Sunday, July 27, 2014

JANGAN MEMBALAS DENDAM

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2014

Baca:  Roma 12:14-21

"Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!"  Roma 12:14

Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain di tengah-tengah hiruk pikuk dunia ini.  Kita pasti membutuhkan orang lain untuk saling bekerjasama dalam segala hal.  Namun dalam membangun hubungan dengan orang lain acapkali kita dihadapkan pada banyak kendala atau masalah.  Mengapa demikian?  Karena setiap orang memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain sehingga otomatis masing-masing punya kehendak, keinginan, ide dan pendapat yang berbeda pula.  Akibatnya perselisihan, ketegangan, kebencian, marah, selisih paham, kesal, jengkel, sakit hati seringkali timbul dan hal itu berujung kepada permusuhan.  Banyak sekali kasus kejahatan terjadi karena dipicu permusuhan antarindividu, dan biasanya orang yang bermusuhan akan mencari cara untuk membalaskan dendamnya.

     Bagaimana sikap orang Kristen dalam menghadapi situasi yang demikian?  Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang telah berbuat salah, menyakiti, melukai dan memusuhi kita?  Haruskah kita menganggap mereka sebagai musuh bebuyutan yang sewaktu-waktu harus kita beri pelajaran dengan memperlakukannya dengan tidak baik?  Prinsip yang dilakukan oleh orang-orang dunia terhadap musuh adalah memperlakukan musuh sebagaimana ia sudah diperlakukan, artinya ia akan berusaha membalas setimpal dengan perbuatan mereka, bahkan akan berlaku pembalasan lebih kejam daripada perbuatan.  Jadi cara yang salah dalam memperlakukan orang lain yang kita anggap sebagai musuh adalah membalas dendam.  Sebagai orang percaya kita tidak diperbolehkan berlaku demikian.  Sikap atau pikiran untuk membalas dendam kepada orang lain sedikit pun tidak boleh berada di benak dan di dalam praktek hidup kita.

     Mengapa tidak boleh membalas dendam?  Ada tertulis:  "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;"  (Roma 12:17).  Tuhan melarang kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan.  Ini adalah perintah Tuhan yang harus kita taati.  Jika ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita, lalu kita pun secepat kilat merancang kejahatan dan berusaha balas dendam, kita telah melanggar firman Tuhan!

Tuhan melarang kita untuk melakukan balas dendam!

Saturday, July 26, 2014

HATI YANG PATAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2014

Baca:  Mazmur 34:1-23

"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."  Mazmur 34:19

Penulis seringkali mendapat  'curhat'  dari anak-anak muda Kristen yang sedang mengalami masalah.  Umumnya masalah yang mereka hadapi sama yaitu perihal putus cinta, diduakan cintanya atau diselingkuhi pacar, ditolak pacar, status hubungan yang tidak jelas dan sebagainya.  Kebanyakan dari mereka patah hati, sakit hati, terluka, kecewa, sedih berlarut-larut, mengurung diri di kamar berhari-hari, sulit melupakan pacar karena sudah terlanjur sayang.  Ini membawa dampak yang sangat buruk:  tidak konsentrasi belajar, nilai-nilai di sekolah terjun bebas, kuliah berantakan dan aktivitas-aktivitas lain pun menjadi terganggu termasuk dalam hal kerohanian.  Rata-rata dari mereka berkata,  "Hidupku tidak ada artinya lagi.  Tuhan tidak sayang padaku."  Galau meliputi hati mereka!

     Banyak para pemuda yang menempuh berbagai cara untuk melupakan rasa sakit hatinya.  Sayang, sedikit dari mereka yang menempuh jalan yang benar, kebanyakan justru melakukan tindakan-tindakan yang negatif.  Ada yang menumpahkan segala kekesalan hati melalui twitter/facebook dengan kata-kata yang kasar dan kurang pantas.  Bahkan banyak pula yang malah lari kepada rokok, mabuk-mabukan,  'dugem', bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat-obat terlarang.

     Haruskah anak-anak muda Kristen mengikuti cara-cara yang salah seperti yang ditempuh oleh anak-anak dunia dalam mengatasi luka-luka hatinya?  Masalah yang ada tidak seharusnya membuat kita give up dan kian terpuruk.  Seburuk apa pun situasinya, kita harus tetap move on!  Bagaimana caranya?  Mendekatkanlah kepada Tuhan melalui doa dan sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya.  Ayat nas menyatakan bahwa Tuhan itu sangat dekat dengan orang-orang yang patah hati.  Artinya Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian melewati pergumulan yang berat itu;  Dia mengerti dan mempedulikan kita.  Oleh karena itu jangan terfokus pada masalah yang ada, tapi arahkan mata kepada Tuhan.

"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya."  Nahum 1:7

Friday, July 25, 2014

MASALAH BERAT: Pasti Ada Hikmahnya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2014

Baca:  Roma 5:1-11

"...bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."  Roma 5:3-4

Setiap masalah yang terjadi pasti ada sisi positifnya.  Tidak ada masalah yang terlalu besar yang tidak dapat terselesaikan karena kita tidak sendirian menghadapinya, ada Tuhan di pihak kita.  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Kita harus berkeyakinan bahwa  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).  Oleh karena itu hadapilah setiap masalah dengan iman.

     Melalui masalah, kita diajar untuk memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan.  Acapkali ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar kita melupakan Tuhan, cenderung mengandalkan kekuatan sendiri, jam-jam doa kita abaikan, ibadah pun kita anggap sebagai kebiasaan dan rutinitas belaka.  FirmanNya mengingatkan,  "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak,"  (Amsal 3:5, 7).  Masalah adalah sarana yang dipakai Tuhan untuk menarik kita semakin mendekat kepadaNya, belajar berjalan bersama Dia dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan sehingga kita dapat membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap saat.  Akhirnya pemazmur pun mengakui,  "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu.  Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."  (Mazmur 119:67, 71).  Tuhan juga memakai masalah sebagai alat uji ketekunan dan kesabaran kita, karena biasanya saat masalah datang kita semakin ogah-ogahan mencari Tuhan dan berusaha mencari solusi sendiri di luar Tuhan, bukannya makin bertekun mencariNya.  Kita pun tidak sabar menunggu waktu Tuhan.  Namun Yakobus menasihati,  "...ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."  (Yakobus 1:3).

     Bagi bangsa Israel, perjalanan mereka di padang gurun justru memberi mereka banyak kesempatan untuk melihat dan mengalami mujizat serta kuasa Tuhan.

"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu."  Ibrani 10:36

Thursday, July 24, 2014

MASALAH BERAT: Pasti Ada Hikmahnya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2014

Baca:  Ayub 7:1-21

"dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?"  Ayub 7:18

Masalah adalah bagian dari kehidupan manusia di dunia ini.  Musa pun mengakuinya,  "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;"  (Mazmur 90:10).  Sekuat apa pun manusia dan secemerlang apa pun otak manusia takkan mampu menghindarkannya dari masalah.  Tak seorang pun manusia yang masih bernafas yang akan terluput dari masalah dan pergumulan hidup meski dalam bentuk dan porsi yang berbeda-beda.  Inilah nanti yang membedakan respons dari tiap-tiap orang dalam menghadapi masalah tersebut.

     Umumnya orang tidak suka dihadapkan pada masalah dan kesulitan.  Kita maunya hanya menerima hal-hal yang baik saja dari Tuhan dan merasa keberatan bila harus mengalami hal-hal yang tidak baik menurut penilaian kita.  Namun Ayub menegur keras isterinya,  "'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya."  (Ayub 2:10).  Sikap Ayub dalam menghadapi masalah berat yang menimpa ini berbanding berbalik atau berbeda 180 derajat dari sikap isteri.  Ayub tidak menunjukkan sikap putus asa dan menyerah pada keadaan.  Inilah yang patut kita contoh supaya ketika dihadapkan pada masalah kita tetap kuat dan tidak lagi mengucapkan perkataan yang negatif, apalagi sampai menyalahkan Tuhan.

     Apakah Saudara mengalami pergumulan seberat Ayub saat ini?  Mari belajar menyerahkan seluruh pergumulan kita kepada Tuhan dan mohon kekuatan kepada Roh Kudus supaya kita diberi kesanggupan menanggung beban yang ada.  Percayalah bahwa  "...Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13b).  Dalam menyikapi permasalahan hidup yang terjadi ingatlah janji firmanNya:  "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan."  (Yesaya 41:10).

Saat diterpa masalah jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan!

