Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2016
Baca: Mazmur 9:1-21
"Demikianlah TUHAN adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan." Mazmur 9:10
Nama Tuhan adalah menara yang kuat, karena di dalam nama-Nya ada kuasa yang sangat dahsyat; nama-Nya adalah nama di atas segala nama. Dalam pemikiran orang Ibrani kuno nama seseorang adalah gambaran dari pribadi orang itu kelak. Begitu pula dengan nama Tuhan yang adalah pewahyuan dari diri Tuhan sendiri. Tuhan menghendaki nama-Nya dipuji dan diserukan. Ketika kita memuji dan menyerukan nama-Nya kita akan mengalami kuasa dari nama itu. "dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya," (Yohanes 14:13).
Perlindungan yang aman dialami Daud ketika ia berada di kemah Tuhan. "Biarlah aku menumpang di dalam kemah-Mu untuk selama-lamanya," (Mazmur 61:5), karena di situlah Tuhan hadir dengan segala otoritas-Nya. Daud berkata, "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat
lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di
kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11). Selanjutnya rasa aman dan tenteram Daud rasakan ketika ia "...berlindung dalam naungan sayap-Mu!" (Mazmur 61:5). Tuhan menggambarkan diri-Nya bagai induk rajawali, sedang umat-Nya adalah anak-anak-Nya. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di
atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan
mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia." (Ulangan 32:11-12). Bagaikan anak rajawali yang berlindung di bawah sayap induknya, demikianlah Daud rindu berlindung di bawah perlindungan-Nya. "Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung," (Mazmur 91:4).
Perjalanan hidup Daud penuh tantangan, namun ketika ia mengandalkan Tuhan hidupnya terjaga aman. Jaminan perlindungan bukan ia dapatkan dari hal-hal fana, bukan dari dunia, melainkan dari Tuhan.
Di tengah dunia yang penuh gejolak ini "Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan." Mazmur 118:8-9
Monday, July 25, 2016
Sunday, July 24, 2016
TUHAN PELINDUNG YANG AMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2016
Baca: Mazmur 61:1-9
"Dari ujung bumi aku berseru kepada-Mu, karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku." Mazmur 61:3
Latar belakang mazmur ini adalah ketika Daud sedang dalam situasi yang sangat genting karena harus menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh anaknya sendiri, Absalom.
Dengan berbagai cara Absalom berusaha membujuk orang-orang Israel agar mau berpihak kepadanya dengan tujuan melengserkan Daud dari jabatannya sebagai raja atas Israel (baca 2 Samuel 15). Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sesungguhnya Daud bisa melakukan apa saja untuk menumpas pemberontak karena ia memiliki tentara atau kekuatan militer yang telah teruji ketangguhannya di medan perang. Namun hal itu tidak ia lakukan! Yang diperbuat Daud adalah datang kepada Tuhan dengan kerendahan hati, mengadukan permasalahan kepada-Nya dan meminta perlindungan-Nya. Ini menunjukkan bahwa dalam segala perkara Daud senantiasa mengandalkan Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, karena ia sadar bahwa kekuatan dan kemampuan manusia ada batasnya. Ia tahu benar kepada siapa harus meminta pertolongan, dan satu-satunya tempat perlindungan yang aman dalam Tuhan.
Bagi Daud Tuhan adalah gunung batu (ayat 3). Pernyataan, '...tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku.' menunjukkan bahwa gunung batu ini bukanlah gunung batu biasa, melainkan gunung batu yang jauh lebih tinggi dari apa pun, sehingga tak mudah bagi manusia untuk menjangkaunya. Daud menyadari bahwa dengan kekuatan dan kemampuan sendiri ia takkan mampu mendaki ke gunung itu, karena itu ia memohon agar Tuhan sendiri yang menuntunnya ke 'gunung' itu, yang merujuk kepada pribadi Tuhan sendiri, dimana di sanalah ia menemukan tempat perlindungan yang aman. Selain itu Daud menyebut Tuhan sebagai menara yang kuat (ayat 4). Menara adalah bangunan yang tinggi, bagian bangunan yang dibuat jauh lebih tinggi daripada bangunan induknya yang berfungsi untuk mengawasi daerah sekitar. Di zaman dahulu menara dibangun sebagai benteng pertahanan kota. Ketika musuh menyerang, penduduk serta-merta berlari menyelamatkan diri ke menara tersebut untuk berlindung. Kota yang tidak memiliki menara mudah sekali diduduki musuh karena dari menara itulah semua strategi bertahan dan menyerang diluncurkan. "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). (Bersambung)
Baca: Mazmur 61:1-9
"Dari ujung bumi aku berseru kepada-Mu, karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku." Mazmur 61:3
Latar belakang mazmur ini adalah ketika Daud sedang dalam situasi yang sangat genting karena harus menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh anaknya sendiri, Absalom.
Dengan berbagai cara Absalom berusaha membujuk orang-orang Israel agar mau berpihak kepadanya dengan tujuan melengserkan Daud dari jabatannya sebagai raja atas Israel (baca 2 Samuel 15). Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sesungguhnya Daud bisa melakukan apa saja untuk menumpas pemberontak karena ia memiliki tentara atau kekuatan militer yang telah teruji ketangguhannya di medan perang. Namun hal itu tidak ia lakukan! Yang diperbuat Daud adalah datang kepada Tuhan dengan kerendahan hati, mengadukan permasalahan kepada-Nya dan meminta perlindungan-Nya. Ini menunjukkan bahwa dalam segala perkara Daud senantiasa mengandalkan Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, karena ia sadar bahwa kekuatan dan kemampuan manusia ada batasnya. Ia tahu benar kepada siapa harus meminta pertolongan, dan satu-satunya tempat perlindungan yang aman dalam Tuhan.
Bagi Daud Tuhan adalah gunung batu (ayat 3). Pernyataan, '...tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku.' menunjukkan bahwa gunung batu ini bukanlah gunung batu biasa, melainkan gunung batu yang jauh lebih tinggi dari apa pun, sehingga tak mudah bagi manusia untuk menjangkaunya. Daud menyadari bahwa dengan kekuatan dan kemampuan sendiri ia takkan mampu mendaki ke gunung itu, karena itu ia memohon agar Tuhan sendiri yang menuntunnya ke 'gunung' itu, yang merujuk kepada pribadi Tuhan sendiri, dimana di sanalah ia menemukan tempat perlindungan yang aman. Selain itu Daud menyebut Tuhan sebagai menara yang kuat (ayat 4). Menara adalah bangunan yang tinggi, bagian bangunan yang dibuat jauh lebih tinggi daripada bangunan induknya yang berfungsi untuk mengawasi daerah sekitar. Di zaman dahulu menara dibangun sebagai benteng pertahanan kota. Ketika musuh menyerang, penduduk serta-merta berlari menyelamatkan diri ke menara tersebut untuk berlindung. Kota yang tidak memiliki menara mudah sekali diduduki musuh karena dari menara itulah semua strategi bertahan dan menyerang diluncurkan. "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). (Bersambung)
Saturday, July 23, 2016
ORANG TULUS HATI: Dalam Perlindungan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2016
Baca: Mazmur 11:1-7
"Pada TUHAN aku berlindung, bagaimana kamu berani berkata kepadaku: "Terbanglah ke gunung seperti burung!" Mazmur 11:1
Dalam suatu peperangan satu-satunya tempat yang paling aman adalah tempat perlindungan atau benteng perlindungan. Namun kita harus tahu secara persis seberapa kuat tempat perlindungan atau benteng perlindungan tersebut.
Dunia adalah medan peperangan karena setiap hari kita harus berjuang melawan hawa nafsu, berjuang untuk hidup benar, berjuang menghadapi badai persoalan, terlebih-lebih berjuang melawan penghulu-penghulu di udara dan roh-roh jahat di udara (Iblis), yang kesemuanya membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan berjanji kepada umat-Nya untuk memberikan jaminan kemenangan karena Dia adalah tempat perlindungan yang teguh. Tetapi tidak semua orang akan beroleh perlindungan dari Tuhan, karena "TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia." (Mazmur 11:4). Semua tingkah laku atau perbuatan manusia (baik atau buruk) tidak ada yang luput dari pengamatan Tuhan. Seperti ada tertulis: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan memberikan jaminan perlindungan kepada setiap orang yang berhak untuk mendapatkan. Siapakah itu? Yaitu orang-orang yang hidup dalam ketulusan hati, "Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajah-Nya." (Mazmur 11:7).
Di zaman sekarang ini sulit menemukan orang yang punya ketulusan hati karena banyak orang cenderung mementingkan diri sendiri, mengejar keuntungan dengan menghalalkan segala cara, bahkan kalau perlu mengorbankan orang lain. Di sisi lain hari-hari yang dihadapi orang-orang yang tulus hati sepertinya begitu berat dan seringkali diwarnai air mata, namun percayalah pada akhirnya orang yang tulus akan terpelihara hidupnya secara aman, karena Tuhan sendiri yang menjadi tempat perlindungan.
"Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati;" Mazmur 7:11
Baca: Mazmur 11:1-7
"Pada TUHAN aku berlindung, bagaimana kamu berani berkata kepadaku: "Terbanglah ke gunung seperti burung!" Mazmur 11:1
Dalam suatu peperangan satu-satunya tempat yang paling aman adalah tempat perlindungan atau benteng perlindungan. Namun kita harus tahu secara persis seberapa kuat tempat perlindungan atau benteng perlindungan tersebut.
Dunia adalah medan peperangan karena setiap hari kita harus berjuang melawan hawa nafsu, berjuang untuk hidup benar, berjuang menghadapi badai persoalan, terlebih-lebih berjuang melawan penghulu-penghulu di udara dan roh-roh jahat di udara (Iblis), yang kesemuanya membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan berjanji kepada umat-Nya untuk memberikan jaminan kemenangan karena Dia adalah tempat perlindungan yang teguh. Tetapi tidak semua orang akan beroleh perlindungan dari Tuhan, karena "TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia." (Mazmur 11:4). Semua tingkah laku atau perbuatan manusia (baik atau buruk) tidak ada yang luput dari pengamatan Tuhan. Seperti ada tertulis: "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan memberikan jaminan perlindungan kepada setiap orang yang berhak untuk mendapatkan. Siapakah itu? Yaitu orang-orang yang hidup dalam ketulusan hati, "Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajah-Nya." (Mazmur 11:7).
Di zaman sekarang ini sulit menemukan orang yang punya ketulusan hati karena banyak orang cenderung mementingkan diri sendiri, mengejar keuntungan dengan menghalalkan segala cara, bahkan kalau perlu mengorbankan orang lain. Di sisi lain hari-hari yang dihadapi orang-orang yang tulus hati sepertinya begitu berat dan seringkali diwarnai air mata, namun percayalah pada akhirnya orang yang tulus akan terpelihara hidupnya secara aman, karena Tuhan sendiri yang menjadi tempat perlindungan.
"Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati;" Mazmur 7:11
Friday, July 22, 2016
TUHAN SANGGUP MENGUBAH KEADAAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2016
Baca: Yesaya 43:8-21
"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." Yesaya 43:19
Kisah kehidupan Yusuf adalah contoh berharga bagi kita. Mengalami hal-hal buruk (dimasukkan sumur, dijual sebagai budak, dipenjara) bukanlah akhir perjalanan hidup Yusuf, namun merupakan bagian dari proses yang Tuhan ijinkan terjadi.
Ketika Yusuf tetap setia menjalani proses dan tidak berontak kepada Tuhan, hal-hal luar biasa Tuhan nyatakan. Keadaan Yusuf, yang secara manusia hopeless, Tuhan ubah menjadi hopeful, bahkan hidupnya pun menjadi berkat bagi kaum keluarga dan bangsanya. "diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:17-21).
Kunci agar tetap kuat di tengah penderitaan yang berat adalah jangan tawar hati, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10), tetap menjaga ucapan dengan selalu memerkatakan firman Tuhan, "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11), dan arahkan pandangan hanya kepada Tuhan Yesus sumber pertolongan, bukan kepada yang lain.
Sekalipun keadaan sepertinya belum juga berubah, seperti berada di lembah-lembah kekelaman atau padang gurun, itu bukanlah akhir perjalanan hidup kita sebab kita masih punya pengharapan di dalam Tuhan, dan pengharapan di dalam Dia tidak pernah mengecewakan, Tuhan pasti sanggup mengubah keadaan dari yang tak mungkin menjadi mungkin, asalkan kita tetap hidup seturut kehendak-Nya.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Baca: Yesaya 43:8-21
"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." Yesaya 43:19
Kisah kehidupan Yusuf adalah contoh berharga bagi kita. Mengalami hal-hal buruk (dimasukkan sumur, dijual sebagai budak, dipenjara) bukanlah akhir perjalanan hidup Yusuf, namun merupakan bagian dari proses yang Tuhan ijinkan terjadi.
