Monday, March 20, 2017

FIRMAN TUHAN: Perkataan Tuhan Berkuasa

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2017

Baca:  Yesaya 45:20-25

"Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali:"  Yesaya 45:23

Alkitab bukanlah buku biasa yang bisa disamakan dengan buku-buku ilmu pengetahuan karya ahli-ahli ternama di dunia, atau sekedar buku bacaan rohani yang bisa dibaca sewaktu-waktu kala seseorang sedang suntuk dan butuh hiburan.  Alkitab adalah sabda atau firman Tuhan yang hidup dan berkuasa, Tuhan sendiri yang berfirman kepada manusia.  Bahkan alam semesta dan seluruh isinya ini sudah diciptakan oleh firman Tuhan  (baca  Kejadian 1:1-15).  Jadi,  "...alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat."  (Ibrani 11:3).

     Kalau kita membaca Alkitab artinya kita sedang mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita.  Perkataan Tuhan itu mempunyai kuasa untuk mencipta, melepaskan, menyembuhkan, menghiburkan dan menyelamatkan.  Firman itu adalah Tuhan Yesus sendiri, Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya seperti tertulis:  "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran."  (Yohanes 1:1-3, 14).

     Banyak orang Kristen mengakui kebenaran Alkitab sebagai firman Tuhan yang hidup dan berkuasa, tetapi mereka seringkali memperlakukan Alkitab secara tidak wajar:  membuka dan membaca Alkitab jika sedang luang saja, atau memperlakukan Alkitab secara istimewa hanya saat beribadah di gereja saja.  Ketika sedang dihadapkan pada masalah atau kesulitan hidup mereka merasa sangsi terhadap kuasa firman Tuhan, dan lebih mempercayai omongan orang atau pendapat manusia, lebih menuruti nasihat orang fasik daripada mengikuti petunjuk firman Tuhan.  "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."  (Matius 24:35).

Milikilah komitmen seperti pemazmur:  "Bagianku ialah TUHAN, aku telah berjanji untuk berpegang pada firman-firman-Mu."  Mazmur 119:57

Sunday, March 19, 2017

PERCAYA DAN PENGAKUAN: Berjalan Beriringan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2017

Baca:  Roma 10:8-15

"Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan."  Roma 10:9

Tidak banyak orang Kristen mengetahui rahasia bahwa percaya dan pengakuan adalah dua hal yang tak terpisahkan dan berperan penting dalam kehidupan kekristenan.  Ketika kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, percaya kepada firman-Nya, maka dibutuhkan pula sebuah pengakuan yang benar melalui mulut kita.  Pengakuan yang benar itulah buah dari iman yang hidup.  Hal itu menunjukkan bahwa hati dan mulut memiliki fungsi masing-masing dalam keselamatan kita.  Dengan hati kita percaya, tetapi dengan mulut kita pun harus mengaku, dan keduanya harus berjalan secara beriringan, sebab percaya dalam hati saja tidaklah cukup, harus dibuktikan dengan pengakuan melalui mulut kita.  Jadi, apa yang kita percayai harus sejalan dengan yang kita akui dengan mulut kita.  Percaya kita dan pengakuan kita, itulah yang akan memerintah hidup kita dan menuntun kita kepada keselamatan, kesembuhan, kelepasan dan segala berkat Tuhan kepada kita.

     Ketika kita berkata bahwa kita sedang kuatir, maka pada saat kita berkata demikian, seketika itu timbul kekuatiran di dalam hati kita.  Ketika kita berkata bahwa kita takut terhadap suatu hal, maka pada saat kita mengatakan itu, kekuatiran sedang merayap di dalam hati kita.  "...engkau terjerat dalam perkataan mulutmu, tertangkap dalam perkataan mulutmu,"  (Amsal 6:2).  Ayub berkata,  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).  Penting sekali untuk menetapkan:  apa yang kita percaya dan apa yang kita katakan.  "'Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.' Itulah firman iman, yang kami beritakan."  (Roma 10:8).

     Karena itu percayalah kepada Tuhan Yesus yang telah menyampaikan janji firman-Nya dan senantiasalah memperkatakan firman Tuhan sebagai wujud pengakuan kita, supaya kuasa firman-Nya bekerja dan berlaku dalam hidup kita!

"'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata."  2 Korintus 4:13

Saturday, March 18, 2017

KETAATAN ADALAH HARGA MUTLAK (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Maret 2017

Baca:  Yosua 7:1-26

"Tetapi orang Israel berubah setia dengan mengambil barang-barang yang dikhususkan itu, karena Akhan bin Karmi bin Zabdi bin Zerah, dari suku Yehuda, mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu."  Yosua 7:1

Di bawah kepemimpinan Yosua bangsa Israel berhasil menaklukkan kota Yerikho yang sangat kuat karena mereka taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan.  Namun saat melawan kota Ai yang jumlah penduduknya lebih sedikit  (pasal 7)  bukan kemenangan yang diraih, sebaliknya orang Israel malah menjadi pecundang.  "...mereka melarikan diri di depan orang-orang Ai. Sebab orang-orang Ai menewaskan kira-kira tiga puluh enam orang dari mereka; orang-orang Israel itu dikejar dari depan pintu gerbang kota itu sampai ke Syebarim dan dipukul kalah di lereng."  (ayat 4-5).