Wednesday, July 23, 2014

MASALAH BERAT: Seperti Terlilit Tali Maut

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2014

Baca:  Mazmur 116:1-19

"Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan."  Mazmur 116:3

Topik hari ini adalah gambaran tentang seseorang yang sedang berada dalam pergumulan berat karena beban dan masalah yang menimpa.  Seperti inilah kondisi yang dialami oleh Daud ketika hidupnya terus berada dalam ancaman dan marabahaya oleh karena Saul yang tak pernah berhenti mengejar dan hendak membunuhnya.  "Tali-tali maut telah meliliti aku, dan banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku."  (Mazmur 18:5-6).  Dalam keadaan tertekan dan terhimpit tak ada yang bisa dilakukan Daud selain  "...berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya."  (Mazmur 18:7).

     Dalam keadaan demikian banyak orang memiliki kecenderungan untuk berputus asa, frustasi, stres, bahkan tidak sedikit yang kehilangan akal sehatnya sehingga tanpa berpikir panjang mereka pun berbuat nekat dengan mengakhiri hidupnya.  Ada pula yang berusaha lari dari masalah dengan menjerumuskan diri kepada hal-hal yang negarif:  terlibat obat-obat terlarang,  'dugem', pergaulan bebas dan sebagainya.  Tidak jarang juga mereka berani marah dan menyalahkan Tuhan atas segala sesuatu yang menimpa hidupnya, sepeerti yang diperbuat oleh isteri Ayub.  Ketika tidak tahan dengan penderitaan dan masalah yang datang secara bertubi-tubi menimpa keluarga dan suaminya, isteri Ayub berkata,  "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"  (Ayub 2:9).

     Inilah reaksi alamiah manusia pada umumnya!  Secara manusia Ayub punya banyak alasan untuk mengeluh, kecewa, putus asa atau pun menyalahkan Tuhan walaupun Alkitab menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang  "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."  (Ayub 1:1).  Seluruh harta bendanya ludes, kesepuluh anaknya mati dan Ayub pun harus menderita sakit yang sangat parah.  "...dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya."  (Ayub 2:7).  Saat tertimpa masalah berat manusia cenderung putus asa, menyalahkan Tuhan!

Tuhan mengijinkan penderitaan melanda hidup Ayub untuk memprosesnya.

Tuesday, July 22, 2014

KEMATIAN ORANG PERCAYA: Hanya Berpindah Tempat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2014

Baca:  2 Korintus 5:1-10

"Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita."  2 Korintus 5:5

Cepat atau lambat kehidupan manusia pasti akan berakhir dengan kematian.  Bahkan dalam perjalanan hidup sekarang ini pun manusia selalu berada dalam bahaya maut yang berujung kepada kematian, dan hal itu sewaktu-waktu bisa terjadi.  Sekuat, sehebat dan sepintar apa pun manusia, tak seorang pun yang mampu lari dari kenyataan ini, yaitu pada waktunya hidup manusia akan berakhir dengan kematian.  Inilah bukti nyata tentang keterbatasan manusia.  Adalah fakta bahwa hidup ini memiliki awal dan akhir.  Artinya segala sesuatu yang kita kerjakan dan miliki di dunia ini hanyalah bersifat sementara alias tidak abadi.  Karena itu rasul Paulus mengingatkan agar kita benar-benar menggunakan waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik mungkin.

     Bagi orang percaya, sesungguhnya kematian hanyalah perpindahan tempat, dari dunia yang fana ke suatu tempat yang disediakan Tuhan.  "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia."  (2 Korintus 5:1).  Benarkah?  Inilah perkataan Tuhan Yesus:  "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."  (Yohanes 14:2).  Jadi, seharusnya kematian bukan lagi sebagai hal yang menakutkan bagi orang percaya, sebab Tuhan sudah menyediakan tempat bagi kita di sorga, karena itu kita harus bisa berkata seperti rasul Paulus,  "...mati adalah keuntungan."  (Filipi 1:21).

     Dengan berpindahnya tempat ini maka status kewargaan kita pun turut berubah dari kewargaan bumi berpindah kepada kewargaan sorga, sehingga tubuh kita yang hina pun diubahkan menjadi serupa dengan tubuhNya yang mulia  (baca  Filipi 2:20-21).  Dengan demikian bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, kematian bukan lagi perkara yang menakutkan, melainkan suatu kebahagiaan yang kita tungg-tunggu, karena merupakan awal dari kehidupan yang kekal dan berakhirnya penderitaan kita di dunia ini.

Di tempat baru itulah kita akan bertemu dengan Tuhan Yesus.

Monday, July 21, 2014

KEMATIAN ORANG PERCAYA: Bukan Akhir Segalanya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2014

Baca:  1 Tesalonika 4:13-18

"Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia."  1 Tesalonika 4:14

Kematian seringkali menjadi sebuah berita yang menakutkan dan juga momok yang sangat mengerikan bagi semua orang.  Itulah sebabnya tak seorang pun yang antusias, bahkan sebaliknya, merasa enggan dan berusaha menghindarkan diri memperbincangkan hal ini.  Andaikata disuruh memilih antara kematian dan kehidupan, semua orang pasti akan memilih kehidupan.  Namun berita buruknya, tak seorang pun dari kita yang bisa menghindarkan diri dari kematian, artinya cepat atau lambat semua orang pasti akan mengalami kematian;  dan kematian itu tidak mengenal status, usia dan juga pangkat.  "...tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian."  (Pengkotbah 8:8).

     Yang menjadi pertanyaan dan merupakan tanda tanya besar adalah ke mana manusia setelah mereka mati dan meninggalkan dunia yang fana ini?  Inilah yang menjadi sebuah pergumulan berat setiap orang.  Tidaklah mengherankan bila ada banyak orang yang ketika berada di detik-detik menjelang ajalnya mengalami ketakutan yang luar biasa.  Bukan hanya itu, kematian seseorang juga mendatangkan dukacita yang sangat mendalam bagi sanak-saudara yang ditinggalkan.  Di mana ada kematian di situ pasti ada uraian air mata sebagai tanda kesedihan.  Mereka sepertinya tidak rela jika orang yang begitu mereka kasihi itu pergi untuk selama-lamanya.  Sungguh, kematian dan air mata adalah dua hal yang tak terpisahkan.

     Berdukacita atas meninggalnya seseorang adalah hal yang sangat manusiawi.  Tapi, haruskah kita terus-menerus larut dalam dukacita dan kesedihan yang berkepanjangan?  Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya?  Sebab kehidupan orang percaya itu bukanlah kehidupan yang tak berpengharapan, seperti mereka yang belum percaya itu.  Begitu juga dengan kematian orang percaya bukanlah akhir dari segala-galanya, justru itu merupakan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, sebab ada jaminan yang pasti bagi orang yang mati di dalam Tuhan Yesus.

Jika kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita juga harus percaya bahwa kita pun akan dibangkitkan dan akan tinggal bersamaNya!

Sunday, July 20, 2014

HIDUP KEKAL: Mengenal Tuhan Dengan Benar

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2014

Baca:  Yohanes 17:1-5

"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus."  Yohanes 17:3

Kata mengenal bukan sekedar kita tahu siapa Tuhan kita.  Mengenal merupakan suatu hubungan yang intim dan benar dengan Tuhan, yang secara otomatis disertai dengan pengalaman pribadi yang menghasilkan buah.

     Buah yang dimaksudkan adalah buah pertobatan.  "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).  Jika seseorang berkata bahwa ia sudah mengenal Tuhan tetapi tidak ada buah pertobatan yang dihasilkan sebagai bukti pengenalannya, maka dapat dikatakan bahwa ia belum mengenal Tuhan;  dan orang yang belum mengenal Tuhan berarti belum diselamatkan.   Sampai berapa lama kita harus memiliki pengenalan akan Tuhan hingga kita beroleh hidup yang kekal?  Sampai selama-lamanya.  Artinya suatu tindakan yang harus kita lakukan secara terus-menerus, sebab hidup kekal itu bukan sekedar berbicara tentang Kerajaan Sorga, tetapi suatu hubungan yang karib dengan Tuhan sampai selama-lamanya.  Sudahkah kita memiliki keintiman dengan Tuhan secara pribadi?  Semua orang bisa saja berkata bahwa ia telah mengenal Tuhan, namun hal itu tidak menjamin bahwa mereka sudah dikenal oleh Tuhan.  Dikatakan,:  "Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah."  (1 Korintus 8:3).  Jangan sampai kita menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun tapi pada akhirnya Tuhan berkata,  "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"  (Matius 7:23).  Jadi Saudaraku, kita bisa mengasihi Tuhan jika kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan.