Ketika Yusuf tetap setia menjalani proses dan tidak berontak kepada Tuhan, hal-hal luar biasa Tuhan nyatakan. Keadaan Yusuf, yang secara manusia hopeless, Tuhan ubah menjadi hopeful, bahkan hidupnya pun menjadi berkat bagi kaum keluarga dan bangsanya. "diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:17-21).
Kunci agar tetap kuat di tengah penderitaan yang berat adalah jangan tawar hati, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10), tetap menjaga ucapan dengan selalu memerkatakan firman Tuhan, "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11), dan arahkan pandangan hanya kepada Tuhan Yesus sumber pertolongan, bukan kepada yang lain.
Sekalipun keadaan sepertinya belum juga berubah, seperti berada di lembah-lembah kekelaman atau padang gurun, itu bukanlah akhir perjalanan hidup kita sebab kita masih punya pengharapan di dalam Tuhan, dan pengharapan di dalam Dia tidak pernah mengecewakan, Tuhan pasti sanggup mengubah keadaan dari yang tak mungkin menjadi mungkin, asalkan kita tetap hidup seturut kehendak-Nya.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Thursday, July 21, 2016
TUHAN SANGGUP MENGUBAH KEADAAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2016
Baca: Mazmur 107:33-38
"Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air, dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air." Mazmur 107:35
Ketika berada dalam situasi buruk dan seperti tidak ada jalan keluar, umumnya orang akan mudah sekali kecewa, putus asa, frustasi dan akhirnya menyerah kepada keadaan. Mereka berkata, "Tidak mungkin sakitku disembuhkan, tidak mungkin hidupku dipulihkan, tidak mungkin aku berhasil...memang sudah nasib!" Ketahuilah, keberhasilan atau kegagalan bukanlah nasib, tapi merupakan dampak dari respons kita terhadap situasi atau masalah yang terjadi. Orang yang berhasil bukanlah orang yang tidak pernah gagal atau tidak pernah mengalami masalah, melainkan orang yang mampu menangkap setiap kesulitan menjadi sebuah kesempatan untuk meraih keberhasilan.
Seberat apa pun pergumulan yang sedang kita alami janganlah dijadikan alasan untuk menyerah, tetapi jadikanlah alasan untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Menyerah berbeda dengan berserah. Menyerah berarti sudah tidak mau berbuat apa-apa lagi dan berputus asa, tetapi orang yang berserah adalah orang yang mengandalkan Tuhan dan percaya penuh kepada kehendak-Nya. "-sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan Mahasanggup: menciptakan yang tidak ada menjadi ada, mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang pahit menjadi manis, mengubah kegagalan menjadi keberhasilan.
Setelah tiga hari lamanya berjalan di padang gurun dengan tidak mendapat air, sampailah umat Israel di Mara, "...tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:23). Seketika itu juga mereka bersunggut-sungut dan mengomel, lalu berdoalah Musa kepada Tuhan, lalu "TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25). Dengan kuasa-Nya Tuhan sanggup mengubah yang pahit menjadi manis, bahkan di balik keadaan yang pahit itu Tuhan sudah memersiapkan berkat luar biasa bagi mereka. "Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." (Keluaran 15:27).
Bagi orang percaya masalah bukanlah akhir segala-galanya, melainkan awal sebuah proses menuju rencana Tuhan yang indah!
Baca: Mazmur 107:33-38
"Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air, dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air." Mazmur 107:35
Ketika berada dalam situasi buruk dan seperti tidak ada jalan keluar, umumnya orang akan mudah sekali kecewa, putus asa, frustasi dan akhirnya menyerah kepada keadaan. Mereka berkata, "Tidak mungkin sakitku disembuhkan, tidak mungkin hidupku dipulihkan, tidak mungkin aku berhasil...memang sudah nasib!" Ketahuilah, keberhasilan atau kegagalan bukanlah nasib, tapi merupakan dampak dari respons kita terhadap situasi atau masalah yang terjadi. Orang yang berhasil bukanlah orang yang tidak pernah gagal atau tidak pernah mengalami masalah, melainkan orang yang mampu menangkap setiap kesulitan menjadi sebuah kesempatan untuk meraih keberhasilan.
Seberat apa pun pergumulan yang sedang kita alami janganlah dijadikan alasan untuk menyerah, tetapi jadikanlah alasan untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Menyerah berbeda dengan berserah. Menyerah berarti sudah tidak mau berbuat apa-apa lagi dan berputus asa, tetapi orang yang berserah adalah orang yang mengandalkan Tuhan dan percaya penuh kepada kehendak-Nya. "-sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan Mahasanggup: menciptakan yang tidak ada menjadi ada, mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang pahit menjadi manis, mengubah kegagalan menjadi keberhasilan.
Setelah tiga hari lamanya berjalan di padang gurun dengan tidak mendapat air, sampailah umat Israel di Mara, "...tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:23). Seketika itu juga mereka bersunggut-sungut dan mengomel, lalu berdoalah Musa kepada Tuhan, lalu "TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25). Dengan kuasa-Nya Tuhan sanggup mengubah yang pahit menjadi manis, bahkan di balik keadaan yang pahit itu Tuhan sudah memersiapkan berkat luar biasa bagi mereka. "Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." (Keluaran 15:27).
Bagi orang percaya masalah bukanlah akhir segala-galanya, melainkan awal sebuah proses menuju rencana Tuhan yang indah!
Wednesday, July 20, 2016
FIRMAN TUHAN ADALAH PELITA HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2016
Baca: Mazmur 119:105-112
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Mazmur 119:105
Hal utama apa yang diperlukan semua orang ketika berjalan di kegelapan yang pekat? Bukan uang, bukan mobil, bukan apa pun yang mereka butuhkan, hanya pelita atau terang. Pelita, satu bagian dari kaki dian dalam Tabernakel atau Kabah, umumnya dipakai orang sebagai alat penerang dalam keadaan sangat darurat. Pelita atau terang akan membantu kita melihat atau memandang sekitar, dan menuntun kita ke jalan dan arah yang benar sehingga langkah kaki kita tidak akan terantuk batu atau terperosok ke lubang yang dalam, dan kemungkinan besar kita pun tidak akan tersesat.
Dunia, tempat di mana kita menjalani hidup ini sedang diliputi kegelapan di segala aspek, sebab "...Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat." (1 Yohanes 5:19). Karena berada di dalam dunia yang gelap banyak orang dihantui rasa was-was dan ketakutan oleh karena arah hidupnya tidak jelas dan serba tidak pasti. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Syukur kepada Tuhan, meski berada di tengah dunia yang gelap, sebagai orang percaya kita bukanlah orang-orang yang hidup dalam kegelapan tersebut, "karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Kita disebut sebagai anak-anak terang karena kita memiliki firman Tuhan sebagai pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita, sehingga meskipun kita berjalan di tengah dunia yang gelap jalan kita adalah terang seperti siang hari, sebab firman-Nya selalu menerangi dan menuntun langkah kita seperti perjalanan umat Israel yang senantiasa disertai tiang awan dan tiang api.
Bagi setiap orang yang senantiasa berjalan di dalam firman Tuhan apa yang dikerjakan dan dilakukan akan terlihat terang, sebab "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang," (Mazmur 119:130), karena bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memerbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran, sehingga kehidupan kita akan selalu diperbaharui dari hari ke sehari, hingga semakin berkenan kepada Tuhan.
"Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," Amsal 6:23
Baca: Mazmur 119:105-112
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Mazmur 119:105
Hal utama apa yang diperlukan semua orang ketika berjalan di kegelapan yang pekat? Bukan uang, bukan mobil, bukan apa pun yang mereka butuhkan, hanya pelita atau terang. Pelita, satu bagian dari kaki dian dalam Tabernakel atau Kabah, umumnya dipakai orang sebagai alat penerang dalam keadaan sangat darurat. Pelita atau terang akan membantu kita melihat atau memandang sekitar, dan menuntun kita ke jalan dan arah yang benar sehingga langkah kaki kita tidak akan terantuk batu atau terperosok ke lubang yang dalam, dan kemungkinan besar kita pun tidak akan tersesat.
Dunia, tempat di mana kita menjalani hidup ini sedang diliputi kegelapan di segala aspek, sebab "...Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat." (1 Yohanes 5:19). Karena berada di dalam dunia yang gelap banyak orang dihantui rasa was-was dan ketakutan oleh karena arah hidupnya tidak jelas dan serba tidak pasti. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12). Syukur kepada Tuhan, meski berada di tengah dunia yang gelap, sebagai orang percaya kita bukanlah orang-orang yang hidup dalam kegelapan tersebut, "karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Kita disebut sebagai anak-anak terang karena kita memiliki firman Tuhan sebagai pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita, sehingga meskipun kita berjalan di tengah dunia yang gelap jalan kita adalah terang seperti siang hari, sebab firman-Nya selalu menerangi dan menuntun langkah kita seperti perjalanan umat Israel yang senantiasa disertai tiang awan dan tiang api.
Bagi setiap orang yang senantiasa berjalan di dalam firman Tuhan apa yang dikerjakan dan dilakukan akan terlihat terang, sebab "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang," (Mazmur 119:130), karena bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memerbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran, sehingga kehidupan kita akan selalu diperbaharui dari hari ke sehari, hingga semakin berkenan kepada Tuhan.
"Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan," Amsal 6:23
Tuesday, July 19, 2016
HIDUP BAGAIKAN BEJANA (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2016
Baca: Yesaya 64:1-12
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." Yesaya 64:8
Jika hari ini kita ada sebagaimana kita ada saat ini semua adalah anugerah Tuhan semata, Dialah yang merenda hidup kita untuk dijadikan-Nya bejana yang mempunyai kegunaan bagi kemuliaan Tuhan.
Dalam pembentukan Tuhan ada saatnya kita menikmati berkat, pertolongan dan mujizat, tetapi ada juga masa di mana kita diperhadapkan pada situasi-situasi sulit yang seolah-olah tidak ada jalan keluarnya. Tetapi kalau kita mau bersabar dan setia mengikuti alur Tuhan maka proses pembentukan ini akan berakhir happy ending, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Tuhan membentuk dan menjadikan kita dengan satu tujuan supaya hidup kita berharga. Sebelum diselamatkan melalui karya Kristus di kayu salib hidup kita sungguh tidak berharga karena dosa, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:23-24). Jadi kita harus mengerjakan keselamatan yang telah diterima dengan hati yang takut dan gentar, dan mau berada di dalam proses pembentukan Tuhan, "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Rasul Paulus mengatakan, "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21).
Selain itu Tuhan membentuk kita supaya menjadi pribadi yang tangguh. Menjalani kehidupan kekristenan bukanlah perkara mudah, sebab kita diperhadapkan banyak tantangan dan cobaan karena kasih-Nya kepada kita; bukan berarti Tuhan memanjakan kita tetapi justru Ia akan menghajar dan mendidik kita. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Karena itu Tuhan mengijinkan kita melewati badai hidup ini supaya kita makin hari makin kuat, seperti burung rajawali.
Melalui proses pembentukan Tuhan kita akan menjadi pribadi yang berkualitas!
Baca: Yesaya 64:1-12
"Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." Yesaya 64:8
Jika hari ini kita ada sebagaimana kita ada saat ini semua adalah anugerah Tuhan semata, Dialah yang merenda hidup kita untuk dijadikan-Nya bejana yang mempunyai kegunaan bagi kemuliaan Tuhan.
Dalam pembentukan Tuhan ada saatnya kita menikmati berkat, pertolongan dan mujizat, tetapi ada juga masa di mana kita diperhadapkan pada situasi-situasi sulit yang seolah-olah tidak ada jalan keluarnya. Tetapi kalau kita mau bersabar dan setia mengikuti alur Tuhan maka proses pembentukan ini akan berakhir happy ending, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Tuhan membentuk dan menjadikan kita dengan satu tujuan supaya hidup kita berharga. Sebelum diselamatkan melalui karya Kristus di kayu salib hidup kita sungguh tidak berharga karena dosa, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:23-24). Jadi kita harus mengerjakan keselamatan yang telah diterima dengan hati yang takut dan gentar, dan mau berada di dalam proses pembentukan Tuhan, "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Rasul Paulus mengatakan, "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (2 Timotius 2:21).
Selain itu Tuhan membentuk kita supaya menjadi pribadi yang tangguh. Menjalani kehidupan kekristenan bukanlah perkara mudah, sebab kita diperhadapkan banyak tantangan dan cobaan karena kasih-Nya kepada kita; bukan berarti Tuhan memanjakan kita tetapi justru Ia akan menghajar dan mendidik kita. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Karena itu Tuhan mengijinkan kita melewati badai hidup ini supaya kita makin hari makin kuat, seperti burung rajawali.
Melalui proses pembentukan Tuhan kita akan menjadi pribadi yang berkualitas!
