus Kristus mengingatkan kita tentang kasih terbesar Allah bagi umat-Nya. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Oleh kasih karunia Allah melalui kematian Putera-Nya kita menerima pengampunan dosa.
Apa itu kasih karunia? Kasih karunia adalah anugerah atau kemurahan Allah yang sebenarnya tidak layak kita terima, tetapi oleh karena kasih-Nya kita dilayakkan menerimanya. Kita yang seharusnya menanggung hukuman sebagai akibat dari dosa, oleh kasih-Nya Allah berinisiatif menyelamatkan kita. Tindakan inilah yang disebut tindakan pembenaran, suatu tindakan yang dikerjakan Allah membenarkan manusia yang berdosa melalui iman percaya kepada Yesus Kristus. "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:6-8).
Melalui kematian Kristus kita yang percaya kepada-Nya mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat: beroleh pengampunan dosa (Ibrani 9:28), beroleh pembenaran (Roma 5:16), terbebas dari hukuman (Roma 8:1-2), diperdamaikan dengan Allah (Kolose 1:20), dan beroleh jaminan kehidupan kekal. Ada tertulis, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Yesus Kristus rela menderita dan mati di kayu salib sebagai pengganti bagi kita, di mana kita yang seharusnya dihukum oleh karena dosa dan pelanggaran telah digantikan oleh Kristus yang rela menjadi kutuk karena kita, "sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur, sebab kita hidup sampai hari ini semata-mata karena kasih karunia Allah. Jika demikian, pantaskah kita memegahkan diri sendiri dan menjadi sombong?
"Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia." Roma 6:14
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya." Roma 11:29
Peristiwa kematian Yesus Kristus mengingatkan kita tentang kasih terbesar Allah bagi umat-Nya. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Oleh kasih karunia Allah melalui kematian Putera-Nya kita menerima pengampunan dosa.
Apa itu kasih karunia? Kasih karunia adalah anugerah atau kemurahan Allah yang sebenarnya tidak layak kita terima, tetapi oleh karena kasih-Nya kita dilayakkan menerimanya. Kita yang seharusnya menanggung hukuman sebagai akibat dari dosa, oleh kasih-Nya Allah berinisiatif menyelamatkan kita. Tindakan inilah yang disebut tindakan pembenaran, suatu tindakan yang dikerjakan Allah membenarkan manusia yang berdosa melalui iman percaya kepada Yesus Kristus. "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:6-8).
Melalui kematian Kristus kita yang percaya kepada-Nya mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat: beroleh pengampunan dosa (Ibrani 9:28), beroleh pembenaran (Roma 5:16), terbebas dari hukuman (Roma 8:1-2), diperdamaikan dengan Allah (Kolose 1:20), dan beroleh jaminan kehidupan kekal. Ada tertulis, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Yesus Kristus rela menderita dan mati di kayu salib sebagai pengganti bagi kita, di mana kita yang seharusnya dihukum oleh karena dosa dan pelanggaran telah digantikan oleh Kristus yang rela menjadi kutuk karena kita, "sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur, sebab kita hidup sampai hari ini semata-mata karena kasih karunia Allah. Jika demikian, pantaskah kita memegahkan diri sendiri dan menjadi sombong?
"Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia." Roma 6:14
Friday, April 3, 2015
KEMATIAN KRISTUS: Membayar Hutang Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2015
Baca: Kolose 2:6-15
"dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib:" Kolose 2:14
Hari ini seluruh umat Tuhan memperingati hari Jumat Agung di mana kita kembali diingatkan tentang pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib sebagai bukti ketaatan-Nya secara total melakukan kehendak Bapa.
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib bukanlah suatu peristiwa kematian yang umum seperti peristiwa kematian dalam sejarah hidup manusia. Mungkin saja orang beranggapan bahwa kematian Yesus itu tidak lebih dari kematian seorang pahlawan atau pejuang Kristen yang rela mati demi mempertahankan prinsip atau ajaran-Nya, sehingga mereka menyamaratakan kematian Yesus Kristus itu 'sebelas duabelas' (tidak jauh berbeda) dengan kematian para martir yaitu orang yang rela menderita atau mati daripada menyerah karena mempertahankan agama atau kepercayaan, orang yang mati dalam memperjuangkan kebenaran agama itu. Itu mungkin benar jika kematian Yesus Kristus tidak disertai dengan peristiwa kebangkitan-Nya.
Alkitab menegaskan bahwa Yesus Kristus rela mengorbankan diri-Nya di kayu salib karena mengerjakan Misi Agung dari Bapa, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Kematian Yesus merupakan penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama; darah-Nya yang tercurah adalah korban sempurna yang dipersembahkan oleh seorang Imam Besar, yaitu adalah diri-Nya sendiri (baca Ibrani 9:11-12). Jadi, Yesus Kristus selaku Imam Besar datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah tubuh-Nya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, korban adalah simbol pengampunan dosa dan jalan pendamaian manusia dengan Allah. Maka melalui kematian-Nya Yesus Kristus telah membayar hutang dosa seluruh umat manusia.
Melalui pengorbanan Yesus Kristus kita dilayakkan menerima pengampunan dosa, sebab seluruh hutang dosa kita telah lunas terbayar!
Baca: Kolose 2:6-15
"dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib:" Kolose 2:14
Hari ini seluruh umat Tuhan memperingati hari Jumat Agung di mana kita kembali diingatkan tentang pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib sebagai bukti ketaatan-Nya secara total melakukan kehendak Bapa.
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib bukanlah suatu peristiwa kematian yang umum seperti peristiwa kematian dalam sejarah hidup manusia. Mungkin saja orang beranggapan bahwa kematian Yesus itu tidak lebih dari kematian seorang pahlawan atau pejuang Kristen yang rela mati demi mempertahankan prinsip atau ajaran-Nya, sehingga mereka menyamaratakan kematian Yesus Kristus itu 'sebelas duabelas' (tidak jauh berbeda) dengan kematian para martir yaitu orang yang rela menderita atau mati daripada menyerah karena mempertahankan agama atau kepercayaan, orang yang mati dalam memperjuangkan kebenaran agama itu. Itu mungkin benar jika kematian Yesus Kristus tidak disertai dengan peristiwa kebangkitan-Nya.
Alkitab menegaskan bahwa Yesus Kristus rela mengorbankan diri-Nya di kayu salib karena mengerjakan Misi Agung dari Bapa, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Kematian Yesus merupakan penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama; darah-Nya yang tercurah adalah korban sempurna yang dipersembahkan oleh seorang Imam Besar, yaitu adalah diri-Nya sendiri (baca Ibrani 9:11-12). Jadi, Yesus Kristus selaku Imam Besar datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah tubuh-Nya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, korban adalah simbol pengampunan dosa dan jalan pendamaian manusia dengan Allah. Maka melalui kematian-Nya Yesus Kristus telah membayar hutang dosa seluruh umat manusia.
