Showing posts with label Yohanes. Show all posts
Showing posts with label Yohanes. Show all posts

Friday, August 28, 2009

Mengakui Yesus Sebagai Tuhan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2009 -

Baca: Roma 10:4-13

"Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." Roma 10:9

Yohanes 3:16 berkata, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.". Ayat ini menunjukkan betapa Allah mengasihi manusia; Dia tidak menghendaki manusia mengalami kebinasaan kekal. Untuk itulah Ia membuka jalan keselamatan bagi manusia melalui Yesus Kristus. Allah menawarkan keselamatan dengan jalan yang mudah, sangat sederhana: mengakui dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (ayat 10 dari Roma 10).
Namun sayang, oleh karena gengsi dan keangkuhannya banyak manusia menolak keselamatan itu. Mereka tidak mau menerima dan mengakui Yesus sebagai Tuhan. Keselamatan yang diberikan Allah dengan cuma-cuma ditolak mentah-mentah. Lalu manusia berusaha mereka-reka jalan sendiri untuk mendapatkan keselamatan itu, padahal helas dikatakan bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Injil keselamatan telah diberitakan dengan berbagai cara ke seluruh penjuru dunia, namun orang masih mengeraskan hati dan segaja tidak mau mendengar! Mereka berpikir setelah mati semuanya berakhir, neraka dan sorga dianggapnya isapan jempol semata. Salah besar! Sorga neraka adalah realita yang harus dihadapi setiap orang setelah kematian. Pikirkan baik-baik sebelum terlambat! Keputusan saat ini menentukan 'tempat-tinggal' kita kelak. Jangan sampai pola pikir kita dibutakan ilah zaman ini!

"Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." Matius 10:32-33

Monday, August 24, 2009

Tinggalkanlah Semua Kejahatan

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2009 -

Baca: Roma 2:1-8

"tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." Roma 2:8

Sering kita lihat di televisi dan juga berita di surat kabar banyaknya demonstrasi di negara kita: tawuran antarsiswa, perselisihan antargolongan yang disertai baku hantam dan lainnya. Akhir-akhir ini sedikit masalah saja akan mudah menyulut emosi seseorang dan mengakibatkan permusuhan serta pemberontakan. Orang-orang tidak lagi tunduk dan menghormati otoritas, lebih suka melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan meskipun hal itu bertentangan dengan hukum. Ternyata ini tidaklah mengejutkan karena Alkitab sudah menyatakan bahwa kebanyakan orang "Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik," (2 Timotius 3:2b-3). Paulus mengatakan banyak orang tidak tahu berterima kasih. Meski sudah menerima banyak bantuan dan pertolongan mereka tidak mau mengungkapkan rasa terima kasih, sebaliknya malah mengharapkan lebih banyak lagi.
Kuatnya pengaruh dunia yang serba gemerlap ini membuat kekudusan menjadi suatu hal yang sangat langka dan sulit ditemukan dalam diri seseorang. Tetapi bagi kita yang menyebut Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat haruslah meninggalkan semua dosa dan membuangnya jauh-jauh! Bila kita menyebut diri pengikut Kristus tetapi masih dengan sengaj berbuat dosa berarti kita adalah orang-orang yang munafik! Dengan keras firmanNya berkata, "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (1 Yohanes 3:8a). Seseorang yang telah menundukkan dirinya sendiri kepada nafsu kedagingan dan tidak ingin keluar dari kondisi itulah yang disebut Tuhan berasal dari Iblis.
Ketika kita bermain-main dengan dosa, tinggal menunggu waktu saja sampai dosa itu menghanguskan kita sendiri. Dosa memang memberi kenikmatan tetapi hanya untuk sesaat. Dan bila kita membuka sedikit saja celah, dosa akan menghancurkan hidup kita. Itulah yang dikehendaki Iblis!

"Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani," Roma 2:9

Monday, August 17, 2009

Kemerdekaan Sejati

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2009 -

Baca: Yohanes 8:30-36

"Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36

Merdeka! Merdeka! Merdeka! Pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada negeri tercinta Indonesia. Hari in kita memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan negera kita yang ke 65. Merdeka berarti bebas; bebas menentukan nasib bangsa sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain, terlepas dari penjajahan bangsa asing. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengucap syukur kepada Tuhan, akrena tanpa pertolongan dan campur tanganNya mustahil kita bisa meraih dan menikmati kemerdekaan. Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita benar-benar menikmati kemerdekaan sejati? Secara lahiriah kita memang telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. namun dalam hal rohani, apakah kita sudah benar-benar merdeka atau masih berada dalam 'kolonialisme' yang lain?
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur, oleh pengorbanan Kristus di atas kayu salib kita beroleh pengampunan dosa dan "...dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18); kita tidak lagi menjadi hamba (budak) dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran. Jadi "...Kristus telah memerdekakan kita." (Galatia 5:1). Pengampunan dari Kristus ini merupakan kuasa yang memerdekakan kita secara menyeluruh, yang memungkinkan kita memiliki hidup berkemenangan dalam semua aspek hidup ini. Sayang, masih banyak orang Kristen terbelenggu dan diperbudak kuasa-kuasa lain, masih berada di bawah tipu daya iblis dan dunia ini: dikuasai roh dendam, sakit hati, kebencian, tamak akan uang, tradisi, okultisme dan lain-lain. Kita hidup tidak sebagaimana seharusnya dikehendaki Tuhan. Kita yang telah dimerdekakan Kristus dari kuasa dosa dimaksudkan agar mengisi kemerdekaan itu dengan kehidupan yang benar dan berkenan kepada tuhan, yang menghasilkan buah bagi kemuliaan namaNya. Namun kemerdekaan itu justru kita salah gunakan sebagai kesempatan melakukan dosa.
Ingatlah satu hal ini: kemerdekaan dari Kristus bukan sekedar melepaskan kita dari dosa, tetapi untuk memulihkan tujuan semua Allah menciptakan kita yaitu supaya kita hidup dalam kebenaran sehingga menjadi serupa dan segambar dengan Dia.

Tinggal dalam kebenaranNya itulah yang memerdekakan kita dari segala belenggu!

Thursday, August 6, 2009

Tidak Mau Bayar Harga

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2009 -

Baca: Matius 8:18-22

"Yesus berkata kepadanya: 'Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.' " Matius 18:20

Bila berbicara tentang upah dan berkat, setiap anak Tuhan pasti akan merespon dengan semangat dan antusias yang tinggi. Namun bila ada pertanyaan siapa yang mau menderita untuk Kristus, jawabnya pasti pikir-pikir dulu, kalau bisa lari dan menghindar saja dari penderitaan. namun inilah syarat utama untuk mengikut Yesus!
Harga untuk menjadi muridNya mengacu kepada harga yang harus kita bayar untuk melayani Tuhan. Seringkali hari-hari kita dipenuhi keluh kesah, sungut dan ketidakpuasan mengikut Tuhan. Menghadapi masalah atau ujian sedikit saja kita langsung ogah-ogahan dan beribadah asal saja, padahal upah melayani Tuhan jauh melebihi harganya yang kita bayar. "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Dia memberkati kita dengan kebenaran, damai sejahtera, sukacita, kemenangan dan kehidupan kekal. Namun jalan terbaik memiliki hidup yang diberkati adalah dengan melakukan apa yang Yesus katakan, berapa pun harganya, karena Dia datang untuk memberi kita hidup yang berkelimpahan (baca Yohanes 10:10). Sayang, banyak di antara kita belum memiliki penyerahan hidup secara total kepada Tuhan. Kita hanya mengingini berkatNya saja tetapi tidak mau membayar harga karena kita lebih mencintai dunia ini dan tidak mau melepaskannya. Tuhan tidak ingin kita sekedar pengikutNya saja atau sekedar menjadi pendengar firman.
Bila kita memutuskan menjadi muridNya, kita juga harus memiliki komitmen untuk mentaati perintah-perintah Yesus setiap hari. "Jika kamu tetapi dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu" (Yohanes 8:31). Sesungguhnya melakukan perintah Tuhan bukanlah suatu beban yang berat. "Sebab Kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan." (Matius 11:30). Namun banyak orang menolak kuk itu, bahkan kehadiran Tuhan Yesus pun tidak diinginkannya.

