Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2016
Baca: Yesaya 49:8-26
"Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." Yesaya 49:16
Kita sering mendengar dan melihat berita yang sangat memrihatinkan, semisal ibu kandung yang melupakan dan membuang bayi yang baru dilahirkannya, atau tega menganiaya anaknya sendiri, dan bahkan lebih keji lagi ada yang tega membunuh anaknya sendiri. Itulah dunia! Sampai kapan pun kita takkan menemukan kasih sejati di dunia ini, karena kasih manusia itu sangat terbatas dan seringkali disertai dengan tendensi, lebih-lebih di masa sekarang ini, jelas terlihat bahwa kasih kebanyakan orang sudah menjadi dingin. Tak terelakkan jika saat ini banyak orang yang mengalami luka batin karena mengalami krisis kasih: ditolak, disakiti, ditelantarkan, dikhianati dan sebagainya sehingga mereka pun berkata, "Tak ada gunanya aku hidup karena tidak ada orang yang mengasihiku!"
Sekalipun manusia dan orang-orang yang kita kasihi meninggalkan kita dan tidak lagi mengasihi kita namun ada satu pribadi yang mengasihi kita begitu rupa, yang kasihnya tak pernah berubah, tak lekang oleh waktu, yaitu Tuhan Yesus. Alkitab menyatakan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak
menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak
akan melupakan engkau." (Yesaya 49:15); "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Bahkan, karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita, dilukiskannya kita di telapak tangan-Nya, sehingga Dia selalu ingat kepada kita. Besarlah manfaatnya untuk kita selalu mengingat kasih setia Tuhan sehingga kita dapat menjalani hidup kita setiap hari dengan tenang dan penuh keyakinan.
Berada di tengah-tengah dunia penuh gejolak, kejahatan, ketidakadilan dan penghianatan ini jangan membuat kita lemah, tapi biarlah kasih Tuhan terus memenuhi hati kita. Sadarilah kekristenan bukanlah bebas masalah; biarlah masalah ada, tetapi kita percaya Tuhan tidak akan membiarkan kita dan meninggalkan kita bergumul sendirian, Ia pasti menyediakan jalan keluar terbaik dan selalu tepat pada waktunya, "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya." (Mazmur 117:2).
Ingat kasih-Nya, ingat kebaikan-Nya, dan anugerah-Nya yang selamatkan kita!
Sunday, October 23, 2016
Saturday, October 22, 2016
AKIBAT MEREMEHKAN HAK KESULUNGAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2016
Baca: Kejadian 27:18-40
"'Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!' Dan dengan suara keras menangislah Esau." Kejadian 27:38
Esau tidak mengerti bahwa hak kesulungan merupakan janji Tuhan kepada seseorang. Orang yang meremehkan hak kesulungan telah meremehkan janji Tuhan. Akhirnya Yakublah yang berhak menerima berkat-berkat dari Tuhan, bukan karena ia lebih baik atau lebih istimewa dari Esau, tetapi karena Tuhan berkenan kepada orang yang sangat menghargai janji-janji-Nya.
Setelah Yakub menerima hak kesulungan itu terbukti hidupnya benar-benar mengalami berkat Tuhan. "Sesungguhnya bau anakku adalah sebagai bau padang yang diberkati TUHAN. Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia." (Kejadian 27:27-29). Sesungguhnya semua peristiwa yang terjadi antara Esau dan Yakub bukanlah sebuah kebetulan, karena sebelum kedua anak itu lahir Tuhan sudah berfirman kepada Ribka (ibunya): "Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda." (Kejadian 25:23).
Ketidaksabaran menanti janji Tuhan seringkali menjadi penyebab kegagalan mengalami penggenapan janji Tuhan. Ketidaksabaran membuat orang berusaha mencari jalan keluar secara pintas seperti yang dilakukan Esau, hanya melihat dan mementingkan kenikmatan sesaat tanpa berpikir panjang. Banyak orang Kristen rela menukarkan keselamatan demi mengejar kenikmatan duniawi yang fana, seperti yang Esau lakukan. Penyesalan selalu datang terlambat, sayang sekali tak mampu mengubah keadaan! "'Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku.' Lalu katanya: 'Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?'" (Kejadian 27:36).
"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Baca: Kejadian 27:18-40
"'Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!' Dan dengan suara keras menangislah Esau." Kejadian 27:38
Esau tidak mengerti bahwa hak kesulungan merupakan janji Tuhan kepada seseorang. Orang yang meremehkan hak kesulungan telah meremehkan janji Tuhan. Akhirnya Yakublah yang berhak menerima berkat-berkat dari Tuhan, bukan karena ia lebih baik atau lebih istimewa dari Esau, tetapi karena Tuhan berkenan kepada orang yang sangat menghargai janji-janji-Nya.
Setelah Yakub menerima hak kesulungan itu terbukti hidupnya benar-benar mengalami berkat Tuhan. "Sesungguhnya bau anakku adalah sebagai bau padang yang diberkati TUHAN. Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia." (Kejadian 27:27-29). Sesungguhnya semua peristiwa yang terjadi antara Esau dan Yakub bukanlah sebuah kebetulan, karena sebelum kedua anak itu lahir Tuhan sudah berfirman kepada Ribka (ibunya): "Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda." (Kejadian 25:23).
Ketidaksabaran menanti janji Tuhan seringkali menjadi penyebab kegagalan mengalami penggenapan janji Tuhan. Ketidaksabaran membuat orang berusaha mencari jalan keluar secara pintas seperti yang dilakukan Esau, hanya melihat dan mementingkan kenikmatan sesaat tanpa berpikir panjang. Banyak orang Kristen rela menukarkan keselamatan demi mengejar kenikmatan duniawi yang fana, seperti yang Esau lakukan. Penyesalan selalu datang terlambat, sayang sekali tak mampu mengubah keadaan! "'Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku.' Lalu katanya: 'Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?'" (Kejadian 27:36).
"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Friday, October 21, 2016
AKIBAT MEREMEHKAN HAK KESULUNGAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2016
Baca: Kejadian 25:19-34
"Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu." Kejadian 25:34b
Esau adalah saudara kembar Yakub, tetapi ia lahir terlebih dahulu, karena itu Esau beroleh hak kesulungan. Karena tubuhnya berbulu ia dinamai Esau (ayat 25). Kemudian menyusullah Yakub yang ketika lahir memegang tumit Esau. Karena itu ia dinamai Yakub, yang berarti si penipu. Esau tumbuh menjadi orang yang pandai berburu dan menjadi kesayangan ayahnya yang suka makan daging buruan, sedangkan Yakub yang berkepribadian tenang lebih memilih tinggal di kemah dan menjadi kesayangan ibunya.
Sepulang berburu dengan rasa lelah dan lapar Esau melihat Yakub sedang memasak sup kacang merah. Berkatalah ia kepada Yakub, "Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah." (ayat 30). Dasar Yakub si penipu, ia menggunakan kesempatan emas ini untuk membujuk saudaranya itu: "Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu. Sahut Esau: 'Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?'" (ayat 31-32). Tanpa memertimbangkan konsekuensi tindakannya, dengan mudahnya Esau menukarkan hak kesulungannya hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya (perutnya): masakan kacang merah. "Kata Yakub: 'Bersumpahlah dahulu kepadaku.' Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya." (ayat 33). Esau telah memandang rendah hak kesulungan yang dimilikinya dan begitu saja melepaskan hak tersebut, padahal hak kesulungan adalah hak khusus yang diberikan kepada anak laki-laki pertama, yang di dalamnya termasuk warisan yang bernilai dua kali lipat, menjadi ahli waris dan pemimpin keluarga. Sebagai anak sulung sebenarnya Esau berhak menjadi penerus Ishak (ayahnya) sebagai kepala keluarga dan mewarisi dua bagian tanah milik mereka, serta berkat dari Tuhan (ayat 31), namun ia telah kehilangan hak kesulungannya.
Dari kisah ini kita mendapat pengertian bahwa Yakub sangatlah menghargai hak kesulungan sampai-sampai ia menempuh segala cara, sekalipun harus menipu saudara kembarnya itu. Karena kesalahannya dalam membuat pilihan dan keputusan yang tanpa pertimbangan secara masak Esau harus mengalami kenyataan pahit di sepanjang perjalanan hidupnya karena ia telah kehilangan berkat yang seharusnya menjadi haknya. (Bersambung)
Baca: Kejadian 25:19-34
"Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu." Kejadian 25:34b
Esau adalah saudara kembar Yakub, tetapi ia lahir terlebih dahulu, karena itu Esau beroleh hak kesulungan. Karena tubuhnya berbulu ia dinamai Esau (ayat 25). Kemudian menyusullah Yakub yang ketika lahir memegang tumit Esau. Karena itu ia dinamai Yakub, yang berarti si penipu. Esau tumbuh menjadi orang yang pandai berburu dan menjadi kesayangan ayahnya yang suka makan daging buruan, sedangkan Yakub yang berkepribadian tenang lebih memilih tinggal di kemah dan menjadi kesayangan ibunya.
Sepulang berburu dengan rasa lelah dan lapar Esau melihat Yakub sedang memasak sup kacang merah. Berkatalah ia kepada Yakub, "Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah." (ayat 30). Dasar Yakub si penipu, ia menggunakan kesempatan emas ini untuk membujuk saudaranya itu: "Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu. Sahut Esau: 'Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?'" (ayat 31-32). Tanpa memertimbangkan konsekuensi tindakannya, dengan mudahnya Esau menukarkan hak kesulungannya hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya (perutnya): masakan kacang merah. "Kata Yakub: 'Bersumpahlah dahulu kepadaku.' Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya." (ayat 33). Esau telah memandang rendah hak kesulungan yang dimilikinya dan begitu saja melepaskan hak tersebut, padahal hak kesulungan adalah hak khusus yang diberikan kepada anak laki-laki pertama, yang di dalamnya termasuk warisan yang bernilai dua kali lipat, menjadi ahli waris dan pemimpin keluarga. Sebagai anak sulung sebenarnya Esau berhak menjadi penerus Ishak (ayahnya) sebagai kepala keluarga dan mewarisi dua bagian tanah milik mereka, serta berkat dari Tuhan (ayat 31), namun ia telah kehilangan hak kesulungannya.
Dari kisah ini kita mendapat pengertian bahwa Yakub sangatlah menghargai hak kesulungan sampai-sampai ia menempuh segala cara, sekalipun harus menipu saudara kembarnya itu. Karena kesalahannya dalam membuat pilihan dan keputusan yang tanpa pertimbangan secara masak Esau harus mengalami kenyataan pahit di sepanjang perjalanan hidupnya karena ia telah kehilangan berkat yang seharusnya menjadi haknya. (Bersambung)
Thursday, October 20, 2016
MENGAKUI DOSA: Ada Kelepasan dan Kebahagiaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2016
Baca: Mazmur 32:1-11
"Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;" Mazmur 32:3
Tidak ada penderitaan batin terberat dalam diri manusia selain ketika ia menyembunyikan kesalahan atau pelanggarannya dari hadapan Tuhan; tiada depresi yang lebih menekan daripada sakitnya rasa menyembunyikan dosa. Makan apa pun terasa tak enak, tidur pun tiada nyenyak, tiada ketenangan di dalamnya karena terus dikejar rasa bersalah atau bayangan dosanya. Tak ada obat yang dapat menyembuhkannya selain dirinya sendiri yang membereskannya, yaitu mau mengakuinya di hadapan Tuhan. "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Adalah sia-sia menyembunyikan dosa karena Tuhan Mahatahu!