Melalui pengorbanan Yesus Kristus kita dilayakkan menerima pengampunan dosa, sebab seluruh hutang dosa kita telah lunas terbayar!
Thursday, April 2, 2015
KETEKUNAN: Kunci Untuk Bertahan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2015
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Melihat sisi positif setiap pencobaan yang terjadi dalam hidup ini akan memampukan kita bertahan dan tidak akan mengurangi sedikit pun rasa bahagia di dalam hati, karena kita memiliki alasan yang kuat. Apa alasannya?
Kita percaya bahwa Tuhan pasti akan memberi kita kekuatan untuk menghadapinya dan juga memberi jalan keluar yang terbaik, karena "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Alasan selanjutnya adalah karena Tuhan telah berjanji bahwa Ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan kita sendirian. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kasih karunia Tuhan sudah cukup bagi kita untuk menang terhadap segala pencobaan yang ada.
Kebahagiaan sejati keluar dari dalam hati kita dan tidak terpengaruh oleh keadaan atau situasi di sekitarnya. Kebahagiaan sejati akan mengalir dari dalam hati apabila kita "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Sikap inilah yang mendorong kita terus bertekun. Ketekunan adalah kemampuan menghadapi segala macam masalah, kesulitan, pencobaan dan penderitaan dengan ketabahan dan kesetiaan yang teguh. Dengan kata lain kita tidak berdiam diri tanpa berbuat apa pun, melainkan berkeras hati dan bersungguh-sungguh (bekerja, belajar, dan berusaha). Inilah yang dilakukan Ayub di tengah pencobaan, "Ia tetap tekun dalam kesalehannya," (Ayub 2:3). Ketekunan pasti mendatangkan upah! "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36).
"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." Yakobus 1:12
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Melihat sisi positif setiap pencobaan yang terjadi dalam hidup ini akan memampukan kita bertahan dan tidak akan mengurangi sedikit pun rasa bahagia di dalam hati, karena kita memiliki alasan yang kuat. Apa alasannya?
Kita percaya bahwa Tuhan pasti akan memberi kita kekuatan untuk menghadapinya dan juga memberi jalan keluar yang terbaik, karena "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Alasan selanjutnya adalah karena Tuhan telah berjanji bahwa Ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan kita sendirian. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kasih karunia Tuhan sudah cukup bagi kita untuk menang terhadap segala pencobaan yang ada.
Kebahagiaan sejati keluar dari dalam hati kita dan tidak terpengaruh oleh keadaan atau situasi di sekitarnya. Kebahagiaan sejati akan mengalir dari dalam hati apabila kita "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Sikap inilah yang mendorong kita terus bertekun. Ketekunan adalah kemampuan menghadapi segala macam masalah, kesulitan, pencobaan dan penderitaan dengan ketabahan dan kesetiaan yang teguh. Dengan kata lain kita tidak berdiam diri tanpa berbuat apa pun, melainkan berkeras hati dan bersungguh-sungguh (bekerja, belajar, dan berusaha). Inilah yang dilakukan Ayub di tengah pencobaan, "Ia tetap tekun dalam kesalehannya," (Ayub 2:3). Ketekunan pasti mendatangkan upah! "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36).
"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." Yakobus 1:12
Wednesday, April 1, 2015
BAHAGIA DI TENGAH PENCOBAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2015
Baca: Yakobus 1:2-8
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan," Yakobus 1:2
Umumnya orang akan berbahagia apabila ia mengalami hal-hal yang baik dalam hidupnya, perjalanan hidup terasa mulus tanpa rintangan dan hambatan yang berarti. Keadaan akan berubah secara drastis ketika berbagai pencobaan terjadi sehingga sulit rasanya menemukan orang yang tetap berbahagia saat itu. Ketika pencobaan datang kita cenderung tidak bisa menerima keadaan yang ada sehingga respons kita terhadap pencobaan pun lebih mengarah kepada hal-hal yang negatif: marah, kecewa, murung, bersedih, pahit hati, putus asa, tersinggung dan berontak.
Firman Tuhan hari ini justru menyatakan bahwa ketika dihadapkan pada berbagai pencobaan kita harus menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan. Dengan kata lain kita harus tetap bisa mengucap syukur! Pencobaan yang dimaksudkan adalah masalah-masalah yang berasal dari luar atau masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang bertujuan menguji iman kita. Oleh karena itu kita harus bisa menyikapinya dengan sikap hati yang benar, karena justru melalui pencobaan yang ada kadar iman dan kesungguhan kita dalam mengikut Tuhan sedang diuji dan ditempa menjadi orang-orang Kristen yang semakin berkualitas dan berkarakter, "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (ayat 3), sehingga kita dapat berkata seperti yang Ayub katakan, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Di balik pencobaan-pencobaan yang dialami Ayub ada maksud dan tujuan yang indah.
Jika kita diijinkan mengalami berbagai-bagai pencobaan jangan pernah berpikir bahwa Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi kita. Justru hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita karena dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja (baca Roma 8:28). Adalah sangat mungkin kita tetap berbahagia sekalipun situasi-situasi yang ada tidak mendukung bila kita memahami maksud dan rencana Tuhan ini; berbahagia tanpa disertai ketakutan dan kekuatiran.
Mungkinkah berbahagia di tengah pencobaan? Sangat mungkin, karena tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!
Baca: Yakobus 1:2-8
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan," Yakobus 1:2
Umumnya orang akan berbahagia apabila ia mengalami hal-hal yang baik dalam hidupnya, perjalanan hidup terasa mulus tanpa rintangan dan hambatan yang berarti. Keadaan akan berubah secara drastis ketika berbagai pencobaan terjadi sehingga sulit rasanya menemukan orang yang tetap berbahagia saat itu. Ketika pencobaan datang kita cenderung tidak bisa menerima keadaan yang ada sehingga respons kita terhadap pencobaan pun lebih mengarah kepada hal-hal yang negatif: marah, kecewa, murung, bersedih, pahit hati, putus asa, tersinggung dan berontak.
