Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2014
Baca: Bilangan 14:1-38
"Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang
Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali
mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku," Bilangan 14:22
Tak terhitung banyaknya kebaikan yang dinyatakan Tuhan kepada bangsa Israel ini. Terlebih-lebih saat Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir menuju ke Tanah Perjanjian, yang terlebih dahulu harus melewati perjalanan panjang di padang gurun. Di padang gurun inilah mujizat demi mujizat dinyatakan Tuhan secara luar biasa. Meski demikian respons mereka terhadap kasih dan kebaikan Tuhan sungguh sangat mengecewakan, mereka terus mencobai Tuhan dengan bersungut-sungut di segala situasi sehingga mereka mati dipagut ular (baca 1 Korintus 10:9). Tuhan pun menyebutnya sebagai "...suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:9).
Bangsa Israel tidak pernah merasa puas dengan berkat-berkat yang Tuhan berikan, di antaranya dalam hal makanan dan minuman. Meski Tuhan telah menyediakan manna mereka tetap saja tidak bisa mengucap syukur, sebaliknya keluhan dan sungut-sungut terus keluar dari mulut mereka, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika
kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang!
Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh
seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Ketika tidak ada air di Masa dan di Meriba mereka pun langsung marah kepada Musa, "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" (Keluaran 17:3). Terus mencobai Tuhan menimbulkan murka Tuhan, termasuk tentang daging burung puyuh (baca Bilangan 11:4-23).
Ujian yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun bukan karena Tuhan jahat, tetapi Tuhan hendak membawa mereka masuk ke dalam kehidupan yang jauh lebih baik yaitu Kanaan. Sayang, saat dalam proses ini bangsa Israel menunjukkan sikap yang tidak terpuji: terus mencobai Tuhan dengan bersungut-sungut di segala situasi. Bersungut-sungut adalah suatu reaksi ketidakpuasan terhadap kasih dan pemeliharaan Tuhan.
Kegagalan sebagian besar umat Israel memasuki Kanaan menjadi peringatan bagi kita supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama!
Saturday, July 19, 2014
Friday, July 18, 2014
SERI BANGSA ISRAEL: Dosa Percabulan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2014
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!" 1 Korintus 6:15
Rasul Paulus memperingatkan dengan keras jemaat di Korintus perihal dosa percabulan ini. Ditambahkan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: 'Keduanya akan menjadi satu daging.'" (1 Korintus 6:16). Dari ayat ini rasul Paulus hendak mengingatkan bahwa dosa percabulan itu bukanlah dosa yang sifatnya pasif, yang dapat dilakukan dengan alasan tidak sengaja atau karena khilaf, tetapi merupakan dosa yang aktif, yang terjadi oleh karena seseorang telah mengikatkan diri dan menyerahkan diri terhadapnya. Berhati-hatilah! Jika kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu kita maka hawa nafsu itu akan mengendalikan kita. Karena itu kita harus bersikap tegas untuk menolak segala godaan yang ada.
Yusuf adalah contoh orang muda yang tidak membiarkan dirinya jatuh dalam dosa percabulan. Ketika isteri Potifar menggoda dan merayunya, "Marilah tidur dengan aku.", Yusuf dengan tegas menolak ajakan wanita itu dan memilih untuk lari: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (baca Kejadian 39:7-12). Perhatikan pula nasib Simson! Seorang yang diurapi Tuhan dan dipakai Tuhan secara luar biasa harus mengalami akhir hidup yang begitu tragis, karena ketidakmampuannya untuk menahan hawa nafsu dan segala godaan yang ditujukan kepadanya, sehingga ia pun jatuh dalam dosa percabulan.
Bersikap tegas dan tidak berkompromi adalah kunci untuk menolak segala hal yang membangkitkan hawa nafsu. Jangan sedikit pun memberi celah kepada Iblis melalui situasi dan kondisi yang kita ciptakan sendiri, karena "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mampu menang terhadap daging kita, karena itu bangun persekutuan yang karib dengan Tuhan senantiasa.
Untuk melepaskan diri dari dosa percabulan harus punya tekad kuat menjauhkan diri dari hal-hal berbau cabul, dan mengikatkan diri kepada Tuhan.
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!" 1 Korintus 6:15
Rasul Paulus memperingatkan dengan keras jemaat di Korintus perihal dosa percabulan ini. Ditambahkan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: 'Keduanya akan menjadi satu daging.'" (1 Korintus 6:16). Dari ayat ini rasul Paulus hendak mengingatkan bahwa dosa percabulan itu bukanlah dosa yang sifatnya pasif, yang dapat dilakukan dengan alasan tidak sengaja atau karena khilaf, tetapi merupakan dosa yang aktif, yang terjadi oleh karena seseorang telah mengikatkan diri dan menyerahkan diri terhadapnya. Berhati-hatilah! Jika kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu kita maka hawa nafsu itu akan mengendalikan kita. Karena itu kita harus bersikap tegas untuk menolak segala godaan yang ada.
Yusuf adalah contoh orang muda yang tidak membiarkan dirinya jatuh dalam dosa percabulan. Ketika isteri Potifar menggoda dan merayunya, "Marilah tidur dengan aku.", Yusuf dengan tegas menolak ajakan wanita itu dan memilih untuk lari: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (baca Kejadian 39:7-12). Perhatikan pula nasib Simson! Seorang yang diurapi Tuhan dan dipakai Tuhan secara luar biasa harus mengalami akhir hidup yang begitu tragis, karena ketidakmampuannya untuk menahan hawa nafsu dan segala godaan yang ditujukan kepadanya, sehingga ia pun jatuh dalam dosa percabulan.
Bersikap tegas dan tidak berkompromi adalah kunci untuk menolak segala hal yang membangkitkan hawa nafsu. Jangan sedikit pun memberi celah kepada Iblis melalui situasi dan kondisi yang kita ciptakan sendiri, karena "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mampu menang terhadap daging kita, karena itu bangun persekutuan yang karib dengan Tuhan senantiasa.
Untuk melepaskan diri dari dosa percabulan harus punya tekad kuat menjauhkan diri dari hal-hal berbau cabul, dan mengikatkan diri kepada Tuhan.
Thursday, July 17, 2014
SERI BANGSA ISRAEL: Dosa Percabulan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2014
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang." 1 Korintus 10:8
Perbuatan lain yang diperbuat oleh umat Israel yang membuat Tuhan marah adalah karena mereka melakukan percabulan. Jika memperhatikan situasi-situasi yang ada dewasa ini, percabulan atau dosa seksual banyak sekali terjadi dan kian mengalami peningkatan, baik ditinjau dari si pelaku maupun korbannya. Meski di tiap-tiap negara ada undang-undang yang mengatur tentang pornografi, godaan untuk melakukan percabulan atau tindakan pornoaksi tidak lantas hilang begitu saja dalam masyarakat. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih dan mutakhir, orang dengan mudahnya mendapatkan informasi tentang hal-hal negatif yang berbau pornografi, entah itu lewat film atau internet. Akibatnya banyak orang terjerat di dalamnya dan timbul dorongan untuk melakukan seperti yang telah mereka lihat. Dosa jenis ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dunia tapi harus diakui ada banyak anak Tuhan yang terjerat dan jatuh di dalam tipu muslihat Iblis ini.
Kita masih ingat kasus yang terjadi dan mencuat menjadi headline di media-media beberapa waktu lalu dan menjadi perbincangan nasional yaitu kasus pelecehan seksual dan percabulan yang dialami oleh anak-anak di bawah umur, siswa-siswa playgroup/TK di salah satu lembaga pendidikan ternama dan bertaraf internasional di Jakarta. Anak-anak yang masih polos dan memiliki masa depan sangat panjang, yang seharusnya mendapat perhatian, kasih sayang, dan perlindungan, justru harus mengalami peristiwa yang menyisakan trauma dalam hidupnya karena menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Tragis sekali!
Dosa percabulan dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan menimpa siapa saja tanpa mengenal usia. Bahkan tanpa disadari mungkin kita sendiri telah melakukan percabulan meskipun tidak terjadi secara vulgar karena dosa dosa percabulan bisa saja timbul melalui ucapan kita, pikiran, hati dan juga perbuatan kita. Jadi dalam hati saja bisa timbul dosa percabulan, perzinahan dan jenis-jenis kejahatan lainnya (baca Matius 15:19).
Tidak ada tempat di dunia ini yang sanggup melindungi dan memberikan jaminan keamanan kepada kita, Dialah tempat perlindungan sejati! (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang." 1 Korintus 10:8
Perbuatan lain yang diperbuat oleh umat Israel yang membuat Tuhan marah adalah karena mereka melakukan percabulan. Jika memperhatikan situasi-situasi yang ada dewasa ini, percabulan atau dosa seksual banyak sekali terjadi dan kian mengalami peningkatan, baik ditinjau dari si pelaku maupun korbannya. Meski di tiap-tiap negara ada undang-undang yang mengatur tentang pornografi, godaan untuk melakukan percabulan atau tindakan pornoaksi tidak lantas hilang begitu saja dalam masyarakat. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih dan mutakhir, orang dengan mudahnya mendapatkan informasi tentang hal-hal negatif yang berbau pornografi, entah itu lewat film atau internet. Akibatnya banyak orang terjerat di dalamnya dan timbul dorongan untuk melakukan seperti yang telah mereka lihat. Dosa jenis ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dunia tapi harus diakui ada banyak anak Tuhan yang terjerat dan jatuh di dalam tipu muslihat Iblis ini.
Kita masih ingat kasus yang terjadi dan mencuat menjadi headline di media-media beberapa waktu lalu dan menjadi perbincangan nasional yaitu kasus pelecehan seksual dan percabulan yang dialami oleh anak-anak di bawah umur, siswa-siswa playgroup/TK di salah satu lembaga pendidikan ternama dan bertaraf internasional di Jakarta. Anak-anak yang masih polos dan memiliki masa depan sangat panjang, yang seharusnya mendapat perhatian, kasih sayang, dan perlindungan, justru harus mengalami peristiwa yang menyisakan trauma dalam hidupnya karena menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Tragis sekali!
Dosa percabulan dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan menimpa siapa saja tanpa mengenal usia. Bahkan tanpa disadari mungkin kita sendiri telah melakukan percabulan meskipun tidak terjadi secara vulgar karena dosa dosa percabulan bisa saja timbul melalui ucapan kita, pikiran, hati dan juga perbuatan kita. Jadi dalam hati saja bisa timbul dosa percabulan, perzinahan dan jenis-jenis kejahatan lainnya (baca Matius 15:19).
Tidak ada tempat di dunia ini yang sanggup melindungi dan memberikan jaminan keamanan kepada kita, Dialah tempat perlindungan sejati! (Bersambung)
Wednesday, July 16, 2014
SERI BANGSA ISRAEL: Penyembahan Berhala
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2014
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala," 1 Korintus 10:7
Faktor lain yang membuat sebagian besar umat Israel tidak dapat menikmati Kanaan adalah ada allah lain dalam hidup mereka. Mereka mendesak Harun untuk membuatkan patung anak lembu emas untuk mereka sembah. Semua berawal dari ketidaksabaran mereka menantikan Musa turun dari gunung Sinai. "...maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: 'Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir-kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.'" (Keluaran 32:1). FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 26:1). Karena tindakan bodoh tersebut Tuhan menjadi sangat murka. Kata Tuhan kepada Musa, "Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya....dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:7, 9).
Tanpa kita sadari ada berhala-berhala dalam kehidupan kita yang menjadi penghalang kita mengalami berkat Tuhan. Berhala atau allah lain tidak harus dalam bentuk patung pahatan, kayu ukiran atau batu yang menjadi sesembahan, tapi segala sesuatu yang menjadi lekatan hati kita, yang mampu menggeser posisi Tuhan dalam hidup kita, contoh kita lebih mencintai uang, harta kekayaan, bisnis, pekerjaan, hobi atau perkara-perkara duniawi lainnya daripada cinta kita kepada Tuhan. Bukankah ada banyak orang Kristen rela mengorbankan ibadahnya dan jam-jam doanya karena seluruh waktu dan tenanganya tersita untuk bisnis atau pekerjaannya? Inilah ilah-ilah di akhir zaman ini! Jadi jangan kita terjebak pada kegiatan rutinitas pekerjaan maupun pelayanan kita, sehingga kita melupakan hubungan intim dengan Tuhan secara pribadi.
Tuhan Yesus adalah Pribadi yang harus menjadi lekatan hati, fokus ibadah, prioritas dan yang terutama dalam hidup kita, bukan yang lain.
"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu." Keluaran 34:14
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala," 1 Korintus 10:7
Faktor lain yang membuat sebagian besar umat Israel tidak dapat menikmati Kanaan adalah ada allah lain dalam hidup mereka. Mereka mendesak Harun untuk membuatkan patung anak lembu emas untuk mereka sembah. Semua berawal dari ketidaksabaran mereka menantikan Musa turun dari gunung Sinai. "...maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: 'Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir-kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.'" (Keluaran 32:1). FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 26:1). Karena tindakan bodoh tersebut Tuhan menjadi sangat murka. Kata Tuhan kepada Musa, "Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya....dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:7, 9).