Daud begitu tertekan siang dan malam karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya, tulang-tulangnya menjadi lesu karena dihantui rasa bersalah, "sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas." (Mazmur 32:4). Dosa yang disembunyikan dan tak diakui menyebabkan penderitaan tubuh dan batin. Karena derita batin yang tak tertahankan ini akhirnya Daud pun mengambil keputusan untuk berkata jujur di hadapan Tuhan: "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,' dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5) (Baca juga 1 Yohanes 1:9). Setelah itu legalah hati Daud dan hilanglah beban yang selama ini menindih hidupnya, karena setelah mengakui dosanya Tuhan pun mengampuni. "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!" (Mazmur 32:1).
Bersyukur kita punya Tuhan yang setia dan penuh kasih, yang rela mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Karena itu jangan pernah sia-siakan keselamatan yang telah kita terima!
"Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." Yesaya 1:18
Baca: Mazmur 32:1-11
"Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;" Mazmur 32:3
Tidak ada penderitaan batin terberat dalam diri manusia selain ketika ia menyembunyikan kesalahan atau pelanggarannya dari hadapan Tuhan; tiada depresi yang lebih menekan daripada sakitnya rasa menyembunyikan dosa. Makan apa pun terasa tak enak, tidur pun tiada nyenyak, tiada ketenangan di dalamnya karena terus dikejar rasa bersalah atau bayangan dosanya. Tak ada obat yang dapat menyembuhkannya selain dirinya sendiri yang membereskannya, yaitu mau mengakuinya di hadapan Tuhan. "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Adalah sia-sia menyembunyikan dosa karena Tuhan Mahatahu!
Daud begitu tertekan siang dan malam karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya, tulang-tulangnya menjadi lesu karena dihantui rasa bersalah, "sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas." (Mazmur 32:4). Dosa yang disembunyikan dan tak diakui menyebabkan penderitaan tubuh dan batin. Karena derita batin yang tak tertahankan ini akhirnya Daud pun mengambil keputusan untuk berkata jujur di hadapan Tuhan: "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,' dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5) (Baca juga 1 Yohanes 1:9). Setelah itu legalah hati Daud dan hilanglah beban yang selama ini menindih hidupnya, karena setelah mengakui dosanya Tuhan pun mengampuni. "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!" (Mazmur 32:1).
Bersyukur kita punya Tuhan yang setia dan penuh kasih, yang rela mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Karena itu jangan pernah sia-siakan keselamatan yang telah kita terima!
"Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." Yesaya 1:18
Wednesday, October 19, 2016
TAK BERAKAL BUDI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2016
Baca: Amsal 7:1-27
"kulihat di antara yang tak berpengalaman, kudapati di antara anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi," Amsal 7:7
Dalam tulisannya ini Salomo sedang membahas tentang masalah yang dihadapi oleh anak-anak muda yang rentan dengan pengaruh negatif.
Ada seorang anak muda yang masih 'hijau' pengalaman terseret bujuk rayu perempuan tak bermoral. "Ia merayu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia menggodanya. Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu untuk dihukum, sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung dengan cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya terancam." (ayat 21-23). Ayat ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh dosa menyeret kehidupan seseorang seperti yang dikatakan juga oleh Yakobus: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Anak-anak muda selalu menjadi sasaran utama Iblis, yang selalu mencari cara dan waktu yang tepat untuk memikat dan menyeret mereka dengan menawarkan segala bentuk kesenangan dan kenikmatan daging: free sex, narkoba, dugem dan sebagainya. Adapun waktu yang tepat adalah ketika orang sedang lengah karena tidak berakal budi. Firman Tuhan memeringatkan: "...jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu," (1 Petrus 1:14), karena itu "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Ada harga yang harus dibayar untuk kelengahan karena tidak berakal budi. Orang tidak menyadari bahwa di balik kemasan dosa yang begitu menarik dan menawan hati ada sebuah jebakan yang membinasakan. Tetapi kebinasaan itu hampir tak terlihat pada awalnya, karena itu orang tidak jera untuk terus berbuat dosa.
Berhati-hatilah! Selain membawa maut, dosa juga mengakibatkan hidup seseorang terpisah jauh dari Tuhan.
Hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan adalah kunci untuk meraih kemenangan melawan tipu muslihat Iblis!
Baca: Amsal 7:1-27
"kulihat di antara yang tak berpengalaman, kudapati di antara anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi," Amsal 7:7
Dalam tulisannya ini Salomo sedang membahas tentang masalah yang dihadapi oleh anak-anak muda yang rentan dengan pengaruh negatif.
Ada seorang anak muda yang masih 'hijau' pengalaman terseret bujuk rayu perempuan tak bermoral. "Ia merayu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia menggodanya. Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu untuk dihukum, sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung dengan cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya terancam." (ayat 21-23). Ayat ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh dosa menyeret kehidupan seseorang seperti yang dikatakan juga oleh Yakobus: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Anak-anak muda selalu menjadi sasaran utama Iblis, yang selalu mencari cara dan waktu yang tepat untuk memikat dan menyeret mereka dengan menawarkan segala bentuk kesenangan dan kenikmatan daging: free sex, narkoba, dugem dan sebagainya. Adapun waktu yang tepat adalah ketika orang sedang lengah karena tidak berakal budi. Firman Tuhan memeringatkan: "...jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu," (1 Petrus 1:14), karena itu "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Ada harga yang harus dibayar untuk kelengahan karena tidak berakal budi. Orang tidak menyadari bahwa di balik kemasan dosa yang begitu menarik dan menawan hati ada sebuah jebakan yang membinasakan. Tetapi kebinasaan itu hampir tak terlihat pada awalnya, karena itu orang tidak jera untuk terus berbuat dosa.
Berhati-hatilah! Selain membawa maut, dosa juga mengakibatkan hidup seseorang terpisah jauh dari Tuhan.
Hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan adalah kunci untuk meraih kemenangan melawan tipu muslihat Iblis!
Tuesday, October 18, 2016
SEMAKIN DIHITUNG SEMAKIN KUATIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2016
Baca: Yohanes 6:1-15
"Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Yohanes 6:7
Masalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seringkali menjadi faktor penyebab banyak orang mengalami kekuatiran. Mereka berkata, "Uang segini mana cukup untuk makan sebulan? Bagaimana bisa membayar uang sekolah anak dan kontrakan jika penghasilan tetap pas-pasan?"
Dalam kesesakan yang kita hadapi ini sesungguhnya Tuhan Yesus tidak pernah menutup mata, Ia tahu apa yang dibutuhkan dalam hidup ini. Ia tahu apa yang harus diperbuat-Nya untuk menolong kita. Adakalanya kita dibiarkan dalam keadaan terdesak karena Tuhan ingin tahu reaksi kita, seperti pertanyaan yang Ia ajukan kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan? Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya." (ayat 5-6). Filipus adalah murid Tuhan yang setiap harinya ada bersama-sama dengan Sang Guru, dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Ia melakukan banyak mujizat, tetapi begitu dihadapkan pada fakta yang mengimpit ia lupa begitu saja dengan mujizat yang Guru kerjakan: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ayat nas). Lalu muncul informasi dari murid-Nya yang lain: "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" (ayat 9).
Seringkali pandangan kita terpaku kepada lima roti dan dua ikan yang jumlahnya sangat sedikit, dan lupa memandang Tuhan Yesus, sumber mujizat. Semakin kita hitung-hitung apa yang ada pada kita semakin kita kuatir dan kita semakin menggunakan akal pikiran kita untuk menutupi kebutuhan. Kalau saja kita ingat bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Mahadahsyat dengan segala perbuatan-Nya tentulah kita tidak akan pernah merasa kuatir. Jika Tuhan ingin membuat mujizat kecil Ia akan menempatkan kita pada situasi sulit, dan apabila Tuhan hendak mengerjakan mujizat yang besar Ia akan menghadapkan kita pada situasi yang secara manusia itu mustahil.
Tidak ada perkara yang terlalu sukar bagi Tuhan, karena itu percayakan hidup ini secara penuh kepada-Nya!
Baca: Yohanes 6:1-15
"Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Yohanes 6:7
Masalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seringkali menjadi faktor penyebab banyak orang mengalami kekuatiran. Mereka berkata, "Uang segini mana cukup untuk makan sebulan? Bagaimana bisa membayar uang sekolah anak dan kontrakan jika penghasilan tetap pas-pasan?"
Dalam kesesakan yang kita hadapi ini sesungguhnya Tuhan Yesus tidak pernah menutup mata, Ia tahu apa yang dibutuhkan dalam hidup ini. Ia tahu apa yang harus diperbuat-Nya untuk menolong kita. Adakalanya kita dibiarkan dalam keadaan terdesak karena Tuhan ingin tahu reaksi kita, seperti pertanyaan yang Ia ajukan kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan? Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya." (ayat 5-6). Filipus adalah murid Tuhan yang setiap harinya ada bersama-sama dengan Sang Guru, dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Ia melakukan banyak mujizat, tetapi begitu dihadapkan pada fakta yang mengimpit ia lupa begitu saja dengan mujizat yang Guru kerjakan: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ayat nas). Lalu muncul informasi dari murid-Nya yang lain: "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" (ayat 9).
Seringkali pandangan kita terpaku kepada lima roti dan dua ikan yang jumlahnya sangat sedikit, dan lupa memandang Tuhan Yesus, sumber mujizat. Semakin kita hitung-hitung apa yang ada pada kita semakin kita kuatir dan kita semakin menggunakan akal pikiran kita untuk menutupi kebutuhan. Kalau saja kita ingat bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Mahadahsyat dengan segala perbuatan-Nya tentulah kita tidak akan pernah merasa kuatir. Jika Tuhan ingin membuat mujizat kecil Ia akan menempatkan kita pada situasi sulit, dan apabila Tuhan hendak mengerjakan mujizat yang besar Ia akan menghadapkan kita pada situasi yang secara manusia itu mustahil.
Tidak ada perkara yang terlalu sukar bagi Tuhan, karena itu percayakan hidup ini secara penuh kepada-Nya!
Monday, October 17, 2016
TIDAK MAU MENJADI KAWAN SEKERJA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2016
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 3:9
Walaupun Tuhan dapat melakukan segala perkara namun ada hal-hal tertentu yang harus Ia kerjakan dengan melibatkan kita sebagai kawan sekerja-Nya untuk menggenapi rencana-Nya di atas bumi ini.
Untuk itulah Tuhan memercayakan tanggung jawab seperti dalam perumpamaan tentang talenta. "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:14-15). 1 talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau seberat 34 kg (1 talenta emas = 34 kg emas). 1 talenta = 6000 dinar. Meski demikian Tuhan tidak pernah memaksa kita untuk taat, Ia memberikan kehendak bebas (free will) di mana keputusan ada pada kita masing-masing, apakah mau menjadi kawan sekerja-Nya atau tidak; dan banyak orang Kristen memilih mangkir dari tanggung jawab yang Tuhan percayakan, menolak menjadi rekan kerja-Nya karena malas dan tidak taat. Tidak heran jika rohani mereka tidak tumbuh dengan benar, tetapi kerdil rohani alias Kristen kanak-kanak. Mereka sudah lahir baru tapi kekristenannya macet di tengah jalan karena tidak mau membayar harga dan bersikap pasif, doing nothing. Biasanya orang semacam ini hanya akan menyalahkan Tuhan seperti yang diperbuat oleh hamba penerima 1 talenta: "Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!" (Matius 25:24-25). Hamba yang tidak setia itu pun harus menuai akibat kemalasannya.
