Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2013 -
Baca: Matius 8:18-22
"Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Matius 8:20
Banyak orang berpikir bahwa mengikut Kristus adalah pekerjaan yang mudah. Benarkah? Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk memiliki komitmen dan juga motivasi yang benar. Kalau hanya sekedar ikut-ikutan, apalah artinya. Jangan hanya bangga dengan label 'kristen' jika tidak diiringi dengan sikap dan perbuatan yang mencerminkan Kristus, sebab menjadi Kristen berarti memproklamirkan diri sebagai pengikut Yesus Kristus. Alkitab dengan tegas menyatakan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Apa yang menjadi motivasi Saudara dalam mengikut Tuhan? Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika melihat banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat
tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu
kenyang." (Yohanes 6:26). 'Roti' berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan jasmani. Bila orientasi kita dalam mengikut Kristus hanya sebatas itu, suatu saat nanti kita pasti akan kecewa. Banyak orang pada mulanya begitu menggebu-gebu mengikut Tuhan, tapi di tengah perjalanan mereka mundur dan meninggalkan Tuhan setelah apa yang mereka harapkan belum terwujud. Begitu ada tawaran lain yang lebih menggiurkan tidak segan-segan mereka akan berpaling dari Kristus. Atau kita mengikut Tuhan, bahkan terlibat dalam pelayanan, tapi di dalam hati kita terselip ambisi dan motivasi tidak benar.
Dalam perjalananNya menuju kota Yerusalem ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus dan berkeinginan mengikut Dia. "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." (Matius 8:19). Mengapa Tuhan Yesus tidak langsung meluluskan keinginan ahli Taurat itu? Apa yang membuat Dia tidak berkenan? Yang menjadi pokok permasalahan bukan terletak pada keseriusan dari ahli Taurat itu tapi pada motivasi atau sikap hatinya dalam mengikut Tuhan, sebab "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ahli Taurat dikenal suka menerima pujian dan hormat dari manusia, "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;" (Matius 23:5). (Bersambung)
Wednesday, May 15, 2013
Tuesday, May 14, 2013
CINTA UANG: Akar Segala Kejahatan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2013 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Dikatakan bahwa, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Kata 'ingin kaya' dan 'jerat' menunjukkan bahwa orang itu sudah dikuasai dan dijerat oleh uang. Akibatnya mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyimpang dari kebenaran karena uang. Karena uang Ananias dan Safira berlaku tidak jujur, akhirnya keduanya mati secara tragis (baca Kisah 5:1-11). Orang nekat merampok, mencuri, menjambret karena matanya dibutakan oleh uang. Para pejabat yang sudah kaya masih saja merasa tidak cukup dengan uang dan kekayaannya sehingga mereka pun melakukan kejahatan dengan melakukan korupsi, menerima suap. "...siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Jadi kesemuanya itu berakar dari rasa cinta uang.
Orang yang tidak pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya, walau telah memiliki segudang kekayaan, pada dasarnya adalah orang yang miskin karena mereka masih saja merasa kurang dan selalu kurang. Sebaliknya orang yang senantiasa bisa bersyukur atas apa yang dimiliki dan di segala keadaan adalah orang yang kaya, sebab kekayaan sejati itu bukan diukur dari banyaknya uang atau melimpahnya harta, tapi bersumber pada kepuasan batiniah. Rasul paulus berkata, "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:7-8).
Berhati-hatilah! seseorang yang cinta akan uang, cepat atau lambat akan terjatuh dalam berbagai dosa karena mereka berpotensi untuk tidak bersyukur kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, namun "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Jangan sampai kita diperhamba uang dan mencintai uang lebih dari segalanya!
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Dikatakan bahwa, "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9). Kata 'ingin kaya' dan 'jerat' menunjukkan bahwa orang itu sudah dikuasai dan dijerat oleh uang. Akibatnya mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyimpang dari kebenaran karena uang. Karena uang Ananias dan Safira berlaku tidak jujur, akhirnya keduanya mati secara tragis (baca Kisah 5:1-11). Orang nekat merampok, mencuri, menjambret karena matanya dibutakan oleh uang. Para pejabat yang sudah kaya masih saja merasa tidak cukup dengan uang dan kekayaannya sehingga mereka pun melakukan kejahatan dengan melakukan korupsi, menerima suap. "...siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Jadi kesemuanya itu berakar dari rasa cinta uang.
Orang yang tidak pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya, walau telah memiliki segudang kekayaan, pada dasarnya adalah orang yang miskin karena mereka masih saja merasa kurang dan selalu kurang. Sebaliknya orang yang senantiasa bisa bersyukur atas apa yang dimiliki dan di segala keadaan adalah orang yang kaya, sebab kekayaan sejati itu bukan diukur dari banyaknya uang atau melimpahnya harta, tapi bersumber pada kepuasan batiniah. Rasul paulus berkata, "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:7-8).
Berhati-hatilah! seseorang yang cinta akan uang, cepat atau lambat akan terjatuh dalam berbagai dosa karena mereka berpotensi untuk tidak bersyukur kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, namun "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Jangan sampai kita diperhamba uang dan mencintai uang lebih dari segalanya!
Monday, May 13, 2013
CINTA UANG: Akar Segala Kejahatan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2013 -
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." 1 Timotius 6:10
Uang, uang dan uang, selalu menjadi topik utama dalam kehidupan manusia di dunia. Tak seorang pun yang tidak membutuhkan uang. Itulah sebabnya kita berkali-kali diingatkan agar berhati-hati dengan uang ini. Begitu pentingkah ini? Sangat penting! Alkitab dengan keras menyatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan. Perlu digarisbawahi di sini, Alkitab tidak mengatakan akar dari segala kejahatan itu uang, melainkan cinta terhadap uang. Uang memiliki sifat netral, bisa berguna untuk hal-hal yang positif atau negatif bergantung di tangan siapa uang itu berada. Uang itu tidak jahat, tetapi cinta terhadap uang bisa saja membawa seseorang kepada segala jenis kejahatan.
Dalam hidup ini ada hal-hal yang bersifat materi yang tidak bisa tidak harus kita penuhi seperti makanan, pakaian dan juga tempat tinggal. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti biaya pendidikan, listrik, air, semuanya memerlukan uang! Karena itu kita harus bekerja. Dengan bekerja kita mendapatkan upah (uang). Namun inilah yang menjadi pokok permasalahannya. Jika kita tidak waspada hari-hari kita akan terus disibukkan dengan kegiatan memburu uang ini. Ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang," (Pengkotbah 5:9). Karena memburu uang tidak sedikit orang menjadi lupa diri, lupa waktu, lupa ibadah, bahkan lupa keluarga. Ada banyak kasus terjadi: anak memberontak dan akhirnya terlibat narkoba karena kurangnya perhatian dari orangtua yang terus disibukkan dengan pekerjaan (memburu uang), isteri punya PIL karena suami jarang pulang dengan alasan lembur dan tugas di luar kota. Jika anak atau isteri komplain, jawabnya ayah sibuk bekerja juga demi keluarga. Bekerja, bekerja dan terus bekerja sampai-sampai kita mengabaikan jam-jam peribadatan. Tanpa disadari sampai kita telah kehilangan kasih mula-mula.
Karena memburu uanglah banyak dari kita yang tidak lagi mencintai Tuhan dengan segenap hati, padahal berkat-berkat materi yang kita miliki itu datangnya dari Tuhan dan Dialah yang memberikan kekuatan kepada kita untuk memperoleh kekayaan itu (baca Ulangan 8:18). (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." 1 Timotius 6:10
Uang, uang dan uang, selalu menjadi topik utama dalam kehidupan manusia di dunia. Tak seorang pun yang tidak membutuhkan uang. Itulah sebabnya kita berkali-kali diingatkan agar berhati-hati dengan uang ini. Begitu pentingkah ini? Sangat penting! Alkitab dengan keras menyatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan. Perlu digarisbawahi di sini, Alkitab tidak mengatakan akar dari segala kejahatan itu uang, melainkan cinta terhadap uang. Uang memiliki sifat netral, bisa berguna untuk hal-hal yang positif atau negatif bergantung di tangan siapa uang itu berada. Uang itu tidak jahat, tetapi cinta terhadap uang bisa saja membawa seseorang kepada segala jenis kejahatan.
Dalam hidup ini ada hal-hal yang bersifat materi yang tidak bisa tidak harus kita penuhi seperti makanan, pakaian dan juga tempat tinggal. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti biaya pendidikan, listrik, air, semuanya memerlukan uang! Karena itu kita harus bekerja. Dengan bekerja kita mendapatkan upah (uang). Namun inilah yang menjadi pokok permasalahannya. Jika kita tidak waspada hari-hari kita akan terus disibukkan dengan kegiatan memburu uang ini. Ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang," (Pengkotbah 5:9). Karena memburu uang tidak sedikit orang menjadi lupa diri, lupa waktu, lupa ibadah, bahkan lupa keluarga. Ada banyak kasus terjadi: anak memberontak dan akhirnya terlibat narkoba karena kurangnya perhatian dari orangtua yang terus disibukkan dengan pekerjaan (memburu uang), isteri punya PIL karena suami jarang pulang dengan alasan lembur dan tugas di luar kota. Jika anak atau isteri komplain, jawabnya ayah sibuk bekerja juga demi keluarga. Bekerja, bekerja dan terus bekerja sampai-sampai kita mengabaikan jam-jam peribadatan. Tanpa disadari sampai kita telah kehilangan kasih mula-mula.
Karena memburu uanglah banyak dari kita yang tidak lagi mencintai Tuhan dengan segenap hati, padahal berkat-berkat materi yang kita miliki itu datangnya dari Tuhan dan Dialah yang memberikan kekuatan kepada kita untuk memperoleh kekayaan itu (baca Ulangan 8:18). (Bersambung)
Sunday, May 12, 2013
NEHEMIA: Berdoa Bagi Bangsa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 2:11-20
"Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun." Nehemia 2:20
Tidak mudah bagi seseorang untuk datang menghadap kepada raja apalagi jika tidak dipanggil, karena itu sangat berisiko dan nyawa adalah taruhannya. Tetapi Nehemia rela mempertaruhkan nyawanya demi nasib bangsanya.
Sebelum datang menghadap raja dan menyampaikan isi hatinya ia berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan. Hasilnya? 'Gayung pun bersambut', "...raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku." (Nehemia 2:8b). Nehemia diberikan kesempatan oleh raja Artahsasta untuk menyatakan keinginannya yaitu pulang ke Yerusalem dan merencanakan pembangunan kembali kota Yerusalem. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Dalam segala perkara Nehemia selalu melibatkan dan mengandalkan Tuhan, itulah sebabnya apa saja yang diperbuatnya selalu berhasil. Bagaimana kehidupan doa Saudara? Orang percaya yang berlutut di hadapan Tuhan dan membukan hatinya dalam doa serta mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti akan mendapat uluran tanganNya dan mendapat pertolongan. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." (Yeremia 33:3).
Kita melihat dan mendengar keadaan negeri kita tercinta Indonesia saat ini dengan begitu banyak permasalahan yang terjadi. Tidakkah kita terbeban berdoa untuk pemulihan bangsa ini seperti yang dilakukan Nehemia? Mari kita berdoa untuk pemimpin negeri, kota-kota, suku-suku bangsa yang tersebar di wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sebab "...kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Karena itu sebagai orang Kristen kita tidak boleh bersikap apatis dan hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus bisa menjadi terang dan garam bagi bangsa ini! Jika semua anak Tuhan yang ada di negeri ini bersehati sepakat merendahkan diri dan berdoa kepada Tuhan, perkara yang ajaib dan dahsyat pasti terjadi, Indonesia dipulihkan dan dimenangkan bagi Tuhan.
Sediakan waktu-waktu khusus berdoa untuk bangsa Indonesia!
Baca: Nehemia 2:11-20
"Allah semesta langit, Dialah yang membuat kami berhasil! Kami, hamba-hamba-Nya, telah siap untuk membangun." Nehemia 2:20
Tidak mudah bagi seseorang untuk datang menghadap kepada raja apalagi jika tidak dipanggil, karena itu sangat berisiko dan nyawa adalah taruhannya. Tetapi Nehemia rela mempertaruhkan nyawanya demi nasib bangsanya.
Sebelum datang menghadap raja dan menyampaikan isi hatinya ia berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan. Hasilnya? 'Gayung pun bersambut', "...raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku." (Nehemia 2:8b). Nehemia diberikan kesempatan oleh raja Artahsasta untuk menyatakan keinginannya yaitu pulang ke Yerusalem dan merencanakan pembangunan kembali kota Yerusalem. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Dalam segala perkara Nehemia selalu melibatkan dan mengandalkan Tuhan, itulah sebabnya apa saja yang diperbuatnya selalu berhasil. Bagaimana kehidupan doa Saudara? Orang percaya yang berlutut di hadapan Tuhan dan membukan hatinya dalam doa serta mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti akan mendapat uluran tanganNya dan mendapat pertolongan. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." (Yeremia 33:3).
Kita melihat dan mendengar keadaan negeri kita tercinta Indonesia saat ini dengan begitu banyak permasalahan yang terjadi. Tidakkah kita terbeban berdoa untuk pemulihan bangsa ini seperti yang dilakukan Nehemia? Mari kita berdoa untuk pemimpin negeri, kota-kota, suku-suku bangsa yang tersebar di wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sebab "...kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Karena itu sebagai orang Kristen kita tidak boleh bersikap apatis dan hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus bisa menjadi terang dan garam bagi bangsa ini! Jika semua anak Tuhan yang ada di negeri ini bersehati sepakat merendahkan diri dan berdoa kepada Tuhan, perkara yang ajaib dan dahsyat pasti terjadi, Indonesia dipulihkan dan dimenangkan bagi Tuhan.
