Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Desember 2011 -
Baca: Hakim-Hakim 3:12-31
"Demikianlah pada hari itu Moab ditundukkan oleh Israel, maka amanlah tanah itu, delapan puluh tahun lamanya." Hakim-Hakim 3:30
Jatuh bangun di dalam dosa! Ituah gambaran kehidupan bangsa Israel. Ketika tidak ada raja atas Israel, maka mereka melakukan hal yang jahat di mata Tuhan: mulai menyembah ilah-ilah lain dan menjauhkan diri dari hadirat Tuhan. Ini menimbulkan murka Tuhan sehingga mereka diserahkan kepada musuh-musuh. Tapi dalam kitab Hakim-Hakim ini setiap kali bangsa Israel jatuh ke dalam dosa dan diserahkan kepada orang asing. Tuhan selalu membangkitkan seorang pahlawan di antara umat Israel. Kali ini Tuhan membangkitkan Ehud.
Siapa itu Ehud? Disebutkan Ehud adalah anak Gera, orang dari suku Benyamin. Alkitab tidak banyak mencatat mengenai Ehud, tetapi pastilah ada 'nilai lebih' dalam diri Ehud sehingga Tuhan memakai dia sebagai pahlawan Israel. Pada waktu itu Tuhan menghukum bangsa Israel dan menyerahkan mereka di bawah penjajahan raja Moab yang bernama Eglon. Selama 18 tahun bangsa Israel direndahkan oleh bangsa Moab, dan saat berada dalam kesesakan dan penderitaan inilah bangsa Israel berseru-seru kepada Tuhan dan meminta pertolongan, maka Tuhan pun membangkitkan pembebas bagi mereka yaitu Ehud. Secara fisik Ehud memiiki banyak kekurangan. Ia bukan sekedar kidal, tapi tangan kanannya juga cacat sehingga ia harus menggunakan tangan kirinya untuk mengerjakan apa pun. Namun Tuhan memakai hidup Ehud secara luar biasa. Hanya bersenjatakan pedang buatannya sendiri yang ia simpan di dalam pakaiannya, Ehud berani menghadap raja Moab dan merancang pembunuhan; dan itu sudah cukup baginya untuk membunuh raja Moab yaitu Eglon. Ehud menjadi pahlawan atas Israel, raja Moab dapat dikalahkannya, bahkan "Pada waktu itu mereka menewaskan kira-kira sepuluh ribu orang dari Moab semuanya orang yang tegap dan tangkas, seorang pun tidak ada yang lolos." (ayat 29).
Menurut ukuran manusia, Ehud bukanlah siapa-siapa, bahkan ia dipandang sebelah mata dan diremehkan orang karena kecacatannya. Tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil! Kelemahan Ehud bisa diubah menjadi kekuatan yang dahsyat! Di tangan Tuhan yang adalah Sang Penjunan, seorang yang tidak berarti diubahNya menjadi pahlawan bagi bangsa Israel. Awesome God!
Di bawah kepemimpinan Ehud, bangsa Israel hidup aman selama 80 tahun!
Friday, December 16, 2011
Thursday, December 15, 2011
TUNDUK KEPADA OTORITAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Desember 2011 -
Baca: Ibrani 13:1-25
"Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." Ibrani 13:17a
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang memiliki roh penundukan diri. Sebaliknya banyak orang yang memiliki roh pemberontakan. Memberontak berarti tidak tunduk pada otoritas, di mana hal ini pasti akan menimbulkan konflik, baik itu konflik antar sesama anggota dalam sebuah keluarga, organisasi, masyarakat, atau bahkan suatu negara. Hari ini firman Tuhan mengingatkan agar setiap orang percaya memiliki roh penundukan diri. Kata taatilah dalam ayat nas di atas menurut teks aslinya berarti menyesuaikan, mengalah dan menaati. Sedangkan kata tunduklah berarti tunduk kepada otoritas.
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki roh penundukan diri. Tunduk kepada siapa? Tunduk kepada Tuhan dan juga tunduk kepada pemimpin-pemimpin rohani kita. Tidak sedikit orang Kristen yang tidak tunduk kepada pemimpin rohaninya, mereka malah suka mengkritik, membicarakan kelemahan dan kekurangan, serta meremehkannya. Dalam Bilangan 12:1-16 dikisahkan bagaimana Miryam dan Harun memberontak kepada Musa. Secara garis keluarga, Miryam adalah kakak dari Harun dan Musa, sedangkan Musa adalah yang paling kecil. Tetapi di hadapan Tuhan, urutan otoritas adalah Musa, Harun dan Miryam. Jadi Musa adalah pemegang otoritas tertinggi. Karena tidak tunduk kepada otoritas, Miryam harus menanggung akibatnya, ia "...kena kusta, putih seperti salju;" (Bilangan 12:10a). Tanda bahwa di dalam diri seseorang ada Roh Kudus adalah adanya roh penundukan diri: anak-anak tunduk kepada orangtua, isteri tunduk kepada suami, kita tunduk pada pemimpin rohani, pemimpin rohani kepada gembala dan seterusnya. Musa, sebelumnya adalah seorang yang keras dan pemarah, tetapi setelah mengalami proses penundukan diri dari Tuhan di padang gurun Midian selama 40 tahun, menjadi "...seorang yang lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).
Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal penundukan diri; Dia tunduk kepada kehendak Bapa, bahkan "...dalam keadaan seperti manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Tanpa penundukan diri, di mata Tuhan kita bukanlah pribadi yang berkualitas!
Baca: Ibrani 13:1-25
"Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." Ibrani 13:17a
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang memiliki roh penundukan diri. Sebaliknya banyak orang yang memiliki roh pemberontakan. Memberontak berarti tidak tunduk pada otoritas, di mana hal ini pasti akan menimbulkan konflik, baik itu konflik antar sesama anggota dalam sebuah keluarga, organisasi, masyarakat, atau bahkan suatu negara. Hari ini firman Tuhan mengingatkan agar setiap orang percaya memiliki roh penundukan diri. Kata taatilah dalam ayat nas di atas menurut teks aslinya berarti menyesuaikan, mengalah dan menaati. Sedangkan kata tunduklah berarti tunduk kepada otoritas.
Tuhan menghendaki setiap orang percaya memiliki roh penundukan diri. Tunduk kepada siapa? Tunduk kepada Tuhan dan juga tunduk kepada pemimpin-pemimpin rohani kita. Tidak sedikit orang Kristen yang tidak tunduk kepada pemimpin rohaninya, mereka malah suka mengkritik, membicarakan kelemahan dan kekurangan, serta meremehkannya. Dalam Bilangan 12:1-16 dikisahkan bagaimana Miryam dan Harun memberontak kepada Musa. Secara garis keluarga, Miryam adalah kakak dari Harun dan Musa, sedangkan Musa adalah yang paling kecil. Tetapi di hadapan Tuhan, urutan otoritas adalah Musa, Harun dan Miryam. Jadi Musa adalah pemegang otoritas tertinggi. Karena tidak tunduk kepada otoritas, Miryam harus menanggung akibatnya, ia "...kena kusta, putih seperti salju;" (Bilangan 12:10a). Tanda bahwa di dalam diri seseorang ada Roh Kudus adalah adanya roh penundukan diri: anak-anak tunduk kepada orangtua, isteri tunduk kepada suami, kita tunduk pada pemimpin rohani, pemimpin rohani kepada gembala dan seterusnya. Musa, sebelumnya adalah seorang yang keras dan pemarah, tetapi setelah mengalami proses penundukan diri dari Tuhan di padang gurun Midian selama 40 tahun, menjadi "...seorang yang lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).
Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal penundukan diri; Dia tunduk kepada kehendak Bapa, bahkan "...dalam keadaan seperti manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Tanpa penundukan diri, di mata Tuhan kita bukanlah pribadi yang berkualitas!
Wednesday, December 14, 2011
PERLOMBAAN BAGI ORANG PERCAYA! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Desember 2011 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Saat ini kita sedang berlomba dalam pertandingan yang diwajibkan bagi kita, yaitu pertandingan iman. Adapun tujuan dari perlombaan ini adalah untuk memperoleh mahkota kehidupan yang telah tersedia bagi kita. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab tanpa persiapan dan latihan intensif kita tidak mungkin dapat bersaing dengan peserta lainnya.
Kehidupan rohani pun ada latihannya yaitu latihan ibadah. Tertulis: "Latihlah dirimu beribadah. ...itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Oleh karena itu jangan menyepelekan ibadah, lakukan dengan sungguh-sungguh. Seorang atlit yang sedang bertanding pasti kondisi fisiknya kuat dan sehat karena beroleh asupan makanan yang bergizi. Firman Tuhan adalah makanan untuk 'manusia rohani' kita.
Supaya kita bisa menjadi juara, yaitu memenangkan perlombaan iman, kita harus: 1. Mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus. Ketika kita mulai berlari, arah pandangan kita harus lurus ke depan. Pandang saja kepada Yesus! Jika Tuhan yag memimpin kita dan memegang kendali hidup kita, langkah hidup kita pasti terarah dan kita akan berhasil melewati tantangan yang ada. 2. Melupakan apa yang ada di belakang, seperti yang dilakukan oleh rasul Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari pada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Jangan sekali-kali menoleh ke belakang supaya kita tetap bisa berkonsentrasi. Kehidupan lama harus kita tinggalkan! Kita harus mengenakan manusia yang baru karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru. Segala beban dan dosa harus benar-benar kita tinggalkan karena itu dapat menghalangi langkah kita. Letakkan semua beban dan dosa itu di bawah kaki Yesus. 3. Memiliki ketekunan. Tanpa ketekunan mustahil kita bisa meraih kemenangan! Ketekunan memiliki arti melakukan dengan rajin dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya; dengan setia melakukan kehendak Tuhan.
Mahkota kehidupan disediakan Tuhan bagi orang-orang percaya yang dapat menyelesaikan perlombaan imannya sampai akhir!
Baca: Ibrani 12:1-17
"...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Saat ini kita sedang berlomba dalam pertandingan yang diwajibkan bagi kita, yaitu pertandingan iman. Adapun tujuan dari perlombaan ini adalah untuk memperoleh mahkota kehidupan yang telah tersedia bagi kita. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab tanpa persiapan dan latihan intensif kita tidak mungkin dapat bersaing dengan peserta lainnya.
Kehidupan rohani pun ada latihannya yaitu latihan ibadah. Tertulis: "Latihlah dirimu beribadah. ...itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Oleh karena itu jangan menyepelekan ibadah, lakukan dengan sungguh-sungguh. Seorang atlit yang sedang bertanding pasti kondisi fisiknya kuat dan sehat karena beroleh asupan makanan yang bergizi. Firman Tuhan adalah makanan untuk 'manusia rohani' kita.
Supaya kita bisa menjadi juara, yaitu memenangkan perlombaan iman, kita harus: 1. Mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus. Ketika kita mulai berlari, arah pandangan kita harus lurus ke depan. Pandang saja kepada Yesus! Jika Tuhan yag memimpin kita dan memegang kendali hidup kita, langkah hidup kita pasti terarah dan kita akan berhasil melewati tantangan yang ada. 2. Melupakan apa yang ada di belakang, seperti yang dilakukan oleh rasul Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari pada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Jangan sekali-kali menoleh ke belakang supaya kita tetap bisa berkonsentrasi. Kehidupan lama harus kita tinggalkan! Kita harus mengenakan manusia yang baru karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru. Segala beban dan dosa harus benar-benar kita tinggalkan karena itu dapat menghalangi langkah kita. Letakkan semua beban dan dosa itu di bawah kaki Yesus. 3. Memiliki ketekunan. Tanpa ketekunan mustahil kita bisa meraih kemenangan! Ketekunan memiliki arti melakukan dengan rajin dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya; dengan setia melakukan kehendak Tuhan.
Mahkota kehidupan disediakan Tuhan bagi orang-orang percaya yang dapat menyelesaikan perlombaan imannya sampai akhir!
Tuesday, December 13, 2011
PERLOMBAAN BAGI ORANG PERCAYA! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2011 -
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiahnya? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" 1 Korintus 9:24
Indonesia baru saja menjadi tuan rumah pesta olahraga se-Asia Tenggara, SEA Games XXVI 2011. Dalam ajang ini semua negara anggota ASEAN bersaing dan berlomba untuk menjadi yang terbaik. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan. Ada atlit yang berhasil mendapatkan mendali (emas, perak dan perunggu), namun ada pula yang gagal. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi menjadi cambuk bagi mereka untuk berlatih lebih giat lagi.
Kehidupan kekristenan tak ubahnya seperti seorang atlit yang sedang berada di arena perlombaan atau gelanggang pertandingan. Perlombaan yang dimaksudkan adalah berhubungan dengan pertumbuhan rohani seseorang, dan di dalam pertumbuhan tersebut diperlukan adanya perombaan. Sudah berapa lama kita menjadi seorang Kristen? Sudah seberapa jauh kita mengalami kemajuan atau bertumbuh secara rohani? "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari pernyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:12-13). Pertumbuhan rohani kita harus tampak nyata dari hari ke sehari: dulu melayani sebagai singer, kini dipercaya sebagai worship leader dan sebagainya. Jadi, "...kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Alkitab menyatakan, "Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Matius 20:16).
Jangan pernah bangga bahwa kita sudah menjadi Kristen bertahun-tahun, tapi yang terutama adalah bagaimana kita makin maju dan makin dewasa di dalam Tuhan. Banyak orang yang sudah puluhan tahun menjadi Kristen tapi kerohaniannya begitu-begitu saja dan 'jalan di tempat'.
Bila ada petobat baru yang hidupnya makin dipakai Tuhan secara luar biasa dan menjadi kesaksian bagi banyak orang, sehingga yang terdahulu dapat menjadi yang terakhir, bukankah ini sangat disayangkan?
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiahnya? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" 1 Korintus 9:24
Indonesia baru saja menjadi tuan rumah pesta olahraga se-Asia Tenggara, SEA Games XXVI 2011. Dalam ajang ini semua negara anggota ASEAN bersaing dan berlomba untuk menjadi yang terbaik. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan. Ada atlit yang berhasil mendapatkan mendali (emas, perak dan perunggu), namun ada pula yang gagal. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi menjadi cambuk bagi mereka untuk berlatih lebih giat lagi.
Kehidupan kekristenan tak ubahnya seperti seorang atlit yang sedang berada di arena perlombaan atau gelanggang pertandingan. Perlombaan yang dimaksudkan adalah berhubungan dengan pertumbuhan rohani seseorang, dan di dalam pertumbuhan tersebut diperlukan adanya perombaan. Sudah berapa lama kita menjadi seorang Kristen? Sudah seberapa jauh kita mengalami kemajuan atau bertumbuh secara rohani? "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari pernyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:12-13). Pertumbuhan rohani kita harus tampak nyata dari hari ke sehari: dulu melayani sebagai singer, kini dipercaya sebagai worship leader dan sebagainya. Jadi, "...kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Alkitab menyatakan, "Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Matius 20:16).
Jangan pernah bangga bahwa kita sudah menjadi Kristen bertahun-tahun, tapi yang terutama adalah bagaimana kita makin maju dan makin dewasa di dalam Tuhan. Banyak orang yang sudah puluhan tahun menjadi Kristen tapi kerohaniannya begitu-begitu saja dan 'jalan di tempat'.
Bila ada petobat baru yang hidupnya makin dipakai Tuhan secara luar biasa dan menjadi kesaksian bagi banyak orang, sehingga yang terdahulu dapat menjadi yang terakhir, bukankah ini sangat disayangkan?
Monday, December 12, 2011
MAU MENGAKUI KELEMAHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2011 -
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." 2 Korintus 12:9b
Setiap manusia pasti memiliki kelemahan-kelemahan, entah disadari atau tidak. Seringkali kita tidak mau mengakuinya dan merasa gengsi untuk mengatakan bahwa kita ini lemah. Kita menganggap diri kita kuat: "Aku sanggup melakukannya sendiri, aku tidak perlu orang lain. Aku berhasil oleh karena usaha dan kerja kerasku, bukan karena siapa-siapa!"
Awal pertama ketika mendapat panggilan dari Tuhan, nabi Yesaya mengalami perkara yang luar biasa, di mana Tuhan menyatakan kemuliaan atasnya dan melalui para malaikatNya Tuhan memperdengarkan suaraNya. Pada saat itulah Yesaya menyadari akan keberadaan dirinya di hadapan Tuhan: seseorang yang najis, lemah dan tidak layak. Lalu Tuhan berkata, "...kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni." (Yesaya 6:7). Untuk mengalami pemulihan dari Tuhan, kita harus dapat melihat siapa kita ini di hadapan Tuhan dan mau mendengar suaraNya. Banyak orang Kristen yang tidak peka akan suara Tuhan oleh karena mereka mengalami 'tuli rohani'. Hal ini disebabkan karena perhatiannya yang lebih besar terhadap perkara-perkara duniawi, terfokus pada kekuatan dan kepintaran manusia. Tuhan menghendaki setiap orang percaya mempunyai pendengaran yang peka terhadap suaraNya, karena dari mendengar suara Tuhan kita menyadari keberadaan kita dan langkah-langkah hidup kita akan terarah. Dan ketika kita sudah berjalan bersama dengan Tuhan, Ia akan mengubah kegagalan kita menjadi keberhasilan.
Mari belajar mengakui kelemahan-kelemahan kita. Terkadang masalah, pencobaan, kegagalan dan sebagainya dipakai Tuhan sebagai alat untuk membuat kita sadar akan keberadaan kita yang lemah dan terbatas ini sehingga kita belajar bergantung dan mengandalkan Dia. Rasul Paulus diijinkan Tuhan mengalami ujian dan tantangan, bahkan harus menghadapi 'duri dalam daging'. Tapi ia menyikapi setiap masalah yang ada dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin bila kita berada dalam kondisi seperti Paulus kita akan banyak mengeluh dan memberontak kepada Tuhan. Tetapi rasul Paulus tidak bersikap demikian, ia justru mengakui kelemahannya dan menerima semua itu dengan senang dan rela, karena ia tahu justru dalam kelemahannya itu ia menjadi semakin kuat karena kuasa Tuhan dinyatakan atasnya.
Jangan sombong, belajarlah untuk mengakui kelemahan yang ada!
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." 2 Korintus 12:9b
Setiap manusia pasti memiliki kelemahan-kelemahan, entah disadari atau tidak. Seringkali kita tidak mau mengakuinya dan merasa gengsi untuk mengatakan bahwa kita ini lemah. Kita menganggap diri kita kuat: "Aku sanggup melakukannya sendiri, aku tidak perlu orang lain. Aku berhasil oleh karena usaha dan kerja kerasku, bukan karena siapa-siapa!"
