Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2012 -
Baca: Kolose 1:15-23
"sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh
kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak
bercacat di hadapan-Nya." Kolose 1:22
Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena melalui karya kudusNya di atas kayu salib kita telah diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menyatakan, "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati
dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat," (Kolose 1:21). Tetapi syukur kepada Allah bahwa melalui kematianNya Dia telah mendamaikan kita dengan Bapa.
Kebiasaan manusia normal adalah berbeda. Allah telah memenangkan kita dengan kasihNya, menawarkan pengampunan dan pemulihan dalam persekutuan denganNya. Meski demikian ada satu persamaan antara penakluk dunia dengan Allah kita, yaitu penakluk dunia menginginkan penyerahan diri sepenuhnya dari pihak yang dikalahkan, demikian pula Allah ingin kita menyerah pasrah sepenuhnya kepadaNya. Dia hanya ingin kita hidup bergantung sepenuhnya kepadaNya dan anugerahNya. Sebenarnya kita lebih pantas mendapat hukuman daripada diberkati. Namun Dia Allah Mahapengasih yang menyelamatkan kita dari kemurkaan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus
telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga; supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya." (Efesus 1:3, 6).
Seringkali kita menyangka bahwa Tuhan mempunyai rancangan buruk bagi kita, sehingga kita tidak mempercayaiNya dan terus-menerus menolak keinginanNya. Tuhan ingin kita memiliki persekutuan erat denganNya. Daud melukiskan kedekatannya dengan Tuhan sebagai persekutuan paling membahagiakan di sepanjang hidupnya, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11). Persekutuan indah dengan Tuhan itulah yang membawa sukacita tersendiri. Inilah satu-satunya keilahian Tuhan yang benar dan memuaskan. Paulus mengatakan, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Dalam persekutuan yang berserah penuh ini tersimpan sebuah tujuan: masuk ke dalam alur utama tujuan Allah; kita akan pergi ke tempat di mana Tuhan berada.
Jangan pernah menjadi getir dalam menghadapi tantangan hidup ini, karena Tuhan akan memimpin kita untuk melaluinya.
Sunday, December 9, 2012
Saturday, December 8, 2012
TIDAK AKAN GENTAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 47:1-10
"Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi." Mazmur 47:3
Kita harus bangga memiliki Allah yang hidup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, sebab Dia adalah Raja seluruh bumi. Jika Tuhan semesta alam menyeertai kita, tidak ada alasan bagi kita untuk takut dan tegar. Seringkali ketika menghadapi masalah dan tantangan dalam hidup, kita merasa sangat tak berdaya dan lemah. Memang, kita tidak akan mampu mengatasi situasi yang sedang kita hadapi dengan kekuatan sendiri. Mengapa pula kita harus menghadapi situasi yang sulit tersebut sendirian dan dengan kekuatan sendiri?? Alkitab menegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Bukankah kita memiliki Sang Penolong yang memiliki kuasa tak terbatas? Kita harus yakin bahwa Tuhan bukan hanya sebagai perlindungan dan kekuatan kita saja, tetapi Dia juga adalah penolong yang Mahahadir dalam setiap masalah dan pergumulan kita.
Janganlah lupa dengan kesadaran penuh bahwa di dalam diri kita ada Roh Kudus, Sang Penghibur, Penolong dan Penasihat kita. Kita boleh saja menghadapi pencobaan terbesar dalam hidup tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita mempunyai Roh Kudus yang selalu siap sedia menolong kita. Tidak perlu kuatir hari esok karena kita telah diperlengkapi oleh Roh Kudus untuk menghadapi masa depan. Tidak ada yang perlu ditakuti, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Roh Kudus selalu ada, beserta kita setiap saat, Penolong dan Penjaga kita. Mari selalu berpegang pada Roh Kudus.
Jika kita mengerti tentang kebenaran ini kita akan mampu berkata-kata seperti pemazmur, "Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4). Ini tentang hal-hal buruk yang terjadi di alam semesta. Kita mungkin tidak sedang berada di tengah-tengah bencana seperti itu, tetapi kita mungkin sedang menghadapi berbagai bencana lain di hidup kita. Apa pun yang terjadi, firman Tuhan menasihati kita untuk tidak takut. Tetapi jika kita mengalami ketakutan, apa yang harus kita lakukan?
Inilah yang dilakukan Daud, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5a
Baca: Mazmur 47:1-10
"Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi." Mazmur 47:3
Kita harus bangga memiliki Allah yang hidup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, sebab Dia adalah Raja seluruh bumi. Jika Tuhan semesta alam menyeertai kita, tidak ada alasan bagi kita untuk takut dan tegar. Seringkali ketika menghadapi masalah dan tantangan dalam hidup, kita merasa sangat tak berdaya dan lemah. Memang, kita tidak akan mampu mengatasi situasi yang sedang kita hadapi dengan kekuatan sendiri. Mengapa pula kita harus menghadapi situasi yang sulit tersebut sendirian dan dengan kekuatan sendiri?? Alkitab menegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Bukankah kita memiliki Sang Penolong yang memiliki kuasa tak terbatas? Kita harus yakin bahwa Tuhan bukan hanya sebagai perlindungan dan kekuatan kita saja, tetapi Dia juga adalah penolong yang Mahahadir dalam setiap masalah dan pergumulan kita.
Janganlah lupa dengan kesadaran penuh bahwa di dalam diri kita ada Roh Kudus, Sang Penghibur, Penolong dan Penasihat kita. Kita boleh saja menghadapi pencobaan terbesar dalam hidup tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita mempunyai Roh Kudus yang selalu siap sedia menolong kita. Tidak perlu kuatir hari esok karena kita telah diperlengkapi oleh Roh Kudus untuk menghadapi masa depan. Tidak ada yang perlu ditakuti, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Roh Kudus selalu ada, beserta kita setiap saat, Penolong dan Penjaga kita. Mari selalu berpegang pada Roh Kudus.
Jika kita mengerti tentang kebenaran ini kita akan mampu berkata-kata seperti pemazmur, "Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4). Ini tentang hal-hal buruk yang terjadi di alam semesta. Kita mungkin tidak sedang berada di tengah-tengah bencana seperti itu, tetapi kita mungkin sedang menghadapi berbagai bencana lain di hidup kita. Apa pun yang terjadi, firman Tuhan menasihati kita untuk tidak takut. Tetapi jika kita mengalami ketakutan, apa yang harus kita lakukan?
Inilah yang dilakukan Daud, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5a
Friday, December 7, 2012
LEBIH DARI PEMENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Kunci mengalami hidup berkemenangan adalah senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kemenangan ada di tangan Tuhan. "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:23-24). Bukan berarti tidak boleh melihat kenyataan. Kita dapat melihat kenyataan dan menghadapinya, tetapi jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang buruk yang terjadi. Kita dapat mengalahkan kenyataan-kenyataan buruk itu bukan dengan kekuatan atau logika kita, namun dengan memakai 'mata iman' sehingga di tengah situasi yang buruk sekalipun kita masih dapat melihat ada kemenangan dan hal-hal positif di sisi yang lain.
Iman dan pengakuan kita haruslah sejalan dengan firman Tuhan. Mata iman akan selalu memandang ke atas, kepada Tuhan dan kemenangan, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Iman tidak terpengaruh oleh apa yang terlihat oleh mata jasmani, sehingga jika kita diam dalam iman yang sejati, kita akan bisa menyatakan bahwa kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan menegaskan, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26).
Ini kehidupan Abraham, "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:19-21).
Iman dalam firman Tuhan tidak pernah memandang kenyataan-kenyataan yang dihadapi, melainkan mempercayai mujizat-mujizatNya.
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Kunci mengalami hidup berkemenangan adalah senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kemenangan ada di tangan Tuhan. "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:23-24). Bukan berarti tidak boleh melihat kenyataan. Kita dapat melihat kenyataan dan menghadapinya, tetapi jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang buruk yang terjadi. Kita dapat mengalahkan kenyataan-kenyataan buruk itu bukan dengan kekuatan atau logika kita, namun dengan memakai 'mata iman' sehingga di tengah situasi yang buruk sekalipun kita masih dapat melihat ada kemenangan dan hal-hal positif di sisi yang lain.
Iman dan pengakuan kita haruslah sejalan dengan firman Tuhan. Mata iman akan selalu memandang ke atas, kepada Tuhan dan kemenangan, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Iman tidak terpengaruh oleh apa yang terlihat oleh mata jasmani, sehingga jika kita diam dalam iman yang sejati, kita akan bisa menyatakan bahwa kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan menegaskan, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26).
Ini kehidupan Abraham, "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:19-21).
Iman dalam firman Tuhan tidak pernah memandang kenyataan-kenyataan yang dihadapi, melainkan mempercayai mujizat-mujizatNya.
Thursday, December 6, 2012
HIDUP BENAR DI HADAPAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya senantiasa kudus dan terpisah dari hal-hal duniawi, atau bisa dikatakan hidup selaras dengan firmanNya. Karena itu kita harus menjaga seluruh roh, jiwa dan tubuh kita tanpa cacat cela setiap waktu dengan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca 1 Tesalonika 5:22).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, kehidupan kita harus benar-benar berubah. Perubahan itu harus tampak jelas. Kita harus mengubah diri dari tingkah laku kita yang lama dan hal-hal yang biasa kita lakukan, termasuk juga dalam hal berpikir, "...tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2), karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berjalan bersama Tuhan berarti hidup benar di hadapan Tuhan! Banyak orang berkata bahwa mereka sedang berjalan bersama Tuhan tapi tidak menjalani kehidupan sesuai standar Tuhan; mereka masih saja berkompromi dengan dosa. Satu-satunya yang membedakan mereka dengan orang-orang dunia adalah mereka pergi ke gereja setiap minggu, sedangkan orang-orang di luar Tuhan tidak. Berjalan bersama Tuhan juga berarti senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan secara terus menerus, menit demi menit dan hari demi hari sampai nafas kita yang terakhir. Itulah yang disebut konsistensi dan ketekunan!
Tidak hanya itu, kita juga harus selalu menyenangkan hati Tuhan dan berserah penuh kepada kehendakNya di setiap aspek kehidupan. Ini berarti kita memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan. Tidak peduli apa pun situasinya, kita tetap percaya kepada Tuhan dan melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu rasul Paulus mengingatkan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Koreksi diri sendiri, jangan melihat keberadaan orang lain.
Saat kita mulai belajar tentang Tuhan dan apa yang Dia inginkan, kita bisa berjalan maju bersamaNya dan menjaga hidup tetap suci, atau kita tetap tinggal dan menjadi stagnan.
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya senantiasa kudus dan terpisah dari hal-hal duniawi, atau bisa dikatakan hidup selaras dengan firmanNya. Karena itu kita harus menjaga seluruh roh, jiwa dan tubuh kita tanpa cacat cela setiap waktu dengan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca 1 Tesalonika 5:22).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, kehidupan kita harus benar-benar berubah. Perubahan itu harus tampak jelas. Kita harus mengubah diri dari tingkah laku kita yang lama dan hal-hal yang biasa kita lakukan, termasuk juga dalam hal berpikir, "...tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2), karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berjalan bersama Tuhan berarti hidup benar di hadapan Tuhan! Banyak orang berkata bahwa mereka sedang berjalan bersama Tuhan tapi tidak menjalani kehidupan sesuai standar Tuhan; mereka masih saja berkompromi dengan dosa. Satu-satunya yang membedakan mereka dengan orang-orang dunia adalah mereka pergi ke gereja setiap minggu, sedangkan orang-orang di luar Tuhan tidak. Berjalan bersama Tuhan juga berarti senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan secara terus menerus, menit demi menit dan hari demi hari sampai nafas kita yang terakhir. Itulah yang disebut konsistensi dan ketekunan!
Tidak hanya itu, kita juga harus selalu menyenangkan hati Tuhan dan berserah penuh kepada kehendakNya di setiap aspek kehidupan. Ini berarti kita memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan. Tidak peduli apa pun situasinya, kita tetap percaya kepada Tuhan dan melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu rasul Paulus mengingatkan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Koreksi diri sendiri, jangan melihat keberadaan orang lain.
Saat kita mulai belajar tentang Tuhan dan apa yang Dia inginkan, kita bisa berjalan maju bersamaNya dan menjaga hidup tetap suci, atau kita tetap tinggal dan menjadi stagnan.
Wednesday, December 5, 2012
BERJALAN BERSAMA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2012 -
Baca: Kejadian 5:1-32
"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." Kejadian 5:22, 24
Berjalan bersama Tuhan berarti hidup dalam hadirat Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kita wajib mematuhi segala arahan Roh Kudus dan mengkhususkan hidup kita bagi rancangan Tuhan. Jika kita berjalan bersama Tuhan berarti kita melayaniNya dengan segenap keberadaan hidup kita sehingga kita berkenan kepadaNya.
Sebagai pengikut Kristus kita perlu memberikan contoh pelayanan sejati kepada Tuhan melalui pengabdian kita kepadaNya, dan melalui pelayanan kita terhadap sesama. Jadi berjalan bersama Tuhan tidak hanya melayaniNya tetapi juga melayani jiwa-jiwa sehingga hidup kita menjadi kesaksian. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Seringkali bila orang Kristen meminta kepada saudara seiman dijawab demikian, "Berdoalah! Dia pasti menyediakan yang kauperlukan." tapi tidak tergerak hati menolong. "Apakah gunanya, ..., jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: 'Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:14-17).
Mengasihi Tuhan harus dibuktikan dengan ketaatan! Jika kita mau berjalan bersama Tuhan kita juga harus setia melakukan semua kehendakNya, termasuk menolong sesama yang membutuhkan. Bukan hanya melayani dengan perkataan 'rohani' saja, tetapi kita juga harus mewujudkannya dalam perbuatan. Egoisme harus kita buang. Kita tidak akan dapat berjalan melekat dengan Bapa jika kita tidak memprioritaskan hidup kita bagi Tuhan dan sesama.
