Thursday, May 12, 2016

HIDUP KUDUS: Standar Hidup Orang Percaya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2016 

Baca:  1 Petrus 1:13-25

"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,"  1 Petrus 1:15

Hidup dalam kekudusan dan tidak bercacat sesungguhnya adalah kehendak Tuhan bagi setiap manusia, sebab Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambar-Nya  (baca  Kejadian 1:27).  Tuhan adalah kudus, maka Ia pun menghendaki manusia kudus seperti diri-Nya.  "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:16).  Karena Tuhan adalah kudus maka Ia tidak dapat menyatu dengan ketidakkudusan dan segala bentuk kecemaran.  Dengan kata lain kalau kita tidak hidup dalam kekudusan kita pun tidak dapat menyatu dengan Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan, maka dari itu  "...kejarlah kekudusan,"  (Ibrani 12:14).  Apabila kita ingin melihat dan mengalami kehadiran Tuhan syarat mutlaknya hidup dalam kekudusan.

     Salah satu definisi kata kudus adalah berada dalam kemurnian;  bahasa Ibraninya kadosh, yang berarti naik lebih tinggi.  Artinya Tuhan memanggil orang percaya untuk hidup sesuai dengan standar-Nya, level hidup yang naik ke arah Kristus, yaitu hidup sebagaimana Kristus hidup dan berpikir sebagaimana Kristus berpikir.  Hidup kudus berarti pula hidup terpisah dari segala bentuk dosa dan mempersembahkan hidup hanya bagi Tuhan, karena tubuh kita adalah bait Tuhan.  "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  (1 Korintus 3:16).  Bait Tuhan merupakan suatu tempat yang kudus di mana hadirat Tuhan akan hadir di dalamnya.  Untuk itulah kita harus memelihara tubuh kita agar selalu bersih dan terbebas dari segala bentuk kenajisan dan kecemaran.  Bagaimana caranya?  Kita harus mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari.  Dengan pertolongan Roh Kudus saja kita beroleh kekuatan untuk meninggalkan perbuatan daging.

     Kekudusan dan kemurnian hidup tidak akan pernah bisa dicapai jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, tanpa bergantung kepada anugerah dan kekuatan dari Tuhan.  Tanpa Roh Kudus kita tidak akan mampu!

"Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku."  Imamat 20:26



Wednesday, May 11, 2016

GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2016 

Baca:  Ulangan 11:8-32

"Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;"  Ulangan 11:19

Sering dijumpai orangtua memanjakan anak dengan materi yang berlimpah, karena mereka beranggapan bahwa dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan secara berlebih anak akan merasa bahagia dan nyaman.  Di satu sisi orangtua begitu sibuk dengan bisnis dan pekerjaan, sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk anak-anaknya.  Anak pun menjadi kecewa, marah dan frustasi karena merasa kurang diperhatikan, sehingga mereka berusaha mencari kesenangan dan perhatian di luar rumah;  akhirnya mereka terjebak dalam pergaulan yang salah.  Rasul Paulus memeringatkan,  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Di sisi lain ada orangtua yang bersikap terlalu lunak, diam saja dan enggan menegur meski tahu bahwa anak-anaknya telah melakukan kesalahan atau perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan, padahal  "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,"  (Amsal 6:23).

     Kehidupan keluarga imam Eli menjadi sebuah pelajaran berharga.  Imam Eli tidak secara konsisten menegur dan memeringatkan anak-anaknya  (Hofni dan Pinehas), walaupun jelas-jelas mereka telah berlaku dursila dan tidak mengindahkan Tuhan.  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24), sebab  "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan..."  (Amsal 29:15).  Akibatnya fatal  (baca  1 Samuel 2:27-36).

     Kasih dan teguran haruslah berjalan seimbang.  Mendidik dan mengajarkan firman Tuhan kepada anak harus dilakukan sejak dini.  Ini adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan generasi yang takut akan Tuhan.  Orangtua juga harus menjadikan rumahnya sebagai tempat pendidikan rohani dan mezbah doa, tempat bagi anggota keluarga bersekutu, berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, memraktekkan ajaran firman Tuhan.  Melalui keteladanan hidup orangtua, anak-anak akan mengikuti jejaknya.

Pendidikan rohani yang dimulai dari gereja inti  (keluarga)  anak membentuk anak-anak menjadi generasi-generasi masa depan yang menggenapkan rencana Tuhan.

Tuesday, May 10, 2016

GENERASI YANG TAKUT AKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2016 

Baca:  Ulangan 6:1-25

"haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."  Ulangan 6:7

Alkitab menyatakan bahwa kita ini diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk kemuliaan nama-Nya:  "semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!"  (Yesaya 43:7).

     Rasul Paulus menegaskan hal itu kepada jemaat di Efesus,  "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."  (Efesus 2:10).  Kehendak Tuhan untuk hidup bagi kemuliaan-Nya ini tidak hanya berlaku bagi satu generasi saja, tetapi dari generasi ke generasi;  sedangkan tanggung jawab mempersiapkan generasi ada di pundak orangtua.  Karena itulah Musa memperingatkan para orangtua untuk tidak lalai mendidik anak-anaknya, sebab jika lalai melakukan tanggung jawab ini akan berakibat sangat fatal bagi generasi mendatang.

     Ada tertulis:  "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka."  (Amsal 17:6).  Tuhan mengaruniakan anak-anak ke dalam sebuah keluarga untuk diperhatikan, dirawat, dibesarkan dan dididik.  Orangtua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya secara jasmani dan rohani.  Ada banyak orangtua yang hanya concern terhadap kebutuhan jasmani anak-anak, dan cenderung mengutamakan pengetahuan umum dan prestasi akademik saja, namun kurang memerhatikan kebutuhan rohaninya.  Kebutuhan rohani yang dimaksudkan adalah menanamkan prinsip-prinsip Alkitabiah, mengajarkan firman Tuhan, serta memberikan teladan hdiup bagaimana memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Dalam hal ini orangtua harus mampu menjalankan perannya sebagai pembimbing rohani bagi anak-anaknya.

     Musa memperingatkan para orangtua agar bersungguh-sungguh memersiapkan generasi yang kudus, takut akan Tuhan, dan generasi yang memiliki hati untuk melayani Tuhan, dengan cara mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya;  bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berulang-ulang, kapan pun dan di mana pun berada.  Artinya di setiap kesempatan, bersifat terus-menerus, dan konsisten.  (Bersambung)

Monday, May 9, 2016

FIRMAN TUHAN: Kunci Pertumbuhan Iman

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2016 

Baca:  Mazmur 119:97-104

"Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan."  Mazmur 119:99

Kekristenan itu lebih dari sekedar agama, melainkan sebuah hubungan dengan Tuhan;  dan yang menjadi dasar sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik.