Awal pertama ketika mendapat panggilan dari Tuhan, nabi Yesaya mengalami perkara yang luar biasa, di mana Tuhan menyatakan kemuliaan atasnya dan melalui para malaikatNya Tuhan memperdengarkan suaraNya. Pada saat itulah Yesaya menyadari akan keberadaan dirinya di hadapan Tuhan: seseorang yang najis, lemah dan tidak layak. Lalu Tuhan berkata, "...kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni." (Yesaya 6:7). Untuk mengalami pemulihan dari Tuhan, kita harus dapat melihat siapa kita ini di hadapan Tuhan dan mau mendengar suaraNya. Banyak orang Kristen yang tidak peka akan suara Tuhan oleh karena mereka mengalami 'tuli rohani'. Hal ini disebabkan karena perhatiannya yang lebih besar terhadap perkara-perkara duniawi, terfokus pada kekuatan dan kepintaran manusia. Tuhan menghendaki setiap orang percaya mempunyai pendengaran yang peka terhadap suaraNya, karena dari mendengar suara Tuhan kita menyadari keberadaan kita dan langkah-langkah hidup kita akan terarah. Dan ketika kita sudah berjalan bersama dengan Tuhan, Ia akan mengubah kegagalan kita menjadi keberhasilan.
Mari belajar mengakui kelemahan-kelemahan kita. Terkadang masalah, pencobaan, kegagalan dan sebagainya dipakai Tuhan sebagai alat untuk membuat kita sadar akan keberadaan kita yang lemah dan terbatas ini sehingga kita belajar bergantung dan mengandalkan Dia. Rasul Paulus diijinkan Tuhan mengalami ujian dan tantangan, bahkan harus menghadapi 'duri dalam daging'. Tapi ia menyikapi setiap masalah yang ada dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin bila kita berada dalam kondisi seperti Paulus kita akan banyak mengeluh dan memberontak kepada Tuhan. Tetapi rasul Paulus tidak bersikap demikian, ia justru mengakui kelemahannya dan menerima semua itu dengan senang dan rela, karena ia tahu justru dalam kelemahannya itu ia menjadi semakin kuat karena kuasa Tuhan dinyatakan atasnya.
Jangan sombong, belajarlah untuk mengakui kelemahan yang ada!
Sunday, December 11, 2011
MAKIN HARI MAKIN MENGERTI KEHENDAK TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2011 -
Baca: Efesus 5:1-21
"Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Efesus 5:17
Menurut kamus Purwadarminta, bodoh sama artinya dengan bebal atau sukar mengerti. Siapa di antara kita yang mau disebut sebagai orang yang bodoh atau bebal? Nobody! Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya makin hari makin mau maju dan makin dewasa rohaninya. Seseorang yang dewasa rohani pasti tidak akan bertindak seperti orang bebal (bodoh), melainkan seperti orang yang arif, sehingga kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sekalipun sudah menjadi Kristen selama bertahun-tahun kita mungkin saja masih menyandang status sebagai orang yang bodoh apabila kita tidak mengerti kehendak Tuhan.
Tanda bahwa seseorang tidak mengerti kehendak Tuhan adalah ia lebih suka berjalan menurut kehendaknya sendiri dan hidup menurut keinginan dagingnya daripada tunduk pada tuntutan Tuhan. Dalam Amsal 3:5-7 dikatakan: "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan;" Bukankah seringkali kehendak dan keinginan kita membawa kita kepada kegagalan demi kegagalan? Namun seseorang dikatakan arif bila ia dalam menjalani hidupnya selalu berusaha untuk mengerti rencana dan kehendak Tuhan terlebih dahulu; dan itu harus melalui proses yang tidak mudah, akan ada banyak kendala dan benturan-benturan, tetapi janganlah kita putus asa dan menyerah di tengah jalan. Justru pada saat itulah Ia berkenan menurunkan Roh KudusNya untuk menuntun dan memberi kekuatan kepada kita. Seringkali apa yang Tuhan larang kita lakukan, sebaliknya apa yang Tuhan perintahkan justru tidak kita kerjakan karena kita tidak mengerti kehendak Tuhan.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib menanggung segala dosa kita ada tujuannya. Tuhan ingin kita hidup sebagai 'manusia baru', tidak lagi menjadi hamba dosa, dan memiliki hidup yang menyenangkan hatiNya. Bila kita mengikuti Tuhan hanya berorientasi pada materi atau hal-hal lahiriah saja, kelak kita bisa kecewa. Pengiringan kita kepada Tuhan hendaknya didasari oleh karena kasih kita kepada Tuhan dan rindu melakukan kehendakNya.
Mengerti kehendak Tuhan berarti kita tidak lagi hidup menurut kehendak sendiri, melainkan taat; dan berkat pasti tersedia bagi orang yang taat!
Baca: Efesus 5:1-21
"Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Efesus 5:17
Menurut kamus Purwadarminta, bodoh sama artinya dengan bebal atau sukar mengerti. Siapa di antara kita yang mau disebut sebagai orang yang bodoh atau bebal? Nobody! Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya makin hari makin mau maju dan makin dewasa rohaninya. Seseorang yang dewasa rohani pasti tidak akan bertindak seperti orang bebal (bodoh), melainkan seperti orang yang arif, sehingga kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sekalipun sudah menjadi Kristen selama bertahun-tahun kita mungkin saja masih menyandang status sebagai orang yang bodoh apabila kita tidak mengerti kehendak Tuhan.
Tanda bahwa seseorang tidak mengerti kehendak Tuhan adalah ia lebih suka berjalan menurut kehendaknya sendiri dan hidup menurut keinginan dagingnya daripada tunduk pada tuntutan Tuhan. Dalam Amsal 3:5-7 dikatakan: "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan;" Bukankah seringkali kehendak dan keinginan kita membawa kita kepada kegagalan demi kegagalan? Namun seseorang dikatakan arif bila ia dalam menjalani hidupnya selalu berusaha untuk mengerti rencana dan kehendak Tuhan terlebih dahulu; dan itu harus melalui proses yang tidak mudah, akan ada banyak kendala dan benturan-benturan, tetapi janganlah kita putus asa dan menyerah di tengah jalan. Justru pada saat itulah Ia berkenan menurunkan Roh KudusNya untuk menuntun dan memberi kekuatan kepada kita. Seringkali apa yang Tuhan larang kita lakukan, sebaliknya apa yang Tuhan perintahkan justru tidak kita kerjakan karena kita tidak mengerti kehendak Tuhan.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib menanggung segala dosa kita ada tujuannya. Tuhan ingin kita hidup sebagai 'manusia baru', tidak lagi menjadi hamba dosa, dan memiliki hidup yang menyenangkan hatiNya. Bila kita mengikuti Tuhan hanya berorientasi pada materi atau hal-hal lahiriah saja, kelak kita bisa kecewa. Pengiringan kita kepada Tuhan hendaknya didasari oleh karena kasih kita kepada Tuhan dan rindu melakukan kehendakNya.
Mengerti kehendak Tuhan berarti kita tidak lagi hidup menurut kehendak sendiri, melainkan taat; dan berkat pasti tersedia bagi orang yang taat!
Saturday, December 10, 2011
IBLIS MUSUH UTAMA KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2011 -
Baca: 2 Korintus 2:5-11
"supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya." 2 Korintus 2:11
Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan yang tidak mudah, ada tantangan dan ujian. Seringkali musuh mencoba menghadang dan menghancurkan setiap keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih. Siapa musuh kita? Musuh kita bukanlah suami, isteri, mertua, rekan kerja, teman sekelas, tentangga sebelah rumah dan sebagainya. Musuh kita bukanlah sesama manusia, tetapi si Iblis. Iblis adalah musuh utama kita! Karena itu, Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar berhati-hati supaya musuh (Iblis) tidak beroleh keuntungan atas mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, apakah Iblis beroleh keuntungan atas kita ataukah kerugian? Seringkali banyak orang Kristen yang lebih memihak kepada Iblis: hidup menurut keinginan daging, tidak bersungguh-sungguh dalam pelayanan, malas berdoa, yang kesemuanya itu memberi keuntungan kepada Iblis, padahal dia adalah musuh kita! Sebaliknya Tuhan Yesus malah kita rugikan, padahal Dia sudah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Dia sudah menebus kita dari cara hidup yang sia-sia, "...bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus..." (1 Petrus 1:18-19). Jangan biarkan Iblis mengambil keuntungan atas hidup kita! Kita harus bisa mengalahkannya!
Dengan berbagai cara Iblis berusaha untuk mempengaruhi manusia. Ia bisa memberikan semua yang dibutuhkan oeh manusia: harta kekayaan, kenaikan pangkat, popularitas, dan sebagainya. Ingat! Semua itu tidak gratis karena jiwa manusialah yang menjadi taruhannya. Maka, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36). Jadi, tidak ada sesuatu pun yang baik dalam diri Iblis! Iblis sangat membenci manusia dan selalu mencari orang-orang yang dapat ditelannya (baca 1 Petrus 5:8). Iblis juga berusaha menabur hal-hal negatif kepada semua orang: ketakutan, kebencian, kepahitan, kekhawatiran, ketakutan dan lain-lain, sehingga kita tidak lagi percaya akan kuasa Tuhan. Orang yang sudah tertelan Iblis tidak akan merasa bersalah atau menyesal lagi jika ia melakukan perbuatan yang tidak berkenan kepada Tuhan; berbuat dosa menjadi hal yang biasa. Ini pertanda bahwa pikiran orang itu sudah dibutakan oleh si Iblis dan Iblis telah diuntungkan dalam hal ini!
"Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" Yakobus 4:7
Baca: 2 Korintus 2:5-11
"supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya." 2 Korintus 2:11
Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan yang tidak mudah, ada tantangan dan ujian. Seringkali musuh mencoba menghadang dan menghancurkan setiap keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih. Siapa musuh kita? Musuh kita bukanlah suami, isteri, mertua, rekan kerja, teman sekelas, tentangga sebelah rumah dan sebagainya. Musuh kita bukanlah sesama manusia, tetapi si Iblis. Iblis adalah musuh utama kita! Karena itu, Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar berhati-hati supaya musuh (Iblis) tidak beroleh keuntungan atas mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, apakah Iblis beroleh keuntungan atas kita ataukah kerugian? Seringkali banyak orang Kristen yang lebih memihak kepada Iblis: hidup menurut keinginan daging, tidak bersungguh-sungguh dalam pelayanan, malas berdoa, yang kesemuanya itu memberi keuntungan kepada Iblis, padahal dia adalah musuh kita! Sebaliknya Tuhan Yesus malah kita rugikan, padahal Dia sudah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Dia sudah menebus kita dari cara hidup yang sia-sia, "...bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus..." (1 Petrus 1:18-19). Jangan biarkan Iblis mengambil keuntungan atas hidup kita! Kita harus bisa mengalahkannya!
Dengan berbagai cara Iblis berusaha untuk mempengaruhi manusia. Ia bisa memberikan semua yang dibutuhkan oeh manusia: harta kekayaan, kenaikan pangkat, popularitas, dan sebagainya. Ingat! Semua itu tidak gratis karena jiwa manusialah yang menjadi taruhannya. Maka, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36). Jadi, tidak ada sesuatu pun yang baik dalam diri Iblis! Iblis sangat membenci manusia dan selalu mencari orang-orang yang dapat ditelannya (baca 1 Petrus 5:8). Iblis juga berusaha menabur hal-hal negatif kepada semua orang: ketakutan, kebencian, kepahitan, kekhawatiran, ketakutan dan lain-lain, sehingga kita tidak lagi percaya akan kuasa Tuhan. Orang yang sudah tertelan Iblis tidak akan merasa bersalah atau menyesal lagi jika ia melakukan perbuatan yang tidak berkenan kepada Tuhan; berbuat dosa menjadi hal yang biasa. Ini pertanda bahwa pikiran orang itu sudah dibutakan oleh si Iblis dan Iblis telah diuntungkan dalam hal ini!
"Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" Yakobus 4:7
Friday, December 9, 2011
MEMILIKI LOYALITAS TINGGI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2011 -
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Saat ini gereja Tuhan berada di penghujung zaman, hari-hari akhir menjelang Tuhan Yesus datang yang ke-2. Karena itu gereja Tuhan membutuhkan pelayan-pelayan yang rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan dan memiliki loyalitas tinggi, bukan yang bermalas-malasan atau suam-suam kuku! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas aku memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16).
Memiliki loyalitas dan komitmen total adalah dua kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan, dan untuk memiliki kualitas-kualitas itu dibutuhkan usaha yang keras secara intensif. Dengan kata lain, seseorang yang ingin menjadi pelayan Tuhan yang berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang harus mampu mengembangkan dirinya terus-menerus. Ada tertulis: "...mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a). Kata bersungguh hati dalam Alkitab NKJV (New King James Version) diterjemahkan yang hatinya loyal. Loyal berarti setia. Dengan kata lain, Tuhan akan melimpahkan kekuatan dan kuasaNya itu hanya kepada orang-orang yang memiliki hati yang loyal atau setia kepada Tuhan.
Di dalam loyalitas atau kesetiaan terkandung unsur bisa dipercaya, artinya mengerjakan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan dengan setia, tanpa merasa terpaksa, apalagi disertai keluh kesah dan persungutan. Adalah mustahil kita disebut memiliki loyalitas, sementara kita tidak bisa dipercaya. Jadi orang yang loyal bagi Tuhan selalu tulus dalam mengerjakan apa pun karena kepura-puraan tidak bisa mengiringi loyalitas. Kita tidak akan loyal kepada Tuhan kalau kita memiliki hati yang pura-pura dalam pelayanan. Selain itu, dalam diri orang yang mengku loyal kepada Tuhan akan dapat dilihat jelas besar kasihnya kepada Tuhan. Seringkali kita berdoa meminta agar Tuhan melimpahkan kuasaNya kepada kita, baik dalam hal pelayanan atau dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar Tuhan memakai kita secara luar biasa, terjadi mujizat dan sebagainya. Namun bila hati kita tidak loyal kepada Tuhan, jangan berharap kuasaNya dinyatakan atas kita!
Sebab yang Tuhan cari di bumi ini adalah orang-orang yang punya loyalitas kepadaNya. Apakah itu ada dalam diri kita?
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Saat ini gereja Tuhan berada di penghujung zaman, hari-hari akhir menjelang Tuhan Yesus datang yang ke-2. Karena itu gereja Tuhan membutuhkan pelayan-pelayan yang rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan dan memiliki loyalitas tinggi, bukan yang bermalas-malasan atau suam-suam kuku! Alkitab dengan tegas menyatakan, "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas aku memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16).
Memiliki loyalitas dan komitmen total adalah dua kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan, dan untuk memiliki kualitas-kualitas itu dibutuhkan usaha yang keras secara intensif. Dengan kata lain, seseorang yang ingin menjadi pelayan Tuhan yang berhasil dan menjadi berkat bagi banyak orang harus mampu mengembangkan dirinya terus-menerus. Ada tertulis: "...mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a). Kata bersungguh hati dalam Alkitab NKJV (New King James Version) diterjemahkan yang hatinya loyal. Loyal berarti setia. Dengan kata lain, Tuhan akan melimpahkan kekuatan dan kuasaNya itu hanya kepada orang-orang yang memiliki hati yang loyal atau setia kepada Tuhan.
Di dalam loyalitas atau kesetiaan terkandung unsur bisa dipercaya, artinya mengerjakan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan dengan setia, tanpa merasa terpaksa, apalagi disertai keluh kesah dan persungutan. Adalah mustahil kita disebut memiliki loyalitas, sementara kita tidak bisa dipercaya. Jadi orang yang loyal bagi Tuhan selalu tulus dalam mengerjakan apa pun karena kepura-puraan tidak bisa mengiringi loyalitas. Kita tidak akan loyal kepada Tuhan kalau kita memiliki hati yang pura-pura dalam pelayanan. Selain itu, dalam diri orang yang mengku loyal kepada Tuhan akan dapat dilihat jelas besar kasihnya kepada Tuhan. Seringkali kita berdoa meminta agar Tuhan melimpahkan kuasaNya kepada kita, baik dalam hal pelayanan atau dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar Tuhan memakai kita secara luar biasa, terjadi mujizat dan sebagainya. Namun bila hati kita tidak loyal kepada Tuhan, jangan berharap kuasaNya dinyatakan atas kita!
Sebab yang Tuhan cari di bumi ini adalah orang-orang yang punya loyalitas kepadaNya. Apakah itu ada dalam diri kita?
Thursday, December 8, 2011
ORANG PERCAYA: Berbuah dan Semakin Kuat!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2011 -
Baca: Kolose 1:3-14
"...dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah." Kolose 1:10b
Dalam Alegori tentang pokok anggur yang benar (baca Yohanes 15:1-8) Tuhan Yesus menyatakan bahwa hidup setiap ranting itu sangat bergantung pada pokok anggur. Supaya menghasilkan buah, ranting harus tetap berada dan menyatu dengan pokok anggur karena "Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Keberadaan orang percaya adalah sebagai ranting dalam pokok anggur yang benar. Agar berbuah, ranting harus tinggal tetap dalam Kristus dan bertekun dalam ketaatan. Bukan hanya tinggal tetap dalam Kristus, tapi juga harus berbuah, menghasilkan kebaikan-kebaikan hidup dan kemuliaan bagi namaNya serta membawa jiwa-jiwa kepada Kristus. Seseorang yang tidak bertekun dalam iman dan tidak taat sama artinya telah keluar dari pokok anggur tersebut, dan tinggal tunggu waktu untuk dipotong serta dibuang dari pokok anggur.
Ada tiga macam buah yang diinginkan Tuhan dalam kehidupan orang-orang percaya, yaitu buah pertobatan, buah Roh dan buah pelayanan. Bila kita sudah menjadi Kristen bertahun-tahun tetapi tidak menghasilkan buah akan sangat menyedihkan hati Tuhan. Bukankah kita sudah banyak mendengar dan memperoleh pengajaran-pengajaran tentang firman Tuhan dan juga memiliki kesempatan yang luas untuk melayaniNya? Jadi kehidupan Kristen adalah kehidupan yang terus bertumbuh dan berbuah. Pertumbuhan itu akan tampak apabila kita benar-benar menanggalkan kehidupan lama kita, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Hidup yang berbuah adalah hidup yang mempermuliakan nama Tuhan, dan Dia rindu agar buah yang kita hasikan itu tetap dan tidak berubah. Bila kita sudah berbuah, apa yang kita minta kepada Tuhan pasti akan diberikanNya, asalkan sesuai kehendakNya dan bukan untuk memuaskan keinginan daging. Semakin berbuah lebat semakin kuat pula kita di dalam Tuhan.
Meskipun badai kehidupan datang silih berganti menerpa kita, hal itu takkan menggoyahkan kita karena persoalan yang kita alami itu tidak melebihi kekuatan kita (baca 1 Korintus 10:13) dan kita yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita!