Monday, July 18, 2016
HIDUP BAGAIKAN BEJANA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2016
Baca: Mazmur 119:73-80
"Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu." Mazmur 119:73
Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Janji firman-Nya sudah sangat jelas menyatakan bahwa rancangan Tuhan untuk anak-anak-Nya adalah rancangan yang baik. Janji firman-Nya ini juga sebagai penegasan bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan kita menjalani kehidupan yang tidak jelas, Dia tidak pernah meninggalkan dan melupakan kita sedetik pun, Dia mempunyai keinginan bagi hidup kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Pergumulan berat apa yang sedang Saudara alami saat ini? Sakit yang tak kunjung sembuh, jodoh, rumah tangga sedang guncang, ekonomi sedang terpuruk, kegagalan dalam studi? Jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan dan menganggap Dia berlaku jahat terhadap Saudara. Jika kita terus mengomel, bersungut-sungut, memberontak dan tidak bisa mengucap syukur atas apa yang terjadi, maka keadaan kita bagaikan tanah liat yang keras yang sulit dibentuk. Berserahlah kepada Tuhan dan ijinkan Dia berkarya secara leluasa. "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?' Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:20-21).
Tukang periuk mempunyai hak penuh terhadap tanah liat, apakah akan dibentuk sebagai bejana untuk tujuan yang mulia atau bejana untuk tujuan yang biasa-biasa. Begitu pula Tuhan, Ia mempunyai rencana bagi kehidupan setiap orang percaya dan kita harus percaya bahwa Ia sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. (Ayub 42:1).
Berada dalam proses pembentukan memang sakit secara daging, tapi jika kita mau tunduk dan berserah kita akan menjadi bejana sesuai kehendak-Nya!
Baca: Mazmur 119:73-80
"Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu." Mazmur 119:73
Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Janji firman-Nya sudah sangat jelas menyatakan bahwa rancangan Tuhan untuk anak-anak-Nya adalah rancangan yang baik. Janji firman-Nya ini juga sebagai penegasan bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan kita menjalani kehidupan yang tidak jelas, Dia tidak pernah meninggalkan dan melupakan kita sedetik pun, Dia mempunyai keinginan bagi hidup kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Pergumulan berat apa yang sedang Saudara alami saat ini? Sakit yang tak kunjung sembuh, jodoh, rumah tangga sedang guncang, ekonomi sedang terpuruk, kegagalan dalam studi? Jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan dan menganggap Dia berlaku jahat terhadap Saudara. Jika kita terus mengomel, bersungut-sungut, memberontak dan tidak bisa mengucap syukur atas apa yang terjadi, maka keadaan kita bagaikan tanah liat yang keras yang sulit dibentuk. Berserahlah kepada Tuhan dan ijinkan Dia berkarya secara leluasa. "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?' Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:20-21).
Tukang periuk mempunyai hak penuh terhadap tanah liat, apakah akan dibentuk sebagai bejana untuk tujuan yang mulia atau bejana untuk tujuan yang biasa-biasa. Begitu pula Tuhan, Ia mempunyai rencana bagi kehidupan setiap orang percaya dan kita harus percaya bahwa Ia sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. (Ayub 42:1).
Berada dalam proses pembentukan memang sakit secara daging, tapi jika kita mau tunduk dan berserah kita akan menjadi bejana sesuai kehendak-Nya!
Sunday, July 17, 2016
HIDUP BAGAIKAN BEJANA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2016
Baca: Yeremia 18:1-6
"Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" Yeremia 18:6b
Suatu ketika Tuhan menyuruh Yeremia pergi ke rumah tukang periuk, "Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu." (Yeremia 18:2). Yeremia pun taat dan pergi ke tukang periuk.
Di tempat itu Yeremia melihat bagaimana tukang periuk mengambil tanah liat dan membentuknya sedemikian rupa sampai menghasilkan bejana yang indah, dari yang tidak berharga menjadi bernilai guna. Tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang indah, tetapi harus melewati beberapa proses sehingga dapat menjadi sebuah bejana yang berharga. Yang perlu digarisbawahi adalah tanah liat tidak akan berbentuk seperti yang dikehendaki oleh si tukang periuk jika tanah itu tidak memiliki penyerahan diri. Dengan kata lain tukang periuk tidak dapat berbuat sesuatu dengan tanah liat yang menolak dibentuk. Tuhan membawa Yeremia belajar dari tukang periuk karena Tuhan hendak menunjukkan bahwa setiap manusia mengalami proses pembentukan yang mirip bejana. Inilah yang disebut proses kehidupan! "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Ketika tanah liat tidak mengikuti bentukan si tukang periuk sehingga rusak, terjadilah proses pengulangan pembentukan sampai menjadi bejana seperti yang dikehendaki.
Secara profetik apa yang disampaikan Tuhan kepada Yeremia ini adalah sebuah pesan kepada bangsa Israel yang selalu memberontak dan tidak mau menyerah kepada pembentukan Tuhan. Mereka melawan seperti tanah liat yang mengeraskan hati dan tidak mau menyerah kepada tukang periuk. Tuhan menyampaikan kepada Yeremia dan juga bangsa Israel bahwa kuasa untuk menjadi 'sesuatu' itu tergantung pada diri mereka sendiri, sebab Tuhan bukanlah Tuhan yang mau memaksakan kehendak-Nya. Jadi sesungguhnya tidak ada satu pun peristiwa dalam kehidupan orang percaya yang terjadi secara kebetulan, semua merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus dijalani.
Milikilah penyerahan diri penuh kepada pembentukan Tuhan, sebab Dia tahu yang terbaik buat kita!
Baca: Yeremia 18:1-6
"Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!" Yeremia 18:6b
Suatu ketika Tuhan menyuruh Yeremia pergi ke rumah tukang periuk, "Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu." (Yeremia 18:2). Yeremia pun taat dan pergi ke tukang periuk.
Di tempat itu Yeremia melihat bagaimana tukang periuk mengambil tanah liat dan membentuknya sedemikian rupa sampai menghasilkan bejana yang indah, dari yang tidak berharga menjadi bernilai guna. Tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang indah, tetapi harus melewati beberapa proses sehingga dapat menjadi sebuah bejana yang berharga. Yang perlu digarisbawahi adalah tanah liat tidak akan berbentuk seperti yang dikehendaki oleh si tukang periuk jika tanah itu tidak memiliki penyerahan diri. Dengan kata lain tukang periuk tidak dapat berbuat sesuatu dengan tanah liat yang menolak dibentuk. Tuhan membawa Yeremia belajar dari tukang periuk karena Tuhan hendak menunjukkan bahwa setiap manusia mengalami proses pembentukan yang mirip bejana. Inilah yang disebut proses kehidupan! "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Ketika tanah liat tidak mengikuti bentukan si tukang periuk sehingga rusak, terjadilah proses pengulangan pembentukan sampai menjadi bejana seperti yang dikehendaki.
Secara profetik apa yang disampaikan Tuhan kepada Yeremia ini adalah sebuah pesan kepada bangsa Israel yang selalu memberontak dan tidak mau menyerah kepada pembentukan Tuhan. Mereka melawan seperti tanah liat yang mengeraskan hati dan tidak mau menyerah kepada tukang periuk. Tuhan menyampaikan kepada Yeremia dan juga bangsa Israel bahwa kuasa untuk menjadi 'sesuatu' itu tergantung pada diri mereka sendiri, sebab Tuhan bukanlah Tuhan yang mau memaksakan kehendak-Nya. Jadi sesungguhnya tidak ada satu pun peristiwa dalam kehidupan orang percaya yang terjadi secara kebetulan, semua merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus dijalani.
Milikilah penyerahan diri penuh kepada pembentukan Tuhan, sebab Dia tahu yang terbaik buat kita!
Saturday, July 16, 2016
BERBAKTI KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2016
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" Roma 11:36
Banyak orang Kristen memiliki pengertian yang salah ketika mereka mendengar kata berbakti kepada Tuhan. Mereka selalu menyimpulkan bahwa berbakti kepada Tuhan berarti selalu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan rohani di rumah ibadah atau terlibat dalam pelayanan yang dilakukan di lingkungan gereja. Padahal berbakti kepada Tuhan bukan hanya berbicara mengenai aktivitas ibadah atau pelayanan yang dilakukan secara rutin di gereja, tetapi meliputi seluruh keberadaan hidup kita, meliputi seluruh gerak hidup kita sehari-hari. Jadi jam berbakti kepada Tuhan bukan hanya 2 jam di dalam gedung gereja, tetapi selama 24 jam waktu yang kita miliki adalah untuk berbakti kepada Tuhan. Inilah yang dimaksud berbakti kepada Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Berbakti, dengan kata dasar bakti berarti: tunduk dan hormat, perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk). Berbakti kepada Tuhan adalah sebuah keputusan untuk menjadikan Tuhan sebagai pusat pengabdian hidup atau sasaran hidup, "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:" (ayat nas). Segala sesuatu yang kita kerjakan dalam hidup ini (dalam profesi apa pun) hendaknya menjadi ladang memraktekkan nilai-nilai firman Tuhan atau menjadi pelaku firman Tuhan. Jadi tempat untuk kita berbakti kepada Tuhan bukan hanya di dalam gedung gereja saja, tetapi di mana pun kita berada (di rumah, di kantor, di toko, di sekolah, di kampus). Tetapi sering dijumpai banyak orang Kristen yang tampak berbakti kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh saat berada di gereja, tetapi begitu berada di luar gereja, bahkan masih di area parkiran gereja, mereka sudah tidak lagi berperilaku sebagai orang yang berbakti kepada Tuhan; tabiat lama kembali muncul.
Ini menunjukkan bahwa ibadah mereka kepada Tuhan tidak lebih dari ritual atau upacara agamawi semata, terbukti dari karakter hidupnya yang tidak berubah.
Berbakti kepada Tuhan bukan hanya diukur dari tata cara ibadah atau liturgi, tetapi meliputi seluruh tindakan dan perbuatan dalam keseharian kita!
Baca: Roma 11:25-36
"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" Roma 11:36
Banyak orang Kristen memiliki pengertian yang salah ketika mereka mendengar kata berbakti kepada Tuhan. Mereka selalu menyimpulkan bahwa berbakti kepada Tuhan berarti selalu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan rohani di rumah ibadah atau terlibat dalam pelayanan yang dilakukan di lingkungan gereja. Padahal berbakti kepada Tuhan bukan hanya berbicara mengenai aktivitas ibadah atau pelayanan yang dilakukan secara rutin di gereja, tetapi meliputi seluruh keberadaan hidup kita, meliputi seluruh gerak hidup kita sehari-hari. Jadi jam berbakti kepada Tuhan bukan hanya 2 jam di dalam gedung gereja, tetapi selama 24 jam waktu yang kita miliki adalah untuk berbakti kepada Tuhan. Inilah yang dimaksud berbakti kepada Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Berbakti, dengan kata dasar bakti berarti: tunduk dan hormat, perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk). Berbakti kepada Tuhan adalah sebuah keputusan untuk menjadikan Tuhan sebagai pusat pengabdian hidup atau sasaran hidup, "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:" (ayat nas). Segala sesuatu yang kita kerjakan dalam hidup ini (dalam profesi apa pun) hendaknya menjadi ladang memraktekkan nilai-nilai firman Tuhan atau menjadi pelaku firman Tuhan. Jadi tempat untuk kita berbakti kepada Tuhan bukan hanya di dalam gedung gereja saja, tetapi di mana pun kita berada (di rumah, di kantor, di toko, di sekolah, di kampus). Tetapi sering dijumpai banyak orang Kristen yang tampak berbakti kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh saat berada di gereja, tetapi begitu berada di luar gereja, bahkan masih di area parkiran gereja, mereka sudah tidak lagi berperilaku sebagai orang yang berbakti kepada Tuhan; tabiat lama kembali muncul.
Ini menunjukkan bahwa ibadah mereka kepada Tuhan tidak lebih dari ritual atau upacara agamawi semata, terbukti dari karakter hidupnya yang tidak berubah.
Berbakti kepada Tuhan bukan hanya diukur dari tata cara ibadah atau liturgi, tetapi meliputi seluruh tindakan dan perbuatan dalam keseharian kita!
Friday, July 15, 2016
RUMAH TUHAN BUKAN SARANG PENYAMUN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2016
Baca: Matius 21:12-17
"Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah." Matius 21:12a
Dari pembacaan ayat nas di atas kita mendapati adanya tindakan tegas yang dilakukan Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang telah menyalahgunakan Bait Allah. Semua orang tahu bahwa Bait Allah hanya digunakan untuk beribadah, bukan untuk hal-hal yang lain, sebab rumah Tuhan adalah kudus.