Jangan pernah sia-siakan apa yang sudah Tuhan percayakan kepada kita dan jadilah kawan sekerja-Nya yang setia!
"Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu." Matius 25:28
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 3:9
Walaupun Tuhan dapat melakukan segala perkara namun ada hal-hal tertentu yang harus Ia kerjakan dengan melibatkan kita sebagai kawan sekerja-Nya untuk menggenapi rencana-Nya di atas bumi ini.
Untuk itulah Tuhan memercayakan tanggung jawab seperti dalam perumpamaan tentang talenta. "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:14-15). 1 talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau seberat 34 kg (1 talenta emas = 34 kg emas). 1 talenta = 6000 dinar. Meski demikian Tuhan tidak pernah memaksa kita untuk taat, Ia memberikan kehendak bebas (free will) di mana keputusan ada pada kita masing-masing, apakah mau menjadi kawan sekerja-Nya atau tidak; dan banyak orang Kristen memilih mangkir dari tanggung jawab yang Tuhan percayakan, menolak menjadi rekan kerja-Nya karena malas dan tidak taat. Tidak heran jika rohani mereka tidak tumbuh dengan benar, tetapi kerdil rohani alias Kristen kanak-kanak. Mereka sudah lahir baru tapi kekristenannya macet di tengah jalan karena tidak mau membayar harga dan bersikap pasif, doing nothing. Biasanya orang semacam ini hanya akan menyalahkan Tuhan seperti yang diperbuat oleh hamba penerima 1 talenta: "Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!" (Matius 25:24-25). Hamba yang tidak setia itu pun harus menuai akibat kemalasannya.
Jangan pernah sia-siakan apa yang sudah Tuhan percayakan kepada kita dan jadilah kawan sekerja-Nya yang setia!
"Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu." Matius 25:28
Sunday, October 16, 2016
MENGIMANI DAN MEMERKATAKAN FIRMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2016
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." Roma 12:3
Banyak orang Kristen ingin memiliki iman seperti tokoh-tokoh besar dalam Alkitab seperti Abraham, Elia dan sebagainya supaya ia dapat menerima janji berkat yang Tuhan sampaikan di dalam firman-Nya, atau agar dapat melakukan perkara-perkara yang besar.
Kita tak perlu meminta iman dengan berdoa sebab Tuhan telah mengaruniakan iman kepada setiap orang percaya dengan ukuran yang dikaruniakan kepada kita masing-masing. Tuhan telah mengaruniakan iman yang dapat menciptakan apa yang kita minta dengan iman, tapi tentunya permintaan kita harus sejalan dengan firman Tuhan dan sesuai kehendak-Nya, dan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah perkataan Tuhan Yesus ini: "Percayalah kepada Allah!" (Markus 11:22). Kunci mendapatkan apa yang kita harapkan adalah percaya kepada Tuhan. Intinya memiliki iman yang aktif, bukan iman mati, sehingga iman itu dapat bekerja secara luar biasa: menyampakkan gunung-gunung persoalan, gunung-gunung penyakit, gunung-gunung krisis dan sebagainya seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Selain percaya, memerkatakan hal-hal yang kita yakini juga memegang peranan sangat penting untuk menerima berkat yang kita harapkan dari Tuhan, sebab memerkatakan adalah bagian dari pengakuan iman kita. Di dalam Ibrani 4:14 tertulis, "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita."
Untuk mendapatkan apa yang kita harapkan kita harus percaya kepada Tuhan sepenuhnya dan memerkatakannya sebagai wujud pengakuan iman, sehingga perkara-perkara yang heran dan ajaib pasti Tuhan nyatakan dalam hidup kita.
"'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata." 2 Korintus 4:13
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." Roma 12:3
Banyak orang Kristen ingin memiliki iman seperti tokoh-tokoh besar dalam Alkitab seperti Abraham, Elia dan sebagainya supaya ia dapat menerima janji berkat yang Tuhan sampaikan di dalam firman-Nya, atau agar dapat melakukan perkara-perkara yang besar.
Kita tak perlu meminta iman dengan berdoa sebab Tuhan telah mengaruniakan iman kepada setiap orang percaya dengan ukuran yang dikaruniakan kepada kita masing-masing. Tuhan telah mengaruniakan iman yang dapat menciptakan apa yang kita minta dengan iman, tapi tentunya permintaan kita harus sejalan dengan firman Tuhan dan sesuai kehendak-Nya, dan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah perkataan Tuhan Yesus ini: "Percayalah kepada Allah!" (Markus 11:22). Kunci mendapatkan apa yang kita harapkan adalah percaya kepada Tuhan. Intinya memiliki iman yang aktif, bukan iman mati, sehingga iman itu dapat bekerja secara luar biasa: menyampakkan gunung-gunung persoalan, gunung-gunung penyakit, gunung-gunung krisis dan sebagainya seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23). Selain percaya, memerkatakan hal-hal yang kita yakini juga memegang peranan sangat penting untuk menerima berkat yang kita harapkan dari Tuhan, sebab memerkatakan adalah bagian dari pengakuan iman kita. Di dalam Ibrani 4:14 tertulis, "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita."
Untuk mendapatkan apa yang kita harapkan kita harus percaya kepada Tuhan sepenuhnya dan memerkatakannya sebagai wujud pengakuan iman, sehingga perkara-perkara yang heran dan ajaib pasti Tuhan nyatakan dalam hidup kita.
"'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata." 2 Korintus 4:13
Saturday, October 15, 2016
BUKAN UNTUK PERSAINGAN DAN PERSETERUAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2016
Baca: 1 Korintus 12:1-11
"Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama." 1 Korintus 12:7
Seperti telah diketahui kita ini hidup dalam zaman Roh Kudus, di mana Roh Kudus bekerja dengan ajaib untuk menggenapi rencana Bapa.
Rasul Petrus berkata, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." (Kisah 2:38). Alkitab menyatakan: "Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang." (1 Korintus 12:4-7). Inilah yang kurang dimengerti orang Kristen mengapa dan untuk tujuan apa Tuhan memberikan karunia yang berlainan kepada tiap-tiap orang percaya. Yang pasti "...tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama." (ayat nas). Roh Kudus dicurahkan dan karunia-karunia-Nya diberikan supaya semua anggota dari segala suku bangsa dan denominasi diikat dalam kasih Kristus dan menyatakan kesatuan Tuhan Kristus. "Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (1 Korintus 12:27).
Setiap individu bertanggung jawab atas karunia Roh yang Tuhan berikan. Setiap pribadi penting dalam tubuh Kristus, oleh karenanya kita saling membutuhkan dan bersatu padu mengerjakan kehendak Tuhan. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kita diciptakan Allah di dalam Yesus Kristus untuk satu tujuan: melakukan perbuatan baik, bukan bersaing secara tidak sehat, berseteru, saling menjatuhkan. Dalam tubuh Kristus terdapat berbagai suku bangsa tapi oleh darah Kristus kita sudah dipersatukan dalam satu keluarga Kerajaan Sorga. Tuhan memberikan tiap-tiap pribadi karunia yang tidak sama, tapi semuanya bagian tubuh Kristus yang harus saling menghormati dan melengkapi. Janganlah saling memegahkan diri, sebab semuanya adalah anugerah Tuhan.
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Baca: 1 Korintus 12:1-11
"Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama." 1 Korintus 12:7
Seperti telah diketahui kita ini hidup dalam zaman Roh Kudus, di mana Roh Kudus bekerja dengan ajaib untuk menggenapi rencana Bapa.
Rasul Petrus berkata, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." (Kisah 2:38). Alkitab menyatakan: "Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang." (1 Korintus 12:4-7). Inilah yang kurang dimengerti orang Kristen mengapa dan untuk tujuan apa Tuhan memberikan karunia yang berlainan kepada tiap-tiap orang percaya. Yang pasti "...tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama." (ayat nas). Roh Kudus dicurahkan dan karunia-karunia-Nya diberikan supaya semua anggota dari segala suku bangsa dan denominasi diikat dalam kasih Kristus dan menyatakan kesatuan Tuhan Kristus. "Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (1 Korintus 12:27).
Setiap individu bertanggung jawab atas karunia Roh yang Tuhan berikan. Setiap pribadi penting dalam tubuh Kristus, oleh karenanya kita saling membutuhkan dan bersatu padu mengerjakan kehendak Tuhan. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kita diciptakan Allah di dalam Yesus Kristus untuk satu tujuan: melakukan perbuatan baik, bukan bersaing secara tidak sehat, berseteru, saling menjatuhkan. Dalam tubuh Kristus terdapat berbagai suku bangsa tapi oleh darah Kristus kita sudah dipersatukan dalam satu keluarga Kerajaan Sorga. Tuhan memberikan tiap-tiap pribadi karunia yang tidak sama, tapi semuanya bagian tubuh Kristus yang harus saling menghormati dan melengkapi. Janganlah saling memegahkan diri, sebab semuanya adalah anugerah Tuhan.
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Friday, October 14, 2016
PEMERINTAH SEBAGAI WAKIL TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2016
Baca: Roma 13:1-7
"Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah." Roma 13:1
Orang Kristen sejati adalah orang yang benar-benar hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, menjadi pelaku firman. Salah satu wujud nyata kita terhadap kehendak Tuhan adalah taat kepada pemerintah.
Mengapa kita harus taat kepada pemerintah? Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Tuhan (ayat nas). Tuhan menetapkan pemerintah-pemerintah di atas muka bumi ini dengan maksud agar manusia hidup secara tertib dan teratur. Dengan kata lain pemerintah adalah wakil Tuhan di bumi. Jadi tujuan utama Tuhan mendirikan pemerintah-pemerintah sesungguhnya adalah demi kepentingan manusia itu sendiri. Maka dari itu Tuhan tidak menghendaki umat-Nya menentang, memusuhi atau melawan pemerintah yang sedang berotoritas, sebab "...barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya." (ayat 2).
Kita tidak perlu takut kepada pemerintah asal kita hidup sesuai aturan-aturan yang ada, melakukan hal-hal yang baik, "Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat." (ayat 3a). Perhatikan firman Tuhan ini! "Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita." (ayat 5). Apa maksudnya? Seringkali suara hati kita sudah memeringatkan bahwa apa yang kita perbuat adalah sebuah pelanggaran terhadap Tuhan atau pemerintah, namun kita tetap saja melakukannya. Ini pertanda kita tidak takluk kepada suara hati kita. Jika suara hati mengatakan sesuatu dan kita melakukannya, artinya kita takluk kepada suara hati kita. Suara hati yang dipimpin oleh Roh Kudus pasti akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya jika orang cenderung melakukan hal-hal yang jahat seperti korupsi, tidak taat membayar pajak, menyuap atau menerima suap, mencuri aliran listrik/air dan sebagainya, bisa ditebak sendiri bahwa hati orang itu tidak dipimpin oleh Roh Kudus, melainkan dipimpin oleh roh jahat.
Taat kepada pemerintahan berarti kita menghormati ketetapan Tuhan!
Baca: Roma 13:1-7
"Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah." Roma 13:1
Orang Kristen sejati adalah orang yang benar-benar hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, menjadi pelaku firman. Salah satu wujud nyata kita terhadap kehendak Tuhan adalah taat kepada pemerintah.