     Mari kita ingat bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik yang kita perbuat, tetapi karena kasih karunia, melalui iman kita  (baca  Efesus 2:8-9), di mana iman itu datang dari pengenalan akan Tuhan secara benar, melalui firmanNya.  Adapun iman yang benar mempunyai dua unsur:  percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan percaya kepadaNya sebagai Juruselamat.  "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan."  (Roma 10:9).

Percaya kepada Yesus sebagai Tuhan berarti harus percaya karya penebusanNya.

Saturday, July 19, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Mencobai Tuhan Dengan Persungutan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2014

Baca:  Bilangan 14:1-38

"Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku,"  Bilangan 14:22

Tak terhitung banyaknya kebaikan yang dinyatakan Tuhan kepada bangsa Israel ini.  Terlebih-lebih saat Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir menuju ke Tanah Perjanjian, yang terlebih dahulu harus melewati perjalanan panjang di padang gurun.  Di padang gurun inilah mujizat demi mujizat dinyatakan Tuhan secara luar biasa.  Meski demikian respons mereka terhadap kasih dan kebaikan Tuhan sungguh sangat mengecewakan, mereka terus mencobai Tuhan dengan bersungut-sungut di segala situasi sehingga mereka mati dipagut ular  (baca  1 Korintus 10:9).  Tuhan pun menyebutnya sebagai  "...suatu bangsa yang tegar tengkuk."  (Keluaran 32:9).

     Bangsa Israel tidak pernah merasa puas dengan berkat-berkat yang Tuhan berikan, di antaranya dalam hal makanan dan minuman.  Meski Tuhan telah menyediakan manna mereka tetap saja tidak bisa mengucap syukur, sebaliknya keluhan dan sungut-sungut terus keluar dari mulut mereka,  "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."  (Keluaran 16:3).  Ketika tidak ada air di Masa dan di Meriba mereka pun langsung marah kepada Musa,  "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"  (Keluaran 17:3).  Terus mencobai Tuhan menimbulkan murka Tuhan, termasuk tentang daging burung puyuh  (baca  Bilangan 11:4-23).

     Ujian yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun bukan karena Tuhan jahat, tetapi Tuhan hendak membawa mereka masuk ke dalam kehidupan yang jauh lebih baik yaitu Kanaan.  Sayang, saat dalam proses ini bangsa Israel menunjukkan sikap yang tidak terpuji:  terus mencobai Tuhan dengan bersungut-sungut di segala situasi.  Bersungut-sungut adalah suatu reaksi ketidakpuasan terhadap kasih dan pemeliharaan Tuhan.

Kegagalan sebagian besar umat Israel memasuki Kanaan menjadi peringatan bagi kita supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama!

Friday, July 18, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Dosa Percabulan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2014

Baca:  1 Korintus 6:12-20

"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!"  1 Korintus 6:15

Rasul Paulus memperingatkan dengan keras jemaat di Korintus perihal dosa percabulan ini.  Ditambahkan,  "Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: 'Keduanya akan menjadi satu daging.'"  (1 Korintus 6:16).  Dari ayat ini rasul Paulus hendak mengingatkan bahwa dosa percabulan itu bukanlah dosa yang sifatnya pasif, yang dapat dilakukan dengan alasan tidak sengaja atau karena khilaf, tetapi merupakan dosa yang aktif, yang terjadi oleh karena seseorang telah mengikatkan diri dan menyerahkan diri terhadapnya.  Berhati-hatilah!  Jika kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu kita maka hawa nafsu itu akan mengendalikan kita.  Karena itu kita harus bersikap tegas untuk menolak segala godaan yang ada.

     Yusuf adalah contoh orang muda yang tidak membiarkan dirinya jatuh dalam dosa percabulan.  Ketika isteri Potifar menggoda dan merayunya,  "Marilah tidur dengan aku.", Yusuf dengan tegas menolak ajakan wanita itu dan memilih untuk lari:  "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"  (baca Kejadian 39:7-12).  Perhatikan pula nasib Simson!  Seorang yang diurapi Tuhan dan dipakai Tuhan secara luar biasa harus mengalami akhir hidup yang begitu tragis, karena ketidakmampuannya untuk menahan hawa nafsu dan segala godaan yang ditujukan kepadanya, sehingga ia pun jatuh dalam dosa percabulan.

     Bersikap tegas dan tidak berkompromi adalah kunci untuk menolak segala hal yang membangkitkan hawa nafsu.  Jangan sedikit pun memberi celah kepada Iblis melalui situasi dan kondisi yang kita ciptakan sendiri, karena  "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya."  (Yakobus 1:14).  Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mampu menang terhadap daging kita, karena itu bangun persekutuan yang karib dengan Tuhan senantiasa.

Untuk melepaskan diri dari dosa percabulan harus punya tekad kuat menjauhkan diri dari hal-hal berbau cabul, dan mengikatkan diri kepada Tuhan.

Thursday, July 17, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Dosa Percabulan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2014

Baca:  1 Korintus 10:1-13

"Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang."  1 Korintus 10:8

Perbuatan lain yang diperbuat oleh umat Israel yang membuat Tuhan marah adalah karena mereka melakukan percabulan.  Jika memperhatikan situasi-situasi yang ada dewasa ini, percabulan atau dosa seksual banyak sekali terjadi dan kian mengalami peningkatan, baik ditinjau dari si pelaku maupun korbannya.  Meski di tiap-tiap negara ada undang-undang yang mengatur tentang pornografi, godaan untuk melakukan percabulan atau tindakan pornoaksi tidak lantas hilang begitu saja dalam masyarakat.  Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih dan mutakhir, orang dengan mudahnya mendapatkan informasi tentang hal-hal negatif yang berbau pornografi, entah itu lewat film atau internet.  Akibatnya banyak orang terjerat di dalamnya dan timbul dorongan untuk melakukan seperti yang telah mereka lihat.  Dosa jenis ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dunia tapi harus diakui ada banyak anak Tuhan yang terjerat dan jatuh di dalam tipu muslihat Iblis ini.

     Kita masih ingat kasus yang terjadi dan mencuat menjadi headline di media-media beberapa waktu lalu dan menjadi perbincangan nasional yaitu kasus pelecehan seksual dan percabulan yang dialami oleh anak-anak di bawah umur, siswa-siswa playgroup/TK di salah satu lembaga pendidikan ternama dan bertaraf internasional di Jakarta.  Anak-anak yang masih polos dan memiliki masa depan sangat panjang, yang seharusnya mendapat perhatian, kasih sayang, dan perlindungan, justru harus mengalami peristiwa yang menyisakan trauma dalam hidupnya karena menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.  Tragis sekali!

     Dosa percabulan dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan menimpa siapa saja tanpa mengenal usia.  Bahkan tanpa disadari mungkin kita sendiri telah melakukan percabulan meskipun tidak terjadi secara vulgar karena dosa dosa percabulan bisa saja timbul melalui ucapan kita, pikiran, hati dan juga perbuatan kita.  Jadi dalam hati saja bisa timbul dosa percabulan, perzinahan dan jenis-jenis kejahatan lainnya  (baca  Matius 15:19).

Tidak ada tempat di dunia ini yang sanggup melindungi dan memberikan jaminan keamanan kepada kita, Dialah tempat perlindungan sejati!  (Bersambung)

Wednesday, July 16, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Penyembahan Berhala

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2014

Baca:  1 Korintus 10:1-13

"dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala,"  1 Korintus 10:7

Faktor lain yang membuat sebagian besar umat Israel tidak dapat menikmati Kanaan adalah ada allah lain dalam hidup mereka.  Mereka mendesak Harun untuk membuatkan patung anak lembu emas untuk mereka sembah.  Semua berawal dari ketidaksabaran mereka menantikan Musa turun dari gunung Sinai.  "...maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: 'Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir-kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.'"  (Keluaran 32:1).  FirmanNya dengan tegas menyatakan,  "Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu."  (Imamat 26:1).  Karena tindakan bodoh tersebut Tuhan menjadi sangat murka.  Kata Tuhan kepada Musa,  "Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya....dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk."  (Keluaran 32:7, 9).

     Tanpa kita sadari ada berhala-berhala dalam kehidupan kita yang menjadi penghalang kita mengalami berkat Tuhan.  Berhala atau allah lain tidak harus dalam bentuk patung pahatan, kayu ukiran atau batu yang menjadi sesembahan, tapi segala sesuatu yang menjadi lekatan hati kita, yang mampu menggeser posisi Tuhan dalam hidup kita, contoh kita lebih mencintai uang, harta kekayaan, bisnis, pekerjaan, hobi atau perkara-perkara duniawi lainnya daripada cinta kita kepada Tuhan.  Bukankah ada banyak orang Kristen rela mengorbankan ibadahnya dan jam-jam doanya karena seluruh waktu dan tenanganya tersita untuk bisnis atau pekerjaannya?  Inilah ilah-ilah di akhir zaman ini!  Jadi jangan kita terjebak pada kegiatan rutinitas pekerjaan maupun pelayanan kita, sehingga kita melupakan hubungan intim dengan Tuhan secara pribadi.

