Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2017
Baca: Mazmur 121:1-8
Hari-hari yang sedang kita jalani adalah hari-hari yang sangat berat dan jahat. Wajarlah bila semua orang mengeluhkan hal ini. Terus mengeluh takkan memberi solusi, karena selama kita masih bernafas kita takkan pernah bisa menghindar dari masalah, kesukaran, kesulitan atau penderitaan yang bisa datang silih berganti tanpa permisi, tanpa memandang usia atau status sosial. Belum lagi marabahaya, ancaman, bencana, yang juga sewaktu-waktu dapat terjadi tanpa bisa diduga dan diprediksi. Di tengah hantaman badai persoalan banyak sekali orang berusaha mencari cara agar dapat terlepas dari masalah, mencari pertolongan ke sana ke mari, dan tidak sedikit yang tergiur dengan tawaran-tawaran yang dunia sodorkan. Bukannya jalan keluar yang didapatkan, tapi justru mereka terjebak dalam lubang yang semakin dalam.
Sebagai orang percaya kita patut berhati-hati dan selektif dalam hal ini, jangan karena kondisi terdesak lalu kita menempuh jalan pintas dan menghalalkan segala cara, tidak peduli cara dan jalan itu menyimpang jauh dari firman Tuhan, di mana tujuannya satu, yaitu mendapatkan pertolongan secara instan. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang
mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu
banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi
tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari
TUHAN." (Yesaya 31:1). Alkitab menyatakan bahwa celaka orang yang mencari pertolongan di luar Tuhan, dan bahkan dikatakan terkutuk orang yang mengandalkan manusia (baca Yeremia 17:5).
Tuhan mau kita senantiasa mengandalkan-Nya dan menati-nanti pertolongan-Nya. Seringkali masa menunggu jawaban Tuhan adalah masa yang rawan terhadap berbagai jalan keluar yang ditawarkan dunia. Apa pun keadaannya kita harus tetap berharap kepada pertolongan dari Tuhan saja, "...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
"TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia." Ratapan 3:25
Friday, June 16, 2017
Thursday, June 15, 2017
LIDAH KITA: Pena Pewarna Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2017
Baca: Mazmur 45:1-6
"Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir." Mazmur 45:2
Yakobus dalam suratnya menulis: "...kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi." (Yakobus 3:4). Begitu juga kehidupan manusia, betapa pun besarnya perkara yang harus dihadapi, sesungguhnya hidup manusia itu dikendalikan oleh lidahnya sendiri: "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." (Yakobus 3:5).
Di zaman sekarang ini banyak kasus terjadi: perselisihan, permusuhan, tindak pidana, sebagai akibat dari kesalahan orang dalam memfungsikan lidah atau kecerobohannya dalam berkata-kata. Alkitab sudah mengingatkan: "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Karena itu kita harus berhati-hati, sebab dengan lidah kita dapat memberkati orang lain, tetapi dengan lidah yang sama kita juga bisa mengutukinya. Dengan lidah kita dapat membuat orang lain bersukacita, tetapi dengan lidah itu pula kita dapat membuat orang lain berdukacita. Melalui lidah kita dapat membangun, tapi juga dapat menghancurkan orang lain. Jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal yang negatif, itu sama artinya kita sedang mempersulit langkah hidup kita sendiri menuju masa depan. Sebaliknya jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal-hal yang positif maka perjalanan hidup kita pun akan mengarah kepada hal-hal yang positif pula.
Pemazmur menyatakan bahwa lidah kita itu laksana pena yang sedang melukis dan mewarnai hidup seseorang: berwarna putih, biru, cerah, buram, atau hitam pekat. Sesungguhnya Tuhan telah merancang masa depan yang baik bagi kehidupan anak-anak-Nya (baca Yeremia 29:11), namun tanpa sadar rancangan Tuhan itu kita rusak dengan perkataan kita sendiri. Rasul Petrus menulis: "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." (1 Petrus 3:10).
"Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." Yakobus 1:26
Baca: Mazmur 45:1-6
"Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir." Mazmur 45:2
Yakobus dalam suratnya menulis: "...kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi." (Yakobus 3:4). Begitu juga kehidupan manusia, betapa pun besarnya perkara yang harus dihadapi, sesungguhnya hidup manusia itu dikendalikan oleh lidahnya sendiri: "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." (Yakobus 3:5).
Di zaman sekarang ini banyak kasus terjadi: perselisihan, permusuhan, tindak pidana, sebagai akibat dari kesalahan orang dalam memfungsikan lidah atau kecerobohannya dalam berkata-kata. Alkitab sudah mengingatkan: "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Karena itu kita harus berhati-hati, sebab dengan lidah kita dapat memberkati orang lain, tetapi dengan lidah yang sama kita juga bisa mengutukinya. Dengan lidah kita dapat membuat orang lain bersukacita, tetapi dengan lidah itu pula kita dapat membuat orang lain berdukacita. Melalui lidah kita dapat membangun, tapi juga dapat menghancurkan orang lain. Jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal yang negatif, itu sama artinya kita sedang mempersulit langkah hidup kita sendiri menuju masa depan. Sebaliknya jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal-hal yang positif maka perjalanan hidup kita pun akan mengarah kepada hal-hal yang positif pula.
Pemazmur menyatakan bahwa lidah kita itu laksana pena yang sedang melukis dan mewarnai hidup seseorang: berwarna putih, biru, cerah, buram, atau hitam pekat. Sesungguhnya Tuhan telah merancang masa depan yang baik bagi kehidupan anak-anak-Nya (baca Yeremia 29:11), namun tanpa sadar rancangan Tuhan itu kita rusak dengan perkataan kita sendiri. Rasul Petrus menulis: "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." (1 Petrus 3:10).
"Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." Yakobus 1:26
Wednesday, June 14, 2017
KEMENANGAN ORANG BENAR: Berasal Dari Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2017
Baca: Roma 8:31-39
"Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" Roma 8:31
Kemenangan Kristus di atas kayu salib adalah berita buruk bagi si Iblis, tapi merupakan berita sukacita bagi kita orang percaya. "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? ...syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:54, 55, 57). Kini, belenggu dosa dan akibatnya, telah dipatahkan.
Kemenangan orang percaya tidak ditentukan oleh berapa lama ia menjadi orang Kristen, atau seberapa aktif ia terlibat dalam pelayanan di gereja; tapi kemenangan sepenuhnya ditentukan oleh faktor iman, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). Berbicara tentang iman tak lepas dari apa yang disebut ketaatan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Asal kita hidup taat maka tak ada yang perlu ditakutkan! Sebab kemenangan kita bukan tergantung keadaan yang ada di sekeliling, tetapi tergantung seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan, karena Tuhanlah yang membawa kita kepada jalan kemenangan. "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (ayat nas). Kata lawan bisa berbicara tentang masalah, kesulitan, penderitaan, atau orang-orang yang merancang kejahatan terhadap kita.
Mengapa masih banyak orang Kristen yang hidup dalam kekalahan? Karena mereka tidak memahami benar siapa dirinya di dalam Tuhan. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan (Roma 8:33). Artinya kita ini sangat berharga dan istimewa di mata Tuhan. Pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Mazmur 65:5).
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Baca: Roma 8:31-39
"Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" Roma 8:31
Kemenangan Kristus di atas kayu salib adalah berita buruk bagi si Iblis, tapi merupakan berita sukacita bagi kita orang percaya. "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? ...syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Korintus 15:54, 55, 57). Kini, belenggu dosa dan akibatnya, telah dipatahkan.
Kemenangan orang percaya tidak ditentukan oleh berapa lama ia menjadi orang Kristen, atau seberapa aktif ia terlibat dalam pelayanan di gereja; tapi kemenangan sepenuhnya ditentukan oleh faktor iman, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). Berbicara tentang iman tak lepas dari apa yang disebut ketaatan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Asal kita hidup taat maka tak ada yang perlu ditakutkan! Sebab kemenangan kita bukan tergantung keadaan yang ada di sekeliling, tetapi tergantung seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan, karena Tuhanlah yang membawa kita kepada jalan kemenangan. "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (ayat nas). Kata lawan bisa berbicara tentang masalah, kesulitan, penderitaan, atau orang-orang yang merancang kejahatan terhadap kita.
Mengapa masih banyak orang Kristen yang hidup dalam kekalahan? Karena mereka tidak memahami benar siapa dirinya di dalam Tuhan. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan (Roma 8:33). Artinya kita ini sangat berharga dan istimewa di mata Tuhan. Pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Mazmur 65:5).
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Tuesday, June 13, 2017
KEMENANGAN ORANG BENAR: Berasal Dari Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2017
Baca: Mazmur 44:1-9
"Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami, dan orang-orang yang membenci kami Kauberi malu." Mazmur 44:7-8
Serena Williams adalah seorang Afro-Amerika yang lahir 26 September 1981 di Saginaw, Michigan, Amerika Serikat. Ia adalah salah satu petenis puteri terhebat di muka bumi ini. Di bulan Januari 2017 lalu Serena baru saja mengukir sejarah baru yaitu merebut gelar grandslam-nya yang ke-23 di Australia Open 2017 setelah mengalahkan Venus Williams (kakak kandungnya) dalam partai all Williams final dengan skor 6-4 6-4. Ini berarti Serena berhasil melewati rekor sang legenda tenis asal Jerman, Steffie Graff, yang mengkoleksi 22 gelar grandslam di sepanjang karirnya. Luar biasa!
Meraih kemenangannya adalah impian setiap olahragawan yang biasanya memiliki semboyan vini vidi vici, yang berasal dari bahasa Latin klasik veni, vidi, vici yang artinya: saya datang, saya melihat, saya menaklukkan (menang). Awalnya kata-kata ini digunakan dalam pesan Julius Caesar, seorang jenderal dan konsul Romawi pada tahun 47 SM yang disampaikan pada senat Romawi, di mana kata-kata ini menggambarkan kemenangannya dalam pertempuran Zela atas Pharnaces II dari Pontus. Tak satu pun olahragawan yang mau mengalami kekalahan dalam setiap kejuaraan yang diikutinya, karena setiap kemenangan selalu mendatangkan kebanggaan tersendiri atau prestise, apalagi kemenangan itu diraih dalam kejuaraan yang bertaraf internasional.
Dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan dan liku-liku ini setiap orang pasti berharap mampu melewati hari-hari dengan sebuah kemenangan. Bagi orang percaya hidup berkemenangan bukanlah sekedar impian atau isapan jempol belaka, melainkan sebuah janji yang pasti dari Tuhan: "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan telah membuka jalan kemenangan bagi umat-Nya melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib, yang oleh-Nya kita dibebaskan dari kutuk dosa dan diselamatkan. Orang percaya bukan lagi menjadi orang-orang yang kalah, melainkan umat pemenang!