Baca: Kolose 1:3-14
"...dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah." Kolose 1:10b
Dalam Alegori tentang pokok anggur yang benar (baca Yohanes 15:1-8) Tuhan Yesus menyatakan bahwa hidup setiap ranting itu sangat bergantung pada pokok anggur. Supaya menghasilkan buah, ranting harus tetap berada dan menyatu dengan pokok anggur karena "Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Keberadaan orang percaya adalah sebagai ranting dalam pokok anggur yang benar. Agar berbuah, ranting harus tinggal tetap dalam Kristus dan bertekun dalam ketaatan. Bukan hanya tinggal tetap dalam Kristus, tapi juga harus berbuah, menghasilkan kebaikan-kebaikan hidup dan kemuliaan bagi namaNya serta membawa jiwa-jiwa kepada Kristus. Seseorang yang tidak bertekun dalam iman dan tidak taat sama artinya telah keluar dari pokok anggur tersebut, dan tinggal tunggu waktu untuk dipotong serta dibuang dari pokok anggur.
Ada tiga macam buah yang diinginkan Tuhan dalam kehidupan orang-orang percaya, yaitu buah pertobatan, buah Roh dan buah pelayanan. Bila kita sudah menjadi Kristen bertahun-tahun tetapi tidak menghasilkan buah akan sangat menyedihkan hati Tuhan. Bukankah kita sudah banyak mendengar dan memperoleh pengajaran-pengajaran tentang firman Tuhan dan juga memiliki kesempatan yang luas untuk melayaniNya? Jadi kehidupan Kristen adalah kehidupan yang terus bertumbuh dan berbuah. Pertumbuhan itu akan tampak apabila kita benar-benar menanggalkan kehidupan lama kita, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Hidup yang berbuah adalah hidup yang mempermuliakan nama Tuhan, dan Dia rindu agar buah yang kita hasikan itu tetap dan tidak berubah. Bila kita sudah berbuah, apa yang kita minta kepada Tuhan pasti akan diberikanNya, asalkan sesuai kehendakNya dan bukan untuk memuaskan keinginan daging. Semakin berbuah lebat semakin kuat pula kita di dalam Tuhan.
Meskipun badai kehidupan datang silih berganti menerpa kita, hal itu takkan menggoyahkan kita karena persoalan yang kita alami itu tidak melebihi kekuatan kita (baca 1 Korintus 10:13) dan kita yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita!
Wednesday, December 7, 2011
ORANG PERCAYA: Hal Hikmat dan Hidup Berkenan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2011 -
Baca: Amsal 3:1-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Ketika seseorang dipenuhi hikmat, ia akan semakin bijak karena hatinya terbuka terhadap nasihat dan teguran. Di zaman sekarang ini banyak orang tidak suka menerima nasihat atau teguran dari orang lain. Ketika dinasihati atau ditegur terkadang kita marah dan tersinggung. Tapi orang yang bijak ketika diberi nasihat "...akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah." (Amsal 9:9). Hikmat menuntun orang kepada kehidupan yang semakin hari semakin berkenan kepada Tuhan. Itulah rencana Tuhan bagi kehidupan anak-anakNya. Namun tidak semua orang Kristen mengerti rencana Tuhan atas hidupnya.
Firman Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mempelajari dan merenungkan firman Tuhan membuat kita semakin bijaksana, berakal budi dan berpengertian. Hikmat itu akan kita dapatkan apabila firman yang kita pelajari kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain menimbulkan suatu sikap takut akan Tuhan, sebab "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik." (Mazmur 111:10a). Apabila kita mengetahui kehendak Tuhan, segala sesuatu yang kita kerjakan akan berhasil, dan kehendak Tuhan itu telah tertulis semuanya dalam firmanNya. Namun jikalau kita tidak pernah membaca dan menyelidiki firman Tuhan, selamanya kita tidak dapat mengerti apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan. Abraham senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan. Tidak hanya itu, Abraham juga hidup benar dan bersikap adil. Ada tertulis: "Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan Tuhan daripada korban." (Amsal 21:3).
Jadi, apabila kita ingin memiliki kehidupan yang dikenan Tuhan dan diberkati, jangan hanya memberikan korban, tetapi kita juga harus hidup dalam kebenaran yaitu melakukan firmanNya!
Hikmat memimpin seseorang hidup dalam kebenaran dan semakin berkenan pada Tuhan!
Baca: Amsal 3:1-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Ketika seseorang dipenuhi hikmat, ia akan semakin bijak karena hatinya terbuka terhadap nasihat dan teguran. Di zaman sekarang ini banyak orang tidak suka menerima nasihat atau teguran dari orang lain. Ketika dinasihati atau ditegur terkadang kita marah dan tersinggung. Tapi orang yang bijak ketika diberi nasihat "...akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah." (Amsal 9:9). Hikmat menuntun orang kepada kehidupan yang semakin hari semakin berkenan kepada Tuhan. Itulah rencana Tuhan bagi kehidupan anak-anakNya. Namun tidak semua orang Kristen mengerti rencana Tuhan atas hidupnya.
Firman Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mempelajari dan merenungkan firman Tuhan membuat kita semakin bijaksana, berakal budi dan berpengertian. Hikmat itu akan kita dapatkan apabila firman yang kita pelajari kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain menimbulkan suatu sikap takut akan Tuhan, sebab "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik." (Mazmur 111:10a). Apabila kita mengetahui kehendak Tuhan, segala sesuatu yang kita kerjakan akan berhasil, dan kehendak Tuhan itu telah tertulis semuanya dalam firmanNya. Namun jikalau kita tidak pernah membaca dan menyelidiki firman Tuhan, selamanya kita tidak dapat mengerti apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan. Abraham senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan. Tidak hanya itu, Abraham juga hidup benar dan bersikap adil. Ada tertulis: "Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan Tuhan daripada korban." (Amsal 21:3).
Jadi, apabila kita ingin memiliki kehidupan yang dikenan Tuhan dan diberkati, jangan hanya memberikan korban, tetapi kita juga harus hidup dalam kebenaran yaitu melakukan firmanNya!
Hikmat memimpin seseorang hidup dalam kebenaran dan semakin berkenan pada Tuhan!
Tuesday, December 6, 2011
ORANG PERCAYA: Hal Hikmat dan Hidup Berkenan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2011 -
Baca: Kolose 1:3-14
"Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna," Kolose 1:9b
Rasul Paulus memiliki kerinduan besar terhadap jemaat di Kolose yaitu agar mereka makin dipenuhi hikmat dan pengertian yang benar akan Tuhan. Begitu pentingkah hikmat bagi orang percaya, sehingga Paulus tiada henti-hentinya berdoa meminta kepada Tuhan supaya Tuhan menambah-nambahkan hikmat kepada para jemaat?
Tanpa memiliki hikmat kita akan menjadi sasaran empuk Iblis dan hanyut terbawa arus dunia yang semakin jahat ini. Ada tertulis: "Tanpa pengetahuan kerajaan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2). Hikmat dalam konteks Ibrani dikenal dengan kata khokhma yang mengandung arti pengertian atau kebijakan. Hikmat terbentuk dalam diri seseorang melalui ketaatan dan pengajaran akan firman Tuhan. Alkitab menyatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Hikmat adalah anugerah khusus yang diberikan Tuhan bagi orang percaya. Jadi, "Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak." (Amsal 16:16), artinya hikmat itu begitu special, di mana tidak ada seorang pun dapat membelinya, karena di dunia ini tidak ada orang yang menjual hikmat! Hikmat itu lebih berharga dari emas, kekayaan, uang, jabatan dan apa pun yang ada di dunia ini; hikmat tidak dapat dibeli, tidak dapat dicuri dan juga tidak dapat lenyap. Oleh karena itu kita harus berusaha sedemikian rupa untuk mengejar dan mendapatkan hikmat itu. Kita harus terutama sekali mencari hikmat. Namun untuk mendapatkan hikmat tidaklah gampang, karena hikmat hanya diberikan kepadat mereka yang dengan tekun bersedia membayar harganya. Dikatakan, "jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:4, 6).
Memiliki hubungan karib dengan Tuhan adalah langkah pertama mendapatkan hikmat. FirmanNya: "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Sejauh mana kita bertekun mencari hikmat dari Tuhan?
Bangunlah persekutuan yang karib dengan Tuhan!
Baca: Kolose 1:3-14
"Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna," Kolose 1:9b
Rasul Paulus memiliki kerinduan besar terhadap jemaat di Kolose yaitu agar mereka makin dipenuhi hikmat dan pengertian yang benar akan Tuhan. Begitu pentingkah hikmat bagi orang percaya, sehingga Paulus tiada henti-hentinya berdoa meminta kepada Tuhan supaya Tuhan menambah-nambahkan hikmat kepada para jemaat?
Tanpa memiliki hikmat kita akan menjadi sasaran empuk Iblis dan hanyut terbawa arus dunia yang semakin jahat ini. Ada tertulis: "Tanpa pengetahuan kerajaan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2). Hikmat dalam konteks Ibrani dikenal dengan kata khokhma yang mengandung arti pengertian atau kebijakan. Hikmat terbentuk dalam diri seseorang melalui ketaatan dan pengajaran akan firman Tuhan. Alkitab menyatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Hikmat adalah anugerah khusus yang diberikan Tuhan bagi orang percaya. Jadi, "Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak." (Amsal 16:16), artinya hikmat itu begitu special, di mana tidak ada seorang pun dapat membelinya, karena di dunia ini tidak ada orang yang menjual hikmat! Hikmat itu lebih berharga dari emas, kekayaan, uang, jabatan dan apa pun yang ada di dunia ini; hikmat tidak dapat dibeli, tidak dapat dicuri dan juga tidak dapat lenyap. Oleh karena itu kita harus berusaha sedemikian rupa untuk mengejar dan mendapatkan hikmat itu. Kita harus terutama sekali mencari hikmat. Namun untuk mendapatkan hikmat tidaklah gampang, karena hikmat hanya diberikan kepadat mereka yang dengan tekun bersedia membayar harganya. Dikatakan, "jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:4, 6).
Memiliki hubungan karib dengan Tuhan adalah langkah pertama mendapatkan hikmat. FirmanNya: "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Sejauh mana kita bertekun mencari hikmat dari Tuhan?
Bangunlah persekutuan yang karib dengan Tuhan!
Monday, December 5, 2011
AJARAN FIRMAN TUHAN BAGI JEMAAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2011 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." 1 Timotius 4:13
Mengajar jemaat untuk mendalami firman Tuhan adalah tugas yang tidak boleh diabaikan oleh para hamba Tuhan. Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang kurang menyadari betapa pentingnya pengajaran tentang firman Tuhan tersebut. Buktinya? Kelas-kelas pendalaman Alkitab atau kelas pelayanan sangat jarang dihadiri alias sepi peminatnya. Jemaat masih harus didorong-dorong! Berbeda bila ada KKR atau ibadah yang dihadiri oleh hamba Tuhan terkenal atau penyanyi beken, mereka berbondong-bondong hadir.
Karena pengajaran itu sangat penting, sampai-sampai Tuhan harus menunjuk para pengajar atau guru-guru untuk mendidik umatNya seperti tertulis: "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus baik pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:11-12). Pengajar atau guru adalah bagian penting di dalam gereja Tuhan. Karena itu jemaat harus turut terlibat dan mendukung kegiatan pengajaran yang kuat, jemaat Tuhan akan mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Agar jemaat Tuhan bertumbuh dengan baik perlu pengajaran yang benar. Terlebih lagi bagi jiwa baru yang baru bertobat perlu diberikan bimbingan. Banyak gereja yang gagal membangun jemaatnya mencapai pertumbuhan iman yang semakin dewasa karena mereka tidak memiliki kelengkapan seperti yang diinginkan firman Tuhan atau mengabaikan peranan guru. Peranan guru atau seorang yang memiliki karunia mengajar tidak kalah penting dengan hamba Tuhan yang memiliki karunia rasul, nabi, penginjil dan juga gembala. Dalam pembangunan tubuh Kristus mereka merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan; antara karunia yang satu dengan karunia lainnya saling membutuhkan dan saling melengkapi! Jemaat adalah ladang yang dipercayakan Tuhan bagi kita. Karena itu maksimalkan karunia yang ada untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." 1 Timotius 4:16b
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." 1 Timotius 4:13
Mengajar jemaat untuk mendalami firman Tuhan adalah tugas yang tidak boleh diabaikan oleh para hamba Tuhan. Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang kurang menyadari betapa pentingnya pengajaran tentang firman Tuhan tersebut. Buktinya? Kelas-kelas pendalaman Alkitab atau kelas pelayanan sangat jarang dihadiri alias sepi peminatnya. Jemaat masih harus didorong-dorong! Berbeda bila ada KKR atau ibadah yang dihadiri oleh hamba Tuhan terkenal atau penyanyi beken, mereka berbondong-bondong hadir.
Karena pengajaran itu sangat penting, sampai-sampai Tuhan harus menunjuk para pengajar atau guru-guru untuk mendidik umatNya seperti tertulis: "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus baik pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:11-12). Pengajar atau guru adalah bagian penting di dalam gereja Tuhan. Karena itu jemaat harus turut terlibat dan mendukung kegiatan pengajaran yang kuat, jemaat Tuhan akan mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Agar jemaat Tuhan bertumbuh dengan baik perlu pengajaran yang benar. Terlebih lagi bagi jiwa baru yang baru bertobat perlu diberikan bimbingan. Banyak gereja yang gagal membangun jemaatnya mencapai pertumbuhan iman yang semakin dewasa karena mereka tidak memiliki kelengkapan seperti yang diinginkan firman Tuhan atau mengabaikan peranan guru. Peranan guru atau seorang yang memiliki karunia mengajar tidak kalah penting dengan hamba Tuhan yang memiliki karunia rasul, nabi, penginjil dan juga gembala. Dalam pembangunan tubuh Kristus mereka merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan; antara karunia yang satu dengan karunia lainnya saling membutuhkan dan saling melengkapi! Jemaat adalah ladang yang dipercayakan Tuhan bagi kita. Karena itu maksimalkan karunia yang ada untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." 1 Timotius 4:16b
Sunday, December 4, 2011
AJARAN FIRMAN TUHAN BAGI JEMAAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2011 -
Baca: 2 Tawarikah 17:1-19
"Mereka mengelilingi semua kota di Yehuda sambil mengajar rakyat." 2 Tawarikh 17:9b
Inilah perintah Tuhan Yesus kepada setiap orang percaya, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a).
Pergi memberitakan Injil dan membawa orang percaya sampai menjadi murid Kristus adalah tugas yang tidak bisa kita abaikan. Tetapi banyak orang Kristen yang hanya puas sampai memberitakan Injil saja. Akibatnya banyak orang Kristen baru (petobat baru) yang akhirnya mulai lemah dan perlahan mengundurkan diri. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki bekal yang cukup dalam memahami kebenaran firman Tuhan. Maka kita harus membimbingnya sampai mereka memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan dan menjadikan mereka sampai ke taraf 'murid' Yesus. Oleh karena itu penting sekali diadakan pengajaran firman Tuhan atau kelas-kelas pendalaman Alkitab di masing-masing gereja supaya jemaat benar-benar bertumbuh dan makin dewasa rohaninya. Inilah yang dilakukan oleh jemaat gereja mula-mula, "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:42). Coba perhatikan apa yang dilakukan oleh Yosafat: "Mereka memberikan pelajaran di Yehuda dengan membawa kitab Taurat Tuhan." (2 Tawarikh 17:9a). Tindakan yang dilakukan Yosafat ini hampir tidak pernah dilakukan oleh raja-raja lain di Israel, seorang raja rela 'turun gunung', berkorban waktu dan tenaga untuk mengajar rakyatnya. Yosafat menyadari bahwa pengajaran akan Taurat Tuhan itu sangat penting bagi rakyatnya supaya mereka memahami hukum-hukum Tuhan dan hidup menurut perintah-perintahNya. Jika firman Tuhan tidak diajarkan, rakyatnya akan mudah terjerumus ke jalan yang sesat. Tertulis demikian: "Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang perpegang pada hukum." (Amsal 29:18).
Tindakan Yosafat ini hampir tidak pernah dilakukan oleh raja-raja lain, sehingga karena memperhatikan hukum Tuhan inilah "...Tuhan mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya. Dengan tabah hati ia hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan. Pula ia menjauhkan dari Yehuda segala bukit pengorbanan dan tiang berhala." (2 Tawarikh 17:5a-6). (Bersambung).
Baca: 2 Tawarikah 17:1-19
"Mereka mengelilingi semua kota di Yehuda sambil mengajar rakyat." 2 Tawarikh 17:9b
Inilah perintah Tuhan Yesus kepada setiap orang percaya, "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a).
Pergi memberitakan Injil dan membawa orang percaya sampai menjadi murid Kristus adalah tugas yang tidak bisa kita abaikan. Tetapi banyak orang Kristen yang hanya puas sampai memberitakan Injil saja. Akibatnya banyak orang Kristen baru (petobat baru) yang akhirnya mulai lemah dan perlahan mengundurkan diri. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki bekal yang cukup dalam memahami kebenaran firman Tuhan. Maka kita harus membimbingnya sampai mereka memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan dan menjadikan mereka sampai ke taraf 'murid' Yesus. Oleh karena itu penting sekali diadakan pengajaran firman Tuhan atau kelas-kelas pendalaman Alkitab di masing-masing gereja supaya jemaat benar-benar bertumbuh dan makin dewasa rohaninya. Inilah yang dilakukan oleh jemaat gereja mula-mula, "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:42). Coba perhatikan apa yang dilakukan oleh Yosafat: "Mereka memberikan pelajaran di Yehuda dengan membawa kitab Taurat Tuhan." (2 Tawarikh 17:9a). Tindakan yang dilakukan Yosafat ini hampir tidak pernah dilakukan oleh raja-raja lain di Israel, seorang raja rela 'turun gunung', berkorban waktu dan tenaga untuk mengajar rakyatnya. Yosafat menyadari bahwa pengajaran akan Taurat Tuhan itu sangat penting bagi rakyatnya supaya mereka memahami hukum-hukum Tuhan dan hidup menurut perintah-perintahNya. Jika firman Tuhan tidak diajarkan, rakyatnya akan mudah terjerumus ke jalan yang sesat. Tertulis demikian: "Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang perpegang pada hukum." (Amsal 29:18).
Tindakan Yosafat ini hampir tidak pernah dilakukan oleh raja-raja lain, sehingga karena memperhatikan hukum Tuhan inilah "...Tuhan mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya. Dengan tabah hati ia hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan. Pula ia menjauhkan dari Yehuda segala bukit pengorbanan dan tiang berhala." (2 Tawarikh 17:5a-6). (Bersambung).
Saturday, December 3, 2011
UPAH KESABARAN DAN KETEKUNAN: AYUB DIPULIHKAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2011 -
Baca: Ayub 19:1-29
"Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah." Ayub 19:25-26
Selain kesabaan dan ketekunan petani yang harus kita teladani, Yakobus juga mengajar kita untuk meneladani hidup Ayub. Dikatakan, "...kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11b). Semua orang Kristen pasti tahu tentang kisah hidup Ayub. Membicarakan Ayub berarti pula membicarakan masalah dan penderitaan yang dialaminya.