Mengapa kita harus taat kepada pemerintah? Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Tuhan (ayat nas). Tuhan menetapkan pemerintah-pemerintah di atas muka bumi ini dengan maksud agar manusia hidup secara tertib dan teratur. Dengan kata lain pemerintah adalah wakil Tuhan di bumi. Jadi tujuan utama Tuhan mendirikan pemerintah-pemerintah sesungguhnya adalah demi kepentingan manusia itu sendiri. Maka dari itu Tuhan tidak menghendaki umat-Nya menentang, memusuhi atau melawan pemerintah yang sedang berotoritas, sebab "...barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya." (ayat 2).
Kita tidak perlu takut kepada pemerintah asal kita hidup sesuai aturan-aturan yang ada, melakukan hal-hal yang baik, "Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat." (ayat 3a). Perhatikan firman Tuhan ini! "Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita." (ayat 5). Apa maksudnya? Seringkali suara hati kita sudah memeringatkan bahwa apa yang kita perbuat adalah sebuah pelanggaran terhadap Tuhan atau pemerintah, namun kita tetap saja melakukannya. Ini pertanda kita tidak takluk kepada suara hati kita. Jika suara hati mengatakan sesuatu dan kita melakukannya, artinya kita takluk kepada suara hati kita. Suara hati yang dipimpin oleh Roh Kudus pasti akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya jika orang cenderung melakukan hal-hal yang jahat seperti korupsi, tidak taat membayar pajak, menyuap atau menerima suap, mencuri aliran listrik/air dan sebagainya, bisa ditebak sendiri bahwa hati orang itu tidak dipimpin oleh Roh Kudus, melainkan dipimpin oleh roh jahat.
Taat kepada pemerintahan berarti kita menghormati ketetapan Tuhan!
Thursday, October 13, 2016
ORANG PERCAYA: Harus Hidup Tertib
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2016
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna." 2 Tesalonika 3:11
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai tulisan 'tata tertib', entah itu di kantor, sekolah, kampus, pabrik atau di tempat-tempat umum. Tata Tertib bukanlah untuk dilanggar namun untuk ditaati supaya tercipta sebuah ketertiban.
Begitu pula dalam kehidupan rohani. Tuhan telah mengatur kehidupan manusia di Alkitab. Dengan kata lain ketertiban dalam hidup adalah syarat mutlak untuk kita menjalankan firman Tuhan. Sekalipun orang mengetahui seluruh isi Alkitab, hafal ayat-ayat di Alkitab, tapi bila dalam kehidupan nyata mereka menjalankan hidup secara tidak tertib semuanya akan sia-sia. Tanpa ketertiban kita tidak akan pernah mencapai goal!
Dikatakan bahwa "...Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat." (ayat 3). Sekalipun Tuhan adalah setia tapi bila dari pihak kita sendiri tidak mengerjakan bagian kita yaitu hidup secara tertib, maka cepat atau lambat rumah rohani kita pasti akan rubuh. Bukan tugas Tuhan untuk memelihara rumah rohani kita, namun kita sendiri yang harus mengusahakan begitu rupa: "Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak." (1 Korintus 3:12-13).
Ada banyak orang Kristen yang tidak tertib hidupnya! Contoh: seringkali meninggalkan jam-jam peribadatan, padahal Alkitab menyatakan: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25); Menyediakan waktu selama berjam-jam untuk menonton televisi kita bisa, tetapi berdoa untuk beberapa menit saja kita malas melakukannya, kita juga malas baca Alkitab, dan selalu punya alasan atau dalih untuk menghindarkan diri dari pelayanan. Ada tertulis: "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkhotbah 10:18).
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna." 2 Tesalonika 3:11
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai tulisan 'tata tertib', entah itu di kantor, sekolah, kampus, pabrik atau di tempat-tempat umum. Tata Tertib bukanlah untuk dilanggar namun untuk ditaati supaya tercipta sebuah ketertiban.
Begitu pula dalam kehidupan rohani. Tuhan telah mengatur kehidupan manusia di Alkitab. Dengan kata lain ketertiban dalam hidup adalah syarat mutlak untuk kita menjalankan firman Tuhan. Sekalipun orang mengetahui seluruh isi Alkitab, hafal ayat-ayat di Alkitab, tapi bila dalam kehidupan nyata mereka menjalankan hidup secara tidak tertib semuanya akan sia-sia. Tanpa ketertiban kita tidak akan pernah mencapai goal!
Dikatakan bahwa "...Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat." (ayat 3). Sekalipun Tuhan adalah setia tapi bila dari pihak kita sendiri tidak mengerjakan bagian kita yaitu hidup secara tertib, maka cepat atau lambat rumah rohani kita pasti akan rubuh. Bukan tugas Tuhan untuk memelihara rumah rohani kita, namun kita sendiri yang harus mengusahakan begitu rupa: "Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak." (1 Korintus 3:12-13).
Ada banyak orang Kristen yang tidak tertib hidupnya! Contoh: seringkali meninggalkan jam-jam peribadatan, padahal Alkitab menyatakan: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25); Menyediakan waktu selama berjam-jam untuk menonton televisi kita bisa, tetapi berdoa untuk beberapa menit saja kita malas melakukannya, kita juga malas baca Alkitab, dan selalu punya alasan atau dalih untuk menghindarkan diri dari pelayanan. Ada tertulis: "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkhotbah 10:18).
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Wednesday, October 12, 2016
PENDERITAAN MENGHASILKAN PERTOBATAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2016
Baca: Hakim-Hakim 6:1-16
"Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian." Hakim-Hakim 6:13
Bangsa Israel mengalami masa-masa yang berat akibat perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Midian. Setiap kali orang Israel selesai menabur, datanglah orang-orang Midian melakukan pemusnahan secara besar-besaran: memusnahkan hasil tanah mereka dan bahkan tidak meninggalkan bahan makanan apa pun di Israel, juga domba, atau lembu, atau keledai pun tidak (ayat4), sehingga "...orang Israel menjadi sangat melarat oleh perbuatan orang Midian itu." (ayat 6).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alkitab dengan sangat jelas menyatakan bahwa "...orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya," (ayat 1). Ada sebab dan akibat: orang Israel melakukan kejahatan di mata Tuhan sehingga mereka harus menuai akibatnya; namun karena penderitaan sudah tak tertahankan lagi, "...berserulah orang Israel kepada TUHAN." (ayat 6b). Mungkin kita sedang mengalami penderitaan juga. Jangan sekali-kali mengambinghitamkan orang lain atau keadaan sebagai penyebab penderitaan, apalagi sampai menyalahkan Tuhan dan marah kepada-Nya. Seringkali kita tak menyadari akan pelanggaran-pelanggaran yang telah kita perbuat dan hanya tahu bahwa penderitaan atau masalah berat melanda hidup kita. Lalu kita bersikap seperti Gideon dan bertanya, "...jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami?" (ayat 13). Hal pertama yang harus kita lakukan adalah instrospeksi diri! Sering Tuhan memeringatkan atau menegur kita lewat penderitaan agar kita segera menyadari pelanggaran-pelanggaran kita. Tuhan mengijinkan penderitaan agar umat Israel segera bertobat karena mereka sudah meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada ilah lain. Demikianlah firman Tuhan, "Akulah TUHAN, Allahmu, maka janganlah kamu menyembah allah orang Amori, yang negerinya kamu diami ini. Tetapi kamu tidak mendengarkan firman-Ku itu." (ayat 10).
Apakah kita mulai jauh dari Tuhan dan bahkan telah meninggalkan Dia? Apakah kita lebih mengutamakan perkara duniawi dan mengabaikan perkara-perkara rohani?
Tuhan menegur kita melalui penderitaan supaya kita segera sadar dan bertobat!
Baca: Hakim-Hakim 6:1-16
"Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian." Hakim-Hakim 6:13
Bangsa Israel mengalami masa-masa yang berat akibat perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Midian. Setiap kali orang Israel selesai menabur, datanglah orang-orang Midian melakukan pemusnahan secara besar-besaran: memusnahkan hasil tanah mereka dan bahkan tidak meninggalkan bahan makanan apa pun di Israel, juga domba, atau lembu, atau keledai pun tidak (ayat4), sehingga "...orang Israel menjadi sangat melarat oleh perbuatan orang Midian itu." (ayat 6).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alkitab dengan sangat jelas menyatakan bahwa "...orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya," (ayat 1). Ada sebab dan akibat: orang Israel melakukan kejahatan di mata Tuhan sehingga mereka harus menuai akibatnya; namun karena penderitaan sudah tak tertahankan lagi, "...berserulah orang Israel kepada TUHAN." (ayat 6b). Mungkin kita sedang mengalami penderitaan juga. Jangan sekali-kali mengambinghitamkan orang lain atau keadaan sebagai penyebab penderitaan, apalagi sampai menyalahkan Tuhan dan marah kepada-Nya. Seringkali kita tak menyadari akan pelanggaran-pelanggaran yang telah kita perbuat dan hanya tahu bahwa penderitaan atau masalah berat melanda hidup kita. Lalu kita bersikap seperti Gideon dan bertanya, "...jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami?" (ayat 13). Hal pertama yang harus kita lakukan adalah instrospeksi diri! Sering Tuhan memeringatkan atau menegur kita lewat penderitaan agar kita segera menyadari pelanggaran-pelanggaran kita. Tuhan mengijinkan penderitaan agar umat Israel segera bertobat karena mereka sudah meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada ilah lain. Demikianlah firman Tuhan, "Akulah TUHAN, Allahmu, maka janganlah kamu menyembah allah orang Amori, yang negerinya kamu diami ini. Tetapi kamu tidak mendengarkan firman-Ku itu." (ayat 10).
Apakah kita mulai jauh dari Tuhan dan bahkan telah meninggalkan Dia? Apakah kita lebih mengutamakan perkara duniawi dan mengabaikan perkara-perkara rohani?
Tuhan menegur kita melalui penderitaan supaya kita segera sadar dan bertobat!
Tuesday, October 11, 2016
BERKAT ROHANI DI BALIK UJIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2016
Baca: Mazmur 119:73-80
"Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan." Mazmur 119:75
Setiap anak Tuhan diajar untuk bisa berbesar hati di segala situasi, bukan hanya dalam berkat tapi juga saat dihadapkan pada ujian hidup, sebab melalui ujian-ujian tersebut iman kita semakin dimantapkan dan kita pun beroleh berkat yang telah Tuhan persiapkan.
Setiap ujian yang ada seolah-olah tampak menyakitkan pada permulaannya, tetapi Yakobus justru memerhitungkan hal itu sebagai suatu kebahagiaan. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:2-3). Melalui ujian-ujian Tuhan mengijinkan karakter kita diperhalus dan semakin mengarahkan hati kita kepada Tuhan dalam doa, sehingga mata rohani kita dapat melihat kebaikan di balik ujian, dan kita pun semakin dibawa kepada rencana-Nya yaitu "...kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." (2 Korintus 3:18b). Ujian-ujian yang kita alami juga dapat membimbing kita untuk lebih bersandar kepada Tuhan dan kian berpegang teguh kepada janji-janji firman-Nya. "Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:4). Pemazmur semakin sadar dan mengerti kehendak Tuhan tatkala dihadapkan pada ujian. "Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:73). Kalau tangan Tuhan sendiri yang menjadikan kita dan membentuk kita, masakan Dia punya maksud jahat di balik ujian?