Berkomitmenlah melakukan kehendak Tuhan dengan sungguh, bukan menuruti kehendak diri sendiri!
Baca: Kejadian 5:1-32
"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." Kejadian 5:22, 24
Berjalan bersama Tuhan berarti hidup dalam hadirat Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kita wajib mematuhi segala arahan Roh Kudus dan mengkhususkan hidup kita bagi rancangan Tuhan. Jika kita berjalan bersama Tuhan berarti kita melayaniNya dengan segenap keberadaan hidup kita sehingga kita berkenan kepadaNya.
Sebagai pengikut Kristus kita perlu memberikan contoh pelayanan sejati kepada Tuhan melalui pengabdian kita kepadaNya, dan melalui pelayanan kita terhadap sesama. Jadi berjalan bersama Tuhan tidak hanya melayaniNya tetapi juga melayani jiwa-jiwa sehingga hidup kita menjadi kesaksian. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Seringkali bila orang Kristen meminta kepada saudara seiman dijawab demikian, "Berdoalah! Dia pasti menyediakan yang kauperlukan." tapi tidak tergerak hati menolong. "Apakah gunanya, ..., jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: 'Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:14-17).
Mengasihi Tuhan harus dibuktikan dengan ketaatan! Jika kita mau berjalan bersama Tuhan kita juga harus setia melakukan semua kehendakNya, termasuk menolong sesama yang membutuhkan. Bukan hanya melayani dengan perkataan 'rohani' saja, tetapi kita juga harus mewujudkannya dalam perbuatan. Egoisme harus kita buang. Kita tidak akan dapat berjalan melekat dengan Bapa jika kita tidak memprioritaskan hidup kita bagi Tuhan dan sesama.
Berkomitmenlah melakukan kehendak Tuhan dengan sungguh, bukan menuruti kehendak diri sendiri!
Tuesday, December 4, 2012
KISAH NEBUKADNEZAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2012 -
Baca: Daniel 4:1-37
"Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" Daniel 4:30
"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Firman Tuhan benar dan tidak pernah salah. Raja Nebukadnezar memiliki kekuasaan, keagungan dan kebesaran, tetapi dia lupa darimana semuanya itu berasal.
Suatu ketika raja sedang berjalan-jalan di atap istana raja Babel dan ia berkata, "Bukankah ini Babel yang besar? Aku telah membangunnya sebagai kediaman kerajaan dengan kekuatan kuasa saya dan untuk kemuliaan keagungan saya." Kata-kata itu masih dibibirnya ketika terdengar suara dari surga, "Kepadamu dinyatakan, ya raja Nebukadnezar, bahwa kerajaan telah beralih dari padamu; engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:31-32). Dan apa yang telah difirmankan kepada Nebukadnezar itu pun terjadi, dia diusir oleh orang-orang dan makan rumput seperti sapi. Tubuhnya basah dengan embun dan langit, sampai rambutnya tumbuh seperti bulu elang dan kukunya seperti cakar burung.
Pada akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya; selama ini ia begitu sombong dan mengandalkan apa yang dimilikinya: kekayaan, kekuasaan, kebesaran, takhta. Lalu ia pun menengadah ke langit dan mengakui kebesaran Tuhan: hanya Tuhanlah yang mahatinggi, layak dipuji, dihormati dan dimuliakan. Sungguh, di hadapan Tuhan ia tidak berarti apa-apa. Tuhan pun berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Padahal selama ini Nebukadnezar telah diingatkan dan ditegur Tuhan melalui mimpi, tapi dia bergeming dan tetap saja meninggikan dirinya hingga Tuhan bertindak dan merendahkannya. Kemudian dia pun berkata, "Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak." (Daniel 4:37).
Segala yang kita miliki (harta kekayaan, jabatan, pangkat) datangnya dari Tuhan; Dia adalah Pribadi tunggal yang mengontrol segala keadaan kita.
Baca: Daniel 4:1-37
"Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" Daniel 4:30
"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Firman Tuhan benar dan tidak pernah salah. Raja Nebukadnezar memiliki kekuasaan, keagungan dan kebesaran, tetapi dia lupa darimana semuanya itu berasal.
Suatu ketika raja sedang berjalan-jalan di atap istana raja Babel dan ia berkata, "Bukankah ini Babel yang besar? Aku telah membangunnya sebagai kediaman kerajaan dengan kekuatan kuasa saya dan untuk kemuliaan keagungan saya." Kata-kata itu masih dibibirnya ketika terdengar suara dari surga, "Kepadamu dinyatakan, ya raja Nebukadnezar, bahwa kerajaan telah beralih dari padamu; engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:31-32). Dan apa yang telah difirmankan kepada Nebukadnezar itu pun terjadi, dia diusir oleh orang-orang dan makan rumput seperti sapi. Tubuhnya basah dengan embun dan langit, sampai rambutnya tumbuh seperti bulu elang dan kukunya seperti cakar burung.
Pada akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya; selama ini ia begitu sombong dan mengandalkan apa yang dimilikinya: kekayaan, kekuasaan, kebesaran, takhta. Lalu ia pun menengadah ke langit dan mengakui kebesaran Tuhan: hanya Tuhanlah yang mahatinggi, layak dipuji, dihormati dan dimuliakan. Sungguh, di hadapan Tuhan ia tidak berarti apa-apa. Tuhan pun berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Padahal selama ini Nebukadnezar telah diingatkan dan ditegur Tuhan melalui mimpi, tapi dia bergeming dan tetap saja meninggikan dirinya hingga Tuhan bertindak dan merendahkannya. Kemudian dia pun berkata, "Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak." (Daniel 4:37).
Segala yang kita miliki (harta kekayaan, jabatan, pangkat) datangnya dari Tuhan; Dia adalah Pribadi tunggal yang mengontrol segala keadaan kita.
Monday, December 3, 2012
KEKUATAN MANUSIA ADALAH SIA-SIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 7:17-42
"Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya." Kisah 7:22
Tuhan dapat melakukan segala hal dan rencana-Nya tidak pernah gagal (baca Ayub 42:2). Begitu pula dengan rencana Tuhan bagi hidup Musa, yaitu membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Apa pun yang terjadi kepada Musa sewaktu ia masih bayi, Tuhan telah menyelamatkannya. Ketika itu, raja Mesir (Firaun) memberi perintah kepada para bidan Mesir, "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16-17), dan ia juga memerintahkan kepada semua orang Mesir untuk membuat setiap bayi laki-laki Ibrani yang baru lahir ke dalam Sungai Nil.
Musa adalah bayi yang sehat dan ibunya menyembunyikan dia selama tiga bulan, "Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;" (Keluaran 2:3). Bukanlah sebuah kebetulan jika putri Firaun mandi di sungai Nil dan melihat keranjang bayi Musa. Kemudian ia menyuruh budak perempuannya mengambil keranjang itu. Akhirnya Musa diangkat menjadi anak dari putri Firaun. Musa pun dibesarkan sebagai cucu Firaun, belajar di sekolah terbaik, dilatih memimpin tentara Mesir dan namanya terkenal di seluruh tanah Mesir. "Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka" (Keluaran 2:11). Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:9-19).
Walaupun Musa dididik dalam segala hikmat Mesir, ucapan dan perbuatannya sangat berkuasa, namun dia merasa tidak sanggup melakukan perintah Tuhan: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Musa menyadari kekuatannya sangat terbatas, dirinya bukanlah 'siapa-siapa'.
Tanpa Tuhan bersama kita, pengetahuan dan kemampuan kita tidak akan berguna dalam menyelamatkan umat Tuhan.
Baca: Kisah Para Rasul 7:17-42
"Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya." Kisah 7:22
Tuhan dapat melakukan segala hal dan rencana-Nya tidak pernah gagal (baca Ayub 42:2). Begitu pula dengan rencana Tuhan bagi hidup Musa, yaitu membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Apa pun yang terjadi kepada Musa sewaktu ia masih bayi, Tuhan telah menyelamatkannya. Ketika itu, raja Mesir (Firaun) memberi perintah kepada para bidan Mesir, "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16-17), dan ia juga memerintahkan kepada semua orang Mesir untuk membuat setiap bayi laki-laki Ibrani yang baru lahir ke dalam Sungai Nil.
Musa adalah bayi yang sehat dan ibunya menyembunyikan dia selama tiga bulan, "Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;" (Keluaran 2:3). Bukanlah sebuah kebetulan jika putri Firaun mandi di sungai Nil dan melihat keranjang bayi Musa. Kemudian ia menyuruh budak perempuannya mengambil keranjang itu. Akhirnya Musa diangkat menjadi anak dari putri Firaun. Musa pun dibesarkan sebagai cucu Firaun, belajar di sekolah terbaik, dilatih memimpin tentara Mesir dan namanya terkenal di seluruh tanah Mesir. "Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka" (Keluaran 2:11). Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:9-19).
Walaupun Musa dididik dalam segala hikmat Mesir, ucapan dan perbuatannya sangat berkuasa, namun dia merasa tidak sanggup melakukan perintah Tuhan: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Musa menyadari kekuatannya sangat terbatas, dirinya bukanlah 'siapa-siapa'.
Tanpa Tuhan bersama kita, pengetahuan dan kemampuan kita tidak akan berguna dalam menyelamatkan umat Tuhan.
Sunday, December 2, 2012
KEBANGGAAN DIRI SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2012 -
Baca: Obaja 1:1-21
"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman TUHAN." Obaja 1:4
Di zaman sekarang ini rasa bangga terhadap diri sendiri telah merasuki banyak orang. Mereka yang berhasil di berbagai aspek terlalu bangga akan dirinya sendiri: bangga terhadap kekayaannya, uangnya, jabatannya dan sebagainya. Ternyata kebanggaan ini tidak hanya terjadi pada orang-orang di luar Tuhan tetapi juga melanda banyak orang percaya, bahkan tidak sedikit para pelayan Tuhan kini juga merasa diri begitu penting dan populair. Manusia seringkali lupa bahwa semua yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan. Daud, meski sebagai raja, sangat sadar dan tidak lupa akan hal ini sehingga ia pun mengakuinya, "Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Kita menjumpai banyak orang yang setelah berhasil dan terkenal dengan mudahnya berubah hati, yang dahulu begitu baik, rendah hati, ramah, sekarang berubah menjadi kasar dan sombong. Cara berjalan sudah beda, tidak lagi ramah, dan dalam berteman pun pilih-pilih, kalau tidak 'se-level' jangan harap bisa dekat! Yang sangat disesalkan, banyak hamba Tuhan juga turut hanyut dalam keangkuhan ini, lebih-lebih yang pelayanannya sudah 'besar' dan dipakai Tuhan secara luar biasa dengan berbagai karunia yang dimiliki seperti bernubuat, menyembuhkan orang sakit dan lain-lain; merasa gerejanya paling besar dan diberkati dengan jumlah jemaat yang ribuan dan sebagainya. Kita lupa bahwa apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil jika Tuhan tidak turut bekerja di dalamnya. Kita ini hanyalah 'hamba', tugas kita adalah melayani, bukan dilayani! Jangan sampai kita sombong, apalagi mencari pujian hormat bagi diri sendiri.
Berhati-hatilah! "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman Tuhan. Jika malam-malam pencuri atau perampok datang kepadamu -betapa engkau dibinasakannya- bukankah mereka akan mencuri seberapa yang diperlukannya?" (Obaja 1:4-5).
Jangan membanggakan diri, sebab di luar perlindungan Tuhan kita tidak akan mampu menyelamatkan diri sendiri.
Baca: Obaja 1:1-21
"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman TUHAN." Obaja 1:4
Di zaman sekarang ini rasa bangga terhadap diri sendiri telah merasuki banyak orang. Mereka yang berhasil di berbagai aspek terlalu bangga akan dirinya sendiri: bangga terhadap kekayaannya, uangnya, jabatannya dan sebagainya. Ternyata kebanggaan ini tidak hanya terjadi pada orang-orang di luar Tuhan tetapi juga melanda banyak orang percaya, bahkan tidak sedikit para pelayan Tuhan kini juga merasa diri begitu penting dan populair. Manusia seringkali lupa bahwa semua yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan. Daud, meski sebagai raja, sangat sadar dan tidak lupa akan hal ini sehingga ia pun mengakuinya, "Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Kita menjumpai banyak orang yang setelah berhasil dan terkenal dengan mudahnya berubah hati, yang dahulu begitu baik, rendah hati, ramah, sekarang berubah menjadi kasar dan sombong. Cara berjalan sudah beda, tidak lagi ramah, dan dalam berteman pun pilih-pilih, kalau tidak 'se-level' jangan harap bisa dekat! Yang sangat disesalkan, banyak hamba Tuhan juga turut hanyut dalam keangkuhan ini, lebih-lebih yang pelayanannya sudah 'besar' dan dipakai Tuhan secara luar biasa dengan berbagai karunia yang dimiliki seperti bernubuat, menyembuhkan orang sakit dan lain-lain; merasa gerejanya paling besar dan diberkati dengan jumlah jemaat yang ribuan dan sebagainya. Kita lupa bahwa apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil jika Tuhan tidak turut bekerja di dalamnya. Kita ini hanyalah 'hamba', tugas kita adalah melayani, bukan dilayani! Jangan sampai kita sombong, apalagi mencari pujian hormat bagi diri sendiri.
Berhati-hatilah! "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman Tuhan. Jika malam-malam pencuri atau perampok datang kepadamu -betapa engkau dibinasakannya- bukankah mereka akan mencuri seberapa yang diperlukannya?" (Obaja 1:4-5).
Jangan membanggakan diri, sebab di luar perlindungan Tuhan kita tidak akan mampu menyelamatkan diri sendiri.
