Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:1-3
"...yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil
menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang
berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita." 1 Korintus 1:2
Kita diciptakan Tuhan bukan karena suatu kebetulan, tetapi semua berada dalam rencana-Nya untuk suatu tujuan, artinya di dalam diri kita ada suatu panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan. Jika kita mencermati apa yang disampaikan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus ini, ada hal-hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya berkaitan dengan panggilan Tuhan. Adapun panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya antara lain adalah panggilan untuk hidup dalam kekudusan (ayat nas).
Di dalam 1 Petrus 1:15-16 dikatakan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Karena Tuhan kita adalah kudus, maka sebagai anak-anak-Nya kita pun harus hidup dalam kekudusan, "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Efesus 1:4). Secara etimologi, kata kudus memiliki pengertian dipisahkan dari dosa, diasingkan dari hal-hal yang duniawi, disendirikan, dikhususkan secara total untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu firman Tuhan memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Dengan kata lain, sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita tidak boleh mengikuti pola hidup dunia ini dan tidak terbawa arus yang ada.
Kehidupan orang-orang percaya di Korintus ternyata tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang di luar Tuhan. Secara jasmaniah mereka tampak aktif menjalankan ibadah dan pelayanan, tetapi perbuatan mereka sangat duniawi dan tidak menunjukkan kualitas hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17).
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu
dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka
Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Monday, March 2, 2015
Sunday, March 1, 2015
MEMAHAMI PANGGILAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:1-17
"Sebab, saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu." 1 Korintus 1:11
Jemaat Korintus adalah jemaat yang didirikan oleh rasul Paulus bersama dengan Akwila dan Priskila dalam perjalanan misinya yang kedua. Alkitab mencatat: "...mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." (Kisah 18:3-4). Setelah melayani jiwa-jiwa di Korintus untuk beberapa waktu lamanya Paulus melanjutkan perjalanan misinya ke Efesus.
Saat berada di Efesus inilah Paulus mendapat berita yang kurang mengenakkan dan sekaligus mengejutkan dari keluarga Kloe, bahwa pasca kepergian Paulus ternyata ada banyak permasalahan yang terjadi di antara jemaat di Korintus. Mengapa bisa terjadi? Ternyata masalah timbul karena kurangnya pemahaman jemaat tentang panggilan Tuhan dalam hidup mereka, padahal panggilan hidup adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan orang percaya. Mungkin kita tampak sibuk dengan aktivitas-aktivitas rohani atau pelayanan, begitu bangga dengan talenta dan karunia-karunia yang kita miliki, atau bangga dengan kemahiran kita dalam mempelajari isi Alkitab dan sebagainya. Namun apalah arti semuanya itu jika dalam kehidupan sehari-hari atau dalam prakteknya kita tidak memiliki buah-buah pertobatan atau karakter yang mencerminkan diri sebagai pengikut Kristus. Karena itu rasul Paulus mengingatkan, "...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Efesus 4:1).
Panggilan berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan pandangan dan menyendengkan telinganya kepada si pemanggil; panggilan hidup berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan hidupnya kepada suatu titik atau sasaran tertentu. Bila dihubungkan dengan panggilan Tuhan, maka panggilan hidup berarti seruan Tuhan kepada setiap orang percaya supaya mereka mengarahkan hidup mereka kepada apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan. Contoh: Tuhan memanggil Abraham untuk ke luar dari negerinya dan dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang hendak ditunjukkan-Nya.
Sudahkah kita memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan?
Baca: 1 Korintus 1:1-17
"Sebab, saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu." 1 Korintus 1:11
Jemaat Korintus adalah jemaat yang didirikan oleh rasul Paulus bersama dengan Akwila dan Priskila dalam perjalanan misinya yang kedua. Alkitab mencatat: "...mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." (Kisah 18:3-4). Setelah melayani jiwa-jiwa di Korintus untuk beberapa waktu lamanya Paulus melanjutkan perjalanan misinya ke Efesus.
Saat berada di Efesus inilah Paulus mendapat berita yang kurang mengenakkan dan sekaligus mengejutkan dari keluarga Kloe, bahwa pasca kepergian Paulus ternyata ada banyak permasalahan yang terjadi di antara jemaat di Korintus. Mengapa bisa terjadi? Ternyata masalah timbul karena kurangnya pemahaman jemaat tentang panggilan Tuhan dalam hidup mereka, padahal panggilan hidup adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan orang percaya. Mungkin kita tampak sibuk dengan aktivitas-aktivitas rohani atau pelayanan, begitu bangga dengan talenta dan karunia-karunia yang kita miliki, atau bangga dengan kemahiran kita dalam mempelajari isi Alkitab dan sebagainya. Namun apalah arti semuanya itu jika dalam kehidupan sehari-hari atau dalam prakteknya kita tidak memiliki buah-buah pertobatan atau karakter yang mencerminkan diri sebagai pengikut Kristus. Karena itu rasul Paulus mengingatkan, "...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Efesus 4:1).
Panggilan berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan pandangan dan menyendengkan telinganya kepada si pemanggil; panggilan hidup berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan hidupnya kepada suatu titik atau sasaran tertentu. Bila dihubungkan dengan panggilan Tuhan, maka panggilan hidup berarti seruan Tuhan kepada setiap orang percaya supaya mereka mengarahkan hidup mereka kepada apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan. Contoh: Tuhan memanggil Abraham untuk ke luar dari negerinya dan dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang hendak ditunjukkan-Nya.
Sudahkah kita memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan?
Saturday, February 28, 2015
BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2015
Baca: Hosea 6:1-6
"Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." Hosea 6:3
Semua orang pasti tahu bahwa kunci meraih keberhasilan adalah kerja keras dan kesungguhan. Mustahil kita meraih semua yang kita impikan jika kita hanya berpangku tangan dan tidak melakukan segala sesuatu dengan kesungguhan. Jika sampai hari ini kita masih juga belum mampu mencapai segala yang diimpikan, mungkin yang menjadi salah satu faktor kegagalannya adalah kita kurang bersungguh-sungguh. Jangan sekali-kali kita mengkambinghitamkan orang lain sebagai penyebab kegagalan, tapi biarlah kita belajar untuk mengevaluasi diri dan membuat sebuah perubahan. Barrack Husein Obama, presiden Amerika ke-44 mengatakan, "Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang lain atau lain waktu. Diri kitalah yang ditunggu-tunggu. Diri kitalah perubahan yang dicari-cari."
Sebagus dan secemerlang apa pun rencana dan ide yang ada di otak kita, apabila tidak disertai dengan tindakan yang sungguh untuk mewujudkannya maka semuanya hanya tinggal angan-angan dan tidak pernah menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Begitu juga dalam bekerja, studi, beribadah, berdoa dan melayani pekerjaan Tuhan, jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh hasilnya pun tidak akan maksimal. Bersungguh-sungguh berarti melakukan dengan segenap hati, pikiran, tenaga, kemampuan, serta penuh tanggung jawab; bersungguh-sungguh berarti tekun, setia, disiplin dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Tuhan menghendaki anak-anak-Nya memiliki kehidupan yang di atas rata-rata supaya keberadaannya benar-benar berdampak bagi dunia. Tapi jika kita melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan, setengah-setengah, semau gue, ceroboh, ogah-ogahan dan bermalas-malasan, "Apa kata dunia nanti?"
Ingin diberkati Tuhan? Ingin dipakai Tuhan guna tujuan yang mulia? Kerjakan segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita dengan sungguh-sungguh.
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya," Ibrani 6:11
Baca: Hosea 6:1-6
"Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." Hosea 6:3
Semua orang pasti tahu bahwa kunci meraih keberhasilan adalah kerja keras dan kesungguhan. Mustahil kita meraih semua yang kita impikan jika kita hanya berpangku tangan dan tidak melakukan segala sesuatu dengan kesungguhan. Jika sampai hari ini kita masih juga belum mampu mencapai segala yang diimpikan, mungkin yang menjadi salah satu faktor kegagalannya adalah kita kurang bersungguh-sungguh. Jangan sekali-kali kita mengkambinghitamkan orang lain sebagai penyebab kegagalan, tapi biarlah kita belajar untuk mengevaluasi diri dan membuat sebuah perubahan. Barrack Husein Obama, presiden Amerika ke-44 mengatakan, "Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang lain atau lain waktu. Diri kitalah yang ditunggu-tunggu. Diri kitalah perubahan yang dicari-cari."
Sebagus dan secemerlang apa pun rencana dan ide yang ada di otak kita, apabila tidak disertai dengan tindakan yang sungguh untuk mewujudkannya maka semuanya hanya tinggal angan-angan dan tidak pernah menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Begitu juga dalam bekerja, studi, beribadah, berdoa dan melayani pekerjaan Tuhan, jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh hasilnya pun tidak akan maksimal. Bersungguh-sungguh berarti melakukan dengan segenap hati, pikiran, tenaga, kemampuan, serta penuh tanggung jawab; bersungguh-sungguh berarti tekun, setia, disiplin dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Tuhan menghendaki anak-anak-Nya memiliki kehidupan yang di atas rata-rata supaya keberadaannya benar-benar berdampak bagi dunia. Tapi jika kita melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan, setengah-setengah, semau gue, ceroboh, ogah-ogahan dan bermalas-malasan, "Apa kata dunia nanti?"
Ingin diberkati Tuhan? Ingin dipakai Tuhan guna tujuan yang mulia? Kerjakan segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita dengan sungguh-sungguh.
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya," Ibrani 6:11
Friday, February 27, 2015
MENDENGARKAN TUHAN YESUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2015
Baca: Matius 13:1-9
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" Matius 13:9
Mengapa kita harus mendengar perkataan Yesus? Karena Yesus adalah Jalan Keselamatan. Ada ungkapan "Banyak jalan menuju Roma", tapi ini tidak berlaku untuk keselamatan manusia karena jalan kepada keselamatan kekal hanya satu yaitu Tuhan Yesus.
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sementara agama dan kepercayaan lain hanya mengajarkan bagaimana seseorang harus berbuat baik selama hidup di dunia ini, supaya dengan amal yang dimiliki mereka bisa masuk ke sorga. Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Dengan demikian ada jaminan pasti bagi orang percaya masuk ke dalam Kerajaan Sorga, sebab Dia sendiri "...datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3), artinya Ia berasal dari sorga dan saat ini Dia berada di sorga menyediakan tempat bagi kita (baca Yohanes 14:2).
Alasan lain mengapa kita harus mendengar perkataan Tuhan adalah karena Dia sumber mujizat. Di dalam Dia ada pertolongan, kesembuhan, pemulihan dan hidup berkemenangan. Saat Dia berkata, "Sudah selesai." (Yohanes 19:30), ini menunjukkan bahwa dosa, kutuk, kelemahan dan sakit-penyakit kita sudah di tanggung-Nya di atas kayu salib. Karena itu tidak ada lagi yang dapat menghalangi langkah kita meraih setiap janji Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Rahasia hidup berkemenangan dan penuh mujizat hanya dimiliki Tuhan Yesus karena Dia sendiri pernah menjadi sama dengan manusia dengan menanggalkan kemuliaan-Nya, pernah dicobai, tetapi tidak pernah berbuat dosa dan tampil sebagai pemenang. Jadi tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan Yesus, "Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." (2 Korintus 1:20).
"Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!" Yesaya 55:3a
Baca: Matius 13:1-9
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" Matius 13:9
Mengapa kita harus mendengar perkataan Yesus? Karena Yesus adalah Jalan Keselamatan. Ada ungkapan "Banyak jalan menuju Roma", tapi ini tidak berlaku untuk keselamatan manusia karena jalan kepada keselamatan kekal hanya satu yaitu Tuhan Yesus.
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sementara agama dan kepercayaan lain hanya mengajarkan bagaimana seseorang harus berbuat baik selama hidup di dunia ini, supaya dengan amal yang dimiliki mereka bisa masuk ke sorga. Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Dengan demikian ada jaminan pasti bagi orang percaya masuk ke dalam Kerajaan Sorga, sebab Dia sendiri "...datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3), artinya Ia berasal dari sorga dan saat ini Dia berada di sorga menyediakan tempat bagi kita (baca Yohanes 14:2).
Alasan lain mengapa kita harus mendengar perkataan Tuhan adalah karena Dia sumber mujizat. Di dalam Dia ada pertolongan, kesembuhan, pemulihan dan hidup berkemenangan. Saat Dia berkata, "Sudah selesai." (Yohanes 19:30), ini menunjukkan bahwa dosa, kutuk, kelemahan dan sakit-penyakit kita sudah di tanggung-Nya di atas kayu salib. Karena itu tidak ada lagi yang dapat menghalangi langkah kita meraih setiap janji Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Rahasia hidup berkemenangan dan penuh mujizat hanya dimiliki Tuhan Yesus karena Dia sendiri pernah menjadi sama dengan manusia dengan menanggalkan kemuliaan-Nya, pernah dicobai, tetapi tidak pernah berbuat dosa dan tampil sebagai pemenang. Jadi tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan Yesus, "Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." (2 Korintus 1:20).
"Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!" Yesaya 55:3a
Thursday, February 26, 2015
MENDENGARKAN TUHAN YESUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2015
Baca: Mazmur 85:1-14
"Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan?" Mazmur 85:9
Mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan satu mulut? Ada maksud dan tujuannya yaitu supaya porsi kita untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara. Banyak mendengar tapi sedikit untuk berbicara, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Di zaman sekarang ini banyak orang lebih banyak bicara daripada mendengar, tapi bicaranya 'asbun' (asal bunyi), 'obes' (omong besar) tetapi tiada bukti, bahkan bicaranya setajam silet: suka menjelek-jelekkan orang, menghakimi dan menyakitkan hati orang lain. Berhati-hatilah! "Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya. Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:20-21).
Penting sekali melatih diri mendengar. Mengapa? Karena sering kita jumpai banyak masalah atau perselisihan terjadi sebagai akibat orang tidak mau mendengar: orangtua marah terhadap anak karena nasihatnya tidak didengar, keluarga selalu cekcok karena suami egois dan tidak mau mendengar pendapat isteri dan lain-lain. Begitu juga tidak sedikit masalah yang tak terselesaikan hanya karena masing-masing pihak tidak mau mendengar. Kita maunya hanya didengar tapi tidak mau mendengar orang lain!
Terlebih-lebih dalam kehidupan rohani, mendengar adalah hal yang sangat penting untuk pertumbuhan iman, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Untuk menjadi hamba-hamba yang taat dibutuhkan kepekaan dalam mendengar. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang." (Yesaya 50:4b). Mendengar firman Tuhan sama artinya mendengar apa yang Tuhan Yesus katakan.
Mengapa kita harus mendengar perkataan Tuhan Yesus? Karena ini adalah perintah dari sorga: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Lukas 9:35).
