Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 139:1-24
"Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" Mazmur 139:7
Tuhan Mahahadir dan Mahatahu, tidak ada tempat di belahan bumi mana pun kita dapat menyembunyikan diri dariNya. "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala
sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita
harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Daud menyadari hal ini, "TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:1-3). Namun banyak dari kita yang tidak menyadarinya. Kita berpikir Tuhan tidak tahu apa yang kita perbuat sehingga kita pun mengelabuiNya. Ibadah tetap jalan, dosa pun tetap dilakukan. Di dalam hati dan pikiran kita terpendam seribu rancangan dan segala keinginan untuk memuaskan daging, padahal "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Yunus adalah orang yang diutus Tuhan untuk memberitakan Injil dan menyerukan pertobatan kepada orang-orang yang ada di kota Niniwe. Niniwe bukan hanya kota yang besar luasnya, tapi juga padat penduduknya. Niniwe adalah ibukota Kerajaan Asyur, tempat di mana penindasan dan kekejaman muncul dari kota itu. Jadi Niniwe adalah musuh besar bangsa Israel pada waktu itu. Secara manusiawi mungkin Yunus merasa minder dan takut untuk pergi ke sana karena Niniwe adalah kota besar dan kejam penduduknya. Namun sesungguhnya ia sangat marah dan benci atas perbuatan orang-orang Niniwe yang membuat bangsanya menderita. Karena itu daripada mentaati perintah Tuhan, Yunus memilih untuk kabur dan mangkir dari tugas sehingga ia putar haluan ke kota lain yaitu Tarsis, suatu tempat yang "...jauh dari hadapan TUHAN;" (Yunus 1:3). Yunus berpikir bahwa Tuhan tidak akan mengetahuinya dan tidak akan mencarinya, walau sesungguhnya ia tahu benar bahwa Tuhan itu Mahatahu.
Jika Tuhan ada di mana-mana, hendak lari ke mana Yunus? Ke ujung dunia pun ia tahu keberadaannya. Itulah sebabnya dalam perjalanan laut menuju Tarsis Tuhan berkenan mendatangkan malapetaka, yaitu angin ribut dan badai besar melanda. (Bersambung)
Friday, August 9, 2013
Thursday, August 8, 2013
LIDIA: Wanita Murah Hati (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2013 -
Baca: Filipi 4:10-20
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baptisan adalah identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. dikatakan: "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)
Memberi tumpangan kepada hamba Tuhan adalah bukti bahwa ada buah-buah roh yang dihasilkan Lidia sebagai manusia baru di dalam Kristus. Alkitab mencatat bahwa keramahtamahan dan suka memberi adalah sifat yang paling menonjol dari jemaat di Filipi. Kontribusi mereka dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangat besar dan mereka melakukannya atas dasar kasih dan kerelaan, tanpa perhitungan untung-rugi. "...hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu." (Filipi 4:15). Rasul Paulus sangat percaya bahwa Tuhan akan memperhitungkan setiap persembahan yang mereka berikan. Bagian Tuhan adalah memberkati orang yang suka memberi, karena Dia adalah sumber berkat dan berkuasa membuka sumber berkat yang tak terbatas dalam kehidupan orang-orang yang suka memberi. "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:10).
Banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan tidak mau memberi karena takut berkekurangan. Namun ketahuilah, orang yang suka memberi tidak akan pernah menjadi miskin karena ia dipelihara oleh Tuhan. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:25). Kekristenan itu identik dengan kasih dan salah satu wujud nyata bahwa kita punya kasih adalah memberi. Lidia telah memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus bermurah hati dan mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
"Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," Amsal 11:17
Baca: Filipi 4:10-20
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." Filipi 4:19
Baptisan adalah identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. dikatakan: "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)
Memberi tumpangan kepada hamba Tuhan adalah bukti bahwa ada buah-buah roh yang dihasilkan Lidia sebagai manusia baru di dalam Kristus. Alkitab mencatat bahwa keramahtamahan dan suka memberi adalah sifat yang paling menonjol dari jemaat di Filipi. Kontribusi mereka dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangat besar dan mereka melakukannya atas dasar kasih dan kerelaan, tanpa perhitungan untung-rugi. "...hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu." (Filipi 4:15). Rasul Paulus sangat percaya bahwa Tuhan akan memperhitungkan setiap persembahan yang mereka berikan. Bagian Tuhan adalah memberkati orang yang suka memberi, karena Dia adalah sumber berkat dan berkuasa membuka sumber berkat yang tak terbatas dalam kehidupan orang-orang yang suka memberi. "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:10).
Banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan tidak mau memberi karena takut berkekurangan. Namun ketahuilah, orang yang suka memberi tidak akan pernah menjadi miskin karena ia dipelihara oleh Tuhan. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan," (Amsal 11:25). Kekristenan itu identik dengan kasih dan salah satu wujud nyata bahwa kita punya kasih adalah memberi. Lidia telah memberikan teladan bagi kita bagaimana kita harus bermurah hati dan mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
"Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," Amsal 11:17
Wednesday, August 7, 2013
LIDIA: Wanita Murah Hati (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 16:13-18
"Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku." Kisah 16:15
Salah satu syarat bagi pemilik jemaat atau pelayan Tuhan adalah suka memberi tumpangan (baca 1 Timotius 3:2). Orang yang suka memberi tumpangan disebut telah melakukan pekerjaan yang baik, dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang murah hati.
Alkitab menyatakan bahwa kemurahan hati merupakan salah satu dari buah-buah Roh yang harus dihasilkan dalam kehidupan orang percaya. Mengapa kita harus bermurah hati? Karena Tuhan adalah murah hati dan "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah pengikut Kristus, kita harus menunjukkan sifat-sifat yang mencerminkan Kristus, salah satunya adalah murah hati.
Adalah Lidia, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual kain ungu, yang disebut memiliki sifat murah hati itu. Lidia berasal dari kota Tiatira, salah satu kota di Filipi yang dikenal sebagai kota industri dan perdagangan. Sebagai pedagang kain Lidia bukanlah wanita sembarangan. Bisa dikatakan ia adalah orang yang mapan dan berhasil. Meski hidup dalam kecukupan Lidia tidaklah pelit dan kikir. Ia tidak menutup mata terhadap sesamanya, malahan menunjukkan kasih dan kepeduliannya terhadap orang lain. Ia membuka pintu rumahnya untuk memberi tumpangan kepada orang-orang yang melayani Tuhan. Memberi tumpangan adalah salah satu bagian penting dalam pelayanan dan bukti bahwa ia sangat mendukung pekerjaan Tuhan. Ada tertulis: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu," (Amsal 3:9). Dilihat dari latar belakangnya, sesungguhnya Lidia adalah seorang non yahudi, tapi ia percaya kepada Tuhan dan imannya makin diteguhkan ketika ia mendengarkan berita firman yang disampaikan oleh rasul Paulus saat melakukan tour pelayanannya di Filipi. Akhirnya Lindia dan seisi keluarganya memberi diri untuk dibaptis.
Kehidupan Lidia mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, sehingga ia mampu membawa seisi keluarganya percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis sebagai tanda kehidupan baru di dalam Kristus. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 16:13-18
"Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku." Kisah 16:15
Salah satu syarat bagi pemilik jemaat atau pelayan Tuhan adalah suka memberi tumpangan (baca 1 Timotius 3:2). Orang yang suka memberi tumpangan disebut telah melakukan pekerjaan yang baik, dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang murah hati.
Alkitab menyatakan bahwa kemurahan hati merupakan salah satu dari buah-buah Roh yang harus dihasilkan dalam kehidupan orang percaya. Mengapa kita harus bermurah hati? Karena Tuhan adalah murah hati dan "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah pengikut Kristus, kita harus menunjukkan sifat-sifat yang mencerminkan Kristus, salah satunya adalah murah hati.
Adalah Lidia, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual kain ungu, yang disebut memiliki sifat murah hati itu. Lidia berasal dari kota Tiatira, salah satu kota di Filipi yang dikenal sebagai kota industri dan perdagangan. Sebagai pedagang kain Lidia bukanlah wanita sembarangan. Bisa dikatakan ia adalah orang yang mapan dan berhasil. Meski hidup dalam kecukupan Lidia tidaklah pelit dan kikir. Ia tidak menutup mata terhadap sesamanya, malahan menunjukkan kasih dan kepeduliannya terhadap orang lain. Ia membuka pintu rumahnya untuk memberi tumpangan kepada orang-orang yang melayani Tuhan. Memberi tumpangan adalah salah satu bagian penting dalam pelayanan dan bukti bahwa ia sangat mendukung pekerjaan Tuhan. Ada tertulis: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu," (Amsal 3:9). Dilihat dari latar belakangnya, sesungguhnya Lidia adalah seorang non yahudi, tapi ia percaya kepada Tuhan dan imannya makin diteguhkan ketika ia mendengarkan berita firman yang disampaikan oleh rasul Paulus saat melakukan tour pelayanannya di Filipi. Akhirnya Lindia dan seisi keluarganya memberi diri untuk dibaptis.
Kehidupan Lidia mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, sehingga ia mampu membawa seisi keluarganya percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis sebagai tanda kehidupan baru di dalam Kristus. (Bersambung)
Tuesday, August 6, 2013
DIVIDE ET IMPERA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2013 -
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Bukankah kita sering mendengar ada orang Kristen yang berkata bahwa gerejanyalah yang paling besar dan penuh urapan Tuhan, atau gereja A jemaatnya ribuaan, itu tandanya diberkati Tuhan, sedangkan gereja B jemaatnya sedikit, berarti tidak ada lawatan Tuhan. Ada pula jemaat yang begitu fanatik terhadap hamba Tuhan tertentu dan tidak suka dengan yang lainnya. Ini adalah tanda bahwa perpecahan sedang terjadi di antara anak-anak Tuhan, dan terjadi di dalam gereja, bukan di luar gereja.