Kemenangan orang percaya adalah kemenangan yang bersumber dari Tuhan, ketika memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya!
Baca: Mazmur 44:1-9
"Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami, dan orang-orang yang membenci kami Kauberi malu." Mazmur 44:7-8
Serena Williams adalah seorang Afro-Amerika yang lahir 26 September 1981 di Saginaw, Michigan, Amerika Serikat. Ia adalah salah satu petenis puteri terhebat di muka bumi ini. Di bulan Januari 2017 lalu Serena baru saja mengukir sejarah baru yaitu merebut gelar grandslam-nya yang ke-23 di Australia Open 2017 setelah mengalahkan Venus Williams (kakak kandungnya) dalam partai all Williams final dengan skor 6-4 6-4. Ini berarti Serena berhasil melewati rekor sang legenda tenis asal Jerman, Steffie Graff, yang mengkoleksi 22 gelar grandslam di sepanjang karirnya. Luar biasa!
Meraih kemenangannya adalah impian setiap olahragawan yang biasanya memiliki semboyan vini vidi vici, yang berasal dari bahasa Latin klasik veni, vidi, vici yang artinya: saya datang, saya melihat, saya menaklukkan (menang). Awalnya kata-kata ini digunakan dalam pesan Julius Caesar, seorang jenderal dan konsul Romawi pada tahun 47 SM yang disampaikan pada senat Romawi, di mana kata-kata ini menggambarkan kemenangannya dalam pertempuran Zela atas Pharnaces II dari Pontus. Tak satu pun olahragawan yang mau mengalami kekalahan dalam setiap kejuaraan yang diikutinya, karena setiap kemenangan selalu mendatangkan kebanggaan tersendiri atau prestise, apalagi kemenangan itu diraih dalam kejuaraan yang bertaraf internasional.
Dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan dan liku-liku ini setiap orang pasti berharap mampu melewati hari-hari dengan sebuah kemenangan. Bagi orang percaya hidup berkemenangan bukanlah sekedar impian atau isapan jempol belaka, melainkan sebuah janji yang pasti dari Tuhan: "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan telah membuka jalan kemenangan bagi umat-Nya melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib, yang oleh-Nya kita dibebaskan dari kutuk dosa dan diselamatkan. Orang percaya bukan lagi menjadi orang-orang yang kalah, melainkan umat pemenang!
Kemenangan orang percaya adalah kemenangan yang bersumber dari Tuhan, ketika memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya!
Monday, June 12, 2017
JANGAN BIMBANG TERHADAP JANJI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2017
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Seringkali keadaan atau situasi di sekitar mempengaruhi sikap dan reaksi kita terhadap janji Tuhan, karena ketika kita sedang menantikan janji Tuhan acapkali keadaan justru tidak menjadi baik, malah terkadang tampak semakin buruk. Akhirnya kita menjadi bimbang dan ragu akan kepastian janji Tuhan. Sementara kita melihat orang lain yang tidak hidup sungguh-sungguh di dalam Tuhan sepertinya lebih mujur dan mendapatkan segala yang diinginkan. Dalam keadaan seperti ini tidak jarang dari kita mulai undur dari Tuhan.
Perjalanan iman Kristen adalah sebuah proses! Proses adalah berkenaan dengan waktu, butuh kesabaran, kesetiaan dan ketekunan. Proses ini bertujuan untuk melatih, menguatkan dan menguji iman kita. Orang percaya yang mampu melewati proses ini akan tampil sebagai pribadi yang berkualitas, mampu bertahan di tengah goncangan, tidak terombang-ambing oleh keadaan yang tidak menentu, membuat kita tetap fokus dalam menanti janji Tuhan, dan tetap memiliki keyakinan seperti Abraham bahwa "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21). Bagaimana dengan Saudara? Walaupun keadaan yang Saudara alami sedang buruk dan sepertinya tidak ada perubahan, jangan pernah kecewa, putus asa, atau menyalahkan Tuhan dan berpikir bahwa Ia lupa dengan janji-janji-Nya. Tuhan tidak pernah lupa dengan apa yang dijanjikan-Nya, "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Pemazmur mengingatkan bahwa janji Tuhan adalah janji yang murni dan sangat teruji! Karena itu singkirkan kebimbangan di hati, sebab orang yang selalu bimbang atau mempunyai hati yang bercabang tak mungkin mendapatkan apa-apa dari Tuhan (baca Yakobus 1:6-8).
Milikilah keyakinan akan kuasa Tuhan! "Oleh perjalananmu yang jauh engkau sudah letih lesu, tetapi engkau tidak berkata: 'Tidak ada harapan!' Engkau mendapat kekuatan yang baru, dan sebab itu engkau tidak menjadi lemah." (Yesaya 57:10).
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Baca: Mazmur 12:1-9
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." Mazmur 12:7
Seringkali keadaan atau situasi di sekitar mempengaruhi sikap dan reaksi kita terhadap janji Tuhan, karena ketika kita sedang menantikan janji Tuhan acapkali keadaan justru tidak menjadi baik, malah terkadang tampak semakin buruk. Akhirnya kita menjadi bimbang dan ragu akan kepastian janji Tuhan. Sementara kita melihat orang lain yang tidak hidup sungguh-sungguh di dalam Tuhan sepertinya lebih mujur dan mendapatkan segala yang diinginkan. Dalam keadaan seperti ini tidak jarang dari kita mulai undur dari Tuhan.
Perjalanan iman Kristen adalah sebuah proses! Proses adalah berkenaan dengan waktu, butuh kesabaran, kesetiaan dan ketekunan. Proses ini bertujuan untuk melatih, menguatkan dan menguji iman kita. Orang percaya yang mampu melewati proses ini akan tampil sebagai pribadi yang berkualitas, mampu bertahan di tengah goncangan, tidak terombang-ambing oleh keadaan yang tidak menentu, membuat kita tetap fokus dalam menanti janji Tuhan, dan tetap memiliki keyakinan seperti Abraham bahwa "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21). Bagaimana dengan Saudara? Walaupun keadaan yang Saudara alami sedang buruk dan sepertinya tidak ada perubahan, jangan pernah kecewa, putus asa, atau menyalahkan Tuhan dan berpikir bahwa Ia lupa dengan janji-janji-Nya. Tuhan tidak pernah lupa dengan apa yang dijanjikan-Nya, "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Pemazmur mengingatkan bahwa janji Tuhan adalah janji yang murni dan sangat teruji! Karena itu singkirkan kebimbangan di hati, sebab orang yang selalu bimbang atau mempunyai hati yang bercabang tak mungkin mendapatkan apa-apa dari Tuhan (baca Yakobus 1:6-8).
Milikilah keyakinan akan kuasa Tuhan! "Oleh perjalananmu yang jauh engkau sudah letih lesu, tetapi engkau tidak berkata: 'Tidak ada harapan!' Engkau mendapat kekuatan yang baru, dan sebab itu engkau tidak menjadi lemah." (Yesaya 57:10).
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Sunday, June 11, 2017
JANGAN BIMBANG TERHADAP JANJI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2017
Baca: Roma 4:1-25
"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," Roma 4:20
Kebimbangan adalah salah satu panah yang Iblis lepaskan ke arah setiap orang percaya selain ketakutan, kekuatiran dan sebagainya. Iblis mau supaya manusia tidak lagi percaya dan beriman kepada Tuhan dan firman-Nya, melainkan percaya kepada dustanya. Jelas sekali bahwa kebimbangan adalah musuh dari iman. Selama kebimbangan menguasai hati dan pikiran seseorang mustahil ia mempercayai janji Tuhan yang tertulis di Alkitab. Secara fisik mungkin saja seseorang berada di ruang ibadah dan mendengarkan firman Tuhan, tetapi sesungguhnya firman tersebut tidak lagi mendapat tempat di hati dan pikirannya.
Secara manusia Abraham punya alasan menjadi bimbang ketika Tuhan berkata, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar,..." (Kejadian 12:2), dan "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya... Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5), sebab ketika mendengar janji Tuhan tersebut usianya tidak lagi muda alias sudah tua, dan isterinya (Sara) juga sudah menopause, yang secara ilmu kedokteran sudah mustahil untuk memiliki keturunan. Bagaimana respons Abraham ketika mendengar hal itu? "...percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Bahkan Sara sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tentang hal itu, tetapi pada akhirnya mereka melihat janji Tuhan tersebut digenapi. "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya." (Kejadian 21:2).
Penantian yang dijalani Abraham bukanlah penantian yang singkat, namun butuh waktu yang cukup lama. Kita tahu bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat membosankan! Belum lagi kondisi fisiknya yang sudah menua dan melemah. Sesungguhnya Abraham punya alasan untuk berhenti berharap, namun ia tetap memegang teguh janji Tuhan dan percaya Tuhan sanggup melakukan segala perkara dan tidak ada rencana-Nya yang gagal (baca Ayub 42:2), termasuk dalam hal memberi keturunan.
"Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" Kejadian 18:14a
Baca: Roma 4:1-25
"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," Roma 4:20
Kebimbangan adalah salah satu panah yang Iblis lepaskan ke arah setiap orang percaya selain ketakutan, kekuatiran dan sebagainya. Iblis mau supaya manusia tidak lagi percaya dan beriman kepada Tuhan dan firman-Nya, melainkan percaya kepada dustanya. Jelas sekali bahwa kebimbangan adalah musuh dari iman. Selama kebimbangan menguasai hati dan pikiran seseorang mustahil ia mempercayai janji Tuhan yang tertulis di Alkitab. Secara fisik mungkin saja seseorang berada di ruang ibadah dan mendengarkan firman Tuhan, tetapi sesungguhnya firman tersebut tidak lagi mendapat tempat di hati dan pikirannya.
Secara manusia Abraham punya alasan menjadi bimbang ketika Tuhan berkata, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar,..." (Kejadian 12:2), dan "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya... Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5), sebab ketika mendengar janji Tuhan tersebut usianya tidak lagi muda alias sudah tua, dan isterinya (Sara) juga sudah menopause, yang secara ilmu kedokteran sudah mustahil untuk memiliki keturunan. Bagaimana respons Abraham ketika mendengar hal itu? "...percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:6). Bahkan Sara sempat tertawa ketika mendengar janji Tuhan tentang hal itu, tetapi pada akhirnya mereka melihat janji Tuhan tersebut digenapi. "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya." (Kejadian 21:2).