Firman Tuhan hari ini justru menyatakan bahwa ketika dihadapkan pada berbagai pencobaan kita harus menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan. Dengan kata lain kita harus tetap bisa mengucap syukur! Pencobaan yang dimaksudkan adalah masalah-masalah yang berasal dari luar atau masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang bertujuan menguji iman kita. Oleh karena itu kita harus bisa menyikapinya dengan sikap hati yang benar, karena justru melalui pencobaan yang ada kadar iman dan kesungguhan kita dalam mengikut Tuhan sedang diuji dan ditempa menjadi orang-orang Kristen yang semakin berkualitas dan berkarakter, "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (ayat 3), sehingga kita dapat berkata seperti yang Ayub katakan, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Di balik pencobaan-pencobaan yang dialami Ayub ada maksud dan tujuan yang indah.
Jika kita diijinkan mengalami berbagai-bagai pencobaan jangan pernah berpikir bahwa Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi kita. Justru hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita karena dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja (baca Roma 8:28). Adalah sangat mungkin kita tetap berbahagia sekalipun situasi-situasi yang ada tidak mendukung bila kita memahami maksud dan rencana Tuhan ini; berbahagia tanpa disertai ketakutan dan kekuatiran.
Mungkinkah berbahagia di tengah pencobaan? Sangat mungkin, karena tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!
Tuesday, March 31, 2015
JANGAN JEMU-JEMU BERDOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2015
Baca: Mazmur 39:1-14
"Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku!" Mazmur 39:13a
Hari ini kita memasuki hari terakhir di bulan Maret 2015. Hingga hari ini banyak sekali orang Kristen yang kehidupan rohaninya menunjukkan grafik yang semakin merosot. Mereka tampak ogah-ogahan dan tidak lagi antusias mengejar perkara-perkara rohani: ibadah dilakukan semau gue, kalau sempat ya datang ke gereja, kalau lagi repot plus hujan ya mending di rumah, pelayanan pun dilakukan ala kadarnya bergantung mood. Mengapa? Setelah diusut lebih lanjut ternyata mereka menyimpan rasa kecewa yang mendalam oleh karena doa-doanya yang belum juga beroleh jawaban.
Seringkali kita berpikir bahwa doa adalah semata-mata tentang permintaan kita kepada Tuhan atau sarana kita meminta kepada Tuhan yang seketika itu harus dikabulkan dijawab. Awal-awalnya kita berdoa dengan tekun karena menginginkan sesuatu dari Tuhan, namun begitu belum ada jawaban kita pun langsung berubah sikap, tidak lagi berdoa secara intensif hingga akhirnya kita benar-benar berhenti berdoa. Perhatikan! Doa sebenarnya bukan hanya sekedar kita berbicara dan menyampaikan keinginan kepada Tuhan, tetapi juga mendengarkan apa yang Tuhan mau dan inginkan dari kehidupan kita. Tuhan Yesus mengingatkan supaya kita "...selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Berdoa dengan tidak jemu-jemu artinya berdoa terus-menerus, tidak menjadi kendur dan tidak kehilangan semangat dalam hati kita. Kalau kita menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita, maka kita akan berdoa dengan tidak jemu-jemu apapun keadaannya sampai kita melihat Tuhan bekerja dan menyatakan kuasa-Nya. Kita berdoa kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu sebagai tanda bahwa kita sangat bergantung kepada-Nya dan menjadikan Dia sebagai satu-satunya Penolong.
Saudara yang terkasih, di dalam doa terkandung unsur: waktu, kesungguhan, motivasi dan juga iman. Jujur kita akui bahwa sulit rasanya menerima suatu kenyataan bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Akibatnya kita tidak sabar dan tidak lagi tahan untuk terus berdoa!
Jangan jemu berdoa, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Baca: Mazmur 39:1-14
"Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku!" Mazmur 39:13a
Hari ini kita memasuki hari terakhir di bulan Maret 2015. Hingga hari ini banyak sekali orang Kristen yang kehidupan rohaninya menunjukkan grafik yang semakin merosot. Mereka tampak ogah-ogahan dan tidak lagi antusias mengejar perkara-perkara rohani: ibadah dilakukan semau gue, kalau sempat ya datang ke gereja, kalau lagi repot plus hujan ya mending di rumah, pelayanan pun dilakukan ala kadarnya bergantung mood. Mengapa? Setelah diusut lebih lanjut ternyata mereka menyimpan rasa kecewa yang mendalam oleh karena doa-doanya yang belum juga beroleh jawaban.
Seringkali kita berpikir bahwa doa adalah semata-mata tentang permintaan kita kepada Tuhan atau sarana kita meminta kepada Tuhan yang seketika itu harus dikabulkan dijawab. Awal-awalnya kita berdoa dengan tekun karena menginginkan sesuatu dari Tuhan, namun begitu belum ada jawaban kita pun langsung berubah sikap, tidak lagi berdoa secara intensif hingga akhirnya kita benar-benar berhenti berdoa. Perhatikan! Doa sebenarnya bukan hanya sekedar kita berbicara dan menyampaikan keinginan kepada Tuhan, tetapi juga mendengarkan apa yang Tuhan mau dan inginkan dari kehidupan kita. Tuhan Yesus mengingatkan supaya kita "...selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Berdoa dengan tidak jemu-jemu artinya berdoa terus-menerus, tidak menjadi kendur dan tidak kehilangan semangat dalam hati kita. Kalau kita menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita, maka kita akan berdoa dengan tidak jemu-jemu apapun keadaannya sampai kita melihat Tuhan bekerja dan menyatakan kuasa-Nya. Kita berdoa kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu sebagai tanda bahwa kita sangat bergantung kepada-Nya dan menjadikan Dia sebagai satu-satunya Penolong.
Saudara yang terkasih, di dalam doa terkandung unsur: waktu, kesungguhan, motivasi dan juga iman. Jujur kita akui bahwa sulit rasanya menerima suatu kenyataan bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Akibatnya kita tidak sabar dan tidak lagi tahan untuk terus berdoa!
Jangan jemu berdoa, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," Pengkotbah 3:11
Monday, March 30, 2015
JAWABAN YANG TERTUNDA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2015
Baca: Mazmur 70:1-6
"Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya TUHAN, janganlah lambat datang!" Mazmur 70:6b
Di tengah perjalanan menuju rumah Yairus tiba-tiba langkah Tuhan sempat terhenti untuk beberapa saat karena ada seorang perempuan yang sakit pendarahan selama dua belas tahun telah menjamah jubah-Nya. "Ketika perempuan itu melihat, bahwa perbuatannya itu ketahuan, ia datang dengan gemetar, tersungkur di depan-Nya dan menceriterakan kepada orang banyak apa sebabnya ia menjamah Dia dan bahwa ia seketika itu juga menjadi sembuh." (Lukas 8:47). Sepertinya kedatangan Tuhan Yesus ke rumah Yairus sudah tidak ada arti apa-apa ketika salah satu keluarga Yairus mengabarkan bahwa anaknya sudah mati. Nasi sudah menjadi bubur.