Meski mengalami penderitaan yang hebat, Ayub tetap bersabar dan bertekun di dalam Tuhan. Ia menderita, padahal ia adalah seorang "...yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:8b). Renungan: apakah kita telah memiliki hidup yang jauh lebih baik dari Ayub? Apakah penderitaan atau masalah yang kita alami selama ini sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Ayub? Sebenarnya, penderitaan yang kita alami ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan penderitaan yang Ayub alami, tetapi seringkali kita mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut dan marah kepada Tuhan, padahal dari segala sisi kita masih lebih beruntung dari Ayub. Seharusnya kita bisa lebih bersabar dan kuat karena kita masih memiliki keluarga atau rekan-rekan seiman yang senantiasa men-support kita, sedangkan Ayub kehilangan keluarganya, bahkan isterinya mencemooh dan meninggalkan dia.
Mengapa Ayub bisa kuat menghadapi penderitaan yang ada? Karena Ayub tahu bahwa Tuhan yang dia sembah adalah Sang Penebus hidupnya. Semua yang terjadi dalam hidupnya, seburuk apa pun jika itu seijin Tuhan, Tuhan pasti sanggup memulihkan...Karena itu Ayub masih bisa berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub harus mengalami proses, ia yakin "...akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Itulah sebabnya Ayub tetap mampu bertahan di tengah penderitaan yang dialaminya.
Akhirnya "...Tuhan memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan Tuhan memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Baca: Ayub 19:1-29
"Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah." Ayub 19:25-26
Selain kesabaan dan ketekunan petani yang harus kita teladani, Yakobus juga mengajar kita untuk meneladani hidup Ayub. Dikatakan, "...kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11b). Semua orang Kristen pasti tahu tentang kisah hidup Ayub. Membicarakan Ayub berarti pula membicarakan masalah dan penderitaan yang dialaminya.
Meski mengalami penderitaan yang hebat, Ayub tetap bersabar dan bertekun di dalam Tuhan. Ia menderita, padahal ia adalah seorang "...yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:8b). Renungan: apakah kita telah memiliki hidup yang jauh lebih baik dari Ayub? Apakah penderitaan atau masalah yang kita alami selama ini sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Ayub? Sebenarnya, penderitaan yang kita alami ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan penderitaan yang Ayub alami, tetapi seringkali kita mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut dan marah kepada Tuhan, padahal dari segala sisi kita masih lebih beruntung dari Ayub. Seharusnya kita bisa lebih bersabar dan kuat karena kita masih memiliki keluarga atau rekan-rekan seiman yang senantiasa men-support kita, sedangkan Ayub kehilangan keluarganya, bahkan isterinya mencemooh dan meninggalkan dia.
Mengapa Ayub bisa kuat menghadapi penderitaan yang ada? Karena Ayub tahu bahwa Tuhan yang dia sembah adalah Sang Penebus hidupnya. Semua yang terjadi dalam hidupnya, seburuk apa pun jika itu seijin Tuhan, Tuhan pasti sanggup memulihkan...Karena itu Ayub masih bisa berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub harus mengalami proses, ia yakin "...akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Itulah sebabnya Ayub tetap mampu bertahan di tengah penderitaan yang dialaminya.
Akhirnya "...Tuhan memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan Tuhan memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Friday, December 2, 2011
TELADAN SEORANG PETANI: Bersabar dan Bertekun
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2011 -
Baca: Yakobus 5:7-11
"Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." Yakobus 5:7b
Saat-saat ini banyak orang Kristen yang mudah mengeluh, bersungut-sungut dan putus asa karena merasa tidak kuat lagi menghadapi permasalahan yang ada. Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita bersikap demikian. Karena itu Yakobus menasihati kita agar tetap bersabar dan bertekun meski berada dalam kesesakan. Kata bersabar disampaikan sebanyak 4x dan kata bertekun ditulis sebanyak 2x. Hal ini menunjukkan bahwa bersabar dan bertekun adalah dua karakter penting yang harus menjadi bagian hidup orang percaya.
Tuhan memberikan satu teladan dari kehidupan petani. Kita tahu bahwa petani selalu bersabar menantikan hasil panennya. Hari lepas dari petani dengan tekun mengolah tanahnya, mengairi sawahnya dengan air yang cukup dan menaburinya dengan benih terbaik. Panas terik atau hujan badai tak menjadi penghalang baginya, karena menyadari bahwa kehidupannya sangat bergantung pada hasil panennya. Dalam suratnya Yakobus juga memberitahu kita bahwa petani akan menghadapi dua macam hujan, yaitu hujan musim gugur dan hujan musim semi. Apa itu hujan musim gugur? Hujan musim gugur adalah hujan yang akan merontokkan segala hal: daun, bunga, ranting-ranting, bahkan pohon-pohon yang tidak memiliki akar yang kuat dipastikan akan bertumbangan. Jelas bukan suatu pemandangan yang menarik dan menyegarkan karena pohon-pohon tampak undul, tanpa daun, tanpa bunga dan tanpa buah.
Hujan musim gugur adalah masa-masa sulit bagi para petani. Ini berbicara tentang keadaan yang tidak baik dalam kehidupan kita: mungkin sakit yang kita derita belum sembuh-sembuh, goncangan dalam rumah tangga, krisis keuangan, usaha bangkrut dan sebagainya. Meski demikian para petani tidak menjadi kecewa atau putus asa di tengah jalan. Mereka terus bersabar dan bertekun menanti sampai berlalunya masa hujan musim gugur, karena pada saatnya mereka akan mengalami hujan musim semi, di mana dedaunan dan bunga-bunga kembali bersemi, pohon-pohon didapati mulai menghasilkan buah sehingga pemandangan sekitar tampak hijau dan menyegarkan! Inilah masa pengharapan karena masa panen akan segera tiba! Milikilah mental seorang petani yang selalu sabar dan tekun menantikan panen tiba.
"Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." 2 Timotius 2:6
Baca: Yakobus 5:7-11
"Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." Yakobus 5:7b
Saat-saat ini banyak orang Kristen yang mudah mengeluh, bersungut-sungut dan putus asa karena merasa tidak kuat lagi menghadapi permasalahan yang ada. Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita bersikap demikian. Karena itu Yakobus menasihati kita agar tetap bersabar dan bertekun meski berada dalam kesesakan. Kata bersabar disampaikan sebanyak 4x dan kata bertekun ditulis sebanyak 2x. Hal ini menunjukkan bahwa bersabar dan bertekun adalah dua karakter penting yang harus menjadi bagian hidup orang percaya.
Tuhan memberikan satu teladan dari kehidupan petani. Kita tahu bahwa petani selalu bersabar menantikan hasil panennya. Hari lepas dari petani dengan tekun mengolah tanahnya, mengairi sawahnya dengan air yang cukup dan menaburinya dengan benih terbaik. Panas terik atau hujan badai tak menjadi penghalang baginya, karena menyadari bahwa kehidupannya sangat bergantung pada hasil panennya. Dalam suratnya Yakobus juga memberitahu kita bahwa petani akan menghadapi dua macam hujan, yaitu hujan musim gugur dan hujan musim semi. Apa itu hujan musim gugur? Hujan musim gugur adalah hujan yang akan merontokkan segala hal: daun, bunga, ranting-ranting, bahkan pohon-pohon yang tidak memiliki akar yang kuat dipastikan akan bertumbangan. Jelas bukan suatu pemandangan yang menarik dan menyegarkan karena pohon-pohon tampak undul, tanpa daun, tanpa bunga dan tanpa buah.
Hujan musim gugur adalah masa-masa sulit bagi para petani. Ini berbicara tentang keadaan yang tidak baik dalam kehidupan kita: mungkin sakit yang kita derita belum sembuh-sembuh, goncangan dalam rumah tangga, krisis keuangan, usaha bangkrut dan sebagainya. Meski demikian para petani tidak menjadi kecewa atau putus asa di tengah jalan. Mereka terus bersabar dan bertekun menanti sampai berlalunya masa hujan musim gugur, karena pada saatnya mereka akan mengalami hujan musim semi, di mana dedaunan dan bunga-bunga kembali bersemi, pohon-pohon didapati mulai menghasilkan buah sehingga pemandangan sekitar tampak hijau dan menyegarkan! Inilah masa pengharapan karena masa panen akan segera tiba! Milikilah mental seorang petani yang selalu sabar dan tekun menantikan panen tiba.
"Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." 2 Timotius 2:6
Thursday, December 1, 2011
LOT: Akibat kompromi Dengan Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2011 -
Baca: Kejadian 19:1-29
"Sungguhlah kota yang di sana itu cukup dekat kiranya untuk lari ke sana; kota itu kecil; izinkanlah kiranya aku lari ke sana. Bukankah kota itu kecil? Jika demikian, nyawaku akan terpelihara." Kejadian 19:20
Dari bacaan ini kita tahu bahwa sesungguhnya Lot sudah mengerti perihal Sodom dan Gomora yang penuh kejahatan dan marabahaya, tetapi ia tetap saja memilih tinggal di sana karena tegiur kesuburan dan kekayaan di sana. Seperti tertulis, "...Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah. Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap Tuhan." (Kejadian 13:11-13).
Karena tinggal di dekat Sodom, gaya hidup Lot menjadi berubah sama seperti orang-orang yang tinggal di Sodom dan Gomora, apalagi ia menikah dengan orang yang tidak percaya. Lot sama sekali tidak mencontoh kehidupan Abraham yang senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan (membangun kekariban dengan Tuhan). Sejak saat itu kehidupan Lot semakin jauh dari Tuhan. Bahkan ia pun sampai hati menyerahkan kedua anak gadisnya kepada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (Kejadian 19:8). Sebagai orangtua seharusnya ia menjaga dan melindungi anak-anaknya, bukan malah menjerumuskan mereka. Namun kemudian Lot benar-benar menuai akibat perbuatannya, juga diremehkan oleh kedua bakal menantunya saat mengajak mereka keluar dari Sodom: "...ia dipandang oleh kedua bakal menantunya itu sebagai orang yang berolok-olok saja." (Kejadian 19:14). Harga diri Lot benar-benar telah diinjak-injak!
Meski keadaan Lot semakin hancur, Abraham tetap berdoa untuk keselamatan Lot sehingga sebelum malapetaka menimpa kota Sodom dan Gomora Lot telah dituntun oleh malaikat Tuhan untuk ke luar dari kota Sodom. Walaupun demikian Lot tetap merasa bahwa dirinya tidak mungkin mampu ke luar dari kota Sodom karena jaraknya cukup jauh untuk bisa lari dan ke luar dari kota Sodom, sedangkan malapetaka segera akan terjadi. Akan tetapi "...Allah ingat kepada Abraham, lalu dikeluarkan-Nyalah Lot dari tengah-tengah tempat yang ditunggangbalikkan itu." (Kejadian 19:29).
Pelajaran berharga dari kisah Lot: janganlah kita berkompromi dengan dosa sedikit pun walau kelihatannya sangat menguntungkan, kaena hal itu pada saatnya akan membawa kita kepada kehancuran dan kebinasaan kekal!
Baca: Kejadian 19:1-29
"Sungguhlah kota yang di sana itu cukup dekat kiranya untuk lari ke sana; kota itu kecil; izinkanlah kiranya aku lari ke sana. Bukankah kota itu kecil? Jika demikian, nyawaku akan terpelihara." Kejadian 19:20
Dari bacaan ini kita tahu bahwa sesungguhnya Lot sudah mengerti perihal Sodom dan Gomora yang penuh kejahatan dan marabahaya, tetapi ia tetap saja memilih tinggal di sana karena tegiur kesuburan dan kekayaan di sana. Seperti tertulis, "...Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah. Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap Tuhan." (Kejadian 13:11-13).
Karena tinggal di dekat Sodom, gaya hidup Lot menjadi berubah sama seperti orang-orang yang tinggal di Sodom dan Gomora, apalagi ia menikah dengan orang yang tidak percaya. Lot sama sekali tidak mencontoh kehidupan Abraham yang senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan (membangun kekariban dengan Tuhan). Sejak saat itu kehidupan Lot semakin jauh dari Tuhan. Bahkan ia pun sampai hati menyerahkan kedua anak gadisnya kepada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (Kejadian 19:8). Sebagai orangtua seharusnya ia menjaga dan melindungi anak-anaknya, bukan malah menjerumuskan mereka. Namun kemudian Lot benar-benar menuai akibat perbuatannya, juga diremehkan oleh kedua bakal menantunya saat mengajak mereka keluar dari Sodom: "...ia dipandang oleh kedua bakal menantunya itu sebagai orang yang berolok-olok saja." (Kejadian 19:14). Harga diri Lot benar-benar telah diinjak-injak!
Meski keadaan Lot semakin hancur, Abraham tetap berdoa untuk keselamatan Lot sehingga sebelum malapetaka menimpa kota Sodom dan Gomora Lot telah dituntun oleh malaikat Tuhan untuk ke luar dari kota Sodom. Walaupun demikian Lot tetap merasa bahwa dirinya tidak mungkin mampu ke luar dari kota Sodom karena jaraknya cukup jauh untuk bisa lari dan ke luar dari kota Sodom, sedangkan malapetaka segera akan terjadi. Akan tetapi "...Allah ingat kepada Abraham, lalu dikeluarkan-Nyalah Lot dari tengah-tengah tempat yang ditunggangbalikkan itu." (Kejadian 19:29).
Pelajaran berharga dari kisah Lot: janganlah kita berkompromi dengan dosa sedikit pun walau kelihatannya sangat menguntungkan, kaena hal itu pada saatnya akan membawa kita kepada kehancuran dan kebinasaan kekal!
Wednesday, November 30, 2011
PELAYAN TUHAN: Memiliki Reputasi yang Baik!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2011 -
Baca: Kisah 6:1-7
"Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu," Kisah 6:3
Melayani Tuhan adalah pekerjaan yang sangat mulia dan itu adalah anugerah Tuhan yang luar biasa. Karena tugas melayani Tuhan adalah mulia, maka kita yang sudah dipercaya Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan, di mana pun berada dan apa pun bentuknya, tidak boleh mengerjakan tugas tersebut sekendak sendiri atau asal-asalan. Itulah sebabnya Rasul Paulus pun sangat berhati-hati dalam memilih dan menetapkan orang-orang yang hendak dipercaya untuk melayani jemaat Tuhan. Secara kuantitas orang-orang yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus jumlahnya memang banyak sekali, namun tidak semua orang layak dan bisa dipilih untuk menjadi pekerja Tuhan. Akhirnya dari ribuan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus hanya tujuh orang saja yang terpilih dan layak mengemban tugas sebagai pelayan Tuhan.
Ini menjadi PR yang tidak mudah bagi para hamba Tuhan atau Gembala Sidang agar mereka tidak sembrono atau terlalu menggampangkan dalam memilih para pengerja atau pelayan. Seringkali Gembala Sidang memilih para pengerjanya berdasarkan faktor like or dislike, ia seorang yang kaya atau menjadi donatur gereja, memiliki hubungan yang sangat dekat dan sebagainya, padahal orang-orang yang dipilihnya itu tidak memenuhi kualitas hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan: masih hidup dalam keinginan duniawi (tabiat daging), tidak bisa dipercaya, kurang setia, suka menghakimi, tidak bisa menguasai diri dalam hal perkataan dan tidak suka berdoa (tidak memiliki kekariban dengan Tuhan secara pribadi). Apabila ada pelayan Tuhan yang seperti ini, akankah ia bisa menjadi berkat bagi jemaat Tuhan? Bukankah justru akan menjadi batu sandungan dan makin melemahkan jemaat Tuhan lainnya?
Adapun kualitas hidup seorang pelayan Tuhan itu seharusnya demikian: 1. Ia haruslah orang yang terkenal baik. Artinya memiliki reputasi baik di antara jemaat dan juga lingkungan di mana ia tinggal. 2. Ia memiliki kehidupan yang bisa diteladani oleh semua orang. Menjadi teladan dalam hal apa? Nasehat Paulus, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Jika kita masih hidup sebagai 'manusia lama' dan tidak bisa menghasilkan buah-buah pertobatan, sia-sialah pelayanan kita di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia!
Baca: Kisah 6:1-7
"Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu," Kisah 6:3
Melayani Tuhan adalah pekerjaan yang sangat mulia dan itu adalah anugerah Tuhan yang luar biasa. Karena tugas melayani Tuhan adalah mulia, maka kita yang sudah dipercaya Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan, di mana pun berada dan apa pun bentuknya, tidak boleh mengerjakan tugas tersebut sekendak sendiri atau asal-asalan. Itulah sebabnya Rasul Paulus pun sangat berhati-hati dalam memilih dan menetapkan orang-orang yang hendak dipercaya untuk melayani jemaat Tuhan. Secara kuantitas orang-orang yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus jumlahnya memang banyak sekali, namun tidak semua orang layak dan bisa dipilih untuk menjadi pekerja Tuhan. Akhirnya dari ribuan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus hanya tujuh orang saja yang terpilih dan layak mengemban tugas sebagai pelayan Tuhan.
Ini menjadi PR yang tidak mudah bagi para hamba Tuhan atau Gembala Sidang agar mereka tidak sembrono atau terlalu menggampangkan dalam memilih para pengerja atau pelayan. Seringkali Gembala Sidang memilih para pengerjanya berdasarkan faktor like or dislike, ia seorang yang kaya atau menjadi donatur gereja, memiliki hubungan yang sangat dekat dan sebagainya, padahal orang-orang yang dipilihnya itu tidak memenuhi kualitas hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan: masih hidup dalam keinginan duniawi (tabiat daging), tidak bisa dipercaya, kurang setia, suka menghakimi, tidak bisa menguasai diri dalam hal perkataan dan tidak suka berdoa (tidak memiliki kekariban dengan Tuhan secara pribadi). Apabila ada pelayan Tuhan yang seperti ini, akankah ia bisa menjadi berkat bagi jemaat Tuhan? Bukankah justru akan menjadi batu sandungan dan makin melemahkan jemaat Tuhan lainnya?
Adapun kualitas hidup seorang pelayan Tuhan itu seharusnya demikian: 1. Ia haruslah orang yang terkenal baik. Artinya memiliki reputasi baik di antara jemaat dan juga lingkungan di mana ia tinggal. 2. Ia memiliki kehidupan yang bisa diteladani oleh semua orang. Menjadi teladan dalam hal apa? Nasehat Paulus, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Jika kita masih hidup sebagai 'manusia lama' dan tidak bisa menghasilkan buah-buah pertobatan, sia-sialah pelayanan kita di hadapan Tuhan dan juga di hadapan manusia!