     Tuhan berkomunikasi dengan kita dengan berbagai cara, terutama sekali melalui firman-Nya.  Sementara, kita berkomunikasi dan Tuhan melalui doa-doa kita.  Karena itu perlu sekali kita belajar mempertajam pendengaran kita akan suara Tuhan supaya komunikasi dua arah ini dapat berlangsung dengan baik.  Ketika kita tekun membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari kita bisa mengerti apa yang menjadi kemauan Tuhan, kehendak-Nya, isi hati-Nya dan jalan-jalan-Nya.  Firman Tuhan adalah standar tertinggi dan mutlak untuk setiap bidang kehidupan orang percaya, sebab firman-Nya  "...bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Seperti bayi yang mendambakan susu dan membutuhkannya untuk dapat bertumbuh, kita pun harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan supaya iman kita dapat bertumbuh, sebab  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Maka dari itu  "...jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan."  (1 Petrus 2:2-3).  Selain membawa kepada pertumbuhan iman firman Tuhan juga berfungsi sebagai pedang Roh.  Tuhan Yesus telah mempraktekkan bagaimana Ia menang atas pencobaan di padang gurun dengan memfungsikan firman sebagai pedang Roh.  Kita pun dapat menang atas pencobaan-pencobaan yang terjadi dengan cara yang sama, dengan memperkatakan firman dan mempraktekkannya.  "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada."  (Mazmur 33:9).

     Bila sampai hari ini kita masih menganggap bahwa Alkitab itu tidak lebih dari sebuah buku biasa karangan manusia, itu adalah kesalahan besar dan sangat fatal!

Tanpa mau menyediakan waktu untuk dengar-dengaran akan firman Tuhan setiap hari mustahil kerohanian seseorang mengalami pertumbuhan!

Sunday, May 8, 2016

FIRMAN TUHAN: Kunci Keberhasilan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2016 

Baca:  Yesaya 55:1-13

"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  Yesaya 55:11

Karena merupakan perkataan Tuhan sendiri maka setiap tulisan dalam Alkitab/Injil mengandung kuasa luar biasa.  Jangan sekali-kali meremehkan atau menganggap sepele firman Tuhan karena ada dampak luar biasa bagi orang yang senantiasa tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan, sebab firman yang diperkatakan dengan iman tidak akan pernah kembali dengan sia-sia.  Pemazmur menyatakan bahwa orang  "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).

     Ingin mengalami keberhasilan di segala aspek kehidupan ini?  Jangan sekalipun membiarkan hari-hari berlalu tanpa kita membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagaimana Tuhan sampaikan dan nasihatkan kepada Yosua:  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).

     Meski tahu bahwa Timotius sudah terlibat dalam pelayanan, bahkan sudah menggembalakan jemaat, Rasul Paulus tak pernah bosan-bosannya mengingatkan anak rohaninya ini agar ia tidak melupakan Alkitab dalam kehidupannya sehari-hari:  "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,..."  (1 Timotius 4:13), dan  "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus."  (2 Timotius 3:15).  Oleh karena itu, kita harus bertekun dalam membaca dan merenungkan firman Tuhan karena firman-Nya memberi hikmat, menuntun kita kepada keselamatan dan membawa kita kepada keberhasilan, sebab firman-Nya hidup dan berkuasa.

Merenungkan firman siang dan malam, serta memperkatakan firman, adalah kunci mengalami kehidupan yang berhasil dan beruntung.

Saturday, May 7, 2016

FIRMAN TUHAN: Kebutuhan Utama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2016 

Baca:  Mazmur 119:47-56

Banyak orang Kristen yang kurang menyadari pentingnya Alkitab dalam kehidupan mereka.  Itu terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan Alkitab dengan tidak semestinya.  Mereka memegang Alkitab dan membacanya hanya saat beribadah di gereja atau di persekutuan saja.  Di hari-hari lain Alkitab tetap berada di tempatnya, tersimpan rapi, tak tersentuh sama sekali.  Mengapa?  Karena mereka menganggap bahwa tulisan-tulisan yang terkandung di dalam Alkitab adalah tulisan biasa tanpa kuasa, sehingga mereka membacanya di kala perlu atau sempat saja.

     Alkitab atau Injil bukanlah buku yang berisikan cerita fiksi, dongeng, atau bisa kita samakan dengan buku-buku ilmiah karangan manusia pada umumnya, tapi  "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman."  (Roma 1:16-17).  Alkitab atau Injil adalah firman yang disampaikan oleh Allah atau perkataan Allah sendiri yang mengandung kuasa yang sangat dahsyat, yang  "...hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  (Ibrani 4:12).  Mari belajar dari Daud yang sangat menghormati, menghargai, dan mencintai firman Tuhan.  Ia berkata,  "...firman-Mu tidak akan kulupakan."  (Mazmur 119:16).  "...Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  Dengan kata lain ia menjadikan firman Tuhan sebagai kebutuhan utama dalam hidupnya.  Bagi Daud firman Tuhan adalah penerang di setiap langkah hidupnya.  "...Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105).

     Ayub juga sangat menghargai firman Tuhan lebih dari makanan jasmani apa pun.  "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya."  (Ayub 23:12).  Sudahkah firman Tuhan menjadi kebutuhan utama dalam hidup ini?

Ingatlah bahwa,  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  Matius 4:4

Friday, May 6, 2016

TUHAN YESUS NAIK KE SORGA: Jaminan Bagi Orang Percaya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2016 

Baca:  Kisah Para Rasul 1:6-11

"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."  Kisah 1:11b

Dengan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga ada jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Artinya sorga bukan sekedar impian, angan-angan atau pengharapan kosong, melainkan sesuatu yang pasti, karena Tuhan telah menyediakannya bagi kita;  sebab Ia mau di mana Ia berada di situ pula kita akan berada.  Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal kita secara permanen.  Rumah atau tempat tinggal kita yang sesungguhnya adalah sorga,  "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga,"  (Filipi 3:20).

     Keselamatan dan hidup kekal menjadi sebuah jaminan yang pasti, sebab Tuhan Yesus telah membuka jalan tersebut melalui pengorbanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan juga kenaikan-Nya ke sorga sebagai bukti kemenangan-Nya.  Tuhan Yesus berkata,  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 14:6).  Ada hal menarik dalam peristiwa ini, sebab Ia terangkat ke sorga dalam posisi sedang memberkati murid-muridNya, bukti bahwa Ia adalah Tuhan yang sangat peduli.  "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu."  (Yohanes 14:18).

     Tuhan Yesus naik ke sorga bukan berarti meninggalkan umat-Nya begitu saja, tetapi ada maksudnya:  "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu."  (Yohanes 16:7).  Dengan kepergian-Nya ke sorga maka Tuhan mengutus Roh Kudus turun ke dunia untuk menyertai, mendampingi, menolong dan tinggal di dalam diri setiap orang percaya.  Roh Kudus adalah parakletos, berperan sebagai penasihat, pendamping dan penghibur.  Dengan pertolongan Roh Kudus ini umat Tuhan benar-benar sedang dipersiapkan untuk menjadi mempelai-mempelai yang tidak bercacat cela saat Tuhan Yesus datang kembali kali yang ke-2 kelak.