Jika meninggalkan Tuhan demi mempertahankan sesuatu, kita akan kehilangan segala sesuatunya; keputusan ada pada kita. Maukah kita kehilangan segalanya?

Monday, August 3, 2009

Ketaatan Yesus

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2009 -

Baca: Yohanes 5:24-40

"sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." Yohanes 5:30

Sebagaimana dibahas dalam renungan beberapa waktu yang lalu, ketaatan kepada Kritus adalah satu-satunya jalan bagi murid-muridNya untuk belajar lebih banyak tentang kebenaran. Yesus tidak menghendaki muridNya mengikuti apa yang mereka anggap tidak benar, karena tidak seorang pun mau mengikut Kristus bila mereka sendiri tidak yakin akan kebenaranNya. Yesus berkata, "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku. Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri. Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya." (Yohanes 7:16-18).
Untuk membuktikan bahwa seseorang mengasihi Tuhan adalah melalui ketaatannya. Ajaran inilah yang ditekankan Yesus kepada murid-muridNya pada malam menjelang kematianNya saat mereka berkumpul bersamaNya. Yesus berkata, "Jikalau kami mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu." (Yohanes 14:15). Perihal ketaatan ini Yesus tidak hanya bicara tetapi telah meninggalkan satu teladan hidup. Ketaatan yang mutlak kepada kehendak Bapa adalah prinsip yang menguasai seluruh kehidupan Yesus. Dalam sifat kemanusiaanNya Yesus tidak pernah menentang kehendak Bapa sehingga hidupNya dipakai Bapa sepenuhnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan Bapa. Salib merupakan puncak kemenangan dari ketaatan Yesus melakukan kehendak Bapa; ketaatan total tanpa kompromi, bahkan sampai pada kematianNya.
Sebagaimana Yesus dengan segenap hidupNya melakukan kehendak Bapa, demikian pula seharusnya kita hidup taat kepadaNya. Inilah syarat yang tidak bisa ditawar sedikit pun untuk menjadi muridNya, sekalipun ini berarti kita harus meninggalkan segala sesuatu yang kita cintai, karena tanpa ketaatan hidup kita tidak dikenan Tuhan.

"MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya." Yohanes 4:34

Tuesday, July 28, 2009

Arti Sahabat (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2009 -

Baca: Amsal 18:1-24

"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Amsal 18:24

Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan seorang sahabat yang "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sahabat yang menjadi saudara adalah orang yang mau berkorban untuk sahabatnya, bukan mengorbankan sahabatnya. Sahabat yang mau berkorban itu tidak mencari keuntungan sendiri (dalam istilah Jawa disebut 'tambal butuh'). Ketika sahabatnya terjebak dalam kesukaran hebat, ia mau menerobos kesukaran itu guna menolong sahabatnya.
Salomo dalam amsalnya berkata, "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." Kata saudara berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti satu perut. Jadi, saudara itu pada hakikatnya adalah yang lahir dari perut atau kandungan yang sama, sehingga jalinan kekeluargaan tercermin dalam makna persaudaraan karena kelahiran. Dan sungguh tak bisa kita bayangkan betapa eratnya hubungan seorang persahabatan yang lebih karib dari pada seorang saudara itu.
Tuhan Yesus telah memberikan teladan bahwa diriNya adalah figur seorang sahabat yang sejati. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13) dan ini telah dibuktikan melalui kematianNya di atas kayu salib. Persahabatan yang didasari oleh kasih Kristus itu akan melebihi tali persaudaraan atau kekerabatan, karena hubungan yang dibangun bukan atas kepentingan untung-rugi, melainkan karena mengasihi sebagai diri sendiri. Namun ada juga persahabatan yang terjalin hanya karena keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Persahabatan yang demikian tidak akan langgeng, akan putus apabila tidak menguntungkan. Seorang sahabat jenis ini akan begitu ramah dan baik kepada kita saat ia memerlukan sesuatu dari kita. Sebaliknya, bila kita tidak lagi mampu mendatangkan sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya, ia akan secepat kilat meninggalkan kita seperti tertulis: "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Hal ini juga dialami oleh Ayub, sahabat-sahabatnya beranjak menjauh dan mencemoohnya saat dia sedang terpuruk.