Penantian yang dijalani Abraham bukanlah penantian yang singkat, namun butuh waktu yang cukup lama. Kita tahu bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat membosankan! Belum lagi kondisi fisiknya yang sudah menua dan melemah. Sesungguhnya Abraham punya alasan untuk berhenti berharap, namun ia tetap memegang teguh janji Tuhan dan percaya Tuhan sanggup melakukan segala perkara dan tidak ada rencana-Nya yang gagal (baca Ayub 42:2), termasuk dalam hal memberi keturunan.
"Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" Kejadian 18:14a
Saturday, June 10, 2017
PENGAMPUNAN YANG TIADA BATASNYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2017
Baca: Kolose 3:12-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Sedalam apa pun luka yang orang lain torehkan, tugas orang percaya adalah melepaskan pengampunan dan mempercayai Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi hak-Nya (baca Roma 12:19). Pengampunan yang Tuhan kehendaki adalah pengampunan yang tiada batasnya, yang keluar dari hati yang tulus. Mengapa? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan terlebih dahulu, bahkan pemazmur mengatakan, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12).
Kalau Tuhan saja tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita, masakan kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, terus mengungkit-ungkit dan menyimpannya dalam hati? Kita semua pasti sangat familiar dengan ayat ini: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Namun bagaimana faktanya? Mengapa kita masih sulit mengampuni orang lain? Padahal jelas dikatakan bahwa kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain ada konsekuensi yang harus kita tanggung yaitu Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita. Sekarang keputusan dan pilihan ada di tangan kita!
John F. Kennedy (Presiden ke-35 Amerika Serikat) pernah mengatakan, "Ampunilah musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan nama mereka." Musuh-musuh yang dimaksud adalah orang yang menyakiti, namun kita harus mengampuni dan tetap mengingatnya sebagai teman, bukan melupakan mereka. Dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu mengampuni orang lain tanpa batas dan tulus. Kekuatan untuk melepaskan pengampunan berasal dari Roh Kudus, Dialah yang memberi kesanggupan kepada kita. Dalam hal mengampuni orang lain, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan. Nah, masihkah kita mengeraskan hati untuk tidak mengampuni orang lain?
Rasul Paulus menasihati, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Baca: Kolose 3:12-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Sedalam apa pun luka yang orang lain torehkan, tugas orang percaya adalah melepaskan pengampunan dan mempercayai Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi hak-Nya (baca Roma 12:19). Pengampunan yang Tuhan kehendaki adalah pengampunan yang tiada batasnya, yang keluar dari hati yang tulus. Mengapa? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan terlebih dahulu, bahkan pemazmur mengatakan, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12).
Kalau Tuhan saja tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita, masakan kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, terus mengungkit-ungkit dan menyimpannya dalam hati? Kita semua pasti sangat familiar dengan ayat ini: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Namun bagaimana faktanya? Mengapa kita masih sulit mengampuni orang lain? Padahal jelas dikatakan bahwa kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain ada konsekuensi yang harus kita tanggung yaitu Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita. Sekarang keputusan dan pilihan ada di tangan kita!
John F. Kennedy (Presiden ke-35 Amerika Serikat) pernah mengatakan, "Ampunilah musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan nama mereka." Musuh-musuh yang dimaksud adalah orang yang menyakiti, namun kita harus mengampuni dan tetap mengingatnya sebagai teman, bukan melupakan mereka. Dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu mengampuni orang lain tanpa batas dan tulus. Kekuatan untuk melepaskan pengampunan berasal dari Roh Kudus, Dialah yang memberi kesanggupan kepada kita. Dalam hal mengampuni orang lain, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan. Nah, masihkah kita mengeraskan hati untuk tidak mengampuni orang lain?
Rasul Paulus menasihati, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
Friday, June 9, 2017
PENGAMPUNAN YANG TIADA BATASNYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2017
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Pengampunan adalah sebuah kata yang mudah sekali diucapkan, tapi tak mudah untuk dilakukan. Dalam istilah hukum kata pengampunan berarti melepaskan seseorang dari suatu kewajiban; sedangkan dalam konteks keuangan pengampunan bisa diartikan sebuah gagasan mengenai pembatalan hutang.
Sebagai manusia biasa yang punya banyak kelemahan dan kekurangan seperti kita sangatlah wajar bila Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus tentang berapa kali harus mengampuni kesalahan orang lain. Pikir Petrus bahwa mengampuni sebanyak tujuh kali (sehari sekali) adalah perbuatan yang sangat mulia, patut dihargai dan diacungi jempol, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Namun Tuhan Yesus menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (ayat 22). Pengampunan sebanyak 70x7 kali ini memiliki makna pengampunan yang tiada batas. Dengan kata lain, ketika mengampuni kesalahan orang lain kita tidak perlu menghitungnya, berhentilah mengingat 'angka' dan teruslah mengampuni. Memang tidak gampang, sebab mengampuni bukan berarti kita lupa seratus persen dan tidak ingat apa-apa lagi, melainkan kita membuat keputusan untuk melupakan dan tidak mencoba mengingat-ingat lagi. "Pengampunan adalah sebuah keputusan untuk melepaskan atau membatalkan seseorang dari kewajiban atau hutang yang terjadi ketika orang tersebut melukai Anda." (William Hines). Banyak orang merasa sulit melepaskan pengampunan terhadap orang lain karena terlalu besar luka hati yang dirasakan atau menunggu orang lain meminta maaf terlebih dahulu.
Kita bisa belajar melalui kehidupan Yusuf, orang yang memiliki pengalaman hidup yang teramat pahit karena disakiti, dilukai dan diperlakukan jahat oleh orang lain, bahkan oleh saudara-saudaranya sendiri. Meski demikian Yusuf tidak pernah melakukan pembalasan, tapi mengampuni kesalahan orang-orang yang berbuat jahat terhadapnya. Dalam Kejadian 41:51 dinyatakan bahwa Yusuf memberi nama anak sulungnya 'Manasye' yang artinya Tuhan telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku, termasuk juga melupakan kesalahan orang lain, dan mengampuninya. (Bersambung)
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Pengampunan adalah sebuah kata yang mudah sekali diucapkan, tapi tak mudah untuk dilakukan. Dalam istilah hukum kata pengampunan berarti melepaskan seseorang dari suatu kewajiban; sedangkan dalam konteks keuangan pengampunan bisa diartikan sebuah gagasan mengenai pembatalan hutang.
Sebagai manusia biasa yang punya banyak kelemahan dan kekurangan seperti kita sangatlah wajar bila Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus tentang berapa kali harus mengampuni kesalahan orang lain. Pikir Petrus bahwa mengampuni sebanyak tujuh kali (sehari sekali) adalah perbuatan yang sangat mulia, patut dihargai dan diacungi jempol, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Namun Tuhan Yesus menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (ayat 22). Pengampunan sebanyak 70x7 kali ini memiliki makna pengampunan yang tiada batas. Dengan kata lain, ketika mengampuni kesalahan orang lain kita tidak perlu menghitungnya, berhentilah mengingat 'angka' dan teruslah mengampuni. Memang tidak gampang, sebab mengampuni bukan berarti kita lupa seratus persen dan tidak ingat apa-apa lagi, melainkan kita membuat keputusan untuk melupakan dan tidak mencoba mengingat-ingat lagi. "Pengampunan adalah sebuah keputusan untuk melepaskan atau membatalkan seseorang dari kewajiban atau hutang yang terjadi ketika orang tersebut melukai Anda." (William Hines). Banyak orang merasa sulit melepaskan pengampunan terhadap orang lain karena terlalu besar luka hati yang dirasakan atau menunggu orang lain meminta maaf terlebih dahulu.
Kita bisa belajar melalui kehidupan Yusuf, orang yang memiliki pengalaman hidup yang teramat pahit karena disakiti, dilukai dan diperlakukan jahat oleh orang lain, bahkan oleh saudara-saudaranya sendiri. Meski demikian Yusuf tidak pernah melakukan pembalasan, tapi mengampuni kesalahan orang-orang yang berbuat jahat terhadapnya. Dalam Kejadian 41:51 dinyatakan bahwa Yusuf memberi nama anak sulungnya 'Manasye' yang artinya Tuhan telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku, termasuk juga melupakan kesalahan orang lain, dan mengampuninya. (Bersambung)
Thursday, June 8, 2017
KELAHIRAN BARU: Karya Roh Kudus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2017
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan," 1 Petrus 1:3
Kehidupan iman Kristen sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan kepercayaan-kepercayaan lain yang ada di dunia ini. Kalau kepercayaan lain berisi hukum-hukum, aturan-aturan, atau syarat-syarat yang sifatnya agamawi (tidak boleh berbuat ini dan itu, ini boleh dilakukan dan itu tidak boleh dilakukan, kalau melanggar akan dihukum, dan kalau taat akan beroleh pahala) tanpa ada pemecahan masalah dosa, maka iman Kristen adalah iman yang membebaskan dan memerdekakan manusia dari kuasa dosa dan setan.
Yesus berkata, "'Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.' Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:31, 32, 36). Di dalam iman Kristiani ada yang disebut 'kelahiran baru' yang dikerjakan oleh Roh Kudus berdasarkan iman kepada Kristus. Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib setiap orang yang percaya kepada-Nya telah dimerdekakan dari dosa dan kini menyandang status ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (baca 2 Korintus 5:17). Tertulis: "pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita." (Titus 3:5-7).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bertobat! "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27).
Oleh kuasa firman dan Roh Kudus setiap orang yang percaya dilahirkan baru!
Baca: 1 Petrus 1:3-12
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan," 1 Petrus 1:3
Kehidupan iman Kristen sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan kepercayaan-kepercayaan lain yang ada di dunia ini. Kalau kepercayaan lain berisi hukum-hukum, aturan-aturan, atau syarat-syarat yang sifatnya agamawi (tidak boleh berbuat ini dan itu, ini boleh dilakukan dan itu tidak boleh dilakukan, kalau melanggar akan dihukum, dan kalau taat akan beroleh pahala) tanpa ada pemecahan masalah dosa, maka iman Kristen adalah iman yang membebaskan dan memerdekakan manusia dari kuasa dosa dan setan.
Yesus berkata, "'Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.' Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:31, 32, 36). Di dalam iman Kristiani ada yang disebut 'kelahiran baru' yang dikerjakan oleh Roh Kudus berdasarkan iman kepada Kristus. Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib setiap orang yang percaya kepada-Nya telah dimerdekakan dari dosa dan kini menyandang status ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (baca 2 Korintus 5:17). Tertulis: "pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita." (Titus 3:5-7).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bertobat! "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya." (Yehezkiel 36:26-27).