Tuhan Yesus marah bukan karena benci terhadap orang-orang itu, tetapi Ia hendak menegaskan bahwa bait Allah adalah rumah doa, tempat di mana jemaat dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan dalam pengabdian, doa dan penyembahan, tetapi kini sebagai sarang penyamun. Mengapa orang-orang menyalahgunakan bait Allah ini? Karena mereka mendapatkan keuntungan dari apa yang dilakukan, apalagi para imam yang adalah orang-orang pilihan Tuhan yang bertugas melayani di bait-Nya yang kudus juga telah memberikan 'lampu hijau' untuk kegiatan ini, sebab mereka pun mendapatkan fee. Menariknya, kisah Tuhan Yesus menyucikan bait Allah ini ditulis dalam keempat Injil.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh rasul Paulus bahwa "...akar segala kejahatan ialah cinta uang." (1 Timotius 6:10a). Uang telah mengubah segalanya! Karena uang mereka berani melakukan tindakan kompromi dan tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Sesungguhnya uang adalah hamba yang baik bagi kita, namun jika uang telah menjadi 'tuan' atas hidup seseorang maka ia akan menjadi tuan yang jahat. Hanya karena uang mental seseorang yang dulunya baik bisa menjadi rusak; pelayanan yang semula didasari oleh motivasi yang murni kini mulai memertimbangkan untung-rugi, karena segala sesuatu diukur dengan uang. Sedihnya kisah ini tidak hanya terjadi di zaman Tuhan Yesus, tetapi di zaman sekarang pun juga masih berlangsung dan semakin marak. Jika kita tidak berhati-hati kita bisa terjebak dengan perilaku yang demikian yaitu melayani Tuhan dengan motivasi yang tidak benar, di mana orientasi pelayanan bukan murni untuk melayani Tuhan dan mengasihi jiwa-jiwa, tetapi semata-mata demi mendapatkan keuntungan secara finansial semata, ladang pelayanan dijadikan sebagai ladang untuk berbisnis.
"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Matius 6:24
Baca: Matius 21:12-17
"Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah." Matius 21:12a
Dari pembacaan ayat nas di atas kita mendapati adanya tindakan tegas yang dilakukan Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang telah menyalahgunakan Bait Allah. Semua orang tahu bahwa Bait Allah hanya digunakan untuk beribadah, bukan untuk hal-hal yang lain, sebab rumah Tuhan adalah kudus.
Tuhan Yesus marah bukan karena benci terhadap orang-orang itu, tetapi Ia hendak menegaskan bahwa bait Allah adalah rumah doa, tempat di mana jemaat dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan dalam pengabdian, doa dan penyembahan, tetapi kini sebagai sarang penyamun. Mengapa orang-orang menyalahgunakan bait Allah ini? Karena mereka mendapatkan keuntungan dari apa yang dilakukan, apalagi para imam yang adalah orang-orang pilihan Tuhan yang bertugas melayani di bait-Nya yang kudus juga telah memberikan 'lampu hijau' untuk kegiatan ini, sebab mereka pun mendapatkan fee. Menariknya, kisah Tuhan Yesus menyucikan bait Allah ini ditulis dalam keempat Injil.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh rasul Paulus bahwa "...akar segala kejahatan ialah cinta uang." (1 Timotius 6:10a). Uang telah mengubah segalanya! Karena uang mereka berani melakukan tindakan kompromi dan tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Sesungguhnya uang adalah hamba yang baik bagi kita, namun jika uang telah menjadi 'tuan' atas hidup seseorang maka ia akan menjadi tuan yang jahat. Hanya karena uang mental seseorang yang dulunya baik bisa menjadi rusak; pelayanan yang semula didasari oleh motivasi yang murni kini mulai memertimbangkan untung-rugi, karena segala sesuatu diukur dengan uang. Sedihnya kisah ini tidak hanya terjadi di zaman Tuhan Yesus, tetapi di zaman sekarang pun juga masih berlangsung dan semakin marak. Jika kita tidak berhati-hati kita bisa terjebak dengan perilaku yang demikian yaitu melayani Tuhan dengan motivasi yang tidak benar, di mana orientasi pelayanan bukan murni untuk melayani Tuhan dan mengasihi jiwa-jiwa, tetapi semata-mata demi mendapatkan keuntungan secara finansial semata, ladang pelayanan dijadikan sebagai ladang untuk berbisnis.
"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Matius 6:24
Thursday, July 14, 2016
SEMAKIN MAJU DI DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2016
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." 1 Timotius 4:15
Kalau pemahaman kita tentang kekristenan tak lebih dari sekedar agama yang dipenuhi daftar larangan dan perintah atau berisikan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh, sampai kapan pun kerohanian kita tidak akan mengalami kemajuan, sebaliknya cepat atau lambat kerohanian kita akan mati sebab pemahaman seperti itu ibadahnya hanya bersifat agamawi dan penuh dengan aturan dan aktivitas, bukan didasari oleh kasih kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9).
Supaya kerohanian kita mengalami kemajuan kuncinya adalah memiliki roh yang menyala-nyala sebagaimana yang dinasihatkan oleh Rasul Paulus, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Ketika orang Kristen memiliki roh yang menyala-nyala ia akan mampu mengalahkan segala bentuk kemalasan, yang pada akhirnya akan mendorongnya melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh tanpa disertai omelan atau persungutan. Inilah yang disebut penyangkalan diri yaitu menyalibkan segala kenyamanan!
Karena memiliki roh yang menyala-nyala orang punya rasa haus dan lapar akan perkara-perkara rohani, kerinduannya untuk bersekutu dengan Tuhan dan menikmati hadirat-Nya begitu besar. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Ia tidak akan pernah merasa bosan dan jenuh untuk membaca, mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan, "...Taurat-Mu menjadi kesukaanku." (Mazmur 119:174). Orang yang memiliki roh yang menyala-nyala tak akan mampu menahan bibirnya untuk bersaksi tentang Kristus dan memberitakan kabar sukacita (Injil) kepada semua orang yang ditemuinya, kapan pun dan di mana pun.
Perubahan hidup adalah wujud nyata dari tiap orang yang mengalami kemajuan rohani!
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." 1 Timotius 4:15
Kalau pemahaman kita tentang kekristenan tak lebih dari sekedar agama yang dipenuhi daftar larangan dan perintah atau berisikan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh, sampai kapan pun kerohanian kita tidak akan mengalami kemajuan, sebaliknya cepat atau lambat kerohanian kita akan mati sebab pemahaman seperti itu ibadahnya hanya bersifat agamawi dan penuh dengan aturan dan aktivitas, bukan didasari oleh kasih kepada Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9).
Supaya kerohanian kita mengalami kemajuan kuncinya adalah memiliki roh yang menyala-nyala sebagaimana yang dinasihatkan oleh Rasul Paulus, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Ketika orang Kristen memiliki roh yang menyala-nyala ia akan mampu mengalahkan segala bentuk kemalasan, yang pada akhirnya akan mendorongnya melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh tanpa disertai omelan atau persungutan. Inilah yang disebut penyangkalan diri yaitu menyalibkan segala kenyamanan!
Karena memiliki roh yang menyala-nyala orang punya rasa haus dan lapar akan perkara-perkara rohani, kerinduannya untuk bersekutu dengan Tuhan dan menikmati hadirat-Nya begitu besar. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Ia tidak akan pernah merasa bosan dan jenuh untuk membaca, mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan, "...Taurat-Mu menjadi kesukaanku." (Mazmur 119:174). Orang yang memiliki roh yang menyala-nyala tak akan mampu menahan bibirnya untuk bersaksi tentang Kristus dan memberitakan kabar sukacita (Injil) kepada semua orang yang ditemuinya, kapan pun dan di mana pun.
Perubahan hidup adalah wujud nyata dari tiap orang yang mengalami kemajuan rohani!
Wednesday, July 13, 2016
MENGERJAKAN AMANAT AGUNG TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2016
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Tuhan tidak ingin kita hanya sekedar menjadi orang percaya, tapi ingin agar kita melangkah menjadi murid. Kata murid berasal dari kata disiplin. Kedua kata itu berasal dari bahasa Latin discipulus, yang berarti murid. Menurut American Heritage Dictionary, dua definisi utama dari disiplin adalah: 1. Pelatihan, yang diharapkan menghasilkan suatu karakter khusus atau pola perilaku. 2. Perilaku yang dihasilkan dari latihan pendisiplinan, pengendalian diri. Inilah panggilan bagi gereja! Ada banyak gereja yang terlalu disibukkan dengan berbagai kegiatan kerohanian atau agenda pelayanan, tetapi mereka malah mengabaikan Amanat Agung Tuhan yaitu membawa jemaatnya kepada proyek pemuridan. Murid dalam kekristenan bukanlah orang yang harus terdaftar di sekolah Alkitab terlebih dahulu, tapi semua orang percaya yang mau diajar dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan rohani yang baik.
Pada gereja mula-mula orang-orang percaya lebih dikenal sebagai murid-murid, oleh karena mereka telah menunjukkan kualitas hidup seperti yang Tuhan kehendaki, salah satunya adalah tetap berada di dalam firman-Nya. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Murid harus menunjukkan konsistensinya dalam menjalankan apa yang diajarkan kepadanya, hidup tidak menyimpang dari firman Tuhan (menaati firman-Nya). Oleh karena itu ia harus memberi diri untuk dididik dan diajar oleh firman Tuhan. Inilah yang dilakukan jemaat gerja mula-mula. "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan." (Kisah 2:42).
Dengan pendewasaan atas setiap individu yang telah diselamatkan, orang percaya akan semakin diteguhkan imannya sehingga mereka tidak mudah diombang-ambingkan ajaran-ajaran menyesatkan. Jadi gereja harus mampu menjadi sekolah Alkitab dan tempat pembentukan karakter orang percaya menuju kehidupan yang serupa dengan Kristus!
Jika orang percaya sudah menjadi murid dan dewasa rohaninya, itulah saat yang tepat melangkah ke tahap selanjutnya yaitu keluar menjangkau jiwa-jiwa!
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Tuhan tidak ingin kita hanya sekedar menjadi orang percaya, tapi ingin agar kita melangkah menjadi murid. Kata murid berasal dari kata disiplin. Kedua kata itu berasal dari bahasa Latin discipulus, yang berarti murid. Menurut American Heritage Dictionary, dua definisi utama dari disiplin adalah: 1. Pelatihan, yang diharapkan menghasilkan suatu karakter khusus atau pola perilaku. 2. Perilaku yang dihasilkan dari latihan pendisiplinan, pengendalian diri. Inilah panggilan bagi gereja! Ada banyak gereja yang terlalu disibukkan dengan berbagai kegiatan kerohanian atau agenda pelayanan, tetapi mereka malah mengabaikan Amanat Agung Tuhan yaitu membawa jemaatnya kepada proyek pemuridan. Murid dalam kekristenan bukanlah orang yang harus terdaftar di sekolah Alkitab terlebih dahulu, tapi semua orang percaya yang mau diajar dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan rohani yang baik.
Pada gereja mula-mula orang-orang percaya lebih dikenal sebagai murid-murid, oleh karena mereka telah menunjukkan kualitas hidup seperti yang Tuhan kehendaki, salah satunya adalah tetap berada di dalam firman-Nya. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Murid harus menunjukkan konsistensinya dalam menjalankan apa yang diajarkan kepadanya, hidup tidak menyimpang dari firman Tuhan (menaati firman-Nya). Oleh karena itu ia harus memberi diri untuk dididik dan diajar oleh firman Tuhan. Inilah yang dilakukan jemaat gerja mula-mula. "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan." (Kisah 2:42).
Dengan pendewasaan atas setiap individu yang telah diselamatkan, orang percaya akan semakin diteguhkan imannya sehingga mereka tidak mudah diombang-ambingkan ajaran-ajaran menyesatkan. Jadi gereja harus mampu menjadi sekolah Alkitab dan tempat pembentukan karakter orang percaya menuju kehidupan yang serupa dengan Kristus!
Jika orang percaya sudah menjadi murid dan dewasa rohaninya, itulah saat yang tepat melangkah ke tahap selanjutnya yaitu keluar menjangkau jiwa-jiwa!
Tuesday, July 12, 2016
MENGERJAKAN AMANAT AGUNG TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2016
Baca: Yesaya 42:1-9
"Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa." Yesaya 42:1
Hidup orang Kristen tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak cukup kita hanya beribadah setiap Minggu di gereja tanpa berbuat sesuatu, sebab kita dipanggil untuk mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus yaitu: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).
Pada hakekatnya panggilan Tuhan terbagi menjadi dua: 1. Panggilan umum, yaitu panggilan Tuhan bagi semua orang percaya untuk mengerjakan pelayanan pendamaian. "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah." (2 Korintus 5:18-20). Dalam panggilan ini Tuhan menghendaki kita menjadi utusan-utusan Kristus yaitu menjadi garam dan terang bagi dunia ini, supaya melalui kesaksian hidup kita semua orang dapat diperdamaikan kembali dengan Tuhan dan mengalami kasih-Nya.