Tuesday, November 29, 2011
MENGAPA TUHAN MEMILIH YOSUA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2011 -
Baca: Yosua 1:1-18
"Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu." Yosua 1:2
Yosua dipilih Tuhan menggantikan Musa. Siapakah Yosua? Yosua adalah keturunan Efraim, anak dari Nun. Masa mudanya banyak dihabiskan di padang gurun dalam pengembaraan menuju ke Kanaan. Nama sebenarnya adalah Hosea, yang artinya Keselamatan. Tetapi Musa memanggilnya Yosua yang artinya Ia akan menyelamatkan atau Keselamatkan dari Yehovah.
Yosua tidak pernah membayangkan suatu saat akan dipilih menjadi pemimpin Israel menggantikan Musa. Mengapa Tuhan memilih Yosua dan karakter apakah yang ada padanya? Yosua adalah pelayan Musa yang setia. Ketika Musa menerima Taurat di gunung Sinai Yosua hadir di situ, menjadi penjaga tenda pertemuan ketika Musa bertemu dengan Tuhan. Hidup Yosua benar-benar dihabiskan bersama Musa di padang gurun. Bersama Musa ia mengalami masa-masa yang sulit, penuh ujian dan tantangan.
Kesetiaan Yosua sebagai hamba benar-benar telah teruji. Itulah sebabnya Tuhan memilihnya. Alkitab mencatat bahwa orang-orang yang setialah yang dipakai Tuhan dalam hidupnya. Kesetiaan adalah salah satu karakter Tuhan sendiri, di mana Ia setia melakukan kehendak Bapa, bahkan taat sampai mati di atas kayu salib. Selain setia, Yosua hidupnya dipenuhi firman Tuhan. Perintah Tuhan kepadanya, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (ayat 8). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan siang dan malam Yosua semakin yakin akan kuasa dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Itulah modal utama untuk mengerjakan panggilan Tuhan! Yosua pun adalah seorang pemberani. Dari 12 orang yang diutus Musa mengintai Kanaan hanya Yosua dan Kaleb yang memberi laporan positif dan menguatkan iman. Ini menunjukkan bahwa Yosua pemberani dan memiliki iman yang teguh seperti katanya, "Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (Yosua 24:15b).
Karena setia, berani dan memiliki iman yang teguh, Yosua dipakai Tuhan sebagai pemimpin Israel menggantikan Musa!
Baca: Yosua 1:1-18
"Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu." Yosua 1:2
Yosua dipilih Tuhan menggantikan Musa. Siapakah Yosua? Yosua adalah keturunan Efraim, anak dari Nun. Masa mudanya banyak dihabiskan di padang gurun dalam pengembaraan menuju ke Kanaan. Nama sebenarnya adalah Hosea, yang artinya Keselamatan. Tetapi Musa memanggilnya Yosua yang artinya Ia akan menyelamatkan atau Keselamatkan dari Yehovah.
Yosua tidak pernah membayangkan suatu saat akan dipilih menjadi pemimpin Israel menggantikan Musa. Mengapa Tuhan memilih Yosua dan karakter apakah yang ada padanya? Yosua adalah pelayan Musa yang setia. Ketika Musa menerima Taurat di gunung Sinai Yosua hadir di situ, menjadi penjaga tenda pertemuan ketika Musa bertemu dengan Tuhan. Hidup Yosua benar-benar dihabiskan bersama Musa di padang gurun. Bersama Musa ia mengalami masa-masa yang sulit, penuh ujian dan tantangan.
Kesetiaan Yosua sebagai hamba benar-benar telah teruji. Itulah sebabnya Tuhan memilihnya. Alkitab mencatat bahwa orang-orang yang setialah yang dipakai Tuhan dalam hidupnya. Kesetiaan adalah salah satu karakter Tuhan sendiri, di mana Ia setia melakukan kehendak Bapa, bahkan taat sampai mati di atas kayu salib. Selain setia, Yosua hidupnya dipenuhi firman Tuhan. Perintah Tuhan kepadanya, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (ayat 8). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan siang dan malam Yosua semakin yakin akan kuasa dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Itulah modal utama untuk mengerjakan panggilan Tuhan! Yosua pun adalah seorang pemberani. Dari 12 orang yang diutus Musa mengintai Kanaan hanya Yosua dan Kaleb yang memberi laporan positif dan menguatkan iman. Ini menunjukkan bahwa Yosua pemberani dan memiliki iman yang teguh seperti katanya, "Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (Yosua 24:15b).
Karena setia, berani dan memiliki iman yang teguh, Yosua dipakai Tuhan sebagai pemimpin Israel menggantikan Musa!
Monday, November 28, 2011
PEREMPUAN SUNEM: Melayani Tuhan dan Mengalami Mujizat! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2011 -
Baca: 2 Raja-Raja 4:25-37
"Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Elisa dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah. Kemudian diangkatnyalah anaknya, lalu keluar." 2 Raja-Raja 4:37
Melayani Tuhan tidak harus berkhotbah di depan mimbar seperti hamba Tuhan atau terlebih dahulu masuk ke sekolah Alkitab (seminari), tetapi ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melayani Tuhan. Perempuan Sunem dalam kisah ini melayani Tuhan dengan apa yang ia miliki yaitu menjamu hamba Tuhan dan menyediakan tempat (kamar) untuk menginap atau beristirahat. Dalam Amsal 3:9 dikatakan: "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," Perempuan Sunem ini adalah orang yang kaya dan dengan kekayaannya ia melayani Tuhan.
Apa yang bisa kita berikan untuk Tuhan? Bila kita beroleh kesempatan memiliki materi atau kekayaan yang lebih kita dapat membantu pekabaran Injil dengan menjadi sponsor atau penyandang dana. Kita juga bisa menjadi pendoa syafaat: mendoakan para pemimpin rohani, berdoa bagi saudara seiman yang sedang terbaring sakit, menolong dan memberkati jemaat yang sedang dalam kekurangan dan lain-lain. Perempuan Sunem ini tidak sendirian melayani Tuhan, ia juga mengajak suaminya untuk terlibat dalam pelayanan.
Kesempatan melayani Tuhan adalah anugerah yang luar biasa, karena itu jangan pernah sia-siakan. Ada tertulis: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Meski memiliki masalah yang besar (tidak memiliki anak dan suaminya sudah tua), perempuan Sunem ini tidak menjadi lemah dalam melayani Tuhan. Kesungguhan hatinya melayani Tuhan membuatnya mengalami penggenapan janji Tuhan: "Mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan seorang anak laki-laki pada waktu seperti itu juga, pada tahun berikutnya, seperti yang dikatakan Elisa kepadanya." (2 Raja-Raja 4:17). Ketika anak yang diberikan Tuhan itu meninggal ia tetap sabar dan tidak menyalahkan Tuhan. Karena kesabarannya menantikan Tuhan perempuan Sunem ini kembali mengalami mujizat yang luar biasa, di mana anaknya dibangkitkan kembali (2 Raja-Raja 4:35). Seberat apa pun persoalan menimpa kita janganlah kendor dalam melayani Tuhan sebab jerih payah kita tidak sia-sia.
Tuhan itu baik; Dia sanggup mengubah yang buruk menjadi baik, mujizat demi mujizat pasti dinyatakan atas kita!
Baca: 2 Raja-Raja 4:25-37
"Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Elisa dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah. Kemudian diangkatnyalah anaknya, lalu keluar." 2 Raja-Raja 4:37
Melayani Tuhan tidak harus berkhotbah di depan mimbar seperti hamba Tuhan atau terlebih dahulu masuk ke sekolah Alkitab (seminari), tetapi ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melayani Tuhan. Perempuan Sunem dalam kisah ini melayani Tuhan dengan apa yang ia miliki yaitu menjamu hamba Tuhan dan menyediakan tempat (kamar) untuk menginap atau beristirahat. Dalam Amsal 3:9 dikatakan: "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," Perempuan Sunem ini adalah orang yang kaya dan dengan kekayaannya ia melayani Tuhan.
Apa yang bisa kita berikan untuk Tuhan? Bila kita beroleh kesempatan memiliki materi atau kekayaan yang lebih kita dapat membantu pekabaran Injil dengan menjadi sponsor atau penyandang dana. Kita juga bisa menjadi pendoa syafaat: mendoakan para pemimpin rohani, berdoa bagi saudara seiman yang sedang terbaring sakit, menolong dan memberkati jemaat yang sedang dalam kekurangan dan lain-lain. Perempuan Sunem ini tidak sendirian melayani Tuhan, ia juga mengajak suaminya untuk terlibat dalam pelayanan.
Kesempatan melayani Tuhan adalah anugerah yang luar biasa, karena itu jangan pernah sia-siakan. Ada tertulis: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Meski memiliki masalah yang besar (tidak memiliki anak dan suaminya sudah tua), perempuan Sunem ini tidak menjadi lemah dalam melayani Tuhan. Kesungguhan hatinya melayani Tuhan membuatnya mengalami penggenapan janji Tuhan: "Mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan seorang anak laki-laki pada waktu seperti itu juga, pada tahun berikutnya, seperti yang dikatakan Elisa kepadanya." (2 Raja-Raja 4:17). Ketika anak yang diberikan Tuhan itu meninggal ia tetap sabar dan tidak menyalahkan Tuhan. Karena kesabarannya menantikan Tuhan perempuan Sunem ini kembali mengalami mujizat yang luar biasa, di mana anaknya dibangkitkan kembali (2 Raja-Raja 4:35). Seberat apa pun persoalan menimpa kita janganlah kendor dalam melayani Tuhan sebab jerih payah kita tidak sia-sia.
Tuhan itu baik; Dia sanggup mengubah yang buruk menjadi baik, mujizat demi mujizat pasti dinyatakan atas kita!
Sunday, November 27, 2011
PEREMPUAN SUNEM: Melayani Tuhan dan Mengalami Mujizat (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2011 -
Baca: 2 Raja-Raja 4:8-24
"Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus." 2 Raja-Raja 4:9
Dari pembacaan firman Tuhan yang kita baca hari ini kita dapat belajar tentang banyak hal dari kehidupan perempuan Sunem ini yang dapat kita jadikan teladan dalam hidup. Perempuan Sunem ini adalah seorang wanita yang percaya kepada Tuhan dan memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan. Ayat nas jelas menyatakan bahwa ia mengundang nabi Tuhan (Elisa) untuk singgah dan makan di rumahnya. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain. Alkitab pun menyuruh demikian; "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (Ibrani 13:2).
Tuhan pun menghendaki kita seperti perempuan Sunem ini, memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Sudahkah kita mengutamakan perkara-perkara yang dari Tuhan sebagaimana dinasihatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose? "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2).
Mengapa kita harus melayani Tuhan dengan sungguh? Karena Tuhan sudah menyelamatkan hidup kita dan selalu menyatakan kebaikanNya kepada kita. Dikatakan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Rasul Yohanes dalam suratnya juga menyatakan bahwa kita ini telah dipindahkan dari kerajaan maut kepada hidup (baca 1 Yohanes 3:14). Dan harus kita akui bahwa apa pun yang kita miliki dan raih saat ini, baik itu keberhasilan, kekayaan, keluarga dan sebagainya adalah karena anugerah Tuhan semata, bukan karena kuat dan gagah kita, sebab di luar Dia "...kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (baca Yohanes 15:5b).
Jadi sudah seharusnya kita membalas kasih Tuhan dengan melayani Dia di segala keadaan dan memberi yang terbaik dari hidup kita, seperti yang diperbuat perempuan Sunem. Sudahkah kita melakukannya?
Baca: 2 Raja-Raja 4:8-24
"Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus." 2 Raja-Raja 4:9
Dari pembacaan firman Tuhan yang kita baca hari ini kita dapat belajar tentang banyak hal dari kehidupan perempuan Sunem ini yang dapat kita jadikan teladan dalam hidup. Perempuan Sunem ini adalah seorang wanita yang percaya kepada Tuhan dan memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan. Ayat nas jelas menyatakan bahwa ia mengundang nabi Tuhan (Elisa) untuk singgah dan makan di rumahnya. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain. Alkitab pun menyuruh demikian; "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (Ibrani 13:2).
Tuhan pun menghendaki kita seperti perempuan Sunem ini, memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Sudahkah kita mengutamakan perkara-perkara yang dari Tuhan sebagaimana dinasihatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose? "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2).
Mengapa kita harus melayani Tuhan dengan sungguh? Karena Tuhan sudah menyelamatkan hidup kita dan selalu menyatakan kebaikanNya kepada kita. Dikatakan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Rasul Yohanes dalam suratnya juga menyatakan bahwa kita ini telah dipindahkan dari kerajaan maut kepada hidup (baca 1 Yohanes 3:14). Dan harus kita akui bahwa apa pun yang kita miliki dan raih saat ini, baik itu keberhasilan, kekayaan, keluarga dan sebagainya adalah karena anugerah Tuhan semata, bukan karena kuat dan gagah kita, sebab di luar Dia "...kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (baca Yohanes 15:5b).
Jadi sudah seharusnya kita membalas kasih Tuhan dengan melayani Dia di segala keadaan dan memberi yang terbaik dari hidup kita, seperti yang diperbuat perempuan Sunem. Sudahkah kita melakukannya?
Saturday, November 26, 2011
MENYENANGKAN HATI TUHAN: Bukti Mengerti KehendakNya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2011 -
Baca: Mazmur 143
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Saat ini dunia sedang berada di masa-masa akhir, oleh karena itu Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berusaha untuk mengerti kehendakNya. Nasihat itu pula yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus: "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17), karena hari-hari ini adalah jahat. Namun banyak sekali dari kita yang tidak mengerti kehendak Tuhan ini sehingga kita masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Kita tidak mau dipimpin Roh Kudus dan lebih memilih menuruti keinginan daging, padahal jelas dinyatakan bahwa "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh..." (Galatia 5:17) dan "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..." (Galatia 6:8).
Mengapa kita masih melakukan perbuatan-perbuatan daging? Karena kita tidak memahami kehendak Tuhan. Seharunya kita memiliki kerinduan seperti Daud yang senantiasa mau diajar untuk melakukan kehendakNya. Bukankah Yesus rela mati untuk kita dan menyelamatkan kita agar melalui kehidupan ini kita senantiasa menyenangkan hati Tuhan dan mengerti kehendakNya? Hal inilah yang terjadi pada murid-murid Yesus, yang walaupun telah mengikut Dia dan senantiasa bersama-sama dengan Dia, belum juga mengerti kehendakNya. Ia berkata, "Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku." (Yohanes 16:16). Mereka tidak mengerti apa yang disampaikan oleh Yesus ini, maka ketika Ia mati di kayu salib murid-muridNya menjadi kecewa dan putus asa.
Jika kita tidak mengerti kehendak Tuhan, kita akan mudah kecewa dalam mengiring Dia. Banyak orang Kristen yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan karena orientasi mereka hanya terfokus pada berkat atau materi. Kalau itu yang menjadi tujuan kita dalam mengikut Tuhan, berhati-hatilah, sebab kita nanti akan kecewa. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika pengiringan kita akan Tuhan didasari oleh karena kasih kita kepada Tuhan, maka apa pun yang terjadi dan sampai kapan pun kita tidak akan kecewa, apalagi sampai mundur.
Hidup yang menyenangkan hati Tuhan adalah bukti bahwa kita mengerti kehendakNya.
Baca: Mazmur 143
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Saat ini dunia sedang berada di masa-masa akhir, oleh karena itu Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berusaha untuk mengerti kehendakNya. Nasihat itu pula yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus: "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17), karena hari-hari ini adalah jahat. Namun banyak sekali dari kita yang tidak mengerti kehendak Tuhan ini sehingga kita masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Kita tidak mau dipimpin Roh Kudus dan lebih memilih menuruti keinginan daging, padahal jelas dinyatakan bahwa "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh..." (Galatia 5:17) dan "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..." (Galatia 6:8).
Mengapa kita masih melakukan perbuatan-perbuatan daging? Karena kita tidak memahami kehendak Tuhan. Seharunya kita memiliki kerinduan seperti Daud yang senantiasa mau diajar untuk melakukan kehendakNya. Bukankah Yesus rela mati untuk kita dan menyelamatkan kita agar melalui kehidupan ini kita senantiasa menyenangkan hati Tuhan dan mengerti kehendakNya? Hal inilah yang terjadi pada murid-murid Yesus, yang walaupun telah mengikut Dia dan senantiasa bersama-sama dengan Dia, belum juga mengerti kehendakNya. Ia berkata, "Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku." (Yohanes 16:16). Mereka tidak mengerti apa yang disampaikan oleh Yesus ini, maka ketika Ia mati di kayu salib murid-muridNya menjadi kecewa dan putus asa.
Jika kita tidak mengerti kehendak Tuhan, kita akan mudah kecewa dalam mengiring Dia. Banyak orang Kristen yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan karena orientasi mereka hanya terfokus pada berkat atau materi. Kalau itu yang menjadi tujuan kita dalam mengikut Tuhan, berhati-hatilah, sebab kita nanti akan kecewa. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika pengiringan kita akan Tuhan didasari oleh karena kasih kita kepada Tuhan, maka apa pun yang terjadi dan sampai kapan pun kita tidak akan kecewa, apalagi sampai mundur.
Hidup yang menyenangkan hati Tuhan adalah bukti bahwa kita mengerti kehendakNya.
Friday, November 25, 2011
TAK DAPAT LARI DARI PANGGILAN TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2011 -
Baca: Yunus 1:10-17
"Bertanyalah mereka: 'Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.'" Yunus 1:11
Tidak semua orang memberikan respon yang benar terhadap panggilan Tuhan. Malah lebih banyak dari kita yang justru lari menjauh menghindari panggilan Tuhan itu, karena memenuhi panggilan Tuhan berarti harus keluar dari zona nyaman dan siap mengalami masa-masa sulit dengan segala resiko yang ada.
Hal ini juga dialami oleh Yunus yang dipanggil Tuhan untuk suatu tugas sepesifik: "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Tapi reaksi Yunus? Justru ia "...bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan;" (ayat 3a). Pikir Yunus, dengan melarikan diri berarti urusannya sudah beres! Melarikan diri jelas bukan pilihan yang tepat, justru akan membawa konsekuensi yang berat. Dan bukanlah kebetulan jika akhirnya terjadi bencana besar, yaitu badai dahsyat sehingga kapal yang ditumpangi Yunus ke Tarsis hampir-hampir terpukul hancur (ayat 4). Singkat cerita, angin kembali reda dan laut pun berhenti mengamuk setelah Yunus dilemparkan ke dalam laut. Akhirnya "...Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (ayat 17). Kejadian demi kejadian yang dialami menyadarkan Yunus bahwa ia tidak punya pilihan lain selain harus taat mengerjakan panggilan Tuhan tersebut.
Haruskah kita mengalami penderitaan, kesesakan atau teguran dari Tuhan terlebih dahulu baru kita mau taat dan mengerjakan panggilanNya dengan setia? Lari dari panggilan Tuhan bukanlah suatu way out! Daud juga memiliki pengalaman akan hal ini: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10).