Jika saat ini Tuhan menghajar kita melalui ujian bukan berarti Dia tidak mengasihi kita dan hendak menghancurkan hidup kita, sebaliknya Tuhan menyadarkan kita bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi-Nya. Tuhan menghajar kita karena Dia adalah setia dan adil, Ia ingin kita berbalik dari pelanggaran-pelanggaran kita.
"Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11
Baca: Mazmur 119:73-80
"Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan." Mazmur 119:75
Setiap anak Tuhan diajar untuk bisa berbesar hati di segala situasi, bukan hanya dalam berkat tapi juga saat dihadapkan pada ujian hidup, sebab melalui ujian-ujian tersebut iman kita semakin dimantapkan dan kita pun beroleh berkat yang telah Tuhan persiapkan.
Setiap ujian yang ada seolah-olah tampak menyakitkan pada permulaannya, tetapi Yakobus justru memerhitungkan hal itu sebagai suatu kebahagiaan. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:2-3). Melalui ujian-ujian Tuhan mengijinkan karakter kita diperhalus dan semakin mengarahkan hati kita kepada Tuhan dalam doa, sehingga mata rohani kita dapat melihat kebaikan di balik ujian, dan kita pun semakin dibawa kepada rencana-Nya yaitu "...kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." (2 Korintus 3:18b). Ujian-ujian yang kita alami juga dapat membimbing kita untuk lebih bersandar kepada Tuhan dan kian berpegang teguh kepada janji-janji firman-Nya. "Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:4). Pemazmur semakin sadar dan mengerti kehendak Tuhan tatkala dihadapkan pada ujian. "Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:73). Kalau tangan Tuhan sendiri yang menjadikan kita dan membentuk kita, masakan Dia punya maksud jahat di balik ujian?
Jika saat ini Tuhan menghajar kita melalui ujian bukan berarti Dia tidak mengasihi kita dan hendak menghancurkan hidup kita, sebaliknya Tuhan menyadarkan kita bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi-Nya. Tuhan menghajar kita karena Dia adalah setia dan adil, Ia ingin kita berbalik dari pelanggaran-pelanggaran kita.
"Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11
Monday, October 10, 2016
PERKATAAN YANG MENJADI BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2016
Baca: Ulangan 32:1-4
"Pasanglah telingamu, hai langit, aku mau berbicara, dan baiklah bumi mendengarkan ucapan mulutku." Ulangan 32:1
Alkitab menyatakan bahwa apa yang keluar dari mulut adalah luapan dari dalam hati (baca Matius 12:34). Jika hati dipenuhi oleh hal-hal negatif, yang keluar dari mulut pun perkataan yang negatif, demikian pula sebaliknya. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan." (2 Timotius 2:16).
Mengapa kita harus menghindari omongan kosong dan tak suci? Karena hanya akan menambah kefasikan, sia-sia dan tak bermanfaat. Dalam hidup sehari-hari perkataan-perkataan manis yang terlontar dari mulut seseorang biasanya hanya bualan semata, bukan keluar secara tulus dari dalam hati. Semakin banyak kita mengubar ucapan atau memerkatakan hal-hal yang sia-sia semakin banyak pula kesalahan yang terjadi, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Maka berhati-hatilah dan berpikirlah 1000x jika hendak berbicara, sebab setiap kata sia-sia yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada saatnya. "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Orang Kristen yang sudah mengerti kebenaran firman ini akan mampu mengontrol setiap ucapannya. Rasul Petrus menulis, "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11).
Hendaklah kita belajar dari Musa, yang berusaha sedemikian rupa menjaga setiap ucapan atau perkataannya, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang menyenangkan, membangun, menguatkan dan menyejukkan, sebab yang diperkatakannya adalah firman Tuhan. Roh Tuhan yang bekerja di dalam diri Musa memberikan ilham dan hikmat kepadanya untuk mengucapkan perkataan-perkataan yang senantiasa menjadi berkat bagi orang lain yang mendengarnya.
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6
Baca: Ulangan 32:1-4
"Pasanglah telingamu, hai langit, aku mau berbicara, dan baiklah bumi mendengarkan ucapan mulutku." Ulangan 32:1
Alkitab menyatakan bahwa apa yang keluar dari mulut adalah luapan dari dalam hati (baca Matius 12:34). Jika hati dipenuhi oleh hal-hal negatif, yang keluar dari mulut pun perkataan yang negatif, demikian pula sebaliknya. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan." (2 Timotius 2:16).
Mengapa kita harus menghindari omongan kosong dan tak suci? Karena hanya akan menambah kefasikan, sia-sia dan tak bermanfaat. Dalam hidup sehari-hari perkataan-perkataan manis yang terlontar dari mulut seseorang biasanya hanya bualan semata, bukan keluar secara tulus dari dalam hati. Semakin banyak kita mengubar ucapan atau memerkatakan hal-hal yang sia-sia semakin banyak pula kesalahan yang terjadi, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Maka berhati-hatilah dan berpikirlah 1000x jika hendak berbicara, sebab setiap kata sia-sia yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada saatnya. "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Orang Kristen yang sudah mengerti kebenaran firman ini akan mampu mengontrol setiap ucapannya. Rasul Petrus menulis, "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11).
Hendaklah kita belajar dari Musa, yang berusaha sedemikian rupa menjaga setiap ucapan atau perkataannya, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang menyenangkan, membangun, menguatkan dan menyejukkan, sebab yang diperkatakannya adalah firman Tuhan. Roh Tuhan yang bekerja di dalam diri Musa memberikan ilham dan hikmat kepadanya untuk mengucapkan perkataan-perkataan yang senantiasa menjadi berkat bagi orang lain yang mendengarnya.
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6
Sunday, October 9, 2016
ADAM 'LAMA' HARUS DIBUANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2016
Baca: Yesaya 48:1-11
"Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan." Yesaya 48:10
Agar menjadi logam yang berkualitas dan berharga, perak atau emas harus dimurnikan terlebih dahulu di dapur api dengan tujuan agar semua kotoran yang melekat pada logam itu keluar. Logam perak mempunyai titik lebur lebih rendah daripada emas!
Ketika menjalankan tugas pelayanan-Nya di bumi Tuhan Yesus harus mengalami segala macam pengujian 'perak' dan Ia lulus dengan sempurna. Dikatakan: "...sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15b). Dalam menghadapi segala macam pencobaan Kristus telah mampu mengatasinya dan tampil sebagai pemenang tanpa berbuat suatu dosa. Kemudian 'suhu api' dinaikkan lagi hingga mencapai titik lebur untuk pengujian emas dan hal ini sungguh teramat berat, sampai-sampai "...Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44b), namun Tuhan Yesus bisa berkata, "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42). Ia pun dapat menyelesaikan ujian terakhirnya di kayu salib. Akhirnya Tuhan Yesus mencapai persatuan kembali dengan Bapa-Nya, dan di saat kemenangan itu terwujudlah emas di dalam-Nya.
Untuk menjadi serupa dengan Kristus kita pun harus bertumbuh secara bertahap melalui proses demi proses. Adakalanya Tuhan mengijinkan kita melalui masa-masa padang gurun. Setelah kita berhasil lulus dalam ujian perak ini, maka suhu api dinaikkan sedikit lagi seperti pengujian bagi emas. Ujian untuk emas yang berlaku dalam kehidupan ini memang sangat menyengsarakan (ayat nas), tetapi tujuannya adalah untuk membuang sisa-sisa Adam 'lama' yang masih melekat di dalam diri kita. Sifat-sifat Adam 'lama' ini tak pernah nampak sampai ada tekanan yang menimpanya. Dalam keadaan normal dan api tidak dinyalakan orang Kristen dapat saja memerlihatkan perilaku yang baik seperti Kristus, tapi ini bukan sifat sesungguhnya yang dimiliki. Karena apabila api dinyalakan, pencobaan mulai datang, saat itulah karakter aslinya akan muncul, topeng-topeng mulai ditanggalkan, semua sifat Adam 'lama' akan tampak secara nyata.
Hanya orang-orang yang lulus dalam ujian perak dan emas yang dapat memiliki sifat Kristus dalam dirinya!
Baca: Yesaya 48:1-11
"Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan." Yesaya 48:10
Agar menjadi logam yang berkualitas dan berharga, perak atau emas harus dimurnikan terlebih dahulu di dapur api dengan tujuan agar semua kotoran yang melekat pada logam itu keluar. Logam perak mempunyai titik lebur lebih rendah daripada emas!
Ketika menjalankan tugas pelayanan-Nya di bumi Tuhan Yesus harus mengalami segala macam pengujian 'perak' dan Ia lulus dengan sempurna. Dikatakan: "...sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15b). Dalam menghadapi segala macam pencobaan Kristus telah mampu mengatasinya dan tampil sebagai pemenang tanpa berbuat suatu dosa. Kemudian 'suhu api' dinaikkan lagi hingga mencapai titik lebur untuk pengujian emas dan hal ini sungguh teramat berat, sampai-sampai "...Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44b), namun Tuhan Yesus bisa berkata, "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42). Ia pun dapat menyelesaikan ujian terakhirnya di kayu salib. Akhirnya Tuhan Yesus mencapai persatuan kembali dengan Bapa-Nya, dan di saat kemenangan itu terwujudlah emas di dalam-Nya.
Untuk menjadi serupa dengan Kristus kita pun harus bertumbuh secara bertahap melalui proses demi proses. Adakalanya Tuhan mengijinkan kita melalui masa-masa padang gurun. Setelah kita berhasil lulus dalam ujian perak ini, maka suhu api dinaikkan sedikit lagi seperti pengujian bagi emas. Ujian untuk emas yang berlaku dalam kehidupan ini memang sangat menyengsarakan (ayat nas), tetapi tujuannya adalah untuk membuang sisa-sisa Adam 'lama' yang masih melekat di dalam diri kita. Sifat-sifat Adam 'lama' ini tak pernah nampak sampai ada tekanan yang menimpanya. Dalam keadaan normal dan api tidak dinyalakan orang Kristen dapat saja memerlihatkan perilaku yang baik seperti Kristus, tapi ini bukan sifat sesungguhnya yang dimiliki. Karena apabila api dinyalakan, pencobaan mulai datang, saat itulah karakter aslinya akan muncul, topeng-topeng mulai ditanggalkan, semua sifat Adam 'lama' akan tampak secara nyata.
Hanya orang-orang yang lulus dalam ujian perak dan emas yang dapat memiliki sifat Kristus dalam dirinya!
Saturday, October 8, 2016
TAHU TAPI TIDAK MELAKUKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2016
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Semua orang tahu bagaimana harus berbuat baik. Meski demikian tidak semua orang mau berbuat baik, sebaliknya masih banyak yang melakukan tindak kejahatan.
Seperti apa berbuat baik? Memberi makan orang yang kelaparan, memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa musibah atau bencana, memberi sedekat kepada janda atau anak-anak yatim piatu kah? Betul, semua itu perbuatan baik. Namun ada satu hal yang sering diabaikan yaitu berbuat baik untuk menyelamatkan jiwanya dari api neraka. Dengan cara bagaimana kita menyelamatkan jiwa orang lain? Tak ada cara lain selain melalui pemberitaan Injil dan memerkenalkan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada mereka, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Bila kita tidak dapat berkhotbah atau mengabarkan Injil kita bisa bersaksi kepada orang lain tentang kasih Tuhan Yesus. Kesaksian hidup adalah hal penting! Selain itu kita bisa menggunakan uang kita untuk mendukung pekerjaan Tuhan melalui gereja-gereja, pos-pos penginjilan, badan-badan misi atau memberikan bacaan rohani kepada orang-orang yang kita kenal atau sanak saudara kita. Tidak berbuat baik kepada orang lain yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan, padahal kita tahu itu, berarti kita tidak melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan. Mengasihi sesama dengan merebut mereka dari api neraka adalah wujud ketaatan kita terhadap firman Tuhan yang mengatakan, "Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." (Yudas 1:22-23a). Adalah tidak sia-sia kita berkorban, "Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." (Efesus 6:8).