Jadikan Tuhan Yesus sebagai teladan dalam membangun sebuah persahabatan!

Friday, July 17, 2009

Mengundurkan Diri

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2009 -

Baca: Yohanes 6:60-71

"Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia." Yohanes 6:66

Untuk menjadi murid-murid Yesus tidak diperlukan orang yang cerdas, berpendidikan tinggi atau pun kaya, asal ia setia. Inilah sifat yang menjadi tanda pengenal bagi murid Yesus yaitu kesetiaan. Awalnya para murid hanya diminta mengikutiNya dan tampaknya hal itu sangat mudah. Namun seiring waktu, ternyata hidup sebagai murid Yesus itu bukan berarti hanya menerima janji Kristus, melainkan dituntut penyerahan diri secara total, tanpa syarat dan tanpa kompromi. "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Lukas 16:13).
Bila kita telah berkomitmen untuk menjadi murid Yesus, maka dosa harus ditinggalkan seluruhnya. Semua pemikiran dan kebiasan hidup lama harus dibuang dan diselaraskan dengan kehendak Tuhan. Tidak seorang pun dapat begitu saja mengikut Yesus tanpa melepaskan ikatan duniawi. Tuntuan ini sungguh cukup berat, sehingga tidak banyak orang yang mengikut Dia dapat melakukannya. Mereka mau mengikut Yesus dengan syarat: Dia memberi roti dan ikat, berkat dan kesembuhan. Ada juga yang mau mengikut Yesus seenaknya sendiri yaitu minta ijin menguburkan ayahnya dulu (baca Matius 8:21). Akan tetapi saat Yesus berbicara tentang penyangkalan diri dan memikul salib, banyak orang yang akhirnya mengundurkan diri, tidak mau lagi mengikut Yesus seperti yang dikatakan murid-muridnya, "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Ayat 60 dari Yohanes 6).
Oleh karena itu seorang calon murid Yesus harus membuat perhitungan masak-masak, karena ia akan dihadapkan pada banyak ujian, tantangan dan ada harga yang harus di bayar. Tidaklah mengherankan bila orang-orang yang mengikut Yesus semakin hari semakin berkurang, lalu Tuhan Yesus berpaling kepada keduabelas muridNya dan bertanya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67 dari Yohanes 6).

"Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:33

Tuesday, July 14, 2009

Kemalasan Dan Akibatnya

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2009 -

Baca: Amsal 26:13-16

"Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." Amsal 26:14

Kesuksesan senantiasa hinggap dalam diri orang yang mau bekerja keras. Orang-orang hebat yang ada di dunia ini adalah tipe orang yang rajin dan pekerja keras. Kesuksesan yang diraihnya adalah akibat dari ketekunan dan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, bukan datang 'seperti durian runtuh', tetapi melalui proses yang panjang. Tidak ada dalam kamus hidupnya berpangku tangan sepanjang hari. Contohnya adalah seorang atlit, ia tidak akan mampu meraih prestasi yang tinggi tanpa ada kedisiplinan atau latihan yang keras. Beda halnya bila orang itu malas dan tidak mau bekerja keras, sudah bisa dipastikan semua yang diimpikan atau cita-citakan mustahil terwujud, tetapi angan-angan belaka, ibarat 'menegakkan benang basah'. Jadi "Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (Amsal 21:25).
Tuhan sangat tidak suka terhadap orang-orang Kristen yang bermalas-malasan dan tidak mau bekerja, karena "Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Malas adalah sahabat kemiskinan dan kekurangan; kemalasan juga akan menjauhkan kita dari berkat-berkat Tuhan. bagaimana kita bisa menikmati dan meraih janji Tuhan bila kita sendiri malas untuk melayani Tuhan, malas berdoa, malas baca Alkitab? Seorang pemalas biasanya suka sekali menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan pada waktu itu; suka meremehkan tugas dan sangat lamban dalam menyelesaikan apa saja yang dipercayakan kepadanya. Bila kita menangkap gejala-gejala demikian, kita harus segera berbenah diri supaya tidak berlarut-larut dan menjadi kebiasaan hidup.
Penulis Amsal juga sangat geram melihat orang malas sehingga dengan keras menegur, "Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata." (Amsal 6:9-11).