Sesungguhnya panggilan Tuhan adalah sangat mulia dan itu merupakan anugerah. Jika Tuhan memanggil kita, itu bukan karena kuat dan gagah kita! Namun yang Dia cari adalah orang-orang yang memiliki hati rela dan mau dibentuk untuk menjadi alat kemuliaanNya!
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Baca: Yunus 1:10-17
"Bertanyalah mereka: 'Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.'" Yunus 1:11
Tidak semua orang memberikan respon yang benar terhadap panggilan Tuhan. Malah lebih banyak dari kita yang justru lari menjauh menghindari panggilan Tuhan itu, karena memenuhi panggilan Tuhan berarti harus keluar dari zona nyaman dan siap mengalami masa-masa sulit dengan segala resiko yang ada.
Hal ini juga dialami oleh Yunus yang dipanggil Tuhan untuk suatu tugas sepesifik: "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Tapi reaksi Yunus? Justru ia "...bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan;" (ayat 3a). Pikir Yunus, dengan melarikan diri berarti urusannya sudah beres! Melarikan diri jelas bukan pilihan yang tepat, justru akan membawa konsekuensi yang berat. Dan bukanlah kebetulan jika akhirnya terjadi bencana besar, yaitu badai dahsyat sehingga kapal yang ditumpangi Yunus ke Tarsis hampir-hampir terpukul hancur (ayat 4). Singkat cerita, angin kembali reda dan laut pun berhenti mengamuk setelah Yunus dilemparkan ke dalam laut. Akhirnya "...Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (ayat 17). Kejadian demi kejadian yang dialami menyadarkan Yunus bahwa ia tidak punya pilihan lain selain harus taat mengerjakan panggilan Tuhan tersebut.
Haruskah kita mengalami penderitaan, kesesakan atau teguran dari Tuhan terlebih dahulu baru kita mau taat dan mengerjakan panggilanNya dengan setia? Lari dari panggilan Tuhan bukanlah suatu way out! Daud juga memiliki pengalaman akan hal ini: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10).
Sesungguhnya panggilan Tuhan adalah sangat mulia dan itu merupakan anugerah. Jika Tuhan memanggil kita, itu bukan karena kuat dan gagah kita! Namun yang Dia cari adalah orang-orang yang memiliki hati rela dan mau dibentuk untuk menjadi alat kemuliaanNya!
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Thursday, November 24, 2011
PENGAKUAN DOSA MENGHASILKAN PEMULIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2011 -
Baca: Mazmur 32
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,' Dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." Mazmur 32:5
Mazmur ini ditulis Daud setelah ia ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Batsyeba dan aksi pembunuhan terhadap Uria, suami Batsyeba. Dari semula Daud berusaha menutupi dosa dan kesalahannya sehingga ia pun mengira tidak ada seorang pun yang tahu tentang hal ini. Daud berpikir bahwa rahasianya itu akan rapi tertutup dengan matinya Uria. Seharusnya Daud tidak perlu menyembunyikan dosanya, sebab "...tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kita bisa saja mengelabui pemimpin rohani kita, membohongi suami atau isteri, membohongi rekan sepelayanan dan sebagainya, tetapi tidak seorang pun dapat membodohi atau membohongi Tuhan. Tidak ada tempat yang sanggup menutupnya sehingga Tuhan tidak dapat melihat atau menjangkaunya.
Tuhan tahu persis kejahatan yang dilakukan Daud, namun Ia menunggu pengakuannya. Entah berapa tahun Tuhan mendiamkan keadaan ini. Semakin hidup dalam kebohongan dan kemunafikan, semakin Daud mengalami penderitaan batin yang luar biasa (Mazmur 32:3-4), sampai Tuhan membawa Daud kepada penyesalan dan tidak dapat berkilah lagi kecuali datang kepada Tuhan dan menyerah. Tuhan pun mengirim Natan untuk menegur Daud. Daud pun menyadari kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya, ia segera datang kepada Tuhan, mengakui dosanya dan memohon pengampunan. "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17).
Sebelum kita menerima pengampunan dari Tuhan, kita akan selalu mengalami tekanan dan penderitaan dalam diri kita. Titik balik terjadi setelah Daud datang kepada Tuhan dan menyesali dosa-dosanya; Tuhan mengampuni dosa-dosanya dan memulihkan keadaannya. Kematian Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia menanggung dosa dan pelanggaran kita. Pengampunan Tuhan berikan supaya kita diselamatkan.
"Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." Amsal 28:13
Baca: Mazmur 32
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,' Dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." Mazmur 32:5
Mazmur ini ditulis Daud setelah ia ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Batsyeba dan aksi pembunuhan terhadap Uria, suami Batsyeba. Dari semula Daud berusaha menutupi dosa dan kesalahannya sehingga ia pun mengira tidak ada seorang pun yang tahu tentang hal ini. Daud berpikir bahwa rahasianya itu akan rapi tertutup dengan matinya Uria. Seharusnya Daud tidak perlu menyembunyikan dosanya, sebab "...tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kita bisa saja mengelabui pemimpin rohani kita, membohongi suami atau isteri, membohongi rekan sepelayanan dan sebagainya, tetapi tidak seorang pun dapat membodohi atau membohongi Tuhan. Tidak ada tempat yang sanggup menutupnya sehingga Tuhan tidak dapat melihat atau menjangkaunya.
Tuhan tahu persis kejahatan yang dilakukan Daud, namun Ia menunggu pengakuannya. Entah berapa tahun Tuhan mendiamkan keadaan ini. Semakin hidup dalam kebohongan dan kemunafikan, semakin Daud mengalami penderitaan batin yang luar biasa (Mazmur 32:3-4), sampai Tuhan membawa Daud kepada penyesalan dan tidak dapat berkilah lagi kecuali datang kepada Tuhan dan menyerah. Tuhan pun mengirim Natan untuk menegur Daud. Daud pun menyadari kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya, ia segera datang kepada Tuhan, mengakui dosanya dan memohon pengampunan. "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17).
Sebelum kita menerima pengampunan dari Tuhan, kita akan selalu mengalami tekanan dan penderitaan dalam diri kita. Titik balik terjadi setelah Daud datang kepada Tuhan dan menyesali dosa-dosanya; Tuhan mengampuni dosa-dosanya dan memulihkan keadaannya. Kematian Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia menanggung dosa dan pelanggaran kita. Pengampunan Tuhan berikan supaya kita diselamatkan.
"Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." Amsal 28:13
Wednesday, November 23, 2011
SOMBONG ROHANI: Penyakit Orang Kristen (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2011 -
Baca: 3 Yohanes 5:15
"Aku telah menulis sedikit kepada jemaat, tetapi Diotrefes yang ingin menjadi orang terkemuka di antara mereka, tidak mau mengakui kami." 3 Yohanes 9
Diotrefes adalah contoh orang yang sombong rohani, karena ia tidak mau mengakui Yohanes dan rekan-rekannya dan merasa dirinya lebih baik dari yang lainnya Dalam bacaan kita jelas dinyatakan bahwa Diotrefes ingin menjadi orang yang terkemuka di antara jemaat sehingga ia menolak sang penatua dan teman-temannya dengan kata-kata kasar. Ia juga melarang warga jemaat menerima teman-teman sang penatua di dalam rumah mereka. Jika ada yang menerimanya maka warga jemaat tersebut akan dikucilkan. Anehnya, Gayus yang menjadi tokoh di dalam jemaat tidak mengetahui sepak terjang Diotrefes, sehingga ketika sang penatua menyampaikan tentang tindakan Diotrefes, Gayus agak meragukan keterangannya. Gayus justru menyangka Demetrius yang ingin menjadi orang terkemuka. Oleh karena itu sang penatua meminta Gayus agar tidak salah menilai antara Diotrefes dan Demetrius.
Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa orang yang tinggi hati (sombong) bukan hanya salah atau tidak benar, tetapi merupakan kekejian di mata Tuhan seperti tertulis: "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5). Mengapa sombong rohani itu sangat berbahaya? Karena orang yang sombong rohani seringkali merasa dirinya paling benar dan paling mengerti sehingga merasa tidak perlu bertobat. Ketika ibadah di gereja pun tak ubahnya ia seorang kritikus ulung: mengkritik sana-sini, komentar ini-itu, bahkan ketika pengkhotbah menyampaikan firman, ia menganggap bahwa firman itu cocok untuk orang lain, bukan untuk dirinya.
Kesombongan membuat seseorang tidak pernah tunduk kepada firman. Adalah sia-sia dan tidak memiliki nilai di hadapan Tuhan apa pun yang kita kerjakan jika didasari dengan kesombongan. Begitu juga dalam pelayanan, sebesar apa pun kontribusi kita untuk gereja dan pekerjaan Tuhan, jika didasari oleh kesombongan akan menjadi kejahatan di mata Tuhan. Terlebih lagi jika motivasi kita dalam melayani Tuhan adalah untuk mencari pujian dan hormat untuk diri sendiri, maka pelayanan kita hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Pujian dan hormat itu hanyalah milik Tuhan! Jangan sekali-kali mencuri kemuliaan Tuhan.
"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" Yesaya 2:11a
Baca: 3 Yohanes 5:15
"Aku telah menulis sedikit kepada jemaat, tetapi Diotrefes yang ingin menjadi orang terkemuka di antara mereka, tidak mau mengakui kami." 3 Yohanes 9
Diotrefes adalah contoh orang yang sombong rohani, karena ia tidak mau mengakui Yohanes dan rekan-rekannya dan merasa dirinya lebih baik dari yang lainnya Dalam bacaan kita jelas dinyatakan bahwa Diotrefes ingin menjadi orang yang terkemuka di antara jemaat sehingga ia menolak sang penatua dan teman-temannya dengan kata-kata kasar. Ia juga melarang warga jemaat menerima teman-teman sang penatua di dalam rumah mereka. Jika ada yang menerimanya maka warga jemaat tersebut akan dikucilkan. Anehnya, Gayus yang menjadi tokoh di dalam jemaat tidak mengetahui sepak terjang Diotrefes, sehingga ketika sang penatua menyampaikan tentang tindakan Diotrefes, Gayus agak meragukan keterangannya. Gayus justru menyangka Demetrius yang ingin menjadi orang terkemuka. Oleh karena itu sang penatua meminta Gayus agar tidak salah menilai antara Diotrefes dan Demetrius.
Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa orang yang tinggi hati (sombong) bukan hanya salah atau tidak benar, tetapi merupakan kekejian di mata Tuhan seperti tertulis: "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5). Mengapa sombong rohani itu sangat berbahaya? Karena orang yang sombong rohani seringkali merasa dirinya paling benar dan paling mengerti sehingga merasa tidak perlu bertobat. Ketika ibadah di gereja pun tak ubahnya ia seorang kritikus ulung: mengkritik sana-sini, komentar ini-itu, bahkan ketika pengkhotbah menyampaikan firman, ia menganggap bahwa firman itu cocok untuk orang lain, bukan untuk dirinya.
Kesombongan membuat seseorang tidak pernah tunduk kepada firman. Adalah sia-sia dan tidak memiliki nilai di hadapan Tuhan apa pun yang kita kerjakan jika didasari dengan kesombongan. Begitu juga dalam pelayanan, sebesar apa pun kontribusi kita untuk gereja dan pekerjaan Tuhan, jika didasari oleh kesombongan akan menjadi kejahatan di mata Tuhan. Terlebih lagi jika motivasi kita dalam melayani Tuhan adalah untuk mencari pujian dan hormat untuk diri sendiri, maka pelayanan kita hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Pujian dan hormat itu hanyalah milik Tuhan! Jangan sekali-kali mencuri kemuliaan Tuhan.
"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" Yesaya 2:11a
Tuesday, November 22, 2011
SOMBONG ROHANI: Penyakit Orang Kristen (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2011 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"...supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." 1 Korintus 4:6b
Gereja di Korintus dikenal sebagai gereja yang memiliki program kerja yang baik, termasuk dalam hal pengajaran dan pengkhotbahnya. Itulah sebabnya mereka mengalami kemajuan yang pesat dalam menjangkau jiwa-jiwa. Karena merasa sudah berhasil mereka mulai terlena dan menjadi sombong secara rohani: merasa lebih baik dari orang percaya lainnya, membanggakan diri dan menganggap rendah yang lain. Hal inilah yang mendorong Rasul Paulus segera bertindak dan menegur jemaat di Korintus dengan keras, "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ayat 7).
Ketika mulai merasa bahwa diri kita lebih baik dan lebih rohani dari orang lain, pelayanan kita lebih berhasil dari orang lain, atau gereja kita lebih besar dan maju dibanding gereja lain, saat itulah kita sedang jatuh dalam dosa kesombongan! Dalam hal kerohanian, seringkali kesombongan itu tumbuh secara tersembunyi tanpa dapat kita sadari dan kita tetap merasa baik-baik saja dalam hal ini, padahal kesombongan itu adalah ketika kita mulai suka menghakimi dan membanding-bandingkan dengan orang lain.
Orang yang sombong seringkali tidak menyadari kalau dirinya sombong. Inilah tipu muslihat Iblis! Ketika gagal mengupayakan segala cara agar kita jatuh dalam segala hal yang jahat di mata Tuhan, Iblis akan mencoba dengan cara yang lebih jitu yaitu membiarkan kita dengan kesibukan pelayanan kita sampai akhirnya kita merasa 'lebih', dan pada saat itulah kita menjadi sombong rohani. Bukankah banyak orang Kristen dan juga para pelayan Tuhan yang mulai terjangkit 'penyakit' ini? Seseorang yang berbuat dosa atau terlibat dalam segala jenis kejahatan tidak ada yang dapat mereka sombongkan. Tetapi orang yang merasa dirinya 'baik-baik saja', apalagi sudah terlibat dalam pelayanan dan dipercaya Tuhan dalam banyak hal, tanpa sadar menjadi sombong dan membanggakan kemuliaan yang seharusnya menjadi milik Tuhan. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Lucifer jatuh, yaitu karena kesombongannya.
Kesombongan adalah dosa terbesar dalam kehidupan kekristenan.
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"...supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." 1 Korintus 4:6b
Gereja di Korintus dikenal sebagai gereja yang memiliki program kerja yang baik, termasuk dalam hal pengajaran dan pengkhotbahnya. Itulah sebabnya mereka mengalami kemajuan yang pesat dalam menjangkau jiwa-jiwa. Karena merasa sudah berhasil mereka mulai terlena dan menjadi sombong secara rohani: merasa lebih baik dari orang percaya lainnya, membanggakan diri dan menganggap rendah yang lain. Hal inilah yang mendorong Rasul Paulus segera bertindak dan menegur jemaat di Korintus dengan keras, "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ayat 7).
Ketika mulai merasa bahwa diri kita lebih baik dan lebih rohani dari orang lain, pelayanan kita lebih berhasil dari orang lain, atau gereja kita lebih besar dan maju dibanding gereja lain, saat itulah kita sedang jatuh dalam dosa kesombongan! Dalam hal kerohanian, seringkali kesombongan itu tumbuh secara tersembunyi tanpa dapat kita sadari dan kita tetap merasa baik-baik saja dalam hal ini, padahal kesombongan itu adalah ketika kita mulai suka menghakimi dan membanding-bandingkan dengan orang lain.
Orang yang sombong seringkali tidak menyadari kalau dirinya sombong. Inilah tipu muslihat Iblis! Ketika gagal mengupayakan segala cara agar kita jatuh dalam segala hal yang jahat di mata Tuhan, Iblis akan mencoba dengan cara yang lebih jitu yaitu membiarkan kita dengan kesibukan pelayanan kita sampai akhirnya kita merasa 'lebih', dan pada saat itulah kita menjadi sombong rohani. Bukankah banyak orang Kristen dan juga para pelayan Tuhan yang mulai terjangkit 'penyakit' ini? Seseorang yang berbuat dosa atau terlibat dalam segala jenis kejahatan tidak ada yang dapat mereka sombongkan. Tetapi orang yang merasa dirinya 'baik-baik saja', apalagi sudah terlibat dalam pelayanan dan dipercaya Tuhan dalam banyak hal, tanpa sadar menjadi sombong dan membanggakan kemuliaan yang seharusnya menjadi milik Tuhan. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Lucifer jatuh, yaitu karena kesombongannya.
Kesombongan adalah dosa terbesar dalam kehidupan kekristenan.
Monday, November 21, 2011
SETIAP MASALAH MENDATANGKAN KEBAIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2011 -
Baca: Mazmur 119:67-80
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." Mazmur 119:67
Masalah, kesesakan atau penindasan seringkali menjadi cara yang paling ampuh untuk membawa seseorang mendekat kepada Tuhan dan mencari Dia dengan sungguh-sungguh. Namun terkadang pula seseorang malah semakin menjauh dan lari meninggalkan Tuhan. Semua itu tergantung pada sikap dan respons kita terhadap masalah itu. Simak pernyataan Daud ini: "...aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-mu." (ayat 71). Daud sadar bahwa masalah adakalanya terjadi sebagai akibat dari kesalahan kita sendiri. Jika kita peka, ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengoreksi diri, "...apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:24). Namun tidak semua orang bisa memandang setiap permasalahan dengan cara pandang yang positif. Seharusnya kita bersyukur jika Tuhan menegur kita melalui masalah, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6).
Siapa di antara kita yang mau mengalami keadaan yang tidak baik atau tertindas di sepanjang hidupnya? Tidak ada! Mengapa Daud bisa berkata bahwa tertindas itu baik baginya? Karena dengan kondisi yang demikian ia lebih bisa memahami rencana Tuhan. Jadi bukan tanpa tujuan jika Tuhan mengijinkan masalah terjadi dalam hidup ini. Ada tertullis: "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman Tuhan dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29). FirmanNya seperti api dan palu yang dipakai Tuhan untuk menghancurkan hal-hal yang tidak berkenan yang masih ada di dalam diri kita supaya kita timbul seperti emas dan semakin serupa dengan Kristus, karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, seesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan memberontak dan mengandalkan kekuatan sendiri ketika berada dalam masalah. Namun sebagai 'ciptaan baru' di dalam Kristus, tidak seharusnya kita bertindak demikian. Sebaliknya kita patut bersyukur karena peringatan-peringatan Tuhan ini membuat kita semakin melekat kepada Tuhan, menyadari keterbatasan kita dan tidak lagi memegahkan diri sendiri.
Janganlah sampai kita mengalami masalah terlebih dahulu baru bersungguh-sungguh di dalam Dia!
Baca: Mazmur 119:67-80
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu." Mazmur 119:67
Masalah, kesesakan atau penindasan seringkali menjadi cara yang paling ampuh untuk membawa seseorang mendekat kepada Tuhan dan mencari Dia dengan sungguh-sungguh. Namun terkadang pula seseorang malah semakin menjauh dan lari meninggalkan Tuhan. Semua itu tergantung pada sikap dan respons kita terhadap masalah itu. Simak pernyataan Daud ini: "...aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-mu." (ayat 71). Daud sadar bahwa masalah adakalanya terjadi sebagai akibat dari kesalahan kita sendiri. Jika kita peka, ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengoreksi diri, "...apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:24). Namun tidak semua orang bisa memandang setiap permasalahan dengan cara pandang yang positif. Seharusnya kita bersyukur jika Tuhan menegur kita melalui masalah, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6).