Jika di dalam gereja sendiri terjadi banyak perselisihan dan perpecahan, bagaimana mungkin bisa menjadi berkat atau kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar sana? Oleh karena itu rasul Paulus menegur dan mengingatkan jemaat di Korintus dengan penuh kasih agar mereka menyadari akan hal ini, dan segera membereskan permasalahan yang ada. Ia mengajak jemaat untuk bersatu, saling mengasihi, saling memperhatikan satu sama lain sebagai keluarga besar Kerajaan Allah. Kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dan pusat dari segala ibadah dan pelayanan yang kita lakukan. Tidak ada pembicara, hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang dapat menggantikan posisi Tuhan; tidak ada golongan Apolos, Paulus, Kefas atau yang lainnya. "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (1 Korintus 12:12). Jadi di dalam Kristus "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19).
Meski menjadi hamba Tuhan yang berhasil dan diurapi Tuhan, Paulus menolak dikultuskan dan diidolakan. Yang layak untuk ditinggikan dan diagungkan dalam hidup orang percaya hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan manusia. Jika tidak, perpecahan pasti akan terhadi dan tak terhindarkan! Selama masih ada perselisihan, benci, marah, akar pahit, dendam, iri hati, kita masih hidup sebagai manusia duniawi.
Mari kita bersatu hati untuk melayani Tuhan dan memberitakan InjilNya, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui gereja-Nya!
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Bukankah kita sering mendengar ada orang Kristen yang berkata bahwa gerejanyalah yang paling besar dan penuh urapan Tuhan, atau gereja A jemaatnya ribuaan, itu tandanya diberkati Tuhan, sedangkan gereja B jemaatnya sedikit, berarti tidak ada lawatan Tuhan. Ada pula jemaat yang begitu fanatik terhadap hamba Tuhan tertentu dan tidak suka dengan yang lainnya. Ini adalah tanda bahwa perpecahan sedang terjadi di antara anak-anak Tuhan, dan terjadi di dalam gereja, bukan di luar gereja.
Jika di dalam gereja sendiri terjadi banyak perselisihan dan perpecahan, bagaimana mungkin bisa menjadi berkat atau kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar sana? Oleh karena itu rasul Paulus menegur dan mengingatkan jemaat di Korintus dengan penuh kasih agar mereka menyadari akan hal ini, dan segera membereskan permasalahan yang ada. Ia mengajak jemaat untuk bersatu, saling mengasihi, saling memperhatikan satu sama lain sebagai keluarga besar Kerajaan Allah. Kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dan pusat dari segala ibadah dan pelayanan yang kita lakukan. Tidak ada pembicara, hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang dapat menggantikan posisi Tuhan; tidak ada golongan Apolos, Paulus, Kefas atau yang lainnya. "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus." (1 Korintus 12:12). Jadi di dalam Kristus "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19).
Meski menjadi hamba Tuhan yang berhasil dan diurapi Tuhan, Paulus menolak dikultuskan dan diidolakan. Yang layak untuk ditinggikan dan diagungkan dalam hidup orang percaya hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan manusia. Jika tidak, perpecahan pasti akan terhadi dan tak terhindarkan! Selama masih ada perselisihan, benci, marah, akar pahit, dendam, iri hati, kita masih hidup sebagai manusia duniawi.
Mari kita bersatu hati untuk melayani Tuhan dan memberitakan InjilNya, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui gereja-Nya!
Monday, August 5, 2013
DIVIDE ET IMPERA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2013 -
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa besar. Namun kita memiliki pengalaman sejarah yang kelam, di mana selama waktu yang tidak sebentar kita dijajah bangsa-bangsa lain. Belanda, negara kecil di benua Eropa, adalah salah satu yang mampu menguasai Indonesia yang besar ini. Mengapa bisa terjadi? Salah satu faktornya karena politik divide et impera (bahasa Latin, artinya divide and rule: membagi dan menguasai) yang diterapkan oleh Belanda, yaitu politik pecah belah atau adu domba, memecah kelompak besar menjadi kelompok kecil sehingga lebih mudah untuk ditaklukkan. Jika suatu bangsa yang besar mengalami perpecahan dan tercerai-berai, cepat atau lambat bangsa itu akan menjadi hancur.
Menghasut dan memecah belah supaya terjadi perpecahan adalah strategi yang dilakukan Iblis untuk melumpuhkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya. Apabila anak-anak Tuhan saling berselisih, menuding dan membentuk kubu-kubu akan mempermudah Iblis untuk melancarkan serangannya. Inilah yang terjadi dan melanda jemaat Tuhan di Korintus, di mana mereka saling berselisih, iri hati, tidak seia-sekata, tidak cocok satu sama lain sehingga mereka berkelompok, membentuk komunitas, golongan dan aliran sendiri-sendiri. "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." (1 Korintus 1:12). Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, cepat atau lambat gereja akan terpecah, dan akhirnya akan menjadi hancur berkeping-keping.
Ada peribahasa yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh', yang artinya perselisihan akan berakibat pada kehancuran, namun kerukunan akan menjadikan kita makin kuat/Solid. Selama kita masih mengedepankan ego masing-masing, merasa diri paling benar, merasa gereja kita paling besar dan maju, merasa paling berjasa dan sebagainya, kita sedang dalam perpecahan. Perhatikan ayat ini: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25). (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." 1 Korintus 1:10
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa besar. Namun kita memiliki pengalaman sejarah yang kelam, di mana selama waktu yang tidak sebentar kita dijajah bangsa-bangsa lain. Belanda, negara kecil di benua Eropa, adalah salah satu yang mampu menguasai Indonesia yang besar ini. Mengapa bisa terjadi? Salah satu faktornya karena politik divide et impera (bahasa Latin, artinya divide and rule: membagi dan menguasai) yang diterapkan oleh Belanda, yaitu politik pecah belah atau adu domba, memecah kelompak besar menjadi kelompok kecil sehingga lebih mudah untuk ditaklukkan. Jika suatu bangsa yang besar mengalami perpecahan dan tercerai-berai, cepat atau lambat bangsa itu akan menjadi hancur.
Menghasut dan memecah belah supaya terjadi perpecahan adalah strategi yang dilakukan Iblis untuk melumpuhkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya. Apabila anak-anak Tuhan saling berselisih, menuding dan membentuk kubu-kubu akan mempermudah Iblis untuk melancarkan serangannya. Inilah yang terjadi dan melanda jemaat Tuhan di Korintus, di mana mereka saling berselisih, iri hati, tidak seia-sekata, tidak cocok satu sama lain sehingga mereka berkelompok, membentuk komunitas, golongan dan aliran sendiri-sendiri. "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." (1 Korintus 1:12). Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, cepat atau lambat gereja akan terpecah, dan akhirnya akan menjadi hancur berkeping-keping.
Ada peribahasa yang mengatakan: 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh', yang artinya perselisihan akan berakibat pada kehancuran, namun kerukunan akan menjadikan kita makin kuat/Solid. Selama kita masih mengedepankan ego masing-masing, merasa diri paling benar, merasa gereja kita paling besar dan maju, merasa paling berjasa dan sebagainya, kita sedang dalam perpecahan. Perhatikan ayat ini: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan." (Matius 12:25). (Bersambung)
Sunday, August 4, 2013
MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2013 -
Baca: Roma 2:1-16
"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." Roma 2:1
Pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma. Karena itu ia sangat dimusuhi orang-orang Israel karena dianggap melayani penguasa Roma dan menindas orang-orang sebangsanya. Ia dipandang sebagai orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani.
Namun si pemungut cukai datang kepada Tuhan dengan hati hancur. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Dan ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Pemungut cukai mengakui segala dosa dan pelanggaran kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan Ia berkenan, sehingga "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak." (Lukas 18:14). Sebaliknya Tuhan sangat mencela orang Farisi yang datang kepadaNya dengan penuh kesombongan, membenarkan diri sendiri dan cenderung menghakimi orang lain, padahal "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Menurut penilaian manusia, apa yang diperbuat orang Farisi ini sungguh sangat rohaniah dan pasti berkenan kepada Tuhan. Tapi, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Tuhan tahu persis motivasi kita saat mengerjakan sesuatu dan dalam menjalankan ibadah. Ia tidak bisa dikelabui dengan aktivitas-aktivitas rohani kita. Merasa benar sendiri beda dengan dibenarkan Tuhan. Jadi jangan sekali-kali menganggap rendah orang lain dan menjadi sombong sehingga mata kita pun tertutup terhadap kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9).
Orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan!
Baca: Roma 2:1-16
"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." Roma 2:1
Pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma. Karena itu ia sangat dimusuhi orang-orang Israel karena dianggap melayani penguasa Roma dan menindas orang-orang sebangsanya. Ia dipandang sebagai orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani.
Namun si pemungut cukai datang kepada Tuhan dengan hati hancur. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Dan ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Pemungut cukai mengakui segala dosa dan pelanggaran kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan Ia berkenan, sehingga "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak." (Lukas 18:14). Sebaliknya Tuhan sangat mencela orang Farisi yang datang kepadaNya dengan penuh kesombongan, membenarkan diri sendiri dan cenderung menghakimi orang lain, padahal "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Menurut penilaian manusia, apa yang diperbuat orang Farisi ini sungguh sangat rohaniah dan pasti berkenan kepada Tuhan. Tapi, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Tuhan tahu persis motivasi kita saat mengerjakan sesuatu dan dalam menjalankan ibadah. Ia tidak bisa dikelabui dengan aktivitas-aktivitas rohani kita. Merasa benar sendiri beda dengan dibenarkan Tuhan. Jadi jangan sekali-kali menganggap rendah orang lain dan menjadi sombong sehingga mata kita pun tertutup terhadap kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9).
Orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan!
Saturday, August 3, 2013
MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2013 -
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
Friday, August 2, 2013
KEKRISTENAN YANG TERUJI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2013 -
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Perhatikan pernyataan Daud ini, "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 60:13). Hal ini menunjukkan bahwa Daud memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena sadar bahwa berharap kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini, baik itu jabatan, uang atau kekayaan, adalah sia-sia belaka. Kekuatan manusia sangat terbatas, sementara kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti, "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5). Alkitab pun menegaskan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Karena itu marilah kita membangun dasar hidup kita dengan iman kepada Tuhan Yesus. Dia sudah cukup bagi kita! "Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11). Jika dasar hidup kita dibangun di atas Batu karang yang teguh, seberat apa pun angin dan badai persoalan menerjang kita akan tetap kuat berdiri dan tak tergoyahkan.
2. Milikilah tujuan hidup yang benar. Sebagai orang percaya biarlah tujuan hidup kita yang terutama adalah memuliakan nama Tuhan. Tidak sebatas saat beribadah, tapi di segala aspek kehidupan kita, apa pun yang kita kerjakan harus bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17). Selama berada di bumi Tuhan Yesus telah mengabdikan hidupNya untuk melakukan kehendak Bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Memuliakan nama Tuhan berarti hidup dalam ketaatan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang.
Sudahkah hidup kita teruji demikian?
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Perhatikan pernyataan Daud ini, "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 60:13). Hal ini menunjukkan bahwa Daud memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena sadar bahwa berharap kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini, baik itu jabatan, uang atau kekayaan, adalah sia-sia belaka. Kekuatan manusia sangat terbatas, sementara kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti, "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5). Alkitab pun menegaskan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Karena itu marilah kita membangun dasar hidup kita dengan iman kepada Tuhan Yesus. Dia sudah cukup bagi kita! "Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11). Jika dasar hidup kita dibangun di atas Batu karang yang teguh, seberat apa pun angin dan badai persoalan menerjang kita akan tetap kuat berdiri dan tak tergoyahkan.
2. Milikilah tujuan hidup yang benar. Sebagai orang percaya biarlah tujuan hidup kita yang terutama adalah memuliakan nama Tuhan. Tidak sebatas saat beribadah, tapi di segala aspek kehidupan kita, apa pun yang kita kerjakan harus bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17). Selama berada di bumi Tuhan Yesus telah mengabdikan hidupNya untuk melakukan kehendak Bapa. "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." (Yohanes 17:4). Memuliakan nama Tuhan berarti hidup dalam ketaatan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang.
Sudahkah hidup kita teruji demikian?
Thursday, August 1, 2013
KEKRISTENAN YANG TERUJI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2013 -
Baca: 2 Korintus 13:1-10
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." 2 Korintus 13:5
Setiap siswa, mulai dari SD, SMP, SMU, dan juga mahasiswa di perguruan tinggi pasti mengalami apa yang disebut ujian. Baik itu ujian di tiap-tiap semester, ujian kenaikan kelas/kelulusan atau ujian masuk perguruan tinggi. Tidak bisa tidak, mereka harus belajar dengan rajin supaya berhasil dan setiap ujian yang dihadapinya.
Begitu pula dalam perjalanan kekristenan ini, untuk bisa bertumbuh dan mencapai kedewasaan rohani kita harus melewati ujian demi ujian sebagaimana bangsa Israel juga harus melewati ujian di padang gurun, sebelum Tuhan membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Sayang, kebanyakan dari mereka tidak bisa mencapai Kanaan, karena ketika dalam ujian mereka mengomel, menggerutu, bersungut-sungut, kecewa, putus asa dan sebagainya. Hanya mereka yang hidupnya terujilah yang dapat menikmati janji-janji Tuhan.
Di hari-hari menjelang akhir ini Tuhan juga sedang menguji anak-anakNya. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Ujian bagi orang percaya bertujuan untuk membuktikan kualitas iman kita kepada Tuhan. Jika ada di antara orang Kristen yang berkata bahwa dirinya tidak mungkin jatuh karena merasa imannya berada di level tingkat atas, lalu memegahkan diri dan cenderung selalu menilai orang lain, berhati-hatilah! "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ada hal-hal yang harus kita perhatikan agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar teruji: 1. Milikilah dasar yang kuat. Apakah yang menjadi dasar hidup Saudara? Ini berbicara tentang iman kita. Benarkah kita memiliki iman yang teguh kepada Tuhan? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen mengalami kelesuan rohani karena tidak lagi menyandarkan iman percayanya kepada Tuhan. Mereka lebih bersandar dan mengandalkan kekuatan, kepintaran, harta kekayaan yang dimiliki. (Bersambung)
Baca: 2 Korintus 13:1-10
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." 2 Korintus 13:5
Setiap siswa, mulai dari SD, SMP, SMU, dan juga mahasiswa di perguruan tinggi pasti mengalami apa yang disebut ujian. Baik itu ujian di tiap-tiap semester, ujian kenaikan kelas/kelulusan atau ujian masuk perguruan tinggi. Tidak bisa tidak, mereka harus belajar dengan rajin supaya berhasil dan setiap ujian yang dihadapinya.
Begitu pula dalam perjalanan kekristenan ini, untuk bisa bertumbuh dan mencapai kedewasaan rohani kita harus melewati ujian demi ujian sebagaimana bangsa Israel juga harus melewati ujian di padang gurun, sebelum Tuhan membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Sayang, kebanyakan dari mereka tidak bisa mencapai Kanaan, karena ketika dalam ujian mereka mengomel, menggerutu, bersungut-sungut, kecewa, putus asa dan sebagainya. Hanya mereka yang hidupnya terujilah yang dapat menikmati janji-janji Tuhan.
Di hari-hari menjelang akhir ini Tuhan juga sedang menguji anak-anakNya. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Ujian bagi orang percaya bertujuan untuk membuktikan kualitas iman kita kepada Tuhan. Jika ada di antara orang Kristen yang berkata bahwa dirinya tidak mungkin jatuh karena merasa imannya berada di level tingkat atas, lalu memegahkan diri dan cenderung selalu menilai orang lain, berhati-hatilah! "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ada hal-hal yang harus kita perhatikan agar kita memiliki kehidupan yang benar-benar teruji: 1. Milikilah dasar yang kuat. Apakah yang menjadi dasar hidup Saudara? Ini berbicara tentang iman kita. Benarkah kita memiliki iman yang teguh kepada Tuhan? Akhir-akhir ini banyak orang Kristen mengalami kelesuan rohani karena tidak lagi menyandarkan iman percayanya kepada Tuhan. Mereka lebih bersandar dan mengandalkan kekuatan, kepintaran, harta kekayaan yang dimiliki. (Bersambung)
Wednesday, July 31, 2013
DIDIKAN DAN HAJARAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2013 -
Baca: Ayub 5:1-27
"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." Ayub 5:17
Adakah seorang anak yang tidak menerima didikan dari ayahnya atau orangtuanya? Semua pasti pernah mengalami dan merasakannya. Karena terlalu bandelnya terkadang seorang anak sampai harus mengalami hajaran. Dan ketika orangtua menghajar kita dengan keras, apakah itu tanda bahwa mereka membenci dan tidak mengasihi kita? Tertulis: "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24).
Orangtua jasmani mendidik dan menghajar anaknya dengan tujuan untuk kebaikan si anak itu sendiri supaya mereka tidak menjadi anak yang nakal, tapi menjadi anak yang patuh. Begitu juga dengan kita yang berstatus sebagai anak-anak Tuhan harus mau dan rela untuk dididik, ditegur dan dihajar oleh Tuhan yang Bapa kita. Karena itu "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Namun yang perlu kita pahami, kata 'hajaran' ini bukanlah suatu pukulan yang didasari oleh perasaan marah atau benci, tapi mengandung arti suatu tindakan disiplin yang akan membawa kita kepada kedewasaan. Memang untuk dapat masuk dalam didikan Tuhan ini tidaklah mudah karena kita harus menaklukkan keinginan diri sendiri, khususnya yang menyangkut kedagingan kita. Didikan dan hajaran Tuhan itu memang sakit bagi daging kita, tapi semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita; hal ini membuktikan bahwa Tuhan sangat peduli dan mengasihi kita begitu rupa. Tuhan mendidik kita supaya kita tumbuh sebagai manusia-manusia rohani dan berkarakter seperti Kristus. Karena itu jangan marah dan kecewa jika kita sedang berada dalam didikan Tuhan, sebaliknya, tetaplah berpegang teguh pada ketetapan-ketetapanNya.
Milikilah penyerahan diri kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus senantiasa, karena Dialah yang akan memampukan kita untuk melewati semuanya itu!
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:18
Baca: Ayub 5:1-27
"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." Ayub 5:17
Adakah seorang anak yang tidak menerima didikan dari ayahnya atau orangtuanya? Semua pasti pernah mengalami dan merasakannya. Karena terlalu bandelnya terkadang seorang anak sampai harus mengalami hajaran. Dan ketika orangtua menghajar kita dengan keras, apakah itu tanda bahwa mereka membenci dan tidak mengasihi kita? Tertulis: "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24).