Baca: Mazmur 85:1-14
"Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan?" Mazmur 85:9
Mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan satu mulut? Ada maksud dan tujuannya yaitu supaya porsi kita untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara. Banyak mendengar tapi sedikit untuk berbicara, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Di zaman sekarang ini banyak orang lebih banyak bicara daripada mendengar, tapi bicaranya 'asbun' (asal bunyi), 'obes' (omong besar) tetapi tiada bukti, bahkan bicaranya setajam silet: suka menjelek-jelekkan orang, menghakimi dan menyakitkan hati orang lain. Berhati-hatilah! "Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya. Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:20-21).
Penting sekali melatih diri mendengar. Mengapa? Karena sering kita jumpai banyak masalah atau perselisihan terjadi sebagai akibat orang tidak mau mendengar: orangtua marah terhadap anak karena nasihatnya tidak didengar, keluarga selalu cekcok karena suami egois dan tidak mau mendengar pendapat isteri dan lain-lain. Begitu juga tidak sedikit masalah yang tak terselesaikan hanya karena masing-masing pihak tidak mau mendengar. Kita maunya hanya didengar tapi tidak mau mendengar orang lain!
Terlebih-lebih dalam kehidupan rohani, mendengar adalah hal yang sangat penting untuk pertumbuhan iman, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Untuk menjadi hamba-hamba yang taat dibutuhkan kepekaan dalam mendengar. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang." (Yesaya 50:4b). Mendengar firman Tuhan sama artinya mendengar apa yang Tuhan Yesus katakan.
Mengapa kita harus mendengar perkataan Tuhan Yesus? Karena ini adalah perintah dari sorga: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Lukas 9:35).
Wednesday, February 25, 2015
KETAATAN: Menghasilkan Pelipatgandaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2015
Baca: Yehezkiel 36:25-38
"Tanah ini yang sudah lama tinggal tandus menjadi seperti taman Eden dan kota-kota yang sudah runtuh, sunyi sepi dan musnah, sekarang didiami dan menjadi kubu." Yehezkiel 36:35
Ketaatan dalam melakukan firman Tuhan adalah syarat utama mengalami berkat dan pemulihan. Dengan kata lain kita akan hidup dalam perjanjian berkat Tuhan bila kita menaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak, yang mana masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab. Bagian kita adalah mentaati atau melakukan firman-Nya, adapun bagian Tuhan adalah mencurahkan berkat-berkat-Nya sesuai yang tertulis di dalam perjanjian-Nya. Jadi ketaatan ini adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi!
Iblis sangat tidak suka jika kita hidup dalam ketaatan, karena itu dengan segala upaya Iblis mengintimidasi kita dengan suara hati yang melemahkan. Jangan dengarkan suara Iblis karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Bukan perkara yang mustahil kita hidup di dalam ketaatan. Karena kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), maka hati dan roh kita juga baru. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Selain itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Sesungguhnya Roh Kudus selalu berbicara di dalam hati kita dan mengingatkan kita tentang firman yang kita baca dan dengar, tetapi seringkali pula kita mengabaikan suara-Nya. Saat itulah kita mendukakan Roh Kudus dan akhirnya kita pun kehilangan pimpinan-Nya. Ketaatan terhadap firman Tuhan akan menghasilkan doa yang berkuasa, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b), artinya apa saja yang kita butuhkan (berkat, kemenangan, kesembuhan, pemulihan) pasti disediakan Tuhan untuk kita.
Ketika kita taat melakukan firman Tuhan, apa saja yang kita perbuat pasti dibuat-Nya berhasil dan beruntung!
Baca: Yehezkiel 36:25-38
"Tanah ini yang sudah lama tinggal tandus menjadi seperti taman Eden dan kota-kota yang sudah runtuh, sunyi sepi dan musnah, sekarang didiami dan menjadi kubu." Yehezkiel 36:35
Ketaatan dalam melakukan firman Tuhan adalah syarat utama mengalami berkat dan pemulihan. Dengan kata lain kita akan hidup dalam perjanjian berkat Tuhan bila kita menaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak, yang mana masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab. Bagian kita adalah mentaati atau melakukan firman-Nya, adapun bagian Tuhan adalah mencurahkan berkat-berkat-Nya sesuai yang tertulis di dalam perjanjian-Nya. Jadi ketaatan ini adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi!
Iblis sangat tidak suka jika kita hidup dalam ketaatan, karena itu dengan segala upaya Iblis mengintimidasi kita dengan suara hati yang melemahkan. Jangan dengarkan suara Iblis karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Bukan perkara yang mustahil kita hidup di dalam ketaatan. Karena kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), maka hati dan roh kita juga baru. "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." (Yehezkiel 36:26). Selain itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Sesungguhnya Roh Kudus selalu berbicara di dalam hati kita dan mengingatkan kita tentang firman yang kita baca dan dengar, tetapi seringkali pula kita mengabaikan suara-Nya. Saat itulah kita mendukakan Roh Kudus dan akhirnya kita pun kehilangan pimpinan-Nya. Ketaatan terhadap firman Tuhan akan menghasilkan doa yang berkuasa, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b), artinya apa saja yang kita butuhkan (berkat, kemenangan, kesembuhan, pemulihan) pasti disediakan Tuhan untuk kita.
Ketika kita taat melakukan firman Tuhan, apa saja yang kita perbuat pasti dibuat-Nya berhasil dan beruntung!
Tuesday, February 24, 2015
MENDENGAR DAN MEMPERHATIKAN FIRMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2015
Baca: Amsal 16:1-33
"Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah orang yang percaya kepada TUHAN." Amsal 16:20
Jika kita merespons firman Tuhan dengan benar, kuasa firman-Nya akan bekerja di dalam kita: mengubah, memperbaharui, memulihkan dan memberkati hidup kita. Bentuk respons itu adalah mendengarkan dan memperhatikan firman dengan sungguh-sungguh. Karena itu Yakobus menasihati kita agar cepat mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata (baca Yakobus 1:19). Mendengar bukan sekedar mendengar, tapi mendengar untuk memahami dan mengerti. Mengapa kita harus mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan? Sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17), dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Di dalam firman-Nya kita juga akan mendapatkan jawaban, solusi dan jalan keluar untuk setiap permasalahan yang kita hadapi selama hidup di dunia ini. Ketika mengalami pergumulan apa pun, mari back to the Bible.
Ada dua kata dalam bahasa Inggris untuk kata mendengar yaitu to listen dan to hear, namun kedua kata ini sesungguhnya memiliki makna yang sangat berbeda. Kata 'to listen' menyatakan suatu tindakan untuk mendengar yang dilakukan secara sengaja, aktif memberikan perhatian khusus terhadap sesuatu yang didengar dan berusaha untuk memahaminya, sedangkan 'to hear' adalah tindakan mendengar yang dilakukan tanpa sengaja, tidak untuk memahami, atau hanya sekedar sambil lalu. Bila kita sudah mencapai tahap mendengar dan memperhatikan firman dengan sungguh kita harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu merenungkan firman dan "...bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya..." (Ezra 7:10), sebab mujizat dan berkat Tuhan akan dinyatakan seiring dengan ketaatan kita melakukan firman tersebut.
Jangan sekali-kali membantah atau mendebat firman Tuhan karena firman-Nya adalah untuk dilakukan. Inilah yang dimaksudkan harus lambat untuk berkata-kata; sebaliknya, terimalah firman itu dengan hati yang lemah lembut.
"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Mazmur 33:9
Baca: Amsal 16:1-33
"Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah orang yang percaya kepada TUHAN." Amsal 16:20
Jika kita merespons firman Tuhan dengan benar, kuasa firman-Nya akan bekerja di dalam kita: mengubah, memperbaharui, memulihkan dan memberkati hidup kita. Bentuk respons itu adalah mendengarkan dan memperhatikan firman dengan sungguh-sungguh. Karena itu Yakobus menasihati kita agar cepat mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata (baca Yakobus 1:19). Mendengar bukan sekedar mendengar, tapi mendengar untuk memahami dan mengerti. Mengapa kita harus mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan? Sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17), dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Di dalam firman-Nya kita juga akan mendapatkan jawaban, solusi dan jalan keluar untuk setiap permasalahan yang kita hadapi selama hidup di dunia ini. Ketika mengalami pergumulan apa pun, mari back to the Bible.
Ada dua kata dalam bahasa Inggris untuk kata mendengar yaitu to listen dan to hear, namun kedua kata ini sesungguhnya memiliki makna yang sangat berbeda. Kata 'to listen' menyatakan suatu tindakan untuk mendengar yang dilakukan secara sengaja, aktif memberikan perhatian khusus terhadap sesuatu yang didengar dan berusaha untuk memahaminya, sedangkan 'to hear' adalah tindakan mendengar yang dilakukan tanpa sengaja, tidak untuk memahami, atau hanya sekedar sambil lalu. Bila kita sudah mencapai tahap mendengar dan memperhatikan firman dengan sungguh kita harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu merenungkan firman dan "...bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya..." (Ezra 7:10), sebab mujizat dan berkat Tuhan akan dinyatakan seiring dengan ketaatan kita melakukan firman tersebut.
Jangan sekali-kali membantah atau mendebat firman Tuhan karena firman-Nya adalah untuk dilakukan. Inilah yang dimaksudkan harus lambat untuk berkata-kata; sebaliknya, terimalah firman itu dengan hati yang lemah lembut.
"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Mazmur 33:9
Monday, February 23, 2015
MENDENGAR DAN MEMPERHATIKAN FIRMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2015
Baca: Ulangan 31:9-13
"Seluruh bangsa itu berkumpul, laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan orang asing yang diam di dalam tempatmu, supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan TUHAN, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini," Ulangan 31:12
Injil atau sering kita sebut dengan Alkitab adalah buku yang berisikan firman Tuhan atau perkataan Tuhan sendiri, karena itu kita harus "...mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan sedikit pun kita ragu atau sangsi terhadap firman Tuhan sebab yang berbicara adalah Tuhan sendiri. Jika Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi dan segala isinya yang berbicara, maka perkataan-Nya pasti mengandung kuasa yang sangat dahsyat, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Tuhan berkata, "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Namun seringkali kita dengar bahwa ada banyak sekali orang Kristen yang mengeluh mengapa mereka tidak mengalami kuasa firman Tuhan. Akhirnya mereka pun bersikap skeptis terhadap firman yang disampaikan oleh setiap hamba Tuhan di atas mimbar, pikirnya firman yang didengar tak lebih dari sekedar teori karena mereka merasa tidak memperoleh manfaat apa-apa dan hidup mereka tetap saja tidak berubah.
Jika Tuhan yang berfirman Ia tidak mungkin berdusta dan ingkar (baca Bilangan 23:19). Jadi setiap tulisan yang ada di Alkitab itu bukanlah dongeng penghantar tidur yang meninabobokan, melainkan "...kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman," (Roma 1:17). Jika sampai hari ini kita belum mengalami kuasa dari firman Tuhan berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri, yaitu kita tidak mendengar dan memperhatikan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh.
"Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh," Pengkotbah 4:17
Baca: Ulangan 31:9-13
"Seluruh bangsa itu berkumpul, laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan orang asing yang diam di dalam tempatmu, supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan TUHAN, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini," Ulangan 31:12
Injil atau sering kita sebut dengan Alkitab adalah buku yang berisikan firman Tuhan atau perkataan Tuhan sendiri, karena itu kita harus "...mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Jangan sedikit pun kita ragu atau sangsi terhadap firman Tuhan sebab yang berbicara adalah Tuhan sendiri. Jika Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi dan segala isinya yang berbicara, maka perkataan-Nya pasti mengandung kuasa yang sangat dahsyat, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Tuhan berkata, "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Namun seringkali kita dengar bahwa ada banyak sekali orang Kristen yang mengeluh mengapa mereka tidak mengalami kuasa firman Tuhan. Akhirnya mereka pun bersikap skeptis terhadap firman yang disampaikan oleh setiap hamba Tuhan di atas mimbar, pikirnya firman yang didengar tak lebih dari sekedar teori karena mereka merasa tidak memperoleh manfaat apa-apa dan hidup mereka tetap saja tidak berubah.
Jika Tuhan yang berfirman Ia tidak mungkin berdusta dan ingkar (baca Bilangan 23:19). Jadi setiap tulisan yang ada di Alkitab itu bukanlah dongeng penghantar tidur yang meninabobokan, melainkan "...kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman," (Roma 1:17). Jika sampai hari ini kita belum mengalami kuasa dari firman Tuhan berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri, yaitu kita tidak mendengar dan memperhatikan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh.
"Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh," Pengkotbah 4:17
Sunday, February 22, 2015
JANGAN ACUH TAK ACUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2015
Baca: Zefanya 2:1-3
"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh," Zefanya 2:1
Siapa tidak kenal Marilyn Monroe? Wanita ini lahir 1 Juni 1926 dan berprofesi sebagai aktris, penyanyi, model terkenal dan juga menjadi simbol seks dunia asal Amerika Serikat. Peraih penghargaan Golden Award for Best Actress untuk film Some Like It Hot (1960) dan Golden Globe World Film Favorite: Female (1953, 1962) ini seringkali menjadi trendsetter serta idola wanita dan pria seantero jagad raya ini. Sayang, perjalanan hidup Marilyn tidak semulus karir dan popularitasnya karena sejarah dunia mencatat bahwa hidup Marilyn harus berakhir secara tragis karena ia ditemukan tewas di apartemennya pada 5 Agustus 1962 (dalam usia 36 tahun) di puncak karir, akibat overdosis obat tidur. Yang tidak semua orang ketahui adalah, seminggu sebelum kematiannya ia sempat dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan, Billy Graham, sesaat setelah memimpin ibadah KKR, karena ia diutus Tuhan untuk menyampaikan suatu pesan kepada Marilyn. Tapi apa jawaban si artis? "Maaf, aku tidak memerlukan Tuhanmu." Kekayaan, kecantikan dan popularitas dunia telah menyilaukan mata Marilyn Monroe sehingga tanpa segan ia meremehkan dan mengabaikan peringatan Tuhan. Jangan sekalipun kita bersikap acuh terhadap peringatan Tuhan sebab ada akibat yang harus kita tanggung! "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ada banyak orang Kristen yang sudah diselamatkan dan mengecap kebaikan Tuhan seringkali bersikap acuh tak acuh terhadap panggilan Tuhan: panggilan untuk melayani diacuhkan, panggilan untuk memberitakan Injil diacuhkan, panggilan untuk beribadah dan bersekutu dengan Tuhan dianggap sebagai angin lalu, apalagi panggilan untuk bertobat malah ditertawakan. Kenyamanan, popularitas, kekayaan dan segala kenikmatan dunia lebih memikat dan menyita perhatian sehingga kita merasa tidak membutuhkan Tuhan dalam hidup ini. Nabi Amos memperingatkan, "Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" (Amos 6:1).