Tanpa kita sadari ada berhala-berhala dalam kehidupan kita yang menjadi penghalang kita mengalami berkat Tuhan. Berhala atau allah lain tidak harus dalam bentuk patung pahatan, kayu ukiran atau batu yang menjadi sesembahan, tapi segala sesuatu yang menjadi lekatan hati kita, yang mampu menggeser posisi Tuhan dalam hidup kita, contoh kita lebih mencintai uang, harta kekayaan, bisnis, pekerjaan, hobi atau perkara-perkara duniawi lainnya daripada cinta kita kepada Tuhan. Bukankah ada banyak orang Kristen rela mengorbankan ibadahnya dan jam-jam doanya karena seluruh waktu dan tenanganya tersita untuk bisnis atau pekerjaannya? Inilah ilah-ilah di akhir zaman ini! Jadi jangan kita terjebak pada kegiatan rutinitas pekerjaan maupun pelayanan kita, sehingga kita melupakan hubungan intim dengan Tuhan secara pribadi.
Tuhan Yesus adalah Pribadi yang harus menjadi lekatan hati, fokus ibadah, prioritas dan yang terutama dalam hidup kita, bukan yang lain.
"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu." Keluaran 34:14
Tuesday, July 15, 2014
SERI BANGSA ISRAEL: Mengingini Hal Jahat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2014
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun." 1 Korintus 10:5
Sebelum mencapai Tanah Perjanjian bangsa Israel harus mampu menaklukkan musuh. Dengan kekuatan sendiri pastilah mereka tidak akan mampu mengalahkan musuh yang kuat itu. Keadaan akan berbeda jika mereka mau mengandalkan Tuhan, artinya tunduk dan taat kepada tuntunan Tuhan. Saat mereka mengandalkan Tuhan, Dia akan turut campur tangan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." ( Keluaran 14:14). Itulah yang mejadi dasar iman Kaleb dan Yosua, keduanya "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Sesungguhnya yang menjadi musuh utama bangsa Israel adalah kedagingan mereka sendiri. Karena itu dibutuhkan iman dan ketaatan mutlak kepada Tuhan.
Hidup di Tanah Perjanjian inilah yang memungkinkan setiap orang percaya untuk hidup secara optimal. Namun jika diperhatikan, ternyata tidak semua umat Israel dapat mencapai dan menikmati Kanaan, "...karena mereka ditewaskan di padang gurun." (ayat nas). Banyak hal yang menyebabkan mereka tidak menikmati Kanaan atau janji Tuhan ini, di antaranya adalah menginginkan hal-hal yang jahat (1 Korintus 10:6). Salah satunya adalah perbuatan yang dilakukan Akhan (baca Yosua 7). Oleh karena mengingini jubah, emas dan perak, Akhan terperangkap dalam dosa. "...aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Apa yang diperbuat Akhan ini telah mencelakai umat Israel sehingga Israel terpukul kalah musuh. Sebagai akibatnya Yosua menjatuhkan hukuman mati kepada Akhan dan keluarga berserta dengan seluruh isi rumah dan segala miliknya.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar mereka tidak berlaku sama seperti bangsa Israel sewaktu di padang gurun. Peringatan ini juga berlaku atas kita! Janganlah kita melakukan hal-hal yang jahat seperti yang diperbuat bangsa Israel. Perbuatan jahat yang mereka lakukan akhirnya menjadi penghalang bagi mereka untuk menikmati berkat Tuhan, bahkan hal itu menyebabkan Tuhan murka atas mereka.
Untuk dapat menikmati Kanaan kita harus bertekad untuk menjauhi kejahatan!
Baca: 1 Korintus 10:1-13
"Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun." 1 Korintus 10:5
Sebelum mencapai Tanah Perjanjian bangsa Israel harus mampu menaklukkan musuh. Dengan kekuatan sendiri pastilah mereka tidak akan mampu mengalahkan musuh yang kuat itu. Keadaan akan berbeda jika mereka mau mengandalkan Tuhan, artinya tunduk dan taat kepada tuntunan Tuhan. Saat mereka mengandalkan Tuhan, Dia akan turut campur tangan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." ( Keluaran 14:14). Itulah yang mejadi dasar iman Kaleb dan Yosua, keduanya "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Sesungguhnya yang menjadi musuh utama bangsa Israel adalah kedagingan mereka sendiri. Karena itu dibutuhkan iman dan ketaatan mutlak kepada Tuhan.
Hidup di Tanah Perjanjian inilah yang memungkinkan setiap orang percaya untuk hidup secara optimal. Namun jika diperhatikan, ternyata tidak semua umat Israel dapat mencapai dan menikmati Kanaan, "...karena mereka ditewaskan di padang gurun." (ayat nas). Banyak hal yang menyebabkan mereka tidak menikmati Kanaan atau janji Tuhan ini, di antaranya adalah menginginkan hal-hal yang jahat (1 Korintus 10:6). Salah satunya adalah perbuatan yang dilakukan Akhan (baca Yosua 7). Oleh karena mengingini jubah, emas dan perak, Akhan terperangkap dalam dosa. "...aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Apa yang diperbuat Akhan ini telah mencelakai umat Israel sehingga Israel terpukul kalah musuh. Sebagai akibatnya Yosua menjatuhkan hukuman mati kepada Akhan dan keluarga berserta dengan seluruh isi rumah dan segala miliknya.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar mereka tidak berlaku sama seperti bangsa Israel sewaktu di padang gurun. Peringatan ini juga berlaku atas kita! Janganlah kita melakukan hal-hal yang jahat seperti yang diperbuat bangsa Israel. Perbuatan jahat yang mereka lakukan akhirnya menjadi penghalang bagi mereka untuk menikmati berkat Tuhan, bahkan hal itu menyebabkan Tuhan murka atas mereka.
Untuk dapat menikmati Kanaan kita harus bertekad untuk menjauhi kejahatan!
Monday, July 14, 2014
SERI BANGSA ISRAEL: Dalam Rancangan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2014
Baca: Yeremia 29:11-14
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Yeremia 29:11
Tuhan memiliki rancangan yang indah atas kehidupan umatNya yaitu rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan. Rancangan itu bukan sekedar janji atau basa-basi, tapi rancanganNya adalah ya dan amin.
Contoh nyata adalah rancangan Tuhan atas kehidupan bangsa Israel. Pada waktu itu bangsa Israel mengalami penderitaan oleh karena penindasan bangsa Mesir. Tuhan tahu persis apa yang dialami oleh umat Israel ini karena Dia adalah Tuhan yang "...tidak terlelap dan tidak tertidur..." (Mazmur 121:4). Tuhan berkata, "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:7-8). Rencana Tuhan atas bangsa Israel adalah hidup menempati Tanah Kanaan. Kanaan adalah Tanah Perjanjian yang di dalamnya tersimpan kelimpahan dan perlindungan, serta berlimpah susu dan manu. Namun untuk dapat memasuki Tanah Perjanjian tersebut umat Israel harus berjuang dan berperang mengalahkan musuh-musuh mereka. Secara manusia hal itu bukanlah perkara yang mudah, karena menurut laporan dari sepuluh orang pengintai yang diutus oleh Musa, Kanaan "...adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:32-33), sehingga mereka merasa takut dan pesimis.
Berbeda respons Kaleb dan Yosua yang punya iman, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30).
Rancangan Tuhan selalu yang terbaik untuk umatNya!
Baca: Yeremia 29:11-14
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Yeremia 29:11
Tuhan memiliki rancangan yang indah atas kehidupan umatNya yaitu rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan. Rancangan itu bukan sekedar janji atau basa-basi, tapi rancanganNya adalah ya dan amin.
Contoh nyata adalah rancangan Tuhan atas kehidupan bangsa Israel. Pada waktu itu bangsa Israel mengalami penderitaan oleh karena penindasan bangsa Mesir. Tuhan tahu persis apa yang dialami oleh umat Israel ini karena Dia adalah Tuhan yang "...tidak terlelap dan tidak tertidur..." (Mazmur 121:4). Tuhan berkata, "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:7-8). Rencana Tuhan atas bangsa Israel adalah hidup menempati Tanah Kanaan. Kanaan adalah Tanah Perjanjian yang di dalamnya tersimpan kelimpahan dan perlindungan, serta berlimpah susu dan manu. Namun untuk dapat memasuki Tanah Perjanjian tersebut umat Israel harus berjuang dan berperang mengalahkan musuh-musuh mereka. Secara manusia hal itu bukanlah perkara yang mudah, karena menurut laporan dari sepuluh orang pengintai yang diutus oleh Musa, Kanaan "...adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:32-33), sehingga mereka merasa takut dan pesimis.
Berbeda respons Kaleb dan Yosua yang punya iman, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:30).
Rancangan Tuhan selalu yang terbaik untuk umatNya!
Sunday, July 13, 2014
MENGAPA TIDAK OPTIMAL?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2014
Baca: 1 Timotius 4:10-16
"Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya." 1 Timotius 4:10
Bukan karena kasih Tuhan yang kurang atau janji Tuhan yang tidak tersedia secara maksimal jika banyak orang Kristen yang tidak pernah menjalani kehidupan rohaninya secara optimal. Apa masalahnya?
Pertama, kita tidak tahu secara detil tentang janji Tuhan itu karena kita sendiri tidak mau tinggal di dalam firmanNya. Bagaimana mau 'tinggal di dalam firman' jika kita tidak menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya? Padahal Kitab Suci berisikan janji-janji berkat Tuhan yang luar biasa, "...baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Kedua, tidak mau melakukan segala sesuatunya secara optimal meski tahu persis Tuhan telah melakukan yang terbaik bagi kita dalam segala hal. Nasihat rasul Paulus, "...giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jadi, semua sangat tergantung pada respons kita terhadap apa yang sudah Tuhan perbuat bagi kita. Petani tidak akan pernah menuai hasil panen secara maksimal bila tidak terlebih dahulu bekerja keras mengolah tanah pertaniannya dan juga menabur benih. "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." (2 Timotius 2:6). Pula atlet, tanpa mau berlatih keras mustahil meraih kemenangan di setiap laga yang diikutinya. Ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan kehidupan yang optimal kita harus mau membayar harga. Seberapa besar kita membayar harga, sebesar itulah akan kita peroleh!
Ketidakmauan kita membayar harga menjadi penyebab kegagalan kita menghasilkan kehidupan yang optimal. Karena itu jangan pernah menyalahkan Tuhan jika selama ini kita tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara maksimal pula.
Segala hal yang dipercayakan Tuhan kepada kita kerjakan itu secara optimal, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Baca: 1 Timotius 4:10-16
"Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya." 1 Timotius 4:10
Bukan karena kasih Tuhan yang kurang atau janji Tuhan yang tidak tersedia secara maksimal jika banyak orang Kristen yang tidak pernah menjalani kehidupan rohaninya secara optimal. Apa masalahnya?
Pertama, kita tidak tahu secara detil tentang janji Tuhan itu karena kita sendiri tidak mau tinggal di dalam firmanNya. Bagaimana mau 'tinggal di dalam firman' jika kita tidak menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya? Padahal Kitab Suci berisikan janji-janji berkat Tuhan yang luar biasa, "...baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Kedua, tidak mau melakukan segala sesuatunya secara optimal meski tahu persis Tuhan telah melakukan yang terbaik bagi kita dalam segala hal. Nasihat rasul Paulus, "...giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Jadi, semua sangat tergantung pada respons kita terhadap apa yang sudah Tuhan perbuat bagi kita. Petani tidak akan pernah menuai hasil panen secara maksimal bila tidak terlebih dahulu bekerja keras mengolah tanah pertaniannya dan juga menabur benih. "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." (2 Timotius 2:6). Pula atlet, tanpa mau berlatih keras mustahil meraih kemenangan di setiap laga yang diikutinya. Ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan kehidupan yang optimal kita harus mau membayar harga. Seberapa besar kita membayar harga, sebesar itulah akan kita peroleh!
Ketidakmauan kita membayar harga menjadi penyebab kegagalan kita menghasilkan kehidupan yang optimal. Karena itu jangan pernah menyalahkan Tuhan jika selama ini kita tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara maksimal pula.
Segala hal yang dipercayakan Tuhan kepada kita kerjakan itu secara optimal, sebab "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," Amsal 14:23
Saturday, July 12, 2014
ORANG PERCAYA: Harus Hidup Optimal (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2014
Baca: Mazmur 117:1-2
"Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!" Mazmur 117:2
Segala hal yang kita butuhkan dalam hidup ini telah disediakan Tuhan dari semula, di antaranya adalah rasa aman dan penerimaan diri. Tuhan berkata, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku." (Mazmur 91:14-16). Selain jaminan perlindungan dan penyertaanNya sebagai bukti kasihNya, keberadaan kita di mata Tuhan juga sangat berharga. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Itu adalah jaminan yang sudah lebih dari cukup bagi kita. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Melalui pengorbanNya di kayu salib segala perkara yang dijanjikan Tuhan sudah digenapi. Ada janji keselamatan: "...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24), sehingga kita dibebaskan dari kutuk dan tidak lagi di bawah kuasa dosa. Janji kemenangan: "...Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:57), sehingga kita lebih dari pada pemenang (baca Roma 8:37). Janji kelimpahan: "...Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." (2 Korintus 8:9). Rasul Paulus pun menyatakan, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ada pula janji kesembuhan: "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Dengan berkatNya Tuhan ingin kita menjadi berkat bagi orang lain. Masih banyak janji Tuhan yang luar biasa disediakanNya bagi kita. Adalah rugi besar bila kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa-biasa saja, karena kasih Tuhan sungguh hebat atas kita!