Saturday, December 1, 2012
TUHAN ADALAH PENOLONG SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 146:1-10
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya:" Mazmur 146:5
Setiap orang mempunyai masalah, tetapi Alkitab mengajarkan untuk tetap bersukacita daripada merasa takut dan kuatir, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:4-6).
Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita dibelenggu oleh kekuatiran akan segala sesuatu, sebab kita memiliki Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Dia pasti sanggup menyediakan apa yang kita perlukan dan memelihara kita di segala keadaan: "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ketika kita sakit Tuhan akan menjadi penyembuh kita, sebab "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b); Ketika kita berada di dalam pergumulan yang berat Tuhan akan menjadi penolong dan sanggup memberikan jalan keluar yang terbaik; ketika kita sedih dan berduka Roh Kudus akan menghibur dan menguatkan kita.
Alkitab menegaskan bahwa "...Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:8, 10), sehingga Tuhan akan membuat kita menjadi kaya dalam segala hal, tetapi dengan maksud bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan supaya kita bisa berbagi dengan orang lain alias menjadi berkat. Meski demikian Tuhan tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk bergantung dan berharap kepada manusia, "sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 108:12). Jika kita percaya dan mengandalkan kepada manusia kita akan kecewa sebab mereka tidak akan memikirkan dan mempedulikan kita. Adalah "Lebih baik berlindung pada Tuhan dari pada percaya kepada manusia." (Mazmur 118:8), sebab dari Tuhanlah pertolongan itu datang!
"Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'" Yesaya 41:13
Baca: Mazmur 146:1-10
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya:" Mazmur 146:5
Setiap orang mempunyai masalah, tetapi Alkitab mengajarkan untuk tetap bersukacita daripada merasa takut dan kuatir, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:4-6).
Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita dibelenggu oleh kekuatiran akan segala sesuatu, sebab kita memiliki Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Dia pasti sanggup menyediakan apa yang kita perlukan dan memelihara kita di segala keadaan: "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ketika kita sakit Tuhan akan menjadi penyembuh kita, sebab "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b); Ketika kita berada di dalam pergumulan yang berat Tuhan akan menjadi penolong dan sanggup memberikan jalan keluar yang terbaik; ketika kita sedih dan berduka Roh Kudus akan menghibur dan menguatkan kita.
Alkitab menegaskan bahwa "...Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:8, 10), sehingga Tuhan akan membuat kita menjadi kaya dalam segala hal, tetapi dengan maksud bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan supaya kita bisa berbagi dengan orang lain alias menjadi berkat. Meski demikian Tuhan tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk bergantung dan berharap kepada manusia, "sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 108:12). Jika kita percaya dan mengandalkan kepada manusia kita akan kecewa sebab mereka tidak akan memikirkan dan mempedulikan kita. Adalah "Lebih baik berlindung pada Tuhan dari pada percaya kepada manusia." (Mazmur 118:8), sebab dari Tuhanlah pertolongan itu datang!
"Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'" Yesaya 41:13
Friday, November 30, 2012
RAHASIA KEBERHASILAN ABRAHAM (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2012 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu." Galatia 3:9
Abraham tidak hanya mengalami berkat-berkat rohani dari Tuhan, tapi juga diberkati dengan berkat jasmani (harta) yang melimpah oleh karena ketaatannya. Apa yang dialami oleh Abraham ini dapat pula kita alami. Tertulis: "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).
Kita yang ada di dalam Kristus, seperti yang dikatakan firman Tuhan, berhak juga atas segala berkat dan janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Selama kita masih bersahabat dengan dunia ini, berkompromi dengan dosa dan hidup dalam ketidaktaatan, berkat dan janji Tuhan itu hanya akan menjadi khayalan semata. Karena itu kita perlu belajar dari kehidupan Abraham ini supaya berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham tersebut juga kita terima secara nyata dalam hidup ini.
Kedua, Abraham sangat mengasihi Tuhan; ia menempatkan Tuhan lebih dari segalanya. Di mana pun bertemu dengan Tuhan, Abraham selalu mendirikan mezbah bagiNya. Mezbah berbicara tentang ibadah. Jadi "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh ataukah kita melakukan ibadah hanya sebatas aktivitas rutin belaka? Setidaknya ada empat mezbah yang didirikan oleh Abraham: mezbah yang didirikan di Sikhem (baca Kejadian 12:7), mezbah di dekat Betel (baca Kejadian 12:8), mezbah di dekat Hebron (baca Kejadian 13:18) dan juga mezbah di gunung Moria (baca Kejadian 22:9). Tidak hanya itu, ia pun rela mempersembahkan anak yang sangat dikasihinya (Ishak) ketika Tuhan memintanya.
Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya, "...serta diberkati Tuhan dalam segala hal." (Kejadian 24:1), karena ia taat dan mengasihi Tuhan lebih dari apa pun.
Baca: Galatia 3:1-14
"Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu." Galatia 3:9
Abraham tidak hanya mengalami berkat-berkat rohani dari Tuhan, tapi juga diberkati dengan berkat jasmani (harta) yang melimpah oleh karena ketaatannya. Apa yang dialami oleh Abraham ini dapat pula kita alami. Tertulis: "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).
Kita yang ada di dalam Kristus, seperti yang dikatakan firman Tuhan, berhak juga atas segala berkat dan janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Selama kita masih bersahabat dengan dunia ini, berkompromi dengan dosa dan hidup dalam ketidaktaatan, berkat dan janji Tuhan itu hanya akan menjadi khayalan semata. Karena itu kita perlu belajar dari kehidupan Abraham ini supaya berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham tersebut juga kita terima secara nyata dalam hidup ini.
Kedua, Abraham sangat mengasihi Tuhan; ia menempatkan Tuhan lebih dari segalanya. Di mana pun bertemu dengan Tuhan, Abraham selalu mendirikan mezbah bagiNya. Mezbah berbicara tentang ibadah. Jadi "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh ataukah kita melakukan ibadah hanya sebatas aktivitas rutin belaka? Setidaknya ada empat mezbah yang didirikan oleh Abraham: mezbah yang didirikan di Sikhem (baca Kejadian 12:7), mezbah di dekat Betel (baca Kejadian 12:8), mezbah di dekat Hebron (baca Kejadian 13:18) dan juga mezbah di gunung Moria (baca Kejadian 22:9). Tidak hanya itu, ia pun rela mempersembahkan anak yang sangat dikasihinya (Ishak) ketika Tuhan memintanya.
Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya, "...serta diberkati Tuhan dalam segala hal." (Kejadian 24:1), karena ia taat dan mengasihi Tuhan lebih dari apa pun.
Thursday, November 29, 2012
RAHASIA KEBERHASILAN ABRAHAM (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2012 -
Baca: Kejadian 13:1-18
"sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." Kejadian 13:15
Siapa diantara kita yang mau hidup pas-pasan, gagal dan tidak diberkati? Tak seorang pun. Sebaliknya jika ditanya siapa yang ingin hidupnya berhasil dan diberkati Tuhan? Dengan serempak semua orang pasti akan mengangkat tangan. Memang, hidup yang berhasil dan diberkati adalah dambaan setiap orang. Namun untuk mencapai goal itu ada langkah-langkah yang harus kita kerjakan, dalam bahasa rohaninya 'ada harga yang harus kita bayar'. Semua langkah-langkah itu sudah tertulis secara terperinci di dalam Alkitab, namun seringkali kita abaikan. Salah satunya: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Seringkali kita menuntut Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita sendiri tidak mengutamakan Kerajaan Allah dan keberadaannya; kita tidak mau bayar harga!
Abraham adalah contoh orang yang sangat berhasil dan diberkati Tuhan. Ia mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya secara luar biasa; bukan hanya diberkati, tapi Abraham juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Abraham disebut sebagai sahabat Allah (baca Yakobus 2:23). Ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat karib dengan Abraham. Alkitab menyatakan bahwa jika Tuhan karib dengan seseorang, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Mengapa Tuhan sangat memberkati Abraham dan menjadikan dia begitu spesial? Pertama, karena Abraham adalah orang yang taat. Ketaatan adalah langkah untuk menikmati berkat Tuhan. Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Kita tahu bahwa orang-orang di daerah asal Abraham dan termasuk sanak saudaranya adalah para penyembah berhala. Karena itu Tuhan memerintahkan Abraham untuk memisahkan diri dari mereka, dan ia pun taat kepada perintah Tuhan.
Ketaatan Abraham meninggalkan negerinya dan juga keluarganya, walaupun ia belum tahu persis ke mana harus pergi, adalah bukti betapa ia sangat percaya kepada Tuhan. Ini adalah iman! Iman yang disertai dengan perbuatan inilah iman yang hidup, percaya walaupun secara kasat mata belum melihat! (Bersambung)
Baca: Kejadian 13:1-18
"sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." Kejadian 13:15
Siapa diantara kita yang mau hidup pas-pasan, gagal dan tidak diberkati? Tak seorang pun. Sebaliknya jika ditanya siapa yang ingin hidupnya berhasil dan diberkati Tuhan? Dengan serempak semua orang pasti akan mengangkat tangan. Memang, hidup yang berhasil dan diberkati adalah dambaan setiap orang. Namun untuk mencapai goal itu ada langkah-langkah yang harus kita kerjakan, dalam bahasa rohaninya 'ada harga yang harus kita bayar'. Semua langkah-langkah itu sudah tertulis secara terperinci di dalam Alkitab, namun seringkali kita abaikan. Salah satunya: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Seringkali kita menuntut Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita sendiri tidak mengutamakan Kerajaan Allah dan keberadaannya; kita tidak mau bayar harga!
Abraham adalah contoh orang yang sangat berhasil dan diberkati Tuhan. Ia mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya secara luar biasa; bukan hanya diberkati, tapi Abraham juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Abraham disebut sebagai sahabat Allah (baca Yakobus 2:23). Ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat karib dengan Abraham. Alkitab menyatakan bahwa jika Tuhan karib dengan seseorang, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Mengapa Tuhan sangat memberkati Abraham dan menjadikan dia begitu spesial? Pertama, karena Abraham adalah orang yang taat. Ketaatan adalah langkah untuk menikmati berkat Tuhan. Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Kita tahu bahwa orang-orang di daerah asal Abraham dan termasuk sanak saudaranya adalah para penyembah berhala. Karena itu Tuhan memerintahkan Abraham untuk memisahkan diri dari mereka, dan ia pun taat kepada perintah Tuhan.
Ketaatan Abraham meninggalkan negerinya dan juga keluarganya, walaupun ia belum tahu persis ke mana harus pergi, adalah bukti betapa ia sangat percaya kepada Tuhan. Ini adalah iman! Iman yang disertai dengan perbuatan inilah iman yang hidup, percaya walaupun secara kasat mata belum melihat! (Bersambung)
Wednesday, November 28, 2012
SAAT TAK BERDAYA, KUASA TUHAN NYATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2012 -
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." 2 Korintus 12:10
Pada umumnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk membanggakan dirinya atau bermegah karena memiliki kelebihan dibandingkan orang lain: merasa berhasil, kuat, pintar, kaya, tampan, cantik, terkenal dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita merasa bahwa kita tidak memerlukan Tuhan. Berhati-hatilah!
Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang," (Wahyu 3:17). Mari kita belajar dari sikap Rasul Paulus: "...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus," (Galatia 6:14). Sesungguhnya Rasul Paulus memiliki alasan yang kuat untuk bermegah karena ia adalah orang yang cerdas dan pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa, tetapi ia tidak pernah membanggakan itu semua. Rasul Paulus lebih senang dan rela di dalam kelemahan. Mengapa? Sebab di saat ia lemah ia akan selalu disadarkan bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas sehingga ia sangat memerlukan Tuhan setiap waktu. Kala kita tidak mampu dan tidak berdaya dan kita menyerah pada Tuhan, saat itulah Tuhan akan campur tangan dan menyatakan kuasaNya atas kita.
Suatu ketika raja Yosafat harus menghadapi pergumulan yang berat, karena negerinya mendapat serangan dari bani Moab dan Amon, plus pasukan orang Meunim. Posisi Yosafat benar-benar terjepit dan tak berdaya. Dalam ketidakberdayaannya itu Yosafat "...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa." (2 Tawarikh 20:3). Tuhan pun melawat mereka dan melalui nabi Yahaziel, mereka diperintahkan untuk tidak takut, sebab "Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur." (2 Tawarikh 20:17a). Mereka justru diperintahkan untuk menaikkan nyanyian pujian bagi Tuhan. Dan ketika mereka memuji-muji, Tuhan hadir dan kuasaNya dinyatakan dengan dahsyat. Akhirnya Yosafat dan rakyatnya mengalami kemenangan yang gemilang.
Dalam ketidakberdayaan kita percayalah kepada Tuhan, karena Ia selalu punya cara yang ajaib untuk menolong kita!
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." 2 Korintus 12:10
Pada umumnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk membanggakan dirinya atau bermegah karena memiliki kelebihan dibandingkan orang lain: merasa berhasil, kuat, pintar, kaya, tampan, cantik, terkenal dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita merasa bahwa kita tidak memerlukan Tuhan. Berhati-hatilah!
Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang," (Wahyu 3:17). Mari kita belajar dari sikap Rasul Paulus: "...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus," (Galatia 6:14). Sesungguhnya Rasul Paulus memiliki alasan yang kuat untuk bermegah karena ia adalah orang yang cerdas dan pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa, tetapi ia tidak pernah membanggakan itu semua. Rasul Paulus lebih senang dan rela di dalam kelemahan. Mengapa? Sebab di saat ia lemah ia akan selalu disadarkan bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas sehingga ia sangat memerlukan Tuhan setiap waktu. Kala kita tidak mampu dan tidak berdaya dan kita menyerah pada Tuhan, saat itulah Tuhan akan campur tangan dan menyatakan kuasaNya atas kita.