Seorang pemalas enggan untuk membajak dan bekerja, akibatnya ia pun tidak akan menuai apa-apa ketika musim tuai itu tiba.

Sunday, July 12, 2009

Mengasihi Petobat Baru

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2009 -

Baca: Lukas 15:11-32

"Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku." Lukas 15:29

Dari ayat nats yang kita baca terlihat adanya sifat iri hati di antara dua bersaudara. Anak sulung merasa iri hati terhadap perlakuan istimewa yang ditunjukkan bapa terhadap adiknya yang baru pulang dari pengembaraannya setelah menghabiskan harta untuk berfoya-foya, bahkan "...memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur," (ayat 29), di mana setelah semuanya habis ia menyesali semua perbuatannya dan kembali ke rumah bapa. Yang mengejutkan si sulung adalah bapanya justru menyambut dengan sukacita, bahkan menyembelih anak lembu tambun dan menggelar pesta untuknya sebagai ungkapan rasa syukur karena telah mendapatkan anaknya yang hilang itu kembali.
Sebagaimana Bapa di sorga bersukacita atas pertobatan orang yang berdosa, seperti tertulis "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7), demikian juga kita seharusnya bersukacita bila ada saudara kita yang jatuh dalam dosa kembali bertobat. Perkataan Yesus ini sungguh sangat mengena karena zaman sekarang ini banyak orang merasa dirinya benar sehingga tidak perlu bertobat dan tidak memerlukan Yesus lagi dalam hidupnya. Juga sering dijumpai orang-orang Kristen yang bersikap 'tidak suka', mentertawakan dan memusuhi bila ada saudara seiman yang telah lama tenggelam dalam dosa, berbalik dan bertobat; dosa lama mereka masih diungkit-ungkit dan berharap Tuhan mendatangkan hukuman terlebih dahulu kepada mereka. Begitu juga maksud di sulung itu agar bapanya memberi hajaran kepada adiknya, dengan demikian adiknya dapat merasakan derita akibat perbuatannya yang salah itu.
Kita tidak punya hak dan wewenang menghakimi! Mari, teladanilah sikap Yesus yang dengan kasihNya menerima orang berdosa yang mau bertobat.

Yesus berkata, "...dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang." Yohanes 6:37b

Monday, July 6, 2009

Setia dan Tidak Bercela

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2009 -


"Mereka (pengikutNya yang ditebusNya) adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi." Wahyu 14:4b

Pada kedatanganNya kelak kali yang kedua, Kristus datang sebagai mempelai pria untuk menjemput mempelai wanita. Anak-anak Tuhan (gerejaNya) adalah calon mempelai-mempelaiNya. Yang layak menjadi mempelaiNya adalah mereka yang hidupnya benar dan tidak bercacat cela, seperti yang ditulis Rasul Yohanes: "Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." (Wahyu 14:4-5).

Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Anak Domba, kita harus setia mengikutiNya ke mana saja Ia pergi. Seperti Rut yang setia mengikuti Naomi (mertuanya) dan berkata "...sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;" (Rut 1:16b). Begitulah seharusnya kita, setia mengiring Kristus sampai akhir hidup. Sebagia mempelaiNya kita harus selalu menjaga kekudusan dan senantiasa bersekutu dengan Dia, menyatukan hati, jiwa dan roh. Seperti Yesus yang selalu intim dengan Bapa dan memisahkan diri dari segala kesibukan untuk memandang wajahNya dan mendengar suaraNya. Alkitab mencatat, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35).