Tuhan sudah menyediakan berkatNya secara maksimal bagi kita, tapi mengapa kita merespons kehebatan kasihNya itu dengan biasa-biasa saja?
Baca: Mazmur 117:1-2
"Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!" Mazmur 117:2
Segala hal yang kita butuhkan dalam hidup ini telah disediakan Tuhan dari semula, di antaranya adalah rasa aman dan penerimaan diri. Tuhan berkata, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku." (Mazmur 91:14-16). Selain jaminan perlindungan dan penyertaanNya sebagai bukti kasihNya, keberadaan kita di mata Tuhan juga sangat berharga. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Itu adalah jaminan yang sudah lebih dari cukup bagi kita. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan yang terbaik bagi Tuhan.
Melalui pengorbanNya di kayu salib segala perkara yang dijanjikan Tuhan sudah digenapi. Ada janji keselamatan: "...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24), sehingga kita dibebaskan dari kutuk dan tidak lagi di bawah kuasa dosa. Janji kemenangan: "...Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:57), sehingga kita lebih dari pada pemenang (baca Roma 8:37). Janji kelimpahan: "...Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." (2 Korintus 8:9). Rasul Paulus pun menyatakan, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ada pula janji kesembuhan: "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Dengan berkatNya Tuhan ingin kita menjadi berkat bagi orang lain. Masih banyak janji Tuhan yang luar biasa disediakanNya bagi kita. Adalah rugi besar bila kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa-biasa saja, karena kasih Tuhan sungguh hebat atas kita!
Tuhan sudah menyediakan berkatNya secara maksimal bagi kita, tapi mengapa kita merespons kehebatan kasihNya itu dengan biasa-biasa saja?
Friday, July 11, 2014
ORANG PERCAYA: Harus Hidup Optimal (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2014
Baca: Kolose 3:23-24
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Setiap orang percaya seharusnya memiliki suatu kehidupan yang optimal di segala bidang yang dikerjakannya, baik itu dalam pekerjaan konvensional, studi, dan terlebih lagi seharusnya dalam hal ibadah, pelayanan atau pengiringan kita kepada Tuhan. Jika setiap orang percaya mau menerapkan apa yang Alkitab sampaikan seperti di ayat nas kita benar-benar akan menjadi orang Kristen yang berbeda, sehingga kita mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia ini. Namun ada banyak orang Kristen yang tidak mengerjakan apa pun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya itu secara maksimal oleh karena orientasi dan motivasi mereka dalam melakukan pekerjaan tersebut salah, tidak sesuai dengan firman yang Tuhan maksudkan.
Seringkali yang menjadi motivasi kita dalam melakukan pekerjaan atau pelayanan adalah semata-mata untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Akhirnya ketika kita mengalami sedikit saja benturan, gesekan atau hal-hal yang tidak mengenakkan kita mudah sekali kecewa dan akhirnya mundur, padahal memiliki kehidupan yang optimal adalah harga mutlak bagi orang percaya! Tidak ada istilah suam-suam kuku alias nanggung. Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Firman Tuhan dalam Wahyu 22:11 pun lebih keras lagi! "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!"
Melakukan sesuatu setengah-setengah dan berkompromi adalah tindakan yang sangat dibenci Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan menyediakan segala hal bagi kita tidak setengah-setengah, tapi total, bahkan sampai rela mengorbankan nyawaNya di Kalvari. Dia juga memberikan kepada kita karunia-karunia dan talenta untuk memperlengkapi kita.
Suam-suam kuku dan kompromi adalah tanda kita belum menjadi orang Kristen yang optimal!
Baca: Kolose 3:23-24
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Setiap orang percaya seharusnya memiliki suatu kehidupan yang optimal di segala bidang yang dikerjakannya, baik itu dalam pekerjaan konvensional, studi, dan terlebih lagi seharusnya dalam hal ibadah, pelayanan atau pengiringan kita kepada Tuhan. Jika setiap orang percaya mau menerapkan apa yang Alkitab sampaikan seperti di ayat nas kita benar-benar akan menjadi orang Kristen yang berbeda, sehingga kita mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia ini. Namun ada banyak orang Kristen yang tidak mengerjakan apa pun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya itu secara maksimal oleh karena orientasi dan motivasi mereka dalam melakukan pekerjaan tersebut salah, tidak sesuai dengan firman yang Tuhan maksudkan.
Seringkali yang menjadi motivasi kita dalam melakukan pekerjaan atau pelayanan adalah semata-mata untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Akhirnya ketika kita mengalami sedikit saja benturan, gesekan atau hal-hal yang tidak mengenakkan kita mudah sekali kecewa dan akhirnya mundur, padahal memiliki kehidupan yang optimal adalah harga mutlak bagi orang percaya! Tidak ada istilah suam-suam kuku alias nanggung. Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Firman Tuhan dalam Wahyu 22:11 pun lebih keras lagi! "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!"
Melakukan sesuatu setengah-setengah dan berkompromi adalah tindakan yang sangat dibenci Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan menyediakan segala hal bagi kita tidak setengah-setengah, tapi total, bahkan sampai rela mengorbankan nyawaNya di Kalvari. Dia juga memberikan kepada kita karunia-karunia dan talenta untuk memperlengkapi kita.
Suam-suam kuku dan kompromi adalah tanda kita belum menjadi orang Kristen yang optimal!
Thursday, July 10, 2014
MENDUKAKAN ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2014
Baca: Efesus 4:17-32
"Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." Efesus 4:30
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus rasul Paulus mengingatkan agar kita tidak lagi mendukakan Roh Kudus. Mendukakan dapat berarti membuat sedih, mempermalukan dan juga menghina. Namun Alkitab menyatakan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Maka "...kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia." (Efesus 4:17). Jadi kita harus benar-benar mengenakan 'manusia baru' dengan menanggalkan segala perbuatan dan karakter lama kita yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, selain memadamkan Roh, juga merupakan tindakan mendukakan Roh Kudus. Itu sama artinya kita sedang menghalangi dan menghentikan pekerjaan Roh Kudus sehingga Ia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam Efesus 1:13 dikatakan: "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." Meterai dari Roh Kudus menempatkan kita pada posisi yang aman karena kita berada di pihak Tuhan dan Tuhan ada di pihak kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6). Tuhan menjadi perlindungan, naungan dan pembela kita. Namun apabila Roh Kudus kita dukakan kita akan kehilangan meterai dari Roh Kudus. Akibatnya kita tidak lagi mengalami penyertaan dan perlindunganNya secara sempurna.
Alkitab memperingatkan: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Perkara-perkara inilah yang membuat Roh Kudus berduka dan akhirnya meninggalkan kita. Karena itu mulai detik ini mari kita tinggalkan segala kejahatan dan hiduplah sebagai manusia baru di dalam Tuhan.
Tanpa Roh Kudus kita tidak punya kekuatan apa-apa, karena itu jangan sekali-kali mendukakan Dia dengan pelanggaran-pelanggaran kita.
Baca: Efesus 4:17-32
"Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." Efesus 4:30
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus rasul Paulus mengingatkan agar kita tidak lagi mendukakan Roh Kudus. Mendukakan dapat berarti membuat sedih, mempermalukan dan juga menghina. Namun Alkitab menyatakan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Maka "...kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia." (Efesus 4:17). Jadi kita harus benar-benar mengenakan 'manusia baru' dengan menanggalkan segala perbuatan dan karakter lama kita yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, selain memadamkan Roh, juga merupakan tindakan mendukakan Roh Kudus. Itu sama artinya kita sedang menghalangi dan menghentikan pekerjaan Roh Kudus sehingga Ia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam Efesus 1:13 dikatakan: "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." Meterai dari Roh Kudus menempatkan kita pada posisi yang aman karena kita berada di pihak Tuhan dan Tuhan ada di pihak kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6). Tuhan menjadi perlindungan, naungan dan pembela kita. Namun apabila Roh Kudus kita dukakan kita akan kehilangan meterai dari Roh Kudus. Akibatnya kita tidak lagi mengalami penyertaan dan perlindunganNya secara sempurna.
Alkitab memperingatkan: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Perkara-perkara inilah yang membuat Roh Kudus berduka dan akhirnya meninggalkan kita. Karena itu mulai detik ini mari kita tinggalkan segala kejahatan dan hiduplah sebagai manusia baru di dalam Tuhan.
Tanpa Roh Kudus kita tidak punya kekuatan apa-apa, karena itu jangan sekali-kali mendukakan Dia dengan pelanggaran-pelanggaran kita.
Wednesday, July 9, 2014
MEMADAMKAN ROH: Hidup Dalam Kejahatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:19-22
"Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan." 1 Tesalonika 5:22
Sebagai umat tebusan Tuhan kita dituntut untuk tetap mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12), artinya kita harus hidup dalam ketaatan dan memiliki hati yang takut akan Tuhan sebagai respons atas keselamatan yang telah kita terima. Jadi ketaatan adalah suatu perintah yang tidak bisa ditawar lagi. Jika kita taat kepada Tuhan maka roh kita akan tetap terpelihara dengan sempurna. Jangan sampai api itu redup dan menjadi padam, "Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah dibiarkan padam." (Imamat 6:13).
Supaya api roh itu terus menyala kita harus berupaya supaya Roh Kudus merasa comfortable tinggal di dalam kita. Roh Kudus akan betah tinggal dan berdiam di dalam kita apabila kita hidup dalam kebenaran dan kekudusan karena Dia adalah Roh yang kudus. Maka dari itu "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:14-16). Hidup dalam kebenaran dan kekudusan berarti menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan tidak lagi berkompromi dengan dosa; dan jika Roh Kudus berdiam di dalam kita secara permanen, secara otomatis segala tindakan kita akan dituntun kepada kebenaran. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26), sehingga kehidupan kita selaras dengan apa yang Tuhan mau.
Tetapi ketika roh yang ada pada kita itu padam karena ketidaktaatan dan segala kejahatan yang telah kita perbuat, kita tidak lagi punya kekuatan untuk mengalahkan segala tipu muslihat Iblis karena kedagingan kita menjadi sangat dominan. Ibadah yang kita lakukan akhirnya hanya sebatas rutinitas belaka dan kita pun semakin kehilangan kepekaan rohani. Akhirnya, melakukan kejahatan kita anggap sebagai hal yang biasa.
"Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Baca: 1 Tesalonika 5:19-22
"Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan." 1 Tesalonika 5:22
Sebagai umat tebusan Tuhan kita dituntut untuk tetap mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12), artinya kita harus hidup dalam ketaatan dan memiliki hati yang takut akan Tuhan sebagai respons atas keselamatan yang telah kita terima. Jadi ketaatan adalah suatu perintah yang tidak bisa ditawar lagi. Jika kita taat kepada Tuhan maka roh kita akan tetap terpelihara dengan sempurna. Jangan sampai api itu redup dan menjadi padam, "Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah dibiarkan padam." (Imamat 6:13).
Supaya api roh itu terus menyala kita harus berupaya supaya Roh Kudus merasa comfortable tinggal di dalam kita. Roh Kudus akan betah tinggal dan berdiam di dalam kita apabila kita hidup dalam kebenaran dan kekudusan karena Dia adalah Roh yang kudus. Maka dari itu "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:14-16). Hidup dalam kebenaran dan kekudusan berarti menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan tidak lagi berkompromi dengan dosa; dan jika Roh Kudus berdiam di dalam kita secara permanen, secara otomatis segala tindakan kita akan dituntun kepada kebenaran. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26), sehingga kehidupan kita selaras dengan apa yang Tuhan mau.
Tetapi ketika roh yang ada pada kita itu padam karena ketidaktaatan dan segala kejahatan yang telah kita perbuat, kita tidak lagi punya kekuatan untuk mengalahkan segala tipu muslihat Iblis karena kedagingan kita menjadi sangat dominan. Ibadah yang kita lakukan akhirnya hanya sebatas rutinitas belaka dan kita pun semakin kehilangan kepekaan rohani. Akhirnya, melakukan kejahatan kita anggap sebagai hal yang biasa.
"Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Tuesday, July 8, 2014
MEMADAMKAN ROH: Tidak Berdoa dan Bersungut-sungut
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:19-22
"Tetaplah berdoa." 1 Tesalonika 5:17
Hal lain yang memadamkan Roh Tuhan di dalam diri orang percaya adalah jika kita malas berdoa atau tidak berdoa. Firman Tuhan dengan jelas memerintahkan kita untuk berdoa, tapi banyak sekali orang Kristen yang ogah-ogahan untuk berdoa, padahal ada dampak yang luar biasa jika kita tekun berdoa, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Dengan berdoa iman kita akan bekerja. Sebaliknya ketika kita tidak berdoa, secara otomatis iman kita tidak akan bekerja secara efektif dan lambat laun iman itu akan mati, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Orang yang jarang atau tidak berdoa pasti akan mudah kuatir, cemas dan takut menghadapi masalah atau kesulitan karena imannya tidak bekerja secara aktif. Sementara orang yang menjadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari akan berkata, "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7), sehingga saat masalah datang ia tetap mampu berpikiran positif dan optimis meski doanya belum beroleh jawaban dari Tuhan, karena ia sangat percaya bahwa Tuhan sanggup mengatasi persoalannya, sebesar apa pun itu.
Tidak bisa mengucap syukur alias suka mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel saat berada di padang gurun adalah sikap yang dapat memadamkan Roh di dalam diri kita. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Mengucap syukur adalah sebuah tindakan yang tidak memadamkan Roh Tuhan. Mengucap syukur dalam segala hal berarti mampu bersikap dan berpikiran positif di segala situasi. Itulah sebabnya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Saat kita bertekun dalam doa dan hati kita dipenuhi oleh ucapan syukur berarti kita sedang membuka pintu seluas-luasnya kepada Roh Kudus untuk berkarya di dalam kita.
Saat Roh Kudus bekerja dalam kita, kita beroleh kekuatan dan kesanggupan, karena itu jangan padamkan Dia.
Baca: 1 Tesalonika 5:19-22
"Tetaplah berdoa." 1 Tesalonika 5:17
Hal lain yang memadamkan Roh Tuhan di dalam diri orang percaya adalah jika kita malas berdoa atau tidak berdoa. Firman Tuhan dengan jelas memerintahkan kita untuk berdoa, tapi banyak sekali orang Kristen yang ogah-ogahan untuk berdoa, padahal ada dampak yang luar biasa jika kita tekun berdoa, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Dengan berdoa iman kita akan bekerja. Sebaliknya ketika kita tidak berdoa, secara otomatis iman kita tidak akan bekerja secara efektif dan lambat laun iman itu akan mati, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Orang yang jarang atau tidak berdoa pasti akan mudah kuatir, cemas dan takut menghadapi masalah atau kesulitan karena imannya tidak bekerja secara aktif. Sementara orang yang menjadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari akan berkata, "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7), sehingga saat masalah datang ia tetap mampu berpikiran positif dan optimis meski doanya belum beroleh jawaban dari Tuhan, karena ia sangat percaya bahwa Tuhan sanggup mengatasi persoalannya, sebesar apa pun itu.
Tidak bisa mengucap syukur alias suka mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel saat berada di padang gurun adalah sikap yang dapat memadamkan Roh di dalam diri kita. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Mengucap syukur adalah sebuah tindakan yang tidak memadamkan Roh Tuhan. Mengucap syukur dalam segala hal berarti mampu bersikap dan berpikiran positif di segala situasi. Itulah sebabnya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Saat kita bertekun dalam doa dan hati kita dipenuhi oleh ucapan syukur berarti kita sedang membuka pintu seluas-luasnya kepada Roh Kudus untuk berkarya di dalam kita.
Saat Roh Kudus bekerja dalam kita, kita beroleh kekuatan dan kesanggupan, karena itu jangan padamkan Dia.
Monday, July 7, 2014
MEMADAMKAN ROH: Tidak Bersukacita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:16-22
"Janganlah padamkan Roh," 1 Tesalonika 5:19
Tekun berdoa, tetap bersukacita dan mengucap syukur dalam segala hal adalah cara untuk mengatasi agar Roh yang ada di dalam kita tidak redup dan padam. Firman Tuhan mengingatkan, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Namun akhir-akhir ini ada banyak orang Kristen yang rohnya makin hari makin padam, tidak lagi menyala-nyala bagi Tuhan.
Ketika kita memadamkan Roh Tuhan yang ada di dalam kita, kita sedang membatasi Dia untuk bekerja di dalam kita. Kita tahu bahwa Roh Tuhan itu kuasaNya tak terbatas dan Ia "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Tak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya jika Roh Tuhan bekerja di dalam diri orang percaya. Sayangnya kita justru seringkali memadamkannya, artinya kita sendiri yang membatasi Roh Tuhan bekerja sehingga Ia tidak dapat berkarya secara leluasa dan bebas. Sadar atau tidak sadar itu seringkali kita lakukan. Kapan? Ialah saat kita bermuram durja atau bersedih hati. Saat itu pula sesungguhnya kita sedang memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam kita. Firman Tuhan jelas menasihati kita, "Bersukacitalah senantiasa." (1 Tesalonika 5:16). Daud berkata, "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN" (Mazmur 64:11). Masalah atau penderitaan yang terjadi dalam kehidupan ini seharusnya tidak dengan serta-merta membuat kita kehilangan sukacita dan semangat dan "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14).
Dengan keyakinan bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13), hari-hari Daud senantiasa dipenuhi puji-pujian: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Segala waktu artinya di segala keadaan, baik itu susah maupun senang, suka dan duka. Bahkan Alkitab mencatat tujuh kali dalam sehari Daud memuji-muji Tuhan (baca Mazmur 119:164)!
Bersukacitalah senantiasa supaya Roh Tuhan tidak padam!
Baca: 1 Tesalonika 5:16-22
"Janganlah padamkan Roh," 1 Tesalonika 5:19
Tekun berdoa, tetap bersukacita dan mengucap syukur dalam segala hal adalah cara untuk mengatasi agar Roh yang ada di dalam kita tidak redup dan padam. Firman Tuhan mengingatkan, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Namun akhir-akhir ini ada banyak orang Kristen yang rohnya makin hari makin padam, tidak lagi menyala-nyala bagi Tuhan.
Ketika kita memadamkan Roh Tuhan yang ada di dalam kita, kita sedang membatasi Dia untuk bekerja di dalam kita. Kita tahu bahwa Roh Tuhan itu kuasaNya tak terbatas dan Ia "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Tak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya jika Roh Tuhan bekerja di dalam diri orang percaya. Sayangnya kita justru seringkali memadamkannya, artinya kita sendiri yang membatasi Roh Tuhan bekerja sehingga Ia tidak dapat berkarya secara leluasa dan bebas. Sadar atau tidak sadar itu seringkali kita lakukan. Kapan? Ialah saat kita bermuram durja atau bersedih hati. Saat itu pula sesungguhnya kita sedang memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam kita. Firman Tuhan jelas menasihati kita, "Bersukacitalah senantiasa." (1 Tesalonika 5:16). Daud berkata, "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN" (Mazmur 64:11). Masalah atau penderitaan yang terjadi dalam kehidupan ini seharusnya tidak dengan serta-merta membuat kita kehilangan sukacita dan semangat dan "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14).
Dengan keyakinan bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13), hari-hari Daud senantiasa dipenuhi puji-pujian: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Segala waktu artinya di segala keadaan, baik itu susah maupun senang, suka dan duka. Bahkan Alkitab mencatat tujuh kali dalam sehari Daud memuji-muji Tuhan (baca Mazmur 119:164)!
Bersukacitalah senantiasa supaya Roh Tuhan tidak padam!
Sunday, July 6, 2014
DOA: Kunci Dipimpin Roh Kudus (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2014
Baca: Efesus 6:10-20
"Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara." Efesus 6:20b
Ketika kita bertekun dalam doa kita sedang masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan, yaitu "...menjadi satu roh dengan Dia." (1 Korintus 6:17); artinya semakin kita intim dengan Tuhan melalui doa, kita akan mengalami dan menikmati hadiratNya. Ini seperti ranting yang melekat pada pokok anggur, sebab kita tahu bahwa "...ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Alkitab menambahkan: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Karena itu kita harus menjadikan doa sebagai gaya hidup kita setiap hari sebagai tanda bahwa kita melekat kepada Tuhan dan punya sikap berjaga-jaga.
Dengan melekat kepada Tuhan berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Saat itulah Tuhan memberikan kepada kita Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menyertai dan memimpin kita kepada kebenaran, karena Ia tahu bahwa kita memiliki banyak kelemahan dan punya kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan kehendak sendiri. Tanpa Roh Kudus sulit bagi kita untuk hidup dalam kebenaran karena setiap hari kita dihadapkan pada perkara-perkara dunia yang membawa kita kepada segala kecemaran dan jauh dari kata kudus. Ada pun kehendak Tuhan adalah "...bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Melalui karya pengorbanan Kristus di Kalvari setiap orang percaya telah diselamatkan, diampuni dosanya dan dikuduskanNya, karena itu kita harus berjuang untuk mempertahankan 'status' kita ini, yang dulunya sebagai hamba dosa dan yang kini menjadi hamba kebenaran (baca Roma 6:17-18) tersebut dengan hidup seturut kehendak Tuhan. Untuk itulah kita sangat membutuhkan Roh Kudus, olehNya kita dituntun kepada kebenaran dan memampukan kita berjalan dalam kekudusan.
Roh Kudus akan mengerjakan hal-hal yang kudus sesuai dengan firman Tuhan dalam hidup kita asal kita selalu melekat kepada Tuhan.
Baca: Efesus 6:10-20
"Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara." Efesus 6:20b
Ketika kita bertekun dalam doa kita sedang masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan, yaitu "...menjadi satu roh dengan Dia." (1 Korintus 6:17); artinya semakin kita intim dengan Tuhan melalui doa, kita akan mengalami dan menikmati hadiratNya. Ini seperti ranting yang melekat pada pokok anggur, sebab kita tahu bahwa "...ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Alkitab menambahkan: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Karena itu kita harus menjadikan doa sebagai gaya hidup kita setiap hari sebagai tanda bahwa kita melekat kepada Tuhan dan punya sikap berjaga-jaga.
Dengan melekat kepada Tuhan berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Saat itulah Tuhan memberikan kepada kita Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menyertai dan memimpin kita kepada kebenaran, karena Ia tahu bahwa kita memiliki banyak kelemahan dan punya kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan kehendak sendiri. Tanpa Roh Kudus sulit bagi kita untuk hidup dalam kebenaran karena setiap hari kita dihadapkan pada perkara-perkara dunia yang membawa kita kepada segala kecemaran dan jauh dari kata kudus. Ada pun kehendak Tuhan adalah "...bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Melalui karya pengorbanan Kristus di Kalvari setiap orang percaya telah diselamatkan, diampuni dosanya dan dikuduskanNya, karena itu kita harus berjuang untuk mempertahankan 'status' kita ini, yang dulunya sebagai hamba dosa dan yang kini menjadi hamba kebenaran (baca Roma 6:17-18) tersebut dengan hidup seturut kehendak Tuhan. Untuk itulah kita sangat membutuhkan Roh Kudus, olehNya kita dituntun kepada kebenaran dan memampukan kita berjalan dalam kekudusan.
Roh Kudus akan mengerjakan hal-hal yang kudus sesuai dengan firman Tuhan dalam hidup kita asal kita selalu melekat kepada Tuhan.
Saturday, July 5, 2014
Doa: Kunci Dipimpin Roh Kudus (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Tetaplah berdoa." 1 Tesalonika 5:17
Sikap yang harus kita kembangkan untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus dan berada dalam pimpinanNya adalah senantiasa berjaga-jaga dan berdoa. Tuhan Yesus berkata, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Rasul Paulus juga menasihati jemaat di Efesus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Hal ini menunjukkan bahwa doa adalah unsur terpenting dalam kehidupan orang percaya. Doa, yang dalam bahasa Yunani 'prosyookhai' memiliki arti mendekat dengan suatu tekad bulat untuk menerima sesuatu dari Tuhan; suatu hubungan pribadi antara orang percaya dengan Tuhan sebagai wujud keintiman. Yesus sendiri juga telah meninggalkan teladan bagaimana Ia membangun keintiman dengan Bapa di sorga. "...Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23), bahkan "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Itulah sebabnya saat berada di taman Getsemani Yesus menegur keras murid-muridNya yang kedapatan tertidur sementara Ia sedang berdoa, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Semakin kita bergaul karib dengan Tuhan semakin kita merasakan penyertaan Tuhan lebih nyata lagi. Langkah kaki kita pun secara otomatis akan diarahkan oleh Roh Kudus kepada ketaatan dan penundukan diri sehingga kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Sungguh, di dalam doa terkandung kuasa adikodrati yang memampukan kita untuk melawan pergumulan daging.