Sediakan waktu-waktu khusus berdoa untuk bangsa Indonesia!
Saturday, May 11, 2013
NEHEMIA: Berdoa Bagi Bangsa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 2:1-10
"Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?" Nehemia 2:3
Tak seorang pun dari kita yang tidak bisa berdoa, bukan? Namun banyak orang Kristen yang tidak berdoa. Alasannya klise: capai, sibuk dan tidak ada waktu? Benarkah? Bukankah kita diberi waktu selama 24 jam dalam sehari? Apakah kesemuanya habis untuk aktivitas kita? Jika kita bisa menyediakan waktu untuk bersantai, rekreasi, shopping ke mall, menyalurkan hobi, kongkow-kongkow dengan teman, masakan kita tidak punya waktu untuk berdoa? Beratkah kita menyediakan waktu setengah atau satu jam saja dalam sehari untuk berdoa? Ternyata jika ada masalah berat melanda kita langsung 'tancap gas' berdoa terus-menerus. Namun setelah masalah selesai kita kembali ke asal: malas berdoa. Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Berdoa adalah tugas paling dasar bagi orang Kristen. Orang Kristen yang tekun berdoa adalah orang Kristen yang normal. Seringkali kita hanya berdoa untuk kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dan sedikit orang mau berdoa syafaat bagi orang lain: teman, gereja, bangsa atau pun pelayanan Injil. Nehemia, meski sudah berhasil di negeri orang, tidak pernah melupakan bangsanya. Ketika mendengar bahwa bangsanya sedang terpuruk ia pun berdoa dan juga berpuasa untuk bangsanya. Dengan kerendahan hati ia bersimpuh kepada Tuhan: memohon pengampunan dan belas kasihanNya, "berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Nehemia 1:6).
Yang pertama kali Nehemia mohonkan kepada Tuhan adalah pengampunan atas bangsanya, sebab pengampunan adalah awal pemulihan. Ia sangat percaya akan kekuatan doa yang pasti dapat mengubah segala sesuatu! Tuhan berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). (Bersambung)
Baca: Nehemia 2:1-10
"Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?" Nehemia 2:3
Tak seorang pun dari kita yang tidak bisa berdoa, bukan? Namun banyak orang Kristen yang tidak berdoa. Alasannya klise: capai, sibuk dan tidak ada waktu? Benarkah? Bukankah kita diberi waktu selama 24 jam dalam sehari? Apakah kesemuanya habis untuk aktivitas kita? Jika kita bisa menyediakan waktu untuk bersantai, rekreasi, shopping ke mall, menyalurkan hobi, kongkow-kongkow dengan teman, masakan kita tidak punya waktu untuk berdoa? Beratkah kita menyediakan waktu setengah atau satu jam saja dalam sehari untuk berdoa? Ternyata jika ada masalah berat melanda kita langsung 'tancap gas' berdoa terus-menerus. Namun setelah masalah selesai kita kembali ke asal: malas berdoa. Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Berdoa adalah tugas paling dasar bagi orang Kristen. Orang Kristen yang tekun berdoa adalah orang Kristen yang normal. Seringkali kita hanya berdoa untuk kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dan sedikit orang mau berdoa syafaat bagi orang lain: teman, gereja, bangsa atau pun pelayanan Injil. Nehemia, meski sudah berhasil di negeri orang, tidak pernah melupakan bangsanya. Ketika mendengar bahwa bangsanya sedang terpuruk ia pun berdoa dan juga berpuasa untuk bangsanya. Dengan kerendahan hati ia bersimpuh kepada Tuhan: memohon pengampunan dan belas kasihanNya, "berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Nehemia 1:6).
Yang pertama kali Nehemia mohonkan kepada Tuhan adalah pengampunan atas bangsanya, sebab pengampunan adalah awal pemulihan. Ia sangat percaya akan kekuatan doa yang pasti dapat mengubah segala sesuatu! Tuhan berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14). (Bersambung)
Friday, May 10, 2013
NEHEMIA: Punya Empati Tinggi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2013 -
Baca: Nehemia 5:1-13
"Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar." Nehemia 1:3
Tidak semua orang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Terlebih-lebih di masa sekarang ini kebanyakan orang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri, "...maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
Mari kita belajar dari kehidupan Nehemia. Ia adalah salah seorang bangsa Yahudi yang dibuang ke Babel. Berada di negeri pembuangan bukan berarti akhir dari segalanya. Nehemia justru menjadi orang yang berhasil dalam berkarir. Ia bekerja sebagai juru minum raja, suatu profesi yang tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengerjakan tugas ini, hanya orang-orang pilihan. Kebanyakan orang jika sudah berhasil aakan mudah lupa dengan asal usulnya atau menjadi sombong. Berbeda dengan Nehemia, ia masih teringat dengan saudara-saudara sebangsanya di Yerusalem dan selalu berdoa untuk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki empati yang tinggi terhadap sesamanya. Begitu mendengar kabar bahwa saudara-saudaranya mengalami penderitaan ditambah tembok-tembok Yerusalem runtuh, hati Nehemia hancur berkeping-keping. Tertulis: "...duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit," (Nehemia 1:4).
Tuhan sedang mencari Nehemia-Nehemia di akhir zaman, orang Kristen yang memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain dan juga bangsanya. Terbeban di sini bukan hanya merasa kasihan dalam hati tanpa berbuat sesuatu, tapi mengasihi yang diwujudkan dengan perbuatan. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana kita bisa menjadi berkat jika hidup kita hanya berfokus pada diri sendiri (egois)? Orang-orang miskin (kekurangan), anak-anak yatim piatu (telantar) selalu ada di sekitar kita. Mereka menunggu uluran tangan kita. Tidakkah kita tergerak untuk menolong mereka?
FirmanNya, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" Galatia 6:2a
Baca: Nehemia 5:1-13
"Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar." Nehemia 1:3
Tidak semua orang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Terlebih-lebih di masa sekarang ini kebanyakan orang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri, "...maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." (Matius 24:12).
Mari kita belajar dari kehidupan Nehemia. Ia adalah salah seorang bangsa Yahudi yang dibuang ke Babel. Berada di negeri pembuangan bukan berarti akhir dari segalanya. Nehemia justru menjadi orang yang berhasil dalam berkarir. Ia bekerja sebagai juru minum raja, suatu profesi yang tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengerjakan tugas ini, hanya orang-orang pilihan. Kebanyakan orang jika sudah berhasil aakan mudah lupa dengan asal usulnya atau menjadi sombong. Berbeda dengan Nehemia, ia masih teringat dengan saudara-saudara sebangsanya di Yerusalem dan selalu berdoa untuk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki empati yang tinggi terhadap sesamanya. Begitu mendengar kabar bahwa saudara-saudaranya mengalami penderitaan ditambah tembok-tembok Yerusalem runtuh, hati Nehemia hancur berkeping-keping. Tertulis: "...duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit," (Nehemia 1:4).
Tuhan sedang mencari Nehemia-Nehemia di akhir zaman, orang Kristen yang memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain dan juga bangsanya. Terbeban di sini bukan hanya merasa kasihan dalam hati tanpa berbuat sesuatu, tapi mengasihi yang diwujudkan dengan perbuatan. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana kita bisa menjadi berkat jika hidup kita hanya berfokus pada diri sendiri (egois)? Orang-orang miskin (kekurangan), anak-anak yatim piatu (telantar) selalu ada di sekitar kita. Mereka menunggu uluran tangan kita. Tidakkah kita tergerak untuk menolong mereka?
FirmanNya, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" Galatia 6:2a
Thursday, May 9, 2013
YESUS KEMBALI KE SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2013 -
Baca: Lukas 24:50:53
"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga." Lukas 24:51
Hari ini seluruh umat Kristiani merayakan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga, suatu momen yang sangat berarti bagi kehidupan orang percaya. Sesuai janji firmanNya, setelah disalibkan Yesus bangkit pada hari ketiga, dan empat puluh hari kemudian Dia kembali ke sorga. "...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11).
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga bukanlah cerita fiksi. Setelah menggenapi misi Allah datang ke dunia "...untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), Yesus kembali ke sorga sebagaimana yang dikatakanNya, "...Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23). Bila Yesus Kristus tidak naik ke sorga, apa yang dikatakanNya adalah bohong. KenaikanNya ke sorga adalah bukti sekaligus penegasan kepada dunia bahwa Dia benar-benar utusan Allah, Dia berasal dari sorga dan kembali ke sorga.
Kembalinya Yesus ke sorga bukan berarti Dia meninggalkan dan membiarkan umatNya bergumul sendiri di tengah-tengah dunia ini, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), namun Yesus berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Tuhan memberikan Roh kudus bagi kita, "...Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Kuasa Roh Kudus akan menyertai, menguatkan, menuntun, menopang dan menolong kita dalam segala hal. Yesus ke sorga juga untuk menyediakan tempat bagi kita, "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Pada saatnya, kita akan tinggal bersama dengan Dia di sorga.
Kita patut bangga punya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena kasihNya tak terbatas atas kita.
Baca: Lukas 24:50:53
"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga." Lukas 24:51
Hari ini seluruh umat Kristiani merayakan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga, suatu momen yang sangat berarti bagi kehidupan orang percaya. Sesuai janji firmanNya, setelah disalibkan Yesus bangkit pada hari ketiga, dan empat puluh hari kemudian Dia kembali ke sorga. "...Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11).
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga bukanlah cerita fiksi. Setelah menggenapi misi Allah datang ke dunia "...untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28), Yesus kembali ke sorga sebagaimana yang dikatakanNya, "...Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23). Bila Yesus Kristus tidak naik ke sorga, apa yang dikatakanNya adalah bohong. KenaikanNya ke sorga adalah bukti sekaligus penegasan kepada dunia bahwa Dia benar-benar utusan Allah, Dia berasal dari sorga dan kembali ke sorga.
Kembalinya Yesus ke sorga bukan berarti Dia meninggalkan dan membiarkan umatNya bergumul sendiri di tengah-tengah dunia ini, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), namun Yesus berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7). Tuhan memberikan Roh kudus bagi kita, "...Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Kuasa Roh Kudus akan menyertai, menguatkan, menuntun, menopang dan menolong kita dalam segala hal. Yesus ke sorga juga untuk menyediakan tempat bagi kita, "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Pada saatnya, kita akan tinggal bersama dengan Dia di sorga.
Kita patut bangga punya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena kasihNya tak terbatas atas kita.
Wednesday, May 8, 2013
MEMIHAK DOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2013 -
Baca: Matius 27:11-26
"Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?" Matius 27:17
Dunia terbalik! Inilah pernyataan banyak orang menyikapi apa yang sedang terjadi dan melanda dunia ini. Bagaimana tidak? Di dunia ini apa saja bisa terjadi: hukum bisa diperjualbelikan, uang berkuasa, keadilan sulit ditegakkan, kejahatan dan dosa semakin merajalela di mana-mana; sementara, kebenaran kian tidak ada tempat di dunia ini. Orang yang jelas-jelas bersalah bisa dibenarkan, sebaliknya orang yang berbuat benar malah dipersalahkan. Di zaman sekarang ini uanglah yang 'berbicara' sehingga segala hal bisa diatur dan dikompromikan!
Pilatus adalah contoh orang yang lebih memilih berkompromi dengan ketidakbenaran. Ketika orang-orang Yahudi menyerahkan dua orang kepadanya, yaitu Barabas dan Yesus Kristus kepadanya untuk diadili, Pilatus tidak bisa bertindak tegas, padahal ia tahu benar siapa yang salah dan siapa yang benar. Barabas jelas-jelas adalah orang yang terkenal kejahatannya. Bagaimana dengan Yesus Kristus? Dia sama sekali tidak bersalah dan tidak ada kejahatan apa pun yang diperbuat olehNya sehingga dapat dijadikan alasan menghukum Dia. Pilatus pun tahu benar alasan mengapa Yesus Kristus diserahkan yaitu karena orang-orang Yahudi sangat dengki. Ketika orang banyak berteriak, "Salibkan Yesus dan Barabas!", Pilatus harus mengingkari hati nuraninya dan lebih memihak kepada yang salah, "...ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan." (Matius 27:26).
Bukankah masih banyak orang Kristen seperti Pilatus? Memilih berkompromi dengan dosa demi jabatan, popularitas, pasangan hidup, komunitas, pertemanan. Kita lebih taat kepada manusia daripada harus taat kepada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Kompromi terhadap dosa adalah bukti bahwa kita tidak taat kepada Tuhan, "...dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat" (1 Petrus 1:14), jika tidak, maka Tuhan akan menolak kita!
Baca: Matius 27:11-26
"Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?" Matius 27:17
Dunia terbalik! Inilah pernyataan banyak orang menyikapi apa yang sedang terjadi dan melanda dunia ini. Bagaimana tidak? Di dunia ini apa saja bisa terjadi: hukum bisa diperjualbelikan, uang berkuasa, keadilan sulit ditegakkan, kejahatan dan dosa semakin merajalela di mana-mana; sementara, kebenaran kian tidak ada tempat di dunia ini. Orang yang jelas-jelas bersalah bisa dibenarkan, sebaliknya orang yang berbuat benar malah dipersalahkan. Di zaman sekarang ini uanglah yang 'berbicara' sehingga segala hal bisa diatur dan dikompromikan!