     Tuhan Yesus adalah Pribadi yang harus menjadi lekatan hati, fokus ibadah, prioritas dan yang terutama dalam hidup kita, bukan yang lain.

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Tuesday, July 15, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Mengingini Hal Jahat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2014

Baca:  1 Korintus 10:1-13

"Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun."  1 Korintus 10:5

Sebelum mencapai Tanah Perjanjian bangsa Israel harus mampu menaklukkan musuh.  Dengan kekuatan sendiri pastilah mereka tidak akan mampu mengalahkan musuh yang kuat itu.  Keadaan akan berbeda jika mereka mau mengandalkan Tuhan, artinya tunduk dan taat kepada tuntunan Tuhan.  Saat mereka mengandalkan Tuhan, Dia akan turut campur tangan.  "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."  ( Keluaran 14:14).  Itulah yang mejadi dasar iman Kaleb dan Yosua, keduanya  "...hidup karena percaya, bukan karena melihat."  (2 Korintus 5:7).  Sesungguhnya yang menjadi musuh utama bangsa Israel adalah kedagingan mereka sendiri.  Karena itu dibutuhkan iman dan ketaatan mutlak kepada Tuhan.

     Hidup di Tanah Perjanjian inilah yang memungkinkan setiap orang percaya untuk hidup secara optimal.  Namun jika diperhatikan, ternyata tidak semua umat Israel dapat mencapai dan menikmati Kanaan,  "...karena mereka ditewaskan di padang gurun."  (ayat nas).  Banyak hal yang menyebabkan mereka tidak menikmati Kanaan atau janji Tuhan ini, di antaranya adalah menginginkan hal-hal yang jahat  (1 Korintus 10:6).  Salah satunya adalah perbuatan yang dilakukan Akhan  (baca  Yosua 7).  Oleh karena mengingini jubah, emas dan perak, Akhan terperangkap dalam dosa.  "...aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali."  (Yosua 7:21).  Apa yang diperbuat Akhan ini telah mencelakai umat Israel sehingga Israel terpukul kalah musuh.  Sebagai akibatnya Yosua menjatuhkan hukuman mati kepada Akhan dan keluarga berserta dengan seluruh isi rumah dan segala miliknya.

     Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar mereka tidak berlaku sama seperti bangsa Israel sewaktu di padang gurun.  Peringatan ini juga berlaku atas kita!  Janganlah kita melakukan hal-hal yang jahat seperti yang diperbuat bangsa Israel.  Perbuatan jahat yang mereka lakukan akhirnya menjadi penghalang bagi mereka untuk menikmati berkat Tuhan, bahkan hal itu menyebabkan Tuhan murka atas mereka.

Untuk dapat menikmati Kanaan kita harus bertekad untuk menjauhi kejahatan!

Monday, July 14, 2014

SERI BANGSA ISRAEL: Dalam Rancangan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2014

Baca:  Yeremia 29:11-14

"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  Yeremia 29:11

Tuhan memiliki rancangan yang indah atas kehidupan umatNya yaitu rancangan damai sejahtera dan hari depan yang penuh harapan.  Rancangan itu bukan sekedar janji atau basa-basi, tapi rancanganNya adalah ya dan amin.

     Contoh nyata adalah rancangan Tuhan atas kehidupan bangsa Israel.  Pada waktu itu bangsa Israel mengalami penderitaan oleh karena penindasan bangsa Mesir.  Tuhan tahu persis apa yang dialami oleh umat Israel ini karena Dia adalah Tuhan yang  "...tidak terlelap dan tidak tertidur..."  (Mazmur 121:4).  Tuhan berkata,  "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,"  (Keluaran 3:7-8).  Rencana Tuhan atas bangsa Israel adalah hidup menempati Tanah Kanaan.  Kanaan adalah Tanah Perjanjian yang di dalamnya tersimpan kelimpahan dan perlindungan, serta berlimpah susu dan manu.  Namun untuk dapat memasuki Tanah Perjanjian tersebut umat Israel harus berjuang dan berperang mengalahkan musuh-musuh mereka.  Secara manusia hal itu bukanlah perkara yang mudah, karena menurut laporan dari sepuluh orang pengintai yang diutus oleh Musa, Kanaan  "...adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (Bilangan 13:32-33), sehingga mereka merasa takut dan pesimis.

     Berbeda respons Kaleb dan Yosua yang punya iman,  "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"  (Bilangan 13:30).

Rancangan Tuhan selalu yang terbaik untuk umatNya!

Sunday, July 13, 2014

MENGAPA TIDAK OPTIMAL?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2014

Baca:  1 Timotius 4:10-16

"Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya."  1 Timotius 4:10

Bukan karena kasih Tuhan yang kurang atau janji Tuhan yang tidak tersedia secara maksimal jika banyak orang Kristen yang tidak pernah menjalani kehidupan rohaninya secara optimal.  Apa masalahnya?

     Pertama, kita tidak tahu secara detil tentang janji Tuhan itu karena kita sendiri tidak mau tinggal di dalam firmanNya.  Bagaimana mau  'tinggal di dalam firman'  jika kita tidak menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya?  Padahal Kitab Suci berisikan janji-janji berkat Tuhan yang luar biasa,  "...baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).  Tuhan Yesus berkata,  "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  (Yohanes 15:7).

     Kedua, tidak mau melakukan segala sesuatunya secara optimal meski tahu persis Tuhan telah melakukan yang terbaik bagi kita dalam segala hal.  Nasihat rasul Paulus,  "...giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58).  Jadi, semua sangat tergantung pada respons kita terhadap apa yang sudah Tuhan perbuat bagi kita.  Petani tidak akan pernah menuai hasil panen secara maksimal bila tidak terlebih dahulu bekerja keras mengolah tanah pertaniannya dan juga menabur benih.  "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."  (2 Timotius 2:6).  Pula atlet, tanpa mau berlatih keras mustahil meraih kemenangan di setiap laga yang diikutinya.  Ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan kehidupan yang optimal kita harus mau membayar harga.  Seberapa besar kita membayar harga, sebesar itulah akan kita peroleh!

     Ketidakmauan kita membayar harga menjadi penyebab kegagalan kita menghasilkan kehidupan yang optimal.  Karena itu jangan pernah menyalahkan Tuhan jika selama ini kita tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara maksimal pula.

Segala hal yang dipercayakan Tuhan kepada kita kerjakan itu secara optimal, sebab  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,"  Amsal 14:23

Saturday, July 12, 2014

ORANG PERCAYA: Harus Hidup Optimal (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2014

Baca:  Mazmur 117:1-2

"Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!"  Mazmur 117:2

Segala hal yang kita butuhkan dalam hidup ini telah disediakan Tuhan dari semula, di antaranya adalah rasa aman dan penerimaan diri.  Tuhan berkata,  "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku."  (Mazmur 91:14-16).  Selain jaminan perlindungan dan penyertaanNya sebagai bukti kasihNya, keberadaan kita di mata Tuhan juga sangat berharga.  "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,"  (Yesaya 43:4).  Itu adalah jaminan yang sudah lebih dari cukup bagi kita.  Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan yang terbaik bagi Tuhan.

     Melalui pengorbanNya di kayu salib segala perkara yang dijanjikan Tuhan sudah digenapi.  Ada janji keselamatan "...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus."  (Roma 3:24), sehingga kita dibebaskan dari kutuk dan tidak lagi di bawah kuasa dosa.  Janji kemenangan"...Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita."  (1 Korintus 15:57), sehingga kita lebih dari pada pemenang  (baca  Roma 8:37).  Janji kelimpahan"...Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya."  (2 Korintus 8:9).  Rasul Paulus pun menyatakan,  "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  (Filipi 4:19).  Ada pula janji kesembuhan"Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh."  (1 Petrus 2:24b).

     Dengan berkatNya Tuhan ingin kita menjadi berkat bagi orang lain.  Masih banyak janji Tuhan yang luar biasa disediakanNya bagi kita.  Adalah rugi besar bila kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa-biasa saja, karena kasih Tuhan sungguh hebat atas kita!

Tuhan sudah menyediakan berkatNya secara maksimal bagi kita, tapi mengapa kita merespons kehebatan kasihNya itu dengan biasa-biasa saja?