Kenaikan Yesus ke sorga berarti  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  Kisah 4:12

Thursday, May 5, 2016

TUHAN YESUS NAIK KE SORGA: Jaminan Bagi Orang Percaya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2016 

Baca:  Lukas 24:50-53

"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga."  Lukas 24:51

Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita hidup di Indonesia, negara yang berazaskan Pancasila ini, yang telah menetapkan hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga sebagai hari libur nasional.  Ini menunjukkan bahwa bangsa kita mengakui secara nasional peristiwa kenaikan Yesus ke sorga.  Pernahkah Saudara menemukan jawaban mengapa kita merayakan peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga?  Ada banyak orang Kristen yang merayakan hari kenaikan Yesus ini tanpa pengertian yang benar.  Jika kita tidak mengerti sia-sialah ibadah perayaan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga yang kita lakukan.

     Peristiwa kenaikan Yesus Kristus ke sorga memiliki arti penting dalam iman kristiani, yaitu bukti bahwa Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa, yang bukan hanya mengasihi kita dengan rela mati di kayu salib, lalu bangkit dari kematian di hari yang ke-3, tetapi Dia juga naik ke sorga.  Tuhan Yesus naik ke sorga karena memang Dia berasal dari sorga,  "Aku dari atas;...Aku bukan dari dunia ini."  (Yohanes 8:23).  Selain itu Tuhan Yesus naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi umat-Nya seperti yang dikatakan-Nya,  "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada."  (Yohanes 14:2-3).  Rumah atau papan  (bahasa Jawa)  adalah kebutuhan primer manusia selain pangan  (makanan - bahasa Jawa)  dan sandang  (pakaian - bahasa Jawa).

     Bukan saja di dunia yang sementara ini kita membutuhkan tempat tinggal, namun setelah roh meninggalkan tubuh ini ia pun sangat membutuhkan tempat untuk tinggal.  Tempat tinggal untuk roh tidak dapat dibangun oleh tangan manusia, hanya tangan Tuhan yang dapat membangunnya.  Sekaya apa pun orang tidak akan dapat memperoleh rumah abadi ini selain disediakan oleh-Nya bagi orang percaya yang hidup berkenan kepada-Nya, sebab hanya Tuhanlah yang memilikinya.  (Bersambung)

Wednesday, May 4, 2016

MENGASIHI DUNIA: Kasih Menjadi Dingin

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2016 

Baca:  1 Yohanes 2:7-17

"Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu."  1 Yohanes 2:15

Banyak orang Kristen kurang memahami istilah  'dunia'  dalam kehidupan kekristenan.  Dalam kekristenan yang dimaksud dengan  'dunia'  bukanlah suatu wilayah, negara, bumi atau tempat di mana kita berpijak.  Kata  'dunia'  dalam iman Kristen adalah segala sesuatu yang membuat hati kita menjauh dari Tuhan, segala sesuatu yang membuat roh kita tidak lagi menyala-nyala dalam melayani Tuhan, segala sesuatu yang menyenangkan daging dan membuat kita enggan membayar harga.  Bila Saudara mempunyai persoalan yang membuat Saudara tidak lagi bergairah untuk berdoa, membaca Alkitab, beribadah, melayani Tuhan, itulah  'dunia'.  Jadi yang dimaksud  'dunia'  bukan semata-mata berbicara tentang dosa dan segala jenis kejahatan, seperti berzinah, membunuh, mencuri, merampok dan sebagainya, namun segala seuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin dan semua perkara yang membuat kehidupan rohani kita menjadi padam itulah  'dunia'.

     Semasa hidup di bumi Tuhan Yesus tidak pernah terbawa arus  'dunia', melainkan secara konsisten hidup menuruti kehendak Bapa yang di sorga.  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).  Meski dunia membenci-Nya, kasih-Nya kepada Bapa tidak pernah berubah, bahkan  "...dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Sebagai pengikut Kristus kita wajib mengikuti teladan hidup-Nya.  "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela."  (Wahyu 14:4b-5).

     Sekarang ini, banyak orang Kristen yang telah meninggalkan kasih mula-mula.  Kasihnya kepada Tuhan menjadi dingin karena mereka lebih memilih dunia, padahal  "...seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat."  (1 Yohanes 5:19).

"...keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."  1 Yohanes 2:16

Tuesday, May 3, 2016

MENJAMAH YESUS: Ada Kesembuhan Dan Pemulihan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2016 

Baca:  Markus 6:53-56

"Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh."  Markus 6:56b

Dalam bacaan di atas dicatat banyak orang sakit berusaha menjamah Yesus:  "Sebab Ia menyembuhkan banyak orang, sehingga semua penderita penyakit berdesak-desakan kepada-Nya hendak menjamah-Nya."  (Markus 3:10).  Bisa juga Yesus sendiri yang menjamah orang-orang sakit itu.  Salah seorang yang menjamah Yesus adalah perempuan yang sakit pendarahan 12 tahun.  Sentuhan dan kehadiran Yesuslah yang terutama, karena sentuhan-Nya berkuasa menyembuhkan dan memulihkan.  Pada zaman dahulu orang harus meminta ijin untuk bisa menjamah jubah-Nya.  "...memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja."  (Markus 6:56).

     Mengapa kita perlu mendekat dan menjamah Tuhan Yesus?  Karena di dalam Dia ada kuasa yang tak terbatas.  Tuhan berkata,  "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."  (Matius 28:18), dan  "...nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,"  (Filipi 2:9-10).  Terbukti ketika perempuan yang sakit pendarahan dan orang-orang yang menderita sakit itu menjamah jubah Yesus sesuatu yang dahsyat terjadi.  "...ada tenaga yang keluar dari diri-Nya,"  (Markus 5:30).  Dalam Injil Lukas disebutkan bahwa ketika perempuan itu menjamah jubah Yesus ada kuasa keluar dari diri-Nya  (baca  Lukas 8:46), maka  "Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya."  (Markus 5:29).  Tidak ada sakit-penyakit yang tidak dapat disembuhkan Yesus, karena Dia adalah Dokter di atas segala dokter, Tabib yang ajaib.  "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita."  (Matius 8:17).

     Perempuan itu bukan hanya disembuhkan, tetapi ia juga pulang membawa sukacita besar karena ia juga mendapatkan keselamatan.  "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"  (Markus 5:34).

Asalkan kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan percaya kepada-Nya, seberat apa pun masalah dan penderitaan yang kita alami pasti ada jalan keluarnya, karena Dia berkuasa menyembuhkan dan memulihkan.