Sudahkah kita bertekun dalam doa? Kata bertekun berarti melakukannya terus-menerus dan penuh kesungguhan. Inilah cara menaruh pikiran kita kepada perkara-perkara yang di atas. "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Jangan berkata bahwa kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus jika kita sendiri tidak pernah berdoa!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Tetaplah berdoa." 1 Tesalonika 5:17
Sikap yang harus kita kembangkan untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus dan berada dalam pimpinanNya adalah senantiasa berjaga-jaga dan berdoa. Tuhan Yesus berkata, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Rasul Paulus juga menasihati jemaat di Efesus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Hal ini menunjukkan bahwa doa adalah unsur terpenting dalam kehidupan orang percaya. Doa, yang dalam bahasa Yunani 'prosyookhai' memiliki arti mendekat dengan suatu tekad bulat untuk menerima sesuatu dari Tuhan; suatu hubungan pribadi antara orang percaya dengan Tuhan sebagai wujud keintiman. Yesus sendiri juga telah meninggalkan teladan bagaimana Ia membangun keintiman dengan Bapa di sorga. "...Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23), bahkan "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Itulah sebabnya saat berada di taman Getsemani Yesus menegur keras murid-muridNya yang kedapatan tertidur sementara Ia sedang berdoa, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Semakin kita bergaul karib dengan Tuhan semakin kita merasakan penyertaan Tuhan lebih nyata lagi. Langkah kaki kita pun secara otomatis akan diarahkan oleh Roh Kudus kepada ketaatan dan penundukan diri sehingga kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Sungguh, di dalam doa terkandung kuasa adikodrati yang memampukan kita untuk melawan pergumulan daging.
Sudahkah kita bertekun dalam doa? Kata bertekun berarti melakukannya terus-menerus dan penuh kesungguhan. Inilah cara menaruh pikiran kita kepada perkara-perkara yang di atas. "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Jangan berkata bahwa kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus jika kita sendiri tidak pernah berdoa!
Friday, July 4, 2014
MENGALIR BERSAMA ROH KUDUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2014
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Seberapa besar kerinduan kita terhadap Roh Kudus? Adakah kerinduan itu seperti yang dirasakan oleh Daud, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Mazmur 42:2-3a).
Saat kita merindukan kehadiranNya Ia akan datang melawat dan memenuhi hati kita. Saat itu pula Roh Kudus akan memuaskan rasa tenggelam di dalam aliranNya. Inilah permulaan kita bertumbuh secara rohani! Ketika kita semakin masuk di kedalaman sungai Tuhan, mulai dari pergelangan kaki, lutut, pinggang, hingga kita hanyut dan berenang di dalamnya, maka sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya akan Tuhan kerjakan dalam hidup kita, yaitu "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Saat itulah kita akan dibawa kepada tingkat kehidupan yang berkualitas dan berdampak sehingga kita mampu menjadi berkat bagi orang lain. Kehidupan seseorang yang mengalir bersama Roh Kudus diibaratkan seperti pohon yang "...daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." (ayat nas). Inilah dampak yang dihasilkan ketika kita mengalir dan tenggelam bersama Roh Kudus.
Ketika kita hidup mengalir bersama Roh Kudus, "...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Berkat, kemurahan dan kebaikan Tuhan akan mengalir senantiasa di dalam kita sehingga kita tidak lagi merasa kering dan gersang, tapi kita akan merasakan kesegaran dan kesejukan.
Ada dampak yang luar biasa ketika seseorang mengalir bersama Roh Kudus, hidupnya diberkati Tuhan secara luar biasa dan menjadi berkat bagi orang lain.
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Seberapa besar kerinduan kita terhadap Roh Kudus? Adakah kerinduan itu seperti yang dirasakan oleh Daud, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Mazmur 42:2-3a).
Saat kita merindukan kehadiranNya Ia akan datang melawat dan memenuhi hati kita. Saat itu pula Roh Kudus akan memuaskan rasa tenggelam di dalam aliranNya. Inilah permulaan kita bertumbuh secara rohani! Ketika kita semakin masuk di kedalaman sungai Tuhan, mulai dari pergelangan kaki, lutut, pinggang, hingga kita hanyut dan berenang di dalamnya, maka sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya akan Tuhan kerjakan dalam hidup kita, yaitu "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Saat itulah kita akan dibawa kepada tingkat kehidupan yang berkualitas dan berdampak sehingga kita mampu menjadi berkat bagi orang lain. Kehidupan seseorang yang mengalir bersama Roh Kudus diibaratkan seperti pohon yang "...daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." (ayat nas). Inilah dampak yang dihasilkan ketika kita mengalir dan tenggelam bersama Roh Kudus.
Ketika kita hidup mengalir bersama Roh Kudus, "...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Berkat, kemurahan dan kebaikan Tuhan akan mengalir senantiasa di dalam kita sehingga kita tidak lagi merasa kering dan gersang, tapi kita akan merasakan kesegaran dan kesejukan.
Ada dampak yang luar biasa ketika seseorang mengalir bersama Roh Kudus, hidupnya diberkati Tuhan secara luar biasa dan menjadi berkat bagi orang lain.
Thursday, July 3, 2014
MENGALIR BERSAMA ROH KUDUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2014
Baca: Yohanes 7:37-44
"Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." Yohanes 7:38
Salah satu sifat dari kuasa Roh Kudus adalah mengalir seperti aliran air. Dalam Yehezkiel 47:1-12 Roh Kudus digambarkan sebagai aliran sungai Tuhan. Pada waktu itu air yang keluar dari Bait Suci tingginya masih sebatas pergelangan kaki. Namun pada waktu tertentu aliran sungai itu akan semakin naik sampai ke lutut, lalu sepinggang dan akhirnya aliran itu semakin tinggi menjadi sungai, sehingga seseorang dapat berenang, bahkan bisa hanyut dan tenggelam di dalamnya, "...suatu sungai yang tidak dapat diseberangi lagi." (Yehezkiel 47:5). Begitulah keberadaan orang percaya yang hidupnya mau dipimpin oleh Roh Kudus, yaitu mengikuti aliran kuasa Roh Kudus.
Tidak mudah bagi kita untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus karena kita memiliki kecenderungan untuk memberontak dan menuruti keinginan daging kita, sebab "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41); Roh Kudus adalah penurut, tetapi daging kita adalah pemberontak. Selama daging kita terus dominan atau selama kita masih hidup menuruti keinginan daging kita, sehingga manusia roh kita menjadi lemah, itu tandanya bahwa aliran Roh Kudus yang ada di dalam kita hanya sampai pada pergelangan kaki saja. Karena itu kita harus meningkatkan intensitas hubungan kita dengan Tuhan melalui doa dan perenungan akan firmanNya sehingga kita makin bertumbuh menuju kepada kedewasaan rohani, saat di mana manusia roh kita akan lebih muncul daripada manusia jasmani. Pada saat itulah kita akan hanyut dan tenggelam di dalam sungaiNya Tuhan. Langkah kaki kita pun akan mengikuti ke mana Roh Kudus menuntun dan membawa kita.
Abraham adalah salah satu contoh tokoh dalam Alkitab yang hidupnya mengalir bersama Roh Tuhan. Buktinya ketika dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya ke suatu tempat di mana ia tidak tahu secara pasti ia tetap taat mengikuti tuntunan Tuhan. Bukan hanya itu, di setiap kota yang disinggahinya ia tak pernah lupa untuk mendirikan mezbah persembahan bagi Tuhan, dan Tuhan berkenan atas persembahannya.
Mengalir bersama Roh Kudus berarti mau hidup dipimpin Roh Kudus, berjalan bersamaNya dan taat kepada kehendakNya.
Baca: Yohanes 7:37-44
"Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." Yohanes 7:38
Salah satu sifat dari kuasa Roh Kudus adalah mengalir seperti aliran air. Dalam Yehezkiel 47:1-12 Roh Kudus digambarkan sebagai aliran sungai Tuhan. Pada waktu itu air yang keluar dari Bait Suci tingginya masih sebatas pergelangan kaki. Namun pada waktu tertentu aliran sungai itu akan semakin naik sampai ke lutut, lalu sepinggang dan akhirnya aliran itu semakin tinggi menjadi sungai, sehingga seseorang dapat berenang, bahkan bisa hanyut dan tenggelam di dalamnya, "...suatu sungai yang tidak dapat diseberangi lagi." (Yehezkiel 47:5). Begitulah keberadaan orang percaya yang hidupnya mau dipimpin oleh Roh Kudus, yaitu mengikuti aliran kuasa Roh Kudus.
Tidak mudah bagi kita untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus karena kita memiliki kecenderungan untuk memberontak dan menuruti keinginan daging kita, sebab "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41); Roh Kudus adalah penurut, tetapi daging kita adalah pemberontak. Selama daging kita terus dominan atau selama kita masih hidup menuruti keinginan daging kita, sehingga manusia roh kita menjadi lemah, itu tandanya bahwa aliran Roh Kudus yang ada di dalam kita hanya sampai pada pergelangan kaki saja. Karena itu kita harus meningkatkan intensitas hubungan kita dengan Tuhan melalui doa dan perenungan akan firmanNya sehingga kita makin bertumbuh menuju kepada kedewasaan rohani, saat di mana manusia roh kita akan lebih muncul daripada manusia jasmani. Pada saat itulah kita akan hanyut dan tenggelam di dalam sungaiNya Tuhan. Langkah kaki kita pun akan mengikuti ke mana Roh Kudus menuntun dan membawa kita.
Abraham adalah salah satu contoh tokoh dalam Alkitab yang hidupnya mengalir bersama Roh Tuhan. Buktinya ketika dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya ke suatu tempat di mana ia tidak tahu secara pasti ia tetap taat mengikuti tuntunan Tuhan. Bukan hanya itu, di setiap kota yang disinggahinya ia tak pernah lupa untuk mendirikan mezbah persembahan bagi Tuhan, dan Tuhan berkenan atas persembahannya.
Mengalir bersama Roh Kudus berarti mau hidup dipimpin Roh Kudus, berjalan bersamaNya dan taat kepada kehendakNya.
Wednesday, July 2, 2014
ROH KUDUS: KuasaNya Tak Terbatas
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2014
Baca: Kisah Para Rasul 1:6-11
"...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Hari ini kita memasuki hari kedua di bulan Juli. Kita sangat percaya bahwa jika hari ini kita ada sebagaimana kita ada adalah semata-mata oleh karena anugerah Tuhan. Kita pun harus berkeyakinan bahwa hari-hari yang sedang kita jalani ini adalah hari di mana Tuhan semakin menyatakan kuasaNya atas kita. Bukan untuk hari ini saja, tapi juga esok, lusa dan seterusnya, karena Dia adalah Tuhan yang tidak pernah berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dia juga adalah Tuhan yang tidak pernah lelah dan berhenti menuntun, menopang, bahkan menggendong kita. Inilah janjiNya, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Oleh kuasa Roh Kudus, yang tinggal di dalam kita dan memenuhi hidup kita, kita dituntun kepada suatu kehidupan yang semakin hari akan semakin luar biasa, sebab "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bersama Roh Kudus kita yang lemah dikuatkan, yang putus asa dibangkitkan semangatnya lagi, yang merasa tidak berarti dibuatnya menjadi berharga di mata Tuhan. Kita yang secara manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat terbatas dibuatnya sanggup dan mampu melewati setiap tantangan yang ada karena kuasaNya yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita. Akhirnya kita pun dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Supaya kuasa Tuhan yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita, kita harus tetap tinggal di 'Yerusalem', artinya tinggal di dalam hadirat Tuhan seperti yang diperintahkan Tuhan Yesus, "...Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa," (Kisah 1:4). Janji Bapa itu adalah Roh Kudus.
Ketika Roh Kudus diam di dalam kita, kita beroleh kekuatan adikodrati untuk menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa!
Baca: Kisah Para Rasul 1:6-11
"...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah 1:8
Hari ini kita memasuki hari kedua di bulan Juli. Kita sangat percaya bahwa jika hari ini kita ada sebagaimana kita ada adalah semata-mata oleh karena anugerah Tuhan. Kita pun harus berkeyakinan bahwa hari-hari yang sedang kita jalani ini adalah hari di mana Tuhan semakin menyatakan kuasaNya atas kita. Bukan untuk hari ini saja, tapi juga esok, lusa dan seterusnya, karena Dia adalah Tuhan yang tidak pernah berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dia juga adalah Tuhan yang tidak pernah lelah dan berhenti menuntun, menopang, bahkan menggendong kita. Inilah janjiNya, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Oleh kuasa Roh Kudus, yang tinggal di dalam kita dan memenuhi hidup kita, kita dituntun kepada suatu kehidupan yang semakin hari akan semakin luar biasa, sebab "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bersama Roh Kudus kita yang lemah dikuatkan, yang putus asa dibangkitkan semangatnya lagi, yang merasa tidak berarti dibuatnya menjadi berharga di mata Tuhan. Kita yang secara manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat terbatas dibuatnya sanggup dan mampu melewati setiap tantangan yang ada karena kuasaNya yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita. Akhirnya kita pun dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Supaya kuasa Tuhan yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita, kita harus tetap tinggal di 'Yerusalem', artinya tinggal di dalam hadirat Tuhan seperti yang diperintahkan Tuhan Yesus, "...Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa," (Kisah 1:4). Janji Bapa itu adalah Roh Kudus.
Ketika Roh Kudus diam di dalam kita, kita beroleh kekuatan adikodrati untuk menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa!
Tuesday, July 1, 2014
HIDUP DIPENUHI ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2014
Baca: Kisah Para Rasul 4:23-31
"...dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." Kisah 4:31
Ketika Roh Kudus pertama kalinya dicurahkan di Yerusalem tidak banyak orang yang mengerti dan memahami apakah Roh Kudus itu dan apa tujuan dicurahkannya Roh Kudus. Namun yang pasti, ketika Roh Kudus dicurahkan sesuatu yang dahsyat terjadi. Perubahan hidup secara radikal dialami oleh murid-murid Yesus. Mereka tidak lagi takut dan ragu dalam memberitakan Injil. Kehadiran Roh Kudus benar-benar menjadi api pembakar semangat sehingga roh mereka makin berkobar-kobar bagi Tuhan.