"Engkau melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan, engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Yesaya 42:20
Baca: Zefanya 2:1-3
"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh," Zefanya 2:1
Siapa tidak kenal Marilyn Monroe? Wanita ini lahir 1 Juni 1926 dan berprofesi sebagai aktris, penyanyi, model terkenal dan juga menjadi simbol seks dunia asal Amerika Serikat. Peraih penghargaan Golden Award for Best Actress untuk film Some Like It Hot (1960) dan Golden Globe World Film Favorite: Female (1953, 1962) ini seringkali menjadi trendsetter serta idola wanita dan pria seantero jagad raya ini. Sayang, perjalanan hidup Marilyn tidak semulus karir dan popularitasnya karena sejarah dunia mencatat bahwa hidup Marilyn harus berakhir secara tragis karena ia ditemukan tewas di apartemennya pada 5 Agustus 1962 (dalam usia 36 tahun) di puncak karir, akibat overdosis obat tidur. Yang tidak semua orang ketahui adalah, seminggu sebelum kematiannya ia sempat dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan, Billy Graham, sesaat setelah memimpin ibadah KKR, karena ia diutus Tuhan untuk menyampaikan suatu pesan kepada Marilyn. Tapi apa jawaban si artis? "Maaf, aku tidak memerlukan Tuhanmu." Kekayaan, kecantikan dan popularitas dunia telah menyilaukan mata Marilyn Monroe sehingga tanpa segan ia meremehkan dan mengabaikan peringatan Tuhan. Jangan sekalipun kita bersikap acuh terhadap peringatan Tuhan sebab ada akibat yang harus kita tanggung! "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ada banyak orang Kristen yang sudah diselamatkan dan mengecap kebaikan Tuhan seringkali bersikap acuh tak acuh terhadap panggilan Tuhan: panggilan untuk melayani diacuhkan, panggilan untuk memberitakan Injil diacuhkan, panggilan untuk beribadah dan bersekutu dengan Tuhan dianggap sebagai angin lalu, apalagi panggilan untuk bertobat malah ditertawakan. Kenyamanan, popularitas, kekayaan dan segala kenikmatan dunia lebih memikat dan menyita perhatian sehingga kita merasa tidak membutuhkan Tuhan dalam hidup ini. Nabi Amos memperingatkan, "Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" (Amos 6:1).
"Engkau melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan, engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Yesaya 42:20
Saturday, February 21, 2015
JANGAN MENGABAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2015
Baca: Yesaya 65:1-16
"Oleh karena ketika Aku memanggil, kamu tidak menjawab, ketika Aku berbicara, kamu tidak mendengar," Yesaya 65:12b
Bagaimana perasaan Saudara jika diabaikan oleh orang-orang terdekat? Diabaikan oleh suami/isteri, diabaikan oleh orang tua, diabaikan oleh anak-anak, diabaikan oleh pimpinan di kantor, atau diabaikan oleh rekan sepelayanan? Mungkin kita akan berkata, "Sakitnya itu di sini!" (sambil menunjuk ke dada). Diabaikan adalah satu kata yang sangat tidak diharapkan oleh siapa pun, karena diabaikan itu sama artinya keberadaan seseorang tidak dipedulikan dan tidak diharapkan lagi.
Tanpa sadar dan mungkin dengan sengaja kita pun bersikap demikian terhadap Tuhan. Kita mengabaikan dan bersikap masa bodoh terhadap perkara-perkara rohani, firman-Nya hanya kita dengar sambil lalu, masuk telinga kanan ke luar dari telinga kiri, teguran-Nya tidak kita pedulikan, kehadiran-Nya sama sekali tidak kita anggap. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh bangsa Israel, di mana mereka sama sekali tidak mempedulikan Tuhan. Saat Tuhan memanggil, mereka tidak menjawab; saat Dia berbicara, mereka tidak mau mendengar, bahkan "...kamu melakukan apa yang jahat di mata-Ku dan lebih menyukai apa yang tidak berkenan kepada-Ku." (Yesaya 65:12b).
Sesungguhnya bangsa Israel adalah umat yang sangat dikasihi Tuhan, umat perjanjian-Nya yang telah dituntun keluar dari Mesir, dipelihara begitu rupa selama 40 tahun di padang gurun. "Engkau telah menuntun umat-Mu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun." (Mazmur 77:21), serta "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b). Alkitab menggambarkan kedekatan hubungan antara Tuhan dan umat Israel seperti suami dan isteri. Namun seiring berjalannya waktu bangsa Israel digambarkan seperti seorang isteri yang tidak lagi setia kepada pasangannya. "Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih," (Yeremia 3:1); Bangsa Israel "...seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 3:20). Tak bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Tuhan!
Bangsa Israel bukan hanya mengabaikan Tuhan, tapi juga meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada allah lain!
Baca: Yesaya 65:1-16
"Oleh karena ketika Aku memanggil, kamu tidak menjawab, ketika Aku berbicara, kamu tidak mendengar," Yesaya 65:12b
Bagaimana perasaan Saudara jika diabaikan oleh orang-orang terdekat? Diabaikan oleh suami/isteri, diabaikan oleh orang tua, diabaikan oleh anak-anak, diabaikan oleh pimpinan di kantor, atau diabaikan oleh rekan sepelayanan? Mungkin kita akan berkata, "Sakitnya itu di sini!" (sambil menunjuk ke dada). Diabaikan adalah satu kata yang sangat tidak diharapkan oleh siapa pun, karena diabaikan itu sama artinya keberadaan seseorang tidak dipedulikan dan tidak diharapkan lagi.
Tanpa sadar dan mungkin dengan sengaja kita pun bersikap demikian terhadap Tuhan. Kita mengabaikan dan bersikap masa bodoh terhadap perkara-perkara rohani, firman-Nya hanya kita dengar sambil lalu, masuk telinga kanan ke luar dari telinga kiri, teguran-Nya tidak kita pedulikan, kehadiran-Nya sama sekali tidak kita anggap. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh bangsa Israel, di mana mereka sama sekali tidak mempedulikan Tuhan. Saat Tuhan memanggil, mereka tidak menjawab; saat Dia berbicara, mereka tidak mau mendengar, bahkan "...kamu melakukan apa yang jahat di mata-Ku dan lebih menyukai apa yang tidak berkenan kepada-Ku." (Yesaya 65:12b).
Sesungguhnya bangsa Israel adalah umat yang sangat dikasihi Tuhan, umat perjanjian-Nya yang telah dituntun keluar dari Mesir, dipelihara begitu rupa selama 40 tahun di padang gurun. "Engkau telah menuntun umat-Mu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun." (Mazmur 77:21), serta "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b). Alkitab menggambarkan kedekatan hubungan antara Tuhan dan umat Israel seperti suami dan isteri. Namun seiring berjalannya waktu bangsa Israel digambarkan seperti seorang isteri yang tidak lagi setia kepada pasangannya. "Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih," (Yeremia 3:1); Bangsa Israel "...seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 3:20). Tak bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Tuhan!
Bangsa Israel bukan hanya mengabaikan Tuhan, tapi juga meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada allah lain!
Friday, February 20, 2015
MENJADI BERKAT DI MASA KERING
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2015
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar." 1 Raja-Raja 17:24
Ketika mengalami masalah berat umumnya kita langsung menyerah pada keadaan, tidak mau berbuat sesuatu, hanya diam di tempat dan mengasihani diri sendiri. Kita jadi malas berdoa, ogah baca Alkitab dan tidak semangat beribadah. Ini salah besar! Jika ingin keadaan berubah kita pun harus berani membuat perubahan.
Pada waktu Elia mengalami masalah berat karena sungat Kerit yang mengering ia mau melangkah menaati perintah Tuhan, padahal sungai Kerit sudah menjadi zona nyaman baginya. Elia meninggalkan zona nyaman itu dengan perintah Tuhan: "...pergi ke Sarfat, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." (1 Raja-Raja 17:9). Ingin dipulihkan Tuhan? Kita harus berani meninggalkan zona nyaman kita. Sesungguhnya Elia punya alasan kuat kuatir pergi ke Sarfat, karena Sarfat adalah wilayah Sidon, sedangkan raja Sidon adalah orang tua Izabel (renungan 17 Februari 2015). Tapi Tuhan justru menyuruh Elia tinggal di Sidon. Kata tinggal berarti berada di tempat itu dalam kurun waktu tertentu. Jadi meski kuatir, Elia tetap mengikuti kehendak Tuhan.
Hari-hari ini banyak orang kuatir akan masa depan hidupnya karena BBM naik per-18 November 2014 lalu, yang secara otomatis berdampak pada naiknya harga kebutuhan hidup lainnya. Kata-kata yang ada di pikiran kita hanyalah: tidak mungkin, mustahil, apa bisa; karena segala sesuatu kita ukur dengan logika kita. Terkadang perintah Tuhan sangat tidak masuk akal, namun ketika kita taat kita akan melihat perkara-perkara ajaib dinyatakan. Di Sarfat Elia diutus Tuhan untuk menemui janda miskin yang hanya mempunyai segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Meski ia sendiri berada dalam kesulitan Elia tetap melangkah mengerjakan tugasnya, bahkan ia mampu menguatkan orang lain dan menjadi saluran berkat. "Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." (1 Raja-Raja 17:14).
Ketaatan dan ketidakkuatiran adalah kunci mengubah situasi yang buruk menjadi penuh berkat!
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar." 1 Raja-Raja 17:24
Ketika mengalami masalah berat umumnya kita langsung menyerah pada keadaan, tidak mau berbuat sesuatu, hanya diam di tempat dan mengasihani diri sendiri. Kita jadi malas berdoa, ogah baca Alkitab dan tidak semangat beribadah. Ini salah besar! Jika ingin keadaan berubah kita pun harus berani membuat perubahan.
Pada waktu Elia mengalami masalah berat karena sungat Kerit yang mengering ia mau melangkah menaati perintah Tuhan, padahal sungai Kerit sudah menjadi zona nyaman baginya. Elia meninggalkan zona nyaman itu dengan perintah Tuhan: "...pergi ke Sarfat, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." (1 Raja-Raja 17:9). Ingin dipulihkan Tuhan? Kita harus berani meninggalkan zona nyaman kita. Sesungguhnya Elia punya alasan kuat kuatir pergi ke Sarfat, karena Sarfat adalah wilayah Sidon, sedangkan raja Sidon adalah orang tua Izabel (renungan 17 Februari 2015). Tapi Tuhan justru menyuruh Elia tinggal di Sidon. Kata tinggal berarti berada di tempat itu dalam kurun waktu tertentu. Jadi meski kuatir, Elia tetap mengikuti kehendak Tuhan.
Hari-hari ini banyak orang kuatir akan masa depan hidupnya karena BBM naik per-18 November 2014 lalu, yang secara otomatis berdampak pada naiknya harga kebutuhan hidup lainnya. Kata-kata yang ada di pikiran kita hanyalah: tidak mungkin, mustahil, apa bisa; karena segala sesuatu kita ukur dengan logika kita. Terkadang perintah Tuhan sangat tidak masuk akal, namun ketika kita taat kita akan melihat perkara-perkara ajaib dinyatakan. Di Sarfat Elia diutus Tuhan untuk menemui janda miskin yang hanya mempunyai segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Meski ia sendiri berada dalam kesulitan Elia tetap melangkah mengerjakan tugasnya, bahkan ia mampu menguatkan orang lain dan menjadi saluran berkat. "Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." (1 Raja-Raja 17:14).
Ketaatan dan ketidakkuatiran adalah kunci mengubah situasi yang buruk menjadi penuh berkat!
Thursday, February 19, 2015
TUHAN SANGGUP MEMELIHARA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2015
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-6
"Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." 1 Raja-Raja 17:6
Kekeringan boleh saja melanda di segala tempat tapi berkat Tuhan tidak bergantung situasi. Di tengah kekeringan sekalipun, ketika semua orang mengalami kesukaran, Elia tetap mengalami kebaikan Tuhan.
Dengan cara-Nya yang ajaib dan sangat tidak masuk akal Tuhan menyediakan segala yang dibutuhkan oleh Elia. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (ayat nas). Bagi setiap orang yang mau membayar harga untuk hidup taat kepada Tuhan, pasti ada upah. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Pemeliharaan Tuhan terhadap Elia tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Ketika sungai Kerit itu mulai kering dan tidak ada lagi airnya, sepertinya Elia akan bernasib sama dengan orang lain dan tidak lagi punya harapan untuk hidup. Tetapi firman Tuhan menegaskan bahwa bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Sesuatu yang kita harapkan menjadi kering dan secara manusia tidak ada pertolongan, di tambah lagi omongan-omongan negatif orang lain seringkali melemahkan dan membuat kita putus asa.
Apa yang dialami Elia kiranya menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk tetap semangat menjalani hidup ini karena kita mempunyai Tuhan yang layak diandalkan, sebab Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang tidak pernah mengenal kekeringan. "Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah; Engkau memulihkan tanah milik-Mu yang gersang, sehingga kawanan hewan-Mu menetap di sana; dalam kebaikan-Mu Engkau memenuhi kebutuhan orang yang tertindas, ya Allah." (Mazmur 68:10-11). Ketika sungai Kerit mengering Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat, yang termasuk dalam wilayah Sidon, sebab Tuhan telah menyiapkan berkat bagi Elia melalui janda miskin bersama anaknya, yang akan menjamu dia di masa kekeringan.
"Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau," Mazmur 31:20
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-6
"Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." 1 Raja-Raja 17:6
Kekeringan boleh saja melanda di segala tempat tapi berkat Tuhan tidak bergantung situasi. Di tengah kekeringan sekalipun, ketika semua orang mengalami kesukaran, Elia tetap mengalami kebaikan Tuhan.
Dengan cara-Nya yang ajaib dan sangat tidak masuk akal Tuhan menyediakan segala yang dibutuhkan oleh Elia. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (ayat nas). Bagi setiap orang yang mau membayar harga untuk hidup taat kepada Tuhan, pasti ada upah. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Pemeliharaan Tuhan terhadap Elia tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Ketika sungai Kerit itu mulai kering dan tidak ada lagi airnya, sepertinya Elia akan bernasib sama dengan orang lain dan tidak lagi punya harapan untuk hidup. Tetapi firman Tuhan menegaskan bahwa bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Sesuatu yang kita harapkan menjadi kering dan secara manusia tidak ada pertolongan, di tambah lagi omongan-omongan negatif orang lain seringkali melemahkan dan membuat kita putus asa.
Apa yang dialami Elia kiranya menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk tetap semangat menjalani hidup ini karena kita mempunyai Tuhan yang layak diandalkan, sebab Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang tidak pernah mengenal kekeringan. "Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah; Engkau memulihkan tanah milik-Mu yang gersang, sehingga kawanan hewan-Mu menetap di sana; dalam kebaikan-Mu Engkau memenuhi kebutuhan orang yang tertindas, ya Allah." (Mazmur 68:10-11). Ketika sungai Kerit mengering Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat, yang termasuk dalam wilayah Sidon, sebab Tuhan telah menyiapkan berkat bagi Elia melalui janda miskin bersama anaknya, yang akan menjamu dia di masa kekeringan.
"Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau," Mazmur 31:20
Wednesday, February 18, 2015
SENDIRI BERSAMA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2015
Baca: 1 Raja- Raja 17:1-6
"Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan." 1 Raja-Rja 17:3
Di mata Tuhan penyembahan berhala adalah dosa besar dan merupakan suatu kekejian, sebab Tuhan sudah memperingatkan umat Israel, "...janganlah menajiskan dirimu dengan berhala-berhala mereka." (Yehezkiel 20:18). Tuhan sangat "...benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia," (Mazmur 31:7). Sebagai akibatnya Tuhan menghukum bangsa Israel dengan kekeringan selama 3,5 tahun. Karena menyampaikan pesan Tuhan tentang penghukuman atas Israel tersebut keberadaan Elia menjadi sangat terancam dan dimusuhi oleh raja Ahab.
Di tengah situasi yang genting ini, Tuhan menunjukkan kasih-Nya kepada Elia. Sebagaimana arti nama Elia, Tuhan adalah Allahku, maka Tuhan membuktikan diri-Nya sebagai Allah yang hidup, yang sanggup menolong, melindungi dan memelihara Elia. Sungguh benar apa kata pemazmur, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan memerintahkan Elia untuk pergi dan bersembunyi di tepi sungai Kerit. Adapun arti kata Kerit adalah diasingkan, dipisahkan, disendirikan, atau terpencil. Sungai Kerit menjadi 'sekolah' bagi Elia untuk menjalani proses pembentukan Tuhan. Di tempat yang terasing dan terpisah dari hingar bingar, iman Elia dimantapkan. Dalam kesendirian inilah Elia diajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan mengandalkan Dia saja. Elia pun tinggal selama beberapa waktu lamanya di tepi sungai Kerit sehingga ia terlindungi dari kejaran tentara Ahab.
Tuhan mengijinkan 'kekeringan' terjadi dalam hidup ini supaya kita belajar bergantung kepada Tuhan, memisahkan diri dari kesibukan dan bersekutu dengan Tuhan dan mencari hadirat-Nya. "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" (1 Tawarikh 16:11), sebab "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11). Dalam situasi sulit sekalipun, asal kita mau melangkah sesuai perintah Tuhan pasti ada jamainan perlindungan-Nya, seperti yang dialami Elia.
Dalam kesendirian dan terpisah Elia memperoleh pengalaman rohani yang sangat berharga bersama Tuhan!
Baca: 1 Raja- Raja 17:1-6
"Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan." 1 Raja-Rja 17:3
Di mata Tuhan penyembahan berhala adalah dosa besar dan merupakan suatu kekejian, sebab Tuhan sudah memperingatkan umat Israel, "...janganlah menajiskan dirimu dengan berhala-berhala mereka." (Yehezkiel 20:18). Tuhan sangat "...benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia," (Mazmur 31:7). Sebagai akibatnya Tuhan menghukum bangsa Israel dengan kekeringan selama 3,5 tahun. Karena menyampaikan pesan Tuhan tentang penghukuman atas Israel tersebut keberadaan Elia menjadi sangat terancam dan dimusuhi oleh raja Ahab.
Di tengah situasi yang genting ini, Tuhan menunjukkan kasih-Nya kepada Elia. Sebagaimana arti nama Elia, Tuhan adalah Allahku, maka Tuhan membuktikan diri-Nya sebagai Allah yang hidup, yang sanggup menolong, melindungi dan memelihara Elia. Sungguh benar apa kata pemazmur, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan memerintahkan Elia untuk pergi dan bersembunyi di tepi sungai Kerit. Adapun arti kata Kerit adalah diasingkan, dipisahkan, disendirikan, atau terpencil. Sungai Kerit menjadi 'sekolah' bagi Elia untuk menjalani proses pembentukan Tuhan. Di tempat yang terasing dan terpisah dari hingar bingar, iman Elia dimantapkan. Dalam kesendirian inilah Elia diajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan mengandalkan Dia saja. Elia pun tinggal selama beberapa waktu lamanya di tepi sungai Kerit sehingga ia terlindungi dari kejaran tentara Ahab.
Tuhan mengijinkan 'kekeringan' terjadi dalam hidup ini supaya kita belajar bergantung kepada Tuhan, memisahkan diri dari kesibukan dan bersekutu dengan Tuhan dan mencari hadirat-Nya. "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" (1 Tawarikh 16:11), sebab "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11). Dalam situasi sulit sekalipun, asal kita mau melangkah sesuai perintah Tuhan pasti ada jamainan perlindungan-Nya, seperti yang dialami Elia.
Dalam kesendirian dan terpisah Elia memperoleh pengalaman rohani yang sangat berharga bersama Tuhan!
Tuesday, February 17, 2015
KEKERINGAN sebagai TEGURAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2015
Baca: 1 Raja-Raja 17:1-6
"Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." 1 Raja-Raja 17:1
Kekeringan ekonomi atau krisis ekonomi seringkali menjadi masalah utama dalam kehidupan semua orang, tanpa terkecuali. Artinya masalah tersebut tidak hanya dialami oleh orang-orang dunia saja namun orang percaya pun tak luput dari masalah ini. Namun meski harus mengalami masalah yang sama tetapi ada jaminan pemeliharaan dari Tuhan bagi setiap orang percaya. Jadi ada "...perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18). Daud juga menyatakan bahwa "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Ketika Israel diperintah oleh raja Ahab terjadilah kekeringan di seluruh negeri selama 3,5 tahun. Tuhan mengijinkan kekeringan terjadi sebagai akibat dari ketidaktaatan bangsa ini kepada Tuhan. Pada waktu itu dosa dan kejahatan bangsa Israel begitu parah, Ahab selaku raja tidak memberi teladan hidup yang baik, justru "...melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya." (1 Raja-Raja 16:30). Tidak hanya itu, Ahab juga mengambil Izebel, "...anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya." (1 Raja-Raja 16:31). Karena pemimpin negerinya berlaku jahat di mata Tuhan, rakyat pun dicondongkan hatinya kepada Baal. Mereka secara terang-terangan membuat mezbah bagi Baal dan menyembah kepadanya. Baal adalah sebutan bagi dewa-dewa penduduk asli tanah Kanaan. Mereka mempercayai Baal sebagai dewa kesuburan yang memiliki kuasa atas hujan, angin, dan awan.
Tuhan mengutus Elia untuk menegur dan memperingatkan Ahab. Elia pun bernubuat di hadapan Ahab bahwa tidak akan ada embun dan hujan di seluruh negeri Israel. "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan." (Yakobus 5:7). Karena doa Elia maka Tuhan menahan hujan atas Israel selama tiga tahun enam bulan, kekeringan hebat melanda seluruh negeri.
Karena ketidaktaatan dan pemberontakan terjadilah kekeringan hebat di Israel!
Baca: 1 Raja-Raja 17:1-6
"Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." 1 Raja-Raja 17:1
Kekeringan ekonomi atau krisis ekonomi seringkali menjadi masalah utama dalam kehidupan semua orang, tanpa terkecuali. Artinya masalah tersebut tidak hanya dialami oleh orang-orang dunia saja namun orang percaya pun tak luput dari masalah ini. Namun meski harus mengalami masalah yang sama tetapi ada jaminan pemeliharaan dari Tuhan bagi setiap orang percaya. Jadi ada "...perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18). Daud juga menyatakan bahwa "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Ketika Israel diperintah oleh raja Ahab terjadilah kekeringan di seluruh negeri selama 3,5 tahun. Tuhan mengijinkan kekeringan terjadi sebagai akibat dari ketidaktaatan bangsa ini kepada Tuhan. Pada waktu itu dosa dan kejahatan bangsa Israel begitu parah, Ahab selaku raja tidak memberi teladan hidup yang baik, justru "...melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya." (1 Raja-Raja 16:30). Tidak hanya itu, Ahab juga mengambil Izebel, "...anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya." (1 Raja-Raja 16:31). Karena pemimpin negerinya berlaku jahat di mata Tuhan, rakyat pun dicondongkan hatinya kepada Baal. Mereka secara terang-terangan membuat mezbah bagi Baal dan menyembah kepadanya. Baal adalah sebutan bagi dewa-dewa penduduk asli tanah Kanaan. Mereka mempercayai Baal sebagai dewa kesuburan yang memiliki kuasa atas hujan, angin, dan awan.
Tuhan mengutus Elia untuk menegur dan memperingatkan Ahab. Elia pun bernubuat di hadapan Ahab bahwa tidak akan ada embun dan hujan di seluruh negeri Israel. "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan." (Yakobus 5:7). Karena doa Elia maka Tuhan menahan hujan atas Israel selama tiga tahun enam bulan, kekeringan hebat melanda seluruh negeri.
Karena ketidaktaatan dan pemberontakan terjadilah kekeringan hebat di Israel!
Monday, February 16, 2015
JALAN TUHAN: Penuh Keajaiban
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2015
Baca: Mazmur 37:1-40
"Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan." Mazmur 37:34
Tak dapat disangkal, ketika mengalami hal-hal sulit naluri kita cenderung mengeluh dan berputus asa. Namun bila kita selalu berada di jalan kudus-Nya kita pasti sanggup menghadapinya, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17). Artinya kita tidak sendirian menghadapi pergumulan hidup ini, ada Tuhan yang selalu menopang dan bahkan menggendong kita. Karena "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Ketika bangsa Israel hendak berjalan menuju Tanah Perjanjian mereka harus melewati banyak sekali tantangan. Firaun berusaha mencegah mereka pergi, pasukan tentaranya pun diperintahkan mengejar bangsa Israel. Belum lagi kesulitan-kesulitan lain yang mereka alami saat berada di padang gurun. Namun justru di tengah kesulitan-kesulitan hebat tersebut Tuhan selalu menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa Israel. Tuhan selalu punya cara menolong dan jalan-Nya penuh keajaiban, seperti lirik lagu "Ada Jalan-Nya Tuhan" yang dilantunkan Angel Pieters: "Kau slalu ajaib bagiku. Jalan-Mu tak terselami. Saat Kau yang membuka pintu, tak ada yang menutupnya. Masih ada jalan terbuka untukku. Masih ada jalan-Nya Tuhan. Masih ada jalan terbuka untukku. Kulihat kebesaran-Nya." Maka terbukti 40 tahun menempuh perjalanan di padang gurun Tuhan memelihara umat Israel, menyediakan segala keperluan, bahkan "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4). Tuhan juga melindungi mereka dari serangan-serangan musuh.
Kita pun akan mengalami dan merasakan karya-karya Tuhan yang ajaib bila kita hidup di jalan kudus-Nya Tuhan. Dia bukan hanya melihat kita dalam hal kebutuhan jasmani, tapi berkat-berkat rohani juga dicurahkan-Nya atas kita. Puncaknya, Tuhan membuktikan melalui pengorban-Nya di kayu salib, oleh-Nya kita beroleh keselamatan. Karena itu jangan sekalipun keluar dari jalan Tuhan, di segala keadaan tetaplah bertahan!
"TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" Mazmur 37:23
Baca: Mazmur 37:1-40
"Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan." Mazmur 37:34
Tak dapat disangkal, ketika mengalami hal-hal sulit naluri kita cenderung mengeluh dan berputus asa. Namun bila kita selalu berada di jalan kudus-Nya kita pasti sanggup menghadapinya, sebab "...TUHAN menopang orang-orang benar." (Mazmur 37:17). Artinya kita tidak sendirian menghadapi pergumulan hidup ini, ada Tuhan yang selalu menopang dan bahkan menggendong kita. Karena "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Ketika bangsa Israel hendak berjalan menuju Tanah Perjanjian mereka harus melewati banyak sekali tantangan. Firaun berusaha mencegah mereka pergi, pasukan tentaranya pun diperintahkan mengejar bangsa Israel. Belum lagi kesulitan-kesulitan lain yang mereka alami saat berada di padang gurun. Namun justru di tengah kesulitan-kesulitan hebat tersebut Tuhan selalu menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa Israel. Tuhan selalu punya cara menolong dan jalan-Nya penuh keajaiban, seperti lirik lagu "Ada Jalan-Nya Tuhan" yang dilantunkan Angel Pieters: "Kau slalu ajaib bagiku. Jalan-Mu tak terselami. Saat Kau yang membuka pintu, tak ada yang menutupnya. Masih ada jalan terbuka untukku. Masih ada jalan-Nya Tuhan. Masih ada jalan terbuka untukku. Kulihat kebesaran-Nya." Maka terbukti 40 tahun menempuh perjalanan di padang gurun Tuhan memelihara umat Israel, menyediakan segala keperluan, bahkan "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4). Tuhan juga melindungi mereka dari serangan-serangan musuh.
Kita pun akan mengalami dan merasakan karya-karya Tuhan yang ajaib bila kita hidup di jalan kudus-Nya Tuhan. Dia bukan hanya melihat kita dalam hal kebutuhan jasmani, tapi berkat-berkat rohani juga dicurahkan-Nya atas kita. Puncaknya, Tuhan membuktikan melalui pengorban-Nya di kayu salib, oleh-Nya kita beroleh keselamatan. Karena itu jangan sekalipun keluar dari jalan Tuhan, di segala keadaan tetaplah bertahan!
"TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" Mazmur 37:23
Sunday, February 15, 2015
JALAN TUHAN: Membawa Kemenangan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2015
Baca: Yesaya 35:1-10
"Di situ tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ," Yesaya 35:9
Banyak orang percaya seringkali mengeluh dan ragu ketika berkomitmen berjalan sepenuhnya di jalan Tuhan dan tidak lagi mengikuti arus dunia ini. Mengapa? Karena mereka terus membanding-bandingkan dengan keadaan orang yang tidak percaya atau orang fasik, yang secara kasat mata tampak mujur.
Ayub sempat mengeluh pula, "Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat? Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan mereka. Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak menimpa mereka." (Ayub 21:7-9). Bani Asaf pun dalam mazmurnya menyatakan hal yang sama, "Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:3, 13, 14). Benarkah demikian? Sia-sia dan rugikah hidup di jalan Tuhan? Apakah janji Tuhan itu hanya teori dan wacana belaka? Rasul Paulus menasihati, "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jadi, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23), sebab janji-janji Tuhan disediakan bagi semua orang percaya yang tetap berada di jalan Tuhan, artinya hidup seturut kehendak-Nya, atau hidup dalam kebenaran dan kekudusan. Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi atau menghentikan langkah kita untuk menggapai janji Tuhan tersebut, sebab di jalan Tuhan "...tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ," (Yesaya 35:9).
Asalkan kita hidup di jalan Tuhan, tidak ada sesuatu pun yang perlu ditakutkan dan kuatirkan, sebab tangan Tuhan akan menopang kita, bahkan "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Berjalan di jalan Tuhan akan mengantarkan kita kepada kehidupan yang berkemenangan!