Monday, May 2, 2016

MENDERITA LAHIR DAN BATIN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2016 

Baca:  Lukas 8:43-48

"Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya."  Lukas 8:44

Karena dianggap najis, perempuan yang mengalami pendarahan selama 12 tahun itu dijauhi oleh banyak orang.  Orang-orang pasti mencibir, menghindar dan memandang rendah dia.  Tak bisa dibayangkan hari-hari berat yang harus ia jalani oleh karena dikucilkan dan diasingkan oleh lingkungan.

     Andai orang lain berada di posisi ini kemungkinan besar tidak akan tahan dengan penderitaan seberat ini, bisa-bisa ia akan frustasi dan nekat mengakhiri hidupnya.  Menariknya dari kisah ini, meski mengalami penderitaan dan pergumulan berat selama bertahun-tahun, perempuan ini tidak putus asa dan hilang pengharapan.  Ia tetap bersemangat dan terus berusaha tanpa kenal lelah demi mendapatkan kesembuhan.  Penulis amsal menyatakan,  "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"  (Amsal 18:14).  Semangat adalah kunci untuk bertahan dalam penderitaan.  Hal ini terlihat dari usahanya yang tak kenal lelah mendatangi tabib demi tabib untuk berobat dengan tidak memperhitungkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan, bahkan harta bendanya sampai habis.  Baginya yang terpenting adalah bagaimana ia bisa sembuh.  Begitu melihat Yesus sedang melintasi daerahnya segeralah ia mendekati-Nya dan berusaha menjamah jumbai jubah Yesus, sekalipun hal itu sulit dilakukan karena fisiknya yang sangat lemah, belum lagi keberadaan orang-orang yang berdesak-desakan mengerumuni Yesus.  Perempuan itu tidak  'patah arang'  dan terus berusaha dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki untuk mendekati Yesus, karena ia sudah mendengar berita tentang Dia dan mujizat yang dikerjakan-Nya:  salah satunya adalah menyembuhkan sakit kusta, penyakit yang juga dianggap najis.

     Inilah yang membangkitkan iman perempuan itu:  "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh."  (Markus 5:28).  Iman yang disertai dengan tindakan nyata.  "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).

Perempuan itu percaya bahwa dengan menjamah jumbai jubah Yesus saja sudah cukup untuk menyembuhkan penyakitnya.

Sunday, May 1, 2016

MENDERITA LAHIR DAN BATIN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2016 

Baca:  Markus 5:25-34

"Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan."  Markus 5:25

Tak ada manusia di dunia ini yang mau hidup dalam masalah dan penderitaan yang berkepanjangan.  Di perhadapkan dengan masalah sedikit saja orang mudah sekali mengeluh, bersungut-sungut dan stres.  Mengalami penderitaan sebentar saja orang sudah menjerit dan meronta-ronta.  Kabar buruknya:  masalah atau penderitaan dapat menimpa semua orang tanpa terkecuali, tanpa mengenal status dan usia, dan datangnya tak pernah bisa diduga atau ditebak.  Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus siap menghadapinya.

     Ada seorang perempuan yang menderita selama 12 tahun karena sakit pendarahan.  Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya ia.  Bisa dikatakan segala aspek kehidupannya ikut menderita.  Mengalami pendarahan selama 12 tahun adalah sebuah penderitaan fisik yang luar biasa.  Normalnya seorang perempuan mengalami masa datang bulan  (menstruasi)  selama 3-4 hari.  Karena mengalami pendarahan selama bertahun-tahun keadaan fisik perempuan itu semakin memburuk.  Mungkin saja badannya sudah kurus kering, seperti tinggal tulang.  Selain itu ia juga mengalami penderitaan ekonomi karena uang dan harta bendanya kemungkinan sudah ludes untuk biaya berobat selama sakit.  Tertulis:  "Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya..."  (ayat 26).  Sudah berobat kemana-mana namun hasilnya nihil.  Dalam Injil Lukas 8:43 disebutkan bahwa sakit pendarahan yang dialami oleh perempuan itu  "...tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun." 

     Karena sakit pendarahan yang menahun ini perempuan tersebut juga mengalami penderitaan batin.  Bagi orang Yahudi, orang yang mengeluarkan lelehan darah dalam kurun waktu lama dan tidak semestinya adalah hal yang menajiskan.  "Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis."  (Imamat 15:25).

Sakit tak kunjung sembuh, perempuan ini mengalami penderitaan lahir dan batin!

Saturday, April 30, 2016

SUKACITA TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2016 

Baca:  Filipi 4:1-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Banyak orang berpendapat bahwa sumber sukacita dalam diri seseorang berasal dari materi dan situasi yang mendukung.  Tetapi jika kita mendasari sukacita pada kondisi dan situasi maka sukacita yang kita rasakan tidak akan bertahan lama, alias hanya sementara.

     Berbeda sekali jika kita menjadikan Tuhan sebagai sumber sukacita, di mana sukacita yang kita rasakan akan bersifat permanen karena sukacita dari Tuhan adalah sukacita di segala situasi, tidak dipengaruhi keadaan, tapi dikerjakan oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.  Sukacita inilah yang dirasakan nabi Habakuk:  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  (Habakuk 3:17-18).  Bila melihat fakta atau situasi yang terjadi habakuk punya alasan bersedih, meratap dan putus asa, tapi ia tetap mampu bersukacita  "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"  (Nehemia 8:11b).

     Kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah bersukacita senantiasa.  Bukan saja dalam waktu enak dan senang saja, tetapi juga dalam waktu yang sulit dan susah sekalipun.  Berada dalam penjara dengan kaki terpasung bukan alasan bagi Paulus dan Silas untuk tidak bersukacita, bahkan di tengah malam keduanya menyanyikan pujian bagi Tuhan  (baca  Kisah 16:25).  Bagi orang percaya tidaklah sulit bersukacita di tengah masalah dan penderitaan karena Roh Kudus ada di dalam diri kita.  Sukacita dari Tuhan itulah kekuatan kita.  Jika Saudara mengalami masalah berat jangan tawar hati.  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Bagaimana agar dapat bersukacita di segala situasi?  Milikilah persekutuan karib dengan Tuhan senantiasa,  "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17).

Ketika kita mampu bersukacita di segala situasi, kita akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain.

Friday, April 29, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mati Bagi Umat Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2016 

Baca:  Filipi 2:1-11

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  Filipi 2:5

Rasul Yohanes tak pernah lelah mengingatkan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Artinya kita orang Kristen atau pengikut Kristus adalah wajib hidup dengan meneladani Kristus.

     Satu teladan yang telah Kristus tunjukkan adalah kerelaan-Nya berkorban bagi umat manusia.  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Kristus rela mati untuk semua orang.  Ini adalah kejadian yang bukan hanya langka, tapi hanya Dia yang bisa melakukannya, yaitu mati untuk seluruh umat manusia di muka bumi.  Pada saat Kristus mau mati Ia tidak menunggu kita dan bertanya apakah kita mau bertobat dan diselamatkan, tapi Yesus langsung melakukannya karena kasih.  "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Saat berada di taman Getsemani, ketika waktu kematian-Nya sudah sangat dekat, dari sisi manusia Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa hingga menyebabkan  "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."  (Lukas 22:44b), namun Ia tidak memaksakan kehendak-Nya untuk melalukan cawan murka itu melainkan tetap taat kepada kehendak Bapa.  Ketika Yesus berada di kayu salib  "Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: 'Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!' Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan mereka berkata: 'Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.' Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga."  (Markus 15:29-32).