2. Panggilan khusus, yaitu panggilan spesifik bagi orang-orang yang dipilih Tuhan untuk pelayanan lima jawatan. "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:11-12). Fungsi utama pelayanan lima jawatan ini adalah memerlengkapi anak-anak Tuhan untuk pekerjaan pelayanan: melatih, membekali, memersiapkan dan memuridkan semua orang percaya agar mereka dapat menjalankan tugas pelayanan pendamaian dengan bekal yang mumpuni. (Bersambung)
Baca: Yesaya 42:1-9
"Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa." Yesaya 42:1
Hidup orang Kristen tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak cukup kita hanya beribadah setiap Minggu di gereja tanpa berbuat sesuatu, sebab kita dipanggil untuk mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus yaitu: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).
Pada hakekatnya panggilan Tuhan terbagi menjadi dua: 1. Panggilan umum, yaitu panggilan Tuhan bagi semua orang percaya untuk mengerjakan pelayanan pendamaian. "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah." (2 Korintus 5:18-20). Dalam panggilan ini Tuhan menghendaki kita menjadi utusan-utusan Kristus yaitu menjadi garam dan terang bagi dunia ini, supaya melalui kesaksian hidup kita semua orang dapat diperdamaikan kembali dengan Tuhan dan mengalami kasih-Nya.
2. Panggilan khusus, yaitu panggilan spesifik bagi orang-orang yang dipilih Tuhan untuk pelayanan lima jawatan. "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:11-12). Fungsi utama pelayanan lima jawatan ini adalah memerlengkapi anak-anak Tuhan untuk pekerjaan pelayanan: melatih, membekali, memersiapkan dan memuridkan semua orang percaya agar mereka dapat menjalankan tugas pelayanan pendamaian dengan bekal yang mumpuni. (Bersambung)
Monday, July 11, 2016
JANGAN MEMFITNAH SESAMA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2016
Baca: Mazmur 109:1-20
"Biarlah semuanya itu dari pihak TUHAN menjadi upah orang yang mendakwa aku, dan upah orang-orang yang berkata-kata jahat terhadap aku." Mazmur 109:20
Seorang pemfitnah seringkali tidak menyadari akibat dari perbuatan yang dilakukannya; selain sangat merugikan orang lain yang difitnahnya, pada saatnya ia sendiri akan 'menikmati' buah perbuatannya. Orang yang hobi memfitnah juga akan sulit memiliki teman karib, maka tidaklah mengherankan bila pemfitnah hanya akan memiliki musuh di mana-mana. "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21).
Mungkin ada di antara pembaca yang sedang mengalami pergumulan yang berat: reputasi hancur atau nama tercoreng karena fitnahan orang lain, sehingga terbersit niat melakukan tindakan balas dendam. Rasul Paulus menasihati, "Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang." (1 Tesalonika 5:15). Tuhan menghendaki kita mengasihi musuh dan melepaskan pengampunan! Ada penelitian yang menyatakan bahwa faktor yang menunjang kebahagiaan hidup adalah bukan karena berlimpahnya kekayaan, melainkan karena persahabatan dan pengampunan. Christopher Peterson, psikolog kenamaan dari Universitas Michigan (USA) berkata, "Kemampuan seseorang untuk mengampuni sesamanya adalah sifat yang terkait erat dengan kebahagiaan, karena mengampuni orang lain adalah kebajikan tertinggi dan mungkin paling sulit dicapai." Bagi orang percaya yang telah mengalami kasih dan pengampunan dari Tuhan wajib meneruskan kasih dan pengampunan itu kepada sesama.
Bagi pemfitnah, perhatikan peringatan ini! "Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN." Imamat 19:16
Baca: Mazmur 109:1-20
"Biarlah semuanya itu dari pihak TUHAN menjadi upah orang yang mendakwa aku, dan upah orang-orang yang berkata-kata jahat terhadap aku." Mazmur 109:20
Seorang pemfitnah seringkali tidak menyadari akibat dari perbuatan yang dilakukannya; selain sangat merugikan orang lain yang difitnahnya, pada saatnya ia sendiri akan 'menikmati' buah perbuatannya. Orang yang hobi memfitnah juga akan sulit memiliki teman karib, maka tidaklah mengherankan bila pemfitnah hanya akan memiliki musuh di mana-mana. "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21).
Mungkin ada di antara pembaca yang sedang mengalami pergumulan yang berat: reputasi hancur atau nama tercoreng karena fitnahan orang lain, sehingga terbersit niat melakukan tindakan balas dendam. Rasul Paulus menasihati, "Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang." (1 Tesalonika 5:15). Tuhan menghendaki kita mengasihi musuh dan melepaskan pengampunan! Ada penelitian yang menyatakan bahwa faktor yang menunjang kebahagiaan hidup adalah bukan karena berlimpahnya kekayaan, melainkan karena persahabatan dan pengampunan. Christopher Peterson, psikolog kenamaan dari Universitas Michigan (USA) berkata, "Kemampuan seseorang untuk mengampuni sesamanya adalah sifat yang terkait erat dengan kebahagiaan, karena mengampuni orang lain adalah kebajikan tertinggi dan mungkin paling sulit dicapai." Bagi orang percaya yang telah mengalami kasih dan pengampunan dari Tuhan wajib meneruskan kasih dan pengampunan itu kepada sesama.
Bagi pemfitnah, perhatikan peringatan ini! "Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN." Imamat 19:16
Sunday, July 10, 2016
JANGAN MEMFITNAH SESAMA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2016
Baca: Mazmur 109:1-20
"Sebab mulut orang fasik dan mulut penipu ternganga terhadap aku, mereka berbicara terhadap aku dengan lidah dusta; dengan kata-kata kebencian mereka menyerang aku dan memerangi aku tanpa alasan." Mazmur 109:2-3
Kita pasti sangat familiar dengan ungkapan 'fitnah lebih kejam dari pembunuhan'. Mengapa demikian? Memfitnah memang tidak membunuh secara fisik, tapi ketika seseorang memfitnah sesamanya berarti ia membunuh karakter orang itu, menghancurkan karirnya, masa depannya, reputasinya, merampas kebahagiaan dan ketenangan hidupnya. Itulah sebabnya fitnah adalah sebuah tindakan yang kejam dan sangat tidak manusiawi! Meski demikian tidak sedikit orang beranggapan bahwa memfitnah adalah perbuatan biasa atau kejahatan berskala kecil. Mereka tidak tahu betapa tindakan tersebut berdampak buruk bagi orang yang difitnah. Bahkan dalam dunia bisnis yang penuh persaingan ada pelaku bisnis yang menempuh cara kotor ini yaitu memitnah sebagai langkah jitu untuk menjatuhkan reputasi lawan bisnisnya, dengan harapan pamor dirinya akan terangkat.
Perhatikan tulisan pemazmur: "TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya;" (Mazmur 15:1-3). Dengan kata lain, orang yang suka memfitnah tidak akan mendapat tempat di rumah Tuhan (sorga) karena tempat kediaman-Nya hanya disediakan bagi orang-orang yang berlaku tidak bercela, melakukan apa yang adil, mengatakn kebenaran, tidak menyebarkan fitnah dan tidak berlaku jahat terhadap sesamanya.
Seorang pemfitnah pada awalnya mungkin akan tertawa lebar dan merasa puas karena keinginan untuk menghancurkan orang lain telah berhasil, tetapi mereka lupa bahwa cepat atau lambat apa yang ditabur itulah yang akan mereka tuai. "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya," (Galatia 6:7-8). (Bersambung)
Baca: Mazmur 109:1-20
"Sebab mulut orang fasik dan mulut penipu ternganga terhadap aku, mereka berbicara terhadap aku dengan lidah dusta; dengan kata-kata kebencian mereka menyerang aku dan memerangi aku tanpa alasan." Mazmur 109:2-3
Kita pasti sangat familiar dengan ungkapan 'fitnah lebih kejam dari pembunuhan'. Mengapa demikian? Memfitnah memang tidak membunuh secara fisik, tapi ketika seseorang memfitnah sesamanya berarti ia membunuh karakter orang itu, menghancurkan karirnya, masa depannya, reputasinya, merampas kebahagiaan dan ketenangan hidupnya. Itulah sebabnya fitnah adalah sebuah tindakan yang kejam dan sangat tidak manusiawi! Meski demikian tidak sedikit orang beranggapan bahwa memfitnah adalah perbuatan biasa atau kejahatan berskala kecil. Mereka tidak tahu betapa tindakan tersebut berdampak buruk bagi orang yang difitnah. Bahkan dalam dunia bisnis yang penuh persaingan ada pelaku bisnis yang menempuh cara kotor ini yaitu memitnah sebagai langkah jitu untuk menjatuhkan reputasi lawan bisnisnya, dengan harapan pamor dirinya akan terangkat.
Perhatikan tulisan pemazmur: "TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya;" (Mazmur 15:1-3). Dengan kata lain, orang yang suka memfitnah tidak akan mendapat tempat di rumah Tuhan (sorga) karena tempat kediaman-Nya hanya disediakan bagi orang-orang yang berlaku tidak bercela, melakukan apa yang adil, mengatakn kebenaran, tidak menyebarkan fitnah dan tidak berlaku jahat terhadap sesamanya.
Seorang pemfitnah pada awalnya mungkin akan tertawa lebar dan merasa puas karena keinginan untuk menghancurkan orang lain telah berhasil, tetapi mereka lupa bahwa cepat atau lambat apa yang ditabur itulah yang akan mereka tuai. "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya," (Galatia 6:7-8). (Bersambung)
Saturday, July 9, 2016
MEMUJI TUHAN: Sikap Hati Benar (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2016
Baca: Mazmur 96:1-13
"Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari." Mazmur 96:2
Padanan kata memuji adalah memuliakan, di mana memuliakan adalah tindakan memuji yang biasanya secara khusus ditujukan kepada Tuhan. Orang yang memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan pasti tidak akan memuji Tuhan dengan sembarangan atau sesuka hati; ia tidak akan memuji Tuhan hanya saat beribadah atau menghadiri persekutuan doa saja, atau saat mengalami hal-hal yang baik saja, tetapi puji-pujian itu akan selalu keluar dari hati di segala keadaan. Kapan pun dan di mana pun ia takkan menahan bibirnya untuk terus memuji-muji Tuhan. "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil." (Mazmur 119:164). Daud memuji Tuhan tujuh kali dalam sehari karena ia tahu bahwa nama Tuhan adalah nama yang indah dan di dalam nama itu ada kuasa yang dahsyat dan ajaib.
Pemazmur adalah sosok yang patut kita teladani dalam hal memuji dan memuliakan nama Tuhan, karena hampir seluruh isi kitab Mazmur berisikan puji-pujian bagi Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa nama Yesus bukanlah sembarang nama, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Kita harus memuji dan meninggikan nama Tuhan Yesus karena nama-Nya bukan sembarang nama, tetapi nama-Nya di atas segala nama, nama yang mampu membuat setiap lutut bertelut. Kalau Daud memuji Tuhan tujuh kali sehari, bagaimana kita? Kasih dan kebaikan Tuhan atas kita sungguh tak terhitung jumlahnya, maka kita patut memuji dan memashyurkan nama-Nya!
Puji-pujian yang keluar dari sikap hati yang benar akan sangat menyenangkan Tuhan; dan ketika Tuhan disenangkan, kasih-Nya pasti akan dicurahkan atas hidup kita. Bagian kita adalah memuji dan memuliakan Tuhan, Ia pun akan bekerja dengan bagian-Nya sendiri.
"Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." Mazmur 63:5
Baca: Mazmur 96:1-13
"Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari." Mazmur 96:2
Padanan kata memuji adalah memuliakan, di mana memuliakan adalah tindakan memuji yang biasanya secara khusus ditujukan kepada Tuhan. Orang yang memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan pasti tidak akan memuji Tuhan dengan sembarangan atau sesuka hati; ia tidak akan memuji Tuhan hanya saat beribadah atau menghadiri persekutuan doa saja, atau saat mengalami hal-hal yang baik saja, tetapi puji-pujian itu akan selalu keluar dari hati di segala keadaan. Kapan pun dan di mana pun ia takkan menahan bibirnya untuk terus memuji-muji Tuhan. "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil." (Mazmur 119:164). Daud memuji Tuhan tujuh kali dalam sehari karena ia tahu bahwa nama Tuhan adalah nama yang indah dan di dalam nama itu ada kuasa yang dahsyat dan ajaib.
Pemazmur adalah sosok yang patut kita teladani dalam hal memuji dan memuliakan nama Tuhan, karena hampir seluruh isi kitab Mazmur berisikan puji-pujian bagi Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa nama Yesus bukanlah sembarang nama, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11). Kita harus memuji dan meninggikan nama Tuhan Yesus karena nama-Nya bukan sembarang nama, tetapi nama-Nya di atas segala nama, nama yang mampu membuat setiap lutut bertelut. Kalau Daud memuji Tuhan tujuh kali sehari, bagaimana kita? Kasih dan kebaikan Tuhan atas kita sungguh tak terhitung jumlahnya, maka kita patut memuji dan memashyurkan nama-Nya!