Sebagai orang percaya kita perlu dipenuhi oleh Roh Kudus supaya tubuh kita menjadi bait Roh Kudus. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Ketika Roh Kudus memenuhi hidup kita dan tubuh kita menjadi tempat di mana Roh Kudus berdiam, kita akan menjadi orang-orang yang berbeda dan beroleh perhatian lebih dari Tuhan jika dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki Roh Kudus, sehingga karya Tuhan yang heran dan ajaib akan semakin dinyatakan dalam kehidupan kita.
Bagaimana supaya hidup kita dipenuhi oleh Roh Kudus? "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8). Jadi kita harus berdoa dan meminta kepada Tuhan dengan penuh iman. Namun seringkali kita tidak sabar dalam menantikan Roh Kudus. Tuhan Yesus pun memerintahkan murid-muridNya untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka dipenuhi dengan RohNya, dan setelah menunggu selama 10 hari, dari sekian banyak orang yang menunggu hanya tersisa 120 orang saja yang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Tuhan pun menginginkan kita bertekun dan sabar menantikan janji Tuhan ini. DiberikanNya Roh Kudus kepada orang percaya adalah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, karena Ia tahu bahwa kita ini penuh kelemahan sehingga Roh Kudus diberikan sebagai Penolong dan Penghibur bagi kita.
Mintalah dengan iman, maka Roh Kudus akan dicurahkan atas hidup kita!
Baca: Kisah Para Rasul 4:23-31
"...dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." Kisah 4:31
Ketika Roh Kudus pertama kalinya dicurahkan di Yerusalem tidak banyak orang yang mengerti dan memahami apakah Roh Kudus itu dan apa tujuan dicurahkannya Roh Kudus. Namun yang pasti, ketika Roh Kudus dicurahkan sesuatu yang dahsyat terjadi. Perubahan hidup secara radikal dialami oleh murid-murid Yesus. Mereka tidak lagi takut dan ragu dalam memberitakan Injil. Kehadiran Roh Kudus benar-benar menjadi api pembakar semangat sehingga roh mereka makin berkobar-kobar bagi Tuhan.
Sebagai orang percaya kita perlu dipenuhi oleh Roh Kudus supaya tubuh kita menjadi bait Roh Kudus. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Ketika Roh Kudus memenuhi hidup kita dan tubuh kita menjadi tempat di mana Roh Kudus berdiam, kita akan menjadi orang-orang yang berbeda dan beroleh perhatian lebih dari Tuhan jika dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki Roh Kudus, sehingga karya Tuhan yang heran dan ajaib akan semakin dinyatakan dalam kehidupan kita.
Bagaimana supaya hidup kita dipenuhi oleh Roh Kudus? "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8). Jadi kita harus berdoa dan meminta kepada Tuhan dengan penuh iman. Namun seringkali kita tidak sabar dalam menantikan Roh Kudus. Tuhan Yesus pun memerintahkan murid-muridNya untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka dipenuhi dengan RohNya, dan setelah menunggu selama 10 hari, dari sekian banyak orang yang menunggu hanya tersisa 120 orang saja yang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Tuhan pun menginginkan kita bertekun dan sabar menantikan janji Tuhan ini. DiberikanNya Roh Kudus kepada orang percaya adalah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, karena Ia tahu bahwa kita ini penuh kelemahan sehingga Roh Kudus diberikan sebagai Penolong dan Penghibur bagi kita.
Mintalah dengan iman, maka Roh Kudus akan dicurahkan atas hidup kita!
Monday, June 30, 2014
MEMANDANG TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2014
Baca: Mazmur 123:1-4
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Dalam menjalani hari-hari yang penuh gejolak dan pergumulan ini penting bagi kita untuk mengarahkan pandangan secara tepat, bukan kepada hal-hal negatif yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan dan semakin dekat dengan kegagalan dan kehancuran. Sebab sekali saja kita salah dalam mengarahkan mata akan berakhir fatal seperti yang dialami oleh Hawa, Akhan dan juga Daud.
Di sepanjang perjalanannya dan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian bangsa Israel senantiasa mengalami kebaikan dan mujizat Tuhan yang dinyatakan di depan mereka. Tapi mereka tetap saja dihantui oleh ketakutan karena mata mereka terus tertuju kepada kesukaran di padang gurun dan juga pasukan Firaun yang mengejarnya. Musa pun harus mengingatkan mereka berulang-ulang, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:13-14).
Di sepanjang bulan Juni yang telah kita lewati mungkin ada banyak kesalahan yang telah kita lakukan karena 'mata' kita sehingga hari-hari yang kita jalani pun terasa berat dan membuat kita jatuh bangun dalam dosa. Tidak ada kata terlambat untuk berbenah dan berubah! Mulai hari ini dan seterusnya "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman," (Ibrani 12:2). Mengapa kita harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan? Agar kita tidak mengalami ketakutan dalam menjalani hidup ini. Namun bila pandangan kita terus tertuju kepada situasi dan kondisi yang ada, kita akan mudah sekali takut. Ingat! Ketakutan adalah musuh dari iman dan merupakan roh yang harus kita kalahkan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Semakin kita takut semakin lemahlah iman kita, sehingga kita pun tidak akan sanggup menghadapi segala sesuatunya.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Baca: Mazmur 123:1-4
"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga." Mazmur 123:1
Dalam menjalani hari-hari yang penuh gejolak dan pergumulan ini penting bagi kita untuk mengarahkan pandangan secara tepat, bukan kepada hal-hal negatif yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan dan semakin dekat dengan kegagalan dan kehancuran. Sebab sekali saja kita salah dalam mengarahkan mata akan berakhir fatal seperti yang dialami oleh Hawa, Akhan dan juga Daud.
Di sepanjang perjalanannya dan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian bangsa Israel senantiasa mengalami kebaikan dan mujizat Tuhan yang dinyatakan di depan mereka. Tapi mereka tetap saja dihantui oleh ketakutan karena mata mereka terus tertuju kepada kesukaran di padang gurun dan juga pasukan Firaun yang mengejarnya. Musa pun harus mengingatkan mereka berulang-ulang, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:13-14).
Di sepanjang bulan Juni yang telah kita lewati mungkin ada banyak kesalahan yang telah kita lakukan karena 'mata' kita sehingga hari-hari yang kita jalani pun terasa berat dan membuat kita jatuh bangun dalam dosa. Tidak ada kata terlambat untuk berbenah dan berubah! Mulai hari ini dan seterusnya "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman," (Ibrani 12:2). Mengapa kita harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan? Agar kita tidak mengalami ketakutan dalam menjalani hidup ini. Namun bila pandangan kita terus tertuju kepada situasi dan kondisi yang ada, kita akan mudah sekali takut. Ingat! Ketakutan adalah musuh dari iman dan merupakan roh yang harus kita kalahkan, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Semakin kita takut semakin lemahlah iman kita, sehingga kita pun tidak akan sanggup menghadapi segala sesuatunya.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Sunday, June 29, 2014
SALAH MEMANDANG (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2014
Baca: 1 Yohanes 2:15-17
"Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." 1 Yohanes 2:16
Menggunakan mata untuk memandang yang tidak baik dan negatif akan menghasilkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Itulah yang diperbuat oleh Akhan. Ketika memandang barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan timbullah keinginan untuk memilikinya. "aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Dengan sembunyi-sembunyi Akhan mengambil barang-barang yang telah dikhususkan bagi Tuhan. Karena pelanggarannya ini Akhan harus menanggung akibatnya: ia dilempari batu dan kemudian dibakar dengan api beserta dengan keluarga dan semua harta miliknya.
Daud pun memiliki pengalaman buruk dalam hidupnya berkenaan dengan kesalahannya dalam menggunakan matanya. "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Daud melihat Batsyeba yang sedang mandi, hatinya pun tergoda memilikinya, padahal perempuan itu sudah bersuami. Hasrat tak terbendung, "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia." (2 Samuel 11:4). Tidak berhenti sampai di situ, Daud pun membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Uria (suami Batsyeba) dengan menempatkannya di barisan depan dalam sebuah pertempuran hebat. Tuhan memakai nabi Natan untuk menegur dan mengingatkan Daud atas dosanya yang keji itu. Akhirnya Daud menyesali perbuatannya, tapi akibat dari pelanggarannya tetap berlaku: anaknya mati.
Hawa, Akhan dan Daud menggunakan matanya untuk berbuat dosa, maka mereka pun harus menanggung akibatnya!
Baca: 1 Yohanes 2:15-17
"Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." 1 Yohanes 2:16
Menggunakan mata untuk memandang yang tidak baik dan negatif akan menghasilkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Itulah yang diperbuat oleh Akhan. Ketika memandang barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan timbullah keinginan untuk memilikinya. "aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." (Yosua 7:21). Dengan sembunyi-sembunyi Akhan mengambil barang-barang yang telah dikhususkan bagi Tuhan. Karena pelanggarannya ini Akhan harus menanggung akibatnya: ia dilempari batu dan kemudian dibakar dengan api beserta dengan keluarga dan semua harta miliknya.
Daud pun memiliki pengalaman buruk dalam hidupnya berkenaan dengan kesalahannya dalam menggunakan matanya. "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Daud melihat Batsyeba yang sedang mandi, hatinya pun tergoda memilikinya, padahal perempuan itu sudah bersuami. Hasrat tak terbendung, "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia." (2 Samuel 11:4). Tidak berhenti sampai di situ, Daud pun membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Uria (suami Batsyeba) dengan menempatkannya di barisan depan dalam sebuah pertempuran hebat. Tuhan memakai nabi Natan untuk menegur dan mengingatkan Daud atas dosanya yang keji itu. Akhirnya Daud menyesali perbuatannya, tapi akibat dari pelanggarannya tetap berlaku: anaknya mati.
Hawa, Akhan dan Daud menggunakan matanya untuk berbuat dosa, maka mereka pun harus menanggung akibatnya!
Saturday, June 28, 2014
SALAH MEMANDANG (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2014
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;" Matius 6:22
Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan 'love at first sight' yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama. Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.
Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran. Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita. Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata. "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18:9). Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang. Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya. Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif. Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.
Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya. Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Tertulis: "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup. (Bersambung)
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;" Matius 6:22
Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan 'love at first sight' yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama. Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.
Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran. Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita. Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata. "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18:9). Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang. Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya. Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif. Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.
Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya. Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Tertulis: "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup. (Bersambung)
Friday, June 27, 2014
Seri Yefta: PEMIMPIN ISRAEL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Thursday, June 26, 2014
Seri Yefta: MENGALAMI PENOLAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Wednesday, June 25, 2014
Teguh Terhadap Janji Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2014
Baca: Roma 4:18-25
"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." Roma 4:21
Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham, "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa," (Roma 4:18). Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup. Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.
Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit. "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar. Tetapi Alkitab menyatakan: "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20), maka "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang. Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua. Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung. "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku." (Kejadian 21:6). Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.
Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada. Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan. Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini. Bagaimana dengan kita? Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.
Mari kita "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Baca: Roma 4:18-25
"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." Roma 4:21
Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham, "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa," (Roma 4:18). Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup. Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.
Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit. "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar. Tetapi Alkitab menyatakan: "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20), maka "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang. Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua. Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung. "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku." (Kejadian 21:6). Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.
Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada. Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan. Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini. Bagaimana dengan kita? Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.
Mari kita "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." 2 Korintus 5:7
Tuesday, June 24, 2014
JANJI MASA KINI DAN MASA MENDATANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2014
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang (masa kini) dan dimensi yang akan datang. Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata. Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.
'Dimensi janji Tuhan' inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya. Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan. Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan. Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan. Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi. Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata: "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." (Mazmur 119:140).
"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" Bilangan 23:19
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang (masa kini) dan dimensi yang akan datang. Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata. Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.
'Dimensi janji Tuhan' inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya. Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan. Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan. Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan. Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi. Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata: "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." (Mazmur 119:140).
"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" Bilangan 23:19
Monday, June 23, 2014
Seri Pekerja Tuhan: SETIA DAN DAPAT DIPERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2014
Baca: 1 Korintus 4:1-5
"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." 1 Korintus 4:2
Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan. Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan. Jadi, "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan. Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya. Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya? "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.
Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya; apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya. Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen. Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus. Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya. Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan. Pesan Paulus, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Timotius 4:16).
Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.
Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!
Baca: 1 Korintus 4:1-5
"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." 1 Korintus 4:2
Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan. Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan. Jadi, "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan. Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya. Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya? "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10a). Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.
Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya; apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya. Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen. Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus. Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya. Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan. Pesan Paulus, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Timotius 4:16).
Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.
Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!