Baca: Yesaya 35:1-10
"Di situ tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ," Yesaya 35:9
Banyak orang percaya seringkali mengeluh dan ragu ketika berkomitmen berjalan sepenuhnya di jalan Tuhan dan tidak lagi mengikuti arus dunia ini. Mengapa? Karena mereka terus membanding-bandingkan dengan keadaan orang yang tidak percaya atau orang fasik, yang secara kasat mata tampak mujur.
Ayub sempat mengeluh pula, "Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat? Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan mereka. Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak menimpa mereka." (Ayub 21:7-9). Bani Asaf pun dalam mazmurnya menyatakan hal yang sama, "Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:3, 13, 14). Benarkah demikian? Sia-sia dan rugikah hidup di jalan Tuhan? Apakah janji Tuhan itu hanya teori dan wacana belaka? Rasul Paulus menasihati, "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jadi, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23), sebab janji-janji Tuhan disediakan bagi semua orang percaya yang tetap berada di jalan Tuhan, artinya hidup seturut kehendak-Nya, atau hidup dalam kebenaran dan kekudusan. Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi atau menghentikan langkah kita untuk menggapai janji Tuhan tersebut, sebab di jalan Tuhan "...tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ," (Yesaya 35:9).
Asalkan kita hidup di jalan Tuhan, tidak ada sesuatu pun yang perlu ditakutkan dan kuatirkan, sebab tangan Tuhan akan menopang kita, bahkan "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Berjalan di jalan Tuhan akan mengantarkan kita kepada kehidupan yang berkemenangan!
Saturday, February 14, 2015
JALAN TUHAN: Sedikit Yang Menempuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2015
Baca: Yesaya 35:1-10
"Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya." Yesaya 35:8
Jalan Tuhan disebut pula dengan jalan kudus, jalan suci atau jalan yang menuju kepada keselamatan kekal. Namun sayang tidak semua orang mau menempuh jalan itu, terlebih-lebih mereka yang disebut orang yang tidak tahir dan orang pandir. Orang yang tidak tahir artinya orang yang berdosa atau orang yang hidup dalam kecemaran, sedangkan orang pandir disebut pula orang bodoh atau bebal, orang yang hidup menurut kehendak sendiri dan sulit menerima teguran. Mereka tidak mau menempuh jalan Tuhan karena mereka berpikir bahwa jalan Tuhan itu penuh dengan aturan, tidak boleh ini tidak boleh itu, tidak bebas, menyakitkan daging, ada harga yang harus dibayar, sebagaimana Tuhan Yesus katakan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24).
Berbeda jika mereka menempuh jalan sendiri, bebas dan leluasa memuaskan hasrat dan keinginan dagingnya. Mereka lupa bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Dalam Injil Matius dengan sangat jelas digambarkan bahwa Jalan Tuhan adalah pintu yang sesak dan jalan yang sempit, "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14). Banyak orang lebih memilih jalan yang lebar dan luas, "...jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Sebagai orang percaya keberadaan kita adalah orang-orang yang sudah ditahirkan dan dikuduskan, tapi bukan karena perbuatan baik kita, melainkan semata-mata karena anugerah Tuhan melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, "...dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7).
Karena kita sudah ditahirkan dan disucikan oleh darah Kristus maka kita dilayakkan dan wajib untuk berjalan di jalan kudus-Nya Tuhan!
Baca: Yesaya 35:1-10
"Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya." Yesaya 35:8
Jalan Tuhan disebut pula dengan jalan kudus, jalan suci atau jalan yang menuju kepada keselamatan kekal. Namun sayang tidak semua orang mau menempuh jalan itu, terlebih-lebih mereka yang disebut orang yang tidak tahir dan orang pandir. Orang yang tidak tahir artinya orang yang berdosa atau orang yang hidup dalam kecemaran, sedangkan orang pandir disebut pula orang bodoh atau bebal, orang yang hidup menurut kehendak sendiri dan sulit menerima teguran. Mereka tidak mau menempuh jalan Tuhan karena mereka berpikir bahwa jalan Tuhan itu penuh dengan aturan, tidak boleh ini tidak boleh itu, tidak bebas, menyakitkan daging, ada harga yang harus dibayar, sebagaimana Tuhan Yesus katakan: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24).
Berbeda jika mereka menempuh jalan sendiri, bebas dan leluasa memuaskan hasrat dan keinginan dagingnya. Mereka lupa bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Dalam Injil Matius dengan sangat jelas digambarkan bahwa Jalan Tuhan adalah pintu yang sesak dan jalan yang sempit, "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14). Banyak orang lebih memilih jalan yang lebar dan luas, "...jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Sebagai orang percaya keberadaan kita adalah orang-orang yang sudah ditahirkan dan dikuduskan, tapi bukan karena perbuatan baik kita, melainkan semata-mata karena anugerah Tuhan melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, "...dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7).
Karena kita sudah ditahirkan dan disucikan oleh darah Kristus maka kita dilayakkan dan wajib untuk berjalan di jalan kudus-Nya Tuhan!
Friday, February 13, 2015
HIDUP HARUS TERUS BERJALAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2015
Baca: 1 Raja-Raja 19:9-18
"...hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku." 1 Raja-Raja 19:10
Pada dasarnya stres tidak selalu berakibat buruk atau berdampak negatif, namun bergantung bagaimana sikap kita dalam menanggapi setiap masalah yang terjadi. Jadi ada positif dan negatifnya. Stress yang negatif atau disebut distress dapat menyebabkan seseorang menjadi lemah dan tertekan sehingga dapat menghambat kemajuannya. Namun di sisi lain stress juga memiliki sisi positifnya atau eustress, di mana stres dipandang sebagai suatu kesempatan bagi seseorang untuk segera bertindak dan mencari solusi di tengah krisis atau situasi sulit sehingga menjadikannya semakin matang dan tangguh dalam bertindak. Karena itu jangan sekali-kali lari dari masalah.
Salah satu cara mudah agar kita terhindar dari stres adalah istirahat yang cukup dan makan secara teratur. Ketika melihat Elia sedang down Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk membangunkan Elia. "Bangunlah, makanlah! Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula." (1 Raja-Raja 19:5b-6). Tuhan membiarkan Elia beristirahat sejenak untuk memulihkan kondisi fisiknya. Setelah itu barulah Tuhan memancing Elia untuk mengungkapkan hal-hal apa saja yang mengganjal hati dan menjadi bebannya selama ini. "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" (1 Raja-Raja 19:9). Dengan mengungkapkan unek-uneknya kepada Tuhan beban yang ada di hati akan menjadi semakin ringan alias plong. Selain itu perlu sekali bagi seseorang untuk menarik diri dari kesibukan sejenak untuk menenangkan diri agar mendapatkan ketenangan, sebab "Hati yang tenang menyegarkan tubuh," (Amsal 14:30).
Tuhan membangkitkan kepercayaan diri Elia, mengingatkan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Tidak perlu terus-menerus larut dalam masalah, mengasihani diri sendiri, berputus asa; life must go on, hidup harus tetap berjalan. Tuhan berkata, "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik," (1 Raja-Raja 19:15). Elia diutus Tuhan mengurapi Hazael, Yehu dan juga Elisa.
"Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." Yesaya 40:29
Baca: 1 Raja-Raja 19:9-18
"...hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku." 1 Raja-Raja 19:10
Pada dasarnya stres tidak selalu berakibat buruk atau berdampak negatif, namun bergantung bagaimana sikap kita dalam menanggapi setiap masalah yang terjadi. Jadi ada positif dan negatifnya. Stress yang negatif atau disebut distress dapat menyebabkan seseorang menjadi lemah dan tertekan sehingga dapat menghambat kemajuannya. Namun di sisi lain stress juga memiliki sisi positifnya atau eustress, di mana stres dipandang sebagai suatu kesempatan bagi seseorang untuk segera bertindak dan mencari solusi di tengah krisis atau situasi sulit sehingga menjadikannya semakin matang dan tangguh dalam bertindak. Karena itu jangan sekali-kali lari dari masalah.
Salah satu cara mudah agar kita terhindar dari stres adalah istirahat yang cukup dan makan secara teratur. Ketika melihat Elia sedang down Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk membangunkan Elia. "Bangunlah, makanlah! Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula." (1 Raja-Raja 19:5b-6). Tuhan membiarkan Elia beristirahat sejenak untuk memulihkan kondisi fisiknya. Setelah itu barulah Tuhan memancing Elia untuk mengungkapkan hal-hal apa saja yang mengganjal hati dan menjadi bebannya selama ini. "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" (1 Raja-Raja 19:9). Dengan mengungkapkan unek-uneknya kepada Tuhan beban yang ada di hati akan menjadi semakin ringan alias plong. Selain itu perlu sekali bagi seseorang untuk menarik diri dari kesibukan sejenak untuk menenangkan diri agar mendapatkan ketenangan, sebab "Hati yang tenang menyegarkan tubuh," (Amsal 14:30).
Tuhan membangkitkan kepercayaan diri Elia, mengingatkan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Tidak perlu terus-menerus larut dalam masalah, mengasihani diri sendiri, berputus asa; life must go on, hidup harus tetap berjalan. Tuhan berkata, "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik," (1 Raja-Raja 19:15). Elia diutus Tuhan mengurapi Hazael, Yehu dan juga Elisa.
"Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." Yesaya 40:29
Thursday, February 12, 2015
STRES TINGKAT TINGGI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2015
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Kemudian ia ingin mati, katanya: 'Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.'" 1 Raja-Raja 19:4b
Sering kita mendengar nasihat orang, "Jangan gampang stres, nanti kamu cepat tua lho!" Memang banyak orang merasa alergi dan takut sekali mendengar kata tua. Mengapa orang tidak suka bila dibilang sudah tua? Karena tua identik dengan kulit yang kendur dan keriput. Oleh karena itu banyak orang (khususnya wanita) berlomba-lomba untuk menggunakan berbagai macam produk kecantikan, seperti krim pengencangan kulit atau wajah, mengkonsumsi vitamin A dan C supaya mereka tidak mengalami penuaan dini.
Tak bisa dipungkiri bahwa dunia saat ini dipenuhi dengan ketegangan-ketegangan di berbagai sektor kehidupan manusia. Hal ini seringkali menjadi faktor pemicu stres yang dialami orang dengan tekanan berat. Jadi, bukan hanya di bidang politik saja orang mudah sekali mengalami ketegangan seperti yang dialami oleh para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR/MPR. Hanya karena berselisih pendapat mereka melakukan tindakan yang tidak terpuji yaitu mengjungkirbalikkan kursi dan meja saat rapat berlangsung, dan kejadian ini dilihat oleh jutaan mata di seluruh persada negeri ini. Karena stres tingkat tinggi, orang mudah sekali terpancing emosi dan meluapkan amarah. Sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita merespons setiap masalah yang terjadi dengan kemarahan atau emosi tinggi, sebaliknya kita harus menghadapinya dengan kepala dingin dan tenang sehingga kita terhindar dari stres.
Secara umum stres merupakan kelelahan berat yang disebabkan oleh masalah kehidupan; pengerahan daya tahan tubuh yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak enak atau yang mengancam; reakasi tubuh yang tidak menentu terhadap suatu tuntutan yang dihadapi. Jadi stres itu berkenaan dengan ketegangan tubuh. Keadaan seperti ini juga pernah dialami oleh Elia. Karena diancam hendak dibunuh oleh Izebel jiwanya terguncang dan mengalami stres berat sampai-sampai ia berniat ingin mati saja. Elia benar-benar mengalami kelelahan jasmani dan juga rohani.
Serahkan semua persoalan kepada Tuhan, jangan dipikul sendiri beban itu supaya kita tidak stres!
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Kemudian ia ingin mati, katanya: 'Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.'" 1 Raja-Raja 19:4b
Sering kita mendengar nasihat orang, "Jangan gampang stres, nanti kamu cepat tua lho!" Memang banyak orang merasa alergi dan takut sekali mendengar kata tua. Mengapa orang tidak suka bila dibilang sudah tua? Karena tua identik dengan kulit yang kendur dan keriput. Oleh karena itu banyak orang (khususnya wanita) berlomba-lomba untuk menggunakan berbagai macam produk kecantikan, seperti krim pengencangan kulit atau wajah, mengkonsumsi vitamin A dan C supaya mereka tidak mengalami penuaan dini.
Tak bisa dipungkiri bahwa dunia saat ini dipenuhi dengan ketegangan-ketegangan di berbagai sektor kehidupan manusia. Hal ini seringkali menjadi faktor pemicu stres yang dialami orang dengan tekanan berat. Jadi, bukan hanya di bidang politik saja orang mudah sekali mengalami ketegangan seperti yang dialami oleh para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR/MPR. Hanya karena berselisih pendapat mereka melakukan tindakan yang tidak terpuji yaitu mengjungkirbalikkan kursi dan meja saat rapat berlangsung, dan kejadian ini dilihat oleh jutaan mata di seluruh persada negeri ini. Karena stres tingkat tinggi, orang mudah sekali terpancing emosi dan meluapkan amarah. Sebagai anak-anak Tuhan tidak sepatutnya kita merespons setiap masalah yang terjadi dengan kemarahan atau emosi tinggi, sebaliknya kita harus menghadapinya dengan kepala dingin dan tenang sehingga kita terhindar dari stres.
Secara umum stres merupakan kelelahan berat yang disebabkan oleh masalah kehidupan; pengerahan daya tahan tubuh yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak enak atau yang mengancam; reakasi tubuh yang tidak menentu terhadap suatu tuntutan yang dihadapi. Jadi stres itu berkenaan dengan ketegangan tubuh. Keadaan seperti ini juga pernah dialami oleh Elia. Karena diancam hendak dibunuh oleh Izebel jiwanya terguncang dan mengalami stres berat sampai-sampai ia berniat ingin mati saja. Elia benar-benar mengalami kelelahan jasmani dan juga rohani.
Serahkan semua persoalan kepada Tuhan, jangan dipikul sendiri beban itu supaya kita tidak stres!
Wednesday, February 11, 2015
BERSERU SAAT PERLU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2015
Baca: Mazmur 44:1-27
"Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus!" Mazmur 44:24
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika dalam marabahaya, terancam, tertekan dan menemui jalan buntu akan berteriak dan berseru-seru kepada Tuhan, bahkan disertai linangan air mata dan hati hancur. Tak jarang mereka pun langsung mengeluh, berani marah dan mempersalahkan Tuhan: "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1).