Puji-pujian yang keluar dari sikap hati yang benar akan sangat menyenangkan Tuhan; dan ketika Tuhan disenangkan, kasih-Nya pasti akan dicurahkan atas hidup kita. Bagian kita adalah memuji dan memuliakan Tuhan, Ia pun akan bekerja dengan bagian-Nya sendiri.
"Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." Mazmur 63:5
Friday, July 8, 2016
MEMUJI TUHAN: Sikap Hati Benar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2016
Baca: Mazmur 149:1-9
"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh." Mazmur 149:1
Ada banyak orang, tak terkecuali orang Kristen, tidak mengerti bahwa sesungguhnya semua manusia yang ada di dunia ini diciptakan untuk memuji Tuhan, sebab ada tertulis: "Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Oleh karenanya memuji dan meninggikan nama Tuhan seharusnya menjadi bagian hidup sehari-hari.
Dalam kekristenan memuji Tuhan adalah unsur penting dalam setiap peribadatan dan mendapatkan porsi lebih, namun sering terlihat ada jemaat yang menganggap remeh arti puji-pujian bagi Tuhan. Terbukti dari sikap dan reaksi mereka dalam memuji Tuhan saat ibadah berlangsung: ada yang memuji Tuhan dengan asal-asalan, setengah hati, tanpa semangat, ala kadarnya, bahkan ada yang memuji Tuhan sambil cekikikan, bersenda gurau, atau sambil memainkan handphone. Jika ditegur mereka akan berdalih, "Menyanyi itu bukan bidangku. Aku tidak nyaman dengan lagu yang dibawakan worship leader, sangat membosankan. Aku tidak suka memuji Tuhan dengan suara yang keras, cukup di dalam hati saja." Selama nafas masih berhembus tidak ada alasan tidak memuji Tuhan, sebab memuji Tuhan bukan berbicara tentang bakat, suara bagus atau jelek, suka atau tidak suka lagunya, namun berbicara tentang pengakuan seseorang kepada Tuhan dan persetujuan mengenai keberadaan-Nya sebagai Pribadi yang layak menerima pujian dari umat ciptaan-Nya. Perlu digarisbawahi pula bahwa memuji Tuhan tidak cukup hanya di dalam hati, tapi kita perlu memiliki pujian di mulut, harus diucapkan dan disuarakan, yang keluar dari lubuk hati terdalam, bukan sebatas ucapan atau lips service.
Inilah yang dilakukan pemazmur: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Kata memuji berasal dari kata dasar puji yang berarti pengakuan dan penghargaan yang tulus terhadap kebaikan, keunggulan sesuatu. Memuji berarti menyatakan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu/seseorang dengan kata-kata yang tentunya dianggap sangat positif, semisal memuji seseorang karena ia memiliki kemampuan, keahlian, prestasi, keunggulan atau kualitas di atas rata-rata orang pada umumnya. (Bersambung)
Baca: Mazmur 149:1-9
"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh." Mazmur 149:1
Ada banyak orang, tak terkecuali orang Kristen, tidak mengerti bahwa sesungguhnya semua manusia yang ada di dunia ini diciptakan untuk memuji Tuhan, sebab ada tertulis: "Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Oleh karenanya memuji dan meninggikan nama Tuhan seharusnya menjadi bagian hidup sehari-hari.
Dalam kekristenan memuji Tuhan adalah unsur penting dalam setiap peribadatan dan mendapatkan porsi lebih, namun sering terlihat ada jemaat yang menganggap remeh arti puji-pujian bagi Tuhan. Terbukti dari sikap dan reaksi mereka dalam memuji Tuhan saat ibadah berlangsung: ada yang memuji Tuhan dengan asal-asalan, setengah hati, tanpa semangat, ala kadarnya, bahkan ada yang memuji Tuhan sambil cekikikan, bersenda gurau, atau sambil memainkan handphone. Jika ditegur mereka akan berdalih, "Menyanyi itu bukan bidangku. Aku tidak nyaman dengan lagu yang dibawakan worship leader, sangat membosankan. Aku tidak suka memuji Tuhan dengan suara yang keras, cukup di dalam hati saja." Selama nafas masih berhembus tidak ada alasan tidak memuji Tuhan, sebab memuji Tuhan bukan berbicara tentang bakat, suara bagus atau jelek, suka atau tidak suka lagunya, namun berbicara tentang pengakuan seseorang kepada Tuhan dan persetujuan mengenai keberadaan-Nya sebagai Pribadi yang layak menerima pujian dari umat ciptaan-Nya. Perlu digarisbawahi pula bahwa memuji Tuhan tidak cukup hanya di dalam hati, tapi kita perlu memiliki pujian di mulut, harus diucapkan dan disuarakan, yang keluar dari lubuk hati terdalam, bukan sebatas ucapan atau lips service.
Inilah yang dilakukan pemazmur: "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Kata memuji berasal dari kata dasar puji yang berarti pengakuan dan penghargaan yang tulus terhadap kebaikan, keunggulan sesuatu. Memuji berarti menyatakan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu/seseorang dengan kata-kata yang tentunya dianggap sangat positif, semisal memuji seseorang karena ia memiliki kemampuan, keahlian, prestasi, keunggulan atau kualitas di atas rata-rata orang pada umumnya. (Bersambung)
Thursday, July 7, 2016
PENTINGNYA PENGUASAAN DIRI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2016
Baca: Kolose 3:5-17
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi," Kolose 3:5
Dalam hal apa orang percaya harus bisa menguasai diri? Salah satunya adalah dalam hal kesenangan duniawi, "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:16-17).
Berbagai kesenangan dan kenikmatan yang memanjakan daging sedang dunia tawarkan kepada pancaindera dan tidak sedikit orang terjebak dan tenggelam di dalamnya, ditunjang perkembangan teknologi yang semakin mutakhir, dimana informasi apa saja dapat dengan mudah diakses, mulai dari yang positif sampai kepada yang negatif. Orang juga dapat melakukan apa saja melalui media online: berbisnis, berteman atau melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran seperti judi online, bahkan prostitusi online yang sedang marak akhir-akhir ini. Karena terpesona indahnya dunia ini orang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang demi memuaskan hasratnya. "Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?" (Yesaya 55:2). Firman Tuhan memperingatkan, "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ingatlah, status kita bukanlah milik dunia ini melainkan milik Tuhan (baca Yohanes 17:9-10), karena itu kita harus berusaha menjadi pribadi yang 'berbeda' dari dunia ini. Jangan sampai kesenangan dunia ini semakin menjauhkan kita dari Tuhan sehingga Tuhan bukan lagi yang utama dalam hidup ini. Namun "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Musa mampu menguasai diri terhadap kesenangan duniawi sehingga rela meninggalkan segala kenyamanan di Mesir dan lebih memilih untuk menderita sengsara bersama umat Tuhan di padang gurun (baca Ibrani 11:24-26), sebab pandangannya ia arahkan kepada upah yang kekal.
"Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roma 8:13
Baca: Kolose 3:5-17
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi," Kolose 3:5
Dalam hal apa orang percaya harus bisa menguasai diri? Salah satunya adalah dalam hal kesenangan duniawi, "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:16-17).
Berbagai kesenangan dan kenikmatan yang memanjakan daging sedang dunia tawarkan kepada pancaindera dan tidak sedikit orang terjebak dan tenggelam di dalamnya, ditunjang perkembangan teknologi yang semakin mutakhir, dimana informasi apa saja dapat dengan mudah diakses, mulai dari yang positif sampai kepada yang negatif. Orang juga dapat melakukan apa saja melalui media online: berbisnis, berteman atau melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran seperti judi online, bahkan prostitusi online yang sedang marak akhir-akhir ini. Karena terpesona indahnya dunia ini orang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang demi memuaskan hasratnya. "Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?" (Yesaya 55:2). Firman Tuhan memperingatkan, "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ingatlah, status kita bukanlah milik dunia ini melainkan milik Tuhan (baca Yohanes 17:9-10), karena itu kita harus berusaha menjadi pribadi yang 'berbeda' dari dunia ini. Jangan sampai kesenangan dunia ini semakin menjauhkan kita dari Tuhan sehingga Tuhan bukan lagi yang utama dalam hidup ini. Namun "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Musa mampu menguasai diri terhadap kesenangan duniawi sehingga rela meninggalkan segala kenyamanan di Mesir dan lebih memilih untuk menderita sengsara bersama umat Tuhan di padang gurun (baca Ibrani 11:24-26), sebab pandangannya ia arahkan kepada upah yang kekal.
"Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roma 8:13
Wednesday, July 6, 2016
PENTINGNYA PENGUASAAN DIRI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2016
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik." Roma 7:18
Kita sering mendengar pernyataan seorang atlet yang sedang bertanding di sebuah kejuaraan olahraga bahwa musuh terberat yang sesungguhnya bukanlah si lawan, tetapi musuh terberat adalah menaklukkan diri sendiri. Membuang semua ketegangan, keragu-raguan, membangun rasa percaya diri atau optimisme saat bertanding ternyata bukanlah perkara mudah! Dengan kata lain ketidakmampuan dalam hal penguasaan diri seringkali menjadi faktor non teknis yang menjadi penyebab kekalahan seorang atlet.
Rasul Paulus memiliki pengalaman yang sama bagaimana beratnya menguasai diri sendiri, "Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat." (Roma 7:15). Ungkapan Paulus ini mengindikasikan bahwa dalam tabiat sebagai 'manusia lama' ia tak dapat menguasai dirinya sendiri, namun setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus dan hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Dia, yang dikatakannya pun menjadi sangat berbeda. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:19-20). Kemampuan Paulus dalam hal penguasaan diri ini bukan berasal dari kekuatannya sendiri, melainkan karena pertolongan Roh Kudus dan kerelaannya untuk dipimpin Roh Kudus, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Ketika seseorang hidup dalam pimpinan Roh Kudus ia tidak akan menuruti keinginan dagingnya. Itulah sebabnya raja Salomo memberikan apresiasi kepada orang yang mampu menguasai diri, katanya, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
Memiliki penguasaan diri berati: "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik." Roma 7:18
Kita sering mendengar pernyataan seorang atlet yang sedang bertanding di sebuah kejuaraan olahraga bahwa musuh terberat yang sesungguhnya bukanlah si lawan, tetapi musuh terberat adalah menaklukkan diri sendiri. Membuang semua ketegangan, keragu-raguan, membangun rasa percaya diri atau optimisme saat bertanding ternyata bukanlah perkara mudah! Dengan kata lain ketidakmampuan dalam hal penguasaan diri seringkali menjadi faktor non teknis yang menjadi penyebab kekalahan seorang atlet.
Rasul Paulus memiliki pengalaman yang sama bagaimana beratnya menguasai diri sendiri, "Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat." (Roma 7:15). Ungkapan Paulus ini mengindikasikan bahwa dalam tabiat sebagai 'manusia lama' ia tak dapat menguasai dirinya sendiri, namun setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus dan hidup sebagai 'manusia baru' di dalam Dia, yang dikatakannya pun menjadi sangat berbeda. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:19-20). Kemampuan Paulus dalam hal penguasaan diri ini bukan berasal dari kekuatannya sendiri, melainkan karena pertolongan Roh Kudus dan kerelaannya untuk dipimpin Roh Kudus, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Ketika seseorang hidup dalam pimpinan Roh Kudus ia tidak akan menuruti keinginan dagingnya. Itulah sebabnya raja Salomo memberikan apresiasi kepada orang yang mampu menguasai diri, katanya, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
Memiliki penguasaan diri berati: "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Tuesday, July 5, 2016
KERENDAHAN HATI DAN KELEMAHLEMBUTAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2016
Baca: Amsal 15:1-10
"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." Amsal 15:1
Dunia saat ini adalah dunia yang penuh persaingan. Ada yang bersaing secara sehat, tapi tidak sedikit yang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjatuhkan satu sama lain. Keadaan ini membentuk sifat keras hati dalam diri orang: mudah tersulut emosi dan tidak mudah percaya terhadap orang lain. Orang berpikir jika bersikap lunak terhadap orang mereka akan mudah sekali dimanfaatkan dan dipermainkan. Akhirnya masalah apa pun selalu diwarnai dengan ketegangan, sebab perkataan yang keluar bukanlah perkataan lemah lembut, melainkan perkataan pedas yang membangkitkan amarah (ayat nas).