Suatu ketika raja Yosafat harus menghadapi pergumulan yang berat, karena negerinya mendapat serangan dari bani Moab dan Amon, plus pasukan orang Meunim. Posisi Yosafat benar-benar terjepit dan tak berdaya. Dalam ketidakberdayaannya itu Yosafat "...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa." (2 Tawarikh 20:3). Tuhan pun melawat mereka dan melalui nabi Yahaziel, mereka diperintahkan untuk tidak takut, sebab "Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur." (2 Tawarikh 20:17a). Mereka justru diperintahkan untuk menaikkan nyanyian pujian bagi Tuhan. Dan ketika mereka memuji-muji, Tuhan hadir dan kuasaNya dinyatakan dengan dahsyat. Akhirnya Yosafat dan rakyatnya mengalami kemenangan yang gemilang.
Dalam ketidakberdayaan kita percayalah kepada Tuhan, karena Ia selalu punya cara yang ajaib untuk menolong kita!
Tuesday, November 27, 2012
HIDUP INI HANYALAH SINGKAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2012 -
Baca: Ayub 14:1-22
"Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku;" Ayub 14:14
Hari-hari manusia hanya satu kali, tidak ada duplikatnya atau foto kopinya. Jika hidup yang hanya sekali ini salah kita jalani, kita akan menderita untuk selama-lamanya. Jika kesempatan hidup yang singkat ini tidak kita gunakan untuk mengejar perkara-perkara rohani, maka sesudah mati kita tidak memiliki kesempatan lagi untuk memperbaikinya. Sekarang adalah waktu yang terbaik!
Ada sebagian orang yang berprinsip, "Mumpung masih muda dan kuat, nikmati dunia ini dan bersenang-senanglah. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Alkitab memperingatkan, "Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!" (Pengkotbah 11:9). Apa yang kita banggakan dengan hidup ini? Uang, harta, kekayaan, jabatan, popularitas? "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Markus 8:36-37). Selain singkat, kehidupan kita ini juga diwarnai dengan problematika. Jadi semua manusia di belahan bumi mana pun takkan luput dari masalah. Sadarilah itu! Daud berkata, "...kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10b). Oleh karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Itu hanya akan menguras energi kita, sebab "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Itulah yang membedakan kita dengan orang-orang di luar Tuhan, "Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita." (2 Tawarikh 32:8).
Karena hidup ini begitu singkat, marilah kita jalani hari-hari kita dengan hati yang takut akan Tuhan dan penuh ucapan syukur, karena seberat apa pun problema yang kita hadapi, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita!
Mulai hari ini jangan sia-siakan waktu yang ada.
Monday, November 26, 2012
HIDUP INI HANYALAH SINGKAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2012 -
Baca: Mazmur 90:1-17
"di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." Mazmur 90:6
Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti berapa lama ia hidup di dunia ini. 200 tahun, 300 tahun atau selamanyakah? Begitu juga dalam hal kematian, kita sama sekali tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil Tuhan: bisa saja hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, sepuluh tahun lagi dan seterusnya. Yang pasti, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Daud menambahkan, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun," (Mazmur 90:10a).
Dapat kita simpulkan ternyata hidup manusia di dunia ini adalah singkat. Hidup kita ini bisa dikatakan adalah dalam hitungan hari saja, dan di kala kita menghitungnya, berlalunya begitu cepat dan sangat singkat, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-5). Jika kita menyadari betapa singkatnya hidup ini, apa yang harus kita perbuat? Masing-masing dari kita diminta untuk menghitung hari-hari kita sedemikian rupa sehingga kita beroleh hati yang bijaksana. Oleh karena itu Rasul Paulus memberi nasihat, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Sudahkah kita mempergunakan waktu yang ada dengan baik? Jika sampai detik ini langkah hidup kita telah menyimpang jauh dari jalan-jalan Tuhan, segeralah bertobat! Jangan tunda-tunda waktu lagi. Bertobat berarti kita menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' (baca 2 Korintus 5:17); kita hidup menurut pimpinan Roh dan tidak lagi menuruti keinginan daging (baca Galatia 5:16). Ingatlah, hidup kita ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan, maka kita harus hidup dengan kesadaran bahwa setiap hari yang kita jalani sekarang ini bisa saja merupakan hari terakhir bagi kita. Jadi, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Bukan waktunya lagi kita terus disibukkan dengan urusan-urusan yang bersifat duniawi!
Baca: Mazmur 90:1-17
"di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." Mazmur 90:6
Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti berapa lama ia hidup di dunia ini. 200 tahun, 300 tahun atau selamanyakah? Begitu juga dalam hal kematian, kita sama sekali tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil Tuhan: bisa saja hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, sepuluh tahun lagi dan seterusnya. Yang pasti, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Daud menambahkan, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun," (Mazmur 90:10a).
Dapat kita simpulkan ternyata hidup manusia di dunia ini adalah singkat. Hidup kita ini bisa dikatakan adalah dalam hitungan hari saja, dan di kala kita menghitungnya, berlalunya begitu cepat dan sangat singkat, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-5). Jika kita menyadari betapa singkatnya hidup ini, apa yang harus kita perbuat? Masing-masing dari kita diminta untuk menghitung hari-hari kita sedemikian rupa sehingga kita beroleh hati yang bijaksana. Oleh karena itu Rasul Paulus memberi nasihat, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Sudahkah kita mempergunakan waktu yang ada dengan baik? Jika sampai detik ini langkah hidup kita telah menyimpang jauh dari jalan-jalan Tuhan, segeralah bertobat! Jangan tunda-tunda waktu lagi. Bertobat berarti kita menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' (baca 2 Korintus 5:17); kita hidup menurut pimpinan Roh dan tidak lagi menuruti keinginan daging (baca Galatia 5:16). Ingatlah, hidup kita ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan, maka kita harus hidup dengan kesadaran bahwa setiap hari yang kita jalani sekarang ini bisa saja merupakan hari terakhir bagi kita. Jadi, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Bukan waktunya lagi kita terus disibukkan dengan urusan-urusan yang bersifat duniawi!
Sunday, November 25, 2012
JANGAN PERNAH TAKUT GAGAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2012 -
Baca: Amsal 19:1-29
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Setiap orang pasti memiliki rencana atau rancangan bagi kehidupannya di masa depan. Karena itu berbagai upaya kita lakukan supaya segala rencana dan keinginan kita terwujud. Siapa pun kita pasti tidak ingin gagal, bukan? Kegagalan seringkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi semua orang.
Sebagai orang percaya kita tidak perlu takut dengan kegagalan asal kita menyerahkan segala rencana hidup kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6), sebab oleh karena kehendak Tuhanlah segala sesuatunya dapat terjadi. Jika rencana dan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan pasti semuanya akan terlaksana, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Ketakutan itu adalah tanda bahwa seseorang itu ragu dan tidak percaya kepada kuasa Tuhan. Ketakutan adalah siasat Iblis untuk membelenggu kita sehingga kita enggan untuk melangkah. Jika Yosua dan Kaleb terus dihantui oleh ketakutan tidak akan pernah menginjakkan kakinya dan menikmati Tanah Perjanjian (Kanaan), seperti yang dialami oleh 10 pengintai lainnya. Oleh karenanya kita harus bisa mengalahkan rasa takut itu dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Kalahkan rasa takut dengan cara percaya kepada kuasa Tuhan seperti yang dilakukan Daud. "Tuhan dipihakku. Aku tidak akan takut." (Mazmur 118:6) dan "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Jika kita sadar bahwa kita ini tidak sendiri dalam menjalani hidup ini, tetapi ada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dengan kuasaNya yang tak terbatas itu, maka kita akan berani menghadapi apa pun dalam hidup ini. Kepada Yosua Tuhan berfirman, "Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5).
Jika kita senantiasa berjalan bersama Tuhan tidak ada yang perlu ditakutkan, sebab Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia.
Hidup tanpa campur tangan Tuhan itulah sumber ketakutan kita!
Baca: Amsal 19:1-29
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Setiap orang pasti memiliki rencana atau rancangan bagi kehidupannya di masa depan. Karena itu berbagai upaya kita lakukan supaya segala rencana dan keinginan kita terwujud. Siapa pun kita pasti tidak ingin gagal, bukan? Kegagalan seringkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi semua orang.
Sebagai orang percaya kita tidak perlu takut dengan kegagalan asal kita menyerahkan segala rencana hidup kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6), sebab oleh karena kehendak Tuhanlah segala sesuatunya dapat terjadi. Jika rencana dan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan pasti semuanya akan terlaksana, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Ketakutan itu adalah tanda bahwa seseorang itu ragu dan tidak percaya kepada kuasa Tuhan. Ketakutan adalah siasat Iblis untuk membelenggu kita sehingga kita enggan untuk melangkah. Jika Yosua dan Kaleb terus dihantui oleh ketakutan tidak akan pernah menginjakkan kakinya dan menikmati Tanah Perjanjian (Kanaan), seperti yang dialami oleh 10 pengintai lainnya. Oleh karenanya kita harus bisa mengalahkan rasa takut itu dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Kalahkan rasa takut dengan cara percaya kepada kuasa Tuhan seperti yang dilakukan Daud. "Tuhan dipihakku. Aku tidak akan takut." (Mazmur 118:6) dan "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Jika kita sadar bahwa kita ini tidak sendiri dalam menjalani hidup ini, tetapi ada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dengan kuasaNya yang tak terbatas itu, maka kita akan berani menghadapi apa pun dalam hidup ini. Kepada Yosua Tuhan berfirman, "Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5).
Jika kita senantiasa berjalan bersama Tuhan tidak ada yang perlu ditakutkan, sebab Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia.
Hidup tanpa campur tangan Tuhan itulah sumber ketakutan kita!
Saturday, November 24, 2012
KETIDAKTAATAN: Gagal Memasuki Tanah Perjanjian!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum." Bilangan 20:11
Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali. Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2). Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia. Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.
Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan. Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa. Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun, "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." (Bilangan 20:8). Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar! Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya. Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x. Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.
Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.
Inilah konsekuensi bagi Musa: "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12).
Baca: Bilangan 20:2-13
"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum." Bilangan 20:11
Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali. Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2). Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia. Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.
Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan. Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa. Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun, "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." (Bilangan 20:8). Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar! Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya. Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x. Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.
Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.
Inilah konsekuensi bagi Musa: "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12).
Friday, November 23, 2012
BEBAN SEORANG PEMIMPIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Thursday, November 22, 2012
MENGAMPUNI ORANG LAIN: Tak Terbatas Jumlahnya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2012 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Wednesday, November 21, 2012
TAK ADA YANG SUKAR BAGI TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2012 -
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu Tuhan memberi hujan ke atas muka bumi." 1 Raja-Raja 17:14
Saudara saat ini sedang dalam pergumulan yang berat? Jangan ragu-ragu untuk datang kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikan pertolongan. Jangan pernah berkata bahwa Tuhan tidak peduli dan membiarkan kita bergumul sendirian. Dia sangat peduli! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." (Mazmur 56:9). Janda di Sarfat mengalami pergumulan berat. Di tengah kelaparan hebat yang melanda negeri ia hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Secara logika, janda dan juga anaknya ini sudah tidak memiliki harapan lagi karena tepung dan minyak yang dimilikinya hanya untuk sekali makan. Namun bila Tuhan turut campur tangan di dalamnya, perkara yang dahsyat dan ajaib pasti terjadi.
Sungguh benar apa yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Sedikit tepung dan minyak dalam buli-bulinya tidak habis-habis! Inilah yang dialami oleh janda Sarfat! Ketika ia taat pada perintah abdi Tuhan (Elia), mujizat pun terjadi. Namun berkat atau mujizat itu tidak terjadi begitu saja, Tuhan meminta kerelaan janda itu untuk menaati firman Tuhan lebih dulu. Saat nabi Elia menyampaikan perintah, sang janda tidak ragu atau berdalih dengan berbagai alasan. Dan hasilnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman Tuhan yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16). Cara yang sama juga berlaku bagi janda yang memiliki hutang banyak dan padanya hanya ada sedikit minyak dalam buli-buli (baca 2 Raja-Raja 4:1-7). Ketika janda ini taat kepada Elisa, minyak yang sedikit menjadi melimpah dan memenuhi bejana yang begitu banyak sehingga ia pun bisa melunasi hutangnya dan hidup dari lebihnya.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19, asal kita taat!
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu Tuhan memberi hujan ke atas muka bumi." 1 Raja-Raja 17:14
Saudara saat ini sedang dalam pergumulan yang berat? Jangan ragu-ragu untuk datang kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikan pertolongan. Jangan pernah berkata bahwa Tuhan tidak peduli dan membiarkan kita bergumul sendirian. Dia sangat peduli! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." (Mazmur 56:9). Janda di Sarfat mengalami pergumulan berat. Di tengah kelaparan hebat yang melanda negeri ia hanya memiliki segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Secara logika, janda dan juga anaknya ini sudah tidak memiliki harapan lagi karena tepung dan minyak yang dimilikinya hanya untuk sekali makan. Namun bila Tuhan turut campur tangan di dalamnya, perkara yang dahsyat dan ajaib pasti terjadi.
Sungguh benar apa yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Sedikit tepung dan minyak dalam buli-bulinya tidak habis-habis! Inilah yang dialami oleh janda Sarfat! Ketika ia taat pada perintah abdi Tuhan (Elia), mujizat pun terjadi. Namun berkat atau mujizat itu tidak terjadi begitu saja, Tuhan meminta kerelaan janda itu untuk menaati firman Tuhan lebih dulu. Saat nabi Elia menyampaikan perintah, sang janda tidak ragu atau berdalih dengan berbagai alasan. Dan hasilnya "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman Tuhan yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16). Cara yang sama juga berlaku bagi janda yang memiliki hutang banyak dan padanya hanya ada sedikit minyak dalam buli-buli (baca 2 Raja-Raja 4:1-7). Ketika janda ini taat kepada Elisa, minyak yang sedikit menjadi melimpah dan memenuhi bejana yang begitu banyak sehingga ia pun bisa melunasi hutangnya dan hidup dari lebihnya.