     Meski diolok-olok, dihujat dan direndahkan Yesus tidak pernah menyerah di tengah jalan, lalu turun dari salib.  Tidak!  Yesus tetap bertahan di atas salib itu walaupun sesungguhnya Dia itu Mahakuasa, tapi tidak memakai kuasa-Nya itu.

Yesus rela mati untuk menggenapi rencana Bapa demi keselamatan umat manusia!

Thursday, April 28, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mengasihi Musuh (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2016 

Baca:  Lukas 6:27-36

"Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu."  Lukas 6:27-28

Secara nalar, apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yaitu mengasihi musuh, mendoakan mereka dan berbuat baik kepada orang yang membenci adalah sungguh tidak masuk akal.  Tetapi karena ini perintah Tuhan, mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai pengikut-Nya kita harus taat melakukan apa yang diperintahkan.

     Hal senada juga disampaikan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Roma yaitu agar mereka hidup dalam kasih, dan  "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!"  (Roma 12:18).  Kata perdamaian yang dimaksudkan dalam hal ini bukan menunjuk kepada situasi yang tenang, aman, tidak ada konflik atau perang, tetapi mengacu kepada suasana hati yang harus diupayakan untuk tetap menjadi tenteram dan damai, sekalipun berada di antara musuh atau orang-orang yang berlaku jahat dan membenci kita sekalipun.  Mampukah kita?  Ketahuilah, bila Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi musuh dan selalu hidup dalam perdamaian, pastilah Tuhan mengetahui bahwa kita sanggup melaksanakan perintah-Nya.  Kasih berasal dari Tuhan yang adalah kasih, maka kekuatan dan kemampuan untuk mengasihi pun datang dari-Nya, bagian kita adalah mengobarkan dan mengalirkan kasih Tuhan itu kepada orang lain, termasuk kepada musuh sekali pun.  Masalahnya bukan mampu atau tidak tidak, tetapi mau atau tidak kita mengasihi musuh dan hidup dalam perdamaian dengan semua orang.

     Yusuf, walaupun memiliki kesempatan untuk membalas kejahatan dari saudara-saudaranya, tetapi ia memilih untuk mengasihi, mengampuni dan membalasnya dengan kebaikan.  Daud, meskipun beroleh kesempatan untuk membalaskan dendamnya kepada Saul yang jahat, yang selalu berusaha untuk menyingkirkan dan membunuhnya, tapi ia memilih untuk tidak melakukan tindakan balas dendam, bukan karena takut kepada Saul, tetapi ia lebih takut terhadap Tuhan.  Bahkan Daud bisa berkata,  "...aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN."  (1 Samuel 26:23).

Kekristenan seseorang akan teruji kualitasnya ketika ia mampu mengasihi dan mengampuni musuh seperti Tuhan Yesus!

Wednesday, April 27, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mengasihi Musuh (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2016 

Baca:  1 Petrus 2:18-25

"Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."  1 Petrus 2:23

Hidup orang percaya adalah suatu proses pembelajaran untuk menjadi serupa dengan Kristus.  Salah satu sikap Tuhan Yesus yang harus diteladani oleh pengikut-Nya adalah sikap-Nya dalam memperlakukan musuh atau orang yang berbuat jahat kepada-Nya.  Kejahatan dan orang-orang yang berbuat jahat akan selalu ada di tengah-tengah dunia ini, karena dunia sedang dikuasai oleh Iblis yang adalah biang dan pemrakarsa kejahatan.  Di hari-hari mendekati kedatangan Tuhan kali yang kedua Alkitab menyatakan bahwa kejahatan semakin meningkat di mana-mana.  "...banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci....makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."  (Matius 24:10, 12).

     Pola hidup dunia mengajarkan jika kita disakiti oleh orang lain kita harus membalasnya dengan menyakiti;  jika orang lain berbuat jahat kepada kita, kita harus membalasnya dengan kejahatan, dan pembalasan lebih kejam dari perbuatan;  jika kita dimusuhi oleh orang lain kita harus menjadikan mereka sebagai musuh.  Menurut kamus, musuh berarti lawan tanding, berseberangan posisi atau oposisi.  Sampai kapan pun selagi hidup di dunia ini setiap kita pasti berhadapan dengan orang-orang yang akan menjadi oposisi.  Terlebih keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia ini seringkali dibenci, dimusuhi, dijahati dan diperlakukan tidak adil.

     Jangan pernah bertanya mengapa dunia selalu memusuhi dan membenci para pengikut Kristus!  Hal yang perlu kita pertanyakan adalah bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang-orang itu.  Apa yang diajarkan oleh dunia ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.  Dia justru mengajarkan kita untuk mengasihi musuh dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.  Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak sekedar berteori, tetapi Ia adalah suri tauladan dalam prinsip ini.  Ketika di caci maki, didera, diolok dan disiksa, Tuhan Yesus justru berdoa dan mengampuni musuh-musuh-Nya walaupun Ia mempunyai kuasa dan hak untuk melakukan pembalasan!  Karena itu setiap orang percaya wajib meneladani Dia.  (Bersambung)

Tuesday, April 26, 2016

JANGAN PERNAH MENDUAKAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2016 

Baca:  Mazmur 135:1-21

"Sesungguhnya aku tahu, bahwa TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah."  Mazmur 135:5

Berhala-berhala itu tidak selalu identik dengan patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan nenek moyang, pohon tua dan sebagainya, tetapi sesuatu yang kita cintai lebih daripada Tuhan adalah berhala.  Kadangkala kita bisa memberhalakan mobil, uang dan semua kekayaan yang kita miliki.  Kita mencintai hal-hal itu lebih dari Tuhan.  "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).

     Ketika diperintahkan Tuhan untuk menjual seluruh hartanya dan memberikannya kepada orang miskin, lalu mengikut Tuhan, seorang muda yang kaya lebih memilih untuk pergi meninggalkan Tuhan.  "Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."  (Matius 19:22).  Hal itu membuktikan bahwa orang muda itu lebih mencintai harta daripada Tuhan;  harta sudah menjadi berhala dalam hidupnya.  Alkitab menegaskan,  "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut."  (Amsal 11:4).