Pilatus adalah contoh orang yang lebih memilih berkompromi dengan ketidakbenaran. Ketika orang-orang Yahudi menyerahkan dua orang kepadanya, yaitu Barabas dan Yesus Kristus kepadanya untuk diadili, Pilatus tidak bisa bertindak tegas, padahal ia tahu benar siapa yang salah dan siapa yang benar. Barabas jelas-jelas adalah orang yang terkenal kejahatannya. Bagaimana dengan Yesus Kristus? Dia sama sekali tidak bersalah dan tidak ada kejahatan apa pun yang diperbuat olehNya sehingga dapat dijadikan alasan menghukum Dia. Pilatus pun tahu benar alasan mengapa Yesus Kristus diserahkan yaitu karena orang-orang Yahudi sangat dengki. Ketika orang banyak berteriak, "Salibkan Yesus dan Barabas!", Pilatus harus mengingkari hati nuraninya dan lebih memihak kepada yang salah, "...ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan." (Matius 27:26).
Bukankah masih banyak orang Kristen seperti Pilatus? Memilih berkompromi dengan dosa demi jabatan, popularitas, pasangan hidup, komunitas, pertemanan. Kita lebih taat kepada manusia daripada harus taat kepada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Kompromi terhadap dosa adalah bukti bahwa kita tidak taat kepada Tuhan, "...dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat" (1 Petrus 1:14), jika tidak, maka Tuhan akan menolak kita!
Tuesday, May 7, 2013
SAMUEL: Tidak Terbawa Arus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2013 -
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Pergaulan dan lingkungan adalah 2 faktor yang seringkali mempengaruhi perilaku dan juga karakter seseorang: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33a). Juga ditegaskan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman karena itu akan menentukan masa depan kita. Satu-satunya langkah untuk kita bertahan terhadap arus yang ada (pengaruh yang buruk) adalah kita harus selalu melekat kepada Tuhan. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9).
Samuel adalah anak dari Elkana dan Hana yang diserahkan kepada Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Meski tinggal di rumah seorang imam Tuhan bukan berarti Samuel berada di tempat yang aman dari pengaruh yang tidak baik. Sewaktu-waktu ia dapat terjerumus dan terjebak karena anak-anak imam Eli adalah orang-orang muda yang tidak takut akan Tuhan, bahkan Alkitab menyebutnya sebagai orang-orang dursila. Perbuatan anak-anak imam Eli sangat jahat di mata Tuhan: mereka mengurangi jatah daging yang dipersembahkan untuk Tuhan, bahkan tidak segan-segan mengambil dengan kekerasan persembahan yang dibawa orang Israel. Tidak berhenti di situ, mereka juga 'meniduri' perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Samuel, meski kesehariannya berada di tengah-tengah orang muda yang berkelakuan bejat, tetapi dapat mempertahankan hidupnya benar di hadapan Tuhan. Dengan kekuatan sendiri niscaya ia tidak akan mampu. Kita percaya Samuel tekun mencari Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan untuk mempertahankan hidupnya tetap bersih dan tidak terbawa arus.
'Semakin besar semakin disukai Tuhan dan juga manusia' adalah bukti bahwa Samuel memiliki hati yang takut akan Tuhan sehingga ada buah-buah Roh yang dihasilkan, dengan begitu hidupnya menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Milikilah hati yang takut akan Tuhan dan jadilah orang yang 'berbeda' meski di tengah dunia yang jahat ini!
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia." 1 Samuel 2:26
Pergaulan dan lingkungan adalah 2 faktor yang seringkali mempengaruhi perilaku dan juga karakter seseorang: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33a). Juga ditegaskan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman karena itu akan menentukan masa depan kita. Satu-satunya langkah untuk kita bertahan terhadap arus yang ada (pengaruh yang buruk) adalah kita harus selalu melekat kepada Tuhan. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9).
Samuel adalah anak dari Elkana dan Hana yang diserahkan kepada Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Meski tinggal di rumah seorang imam Tuhan bukan berarti Samuel berada di tempat yang aman dari pengaruh yang tidak baik. Sewaktu-waktu ia dapat terjerumus dan terjebak karena anak-anak imam Eli adalah orang-orang muda yang tidak takut akan Tuhan, bahkan Alkitab menyebutnya sebagai orang-orang dursila. Perbuatan anak-anak imam Eli sangat jahat di mata Tuhan: mereka mengurangi jatah daging yang dipersembahkan untuk Tuhan, bahkan tidak segan-segan mengambil dengan kekerasan persembahan yang dibawa orang Israel. Tidak berhenti di situ, mereka juga 'meniduri' perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Samuel, meski kesehariannya berada di tengah-tengah orang muda yang berkelakuan bejat, tetapi dapat mempertahankan hidupnya benar di hadapan Tuhan. Dengan kekuatan sendiri niscaya ia tidak akan mampu. Kita percaya Samuel tekun mencari Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan untuk mempertahankan hidupnya tetap bersih dan tidak terbawa arus.
'Semakin besar semakin disukai Tuhan dan juga manusia' adalah bukti bahwa Samuel memiliki hati yang takut akan Tuhan sehingga ada buah-buah Roh yang dihasilkan, dengan begitu hidupnya menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Milikilah hati yang takut akan Tuhan dan jadilah orang yang 'berbeda' meski di tengah dunia yang jahat ini!
Monday, May 6, 2013
MUJIZAT DI KANA: Air Menjadi Anggur (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Pesta perkawinan di Kana ini dihadiri oleh Yesus dan juga murid-muridNya. Ini adalah 'tour' awal Yesus dalam memulai pelayananNya di bumi, dan mujizat mulai dikerjakanNya. Ini adalah bukti bahwa Dia adalah Anak Allah yang hidup dan berkuasa.
Kepada murid-muridNya Yesus berkata, "Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 1:50b); tidak harus menunggu lama, perkataan itu pun digenapiNya. Saat masalah terjadi berkatalah ibu Yesus kepadaNya, "Mereka kehabisan anggur." (Yohanes 2:4). Kata 'Saat-Ku belum tiba' sebagai penegas bahwa Yesus memiliki waktu tersendiri. Walau secara jasmani Yesus adalah anak Maria, tetapi Ia sesungguhnya adalah Anak Allah. Jadi Maria (ibu Yesus) tidak punya kuasa menentukan kapan Yesus harus bertindak dan menyelesaikan masalah yang ada. Meski demikian Maria sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar, karena itu ia menyuruh para pelayan pesta untuk taat melakukan apa pun yang diperintahkan Yesus. Dan ketika Yesus menyuruh para pelayan untuk mengisi tempayan-tempayan dengan air, mereka taat, meski apa yang diperintahkan Yesus itu tidak masuk akal; namun upah dari ketaatan itu pun nyata yaitu mujizat terjadi: air dalam tempayan itu berubah menjadi anggur. Akhirnya 'muka' tuan rumah pun terselamatkan karena mujizat yang dikerjakan oleh Yesus.
Mari kita belajar memahami bahwa Tuhan mempunyai waktu sendiri dalam menolong umatNya dan Dia tahu yang terbaik bagi kita. Seringkali kita bertanya mengapa doa kita tidak kunjung beroleh jawaban, lalu kita marah dan kecewa kepada Tuhan dan memaksa Tuhan untuk menuruti agenda kita. Waktu Tuhan tidak bisa diatur oleh manusia. Kita harus bersabar menunggu waktu Tuhan dinyatakan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Air menjadi anggur adalah bukti nyata bahwa Yesus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa. Dia sanggup melakukan keajaiban-keajaiban. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Dia!
Ketaatan dan kesabaran adalah kunci untuk mengalami mujizat dari Tuhan!
Baca: Mazmur 86:1-17
"Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah." Mazmur 86:10
Pesta perkawinan di Kana ini dihadiri oleh Yesus dan juga murid-muridNya. Ini adalah 'tour' awal Yesus dalam memulai pelayananNya di bumi, dan mujizat mulai dikerjakanNya. Ini adalah bukti bahwa Dia adalah Anak Allah yang hidup dan berkuasa.
Kepada murid-muridNya Yesus berkata, "Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 1:50b); tidak harus menunggu lama, perkataan itu pun digenapiNya. Saat masalah terjadi berkatalah ibu Yesus kepadaNya, "Mereka kehabisan anggur." (Yohanes 2:4). Kata 'Saat-Ku belum tiba' sebagai penegas bahwa Yesus memiliki waktu tersendiri. Walau secara jasmani Yesus adalah anak Maria, tetapi Ia sesungguhnya adalah Anak Allah. Jadi Maria (ibu Yesus) tidak punya kuasa menentukan kapan Yesus harus bertindak dan menyelesaikan masalah yang ada. Meski demikian Maria sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar, karena itu ia menyuruh para pelayan pesta untuk taat melakukan apa pun yang diperintahkan Yesus. Dan ketika Yesus menyuruh para pelayan untuk mengisi tempayan-tempayan dengan air, mereka taat, meski apa yang diperintahkan Yesus itu tidak masuk akal; namun upah dari ketaatan itu pun nyata yaitu mujizat terjadi: air dalam tempayan itu berubah menjadi anggur. Akhirnya 'muka' tuan rumah pun terselamatkan karena mujizat yang dikerjakan oleh Yesus.
Mari kita belajar memahami bahwa Tuhan mempunyai waktu sendiri dalam menolong umatNya dan Dia tahu yang terbaik bagi kita. Seringkali kita bertanya mengapa doa kita tidak kunjung beroleh jawaban, lalu kita marah dan kecewa kepada Tuhan dan memaksa Tuhan untuk menuruti agenda kita. Waktu Tuhan tidak bisa diatur oleh manusia. Kita harus bersabar menunggu waktu Tuhan dinyatakan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Air menjadi anggur adalah bukti nyata bahwa Yesus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa. Dia sanggup melakukan keajaiban-keajaiban. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Dia!
Ketaatan dan kesabaran adalah kunci untuk mengalami mujizat dari Tuhan!
Sunday, May 5, 2013
MUJIZAT DI KANA: Air Menjadi Anggur (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2013 -
Baca: Yohanes 2:1-11
"Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Yohanes 2:10
Perkawinan adalah momen yang sangat spesial dan tak terlupakan dalam hidup seseorang. Itulah sebabnya setiap orang yang hendak menikah dan mempersiapkan 'hari bersejarah' itu secara matang dan sebaik mungkin. Karena momen itu begitu penting, maka tidak sedikit orang yang menangkapnya sebagai peluang bisnis sehingga muncullah istilah event organizer (EO) yang dapat menangani pesta perkawinan. Jadi kita tidak perlu repot-repot menangani dan mempersiapkan rencana pesta perkawinan itu, tinggal mempercayakannya kepada EO, maka semuanya akan beres. Tak terkecuali bagi bangsa Israel, perkawinan juga merupakan salah satu peristiwa yang sangat disakralkan. Mereka sangat menghargai dan menghormati perkawinan, karena perkawinan itu kudus di hadapan Tuhan.
Orang Yahudi memiliki kebiasaan menggelar pesta perkawinan besar-besaran dengan mengundang banyak orang, bahkan acara tersebut mereka gelar selama beberapa hari disertai perjamuan anggur di malam harinya. Tak seorang pun berharap pesta perkawinan yang mereka gelar itu berakhir dengan kegagalan. Inilah yang terjadi di pesta perkawinan di Kana. Saat pesta tengah berlangsung mereka mengalami kekurangan anggur. Bagaimana mungkin? Bukankah mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik? Namun ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan. Rencana dan rancangan manusia tidak ada yang sempurna, kegagalan adalah buktinya, namun, "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:1). Kekurangan anggur di tengah pesta adalah masalah serius dan sangat memalukan, menunjukkan bahwa si tuan rumah tidak bisa menjamu para tamunya dengan baik, dan ini bisa menodai acara, serta akan menjadi peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan oleh si tuan rumah, kedua mempelai dan juga para undangan. Tamu yang datang lebih awal beruntung karena mereka dapat menikmati anggur yang disediakan, tapi tamu yang datang belakangan tidak bisa menikmatinya.
Dalam kondisi terjepit, apa yang bisa mereka perbuat? Adakah orang lain yang sanggup menolong? Tidak ada jalan lain selain kita datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan! (Bersambung)
Baca: Yohanes 2:1-11
"Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang." Yohanes 2:10
Perkawinan adalah momen yang sangat spesial dan tak terlupakan dalam hidup seseorang. Itulah sebabnya setiap orang yang hendak menikah dan mempersiapkan 'hari bersejarah' itu secara matang dan sebaik mungkin. Karena momen itu begitu penting, maka tidak sedikit orang yang menangkapnya sebagai peluang bisnis sehingga muncullah istilah event organizer (EO) yang dapat menangani pesta perkawinan. Jadi kita tidak perlu repot-repot menangani dan mempersiapkan rencana pesta perkawinan itu, tinggal mempercayakannya kepada EO, maka semuanya akan beres. Tak terkecuali bagi bangsa Israel, perkawinan juga merupakan salah satu peristiwa yang sangat disakralkan. Mereka sangat menghargai dan menghormati perkawinan, karena perkawinan itu kudus di hadapan Tuhan.
Orang Yahudi memiliki kebiasaan menggelar pesta perkawinan besar-besaran dengan mengundang banyak orang, bahkan acara tersebut mereka gelar selama beberapa hari disertai perjamuan anggur di malam harinya. Tak seorang pun berharap pesta perkawinan yang mereka gelar itu berakhir dengan kegagalan. Inilah yang terjadi di pesta perkawinan di Kana. Saat pesta tengah berlangsung mereka mengalami kekurangan anggur. Bagaimana mungkin? Bukankah mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik? Namun ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan. Rencana dan rancangan manusia tidak ada yang sempurna, kegagalan adalah buktinya, namun, "...tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:1). Kekurangan anggur di tengah pesta adalah masalah serius dan sangat memalukan, menunjukkan bahwa si tuan rumah tidak bisa menjamu para tamunya dengan baik, dan ini bisa menodai acara, serta akan menjadi peristiwa yang tak mudah untuk dilupakan oleh si tuan rumah, kedua mempelai dan juga para undangan. Tamu yang datang lebih awal beruntung karena mereka dapat menikmati anggur yang disediakan, tapi tamu yang datang belakangan tidak bisa menikmatinya.