Friday, July 11, 2014

ORANG PERCAYA: Harus Hidup Optimal (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2014

Baca:  Kolose 3:23-24

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  Kolose 3:23

Setiap orang percaya seharusnya memiliki suatu kehidupan yang optimal di segala bidang yang dikerjakannya, baik itu dalam pekerjaan konvensional, studi, dan terlebih lagi seharusnya dalam hal ibadah, pelayanan atau pengiringan kita kepada Tuhan.  Jika setiap orang percaya mau menerapkan apa yang Alkitab sampaikan seperti di ayat nas kita benar-benar akan menjadi orang Kristen yang berbeda, sehingga kita mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia ini.  Namun ada banyak orang Kristen yang tidak mengerjakan apa pun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya itu secara maksimal oleh karena orientasi dan motivasi mereka dalam melakukan pekerjaan tersebut salah, tidak sesuai dengan firman yang Tuhan maksudkan.

     Seringkali yang menjadi motivasi kita dalam melakukan pekerjaan atau pelayanan adalah semata-mata untuk manusia, bukan untuk Tuhan.  Akhirnya ketika kita mengalami sedikit saja benturan, gesekan atau hal-hal yang tidak mengenakkan kita mudah sekali kecewa dan akhirnya mundur, padahal memiliki kehidupan yang optimal adalah harga mutlak bagi orang percaya!  Tidak ada istilah suam-suam kuku alias nanggung.  Tuhan menegur jemaat di Laodikia,  "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."  (Wahyu 3:15-16).  Firman Tuhan dalam Wahyu 22:11 pun lebih keras lagi!  "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!"  

     Melakukan sesuatu setengah-setengah dan berkompromi adalah tindakan yang sangat dibenci Tuhan.  Mengapa?  Karena Tuhan menyediakan segala hal bagi kita tidak setengah-setengah, tapi total, bahkan sampai rela mengorbankan nyawaNya di Kalvari.  Dia juga memberikan kepada kita karunia-karunia dan talenta untuk memperlengkapi kita.

Suam-suam kuku dan kompromi adalah tanda kita belum menjadi orang Kristen yang optimal!

Thursday, July 10, 2014

MENDUKAKAN ROH KUDUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2014

Baca:  Efesus 4:17-32

"Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan."  Efesus 4:30

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus rasul Paulus mengingatkan agar kita tidak lagi mendukakan Roh Kudus.  Mendukakan dapat berarti membuat sedih, mempermalukan dan juga menghina.  Namun Alkitab menyatakan:  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Maka  "...kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia."  (Efesus 4:17).  Jadi kita harus benar-benar mengenakan  'manusia baru'  dengan menanggalkan segala perbuatan dan karakter lama kita yang tidak berkenan kepada Tuhan.

     Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, selain memadamkan Roh, juga merupakan tindakan mendukakan Roh Kudus.  Itu sama artinya kita sedang menghalangi dan menghentikan pekerjaan Roh Kudus sehingga Ia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.  Dalam Efesus 1:13 dikatakan:  "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu."  Meterai dari Roh Kudus menempatkan kita pada posisi yang aman karena kita berada di pihak Tuhan dan Tuhan ada di pihak kita.  "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  (Mazmur 118:6).  Tuhan menjadi perlindungan, naungan dan pembela kita.  Namun apabila Roh Kudus kita dukakan kita akan kehilangan meterai dari Roh Kudus.  Akibatnya kita tidak lagi mengalami penyertaan dan perlindunganNya secara sempurna.

     Alkitab memperingatkan:  "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan."  (Efesus 4:31).  Perkara-perkara inilah yang membuat Roh Kudus berduka dan akhirnya meninggalkan kita.  Karena itu mulai detik ini mari kita tinggalkan segala kejahatan dan hiduplah sebagai manusia baru di dalam Tuhan.

Tanpa Roh Kudus kita tidak punya kekuatan apa-apa, karena itu jangan sekali-kali mendukakan Dia dengan pelanggaran-pelanggaran kita.

Wednesday, July 9, 2014

MEMADAMKAN ROH: Hidup Dalam Kejahatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2014

Baca: 1 Tesalonika 5:19-22

"Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan."  1 Tesalonika 5:22

Sebagai umat tebusan Tuhan kita dituntut untuk tetap mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan hati yang takut dan gentar  (baca  Filipi 2:12), artinya kita harus hidup dalam ketaatan dan memiliki hati yang takut akan Tuhan sebagai respons atas keselamatan yang telah kita terima.  Jadi ketaatan adalah suatu perintah yang tidak bisa ditawar lagi.  Jika kita taat kepada Tuhan maka roh kita akan tetap terpelihara dengan sempurna.  Jangan sampai api itu redup dan menjadi padam,  "Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah dibiarkan padam."  (Imamat 6:13).

     Supaya api roh itu terus menyala kita harus berupaya supaya Roh Kudus merasa comfortable tinggal di dalam kita.  Roh Kudus akan betah tinggal dan berdiam di dalam kita apabila kita hidup dalam kebenaran dan kekudusan karena Dia adalah Roh yang kudus.  Maka dari itu  "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:14-16).  Hidup dalam kebenaran dan kekudusan berarti menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan tidak lagi berkompromi dengan dosa;  dan jika Roh Kudus berdiam di dalam kita secara permanen, secara otomatis segala tindakan kita akan dituntun kepada kebenaran.  "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu."  (Yohanes 14:26), sehingga kehidupan kita selaras dengan apa yang Tuhan mau.

     Tetapi ketika roh yang ada pada kita itu padam karena ketidaktaatan dan segala kejahatan yang telah kita perbuat, kita tidak lagi punya kekuatan untuk mengalahkan segala tipu muslihat Iblis karena kedagingan kita menjadi sangat dominan.  Ibadah yang kita lakukan akhirnya hanya sebatas rutinitas belaka dan kita pun semakin kehilangan kepekaan rohani.  Akhirnya, melakukan kejahatan kita anggap sebagai hal yang biasa.

"Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).

Tuesday, July 8, 2014

MEMADAMKAN ROH: Tidak Berdoa dan Bersungut-sungut

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2014

Baca:  1 Tesalonika 5:19-22

"Tetaplah berdoa."  1 Tesalonika 5:17

Hal lain yang memadamkan Roh Tuhan di dalam diri orang percaya adalah jika kita malas berdoa atau tidak berdoa.  Firman Tuhan dengan jelas memerintahkan kita untuk berdoa, tapi banyak sekali orang Kristen yang ogah-ogahan untuk berdoa, padahal ada dampak yang luar biasa jika kita tekun berdoa, sebab  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).

     Dengan berdoa iman kita akan bekerja.  Sebaliknya ketika kita tidak berdoa, secara otomatis iman kita tidak akan bekerja secara efektif dan lambat laun iman itu akan mati, sebab  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17).  Orang yang jarang atau tidak berdoa pasti akan mudah kuatir, cemas dan takut menghadapi masalah atau kesulitan karena imannya tidak bekerja secara aktif.  Sementara orang yang menjadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari akan berkata,  "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat."  (2 Korintus 5:7), sehingga saat masalah datang ia tetap mampu berpikiran positif dan optimis meski doanya belum beroleh jawaban dari Tuhan, karena ia sangat percaya bahwa Tuhan sanggup mengatasi persoalannya, sebesar apa pun itu.

     Tidak bisa mengucap syukur alias suka mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel saat berada di padang gurun adalah sikap yang dapat memadamkan Roh di dalam diri kita.  "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  (1 Tesalonika 5:18).  Mengucap syukur adalah sebuah tindakan yang tidak memadamkan Roh Tuhan.  Mengucap syukur dalam segala hal berarti mampu bersikap dan berpikiran positif di segala situasi.  Itulah sebabnya  "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).  Saat kita bertekun dalam doa dan hati kita dipenuhi oleh ucapan syukur berarti kita sedang membuka pintu seluas-luasnya kepada Roh Kudus untuk berkarya di dalam kita.

Saat Roh Kudus bekerja dalam kita, kita beroleh kekuatan dan kesanggupan, karena itu jangan padamkan Dia.

Monday, July 7, 2014

MEMADAMKAN ROH: Tidak Bersukacita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2014

Baca:  1 Tesalonika 5:16-22

"Janganlah padamkan Roh,"  1 Tesalonika 5:19

Tekun berdoa, tetap bersukacita dan mengucap syukur dalam segala hal adalah cara untuk mengatasi agar Roh yang ada di dalam kita tidak redup dan padam.  Firman Tuhan mengingatkan,  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).  Namun akhir-akhir ini ada banyak orang Kristen yang rohnya makin hari makin padam, tidak lagi menyala-nyala bagi Tuhan.