     Apa yang sebenarnya terjadi?  Kekalahan yang sangat memalukan ini terjadi sebagai akibat dari ketidaktaatan orang-orang Israel terhadap perintah Tuhan.  Jadi mereka kalah bukan karena tidak lihai dalam mengatur strategi perang, atau jumlah pasukan musuh yang lebih besar.  Ketidaktaatanlah yang membuat Tuhan tidak lagi berpihak kepada mereka.  Pelanggaran besar apa yang telah diperbuat orang-orang Israel?  Ketika mereka menyerang Yerikho, seluruh kota dan isinya harus dikhususkan bagi Tuhan.  "...jagalah dirimu terhadap barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya dan dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan mencelakakannya. Segala emas dan perak serta barang-barang tembaga dan besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN."  (Yosua 6:18-19).  Namun Akhan telah melanggarnya yaitu mengambil barang-barang berharga yang telah dikhususkan bagi Tuhan.

     Ketidaktaatan Akhan ini bukan hanya datangkan kekalahan Israel, tapi juga murka Tuhan atas dirinya dan keluarganya.  "'Seperti engkau mencelakakan kami, maka TUHAN pun mencelakakan engkau pada hari ini.' Lalu seluruh Israel melontari dia dengan batu, semuanya itu dibakar dengan api dan dilempari dengan batu."  (Yosua 7:25).

"Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."  Amsal 13:13

Friday, March 17, 2017

KETAATAN ADALAH HARGA MUTLAK (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2017

Baca:  1 Samuel 15:1-35

"Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."  1 Samuel 15:23b

Percaya dan taat adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan kekristenan.  Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus kita juga harus taat kepada perintah-Nya, karena tanpa ketaatan tak seorang pun dapat menyenangkan hati Tuhan.

     Saul adalah salah satu contoh tokoh di Alkitab yang harus menuai akibat dari ketidaktaatannya melakukan perintah Tuhan.  Kita tahu bahwa Saul bukanlah sembarang orang, melainkan seorang raja atas Israel, namun pada akhirnya ia mengalami penolakan dari Tuhan, bahkan Tuhan merasa menyesal telah memilihnya sebagai raja karena ia telah menyepelekan perintah.  Melalui nabi Samuel Tuhan berfirman,  "...pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."  (ayat 3).  Saul diperintahkan untuk menumpas semua orang Amalek tanpa terkecuali, termasuk hewan ternaknya, namun yang dilakukan:  "...Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu."  (ayat 9a).  Itu artinya Saul tidak taat sepenuhnya kepada Tuhan, karena menyelamatkan raja Amalek dan membawa ternak-ternak mereka yang tambun, dan segala yang berharga, namun di hadapan Samuel ia berkata,  "...aku telah melaksanakan firman TUHAN."  (ayat 13).

     Saul berpikir ternak-ternak tambun tersebut hendak ia persembahkan kepada Tuhan sebagai korban syukur  (karena sudah menjadi tradisi bagi bangsa Israel, setiap kali menang dalam peperangan melawan musuh, mereka mempersembahkan korban syukur kepada Tuhan).  Mempersembahkan korban kepada Tuhan memang baik, tetapi jika itu merupakan upaya untuk menutupi dosa atau pelanggaran, maka akan merupakan kejijikan bagi Tuhan karena Tuhan tidak bisa disuap atau disogok!  "Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan."  (ayat 22a).

Apa pun alasannya, setiap ketidaktaatan terhadap firman Tuhan itu fatal akibatnya!

Thursday, March 16, 2017

KETAATAN ADALAH HARGA MUTLAK (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2017

Baca:  Mazmur 89:21-38

"jika ketetapan-Ku mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintah-Ku, maka Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan."  Mazmur 89:32-33

Jujur diakui bahwa banyak orang Kristen yang tidak suka dan  'merasa alergi'  jika mendengar khotbah tentang ketaatan, karena yang ada di pikiran adalah ketaatan selalu identik dengan larangan-larangan:  tidak boleh ini tidak boleh itu, sesuatu yang tidak boleh dilanggar, yang jika dilanggar ada sanksi atau konsekuensinya seperti tertulis:  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal,"  (Ibrani 2:2).  Karena itu tidaklah mengherankan jika orang lebih suka mendengar khotbah tentang berkat, keberhasilan, kemenangan, pemulihan, kesembuhan, mujizat dan sebagainya.  Yang harus disadari adalah bahwa berkat, keberhasilan, kemenangan, pemulihan, kesembuhan, mujizat adalah dampak atau upah dari ketaatan seseorang dalam melakukan firman Tuhan.

     Ketaatan adalah harga yang mutlak jika seseorang ingin mengalami penggenapan janji Tuhan!  Ketaatan bukanlah sebatas larangan untuk melakukan sesuatu atau keharusan melakukan sesuatu, tetapi merupakan keseluruhan gaya hidup yang harus dimiliki setiap orang percaya.  Ketika ketaatan sudah menjadi gaya hidup dalam diri seseorang, maka melakukan firman Tuhan bukan lagi menjadi suatu beban atau hal yang memberatkan, melainkan menjadi sebuah kesukaan.  Tuhan Yesus telah mendemonstrasikan ketaatan-Nya kepada Bapa sebagai gaya hidup di sepanjang hidup-Nya.  Hal itu tersirat dari pernyataan-Nya,  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).

     Tuhan memberikan perintah bukan bertujuan untuk membebani, namun sesungguhnya demi kebaikan kita sendiri, karena Ia hendak menuntun ke jalan yang benar supaya rencana-Nya tergenapi yaitu kehidupan yang berlimpahan dan masa depan yang penuh harapan.  Yang disesalkan, orang memilih tidak mau taat mengikuti jalan Tuhan, padahal  "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya."  (Mazmur 25:10).

Akibat dari ketidaktaatan:  kita gagal menikmati berkat-berkat yang sesungguhnya telah Tuhan sediakan!