Dalam kondisi terjepit, apa yang bisa mereka perbuat? Adakah orang lain yang sanggup menolong? Tidak ada jalan lain selain kita datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan! (Bersambung)
Saturday, May 4, 2013
ANAK TUHAN: Lebih dari Pemenang! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2013 -
Baca: Mazmur 118:1-29
"Suara sorak-sorai dan kemenangan di kemah orang-orang benar: "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan," Mazmur 118:15
Penyertaan Tuhan bagi orang percaya itu bukan hanya dalam waktu-waktu tertentu (musiman), tetapi Ia bersama kita secara permanen sekarang, esok dan sampai selama-lamanya. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Karena itu kuasa apa pun yang ada di muka bumi ini pada hakekatnya tidak akan mampu mengalahkan kehidupan orang percaya, asal dengan iman kita percaya bahwa Tuhan ada di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4).
Rasul Paulus adalah orang yang memiliki pengalaman hidup luar biasa bersama Tuhan. Sebagai pemberita Injil hari-hari Paulus diwarnai dengan aneka ragam permasalahan dan juga penderitaan, bahkan bahaya maut mengancamnya setiap hari, namun ia tetap kuat dan tampil sebagai pemenang karena memiliki keyakinan yang kuat bahwa justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan makin dinyatakan secara sempurna, sehingga ia pun dapat berkata, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Kemenangan Kristus di atas kayu salib sekitar 2000 tahun silam adalah jaminan meraih kemenangan di segala keadaan. "...TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya...dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7). Kata 'orang yang diurapi-Nya' berarti orang-orang benar. Inilah kunci agar kita tampil sebagai pemenang: hidup dalam kebenaran, artinya harus menyalibkan segala keinginan daging, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7-8). Kita harus sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan, tegas terhadap dosa, apa pun bentuknya. Ini juga berarti kita mau hidup dipimpin Roh kudus dengan cara menyediakan waktu bersaat teduh dan merenungkan firmanNya setiap hari.
Asal hidup dalam kebenaran, kemenangan dan penyertaan Tuhan pasti nyata atas kita!
Baca: Mazmur 118:1-29
"Suara sorak-sorai dan kemenangan di kemah orang-orang benar: "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan," Mazmur 118:15
Penyertaan Tuhan bagi orang percaya itu bukan hanya dalam waktu-waktu tertentu (musiman), tetapi Ia bersama kita secara permanen sekarang, esok dan sampai selama-lamanya. "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Karena itu kuasa apa pun yang ada di muka bumi ini pada hakekatnya tidak akan mampu mengalahkan kehidupan orang percaya, asal dengan iman kita percaya bahwa Tuhan ada di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4).
Rasul Paulus adalah orang yang memiliki pengalaman hidup luar biasa bersama Tuhan. Sebagai pemberita Injil hari-hari Paulus diwarnai dengan aneka ragam permasalahan dan juga penderitaan, bahkan bahaya maut mengancamnya setiap hari, namun ia tetap kuat dan tampil sebagai pemenang karena memiliki keyakinan yang kuat bahwa justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan makin dinyatakan secara sempurna, sehingga ia pun dapat berkata, "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35).
Kemenangan Kristus di atas kayu salib sekitar 2000 tahun silam adalah jaminan meraih kemenangan di segala keadaan. "...TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya...dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." (Mazmur 20:7). Kata 'orang yang diurapi-Nya' berarti orang-orang benar. Inilah kunci agar kita tampil sebagai pemenang: hidup dalam kebenaran, artinya harus menyalibkan segala keinginan daging, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7-8). Kita harus sungguh-sungguh hidup dalam pertobatan, tegas terhadap dosa, apa pun bentuknya. Ini juga berarti kita mau hidup dipimpin Roh kudus dengan cara menyediakan waktu bersaat teduh dan merenungkan firmanNya setiap hari.
Asal hidup dalam kebenaran, kemenangan dan penyertaan Tuhan pasti nyata atas kita!
Friday, May 3, 2013
ANAK TUHAN: Lebih dari Pemenang! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2013 -
Baca: Roma 8:31-39
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Di dalam Ibrani 10:38 tertulis: "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Dan iman itu harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, jika tidak, maka "...iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Adapun perbuatan iman itu selalu diawali dengan apa yang disebut pernyataan iman, yaitu perkataan positif yang keluar dari mulut kita yang melahirkan suatu keyakinan teguh. Perkataan positif yang dilandasi oleh iman pasti akan membentuk suatu perbuatan yang positif pula, sehingga sesuatu yang diimani itu tidak menjadi sia-sia, yang pada saatnya akan menjadi suatu kenyataan.
Berdasarkan pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, apa yang harus diimani oleh setiap orang percaya? "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:31-32). Hidup ini tidak selamanya mulus tanpa aral, adakalanya kita dihadapkan pada berbagai tantangan hidup, bisa berupa masalah dalam rumah tangga, sakit-penyakit, krisis keuangan dan lain-lain. Namun sebagai anak-anak Tuhan kesemuanya itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan tawar hati. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersama kita dan di pihak kita, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). PengorbanNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia berikan. Bukan hanya itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus sebagai Penolong. Dialah yang akan membantu kita untuk mengatasi segala kelemahan dan persoalan yang sedang kita alami, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kesadaran diri akan siapa yang ada di pihak kita akan menentukan bagaimana sikap dan reaksi kita terhadap apa pun yang terjadi. Jika Tuhan ada di pihak kita, tak ada yang perlu ditakutkan lagi! (Bersambung).
Baca: Roma 8:31-39
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Di dalam Ibrani 10:38 tertulis: "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Dan iman itu harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, jika tidak, maka "...iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Adapun perbuatan iman itu selalu diawali dengan apa yang disebut pernyataan iman, yaitu perkataan positif yang keluar dari mulut kita yang melahirkan suatu keyakinan teguh. Perkataan positif yang dilandasi oleh iman pasti akan membentuk suatu perbuatan yang positif pula, sehingga sesuatu yang diimani itu tidak menjadi sia-sia, yang pada saatnya akan menjadi suatu kenyataan.
Berdasarkan pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, apa yang harus diimani oleh setiap orang percaya? "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:31-32). Hidup ini tidak selamanya mulus tanpa aral, adakalanya kita dihadapkan pada berbagai tantangan hidup, bisa berupa masalah dalam rumah tangga, sakit-penyakit, krisis keuangan dan lain-lain. Namun sebagai anak-anak Tuhan kesemuanya itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan tawar hati. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersama kita dan di pihak kita, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). PengorbanNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia berikan. Bukan hanya itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus sebagai Penolong. Dialah yang akan membantu kita untuk mengatasi segala kelemahan dan persoalan yang sedang kita alami, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kesadaran diri akan siapa yang ada di pihak kita akan menentukan bagaimana sikap dan reaksi kita terhadap apa pun yang terjadi. Jika Tuhan ada di pihak kita, tak ada yang perlu ditakutkan lagi! (Bersambung).
Thursday, May 2, 2013
RAJA UZIA: Hati yang Berubah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2013 -
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Wednesday, May 1, 2013
RAJA UZIA: Yang Muda yang Berkarya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2013 -
Baca: 2 Tawarikh 26:1-15
"Segenap bangsa Yehuda mengambil Uzia, yang masih berumur enam belas tahun dan menobatkan dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Amazia." 2 Tawarikh 26:1
Muda, berprestasi dan penuh karya, mungkin inilah sebutan yang sangat cocok bagi Uzia, karena di usianya yang masih sangat belia, yaitu 16 tahun, ia sudah menjabat sebagai raja Yehuda menggantikan ayahnya, Amazia. Meski belum mengenyam 'asam garam' kehidupan (minim pengalaman) Uzia mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga "Namanya termasyhur sampai ke Mesir, karena kekuatannya yang besar." (ayat 8b).
Alkitab menyatakan bahwa Uzia bukan hanya berhasil dalam hal memimpin bangsanya tapi ia juga mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Uzia juga bukanlah seorang raja yang "kebetulan" (menjabat karena garis keturunan), tapi ia adalah seorang raja yang mumpuni di segala bidang kehidupan. Bukan hanya bidang pemerintahan yang ia kuasai tapi juga bidang-bidang lainnya. Ia mampu mendirikan kota-kota, menara-menara di padang gurun dan menggali banyak sumur. Di bidang peternakan ia memiliki banyak ternak. Lalu di bidang pertanian "...ia mempunyai petani-petani dan penjaga-penjaga kebun anggur, di gunung-gunung dan di tanah yang subur," (ayat 10b). Di bidang militer Uzia sangat ahli dalam strategi perang. Itula sebabnya ia mempunyai tentara dalam jumlah besar dan pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, lengkap dengan perlengkapan perang yang ia rancang dan ciptakan sendiri. Luar biasaa! Alkitab pun mencatat bahwa "Nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat." (ayat 15b).
Apa yang menjadi kunci utama keberhasilan raja Uzia? Apakah karena ia hebat, pintar, kuat, gagah dan kaya? Bukan itu. Raja Uzia menjadi seorang raja yang berhasil dan terkenal oleh karena "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil." (2 Tawarikh 26:4-5). Tanpa campur tangan Tuhan raja Uzia tidak akan pernah mampu menjalankan tugas pemerintahannya dengan baik.
Oleh karena tekun mencari Tuhan dan senantiasa hidup dalam ketaatan, Uzia menjadi raja yang berhasil dan diberkati Tuhan.
Baca: 2 Tawarikh 26:1-15
"Segenap bangsa Yehuda mengambil Uzia, yang masih berumur enam belas tahun dan menobatkan dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Amazia." 2 Tawarikh 26:1
Muda, berprestasi dan penuh karya, mungkin inilah sebutan yang sangat cocok bagi Uzia, karena di usianya yang masih sangat belia, yaitu 16 tahun, ia sudah menjabat sebagai raja Yehuda menggantikan ayahnya, Amazia. Meski belum mengenyam 'asam garam' kehidupan (minim pengalaman) Uzia mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga "Namanya termasyhur sampai ke Mesir, karena kekuatannya yang besar." (ayat 8b).
Alkitab menyatakan bahwa Uzia bukan hanya berhasil dalam hal memimpin bangsanya tapi ia juga mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Uzia juga bukanlah seorang raja yang "kebetulan" (menjabat karena garis keturunan), tapi ia adalah seorang raja yang mumpuni di segala bidang kehidupan. Bukan hanya bidang pemerintahan yang ia kuasai tapi juga bidang-bidang lainnya. Ia mampu mendirikan kota-kota, menara-menara di padang gurun dan menggali banyak sumur. Di bidang peternakan ia memiliki banyak ternak. Lalu di bidang pertanian "...ia mempunyai petani-petani dan penjaga-penjaga kebun anggur, di gunung-gunung dan di tanah yang subur," (ayat 10b). Di bidang militer Uzia sangat ahli dalam strategi perang. Itula sebabnya ia mempunyai tentara dalam jumlah besar dan pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, lengkap dengan perlengkapan perang yang ia rancang dan ciptakan sendiri. Luar biasaa! Alkitab pun mencatat bahwa "Nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat." (ayat 15b).
Apa yang menjadi kunci utama keberhasilan raja Uzia? Apakah karena ia hebat, pintar, kuat, gagah dan kaya? Bukan itu. Raja Uzia menjadi seorang raja yang berhasil dan terkenal oleh karena "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil." (2 Tawarikh 26:4-5). Tanpa campur tangan Tuhan raja Uzia tidak akan pernah mampu menjalankan tugas pemerintahannya dengan baik.
Oleh karena tekun mencari Tuhan dan senantiasa hidup dalam ketaatan, Uzia menjadi raja yang berhasil dan diberkati Tuhan.
Tuesday, April 30, 2013
ORANG YANG MENANTIKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2013 -
Baca: Yeremia 29:1-14
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Yeremia 29:11
Mengapa kita harus senantiasa menanti-nantikan Tuhan dalam hidup ini? 1. Karena Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kita. Rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan. Luar biasa! Oleh karena itu kita harus tetap sabar menanti-nantikan Tuhan sampai apa yang telah dijanjikanNya itu tergenapi. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Dalam Bilangan 23:19 ditegaskan, "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Jika manusia berjanji akan mudah sekali ingkar dan mengecewakan. Tapi Tuhan adalah setia, tidak ada janji yang tidak ditepatiNya. Bahkan "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Kesetiaan Tuhan inilah menjadi pengharapan kita.
Ketika dunia bergoncang banyak orang berkata bahwa tidak ada harapan dan masa depan kita suram. Itulah sebabnya tidak sedikit dari mereka yang berusaha untuk mencari jawaban akan masa depannya dengan bertanya kepada dukun, peramal atau paranormal yang begitu gencar menawarkan jasanya untuk memberitahukan kehidupan seseorang di masa depan. Padahal mereka (dukun, peramal atau paranormal) sendiri tidak tau seperti apa masa depannya. Inilah tipu muslihat Iblis! Tapi bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Kepada jemaat di Efesus, rasul Paulus menulis: "...di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Kita ini telah dimateraikan dengan Roh Kudus, berarti kita ini adalah milik kepunyaan Tuhan, artinya beroleh jaminan akan masa depan yang pasti. Apa pun yang kita perlukan dan butuhkan pasti Tuhan sediakan, karena kita adalah anak-anakNya dan "Tuhan adalah bagianku," (Ratapan 3:24).