Oleh kuasa firman dan Roh Kudus setiap orang yang percaya dilahirkan baru!
Wednesday, June 7, 2017
DAMAI SEJAHTERA TUHAN: Sumber Kekuatan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2017
Baca: Filipi 4:4-9
"Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Filipi 4:7
Semua orang mengakui bahwa situasi dunia saat ini semakin hari semakin membuat bulu kuduk merinding karena kejahatan merajalela di mana-mana: kekacauan, kerusuhan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, wabah penyakit dan berbagai bencana alam terjadi. Hal ini menandakan bahwa dunia sudah semakin rusak. Keadaan ini terjadi karena pekerjaan si Iblis beserta bala tentaranya yang berusaha untuk menghancurkan umat Tuhan. Iblis tahu bahwa sebentar lagi Tuhan akan menjemput umat pilihan-Nya, itu artinya bahwa waktu penghukuman bagi Iblis sudah ada di depan mata.
Di tengah situasi yang gawat seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri jika orang-orang di luar Kristus mengalami ketakutan dan kekuatiran hidup. Namun firman Tuhan menasihatkan agar orang percaya tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, dan jangan sampai situasi yang ada ini merampas damai sejahtera kita. Justru ini saatnya bagi kita untuk 'bangun dari tidur', makin giat melayani Tuhan. "Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya." (Roma 13:11b). Ketakutan dan kekuatiran bukan milik orang yang percaya kepada Kristus, tapi milik Iblis bersama dengan pengikutnya. Kita harus melawan ketakutan dan kekuatiran itu karena damai sejahtera yang melampaui segala hal telah Tuhan berikan melalui Roh Kudus-Nya yang tinggal di dalam kita. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yohanes 14:27).
Damai sejahtera tetap kita rasakan di segala keadaan apabila kita senantiasa mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan, sehingga semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan, itulah yang akan memenuhi pikiran kita (Filipi 4:8). Ada tertulis: "Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau." (Yesaya 54:10).
"...Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Matius 28:20b
Baca: Filipi 4:4-9
"Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Filipi 4:7
Semua orang mengakui bahwa situasi dunia saat ini semakin hari semakin membuat bulu kuduk merinding karena kejahatan merajalela di mana-mana: kekacauan, kerusuhan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, wabah penyakit dan berbagai bencana alam terjadi. Hal ini menandakan bahwa dunia sudah semakin rusak. Keadaan ini terjadi karena pekerjaan si Iblis beserta bala tentaranya yang berusaha untuk menghancurkan umat Tuhan. Iblis tahu bahwa sebentar lagi Tuhan akan menjemput umat pilihan-Nya, itu artinya bahwa waktu penghukuman bagi Iblis sudah ada di depan mata.
Di tengah situasi yang gawat seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri jika orang-orang di luar Kristus mengalami ketakutan dan kekuatiran hidup. Namun firman Tuhan menasihatkan agar orang percaya tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, dan jangan sampai situasi yang ada ini merampas damai sejahtera kita. Justru ini saatnya bagi kita untuk 'bangun dari tidur', makin giat melayani Tuhan. "Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya." (Roma 13:11b). Ketakutan dan kekuatiran bukan milik orang yang percaya kepada Kristus, tapi milik Iblis bersama dengan pengikutnya. Kita harus melawan ketakutan dan kekuatiran itu karena damai sejahtera yang melampaui segala hal telah Tuhan berikan melalui Roh Kudus-Nya yang tinggal di dalam kita. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yohanes 14:27).
Damai sejahtera tetap kita rasakan di segala keadaan apabila kita senantiasa mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan, sehingga semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan, itulah yang akan memenuhi pikiran kita (Filipi 4:8). Ada tertulis: "Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau." (Yesaya 54:10).
"...Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Matius 28:20b
Tuesday, June 6, 2017
KUASA ROH KUDUS: Modal Dalam Pelayanan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2017
Baca: Matius 10:5-15
"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat." Matius 10:7
Melayani pekerjaan Tuhan tidak bisa disamakan dengan melakukan pekerjaan secara konvensional karena kita harus memenuhi kriteria yang Tuhan inginkan: punya hati hamba, sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan terbeban untuk mengasihi jiwa-jiwa. Melayani pekerjaan Tuhan juga harus ada yang dikorbankan: keakuan, reputasi, gengsi, harga diri, termasuk menyalibkan kedagingan kita supaya Roh Kudus berkenan memakai hidup kita. Selain itu melayani pekerjaan Tuhan adalah sebuah panggilan, bukan luapan emosi sesaat, tapi dipanggil dan diutus oleh Tuhan sendiri. Ini berbeda dengan pekerjaan konvensional di mana pemanggilan dan penempatan seseorang diatur dan ditentukan oleh pimpinan atau atasan yang adalah manusia biasa.
Kalau Tuhan berkenan memakai kita Ia akan memanggil kita. "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Panggilan ini adalah panggilan pribadi. Tuhan bisa berbicara langsung kepada roh kita secara jelas, atau melalui mimpi, penglihatan, nubuatan atau penumpangan tangan seorang hamba Tuhan, atau juga melalui suatu pengalaman hidup pribadi yang olehnya kita yakin bahwa Tuhan telah memanggil kita untuk melayani pekerjaan-Nya. Kalau sudah dipanggil, Tuhan akan mengutus, "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21) dan juga memperlengkapi, "...dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus." (Ibrani 13:21).
Tanpa modal orang tidak bisa berdagang, tanpa modal orang tidak bisa mendirikan sebuah badan usaha, dan tanpa modal pula orang tidak bisa melayani pekerjaan Tuhan. Melayani pekerjaan Tuhan modalnya adalah kuasa dari Tuhan. Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga dan Roh Kudus dicurahkan terjadilah kebangunan rohani yang luar biasa: ribuan orang bertobat, tanda-tanda heran dan mujizat terjadi oleh karena kuasa Tuhan dinyatakan di tengah umat-Nya; dan untuk menerima kuasa Tuhan kita harus benar-benar lahir baru dan dipenuhi dengan Roh Kudus.
Melayani pekerjaan Tuhan bukan sekedar terlibat dalam kegiatan rohani di gereja, tapi kita menjadi alat Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya bagi umat.
Baca: Matius 10:5-15
"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat." Matius 10:7
Melayani pekerjaan Tuhan tidak bisa disamakan dengan melakukan pekerjaan secara konvensional karena kita harus memenuhi kriteria yang Tuhan inginkan: punya hati hamba, sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan terbeban untuk mengasihi jiwa-jiwa. Melayani pekerjaan Tuhan juga harus ada yang dikorbankan: keakuan, reputasi, gengsi, harga diri, termasuk menyalibkan kedagingan kita supaya Roh Kudus berkenan memakai hidup kita. Selain itu melayani pekerjaan Tuhan adalah sebuah panggilan, bukan luapan emosi sesaat, tapi dipanggil dan diutus oleh Tuhan sendiri. Ini berbeda dengan pekerjaan konvensional di mana pemanggilan dan penempatan seseorang diatur dan ditentukan oleh pimpinan atau atasan yang adalah manusia biasa.
Kalau Tuhan berkenan memakai kita Ia akan memanggil kita. "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Panggilan ini adalah panggilan pribadi. Tuhan bisa berbicara langsung kepada roh kita secara jelas, atau melalui mimpi, penglihatan, nubuatan atau penumpangan tangan seorang hamba Tuhan, atau juga melalui suatu pengalaman hidup pribadi yang olehnya kita yakin bahwa Tuhan telah memanggil kita untuk melayani pekerjaan-Nya. Kalau sudah dipanggil, Tuhan akan mengutus, "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21) dan juga memperlengkapi, "...dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus." (Ibrani 13:21).
Tanpa modal orang tidak bisa berdagang, tanpa modal orang tidak bisa mendirikan sebuah badan usaha, dan tanpa modal pula orang tidak bisa melayani pekerjaan Tuhan. Melayani pekerjaan Tuhan modalnya adalah kuasa dari Tuhan. Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga dan Roh Kudus dicurahkan terjadilah kebangunan rohani yang luar biasa: ribuan orang bertobat, tanda-tanda heran dan mujizat terjadi oleh karena kuasa Tuhan dinyatakan di tengah umat-Nya; dan untuk menerima kuasa Tuhan kita harus benar-benar lahir baru dan dipenuhi dengan Roh Kudus.
Melayani pekerjaan Tuhan bukan sekedar terlibat dalam kegiatan rohani di gereja, tapi kita menjadi alat Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya bagi umat.
Monday, June 5, 2017
KUASA ROH KUDUS: Modal Dalam Pelayanan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2017
Baca: Markus 16:15-20
"Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." Markus 16:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini dan dapat berbuat sesuatu bagi kemuliaan nama-Nya. Dengan kata lain Tuhan tidak membutuhkan orang Kristen yang hanya duduk-duduk di gereja, malas, pasif, tidak melakukan sesuatu untuk Tuhan. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (ayat 15). Inilah yang disebut amanat Agung Tuhan Yesus (baca pula Matius 28:19-20).
Harus diakui bahwa tugas memberitakan Injil atau bekerja di ladang Tuhan itu bukanlah pekerjaan yang gampang. Pekerjaan Tuhan janganlah dianggap seperti pekerjaan konvensional pada umumnya. Kalau untuk pekerjaan 'dunia' mungkin kita hanya perlu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, untuk bekerja di ladang Tuhan kita masing-masing harus 'dipanggil' oleh Tuhan sendiri. Tanpa panggilan Tuhan kita pasti akan gagal: kecewa, frustasi, lemah dan mundur karena ada 1001 rintangan. Dengan bersandar pada kepintaran, ilmu pengetahuan, strategi dan kekuatan lengan manusia kita takkan mampu menjalankan amanat agung Tuhan secara maksimal. Karena itu kita membutuhkan kuasa dan penyertaan Roh Kudus-Nya! "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8).
Untuk beroleh kuasa itu tentu saja kita harus percaya dan punya kerinduan yang besar seperti Daud yang merindukan hadirat Tuhan (baca Mazmur 42:2). Kalau kita tidak mau berdoa, tidak mau 'tinggal' di dalam firman-Nya, tidak mau menyangkal diri, mustahil kita akan beroleh kuasa-Nya, karena kuasa Roh Kudus itu bukan barang murahan yang diberikan kepada orang yang malas rohani, tapi diberikan kepada mereka yang mau membayar harga. "Jadi berusahalah..." (1 Korintus 12:31), dan "Kejarlah..." (1 Korintus 14:1). Banyak orang Kristen kurang menyadari pentingnya kuasa Roh Kudus, sehingga mereka lebih banyak berdoa meminta berkat daripada minta dipimpin Roh Kudus.