"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Semua orang tahu bagaimana harus berbuat baik. Meski demikian tidak semua orang mau berbuat baik, sebaliknya masih banyak yang melakukan tindak kejahatan.
Seperti apa berbuat baik? Memberi makan orang yang kelaparan, memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa musibah atau bencana, memberi sedekat kepada janda atau anak-anak yatim piatu kah? Betul, semua itu perbuatan baik. Namun ada satu hal yang sering diabaikan yaitu berbuat baik untuk menyelamatkan jiwanya dari api neraka. Dengan cara bagaimana kita menyelamatkan jiwa orang lain? Tak ada cara lain selain melalui pemberitaan Injil dan memerkenalkan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada mereka, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Bila kita tidak dapat berkhotbah atau mengabarkan Injil kita bisa bersaksi kepada orang lain tentang kasih Tuhan Yesus. Kesaksian hidup adalah hal penting! Selain itu kita bisa menggunakan uang kita untuk mendukung pekerjaan Tuhan melalui gereja-gereja, pos-pos penginjilan, badan-badan misi atau memberikan bacaan rohani kepada orang-orang yang kita kenal atau sanak saudara kita. Tidak berbuat baik kepada orang lain yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan, padahal kita tahu itu, berarti kita tidak melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan. Mengasihi sesama dengan merebut mereka dari api neraka adalah wujud ketaatan kita terhadap firman Tuhan yang mengatakan, "Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." (Yudas 1:22-23a). Adalah tidak sia-sia kita berkorban, "Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." (Efesus 6:8).
"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3
Friday, October 7, 2016
TAKUT AKAN TUHAN, ITULAH HIKMAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2016
Baca: Ayub 28:1-28
"Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi." Ayub 28:28
Untuk menjadi pengikut Kristus sejati kita tidak bisa menjalani hidup kekristenan ala kadarnya. Rajin ke gereja, memberi persembahan dan terlibat dalam pelayanan tidaklah cukup dan tidak ada artinya jika tidak memiliki hikmat. "Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?" (ayat 20). Hikmat itu datang ketika orang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Itulah yang terpenting dalam kekristenan! Apalah artinya menjadi Kristen bertahun-tahun jika tidak disertai hati yang takut akan Tuhan. Karenanya hikmat itu sangat penting, "...memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara." (ayat 18).
Ada banyak orang Kristen yang secara lahiriah tampak rajin beribadah tapi sesungguhnya hati mereka menjauh dari Tuhan. "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Terbukti perilaku mereka di luar jam-jam ibadah atau pelayanan masih berkompromi dengan dosa dan tak segan-segan melakukan segala hal yang menjadi kebencian Tuhan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tak mempunyai hikmat, sebab hikmat takkan mungkin mereka temukan di dunia ini. "Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku." (Ayub 28:14). Jelas sekali bahwa hikmat tak dapat diperoleh di luar Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa sumber segala hikmat adalah Kristus, "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kolose 2:3).
Bagaimana memperoleh hikmat dari Kristus? Yaitu dengan mempelajari firman-Nya: "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16).
Merenungkan firman Tuhan setiap hari adalah kunci memperoleh hikmat!
Baca: Ayub 28:1-28
"Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi." Ayub 28:28
Untuk menjadi pengikut Kristus sejati kita tidak bisa menjalani hidup kekristenan ala kadarnya. Rajin ke gereja, memberi persembahan dan terlibat dalam pelayanan tidaklah cukup dan tidak ada artinya jika tidak memiliki hikmat. "Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?" (ayat 20). Hikmat itu datang ketika orang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Itulah yang terpenting dalam kekristenan! Apalah artinya menjadi Kristen bertahun-tahun jika tidak disertai hati yang takut akan Tuhan. Karenanya hikmat itu sangat penting, "...memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara." (ayat 18).
Ada banyak orang Kristen yang secara lahiriah tampak rajin beribadah tapi sesungguhnya hati mereka menjauh dari Tuhan. "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Terbukti perilaku mereka di luar jam-jam ibadah atau pelayanan masih berkompromi dengan dosa dan tak segan-segan melakukan segala hal yang menjadi kebencian Tuhan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tak mempunyai hikmat, sebab hikmat takkan mungkin mereka temukan di dunia ini. "Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku." (Ayub 28:14). Jelas sekali bahwa hikmat tak dapat diperoleh di luar Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa sumber segala hikmat adalah Kristus, "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kolose 2:3).
Bagaimana memperoleh hikmat dari Kristus? Yaitu dengan mempelajari firman-Nya: "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16).
Merenungkan firman Tuhan setiap hari adalah kunci memperoleh hikmat!
Thursday, October 6, 2016
TUJUAN TUHAN DATANG KEMBALI KE DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2016
Baca: Markus 13:24-32
"Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya." Markus 13:26
Kedatangan Kristus yang pertama ke dunia dalam wujud Anak Manusia, yang dikandung melalui Maria dan lahir di kandang Betlehem, adalah mengemban rencana Allah Bapa dalam rangka penyelamatan umat manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Kristus taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, dan bangkit di hari yang ke-3. Kedatangan Kristus yang pertama ini tidak untuk menghakimi dunia, "Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:17). Kemudian Kristus naik ke sorga.
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11). Apa tujuan-Nya datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya? 1. Membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). 2. Memisahkan orang yang baik dari yang jahat. "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:31-33). 3. Menghakimi semua orang. Alkitab menyatakan bahwa Allah Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan Ia telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak (baca Yohanes 5:22). "Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik..." (Yudas 1:14-15).
Sudah siapkah kita menyambut kedatangan Kristus yang ke dua kalinya?
Baca: Markus 13:24-32
"Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya." Markus 13:26
Kedatangan Kristus yang pertama ke dunia dalam wujud Anak Manusia, yang dikandung melalui Maria dan lahir di kandang Betlehem, adalah mengemban rencana Allah Bapa dalam rangka penyelamatan umat manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Kristus taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, dan bangkit di hari yang ke-3. Kedatangan Kristus yang pertama ini tidak untuk menghakimi dunia, "Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:17). Kemudian Kristus naik ke sorga.
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11). Apa tujuan-Nya datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya? 1. Membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). 2. Memisahkan orang yang baik dari yang jahat. "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:31-33). 3. Menghakimi semua orang. Alkitab menyatakan bahwa Allah Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan Ia telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak (baca Yohanes 5:22). "Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik..." (Yudas 1:14-15).
Sudah siapkah kita menyambut kedatangan Kristus yang ke dua kalinya?
Wednesday, October 5, 2016
YOSAFAT: Pertolongan Dalam Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2016
Baca: 2 Tawarikh 20:16-30
"Dan kerajaan Yosafat amanlah, karena Allahnya mengaruniakan keamanan kepadanya di segala penjuru." 2 Tawarikh 20:30
Hal lain yang dilakukan Yosafat, yang namanya berarti Tuhan adalah Hakim, adalah: 2. Mengakui kebesaran Tuhan. Tidak mudah orang mengakui kelemahan dan keterbatasan diri, terlebih bagi mereka yang punya harta kekayaan, jabatan atau kedudukan tinggi, yang cenderung bermegah dengan apa yang dimilikinya. Meski menjadi seorang raja Yosafat tidak membangga-banggakan diri, justru ia mengakui keterbatasan, kekurangan dan kelemahannya, serta mengakui kebesaran Tuhan. "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam sorga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau." (ayat 6). Dalam menghadapi persoalan kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa hanya Dialah yang sanggup menolong dan menyelesaikan segala persoalan bagi kita, tak peduli betapa dahsyat persoalan itu. Firman-Nya berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
3. Berseru sampai Ia bertindak. "Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami." (2 Tawarikh 20:9b). Yosafat terus berseru-seru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya dengan mengakui bahwa ia tak berdaya apa-apa menghadapi musuh. "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." (2 Tawarikh 20:12b).
Dalam kesesakan biarlah mata kita hanya tertuju kepada Tuhan, bukan pada masalah atau situasi! jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan tawar hati. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Berdoalah dengan penuh iman, berserulah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Tuhan yang perkasa, Dia adalah El Gibor, Tuhan Sang Panglima perang. Bersama Tuhan kita pasti sanggup menghadapi musuh dan meraih kemenangan yang gemilang!
Musuh terpukul kalah bukan karena hebat manusia, tapi Tuhan yang turun tangan!
Baca: 2 Tawarikh 20:16-30
"Dan kerajaan Yosafat amanlah, karena Allahnya mengaruniakan keamanan kepadanya di segala penjuru." 2 Tawarikh 20:30
Hal lain yang dilakukan Yosafat, yang namanya berarti Tuhan adalah Hakim, adalah: 2. Mengakui kebesaran Tuhan. Tidak mudah orang mengakui kelemahan dan keterbatasan diri, terlebih bagi mereka yang punya harta kekayaan, jabatan atau kedudukan tinggi, yang cenderung bermegah dengan apa yang dimilikinya. Meski menjadi seorang raja Yosafat tidak membangga-banggakan diri, justru ia mengakui keterbatasan, kekurangan dan kelemahannya, serta mengakui kebesaran Tuhan. "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam sorga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau." (ayat 6). Dalam menghadapi persoalan kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa hanya Dialah yang sanggup menolong dan menyelesaikan segala persoalan bagi kita, tak peduli betapa dahsyat persoalan itu. Firman-Nya berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
3. Berseru sampai Ia bertindak. "Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami." (2 Tawarikh 20:9b). Yosafat terus berseru-seru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya dengan mengakui bahwa ia tak berdaya apa-apa menghadapi musuh. "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." (2 Tawarikh 20:12b).
Dalam kesesakan biarlah mata kita hanya tertuju kepada Tuhan, bukan pada masalah atau situasi! jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan tawar hati. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Berdoalah dengan penuh iman, berserulah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Tuhan yang perkasa, Dia adalah El Gibor, Tuhan Sang Panglima perang. Bersama Tuhan kita pasti sanggup menghadapi musuh dan meraih kemenangan yang gemilang!
Musuh terpukul kalah bukan karena hebat manusia, tapi Tuhan yang turun tangan!
Tuesday, October 4, 2016
YOSAFAT: Pertolongan Dalam Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2016
Baca: 2 Tawarikh 20:1-15
"Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami." 2 Tawarikh 20:12b
Kita tidak pernah tahu kapan musuh datang menyerang, karena kalau tahu kita pasti dalam posisi sigap dan berjaga-jaga. Berita buruknya, musuh datang menyerang kehidupan kita tanpa disangka-sangka dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Musuh abadi kita adalah Iblis, yang "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kapan pun dan di mana pun Iblis selalu berusaha mencari celah dan "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13) untuk menyerang dan inilah yang seringkali membuat semua orang menjadi sangat terkejut dan mengalami ketakutan. Seperti Yosafat yang diserang secara tiba-tiba oleh suatu laskar besar yang terdiri dari orang-orang bani Moab dan bani Amon, ditambah sepasukan orang Meunim.