Sunday, June 22, 2014
Seri Pekerja Tuhan: MENGEJAR PERKENANAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2014
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh." 2 Petrus 1:10
Tantangan dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak semata-mata datang dari pihak luar (orang-orang yang belum percaya). Acapkali tantangan terbesar datang dari pihak dalam yaitu orang-orang terdekat, saudara seiman, orang-orang yang kita layani atau bahkan dari sesama pekerja. Mulai dari sikap sinis yang memandang kita dengan sebelah mata tanda meremehkan, menuduh sok suci/sok rohani, dianggap pesaing berat, dan tidak sedikit pula yang memusuhi dan menjauhi kita; mereka diibaratkan 'duri dalam daging'. Namun jangan sampai tantangan yang ada membuat kita down, sebaliknya semakin melecut kita untuk melakukan yang terbaik dan semakin maju dalam melayani.
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Kata berusahalah (ayat nas) atau usahakanlah mengandung unsur kemauan dan tekad yang kuat dalam mengerjakan tugas pelayanan, sebab setiap saat kita diperhadapkan dengan peperangan rohani di berbagai aspek kehidupan: perang melawan tipu muslihat Iblis, melawan roh-roh jahat di udara, dan melawan hawa nafsu (keinginan daging), sebab "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14).
Untuk menjadi pekerja Tuhan yang baik kita harus punya tekad yang kuat dalam melayani. Bukan hanya motivasi yang harus tulus dan murni, tapi juga harus punya kerelaan untuk menyerahkan hak, keinginan dan kehendak pribadi kepada Tuhan demi mendapatkan perkenanan itu. Inilah yang harus menjadi tujuan utama setiap pekerja di ladang Tuhan. Perkenanan dari Tuhanlah yang membuat pelayanan kita berdampak dan mampu memberkati banyak orang, karena dalam pelayanan ini kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Miliki tekad yang kuat dalam melayani hingga beroleh perkenanan dari Tuhan!
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh." 2 Petrus 1:10
Tantangan dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak semata-mata datang dari pihak luar (orang-orang yang belum percaya). Acapkali tantangan terbesar datang dari pihak dalam yaitu orang-orang terdekat, saudara seiman, orang-orang yang kita layani atau bahkan dari sesama pekerja. Mulai dari sikap sinis yang memandang kita dengan sebelah mata tanda meremehkan, menuduh sok suci/sok rohani, dianggap pesaing berat, dan tidak sedikit pula yang memusuhi dan menjauhi kita; mereka diibaratkan 'duri dalam daging'. Namun jangan sampai tantangan yang ada membuat kita down, sebaliknya semakin melecut kita untuk melakukan yang terbaik dan semakin maju dalam melayani.
Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Kata berusahalah (ayat nas) atau usahakanlah mengandung unsur kemauan dan tekad yang kuat dalam mengerjakan tugas pelayanan, sebab setiap saat kita diperhadapkan dengan peperangan rohani di berbagai aspek kehidupan: perang melawan tipu muslihat Iblis, melawan roh-roh jahat di udara, dan melawan hawa nafsu (keinginan daging), sebab "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14).
Untuk menjadi pekerja Tuhan yang baik kita harus punya tekad yang kuat dalam melayani. Bukan hanya motivasi yang harus tulus dan murni, tapi juga harus punya kerelaan untuk menyerahkan hak, keinginan dan kehendak pribadi kepada Tuhan demi mendapatkan perkenanan itu. Inilah yang harus menjadi tujuan utama setiap pekerja di ladang Tuhan. Perkenanan dari Tuhanlah yang membuat pelayanan kita berdampak dan mampu memberkati banyak orang, karena dalam pelayanan ini kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Miliki tekad yang kuat dalam melayani hingga beroleh perkenanan dari Tuhan!
Saturday, June 21, 2014
Seri Pekerja Tuhan: BERTEKAD KUAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2014
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu." 2 Timotius 2:15
Melayani Tuhan adalah suatu anugerah, karena itu kita harus mempergunakan kesempatan dan kepercayaan itu sebaik mungkin. Jangan pernah sia-siakan "...supaya pelayanan yang kauterima dalam Tuhan kaujalankan sepenuhnya." (Kolose 4:17), sebab ada banyak orang yang tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Ada yang sengaja menunda-nunda waktu untuk melayani dan cenderung mengabaikan panggilan pelayanan tersebut, padahal ladang sudah menguning. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). Orang-orang yang melayani Tuhan disebut pula sebagai pekerja di ladang Tuhan.
Bukanlah suatu perkara yang mudah untuk menjadi pekerja-pekerja Tuhan karena ada harga yang harus kita bayar. Harus ada usaha agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar layak di hadapanNya. Kita harus berjuang untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan. Kapan waktu perkenanan itu? "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b). Bila saat ini kita sedang bekerja di ladang Tuhan, marilah kita bekerja dengan sebaik mungkin. Inilah yang diupayakan oleh Paulus: "Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya." (2 Korintus 5:9). Jangan sampai kita melayani pekerjaan Tuhan karena kita hanya ingin menyenangkan hati manusia, supaya dilihat orang dan berharap beroleh pujian dari mereka. Berhati-hatilah! Paulus berkata, "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Jika tujuan kita melayani adalah untuk mencari perkenanan dari manusia semata maka kita tidak layak disebut sebagai hamba Tuhan, dan upah yang kita dapatkan pun hanya sebatas pujian dari manusia itu. Adalah sangat mungkin ketika kita berusaha untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan justru kita semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan, dan saat itulah banyak dari kita yang lebih memilih mundur.
Bagaimana dengan kita semua? Bertekad kuatkah kita?
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu." 2 Timotius 2:15
Melayani Tuhan adalah suatu anugerah, karena itu kita harus mempergunakan kesempatan dan kepercayaan itu sebaik mungkin. Jangan pernah sia-siakan "...supaya pelayanan yang kauterima dalam Tuhan kaujalankan sepenuhnya." (Kolose 4:17), sebab ada banyak orang yang tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Ada yang sengaja menunda-nunda waktu untuk melayani dan cenderung mengabaikan panggilan pelayanan tersebut, padahal ladang sudah menguning. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37). Orang-orang yang melayani Tuhan disebut pula sebagai pekerja di ladang Tuhan.
Bukanlah suatu perkara yang mudah untuk menjadi pekerja-pekerja Tuhan karena ada harga yang harus kita bayar. Harus ada usaha agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar layak di hadapanNya. Kita harus berjuang untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan. Kapan waktu perkenanan itu? "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b). Bila saat ini kita sedang bekerja di ladang Tuhan, marilah kita bekerja dengan sebaik mungkin. Inilah yang diupayakan oleh Paulus: "Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya." (2 Korintus 5:9). Jangan sampai kita melayani pekerjaan Tuhan karena kita hanya ingin menyenangkan hati manusia, supaya dilihat orang dan berharap beroleh pujian dari mereka. Berhati-hatilah! Paulus berkata, "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Jika tujuan kita melayani adalah untuk mencari perkenanan dari manusia semata maka kita tidak layak disebut sebagai hamba Tuhan, dan upah yang kita dapatkan pun hanya sebatas pujian dari manusia itu. Adalah sangat mungkin ketika kita berusaha untuk mendapatkan perkenanan dari Tuhan justru kita semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan, dan saat itulah banyak dari kita yang lebih memilih mundur.
Bagaimana dengan kita semua? Bertekad kuatkah kita?
Friday, June 20, 2014
Seri Pertobatan: HATI, PIKIRAN DAN KEHENDAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2014
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." 2 Timotius 2:19
Pertobatan juga menekankan pada sikap hati, karena hati adalah pusat dari pikiran, perasaan dan kehendak kita. Hati juga memiliki peranan besar terhadap perilaku lahiriah kita. "...dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21). Penulis amsal pun menyatakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati yang senantiasa terjaga bersih dan murni akan berdampak positif pula terhadap setiap perkataan dan tindakan kita.
Bagaimana menjaga hati kita supaya tetap bersih dan murni? Kita harus mengijinkan Roh Kudus untuk menyelidiki dan memperbarui hati kita. Daud berdoa, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Pikiran dan hati yang telah diperbaharui oleh firman Tuhan akan mempengaruhi kehendak kita. Kesadaran terhadap segala kesalahan dan pelanggaran pastilah akan diikuti oleh kehendak/keinginan untuk berhenti berbuat dosa, dan komitmen untuk hidup dalam pertobatan setiap hari. Itu membutuhkan proses yang tidak instan tapi secara bertahap dan terus-menerus seumur hidup kita, hingga kita memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar yang dikehendaki Tuhan.
Seseorang yang memiliki pertobatan yang sejati imannya tetap teguh untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, apa pun yang terjadi dan di mana pun berada, karena pertobatan adalah suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, hati dan kehendak, di mana kita semakin mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya. Saat menghadapi pergumulan yang berat sekalipun kita bisa berkata: janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Tuhan kehendaki. Ketika kita menyerahkan seluruh kehendak kepada Tuhan kita akan tinggal di dalam firmanNya.
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam pertobatan?
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." 2 Timotius 2:19
Pertobatan juga menekankan pada sikap hati, karena hati adalah pusat dari pikiran, perasaan dan kehendak kita. Hati juga memiliki peranan besar terhadap perilaku lahiriah kita. "...dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21). Penulis amsal pun menyatakan, "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Maka dari itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Hati yang senantiasa terjaga bersih dan murni akan berdampak positif pula terhadap setiap perkataan dan tindakan kita.
Bagaimana menjaga hati kita supaya tetap bersih dan murni? Kita harus mengijinkan Roh Kudus untuk menyelidiki dan memperbarui hati kita. Daud berdoa, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Pikiran dan hati yang telah diperbaharui oleh firman Tuhan akan mempengaruhi kehendak kita. Kesadaran terhadap segala kesalahan dan pelanggaran pastilah akan diikuti oleh kehendak/keinginan untuk berhenti berbuat dosa, dan komitmen untuk hidup dalam pertobatan setiap hari. Itu membutuhkan proses yang tidak instan tapi secara bertahap dan terus-menerus seumur hidup kita, hingga kita memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar yang dikehendaki Tuhan.
Seseorang yang memiliki pertobatan yang sejati imannya tetap teguh untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, apa pun yang terjadi dan di mana pun berada, karena pertobatan adalah suatu tindakan yang menghasilkan perubahan pikiran, hati dan kehendak, di mana kita semakin mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan firmanNya. Saat menghadapi pergumulan yang berat sekalipun kita bisa berkata: janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Tuhan kehendaki. Ketika kita menyerahkan seluruh kehendak kepada Tuhan kita akan tinggal di dalam firmanNya.
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang benar-benar hidup dalam pertobatan?
Thursday, June 19, 2014
Seri Pertobatan: HATI, PIKIRAN DAN KEHENDAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2014
Baca: 2 Korintus 7:1-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Pertobatan adalah kata yang tidak akan berhenti untuk diberitakan kepada setiap orang percaya, sebab pertobatan adalah langkah awal di mana seseorang menyadari kesalahan dan pelanggarannya, lalu berpaling dari dosa-dosanya dan meninggalkannya. Pertobatan disebut juga suatu keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya ia bertekad untuk berubah, yaitu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan. Di padang Yudea Yohanes Pembaptis dengan suara yang lantang menyerukan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 3:2). Berita ini pula yang diserukan oleh Yesus, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Sebelum hidup dalam pertobatan, apa yang ada dalam pikiran, hati dan kehendak kita semata-mata dikuasai segala hal yang bersifat duniawi, sehingga yang dihasilkan pun adalah perbuatan-perbuatan daging. Itulah sebabnya pertobatan yang sejati meliputi tiga aspek penting ini: pikiran, hati dan juga kehendak. Pikiran adalah medan peperangan dalam kehidupan manusia. Alkitab menyatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Apa yang kita pikirkan itulah yang aka membentuk setiap tindakan kita. Dengan kata lain, pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan, artinya tindakan yang kita lakukan adalah akibat langsung dari apa yang kita pikirkan. Jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang berasal dari daging, maka kita akan berjalan dalam daging dan perbuatan kita pun akan semakin jauh dari kebenaran.
Supaya kita memiliki pikiran yang benar kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, sehingga kita "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Ketika kita memiliki pikiran Kristus, pikiran kita akan terus diperbaharui sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (baca Roma 12:2) (Bersambung)
Baca: 2 Korintus 7:1-16
"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." 2 Korintus 7:10
Pertobatan adalah kata yang tidak akan berhenti untuk diberitakan kepada setiap orang percaya, sebab pertobatan adalah langkah awal di mana seseorang menyadari kesalahan dan pelanggarannya, lalu berpaling dari dosa-dosanya dan meninggalkannya. Pertobatan disebut juga suatu keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya ia bertekad untuk berubah, yaitu berbalik dari dosanya dan berpaling kepada Tuhan. Di padang Yudea Yohanes Pembaptis dengan suara yang lantang menyerukan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 3:2). Berita ini pula yang diserukan oleh Yesus, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Sebelum hidup dalam pertobatan, apa yang ada dalam pikiran, hati dan kehendak kita semata-mata dikuasai segala hal yang bersifat duniawi, sehingga yang dihasilkan pun adalah perbuatan-perbuatan daging. Itulah sebabnya pertobatan yang sejati meliputi tiga aspek penting ini: pikiran, hati dan juga kehendak. Pikiran adalah medan peperangan dalam kehidupan manusia. Alkitab menyatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Apa yang kita pikirkan itulah yang aka membentuk setiap tindakan kita. Dengan kata lain, pikiran adalah pemimpin atau pelopor dari semua tindakan, artinya tindakan yang kita lakukan adalah akibat langsung dari apa yang kita pikirkan. Jika yang kita pikirkan adalah hal-hal yang berasal dari daging, maka kita akan berjalan dalam daging dan perbuatan kita pun akan semakin jauh dari kebenaran.