Sesibuk apa pun tidak ada alasan untuk tidak bersekutu dan membangun kekariban dengan Tuhan. Itulah kunci utama! Apalagi bagi pelayan tuhan, tanpa keintiman denganNya, pelayanan kita tidak lebih dari sekedar rutinitas belaka, tiada lagi urapan seperti yang dialami jemaat di Sardis, sehingga Tuhan menegurnya dengan keras, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!" (Wahyu 3:1).

Hanya yang setia dan tidak hidup bercela yang akan menjadi mempelai Kristus!

Thursday, July 2, 2009

Kasih Sejati Disertai Perbuatan (2)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2009 -


"Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Matius 22:40

Siapakah yang harus kita kasihi?
1. Tuhan. FirmanNya dengan tegas mengatakan "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." (ayat 37). Kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaan kita; Ia harus menjadi prioritas Tuhan dengan segenap keberadaan kita; Ia harus menjadi prioritas lebih dari segala yang ada. Untuk membuktikan bahwa kita mengasihi Tuhan tidak cukup hanya beribadah setiap Minggu, hadir di persekutuan dan memberikan korban persembahan. Bukti utama kita mengasihi Tuhan adalah melakukan perintah-perintahNya dan hidup dalam ketaatan. "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu." (Yohanes 14:15). Mengasihi Tuhan berarti menjadi pelaku firman dan hidup dalam pertobatan. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6).
2. Sesama. Yesus berkata, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (ayat 39 dari Matius 22). Bila kita menyebut diri orang Kristen, kita harus mengasihi saudara yang lain dengan tindakan nyata, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:17-18). Sering dijumpai orang Kristen bersikap cuek dan tidak peduli terhadap orang-orang sekitar yang hidup dalam kekurangan, bahkan sengaja menjaga jarak takut diganggu.
3. Musuh. Kita diperintahkan mengasihi musuh? Orang yang telah menyakiti dan melukai hati kita? Orang yang membuat kita menderita? Yang benar saja? Nah, itulah bedanya kekristenan dengan kepercayaan lain! "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Lukas 6:27-28). Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melakukannya.

Berbicara tentang kasih tidaklah cukup, yang perlu adalah kasih dalam tindakan!

Wednesday, July 1, 2009

Kasih Sejati Disertai Perbuatan (1)

- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2009 -


"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13-34

Begitu pentingkah kasih bagi orang percaya, sehingga tak henti-hentinya kita perlu dan selalu diingatkan perihal kasih ini? Yesus memberikan perintah agar kita saling mengasihi seperti Dia yang telah lebih dulu mengasihi kita. Namun banyak orang berkata, "Aku akan mengasihi kamu jika kamu mengasihiku." Itulah prinsip kasih dunia: pengorbanan yang bersyarat. Kasih semacam itu bukanlah kasih sejati: "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Kasih pada hakekatnya adalah untuk diberikan. Kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi atau berbuat sesuatu. Allah telah memberiktan bukti nyata bagaimana Dia mengasihi kita. "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:10-11). Ini menunjukkan bukan kita yang mengasihi Allah, namun Allah yang telah mengasihi kita. Bukti lain bahwa Allah sangat mengasihi manusia ialah telah diciptakanNya terlebih dahulu dunia ini dan segala isinya: terang, gelap, cakrawala, langit, bumi, binatang, tumbuhan, barulah Dia menciptakan manusia, sehingga manusia dapat menggunakan dan menikmati segala fasilitas yang disediakanNya.
Jadi kasih itu dari Allah kepada manusia. Artinya kita menerima kasihNya terlebih dahulu baru kemudian kita mengasihi, Allah sebagai pemberi dan kita adalah penerima; inilah prinsip utama kasih. Jadi kekristenan adalah kasih. Semua aktivitas rohani yang kita lakukan harus berpusatkan pada kasih. Tanpa kasih semuanya sia-sia!

Seperti kata Paulus, "...jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna...sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku" (baca 1 Korintus 13:1-3)