Siapa di antara kita yang mau mengalami keadaan yang tidak baik atau tertindas di sepanjang hidupnya? Tidak ada! Mengapa Daud bisa berkata bahwa tertindas itu baik baginya? Karena dengan kondisi yang demikian ia lebih bisa memahami rencana Tuhan. Jadi bukan tanpa tujuan jika Tuhan mengijinkan masalah terjadi dalam hidup ini. Ada tertullis: "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman Tuhan dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29). FirmanNya seperti api dan palu yang dipakai Tuhan untuk menghancurkan hal-hal yang tidak berkenan yang masih ada di dalam diri kita supaya kita timbul seperti emas dan semakin serupa dengan Kristus, karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, seesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan memberontak dan mengandalkan kekuatan sendiri ketika berada dalam masalah. Namun sebagai 'ciptaan baru' di dalam Kristus, tidak seharusnya kita bertindak demikian. Sebaliknya kita patut bersyukur karena peringatan-peringatan Tuhan ini membuat kita semakin melekat kepada Tuhan, menyadari keterbatasan kita dan tidak lagi memegahkan diri sendiri.
Janganlah sampai kita mengalami masalah terlebih dahulu baru bersungguh-sungguh di dalam Dia!
Sunday, November 20, 2011
BATU PERINGATAN: Tangan Kuat Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2011 -
Baca: Yosua 4:1-24
"maka haruslah kamu katakan kepada mereka: Bahwa air sungai Yordan terputus di depan tabut perjanjian Tuhan; ketika tabut itu menyeberangi sungai Yordan, air sungai Yordan itu terputus. Sebab itu batu-batu ini akan menjadi tanda peringatan bagi orang Israel untuk selama-lamanya." Yosua 4:7
Pembacaan firman Tuhan hari ini menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan Yosua untuk memilih 12 orang dari tiap-tiap suku Israel dan mengambil batu dari tengah sungai Yordan di mana para imam menjejaknya. Kemudian "Kedua belas batu yang diambil dari sungai Yordan itu ditegakkan oleh Yosua di Gilgal." (ayat 20). Batu-batu didirikan oleh Yosua di Gilgal sebagai tanda peringatan supaya keturunan (generasi) Israel tahu bahwa Tuhanlah yang telah memimpin nenek moyang mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan), sehingga semua bangsa di dunia tahu "...bahwa kuat tangan Tuhan, dan supaya mereka selalu takut kepada Tuhan, Allahmu." (ayat 24).
Jadi, oleh karena campur tangan Tuhan semata Yosua dan umat Israel dapat menyeberangi sungai Yordan. Padahal, aliran sungai Yordan itu sangat deras dan tidak mungkin untuk diseberangi. Itulah sebabnya sungai ini menjadi tempat perlindungan yang paling aman bagi bangsa-bangsa di sekitar Kanaan dari serangan musuh, karena mereka yakin bahwa musuh tidak akan mungkin bisa melewati sungai yang deras ini. Namun Alkitab menyatakan bahwa ketika kaki para imam pembawa tabut perjanjian menyentuh air sungai Yordan, secara ajaib sungai itu terbelah menjadi dua dan bangsa Israel pun melintasi dasar sungai yang menjadi kering itu (baca Yosua 3:17). Bangsa Israel mengalami mujizat luar biasa di sungai Yordan karena mereka mau taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan (Baca Yosua 3:3-5)!
Peristiwa menyeberangi sungai Yordan adalah suatu peristiwa besar bagi bangsa Israel di bawah kepemimpinan Yosua. Suatu bukti nyata bahwa Allah bangsa Israel adalah Allah yang hidup dan penuh kuasa! Dan ini semakin menguatkan iman bangsa Israel. Karena itu, "Apabila di kemudian hari anak-anakmu bertanya kepada ayahnya: Apakah arti batu-batu ini? maka haruslah kamu beritahukan kepada anak-anakmu, begini: Israel telah menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang kering! - sebab Tuhan, Allahmu..." (ayat 21-23).
Bukan karena kuat dan gagah mereka, tapi semata-mata tangan Tuhan yang kuat dan perkasa yang menopang mereka!
Baca: Yosua 4:1-24
"maka haruslah kamu katakan kepada mereka: Bahwa air sungai Yordan terputus di depan tabut perjanjian Tuhan; ketika tabut itu menyeberangi sungai Yordan, air sungai Yordan itu terputus. Sebab itu batu-batu ini akan menjadi tanda peringatan bagi orang Israel untuk selama-lamanya." Yosua 4:7
Pembacaan firman Tuhan hari ini menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan Yosua untuk memilih 12 orang dari tiap-tiap suku Israel dan mengambil batu dari tengah sungai Yordan di mana para imam menjejaknya. Kemudian "Kedua belas batu yang diambil dari sungai Yordan itu ditegakkan oleh Yosua di Gilgal." (ayat 20). Batu-batu didirikan oleh Yosua di Gilgal sebagai tanda peringatan supaya keturunan (generasi) Israel tahu bahwa Tuhanlah yang telah memimpin nenek moyang mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan), sehingga semua bangsa di dunia tahu "...bahwa kuat tangan Tuhan, dan supaya mereka selalu takut kepada Tuhan, Allahmu." (ayat 24).
Jadi, oleh karena campur tangan Tuhan semata Yosua dan umat Israel dapat menyeberangi sungai Yordan. Padahal, aliran sungai Yordan itu sangat deras dan tidak mungkin untuk diseberangi. Itulah sebabnya sungai ini menjadi tempat perlindungan yang paling aman bagi bangsa-bangsa di sekitar Kanaan dari serangan musuh, karena mereka yakin bahwa musuh tidak akan mungkin bisa melewati sungai yang deras ini. Namun Alkitab menyatakan bahwa ketika kaki para imam pembawa tabut perjanjian menyentuh air sungai Yordan, secara ajaib sungai itu terbelah menjadi dua dan bangsa Israel pun melintasi dasar sungai yang menjadi kering itu (baca Yosua 3:17). Bangsa Israel mengalami mujizat luar biasa di sungai Yordan karena mereka mau taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan (Baca Yosua 3:3-5)!
Peristiwa menyeberangi sungai Yordan adalah suatu peristiwa besar bagi bangsa Israel di bawah kepemimpinan Yosua. Suatu bukti nyata bahwa Allah bangsa Israel adalah Allah yang hidup dan penuh kuasa! Dan ini semakin menguatkan iman bangsa Israel. Karena itu, "Apabila di kemudian hari anak-anakmu bertanya kepada ayahnya: Apakah arti batu-batu ini? maka haruslah kamu beritahukan kepada anak-anakmu, begini: Israel telah menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang kering! - sebab Tuhan, Allahmu..." (ayat 21-23).
Bukan karena kuat dan gagah mereka, tapi semata-mata tangan Tuhan yang kuat dan perkasa yang menopang mereka!
Saturday, November 19, 2011
KUNCI HIDUP DIBERKATI: Selalu Bersyukur dan Memberi!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2011 -
Baca: Markus 6:30-44
"Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan." Markus 6:43
Karena kondisi ekonomi tak menentu, hari-hari ini sebagian orang terpaksa mengencangkan ikat pinggangnya begitu rupa; sebisa mungkin tidak boros atau konsumtif. Akibat dari itu orang cenderung menjadi egois dan tidak lagi memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kita menghemat begitu rupa dengan harapan kita berkecukupan dan berkelimpahan, tidak kekurangan suatu apa pun. Tertulis: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24).
Untuk mengalami kelimpahan atau hidup diberkati, kita harus mengikuti prinsip yang Tuhan ajarkan kepada kita: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Namun seringkali kita berpikir, "Bagaimana saya bisa memberi kepada orang lain, sedangkan untuk kebutuhan sendiri saja pas-pasan?" Jangan pernah membatasi kuasa Tuhan dengan logika kita! Tuhan Yesus melakukan mujizat yang besar. Hanya dengan 5 roti dan 2 ikan Ia sanggup memberi makan 5000 orang lebih, bahkan masih ada sisa sebanyak 12 bakul. Ketika mendapatkan 5 roti dan 2 ikan, Tuhan Yesus "...menengadah ke langit dan mengucap berkat," (Markus 6:41). Tuhan Yesus mengucap syukur atas apa yang ada padaNya meski jumlahnya sangat terbatas. Dan Allah yang adalah Jehovah Jireh sanggup mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada.
Sekecil apa pun berkat yang kita miliki saat ini, belajarlah untuk tetap mengucap syukur. Ucapan syukur adalah kekuatan sorga untuk mengubah keadaan. Tidak ada keadaan yang tidak bisa diubah oleh kekuatan ucapan syukur. Mungkin saat ini kita tidak memiliki uang atau harta yang berlebih, namun tetaplah bersyukur! Hal penting lain yang harus kita lakukan adalah belajar memberi. Jika rindu diberkati oleh Tuhan, kita harus banyak memberi. Saat kita memberi itulah kita akan menerima berkat dari Tuhan, karena besar atau kecilnya kuasa dan kekayaan Tuhan yang diberikan kepada kita tergantung dari apa yang kita beri. Oleh karena itu mulailah dengan memberi persepuluhan kepada Tuhan! Dan belajarlah memberi kepada orang lain.
Kita memberi dengan apa yang kita punyai, bukan dengan apa yang tidak kita miliki.
Baca: Markus 6:30-44
"Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan." Markus 6:43
Karena kondisi ekonomi tak menentu, hari-hari ini sebagian orang terpaksa mengencangkan ikat pinggangnya begitu rupa; sebisa mungkin tidak boros atau konsumtif. Akibat dari itu orang cenderung menjadi egois dan tidak lagi memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kita menghemat begitu rupa dengan harapan kita berkecukupan dan berkelimpahan, tidak kekurangan suatu apa pun. Tertulis: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24).
Untuk mengalami kelimpahan atau hidup diberkati, kita harus mengikuti prinsip yang Tuhan ajarkan kepada kita: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Namun seringkali kita berpikir, "Bagaimana saya bisa memberi kepada orang lain, sedangkan untuk kebutuhan sendiri saja pas-pasan?" Jangan pernah membatasi kuasa Tuhan dengan logika kita! Tuhan Yesus melakukan mujizat yang besar. Hanya dengan 5 roti dan 2 ikan Ia sanggup memberi makan 5000 orang lebih, bahkan masih ada sisa sebanyak 12 bakul. Ketika mendapatkan 5 roti dan 2 ikan, Tuhan Yesus "...menengadah ke langit dan mengucap berkat," (Markus 6:41). Tuhan Yesus mengucap syukur atas apa yang ada padaNya meski jumlahnya sangat terbatas. Dan Allah yang adalah Jehovah Jireh sanggup mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada.
Sekecil apa pun berkat yang kita miliki saat ini, belajarlah untuk tetap mengucap syukur. Ucapan syukur adalah kekuatan sorga untuk mengubah keadaan. Tidak ada keadaan yang tidak bisa diubah oleh kekuatan ucapan syukur. Mungkin saat ini kita tidak memiliki uang atau harta yang berlebih, namun tetaplah bersyukur! Hal penting lain yang harus kita lakukan adalah belajar memberi. Jika rindu diberkati oleh Tuhan, kita harus banyak memberi. Saat kita memberi itulah kita akan menerima berkat dari Tuhan, karena besar atau kecilnya kuasa dan kekayaan Tuhan yang diberikan kepada kita tergantung dari apa yang kita beri. Oleh karena itu mulailah dengan memberi persepuluhan kepada Tuhan! Dan belajarlah memberi kepada orang lain.
Kita memberi dengan apa yang kita punyai, bukan dengan apa yang tidak kita miliki.
Friday, November 18, 2011
MEWARISI KARAKTER TUHAN: Kesabaran!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2011 -
Baca: Mazmur 145:1-21
"Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." Mazmur 145:8
Hampir sebagian besar orang di dunia ini terserang 'virus' ketidaksabaran. Kita tidak sabar terhadap suami atau isteri atau anak, tidak sabar terhadap pembantu kita di rumah, tidak sabar terhadap karyawan, bahkan kita tidak sabar menantikan jawaban doa dari Tuhan. Semua orang menginginkan segala hal bersifat instan: makan makanan yang cepat saji, ingin berhasil secara instan, ingin memperoleh kekayaan secara instan, ingin mendapatkan jodoh secara instan, semuanya ingin serba instan.
Firman Tuhan menasihatkan, "...sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah... kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain," (Kolose 3:12-13a), sebab "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Mengapa setiap orang percaya harus memiliki kesabaran? Karena kita adalah anak-anak Tuhan yang sudah seharusnya mewarisi sifat-sifat Bapa, salah satunya adalah sabar. Tuhan itu panjang sabar dan besar kasih setiaNya. Contoh: manusia di zaman Nuh hidup dalam kejahatan, tetapi dengan kesabaranNya Tuhan masih memberi kesempatan kepada mereka selama 120 tahun untuk bertobat (selama masa pembuatan bahtera), tapi mereka tetap saja hidup dalam pemberontakan dan akhirnya binasa oleh air bah, kecuali Nuh dan keluarganya. Dalam Nahum 1:3a dikatakan: "Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah." Juga bangsa Israel, yang senantiasa mengalami kebaikan Tuhan, masih saja suka bersungut-sungut dan memberontak kepadaNya. Namun Tuhan tetap sabar terhadap mereka. Sungguh, Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal kesabaran. Terhadap orang-orang yang mengejek, meludahi, menganiaya, bahkan menyalibkan Dia, Yesus tetap sabar dan berdoa: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34a). Kesabaran Tuhan membuahkan pengampunan!
Saat ini kasih Tuhan dicurahkan ke dalam hati kita melalui kuasa Roh KudusNya. Dan karena pertolongan Roh Kuduslah kita beroleh kekuatan untuk mengasihi dan memiliki kesabaran terhadap orang lain.
Jika Roh Kudus ada di dalam kita, kita pasti dapat bersabar menghadapi segala sesuatu karena kesabaran adalah salah satu dari buah Roh (baca Galatia 5:22).
Baca: Mazmur 145:1-21
"Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." Mazmur 145:8
Hampir sebagian besar orang di dunia ini terserang 'virus' ketidaksabaran. Kita tidak sabar terhadap suami atau isteri atau anak, tidak sabar terhadap pembantu kita di rumah, tidak sabar terhadap karyawan, bahkan kita tidak sabar menantikan jawaban doa dari Tuhan. Semua orang menginginkan segala hal bersifat instan: makan makanan yang cepat saji, ingin berhasil secara instan, ingin memperoleh kekayaan secara instan, ingin mendapatkan jodoh secara instan, semuanya ingin serba instan.
Firman Tuhan menasihatkan, "...sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah... kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain," (Kolose 3:12-13a), sebab "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Mengapa setiap orang percaya harus memiliki kesabaran? Karena kita adalah anak-anak Tuhan yang sudah seharusnya mewarisi sifat-sifat Bapa, salah satunya adalah sabar. Tuhan itu panjang sabar dan besar kasih setiaNya. Contoh: manusia di zaman Nuh hidup dalam kejahatan, tetapi dengan kesabaranNya Tuhan masih memberi kesempatan kepada mereka selama 120 tahun untuk bertobat (selama masa pembuatan bahtera), tapi mereka tetap saja hidup dalam pemberontakan dan akhirnya binasa oleh air bah, kecuali Nuh dan keluarganya. Dalam Nahum 1:3a dikatakan: "Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah." Juga bangsa Israel, yang senantiasa mengalami kebaikan Tuhan, masih saja suka bersungut-sungut dan memberontak kepadaNya. Namun Tuhan tetap sabar terhadap mereka. Sungguh, Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal kesabaran. Terhadap orang-orang yang mengejek, meludahi, menganiaya, bahkan menyalibkan Dia, Yesus tetap sabar dan berdoa: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34a). Kesabaran Tuhan membuahkan pengampunan!
Saat ini kasih Tuhan dicurahkan ke dalam hati kita melalui kuasa Roh KudusNya. Dan karena pertolongan Roh Kuduslah kita beroleh kekuatan untuk mengasihi dan memiliki kesabaran terhadap orang lain.
Jika Roh Kudus ada di dalam kita, kita pasti dapat bersabar menghadapi segala sesuatu karena kesabaran adalah salah satu dari buah Roh (baca Galatia 5:22).
Thursday, November 17, 2011
TUJUAN HIDUP ORANG PERCAYA: Memuliakan Nama Yesus!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2011 -
Baca: Filipi 1:12-26
"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Filipi 1:21
Pernahkah Saudara bertanya pada diri sendiri tentang hidup ini: "Mengapa saya hidup? Untuk apa saya hidup? Setelah saya mati nanti, apakah saya masuk sorga atau neraka?" Ataukah kita tidak peduli dengan itu semua, yang penting hidup untuk makan dan makan untuk hidup. Mungkin yang lain berprinsip: mengalir saja dalam menjalani hidup ini, yang penting dibuat happy, urusan mati itu urusan nanti. Ingat! Setiap orang harus memiliki tujuan dalam hidupnya, jangan sampai kita menjalani hidup ini tanpa ada tujuan. Dengan memiliki tujuan hidup yang jelas (sasaran yang hendak dituju), hidup kita akan lebih bermakna, semakin memotivasi kita, mendisiplinkan kita dan mengontrol kita ke arah yang benar. Ada tertulis: "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:27-28).
Masuk sorga atau neraka kelak sangat ditentukan oleh tujuan hidup kita. Alkitab jelas menyatakan bahwa manusia ditetapkan untuk mati satu kali, setelah itu ia akan dihakimi. Oleh karena itu hiduplah dengan tujuan yang benar seperti rasul Paulus berniat demikian: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Rasul Paulus memiliki tujuan hidup yang jelas yaitu hidup yang meninggikan dan memuliakan nama Tuhan; hidup Paulus adalah bagi Kristus dan untuk Kristus. Karena itu dia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Artinya Paulus berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi Kristus, menjadikan Tuhan Yesus sebagai teladan utama dalam hidupnya, serta menempatkan Dia lebih dari apa pun yang ada di dunia ini. Tertulis: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Semua itu harus dibuktikan dalam tindakan yang benar-benar nyata.
Paulus telah membuktikan komitmennya itu: seluruh hidupnya dicurahkan untuk Injil sehingga nama Yesus dimuliakan.