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19, asal kita taat!
Tuesday, November 20, 2012
BERKAT BAGI ORANG JUJUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2012 -
Baca: Mazmur 50:1-23
"siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Mazmur 50:23b
Orang-orang dunia boleh saja berkata, "Jujur itu hancur.", tapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus berani berprinsip, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Tidak ada kata 'rugi' apalagi sia-sia bila kita hidup jujur. Justru sebaliknya ada berkat-berkat luar biasa yang disediakan Tuhan bagi orang yang jujur. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang jujur jalannya, bahkan Alkitab mencatat: "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." (Amsal 3:32). Juga dikatakan bahwa "...orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu." (Mazmur 140:14b) dan "...doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8b). Ternyata Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang hidupnya jujur dan doa orang jujur pasti berkenan padaNya!
Suatu ketika saudara-saudara Yusuf menemukan uang di dalam karung mereka setelah membeli gandum di Mesir. "...tampaklah ada pundi-pundi uang masing-masing dalam karungnya;" (Kejadian 42:35). Pastilah uang yang tidak sedikit jumlahnya! Apa yang kita lakukan jika kita mengalami peristiwa yang demikian? Mengembalikan uang tersebut atau kita malah diam saja dan berkata, "Wah...rejeki nomplok nih, kita ambil saja!"? Tapi inilah yang dilakukan saudara-saudara Yusuf, "...ketika kami sampai ke tempat bermalam dan membuka karung kami, tampaklah uang kami masing-masing dengan tidak kurang jumlahnya ada di dalam mulut karung. Tetapi sekarang kami membawanya kembali." (Kejadian 43:21). Mereka mengembalikan uang yang bukan haknya itu. Mereka telah lulus ujian kejujuran!
Ternyata saudara-saudara Yusuf telah mengalami perubahan karakter, berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya di mana mereka telah memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada para saudagar Midian dan membawa berita tidak jujur kepada ayahnya (Yakub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah mati diterkam binatang buas.
Karena jujur, saudara-saudara Yusuf diberkati di tengah kelaparan yang melanda negerinya; mereka tetap terpelihara!
Baca: Mazmur 50:1-23
"siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Mazmur 50:23b
Orang-orang dunia boleh saja berkata, "Jujur itu hancur.", tapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus berani berprinsip, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Tidak ada kata 'rugi' apalagi sia-sia bila kita hidup jujur. Justru sebaliknya ada berkat-berkat luar biasa yang disediakan Tuhan bagi orang yang jujur. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang jujur jalannya, bahkan Alkitab mencatat: "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." (Amsal 3:32). Juga dikatakan bahwa "...orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu." (Mazmur 140:14b) dan "...doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8b). Ternyata Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang hidupnya jujur dan doa orang jujur pasti berkenan padaNya!
Suatu ketika saudara-saudara Yusuf menemukan uang di dalam karung mereka setelah membeli gandum di Mesir. "...tampaklah ada pundi-pundi uang masing-masing dalam karungnya;" (Kejadian 42:35). Pastilah uang yang tidak sedikit jumlahnya! Apa yang kita lakukan jika kita mengalami peristiwa yang demikian? Mengembalikan uang tersebut atau kita malah diam saja dan berkata, "Wah...rejeki nomplok nih, kita ambil saja!"? Tapi inilah yang dilakukan saudara-saudara Yusuf, "...ketika kami sampai ke tempat bermalam dan membuka karung kami, tampaklah uang kami masing-masing dengan tidak kurang jumlahnya ada di dalam mulut karung. Tetapi sekarang kami membawanya kembali." (Kejadian 43:21). Mereka mengembalikan uang yang bukan haknya itu. Mereka telah lulus ujian kejujuran!
Ternyata saudara-saudara Yusuf telah mengalami perubahan karakter, berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya di mana mereka telah memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada para saudagar Midian dan membawa berita tidak jujur kepada ayahnya (Yakub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah mati diterkam binatang buas.
Karena jujur, saudara-saudara Yusuf diberkati di tengah kelaparan yang melanda negerinya; mereka tetap terpelihara!
Monday, November 19, 2012
JUJUR MENJADI HANCUR?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Berliku-liku jalan si penipu, tetapi orang yang jujur lurus perbuatannya." Amsal 21:8
Menurut kamus bahasa Indonesia, arti kata 'jujur' adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Namun di akhir zaman ini seringkali kata 'jujur' hanya menjadi slogan semata. Tapi bagaimana dengan prakteknya?? Terlebih-lebih di akhir zaman ini sulit sekali menemukan orang yang benar-benar jujur dalam menjalani kehidupan ini seperti yang dikeluhkan oleh nabi Mikha, "Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2-3). Bukankah apa yang disampaikan Mikha ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di negeri ini? Korupsi, kolusi dan nepotisme begitu merajalela, ketidakadilan terjadi dimana-mana, hukum bisa dibeli, hakim bisa disuap, kebenaran diputarbalikkan dan sebagainya. Bahkan banyak orang dengan santainya berprinsip: "Kalau jujur, kita bisa hancur." Benarkah?
Haruskah kita sebagai orang percaya mengikuti tren ini yaitu menjalani hidup ini dengan tidak jujur, baik itu dalam hal pekerjaan, bisnis, studi, rumah tangga dan sebagainya? Alkitab mengingatkan agar kita "...jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Tidak jujur berarti bengkok hati, bohong (dusta), curang dan tidak tulus. Dalam Amsal 12:22 dikatakan, "Orang yang dusta bibirnya dalah kekejian bagi Tuhan," dan Alkitab menegaskan bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa dari segala dusta (baca Yohanes 8:44). Tak bosan-bosannya kita diingatkan bahwa kehidupan orang Kristen itu harus berbeda dari dunia ini! Kita harus bisa menjadi garam dunia dan terang dunia (baca Matius 5:13-16). Oleh karena itu kita harus menyadari 'posisi' kita ini. Kepada jemaat di Tesalonika Rasul Paulus menyatakan bahwa "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Rugikah jika kita berbuat jujur dalam menjalani hidup ini? Sama sekali tidak! Justru seharusnya kita malu menjadi seorang Kristen bila perbuatan kita setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan.
"Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, memelihara nyawanya." Amsal 16:17
Baca: Amsal 21:1-31
"Berliku-liku jalan si penipu, tetapi orang yang jujur lurus perbuatannya." Amsal 21:8
Menurut kamus bahasa Indonesia, arti kata 'jujur' adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Namun di akhir zaman ini seringkali kata 'jujur' hanya menjadi slogan semata. Tapi bagaimana dengan prakteknya?? Terlebih-lebih di akhir zaman ini sulit sekali menemukan orang yang benar-benar jujur dalam menjalani kehidupan ini seperti yang dikeluhkan oleh nabi Mikha, "Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2-3). Bukankah apa yang disampaikan Mikha ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di negeri ini? Korupsi, kolusi dan nepotisme begitu merajalela, ketidakadilan terjadi dimana-mana, hukum bisa dibeli, hakim bisa disuap, kebenaran diputarbalikkan dan sebagainya. Bahkan banyak orang dengan santainya berprinsip: "Kalau jujur, kita bisa hancur." Benarkah?
Haruskah kita sebagai orang percaya mengikuti tren ini yaitu menjalani hidup ini dengan tidak jujur, baik itu dalam hal pekerjaan, bisnis, studi, rumah tangga dan sebagainya? Alkitab mengingatkan agar kita "...jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Tidak jujur berarti bengkok hati, bohong (dusta), curang dan tidak tulus. Dalam Amsal 12:22 dikatakan, "Orang yang dusta bibirnya dalah kekejian bagi Tuhan," dan Alkitab menegaskan bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa dari segala dusta (baca Yohanes 8:44). Tak bosan-bosannya kita diingatkan bahwa kehidupan orang Kristen itu harus berbeda dari dunia ini! Kita harus bisa menjadi garam dunia dan terang dunia (baca Matius 5:13-16). Oleh karena itu kita harus menyadari 'posisi' kita ini. Kepada jemaat di Tesalonika Rasul Paulus menyatakan bahwa "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Rugikah jika kita berbuat jujur dalam menjalani hidup ini? Sama sekali tidak! Justru seharusnya kita malu menjadi seorang Kristen bila perbuatan kita setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan.
"Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, memelihara nyawanya." Amsal 16:17
Sunday, November 18, 2012
RAHASIA KEKUATAN DAUD (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2012 -
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Mungkin kita berkata, "Aku sudah berdoa, tapi belum juga ada pertolongan." Dan ketika pertolongan Tuhan belum datang, banyak dari kita yang kemudian putus asa, menyerah dan tidak lagi mau berdoa. Kemudian kita mencoba mengatasi persoalan dengan kekuatan sendiri dan mencari pertolongan kepada manusia.
Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Meski doa kita belum terjawab tetaplah bertekun dalam doa dan nantikanlah Tuhan dengan setia. Pemazmur menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu," (Mazmur 25:3a). Karena itu "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14), sebab terkadang Tuhan mengijinkan doa kita belum dijawab karena Ia hendak menguji ketekutan dan kesetiaan kita. Percayalah bahwa pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, tapi selalu tepat pada waktuNya.
Apakah yang kita takutkan hari ini? Sudahkah kita datang kepada Tuhan dan berdoa dengan sungguh? Janganlah kita menjadi orang Kristen 'jikalau', yang tekun berdoa dan setia beribadah jikalau ditolong dan diberkati Tuhan, tetapi jadilah orang Kristen 'walaupun', yang walaupun belum dijawab doanya, belum disembuhkan dan belum dipulihkan, tetap tekun berdoa, baca firman Tuhan dan melayani Tuhan dengan sungguh. Selain tekun berdoa, Daud senantiasa memuji-muji Tuhan, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Pada saat lemah dan takut Daud senantiasa memuji-muji Tuhan. Ketahuilah bahwa ada kuasa yang dahsyat dalam pujian, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita dan jika Tuhan melawat, perkara besar dan ajaib pasti terjadi. Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6-7).
Tekunlah berdoa dan naikkan pujian bagi Tuhan di segala keadaan, maka kita akan beroleh kekuatan menghadapi semuanya!
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Mungkin kita berkata, "Aku sudah berdoa, tapi belum juga ada pertolongan." Dan ketika pertolongan Tuhan belum datang, banyak dari kita yang kemudian putus asa, menyerah dan tidak lagi mau berdoa. Kemudian kita mencoba mengatasi persoalan dengan kekuatan sendiri dan mencari pertolongan kepada manusia.
Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Meski doa kita belum terjawab tetaplah bertekun dalam doa dan nantikanlah Tuhan dengan setia. Pemazmur menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu," (Mazmur 25:3a). Karena itu "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14), sebab terkadang Tuhan mengijinkan doa kita belum dijawab karena Ia hendak menguji ketekutan dan kesetiaan kita. Percayalah bahwa pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, tapi selalu tepat pada waktuNya.
Apakah yang kita takutkan hari ini? Sudahkah kita datang kepada Tuhan dan berdoa dengan sungguh? Janganlah kita menjadi orang Kristen 'jikalau', yang tekun berdoa dan setia beribadah jikalau ditolong dan diberkati Tuhan, tetapi jadilah orang Kristen 'walaupun', yang walaupun belum dijawab doanya, belum disembuhkan dan belum dipulihkan, tetap tekun berdoa, baca firman Tuhan dan melayani Tuhan dengan sungguh. Selain tekun berdoa, Daud senantiasa memuji-muji Tuhan, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Pada saat lemah dan takut Daud senantiasa memuji-muji Tuhan. Ketahuilah bahwa ada kuasa yang dahsyat dalam pujian, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika kita memuji Tuhan Dia akan melawat kita dan jika Tuhan melawat, perkara besar dan ajaib pasti terjadi. Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6-7).
Tekunlah berdoa dan naikkan pujian bagi Tuhan di segala keadaan, maka kita akan beroleh kekuatan menghadapi semuanya!
Saturday, November 17, 2012
RAHASIA KEKUATAN DAUD (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2012 -
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:2
Kita akui bahwa masalah selalu menjadi bagian hidup manusia dan tentunya hal itu akan mempengaruhi sikap hidup manusia sehari-hari jika tidak segera terselesaikan. Dan jika sudah terselesaikan maka ada rasa kelegaan yang luar biasa, namun bisa jadi masalah berikutnya yang tidak pernah kita tahu telah mengantri dibelakangnya. Sebagai orang percaya bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Pada umumnya reaksi otomatis yang muncul saat seseorang menghadapi masalah adalah takut. Walau sebenarnya kita sering melihat dan merasakan kuasa mujizat Tuhan dinyatakan atas hidup kita, tapi ketakutan tetap saja menjadi reaksi kita ketika menghadapi masalah. Kita condong untuk takut terlebih dahulu ketimbang percaya pada Tuhan.
Daud, yang adalah manusia biasa seperti kita, selalu kuat dan mampu bertahan di tengah badai hidup yang menderanya. Apa rahasianya? Karena ia menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan dan sumber pengharapan. Daud mengalami sendiri bahwa Tuhan sebagai penolong dalam kesesakan itu sangat terbukti. Siapa yang menjadi perlindungan dan sumber pengharapan Saudara? Orangtua, suami, aset perusahaan, uang, deposito, harta kekayaan atau jabatan? Jika kita berharap dan bersandar pada semua itu kita pasti akan kecewa dan menyesal. Itulah sebabnya Daud tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan, "Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, -sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai." (Mazmur 63:7-8).