Wednesday, March 15, 2017

KEBERHASILAN KARENA TINGGAL DALAM FIRMAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2017

Baca:  Yesaya 55:6-13

"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  Yesaya 55:11

Ayat nas menegaskan bahwa setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan tidak akan kembali dengan sia-sia, melainkan akan melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.  Luar biasa!  Karena itu jangan pernah menganggap remeh atau sepele ayat-ayat firman Tuhan!

     Pemazmur memiliki pengalaman hidup yang luar biasa ketika ia senantiasa  'tinggal'  di dalam firman Tuhan,  Dikatakan,  "Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana...lebih berakal budi...lebih mengerti..."  (Mazmur 119:98-100);  bijaksana  (Ibrani:  chakam)  berarti kemampuan dalam teknik bekerja, kecerdasan, kelihaian atau kecerdikan.  Ini sangat dibutuhkan dalam menjalani hidup karena ada banyak tantangan yang menghadang langkah kita, dan firman Tuhan memberikan pedoman bagaimana kita tetap kuat berdiri dan tidak mudah terjatuh;  berakal budi  (Ibrani:  sakal)  artinya sangat berhati-hati, cerdas, punya kapasitas untuk sebuah pengertian.  Sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu pesat, jika kita tidak berakal budi kita akan mudah sekali terbawa arus dunia ini, dan gampang dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan;  mengerti  (Ibrani:  biyn)  artinya melihat, kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan yang salah.  Firman Tuhan membuat kita memiliki kepekaan rohani sehingga mampu membaca situasi dan peristiwa apa pun.

     Alkitab menyatakan bahwa  "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."  (Matius 24:35).  Karena tahu persis dan memiliki pengalaman hidup betapa firman Tuhan itu berkuasa dan memberi keuntungan besar dalam hidupnya, maka di hari-hari akhir hidupnya Daud pun berpesan kepada Salomo,  "Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju,"  (1 Raja-Raja 2:3).

"Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada."  Mazmur 33:9

Tuesday, March 14, 2017

KEBERHASILAN KARENA TINGGAL DALAM FIRMAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2017

Baca:  Mazmur 1:1-6

"tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam."  Mazmur 1:2

Banyak orang berpikir bahwa keberhasilan hidup seseorang sangat ditentukan oleh kecerdasan intelektual atau kecerdasan dalam bidang akademik  (IQ)  sepenuhnya.  Benarkah?  Riset justru menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual  (IQ)  ternyata hanya menyumbang 20% dari keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya ditentukan oleh faktor lain yaitu kecerdasan emosional  (EQ).  Kecerdasan emosional  (EQ)  adalah kemampuan untuk mengenali, memahami dan mengelola emosi kita sendiri dan emosi orang lain secara positif.  Karena itu orang yang memiliki kecerdasan emosional  (EQ)  tinggi akan mampu berkomunikasi lebih baik, membentuk hubungan yang lebih kuat dan mencapai sukses yang lebih besar di tempat kerja ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

     Kecerdasan emosional  (EQ)  berbicara tentang karakter atau perilaku hidup seseorang.  Bagi orang percaya pedoman utama untuk meningkatkan kecerdasan emosional  (EQ)  adalah Alkitab, sebab  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).  Penting sekali memiliki pengenalan yang benar tentang firman Tuhan.  Ada tertulis:  "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu."  (Hosea 4:6).  Untuk memiliki pengenalan yang benar tentang firman Tuhan kita harus menyediakan waktu untuk membaca, mempelajari dan merenungkan firman Tuhan itu siang malam, dan menjadikan hal itu sebagai gaya hidup, bukan untuk keterpaksaan, seperti Daud yang berkata,  "...Taurat-Mu adalah kegemaranku."  (Mazmur 119:77).

     Pemazmur menyatakan keberadaan orang yang tinggal dalam firman  "...seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:3).

Semakin kita merenungkan firman Tuhan siang malam semakin kita tahu tentang kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dan meraih keberhasilan hidup!

Monday, March 13, 2017

SUDAHKAH BENAR-BENAR PERCAYA?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Maret 2017

Baca:  Yohanes 3:31-36

"Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya."  Yohanes 3:36

Percaya kepada Yesus sebagai  Tuhan adalah sesuatu yang luar biasa, sangat berharga, mulia, tak ternilai dan tak bisa digantikan dengan uang, emas, perak, harta, atau apa pun yang ada di dunia.  Mengapa?  Sebab percaya kepada-Nya adalah syarat untuk memperoleh hidup yang kekal.  Namun tidak sedikit orang datang kepada Yesus bukan karena percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat,  "...melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang."  (Yohanes 6:26).  Mereka mencari Tuhan Yesus didorong oleh motif yang tidak murni:  ingin berkat, mujizat, kesembuhan dan sebagainya.

     Ketika percaya kepada Tuhan Yesus tidak secara otomatis kita menjadi kaya materi, bebas dari masalah atau krisis, semua berjalan mulus atau apa yang kita inginkan terpenuhi!  Itu yang kurang dipahami oleh semua orang;  begitu fakta berkata lain, kita pun terus membanding-bandingkan keadaan semasa berada di Mesir, dan timbul niat untuk kembali ke sana.  Percaya kepada Tuhan Yesus berarti mengenal Dia secara pribadi, percaya perkataan-Nya, mengimani setiap janji-janji-Nya, dan percaya segala sesuatu yang telah Kristus perbuat.  Inilah pengakuan Petrus,  "Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah."  (Yohanes 6:68-69).

     Orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus akan menempatkan Dia sebagai Raja dan Pemimpin bagi kehidupannya sehingga ia akan taat melakukan apa yang diperintahkan-Nya.  Selain itu orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan pasti tidak akan pernah mendua atau bercabang hati, melainkan berkomitmen untuk mengabdikan diri kepada Tuhan di segala keadaan, bahkan sampai akhir hidupnya, sebab ada tertulis:  "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."  (Matius 6:24).

Sebagai orang percaya jangan sekali-kali kita melepaskan kepercayaan kepada Tuhan Yesus, apa pun alasannya, karena upah besar menanti kita!

Sunday, March 12, 2017

HAJARAN TUHAN UNTUK MENYELAMATKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Maret 2017

Baca:  Mazmur 94:1-23

"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu,"  Mazmur 94:12

Mendengar kata hajaran pasti timbul kengerian di benak kita, karena terbayang keadaan seseorang yang sedang merintih kesakitan dalam kondisi babak belur, terluka dan berdarah-darah akibat menerima pukulan.  Dalam kehidupan Kristiani, menerima hajaran dari Tuhan adalah perkara yang tak bisa dihindari, terlebih-lebih jika kita berlaku menyimpang dari firman Tuhan, siap-siaplah menerima  'hajaran'  Tuhan.

     Tuhan menghajar umat-Nya bukan berarti membenci atau tidak mengasihi kita, justru hajaran-Nya adalah wujud kasih-Nya kepada kita.  Hajaran Tuhan adalah bentuk proses pendisiplinan supaya hidup kita semakin sempurna dan lebih baik dari sebelumnya.  Tidak sedikit orang Kristen yang mulai meninggalkan Tuhan, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam hal-hal rohani setelah hidupnya diberkati atau mengalami kelimpahan.  Karena itu perlu sekali Tuhan mengijinkan masalah atau memberikan jalan yang tidak rata, hidup yang ada tantangannya.  Itu pertanda bahwa Tuhan sedang menegur;  tetapi jika tetap saja mengeraskan hati, mulailah Tuhan harus menghajar.  Setiap hajaran Tuhan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Dia menghajar dengan target dan tujuan secara khusus.  Karena itu milikilah respons yang benar ketika sedang dihajar dan diproses Tuhan seperti Ayub yang bisa berkata,  "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  (Ayub 23:10).

     Sampai berapa lama Tuhan menghajar kita?  Itu sangat tergantung pada respons kita, apakah kita segera sadar dan mau menyerah penuh kepada Tuhan.  Kalau kita terus memberontak dan mengeraskan hati maka hajaran Tuhan akan berlangsung lama seperti yang dialami oleh bangsa Israel yang harus  'diproses dan dihajar'  Tuhan selama 40 tahun di padang gurun.  Karena itu pemazmur berkata,  "Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka,"  (Mazmur 94:12-13).  Orang yang memiliki kepekaan rohani tidak akan pernah memberontak atau pun lari ketika sedang  'dihajar'  Tuhan.

"Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia."  1 Korintus 11:32

Saturday, March 11, 2017

BUKAN SIAPA-SIAPA DI MATA MANUSIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2017

Baca:  Hakim-Hakim 3:31

"Samgar bin Anat; ia menewaskan orang Filistin dengan tongkat penghalau lembu, enam ratus orang banyaknya."  Hakim-Hakim 3:31

Kebanyakan orang berpikir bahwa Tuhan hanya akan memakai orang-orang yang di pandangan manusia memiliki banyak kelebihan:  cerdas, pintar, kaya, cantik, tampan atau punya sesuatu yang dibanggakan di hadapan sesamanya.  Tuhan tidak pernah memperhatikan apa pun yang tampak hebat secara kasat mata!  Yang Tuhan perhatikan dan perhitungkan adalah respons hati seseorang ketika menerima panggilan Tuhan.  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Apalah artinya seseorang tampak hebat di mata manusia, atau punya multi talenta, jika ia sendiri tidak mau mengembangkan potensi yang ada dengan penuh kesetiaan.

     Samgar adalah orang sederhana yang hanya berprofesi sebagai peternak atau petani, suatu profesi yang dipandang remeh, sepele dan sangat tidak diperhitungkan oleh manusia, namun justru dipilih Tuhan untuk melakukan perkara yang luar biasa.  Karena namanya hanya disebut sebanyak 2X di Alkitab, tidaklah mengherankan jika nama Samgar masih terdengar asing di telinga, padahal ia adalah salah satu tokoh hebat di Israel.  Ia hidup pada masa setelah Ehud sukses menundukkan bangsa Moab  (sehingga bangsa Israel menjadi aman selama 80 tahun).  Kalahnya bangsa Moab tidak membuat bangsa Israel terbebas dari musuh sepenuhnya, karena ada banyak musuh yang sewaktu-waktu bisa datang, salah satunya adalah bangsa Filistin.  Di tengah ancaman bangsa Filistin ini tampillah Samgar sebagai pahlawan bagi bangsanya.

     Meski hanya berbekal tongkat penghalau lembu  (tongkat yang terbuat dari kayu panjangnya kira-kira 8 feet  (2,4m), dilengkapi paku-paku besi runcing di ujungnya, biasanya berfungsi menggiring lembu pada waktu membajak tanah)  Samgar mampu menewaskan 600 tentara Filistin.  Tongkat penghalau lembu adalah tongkat biasa, tapi jika Tuhan turut campur tangan,  "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?"  (Kejadian 18:14a).  Mungkin di mata manusia kita ini bukanlah siapa-siapa, tapi jika Tuhan ada di pihak kita, siapakah lawan kita?