Ketika doa-doa kita belum beroleh jawaban seringkali kita terpengaruh oleh omongan orang lain yang cenderung melemahkan: usahamu pasti akan bangkrut, suamimu tidak mungkin kembali ke rumah, sakit-penyakitmu tidak mungkin disembuhkan, utang-utangmu tidak mungkin terlunasi, anak-anakmu tidak mungkin bisa sekolah tinggi dan sebagainya. Tapi Yairus tetap memegang janji firman-Nya, "Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat." (ayat 50), meski secara kasat mata keadaan tampak semakin buruk dan sudah tidak ada harapan lagi. Perihal waktu seringkali menjadi masalah serius dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena kita menghendaki pertolongan dan jawaban doa dari Tuhan itu secara cepat, tidak perlu menunggu lama, padahal waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Ada kalanya jawaban Tuhan terhadap doa dan permohonan kita adalah: tunggu. Namun yang pasti janji Tuhan adalah ya dan amin, dan Tuhan bertindak sesuai dengan waktu-Nya, bukan waktu kita. Mungkin kita tidak akan mendapat masalah bila waktu Tuhan itu sama dengan waktu kita.
Di balik keterlambatan-Nya tiba ke rumah Yairus ada perkara yang besar dan dahsyat Tuhan nyatakan. "...Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: 'Hai anak bangunlah!' Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri." (Lukas 8:54-55). Anak Yairus yang sudah mati pun dibangkitkan-Nya!
Bagi Tuhan tidak ada kata terlambat karena Ia tahu persis waktu yang tepat untuk bertindak, karena itu tetaplah bertekun dan menantikan Dia!
Baca: Mazmur 70:1-6
"Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya TUHAN, janganlah lambat datang!" Mazmur 70:6b
Di tengah perjalanan menuju rumah Yairus tiba-tiba langkah Tuhan sempat terhenti untuk beberapa saat karena ada seorang perempuan yang sakit pendarahan selama dua belas tahun telah menjamah jubah-Nya. "Ketika perempuan itu melihat, bahwa perbuatannya itu ketahuan, ia datang dengan gemetar, tersungkur di depan-Nya dan menceriterakan kepada orang banyak apa sebabnya ia menjamah Dia dan bahwa ia seketika itu juga menjadi sembuh." (Lukas 8:47). Sepertinya kedatangan Tuhan Yesus ke rumah Yairus sudah tidak ada arti apa-apa ketika salah satu keluarga Yairus mengabarkan bahwa anaknya sudah mati. Nasi sudah menjadi bubur.
Ketika doa-doa kita belum beroleh jawaban seringkali kita terpengaruh oleh omongan orang lain yang cenderung melemahkan: usahamu pasti akan bangkrut, suamimu tidak mungkin kembali ke rumah, sakit-penyakitmu tidak mungkin disembuhkan, utang-utangmu tidak mungkin terlunasi, anak-anakmu tidak mungkin bisa sekolah tinggi dan sebagainya. Tapi Yairus tetap memegang janji firman-Nya, "Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat." (ayat 50), meski secara kasat mata keadaan tampak semakin buruk dan sudah tidak ada harapan lagi. Perihal waktu seringkali menjadi masalah serius dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena kita menghendaki pertolongan dan jawaban doa dari Tuhan itu secara cepat, tidak perlu menunggu lama, padahal waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Ada kalanya jawaban Tuhan terhadap doa dan permohonan kita adalah: tunggu. Namun yang pasti janji Tuhan adalah ya dan amin, dan Tuhan bertindak sesuai dengan waktu-Nya, bukan waktu kita. Mungkin kita tidak akan mendapat masalah bila waktu Tuhan itu sama dengan waktu kita.
Di balik keterlambatan-Nya tiba ke rumah Yairus ada perkara yang besar dan dahsyat Tuhan nyatakan. "...Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: 'Hai anak bangunlah!' Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri." (Lukas 8:54-55). Anak Yairus yang sudah mati pun dibangkitkan-Nya!
Bagi Tuhan tidak ada kata terlambat karena Ia tahu persis waktu yang tepat untuk bertindak, karena itu tetaplah bertekun dan menantikan Dia!
Sunday, March 29, 2015
TUHAN YESUS ADALAH SUMBER PERTOLONGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2015
Baca: Lukas 8:40-56
"Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!" Lukas 8:49
Ketika dilanda permasalahan, hal pertama yang kita butuhkan adalah suatu pertolongan. Pertolongan yang bagaimana? Semua orang pasti mengharapkan pertolongan yang datang tepat pada waktunya, bukan pertolongan yang datangnya terlambat atau tertunda. Bagaimana rasanya jika pertolongan yang ditunggu-tunggu ternyata datangnya sangat terlambat? Saat itulah orang pasti akan marah, jengkel, kecewa, bersungut-sungut dan akhirnya meninggalkan Tuhan dengan menyimpan kepahitan yang akut. Yang tidak kita sadari adalah adakalanya Tuhan mengijinkan pertolongan itu sepertinya datang terlambat karena Ia memiliki tujuan dan rencana yang indah di balik keterlambatan tersebut.
Pertolongan yang sepertinya tertunda dan sangat terlambat juga dialami oleh Yairus, seorang kepala rumah ibadat yang mengalami masalah berat karena anak perempuan satu-satunya, yang berumur kira-kira dua belas tahun, hampir mati (ayat 42). Ketika masalah datang Yairus membuat sebuah keputusan yang sangat tepat yaitu tidak lari mencari pertolongan kepada manusia atau sumber-sumber lain yang ada di dunia ini, tetapi ia datang kepada Tuhan Yesus. Bahkan Alkitab mencatat: "Sambil tersungkur di depan kaki Yesus ia memohon kepada-Nya, supaya Yesus datang ke rumahnya," (ayat 41b). Kata tersungkur menunjuk kepada suatu sikap kesungguhan yang didasari oleh kerendahan hati. Ia tidak merasa malu dan gengsi meski dilihat oleh orang banyak. Ia tidak menghiraukan statusnya sebagai kepala rumah ibadat, dengan kata lain ia rela menanggalkan segala 'atribut' demi bertemu dengan Tuhan Yesus.
Ketika tertimpa masalah ada banyak orang Kristen yang tidak langsung datang kepada Tuhan Yesus, tapi mereka mencoba mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri dan seringkali pula mereka tergoda untuk mencari pertolongan 'instan' kepada dunia. Dan karena merasa diri orang kaya, terpandang dan berkedudukan tinggi, mereka merasa enggan dan gengsi untuk tersungkur di bawah kaki Tuhan Yesus dan merendahkan diri. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Status sosial seringkali menjadi hambatan bagi seseorang untuk datang kepada Tuhan Yesus.
Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN YESUS, bukan yang lain!
Baca: Lukas 8:40-56
"Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!" Lukas 8:49
Ketika dilanda permasalahan, hal pertama yang kita butuhkan adalah suatu pertolongan. Pertolongan yang bagaimana? Semua orang pasti mengharapkan pertolongan yang datang tepat pada waktunya, bukan pertolongan yang datangnya terlambat atau tertunda. Bagaimana rasanya jika pertolongan yang ditunggu-tunggu ternyata datangnya sangat terlambat? Saat itulah orang pasti akan marah, jengkel, kecewa, bersungut-sungut dan akhirnya meninggalkan Tuhan dengan menyimpan kepahitan yang akut. Yang tidak kita sadari adalah adakalanya Tuhan mengijinkan pertolongan itu sepertinya datang terlambat karena Ia memiliki tujuan dan rencana yang indah di balik keterlambatan tersebut.
Pertolongan yang sepertinya tertunda dan sangat terlambat juga dialami oleh Yairus, seorang kepala rumah ibadat yang mengalami masalah berat karena anak perempuan satu-satunya, yang berumur kira-kira dua belas tahun, hampir mati (ayat 42). Ketika masalah datang Yairus membuat sebuah keputusan yang sangat tepat yaitu tidak lari mencari pertolongan kepada manusia atau sumber-sumber lain yang ada di dunia ini, tetapi ia datang kepada Tuhan Yesus. Bahkan Alkitab mencatat: "Sambil tersungkur di depan kaki Yesus ia memohon kepada-Nya, supaya Yesus datang ke rumahnya," (ayat 41b). Kata tersungkur menunjuk kepada suatu sikap kesungguhan yang didasari oleh kerendahan hati. Ia tidak merasa malu dan gengsi meski dilihat oleh orang banyak. Ia tidak menghiraukan statusnya sebagai kepala rumah ibadat, dengan kata lain ia rela menanggalkan segala 'atribut' demi bertemu dengan Tuhan Yesus.
Ketika tertimpa masalah ada banyak orang Kristen yang tidak langsung datang kepada Tuhan Yesus, tapi mereka mencoba mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri dan seringkali pula mereka tergoda untuk mencari pertolongan 'instan' kepada dunia. Dan karena merasa diri orang kaya, terpandang dan berkedudukan tinggi, mereka merasa enggan dan gengsi untuk tersungkur di bawah kaki Tuhan Yesus dan merendahkan diri. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Status sosial seringkali menjadi hambatan bagi seseorang untuk datang kepada Tuhan Yesus.
Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN YESUS, bukan yang lain!
Saturday, March 28, 2015
KUAT KARENA BERGAUL KARIB (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2015
Baca: Mazmur 62:1-13
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Memiliki persekutuan karib dengan Tuhan adalah kunci menarik hadirat Tuhan hadir di tengah-tengah kehidupan orang percaya, yang tidak dapat digantikan oleh pengetahuan kita tentang Alkitab atau seberapa sibuk kita melayani pekerjaan Tuhan, jika semua itu kita lakukan hanya sebatas rutinitas. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
Di dalam suatu kekariban tidak boleh ada mentalitas hamba, yaitu mentalitas yang tidak tahu apa-apa. Seorang hamba tidak akan mengerti apa-apa kecuali yang diperintahkan tuannya, sebab ukuran yang dipakai oleh hamba adalah upah. Tuhan menghendaki kita naik ke tingkat hubungan yang lebih dekat lagi, itulah sebabnya Ia tidak menyebut kita sebagai hamba, melainkan sahabat. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Tuhan ingin kita tidak hanya melakukan apa yang diperintahkan, tetapi lebih daripada itu, Tuhan mau kita juga memahami isi hati-Nya, sebab sesungguhnya Tuhan ingin memberitahukan pikiran dan hati-Nya kepada kita. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5).
Kita akan memahami apa yang ada didalam hati dan pikiran Tuhan jika kita senantiasa memiliki waktu duduk bersimpuh di bawah kaki Tuhan dan mempertajam pendengaran kita akan suara-Nya, seperti yang diperbuat Maria, yang memilih "...duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,...Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:39, 42). Kedekatan itulah yang menghasilkan ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi badai persoalan hidup ini.
"Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." Mazmur 65:5
Baca: Mazmur 62:1-13
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Memiliki persekutuan karib dengan Tuhan adalah kunci menarik hadirat Tuhan hadir di tengah-tengah kehidupan orang percaya, yang tidak dapat digantikan oleh pengetahuan kita tentang Alkitab atau seberapa sibuk kita melayani pekerjaan Tuhan, jika semua itu kita lakukan hanya sebatas rutinitas. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
Di dalam suatu kekariban tidak boleh ada mentalitas hamba, yaitu mentalitas yang tidak tahu apa-apa. Seorang hamba tidak akan mengerti apa-apa kecuali yang diperintahkan tuannya, sebab ukuran yang dipakai oleh hamba adalah upah. Tuhan menghendaki kita naik ke tingkat hubungan yang lebih dekat lagi, itulah sebabnya Ia tidak menyebut kita sebagai hamba, melainkan sahabat. "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Tuhan ingin kita tidak hanya melakukan apa yang diperintahkan, tetapi lebih daripada itu, Tuhan mau kita juga memahami isi hati-Nya, sebab sesungguhnya Tuhan ingin memberitahukan pikiran dan hati-Nya kepada kita. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5).
Kita akan memahami apa yang ada didalam hati dan pikiran Tuhan jika kita senantiasa memiliki waktu duduk bersimpuh di bawah kaki Tuhan dan mempertajam pendengaran kita akan suara-Nya, seperti yang diperbuat Maria, yang memilih "...duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,...Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:39, 42). Kedekatan itulah yang menghasilkan ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi badai persoalan hidup ini.
"Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." Mazmur 65:5
Friday, March 27, 2015
KUAT KARENA BERGAUL KARIB (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Maret 2015
Baca: Mazmur 9:1-21
"Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Mazmur 9:11
Saat diterjang oleh ganasnya badai dan gelombang permasalahan kebanyakan orang Kristen malah tidak lagi mau berdoa dan semakin menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Adalah mudah sekali menemukan iman dalam diri seseorang ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya ketika masalah datang secara beruntun dan bertubi-tubi, masihkan kita menjaga konsistensi iman kepada Tuhan? Justru dalam situasi-situasi sulit inilah kesempatan bagi kita untuk makin mendekat kepada Tuhan dan membangun persekutuan dengan Dia, "Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Ketika orang-orang dalam kepanikan dan tidak lagi bisa berpikir jernih, Paulus menunjukkan kualitas imannya. Kita bisa menyimak dari pernyataan Paulus ini, "Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku," (Kisah 27:23). Hal itu menunjukkan bahwa dalam situasi genting sekalipun Paulus masih menyempatkan diri untuk membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan dan menyembah Dia, bukti bahwa ia memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Bagaimana kita? Jangankan menyembah Tuhan, untuk berdoa saja seringkali terasa berat dan sulit untuk dilakukan. Alkitab menasihati kita, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Perus 4:7). Sejauh mana kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan? Ini menentukan kualitas iman kita.
Pemazmur mengatakan, "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Karena Paulus karib dengan Tuhan, Tuhan pun mengutus malaikat untuk memberitahukan kehendak dan rencana-Nya: "Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau." (Kisah 27:24). Karib dengan Tuhan adalah kunci kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu.
Bagaimana mungkin kita akan kuat menghadapi terjangan badai kehidupan ini bila kita sendiri tidak mau melekat kepada Tuhan?
Baca: Mazmur 9:1-21
"Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Mazmur 9:11
Saat diterjang oleh ganasnya badai dan gelombang permasalahan kebanyakan orang Kristen malah tidak lagi mau berdoa dan semakin menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Adalah mudah sekali menemukan iman dalam diri seseorang ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya ketika masalah datang secara beruntun dan bertubi-tubi, masihkan kita menjaga konsistensi iman kepada Tuhan? Justru dalam situasi-situasi sulit inilah kesempatan bagi kita untuk makin mendekat kepada Tuhan dan membangun persekutuan dengan Dia, "Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Ketika orang-orang dalam kepanikan dan tidak lagi bisa berpikir jernih, Paulus menunjukkan kualitas imannya. Kita bisa menyimak dari pernyataan Paulus ini, "Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku," (Kisah 27:23). Hal itu menunjukkan bahwa dalam situasi genting sekalipun Paulus masih menyempatkan diri untuk membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan dan menyembah Dia, bukti bahwa ia memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Bagaimana kita? Jangankan menyembah Tuhan, untuk berdoa saja seringkali terasa berat dan sulit untuk dilakukan. Alkitab menasihati kita, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Perus 4:7). Sejauh mana kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan? Ini menentukan kualitas iman kita.
Pemazmur mengatakan, "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Karena Paulus karib dengan Tuhan, Tuhan pun mengutus malaikat untuk memberitahukan kehendak dan rencana-Nya: "Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau." (Kisah 27:24). Karib dengan Tuhan adalah kunci kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu.
Bagaimana mungkin kita akan kuat menghadapi terjangan badai kehidupan ini bila kita sendiri tidak mau melekat kepada Tuhan?
Thursday, March 26, 2015
JADILAH PADAMU MENURUT IMANMU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Maret 2015
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Kalau kita mempelajari secara teliti di dalam Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, sesaat sebelum Tuhan Yesus melakukan suatu mujizat, hal pertama yang Ia lakukan adalah bertanya terlebih dahulu kepada orang yang meminta pertolongan kepada-Nya. Tuhan tidak pernah bertanya, "Berapa uang yang kamu miliki? Berapa banyak harta kekayaanmu? Atau apa jabatanmu?" Hal pertama yang Dia tanyakan adalah tentang iman percayanya, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas).
Jika kita memiliki iman dan percaya, maka mujizat apa pun bisa terjadi, sebab ada tertulis: "Jadilah kepadamu menurut imanmu." (Matius 9:29). Sebaliknya jika di dalam hati kita masih dipenuhi oleh kekuatiran, kebimbangan dan keragu-raguan, jangan harap mujizat dapat terjadi. Itu bukan karena Tuhan tidak sanggup, tapi kita sendiri yang menghalangi Tuhan bekerja. Karena itu Tuhan mencari iman di antara manusia di bumi: "...jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Lukas 18:8).
Imanlah yang memberi kita keberanian untuk bertindak karena iman tidak akan pernah menjadi kenyataan bila kita tidak berbuat apa-apa. "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Iman berarti mengharapkan dan percaya kepada janji Tuhan yang adalah ya dan amin, sedangkan khayalan hanyalah angan-angan yang kita dapatkan. Karena itu jangan pernah berhenti berharap kepada Tuhan dan jangan pernah menyerah sampai kita melihat Tuhan bekerja. Sedahsyat apa pun badai menyerang, baik itu dalam hal pekerjaan, keluarga, ekonomi, kesehatan, studi, takkan mampu melemahkan dan menggoyahkan kita asal kita punya iman yang kuat di dalam Tuhan. Imanlah yang memberi kita rasa tenang. Bukan berarti kita tidak punya masalah, tapi kita tenang di tengah masalah. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Jadi iman adalah dasar untuk mengalami mujizat, pertolongan, kesembuhan dan pemulihan dari Tuhan.
Tanpa iman kita tidak akan pernah melihat dan mengalami mujizat Tuhan dinyatakan, sebab "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:17).
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Kalau kita mempelajari secara teliti di dalam Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, sesaat sebelum Tuhan Yesus melakukan suatu mujizat, hal pertama yang Ia lakukan adalah bertanya terlebih dahulu kepada orang yang meminta pertolongan kepada-Nya. Tuhan tidak pernah bertanya, "Berapa uang yang kamu miliki? Berapa banyak harta kekayaanmu? Atau apa jabatanmu?" Hal pertama yang Dia tanyakan adalah tentang iman percayanya, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas).
Jika kita memiliki iman dan percaya, maka mujizat apa pun bisa terjadi, sebab ada tertulis: "Jadilah kepadamu menurut imanmu." (Matius 9:29). Sebaliknya jika di dalam hati kita masih dipenuhi oleh kekuatiran, kebimbangan dan keragu-raguan, jangan harap mujizat dapat terjadi. Itu bukan karena Tuhan tidak sanggup, tapi kita sendiri yang menghalangi Tuhan bekerja. Karena itu Tuhan mencari iman di antara manusia di bumi: "...jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Lukas 18:8).