Orangtua jasmani mendidik dan menghajar anaknya dengan tujuan untuk kebaikan si anak itu sendiri supaya mereka tidak menjadi anak yang nakal, tapi menjadi anak yang patuh. Begitu juga dengan kita yang berstatus sebagai anak-anak Tuhan harus mau dan rela untuk dididik, ditegur dan dihajar oleh Tuhan yang Bapa kita. Karena itu "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Namun yang perlu kita pahami, kata 'hajaran' ini bukanlah suatu pukulan yang didasari oleh perasaan marah atau benci, tapi mengandung arti suatu tindakan disiplin yang akan membawa kita kepada kedewasaan. Memang untuk dapat masuk dalam didikan Tuhan ini tidaklah mudah karena kita harus menaklukkan keinginan diri sendiri, khususnya yang menyangkut kedagingan kita. Didikan dan hajaran Tuhan itu memang sakit bagi daging kita, tapi semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita; hal ini membuktikan bahwa Tuhan sangat peduli dan mengasihi kita begitu rupa. Tuhan mendidik kita supaya kita tumbuh sebagai manusia-manusia rohani dan berkarakter seperti Kristus. Karena itu jangan marah dan kecewa jika kita sedang berada dalam didikan Tuhan, sebaliknya, tetaplah berpegang teguh pada ketetapan-ketetapanNya.
Milikilah penyerahan diri kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus senantiasa, karena Dialah yang akan memampukan kita untuk melewati semuanya itu!
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." Ayub 5:18
Tuesday, July 30, 2013
MEMBANGUN RUMAH ROHANI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2013 -
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." 1 Korintus 3:11
Ada dua dasar yang digunakan untuk membangun rumah: batu dan pasir. Batu berbicara tentang sesuatu yang kuat dan kokoh, sedangkan pasir tentang sesuatu yang mudah diterpa angin, berubah, bergerak. Kita harus meletakkan dasar 'rumah' kita di atas batu karang rohani yaitu Yesus supaya rumah kita tetap kuat dan kokoh, karena di dalam Dia ada jaminan keselamatan, ada masa depan, ada harapan dan juga kepastian hidup yang kekal.
Yesus adalah Pribadi yang tidak pernah berubah, Dia tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (baca Ibrani 13:8). Jika dasar 'rumah' kita adalah Tuhan Yesus, seberat apa pun badai persoalan melanda, rumah kita akan tetap kokoh berdiri. Namun jika yang menjadi dasar 'rumah' kita adalah pasir (gambaran dari sesuatu yang tidak tentu, bergerak dan mudah berubah), maka ketika hujan turun, banjir datang dan angin persoalan melanda, rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.
Dalam hidup ini jangan sekali-kali berharap dan mengandalkan uang, materi atau kekayaan karena semuanya itu tidak tentu dan bisa lenyap seketika. Ada tertulis: "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28). Jangan pula membangga-banggkan kecantikan dan ketampanan karena itu bisa pudar dan lutur. Memang, membangun rumah di atas 'batu' tidaklah mudah, melainkan susah, berat, perlu perjuangan. Ada harga yang harus kita bayar! Tetapi ketika angin dan badai melanda, rumah itu akan tetap bertahan. Sebaliknya membangun di atas pasir sangatlah mudah, tetapi bila angin atau badai datang, rumah itu akan mudah hancur pula.
Bagaimana dengan rumah rohani Saudara? Apakah kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai dasar dan pondasinya? Kalau dasar atau pondasi rumah itu sudah benar, sekarang tinggal bagaimana kita membangun di atasnya. Marilah kita membangun rumah kita dengan emas, perak dan batu permata yang adalah lambang kemurnian dan kualitas yang tahan uji. Bukan membangunnya dengan kayu, rumput kering atau jerami yang adalah gambaran tentang perkara-perkara duniawi dan kedagingan.
"Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." 1 korintus 3:14
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." 1 Korintus 3:11
Ada dua dasar yang digunakan untuk membangun rumah: batu dan pasir. Batu berbicara tentang sesuatu yang kuat dan kokoh, sedangkan pasir tentang sesuatu yang mudah diterpa angin, berubah, bergerak. Kita harus meletakkan dasar 'rumah' kita di atas batu karang rohani yaitu Yesus supaya rumah kita tetap kuat dan kokoh, karena di dalam Dia ada jaminan keselamatan, ada masa depan, ada harapan dan juga kepastian hidup yang kekal.
Yesus adalah Pribadi yang tidak pernah berubah, Dia tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (baca Ibrani 13:8). Jika dasar 'rumah' kita adalah Tuhan Yesus, seberat apa pun badai persoalan melanda, rumah kita akan tetap kokoh berdiri. Namun jika yang menjadi dasar 'rumah' kita adalah pasir (gambaran dari sesuatu yang tidak tentu, bergerak dan mudah berubah), maka ketika hujan turun, banjir datang dan angin persoalan melanda, rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.
Dalam hidup ini jangan sekali-kali berharap dan mengandalkan uang, materi atau kekayaan karena semuanya itu tidak tentu dan bisa lenyap seketika. Ada tertulis: "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28). Jangan pula membangga-banggkan kecantikan dan ketampanan karena itu bisa pudar dan lutur. Memang, membangun rumah di atas 'batu' tidaklah mudah, melainkan susah, berat, perlu perjuangan. Ada harga yang harus kita bayar! Tetapi ketika angin dan badai melanda, rumah itu akan tetap bertahan. Sebaliknya membangun di atas pasir sangatlah mudah, tetapi bila angin atau badai datang, rumah itu akan mudah hancur pula.
Bagaimana dengan rumah rohani Saudara? Apakah kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai dasar dan pondasinya? Kalau dasar atau pondasi rumah itu sudah benar, sekarang tinggal bagaimana kita membangun di atasnya. Marilah kita membangun rumah kita dengan emas, perak dan batu permata yang adalah lambang kemurnian dan kualitas yang tahan uji. Bukan membangunnya dengan kayu, rumput kering atau jerami yang adalah gambaran tentang perkara-perkara duniawi dan kedagingan.
"Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." 1 korintus 3:14
Monday, July 29, 2013
MEBANGUN RUMAH ROHANI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2013 -
Baca: Matius 7:24-27
"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu." Matius 7:24
Di berbagai kesempatan Yesus seringkali menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan ajarannya. Seperti pembacaan firman hari ini, ia memakai kata rumah untuk menggambarkan keadaan manusia. Rumah adalah kebutuhan primer manusia selain sandang dan pangan. Siapa pun memiliki keinginan memiliki rumah yang layak huni. Karena itulah dalam membangun sebuah rumah ada hal-hal yang harus kita perhatikan, mulai dari tipe dan juga dasarnya. Model rumah tertentu dengan tipe tertentu akan menentukan keberadaan dan nilai rumah tersebut. Jika rumah itu besar dan kualitasnya bagus, nilai dan harganya akan semakin tinggi dan mahal, begitu juga sebaliknya.
Dalam pengajaranNya Tuhan Yesus menjelaskan tentang dua jenis manusia. Pertama, orang yang mendengarkan perkataan Tuhan Yesus dan melakukannya, disebut sebagai orang yang bijaksana. Yang kedua, orang yang mendengarkan perkataan Tuhan Yesus tetapi tidak melakukannya, disebut orang yang bodoh. Orang bijakasana yang dimaksud tidak berbicara tentang orang yang pintar, jenius atau punya intelektual tinggi, tetapi mengacu kepada orang yang melakukan firman Tuhan. Juga terhadap orang yang bodoh, bukan berarti ia punya IQ rendah atau tidak berpendidikan, tapi ini mengenai orang yang hanya mendengarkan firman Tuhan tapi tidak melakukannya. Yakobus menasihati kita, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Apalah artinya kita hanya sebatas suka mendengarkan khotbah di gereja, mengoleksi CD- CD khotbah pendeta-pendeta terkenal, atau kita sendiri punya jadwal padat untuk berkhotbah, jika kita tidak melakukan firman itu?
Selain itu kita harus memperhatikan 'dasar' dari rumah yang kita bangun, sebab kekuatan suatu bangunan sangat ditentukan oleh dasar atau pondasinya. Semakin bagus dasarnya, akan semakin kuat dan kokoh bangunan rumah tersebut. Apakah dasar yang kita gunakan untuk membangun rumah kita?
Tuhan Yesus menjelaskan bahwa ada dua dasar yang dapat dipakai untuk membangun sebuah rumah yaitu batu dan juga pasir.
Baca: Matius 7:24-27
"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu." Matius 7:24
Di berbagai kesempatan Yesus seringkali menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan ajarannya. Seperti pembacaan firman hari ini, ia memakai kata rumah untuk menggambarkan keadaan manusia. Rumah adalah kebutuhan primer manusia selain sandang dan pangan. Siapa pun memiliki keinginan memiliki rumah yang layak huni. Karena itulah dalam membangun sebuah rumah ada hal-hal yang harus kita perhatikan, mulai dari tipe dan juga dasarnya. Model rumah tertentu dengan tipe tertentu akan menentukan keberadaan dan nilai rumah tersebut. Jika rumah itu besar dan kualitasnya bagus, nilai dan harganya akan semakin tinggi dan mahal, begitu juga sebaliknya.