"Tetapi...apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,"  1 Korintus 1:27

Friday, March 10, 2017

BERPUASA: Melepaskan Belenggu Dosa

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2017

Baca:  Yesaya 58:1-12

"Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi."  Yesaya 58:4

Tuhan tidak pernah melihat cara berpuasa secara lahiriah, yang Ia perhatikan adalah hati.  Puasa seseorang akan menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan sikap hati yang benar, atau tetap melakukan perbuatan dosa  (terbelenggu dosa).  Adalah penting sekali kita menyediakan waktu secara khusus untuk berdoa dan berpuasa supaya dengan pertolongan Roh Kudus kita dilepaskan dari roh-roh jahat yang selama ini membelenggu hidup kita:  roh percabulan, roh kesombongan, roh iri dengki, roh amarah, roh sulit mengampuni dan sebagainya.  Puasa jenis ini adalah bentuk pertobatan secara pribadi!

     Secara terperinci, jujur dan terbuka kita mengakui segala dosa dan kesalahan di hadapan Tuhan.  Jangan pernah menyembunyikan dosa sekecil apa pun, sebab  "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab."  (Ibrani 4:13).  Dosa harus benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan secara tuntas, jika tidak, pertumbuhan rohani kita tidak akan pernah maksimal dan berkat-berkat Tuhan pun akan menjadi terhalang.  Karena itu kita harus menjadi orang Kristen yang benar-benar merdeka, terbebas dari segala belenggu dosa dan kuk.  Tuhan berkata,  "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk,"  (Yesaya 58:6).

     Kesalahan yang sering dilakukan ketika sedang berpuasa yaitu berpuasa tanpa disertai pertobatan.  Puasa model demikian tak lebih dari sekedar rutinitas dan hanya akan menyiksa badan tanpa membawa hasil, karena  "...suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi."  (ayat nas), doa kita tidak akan didengar Tuhan.  Berpuasa yang benar adalah belajar menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.  Menyalibkan kedagingan itu memang sakit, tetapi buahnya kelak pasti manis.

Puasa yang benar adalah puasa yang disertai dengan pertobatan, olehnya kita dibebaskan dari belenggu dosa dan menjadi seorang yang lebih dari pemenang!

Thursday, March 9, 2017

BERPUASA: MERENDAHKAN DIRI DAN BERTOBAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2017

Baca:  Ezra 8:21-30

"Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami."  Ezra 8:23

Ketika hendak memimpin rombongan orang-orang Israel kembali ke Yerusalem setelah menjadi tawanan di Babel, Ezra dihadapkan pada dua pilihan:  langsung meminta pertolongan kepada raja  (apalagi ia memiliki hubungan yang dekat dan dipercaya raja), atau datang kepada Tuhan meminta campur tangan-Nya.

     Tercatat bahwa Ezra membuat keputusan yang benar yaitu mencari Tuhan dengan sungguh.  Hal itu menunjukkan bahwa ia tidak bertindak menurut akalnya sendiri atau menggunakan jurus  'aji mumpungnya'  dengan berharap kepada raja.  Kesungguhannya mencari Tuhan ditunjukkan dengan memaklumkan puasa kepada seluruh rakyat:  "Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami. Karena aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: 'Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.' Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami."  (ayat 21-23).

     Berpuasa dengan disertai berbagai permintaan kepada Tuhan, tanpa terlebih dahulu merendahkan diri dan bertobat, tidak akan mendatangkan faedah apa-apa.  Puasa yang sesuai dengan kehendak Tuhanlah yang dapat mendatangkan kuasa, menggerakkan tangan Tuhan untuk berbuat sesuatu.  Sekalipun keadaan sepertinya tidak ada harapan, asal kita mau datang kepada Tuhan dengan merendahkan diri dan berpuasa, jalan pemulihan pasti terbuka.  Puasa kudus adalah obat mujarab untuk segala macam kesulitan dan kesesakan.  Namun tidak sedikit orang melakukan puasa dengan tujuan bukan rohaniah, misalnya ingin menguruskan badan  (diet), atau melakukan puasa hanya karena kebiasaan  (rutinitas)  dengan bergantung pada hari-hari tertentu.

Berpuasa harus punya tujuan yang khusus ke hadirat Tuhan, dan tujuan utama berpuasa adalah merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat!

Wednesday, March 8, 2017

JANGAN TUNDA WAKTU UNTUK BERTOBAT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2017

Baca:  Yoel 2:12-17

"Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu."  Yoel 2:14

Tuhan memakai hama belalang sebagai teguran dan bentuk pendisiplinan terhadap umat Israel yang telah menyimpang dari jalan-jalan-Nya.  Ini adalah momentum tepat bagi mereka untuk menginstropeksi diri dan bertobat.  Selagi waktu masih bergulir, selagi pintu kesempatan masih terbuka, jangan tunda-tunda waktu lagi untuk bertobat, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi,  "'Tetapi sekarang juga,' demikianlah firman TUHAN, 'berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.'"  (ayat 12).  Jika tidak, maka  'hari Tuhan'  akan datang sebagai bencana yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan daripada hama belalang.

     Tuhan mengutus Yoel untuk menyerukan pertobatan secara massal disertai dengan puasa.  "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah,"  (ayat 15-17).  Tujuan diadakannya puasa raya ini adalah untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan dan bertobat.  Mereka juga diperintahkan untuk  'mengoyakkan hati', artinya datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan patah, sebab tertulis:  "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."  (Mazmur 51:19);  dan inilah janji Tuhan,  "...umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka."  (2 Tawarikh 7:14).

     Sekarang ini bencana terjadi di mana-mana:  banjir bandang, gempa bumi, tindak kejahatan, konflik, perpecahan dan sebagainya  -yang tidak kalah hebat dari bencana belalang-  sedang terjadi.