Yang terpenting adalah bagaimana hati kita dalam nenanti-nantikan Tuhan. Dibutuhkan kesabaran dalam menantikan janji Tuhan. Sabar berarti tidak bersungut-sungut dan memberontak kepada Tuhan. Kita bisa belajar dari kehidupan bangsa Israel yang gagal mencapai Tanah Perjanjian kecuali Yosua dan kaleb, karena mereka selalu bersungut-sungut, mengeluh dan memberontak kepada Tuhan selama berada di padang gurun.
Rancangan Tuhan dan janji-janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup ini, asal kita sabar menanti-nantikan Tuhan dan menjaga hidup tetap berkenan seturut kehendakNya!
Baca: Yeremia 29:1-14
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Yeremia 29:11
Mengapa kita harus senantiasa menanti-nantikan Tuhan dalam hidup ini? 1. Karena Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kita. Rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan. Luar biasa! Oleh karena itu kita harus tetap sabar menanti-nantikan Tuhan sampai apa yang telah dijanjikanNya itu tergenapi. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Dalam Bilangan 23:19 ditegaskan, "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Jika manusia berjanji akan mudah sekali ingkar dan mengecewakan. Tapi Tuhan adalah setia, tidak ada janji yang tidak ditepatiNya. Bahkan "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Kesetiaan Tuhan inilah menjadi pengharapan kita.
Ketika dunia bergoncang banyak orang berkata bahwa tidak ada harapan dan masa depan kita suram. Itulah sebabnya tidak sedikit dari mereka yang berusaha untuk mencari jawaban akan masa depannya dengan bertanya kepada dukun, peramal atau paranormal yang begitu gencar menawarkan jasanya untuk memberitahukan kehidupan seseorang di masa depan. Padahal mereka (dukun, peramal atau paranormal) sendiri tidak tau seperti apa masa depannya. Inilah tipu muslihat Iblis! Tapi bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Kepada jemaat di Efesus, rasul Paulus menulis: "...di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," (Efesus 1:13-14). Kita ini telah dimateraikan dengan Roh Kudus, berarti kita ini adalah milik kepunyaan Tuhan, artinya beroleh jaminan akan masa depan yang pasti. Apa pun yang kita perlukan dan butuhkan pasti Tuhan sediakan, karena kita adalah anak-anakNya dan "Tuhan adalah bagianku," (Ratapan 3:24).
Yang terpenting adalah bagaimana hati kita dalam nenanti-nantikan Tuhan. Dibutuhkan kesabaran dalam menantikan janji Tuhan. Sabar berarti tidak bersungut-sungut dan memberontak kepada Tuhan. Kita bisa belajar dari kehidupan bangsa Israel yang gagal mencapai Tanah Perjanjian kecuali Yosua dan kaleb, karena mereka selalu bersungut-sungut, mengeluh dan memberontak kepada Tuhan selama berada di padang gurun.
Rancangan Tuhan dan janji-janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup ini, asal kita sabar menanti-nantikan Tuhan dan menjaga hidup tetap berkenan seturut kehendakNya!
Monday, April 29, 2013
ORANG YANG MENANTIKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2013 -
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Kita melihat dan mendengar betapa dunia dipenuhi dengan goncangan demi goncangan. Beberapa waktu yang lalu ibukota negara kita (Jakarta) dilanda banjir hebat. Ribuan orang, baik itu kaya, miskin, berpendidikan atau tidak, harus meninggalkan rumahnya dan tinggal di pengungsian. Jalan-jalan protokol di ibukota menjadi kolam raksasa sehingga aktivitas warga menjadi terganggu, banyak kantor yang tidak bisa beroperasi, dan ini pasti berimbas pada sektor perekonomian, perdagangan dan juga industri. Bukan hanya Jakarta, di daerah-daerah lain di seluruh pelosok tanah air juga mengalami hal yang sama. Karena hujan dan banjir (cuaca ekstrem) para petani harus mengalami kerugian besar, gagal panen dan sawah ladang mereka rusak. Hari-hari ini segala sesuatu yang dahulunya tidak digoncang sekarang mulai digoncangkan. Adalah wajar jika banyak orang menjadi takut, kuatir dan cemas menghadapi hari esok. Itulah sebabnya Alkitab menasihati, "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1).
Namun bagi anak-anak Tuhan, kuatkan iman percaya kita kepadaNya, sebab di dalam Dia "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Tuhan akan memberikan pertolongan kepada orang-orang yang menanti-nantikan Dia. Dikatakan bahwa orang yang menanti-nantikan Tuhan akan mendapatkan kekuatan baru, ia tidak menjadi lesu dan tidak menjadi lelah (ayat nas). Siapa orang yang menanti-nantikan Tuhan? Dia adalah orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Artinya dalam menjalani hidup ini ia tidak mengandalkan diri sendiri, kekuatan, kepintaran dan kegagahannya. Terhadap orang-orang yang demikian Tuhan akan memberikan kekuatan dan pertolongan saat menghadapi badai dan goncangan yang ada, sehingga ia akan tetap kuat dan akan tampil sebagai pemenang. Dalam Yeremia 17:7 tertulis: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:17-18).
Sebaliknya orang yang tidak menanti-nantikan Tuhan adalah orang yang mengandalkan manusia, tidak menaruh harap kepada Tuhan tapi lebih mengandalkan diri sendiri, uang, kekayaan, kekuatan dan kegagahannya. FirmanNya mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5) Karena mereka mengatasi permasalahannya dengan kekuatan sendiri, Tuhan pun angkat tangan. Itulah sebabnya mereka akan mudah lemah, frustasi, kecewa dan putus asa.
Tuhan berkata, "...diluar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5b. Masihkah kita mengandalkan kekuatan sendiri?
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Kita melihat dan mendengar betapa dunia dipenuhi dengan goncangan demi goncangan. Beberapa waktu yang lalu ibukota negara kita (Jakarta) dilanda banjir hebat. Ribuan orang, baik itu kaya, miskin, berpendidikan atau tidak, harus meninggalkan rumahnya dan tinggal di pengungsian. Jalan-jalan protokol di ibukota menjadi kolam raksasa sehingga aktivitas warga menjadi terganggu, banyak kantor yang tidak bisa beroperasi, dan ini pasti berimbas pada sektor perekonomian, perdagangan dan juga industri. Bukan hanya Jakarta, di daerah-daerah lain di seluruh pelosok tanah air juga mengalami hal yang sama. Karena hujan dan banjir (cuaca ekstrem) para petani harus mengalami kerugian besar, gagal panen dan sawah ladang mereka rusak. Hari-hari ini segala sesuatu yang dahulunya tidak digoncang sekarang mulai digoncangkan. Adalah wajar jika banyak orang menjadi takut, kuatir dan cemas menghadapi hari esok. Itulah sebabnya Alkitab menasihati, "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1).
Namun bagi anak-anak Tuhan, kuatkan iman percaya kita kepadaNya, sebab di dalam Dia "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Tuhan akan memberikan pertolongan kepada orang-orang yang menanti-nantikan Dia. Dikatakan bahwa orang yang menanti-nantikan Tuhan akan mendapatkan kekuatan baru, ia tidak menjadi lesu dan tidak menjadi lelah (ayat nas). Siapa orang yang menanti-nantikan Tuhan? Dia adalah orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Artinya dalam menjalani hidup ini ia tidak mengandalkan diri sendiri, kekuatan, kepintaran dan kegagahannya. Terhadap orang-orang yang demikian Tuhan akan memberikan kekuatan dan pertolongan saat menghadapi badai dan goncangan yang ada, sehingga ia akan tetap kuat dan akan tampil sebagai pemenang. Dalam Yeremia 17:7 tertulis: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:17-18).
Sebaliknya orang yang tidak menanti-nantikan Tuhan adalah orang yang mengandalkan manusia, tidak menaruh harap kepada Tuhan tapi lebih mengandalkan diri sendiri, uang, kekayaan, kekuatan dan kegagahannya. FirmanNya mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5) Karena mereka mengatasi permasalahannya dengan kekuatan sendiri, Tuhan pun angkat tangan. Itulah sebabnya mereka akan mudah lemah, frustasi, kecewa dan putus asa.
Tuhan berkata, "...diluar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5b. Masihkah kita mengandalkan kekuatan sendiri?
Sunday, April 28, 2013
TUHAN SELALU MEMPERHITUNGKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2013 -
Baca: Ibrani 6:9-20
"Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." Ibrani 6:10
Seringkali kita mendengar banyak orang Kristen yang selalu berkeluh kesah, "Aku sudah melayani Tuhan sekian tahun, setia beribadah, tapi tak pernah absen di setiap persekutuan, toh hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada kemajuan. Sedangkan mereka yang biasa-biasa saja hidupnya lebih enak. Kalau begitu lebih baik jadi orang Kristen tidak usah repot-repot terlibat dalam pelayanan."
Fenomena seperti ini sedang melanda kehidupan anak-anak Tuhan. Kita mau melayani asalkan ada upah yang memadai atau beroleh penghargaan yang sesuai. Adalah tidak salah menerima upah dan penghargaan karena jerih payah yang telah kita lakukan. Namun jangan sampai besar/kecilnya upah yang kita terima menjadi tolak ukur kita dalam melayani Tuhan. Jika upahnya besar kita akan bersungguh-sungguh, tapi jika upahnya sedikit (menurut ukuran kita) kita pun akan mengerjakannya dengan setengah hati. Demikiankah sikap hidup orang Kristen? Bukankah firman Tuhan menasihati, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ini berbicara tentang pekerjaan yang kita lakukan di segala bidang kehidupan, apa pun bentuknya, baik itu di kantor, pabrik, sekolah, terlebih-lebih di bidang pelayanan pekerjaan Tuhan.
Haruskah kita selalu diliputi oleh rasa marah, kecewa, tidak puas atau dongkol dalam mengerjakan segala sesuatunya? Renungkan: manusia bisa saja lupa, menutup mata dan mengecewakan sesamanya, tapi ada Pribadi yang tidak pernah lupa terhadap apa yang kita kerjakan. Dia adalah Tuhan. Pelayanan, pekerjaan dan perbuatan kasih yang kita lakukan demi kemuliaan nama Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama tidak ada yang luput di pemandangan mataNya dan tidak ada yang tidak Ia perhitungkan. Tidak ada yang sia-sia! Rasul Paulus menasihati, "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Dalam hal ini rasul Paulus tidak hanya berteori tapi ia telah memberikan teladan hidup bagi kita semua. Dalam melayani Tuhan ia tidak pernah mengeluh, bersungut-sungut, apalagi sampai hitung-hitungan untung-rugi. Meski diperhadapkan dengan banyak ujian ia tetap memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. Inilah komitmennya, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22).
Apa yang dipercayakan Tuhan kepada Saudara saat ini? Lakukanlah itu dengan setia. Ingat! Tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan nama Tuhan. Maka dari itu apa pun yang kita perbuat saat ini janganlah untuk menyenangkan hati manusia, namun untuk menyenangkan hati Tuhan. Jangan sekali-kali berharap kepada manusia, tapi berharaplah hanya kepada Tuhan karena manusia sewaktu-waktu bisa mengecewakan, meninggalkan dan tidak menghargai apa yang telah kita kerjakan, tetapi Tuhan sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan kita.
"Aku akan memberi upahmu dengan tepat," (Yesaya 61:8b), karena itu jangan pernah merasa lelah bekerja di ladangnya Tuhan.
Baca: Ibrani 6:9-20
"Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." Ibrani 6:10
Seringkali kita mendengar banyak orang Kristen yang selalu berkeluh kesah, "Aku sudah melayani Tuhan sekian tahun, setia beribadah, tapi tak pernah absen di setiap persekutuan, toh hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada kemajuan. Sedangkan mereka yang biasa-biasa saja hidupnya lebih enak. Kalau begitu lebih baik jadi orang Kristen tidak usah repot-repot terlibat dalam pelayanan."
Fenomena seperti ini sedang melanda kehidupan anak-anak Tuhan. Kita mau melayani asalkan ada upah yang memadai atau beroleh penghargaan yang sesuai. Adalah tidak salah menerima upah dan penghargaan karena jerih payah yang telah kita lakukan. Namun jangan sampai besar/kecilnya upah yang kita terima menjadi tolak ukur kita dalam melayani Tuhan. Jika upahnya besar kita akan bersungguh-sungguh, tapi jika upahnya sedikit (menurut ukuran kita) kita pun akan mengerjakannya dengan setengah hati. Demikiankah sikap hidup orang Kristen? Bukankah firman Tuhan menasihati, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ini berbicara tentang pekerjaan yang kita lakukan di segala bidang kehidupan, apa pun bentuknya, baik itu di kantor, pabrik, sekolah, terlebih-lebih di bidang pelayanan pekerjaan Tuhan.
Haruskah kita selalu diliputi oleh rasa marah, kecewa, tidak puas atau dongkol dalam mengerjakan segala sesuatunya? Renungkan: manusia bisa saja lupa, menutup mata dan mengecewakan sesamanya, tapi ada Pribadi yang tidak pernah lupa terhadap apa yang kita kerjakan. Dia adalah Tuhan. Pelayanan, pekerjaan dan perbuatan kasih yang kita lakukan demi kemuliaan nama Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama tidak ada yang luput di pemandangan mataNya dan tidak ada yang tidak Ia perhitungkan. Tidak ada yang sia-sia! Rasul Paulus menasihati, "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Dalam hal ini rasul Paulus tidak hanya berteori tapi ia telah memberikan teladan hidup bagi kita semua. Dalam melayani Tuhan ia tidak pernah mengeluh, bersungut-sungut, apalagi sampai hitung-hitungan untung-rugi. Meski diperhadapkan dengan banyak ujian ia tetap memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. Inilah komitmennya, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22).