Karena Roh Kudus kita beroleh kemampuan adikodrati dalam melayani Tuhan!
Baca: Markus 16:15-20
"Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." Markus 16:20
Tuhan menghendaki setiap orang percaya menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini dan dapat berbuat sesuatu bagi kemuliaan nama-Nya. Dengan kata lain Tuhan tidak membutuhkan orang Kristen yang hanya duduk-duduk di gereja, malas, pasif, tidak melakukan sesuatu untuk Tuhan. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (ayat 15). Inilah yang disebut amanat Agung Tuhan Yesus (baca pula Matius 28:19-20).
Harus diakui bahwa tugas memberitakan Injil atau bekerja di ladang Tuhan itu bukanlah pekerjaan yang gampang. Pekerjaan Tuhan janganlah dianggap seperti pekerjaan konvensional pada umumnya. Kalau untuk pekerjaan 'dunia' mungkin kita hanya perlu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, untuk bekerja di ladang Tuhan kita masing-masing harus 'dipanggil' oleh Tuhan sendiri. Tanpa panggilan Tuhan kita pasti akan gagal: kecewa, frustasi, lemah dan mundur karena ada 1001 rintangan. Dengan bersandar pada kepintaran, ilmu pengetahuan, strategi dan kekuatan lengan manusia kita takkan mampu menjalankan amanat agung Tuhan secara maksimal. Karena itu kita membutuhkan kuasa dan penyertaan Roh Kudus-Nya! "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8).
Untuk beroleh kuasa itu tentu saja kita harus percaya dan punya kerinduan yang besar seperti Daud yang merindukan hadirat Tuhan (baca Mazmur 42:2). Kalau kita tidak mau berdoa, tidak mau 'tinggal' di dalam firman-Nya, tidak mau menyangkal diri, mustahil kita akan beroleh kuasa-Nya, karena kuasa Roh Kudus itu bukan barang murahan yang diberikan kepada orang yang malas rohani, tapi diberikan kepada mereka yang mau membayar harga. "Jadi berusahalah..." (1 Korintus 12:31), dan "Kejarlah..." (1 Korintus 14:1). Banyak orang Kristen kurang menyadari pentingnya kuasa Roh Kudus, sehingga mereka lebih banyak berdoa meminta berkat daripada minta dipimpin Roh Kudus.
Karena Roh Kudus kita beroleh kemampuan adikodrati dalam melayani Tuhan!
Sunday, June 4, 2017
HARI PENTAKOSTA: Roh Kudus Dicurahkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2017
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Kata pentakosta dalam bahasa Yunani adalah pentekoste, berarti hari ke 50, atau disebut Minggu putih, adalah hari raya untuk memperingati peristiwa dicurahkannya Roh Kudus kepada para murid di Yerusalem, yang terjadi pada hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus Kristus, atau 10 hari setelah kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.
Makna pentakosta sesungguhnya sudah dipakai sejak zaman Perjanjian Lama. Hari raya ini dirayakan oleh umat Israel untuk memperingati peristiwa penting yaitu turunnya 10 firman yang diterima Musa di Gunung Sinai, yang kemudian dikenal dengan Sepuluh Perintah (The Ten Commandments). Peristiwa ini memiliki rentang waktu 50 hari setelah Paskah; juga sebagai hari ucapan syukur yang ditandai dengan dibawanya persembahan penuaian hulu hasil yang dikenal sebagai bikkurim, artinya persembahan hulu hasil kedua (panen gandum). Perayaan ini dirayakan selama 7 minggu berturut-turut atau sekitar 49 sampai 50 hari, oleh karena itu biasa dikenal sebagai Hari Raya Tujuh Minggu bagi bangsa Israel (baca Keluaran 34:22; Ulangan 16:9).
Pencurahan Roh Kudus merupakan penggenapan janji bapa sebagaimana yang telah dinubuatkan oleh nabi Yoel bahwa Bapa akan mencurahkan Roh-Nya pada hari-hari terakhir (baca Yoel 2:28-29), bukti dari apa yang Tuhan Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga: "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran." (Yohanes 14:16-17). Kata Penolong yang lain dalam bahasa Yunani (Parakletos) memiliki arti: dipanggil untuk mendampingi, menolong, menghibur, menasihati, memberi semangat, menuntun dan menyertai. Roh Kudus, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26b).
Pentakosta adalah hari bersejarah bagi pertumbuhan gereja, karena di hari itu Roh Kudus mendemonstrasikan kuasa-Nya: menjamah dan mengurapi murid-murid Tuhan sehingga mereka mengalami breakthrough di dalam pelayanan.
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Kata pentakosta dalam bahasa Yunani adalah pentekoste, berarti hari ke 50, atau disebut Minggu putih, adalah hari raya untuk memperingati peristiwa dicurahkannya Roh Kudus kepada para murid di Yerusalem, yang terjadi pada hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus Kristus, atau 10 hari setelah kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.
Makna pentakosta sesungguhnya sudah dipakai sejak zaman Perjanjian Lama. Hari raya ini dirayakan oleh umat Israel untuk memperingati peristiwa penting yaitu turunnya 10 firman yang diterima Musa di Gunung Sinai, yang kemudian dikenal dengan Sepuluh Perintah (The Ten Commandments). Peristiwa ini memiliki rentang waktu 50 hari setelah Paskah; juga sebagai hari ucapan syukur yang ditandai dengan dibawanya persembahan penuaian hulu hasil yang dikenal sebagai bikkurim, artinya persembahan hulu hasil kedua (panen gandum). Perayaan ini dirayakan selama 7 minggu berturut-turut atau sekitar 49 sampai 50 hari, oleh karena itu biasa dikenal sebagai Hari Raya Tujuh Minggu bagi bangsa Israel (baca Keluaran 34:22; Ulangan 16:9).
Pencurahan Roh Kudus merupakan penggenapan janji bapa sebagaimana yang telah dinubuatkan oleh nabi Yoel bahwa Bapa akan mencurahkan Roh-Nya pada hari-hari terakhir (baca Yoel 2:28-29), bukti dari apa yang Tuhan Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga: "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran." (Yohanes 14:16-17). Kata Penolong yang lain dalam bahasa Yunani (Parakletos) memiliki arti: dipanggil untuk mendampingi, menolong, menghibur, menasihati, memberi semangat, menuntun dan menyertai. Roh Kudus, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26b).
Pentakosta adalah hari bersejarah bagi pertumbuhan gereja, karena di hari itu Roh Kudus mendemonstrasikan kuasa-Nya: menjamah dan mengurapi murid-murid Tuhan sehingga mereka mengalami breakthrough di dalam pelayanan.
Saturday, June 3, 2017
MURID TUHAN YESUS TIDAK BERPUASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2017
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menjadikan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai laki-laki dan umat-Nya adalah sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai wanita bermuram durja saat pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita pasti terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati hidangan yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap hidangan yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan pasti akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa adalah proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam ajaran Yudaisme puasa adalah saat untuk meratap atau berdukacita, oleh karenanya orang yang berpuasa akan cenderung memperlihatkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran karena banyak orang menjadikan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan agar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan adalah puasa yang dikehendaki Tuhan!
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menjadikan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai laki-laki dan umat-Nya adalah sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai wanita bermuram durja saat pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita pasti terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati hidangan yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap hidangan yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan pasti akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa adalah proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam ajaran Yudaisme puasa adalah saat untuk meratap atau berdukacita, oleh karenanya orang yang berpuasa akan cenderung memperlihatkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran karena banyak orang menjadikan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan agar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan adalah puasa yang dikehendaki Tuhan!
Friday, June 2, 2017
TINGGAL DALAM FIRMAN: Hikmat Menjalani Hidup (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2017
Baca: Amsal 7:1-4
"Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." Amsal 7:3
Supaya langkah kaki kita tidak melenceng arah firman Tuhan harus menjadi pegangan hidup kita, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Firman Tuhan harus menjadi cermin, tolak ukur, dan acuan untuk seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam pekerjaan, aktivitas, pelayanan, studi, apa pun yang kita kerjakan.
Kemudian kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran-Nya seperti kita menjaga biji mata kita sendiri. Artinya kita menempatkan firman Tuhan sebagai hal yang utama, terpenting dan berharga, lebih dari apa pun. Dari firman Tuhan itulah kita beroleh hikmat, di mana hikmat itu "...lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya." (Amsal 3:15). Jangan sekali-kali mengijinkan hal-hal yang duniawi lebih mendominasi hidup kita dibandingkan dengan firman Tuhan, sebab semua yang ada di dunia ini semata-mata berorientasi kepada tiga hal, yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16), yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika hal itu terjadi tentunya sangat berbahaya karena akan berdampak pada sikap, perkataan dan perbuatan kita. Tetapi jika firman Tuhan memenuhi hati dan pikiran kita setiap hari, kuasa firman itu akan bekerja di dalam kita. Caranya? Kita harus membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari seperti yang Daud perbuat: "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Itulah yang dimaksud menjaga firman-Nya tetap hidup di dalam hati kita.
Kita harus membuat firman Tuhan itu lekat dan menyatu dalam hidup kita, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Misalkan ada 'sesuatu' terikat dan tertambat di jari kita, maka ke mana pun dan di mana pun kita berada 'sesuatu' itu akan tetap bersama kita dan takkan terpisahkan.
"Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum; Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah." Mazmur 37:30-31
Baca: Amsal 7:1-4
"Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." Amsal 7:3
Supaya langkah kaki kita tidak melenceng arah firman Tuhan harus menjadi pegangan hidup kita, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Firman Tuhan harus menjadi cermin, tolak ukur, dan acuan untuk seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam pekerjaan, aktivitas, pelayanan, studi, apa pun yang kita kerjakan.
Kemudian kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran-Nya seperti kita menjaga biji mata kita sendiri. Artinya kita menempatkan firman Tuhan sebagai hal yang utama, terpenting dan berharga, lebih dari apa pun. Dari firman Tuhan itulah kita beroleh hikmat, di mana hikmat itu "...lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya." (Amsal 3:15). Jangan sekali-kali mengijinkan hal-hal yang duniawi lebih mendominasi hidup kita dibandingkan dengan firman Tuhan, sebab semua yang ada di dunia ini semata-mata berorientasi kepada tiga hal, yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16), yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika hal itu terjadi tentunya sangat berbahaya karena akan berdampak pada sikap, perkataan dan perbuatan kita. Tetapi jika firman Tuhan memenuhi hati dan pikiran kita setiap hari, kuasa firman itu akan bekerja di dalam kita. Caranya? Kita harus membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari seperti yang Daud perbuat: "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Itulah yang dimaksud menjaga firman-Nya tetap hidup di dalam hati kita.