Tuhan akan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan keadaan yang ada apabila kita hidup dalam pertobatan, baik itu secara pribadi maupun bangsa.

Tuesday, March 7, 2017

JANGAN TUNDA WAKTU UNTUK BERTOBAT (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2017

Baca:  Yoel 2:12-17

"Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya."  Yoel 2:13

Nama Yoel memiliki arti Yehovah adalah Allah.  Ada pun kata kunci dari kitab Yoel ini adalah tentang hari Tuhan.  Pada zaman Yoel ini bermacam-macam belalang menyerbu dan tidak menyisakan satu pun tanaman di dataran Palestina.  Hama belalang menimpa seluruh negeri sehingga tumbuh-tumbuhan rusak karena serangan ini.  Ini menjadi bencana nasional!  Yoel memperingatkan bahwa serangan belalang ini merupakan hukuman Tuhan sebagai dampak dari dosa-dosa yang diperbuat manusia.  Yoel pun mengingatkan umat Israel akan kedatangan hari Tuhan, itulah sebabnya Yoel terkenal dan dikenal sebagi nabi hari Tuhan.

     Ditimpa bencana hama belalang saja sudah mendatangkan penderitaan dan kengerian yang teramat dahsyat, apalagi jika hari Tuhan yang sesungguhnya itu datang, pasti akan jauh lebih dahsyat lagi.  Bagi orang percaya yang setia dan taat melakukan kehendak Tuhan, hari Tuhan itu akan menjadi hari kelepasan dan penuh sukacita,  "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."  (Wahyu 21:4).  Sebaliknya bagi orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan tetap hidup dalam dosa, hari Tuhan akan menjadi malapetaka, karena penghukuman kekal sudah ada di depan mata.  Maka sebelum terjadi, harapan satu-satunya untuk mengubah malapetaka menjadi sesuatu yang mendatangkan kelepasan dan sukacita adalah melalui pertobatan.  Karena itu Yoel menyerukan umat Israel untuk segera bertobat dari kehidupan mereka yang jahat.  "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman"  (Ibrani 3:15).

     Dalam bahasa aslinya kata bertobat itu berarti:  berubah arah tujuan, yaitu dari jalan orang berdosa yang selama ini dijalaninya ke arah jalan kehendak Tuhan.  Atau secara umum pertobatan selalu mempunyai arti berbalik dari jalan semula, lalu berubah  (berbalik dari dosa dan jalan kita)  kepada Tuhan.  Intinya, pertobatan itu selalu menuju kepada perubahan, yang tentunya ke arah yang baik dan benar.  (Bersambung)

Monday, March 6, 2017

MENCARI TUHAN: Rahasia Keberhasilan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2017

Baca:  2 Tawarikh 14:2-15

"Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah."  2 Tawarikh 14:4

Rancangan Tuhan bagi orang percaya adalah rancangan hidup yang penuh dengan kemenangan, keberhasilan, kelimpahan dan hari depan yang berpengharapan.  "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Supaya rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup ini kita harus terlebih dahulu mengerjakan apa yang menjadi bagian kita:  "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati,"  (Yeremia 29:13).  Orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh pasti akan menemukan Dia,  "...sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN."  (Mazmur 9:11).

     Sepanjang masa pemerintahan Rehabeam dan Abia terjadi kemerosotan rohani di Israel karena penyembahan berhala begitu meningkat dan berbagai tempat penyembahan berhala didirikan.  Namun ketika Asa menjadi raja, ia mulai membersihkan Yehuda dari penyembahan berhala dan mendorong umat mencari Tuhan yang benar dan menaati perintah-perintah-Nya.  Raja Asa  "...melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala."  (2 Tawarikh 14:2-3), lalu mencari Tuhan dengan sungguh.  Kata mencari Tuhan ditulis sebanyak 29X dalam seluruh kitab Tawarikh ini, menunjukkan bahwa mencari Tuhan adalah faktor penting dalam kehidupan ini.  Mencari Tuhan dengan sungguh berarti berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, punya rasa haus dan lapar akan kebenaran dan kehadiran Tuhan, taat mengikuti kehendak Tuhan, dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan.

     Sebagai raja, sesungguhnya Asa punya otoritas dan kuasa, namun ia tidak mengandalkan apa yang dimiliki, melainkan mencari Tuhan dan mengandalkan-Nya.  Karena kesungguhannya mencari Tuhan, apa yang dilakukan Asa berhasil:  Zerah beserta tentaranya yang berjumlah sejuta orang dan tiga ratus keretanya dikalahkan.

Tuhan memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia  (baca  Ibrani 11:6).

Sunday, March 5, 2017

MEMBANGUN YANG TELAH MUSNAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2017

Baca:  Yehezkiel 36:1-38

"Dan bangsa-bangsa yang tertinggal, yang ada di sekitarmu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, yang membangun kembali yang sudah musnah dan menanami kembali yang sudah tandus. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya."  Yehezkiel 36:36

Keadaan dunia sekarang ini semakin tidak menentu, tak seorang pun termasuk para ahli dapat menebak segala sesuatunya karena banyak hal yang tak terduga terjadi.  Jika demikian, apa yang bisa dibanggakan dalam hidup seseorang selain harus bergantung penuh kepada Tuhan?  Tidak sedikit orang frustasi karena apa yang semula diyakini akan berhasil justru menuai kegagalan dan kehancuran.