Apa yang dipercayakan Tuhan kepada Saudara saat ini? Lakukanlah itu dengan setia. Ingat! Tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan nama Tuhan. Maka dari itu apa pun yang kita perbuat saat ini janganlah untuk menyenangkan hati manusia, namun untuk menyenangkan hati Tuhan. Jangan sekali-kali berharap kepada manusia, tapi berharaplah hanya kepada Tuhan karena manusia sewaktu-waktu bisa mengecewakan, meninggalkan dan tidak menghargai apa yang telah kita kerjakan, tetapi Tuhan sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan kita.
"Aku akan memberi upahmu dengan tepat," (Yesaya 61:8b), karena itu jangan pernah merasa lelah bekerja di ladangnya Tuhan.
Saturday, April 27, 2013
SUKACITA DI SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2013 -
Baca: Lukas 15:1-32
"...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Lukas 15:7
Ada tertulis: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:12-13). Inilah misi yang diberikan Bapa kepada AnakNya, Yesus Kristus.
Jika orang-orang Farisi dan Saduki serta ahli-ahli Taurat sangat 'alergi' terhadap orang-orang yang dianggapnya berdosa, Tuhan Yesus justru menjangkau dan melayani orang-orang berdosa, bukan menghakimi, mencela dan menjauhi mereka seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan Saduki, juga ahli-ahli Taurat. Setiap kali Tuhan Yesus dekat dengan para pendosa, mereka langsung mengkritik Yesus habis-habisan, contoh: ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang kepada Yesus, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.'" (Lukas 15:2). Oleh karena itu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan supaya mereka mengerti benar akan maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia. Ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Meski mempunyai seratus ekor domba, jika ada seekor dombanya yang hilang si gembala pasti akan pergi mencari dombanya yang sesat itu, "Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira," (Lukas 15:5). Begitu juga seorang wanita yang kehilangan satu dari sepuluh dirhamnya, pasti akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencarinya, dan ketika dirhamnya ditemukan kembali bersukacitalah wanita itu. Seorang ayah meluapkan kegembiraannya yang tiada tara ketika melihat anaknya yang hilang telah kembali ke rumah, bahkan ia memberi perintah kepada hamba-hambanya untuk memakaian kepadanya jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu. Tidak hanya itu, "...ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Lukas 15:23).
Inilah yang dirasakan Tuhan Yesus ketika ada seorang berdosa bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Saat itu pula sorga dipenuhi dengan sorak-sorai sukacita. Tangan Tuhan selalu terbuka menyambut anak-anakNya yang terhilang, yang mau kembali kepadaNya. Sungguh, "Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." (Mazmur 145:8). Oleh karena itu selagi masih ada waktu dan kesempatan jangan pernah sia-siakan anugerah keselamatan yang Dia berikan. Jangan menunda-nunda waktu untuk bertobat karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, sebab jika sudah terlambat, kita tidak punya waktu lagi untuk memperbaikinya, yang ada hanyalah penyesalan tiada arti.
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Baca: Lukas 15:1-32
"...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Lukas 15:7
Ada tertulis: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:12-13). Inilah misi yang diberikan Bapa kepada AnakNya, Yesus Kristus.
Jika orang-orang Farisi dan Saduki serta ahli-ahli Taurat sangat 'alergi' terhadap orang-orang yang dianggapnya berdosa, Tuhan Yesus justru menjangkau dan melayani orang-orang berdosa, bukan menghakimi, mencela dan menjauhi mereka seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan Saduki, juga ahli-ahli Taurat. Setiap kali Tuhan Yesus dekat dengan para pendosa, mereka langsung mengkritik Yesus habis-habisan, contoh: ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang kepada Yesus, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.'" (Lukas 15:2). Oleh karena itu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan supaya mereka mengerti benar akan maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia. Ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Meski mempunyai seratus ekor domba, jika ada seekor dombanya yang hilang si gembala pasti akan pergi mencari dombanya yang sesat itu, "Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira," (Lukas 15:5). Begitu juga seorang wanita yang kehilangan satu dari sepuluh dirhamnya, pasti akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencarinya, dan ketika dirhamnya ditemukan kembali bersukacitalah wanita itu. Seorang ayah meluapkan kegembiraannya yang tiada tara ketika melihat anaknya yang hilang telah kembali ke rumah, bahkan ia memberi perintah kepada hamba-hambanya untuk memakaian kepadanya jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu. Tidak hanya itu, "...ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Lukas 15:23).
Inilah yang dirasakan Tuhan Yesus ketika ada seorang berdosa bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Saat itu pula sorga dipenuhi dengan sorak-sorai sukacita. Tangan Tuhan selalu terbuka menyambut anak-anakNya yang terhilang, yang mau kembali kepadaNya. Sungguh, "Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." (Mazmur 145:8). Oleh karena itu selagi masih ada waktu dan kesempatan jangan pernah sia-siakan anugerah keselamatan yang Dia berikan. Jangan menunda-nunda waktu untuk bertobat karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, sebab jika sudah terlambat, kita tidak punya waktu lagi untuk memperbaikinya, yang ada hanyalah penyesalan tiada arti.
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Friday, April 26, 2013
LEBIH SUKA MENJADI 'TUAN'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2013 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Thursday, April 25, 2013
DOA YANG TIDAK TERJAWAB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2013 -
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Setiap kita pasti memiliki pergumulan yang kita bawa kepada Tuhan melalui doa kita. Kita pun merindukan doa-doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. Untuk menggerakkan hati Tuhan kita pun tidak hanya berdoa, tapi juga melibatkan diri dalam berbagai aktivitas rohani: ibadah dan juga pelayanan. Namun sepertinya jelas bahwa ada doa-doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Mengapa? Apabila doa kita berisikan motivasi yang tidak benar Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kita lakukan, tetapi Ia senantiasa memperhatikan sikap hati atau motivasi di balik apa yang kita lakukan. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Apabila di dalam hati kita ada dosa yang belum dibereskan, doa kita seakan-akan terhenti di langit-langit kamar, walaupun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban, di antaranya adalah: jika kita tidak dapat mengampuni sesama kita dan tetap menyimpan dendam dan kebencian di dalam hati, doa kita pasti akan diabaikan Tuhan. Inilah yang merusak hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu "...jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Banyak orang tidak mau mengampuni atau berdamai dengan orang lain karena gengsi dengan berkata, "Dia yang bersalah, masakan aku yang harus minta maaf? Kalau dia tidak datang padaku dan minta maaf, sampai kapan pun aku tidak akan memaafkan!"
Tuhan juga akan memalingkan wajahNya terhadap doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang kikir, yang menutup mata terhadap orang lemah (miskin). Tertulis: "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Sebaliknya, orang yang "...menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Artinya seruan dan doa orang yang suka menolong dan menaruh belas kasihan terhadap orang miskin akan diperhatikan dan dijawab Tuhan. Jika kita membaca Matius 25:35-45 kita akan menemukan bahwa Tuhan mengidentifikasikan diriNya dengan orang yang hina dan miskin. Karena itu jangan pernah bertindak semena-mena, apalagi sampai menghina orang miskin (baca Amsal 17:5a).
Tidak mengampuni orang lain dan menutup mata terhadap orang miskin adalah dua penyebab doa kita tidak dijawab Tuhan!
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Setiap kita pasti memiliki pergumulan yang kita bawa kepada Tuhan melalui doa kita. Kita pun merindukan doa-doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. Untuk menggerakkan hati Tuhan kita pun tidak hanya berdoa, tapi juga melibatkan diri dalam berbagai aktivitas rohani: ibadah dan juga pelayanan. Namun sepertinya jelas bahwa ada doa-doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Mengapa? Apabila doa kita berisikan motivasi yang tidak benar Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kita lakukan, tetapi Ia senantiasa memperhatikan sikap hati atau motivasi di balik apa yang kita lakukan. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Apabila di dalam hati kita ada dosa yang belum dibereskan, doa kita seakan-akan terhenti di langit-langit kamar, walaupun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban, di antaranya adalah: jika kita tidak dapat mengampuni sesama kita dan tetap menyimpan dendam dan kebencian di dalam hati, doa kita pasti akan diabaikan Tuhan. Inilah yang merusak hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu "...jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Banyak orang tidak mau mengampuni atau berdamai dengan orang lain karena gengsi dengan berkata, "Dia yang bersalah, masakan aku yang harus minta maaf? Kalau dia tidak datang padaku dan minta maaf, sampai kapan pun aku tidak akan memaafkan!"
Tuhan juga akan memalingkan wajahNya terhadap doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang kikir, yang menutup mata terhadap orang lemah (miskin). Tertulis: "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Sebaliknya, orang yang "...menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Artinya seruan dan doa orang yang suka menolong dan menaruh belas kasihan terhadap orang miskin akan diperhatikan dan dijawab Tuhan. Jika kita membaca Matius 25:35-45 kita akan menemukan bahwa Tuhan mengidentifikasikan diriNya dengan orang yang hina dan miskin. Karena itu jangan pernah bertindak semena-mena, apalagi sampai menghina orang miskin (baca Amsal 17:5a).
Tidak mengampuni orang lain dan menutup mata terhadap orang miskin adalah dua penyebab doa kita tidak dijawab Tuhan!
Wednesday, April 24, 2013
MENGALAMI PROSES PEMURNIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2013 -
Baca: Keluaran 25:31-40
"Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya-dengan tombolnya dan kembangnya-haruslah seiras dengan kandil itu." Keluaran 25:31
Siapakah kita sebelum mengenal Kristus? Kita adalah orang-orang berdosa yang seharusnya menerima hukuman dan dimurkai Allah. Sungguh, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak." (Roma 3:10-12). Namun Allah begitu mengasihi kita, dan bukti kasihNya adalah "...Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Ini membuktikan bahwa kita ini berharga di mataNya. FirmanNya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Kalau tidak demikian, Yesus tidak perlu jauh-jauh datang dari sorga dan mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita.
Seiring berjalannya waktu seringkali kita lupa akan kasih Tuhan yang luar biasa ini. Kita begitu mudahnya memberontak dan menyalahkan Tuhan. Terlebih-lebih saat masalah atau kesesakan terjadi dalam hidup ini kita langsung berkata, "Tuhan itu tidak adil. Tuhan tidak mengasihiku." Sebagai anak-anak Tuhan, selayaknyakah kita berkata demikian? Memang terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dan menerpa kita sebagai bagian dari kasihNya juga. Dia ingin membentuk dan memproses kita, karena "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:6-7). Ini sama dengan kandil yang menjadi salah satu perkakas penting di dalam Kemah Suci. Kandil itu harus terbuat dari emas yang murni dan merupakan hasil tempaan. Berarti emas itu terlebih dahulu harus diproses begitu rupa. Ditempa berarti dipukul secara bertubi-tubi, mungkin dengan palu atau godam. Andai emas itu bisa bersuara pastilah ia akan berteriak karena kesakitan. Tapi setelah proses itu selesai, kandil yang terbuat dari emas tempaan itu pun menjadi perkakas yang indah dan menyala di Kemah Suci.
Supaya kehidupan kita seperti kandil yang menyala bagi kemuliaan nama Tuhan, kita pun harus melewati 'tempaan' yang mungkin akan kita rasakan sakitnya. Namun jangan putus asa dan menyerah sebab Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi karya yang indah dan luar biasa. Karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Baca: Keluaran 25:31-40
"Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya-dengan tombolnya dan kembangnya-haruslah seiras dengan kandil itu." Keluaran 25:31
Siapakah kita sebelum mengenal Kristus? Kita adalah orang-orang berdosa yang seharusnya menerima hukuman dan dimurkai Allah. Sungguh, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak." (Roma 3:10-12). Namun Allah begitu mengasihi kita, dan bukti kasihNya adalah "...Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Ini membuktikan bahwa kita ini berharga di mataNya. FirmanNya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Kalau tidak demikian, Yesus tidak perlu jauh-jauh datang dari sorga dan mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita.
Seiring berjalannya waktu seringkali kita lupa akan kasih Tuhan yang luar biasa ini. Kita begitu mudahnya memberontak dan menyalahkan Tuhan. Terlebih-lebih saat masalah atau kesesakan terjadi dalam hidup ini kita langsung berkata, "Tuhan itu tidak adil. Tuhan tidak mengasihiku." Sebagai anak-anak Tuhan, selayaknyakah kita berkata demikian? Memang terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dan menerpa kita sebagai bagian dari kasihNya juga. Dia ingin membentuk dan memproses kita, karena "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:6-7). Ini sama dengan kandil yang menjadi salah satu perkakas penting di dalam Kemah Suci. Kandil itu harus terbuat dari emas yang murni dan merupakan hasil tempaan. Berarti emas itu terlebih dahulu harus diproses begitu rupa. Ditempa berarti dipukul secara bertubi-tubi, mungkin dengan palu atau godam. Andai emas itu bisa bersuara pastilah ia akan berteriak karena kesakitan. Tapi setelah proses itu selesai, kandil yang terbuat dari emas tempaan itu pun menjadi perkakas yang indah dan menyala di Kemah Suci.