Lawan dari sifat keras hati adalah lemah lembut. Lemah lembut adalah sifat Kristus yang mengajari orang percaya agar mengenal diri sebagaimana adanya dan memandang Tuhan sebagaimana Ia ada. Mengenal diri adalah menyadari bahwa sesungguhnya di hadapan Tuhan kita ini lemah dan penuh keterbatasan, sehingga dengan demikian kita akan menjadi orang yang rendah hati, karena sadar bahwa kita bukanlah siapa-siapa. Dari dasar kerendahan hati inilah akan tumbuh sifat lemah lembut. Kalau di hadapan Tuhan orang mampu merendahkan diri, maka di hadapan sesama ia pasti tidak akan pernah menganggap diri lebih dari orang lain atau menyombongkan diri. "Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:14b); ia akan bersikap hormat, lemah lembut dan manis budi terhadap semua orang.
Musa adalah contoh orang yang punya kelemahlembutan dan juga kerendahan hati. Tanpa memiliki sifat ini mustahil ia dapat memimpin bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun, sebab "...mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:9), yang suka mengomel dan bersungut-sungut. Ketika umat Israel membuat patung lembu dari emas untuk disembah, Musa datang kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya agar mau mengampuni perbuatan keji bangsa itu. Begitu besar kasihnya kepada umat Israel sampai-sampai Musa rela namanya dihapus dari buku kehidupan, asal saja Tuhan mau mengampuni dosa mereka (baca Keluaran 32:32).
"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar." Efesus 4:2a
Baca: Amsal 15:1-10
"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." Amsal 15:1
Dunia saat ini adalah dunia yang penuh persaingan. Ada yang bersaing secara sehat, tapi tidak sedikit yang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjatuhkan satu sama lain. Keadaan ini membentuk sifat keras hati dalam diri orang: mudah tersulut emosi dan tidak mudah percaya terhadap orang lain. Orang berpikir jika bersikap lunak terhadap orang mereka akan mudah sekali dimanfaatkan dan dipermainkan. Akhirnya masalah apa pun selalu diwarnai dengan ketegangan, sebab perkataan yang keluar bukanlah perkataan lemah lembut, melainkan perkataan pedas yang membangkitkan amarah (ayat nas).
Lawan dari sifat keras hati adalah lemah lembut. Lemah lembut adalah sifat Kristus yang mengajari orang percaya agar mengenal diri sebagaimana adanya dan memandang Tuhan sebagaimana Ia ada. Mengenal diri adalah menyadari bahwa sesungguhnya di hadapan Tuhan kita ini lemah dan penuh keterbatasan, sehingga dengan demikian kita akan menjadi orang yang rendah hati, karena sadar bahwa kita bukanlah siapa-siapa. Dari dasar kerendahan hati inilah akan tumbuh sifat lemah lembut. Kalau di hadapan Tuhan orang mampu merendahkan diri, maka di hadapan sesama ia pasti tidak akan pernah menganggap diri lebih dari orang lain atau menyombongkan diri. "Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:14b); ia akan bersikap hormat, lemah lembut dan manis budi terhadap semua orang.
Musa adalah contoh orang yang punya kelemahlembutan dan juga kerendahan hati. Tanpa memiliki sifat ini mustahil ia dapat memimpin bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun, sebab "...mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk." (Keluaran 32:9), yang suka mengomel dan bersungut-sungut. Ketika umat Israel membuat patung lembu dari emas untuk disembah, Musa datang kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya agar mau mengampuni perbuatan keji bangsa itu. Begitu besar kasihnya kepada umat Israel sampai-sampai Musa rela namanya dihapus dari buku kehidupan, asal saja Tuhan mau mengampuni dosa mereka (baca Keluaran 32:32).
"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar." Efesus 4:2a
Monday, July 4, 2016
JANGAN PERNAH MENAHAN KEBAIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2016
Baca: Amsal 3:27-35
"Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." Amsal 3:27
Kebaikan adalah sifat Ilahi yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena status kita adalah anak-anak terang. "Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:8-9). Tuhan itu baik adanya, dan teladan tentang kebaikan telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus yang senantiasa berbuat baik kepada semua orang tanpa memandang status atau latar belakang: menyembuhkan yang sakit, melepaskan mereka dari segala keterikatan, memberi makanan kepada mereka yang lapar dan sebagainya.
Karena Tuhan Yesus baik maka semua anak-Nya wajib mengikuti jejak-Nya yaitu menjadi orang-orang yang baik, dimana kebaikan itu harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Namun tidak semua orang Kristen baik adanya, bahkan tidak sedikit hamba Tuhan yang tampak baik hanya saat pelayanan, tetapi dalam praktek keseharian tidak terbukti buah-buah kebaikannya. Apalah artinya orang menilai diri sendiri baik apabila orang lain tidak melihat secara nyata kebaikan itu. "Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri." (Amsal 27:2).
Dorkas adalah orang baik, dan karena kebaikannya ia menjadi berkat bagi lingkungan. Orang-orang Yahudi memanggilnya Tabita yang berarti rusa betina. Di dunia Timur rusa betina adalah gambaran tentang kecantikan. Kecantikan Dorkas ini terpancar melalui perbuatan baik yang ditunjukkan. "Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah 9:36b). Begitu mendengar bahwa Dorkas sakit dan meninggal, orang-orang menjadi sangat kehilangan dan bersedih hati. Mereka pun berusaha mencari cara bagaimana agar Dorkas dapat hidup kembali. Ketika mendengar Petrus ada di Yope, orang-orang memohon kepadanya agar bisa membangkitkan Dorkas. Ajaib! Tuhan mendengar doa-doa mereka dan membangkitkan Dorkas dari kematian. Dari kejadian inilah semakin banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan!
"Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah." Ibrani 13:16
Baca: Amsal 3:27-35
"Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." Amsal 3:27
Kebaikan adalah sifat Ilahi yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena status kita adalah anak-anak terang. "Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:8-9). Tuhan itu baik adanya, dan teladan tentang kebaikan telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus yang senantiasa berbuat baik kepada semua orang tanpa memandang status atau latar belakang: menyembuhkan yang sakit, melepaskan mereka dari segala keterikatan, memberi makanan kepada mereka yang lapar dan sebagainya.
Karena Tuhan Yesus baik maka semua anak-Nya wajib mengikuti jejak-Nya yaitu menjadi orang-orang yang baik, dimana kebaikan itu harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Namun tidak semua orang Kristen baik adanya, bahkan tidak sedikit hamba Tuhan yang tampak baik hanya saat pelayanan, tetapi dalam praktek keseharian tidak terbukti buah-buah kebaikannya. Apalah artinya orang menilai diri sendiri baik apabila orang lain tidak melihat secara nyata kebaikan itu. "Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri." (Amsal 27:2).
Dorkas adalah orang baik, dan karena kebaikannya ia menjadi berkat bagi lingkungan. Orang-orang Yahudi memanggilnya Tabita yang berarti rusa betina. Di dunia Timur rusa betina adalah gambaran tentang kecantikan. Kecantikan Dorkas ini terpancar melalui perbuatan baik yang ditunjukkan. "Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah 9:36b). Begitu mendengar bahwa Dorkas sakit dan meninggal, orang-orang menjadi sangat kehilangan dan bersedih hati. Mereka pun berusaha mencari cara bagaimana agar Dorkas dapat hidup kembali. Ketika mendengar Petrus ada di Yope, orang-orang memohon kepadanya agar bisa membangkitkan Dorkas. Ajaib! Tuhan mendengar doa-doa mereka dan membangkitkan Dorkas dari kematian. Dari kejadian inilah semakin banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan!
"Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah." Ibrani 13:16
Sunday, July 3, 2016
MENYALAHGUNAKAN KEMURAHAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2016
Baca: Roma 2:1-16
"tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." Roma 2:8
Karena semua manusia menjalankan hidup yang rusak (baca Kejadian 6:12) dan mengabaikan peringatan Tuhan, maka Tuhan menyatakan keadilan-Nya dengan menurunkan air bah ke muka bumi. "Dan berkuasalah air itu di atas bumi seratus lima puluh hari lamanya." (Kejadian 7:24), sehingga semua orang mengalami kebinasaan, kecuali Nuh dan keluarganya diselamatkan, sebab "...Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." (Kejadian 7:1).
2. Penduduk Sodom dan Gomora. Alkitab menyatakan, "Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN." (Kejadian 13:13). Meski berlaku jahat dan tidak mengindahkan peringatan Tuhan, penduduk Sodom dan Gomora tidak langsung dibumihanguskan oleh Tuhan, tetapi kesempatan masih diberikan kepada Abraham untuk berdoa bagi mereka. Bahkan Abraham bisa bernego dengan Tuhan: kalau saja ada 50 orang, 40 orang, 30 orang, 20 orang, bahkan 10 orang saja di antara penduduk Sodom dan Gomora yang hidup benar, maka Tuhan akan membatalkan rencana penghukuman-Nya. Hasilnya? Tak seorang pun didapati hidup benar kecuali Lot. Karena mereka membuang kesempatan yang Tuhan berikan dan menyalahgunakan kemurahan-Nya, maka "...TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah." (Kejadian 19:24-25).
Apa yang dialami oleh orang-orang di zaman Nuh dan juga penduduk Sodom dan Gomora menunjukkan bahwa Tuhan tidak bisa dipermainkan seenaknya. Lebih sempurna lagi kemurahan Allah dinyatakan melalui Putera-Nya Yesus Kristus yang diutus untuk datang ke dunia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Bahkan Yesus Kristus rela mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Namun tidak semua orang merespons kemurahan Tuhan ini, dengan terang-terangan tidak percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bahkan menolak berita Injil.
"Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya," Roma 11:22
Baca: Roma 2:1-16
"tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." Roma 2:8
Karena semua manusia menjalankan hidup yang rusak (baca Kejadian 6:12) dan mengabaikan peringatan Tuhan, maka Tuhan menyatakan keadilan-Nya dengan menurunkan air bah ke muka bumi. "Dan berkuasalah air itu di atas bumi seratus lima puluh hari lamanya." (Kejadian 7:24), sehingga semua orang mengalami kebinasaan, kecuali Nuh dan keluarganya diselamatkan, sebab "...Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini." (Kejadian 7:1).
2. Penduduk Sodom dan Gomora. Alkitab menyatakan, "Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN." (Kejadian 13:13). Meski berlaku jahat dan tidak mengindahkan peringatan Tuhan, penduduk Sodom dan Gomora tidak langsung dibumihanguskan oleh Tuhan, tetapi kesempatan masih diberikan kepada Abraham untuk berdoa bagi mereka. Bahkan Abraham bisa bernego dengan Tuhan: kalau saja ada 50 orang, 40 orang, 30 orang, 20 orang, bahkan 10 orang saja di antara penduduk Sodom dan Gomora yang hidup benar, maka Tuhan akan membatalkan rencana penghukuman-Nya. Hasilnya? Tak seorang pun didapati hidup benar kecuali Lot. Karena mereka membuang kesempatan yang Tuhan berikan dan menyalahgunakan kemurahan-Nya, maka "...TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah." (Kejadian 19:24-25).
Apa yang dialami oleh orang-orang di zaman Nuh dan juga penduduk Sodom dan Gomora menunjukkan bahwa Tuhan tidak bisa dipermainkan seenaknya. Lebih sempurna lagi kemurahan Allah dinyatakan melalui Putera-Nya Yesus Kristus yang diutus untuk datang ke dunia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Bahkan Yesus Kristus rela mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Namun tidak semua orang merespons kemurahan Tuhan ini, dengan terang-terangan tidak percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bahkan menolak berita Injil.
"Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya," Roma 11:22
Saturday, July 2, 2016
MENYALAHGUNAKAN KEMURAHAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2016
Baca: Mazmur 30:1-13
"Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati;" Mazmur 30:6
Salah satu sifat Tuhan yang di dalamnya terkandung anugerah kebaikan dan kesabaran adalah Mahapemurah. Bukti nyata bahwa Tuhan Mahapemurah adalah tidak segera menjatuhkan hukuman-Nya kepada orang-orang yang berbuat dosa, tetapi Ia selalu memberi waktu dan kesempatan kepada mereka untuk berubah dan bertobat. "...Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Namun jangan sekali-kali kita menganggap remeh dan menyalahgunakan kemurahan Tuhan ini dengan sengaja terus berbuat dosa, "Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan." (Roma 2:4-5).
Selain Mahapemurah, Dia juga adalah Tuhan yang Mahaadil, "Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." (Roma 2:6-8).
Ada banyak kisah di dalam Alkitab tentang orang-orang yang dengan sengaja mengabaikan peringatan Tuhan dan menyalahgunakan kemurahan-Nya, yang akhirnya harus menuai kebinasaan: 1. Orang-orang di zaman Nuh. "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:5-6). Meski demikian Tuhan tidak langsung menjatuhkan hukuman kepada manusia di bumi, Ia sangat bermurah hati dengan memberikan kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki kelakuannya dengan mengutus Nuh, "...seorang yang benar dan tidak bercela..." (Kejadian 6:9), untuk menegor dan memeringatkan orang-orang agar mereka mau berbalik ke jalan Tuhan; tetapi mereka tetap saja mengeraskan hati! (Bersambung)
Baca: Mazmur 30:1-13
"Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati;" Mazmur 30:6
Salah satu sifat Tuhan yang di dalamnya terkandung anugerah kebaikan dan kesabaran adalah Mahapemurah. Bukti nyata bahwa Tuhan Mahapemurah adalah tidak segera menjatuhkan hukuman-Nya kepada orang-orang yang berbuat dosa, tetapi Ia selalu memberi waktu dan kesempatan kepada mereka untuk berubah dan bertobat. "...Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Namun jangan sekali-kali kita menganggap remeh dan menyalahgunakan kemurahan Tuhan ini dengan sengaja terus berbuat dosa, "Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan." (Roma 2:4-5).