Sejak dari muda Daud percaya bahwa satu-satunya pengharapan itu adalah Tuhan (baca Mazmur 71:5). Maka dari itu ia mengambil sikap yang benar yaitu berdoa. Berseru kepada Tuhan adalah langkah untuk memadamkan segala ketakutan dan kekuatiran yang membelengu kita, "Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!" (Mazmur 69:14) dan Tuhan pun "...mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku." (Mazmur 6:10). Sungguh, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). (Bersambung)
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." Mazmur 46:2
Kita akui bahwa masalah selalu menjadi bagian hidup manusia dan tentunya hal itu akan mempengaruhi sikap hidup manusia sehari-hari jika tidak segera terselesaikan. Dan jika sudah terselesaikan maka ada rasa kelegaan yang luar biasa, namun bisa jadi masalah berikutnya yang tidak pernah kita tahu telah mengantri dibelakangnya. Sebagai orang percaya bagaimana seharusnya kita menyikapinya? Pada umumnya reaksi otomatis yang muncul saat seseorang menghadapi masalah adalah takut. Walau sebenarnya kita sering melihat dan merasakan kuasa mujizat Tuhan dinyatakan atas hidup kita, tapi ketakutan tetap saja menjadi reaksi kita ketika menghadapi masalah. Kita condong untuk takut terlebih dahulu ketimbang percaya pada Tuhan.
Daud, yang adalah manusia biasa seperti kita, selalu kuat dan mampu bertahan di tengah badai hidup yang menderanya. Apa rahasianya? Karena ia menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan dan sumber pengharapan. Daud mengalami sendiri bahwa Tuhan sebagai penolong dalam kesesakan itu sangat terbukti. Siapa yang menjadi perlindungan dan sumber pengharapan Saudara? Orangtua, suami, aset perusahaan, uang, deposito, harta kekayaan atau jabatan? Jika kita berharap dan bersandar pada semua itu kita pasti akan kecewa dan menyesal. Itulah sebabnya Daud tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan, "Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, -sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai." (Mazmur 63:7-8).
Sejak dari muda Daud percaya bahwa satu-satunya pengharapan itu adalah Tuhan (baca Mazmur 71:5). Maka dari itu ia mengambil sikap yang benar yaitu berdoa. Berseru kepada Tuhan adalah langkah untuk memadamkan segala ketakutan dan kekuatiran yang membelengu kita, "Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!" (Mazmur 69:14) dan Tuhan pun "...mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku." (Mazmur 6:10). Sungguh, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). (Bersambung)
Friday, November 16, 2012
TUHAN YANG BELA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2012 -
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;" Mazmur 56:4
Di tengah zaman yang serba sulit ini tekanan hidup kian berat, akibatnya banyak orang yang mudah stres dan tidak bisa mengendalikan diri. Beberapa waktu lalu di televisi ada berita yang bikin hati kita miris: ada seorang ibu yang rela membuang, bahkan nekat mebunuh bayinya sendiri oleh karena tidak kuat lagi menanggung biaya hidup. Sungguh, saat ini banyak orang diserang oleh berbagai penyakit yang berbahaya, bukan penyakit yang menyerang secara fisik, tapi penyakit yang menyerang jiwa berupa: penyakit kekuatiran, ketakutan, kecemasan, frustasi, stres, putus asa dan sebagainya. Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab utama itu semua.
Alkitab menasihati agar kita tetap kuat di dalam Tuhan. Kita dapat belajar dari kehidupan Daud yang selalu menaruh percayanya kepada Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan saat ia menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Di usia muda, Daud sudah terbiasa menggembalakan domba, dan sebagai gembala pastilah setiap hari ia harus berjuang untuk menjaga dan melindungi domba-dombanya dari ancaman binatang buas yang hendak memangsanya, dan ia mampu. Ketika harus berhadapan dengan Goliat, pahlawan kebanggaan bangsa Filistin, yang secara manusia sulit untuk dikalahkan siapa pun, dengan pertolongan Tuhan Daud pun berhasil mengalahkan si raksasa itu. Dan karena kemenangannya ini Daud di ele-elukan, "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7). Akibatnya Saul yang pada waktu itu menjadi raja Israel sangat tersinggung dan marah, sehingga berbagai upaya dilakukan Saul untuk membunuh Daud, namun karena campur tangan Tuhan, Daud pun dapat terluputkan. Niat jahat Saul tidak pernah terwujud! Ujian yang harus dialami Daud tidak berhenti sampai di situ. Di dalam keluarganya pun ia harus menghadapi pemberontakan anak-anaknya yaitu Absalom dan juga Adonia, yang sangat berambisi untuk menjadi raja.
Tetapi di dalam semuanya itu Daud berkata: "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12).
Daud menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan dan terbukti bahwa Daud mengalami pembelaan dari Tuhan.
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;" Mazmur 56:4
Di tengah zaman yang serba sulit ini tekanan hidup kian berat, akibatnya banyak orang yang mudah stres dan tidak bisa mengendalikan diri. Beberapa waktu lalu di televisi ada berita yang bikin hati kita miris: ada seorang ibu yang rela membuang, bahkan nekat mebunuh bayinya sendiri oleh karena tidak kuat lagi menanggung biaya hidup. Sungguh, saat ini banyak orang diserang oleh berbagai penyakit yang berbahaya, bukan penyakit yang menyerang secara fisik, tapi penyakit yang menyerang jiwa berupa: penyakit kekuatiran, ketakutan, kecemasan, frustasi, stres, putus asa dan sebagainya. Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab utama itu semua.
Alkitab menasihati agar kita tetap kuat di dalam Tuhan. Kita dapat belajar dari kehidupan Daud yang selalu menaruh percayanya kepada Tuhan sehingga ia beroleh kekuatan saat ia menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Di usia muda, Daud sudah terbiasa menggembalakan domba, dan sebagai gembala pastilah setiap hari ia harus berjuang untuk menjaga dan melindungi domba-dombanya dari ancaman binatang buas yang hendak memangsanya, dan ia mampu. Ketika harus berhadapan dengan Goliat, pahlawan kebanggaan bangsa Filistin, yang secara manusia sulit untuk dikalahkan siapa pun, dengan pertolongan Tuhan Daud pun berhasil mengalahkan si raksasa itu. Dan karena kemenangannya ini Daud di ele-elukan, "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:7). Akibatnya Saul yang pada waktu itu menjadi raja Israel sangat tersinggung dan marah, sehingga berbagai upaya dilakukan Saul untuk membunuh Daud, namun karena campur tangan Tuhan, Daud pun dapat terluputkan. Niat jahat Saul tidak pernah terwujud! Ujian yang harus dialami Daud tidak berhenti sampai di situ. Di dalam keluarganya pun ia harus menghadapi pemberontakan anak-anaknya yaitu Absalom dan juga Adonia, yang sangat berambisi untuk menjadi raja.
Tetapi di dalam semuanya itu Daud berkata: "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:12).
Daud menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan dan terbukti bahwa Daud mengalami pembelaan dari Tuhan.
Thursday, November 15, 2012
BERDIAM DIRI: Tuhan Akan Bertindak!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2012 -
Baca: Keluaran 14:1-14
"Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Kemarin kita baca bahwa berdiam diri yang dimaksud bukan berarti masa bodoh dan tidak melakukan apa-apa. Berdiam diri di sini berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan membiarkan Dia yang bertindak menggantikan kita. Bukankah seringkali kita merasa mampu, lalu bertindak dengan mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri mengatasi permasalahan yang kita alami, dan tidak 'berdiam diri' dalam doa dan mencari hadirat Tuhan? FirmanNya berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu. Tetapi kamu enggan, kamu berkata: 'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." (Yesaya 30:15-16). Mengandalkan kekuatan sendiri dan berharap kepada manusia adalah sia-sia, bahkan Alkitab menegaskan bahwa itu adalah perbuatan yang terkutuk (baca Yeremia 17:5).
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan Firaun bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam kepanikannya mereka mengeluh, mengomel dan menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Lalu Musa berkata, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). Secara manusia perintah Musa untuk berdiam diri saat musuh sedang menyerang itu sangat tidak masuk akal! Namun Musa hendak mengajarkan bangsa Israel untuk bergantung pada Tuhan sepenuhnya di segala keadaan, berserah penuh kepada Tuhan sebagai tanda bahwa kita ini tak berdaya, tak mampu, lemah dan sangat terbatas. Ketika kita mengangkat tangan, itulah kesempatan bagi Tuhan untuk turun tangan menolong menyatakan kuasaNya atas kita, "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (ayat nas).
Sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Akhirnya kemenangan ada di pihak bangsa Israel ketika mereka mau berserah penuh kepada Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala hal, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-aoa." Yohanes 15:5b
Baca: Keluaran 14:1-14
"Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Kemarin kita baca bahwa berdiam diri yang dimaksud bukan berarti masa bodoh dan tidak melakukan apa-apa. Berdiam diri di sini berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan membiarkan Dia yang bertindak menggantikan kita. Bukankah seringkali kita merasa mampu, lalu bertindak dengan mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri mengatasi permasalahan yang kita alami, dan tidak 'berdiam diri' dalam doa dan mencari hadirat Tuhan? FirmanNya berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu. Tetapi kamu enggan, kamu berkata: 'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." (Yesaya 30:15-16). Mengandalkan kekuatan sendiri dan berharap kepada manusia adalah sia-sia, bahkan Alkitab menegaskan bahwa itu adalah perbuatan yang terkutuk (baca Yeremia 17:5).
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan Firaun bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam kepanikannya mereka mengeluh, mengomel dan menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Lalu Musa berkata, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). Secara manusia perintah Musa untuk berdiam diri saat musuh sedang menyerang itu sangat tidak masuk akal! Namun Musa hendak mengajarkan bangsa Israel untuk bergantung pada Tuhan sepenuhnya di segala keadaan, berserah penuh kepada Tuhan sebagai tanda bahwa kita ini tak berdaya, tak mampu, lemah dan sangat terbatas. Ketika kita mengangkat tangan, itulah kesempatan bagi Tuhan untuk turun tangan menolong menyatakan kuasaNya atas kita, "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (ayat nas).
Sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Akhirnya kemenangan ada di pihak bangsa Israel ketika mereka mau berserah penuh kepada Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala hal, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-aoa." Yohanes 15:5b
Wednesday, November 14, 2012
TIDAK BISA DIAM DAN TENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2012 -
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Tuesday, November 13, 2012
INGIN MENIKMATI SEMUA YANG BAIK?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2012 -
Baca: Mazmur 34:1-23
"Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?" Mazmur 34:13
Sejak dari semula, Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kehidupan umatNya, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, semua yang baik itu datangnya dari Tuhan. Sebaliknya, Iblis selalu memiliki rancangan yang jahat dan buruk bagi kehidupan manusia, karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Adakah di antara kita yang mau mengalami hal-hal yang tidak baik atau buruk dalam hidup ini? Tentulah tak seorang pun mau!
Daud, yang dalam perjalanan hidupnya mengalami banyak masalah dan penderitaan, bahkan sampai harus berpura-pura gila karena beratnya tekanan hidup, membagikan pengalaman pribadinya yang luar biasa bersama dengan Tuhan. Ia memberikan rahasia bagaimana supaya kita bisa mengalami kebaikan dari Tuhan. Pertama, "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14). Mari berhati-hati dengan apa yang Saudara perkatakan, karena "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ingat, ada kuasa dalam setiap perkataan kita. Oleh sebab itu perkatakan selalu hal-hal yang positif (firman Tuhan), maka semua yang baik akan terjadi dalam hidup kita.
Kedua, "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik," (Mazmur 34:15a). Artinya kita harus hidup sesuai dengan firman Tuhan. Selama kita hidup dalam ketidaktaatan kita tidak akan pernah mengalami kebaikan Tuhan. Jadi jika selama ini kita telah menyimpang dari jalan Tuhan, jangan tunda waktu untuk segera bertobat!
Ketiga, "...carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!" (Mazmur 34:15b). Jangan menyimpan kepahitan, dendam atau sakit hati! Berilah pengampunan kepada semua orang, sebab jika kita tidak mengampuni orang lain, Tuhan juga tidak akan mengampuni dosa-dosa kita! (baca Matius 6:15).
Menaati firman Tuhan adalah rahasia untuk mengalami dan menikmati semua yang baik dari Tuhan!
Baca: Mazmur 34:1-23
"Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?" Mazmur 34:13
Sejak dari semula, Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi kehidupan umatNya, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, semua yang baik itu datangnya dari Tuhan. Sebaliknya, Iblis selalu memiliki rancangan yang jahat dan buruk bagi kehidupan manusia, karena "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Adakah di antara kita yang mau mengalami hal-hal yang tidak baik atau buruk dalam hidup ini? Tentulah tak seorang pun mau!
Daud, yang dalam perjalanan hidupnya mengalami banyak masalah dan penderitaan, bahkan sampai harus berpura-pura gila karena beratnya tekanan hidup, membagikan pengalaman pribadinya yang luar biasa bersama dengan Tuhan. Ia memberikan rahasia bagaimana supaya kita bisa mengalami kebaikan dari Tuhan. Pertama, "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14). Mari berhati-hati dengan apa yang Saudara perkatakan, karena "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ingat, ada kuasa dalam setiap perkataan kita. Oleh sebab itu perkatakan selalu hal-hal yang positif (firman Tuhan), maka semua yang baik akan terjadi dalam hidup kita.
Kedua, "Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik," (Mazmur 34:15a). Artinya kita harus hidup sesuai dengan firman Tuhan. Selama kita hidup dalam ketidaktaatan kita tidak akan pernah mengalami kebaikan Tuhan. Jadi jika selama ini kita telah menyimpang dari jalan Tuhan, jangan tunda waktu untuk segera bertobat!
Ketiga, "...carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!" (Mazmur 34:15b). Jangan menyimpan kepahitan, dendam atau sakit hati! Berilah pengampunan kepada semua orang, sebab jika kita tidak mengampuni orang lain, Tuhan juga tidak akan mengampuni dosa-dosa kita! (baca Matius 6:15).
Menaati firman Tuhan adalah rahasia untuk mengalami dan menikmati semua yang baik dari Tuhan!