     Berhala berarti pula sesuatu yang kepadanya kita berikan waktu lebih daripada hal-hal rohani.  Banyak orang Kristen yang hari-harinya disibukkan oleh pekerjaan, bisnis atau hobi sampai-sampai melupakan dan meninggalkan jam-jam ibadah.  Yang ada di pikiran mereka hanyalah bagaimana cara mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.  Perhatikan!  "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10).  Tidak salah kita melakukan pekerjaan, bisnis dan semua hal yang menjadi aktivitas keseharian kita, atau mengisi waktu untuk menyalurkan hobi dan kesenangan, tapi kita harus ingat bahwa perkara-perkara rohani harus tetap menjadi prioritas utama.  Jangan sampai kita memberikan waktu lebih untuk segala hal yang duniawi, dibanding hal-hal yang rohani.  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Prioritaskan Tuhan dan perkara-perkara rohani lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.

Sebagai umat tebusan-Nya kita harus menghambakan diri hanya kepada Tuhan, dan berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan saja, bukan yang lain.

Monday, April 25, 2016

JANGAN PERNAH MENDUAKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2016 

Baca:  Mazmur 31:1-9

"Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN."  Mazmur 31:7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berhala memiliki arti:  patung dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja.  Setiap mendengar istilah  'berhala'  pikiran kita pasti tertuju kepada patung-patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan kuno, pohon tua yang usianya ratusan tahun, di mana ada banyak orang datang untuk menyembah.  Akhirnya kita pun menganggap bahwa berhala selalu berhubungan dengan kuasa-kuasa kegelapan.  Itu tidak salah!  Pemazmur juga menulis:  "Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya."  (Mazmur 115:4-7).  Tuhan tidak menghendaki kita menyembah ilah lain selain Dia, sebab berhala adalah kebencian di mata Tuhan!

     Hukum pertama dan kedua dari 10 hukum Allah mengatakan:  "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi."  (Keluaran 20:3-4)  Dengan tegas dikatakan bahwa orang percaya tidak boleh menyembah berhala!  Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang cemburu, kita tidak bisa menduakan Dia.  Jangan menyebut Yesus Kristus Tuhan jika kita masih mencari pertolongan kepada dukun, datang ke peramal, percaya kepada feng shui, tarot atau ramalan-ramalan bintang, semua itu berhala-berhala yang dibenci Tuhan.

     Namun ada pula berhala-berhala  'modern'  yang seringkali tidak kita sadari telah menggusur posisi Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini.  Pekerjaan, bisnis, hobi popularitas, rumah, mobil, uang dan semua yang kita miliki bisa saja menjadi berhala dalam kehidupan kita, bahkan surat kabar  (koran)  dan gadget kita!

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Sunday, April 24, 2016

HENOKH: Karib Dengan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2016 

Baca:  Yudas 1:3-16

"Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: 'Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan...'"  Yudas 1:14-15

Melalui kelahiran Metusalah Tuhan memperingatkan Henokh tentang adanya peristiwa besar yang akan membinasakan seluruh bumi.  Ketika menerima nubuatan dari Tuhan tentang rencana-Nya untuk menghukum dunia Henokh meresponsnya dengan hati yang takut akan Tuhan, sehingga ia pun membuat keputusan hidup yang benar dan bergaul karib dengan Tuhan.  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Berbagai hal Tuhan singkapkan kepada orang yang mau bergaul karib dengan-Nya sehingga kehendak-Nya, rencana-Nya, perjanjian-Nya diberitahukan kepada orang itu.

     Nubuatan ini tergenapi melalui cucu Metusalah atau cicit Henokh yaitu Nuh, di mana Tuhan mendatangkan air bah yang menenggelamkan seluruh bumi.  "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN: 'Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.'"  (Kejadian 6:5-7).

     Hidup bergaul karib dengan Tuhan berarti hidup menyenangkan hati Tuhan, hidup seturut kehendak Tuhan, hidup seirama dengan hati Tuhan, hidup seperti yang Tuhan mau.  Hidup bergaul karib dengan Tuhan berarti berjalan dengan Tuhan setiap hari.  Selama kita masih menuruti keinginan daging dan hidup menurut kehendak sendiri kita belum berjalan bersama Tuhan.  "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?"  (Amos 3:3).  Bila ingin mencapai taraf menyenangkan hati Tuhan tidak ada jalan lain selain kita berkomitmen untuk bersekutu dan bergaul karib dengan Dia secara terus-menerus dan konsisten.

Iman dan penundukan diri adalah langkah untuk bergaul karib dengan Tuhan!

Saturday, April 23, 2016

HENOKH: Karib Dengan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2016 

Baca:  Kejadian 5:1-32

"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah."  Kejadian 5:24

Jika kita baca secara teliti Kejadian pasal 5 ini yang perikopnya tentang keturunan Adam, ada suatu pola hidup manusia yang terjadi berulang-ulang yaitu manusia lahir, beranak cucu, kemudian mati.  Dari garis keturunan Adam semuanya selalu diakhiri dengan satu kata yang sama yaitu kematian.  Namun hal ini tidak terjadi pada diri Henokh, yang adalah keturunan ke-7 dari Adam:  ia tidak mengalami kematian, tetapi mengalami rapture, diangkat hidup-hidup oleh Tuhan.  Ia pun menjadi manusia pertama yang tidak pernah mati,  "...sebab ia telah diangkat oleh Allah."  (Kejadian 5:24).

     Henokh mempunyai banyak anak laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah Metusalah.  Artinya kehidupan Henokh tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya yaitu mempunyai keluarga dan juga kesibukan.  Meski demikian ada karakter yang mencolok dari diri Henokh, yang tidak dimiliki oleh banyak orang, yang membuatnya begitu istimewa dan spesial yaitu kekaribannya dengan Tuhan.  Ketika orang-orang sejamannya memilih hidup menjauh dari Tuhan, memuaskan hawa nafsu dan mengesampingkan perkara-perkara rohani, Henokh justru membuat pilihan hidup yang berbeda yaitu hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan, bukti bahwa ia tidak terbawa oleh arus dunia dan berani tampil beda.  Bahkan Alkitab menulis 2 kali untuk menyatakan bahwa Henokh hidup bergaul dengan Tuhan  (baca  Kejadian 5:22, 24).  Henokh bergaul karib dengan Tuhan bukan dalam waktu yang singkat atau sesaat, melainkan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu selama 300 tahun, yang berakhir dengan pengangkatan  (usia 365).

     Nama Henokh memiliki arti dedicated  (dipersembahkan).  Sesuai dengan namanya, Henokh mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan sehingga ia pun termasuk salah satu di antara saksi-saksi iman yang mampu memelihara imannya sampai akhir.  Henokh membuat keputusan bergaul karib dengan Tuhan setelah anaknya yang bernama Metusalah lahir ketika ia berumur 65 tahun.  Sedangkan nama Metusalah memiliki pengertian bahwa Tuhan hendak mendatangkan penghukuman bagi dunia oleh karena kejahatan manusia.  Peringatan Tuhan inilah yang menjadi titik balik dalam kehidupan Henokh!  (Bersambung)

Friday, April 22, 2016

HIDUP TIDAK BERCELA: Berpegang Pada Peringatan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2016 

Baca:  Mazmur 119:97-112

"Peringatan-peringatan-Mu adalah milik pusakaku untuk selama-lamanya, sebab semuanya itu kegirangan hatiku."  Mazmur 119:111

Setiap orang percaya harus berjuang memiliki kehidupan yang memenuhi standar Tuhan yaitu hidup tak bercela.  Mengapa?  Karena selama kita masih hidup dalam dosa, noda dan cela, dan terus berkutat dalam perbuatan-perbuatan gelap, Iblis akan terus mendakwa kita siang dan malam  (baca  Wahyu 12:10), dan menjadikan kita sebagai mainannya.