Ujian dan tantangan yang ada tak menggoyakan iman dan pengharapan Paulus di dalam Kristus, bahkan ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Baca: Filipi 1:12-26
"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Filipi 1:21
Pernahkah Saudara bertanya pada diri sendiri tentang hidup ini: "Mengapa saya hidup? Untuk apa saya hidup? Setelah saya mati nanti, apakah saya masuk sorga atau neraka?" Ataukah kita tidak peduli dengan itu semua, yang penting hidup untuk makan dan makan untuk hidup. Mungkin yang lain berprinsip: mengalir saja dalam menjalani hidup ini, yang penting dibuat happy, urusan mati itu urusan nanti. Ingat! Setiap orang harus memiliki tujuan dalam hidupnya, jangan sampai kita menjalani hidup ini tanpa ada tujuan. Dengan memiliki tujuan hidup yang jelas (sasaran yang hendak dituju), hidup kita akan lebih bermakna, semakin memotivasi kita, mendisiplinkan kita dan mengontrol kita ke arah yang benar. Ada tertulis: "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:27-28).
Masuk sorga atau neraka kelak sangat ditentukan oleh tujuan hidup kita. Alkitab jelas menyatakan bahwa manusia ditetapkan untuk mati satu kali, setelah itu ia akan dihakimi. Oleh karena itu hiduplah dengan tujuan yang benar seperti rasul Paulus berniat demikian: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Rasul Paulus memiliki tujuan hidup yang jelas yaitu hidup yang meninggikan dan memuliakan nama Tuhan; hidup Paulus adalah bagi Kristus dan untuk Kristus. Karena itu dia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Artinya Paulus berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi Kristus, menjadikan Tuhan Yesus sebagai teladan utama dalam hidupnya, serta menempatkan Dia lebih dari apa pun yang ada di dunia ini. Tertulis: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Semua itu harus dibuktikan dalam tindakan yang benar-benar nyata.
Paulus telah membuktikan komitmennya itu: seluruh hidupnya dicurahkan untuk Injil sehingga nama Yesus dimuliakan.
Ujian dan tantangan yang ada tak menggoyakan iman dan pengharapan Paulus di dalam Kristus, bahkan ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Wednesday, November 16, 2011
MASA PADANG GURUN: Masa Penuh Mujizat!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2011 -
Baca: Ulangan 8:1-20
"Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak." Ulangan 8:2
Tak seorang pun di dunia ini yang mau mengalami masa-masa padang gurun. Masa padang gurun bisa diartikan masa-masa sukar dalam kehidupan kita: ketika rumah tangga sedang menghadapi masalah berat, krisis keuangan, usaha seret dan mau pailit, anak-anak memberontak, sakit-penyakit tak kunjung sembuh dan sebagainya. Di masa-masa seperti itu banyak dari kita yang tidak tahan: mulai stres, mengeluh, bersungut-sungut dan mulai menyalahkan Tuhan.
Sikap ini setali tiga uang dengan bangsa Israel, yang sekalipun mengalami mujizat-mujizat besar dari Tuhan tidak ada henti-hentinya bersungut-sungut dan memberontak kepada Tuhan. Jika kita memperhatikan lebih teliti lagi, ada keindahan di balik masa padang gurun itu. Justru saat berada di padang gurun inilah bangsa Israel merasakan pengalaman yang luar biasa bersama Tuhan, di mana Tuhan menyatakan mujizatnya secara luar biasa bersama Tuhan, di mana Tuhan ubahkan menjadi tawar; ada tiang awan di waktu siang dan tiang api; Laut Teberau terbelah; ada roti sorga ('manna') dan juga burung puyuh sehingga bangsa Israel tidak mengalami kelaparan, bahkan kasut dan baju mereka bisa bertahan sampai 40 tahun!
Jika kita sedang mengalami masa-masa padang gurun tetaplah kuat dan jangan mengeluh karena ini adalah kesempatan bagi kita melihat mujizat Tuhan dinyatakan. Jadi kita harus dapat memandang 'masa padang gurun' ini dengan cara pandang yang positif karena ini adalah cara Tuhan untuk membentuk dan memproses kita sebelum kita mencapai Tanah Perjanjian atau menikmati berkat-berkat Tuhan. Memang menjalani masa padang gurun tidak mudah, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan. Alkitab menyatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Tanpa melewati padang gurun, bangsa Israel tidak akan menjadi bangsa yang kuat dan tangguh. Di padang gurun inilah bangsa Israel juga dilatih untuk memiliki kerendahan hati dan belajar bergantung kepada Tuhan sepenuhnya.
Bersyukurlah jika Tuhan membawa kita ke padang gurun, karena semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita!
Baca: Ulangan 8:1-20
"Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak." Ulangan 8:2
Tak seorang pun di dunia ini yang mau mengalami masa-masa padang gurun. Masa padang gurun bisa diartikan masa-masa sukar dalam kehidupan kita: ketika rumah tangga sedang menghadapi masalah berat, krisis keuangan, usaha seret dan mau pailit, anak-anak memberontak, sakit-penyakit tak kunjung sembuh dan sebagainya. Di masa-masa seperti itu banyak dari kita yang tidak tahan: mulai stres, mengeluh, bersungut-sungut dan mulai menyalahkan Tuhan.
Sikap ini setali tiga uang dengan bangsa Israel, yang sekalipun mengalami mujizat-mujizat besar dari Tuhan tidak ada henti-hentinya bersungut-sungut dan memberontak kepada Tuhan. Jika kita memperhatikan lebih teliti lagi, ada keindahan di balik masa padang gurun itu. Justru saat berada di padang gurun inilah bangsa Israel merasakan pengalaman yang luar biasa bersama Tuhan, di mana Tuhan menyatakan mujizatnya secara luar biasa bersama Tuhan, di mana Tuhan ubahkan menjadi tawar; ada tiang awan di waktu siang dan tiang api; Laut Teberau terbelah; ada roti sorga ('manna') dan juga burung puyuh sehingga bangsa Israel tidak mengalami kelaparan, bahkan kasut dan baju mereka bisa bertahan sampai 40 tahun!
Jika kita sedang mengalami masa-masa padang gurun tetaplah kuat dan jangan mengeluh karena ini adalah kesempatan bagi kita melihat mujizat Tuhan dinyatakan. Jadi kita harus dapat memandang 'masa padang gurun' ini dengan cara pandang yang positif karena ini adalah cara Tuhan untuk membentuk dan memproses kita sebelum kita mencapai Tanah Perjanjian atau menikmati berkat-berkat Tuhan. Memang menjalani masa padang gurun tidak mudah, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan. Alkitab menyatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Tanpa melewati padang gurun, bangsa Israel tidak akan menjadi bangsa yang kuat dan tangguh. Di padang gurun inilah bangsa Israel juga dilatih untuk memiliki kerendahan hati dan belajar bergantung kepada Tuhan sepenuhnya.
Bersyukurlah jika Tuhan membawa kita ke padang gurun, karena semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita!
Tuesday, November 15, 2011
NUH: Kualitas Hidup Berbeda Dari Dunia (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2011 -
Baca: Kejadian 7:1-24
"Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." Kejadian 7:1
Hidup Nuh berbeda dari orang-orang sezamannya. Di saat orang-orang hidup dalam kejahatan dan melanggar firman Tuhan, ia berani melawan arus dan tetap hidup dalam kebenaran sekalipun lingkungan dan juga orang-orang di sekitarnya sangat tidak mendukung. Kita pun dituntut untuk berani melawan arus dunia ini yaitu hidup berbeda dari orang-orang dunia meski ada harga yang harus di bayar. Mungkin kita akan dicemooh, dipandang sebelah mata, dibenci atau bahkan akan dikucilkan.
Apa kuncinya sehingga Nuh tetap kuat dan mampu bertahan di tengah dunia yang rusak? Alkitab menyatakan, "...Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9b). Di tengah tekanan yang ada, Nuh memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Pemazmur menulis: "Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Juga dikatakan, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tanda orang yang karib dengan Tuhan adalah selalu melibatkan Tuhan dan selalu melibatkan Tuhan dalam apa pun juga yang ia lakukan. Karena itu Tuhan pun memberitahukan rahasianya kepada Nuh.
Milikilah pola hidup bergaul dengan Tuhan dan libatkanlah Tuhan dalam segala sesuatu yang akan kita lakukan. Nuh adalah orang yang taat kepada perintah Tuhan. Ia melakukan perintah Tuhan sekalipun secara manusia tidak masuk akal. Sudah pasti orang-orang di sekitarnya mentertawakan dan mengganggap Nuh sudah gila karena di tengah kekeringan yang ada, tidak ada hujan atau badai, Nuh malah membuat bahtera dengan ukuran yang sangat besar. Apa pun yang terjadi, "...Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya" (Kejadian 6:22). Bahkan menurut sebuah tafsiran, waktu yang diperlukan Nuh untuk membuat bahtera yang sangat besar itu adalah selama 120 tahun! Bisa dibayangkan betapa berat perjuangan Nuh untuk membuat bahtera; adalah mustahil bahtera dapat terselesaikan bila Nuh tidak tekun dan setia mengerjakannya!
Karena kesetiaannya kepada Tuhan, Nuh dan keluarganya selamat!
Baca: Kejadian 7:1-24
"Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." Kejadian 7:1
Hidup Nuh berbeda dari orang-orang sezamannya. Di saat orang-orang hidup dalam kejahatan dan melanggar firman Tuhan, ia berani melawan arus dan tetap hidup dalam kebenaran sekalipun lingkungan dan juga orang-orang di sekitarnya sangat tidak mendukung. Kita pun dituntut untuk berani melawan arus dunia ini yaitu hidup berbeda dari orang-orang dunia meski ada harga yang harus di bayar. Mungkin kita akan dicemooh, dipandang sebelah mata, dibenci atau bahkan akan dikucilkan.
Apa kuncinya sehingga Nuh tetap kuat dan mampu bertahan di tengah dunia yang rusak? Alkitab menyatakan, "...Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9b). Di tengah tekanan yang ada, Nuh memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Pemazmur menulis: "Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Juga dikatakan, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tanda orang yang karib dengan Tuhan adalah selalu melibatkan Tuhan dan selalu melibatkan Tuhan dalam apa pun juga yang ia lakukan. Karena itu Tuhan pun memberitahukan rahasianya kepada Nuh.
Milikilah pola hidup bergaul dengan Tuhan dan libatkanlah Tuhan dalam segala sesuatu yang akan kita lakukan. Nuh adalah orang yang taat kepada perintah Tuhan. Ia melakukan perintah Tuhan sekalipun secara manusia tidak masuk akal. Sudah pasti orang-orang di sekitarnya mentertawakan dan mengganggap Nuh sudah gila karena di tengah kekeringan yang ada, tidak ada hujan atau badai, Nuh malah membuat bahtera dengan ukuran yang sangat besar. Apa pun yang terjadi, "...Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya" (Kejadian 6:22). Bahkan menurut sebuah tafsiran, waktu yang diperlukan Nuh untuk membuat bahtera yang sangat besar itu adalah selama 120 tahun! Bisa dibayangkan betapa berat perjuangan Nuh untuk membuat bahtera; adalah mustahil bahtera dapat terselesaikan bila Nuh tidak tekun dan setia mengerjakannya!
Karena kesetiaannya kepada Tuhan, Nuh dan keluarganya selamat!
Monday, November 14, 2011
NUH: Kualitas Hidup Berbeda Dari Dunia! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2011 -
Baca: Kejadian 6:9-22
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;" Kejadian 6:9a
Jika memperhatikan kehidupan Nuh, ini adalah gambaran kehidupan orang percaya di akhir zaman ini. Orang-orang di zaman Nuh mengabaikan perkara-perkara rohani, menyepelekan perintah Tuhan, hidup dalam kejahatan dan hawa nafsu. Bukankah hal ini tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang zaman sekarang ini? Meski "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5a).
Alkitab dengan sangat jelas menyatakan bahwa "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejahatan 6:5), sehingga "...semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:12b). Bahkan kalau kita teliti lagi di ayat 11-12, kata rusak diulang sampai 3x banyaknya. Jadi, hal ini menunjukkan betapa parahnya kerusakan yang terjadi dalam kehidupan manusia pada waktu itu: kualitas moral manusia benar-benar sudah sampai pada titik terendah, sampai-sampai "...menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Meskipun berada di tengah-tengah dunia yang telah rusak secara moral dan spiritual, Nuh tetap mampu menjaga kualitas hidupnya agar berkenan kepada Tuhan. Memiliki kualitas hidup seperti Nuh inilah yang dikehendaki Tuhan bagi kehidupan orang percaya di akhir zaman ini. Kualitas hidup yang seperti apakah? Firman Tuhan tegas menyatakan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan Tuhan, kita harus memiliki kehidupan yang berbeda (tidak serupa) dengan orang-orang dunia; kehidupan lama harus benar-benar kita tinggalkan dan hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus, karena "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). (Bersambung)
Baca: Kejadian 6:9-22
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;" Kejadian 6:9a
Jika memperhatikan kehidupan Nuh, ini adalah gambaran kehidupan orang percaya di akhir zaman ini. Orang-orang di zaman Nuh mengabaikan perkara-perkara rohani, menyepelekan perintah Tuhan, hidup dalam kejahatan dan hawa nafsu. Bukankah hal ini tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang zaman sekarang ini? Meski "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5a).
Alkitab dengan sangat jelas menyatakan bahwa "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejahatan 6:5), sehingga "...semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:12b). Bahkan kalau kita teliti lagi di ayat 11-12, kata rusak diulang sampai 3x banyaknya. Jadi, hal ini menunjukkan betapa parahnya kerusakan yang terjadi dalam kehidupan manusia pada waktu itu: kualitas moral manusia benar-benar sudah sampai pada titik terendah, sampai-sampai "...menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Meskipun berada di tengah-tengah dunia yang telah rusak secara moral dan spiritual, Nuh tetap mampu menjaga kualitas hidupnya agar berkenan kepada Tuhan. Memiliki kualitas hidup seperti Nuh inilah yang dikehendaki Tuhan bagi kehidupan orang percaya di akhir zaman ini. Kualitas hidup yang seperti apakah? Firman Tuhan tegas menyatakan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan Tuhan, kita harus memiliki kehidupan yang berbeda (tidak serupa) dengan orang-orang dunia; kehidupan lama harus benar-benar kita tinggalkan dan hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus, karena "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). (Bersambung)
Sunday, November 13, 2011
MIMPI YANG MENJADI KENYATAAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2011 -
Baca: Kejadian 45:16-28
"Demikianlah dilakukan oleh anak-anak Israel itu. Yusuf memberikan kereta kepada mereka menurut perintah Firaun; juga diberikan kepada mereka bekal di jalan." Kejadian 45:21
Dari kisah Yusuf kemarin bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Yusuf, terlebih lagi yang membenci itu saudaranya sendiri; tapi tidak sedikit pun ia menaruh rasa pahit hati kepada saudara-saudaranya itu. Yusuf membebaskan dirinya dari kepahitan. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya! Yusuf sadar bahwa kepahitan hanya akan menghancurkan hidupnya dan menghambat penggenapan janji Tuhan. Karena itu Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya. Bukanlah kebetulan jika Yusuf menamai anak pertamanya Manasye, yang artinya Tuhan telah membuatku melupakan. Tuhan telah membuatnya melupakan kesusahan dan kepahitan yang pernah dirasakannya. Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya. Bahkan ketika mendapati saudara-saudaranya kekurangan makanan, Yusuf tidak memiliki keinginan membalas dendam. Ia justru mencium dan mengasihi saudara-saudaranya itu.
Yusuf membalas kejahatan saudaranya dengan kebaikan. Melakukan kesalahan adalah manusiawi, tetapi memaafkan adalah ilahi. Ketika kita dipakai Tuhan dan kemudian proses itu datang, kita akan semakin didewasakan. Oleh karena itu, jangan memberontak jika Tuhan membentuk kita. Pada mulainya Yusuf adalah hamba, namun pada akhirnya dia naik pangkat menjadi penguasa atas istana Firaun. Yusuf tampil sebagai pemenang karena dia telah lulus ujian. Seringkali kita gagal melewati masa-masa sulit dalam hidup kita dan membiarkan rasa benci dan kepahitan itu menguasai hati kita, akibatnya mimpi yang Tuhan berikan tidak menjadi kenyataan.
Jangan sekali-kali membatasi kuasa Tuhan bekerja! Karena "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Tuhan memiliki 1001 cara untuk menolong dan mengangkat hidup kita seperti yang dialami oleh Yusuf. Dan mungkin Dia mengijinkan kita mengalami ujian dan tantangan; tetapi jika kita tetap mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati dan tidak berubah, percayalah, cepat atau lambat Tuhan akan menggenapi janjiNya dalam kehidupan kita.
Yusuf mengalami peninggian dari Tuhan karena dia kuat dan menang melewati ujian!
Baca: Kejadian 45:16-28
"Demikianlah dilakukan oleh anak-anak Israel itu. Yusuf memberikan kereta kepada mereka menurut perintah Firaun; juga diberikan kepada mereka bekal di jalan." Kejadian 45:21
Dari kisah Yusuf kemarin bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Yusuf, terlebih lagi yang membenci itu saudaranya sendiri; tapi tidak sedikit pun ia menaruh rasa pahit hati kepada saudara-saudaranya itu. Yusuf membebaskan dirinya dari kepahitan. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya! Yusuf sadar bahwa kepahitan hanya akan menghancurkan hidupnya dan menghambat penggenapan janji Tuhan. Karena itu Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya. Bukanlah kebetulan jika Yusuf menamai anak pertamanya Manasye, yang artinya Tuhan telah membuatku melupakan. Tuhan telah membuatnya melupakan kesusahan dan kepahitan yang pernah dirasakannya. Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya. Bahkan ketika mendapati saudara-saudaranya kekurangan makanan, Yusuf tidak memiliki keinginan membalas dendam. Ia justru mencium dan mengasihi saudara-saudaranya itu.
Yusuf membalas kejahatan saudaranya dengan kebaikan. Melakukan kesalahan adalah manusiawi, tetapi memaafkan adalah ilahi. Ketika kita dipakai Tuhan dan kemudian proses itu datang, kita akan semakin didewasakan. Oleh karena itu, jangan memberontak jika Tuhan membentuk kita. Pada mulainya Yusuf adalah hamba, namun pada akhirnya dia naik pangkat menjadi penguasa atas istana Firaun. Yusuf tampil sebagai pemenang karena dia telah lulus ujian. Seringkali kita gagal melewati masa-masa sulit dalam hidup kita dan membiarkan rasa benci dan kepahitan itu menguasai hati kita, akibatnya mimpi yang Tuhan berikan tidak menjadi kenyataan.
Jangan sekali-kali membatasi kuasa Tuhan bekerja! Karena "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Tuhan memiliki 1001 cara untuk menolong dan mengangkat hidup kita seperti yang dialami oleh Yusuf. Dan mungkin Dia mengijinkan kita mengalami ujian dan tantangan; tetapi jika kita tetap mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati dan tidak berubah, percayalah, cepat atau lambat Tuhan akan menggenapi janjiNya dalam kehidupan kita.
Yusuf mengalami peninggian dari Tuhan karena dia kuat dan menang melewati ujian!
Subscribe to:
Posts (Atom)