Monday, November 12, 2012
MEWASPADAI ISI HATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2012 -
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." Mazmur 73:1
Keberadaan hati kita ini ibarat sebuah kebun. Bila kebun itu selalu kita jaga dan kita rawat setiap hari, kebun itu akan menjadi lahan yang subur dan siap untuk ditanami benih, yang pada akhirnya akan menghasilkan tuaian yang baik. Sebaliknya jika kebun itu kita biarkan terbengkalai, maka di dalam kebun itu akan tumbuh banyak ilalang dan semak belukar yang justru akan menghambat tumbuhnya benih yang kita semai. Begitu juga dengan hati, kita perlu menjaga, merawat dan menanaminya dengan benih yang baik dan positif yaitu firman Tuhan, sehingga isi hati kita bersih dari segala 'kotoran'.
Mengapa kita harus selalu menjaga hati kita tetap bersih? Sebab bila hati kita bersih (murni), Tuhan akan berkenan hadir dan mencurahkan berkat-berkatNya. Dikatakan, "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu." (Mazmur 24:4-5), dan "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menyediakan upah bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih (murni): ada berkat, perlindungan, bahkan ia akan melihat Tuhan. Jadi Dia berkenan memilih seseorang dan memberkatinya bukan berdasarkan penampilan fisik, kepintaran, kekayaan yang dimiliki, padatnya jadwal pelayanan atau aktivitas rohani yang dikerjakan, tetapi Dia melihat isi hatinya.
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Sudah bersihkah atau masih banyak 'kotoran', hal-hal jahat dan akar pahit yang terkandung di dalamnya? Nah, supaya hati kita bersih dan murni, tidak ada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan, berdoa dengan mencurahkan isi hati dengan jujur dan membuka hati untuk selalu dikoreksi oleh firmanNya, itulah proses menuju kemurnian hati, karena firmanNya itu "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Jika hati kita tidak berkenan kepada Tuhan, maka ibadah dan pelayanan yang kita kerjakan juga sia-sia!
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya." Mazmur 73:1
Keberadaan hati kita ini ibarat sebuah kebun. Bila kebun itu selalu kita jaga dan kita rawat setiap hari, kebun itu akan menjadi lahan yang subur dan siap untuk ditanami benih, yang pada akhirnya akan menghasilkan tuaian yang baik. Sebaliknya jika kebun itu kita biarkan terbengkalai, maka di dalam kebun itu akan tumbuh banyak ilalang dan semak belukar yang justru akan menghambat tumbuhnya benih yang kita semai. Begitu juga dengan hati, kita perlu menjaga, merawat dan menanaminya dengan benih yang baik dan positif yaitu firman Tuhan, sehingga isi hati kita bersih dari segala 'kotoran'.
Mengapa kita harus selalu menjaga hati kita tetap bersih? Sebab bila hati kita bersih (murni), Tuhan akan berkenan hadir dan mencurahkan berkat-berkatNya. Dikatakan, "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu." (Mazmur 24:4-5), dan "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menyediakan upah bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih (murni): ada berkat, perlindungan, bahkan ia akan melihat Tuhan. Jadi Dia berkenan memilih seseorang dan memberkatinya bukan berdasarkan penampilan fisik, kepintaran, kekayaan yang dimiliki, padatnya jadwal pelayanan atau aktivitas rohani yang dikerjakan, tetapi Dia melihat isi hatinya.
Bagaimana kondisi hati kita saat ini? Sudah bersihkah atau masih banyak 'kotoran', hal-hal jahat dan akar pahit yang terkandung di dalamnya? Nah, supaya hati kita bersih dan murni, tidak ada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan, berdoa dengan mencurahkan isi hati dengan jujur dan membuka hati untuk selalu dikoreksi oleh firmanNya, itulah proses menuju kemurnian hati, karena firmanNya itu "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12).
Jika hati kita tidak berkenan kepada Tuhan, maka ibadah dan pelayanan yang kita kerjakan juga sia-sia!
Sunday, November 11, 2012
MEWASPADAI ISI HATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2012 -
Baca: Markus 7:1-23
"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,..." Markus 7:21
Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi bagi orang percaya, karena hidup berkenan kepada Tuhan atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang ada di hati kita. Mengapa? Karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Kepada anaknya (Salomo), Daud juga mengingatkan, "Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a). Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan selalu menjaga hati kita supaya tetap berkenan kepada Tuhan. Ayat nas dengan jelas menyatakan bahwa segala pikiran dan perbuatan jahat (percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan lain-lain) bersumber dari hati. "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:23).
Tahu benar bahwa keadaan hati manusia sangan menentukan jalan hidupnya, Iblis berusaha untuk menyerang dan mempengaruhi hati manusia dengan hal-hal yang negatif dan menjadikan hati sebagai sasaran empuknya. Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keragu-raguan, kebencian, kepahitan dan sebagainya adalah hal-hal yang seringkali dipanahkan Iblis hingga manusia menjadi lemah, tak berdaya, putus asa, kehilangan sukacita dan damai sejahteranya. FirmanNya menasihatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jadi kita harus bisa menjaga hati kita dengan penuh kewaspadaan. Waspada berarti selalu berjaga-jaga dan tidak lengah ibarat seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan tertembak oleh musuh (Iblis).
Mari kita belajar dari Daud yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, siap untuk ditegur dan dikoreksi bila isi hatinya mulai tidak benar: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:23-24). (Bersambung)
Baca: Markus 7:1-23
"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,..." Markus 7:21
Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi bagi orang percaya, karena hidup berkenan kepada Tuhan atau tidak itu sangat bergantung pada apa yang ada di hati kita. Mengapa? Karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Kepada anaknya (Salomo), Daud juga mengingatkan, "Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a). Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan selalu menjaga hati kita supaya tetap berkenan kepada Tuhan. Ayat nas dengan jelas menyatakan bahwa segala pikiran dan perbuatan jahat (percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan lain-lain) bersumber dari hati. "Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:23).
Tahu benar bahwa keadaan hati manusia sangan menentukan jalan hidupnya, Iblis berusaha untuk menyerang dan mempengaruhi hati manusia dengan hal-hal yang negatif dan menjadikan hati sebagai sasaran empuknya. Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, keragu-raguan, kebencian, kepahitan dan sebagainya adalah hal-hal yang seringkali dipanahkan Iblis hingga manusia menjadi lemah, tak berdaya, putus asa, kehilangan sukacita dan damai sejahteranya. FirmanNya menasihatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jadi kita harus bisa menjaga hati kita dengan penuh kewaspadaan. Waspada berarti selalu berjaga-jaga dan tidak lengah ibarat seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan tertembak oleh musuh (Iblis).
Mari kita belajar dari Daud yang selalu terbuka di hadapan Tuhan, siap untuk ditegur dan dikoreksi bila isi hatinya mulai tidak benar: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:23-24). (Bersambung)
Saturday, November 10, 2012
IMAN YANG TERUS BERTUMBUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2012 -
Baca: Matius 17:14-21
"Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." Matius 17:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki iman yang teguh. Ditegaskan bahwa setidaknya kita mmemiliki iman sebesar biji sesawi saja. Memang, biji sesawi itu sangat kecil, bahkan bisa dikatakan sebagai biji yang paling kecil dari segala jenis benih, tapi jika ditanam dan bila sudah tumbuh, sesawi itu akan lebih besar dari pada sayuran lain, malahan akan tumbuh menjadi pohon yang besar melebihi pohon-pohon lain sehingga burung-burung dapat berlindung atau bersarang di cabang-cabangnya (baca Matius 13:32). Demikian pula halnya dengan iman. Iman kita tidak boleh statis tapi harus dinamis dan bertumbuh. Karena itu "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (2 Petrus 1:5-7).
Langkah menuju kepada pertumbuhan iman: 1. Karib dengan Tuhan. Dalam Roma 10:17 jelas dinyatakan bahwa iman itu timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, karena itu kita harus banyak menyediakan waktu untuk berdoa, membaca Alkitab dan mendengarkan firman itu setiap hari. Jadi kita harus senantiasa melekat kepada Tuhan, "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b).
2. Ketaatan. Turuti dan lakukan firman Tuhan sehingga iman kita terus bertumbuh. Dikatkan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Abraham diberkati Tuhan dan mengalami penggenapan janji Tuhan karena iman dan ketaatannya telah teruji.
3. Ujian. Adakalanya Tuhan ijinkan masalah dan penderitaan terjadi dalam kehidupan orang percaya. Itu bukan tanpa tujuan! Itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Tuhan hendak melatih iman kita supaya makin teguh!
Milikilah iman yang terus bertumbuh, jangan statis!
Baca: Matius 17:14-21
"Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." Matius 17:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki iman yang teguh. Ditegaskan bahwa setidaknya kita mmemiliki iman sebesar biji sesawi saja. Memang, biji sesawi itu sangat kecil, bahkan bisa dikatakan sebagai biji yang paling kecil dari segala jenis benih, tapi jika ditanam dan bila sudah tumbuh, sesawi itu akan lebih besar dari pada sayuran lain, malahan akan tumbuh menjadi pohon yang besar melebihi pohon-pohon lain sehingga burung-burung dapat berlindung atau bersarang di cabang-cabangnya (baca Matius 13:32). Demikian pula halnya dengan iman. Iman kita tidak boleh statis tapi harus dinamis dan bertumbuh. Karena itu "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (2 Petrus 1:5-7).
Langkah menuju kepada pertumbuhan iman: 1. Karib dengan Tuhan. Dalam Roma 10:17 jelas dinyatakan bahwa iman itu timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, karena itu kita harus banyak menyediakan waktu untuk berdoa, membaca Alkitab dan mendengarkan firman itu setiap hari. Jadi kita harus senantiasa melekat kepada Tuhan, "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b).
2. Ketaatan. Turuti dan lakukan firman Tuhan sehingga iman kita terus bertumbuh. Dikatkan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Abraham diberkati Tuhan dan mengalami penggenapan janji Tuhan karena iman dan ketaatannya telah teruji.
3. Ujian. Adakalanya Tuhan ijinkan masalah dan penderitaan terjadi dalam kehidupan orang percaya. Itu bukan tanpa tujuan! Itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Tuhan hendak melatih iman kita supaya makin teguh!
Milikilah iman yang terus bertumbuh, jangan statis!
Friday, November 9, 2012
KETIDAKPERCAYAAN: Penghalang Mujizat Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2012 -
Baca: Markus 6:1-6a
"Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka." Markus 6:5
Berbicara tentang Tuhan Yesus identik dengan membicarakan kuasa dan mujizat, karena di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti ada mujizat dan kesembuhan. Tetapi pembacaan Alkitab hari ini menyatakan bahwa ketika Tuhan Yesus berada di Nazaret tidak terjadi mujizat sebagaimana yang Ia lakukan di tempat-tempat lain. Mengapa? Apakah kuasa Tuhan Yesus mulai berkurang? Tidak, kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya! Yang menjadi penyebab utama mengapa mujizat Tuhan tidak terjadi di Nazaret adalah karena ketidakpercayaan orang-orang Nazaret itu sendiri. Kalau di dalam suatu kumpulan atau kelompok persekutuan ada yang tidak percaya, itu akan menghalangi mujizat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah mereka. Sebaliknya jika semua orang menjadi percaya atau memiliki iman, walaupun iman kecil sebiji sesawi, itu akan mendatangkan mujizat Tuhan yang tak terbatas seperti tertulis: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah (tercabutlah - Red) engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6).
Darimanakah iman itu berasal? Iman asalnya adalah pemberian Tuhan, bukan muncul dari dalam pribadi kita sendiri. Tertulis: "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kita mendapatkan iman karena Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya. Jadi kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil pemikiran atau logika kita. Ketika Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya, lalu kita percaya dan tetap berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, inilah yang disebut iman, dan itu adalah langkah untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan.
Orang-orang di Nazaret tidak mengalami mujizat bukan hanya karena mereka tidak percaya, tapi juga meremehkan dan menolak keberadaan Tuhan Yesus yang terlihat dari apa yang mereka katakan, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3), karena itu mereka tidak mengalami mujizat dari Tuhan!
(Bersambung)
Baca: Markus 6:1-6a
"Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka." Markus 6:5
Berbicara tentang Tuhan Yesus identik dengan membicarakan kuasa dan mujizat, karena di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti ada mujizat dan kesembuhan. Tetapi pembacaan Alkitab hari ini menyatakan bahwa ketika Tuhan Yesus berada di Nazaret tidak terjadi mujizat sebagaimana yang Ia lakukan di tempat-tempat lain. Mengapa? Apakah kuasa Tuhan Yesus mulai berkurang? Tidak, kuasa Tuhan Yesus tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya! Yang menjadi penyebab utama mengapa mujizat Tuhan tidak terjadi di Nazaret adalah karena ketidakpercayaan orang-orang Nazaret itu sendiri. Kalau di dalam suatu kumpulan atau kelompok persekutuan ada yang tidak percaya, itu akan menghalangi mujizat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah mereka. Sebaliknya jika semua orang menjadi percaya atau memiliki iman, walaupun iman kecil sebiji sesawi, itu akan mendatangkan mujizat Tuhan yang tak terbatas seperti tertulis: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah (tercabutlah - Red) engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6).
Darimanakah iman itu berasal? Iman asalnya adalah pemberian Tuhan, bukan muncul dari dalam pribadi kita sendiri. Tertulis: "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Kita mendapatkan iman karena Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya. Jadi kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil pemikiran atau logika kita. Ketika Tuhan berbicara kepada kita melalui firmanNya, lalu kita percaya dan tetap berharap sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, inilah yang disebut iman, dan itu adalah langkah untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari Tuhan.
Orang-orang di Nazaret tidak mengalami mujizat bukan hanya karena mereka tidak percaya, tapi juga meremehkan dan menolak keberadaan Tuhan Yesus yang terlihat dari apa yang mereka katakan, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3), karena itu mereka tidak mengalami mujizat dari Tuhan!