Dalam pengajaranNya Tuhan Yesus menjelaskan tentang dua jenis manusia. Pertama, orang yang mendengarkan perkataan Tuhan Yesus dan melakukannya, disebut sebagai orang yang bijaksana. Yang kedua, orang yang mendengarkan perkataan Tuhan Yesus tetapi tidak melakukannya, disebut orang yang bodoh. Orang bijakasana yang dimaksud tidak berbicara tentang orang yang pintar, jenius atau punya intelektual tinggi, tetapi mengacu kepada orang yang melakukan firman Tuhan. Juga terhadap orang yang bodoh, bukan berarti ia punya IQ rendah atau tidak berpendidikan, tapi ini mengenai orang yang hanya mendengarkan firman Tuhan tapi tidak melakukannya. Yakobus menasihati kita, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Apalah artinya kita hanya sebatas suka mendengarkan khotbah di gereja, mengoleksi CD- CD khotbah pendeta-pendeta terkenal, atau kita sendiri punya jadwal padat untuk berkhotbah, jika kita tidak melakukan firman itu?
Selain itu kita harus memperhatikan 'dasar' dari rumah yang kita bangun, sebab kekuatan suatu bangunan sangat ditentukan oleh dasar atau pondasinya. Semakin bagus dasarnya, akan semakin kuat dan kokoh bangunan rumah tersebut. Apakah dasar yang kita gunakan untuk membangun rumah kita?
Tuhan Yesus menjelaskan bahwa ada dua dasar yang dapat dipakai untuk membangun sebuah rumah yaitu batu dan juga pasir.
Sunday, July 28, 2013
BERSAKSI DAN MENJADI KESAKSIAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2013 -
Baca: Mazmur 66:1-20
"Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah, aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap diriku." Mazmur 66:16
Mari kita merenungkan ini sejenak! Apa yang sudah Tuhan perbuat dalam hidup Saudara? Disembuhkan dari sakit, dilepaskan dari masalah yang menghimpit, beroleh jalan keluar ketika menghadapi jalan buntu? Akankah kita diam saja dan tidak membalas kebaikan Tuhan? Jangan pernah ragu untuk membagikan kepada orang lain.
Ada banyak orang Kristen yang sudah menjalankan tugasnya dalam hal bersaksi. Tapi, tidak sedikit pula yang enggan melangkahkan kakinya untuk bersaksi, baik itu kepada keluarga terdekat, tetangga di sekitar tempat tinggal, teman-teman di kantor, terlebih lagi kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan dengan alasan kurang fasih bicara, malu atau canggung. Alkitab mengingatkan kita: "Kamu inilah saksi-saksi-Ku," demikianlah firman TUHAN, "dan hamba-Ku yang telah Kupilih," (Yesaya 43:10). Bagaimana kita harus memulai bersaksi kepada orang lain? Cara yang paling efektif untuk bersaksi kepada orang lain adalah melalui perbuatan kita sendiri. Oleh karena itu "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Ketika kita menjadi teladan bagi orang lain, baik itu melalui perkataan dan perbuatan, saat itu pula kita sedang bersaksi, sehingga melalui perkataan dan perbuatan, saat itu pula kita sedang bersaksi, sehingga melalui hidup kita nama Tuhan dipermuliakan.
Jangan pernah takut untuk bersaksi, karena di dalam kita ada Roh kudus. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita," (2 Timotius 1:7-8). Inilah yang membangkitkan semangat Petrus dan Yohanes untuk bersaksi. Meski dihadapkan ke Mahkamah Agama dan nyawanya terancam, mereka tidak gentar sedikit pun dan dengan tegas berkata, "Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar." (Kisah Para Rasul 4:20). Jadikan bersaksi sebagai gaya hidup kita setiap hari. Jika ada orang Kristen yang tidak pernah bersaksi, apalagi hidupnya tidak menjadi kesaksian bagi orang lain, ia sama seperti ranting yang kering dan tidak berguna.
Selagi ada kesempatan mari berlomba menjadi saksi-saksi Kristus di tengah dunia!
Baca: Mazmur 66:1-20
"Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah, aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap diriku." Mazmur 66:16
Mari kita merenungkan ini sejenak! Apa yang sudah Tuhan perbuat dalam hidup Saudara? Disembuhkan dari sakit, dilepaskan dari masalah yang menghimpit, beroleh jalan keluar ketika menghadapi jalan buntu? Akankah kita diam saja dan tidak membalas kebaikan Tuhan? Jangan pernah ragu untuk membagikan kepada orang lain.
Ada banyak orang Kristen yang sudah menjalankan tugasnya dalam hal bersaksi. Tapi, tidak sedikit pula yang enggan melangkahkan kakinya untuk bersaksi, baik itu kepada keluarga terdekat, tetangga di sekitar tempat tinggal, teman-teman di kantor, terlebih lagi kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan dengan alasan kurang fasih bicara, malu atau canggung. Alkitab mengingatkan kita: "Kamu inilah saksi-saksi-Ku," demikianlah firman TUHAN, "dan hamba-Ku yang telah Kupilih," (Yesaya 43:10). Bagaimana kita harus memulai bersaksi kepada orang lain? Cara yang paling efektif untuk bersaksi kepada orang lain adalah melalui perbuatan kita sendiri. Oleh karena itu "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Ketika kita menjadi teladan bagi orang lain, baik itu melalui perkataan dan perbuatan, saat itu pula kita sedang bersaksi, sehingga melalui perkataan dan perbuatan, saat itu pula kita sedang bersaksi, sehingga melalui hidup kita nama Tuhan dipermuliakan.
Jangan pernah takut untuk bersaksi, karena di dalam kita ada Roh kudus. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita," (2 Timotius 1:7-8). Inilah yang membangkitkan semangat Petrus dan Yohanes untuk bersaksi. Meski dihadapkan ke Mahkamah Agama dan nyawanya terancam, mereka tidak gentar sedikit pun dan dengan tegas berkata, "Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar." (Kisah Para Rasul 4:20). Jadikan bersaksi sebagai gaya hidup kita setiap hari. Jika ada orang Kristen yang tidak pernah bersaksi, apalagi hidupnya tidak menjadi kesaksian bagi orang lain, ia sama seperti ranting yang kering dan tidak berguna.
Selagi ada kesempatan mari berlomba menjadi saksi-saksi Kristus di tengah dunia!
Saturday, July 27, 2013
BERSAKSI DAN MENJADI KESAKSIAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2013 -
Baca: Markus 5:1-20
"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" Markus 5:19
Perikop firman Tuhan hari ini adalah: 'Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa.'. Orang ini kerasukan roh jahat, "Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu." (Markus 5:5). Bisa dibayangkan bagaimana kondisi orang itu! Namun setelah bertemu Yesus ia disembuhkan dan mengalami kelepasan. Karena kuasa Tuhan roh-roh jahat keluar dari tubuh orang Gerasa itu dan berpindah ke dalam tubuh kawanan babi, sehingga "Kawanan babi yang kira-kira dua ribu jumlahnya itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau dan mati lemas di dalamnya." (Markus 5:13b). Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang berkuasa. Sungguh, "Tiada suatu apapun yang mustahil untuk-Mu!" (Yeremia 32:17b).
Lalu apa yang dikehendaki Tuhan terhadap orang yang telah mengalami pertolonganNya itu? "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (ayat nas). Tuhan memerintahkan orang itu untuk menceritakan kepada orang-orang sekampungnya tentang apa yang telah diperbuat Tuhan kepadanya. Bersaksi kepada orang lain inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya! Saksikan tentang apa yang telah Tuhan Yesus lakukan untuk kita, di mana Dia telah mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, yang olehNya kita diselamatkan. Itu adalah dasar kesaksian yang harus kita sampaikan kepada orang-orang yang belum percaya. Selain itu kita juga menceritakan kepada orang lain tentang apa yang telah kita alami setelah kita percaya dan menjadi anak-anakNya. Ini berisikan tentang kasih, kebaikan, mujizat dan pertolongan yang Tuhan sudah nyatakan dalam hidup kita.
Di sepanjang perjalanan Saudara menjadi Kristen (pengikut Kristus), apakah Saudara tidak pernah sekalipun mengecap kebaikan Tuhan dan mengalami mujizatNya?
Setiap kita, tanpa terkecuali, pasti pernah dan senantiasa menikmati kasih Tuhan hari lepas hari, bukan? Bagikan itu kepada orang lain!
Baca: Markus 5:1-20
"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" Markus 5:19
Perikop firman Tuhan hari ini adalah: 'Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa.'. Orang ini kerasukan roh jahat, "Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu." (Markus 5:5). Bisa dibayangkan bagaimana kondisi orang itu! Namun setelah bertemu Yesus ia disembuhkan dan mengalami kelepasan. Karena kuasa Tuhan roh-roh jahat keluar dari tubuh orang Gerasa itu dan berpindah ke dalam tubuh kawanan babi, sehingga "Kawanan babi yang kira-kira dua ribu jumlahnya itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau dan mati lemas di dalamnya." (Markus 5:13b). Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang berkuasa. Sungguh, "Tiada suatu apapun yang mustahil untuk-Mu!" (Yeremia 32:17b).
Lalu apa yang dikehendaki Tuhan terhadap orang yang telah mengalami pertolonganNya itu? "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (ayat nas). Tuhan memerintahkan orang itu untuk menceritakan kepada orang-orang sekampungnya tentang apa yang telah diperbuat Tuhan kepadanya. Bersaksi kepada orang lain inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya! Saksikan tentang apa yang telah Tuhan Yesus lakukan untuk kita, di mana Dia telah mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, yang olehNya kita diselamatkan. Itu adalah dasar kesaksian yang harus kita sampaikan kepada orang-orang yang belum percaya. Selain itu kita juga menceritakan kepada orang lain tentang apa yang telah kita alami setelah kita percaya dan menjadi anak-anakNya. Ini berisikan tentang kasih, kebaikan, mujizat dan pertolongan yang Tuhan sudah nyatakan dalam hidup kita.