Sama seperti yang dirasakan murid-murid ketika mereka berada di tengah amukan badai, mereka berpikir mengapa Tuhan Yesus sepertinya membiarkan hal itu sementara mereka berada dalam bahaya yang besar. Mereka pun berteriak, "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" (Markus 4:38b). Tuhan Yesus pun menegur mereka, "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" (Matius 8:26). Saat dalam masalah berat biasanya cepat sekali kita lupa dengan kebesaran dan kuasa Tuhan, yang diingat-ingat hanyalah besarnya masalah, padahal Dia adalah "...Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN, dan kesetiaan-Mu ada di sekeliling-Mu. Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang meredakannya." (Mazmur 89:9-10). Kita menjadi panik, sangat ketakutan dan iman percaya kita yang tampak berkobar-kobar pada waktu ibadah di hari Minggu sepertinya hilang begitu saja dilibas oleh besarnya masalah. Terkadang badai dan gelombang diijinkan Tuhan terjadi untuk menguji kualitas iman percaya kita. Akhirnya Tuhan bertindak menolong murid-murid-Nya yang ketakutan di tengah danau sebagai bukti Ia sangat mengasihi dan peduli. Pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat, "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut dan kuatir karena kita mempunyai Tuhan yang dahsyat dan ajaib segala perbuatan-Nya. Jangan hanya saat perlu saja kita mencari Tuhan! Begitu persoalan beres kita pun bergegas meninggalkan Dia seperti yang diperbuat oleh sembilan orang yang sakit kusta (baca Lukas 17:17).
Kapan Saudara mencari Tuhan? Saat sedang membutuhkan atau karena kerinduan?
Baca: Mazmur 44:1-27
"Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus!" Mazmur 44:24
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika dalam marabahaya, terancam, tertekan dan menemui jalan buntu akan berteriak dan berseru-seru kepada Tuhan, bahkan disertai linangan air mata dan hati hancur. Tak jarang mereka pun langsung mengeluh, berani marah dan mempersalahkan Tuhan: "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1).
Sama seperti yang dirasakan murid-murid ketika mereka berada di tengah amukan badai, mereka berpikir mengapa Tuhan Yesus sepertinya membiarkan hal itu sementara mereka berada dalam bahaya yang besar. Mereka pun berteriak, "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" (Markus 4:38b). Tuhan Yesus pun menegur mereka, "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" (Matius 8:26). Saat dalam masalah berat biasanya cepat sekali kita lupa dengan kebesaran dan kuasa Tuhan, yang diingat-ingat hanyalah besarnya masalah, padahal Dia adalah "...Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN, dan kesetiaan-Mu ada di sekeliling-Mu. Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang meredakannya." (Mazmur 89:9-10). Kita menjadi panik, sangat ketakutan dan iman percaya kita yang tampak berkobar-kobar pada waktu ibadah di hari Minggu sepertinya hilang begitu saja dilibas oleh besarnya masalah. Terkadang badai dan gelombang diijinkan Tuhan terjadi untuk menguji kualitas iman percaya kita. Akhirnya Tuhan bertindak menolong murid-murid-Nya yang ketakutan di tengah danau sebagai bukti Ia sangat mengasihi dan peduli. Pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat, "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut dan kuatir karena kita mempunyai Tuhan yang dahsyat dan ajaib segala perbuatan-Nya. Jangan hanya saat perlu saja kita mencari Tuhan! Begitu persoalan beres kita pun bergegas meninggalkan Dia seperti yang diperbuat oleh sembilan orang yang sakit kusta (baca Lukas 17:17).
Kapan Saudara mencari Tuhan? Saat sedang membutuhkan atau karena kerinduan?
Tuesday, February 10, 2015
BADAI: Melatih Kepekaan Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2015
Baca: Mazmur 29:1-11
"Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar." Mazmur 29:3
Ketika berada di dalam badai, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mencari tahu siapa dan apa penyebabnya. Maka dibutuhkan sebuah kepekaan rohani.
Bila badai terjadi karena kesalahan dan kelalaian sendiri, segeralah intropeksi diri. Ketika ditegur Natan perihal perselingkuhannya dengan Batsyeba, yang mengakibatkan anak yang dilahirkan mati, segeralah Daud berdoa, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Inilah yang disebut kepekaan reaktif. Tuhan merupakan sumber kasih yang tidak pernah habis. Asal kita datang kepada-Nya dengan hati hancur dan mengakui dengan jujur segala dosa dan kesalahan, Tuhan pasti mengampuni. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19).
Bila badai terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, tidak ada jalan lain selain harus makin melekat kepada Tuhan dan menguatkan iman percaya kita kepada-Nya. Lawanlah Iblis dengan iman yang teguh, maka "...Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu," (1 Petrus 5:10). Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri!
Sebagai mantan nelayan seharusnya beberapa murid Tuhan tahu harus berbuat apa ketika dihantam ombak karena mereka punya pengalaman. Ternyata pengalaman dan kepintaran manusia tak sanggup menolong. Betapa sering kita mengabaikan Tuhan dan memilih mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri, atau kita bersandar kepada manusia yang kita anggap sanggup menolong kita. Hasilnya? Banyak kali kita harus menelan pil kekecewaan. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Badai diijinkan terjadi supaya kita peka dan berubah sehingga tidak lagi menganggap diri sendiri hebat dan kuat!
Baca: Mazmur 29:1-11
"Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar." Mazmur 29:3
Ketika berada di dalam badai, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mencari tahu siapa dan apa penyebabnya. Maka dibutuhkan sebuah kepekaan rohani.
Bila badai terjadi karena kesalahan dan kelalaian sendiri, segeralah intropeksi diri. Ketika ditegur Natan perihal perselingkuhannya dengan Batsyeba, yang mengakibatkan anak yang dilahirkan mati, segeralah Daud berdoa, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Inilah yang disebut kepekaan reaktif. Tuhan merupakan sumber kasih yang tidak pernah habis. Asal kita datang kepada-Nya dengan hati hancur dan mengakui dengan jujur segala dosa dan kesalahan, Tuhan pasti mengampuni. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19).
Bila badai terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, tidak ada jalan lain selain harus makin melekat kepada Tuhan dan menguatkan iman percaya kita kepada-Nya. Lawanlah Iblis dengan iman yang teguh, maka "...Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu," (1 Petrus 5:10). Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri!
Sebagai mantan nelayan seharusnya beberapa murid Tuhan tahu harus berbuat apa ketika dihantam ombak karena mereka punya pengalaman. Ternyata pengalaman dan kepintaran manusia tak sanggup menolong. Betapa sering kita mengabaikan Tuhan dan memilih mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri, atau kita bersandar kepada manusia yang kita anggap sanggup menolong kita. Hasilnya? Banyak kali kita harus menelan pil kekecewaan. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Badai diijinkan terjadi supaya kita peka dan berubah sehingga tidak lagi menganggap diri sendiri hebat dan kuat!
Monday, February 9, 2015
TUHAN SANGGUP MEREDAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2015
Baca: Markus 4:35-41
"Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali." Markus 4:39
Danau Galilea adalah tipikal danau yang mudah sekali diterjang oleh angin dan badai yang kencang, yang melalui sela-sela perbukitan yang mengelilingi danau itu. Seharusnya fenomena alam ini tidak mengejutkan bagi beberapa murid Tuhan Yesus yang adalah mantan nelayan. Meski demikian mereka tetap saja dalam kepanikan. Begitu juga kita, selama kaki ini masih memijak bumi kita pun tidak akan luput dari terpaan berbagai badai kehidupan. Pertanyaan timbul: Apa bedanya kita sebagai orang percaya dan orang yang tidak percaya apabila masalah dan penderitaan itu juga datang menerpa hidup kita? Jawabnya: Jelas saja ada perbedaan yang nyata!
Orang percaya yang diterpa oleh badai persoalan tidak menghadapinya sendirian, sebab Tuhan ada bersama mereka dan selalu beserta. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Alkitab juga menegaskan: "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Sebaliknya ketika orang-orang dunia mengalami amukan badai, mereka tidak beroleh jaminan pertolongan dan perlindungan dari Tuhan, sehingga cepat atau lambat mereka akan tenggelam di dalam badai tersebut. "Kemalangan akan mematikan orang fasik," (Mazmur 34:22).
Perjalanan hidup kita ini digambarkan seperti sebuah perahu yang tengah berlayar di lautan lepas, yang tidak bisa menjanjikan pelayaran mulus tanpa terpaan ombak, badai dan amukan gelombang, sebab semuanya itu bisa datang sewaktu-waktu dan menimpa siapa saja termasuk orang percaya sekalipun. Asal kita selalu mengundang Tuhan Yesus masuk ke dalam perahu kita maka tidak ada yang perlu dikuatirkan. Kita pasti sanggup melewati semuanya dan mampu berkata: "Ku 'kan berdiri di tengah badai, dengan kekuatan yang Kauberikan, sampai kapan pun ku 'kan bertahan, karena Yesus selalu menopang hidupku." (lirik lagu rohani "Engkaulah Perisaiku" karya Bobby Febian).
Tidak ada badai sebesar apa pun yang tak sanggup diredakan oleh Tuhan Yesus!
Baca: Markus 4:35-41
"Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali." Markus 4:39
Danau Galilea adalah tipikal danau yang mudah sekali diterjang oleh angin dan badai yang kencang, yang melalui sela-sela perbukitan yang mengelilingi danau itu. Seharusnya fenomena alam ini tidak mengejutkan bagi beberapa murid Tuhan Yesus yang adalah mantan nelayan. Meski demikian mereka tetap saja dalam kepanikan. Begitu juga kita, selama kaki ini masih memijak bumi kita pun tidak akan luput dari terpaan berbagai badai kehidupan. Pertanyaan timbul: Apa bedanya kita sebagai orang percaya dan orang yang tidak percaya apabila masalah dan penderitaan itu juga datang menerpa hidup kita? Jawabnya: Jelas saja ada perbedaan yang nyata!
Orang percaya yang diterpa oleh badai persoalan tidak menghadapinya sendirian, sebab Tuhan ada bersama mereka dan selalu beserta. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Alkitab juga menegaskan: "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Sebaliknya ketika orang-orang dunia mengalami amukan badai, mereka tidak beroleh jaminan pertolongan dan perlindungan dari Tuhan, sehingga cepat atau lambat mereka akan tenggelam di dalam badai tersebut. "Kemalangan akan mematikan orang fasik," (Mazmur 34:22).
Perjalanan hidup kita ini digambarkan seperti sebuah perahu yang tengah berlayar di lautan lepas, yang tidak bisa menjanjikan pelayaran mulus tanpa terpaan ombak, badai dan amukan gelombang, sebab semuanya itu bisa datang sewaktu-waktu dan menimpa siapa saja termasuk orang percaya sekalipun. Asal kita selalu mengundang Tuhan Yesus masuk ke dalam perahu kita maka tidak ada yang perlu dikuatirkan. Kita pasti sanggup melewati semuanya dan mampu berkata: "Ku 'kan berdiri di tengah badai, dengan kekuatan yang Kauberikan, sampai kapan pun ku 'kan bertahan, karena Yesus selalu menopang hidupku." (lirik lagu rohani "Engkaulah Perisaiku" karya Bobby Febian).
Tidak ada badai sebesar apa pun yang tak sanggup diredakan oleh Tuhan Yesus!
Sunday, February 8, 2015
DITERJANG BADAI KEHIDUPAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2015
Baca: Matius 8:23-27
"Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur." Matius 8:24
Mungkin kita tidak pernah mengalami terpaan badai dan ganasnya gelombang di lautan dalam arti yang sesungguhnya karena kita memang tidak pernah melakukan perjalanan jauh melalui jalur laut, karena umumnya kapal laut membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa berhari-hari untuk bisa sampai ke tujuan. Karena itu banyak orang lebih suka menempuh perjalanan jauh melalui jalur udara demi efesiensi waktu dan kenyamanan meski harus mengeluarkan biaya mahal.
Namun tak seorang pun dapat mengelak dan menghindarkan diri dari 'badai dan gelombang' kehidupan yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan menghantam 'perahu kehidupan' kita. Contoh nyata adalah badai perekonomian atau krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 lalu, krisis berkepanjangan menerjang segala sektor kehidupan yang akhirnya membawa dampak luar biasa bagi kelangsungan hidup semua orang. Ketika badai dan gelombang dahsyat menyerang, yang terlontar dari mulut kita umumnya adalah perkataan-perkataan negatif bercampur dengan takut, kuatir, kecewa. Tak jarang kita memprotes Tuhan, "Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi? Mengapa Tuhan tidak segera bertindak untuk menolong? Di manakah janji pemeliharaan Tuhan?" Pertanyaan yang sama yang bernada kecewa, kesal, menggerutu, mengomel pun terlontar dari mulut murid-murid, sebab Tuhan Yesuslah yang mengajak mereka untuk bertolak ke seberang. "Marilah kita bertolak ke seberang." (Markus 4:35).
Selain Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya turut serta pula orang-orang yang mengikut Dia dengan perahu mereka masing-masing. Namun apa yang selanjutnya terjadi? "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu," (ayat nas). Hal itu menunjukkan bahwa keikutsertaan Tuhan Yesus di dalam perahu tidak dengan serta merta membuat perjalanan yang mereka tempuh terbebas dari terpaan badai dan gelombang. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Mengikut Tuhan bukan berarti pasti terbebas dari masalah, sebab Tuhan tidak pernah menjanjikan demikian, namun yang pasti Tuhan selalu ada untuk kita.
Baca: Matius 8:23-27
"Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur." Matius 8:24
Mungkin kita tidak pernah mengalami terpaan badai dan ganasnya gelombang di lautan dalam arti yang sesungguhnya karena kita memang tidak pernah melakukan perjalanan jauh melalui jalur laut, karena umumnya kapal laut membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa berhari-hari untuk bisa sampai ke tujuan. Karena itu banyak orang lebih suka menempuh perjalanan jauh melalui jalur udara demi efesiensi waktu dan kenyamanan meski harus mengeluarkan biaya mahal.
Namun tak seorang pun dapat mengelak dan menghindarkan diri dari 'badai dan gelombang' kehidupan yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan menghantam 'perahu kehidupan' kita. Contoh nyata adalah badai perekonomian atau krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 lalu, krisis berkepanjangan menerjang segala sektor kehidupan yang akhirnya membawa dampak luar biasa bagi kelangsungan hidup semua orang. Ketika badai dan gelombang dahsyat menyerang, yang terlontar dari mulut kita umumnya adalah perkataan-perkataan negatif bercampur dengan takut, kuatir, kecewa. Tak jarang kita memprotes Tuhan, "Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi? Mengapa Tuhan tidak segera bertindak untuk menolong? Di manakah janji pemeliharaan Tuhan?" Pertanyaan yang sama yang bernada kecewa, kesal, menggerutu, mengomel pun terlontar dari mulut murid-murid, sebab Tuhan Yesuslah yang mengajak mereka untuk bertolak ke seberang. "Marilah kita bertolak ke seberang." (Markus 4:35).
Selain Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya turut serta pula orang-orang yang mengikut Dia dengan perahu mereka masing-masing. Namun apa yang selanjutnya terjadi? "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu," (ayat nas). Hal itu menunjukkan bahwa keikutsertaan Tuhan Yesus di dalam perahu tidak dengan serta merta membuat perjalanan yang mereka tempuh terbebas dari terpaan badai dan gelombang. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Mengikut Tuhan bukan berarti pasti terbebas dari masalah, sebab Tuhan tidak pernah menjanjikan demikian, namun yang pasti Tuhan selalu ada untuk kita.