(Bersambung)
Thursday, November 8, 2012
FILIPUS: Menjangkau Jiwa di Samaria!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ." Kisah 8:5
Kehidupan orang percaya haruslah berbeda dari orang-orang di luar Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus bisa menjadi 'terang' di tengah dunia yang gelap ini. Jadi, hidup yang menjadi kesaksian itulah kehendak Tuhan bagi kita.
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berjanji kepada murid-muridNya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Amanat Agung Tuhan Yesus ini pun dikerjakan dengan setia oleh murid-muridNya, mereka menjangkau jiwa-jiwa di Yerusalem dan Yudea, tapi seringkali kota Samaria mereka lewatkan. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa orang-orang Samaria itu bukan orang Israel asli, karena pada zaman dahulu (Perjanjian Lama) raja Asyur pernah merebut Samaria dan ia mengangkut orang-orang Samaria ke Asyur ke dalam pembuangan (baca 2 Raja-Raja 17:6), dan ia menggantikan penduduk Samaria itu dengan orang-orang yang dari Babel, Kuta, Awa, Hamat dan Sefarwaim, "...lalu menyuruh mereka diam di kota-kota Samaria menggantikan orang Israel;" (2 Raja-Raja 17:24). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi orang Samaria: menjangkau seorang perempuan pelacur yang akhirnya bertobat, "Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu," (Yohanes 4:39). Juga, Tuhan Yesus memberikan contoh tentang orang Samaria yang baik hati dan penuh kasih (baca Lukas 10:25-37).
Filipus pun mengerjakan tugas pelayanannya dengan baik, bahkan ia mampu menerobos kota Samaria dan memenangkan jiwa di sana. Salah satunya adalah memenangkan seorang kepala bendahara Sri Kandake, ratu Ethiopia.
Filipus bukan hanya menjadi pelayan meja tapi juga seorang pemberita Injil yang berani, bahkan keempat anak perempuannya pun dipenuhi Roh Kudus (baca Kisah 21:9).
Baca: Kisah Para Rasul 8:4-25
"Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ." Kisah 8:5
Kehidupan orang percaya haruslah berbeda dari orang-orang di luar Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus bisa menjadi 'terang' di tengah dunia yang gelap ini. Jadi, hidup yang menjadi kesaksian itulah kehendak Tuhan bagi kita.
Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus berjanji kepada murid-muridNya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Amanat Agung Tuhan Yesus ini pun dikerjakan dengan setia oleh murid-muridNya, mereka menjangkau jiwa-jiwa di Yerusalem dan Yudea, tapi seringkali kota Samaria mereka lewatkan. Mengapa? Karena mereka menganggap bahwa orang-orang Samaria itu bukan orang Israel asli, karena pada zaman dahulu (Perjanjian Lama) raja Asyur pernah merebut Samaria dan ia mengangkut orang-orang Samaria ke Asyur ke dalam pembuangan (baca 2 Raja-Raja 17:6), dan ia menggantikan penduduk Samaria itu dengan orang-orang yang dari Babel, Kuta, Awa, Hamat dan Sefarwaim, "...lalu menyuruh mereka diam di kota-kota Samaria menggantikan orang Israel;" (2 Raja-Raja 17:24). Tetapi Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi orang Samaria: menjangkau seorang perempuan pelacur yang akhirnya bertobat, "Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu," (Yohanes 4:39). Juga, Tuhan Yesus memberikan contoh tentang orang Samaria yang baik hati dan penuh kasih (baca Lukas 10:25-37).
Filipus pun mengerjakan tugas pelayanannya dengan baik, bahkan ia mampu menerobos kota Samaria dan memenangkan jiwa di sana. Salah satunya adalah memenangkan seorang kepala bendahara Sri Kandake, ratu Ethiopia.
Filipus bukan hanya menjadi pelayan meja tapi juga seorang pemberita Injil yang berani, bahkan keempat anak perempuannya pun dipenuhi Roh Kudus (baca Kisah 21:9).
Wednesday, November 7, 2012
FILIPUS: Pelayan Tuhan yang Setia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 6:1-7
"Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka." Kisah 6:6
Dalam Alkitab ada dua nama Filipus yang termasuk dua belas murid Yesus (baca Matius 10:1-4) dan Filipus yang diangkat Petrus menjadi pelayan meja (pelayanan diakonia), bisa kita baca dalam Kisah 6:1-7. Yang kita bahas hari ini adalah Filipus si pelayan meja.
Untuk bisa dipercaya sebagai pelayan meja tidaklah mudah dan tentunya bukan sembarangan orang bisa dipercaya. Alkitab menyatakan bahwa seorang pelayan meja haruslah seorang yang "...terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat," (Kisah 6:3). Terkenal baik berarti memiliki reputasi yang baik atau nama baik, hidup tidak bercela sehingga menjadi kesaksian bagi banyak orang dan lingkungannya. Ada tertulis: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1). Selain itu ia haruslah seorang yang hidup penuh Roh dan hikmat, ini berarti senantiasa hidup dalam pimpinan Roh Kudus, yaitu hidup dalam ketaatan. Filipus telah memenuhi kriteria itu. Nama 'Filipus' sendiri berarti 'penerobos'. Sungguh, arti nama yang sesuai dengan kenyataan yang ada di mana Filipus telah mengalami terobosan baru dalam hidupnya: Tuhan memakai hidupnya sebagai alatNya yang luar biasa. Dengan penuh komitmen dan semangat yang menyala-nyala Filipus merespons panggilan Tuhan ini sebagaimana firman Tuhan menasihati: "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan? Ataukah selama ini Anda hanya duduk dan menjadi penonton saja di gereja? Sering kita jumpai banyak sekali orang Kristen yang lebih suka menjadi penonton daripada menjadi pemain, lebih suka banyak berkomentar, mengkritik dan membicarakan kelemahan (kekurangan) para pelayan Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Bukan saatnya lagi menjadi penonton dan komentator dalam pelayanan!
Mari belajar dari Filipus yang setia dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk melayani Tuhan!
Baca: Kisah Para Rasul 6:1-7
"Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka." Kisah 6:6
Dalam Alkitab ada dua nama Filipus yang termasuk dua belas murid Yesus (baca Matius 10:1-4) dan Filipus yang diangkat Petrus menjadi pelayan meja (pelayanan diakonia), bisa kita baca dalam Kisah 6:1-7. Yang kita bahas hari ini adalah Filipus si pelayan meja.
Untuk bisa dipercaya sebagai pelayan meja tidaklah mudah dan tentunya bukan sembarangan orang bisa dipercaya. Alkitab menyatakan bahwa seorang pelayan meja haruslah seorang yang "...terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat," (Kisah 6:3). Terkenal baik berarti memiliki reputasi yang baik atau nama baik, hidup tidak bercela sehingga menjadi kesaksian bagi banyak orang dan lingkungannya. Ada tertulis: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1). Selain itu ia haruslah seorang yang hidup penuh Roh dan hikmat, ini berarti senantiasa hidup dalam pimpinan Roh Kudus, yaitu hidup dalam ketaatan. Filipus telah memenuhi kriteria itu. Nama 'Filipus' sendiri berarti 'penerobos'. Sungguh, arti nama yang sesuai dengan kenyataan yang ada di mana Filipus telah mengalami terobosan baru dalam hidupnya: Tuhan memakai hidupnya sebagai alatNya yang luar biasa. Dengan penuh komitmen dan semangat yang menyala-nyala Filipus merespons panggilan Tuhan ini sebagaimana firman Tuhan menasihati: "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan? Ataukah selama ini Anda hanya duduk dan menjadi penonton saja di gereja? Sering kita jumpai banyak sekali orang Kristen yang lebih suka menjadi penonton daripada menjadi pemain, lebih suka banyak berkomentar, mengkritik dan membicarakan kelemahan (kekurangan) para pelayan Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Bukan saatnya lagi menjadi penonton dan komentator dalam pelayanan!
Mari belajar dari Filipus yang setia dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk melayani Tuhan!
Tuesday, November 6, 2012
MEMBUANG SEMUA KEDAGINGAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2012 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Tuhan menghendaki kita untuk hidup menurut pimpinan Roh kudus dan tidak lagi menuruti keinginan daging, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17), dan sudah sangat jelas bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Jika kita pelajari dalam firman Tuhan, orang yang hidup dalam kedagingan adalah orang yang pikirannya selalu dikuasai oleh keinginan daging atau memikirkan hal-hal yang bersifat daging, "...Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." (Roma 8:5). Bisa saja secara fisik kita rajin dan aktif pergi ke gereja dan persekutuan tetapi pikiran dan hati kita tidak sepenuhnya tertuju kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Matius 15:8-9a). Atau kita sebagai penyandang dana pembangunan gereja, membantu fakir miskin dan anak-anak yatim piatu, tetapi motivasi hati kita tidak benar: bukan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan tapi untuk memuliakan diri sendiri dan mencari pujian dari manusia.
Selain itu orang yang hidup dalam kedagingan sama dengan orang yang munafik. Mereka menjalankan ibadah tapi tidak memiliki rasa takut akan Tuhan, tetapi saja hidup dalam ketidaktaatan. Ibadahnya hanya sebatas lahiriah agar terlihat oleh orang lain. Tuhan sangat membenci orang-orang seperti ini. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:28).
Tuhan menghendaki kita menjadi anak-anakNya yang taat, mau dipimpin oleh Roh Kudus dan membuang segala kedagingan sehingga hidup kita berkenan dan menyenangkan hati Tuhan!
Baca: Galatia 3:1-14
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" Galatia 3:3
Tuhan menghendaki kita untuk hidup menurut pimpinan Roh kudus dan tidak lagi menuruti keinginan daging, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17), dan sudah sangat jelas bahwa "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8).
Jika kita pelajari dalam firman Tuhan, orang yang hidup dalam kedagingan adalah orang yang pikirannya selalu dikuasai oleh keinginan daging atau memikirkan hal-hal yang bersifat daging, "...Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh." (Roma 8:5). Bisa saja secara fisik kita rajin dan aktif pergi ke gereja dan persekutuan tetapi pikiran dan hati kita tidak sepenuhnya tertuju kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Matius 15:8-9a). Atau kita sebagai penyandang dana pembangunan gereja, membantu fakir miskin dan anak-anak yatim piatu, tetapi motivasi hati kita tidak benar: bukan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan tapi untuk memuliakan diri sendiri dan mencari pujian dari manusia.
Selain itu orang yang hidup dalam kedagingan sama dengan orang yang munafik. Mereka menjalankan ibadah tapi tidak memiliki rasa takut akan Tuhan, tetapi saja hidup dalam ketidaktaatan. Ibadahnya hanya sebatas lahiriah agar terlihat oleh orang lain. Tuhan sangat membenci orang-orang seperti ini. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi: "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:28).
Tuhan menghendaki kita menjadi anak-anakNya yang taat, mau dipimpin oleh Roh Kudus dan membuang segala kedagingan sehingga hidup kita berkenan dan menyenangkan hati Tuhan!
Monday, November 5, 2012
MEMBUANG SEMUA KEDAGINGAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2012 -
Baca: Roma 8:1-17
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Perikop dari ayat firman Tuhan yang kita baca ini adalah hidup oleh Roh. Artinya, setiap orang percaya yang hidupnya telah dimerdekakan dari dosa melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib wajib hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Segala perbuatan dosa (kedagingan) harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Mengapa kita harus membuang semua perbuatan daging? Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang hidup dalam daging tidak akan mungkin berkenan kepada Tuhan (ayat nas), "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah," (Roma 8:7a). Adalah sia-sia kita aktif beribadah setiap hari Minggu, ikut persekutuan di mana-mana, bahkan terlibat dalam pelayanan jika kita masih saja hidup dalam kedagingan. Dalam suratnya rasul Petrus menegaskan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena itu kita harus hidup sebagai 'manusia baru', yaitu dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan lama kita yang penuh dengan hawa nafsu kedagingan. "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Di tengah dunia yang bobrok ini Iblis dengan 1001 kiat jitunya berusaha untuk menjatuhkan kehidupan orang percaya, sehingga banyak orang Kristen, bahkan para pelayan Tuhan, yang terseret di dalamnya, masih saja hidup dalam kedagingan, terikat dan dikendalikan oleh dosa sehingga melakukan perbuatan dosa dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Ibadah dan pelayanan yang dilakukan dianggap sebagai rutinitas semata. Ibadah dan pelayanan terus berjalan, sementara perbuatan dosa juga enggan dilepaskan; apalah artinya semua itu. Berhati-hatilah! "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). (Bersambung)
Baca: Roma 8:1-17
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Perikop dari ayat firman Tuhan yang kita baca ini adalah hidup oleh Roh. Artinya, setiap orang percaya yang hidupnya telah dimerdekakan dari dosa melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib wajib hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Segala perbuatan dosa (kedagingan) harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Mengapa kita harus membuang semua perbuatan daging? Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang hidup dalam daging tidak akan mungkin berkenan kepada Tuhan (ayat nas), "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah," (Roma 8:7a). Adalah sia-sia kita aktif beribadah setiap hari Minggu, ikut persekutuan di mana-mana, bahkan terlibat dalam pelayanan jika kita masih saja hidup dalam kedagingan. Dalam suratnya rasul Petrus menegaskan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena itu kita harus hidup sebagai 'manusia baru', yaitu dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan lama kita yang penuh dengan hawa nafsu kedagingan. "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Di tengah dunia yang bobrok ini Iblis dengan 1001 kiat jitunya berusaha untuk menjatuhkan kehidupan orang percaya, sehingga banyak orang Kristen, bahkan para pelayan Tuhan, yang terseret di dalamnya, masih saja hidup dalam kedagingan, terikat dan dikendalikan oleh dosa sehingga melakukan perbuatan dosa dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Ibadah dan pelayanan yang dilakukan dianggap sebagai rutinitas semata. Ibadah dan pelayanan terus berjalan, sementara perbuatan dosa juga enggan dilepaskan; apalah artinya semua itu. Berhati-hatilah! "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)