Di sepanjang perjalanan Saudara menjadi Kristen (pengikut Kristus), apakah Saudara tidak pernah sekalipun mengecap kebaikan Tuhan dan mengalami mujizatNya?
Setiap kita, tanpa terkecuali, pasti pernah dan senantiasa menikmati kasih Tuhan hari lepas hari, bukan? Bagikan itu kepada orang lain!
Friday, July 26, 2013
INDAH PADA WAKTU TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2013 -
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Kapan Tuhan memberikan pertolongan kepada kita tepat waktu? Saat kita berserah penuh kepada Tuhan. Selama kita masih mengandalkan kekuatan sendiri dan bimbang, pertolongan Tuhan akan semakin lambat. Karena itu Yakobus menasihati bahwa ketika kita meminta kepada Tuhan melalui doa, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7).
Tuhan tidak pernah menunda-nunda pertolonganNya asal kita berserah penuh kepadaNya dan tidak mendua hati. Maka "Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:5). Pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat pada waktuNya saat kita menghargai firmanNya lebih dari segalanya dan melakukan firman itu dalam kehidupan sehari-hari (hidup dalam ketaatan). "tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Sudahkah kita menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari?
Selain itu kita harus berjalan dalam iman, sebab "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Iman yang bagaimana? Iman yang hidup, yaitu yang disertai perbuatan nyata, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Berjalan dalam iman berarti "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Dengan memiliki iman yang teguh kita tidak akan pernah goyah meski ada banyak tantangan yang menghadang, karena mata rohani kita senantiasa terarah kepada Tuhan. Berjalan dalam iman berarti percaya bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Pertolongan Tuhan selalu indah pada waktuNya asal kita punya penyerahan penuh kepada Tuhan, taat dan berjalan dalam iman!
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Kapan Tuhan memberikan pertolongan kepada kita tepat waktu? Saat kita berserah penuh kepada Tuhan. Selama kita masih mengandalkan kekuatan sendiri dan bimbang, pertolongan Tuhan akan semakin lambat. Karena itu Yakobus menasihati bahwa ketika kita meminta kepada Tuhan melalui doa, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7).
Tuhan tidak pernah menunda-nunda pertolonganNya asal kita berserah penuh kepadaNya dan tidak mendua hati. Maka "Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:5). Pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat pada waktuNya saat kita menghargai firmanNya lebih dari segalanya dan melakukan firman itu dalam kehidupan sehari-hari (hidup dalam ketaatan). "tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam...apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Sudahkah kita menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari?
Selain itu kita harus berjalan dalam iman, sebab "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Iman yang bagaimana? Iman yang hidup, yaitu yang disertai perbuatan nyata, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Berjalan dalam iman berarti "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Dengan memiliki iman yang teguh kita tidak akan pernah goyah meski ada banyak tantangan yang menghadang, karena mata rohani kita senantiasa terarah kepada Tuhan. Berjalan dalam iman berarti percaya bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Pertolongan Tuhan selalu indah pada waktuNya asal kita punya penyerahan penuh kepada Tuhan, taat dan berjalan dalam iman!
Thursday, July 25, 2013
INDAH PADA WAKTU TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2013 -
Baca: Pengkotbah 3:1-15
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Pengkotbah 3:11
Ada banyak orang Kristen yang mudah kecewa dan marah kepada Tuhan hanya karena doa-doa mereka yang belum beroleh jawaban dari Tuhan. Kita pun berubah sikap, tidak lagi bersungguh-sungguh, dan roh untuk melayani Tuhan secara perlahan meredup dan akhirnya padam. Alkitab menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11), sebab "...kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Ada tiga jawaban dari Tuhan bagi doa kita, yaitu: ya, tidak, atau tunggu. Ada banyak faktor yang menyebabkan doa-doa kita dijawab, tidak dijawab oleh Tuhan, atau harus menunggu. Yang harus kita ketahui dan pahami adalah Tuhan punya agenda dan waktu tersendiri; waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Telah tertulis: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Tidak semua orang Kristen mau mengerti kapan waktu Tuhan dinyatakan. Hal ini membuat kita tidak sabar menunggu jawaban dariNya. Kita ingin Tuhan menuruti keinginan kita, mengabulkan doa-doa kita sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan sendiri. Kita memaksakan kehendak sendiri kepadaNya. Dan ketika jawaban dari Tuhan itu tidak sesuai dengan yang kita kehendaki atau harapkan, kita pun menjadi kecewa dan marah kepada Dia. Mari perhatikan doa Tuhan Yesus ini kepada Bapa: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Kehendak Bapa adalah yang terutama bagi Tuhan Yesus, sebab Ia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya. Maka seharusnya kita mencontoh doa Yesus ini.
"Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14), sebab "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3).
Baca: Pengkotbah 3:1-15
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Pengkotbah 3:11
Ada banyak orang Kristen yang mudah kecewa dan marah kepada Tuhan hanya karena doa-doa mereka yang belum beroleh jawaban dari Tuhan. Kita pun berubah sikap, tidak lagi bersungguh-sungguh, dan roh untuk melayani Tuhan secara perlahan meredup dan akhirnya padam. Alkitab menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11), sebab "...kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Ada tiga jawaban dari Tuhan bagi doa kita, yaitu: ya, tidak, atau tunggu. Ada banyak faktor yang menyebabkan doa-doa kita dijawab, tidak dijawab oleh Tuhan, atau harus menunggu. Yang harus kita ketahui dan pahami adalah Tuhan punya agenda dan waktu tersendiri; waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Telah tertulis: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Tidak semua orang Kristen mau mengerti kapan waktu Tuhan dinyatakan. Hal ini membuat kita tidak sabar menunggu jawaban dariNya. Kita ingin Tuhan menuruti keinginan kita, mengabulkan doa-doa kita sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan sendiri. Kita memaksakan kehendak sendiri kepadaNya. Dan ketika jawaban dari Tuhan itu tidak sesuai dengan yang kita kehendaki atau harapkan, kita pun menjadi kecewa dan marah kepada Dia. Mari perhatikan doa Tuhan Yesus ini kepada Bapa: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Kehendak Bapa adalah yang terutama bagi Tuhan Yesus, sebab Ia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya. Maka seharusnya kita mencontoh doa Yesus ini.
"Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14), sebab "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3).
Wednesday, July 24, 2013
KEKRISTENAN: Berubah dan Berbuah (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2013 -
Baca: Filipi 2:12-18
"supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Hidup yang berubah dan berbuah haruslah menjadi sasaran hidup orang Kristen. Dengan memiliki sasaran hidup yang jelas, langkah hidup kita pun akan terarah dan ter-manage dengan baik. Karena itu milikilah visi yang jelas dalam menjalani hidup ini.
Hidup yang tiada beraib, tiada bernoda dan makin bercahaya seperti bintang di tengah dunia yang gelap ini adalah visi yang harus dicapai oleh setiap orang percaya? Mungkinkah? Tentu! Karena tidak ada yang mustahil bagi orang percaya! Namun semua ini hanya akan menjadi mimpi atau khayalan belaka jika kita tidak mau bertindak untuk mewujudkannya alias berubah, keluar dari zona nyaman kita dan bermalas-malasan! "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Kemalasan adalah salah satu faktor penghalang bagi kita untuk mencapai Tanah Perjanjian. Tanah Perjanjian adalah gambaran dari kehidupan yang berkemenangan, diberkati Tuhan dan hidup yang menjadi kesaksian bagi orang lain.
Banyak orang Kristen yang hidupnya tidak berubah dan berbuah karena merasa bahwa dirinya sudah baik; kita menilai bahwa diri kita ini sudah lebih baik dari orang lain, tidak perlu berubah dan orang lainlah yang harus berubah. Namun ingatlah bahwa yang dapat menilai diri kita bukanlah kita sendiri, melainkan orang lain. "Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri." (Amsal 27:2). Orang lainlah yang melihat adakah perubahan dalam hidup kita atau sudahkah kita menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar. Maka dari itu "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Jadi ada harga yang harus kita bayar untuk menjadi orang Kristen yang berubah dan berbuah.
Rasul Paulus hidupnya berubah dan berbuah bagi Kerajaan Allah karena ia mau membayar harga, sehingga hidupnya benar-benar berdampak bagi orang lain dan membawa keharuman bagi nama Tuhan!
Baca: Filipi 2:12-18
"supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Hidup yang berubah dan berbuah haruslah menjadi sasaran hidup orang Kristen. Dengan memiliki sasaran hidup yang jelas, langkah hidup kita pun akan terarah dan ter-manage dengan baik. Karena itu milikilah visi yang jelas dalam menjalani hidup ini.
Hidup yang tiada beraib, tiada bernoda dan makin bercahaya seperti bintang di tengah dunia yang gelap ini adalah visi yang harus dicapai oleh setiap orang percaya? Mungkinkah? Tentu! Karena tidak ada yang mustahil bagi orang percaya! Namun semua ini hanya akan menjadi mimpi atau khayalan belaka jika kita tidak mau bertindak untuk mewujudkannya alias berubah, keluar dari zona nyaman kita dan bermalas-malasan! "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Kemalasan adalah salah satu faktor penghalang bagi kita untuk mencapai Tanah Perjanjian. Tanah Perjanjian adalah gambaran dari kehidupan yang berkemenangan, diberkati Tuhan dan hidup yang menjadi kesaksian bagi orang lain.
Banyak orang Kristen yang hidupnya tidak berubah dan berbuah karena merasa bahwa dirinya sudah baik; kita menilai bahwa diri kita ini sudah lebih baik dari orang lain, tidak perlu berubah dan orang lainlah yang harus berubah. Namun ingatlah bahwa yang dapat menilai diri kita bukanlah kita sendiri, melainkan orang lain. "Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri." (Amsal 27:2). Orang lainlah yang melihat adakah perubahan dalam hidup kita atau sudahkah kita menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar. Maka dari itu "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Jadi ada harga yang harus kita bayar untuk menjadi orang Kristen yang berubah dan berbuah.