Saturday, February 7, 2015
KEKUATIRAN: Bukti Ketidakpercayaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Februari 2015
Baca: Mazmur 112:1-10
"Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN." Mazmur 112:7
Semua orang pasti punya rasa kuatir karena kuatir adalah hal yang manusiawi, tapi jika setiap saat dan setiap waktu kita terus hidup dalam kekuatiran itu sama artinya kita tidak mempercayai Tuhan sepenuhnya; kita meragukan kuasa Tuhan dan bimbang terhadap semua janji-janji Tuhan. "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Orang yang kuatir membuktikan bahwa ia tidak menyadari kasih dan pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya, padahal "...TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Firman-Nya juga mengatakan, "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
Jika kita menyadari akan kasih dan pemeliharaan Tuhan kita dapat berkata seperti rasul Paulus katakan, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:35, 37).
Mulai hari ini ambil tindakan tegas untuk membuang semua kekuatiran yang selama ini terus membelenggu hidup kita. Norman Vincent Peale, motivator, menyatakan bahwa ketika seseorang kuatir sama artinya ia telah membuang-buang energi mental secara bodoh, sebab kira-kira sembilan puluh dua persen dari kekuatiran tidak pernah terjadi. Sayang bukan? Cara untuk berhenti dari rasa kuatir adalah banyak berdoa dan belajarlah untuk senantiasa bersyukur di segala keadaan. Dengan bersyukur maka arah pandangan kita tertuju kepada janji Tuhan dan kebesaran kuasa Tuhan. Tidak berarti hal itu akan mengubah situasi, melainkan respons kita terhadap masalah yang akan berubah.
Miliki keyakinan seperti rasul Paulus, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Baca: Mazmur 112:1-10
"Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN." Mazmur 112:7
Semua orang pasti punya rasa kuatir karena kuatir adalah hal yang manusiawi, tapi jika setiap saat dan setiap waktu kita terus hidup dalam kekuatiran itu sama artinya kita tidak mempercayai Tuhan sepenuhnya; kita meragukan kuasa Tuhan dan bimbang terhadap semua janji-janji Tuhan. "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Orang yang kuatir membuktikan bahwa ia tidak menyadari kasih dan pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya, padahal "...TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Firman-Nya juga mengatakan, "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
Jika kita menyadari akan kasih dan pemeliharaan Tuhan kita dapat berkata seperti rasul Paulus katakan, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:35, 37).
Mulai hari ini ambil tindakan tegas untuk membuang semua kekuatiran yang selama ini terus membelenggu hidup kita. Norman Vincent Peale, motivator, menyatakan bahwa ketika seseorang kuatir sama artinya ia telah membuang-buang energi mental secara bodoh, sebab kira-kira sembilan puluh dua persen dari kekuatiran tidak pernah terjadi. Sayang bukan? Cara untuk berhenti dari rasa kuatir adalah banyak berdoa dan belajarlah untuk senantiasa bersyukur di segala keadaan. Dengan bersyukur maka arah pandangan kita tertuju kepada janji Tuhan dan kebesaran kuasa Tuhan. Tidak berarti hal itu akan mengubah situasi, melainkan respons kita terhadap masalah yang akan berubah.
Miliki keyakinan seperti rasul Paulus, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Friday, February 6, 2015
TERBEBAS DARI RASA KUATIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2015
Baca: Mazmur 55:1-24
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!" Mazmur 55:23a
Pada dasarnya kekuatiran bukanlah suatu keadaan, melainkan sebuah keputusan atau pilihan hidup. Ketika mengalami masalah yang ringan dan tidak terlalu rumit saja kita cenderung kuatir. Tetapi ada orang yang meskipun dihadapkan pada masalah sangat berat dan pelik memilih tidak kuatir dan tetap tenang, sebab ia tahu dalam kekuatiran seseorang "...tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman;...tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:26), sebaliknya dalam "...tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15) dan "Hati yang tenang menyegarkan tubuh," (Amsal 14:30).
Supaya terbebas dari rasa kuatir kita harus selalu menjaga hati dan pikiran, sebab apa yang ada di dalam hati dan pikiran menentukan sikap, perkataan dan tindakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita pun harus menjaga 'mata' kita, karena apa yang kita lihat seringkali mempengaruhi hati dan pikiran kita. "Mata adalah pelita tubuh. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Jika mata kita hanya tertuju pada situasi dan keadaan yang ada, kita akan menjadi lemah dan semakin kuatir, tapi bila mata kita tetap tertuju kepada Tuhan Yesus, maka Dia "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2).
Langkah selanjutnya: menyediakan waktu membaca dan merenungkan firman Tuhan. Bila kita lakukan itu siang dan malam, hal-hal positif akan memenuhi pikiran kita, yaitu "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan" (Filipi 4:8), sehingga kekuatiran dan hal-hal negatif lainnya tidak akan punya tempat lagi di dalam hati dan pikiran kita.
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Baca: Mazmur 55:1-24
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!" Mazmur 55:23a
Pada dasarnya kekuatiran bukanlah suatu keadaan, melainkan sebuah keputusan atau pilihan hidup. Ketika mengalami masalah yang ringan dan tidak terlalu rumit saja kita cenderung kuatir. Tetapi ada orang yang meskipun dihadapkan pada masalah sangat berat dan pelik memilih tidak kuatir dan tetap tenang, sebab ia tahu dalam kekuatiran seseorang "...tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman;...tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:26), sebaliknya dalam "...tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15) dan "Hati yang tenang menyegarkan tubuh," (Amsal 14:30).
Supaya terbebas dari rasa kuatir kita harus selalu menjaga hati dan pikiran, sebab apa yang ada di dalam hati dan pikiran menentukan sikap, perkataan dan tindakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita pun harus menjaga 'mata' kita, karena apa yang kita lihat seringkali mempengaruhi hati dan pikiran kita. "Mata adalah pelita tubuh. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Jika mata kita hanya tertuju pada situasi dan keadaan yang ada, kita akan menjadi lemah dan semakin kuatir, tapi bila mata kita tetap tertuju kepada Tuhan Yesus, maka Dia "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2).
Langkah selanjutnya: menyediakan waktu membaca dan merenungkan firman Tuhan. Bila kita lakukan itu siang dan malam, hal-hal positif akan memenuhi pikiran kita, yaitu "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan" (Filipi 4:8), sehingga kekuatiran dan hal-hal negatif lainnya tidak akan punya tempat lagi di dalam hati dan pikiran kita.
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Thursday, February 5, 2015
KEKUATIRAN: Tidak Mendatangkan Kebaikan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2015
Baca: Amsal 12:1-28
"Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia." Amsal 12:25
Dr. Edward Podolsky, seorang dosen dan penulis buku terkenal, dalam bukunya yang berjudul 'Stop Worrying and Get Well' menulis bahwa kekuatiran yang dipelihara secara terus-menerus dapat menyebabkan seseorang menderita sakit, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan migran. Dengan kata lain, bila hati dan pikiran terus dipenuhi oleh kekuatiran, tubuh jasmani secara otomatis terkena efeknya. Ketika kita kuatir tubuh ini serasa membawa beban yang begitu berat sehingga organ-organ tubuh kita tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di sini dapat disimpulkan bahwa kekuatiran lebih banyak berdampak negatif daripada positif karena dapat menganggu kesehatan. Karena itu jangan sekali-kali menganggap remeh kekuatiran, karena cepat atau lambat bisa menghancurkan hidup kita, memporak-porandakan semua harapan kita, serta menghentikan langkah kita untuk meraih berkat Tuhan.
Leo Buscaglia, motivator terkenal dari Amerika, juga berkata, "Kekuatiran tak akan melenyapkan kesedihan esok, tetapi akan menghilangkan kegembiraan hari ini." Pada dasarnya kekuatiran itu berkaitan erat dengan ketakutan dan kecemasan. Orang dikatakan kuatir ketika berada dalam keadaan takut, cemas, gelisah dan tidak tenang, yang ditimbulkan oleh situasi yang bermasalah, baik itu yang dibayangkan, diangan-angankan maupun yang tampak secara nyata. Kekuatiran juga bisa didefinisikan sebagai perasaan takut akan hari esok atau masa depan. Jadi, sesungguhnya kekuatiran adalah perasaan gelisah terhadap sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Kita sebenarnya tahu bahwa kekuatiran itu tidak baik dan tidak mendatangkan keuntungan apa-apa, bahwa firman Tuhan tak pernah henti mengingatkan kita agar tidak kuatir (baca Matius 6:25-34), namun dalam prakteknya kita seringkali memilih untuk kuatir dan terus hidup dalam kekuatiran. Akibatnya pikiran kita hanya terfokus pada masalah dan kesulitan. Waktu dan energi kita pun terkuras sia-sia memikirkan masalah, sehingga masalah akan tampak besar seperti Goliat yang serasa sulit untuk dikalahkan.
"...yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." Ayub 3:25
Baca: Amsal 12:1-28
"Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia." Amsal 12:25
Dr. Edward Podolsky, seorang dosen dan penulis buku terkenal, dalam bukunya yang berjudul 'Stop Worrying and Get Well' menulis bahwa kekuatiran yang dipelihara secara terus-menerus dapat menyebabkan seseorang menderita sakit, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan migran. Dengan kata lain, bila hati dan pikiran terus dipenuhi oleh kekuatiran, tubuh jasmani secara otomatis terkena efeknya. Ketika kita kuatir tubuh ini serasa membawa beban yang begitu berat sehingga organ-organ tubuh kita tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di sini dapat disimpulkan bahwa kekuatiran lebih banyak berdampak negatif daripada positif karena dapat menganggu kesehatan. Karena itu jangan sekali-kali menganggap remeh kekuatiran, karena cepat atau lambat bisa menghancurkan hidup kita, memporak-porandakan semua harapan kita, serta menghentikan langkah kita untuk meraih berkat Tuhan.
Leo Buscaglia, motivator terkenal dari Amerika, juga berkata, "Kekuatiran tak akan melenyapkan kesedihan esok, tetapi akan menghilangkan kegembiraan hari ini." Pada dasarnya kekuatiran itu berkaitan erat dengan ketakutan dan kecemasan. Orang dikatakan kuatir ketika berada dalam keadaan takut, cemas, gelisah dan tidak tenang, yang ditimbulkan oleh situasi yang bermasalah, baik itu yang dibayangkan, diangan-angankan maupun yang tampak secara nyata. Kekuatiran juga bisa didefinisikan sebagai perasaan takut akan hari esok atau masa depan. Jadi, sesungguhnya kekuatiran adalah perasaan gelisah terhadap sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Kita sebenarnya tahu bahwa kekuatiran itu tidak baik dan tidak mendatangkan keuntungan apa-apa, bahwa firman Tuhan tak pernah henti mengingatkan kita agar tidak kuatir (baca Matius 6:25-34), namun dalam prakteknya kita seringkali memilih untuk kuatir dan terus hidup dalam kekuatiran. Akibatnya pikiran kita hanya terfokus pada masalah dan kesulitan. Waktu dan energi kita pun terkuras sia-sia memikirkan masalah, sehingga masalah akan tampak besar seperti Goliat yang serasa sulit untuk dikalahkan.
"...yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." Ayub 3:25
Wednesday, February 4, 2015
LETIH, LESU DAN TAK BERDAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2015
Baca: Matius 11:25-30
"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Matius 11:28
Apakah saat ini Saudara merasa letih, lesu dan tak berdaya karena beratnya beban permasalahan yang harus Saudara tanggung dalam hidup ini? Mulai dari bangun pagi sampai hendak tidur malam banyak perkara yang kita pergumulkan dan keluhkan, mulai dari masalah keuangan keluarga yang pas-pasan, usaha yang seret dan sedang berada di ujung tanduk, beban pekerjaan, dan suasana kerja yang tidak kondusif, kesehatan yang terganggu karena sakit-penyakit yang lama belum kunjung sembuh, belum lagi anak-anak di rumah yang susah diatur dan studinya yang kian terseok-seok.
Dalam hal pelayanan pun kita merasa bahwa pelayanan yang kita lakukan selama ini serasa sia-sia, tidak ada kemajuan, jalan di tempat dan kita pun berniat untuk mundur karena tidak tahan dengan tekanan dari berbagai pihak. Akhirnya kekuatiran dan kecemasan terus saja membayangi langkah kaki kita yang kian gontai. Abraham L. Feinberg, seorang rohanian Amerika, menulis tentang sepuluh kiat untuk menikmati kebahagiaan hidup. Salah satu dari sepuluh kiat itu adalah: "Berhentilah kuatir. Rasa kuatir akan membinasakan hidupmu." Alkitab juga menegaskan bahwa kekuatiran itu sama sekali tidak mendatangkan kebaikan bagi seseorang, sebab "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25), dan "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27).
Mengapa Saudara harus memikul beban itu sendirian? Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Karena itu kuatkan diri dan tetaplah percaya kepada Tuhan Yesus! Keadaan dunia ini boleh saja berubah, tetapi kita punya Tuhan yang tidak pernah berubah: kuasa, kasih, kemurahan dan kebaikan-Nya "...tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Tuhan Yesus tetaplah sebagai jalan dan kebenaran dan hidup bagi orang percaya.
"Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4b
Baca: Matius 11:25-30
"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Matius 11:28
Apakah saat ini Saudara merasa letih, lesu dan tak berdaya karena beratnya beban permasalahan yang harus Saudara tanggung dalam hidup ini? Mulai dari bangun pagi sampai hendak tidur malam banyak perkara yang kita pergumulkan dan keluhkan, mulai dari masalah keuangan keluarga yang pas-pasan, usaha yang seret dan sedang berada di ujung tanduk, beban pekerjaan, dan suasana kerja yang tidak kondusif, kesehatan yang terganggu karena sakit-penyakit yang lama belum kunjung sembuh, belum lagi anak-anak di rumah yang susah diatur dan studinya yang kian terseok-seok.
Dalam hal pelayanan pun kita merasa bahwa pelayanan yang kita lakukan selama ini serasa sia-sia, tidak ada kemajuan, jalan di tempat dan kita pun berniat untuk mundur karena tidak tahan dengan tekanan dari berbagai pihak. Akhirnya kekuatiran dan kecemasan terus saja membayangi langkah kaki kita yang kian gontai. Abraham L. Feinberg, seorang rohanian Amerika, menulis tentang sepuluh kiat untuk menikmati kebahagiaan hidup. Salah satu dari sepuluh kiat itu adalah: "Berhentilah kuatir. Rasa kuatir akan membinasakan hidupmu." Alkitab juga menegaskan bahwa kekuatiran itu sama sekali tidak mendatangkan kebaikan bagi seseorang, sebab "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25), dan "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27).
Mengapa Saudara harus memikul beban itu sendirian? Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Karena itu kuatkan diri dan tetaplah percaya kepada Tuhan Yesus! Keadaan dunia ini boleh saja berubah, tetapi kita punya Tuhan yang tidak pernah berubah: kuasa, kasih, kemurahan dan kebaikan-Nya "...tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Tuhan Yesus tetaplah sebagai jalan dan kebenaran dan hidup bagi orang percaya.
"Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4b
Tuesday, February 3, 2015
PAULUS: Menderita Karena Injil
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2015
Baca: 2 Korintus 11:23-33
"Apakah mereka pelayan Kristus? Aku berkata seperti orang gila - aku lebih lagi!" 2 Korintus 11:23
Setelah menjadi rasul, apakah hidup Paulus menjadi mudah dan bebas masalah? Tidak; justru ujian, tantangan, aniaya, ancaman dan penderitaan datang silih berganti. Kecewa, putus asa, menyerahkah ia dalam mengerjakan panggilan Tuhan? Tidak. Sebaliknya ia terus melangkah dan berlari mengerjakan panggilan Tuhan dengan penuh komitmen.
Apa itu komitmen? Secara umum berarti kerelaan melakukan apa pun dan berkorban apa saja untuk sesuatu yang diyakini; komitmen juga diartikan suatu janji terhadap diri sendiri atau orang lain yang tercermin dalam tindakan nyata; komitmen berarti pula berpegang teguh dan fokus pada keputusan yang diambil tanpa mempertanyakan apa-apa lagi, dalam keadaan atau situasi yang bagaimana pun. Komitmen inilah yang mendorong seseorang melakukan segala sesuatu dengan passion, semangat dan totalitas, sehingga Paulus dapat berkata, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Komitmen itu mudah diucapkan tapi sukar dijalankan, namun Paulus membuktikan komitmennya dengan tindakan nyata!
Inilah kesaksian Paulus, "Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian," (2 Korintus 11:23-27). Namun melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan bagi Kristus..
Penderitaan tak mampu menghalangi Paulus mengerjakan panggilan Tuhan dengan penuh komitmen!
Baca: 2 Korintus 11:23-33
"Apakah mereka pelayan Kristus? Aku berkata seperti orang gila - aku lebih lagi!" 2 Korintus 11:23
Setelah menjadi rasul, apakah hidup Paulus menjadi mudah dan bebas masalah? Tidak; justru ujian, tantangan, aniaya, ancaman dan penderitaan datang silih berganti. Kecewa, putus asa, menyerahkah ia dalam mengerjakan panggilan Tuhan? Tidak. Sebaliknya ia terus melangkah dan berlari mengerjakan panggilan Tuhan dengan penuh komitmen.
Apa itu komitmen? Secara umum berarti kerelaan melakukan apa pun dan berkorban apa saja untuk sesuatu yang diyakini; komitmen juga diartikan suatu janji terhadap diri sendiri atau orang lain yang tercermin dalam tindakan nyata; komitmen berarti pula berpegang teguh dan fokus pada keputusan yang diambil tanpa mempertanyakan apa-apa lagi, dalam keadaan atau situasi yang bagaimana pun. Komitmen inilah yang mendorong seseorang melakukan segala sesuatu dengan passion, semangat dan totalitas, sehingga Paulus dapat berkata, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Komitmen itu mudah diucapkan tapi sukar dijalankan, namun Paulus membuktikan komitmennya dengan tindakan nyata!
Inilah kesaksian Paulus, "Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian," (2 Korintus 11:23-27). Namun melalui pelayanannya banyak jiwa dimenangkan bagi Kristus..
Penderitaan tak mampu menghalangi Paulus mengerjakan panggilan Tuhan dengan penuh komitmen!
Monday, February 2, 2015
Paulus: Merespons Panggilan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2015
Baca: Kisah 22:1-22
"Sebab engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar." Kisah 22:15
Ketika melihat orang lain yang memiliki latar belakang hidup sangat kelam dan jahat seringkali kita langsung berpikiran negatif terhadapnya dan beranggapan bahwa orang tersebut mustahil bisa berubah menjadi orang baik. Terkadang kita pun berharap agar orang tersebut segera mendapatkan balasan yang setimpal sebagai akibat dari kejahatan yang telah dilakukan. Itu menurut penilaian dan keinginan manusia!
Dari pengalaman hidup Paulus ini kita bisa belajar satu hal, bahwa jika Tuhan memiliki rencana atas hidup seseorang tiada satu pun rencana-Nya yang gagal. Paulus, orang yang jahat, karena "...telah menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara." (Kisah 22:4), kini telah 'ditangkap' sendiri oleh Tuhan dan hidupnya pun berubah 180 derajat. Tuhan itu "...baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia..." (Mazmur 86:5). Bahkan firman-Nya menegaskan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Rasul Petrus pun menulis, "...sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Paulus pada akhirnya dapat berkata, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8). Ini adalah bukti pertobatan yang sungguh yaitu meninggalkan kehidupan lama, kemudian merespons panggilan Tuhan. Tuhan bukan hanya memanggil Paulus untuk memberitakan Injil tapi juga untuk menderita bagi Kristus. "Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." (Kisah 9:16).
Ada rencana yang indah di balik panggilan Tuhan terhadap diri Paulus!
Baca: Kisah 22:1-22
"Sebab engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar." Kisah 22:15
Ketika melihat orang lain yang memiliki latar belakang hidup sangat kelam dan jahat seringkali kita langsung berpikiran negatif terhadapnya dan beranggapan bahwa orang tersebut mustahil bisa berubah menjadi orang baik. Terkadang kita pun berharap agar orang tersebut segera mendapatkan balasan yang setimpal sebagai akibat dari kejahatan yang telah dilakukan. Itu menurut penilaian dan keinginan manusia!
Dari pengalaman hidup Paulus ini kita bisa belajar satu hal, bahwa jika Tuhan memiliki rencana atas hidup seseorang tiada satu pun rencana-Nya yang gagal. Paulus, orang yang jahat, karena "...telah menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara." (Kisah 22:4), kini telah 'ditangkap' sendiri oleh Tuhan dan hidupnya pun berubah 180 derajat. Tuhan itu "...baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia..." (Mazmur 86:5). Bahkan firman-Nya menegaskan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Rasul Petrus pun menulis, "...sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Paulus pada akhirnya dapat berkata, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8). Ini adalah bukti pertobatan yang sungguh yaitu meninggalkan kehidupan lama, kemudian merespons panggilan Tuhan. Tuhan bukan hanya memanggil Paulus untuk memberitakan Injil tapi juga untuk menderita bagi Kristus. "Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." (Kisah 9:16).
Ada rencana yang indah di balik panggilan Tuhan terhadap diri Paulus!
Sunday, February 1, 2015
PAULUS: Hidup Yang Diubahkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Februari 2015
Baca: Kisah 9:1-9a
"Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan." Kisah 9:1
Kisah perjalanan hidup rasul Paulus adalah sangat menarik untuk kita pelajari. Rasul Paulus adalah seorang tokoh besar dalam kitab Perjanjian Baru. Dari 27 kitab dalam Perjanjian Baru Paulus menulis kurang lebih separuhnya.
Paulus, yang awalnya bernama Saulus, berasal dari Tarsus. Pada usia muda Paulus hidup sebagai seorang Farisi di bawah didikan Gamaliel, "...seorang ahli Taurat yang sangat dihormati seluruh orang banyak," (Kisah 5:34). Sebelum dipakai Tuhan untuk menjadi rasul-Nya ia adalah orang yang sangat fanatik dengan agama, bahkan "...mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Filipi 3:6). Artinya dalam hal hukum Taurat kemampuan Paulus tak disangsikan lagi. Tapi banyak orang mengenal Paulus sebagai pribadi yang bengis, jahat dan suka menganiaya jemaat. Bagaimana reaksi orang-orang yang telah dianiaya Paulus? Apakah mereka melakukn pembalasan seperti yang dilakukan oleh orang dunia pada umumnya yang berprinsip bahwa pembalasan lebih kejam dari perbuatan? Tidak sama sekali! Tuhan Yesus mengajarkan, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Stefanus, salah satu korban kebengisan Paulus, melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus ini. Sebelum mati ia pun berseru, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60). Karena doa orang-orang yang teraniaya itulah akhirnya Paulus mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik. Seketika itu Paulus mengalami jamahan Tuhan. Bukan hanya itu, Tuhan juga menyingkapkan perkara-perkara adikodrati kepada Paulus: "...tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia." (Kisah 9:3), sehingga ia pun terjatuh dan mengalami kebutaan selama tiga hari.
Pengalaman rohani inilah yang akhirnya menjadi titik balik dalam kehidupan Paulus. Ia bertobat, memberi diri untuk dibaptis, artinya manusia lama ditanggalkan dan kini ia menjadi 'ciptaan baru' di dalam Kristus.
Tuhan berkata, "...orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel." Kisah 9:15
Baca: Kisah 9:1-9a
"Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan." Kisah 9:1
Kisah perjalanan hidup rasul Paulus adalah sangat menarik untuk kita pelajari. Rasul Paulus adalah seorang tokoh besar dalam kitab Perjanjian Baru. Dari 27 kitab dalam Perjanjian Baru Paulus menulis kurang lebih separuhnya.
Paulus, yang awalnya bernama Saulus, berasal dari Tarsus. Pada usia muda Paulus hidup sebagai seorang Farisi di bawah didikan Gamaliel, "...seorang ahli Taurat yang sangat dihormati seluruh orang banyak," (Kisah 5:34). Sebelum dipakai Tuhan untuk menjadi rasul-Nya ia adalah orang yang sangat fanatik dengan agama, bahkan "...mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Filipi 3:6). Artinya dalam hal hukum Taurat kemampuan Paulus tak disangsikan lagi. Tapi banyak orang mengenal Paulus sebagai pribadi yang bengis, jahat dan suka menganiaya jemaat. Bagaimana reaksi orang-orang yang telah dianiaya Paulus? Apakah mereka melakukn pembalasan seperti yang dilakukan oleh orang dunia pada umumnya yang berprinsip bahwa pembalasan lebih kejam dari perbuatan? Tidak sama sekali! Tuhan Yesus mengajarkan, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Stefanus, salah satu korban kebengisan Paulus, melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus ini. Sebelum mati ia pun berseru, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60). Karena doa orang-orang yang teraniaya itulah akhirnya Paulus mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik. Seketika itu Paulus mengalami jamahan Tuhan. Bukan hanya itu, Tuhan juga menyingkapkan perkara-perkara adikodrati kepada Paulus: "...tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia." (Kisah 9:3), sehingga ia pun terjatuh dan mengalami kebutaan selama tiga hari.
Pengalaman rohani inilah yang akhirnya menjadi titik balik dalam kehidupan Paulus. Ia bertobat, memberi diri untuk dibaptis, artinya manusia lama ditanggalkan dan kini ia menjadi 'ciptaan baru' di dalam Kristus.
Tuhan berkata, "...orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel." Kisah 9:15
Saturday, January 31, 2015
UCAPAN SYUKUR SEBAGAI KORBAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2015
Baca: Mazmur 116:1-19
"Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN," Mazmur 116:17
Apa yang Saudara rasakan dan alami di hari terakhir bulan Januari ini? Masih sulitkah bibir kita mengucap syukur dan memuji-muji Tuhan, oleh karena hari-hari yang kita alami terasa berat? Ketika seseorang mengalami hidup berkelimpahan, memiliki tubuh sehat, bisnis berjalan lancar, toko semakin laris, mendapat bonus, beroleh kenaikan pangkat atau promosi, tanpa harus dikomando dan didorong-dorong pun mulut dan bibir kita akan dipenuhi ucapan syukur, bahkan di sepanjang jalan saat berkendara pun kita akan terus bersenandung, memuji dan memuliakan Tuhan.
Bersyukur kepada Tuhan ketika menikmati masa-masa indah, menyenangkan dan penuh kemenangan adalah perkara yang sangat mudah. Bagaimana jika kita mengalami masa-masa sulit seperti yang dialami nabi Habakuk? "...pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,...ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (Habakuk 3:17). Keadaan kontradiktif pun akan terlihat: "Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik; Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah;" (Mazmur 39:3-4). Mulut terasa terkunci dan sulit untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Berbeda dengan Habakuk, dalam keadaan yang tidak mendukung sekalipun ia tetap "...bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah..." (Habakuk 3:18). Inilah yang disebut korban syukur!
Kata 'korban' selalu identik dengan penderitaan. Prinsip korban selalu berarti mengalami suatu kerugian atau kehilangan sesuatu. Mempersembahkan korban syukuran kepada Tuhan berarti dengan sukarela mempersembahkan puji-pujian dan memuliakan nama Tuhan meski berada di situasi yang tidak mendukung: kehilangan, tertekan, menderita, dirundung malang, bersukacita, sakit, krisis atau berkekurangan, yang secara manusia menjadikan alasan kuat untuk bersedih dan merintih; jadi dengan kata lain kita memaksa hati dan bibir kita untuk memuji Tuhan meski sambil mencucurkan air mata.
Korban syukur inilah yang menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak!
Baca: Mazmur 116:1-19
"Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN," Mazmur 116:17
Apa yang Saudara rasakan dan alami di hari terakhir bulan Januari ini? Masih sulitkah bibir kita mengucap syukur dan memuji-muji Tuhan, oleh karena hari-hari yang kita alami terasa berat? Ketika seseorang mengalami hidup berkelimpahan, memiliki tubuh sehat, bisnis berjalan lancar, toko semakin laris, mendapat bonus, beroleh kenaikan pangkat atau promosi, tanpa harus dikomando dan didorong-dorong pun mulut dan bibir kita akan dipenuhi ucapan syukur, bahkan di sepanjang jalan saat berkendara pun kita akan terus bersenandung, memuji dan memuliakan Tuhan.
Bersyukur kepada Tuhan ketika menikmati masa-masa indah, menyenangkan dan penuh kemenangan adalah perkara yang sangat mudah. Bagaimana jika kita mengalami masa-masa sulit seperti yang dialami nabi Habakuk? "...pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,...ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (Habakuk 3:17). Keadaan kontradiktif pun akan terlihat: "Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik; Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah;" (Mazmur 39:3-4). Mulut terasa terkunci dan sulit untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Berbeda dengan Habakuk, dalam keadaan yang tidak mendukung sekalipun ia tetap "...bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah..." (Habakuk 3:18). Inilah yang disebut korban syukur!
Kata 'korban' selalu identik dengan penderitaan. Prinsip korban selalu berarti mengalami suatu kerugian atau kehilangan sesuatu. Mempersembahkan korban syukuran kepada Tuhan berarti dengan sukarela mempersembahkan puji-pujian dan memuliakan nama Tuhan meski berada di situasi yang tidak mendukung: kehilangan, tertekan, menderita, dirundung malang, bersukacita, sakit, krisis atau berkekurangan, yang secara manusia menjadikan alasan kuat untuk bersedih dan merintih; jadi dengan kata lain kita memaksa hati dan bibir kita untuk memuji Tuhan meski sambil mencucurkan air mata.
Korban syukur inilah yang menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak!
Subscribe to:
Posts (Atom)