     Ketika kita memadamkan Roh Tuhan yang ada di dalam kita, kita sedang membatasi Dia untuk bekerja di dalam kita.  Kita tahu bahwa Roh Tuhan itu kuasaNya tak terbatas dan Ia  "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  (1 Yohanes 4:4).  Tak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya jika Roh Tuhan bekerja di dalam diri orang percaya.  Sayangnya kita justru seringkali memadamkannya, artinya kita sendiri yang membatasi Roh Tuhan bekerja sehingga Ia tidak dapat berkarya secara leluasa dan bebas.  Sadar atau tidak sadar itu seringkali kita lakukan.  Kapan?  Ialah saat kita bermuram durja atau bersedih hati.  Saat itu pula sesungguhnya kita sedang memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam kita.  Firman Tuhan jelas menasihati kita,  "Bersukacitalah senantiasa."  (1 Tesalonika 5:16).  Daud berkata,  "Orang benar akan bersukacita karena TUHAN"  (Mazmur 64:11).  Masalah atau penderitaan yang terjadi dalam kehidupan ini seharusnya tidak dengan serta-merta membuat kita kehilangan sukacita dan semangat dan  "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"  (Amsal 18:14).

     Dengan keyakinan bahwa  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13), hari-hari Daud senantiasa dipenuhi puji-pujian:  "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku."  (Mazmur 34:2).  Segala waktu artinya di segala keadaan, baik itu susah maupun senang, suka dan duka.  Bahkan Alkitab mencatat tujuh kali dalam sehari Daud memuji-muji Tuhan  (baca  Mazmur 119:164)!

Bersukacitalah senantiasa supaya Roh Tuhan tidak padam!

Sunday, July 6, 2014

DOA: Kunci Dipimpin Roh Kudus (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2014

Baca:  Efesus 6:10-20

"Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara."  Efesus 6:20b

Ketika kita bertekun dalam doa kita sedang masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan, yaitu  "...menjadi satu roh dengan Dia."  (1 Korintus 6:17);  artinya semakin kita intim dengan Tuhan melalui doa, kita akan mengalami dan menikmati hadiratNya.  Ini seperti ranting yang melekat pada pokok anggur, sebab kita tahu bahwa  "...ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku."  (Yohanes 15:4).  Alkitab menambahkan:  "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah."  (Yohanes 15:2).  Karena itu kita harus menjadikan doa sebagai gaya hidup kita setiap hari sebagai tanda bahwa kita melekat kepada Tuhan dan punya sikap berjaga-jaga.

     Dengan melekat kepada Tuhan berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5b).  Saat itulah Tuhan memberikan kepada kita Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menyertai dan memimpin kita kepada kebenaran, karena Ia tahu bahwa kita memiliki banyak kelemahan dan punya kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan kehendak sendiri.  Tanpa Roh Kudus sulit bagi kita untuk hidup dalam kebenaran karena setiap hari kita dihadapkan pada perkara-perkara dunia yang membawa kita kepada segala kecemaran dan jauh dari kata kudus.  Ada pun kehendak Tuhan adalah  "...bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."  (1 Tesalonika 4:7).

     Melalui karya pengorbanan Kristus di Kalvari setiap orang percaya telah diselamatkan, diampuni dosanya dan dikuduskanNya, karena itu kita harus berjuang untuk mempertahankan  'status'  kita ini, yang dulunya sebagai hamba dosa dan yang kini menjadi hamba kebenaran  (baca  Roma 6:17-18)  tersebut dengan hidup seturut kehendak Tuhan.  Untuk itulah kita sangat membutuhkan Roh Kudus, olehNya kita dituntun kepada kebenaran dan memampukan kita berjalan dalam kekudusan.

Roh Kudus akan mengerjakan hal-hal yang kudus sesuai dengan firman Tuhan dalam hidup kita asal kita selalu melekat kepada Tuhan.

Saturday, July 5, 2014

Doa: Kunci Dipimpin Roh Kudus (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2014

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Tetaplah berdoa."  1 Tesalonika 5:17

Sikap yang harus kita kembangkan untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus dan berada dalam pimpinanNya adalah senantiasa berjaga-jaga dan berdoa.  Tuhan Yesus berkata,  "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:41).

     Rasul Paulus juga menasihati jemaat di Efesus,  "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,"  (Efesus 6:18).  Hal ini menunjukkan bahwa doa adalah unsur terpenting dalam kehidupan orang percaya.  Doa, yang dalam bahasa Yunani  'prosyookhai'  memiliki arti mendekat dengan suatu tekad bulat untuk menerima sesuatu dari Tuhan;  suatu hubungan pribadi antara orang percaya dengan Tuhan sebagai wujud keintiman.  Yesus sendiri juga telah meninggalkan teladan bagaimana Ia membangun keintiman dengan Bapa di sorga.  "...Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ."  (Matius 14:23), bahkan  "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."  (Markus 1:35).  Itulah sebabnya saat berada di taman Getsemani Yesus menegur keras murid-muridNya yang kedapatan tertidur sementara Ia sedang berdoa,  "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?"  (Matius 26:40).  Semakin kita bergaul karib dengan Tuhan semakin kita merasakan penyertaan Tuhan lebih nyata lagi.  Langkah kaki kita pun secara otomatis akan diarahkan oleh Roh Kudus kepada ketaatan dan penundukan diri sehingga kita dapat berkata,  "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20).  Sungguh, di dalam doa terkandung kuasa adikodrati yang memampukan kita untuk melawan pergumulan daging.

     Sudahkah kita bertekun dalam doa?  Kata bertekun berarti melakukannya terus-menerus dan penuh kesungguhan.  Inilah cara menaruh pikiran kita kepada perkara-perkara yang di atas.  "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."  (Kolose 3:2).

Jangan berkata bahwa kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus jika kita sendiri tidak pernah berdoa!

Friday, July 4, 2014

MENGALIR BERSAMA ROH KUDUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2014

Baca:  Yehezkiel 47:1-12

"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat."  Yehezkiel 47:12

Seberapa besar kerinduan kita terhadap Roh Kudus?  Adakah kerinduan itu seperti yang dirasakan oleh Daud,  "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup."  (Mazmur 42:2-3a).

     Saat kita merindukan kehadiranNya Ia akan datang melawat dan memenuhi hati kita.  Saat itu pula Roh Kudus akan memuaskan rasa tenggelam di dalam aliranNya.  Inilah permulaan kita bertumbuh secara rohani!  Ketika kita semakin masuk di kedalaman sungai Tuhan, mulai dari pergelangan kaki, lutut, pinggang, hingga kita hanyut dan berenang di dalamnya, maka sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya akan Tuhan kerjakan dalam hidup kita, yaitu  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).  Saat itulah kita akan dibawa kepada tingkat kehidupan yang berkualitas dan berdampak sehingga kita mampu menjadi berkat bagi orang lain.  Kehidupan seseorang yang mengalir bersama Roh Kudus diibaratkan seperti pohon yang  "...daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat."  (ayat nas).  Inilah dampak yang dihasilkan ketika kita mengalir dan tenggelam bersama Roh Kudus.

     Ketika kita hidup mengalir bersama Roh Kudus,  "...apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:3).  Berkat, kemurahan dan kebaikan Tuhan akan mengalir senantiasa di dalam kita sehingga kita tidak lagi merasa kering dan gersang, tapi kita akan merasakan kesegaran dan kesejukan.

Ada dampak yang luar biasa ketika seseorang mengalir bersama Roh Kudus, hidupnya diberkati Tuhan secara luar biasa dan menjadi berkat bagi orang lain.

Thursday, July 3, 2014

MENGALIR BERSAMA ROH KUDUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2014

Baca:  Yohanes 7:37-44

"Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup."  Yohanes 7:38

Salah satu sifat dari kuasa Roh Kudus adalah mengalir seperti aliran air.  Dalam Yehezkiel 47:1-12 Roh Kudus digambarkan sebagai aliran sungai Tuhan.  Pada waktu itu air yang keluar dari Bait Suci tingginya masih sebatas pergelangan kaki.  Namun pada waktu tertentu aliran sungai itu akan semakin naik sampai ke lutut, lalu sepinggang dan akhirnya aliran itu semakin tinggi menjadi sungai, sehingga seseorang dapat berenang, bahkan bisa hanyut dan tenggelam di dalamnya,  "...suatu sungai yang tidak dapat diseberangi lagi."  (Yehezkiel 47:5).  Begitulah keberadaan orang percaya yang hidupnya mau dipimpin oleh Roh Kudus, yaitu mengikuti aliran kuasa Roh Kudus.