Mendapatkan serangan secara mendadak "Yosafat menjadi takut," (2 Tawarikh 20:3a). Reaksi alamiah seseorang ketika dihadapkan pada masalah yang sangat berat adalah takut. Tindakan Yosafat dalam menghadapi serangan musuh dapat kita jadikan sebagai contoh, karena dalam ketakutannya yang sangat ia tidak dengan serta merta mencari pertolongan kepada manusia, namun mengambil beberapa langkah: 1. Mencari Tuhan dan meminta pertolongan kepada-Nya (2 Tawarikh 20:3, 4). Dalam keadaan sangat terdesak biasanya orang tidak bisa berpikir secara jernih, yang dipikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari 'lubang jarum' secepatnya atau mendapatkan jalan keluar secara instan, dimana pikiran pasti langsung tertuju kepada manusia atau sesamanya. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Yosafat membuat keputusan yang tepat yaitu mencari Tuhan dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, bukan kepada yang lain. Pemazmur berkata, "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
"...apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;" Yeremia 29:13
Baca: 2 Tawarikh 20:1-15
"Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami." 2 Tawarikh 20:12b
Kita tidak pernah tahu kapan musuh datang menyerang, karena kalau tahu kita pasti dalam posisi sigap dan berjaga-jaga. Berita buruknya, musuh datang menyerang kehidupan kita tanpa disangka-sangka dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Musuh abadi kita adalah Iblis, yang "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kapan pun dan di mana pun Iblis selalu berusaha mencari celah dan "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13) untuk menyerang dan inilah yang seringkali membuat semua orang menjadi sangat terkejut dan mengalami ketakutan. Seperti Yosafat yang diserang secara tiba-tiba oleh suatu laskar besar yang terdiri dari orang-orang bani Moab dan bani Amon, ditambah sepasukan orang Meunim.
Mendapatkan serangan secara mendadak "Yosafat menjadi takut," (2 Tawarikh 20:3a). Reaksi alamiah seseorang ketika dihadapkan pada masalah yang sangat berat adalah takut. Tindakan Yosafat dalam menghadapi serangan musuh dapat kita jadikan sebagai contoh, karena dalam ketakutannya yang sangat ia tidak dengan serta merta mencari pertolongan kepada manusia, namun mengambil beberapa langkah: 1. Mencari Tuhan dan meminta pertolongan kepada-Nya (2 Tawarikh 20:3, 4). Dalam keadaan sangat terdesak biasanya orang tidak bisa berpikir secara jernih, yang dipikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari 'lubang jarum' secepatnya atau mendapatkan jalan keluar secara instan, dimana pikiran pasti langsung tertuju kepada manusia atau sesamanya. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Yosafat membuat keputusan yang tepat yaitu mencari Tuhan dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, bukan kepada yang lain. Pemazmur berkata, "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
"...apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;" Yeremia 29:13
Monday, October 3, 2016
BANGUN RUMAH ROHANI: Ada Pemulihan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2016
Baca: Hagai 2:1b-10
"Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Hagai 2:10
Ada banyak orang percaya yang tidak lagi memerhatikan rumah 'rohani'nya karena mereka terlalu disibukkan dengan kepentingan pribadi. Rumah 'rohani'nya dibiarkan rusak, tidak terawat dan dipenuhi kotoran-kotoran di dalamnya: kepahitan, sakit hati, kebencian dan sebagainya. "...rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Firman Tuhan memeringatkan: "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:7-8). Rumah rohani kita harus dirombak dan dibangun kembali!
Naiklah ke gunung berarti naik ke gunung doa dengan membawa 'kayu'. Kayu berbicara mengenai 'beban kayu salib'. Bangunlah rumah itu artinya dengan salib Kristus kita harus membangun rumah rohani kita. Tuhan Yesus sebagai 'batu penjuru' dan kita sebagai batu-batu lainnya. Batu-batu ini harus diratakan satu dengan lainnya agar dapat dipakai menjadi bangunan yang baik. "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:21-22).
Tuhan berkata, "...bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu," (Hagai 2:5). Jika kita bekerja untuk Tuhan jangan pernah pikirkan soal materi (berkat), sebab "Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:9). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa bila kita bekerja sungguh-sungguh untuk Tuhan menurut rencana-Nya, Tuhan berkata, "Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:8). Yang terpenting adalah Roh Tuhan menyertai kita seperti firman-Nya, "Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut!" (Hagai 2:6).
Ada berkat-berkat luar biasa yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang memerhatikan dan sungguh-sungguh bekerja untuk rumah 'rohani'!
Baca: Hagai 2:1b-10
"Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Hagai 2:10
Ada banyak orang percaya yang tidak lagi memerhatikan rumah 'rohani'nya karena mereka terlalu disibukkan dengan kepentingan pribadi. Rumah 'rohani'nya dibiarkan rusak, tidak terawat dan dipenuhi kotoran-kotoran di dalamnya: kepahitan, sakit hati, kebencian dan sebagainya. "...rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Firman Tuhan memeringatkan: "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:7-8). Rumah rohani kita harus dirombak dan dibangun kembali!
Naiklah ke gunung berarti naik ke gunung doa dengan membawa 'kayu'. Kayu berbicara mengenai 'beban kayu salib'. Bangunlah rumah itu artinya dengan salib Kristus kita harus membangun rumah rohani kita. Tuhan Yesus sebagai 'batu penjuru' dan kita sebagai batu-batu lainnya. Batu-batu ini harus diratakan satu dengan lainnya agar dapat dipakai menjadi bangunan yang baik. "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:21-22).
Tuhan berkata, "...bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu," (Hagai 2:5). Jika kita bekerja untuk Tuhan jangan pernah pikirkan soal materi (berkat), sebab "Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:9). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa bila kita bekerja sungguh-sungguh untuk Tuhan menurut rencana-Nya, Tuhan berkata, "Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:8). Yang terpenting adalah Roh Tuhan menyertai kita seperti firman-Nya, "Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut!" (Hagai 2:6).
Ada berkat-berkat luar biasa yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang memerhatikan dan sungguh-sungguh bekerja untuk rumah 'rohani'!
Sunday, October 2, 2016
TUHAN PERHATIKAN SENGSARA KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2016
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Menjalani hidup di dunia ini tak seorang pun dapat menghindarkan diri dari kesengsaraan. Arti kata sengsara adalah kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan; menderita kesusahan, kesukaran dan sebagainya. Memang itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10), tak terkecuali bagi orang percaya. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ada contoh kesengsaraan yang dialami umat Israel. Walaupun raja Mesir telah mati bukan berarti berakhir pula kesengsaraan mereka. "...orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah." (Keluaran 2:23-24). Ketika umat Israel mengerang dan berteriak kepada Tuhan, Tuhan tidak hanya sekedar mendengar tetapi melihat dan memerhatikan kesengsaraan mereka (Keluaran 2:25), Ia mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari negeri perbudakan.
Mungkin saat ini kita sedang menderita sengsara karena beraneka ragam masalah yang menimpa dan berputus asa, hilang pengharapan. Mari kita tetap bersyukur karena kita punya Tuhan yang sangat peduli dan berlimpah dengan kasih. Apabila kita mengerang dan berteriak kepada Tuhan dalam doa niscaya Ia akan mendengar seruan kita dan bertindak untuk melepaskan kita dari kesengsaraan dengan berjuta-juta cara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Dalam kesengsaraan yang kita alami Tuhan Yesus juga turut merasakan, "Sebab Imam Besar (Yesus Kristus) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15). Dalam yesaya 63:9 dikatakan, "dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala."
Tuhan selalu punya jalan keajaiban untuk melepaskan kita dari kesengsaraan!
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Menjalani hidup di dunia ini tak seorang pun dapat menghindarkan diri dari kesengsaraan. Arti kata sengsara adalah kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan; menderita kesusahan, kesukaran dan sebagainya. Memang itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10), tak terkecuali bagi orang percaya. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ada contoh kesengsaraan yang dialami umat Israel. Walaupun raja Mesir telah mati bukan berarti berakhir pula kesengsaraan mereka. "...orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah." (Keluaran 2:23-24). Ketika umat Israel mengerang dan berteriak kepada Tuhan, Tuhan tidak hanya sekedar mendengar tetapi melihat dan memerhatikan kesengsaraan mereka (Keluaran 2:25), Ia mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari negeri perbudakan.
Mungkin saat ini kita sedang menderita sengsara karena beraneka ragam masalah yang menimpa dan berputus asa, hilang pengharapan. Mari kita tetap bersyukur karena kita punya Tuhan yang sangat peduli dan berlimpah dengan kasih. Apabila kita mengerang dan berteriak kepada Tuhan dalam doa niscaya Ia akan mendengar seruan kita dan bertindak untuk melepaskan kita dari kesengsaraan dengan berjuta-juta cara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Dalam kesengsaraan yang kita alami Tuhan Yesus juga turut merasakan, "Sebab Imam Besar (Yesus Kristus) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15). Dalam yesaya 63:9 dikatakan, "dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala."
Tuhan selalu punya jalan keajaiban untuk melepaskan kita dari kesengsaraan!
Saturday, October 1, 2016
RELA DIPENJARA KARENA INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2016
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Friday, September 30, 2016
TAKUT AKAN TUHAN: Cara Terbaik Menjalani Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2016
Baca: Amsal 9:1-18
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." Amsal 9:10
Kata hikmat berasal dari istilah Ibrani chokmah, yang secara umum dapat diterjemahkan sebagai kepandaian, kecerdasan dan kebijaksanaan. Hikmat berarti pula kemampuan seseorang membedakan perkara yang baik dan jahat. Langkah pertama mendapatkan hikmat adalah takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan berkaitan dengan pelaksanaan perintah Tuhan dalam seluruh kehidupan. Orang dapat dikatakan memiliki hati yang takut akan Tuhan apabila ia memraktekkan nilai-nilai kebenaran (firman Tuhan) dalam kehidupan nyata, jadi bukan hanya sekedar berteori, melainkan menjadi pelaku firman. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Takut akan Tuhan berbeda dengan rasa takut terhadap orang jahat, takut melihat film horror, atau rasa takut yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu (phobia). Yang dimaksud penulis Amsal, takut akan Tuhan adalah takut yang penuh dengan ketakjuban atas kuasa dan kemahaan Tuhan dalam hidup orang percaya sehingga timbul keinginan untuk taat dan tunduk kepada-Nya, wujud sikap hormat dan tunduk pada kuasa Tuhan. Takut akan Tuhan membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, bukan sebaliknya semakin menjauh daripada-Nya. Ini adalah proses pemelajaran seumur hidup kita! "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkhotbah 12:13).
Mengapa harus takut akan Tuhan? "Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkhotbah 12:14). Bukan waktunya hidup sembrono, tetapi kita wajib menjalani hidup ini dengan rasa takut akan Tuhan, sebab segala sesuatu yang kita perbuat di dunia ini pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
"...orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya." Pengkhotbah 8:12
Baca: Amsal 9:1-18
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." Amsal 9:10
Kata hikmat berasal dari istilah Ibrani chokmah, yang secara umum dapat diterjemahkan sebagai kepandaian, kecerdasan dan kebijaksanaan. Hikmat berarti pula kemampuan seseorang membedakan perkara yang baik dan jahat. Langkah pertama mendapatkan hikmat adalah takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan berkaitan dengan pelaksanaan perintah Tuhan dalam seluruh kehidupan. Orang dapat dikatakan memiliki hati yang takut akan Tuhan apabila ia memraktekkan nilai-nilai kebenaran (firman Tuhan) dalam kehidupan nyata, jadi bukan hanya sekedar berteori, melainkan menjadi pelaku firman. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Takut akan Tuhan berbeda dengan rasa takut terhadap orang jahat, takut melihat film horror, atau rasa takut yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu (phobia). Yang dimaksud penulis Amsal, takut akan Tuhan adalah takut yang penuh dengan ketakjuban atas kuasa dan kemahaan Tuhan dalam hidup orang percaya sehingga timbul keinginan untuk taat dan tunduk kepada-Nya, wujud sikap hormat dan tunduk pada kuasa Tuhan. Takut akan Tuhan membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, bukan sebaliknya semakin menjauh daripada-Nya. Ini adalah proses pemelajaran seumur hidup kita! "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkhotbah 12:13).