Kita harus membuat firman Tuhan itu lekat dan menyatu dalam hidup kita, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Misalkan ada 'sesuatu' terikat dan tertambat di jari kita, maka ke mana pun dan di mana pun kita berada 'sesuatu' itu akan tetap bersama kita dan takkan terpisahkan.
"Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum; Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah." Mazmur 37:30-31
Thursday, June 1, 2017
TINGGAL DALAM FIRMAN: Hikmat Menjalani Hidup (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2017
Baca: Amsal 7:1-4
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7:1
Kitab Amsal adalah kumpulan ajaran tentang cara menjalani hidup yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Ajaran-ajaran itu diungkapkan dalam bentuk petuah, peribahasa atau pun pepatah; kebanyakan berkaitan dengan persoalan hidup manusia sehari-hari. Ada banyak hikmat yang diajarkan dalam kitab Amsal ini, dan kunci untuk memiliki hikmat itu adalah takut akan Tuhan, "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Jelas sekali bahwa untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan, tidak ada jalan lain, selain kita harus tinggal di dalam firman Tuhan. Dari situlah kita akan mendapatkan fondasi yang kuat bagi kehidupan kita (baca Matius 7:24-27), sehingga kita dapat berdiri kuat dan tak tergoyahkan meski diterpa badai permasalahan seberat apa pun. Ketika kita memilih hidup di jalan Tuhan kita akan beroleh hikmat sehingga kita dapat membedakan manakah yang menjadi kehendak Tuhan: apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Akhirnya dengan hikmat tersebut kita dapat berlaku seperti yang Tuhan mau dan inginkan. Raja Salomo, ketika hidup mengandalkan Tuhan, dan senantiasa melibatkan Dia di setiap rencana hidupnya serta bergantung penuh kepada-Nya, Tuhan "...memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut," (1 Raja-Raja 4:29), bahkan Alkitab mencatat bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). Hidup Salomo diberkati Tuhan secara luar biasa dan ia pun menjadi raja yang sangat terkenal di zamannya.
Begitu pula dengan kehidupan ini, selama kita mau berjalan bersama Tuhan setiap hari dan tinggal dalam firman-Nya, maka "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11). Untuk tetap tinggal dalam firman Tuhan kita harus berpegang pada perintah Tuhan dan menjaga-Nya seperti menjaga biji mata sendiri.
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik." Mazmur 111:10
Baca: Amsal 7:1-4
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7:1
Kitab Amsal adalah kumpulan ajaran tentang cara menjalani hidup yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Ajaran-ajaran itu diungkapkan dalam bentuk petuah, peribahasa atau pun pepatah; kebanyakan berkaitan dengan persoalan hidup manusia sehari-hari. Ada banyak hikmat yang diajarkan dalam kitab Amsal ini, dan kunci untuk memiliki hikmat itu adalah takut akan Tuhan, "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Jelas sekali bahwa untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan, tidak ada jalan lain, selain kita harus tinggal di dalam firman Tuhan. Dari situlah kita akan mendapatkan fondasi yang kuat bagi kehidupan kita (baca Matius 7:24-27), sehingga kita dapat berdiri kuat dan tak tergoyahkan meski diterpa badai permasalahan seberat apa pun. Ketika kita memilih hidup di jalan Tuhan kita akan beroleh hikmat sehingga kita dapat membedakan manakah yang menjadi kehendak Tuhan: apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Akhirnya dengan hikmat tersebut kita dapat berlaku seperti yang Tuhan mau dan inginkan. Raja Salomo, ketika hidup mengandalkan Tuhan, dan senantiasa melibatkan Dia di setiap rencana hidupnya serta bergantung penuh kepada-Nya, Tuhan "...memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut," (1 Raja-Raja 4:29), bahkan Alkitab mencatat bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). Hidup Salomo diberkati Tuhan secara luar biasa dan ia pun menjadi raja yang sangat terkenal di zamannya.
Begitu pula dengan kehidupan ini, selama kita mau berjalan bersama Tuhan setiap hari dan tinggal dalam firman-Nya, maka "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11). Untuk tetap tinggal dalam firman Tuhan kita harus berpegang pada perintah Tuhan dan menjaga-Nya seperti menjaga biji mata sendiri.
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik." Mazmur 111:10
Wednesday, May 31, 2017
TAKUTLAH AKAN TUHAN: Berkat Pasti Melimpah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2017
Baca: Mazmur 112:1-10
"Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya." Mazmur 112:1
Berkat adalah sesuatu yang sangat dirindukan, dinantikan dan diharapkan oleh semua orang, tanpa terkecuali. Siapakah di antara kita yang menolak berkat? Tak seorang pun! Ke mana pun kaki ini melangkah, yang timbul di pikiran hanyalah soal berkat; saat memberi persembahan di gereja atau melayani kita pun berharap Tuhan membalasnya dengan berkat; doa-doa kita pun dipenuhi dengan segala keinginan dan permohonan kepada Tuhan. Intinya banyak orang hanya mengejar berkat! Karena itu Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26).
Berkat Tuhan itu sangat berkenaan dengan sikap hidup kita, kesiapan kita untuk bekerja keras dan sejauh mana kita memiliki persekutuan dengan Tuhan. Kalau kita hidup dalam ketidaktaatan, malas berusaha dan bekerja, serta hidup menjauh dari Tuhan, berkat takkan pernah menghampiri hidup kita. Sebaliknya kalau kita hidup dalam kebenaran, bergaul karib dengan Tuhan dan bersungguh-sungguh dalam memaksimalkan potensi atau talenta yang Tuhan beri, niscaya hidup kita pasti akan diberkati, "...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3), takkan pernah berkekurangan (Mazmur 112:3). Jadi, kunci mengalami berkat-berkat Tuhan adalah memiliki hati yang takut akan Dia, karena takut akan Tuhan membawa kita hidup dalam perjanjian berkat-Nya yang tidak bisa dibatalkan dan dibatasi oleh apa pun dan siapa pun, dan tidak terpengaruh situasi.
Berkat bagi kita yang takut akan Tuhan akan mengalir ke seluruh anggota keluarga kita: "Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati." (Mazmur 112:2). Bila kita hidup takut akan Tuhan maka berkat Tuhan akan sampai kepada anak cucu (keturunan) kita. Luar biasa! Hidup dalam perjanjian berkat Tuhan bukan berarti bebas dari masalah, justru masalah akan Tuhan pakai untuk meneguhkan perjanjian-Nya; dan satu hal yang tak boleh dilupakan adalah tujuan Tuhan memberkati yaitu supaya kita jadi berkat. Karena itu orang yang takut akan Tuhan pasti akan banyak memberi karena ia diberi kelimpahan oleh Tuhan (Mazmur 112:9).
Orang yang takut akan Tuhan hidupnya pasti akan dikejar oleh berkat!
Catatan:
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati. Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah." (Roma 9:15-16).
Baca: Mazmur 112:1-10
"Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya." Mazmur 112:1
Berkat adalah sesuatu yang sangat dirindukan, dinantikan dan diharapkan oleh semua orang, tanpa terkecuali. Siapakah di antara kita yang menolak berkat? Tak seorang pun! Ke mana pun kaki ini melangkah, yang timbul di pikiran hanyalah soal berkat; saat memberi persembahan di gereja atau melayani kita pun berharap Tuhan membalasnya dengan berkat; doa-doa kita pun dipenuhi dengan segala keinginan dan permohonan kepada Tuhan. Intinya banyak orang hanya mengejar berkat! Karena itu Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26).
Berkat Tuhan itu sangat berkenaan dengan sikap hidup kita, kesiapan kita untuk bekerja keras dan sejauh mana kita memiliki persekutuan dengan Tuhan. Kalau kita hidup dalam ketidaktaatan, malas berusaha dan bekerja, serta hidup menjauh dari Tuhan, berkat takkan pernah menghampiri hidup kita. Sebaliknya kalau kita hidup dalam kebenaran, bergaul karib dengan Tuhan dan bersungguh-sungguh dalam memaksimalkan potensi atau talenta yang Tuhan beri, niscaya hidup kita pasti akan diberkati, "...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3), takkan pernah berkekurangan (Mazmur 112:3). Jadi, kunci mengalami berkat-berkat Tuhan adalah memiliki hati yang takut akan Dia, karena takut akan Tuhan membawa kita hidup dalam perjanjian berkat-Nya yang tidak bisa dibatalkan dan dibatasi oleh apa pun dan siapa pun, dan tidak terpengaruh situasi.
Berkat bagi kita yang takut akan Tuhan akan mengalir ke seluruh anggota keluarga kita: "Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati." (Mazmur 112:2). Bila kita hidup takut akan Tuhan maka berkat Tuhan akan sampai kepada anak cucu (keturunan) kita. Luar biasa! Hidup dalam perjanjian berkat Tuhan bukan berarti bebas dari masalah, justru masalah akan Tuhan pakai untuk meneguhkan perjanjian-Nya; dan satu hal yang tak boleh dilupakan adalah tujuan Tuhan memberkati yaitu supaya kita jadi berkat. Karena itu orang yang takut akan Tuhan pasti akan banyak memberi karena ia diberi kelimpahan oleh Tuhan (Mazmur 112:9).
Orang yang takut akan Tuhan hidupnya pasti akan dikejar oleh berkat!
Catatan:
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati. Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah." (Roma 9:15-16).
Tuesday, May 30, 2017
KEDIAMAN ORANG BIJAK: Rumahku Istanaku
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2017
Baca: Amsal 21:17-23
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Kita sering mendengar ungkapan 'rumahku istanaku' yang artinya tidak ada tempat yang paling nyaman selain saat berada di rumah sendiri. Dalam ungkapan ini, bentuk fisik sebuah rumah, entah itu rumah berukuran besar atau kecil, mewah atau sederhana, berada di kawasan elite atau di gang yang sempit (perkampungan), tidaklah begitu berpengaruh. Sering kita temui ada orang-orang yang tinggal di rumah yang mewah dengan perabotan yang serba lux, tetapi suasana di dalam rumah itu tidak seindah nampaknya, tidak ada ketenteraman dan kenyamanan, yang ada justru percekcokan dan pertengkaran di antara anggota keluarga: anak-anak memberontak, suami selingkuh, dan sebagainya.