     Tidak mudah bagi kita untuk hidup mengalir bersama Roh Kudus karena kita memiliki kecenderungan untuk memberontak dan menuruti keinginan daging kita, sebab  "...roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:41);  Roh Kudus adalah penurut, tetapi daging kita adalah pemberontak.  Selama daging kita terus dominan atau selama kita masih hidup menuruti keinginan daging kita, sehingga manusia roh kita menjadi lemah, itu tandanya bahwa aliran Roh Kudus yang ada di dalam kita hanya sampai pada pergelangan kaki saja.  Karena itu kita harus meningkatkan intensitas hubungan kita dengan Tuhan melalui doa dan perenungan akan firmanNya sehingga kita makin bertumbuh menuju kepada kedewasaan rohani, saat di mana manusia roh kita akan lebih muncul daripada manusia jasmani.  Pada saat itulah kita akan hanyut dan tenggelam di dalam sungaiNya Tuhan.  Langkah kaki kita pun akan mengikuti ke mana Roh Kudus menuntun dan membawa kita.

     Abraham adalah salah satu contoh tokoh dalam Alkitab yang hidupnya mengalir bersama Roh Tuhan.  Buktinya ketika dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya ke suatu tempat di mana ia tidak tahu secara pasti ia tetap taat mengikuti tuntunan Tuhan.  Bukan hanya itu, di setiap kota yang disinggahinya ia tak pernah lupa untuk mendirikan mezbah persembahan bagi Tuhan, dan Tuhan berkenan atas persembahannya.

Mengalir bersama Roh Kudus berarti mau hidup dipimpin Roh Kudus, berjalan bersamaNya dan taat kepada kehendakNya.

Wednesday, July 2, 2014

ROH KUDUS: KuasaNya Tak Terbatas

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2014

Baca:  Kisah Para Rasul 1:6-11

"...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  Kisah 1:8

Hari ini kita memasuki hari kedua di bulan Juli.  Kita sangat percaya bahwa jika hari ini kita ada sebagaimana kita ada adalah semata-mata oleh karena anugerah Tuhan.  Kita pun harus berkeyakinan bahwa hari-hari yang sedang kita jalani ini adalah hari di mana Tuhan semakin menyatakan kuasaNya atas kita.  Bukan untuk hari ini saja, tapi juga esok, lusa dan seterusnya, karena Dia adalah Tuhan yang tidak pernah berubah.  "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya."  (Ibrani 13:8).  Dia juga adalah Tuhan yang tidak pernah lelah dan berhenti menuntun, menopang, bahkan menggendong kita.  Inilah janjiNya,  "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  (Yesaya 46:4).

     Oleh kuasa Roh Kudus, yang tinggal di dalam kita dan memenuhi hidup kita, kita dituntun kepada suatu kehidupan yang semakin hari akan semakin luar biasa, sebab  "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  (1 Yohanes 4:4),  "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Bersama Roh Kudus kita yang lemah dikuatkan, yang putus asa dibangkitkan semangatnya lagi, yang merasa tidak berarti dibuatnya menjadi berharga di mata Tuhan.  Kita yang secara manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat terbatas dibuatnya sanggup dan mampu melewati setiap tantangan yang ada karena kuasaNya yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita.  Akhirnya kita pun dapat berkata,  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).

     Supaya kuasa Tuhan yang tak terbatas itu bekerja di dalam kita, kita harus tetap tinggal di  'Yerusalem', artinya tinggal di dalam hadirat Tuhan seperti yang diperintahkan Tuhan Yesus,  "...Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa,"  (Kisah 1:4).  Janji Bapa itu adalah Roh Kudus.

Ketika Roh Kudus diam di dalam kita, kita beroleh kekuatan adikodrati untuk menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa!

Tuesday, July 1, 2014

HIDUP DIPENUHI ROH KUDUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2014

Baca:  Kisah Para Rasul 4:23-31

"...dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani."  Kisah 4:31

Ketika Roh Kudus pertama kalinya dicurahkan di Yerusalem tidak banyak orang yang mengerti dan memahami apakah Roh Kudus itu dan apa tujuan dicurahkannya Roh Kudus.  Namun yang pasti, ketika Roh Kudus dicurahkan sesuatu yang dahsyat terjadi.  Perubahan hidup secara radikal dialami oleh murid-murid Yesus.  Mereka tidak lagi takut dan ragu dalam memberitakan Injil.  Kehadiran Roh Kudus benar-benar menjadi api pembakar semangat sehingga roh mereka makin berkobar-kobar bagi Tuhan.

     Sebagai orang percaya kita perlu dipenuhi oleh Roh Kudus supaya tubuh kita menjadi bait Roh Kudus.  "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  (1 Korintus 3:16).  Ketika Roh Kudus memenuhi hidup kita dan tubuh kita menjadi tempat di mana Roh Kudus berdiam, kita akan menjadi orang-orang yang berbeda dan beroleh perhatian lebih dari Tuhan jika dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki Roh Kudus, sehingga karya Tuhan yang heran dan ajaib akan semakin dinyatakan dalam kehidupan kita.

     Bagaimana supaya hidup kita dipenuhi oleh Roh Kudus?  "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan."  (Matius 7:7-8).  Jadi kita harus berdoa dan meminta kepada Tuhan dengan penuh iman.  Namun seringkali kita tidak sabar dalam menantikan Roh Kudus.  Tuhan Yesus pun memerintahkan murid-muridNya untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka dipenuhi dengan RohNya, dan setelah menunggu selama 10 hari, dari sekian banyak orang yang menunggu hanya tersisa 120 orang saja yang dipenuhi oleh Roh Kudus.

     Tuhan pun menginginkan kita bertekun dan sabar menantikan janji Tuhan ini.  DiberikanNya Roh Kudus kepada orang percaya adalah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, karena Ia tahu bahwa kita ini penuh kelemahan sehingga Roh Kudus diberikan sebagai Penolong dan Penghibur bagi kita.

Mintalah dengan iman, maka Roh Kudus akan dicurahkan atas hidup kita!

Monday, June 30, 2014

MEMANDANG TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2014

Baca:  Mazmur 123:1-4

"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga."  Mazmur 123:1

Dalam menjalani hari-hari yang penuh gejolak dan pergumulan ini penting bagi kita untuk mengarahkan pandangan secara tepat, bukan kepada hal-hal negatif yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan dan semakin dekat dengan kegagalan dan kehancuran.  Sebab sekali saja kita salah dalam mengarahkan mata akan berakhir fatal seperti yang dialami oleh Hawa, Akhan dan juga Daud.

     Di sepanjang perjalanannya dan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian bangsa Israel senantiasa mengalami kebaikan dan mujizat Tuhan yang dinyatakan di depan mereka.  Tapi mereka tetap saja dihantui oleh ketakutan karena mata mereka terus tertuju kepada kesukaran di padang gurun dan juga pasukan Firaun yang mengejarnya.  Musa pun harus mengingatkan mereka berulang-ulang,  "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."  (Keluaran 14:13-14).

     Di sepanjang bulan Juni yang telah kita lewati mungkin ada banyak kesalahan yang telah kita lakukan karena  'mata'  kita sehingga hari-hari yang kita jalani pun terasa berat dan membuat kita jatuh bangun dalam dosa.  Tidak ada kata terlambat untuk berbenah dan berubah!  Mulai hari ini dan seterusnya  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman,"  (Ibrani 12:2).  Mengapa kita harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan?  Agar kita tidak mengalami ketakutan dalam menjalani hidup ini.  Namun bila pandangan kita terus tertuju kepada situasi dan kondisi yang ada, kita akan mudah sekali takut.  Ingat!  Ketakutan adalah musuh dari iman dan merupakan roh yang harus kita kalahkan,  "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Semakin kita takut semakin lemahlah iman kita, sehingga kita pun tidak akan sanggup menghadapi segala sesuatunya.

"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah."  Mazmur 16:8

Sunday, June 29, 2014

SALAH MEMANDANG (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2014

Baca:  1 Yohanes 2:15-17

"Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."  1 Yohanes 2:16

Menggunakan mata untuk memandang yang tidak baik dan negatif akan menghasilkan keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.

     Itulah yang diperbuat oleh Akhan.  Ketika memandang barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan timbullah keinginan untuk memilikinya.  "aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali."  (Yosua 7:21).  Dengan sembunyi-sembunyi Akhan mengambil barang-barang yang telah dikhususkan bagi Tuhan.  Karena pelanggarannya ini Akhan harus menanggung akibatnya:  ia dilempari batu dan kemudian dibakar dengan api beserta dengan keluarga dan semua harta miliknya.