     Secara akal apa yang sudah hancur tak mungkin bisa dipulihkan kembali.  Benar, orang-orang di luar sana boleh saja berkata seperti itu, tapi orang percaya tidak seharusnya bersikap demikian, sebab kita selalu memiliki harapan di dalam Tuhan.  "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  (Markus 9:23).  Asalkan kita sungguh-sungguh mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan dan mengandalkan Dia, masalah separah apa pun pasti ada pertolongan dan jalan keluarnya karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sanggup membangun kembali apa yang telah musnah.  "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang."  (Matius 12:20).

     Jangan terprovokasi oleh bisikan Iblis yang selalu berusaha melemahkan dan menghancurkan hidup kita!  Sekalipun keadaan sudah teramat parah dan secara manusia tak mungkin untuk dipulihkan dan diperbaiki, tetaplah arahkan pandangan kepada Tuhan Yesus, Dia Tuhan yang Mahabesar, jauh lebih besar dari masalah apa pun di dunia ini, yang kasih dan kuasa-Nya tak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selamanya,  "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,"  (Ibrani 12:2).  Tuhan Yesus menegaskan,  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup."  (Yohanes 14:6).  Karena itu jangan sekali-kali mencari jalan atau pertolongan di luar Dia!  Tuhan Yesus lebih dari cukup bagi kita, sebab sekalipun kita jatuh,  "...tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya."  (Mazmur 37:24).

Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan untuk mengubah keadaan orang benar!

Saturday, March 4, 2017

KEGAGALAN BUKANLAH AKHIR SEGALANYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2017

Baca:  Amsal 24:15-20

"Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana."  Amsal 24:16

Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan di sepanjang hidupnya, bukan sekali atau dua kali, tapi mungkin berkali-kali.  Ketika gagal kebanyakan orang merespons dengan sikap negatif:  menyerah dan berputus asa.  Namun sebagai orang percaya kita diajar untuk tidak gampang menyerah dalam situasi apa pun, melainkan terus berusaha dan berjuang.  Ketika gagal adakalanya kita merasa lelah untuk berdoa dan berharap, lalu kita mulai membuat banyak banyak alasan untuk berhenti berdoa dan berusaha.  Ada tertulis:  "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  (Pengkhotbah 11:4).  Tuhan tidak menghendaki kita terpaku kepada kegagalan-kegagalan masa lalu, melainkan terus maju menatap ke depan.

     Justru kita harus menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk kita keluar dari zona nyaman dan mengijinkan Tuhan untuk bekerja lebih lagi di dalam kita.  "...aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus."  (Filipi 1:6).  Tetaplah percaya kepada Tuhan bahkan saat kita berada di titik terendah sekali pun dan tak berdaya, sebab  "Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu."  (Mazmur 121:3-5).  Janji Tuhan adalah ya dan amin, tiada janji yang tak ditepati-Nya!

     Yusuf adalah salah satu contoh orang yang mengalami berbagai masalah berat dan berada di situasi yang seolah-olah mengantarkannya kepada kehancuran;  namun ketika ia terus menjaga konsistensi iman dan tetap mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan, proses demi proses yang dijalaninya semakin mengantarkannya kepada penggenapan janji Tuhan, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.  Oleh karena itu jangan sekali-kali bersandar pada apa yang kita lihat secara jasmani, melainkan percayalah pada kuasa adikodrati-Nya!  (Baca  Mazmur 37:5).

"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi."  Mazmur 126:1

Friday, March 3, 2017

MENANTIKAN TUHAN: Ibadah Dengan Sungguh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2017

Baca:  Mazmur 2:1-12

"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar,"  Mazmur 2:11

Kita semua tidak tahu secara pasti kapan Kristus datang, namun melihat akta-fakta yang ada  (kekristenan mengalami tekanan yang semakin berat, munculnya organisasi tertentu yang ditunggangi roh antikristus untuk melakukan penganiayaan terhadap orang percaya, bencana alam yang datang silih berganti dan sebagainya)  semakin memperjelas bahwa Tuhan datang tidak akan lama lagi.  Siapakah kita menyambut kedatangan Tuhan?

     Hal mendasar yang harus kita perhatikan adalah perihal ibadah!  Apakah selama ini kita sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh?  Orang yang sungguh-sungguh beribadah pasti mengalami kuasa ibadah itu sendiri.  Kenyataannya, meski banyak orang tampak aktif ke gereja setiap Minggu, tidak semua mengalami kuasa ibadah, karena mereka beribadah kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar.  Ada tertulis:  "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat."  (Pengkhotbah 4:17).  Ibadah dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai service, artinya pelayanan, sedang dalam bahasa aslinya adalah abodau yang artinya bekerja, melayani Tuhan, dan menjadikan diri sebagai seorang hamba.  Ada pun kata hamba selalu identik dengan labour yang artinya bekerja keras.  Jadi ibadah yang benar itu bukan sekedar duduk, memuji Tuhan ala kadarnya dan mendengarkan firman Tuhan sambil lalu, tetapi kita bekerja keras untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan.

     Di  Perjanjian Lama untuk beribadah kepada Tuhan setiap orang harus membawa korban binatang seperti domba, kambing, burung merpati dan sebagainya.  Kini kita tidak perlu lagi membawa korban binatang ketika datang beribadah, karena Kristus sudah mati menjadi korban tebusan bagi kita melalui kematian-Nya di kayu salib, namun hal ini tidak boleh mengubah arti ibadah yang sesungguhnya yaitu kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan  (baca  Roma 12:1).

"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  1 Timotius 4:8

Thursday, March 2, 2017

HIDUP DI AKHIR ZAMAN: Penuh Tipuan Iblis (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2017

Baca: 1 Korintus 6:12-20

"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan?"  1 Korintus 6:15

Alkitab menyatakan bahwa situasi akhir zaman akan sama seperti zaman Sodom, Gomora dan zaman Nuh, di mana dosa seks  (percabulan)  dan kejahatan begitu merajalela.  "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua."  (Lukas 17:26-29).