Selain Mahapemurah, Dia juga adalah Tuhan yang Mahaadil, "Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." (Roma 2:6-8).
Ada banyak kisah di dalam Alkitab tentang orang-orang yang dengan sengaja mengabaikan peringatan Tuhan dan menyalahgunakan kemurahan-Nya, yang akhirnya harus menuai kebinasaan: 1. Orang-orang di zaman Nuh. "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:5-6). Meski demikian Tuhan tidak langsung menjatuhkan hukuman kepada manusia di bumi, Ia sangat bermurah hati dengan memberikan kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki kelakuannya dengan mengutus Nuh, "...seorang yang benar dan tidak bercela..." (Kejadian 6:9), untuk menegor dan memeringatkan orang-orang agar mereka mau berbalik ke jalan Tuhan; tetapi mereka tetap saja mengeraskan hati! (Bersambung)
Friday, July 1, 2016
MANUSIA MEMBUTUHKAN KASIH TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2016
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna." 1 Korintus 13:2
Kasih adalah karakter utama yang harus dimiliki setiap orang percaya. Mengapa? "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Rasul Paulus menyatakan bahwa kasih lebih besar dari iman dan pengharapan, lebih mulia dari segala karunia Roh Kudus, sebab kasih tidak berkesudahan, kekal selama-lamanya. Dalam bahasa Gerika terdapat tiga macam kasih: eros (kasih yang didasari hawa nafsu), fileo (kasih manusia secara alamiah), agape (kasih yang berdasarkan anugerah Tuhan semata).
Dalam kehidupan sehari-hari kasih manusia umumnya didasari kepentingan tertentu. Kalau ada 'udang di balik batu', ada keperluan, ada keuntungan, ada motivasi tertentu barulah ada kasih. Kalau tidak ada kepentingan, kasih pun tidak ada. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33). Kasih demikian berakar pada egoisme dan bergantung kepada situasi atau keadaan. Sekarang ini sulit rasanya menemukan kasih yang benar-benar tulus dan murni, sebab kasih kebanyakan orang sudah menjadi dingin, sehingga orang tidak lagi peduli dengan sesamanya karena semua hanya berpusat pada diri sendiri. Sesungguhnya dari lubuk hati yang terdalam semua manusia membutuhkan kasih, tetapi bukan kasih eros atau fileo yang berasal dari manusia berdosa.
Yang dibutuhkan adalah kasih agape yaitu kasih Tuhan yang sempurna, kasih yang tidak berdasarkan kepada kepentingan sendiri, tidak tergantung pada situasi atau keadaan yang berubah-ubah. Kasih Tuhan inilah yang tidak membedakan rupa, status atau warna kulit. Untuk itulah Yesus rela datang ke dunia dan mati di kayu salib supaya kasih Allah dapat dinyatakan kepada kita dan dicurahkan ke dalam hati kita (Baca Roma 5:5).
Kasih yang sejati hanya dapat ditemukan dalam pribadi Tuhan Yesus.
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna." 1 Korintus 13:2
Kasih adalah karakter utama yang harus dimiliki setiap orang percaya. Mengapa? "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Rasul Paulus menyatakan bahwa kasih lebih besar dari iman dan pengharapan, lebih mulia dari segala karunia Roh Kudus, sebab kasih tidak berkesudahan, kekal selama-lamanya. Dalam bahasa Gerika terdapat tiga macam kasih: eros (kasih yang didasari hawa nafsu), fileo (kasih manusia secara alamiah), agape (kasih yang berdasarkan anugerah Tuhan semata).
Dalam kehidupan sehari-hari kasih manusia umumnya didasari kepentingan tertentu. Kalau ada 'udang di balik batu', ada keperluan, ada keuntungan, ada motivasi tertentu barulah ada kasih. Kalau tidak ada kepentingan, kasih pun tidak ada. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33). Kasih demikian berakar pada egoisme dan bergantung kepada situasi atau keadaan. Sekarang ini sulit rasanya menemukan kasih yang benar-benar tulus dan murni, sebab kasih kebanyakan orang sudah menjadi dingin, sehingga orang tidak lagi peduli dengan sesamanya karena semua hanya berpusat pada diri sendiri. Sesungguhnya dari lubuk hati yang terdalam semua manusia membutuhkan kasih, tetapi bukan kasih eros atau fileo yang berasal dari manusia berdosa.
Yang dibutuhkan adalah kasih agape yaitu kasih Tuhan yang sempurna, kasih yang tidak berdasarkan kepada kepentingan sendiri, tidak tergantung pada situasi atau keadaan yang berubah-ubah. Kasih Tuhan inilah yang tidak membedakan rupa, status atau warna kulit. Untuk itulah Yesus rela datang ke dunia dan mati di kayu salib supaya kasih Allah dapat dinyatakan kepada kita dan dicurahkan ke dalam hati kita (Baca Roma 5:5).
Kasih yang sejati hanya dapat ditemukan dalam pribadi Tuhan Yesus.
Thursday, June 30, 2016
KRISTEN SEBAGAI IDENTITAS DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2016
Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30
"Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26b
Kata Kristen yang dalam bahasa Yunani christianos hanya ditulis tiga kali dalam Perjanjian Baru (Kisah 11:26, Kisah 26:28, dan 1 Petrus 4:16). Kata Kristen ini pada mulanya adalah sebutan khusus dan spesial bagi pengikut Kristus, yang telah menunjukkan kualitas hidup seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Sekarang ini kekristenan telah kehilangan makna sesungguhnya. Banyak orang dengan mudah menyimpulkan bahwa jika orang tampak aktif keluar masuk gereja, mengenakan kalung salib, memasang stiker kutipan ayat Alkitab di kaca mobil, atau memasang gambar Tuhan Yesus di ruang tamu, adalah orang Kristen sejati. Identitas diri Kristen sejati harus dibuktikan melalui perbuatan hidup sehari-hari yang meneladani Kristus, yang membawa kita mendapatkan pengakuan, baik itu dari manusia, terlebih lagi pengakuan dari Tuhan, sehingga kita layak disebut saksi Kristus dan dipercaya untuk melakukan perkara-perkara besar. Jadi Kristen itu bukan sekedar label atau atribut, tetapi identitas yang melekat dan menjadi daging (perbuatan).
Inilah identitas Kristen sejati: 1. Terlibat dalam pemberitaan Injil. "...ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan." (Kisah 11:20). Memberitakan Injil atau bersaksi tentang Kristus adalah amanat agung Tuhan bagi setiap orang percaya. Memberitakan Injil tidak harus berada di atas mimbar, tetapi dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun. Cara paling efektif memberitakan Injil adalah melalui teladan hidup kita. 2. Memiliki kesetiaan. "Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan," (Kisah 11:23). Alkitab menyatakan banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih (baca Matius 22:14), dan dari sedikit yang dipilih itu lebih sedikit lagi yang setia. Sudahkah kita menjadi orang-orang Kristen yang setia? Ada upah besar Tuhan sediakan bagi orang yang setia sampai akhir (baca Wahyu 2:10b).
Kristen sejati adalah seorang yang setia mengikut Tuhan Yesus di segala keadaan dan memiliki roh yang menyala-nyala untuk memberitakan Injil.
Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30
"Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26b
Kata Kristen yang dalam bahasa Yunani christianos hanya ditulis tiga kali dalam Perjanjian Baru (Kisah 11:26, Kisah 26:28, dan 1 Petrus 4:16). Kata Kristen ini pada mulanya adalah sebutan khusus dan spesial bagi pengikut Kristus, yang telah menunjukkan kualitas hidup seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Sekarang ini kekristenan telah kehilangan makna sesungguhnya. Banyak orang dengan mudah menyimpulkan bahwa jika orang tampak aktif keluar masuk gereja, mengenakan kalung salib, memasang stiker kutipan ayat Alkitab di kaca mobil, atau memasang gambar Tuhan Yesus di ruang tamu, adalah orang Kristen sejati. Identitas diri Kristen sejati harus dibuktikan melalui perbuatan hidup sehari-hari yang meneladani Kristus, yang membawa kita mendapatkan pengakuan, baik itu dari manusia, terlebih lagi pengakuan dari Tuhan, sehingga kita layak disebut saksi Kristus dan dipercaya untuk melakukan perkara-perkara besar. Jadi Kristen itu bukan sekedar label atau atribut, tetapi identitas yang melekat dan menjadi daging (perbuatan).
Inilah identitas Kristen sejati: 1. Terlibat dalam pemberitaan Injil. "...ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan." (Kisah 11:20). Memberitakan Injil atau bersaksi tentang Kristus adalah amanat agung Tuhan bagi setiap orang percaya. Memberitakan Injil tidak harus berada di atas mimbar, tetapi dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun. Cara paling efektif memberitakan Injil adalah melalui teladan hidup kita. 2. Memiliki kesetiaan. "Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan," (Kisah 11:23). Alkitab menyatakan banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih (baca Matius 22:14), dan dari sedikit yang dipilih itu lebih sedikit lagi yang setia. Sudahkah kita menjadi orang-orang Kristen yang setia? Ada upah besar Tuhan sediakan bagi orang yang setia sampai akhir (baca Wahyu 2:10b).
Kristen sejati adalah seorang yang setia mengikut Tuhan Yesus di segala keadaan dan memiliki roh yang menyala-nyala untuk memberitakan Injil.
Wednesday, June 29, 2016
MENCARI KEHENDAK TUHAN? BERLUTUTLAH!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan pada masalah atau situasi sulit di mana kita harus membuat sebuah keputusan atau pilihan. Timbullah pertanyaan bagaimana caranya mengerti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Mungkin ada yang berkata, "Aku seorang yang ber-IQ tinggi, bahkan jenius, jadi mencari kehendak Tuhan adalah hal mudah. Aku berpengalaman, sudah makan asam garam kehidupan, karena itu tidak perlu mengajariku untuk mencari kehendak Tuhan!" Jawaban semacam ini wajar apabila segala hal orang lebih mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan akal atau logika, mengandalkan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah.
Untuk mencari kehendak Tuhan kita tidak bisa mengandalkan nalar, logika atau isi otak, tetapi butuh kepekaan rohani. Bagaimana caranya? Melatih lutut Saudara untuk berdoa dan melatih pendengaran Saudara untuk mendengar firman Tuhan setiap hari adalah cara jitu untuk melatih kepekaan rohani kita. Inilah harga yang harus dibayar! Yesaya berkata, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kalau kita berusaha dengan sungguh mencari kehendak Tuhan maka Tuhan pun tidak pernah kehilangan cara untuk menyatakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sebab keinginan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya itu jauh lebih besar daripada keinginan kita untuk mencari kehendak-Nya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh hati mencari Dia. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8).
Terhadap orang yang karib, perjanjian dan kehendak-Nya diberitahukan kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan pada masalah atau situasi sulit di mana kita harus membuat sebuah keputusan atau pilihan. Timbullah pertanyaan bagaimana caranya mengerti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Mungkin ada yang berkata, "Aku seorang yang ber-IQ tinggi, bahkan jenius, jadi mencari kehendak Tuhan adalah hal mudah. Aku berpengalaman, sudah makan asam garam kehidupan, karena itu tidak perlu mengajariku untuk mencari kehendak Tuhan!" Jawaban semacam ini wajar apabila segala hal orang lebih mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan akal atau logika, mengandalkan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah.
Untuk mencari kehendak Tuhan kita tidak bisa mengandalkan nalar, logika atau isi otak, tetapi butuh kepekaan rohani. Bagaimana caranya? Melatih lutut Saudara untuk berdoa dan melatih pendengaran Saudara untuk mendengar firman Tuhan setiap hari adalah cara jitu untuk melatih kepekaan rohani kita. Inilah harga yang harus dibayar! Yesaya berkata, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kalau kita berusaha dengan sungguh mencari kehendak Tuhan maka Tuhan pun tidak pernah kehilangan cara untuk menyatakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sebab keinginan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya itu jauh lebih besar daripada keinginan kita untuk mencari kehendak-Nya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh hati mencari Dia. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:7-8).
Terhadap orang yang karib, perjanjian dan kehendak-Nya diberitahukan kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Tuesday, June 28, 2016
KEMARAHAN YANG BENAR: Marah Terhadap Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2016
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Subscribe to:
Posts (Atom)