Rasul Paulus hidupnya berubah dan berbuah bagi Kerajaan Allah karena ia mau membayar harga, sehingga hidupnya benar-benar berdampak bagi orang lain dan membawa keharuman bagi nama Tuhan!
Tuesday, July 23, 2013
KEKRISTENAN: Berubah dan Berbuah (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2013 -
Baca: 1 Timotius 1:12-17
"Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal." 1 Timotius 1:16b
Keberadaan orang Kristen di tengah dunia adalah sebagai garam dan terang dunia (baca Matius 5:13-14). Artinya kita harus bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi orang-orang dunia. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka, bila hidup kita tidak menunjukkan perubahan dan masih mengenakan manusia lama? Padahal di dalam Kristus, kita "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Adapun tanda bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus adalah berubah dan berbuah. Oleh karena itu "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Tidak berubah dan berbuah adalah penghambat utama pertumbuhan iman dan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan. Jadi, kendala utama pertumbuhan iman kita dan juga kemajuan pekerjaan Tuhan sesungguhnya bukan faktor luar, tapi faktor intern: kehidupan anak-anak Tuhan sendiri.
Efesus 2:8: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," Jelas dinyatakan bahwa kita diselamatkan bukan karena hasil perjuangan (perbuatan) kita, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan. Namun perubahan hidup adalah proses yang harus kita kerjakan dan merupakan tanggung jawab kita. Tuhan memang berkuasa untuk mengubah hidup seseorang, tapi butuh respons dari pihak kita untuk memiliki kerelaan dibentuk dan dubah oleh Tuhan. Jadi, di dalam diri kita juga harus ada tekad yang kuat untuk berubah, bukan pasif atau berpangku tangan sambil menunggu perubahan turun dari langit. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (Filipi 2:12-13).
Tuhan memberikan keselamatan bagi kita melalui karya kudusNya di atas kayu salib, sedangkan bagian kita adalah mengerjakan keselamatan itu seumur hidup kita sebagai proses dengan hati yang takut akan Tuhan, sehingga hidup kita makin hari makin diperbarui di dalam Dia.
Baca: 1 Timotius 1:12-17
"Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal." 1 Timotius 1:16b
Keberadaan orang Kristen di tengah dunia adalah sebagai garam dan terang dunia (baca Matius 5:13-14). Artinya kita harus bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi orang-orang dunia. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka, bila hidup kita tidak menunjukkan perubahan dan masih mengenakan manusia lama? Padahal di dalam Kristus, kita "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Adapun tanda bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus adalah berubah dan berbuah. Oleh karena itu "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Tidak berubah dan berbuah adalah penghambat utama pertumbuhan iman dan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan. Jadi, kendala utama pertumbuhan iman kita dan juga kemajuan pekerjaan Tuhan sesungguhnya bukan faktor luar, tapi faktor intern: kehidupan anak-anak Tuhan sendiri.
Efesus 2:8: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," Jelas dinyatakan bahwa kita diselamatkan bukan karena hasil perjuangan (perbuatan) kita, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan. Namun perubahan hidup adalah proses yang harus kita kerjakan dan merupakan tanggung jawab kita. Tuhan memang berkuasa untuk mengubah hidup seseorang, tapi butuh respons dari pihak kita untuk memiliki kerelaan dibentuk dan dubah oleh Tuhan. Jadi, di dalam diri kita juga harus ada tekad yang kuat untuk berubah, bukan pasif atau berpangku tangan sambil menunggu perubahan turun dari langit. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (Filipi 2:12-13).
Tuhan memberikan keselamatan bagi kita melalui karya kudusNya di atas kayu salib, sedangkan bagian kita adalah mengerjakan keselamatan itu seumur hidup kita sebagai proses dengan hati yang takut akan Tuhan, sehingga hidup kita makin hari makin diperbarui di dalam Dia.
Monday, July 22, 2013
HATI YANG TERLUKA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2013 -
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Jangan pernah berkata bahwa luka-luka hati kita tak mungkin disembuhkan! Atau bahkan ada di antara kita yang sudah hopeless dengan berkata, "Hidupku sudah tidak ada artinya lagi, tidak ada harapan dan masa depan. Hidupku sudah hancur!" Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Pemazmur berkata, "Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara." (Mazmur 9:19). Jadi, bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Ayat nas hari ini juga menegaskan bahwa kita ini berharga di mata Tuhan: "...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." (Yesaya 43:1) dan Tuhan memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
Bagaimana caranya supaya luka-luka hati kita disembuhkan? Satu-satunya jalan adalah datang kepada Tuhan Yesus, merendahkan diri di hadapanNya, mengakuinya dengan jujur dan memohon pengampunan dariNya, Dia pasti akan memulihkan hati kita. Inilah janji Tuhan, "Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan," (Yehezkiel 34:16). Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Bangun kembali hubungan yang karib dengan Tuhan melalui doa setiap hari, baca firman Tuhan dan tetaplah mengucap syukur kepadaNya. Kita juga harus melepaskan pengampunan kepada orang lain yang telah menyakiti kita, memperlakukan tidak adil dan yang telah membuat kita menderita. Itu adalah syarat untuk kita bisa diampuni oleh Tuhan. Ini memang tidak mudah, tapi percayalah dengan pertolongan Roh kudus kita pasti akan dimampukan.
Milikilah tekad seperti Paulus, "...tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Yang lalu biarlah berlalu, arahkan pandangan ke depan dan tatap hari esok bersama dengan Tuhan!
Jangan biarkan luka-luka hati kita ini menjadi penghalang untuk mengalami berkat dan kemenangan yang Tuhan sediakan!
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Jangan pernah berkata bahwa luka-luka hati kita tak mungkin disembuhkan! Atau bahkan ada di antara kita yang sudah hopeless dengan berkata, "Hidupku sudah tidak ada artinya lagi, tidak ada harapan dan masa depan. Hidupku sudah hancur!" Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Pemazmur berkata, "Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara." (Mazmur 9:19). Jadi, bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Ayat nas hari ini juga menegaskan bahwa kita ini berharga di mata Tuhan: "...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." (Yesaya 43:1) dan Tuhan memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
Bagaimana caranya supaya luka-luka hati kita disembuhkan? Satu-satunya jalan adalah datang kepada Tuhan Yesus, merendahkan diri di hadapanNya, mengakuinya dengan jujur dan memohon pengampunan dariNya, Dia pasti akan memulihkan hati kita. Inilah janji Tuhan, "Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan," (Yehezkiel 34:16). Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Bangun kembali hubungan yang karib dengan Tuhan melalui doa setiap hari, baca firman Tuhan dan tetaplah mengucap syukur kepadaNya. Kita juga harus melepaskan pengampunan kepada orang lain yang telah menyakiti kita, memperlakukan tidak adil dan yang telah membuat kita menderita. Itu adalah syarat untuk kita bisa diampuni oleh Tuhan. Ini memang tidak mudah, tapi percayalah dengan pertolongan Roh kudus kita pasti akan dimampukan.
Milikilah tekad seperti Paulus, "...tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Yang lalu biarlah berlalu, arahkan pandangan ke depan dan tatap hari esok bersama dengan Tuhan!
Jangan biarkan luka-luka hati kita ini menjadi penghalang untuk mengalami berkat dan kemenangan yang Tuhan sediakan!
Sunday, July 21, 2013
HATI YANG TERLUKA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2013 -
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di era tahun 1990-an ada lagu yang begitu booming dan digemari banyak orang berjudul 'Hati yang luka' yang dibawakan biduanita cantik Betharia Sonatha. Lagu bergenre mellow ini sangat laris di pasaran dan hampir tiap hari terdengar di radio. Ini mengisahkan tentang luka hati yang dialami oleh wanita yang disakiti laki-laki. Akibat perlakuan tidak baik ini si wanita terluka hatinya. Hati yang terluka ini biasa disebut juga luka-luka batin.
Dalam kehidupan ini pun seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan goresan-goresan luka dalam diri seseorang. Goresan-goresan luka yang ada itu kian membentuk suatu sikap tertentu dalam diri orang tersebut. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan yang pernah merasakan luka-luka hati, tapi ada banyak orang Kristen juga, bahkan mungkin lebih kronis. Luka hati adalah rasa sakit di dalam hati yang diakibatkan perlakuan tidak baik oleh pihak luar, entah berupa intimidasi, ketidakadilan, penghinaan, tidak dikasihi, tidak diperhatikan, kekerasan fisik (penganiayaan), pelecehan seksual, penolakan sejak kandungan, kebencian, kepahitan, tekanan dan sebagainya.
Alkitab menggambarkan keadaan orang yang terluka hatinya itu sebagai orang yang robek jiwanya, patah hati, remuk jiwa, hancur hati dan sebagainya. Menyerang hati dan membuatnya terluka adalah cara yang dilakukan Iblis untuk menghambat kemajuan seseorang serta menghalangi orang percaya mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Bukan hanya itu, Iblis juga selalu berusaha mengungkit-ungkit semua pengalaman-pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu supaya kita terus dihantui oleh trauma yang berkepanjangan, sehingga kita juga akan terus merasa bersalah dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif lainnya. Ketika orang Kristen mulai terluka hatinya akan timbul rasa kecewa, benci, sakit hati, pahit, dendam, depresi, tidak bisa mengampuni, tawar, apatis dan akhirnya menjadi ragu dan sangsi akan kuasa Tuhan.