     Hidup tidak bercela adalah juga hidup yang berpegang pada peringatan-peringatan Tuhan.  Namun bukan berarti selama hidup orang tidak pernah gagal atau jatuh, tetapi ia terus mau berproses untuk hidup seturut dengan firman Tuhan.  Kalaupun gagal ia akan cepat bangkit lagi, dan kemudian menjadikan kegagalan tersebut sebagai pengalaman berharga dan guru yang terbaik.  Jangan sekali-kali kita ngambek, marah atau tersinggung ketika menerima firman Tuhan yang keras,  "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:13-14).  Bagaimana kita bisa memiliki kepekaan rohani jika kita tidak mau dilatih, dibersihkan dan dimurnikan oleh firman Tuhan setiap hari?  "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?"  (Yeremia 23:29).  Ini adalah langkah menuju kehidupan tak bercela, sebab  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Jadi, semakin kita berpegang kepada peringatan-peringatan Tuhan semakin kita memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan dan kehendak-Nya, dan semakin kita disadarkan akan janji-janji-Nya yang besar bagi orang-orang yang hidup tidak bercela.  Ini akan mendorong kita untuk bersungguh-sungguh lagi menjaga kualitas hidup kita.  "...aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan menjaga diri terhadap kesalahan."  (Mazmur 18:24).

"Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela."  Mazmur 84:12.  Inilah janji Tuhan.

Thursday, April 21, 2016

HIDUP TIDAK BERCELA: Mau Dikoreksi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2016 

Baca:  Mazmur 119:1-8

"Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN."  Mazmur 119:1

Hidup dalam kesalehan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya.  Hidup dalam kesalehan bisa disebut pula hidup yang tidak bercela.  Inilah salah satu tanggung jawab orang Kristen yang dianggap paling berat, bahkan sebagian besar orang menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil untuk dijalani, karena mereka berpikir bahwa hidup yang tak bercela berarti hidup yang tidak pernah membuat satu pun kesalahan.  Adakah orang yang tidak pernah membuat kesalahan dalam hidupnya?  Hidup tidak bercela bukan berarti tidak pernah membuat kesalahan, tetapi hidup yang senantiasa mau dikoreksi oleh Tuhan.

     Daud, seorang raja besar Israel dan juga penulis sebagian besar kitab Mazmur, bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan.  Salah satu kesalahan fatal yang pernah diperbuatnya adalah melakukan perzinahan dan Batsyeba  (baca  2 Samuel 11:1-27).  Namun setelah ditegur dan diperingatkan oleh nabi Natan Daud pun segera menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat.  Inilah pengakuan Daud,  "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu...Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!"  (Mazmur 51:5, 6, 12, 13).

     Daud merelakan diri untuk dikoreksi dan dibersihkan oleh Tuhan seperti ranting yang harus mengalami proses pemangkasan supaya dapat berbuah lebat.  Berbeda sekali dengan Saul, sekalipun melakukan banyak kesalahan tidak pernah mau mengakui kesalahannya dan bertobat, tetapi selalu mencari-cari alasan atau dalih.  Itulah sebabnya  "Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

Kerelaan untuk dikoreksi dan dibersihkan adalah awal menuju hidup yang tak bercela!

Wednesday, April 20, 2016

BERUSAHA HIDUP SALEH (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2016 

Baca:  Mazmur 37:18-20

"TUHAN mengetahui hari-hari orang yang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya;"  Mazmur 37:18

Untuk memiliki kehidupan saleh ada hal yang harus kita kembangkan.  Kita harus meng-upgrade diri setiap hari, sebab hidup saleh tidak terbentuk otomatis;  setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pun kita tidak langsung menjadi orang saleh.

     Kesalehan terbentuk melalui suatu proses day by day.  Kita harus mau dibentuk dan diproses, seperti tanah liat di tangan tukang periuk.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Apa saja yang harus kita kembangkan?  Rasul Petrus mengatakan,  "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang."  (2 Petrus 1:5-7).

     Namun semua faktor yang menunjang kehidupan saleh tersebut tidak akan bertumbuh jika kita sendiri tidak mau terlibat secara aktif mengembangkannya.  Ingat!  Hidup dalam kesalehan adalah hal yang sangat serius di hadapan Tuhan, karena itu kita pun harus merespons dengan tindakan yang serius pula.  Tidak ada istilah main-main!  Ayub, meskipun mengalami penderitaan yang teramat berat:  harta bendanya ludes dan semua anaknya mati, ia tetap berjuang untuk menjaga kesalehan hidupnya.  Bahkan isterinya sampai berkata,  "'Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!' Tetapi jawab Ayub kepadanya: 'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya."  (Ayub 2:9-10).  Ketika sedang dihadapkan pada masalah, kesesakan, kesukaran dan penderitaan, saat itulah kesalehan seseorang sedang diuji.

Terhadap orang yang tetap kokoh dalam kesalehannya di segala situasi Tuhan pasti akan menyatakan pembelaan-Nya!

Tuesday, April 19, 2016

BERUSAHA HIDUP SALEH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2016 

Baca:  2 Petrus 1:3-5

"Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib."  2 Petrus 1:3

Kebanyakan orang beranggapan bahwa hidup saleh di masa sekarang ini ibarat menegakkan benang basah, sesuatu yang mustahil dilakukan.  Mengapa demikian?  Karena dunia sudah begitu rusak dan penuh kejahatan di segala bidang kehidupan.

     Apa itu hidup saleh?  Kata saleh memiliki pengertian:  taat, sungguh-sungguh menjalankan ibadah, suci dan beriman.  Bagi orang-orang dunia menjalani hidup saleh mungkin hal yang mustahil, tetapi bagi orang percaya adalah sangat mungkin, karena Tuhan telah memberikan Roh kudus-Nya kepada kita dan menganugerahkan segala sesuatu yang berguna untuk hidup saleh  (ayat nas).  Alkitab menyatakan bahwa Roh Kudus, disebut pula Roh Kebenaran,  "...akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13).  Oleh karena itu rasul Paulus menasihati,  "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.  Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki."  (Galatia 5:16-17).  Asal kita mau dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari maka hidup saleh bukan sekedar impian, tapi bisa terwujud.  Hidup saleh adalah sebuah perintah, bukan sekedar saran atau himbauan, karena itu kita harus berusaha dan berjuang sedemikian rupa.  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16).