Imanlah yang memberi kita keberanian untuk bertindak karena iman tidak akan pernah menjadi kenyataan bila kita tidak berbuat apa-apa. "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Iman berarti mengharapkan dan percaya kepada janji Tuhan yang adalah ya dan amin, sedangkan khayalan hanyalah angan-angan yang kita dapatkan. Karena itu jangan pernah berhenti berharap kepada Tuhan dan jangan pernah menyerah sampai kita melihat Tuhan bekerja. Sedahsyat apa pun badai menyerang, baik itu dalam hal pekerjaan, keluarga, ekonomi, kesehatan, studi, takkan mampu melemahkan dan menggoyahkan kita asal kita punya iman yang kuat di dalam Tuhan. Imanlah yang memberi kita rasa tenang. Bukan berarti kita tidak punya masalah, tapi kita tenang di tengah masalah. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Jadi iman adalah dasar untuk mengalami mujizat, pertolongan, kesembuhan dan pemulihan dari Tuhan.
Tanpa iman kita tidak akan pernah melihat dan mengalami mujizat Tuhan dinyatakan, sebab "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:17).
Wednesday, March 25, 2015
IMAN: Mujizat Di Tengah Badai
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2015
Baca: Kisah Para Rasul 27:27-44
"Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya." Kisah 27:34b
Ketika menghadapi masalah yang berat, terlebih-lebih yang mengancam keselamatan jiwa, semua orang pasti mengalami ketakutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata takut memiliki arti: merasa cemas terhadap sesuatu yang dianggap membahayakan, merasa gentar terhadap sesuatu yang diyakini menimbulkan bencana. Alkitab mencatat, "Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang." (Kisah 27:29). Karena rasa takut yang menyerang, sampai-sampai orang-orang memutuskan untuk membuang empat sauh sekaligus.
Apa itu sauh? Sauh adalah alat berkait yang terbuat dari besi, yang dilabuhkan dari kapal ke dasar laut dengan tujuan supaya kapal dapat berhenti; sauh disebut juga jangkar. Jadi sauh digunakan untuk membuat kapal berdiam dan bersandar dengan benar supaya tidak terbalik dan tengggelam. Dengan sauh, sebuah kapal akan kokoh menghadapi hantaman ombak dan angin badai. Perahu kapal kita pun akan mampu bertahan di tengah amukan 'badai' persoalan hidup ini apabila kita memiliki sauh. Adapun sauh yang harus dimiliki setiap orang percaya adalah iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Badai permasalahan sebesar apa pun boleh saja menyerang, tapi jika kita memiliki iman yang kuat di dalam Tuhan maka kita akan mampu bertahan. Iman adalah kekuatan Ilahi yang dapat menghancurkan segala penghalang yang ada di depan kita.
Ketika iman bekerja, Daud yang dipandang 'kecil' dan diremehkan manusia mampu mengalahkan Goliat, raksasa Filistin; ketika iman bekerja, segala sakit-penyakit kita dapat disembuhkan karena kita tahu bahwa segala kelemahan dan penyakit kita sudah ditanggung Kristus di kayu salib, "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b). Dengan iman pula kita menyadari bahwa segala sesuatu tidak bisa menolong kita selain Tuhan Yesus, sehingga membuat kita bersandar sepenuhnya kepada Tuhan.
Saat kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri dan tidak berharap kepada manusia, tetapi kepada Tuhan, saat itulah kita akan melihat kemenangan besar!
Baca: Kisah Para Rasul 27:27-44
"Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya." Kisah 27:34b
Ketika menghadapi masalah yang berat, terlebih-lebih yang mengancam keselamatan jiwa, semua orang pasti mengalami ketakutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata takut memiliki arti: merasa cemas terhadap sesuatu yang dianggap membahayakan, merasa gentar terhadap sesuatu yang diyakini menimbulkan bencana. Alkitab mencatat, "Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang." (Kisah 27:29). Karena rasa takut yang menyerang, sampai-sampai orang-orang memutuskan untuk membuang empat sauh sekaligus.
Apa itu sauh? Sauh adalah alat berkait yang terbuat dari besi, yang dilabuhkan dari kapal ke dasar laut dengan tujuan supaya kapal dapat berhenti; sauh disebut juga jangkar. Jadi sauh digunakan untuk membuat kapal berdiam dan bersandar dengan benar supaya tidak terbalik dan tengggelam. Dengan sauh, sebuah kapal akan kokoh menghadapi hantaman ombak dan angin badai. Perahu kapal kita pun akan mampu bertahan di tengah amukan 'badai' persoalan hidup ini apabila kita memiliki sauh. Adapun sauh yang harus dimiliki setiap orang percaya adalah iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Badai permasalahan sebesar apa pun boleh saja menyerang, tapi jika kita memiliki iman yang kuat di dalam Tuhan maka kita akan mampu bertahan. Iman adalah kekuatan Ilahi yang dapat menghancurkan segala penghalang yang ada di depan kita.
Ketika iman bekerja, Daud yang dipandang 'kecil' dan diremehkan manusia mampu mengalahkan Goliat, raksasa Filistin; ketika iman bekerja, segala sakit-penyakit kita dapat disembuhkan karena kita tahu bahwa segala kelemahan dan penyakit kita sudah ditanggung Kristus di kayu salib, "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b). Dengan iman pula kita menyadari bahwa segala sesuatu tidak bisa menolong kita selain Tuhan Yesus, sehingga membuat kita bersandar sepenuhnya kepada Tuhan.
Saat kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri dan tidak berharap kepada manusia, tetapi kepada Tuhan, saat itulah kita akan melihat kemenangan besar!
Tuesday, March 24, 2015
KETABAHAN HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2015
Baca: Kisah Para Rasul 27:14-26
"Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin 'Timur Laut'. Kisah 27:14
Kapal Titanic adalah sebuah kapal berpenumpang supermewah milik Britania Raya yang dinahkodai oleh kapten Edward J. Smith, yang tenggelam di Samudera Atlantik Utara pada 15 April 1912 setelah menabrak gunung es pada pelayaran perdananya dari Southampton (Inggris) menuju New York City (Amerika). Akibat bencana ini ada 1.514 nyawa melayang sehingga peristiwa ini disebut sebagai bencana maritim terburuk di sepanjang sejarah. Menurut perkiraan manusia kapal ini sulit untuk bisa tenggelam sebab sudah diperlengkapi dengan teknologi supercanggih pada masa itu, namun fakta berkata lain! Dan karena begitu tragisnya, maka sejarah tenggelamnya kapal Titanic ini pun diangkat dalam sebuah film layar lebar, di mana film ini sukses besar di pasaran dan menjadi box office.
Kandasnya kapal di lautan lepas juga pernah terjadi di zaman para rasul: ada 276 orang berada dalam satu kapal yang sedang menempuh perjalanan menuju Roma, dan salah satu dari penumpang tersebut adalah rasul Paulus. Tetapi di tengah perjalanan mereka harus menghadapi serangan badai yang sangat dahsyat sehingga kapal tersebut terombang-ambing di tengah lautan karena terjangan angin sakal, bahkan selama 14 hari lamanya kapal itu terkatung-katung di tengah lautan. "...beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam" (ayat 20). Ini jelas menimbulkan ketakutan yang luar biasa!