Rasa nyaman, tenteram, tenang dan damai sangat dipengaruhi oleh faktor intern dalam rumah itu. Mungkin saja rumah itu kecil dan sederhana, tapi bila setiap penghuni rumah itu atau masing-masing anggota keluarga senantiasa mempraktekkan hidup yang sesuai dengan firman Tuhan, pasti akan memiliki suasana yang berbeda. Itulah tempat kediaman orang bijak! Orang bijak menurut kitab Amsal adalah orang yang mau belajar dan diajar, mau menerima teguran; orang yang bertumbuh di dalam hikmat, nasihat, kebijaksanaan dan pengetahuan; orang yang menjauhi kejahatan. Atau dengan kata lain orang bijak adalah orang yang takut akan Tuhan (orang benar). Karena memiliki hati yang takut akan Tuhan dan mempraktekkan firman, bisa dipastikan bahwa di dalam kediaman orang bijak ada buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23a).
Kesimpulannya, di dalam kediaman orang bijak senantiasa ada berkat yang berkelimpahan sebagai dampak ketaatannya melakukan firman Tuhan. Kata 'harta yang indah' berbicara tentang berkat; sedangkan kata 'minyak' berbicara tentang pengurapan Tuhan. Karena dalam kediaman orang bijak ada kebenaran maka ada jaminan perlindungan dan pembelaan dari Tuhan bagi mereka, sehingga hari-harinya penuh dengan kemenangan. "Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." (Amsal 21:22).
Kenyamanan ada di kediaman orang bijak, karena Tuhan ada di antara mereka!
Baca: Amsal 21:17-23
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Kita sering mendengar ungkapan 'rumahku istanaku' yang artinya tidak ada tempat yang paling nyaman selain saat berada di rumah sendiri. Dalam ungkapan ini, bentuk fisik sebuah rumah, entah itu rumah berukuran besar atau kecil, mewah atau sederhana, berada di kawasan elite atau di gang yang sempit (perkampungan), tidaklah begitu berpengaruh. Sering kita temui ada orang-orang yang tinggal di rumah yang mewah dengan perabotan yang serba lux, tetapi suasana di dalam rumah itu tidak seindah nampaknya, tidak ada ketenteraman dan kenyamanan, yang ada justru percekcokan dan pertengkaran di antara anggota keluarga: anak-anak memberontak, suami selingkuh, dan sebagainya.
Rasa nyaman, tenteram, tenang dan damai sangat dipengaruhi oleh faktor intern dalam rumah itu. Mungkin saja rumah itu kecil dan sederhana, tapi bila setiap penghuni rumah itu atau masing-masing anggota keluarga senantiasa mempraktekkan hidup yang sesuai dengan firman Tuhan, pasti akan memiliki suasana yang berbeda. Itulah tempat kediaman orang bijak! Orang bijak menurut kitab Amsal adalah orang yang mau belajar dan diajar, mau menerima teguran; orang yang bertumbuh di dalam hikmat, nasihat, kebijaksanaan dan pengetahuan; orang yang menjauhi kejahatan. Atau dengan kata lain orang bijak adalah orang yang takut akan Tuhan (orang benar). Karena memiliki hati yang takut akan Tuhan dan mempraktekkan firman, bisa dipastikan bahwa di dalam kediaman orang bijak ada buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23a).
Kesimpulannya, di dalam kediaman orang bijak senantiasa ada berkat yang berkelimpahan sebagai dampak ketaatannya melakukan firman Tuhan. Kata 'harta yang indah' berbicara tentang berkat; sedangkan kata 'minyak' berbicara tentang pengurapan Tuhan. Karena dalam kediaman orang bijak ada kebenaran maka ada jaminan perlindungan dan pembelaan dari Tuhan bagi mereka, sehingga hari-harinya penuh dengan kemenangan. "Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." (Amsal 21:22).
Kenyamanan ada di kediaman orang bijak, karena Tuhan ada di antara mereka!
Monday, May 29, 2017
NATAN: Tuhan Telah Memberikan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2017
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"TUHAN mengutus Natan kepada Daud." 2 Samuel 12:1a
Berbicara tentang nabi Natan, ingatan kita pasti tertuju kepada Daud. Mengapa? Karena nabi Natan adalah salah seorang nabi yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan raja Daud. Karena kedekatannya ini maka Daud tidak segan-segan untuk mengungkapkan apa yang menjadi pergumulan hidupnya kepada nabi Natan. Salah satu contohnya adalah ketika Daud punya kerinduan untuk membangun bait Tuhan, kerinduan itu ia share kepada nabi Natan, di mana akhirnya Tuhan memakai nabi-Nya untuk menjawab kerinduan Daud ini walaupun yang akan melaksanakan pembangunan bait-Nya bukanlah dia tapi keturunannya. "...Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku..." (2 Samuel 7:12-13).
Nama Natan dalam bahasa Ibrani memiliki arti: Tuhan telah memberikan. Sesuai dengan arti namanya Tuhan telah memberikan Natan bagi Daud, Tuhan memakai nabi Natan untuk menyatakan kehendak-Nya atau menjadi juru bicara-Nya bagi Daud. Bukan hanya itu, Tuhan juga menyediakan seorang kawan yang tidak takut menyatakan kebenaran, menegur kesalahan, atau yang mampu bersikap tegas tanpa kompromi. Ketika Daud jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, nabi Natan menegurnya dengan menggunakan metode perumpamaan. Dengan perumpamaan yang disampaikan Natan ini tanpa disadari Daud menyalahkan dirinya sendiri (2 Samuel 12:5). Teguran keras nabi Natan terhadapnya ini tidak membuat Daud kebakaran jenggot, marah atau memusuhi Natan, justru ia menunjukkan kualitas hidup sebagai pemimpin sejati, "...menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya." (2 Samuel 8:15). Dengan penuh penyesalan Daud mengakui kesalahan dan dosanya (2 Samuel 12:13), karena itu Tuhan pun mengampuninya (baca 1 Yohanes 1:9).
Adalah tidak mudah menegur, menyatakan kebenaran dan bersikap tegas seperti nabi Natan. Banyak orang memilih melakukan kompromi atau menutup mata ketika melihat orang-orang yang dikasihi melakukan perbuatan yang menyimpang dari firman.
"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." Amsal 27:6
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"TUHAN mengutus Natan kepada Daud." 2 Samuel 12:1a
Berbicara tentang nabi Natan, ingatan kita pasti tertuju kepada Daud. Mengapa? Karena nabi Natan adalah salah seorang nabi yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan raja Daud. Karena kedekatannya ini maka Daud tidak segan-segan untuk mengungkapkan apa yang menjadi pergumulan hidupnya kepada nabi Natan. Salah satu contohnya adalah ketika Daud punya kerinduan untuk membangun bait Tuhan, kerinduan itu ia share kepada nabi Natan, di mana akhirnya Tuhan memakai nabi-Nya untuk menjawab kerinduan Daud ini walaupun yang akan melaksanakan pembangunan bait-Nya bukanlah dia tapi keturunannya. "...Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku..." (2 Samuel 7:12-13).
Nama Natan dalam bahasa Ibrani memiliki arti: Tuhan telah memberikan. Sesuai dengan arti namanya Tuhan telah memberikan Natan bagi Daud, Tuhan memakai nabi Natan untuk menyatakan kehendak-Nya atau menjadi juru bicara-Nya bagi Daud. Bukan hanya itu, Tuhan juga menyediakan seorang kawan yang tidak takut menyatakan kebenaran, menegur kesalahan, atau yang mampu bersikap tegas tanpa kompromi. Ketika Daud jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, nabi Natan menegurnya dengan menggunakan metode perumpamaan. Dengan perumpamaan yang disampaikan Natan ini tanpa disadari Daud menyalahkan dirinya sendiri (2 Samuel 12:5). Teguran keras nabi Natan terhadapnya ini tidak membuat Daud kebakaran jenggot, marah atau memusuhi Natan, justru ia menunjukkan kualitas hidup sebagai pemimpin sejati, "...menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya." (2 Samuel 8:15). Dengan penuh penyesalan Daud mengakui kesalahan dan dosanya (2 Samuel 12:13), karena itu Tuhan pun mengampuninya (baca 1 Yohanes 1:9).
Adalah tidak mudah menegur, menyatakan kebenaran dan bersikap tegas seperti nabi Natan. Banyak orang memilih melakukan kompromi atau menutup mata ketika melihat orang-orang yang dikasihi melakukan perbuatan yang menyimpang dari firman.
"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." Amsal 27:6
Sunday, May 28, 2017
BANGKIT BERSAMA KRISTUS: Kedagingan Harus Mati (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2017
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Rasul Paulus mengingatkan, "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Ingat! Waktu dan kesempatan kita untuk hidup di dunia ini adalah terbatas, karena itu jangan sampai disia-siakan, kita harus mempergunakannya dengan sebaik mungkin.
Tatkala orang-orang di luar Tuhan sedang disibukkan dengan perkara-perkara duniawi, dan berupaya untuk memuaskan segala keinginan dagingnya, orang percaya justru dituntut untuk menunjukkan kualitas hidup yang berbedda, "...supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Mengapa? Karena status kita adalah manusia baru. Hidup sebagai manusia baru bukan sekedar tampak aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani (pelayanan) saja. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Hanya dengan mematikan segala keinginan daging dan hal-hal yang duniawi maka kita akan tampil sebagai pribadi yang berbeda. Hanya dengan cara ini kehidupan kita akan memancarkan hal-hal sorgawi dan Kristus dimuliakan di dalam kita. Selama kita masih hidup dalam kedagingan berarti kita belum mengalami kematian di dalam Tuhan, sebab kematian di dalam Tuhan itu berkenaan dengan usaha untuk memadamkan atau mematikan segala keinginan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus, hidup kita sekarang bukan lagi milik kita sendiri, namun sepenuhnya menjadi milik Tuhan untuk kepentingan Tuhan dan kemuliaan nama Tuhan.
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Rasul Paulus mengingatkan, "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Ingat! Waktu dan kesempatan kita untuk hidup di dunia ini adalah terbatas, karena itu jangan sampai disia-siakan, kita harus mempergunakannya dengan sebaik mungkin.