Supaya kehidupan kita seperti kandil yang menyala bagi kemuliaan nama Tuhan, kita pun harus melewati 'tempaan' yang mungkin akan kita rasakan sakitnya. Namun jangan putus asa dan menyerah sebab Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi karya yang indah dan luar biasa. Karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Tuesday, April 23, 2013
PENGHARAPAN DI DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2013 -
Baca: Mazmur 130:1-8
"Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan." Mazmur 130:7
Penantian kita akan Allah adalah sebuah kesadaran yang sangat indah dan terpelihara oleh Roh kudus yang ada di dalam kita, yang kita terima dari Tuhan Yesus terkasih. Tertulis: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Hal ini membuat kita yakin bahwa kita selalu hidup di dalam kasih Tuhan itu dan karena kasihNya juga kita memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Umat Kristen terdahulu mempunyai keyakinan penuh kepada firman Tuhan sehingga mereka pun menunggu dengan setia dan penuh pengharapan di dalam Allah. Begitu juga kita yang hidup di zaman sekarang ini juga harus selalu berpadanan dengan firmanNya, bahkan kita harusnya memiliki kebanggaan lebih karena Kristus Yesus! Terpujilah nama Tuhan! Dalam penantian kita akan Allah, hendaklah hal ini menjadi keyakinan kita: di dalam Kristus kita bisa memiliki hubungan layaknya seorang Bapa dengan anaknya. Hal ini menjadi jaminan bahwa penantian kita akan Dia tidak akan sia-sia.
Rasul Paulus mengatakan, "...kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:22, 24). Sangatlah menakjubkan karena kita sementara menunggu sebuah penantian yang berbeda, yaitu bahwa kita sedang menunggu akan datangnya sebuah pembebasan, kemudian kita melihat penantian tersebut menjadi nyata dan pewahyuanNya secara menyeluruh terjadi atas kita. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4). Alkitab tidak hanya berbicara tentang kita di dalam Kristus, tetapi juga tentang misteri tertinggi akan kasih yang membebaskan. Selama kita memelihara agar tetap tinggal di dalam Kristus dari hari ke hari, Ia akan memperlihatkan kepada kita dengan caraNya yang ajaib bahwa "...sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:4).
Karena itu dalam menjalani hidup ini kita harus memiliki tekad demikian: "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan." (Roma 14:8). Kita sekarang bisa berkata sama seperti rasul Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Hidup kita di dalam Kristus saat berada di dunia ini dan hidup kita nantinya di sorga bersama Kristus adalah dua hal yang saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Pengharapan yang pasti akan Allah ditandai dengan hidup dalam iman kepada Yesus Kristus.
Baca: Mazmur 130:1-8
"Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan." Mazmur 130:7
Penantian kita akan Allah adalah sebuah kesadaran yang sangat indah dan terpelihara oleh Roh kudus yang ada di dalam kita, yang kita terima dari Tuhan Yesus terkasih. Tertulis: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Hal ini membuat kita yakin bahwa kita selalu hidup di dalam kasih Tuhan itu dan karena kasihNya juga kita memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Umat Kristen terdahulu mempunyai keyakinan penuh kepada firman Tuhan sehingga mereka pun menunggu dengan setia dan penuh pengharapan di dalam Allah. Begitu juga kita yang hidup di zaman sekarang ini juga harus selalu berpadanan dengan firmanNya, bahkan kita harusnya memiliki kebanggaan lebih karena Kristus Yesus! Terpujilah nama Tuhan! Dalam penantian kita akan Allah, hendaklah hal ini menjadi keyakinan kita: di dalam Kristus kita bisa memiliki hubungan layaknya seorang Bapa dengan anaknya. Hal ini menjadi jaminan bahwa penantian kita akan Dia tidak akan sia-sia.
Rasul Paulus mengatakan, "...kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:22, 24). Sangatlah menakjubkan karena kita sementara menunggu sebuah penantian yang berbeda, yaitu bahwa kita sedang menunggu akan datangnya sebuah pembebasan, kemudian kita melihat penantian tersebut menjadi nyata dan pewahyuanNya secara menyeluruh terjadi atas kita. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4). Alkitab tidak hanya berbicara tentang kita di dalam Kristus, tetapi juga tentang misteri tertinggi akan kasih yang membebaskan. Selama kita memelihara agar tetap tinggal di dalam Kristus dari hari ke hari, Ia akan memperlihatkan kepada kita dengan caraNya yang ajaib bahwa "...sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:4).
Karena itu dalam menjalani hidup ini kita harus memiliki tekad demikian: "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan." (Roma 14:8). Kita sekarang bisa berkata sama seperti rasul Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Hidup kita di dalam Kristus saat berada di dunia ini dan hidup kita nantinya di sorga bersama Kristus adalah dua hal yang saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Pengharapan yang pasti akan Allah ditandai dengan hidup dalam iman kepada Yesus Kristus.
Monday, April 22, 2013
MENANTI PEMBEBASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2013 -
Baca: Lukas 2:25-40
"Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya," Lukas 2:25
Tanda dari seseorang yang menanti-nantikan Tuhan adalah konsisten dalam menjaga hidupnya agar tetap berkenan kepada Tuhan. Dalam menanti-nantikan penghiburan dan pembebasan bagi Israel Simeon tetap hidup dalam kebenaran dan kesalehan. Karena itu ia beroleh pernyataan bahwa "...ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan." (Lukas 2:26). Di situ ada pula Hana, "Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem." (Lukas 2:37, 38). Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang menantikan Tuhan dengan sungguh: berlaku benar dalam apa pun yang diperbuat dan berjalan sesuai dengan firmanNya meskipun dikelilingi oleh situasi dan keadaan yang mungkin tidak mendukungnya, sampai janji Tuhan dinyatakan atasnya.
Tentang pembebasan ini Zakharia yang dipenuhi oleh Roh Kudus bernubuat: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Dan jika pembebasan atas Israel telah datang dan telah selesai dikerjakan, apakah kita harus terus menunggu? Ya, kita masih harus menunggu. Tetapi penantian kita mencakup dua hal: Pertama, pembebasan dari dosa, yang telah dipenuhi melalui pengorbanan Yesus Kristus yang telah mati di atas kayu salib sehingga kita dibebaskan dari kutuk dosa. Rasul Paulus berkata, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita," (Kolose 2:13). Kedua, penantian akan janji Tuhan digenapi dalam kehidupan orang percaya di waktu sekarang dan juga penantian akan kedatangannya untuk menjemput kita sebagai mempelaiNya.
Yang terpenting adalah bagaimana sikap hati kita dalam menanti-nantikan Tuhan. Adakah kita penuh kesabaran dan ketekunan dalam menantikan Dia, ataukan penantian kita dipenuhi dengan keluh kesah dan sungut-sungut, yang membuat kita makin tidak berpadanan dengan firman Tuhan? Pemazmur menasihati, "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14).
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Baca: Lukas 2:25-40
"Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya," Lukas 2:25
Tanda dari seseorang yang menanti-nantikan Tuhan adalah konsisten dalam menjaga hidupnya agar tetap berkenan kepada Tuhan. Dalam menanti-nantikan penghiburan dan pembebasan bagi Israel Simeon tetap hidup dalam kebenaran dan kesalehan. Karena itu ia beroleh pernyataan bahwa "...ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan." (Lukas 2:26). Di situ ada pula Hana, "Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem." (Lukas 2:37, 38). Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang menantikan Tuhan dengan sungguh: berlaku benar dalam apa pun yang diperbuat dan berjalan sesuai dengan firmanNya meskipun dikelilingi oleh situasi dan keadaan yang mungkin tidak mendukungnya, sampai janji Tuhan dinyatakan atasnya.
Tentang pembebasan ini Zakharia yang dipenuhi oleh Roh Kudus bernubuat: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Dan jika pembebasan atas Israel telah datang dan telah selesai dikerjakan, apakah kita harus terus menunggu? Ya, kita masih harus menunggu. Tetapi penantian kita mencakup dua hal: Pertama, pembebasan dari dosa, yang telah dipenuhi melalui pengorbanan Yesus Kristus yang telah mati di atas kayu salib sehingga kita dibebaskan dari kutuk dosa. Rasul Paulus berkata, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita," (Kolose 2:13). Kedua, penantian akan janji Tuhan digenapi dalam kehidupan orang percaya di waktu sekarang dan juga penantian akan kedatangannya untuk menjemput kita sebagai mempelaiNya.
Yang terpenting adalah bagaimana sikap hati kita dalam menanti-nantikan Tuhan. Adakah kita penuh kesabaran dan ketekunan dalam menantikan Dia, ataukan penantian kita dipenuhi dengan keluh kesah dan sungut-sungut, yang membuat kita makin tidak berpadanan dengan firman Tuhan? Pemazmur menasihati, "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14).
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Sunday, April 21, 2013
FEBE: Teladan Wanita Kristen
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2013 -
Baca: Roma 16:1-2
"Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Roma 16:2b
Hari ini, 21 April merupakan salah satu hari bersejarah bangsa Indonesia. Ya....kita memperingati hari Kartini. Kartini adalah nama seorang wanita yang dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia, suatu usaha menuntut persamaan hak kaum wanita terhadap pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi ini bertujuan memberi wanita kesempatan belajar, bekerja dan berkarya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dialah R.A. Kartini yang lahir di Rembang (Jepara) 21 April 1879, sang pelopor. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Kartini tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia dipingit karena hendak dinikahkan. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan niat Kartini muda untuk terus belajar. Ia tetap rajin membaca buku-buku untuk menambah pengetahuan. Kartini menjadi seorang yang maju pola pikirnya sehingga ia pun rindu para wanita Indonesia berpikiran maju seperti dirinya. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-temannya yang ada di negeri Belanda, salah satunya adalah JH Abendanon. Surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan dibukukan serta diberi judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh JH Abendanon. Inilah sekelumit tentang Kartini. Berkat perjuangannya, wanita-wanita indonesia tidak lagi terbelakang. Wanita tidak lagi hanya berperan di seputar rumah dan dapur tapi di segala bidang kehidupan yang ada. Mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Kini wanita bisa berprofesi apa pun asal mereka mampu.
Pada kesempatan ini mari kita belajar dari salah satu wanita yang tercatat dalam Alkitab yang patut kita teladani: Febe, yang berarti 'berseri-seri atau bersinar'. Sesuai dengan arti namanya, kehidupan Febe bersinar dan menjadi teladan bagi banyak orang. Ia adalah seorang pelayan Tuhan di Kenkrea, sebuah kota pelabuahan di sebelah timur Korintus. Sebagai pemimpin jemaat Febe membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Bila dilihat dari namanya Febe bukanlah seorang Yahudi, tapi ia orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya telah diubahkan. Febe bukan hanya percaya saja, tapi juga memiliki komitmen untuk melayani Tuhan. Keberadaannya sebagai pelayan jemaat adalah bukti bahwa Febe bukanlah orang Kristen yang biasa-biasa saja, tapi dia seorang Kristen yang 'di atas rata-rata', sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Selain sebagai pemimpin, Febe adalah sosok pribadi yang dikenal murah hati. Ia suka membantu orang lain dan juga pekerjaan Tuhan yang diakui juga oleh Paulus, "...ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Adakah kita punya kemurahan hati seperti Febe ini? Ada tertulis, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:7). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong agar orang-orang percaya di Roma menyambut dan menerima kehadiran Febe dengan baik, bahkan "...berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya." Febe pun menuai apa yang telah ditaburnya! Sungguh, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23).
Selagi ada kesempatan mari kita giat melayani Tuhan, sebab apa pun yang kita perbuat bagi Tuhan dan juga sesama itu tidak akan pernah sia-sia!
Baca: Roma 16:1-2
"Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Roma 16:2b
Hari ini, 21 April merupakan salah satu hari bersejarah bangsa Indonesia. Ya....kita memperingati hari Kartini. Kartini adalah nama seorang wanita yang dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia, suatu usaha menuntut persamaan hak kaum wanita terhadap pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi ini bertujuan memberi wanita kesempatan belajar, bekerja dan berkarya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dialah R.A. Kartini yang lahir di Rembang (Jepara) 21 April 1879, sang pelopor. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Kartini tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia dipingit karena hendak dinikahkan. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan niat Kartini muda untuk terus belajar. Ia tetap rajin membaca buku-buku untuk menambah pengetahuan. Kartini menjadi seorang yang maju pola pikirnya sehingga ia pun rindu para wanita Indonesia berpikiran maju seperti dirinya. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-temannya yang ada di negeri Belanda, salah satunya adalah JH Abendanon. Surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan dibukukan serta diberi judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh JH Abendanon. Inilah sekelumit tentang Kartini. Berkat perjuangannya, wanita-wanita indonesia tidak lagi terbelakang. Wanita tidak lagi hanya berperan di seputar rumah dan dapur tapi di segala bidang kehidupan yang ada. Mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Kini wanita bisa berprofesi apa pun asal mereka mampu.
Pada kesempatan ini mari kita belajar dari salah satu wanita yang tercatat dalam Alkitab yang patut kita teladani: Febe, yang berarti 'berseri-seri atau bersinar'. Sesuai dengan arti namanya, kehidupan Febe bersinar dan menjadi teladan bagi banyak orang. Ia adalah seorang pelayan Tuhan di Kenkrea, sebuah kota pelabuahan di sebelah timur Korintus. Sebagai pemimpin jemaat Febe membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Bila dilihat dari namanya Febe bukanlah seorang Yahudi, tapi ia orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya telah diubahkan. Febe bukan hanya percaya saja, tapi juga memiliki komitmen untuk melayani Tuhan. Keberadaannya sebagai pelayan jemaat adalah bukti bahwa Febe bukanlah orang Kristen yang biasa-biasa saja, tapi dia seorang Kristen yang 'di atas rata-rata', sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Selain sebagai pemimpin, Febe adalah sosok pribadi yang dikenal murah hati. Ia suka membantu orang lain dan juga pekerjaan Tuhan yang diakui juga oleh Paulus, "...ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Adakah kita punya kemurahan hati seperti Febe ini? Ada tertulis, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:7). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong agar orang-orang percaya di Roma menyambut dan menerima kehadiran Febe dengan baik, bahkan "...berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya." Febe pun menuai apa yang telah ditaburnya! Sungguh, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23).