     Daud pun memiliki pengalaman buruk dalam hidupnya berkenaan dengan kesalahannya dalam menggunakan matanya.  "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya."  (2 Samuel 11:2).  Daud melihat Batsyeba yang sedang mandi, hatinya pun tergoda memilikinya, padahal perempuan itu sudah bersuami.  Hasrat tak terbendung,  "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia."  (2 Samuel 11:4).  Tidak berhenti sampai di situ, Daud pun membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Uria  (suami Batsyeba)  dengan menempatkannya di barisan depan dalam sebuah pertempuran hebat.  Tuhan memakai nabi Natan untuk menegur dan mengingatkan Daud atas dosanya yang keji itu.  Akhirnya Daud menyesali perbuatannya, tapi akibat dari pelanggarannya tetap berlaku:  anaknya mati.

Hawa, Akhan dan Daud menggunakan matanya untuk berbuat dosa, maka mereka pun harus menanggung akibatnya!

Saturday, June 28, 2014

SALAH MEMANDANG (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2014

Baca:  Matius 6:22-23

"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;"  Matius 6:22

Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia.  Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan  'love at first sight'  yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama.  Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.

     Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran.  Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita.  Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata.  "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua."  (Matius 18:9).  Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang.  Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya.  Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif.  Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.

     Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya.  Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan.  Tertulis:  "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya."  (Kejadian 3:6).  Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup.  (Bersambung)

Friday, June 27, 2014

Seri Yefta: PEMIMPIN ISRAEL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2014

Baca:  Hakim-Hakim 11:12-28

"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon."  Hakim-Hakim 11:27b

Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan.  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN."  (Yesaya 55:8).  Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.

     Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta.  Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin.  Mengapa demikian?  Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob.  Kata Yefta,  "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?"  (Hakim-Hakim 11:7).  Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau.  Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa:  "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?"  (Hakim-Hakim 11:9).  Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya.  Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan.  Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.

     Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota,  bahkan sampai 20 kota dikalahkannya  (baca  Hakim-Hakim 11:32-33).  Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.

Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.

Thursday, June 26, 2014

Seri Yefta: MENGALAMI PENOLAKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2014

Baca:  Hakim-Hakim 11:1-11

"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead."  Hakim-Hakim 1:1

Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair.  Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun.  Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang.  Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.

     Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam.  Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat.  Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel.  "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."  (ayat 2).  Nasib Yefta bisa dikatakan  'sudah jatuh tertimpa tangga'  pula.  Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri.  Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul.  Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta:  ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal.  Ironis sekali!  Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang  'bermasalah'.  Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.

     Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari.  "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah."  (1 Korintus 1:27-29).  Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat!  (Bersambung)

Wednesday, June 25, 2014

Teguh Terhadap Janji Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2014

Baca:  Roma 4:18-25

"dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan."  Roma 4:21

Berbicara tentang keteguhan hati menantikan janji Tuhan, rasul Paulus mengajak kta untuk belajar dan meneladani hidup Abraham,  "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa,"  (Roma 4:18).  Pada waktu itu Abraham telah berumur 100 tahun, Sara juga sudah tidak mungkin lagi mengandung karena rahimnya telah tertutup.  Jadi untuk memiliki keturunan, secara manusia hal itu adalah mustahil.

     Namun Tuhan telah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit.  "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."  (Kejadian 15:5).  Dalam situasi demikian Abraham dan Sara memiliki alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan dan imannya memudar.  Tetapi Alkitab menyatakan:  "...terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,"  (Roma 4:20), maka  "...TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (Kejadian 15:6).  Seringkali apa yang dijanjikan Tuhan itu apabila kita ukur dan bandingkan dengan kenyataan yang ada sangat bertolak-belakang.  Adalah manusiawi sekali jika Sara sempat tertawa mendengar janji Tuhan itu karena ia sadar bahwa usianya sudah tua.  Ditinjau dari sudut ilmiah dan akal sehat tidaklah mungkin seorang wanita yang telah mati haid dapat mengandung.  "Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku."  (Kejadian 21:6).  Kalau janji tersebut disampaikan kepada kita saat ini pastilah kita juga akan tertawa dan sulit untuk percaya.

     Intinya, kepercayaan Abraham terhadap janji Tuhan tidak terpengaruh sedikit pun oleh situasi dan keadaan yang ada.  Mata imannya terus tertuju kepada Tuhan.  Sikap inilah yang harus kita praktekkan dalam kehidupan ini.  Bagaimana dengan kita?  Iman percaya kita seringkali bergantung pada situasi dan keadaan yang ada dan akhirnya kita pun tidak mengalami penggenapan janji Tuhan secara penuh, karena sikap kita yang mudah berubah.

Mari kita  "...hidup karena percaya, bukan karena melihat."  2 Korintus 5:7

Tuesday, June 24, 2014

JANJI MASA KINI DAN MASA MENDATANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2014

Baca:  Mazmur 12:1-9

"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."  Mazmur 12:7

Dalam Ibrani 11:1 dikatakan,  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya iman memiliki dua dimensi yaitu dimensi sekarang  (masa kini)  dan dimensi yang akan datang.  Dimensi sekarang berkenaan dengan kehidupan yang sedang kita jalani dan pergumulkan, serta terlihat secara kasat mata.  Dimensi kedua yaitu dimensi yang akan datang, berkenaan dengan pengharapan kita di dalam Tuhan, arah pandang yang tertuju kepada janji-janji Tuhan yang saat ini tidak kelihatan dan masih belum terjadi, namun yang kita yakini bahwa pada saat yang tepat Tuhan pasti menggenapiNya, sebab janji Tuhan adalah murni.

     'Dimensi janji Tuhan'  inilah yang seringkali menjadi sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi setiap orang percaya.  Ada banyak orang Kristen yang mudah sekali berubah sikap, imannya melemah dan tidak lagi menaruh pengharapan penuh kepada Tuhan karena kenyataan yang ada tidak seperti yang diharapkan.  Mereka tidak lagi bersabar menantikan janji Tuhan dan lebih memilih mengandalkan kekuatan sendiri, lari kepada manusia mencari pertolongan.  Waspadalah, Iblis akan menggunakan celah ini sebagai kesempatan menabaur benih keraguan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan.  Alkitab menegaskan:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

     Jangan sekali pun ragu terhadap janji Tuhan.  Cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi.  Di tengah situasi-situasi sulit biarlah kita selalu menguatkan iman percaya kepada Tuhan sehingga kita tetap dapat berkata:  "Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya."  (Mazmur 119:140).

"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?"  Bilangan 23:19

Monday, June 23, 2014

Seri Pekerja Tuhan: SETIA DAN DAPAT DIPERCAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2014

Baca:  1 Korintus 4:1-5

"Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai."  1 Korintus 4:2

Kesetiaan dan dapat dipercaya adalah dua unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja Tuhan.  Bagaimana kita bisa disebut sebagai pekerja Tuhan yang baik jika kita tidak setia mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita?  Tanpa kesetiaan, kita akan mudah sekali kecewa dan putus asa saat diperhadapkan dengan tantangan.  Jadi,  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Tanpa kesetiaan mustahil orang bisa dipercaya untuk sebuah tugas pelayanan.  Yusuf dipercaya oleh Potifar untuk mengatur apa yang ada di rumahnya, bahkan segala miliknya berada dalam kuasanya, oleh karena ia terlebih dahulu menunjukkan kesetiaannya.  Jika tidak setia, mungkinkah seorang pelayan dipercaya sepenuhnya oleh majikannya?  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10a).  Kesetiaan kita dalam mengerjakan perkara-perkara kecil adalah pintu gerbang menuju kepada perkara-perkara besar.

     Tuhan tidak pernah menuntut kecerdasan, kecakapan, kemahiran, popularitas dalam diri pekerjaNya;  apalah arti semuanya itu jika mereka tidak setia dan tidak bisa dipercaya.  Yang Tuhan inginkan adalah para pekerja yang setia melakukan kehendakNya dan yang tidak tergoyahkan dalam komitmen.  Inilah yang menjadi alasan mengapa Paulus mengutus Timotius untuk melayani orang-orang di Korintus.  Meski masih muda, Timotius telah menunjukkan kesetiaannya dan begitu giat dalam melayani Tuhan, dan karena itulah Paulus mempercayakan pelayanan yang besar kepadanya.  Paulus sangat percaya bahwa Timotius tidak akan menyimpang dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan.  Pesan Paulus,  "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau."  (1 Timotius 4:16).

     Tugas seorang pekerja Tuhan adalah menerima firman Tuhan dan kemudian menyalurkan rahasia firman yang telah diterimanya itu kepada orang lain, tapi ia juga harus menunjukkan sebuah keteladanan hidup.

Setia dan bisa dipercaya adalah syarat mutlak dan essensial bagi pekerja Tuhan!