Tetapi, rasul Paulus memiliki respon yang berbeda: ia tetap kuat meski berada dalam masalah besar yang mengancam jiwa tersebut. Secara akal manusia mustahil bagi mereka untuk selamat dari malapetaka ini. Namun di tengah ketakutan hebat itu Paulus mampu menguatkan orang-orang yang ada di tengah kapal, "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini." (Kisah 27:22). Adapun arti kata tabah adalah tabah hati terhadap segala kesukaran dan ujian yang menimpa.
Ketika diperhadapkan dengan masalah yang berat, milikilah ketabahan hati!
Baca: Kisah Para Rasul 27:14-26
"Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin 'Timur Laut'. Kisah 27:14
Kapal Titanic adalah sebuah kapal berpenumpang supermewah milik Britania Raya yang dinahkodai oleh kapten Edward J. Smith, yang tenggelam di Samudera Atlantik Utara pada 15 April 1912 setelah menabrak gunung es pada pelayaran perdananya dari Southampton (Inggris) menuju New York City (Amerika). Akibat bencana ini ada 1.514 nyawa melayang sehingga peristiwa ini disebut sebagai bencana maritim terburuk di sepanjang sejarah. Menurut perkiraan manusia kapal ini sulit untuk bisa tenggelam sebab sudah diperlengkapi dengan teknologi supercanggih pada masa itu, namun fakta berkata lain! Dan karena begitu tragisnya, maka sejarah tenggelamnya kapal Titanic ini pun diangkat dalam sebuah film layar lebar, di mana film ini sukses besar di pasaran dan menjadi box office.
Kandasnya kapal di lautan lepas juga pernah terjadi di zaman para rasul: ada 276 orang berada dalam satu kapal yang sedang menempuh perjalanan menuju Roma, dan salah satu dari penumpang tersebut adalah rasul Paulus. Tetapi di tengah perjalanan mereka harus menghadapi serangan badai yang sangat dahsyat sehingga kapal tersebut terombang-ambing di tengah lautan karena terjangan angin sakal, bahkan selama 14 hari lamanya kapal itu terkatung-katung di tengah lautan. "...beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam" (ayat 20). Ini jelas menimbulkan ketakutan yang luar biasa!
Tetapi, rasul Paulus memiliki respon yang berbeda: ia tetap kuat meski berada dalam masalah besar yang mengancam jiwa tersebut. Secara akal manusia mustahil bagi mereka untuk selamat dari malapetaka ini. Namun di tengah ketakutan hebat itu Paulus mampu menguatkan orang-orang yang ada di tengah kapal, "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini." (Kisah 27:22). Adapun arti kata tabah adalah tabah hati terhadap segala kesukaran dan ujian yang menimpa.
Ketika diperhadapkan dengan masalah yang berat, milikilah ketabahan hati!
Monday, March 23, 2015
KEKUATAN MAKIN BERTAMBAH-TAMBAH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2015
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." Mazmur 84:12
Kita akan berjalan makin lama makin kuat apabila kita senantiasa mengandalkan Tuhan. Siapa yang Saudara andalkan dalam hidup ini? Banyak orang Kristen yang meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan tidak sepenuhnya bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Mereka berjalan dengan kekuatan sendiri, bersandar pada pengertiannya sendiri dan menganggap diri sendiri bijak karena merasa diri kaya, hebat, pintar, populer atau berkedudukan tinggi.
Selama kita berjalan dengan kekuatan sendiri kita sedang berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Hasilnya bisa ditebak: kita tidak akan memiliki ketenangan karena hati dikuasai rasa kuatir, takut dan cemas sehingga pada saat menemui jalan buntu kita akan mudah sekali kecewa, stres dan ujung-ujungnya kita marah dan menyalahkan Tuhan. Alkitab memperingatkan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1), tetapi "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kalimat berhasrat mengadakan ziarah (dalam Mazmur 84:6) berbicara tentang hati atau motivasi kita dalam beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah ibadah yang bukan sekedar menjalankan kewajiban agama atau rutinitas, melainkan karena kita mengasihi Tuhan dan rindu menyenangkan hati Tuhan. Beribadah kepada Tuhan juga berarti kita menolak segala bentuk kompromi terhadap dosa dan kejahatan.
Bila kita senantiasa berada di bait-Nya dan mengandalkan Dia, melewati perjalanan hidup seberat apapun, melewati lembah kekelaman sekalipun, tidak ada yang perlu dikuatirkan karena Tuhan selalu beserta kita: Tuhan sanggup mengubah masalah menjadi berkat, mengubah lembah air mata menjadi sukacita, "...Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19b).
Jika Tuhan di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Roma 8:31
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." Mazmur 84:12
Kita akan berjalan makin lama makin kuat apabila kita senantiasa mengandalkan Tuhan. Siapa yang Saudara andalkan dalam hidup ini? Banyak orang Kristen yang meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan tidak sepenuhnya bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Mereka berjalan dengan kekuatan sendiri, bersandar pada pengertiannya sendiri dan menganggap diri sendiri bijak karena merasa diri kaya, hebat, pintar, populer atau berkedudukan tinggi.
Selama kita berjalan dengan kekuatan sendiri kita sedang berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Hasilnya bisa ditebak: kita tidak akan memiliki ketenangan karena hati dikuasai rasa kuatir, takut dan cemas sehingga pada saat menemui jalan buntu kita akan mudah sekali kecewa, stres dan ujung-ujungnya kita marah dan menyalahkan Tuhan. Alkitab memperingatkan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1), tetapi "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kalimat berhasrat mengadakan ziarah (dalam Mazmur 84:6) berbicara tentang hati atau motivasi kita dalam beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah ibadah yang bukan sekedar menjalankan kewajiban agama atau rutinitas, melainkan karena kita mengasihi Tuhan dan rindu menyenangkan hati Tuhan. Beribadah kepada Tuhan juga berarti kita menolak segala bentuk kompromi terhadap dosa dan kejahatan.
Bila kita senantiasa berada di bait-Nya dan mengandalkan Dia, melewati perjalanan hidup seberat apapun, melewati lembah kekelaman sekalipun, tidak ada yang perlu dikuatirkan karena Tuhan selalu beserta kita: Tuhan sanggup mengubah masalah menjadi berkat, mengubah lembah air mata menjadi sukacita, "...Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19b).
Jika Tuhan di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Roma 8:31
Subscribe to:
Posts (Atom)