Tatkala orang-orang di luar Tuhan sedang disibukkan dengan perkara-perkara duniawi, dan berupaya untuk memuaskan segala keinginan dagingnya, orang percaya justru dituntut untuk menunjukkan kualitas hidup yang berbedda, "...supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Mengapa? Karena status kita adalah manusia baru. Hidup sebagai manusia baru bukan sekedar tampak aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani (pelayanan) saja. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Hanya dengan mematikan segala keinginan daging dan hal-hal yang duniawi maka kita akan tampil sebagai pribadi yang berbeda. Hanya dengan cara ini kehidupan kita akan memancarkan hal-hal sorgawi dan Kristus dimuliakan di dalam kita. Selama kita masih hidup dalam kedagingan berarti kita belum mengalami kematian di dalam Tuhan, sebab kematian di dalam Tuhan itu berkenaan dengan usaha untuk memadamkan atau mematikan segala keinginan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus, hidup kita sekarang bukan lagi milik kita sendiri, namun sepenuhnya menjadi milik Tuhan untuk kepentingan Tuhan dan kemuliaan nama Tuhan.
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Saturday, May 27, 2017
BANGKIT BERSAMA KRISTUS: Kedagingan Harus Mati (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2017
Baca: Kolose 3:1-4
"Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." Kolose 3:1
Menjalani hidup sebagai manusia baru adalah hal yang mutlak bagi semua orang percaya. Mengapa? Karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi, jika ada orang Kristen yang hidupnya masih belum berubah 100% atau masih menjalani hidup sebagai manusia lama (berkompromi dengan dosa), maka kekristenannya patut dipertanyakan! Kita layak disebut manusia baru di dalam Kristus apabila kita benar-benar menanggalkan kehidupan lama, mematikan segala keinginan yang sifatnya duniawi. Apa dasarnya? Karena kita telah "...dibangkitkan bersama dengan Kristus," (ayat nas).
Untuk bisa menjadi satu dalam kebangkitan Kristus orang harus menjadi satu juga dalam kematian-Nya, artinya mau membayar harga, bersedia taat sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, seperti Kristus yang taat tak bersyarat kepada kehendak Bapa, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Karena ketaatan-Nya yang tanpa syarat kepada Bapa akhirnya Kristus menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat kepada-Nya, seperti tertulis: "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya," (Ibrani 5:8-9).
Oleh karena itu setiap orang percaya wajib mengikuti teladan Kristus, yang telah mematikan kehendak sendiri untuk melakukan kehendak bapa dan menyelesaikan misi yang Bapa percayakan kepada-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Mati terhadap segala keinginan daging atau hal-hal duniawi bukanlah proses yang instan dan mudah, tapi meliputi seluruh aspek kehidupan kita dan berlangsung seumur hidup kita.
Tanda nyata orang hidup sebagai manusia baru adalah kedagingannya mati!
Baca: Kolose 3:1-4
"Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." Kolose 3:1
Menjalani hidup sebagai manusia baru adalah hal yang mutlak bagi semua orang percaya. Mengapa? Karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi, jika ada orang Kristen yang hidupnya masih belum berubah 100% atau masih menjalani hidup sebagai manusia lama (berkompromi dengan dosa), maka kekristenannya patut dipertanyakan! Kita layak disebut manusia baru di dalam Kristus apabila kita benar-benar menanggalkan kehidupan lama, mematikan segala keinginan yang sifatnya duniawi. Apa dasarnya? Karena kita telah "...dibangkitkan bersama dengan Kristus," (ayat nas).
Untuk bisa menjadi satu dalam kebangkitan Kristus orang harus menjadi satu juga dalam kematian-Nya, artinya mau membayar harga, bersedia taat sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, seperti Kristus yang taat tak bersyarat kepada kehendak Bapa, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Karena ketaatan-Nya yang tanpa syarat kepada Bapa akhirnya Kristus menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat kepada-Nya, seperti tertulis: "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya," (Ibrani 5:8-9).
Oleh karena itu setiap orang percaya wajib mengikuti teladan Kristus, yang telah mematikan kehendak sendiri untuk melakukan kehendak bapa dan menyelesaikan misi yang Bapa percayakan kepada-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Mati terhadap segala keinginan daging atau hal-hal duniawi bukanlah proses yang instan dan mudah, tapi meliputi seluruh aspek kehidupan kita dan berlangsung seumur hidup kita.
Tanda nyata orang hidup sebagai manusia baru adalah kedagingannya mati!
Friday, May 26, 2017
TUHAN YESUS NAIK KE SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2017
Baca: Ibrani 9:11-28
"demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." Ibrani 9:28
Banyak orang Kristen hanya sekedar ikut merayakan hari kenaikan Tuhan Yesus namun tidak tahu apa makna sesungguhnya yang terkandung dalam peristiwa itu. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah hari kebangkitan-Nya.
Dikatakan: "...Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:20). Artinya Tuhan Yesus naik ke sorga untuk menjadi perintis bagi kita, Ia pergi mendahului kita untuk menyediakan tempat bagi kita. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Karena itu seberat apa pun tantangan yang ada di dunia tak seharusnya membuat kita takut dan kuatir, karena dunia ini bukanlah tempat tinggal yang permanen, melainkan persinggahan sementara, sedangkan tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah di dalam sorga.
Tuhan Yesus telah naik ke sorga. Ia mengambil suatu pekerjaan baru yaitu mendoakan kita dan menghadap hadirat Bapa guna kepentingan umat-Nya (Ibrani 7:24) dan menjadi Pengantara bagi kita. "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25), sehingga kita beroleh keberanian untuk menghampiri takhta kasih karunia Bapa. Tuhan Yesus naik ke sorga juga untuk memberikan Penolong yaitu Roh Kudus. "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7)
Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga memberi jaminan keselamatan bagi orang percaya!
Baca: Ibrani 9:11-28
"demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." Ibrani 9:28
Banyak orang Kristen hanya sekedar ikut merayakan hari kenaikan Tuhan Yesus namun tidak tahu apa makna sesungguhnya yang terkandung dalam peristiwa itu. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah hari kebangkitan-Nya.
Dikatakan: "...Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:20). Artinya Tuhan Yesus naik ke sorga untuk menjadi perintis bagi kita, Ia pergi mendahului kita untuk menyediakan tempat bagi kita. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Karena itu seberat apa pun tantangan yang ada di dunia tak seharusnya membuat kita takut dan kuatir, karena dunia ini bukanlah tempat tinggal yang permanen, melainkan persinggahan sementara, sedangkan tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah di dalam sorga.
Tuhan Yesus telah naik ke sorga. Ia mengambil suatu pekerjaan baru yaitu mendoakan kita dan menghadap hadirat Bapa guna kepentingan umat-Nya (Ibrani 7:24) dan menjadi Pengantara bagi kita. "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25), sehingga kita beroleh keberanian untuk menghampiri takhta kasih karunia Bapa. Tuhan Yesus naik ke sorga juga untuk memberikan Penolong yaitu Roh Kudus. "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7)
Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga memberi jaminan keselamatan bagi orang percaya!
Thursday, May 25, 2017
YESUS KRISTUS MENEMBUS SEGALA LANGIT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2017
Baca: Ibrani 4:14-16
"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita." Ibrani 4:14
Setelah bangkit dari kematian dan mengalahkan kuasa maut Tuhan Yesus mempunyai tubuh kebangkitan, dan tubuh kebangkitan-Nya itu tidak dapat dibatasi oleh pintu atau tembok atau lain-lainnya, karena tubuh itu adalah tubuh kemuliaan, yang tentunya tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini. Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya berulang-ulang kali dan selanjutnya Ia naik ke sorga, "...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka." (Kisah 1:9). Arti kenaikan Yesus Kristus ialah dipisahkan dari murid-murid-Nya, serta dibawa naik ke sorga, di mana peristiwa ini disaksikan oleh para murid-Nya ketika mereka sedang berkumpul bersama-Nya di bukit Zaitun.
Kenaikan ke sorga merupakan klimaks dari kehidupan Yesus Kristus di dunia dalam peristiwa inkarnasi-Nya. Kehidupan-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya, serta ditutup secara dramatis dengan kenaikan-Nya ke sorga adalah bukti nyata bahwa Dia adalah Tuhan yang Mahakuasa. Dari fakta ini tak ada alasan bagi manusia untuk menyangkal ke-Ilahian-Nya. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Yesus Kristus datang ke dunia dengan cara yang ajaib, maka patutlah Ia keluar dengan cara ajaib dan mulia pula. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus telah menembus dan ditinggikan dari segala langit.
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga dengan tubuh nyata dan dapat disaksikan secara langsung oleh murid-murid-Nya memiliki tujuan agar murid-murid-Nya dapat bersaksi kepada orang lain dan dapat memberikan jawaban kepada semua orang yang sebelumnya mengejek, meremehkan dan merendahkan Sang Mesias, sehingga jawaban itu dapat membungkam mulut orang yang tidak mau percaya kepada kebangkitan Yesus Kristus.
Yesus Kristus naik ke sorga adalah real atau fakta, masihkah kita tidak percaya?
Baca: Ibrani 4:14-16
"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita." Ibrani 4:14
Setelah bangkit dari kematian dan mengalahkan kuasa maut Tuhan Yesus mempunyai tubuh kebangkitan, dan tubuh kebangkitan-Nya itu tidak dapat dibatasi oleh pintu atau tembok atau lain-lainnya, karena tubuh itu adalah tubuh kemuliaan, yang tentunya tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini. Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya berulang-ulang kali dan selanjutnya Ia naik ke sorga, "...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka." (Kisah 1:9). Arti kenaikan Yesus Kristus ialah dipisahkan dari murid-murid-Nya, serta dibawa naik ke sorga, di mana peristiwa ini disaksikan oleh para murid-Nya ketika mereka sedang berkumpul bersama-Nya di bukit Zaitun.
Kenaikan ke sorga merupakan klimaks dari kehidupan Yesus Kristus di dunia dalam peristiwa inkarnasi-Nya. Kehidupan-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya, serta ditutup secara dramatis dengan kenaikan-Nya ke sorga adalah bukti nyata bahwa Dia adalah Tuhan yang Mahakuasa. Dari fakta ini tak ada alasan bagi manusia untuk menyangkal ke-Ilahian-Nya. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Yesus Kristus datang ke dunia dengan cara yang ajaib, maka patutlah Ia keluar dengan cara ajaib dan mulia pula. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus telah menembus dan ditinggikan dari segala langit.
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga dengan tubuh nyata dan dapat disaksikan secara langsung oleh murid-murid-Nya memiliki tujuan agar murid-murid-Nya dapat bersaksi kepada orang lain dan dapat memberikan jawaban kepada semua orang yang sebelumnya mengejek, meremehkan dan merendahkan Sang Mesias, sehingga jawaban itu dapat membungkam mulut orang yang tidak mau percaya kepada kebangkitan Yesus Kristus.
Yesus Kristus naik ke sorga adalah real atau fakta, masihkah kita tidak percaya?
Subscribe to:
Posts (Atom)