     Sekarang ini kejahatan seksual semakin hari semakin meningkat:  pencabulan terhadap anak di bawah umur, pemerkosaan, prostitusi, penyimpangan seks yang akhirnya memunculkan istilah  'LGBT'.  Tertulis:  "...isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka."  (Roma 1:26-27).  Situasi serupa juga terjadi di Korintus di masa pelayanan rasul Paulus.  Kemerosotan moral mengakibatkan orang kehilangan perasaan berdosa dan menganggap dosa seksual sebagai hal yang biasa dan lagi ngetren.

     Rasul Paulus memperingatkan bahwa  "...tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh."  (1 Korintus 6:13).  Karena itu  "...matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)."  (Kolose 3:5-6).  Bila ingin hidup tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapan Tuhan, tidak ada jalan lain, selain harus menjaga kekudusan hidup dan menjauhkan diri dari segala kecemaran.

Orang percaya dipanggil untuk melakukan apa yang kudus, bukan yang cemar!   

Wednesday, March 1, 2017

HIDUP DI AKHIR ZAMAN: Penuh Tipuan Iblis (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2017

Baca2 Petrus 3:10-16

"Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia."  2 Petrus 3:14

Menjadi mempelai Kristus yang tak bercacat dan tak bernoda adalah tujuan hidup orang percaya.  Mengapa kita harus dalam keadaan tak bercacat dan tak bernoda?  Karena Tuhan Yesus telah mencurahkan darah-Nya untuk menyucikan dan menyempurnakan mempelai-Nya, sehingga kalau kita tetap dalam keadaan cacat dan bercela ketika Tuhan menjemput kita, berarti kita telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus di kayu salib.  Hari-hari yang sedang kita hadapi ini adalah hari-hari akhir menjelang kedatangan Kristus.  Jadi bukan waktunya kita main-main dalam menjalani hidup.  "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!"  (Wahyu 22:11).

     Alkitab menyatakan bahwa di akhir zaman yang jahat akan semakin jahat dan yang suci akan semakin suci.  Karena itu kita harus semakin terpacu untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dosa.  Waspadalah dan berjaga-jagalah, karena Iblis selalu mencari celah sekecil apa pun untuk menipu semua orang.  Salah satu tipuan Iblis adalah berkenaan dengan  'waktu'.  Iblis berusaha mengalihkan fokus hidup semua orang agar menyibukkan diri untuk hal-hal duniawi.  Waktu mereka tersita oleh berbagai aktivitas sampai-sampai mereka tidak lagi punya waktu untuk memikirkan perkara-perkara rohani  (bersaat teduh atau melayani Tuhan).  Mereka berkata  "Waktu kok terasa begitu cepat... pekerjaan ini dan itu belum selesai."  Sungguh, waktu akan berlalu begitu cepatnya seperti sekam yang ditiup oleh angin  (baca  Zafanya 2:2).

     Bila kita tidak bisa menggunakan waktu dengan bijaksana, waktu itu akan habis untuk perkara yang sia-sia.  Itulah yang menjadi tujuan Iblis!  Bukan berarti kita tidak boleh melakukan pekerjaan atau aktivitas apa pun, namun hendaknya jangan semua perkara yang ada di dunia ini semakin menjauhkan kita dari Tuhan.  Hendaklah segala sesuatu yang kita kerjakan berorientasi kepada perkara-perkara yang menuju kepada kekekalan!

Evaluasilah waktu-waktu yang Saudara pakai dan prioritaskan Tuhan.

Tuesday, February 28, 2017

SANJUNGAN YANG MELENAKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2017

BacaKisah Para Rasul 14:8-20

"Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu."  Kisah 14:13

Mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus adalah tanggung jawab semua orang percaya, karena itulah  "Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya."  (Markus 16:20).  Ke mana pun hamba-hamba Tuhan pergi memberitakan Injil Roh Kudus menyertai dan turut bekerja.  Di mana ada Roh Kudus sesuatu yang dahsyat pasti terjadi, perkara-perkara adikodrati dinyatakan:  yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu dibebaskan, yang buta pun dicelikkan, yang lumpuh berjalanlah!

     Di Listra ada orang yang lumpuh kakinya sejak lahir.  "Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari."  (Kisah 14:9-10).  Orang-orang pun kagum dan mengelu-elukan Paulus dan Barnabas, bahkan mereka menganggap keduanya dewa yang turun dari langit.  Paulus disebutnya Hermes, dan Barnabas disebut Zeus!  Mereka mengira bahwa yang melakukan mujizat adalah hamba Tuhan tersebut, tak mengerti bahwa yang mengerjakan semua mujizat itu sesungguhnya adalah Tuhan sendiri melalui kuasa Roh-Nya, sedangkan hamba Tuhan adalah alat-Nya.

     Sanjungan manusia acapkali melenakan dan membuat orang lupa daratan.  Ini berbahaya!  Ada banyak pelayan Tuhan jatuh ketika mereka sedang  'di atas'  karena tidak tahan dengan pujian, hormat dan sanjungan manusia.  Memang sulit untuk tetap rendah hati dalam situasi seperti itu.  Ketika dielu-elukan segeralah Paulus dan Barnabas lari ke tengah-tengah mereka dan berkata,  "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu."  (Kisah 14:15a).  Di zaman sekarang tidak sedikit pelayan Tuhan yang justru membusungkan dada ketika namanya semakin dikenal oleh khalayak ramai.

Sanjungan adalah untuk Tuhan, jangan sekali-kali kita mencuri kemuliaan-Nya!