Mengapa harus takut akan Tuhan? "Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkhotbah 12:14). Bukan waktunya hidup sembrono, tetapi kita wajib menjalani hidup ini dengan rasa takut akan Tuhan, sebab segala sesuatu yang kita perbuat di dunia ini pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
"...orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya." Pengkhotbah 8:12
Thursday, September 29, 2016
ANAK ALLAH: Wajib Meniru Allah (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." Efesus 5:11
Dunia penuh perbuatan-perbuatan kegelapan. Karena status kita anak-anak Allah, bukan dari dunia ini, maka ada tanggung jawab yang kita emban yaitu menjadi terang bagi dunia yang gelap ini. 2. Hidup dalam terang. Menjadi terang berarti menunjukkan kualitas hidup yang benar-benar berbeda, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (ayat 9). Terang artinya dapat terlihat dan bukan tersembunyi, suatu kehidupan yang mampu menjadi berkat atau kesaksian, bukan menjadi batu sandungan. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Hidup dalam terang berarti juga hidup dalam kekudusan. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus." (ayat 3). Kekudusan bagi anak-anak Allah adalah mutlak, sebab Allah adalah kudus. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup kudus adalah keharusan, bukan suatu pilihan. Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat Yunani, hagios, yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Sebagai anak-anak Allah kita adalah orang-orang yang dipisahkan dari dunia ini, dipanggil ke luar dari kegelapan terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9).
Bila Tuhan memerintahkan kita hidup kudus artinya Ia tahu kita mampu hidup dalam kekudusan, sebab Ia telah memberikan Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menuntun, menyertai, menghibur dan menguatkan kita. Tinggal respons kita mau atau tidak. Kita dimampukan hidup dalam kekudusan sebab Kristus telah menyucikan kita dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: Efesus 5:1-21
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." Efesus 5:11
Dunia penuh perbuatan-perbuatan kegelapan. Karena status kita anak-anak Allah, bukan dari dunia ini, maka ada tanggung jawab yang kita emban yaitu menjadi terang bagi dunia yang gelap ini. 2. Hidup dalam terang. Menjadi terang berarti menunjukkan kualitas hidup yang benar-benar berbeda, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (ayat 9). Terang artinya dapat terlihat dan bukan tersembunyi, suatu kehidupan yang mampu menjadi berkat atau kesaksian, bukan menjadi batu sandungan. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Hidup dalam terang berarti juga hidup dalam kekudusan. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus." (ayat 3). Kekudusan bagi anak-anak Allah adalah mutlak, sebab Allah adalah kudus. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup kudus adalah keharusan, bukan suatu pilihan. Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat Yunani, hagios, yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Sebagai anak-anak Allah kita adalah orang-orang yang dipisahkan dari dunia ini, dipanggil ke luar dari kegelapan terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9).
Bila Tuhan memerintahkan kita hidup kudus artinya Ia tahu kita mampu hidup dalam kekudusan, sebab Ia telah memberikan Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menuntun, menyertai, menghibur dan menguatkan kita. Tinggal respons kita mau atau tidak. Kita dimampukan hidup dalam kekudusan sebab Kristus telah menyucikan kita dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Wednesday, September 28, 2016
ANAK ALLAH: Wajib Meniru Allah (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Tuesday, September 27, 2016
ORANG PERCAYA: Bukan Dari Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2016
Baca: Yohanes 15:18-27
"Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia," Yohanes 15:19
Tidak banyak orang Kristen memahami apa yang dikatakan Tuhan bahwa setiap orang percaya bukan dari dunia. Ayat nas adalah penegasan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan adalah orang yang memiliki kewargaan baru sebagai warga Kerajaan Sorga, meski secara fisik masih menjalani hidup di bumi ini. Artinya orang percaya bukanlah milik dunia ini tapi milik Tuhan sepenuhnya. Jadi hanya mereka yang berstatus sebagai milik Tuhanlah yang disebut bukan berasal dari dunia ini. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena itu hari-hari yang kita jalani ini seharusnya menjadi persiapan untuk menetap dan tinggal di Kerajaan Sorga. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Dalam wujud apa persiapan itu? Apakah kita harus mengumpulkan uang atau harta duniawi sebanyak-banyaknya, mumpung masih ada di dunia ini, sebagai bekal pergi ke sorga nanti? Salah besar! Firman Tuhan: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;" (Matius 6:19), "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Yang harus dipersiapkan adalah harta sorgawi. Ini berbicara mengenai kehidupan yang seturut dengan kehendak Tuhan secara mutlak; dan karena orang percaya masih berada di dunia maka Tuhan Yesus pun berdoa memohon kepada Bapa agar Bapa melindungi umat-Nya dari segala yang jahat, agar terhindar dari cara hidup yang bertentangan dengan lingkungan sorga.
Untuk mendapatkan jaminan perlindungan dari Bapa maka setiap orang percaya harus menunjukkan perilaku sebagai anak-anak Allah, memiliki karakter Allah dan menjadi penurut-penurut Allah. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2).
Kalau ingin disebut bukan dari dunia maka kita harus memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia ini, dengan cara hidup seturut kehendak Tuhan!
Baca: Yohanes 15:18-27
"Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia," Yohanes 15:19
Tidak banyak orang Kristen memahami apa yang dikatakan Tuhan bahwa setiap orang percaya bukan dari dunia. Ayat nas adalah penegasan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan adalah orang yang memiliki kewargaan baru sebagai warga Kerajaan Sorga, meski secara fisik masih menjalani hidup di bumi ini. Artinya orang percaya bukanlah milik dunia ini tapi milik Tuhan sepenuhnya. Jadi hanya mereka yang berstatus sebagai milik Tuhanlah yang disebut bukan berasal dari dunia ini. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena itu hari-hari yang kita jalani ini seharusnya menjadi persiapan untuk menetap dan tinggal di Kerajaan Sorga. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Dalam wujud apa persiapan itu? Apakah kita harus mengumpulkan uang atau harta duniawi sebanyak-banyaknya, mumpung masih ada di dunia ini, sebagai bekal pergi ke sorga nanti? Salah besar! Firman Tuhan: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;" (Matius 6:19), "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Yang harus dipersiapkan adalah harta sorgawi. Ini berbicara mengenai kehidupan yang seturut dengan kehendak Tuhan secara mutlak; dan karena orang percaya masih berada di dunia maka Tuhan Yesus pun berdoa memohon kepada Bapa agar Bapa melindungi umat-Nya dari segala yang jahat, agar terhindar dari cara hidup yang bertentangan dengan lingkungan sorga.
Untuk mendapatkan jaminan perlindungan dari Bapa maka setiap orang percaya harus menunjukkan perilaku sebagai anak-anak Allah, memiliki karakter Allah dan menjadi penurut-penurut Allah. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2).
Kalau ingin disebut bukan dari dunia maka kita harus memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia ini, dengan cara hidup seturut kehendak Tuhan!
Monday, September 26, 2016
GUNUNG BUKAN SUMBER PERTOLONGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2016
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Alkitab menyatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Mereka mudah sekali melupakan kebaikan Tuhan. Karena itu mereka perlu selalu diingatkan bahwa tidak ada pertolongan lain selain dari Tuhan. Ayat nas ini biasanya dibacakan ketika umat Israel hendak memulai ibadah di Bait Suci di Yerusalem atau ketika mereka sedang melakukan ziarah ke Bait Allah. Pernyataan, seruan atau pengakuan yang dibacakan sebelum ibadah dimulai ini disebut votum. Ini bukan sekedar pernyataan atau pengakuan biasa sebagai pembuka ibadah, melainkan sebuah pengakuan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Seruan atau pernyataan adalah hal penting untuk didengar dan diketahui semua orang bahwa sumber pertolongan itu datangnya dari Tuhan, bukan yang lain.
Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan berusaha mencari pertolongan kepada berhala-berhala, seperti benda-benda keramat, patung, pohon atau kuburan. Mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan pertolongan atau solusi untuk setiap masalah yang dihadapi, padahal "Berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, juga nafas tidak ada dalam mulut mereka. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, semua orang yang percaya kepadanya." (Mazmur 135:15-18). Mereka juga pergi ke laut atau gunung-gunung untuk mencari perlindungan dan keselamatan. Hasilnya? Nihil. Pemazmur membuktikannya: "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?" (Mazmur 121:1). Tidak ada pertolongan di sana!
Bagi umat Israel pertolongan datang bukan dari laut atau gunung, tetapi dari Tuhan yang adalah pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya. Dengan kata lain, yang menjadi sumber pertolongan umat Israel bukanlah benda-benda mati atau berhala-berhala buatan tangan manusia, tetapi Tuhan yang hidup, Tuhan yang tidak pernah tertidur dan terlelap. Tuhanlah yang menjadi Penjaga Israel dari sekarang sampai selamanya!
Biarlah setiap orang percaya berkata, "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Alkitab menyatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Mereka mudah sekali melupakan kebaikan Tuhan. Karena itu mereka perlu selalu diingatkan bahwa tidak ada pertolongan lain selain dari Tuhan. Ayat nas ini biasanya dibacakan ketika umat Israel hendak memulai ibadah di Bait Suci di Yerusalem atau ketika mereka sedang melakukan ziarah ke Bait Allah. Pernyataan, seruan atau pengakuan yang dibacakan sebelum ibadah dimulai ini disebut votum. Ini bukan sekedar pernyataan atau pengakuan biasa sebagai pembuka ibadah, melainkan sebuah pengakuan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Seruan atau pernyataan adalah hal penting untuk didengar dan diketahui semua orang bahwa sumber pertolongan itu datangnya dari Tuhan, bukan yang lain.
Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan berusaha mencari pertolongan kepada berhala-berhala, seperti benda-benda keramat, patung, pohon atau kuburan. Mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan pertolongan atau solusi untuk setiap masalah yang dihadapi, padahal "Berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, juga nafas tidak ada dalam mulut mereka. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, semua orang yang percaya kepadanya." (Mazmur 135:15-18). Mereka juga pergi ke laut atau gunung-gunung untuk mencari perlindungan dan keselamatan. Hasilnya? Nihil. Pemazmur membuktikannya: "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?" (Mazmur 121:1). Tidak ada pertolongan di sana!
Bagi umat Israel pertolongan datang bukan dari laut atau gunung, tetapi dari Tuhan yang adalah pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya. Dengan kata lain, yang menjadi sumber pertolongan umat Israel bukanlah benda-benda mati atau berhala-berhala buatan tangan manusia, tetapi Tuhan yang hidup, Tuhan yang tidak pernah tertidur dan terlelap. Tuhanlah yang menjadi Penjaga Israel dari sekarang sampai selamanya!
Biarlah setiap orang percaya berkata, "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Subscribe to:
Posts (Atom)