     Jadi hidup saleh adalah kehidupan yang mencerminkan karakter Kristus secara nyata.  Terhadap orang-orang yang hidup dalam kesalehan Tuhan menganugerahkan janji-janji yang berharga dan besar.  Sungguh, Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat baik dan teramat baik, sebab ia bukan hanya memberikan perintah untuk hidup dalam kesalehan, namun Ia juga tahu persis sampai di mana batas kekuatan kita, karena itu Roh Kudus-Nya diutus untuk menyertai, menolong dan menuntun kita kepada segala kebenaran.  (Bersambung)

Monday, April 18, 2016

TUHAN TETAP SANG PENYEMBUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2016 

Baca:  Mazmur 30:1-13

"TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku."  Mazmur 30:3

Setiap orang pasti memiliki banyak pergumulan dalam hidupnya, dan pergumulan tiap-tiap orang pasti berbeda.  Salah satu pergumulan yang kita hadapi dalam hidup ini adalah berkenaan dengan sakit-penyakit.  Ada banyak orang yang mungkin merasa lelah dan putus asa karena harus bergumul dengan sakit-penyakitnya yang tak kunjung sembuh.  Ketika menghadapi pergumulan seperti itu pemazmur berteriak minta tolong, dan  "...Engkau telah menyembuhkan aku."  (ayat nas).

     Perhatikan apa yang Tuhan janjikan kepada umat Israel ketika membawa mereka keluar dari Mesir:  "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau."  (Keluaran 15:26).  Artinya, sejak dari semula sifat Tuhan adalah menyembuhkan dan selalu merancangkan hal yang baik.  Terbukti selama menempuh perjalanan 40 tahun di padang gurun kaki mereka tidak menjadi bengkak  (baca  Ulangan 8:4), alias sehat.  Dengan kata lain Tuhan bukan hanya menyembuhkan, Ia juga memberikan jaminan kesehatan untuk tubuh mereka asalkan taat.

     Semasa pelayanan-Nya di bumi Yesus juga melakukan pelayanan kesembuhan, Ia  "...menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan;"  (Matius 1:34).  Tak diragukan lagi bahwa Ia berkuasa menyembuhkan siapa pun sesuai dengan kehendak-Nya.  Tidak satu penyakit pun yang tidak dapat disembuhkan oleh Tuhan.  Mungkin ada yang bertanya mengapa Tuhan belum menjawab doanya dan menyembuhkan sakitnya.  Menyembuhkan sakit kita atau tidak, bukan berarti Tuhan tidak punya kuasa, atau Dia ingkar janji.  Dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya Tuhan tetaplah Sang Penyembuh, Jehovah Rapha.  Selalu ada maksud dan rencana-Nya di balik masalah kita.

Kesembuhan hanya diberikan berdasarkan waktu dan kehendak Tuhan, tetaplah mengucap syukur dan jangan berubah sikap!

Sunday, April 17, 2016

KEUTUHAN DALAM KELUARGA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2016 

Baca:  Titus 3:1-8

"pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,"  Titus 3:5

Keutuhan keluarga akan semakin terancam apabila masing-masing anggota keluarga tidak mampu menguasai diri atau mengendalikan emosinya.  "Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang."  (Titus 3:2).

     Sering dijumpai ada suami-suami yang mudah sekali naik pitam dan terpancing emosinya, bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan secara fisik:  memukul anak dan isteri.  Ada pula isteri-isteri yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, begitu cerewet, suka sekali marah dan kurang menghormati suami dengan melontarkan kata-kata kasar.  Perilaku isteri yang demikian akan semakin membuat suami tidak betah di rumah.  Ada tertulis:  "Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar."  (Amsal 21:9).  Penting sekali kita menggunakan lidah kita dengan benar.  "...alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!"  (Amsal 21:9).  Inilah yang akan menciptakan sebuah kerukunan dalam rumah tangga!  Pemazmur menyatakan,  "...apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! ...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:1-3).

     Rasul Paulus berkata,  "Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci."  (Titus 3:3), namun kini keberadaan kita di dalam Kristus  "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi pribadi yang berubah, yaitu meninggalkan semua tabiat lama atau kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan tidak lagi hidup seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan;  setiap anggota keluarga juga harus punya tekad untuk saling melayani satu sama lain dan melakukan pekerjaan yang baik.

Keluarga akan terjaga keutuhannya dan semakin diberkati Tuhan bila masing-masing anggota keluarga menjalankan hidupnya sebagai manusia baru.

Saturday, April 16, 2016

KEUTUHAN DALAM KELUARGA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2016 

Baca: Titus 3:1-8

"Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."  Titus 3:1

Saat ini banyak sekali terjadi goncangan dalam kehidupan rumah tangga atau keluarga.  Keluarga menjadi sasaran atau bidikan Iblis.  Bila keluarga terpecah-belah dan hancur akan berdampak kepada gereja, sebab keluarga adalah gereja inti.

     Ada banyak masalah yang bermunculan dalam keluarga sehingga menimbulkan keretakan dan percekcokan di antara anggota keluarga.  Kita sering membaca berita di surat kabar atau melihat dan mendengar berita di layar kaca, banyak sekali keluarga yang awalnya begitu harmonis berubah menjadi porak-poranda dan berujung perceraian.  Kita tahu perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan.  "Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel..."  (Maleakhi 2:16), karena  "...apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."  (Matius 19:6).  Menurut hasil survei statistik, Amerika Serikat adalah satu dari sepuluh negara dengan angka perceraian tertinggi di dunia, di mana sebagian besar keluarga di Amerika Serikat adalah keluarga-keluarga Kristen.  Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perceraian dalam sebuah keluarga, di antaranya:  ketidakharmonisan, kehadiran orang ke-3 dikarenakan suami atau isteri yang selingkuh, KDRT dan juga faktor ekonomi.

     Melalui suratnya yang ditujukan kepada Titus, rasul Paulus memberikan nasihat bagaimana supaya kehidupan keluarga tetap kokoh dan senantiasa berada dalam pemeliharaan Tuhan.  Hal utama yang harus ada dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga adalah penundukan diri  (ayat nas).  Percekcokan seringkali terjadi dalam kehidupan keluarga ketika masing-masing tidak mau menundukkan diri kepada otoritas yang seharusnya.  Mereka bersikeras mempertahankan ego masing-masing dan tidak mau mengalah.  Seorang anak tidak mau tunduk kepada orangtuanya, seorang isteri tidak mau tunduk kepada suami yang adalah kepala keluarga, ia adalah  "...kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat."  (Efesus 5:23).  Begitu juga suami tidak mau menundukkan diri kepada Kristus.  Sikap mau menang sendiri akan hilang dengan sendirinya apabila tiap-tiap anggota keluarga  (anak, isteri, suami)  memiliki penundukan diri.
(Bersambung)