Selagi ada kesempatan mari kita giat melayani Tuhan, sebab apa pun yang kita perbuat bagi Tuhan dan juga sesama itu tidak akan pernah sia-sia!
Saturday, April 20, 2013
SIAPAKAH KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2013 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Friday, April 19, 2013
BENAR KARENA IMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2013 -
Baca: Roma 3:21-31
"Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." Roma 3:28
Kita dibenarkan oleh iman di dalam Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. Kita akan dapat mengerti tentang panggilan Abraham jika kita melihatnya dalam kerangka yang benar. Bangsa-bangsa di dunia bukan hanya melupakan Allah, tetapi mereka juga adalah penyembah berhala. Seluruh dunia menyembah allah yang salah dan keluarga Abraham pun adalah salah satu dari penyembah berhala. Di hadapan umat Israel Yosua berkata, "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. Tetapi Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat, dan menyuruh dia menjelajahi seluruh tanah Kanaan. Aku membuat banyak keturunannya dan memberikan Ishak kepadanya." (Yosua 24:2-3).
Kisah Abraham ini sangat berbeda dari kisah Henokh atau pun Nuh, orang-orang yang hidup benar di tengah-tengah orang yang memberontak kepada Tuhan. Baik Henokh maupun Nuh memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang yang bangkit melawan mereka; mereka pun menolak untuk menjadi sama dengan orang-orang di sekitar mereka. Bagaimana dengan Abraham? Dia tidak jauh berbeda dari orang-orang yang menyembah ilah-ilah lain. Jadi Abraham dulunya adalah penyembah berhala, namun Allah memilih Abraham. Sangatlah jelas bahwa dalam diri Abraham tidak ada keinginan untuk mencari tau tentang alasan pemilihan ini, karena alasan pemilihan ini sesungguhnya hanya berada di dalam diri Allah. Jika Abraham tidak sama dengan orang-orang sekitarnya yang menyembah ilah-ilah lain, Abraham mungkin saja menjadi tinggi hati karena perbedaan dirinya dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi dia adalah seorang penyembah ilah-ilah lain sama seperti orang-orang di sekitarnya. Alasan inilah yang membuat Abraham tidak dapat membanggakan dirinya. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8).
Adakah kita lebih baik dari Abraham? Tidak sama sekali. Semuanya sudah tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Kita pun mengerti ketika Alkitab mengatakan, "Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi." (Roma 3:21). Jadi kita diselamatkan semata-mata oleh karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus.
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." Roma 3:23-24
Baca: Roma 3:21-31
"Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." Roma 3:28
Kita dibenarkan oleh iman di dalam Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. Kita akan dapat mengerti tentang panggilan Abraham jika kita melihatnya dalam kerangka yang benar. Bangsa-bangsa di dunia bukan hanya melupakan Allah, tetapi mereka juga adalah penyembah berhala. Seluruh dunia menyembah allah yang salah dan keluarga Abraham pun adalah salah satu dari penyembah berhala. Di hadapan umat Israel Yosua berkata, "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. Tetapi Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat, dan menyuruh dia menjelajahi seluruh tanah Kanaan. Aku membuat banyak keturunannya dan memberikan Ishak kepadanya." (Yosua 24:2-3).
Kisah Abraham ini sangat berbeda dari kisah Henokh atau pun Nuh, orang-orang yang hidup benar di tengah-tengah orang yang memberontak kepada Tuhan. Baik Henokh maupun Nuh memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang yang bangkit melawan mereka; mereka pun menolak untuk menjadi sama dengan orang-orang di sekitar mereka. Bagaimana dengan Abraham? Dia tidak jauh berbeda dari orang-orang yang menyembah ilah-ilah lain. Jadi Abraham dulunya adalah penyembah berhala, namun Allah memilih Abraham. Sangatlah jelas bahwa dalam diri Abraham tidak ada keinginan untuk mencari tau tentang alasan pemilihan ini, karena alasan pemilihan ini sesungguhnya hanya berada di dalam diri Allah. Jika Abraham tidak sama dengan orang-orang sekitarnya yang menyembah ilah-ilah lain, Abraham mungkin saja menjadi tinggi hati karena perbedaan dirinya dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi dia adalah seorang penyembah ilah-ilah lain sama seperti orang-orang di sekitarnya. Alasan inilah yang membuat Abraham tidak dapat membanggakan dirinya. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8).
Adakah kita lebih baik dari Abraham? Tidak sama sekali. Semuanya sudah tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Kita pun mengerti ketika Alkitab mengatakan, "Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi." (Roma 3:21). Jadi kita diselamatkan semata-mata oleh karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus.
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." Roma 3:23-24
Thursday, April 18, 2013
BERTUMBUH DALAM KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu." 1 Tesalonika 3:12
Kasih Tuhan yang bertumbuh di dalam hati kita tidak terjadi begitu saja. Pertumbuhannya menuntut usaha dari pihak kita. Kita harus menanam dan memupuk kasih itu di dalam hati kita. Meningkatkan pertumbuhan kasih Tuhan dalam hati kita, sama seperti menjaga dan memelihara sebuah taman. Kita harus menjaga tanaman-tanaman kecil yang kita tanam tersebut agar bisa bertumbuh dengan baik dan akhirnya bisa berbuah. Tak lupa, kita juga harus memberinya pupuk dan membersihkan setiap hama yang menyerang. Demikian juga dengan buah dari kasih Tuhan; kita harus menyirami kasih Tuhan di dalam hati kita dengan menyediakan waktu untuk bersekutu dalam doa dan merenungkan firmanNya.
Agar kasih itu dapat bertumbuh dengan bebas, taman hati kita harus terbebas dari ilalang keegoisan. Kita harus belajar dan menjaga hati kita dengan menempatkan orang lain lebih utama dari pada diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengeraskan hati sehingga kasih Tuhan dapat berkembang tanpa hambatan. Tuhan Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Inilah buktinya bahwa kita adalah murid-murid Tuhan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Paulus, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:9-10).
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa kita adalah pembunuh. Mungkin kita pun akan bertanya, bagaimana bisa saya dikatakan seorang pembunuh? "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:15). Mari belajar dari Tuhan Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Hal ini benar adanya. Bagaimana kasih Tuhan bisa ada di dalam diri kita jika kita tidak berbelas kasih kepada saudara kita yang menderita dan membutuhkan pertolongan?
Renungkan: "...barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu." 1 Tesalonika 3:12
Kasih Tuhan yang bertumbuh di dalam hati kita tidak terjadi begitu saja. Pertumbuhannya menuntut usaha dari pihak kita. Kita harus menanam dan memupuk kasih itu di dalam hati kita. Meningkatkan pertumbuhan kasih Tuhan dalam hati kita, sama seperti menjaga dan memelihara sebuah taman. Kita harus menjaga tanaman-tanaman kecil yang kita tanam tersebut agar bisa bertumbuh dengan baik dan akhirnya bisa berbuah. Tak lupa, kita juga harus memberinya pupuk dan membersihkan setiap hama yang menyerang. Demikian juga dengan buah dari kasih Tuhan; kita harus menyirami kasih Tuhan di dalam hati kita dengan menyediakan waktu untuk bersekutu dalam doa dan merenungkan firmanNya.
Agar kasih itu dapat bertumbuh dengan bebas, taman hati kita harus terbebas dari ilalang keegoisan. Kita harus belajar dan menjaga hati kita dengan menempatkan orang lain lebih utama dari pada diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengeraskan hati sehingga kasih Tuhan dapat berkembang tanpa hambatan. Tuhan Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Inilah buktinya bahwa kita adalah murid-murid Tuhan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Paulus, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:9-10).
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa kita adalah pembunuh. Mungkin kita pun akan bertanya, bagaimana bisa saya dikatakan seorang pembunuh? "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:15). Mari belajar dari Tuhan Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Hal ini benar adanya. Bagaimana kasih Tuhan bisa ada di dalam diri kita jika kita tidak berbelas kasih kepada saudara kita yang menderita dan membutuhkan pertolongan?
Renungkan: "...barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Wednesday, April 17, 2013
BEKERJA DAN BERISTIRAHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2013 -
Baca: Lukas 5:12-16
"Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa." Lukas 5:16
Tuhan Yesus adalah figur teladan dalam hal bekerja karena Ia adalah pekerja keras. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Saat diutus Bapa di bumi Ia sangat sibuk setiap harinya dalam melakukan pekerjaan untuk Kerajaan Allah. Tuhan Yesus menyembuhkan yang sakit, mewartakan pembebasan bagi yang terbelenggu dan membebaskan mereka yang terpenjarakan oleh kegelapan, dan banyak lagi hal yang lainnya. Dia bekerja dari sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya. Tertulis: "Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka." (Lukas 4:40). Meski bekerja keras selama berada di bumi bukan berarti Tuhan Yesus tidak pernah beristirahat, Ia juga membutuhkan istirahat untuk tubuhNya supaya Ia bisa berdoa kepada BapaNya. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa. Yesus adalah Putera Tunggal Allah, tetapi Ia sering menyendiri ke tempat yang tersembunyi dan berdoa.
Sangatlah perlu bagi kita untuk memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Seringkali kita sulit untuk berkata "tidak" kepada teman sehingga kesempatan untuk menyendiri dengan Tuhan menjadi terlewatkan. Terkadang pula kita terlalu menyibukkan diri dengan padatnya jadwal pelayanan sampai-sampai kita tidak punya waktu beristirahat demi menjaga kesehatan kita, baik itu secara spiritual maupun fisik. Seringkali hal beristirahat ini kita abaikan, padahal istirahat adalah hal penting bagi kita agar tetap menjadi kuat dan bugar. Lalu bagaimana Tuhan Yesus menyelesaikan semua tugas diberikan Bapa kepadaNya? Dia mempunyai 24 jam sama seperti kita semua. Tetapi rahasianya ada pada ketaatanNya untuk melakukan kehendak BapaNya. Tuhan Yesus bekerja dan juga beristirahat, bukan hanya bekerja, bekerja dan terus bekerja tanpa beristirahat. Saat istirahat inilah tuhan Yesus bersekutu dengan Bapa.
Kita hanya perlu menyendiri dan berdoa sebelum kita memulai hari baru, sama seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Adalah lebih baik kita memulai hari yang baru bersama dengan Tuhan dan Roh Kudus terlebih dulu. Saat ini banyak orang Kristen yang memulai hari barunya dengan tergesa-gesa tanpa berdoa karena mereka dikejar-kejar oleh target dan pekerjaannya, sehingga Tuhan pun diabaikannya.
Menyendiri bersama Tuhan dan Roh Kudus sebelum memulai segala sesuatu adalah bukti bahwa kita memiliki penyerahan diri penuh kepadaNya.
Baca: Lukas 5:12-16
"Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa." Lukas 5:16
Tuhan Yesus adalah figur teladan dalam hal bekerja karena Ia adalah pekerja keras. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Saat diutus Bapa di bumi Ia sangat sibuk setiap harinya dalam melakukan pekerjaan untuk Kerajaan Allah. Tuhan Yesus menyembuhkan yang sakit, mewartakan pembebasan bagi yang terbelenggu dan membebaskan mereka yang terpenjarakan oleh kegelapan, dan banyak lagi hal yang lainnya. Dia bekerja dari sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya. Tertulis: "Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka." (Lukas 4:40). Meski bekerja keras selama berada di bumi bukan berarti Tuhan Yesus tidak pernah beristirahat, Ia juga membutuhkan istirahat untuk tubuhNya supaya Ia bisa berdoa kepada BapaNya. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa. Yesus adalah Putera Tunggal Allah, tetapi Ia sering menyendiri ke tempat yang tersembunyi dan berdoa.
Sangatlah perlu bagi kita untuk memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Seringkali kita sulit untuk berkata "tidak" kepada teman sehingga kesempatan untuk menyendiri dengan Tuhan menjadi terlewatkan. Terkadang pula kita terlalu menyibukkan diri dengan padatnya jadwal pelayanan sampai-sampai kita tidak punya waktu beristirahat demi menjaga kesehatan kita, baik itu secara spiritual maupun fisik. Seringkali hal beristirahat ini kita abaikan, padahal istirahat adalah hal penting bagi kita agar tetap menjadi kuat dan bugar. Lalu bagaimana Tuhan Yesus menyelesaikan semua tugas diberikan Bapa kepadaNya? Dia mempunyai 24 jam sama seperti kita semua. Tetapi rahasianya ada pada ketaatanNya untuk melakukan kehendak BapaNya. Tuhan Yesus bekerja dan juga beristirahat, bukan hanya bekerja, bekerja dan terus bekerja tanpa beristirahat. Saat istirahat inilah tuhan Yesus bersekutu dengan Bapa.
Kita hanya perlu menyendiri dan berdoa sebelum kita memulai hari baru, sama seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Adalah lebih baik kita memulai hari yang baru bersama dengan Tuhan dan Roh Kudus terlebih dulu. Saat ini banyak orang Kristen yang memulai hari barunya dengan tergesa-gesa tanpa berdoa karena mereka dikejar-kejar oleh target dan pekerjaannya, sehingga Tuhan pun diabaikannya.
Menyendiri bersama Tuhan dan Roh Kudus sebelum memulai segala sesuatu adalah bukti bahwa kita memiliki penyerahan diri penuh kepadaNya.
Tuesday, April 16, 2013
SIAPAKAH TUANMU?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2013 -
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Monday, April 15, 2013
MATA TERARAH KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2013 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)