Supaya kita memiliki pikiran yang benar kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, sehingga kita "...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Ketika kita memiliki pikiran Kristus, pikiran kita akan terus diperbaharui sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (baca Roma 12:2) (Bersambung)
Wednesday, June 18, 2014
Seri Keselamatan: KARENA KASIH KARUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2014
Baca: Titus 2:11-15
"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Titus 2:11
Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah. "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Bila kasih ini dihubungkan dengan penyelamatan terhadap manusia berdosa, maka dikatakan sebagai kasih karunia atau anugerah.
Istilah kasih karunia diterjemahkan dari kata Yunani 'kharis' yang dapat diartikan: anugerah, pemberian, kemurahan hati, pahala. Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna: kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang seharusnya layak untuk dihukum. Adapun arti umum dari kata kasih karunia adalah pemberian yang dilandasi dengan sukacita, bukan karena keterpaksaan. Jadi kematian Yesus Kristus di atas Kalvari untuk menebus dosa umat manusia itu bukan dilakukan dengan keterpaksaan, tetapi karena kasih karunia yang Allah berikan didasari oleh kasihNya yang besar kepada umatNya. Dengan demikian jelas sekali bahwa keselamatan manusia berdosa bukan oleh karena perbuatan baik, amal atau karena kesalehan hidupnya, melainkan semata-mata karena pemberian atau kasih karunia dari Allah. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Perbuatan baik tidak akan pernah sanggup membenarkan manusia yang berdosa, sebab pada dasarnya "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Inilah yang mendasari mengapa Allah menyatakan kasih karuniaNya, yaitu supaya kita yang berdosa beroleh pembenaran dan keselamatan. Pemberian secara cuma-cuma dari Allah inilah yang merupakan hakekat dari kasih karunia. Kemudian kita yang telah beroleh kasih karunia itu harus mau dibentuk dan dididik oleh Tuhan supaya kita benar-benar meninggalkan kehidupan dosa dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh.
Kita diselamatkan karena anugerah Tuhan semata, bukan karena siapa kita!
Baca: Titus 2:11-15
"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Titus 2:11
Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah. "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Bila kasih ini dihubungkan dengan penyelamatan terhadap manusia berdosa, maka dikatakan sebagai kasih karunia atau anugerah.
Istilah kasih karunia diterjemahkan dari kata Yunani 'kharis' yang dapat diartikan: anugerah, pemberian, kemurahan hati, pahala. Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna: kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang seharusnya layak untuk dihukum. Adapun arti umum dari kata kasih karunia adalah pemberian yang dilandasi dengan sukacita, bukan karena keterpaksaan. Jadi kematian Yesus Kristus di atas Kalvari untuk menebus dosa umat manusia itu bukan dilakukan dengan keterpaksaan, tetapi karena kasih karunia yang Allah berikan didasari oleh kasihNya yang besar kepada umatNya. Dengan demikian jelas sekali bahwa keselamatan manusia berdosa bukan oleh karena perbuatan baik, amal atau karena kesalehan hidupnya, melainkan semata-mata karena pemberian atau kasih karunia dari Allah. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Perbuatan baik tidak akan pernah sanggup membenarkan manusia yang berdosa, sebab pada dasarnya "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Inilah yang mendasari mengapa Allah menyatakan kasih karuniaNya, yaitu supaya kita yang berdosa beroleh pembenaran dan keselamatan. Pemberian secara cuma-cuma dari Allah inilah yang merupakan hakekat dari kasih karunia. Kemudian kita yang telah beroleh kasih karunia itu harus mau dibentuk dan dididik oleh Tuhan supaya kita benar-benar meninggalkan kehidupan dosa dan beribadah kepadaNya dengan sungguh-sungguh.
Kita diselamatkan karena anugerah Tuhan semata, bukan karena siapa kita!
Tuesday, June 17, 2014
Seri Keselamatan: MENERIMA INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2014
Baca: Efesus 1:1-14
"Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu," Efesus 1:13
Saudarakau, perlulah senantiasa kita ingat bahwa perbuatan baik tidak akan pernah membuat manusia yang berdosa mendapatkan keselamatan dan beroleh hidup yang kekal. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan. Artinya kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus mutlak berbuat baik. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-10). Sarana untuk mendapatkan keselamatan adalah menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mengapa harus Yesus? Karena Yesus bukanlah salah satu jalan untuk memperoleh keselamatan, tapi Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan itu.
Untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam kita harus menerima Injil (Kitab Suci), yang adalah tuntunan untuk memperoleh keselamatan itu. "Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'" (Roma 10:11). Siapa pun yang membaca Kitab Suci dan merenungkan itu siang dan malam berpotensi untuk menjadi orang percaya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17); dan Alkitab mengatakan bahwa barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan "...beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7). Bukan hanya itu, kita juga "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14).
Karena Injil adalah kabar baik tentang keselamatan, maka setiap orang percaya harus bersedia untuk diutus sebagai pembawa kabar baik ini kepada dunia. Ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Roma 10:15).
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Baca: Efesus 1:1-14
"Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu," Efesus 1:13
Saudarakau, perlulah senantiasa kita ingat bahwa perbuatan baik tidak akan pernah membuat manusia yang berdosa mendapatkan keselamatan dan beroleh hidup yang kekal. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan. Artinya kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus mutlak berbuat baik. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-10). Sarana untuk mendapatkan keselamatan adalah menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mengapa harus Yesus? Karena Yesus bukanlah salah satu jalan untuk memperoleh keselamatan, tapi Dia adalah satu-satunya jalan keselamatan itu.
Untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam kita harus menerima Injil (Kitab Suci), yang adalah tuntunan untuk memperoleh keselamatan itu. "Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'" (Roma 10:11). Siapa pun yang membaca Kitab Suci dan merenungkan itu siang dan malam berpotensi untuk menjadi orang percaya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17); dan Alkitab mengatakan bahwa barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan "...beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7). Bukan hanya itu, kita juga "...dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14).
Karena Injil adalah kabar baik tentang keselamatan, maka setiap orang percaya harus bersedia untuk diutus sebagai pembawa kabar baik ini kepada dunia. Ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Roma 10:15).
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Monday, June 16, 2014
Seri Keselamatan: PERCAYA PADA YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2014
Baca: Roma 10:4-15
"Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." Roma 10:13
Karena merupakan kebutuhan terpenting dalam hidup manusia, keselamatan pun menjadi tema utama di dalam Alkitab. Namun banyak orang meremehkan dan menganggap sepele keselamatan itu. Mereka menolak Injil yang adalah berita keselamatan itu, dan tidak percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya jalan keselamatan, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Keselamatan berarti pembebasan dari kutuk dan hukuman sebagai akibat dari dosa. Hal itu akan terwujud apabila orang merespons keselamtan di dalam Yesus Kristus, artinya mau percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Inilah yang Alkitab sampaikan mengenai keselamatan itu: "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Artinya setiap kita yang percaya akan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan beroleh keselamatan itu. Dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa. Yesus telah membuktikan diri bahwa Ia adalah Tuhan yang sesungguhnya, karena Dia telah bangkit dari kematian dan hidup untuk selama-lamanya. Inilah janji Tuhan kepada setiap kita yang percaya kepadaNya, "...kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 1:11).
Jadi, inisiatif untuk menyelamatkan manusia dari dosa adalah dari Tuhan sendiri. Mengapa? Selain karena didasari oleh kasihNya, juga karena faktor ketidakmampuan manusia untuk menyelesaikan permasalahan dosanya. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umatNya yang terbelenggu oleh dosa. Manusia yang berdosa hanya dituntut untuk mengakui dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus Kristus, sehingga ia akan diselamatkan.
Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa, tidak ada yang lain!
Baca: Roma 10:4-15
"Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." Roma 10:13
Karena merupakan kebutuhan terpenting dalam hidup manusia, keselamatan pun menjadi tema utama di dalam Alkitab. Namun banyak orang meremehkan dan menganggap sepele keselamatan itu. Mereka menolak Injil yang adalah berita keselamatan itu, dan tidak percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya jalan keselamatan, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Keselamatan berarti pembebasan dari kutuk dan hukuman sebagai akibat dari dosa. Hal itu akan terwujud apabila orang merespons keselamtan di dalam Yesus Kristus, artinya mau percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Inilah yang Alkitab sampaikan mengenai keselamatan itu: "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Artinya setiap kita yang percaya akan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan beroleh keselamatan itu. Dengan kata lain, Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa. Yesus telah membuktikan diri bahwa Ia adalah Tuhan yang sesungguhnya, karena Dia telah bangkit dari kematian dan hidup untuk selama-lamanya. Inilah janji Tuhan kepada setiap kita yang percaya kepadaNya, "...kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 1:11).
Jadi, inisiatif untuk menyelamatkan manusia dari dosa adalah dari Tuhan sendiri. Mengapa? Selain karena didasari oleh kasihNya, juga karena faktor ketidakmampuan manusia untuk menyelesaikan permasalahan dosanya. Itulah sebabnya Tuhan sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umatNya yang terbelenggu oleh dosa. Manusia yang berdosa hanya dituntut untuk mengakui dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus Kristus, sehingga ia akan diselamatkan.
Yesus adalah Tuhan yang menyelamatkan manusia berdosa, tidak ada yang lain!
Sunday, June 15, 2014
Seri Keselamatan: HANYA DALAM YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2014
Baca: Yohanes 3:14-24
"Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." Yohanes 3:17
Keselamatan adalah kebutuhan yang mutlak diperlukan setiap orang. Namun banyak orang kurang memahami arti keselamatan. Mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan keselamatan itu sendiri.
Sering kita dengar mereka berkata, "Banyak jalan menuju Roma", artinya banyak jalan menuju sorga. Benarkah? "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Artinya jalan untuk memperoleh keselamatan hanya ada satu saja yaitu melalui Yesus Kristus. Dia berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi, tak seorang pun akan mencapai Kerajaan Sorga jika mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Berbicara tentang keselamatan berarti berbicara tentang karya penebusan yang dilakukan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. OlehNya manusia memperoleh pengharapan untuk diselamatkan, asal ia percaya kepadaNya. "...setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Apa arti keselamatan? Yaitu dilepaskan atau dibebaskan dari hukuman, kutuk dan akibat-akibat dari dosa. Keselamatan tidak dapat kita raih dengan kekuatan sendiri. Manusia berusaha mengatasi perbuatan dosanya dengan berbuat baik (beramal) dan melakukan ajaran agama, dengan harapan dosa-dosanya diampuni dan bisa masuk sorga. Perbuatan baik saja tidak bisa menebus dosa-dosa kita dan dijadikan ukuran untuk mendapatkan keselamatan, artinya manusia tidak dapat memperoleh keselamatan melalui usahanya sendiri. "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan," (Titus 3:5).
Puji syukur, Allah telah menyediakan keselamatan dan jalan sampai kepada sorga yaitu melalui pengorbanan AnakNya Yesus Kristus.
Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah jalan keselamatan!
Baca: Yohanes 3:14-24
"Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." Yohanes 3:17
Keselamatan adalah kebutuhan yang mutlak diperlukan setiap orang. Namun banyak orang kurang memahami arti keselamatan. Mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan keselamatan itu sendiri.
Sering kita dengar mereka berkata, "Banyak jalan menuju Roma", artinya banyak jalan menuju sorga. Benarkah? "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Artinya jalan untuk memperoleh keselamatan hanya ada satu saja yaitu melalui Yesus Kristus. Dia berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi, tak seorang pun akan mencapai Kerajaan Sorga jika mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Berbicara tentang keselamatan berarti berbicara tentang karya penebusan yang dilakukan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. OlehNya manusia memperoleh pengharapan untuk diselamatkan, asal ia percaya kepadaNya. "...setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Apa arti keselamatan? Yaitu dilepaskan atau dibebaskan dari hukuman, kutuk dan akibat-akibat dari dosa. Keselamatan tidak dapat kita raih dengan kekuatan sendiri. Manusia berusaha mengatasi perbuatan dosanya dengan berbuat baik (beramal) dan melakukan ajaran agama, dengan harapan dosa-dosanya diampuni dan bisa masuk sorga. Perbuatan baik saja tidak bisa menebus dosa-dosa kita dan dijadikan ukuran untuk mendapatkan keselamatan, artinya manusia tidak dapat memperoleh keselamatan melalui usahanya sendiri. "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan," (Titus 3:5).
Puji syukur, Allah telah menyediakan keselamatan dan jalan sampai kepada sorga yaitu melalui pengorbanan AnakNya Yesus Kristus.
Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah jalan keselamatan!
Subscribe to:
Posts (Atom)