Tuhan menasihati Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9), sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10) dan itu sangat merugikan.
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di era tahun 1990-an ada lagu yang begitu booming dan digemari banyak orang berjudul 'Hati yang luka' yang dibawakan biduanita cantik Betharia Sonatha. Lagu bergenre mellow ini sangat laris di pasaran dan hampir tiap hari terdengar di radio. Ini mengisahkan tentang luka hati yang dialami oleh wanita yang disakiti laki-laki. Akibat perlakuan tidak baik ini si wanita terluka hatinya. Hati yang terluka ini biasa disebut juga luka-luka batin.
Dalam kehidupan ini pun seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan goresan-goresan luka dalam diri seseorang. Goresan-goresan luka yang ada itu kian membentuk suatu sikap tertentu dalam diri orang tersebut. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan yang pernah merasakan luka-luka hati, tapi ada banyak orang Kristen juga, bahkan mungkin lebih kronis. Luka hati adalah rasa sakit di dalam hati yang diakibatkan perlakuan tidak baik oleh pihak luar, entah berupa intimidasi, ketidakadilan, penghinaan, tidak dikasihi, tidak diperhatikan, kekerasan fisik (penganiayaan), pelecehan seksual, penolakan sejak kandungan, kebencian, kepahitan, tekanan dan sebagainya.
Alkitab menggambarkan keadaan orang yang terluka hatinya itu sebagai orang yang robek jiwanya, patah hati, remuk jiwa, hancur hati dan sebagainya. Menyerang hati dan membuatnya terluka adalah cara yang dilakukan Iblis untuk menghambat kemajuan seseorang serta menghalangi orang percaya mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Bukan hanya itu, Iblis juga selalu berusaha mengungkit-ungkit semua pengalaman-pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu supaya kita terus dihantui oleh trauma yang berkepanjangan, sehingga kita juga akan terus merasa bersalah dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif lainnya. Ketika orang Kristen mulai terluka hatinya akan timbul rasa kecewa, benci, sakit hati, pahit, dendam, depresi, tidak bisa mengampuni, tawar, apatis dan akhirnya menjadi ragu dan sangsi akan kuasa Tuhan.
Tuhan menasihati Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9), sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10) dan itu sangat merugikan.
Saturday, July 20, 2013
JANGAN MENJADI BODOH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2013 -
Baca: Amsal 9:1-18
"buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian." Amsal 9:6
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menegur dengan keras, "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Selaku orang Kristen mungkin kita akan tersinggung jika dikatakan orang bodoh. Tapi kenyataannya memang tidak sedikit orang Kristen yang demikian. Menurut pendapat orang kebanyakan, kata bodoh berarti tidak mudah memahami, tidak berpengetahuan, berpendidikan rendah atau tidak pernah mengecap bangku sekolah. Sedangkan lawan katanya adalah pintar. Maksud dari ayat tersebut di atas sama sekali tidak menyinggung seberapa tinggi tingkat pendidikan atau kecerdasan seseorang, namun menggambarkan tentang keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Jadi ini lebih menekankan pada kualitas hidup seseorang.
Dalam menjalani hidup ini kita selalu dihadapan pada pilihan-pilihan. Ketika kita membuat pilihan yang benar berarti kita tahu mana yang harus kita lakukan dan mana yang tidak seharusnya kita perbuat. Kalau kita sudah tahu bahwa hal itu salah, berdampak buruk, merugikan dan bertentangan dengan firman Tuhan, tapi masih saja kita perbuat, inilah yang disebut kebodohan atau tindakan bodoh karena kita telah salah melangkah. Dan jika kita tidak segera menyadarinya dan terus saja melakukan kebodohan, kita ini disebut sebagai orang yang bebal, sebab "...hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan." (Amsal 12:23).
Firman Tuhan tak pernah berhenti mengingatkan kita supaya kita tidak berlaku bodoh, karena Tuhan memiliki rencana dan rancangan yang baik bagi anak-anakNya: masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan (baca Yeremia 29:11); hidup yang diberkati; keberhasilan bukan kegagalan; rumah tangga yang bahagia, bukan berantakan; tetapi seringkali rencana Tuhan kita gagalkan melalui perbuatan-perbuatan bodoh kita. Seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa yang diperdaya oleh Iblis akibat dari kebodohannya, mereka harus menanggung akibat-akibat dari ketidaktaatannya.
Selama masih bersandar pada pengertian sendiri, hidup dalam daging dan tidak tunduk pada pimpinan Roh Tuhan, kita disebut sebagai orang bodoh!
Baca: Amsal 9:1-18
"buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian." Amsal 9:6
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menegur dengan keras, "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Selaku orang Kristen mungkin kita akan tersinggung jika dikatakan orang bodoh. Tapi kenyataannya memang tidak sedikit orang Kristen yang demikian. Menurut pendapat orang kebanyakan, kata bodoh berarti tidak mudah memahami, tidak berpengetahuan, berpendidikan rendah atau tidak pernah mengecap bangku sekolah. Sedangkan lawan katanya adalah pintar. Maksud dari ayat tersebut di atas sama sekali tidak menyinggung seberapa tinggi tingkat pendidikan atau kecerdasan seseorang, namun menggambarkan tentang keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Jadi ini lebih menekankan pada kualitas hidup seseorang.
Dalam menjalani hidup ini kita selalu dihadapan pada pilihan-pilihan. Ketika kita membuat pilihan yang benar berarti kita tahu mana yang harus kita lakukan dan mana yang tidak seharusnya kita perbuat. Kalau kita sudah tahu bahwa hal itu salah, berdampak buruk, merugikan dan bertentangan dengan firman Tuhan, tapi masih saja kita perbuat, inilah yang disebut kebodohan atau tindakan bodoh karena kita telah salah melangkah. Dan jika kita tidak segera menyadarinya dan terus saja melakukan kebodohan, kita ini disebut sebagai orang yang bebal, sebab "...hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan." (Amsal 12:23).
Firman Tuhan tak pernah berhenti mengingatkan kita supaya kita tidak berlaku bodoh, karena Tuhan memiliki rencana dan rancangan yang baik bagi anak-anakNya: masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan (baca Yeremia 29:11); hidup yang diberkati; keberhasilan bukan kegagalan; rumah tangga yang bahagia, bukan berantakan; tetapi seringkali rencana Tuhan kita gagalkan melalui perbuatan-perbuatan bodoh kita. Seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa yang diperdaya oleh Iblis akibat dari kebodohannya, mereka harus menanggung akibat-akibat dari ketidaktaatannya.
Selama masih bersandar pada pengertian sendiri, hidup dalam daging dan tidak tunduk pada pimpinan Roh Tuhan, kita disebut sebagai orang bodoh!
Friday, July 19, 2013
SERUPA KRISTUS: Dewasa Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2013 -
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Ibrani 5:13
Kedisiplinan dalam diri seseorang akan membuahkan penguasaan diri dan "...orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Oleh karena itu firman Tuhan menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Seseorang yang punya kedisiplinan rohani tidak akan pernah berhenti untuk belajar. Ia akan belajar dari proses hidup yang dijalaninya, belajar dari pengalaman hidup orang lain, rela untuk ditegur dan dikoreksi oleh firman Tuhan sehingga menyadari akan kekurangan atau kelemahannya dan segera berbenah.
Dapat memiliki kedisiplinan rohani bukanlah mimpi atau mujizat tapi perlu suatu upaya untuk mewujudkan melalui proses ketekunan dan kerja keras dari pihak kita. Tuhan Yesus adalah teladan bagi kita dalam hal Pribadi yang memiliki kedisiplinan tinggi. Apa pun yang menjadi kehendak dan perintah Bapa dikerjakanNya dengan penuh ketaatan. Sebagaimana Kristus taat melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa di sorga, kita pun harus mengikuti jejakNya. Kita tidak perlu berdebat akan hal ini karena firman Tuhan tidak untuk diperdebatkan, tapi untuk dilakukan. Bukan bergantung pada banyak sedikitnya ayat-ayat yang kita hafalkan atau teori teologia yang kita pelajari, tetapi seberapa karib kita dengan Tuhan dan meluangkan waktu dalam hadiratNya, hidup dalam pimpinan Roh kudus dan melakukan firmanNya, bukan hanya sebagai pendengar atau pembaca saja, karena jika demikian "...kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak punya kedisiplinan adalah bukti bahwa ia belum dewasa rohani atau masih kanak-kanak rohani, sebab orang yang dewasa rohani pasti akan meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11)
Serupa dengan Kristus berarti tumbuh sebagai orang Kristen yang dewasa rohani, punya pancaindera terlatih, tidak lagi berkompromi dengan dosa, serta menggunakan karunia dan talenta yang dimiliki untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan dan melayani Dia!
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Ibrani 5:13
Kedisiplinan dalam diri seseorang akan membuahkan penguasaan diri dan "...orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Oleh karena itu firman Tuhan menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Seseorang yang punya kedisiplinan rohani tidak akan pernah berhenti untuk belajar. Ia akan belajar dari proses hidup yang dijalaninya, belajar dari pengalaman hidup orang lain, rela untuk ditegur dan dikoreksi oleh firman Tuhan sehingga menyadari akan kekurangan atau kelemahannya dan segera berbenah.
Dapat memiliki kedisiplinan rohani bukanlah mimpi atau mujizat tapi perlu suatu upaya untuk mewujudkan melalui proses ketekunan dan kerja keras dari pihak kita. Tuhan Yesus adalah teladan bagi kita dalam hal Pribadi yang memiliki kedisiplinan tinggi. Apa pun yang menjadi kehendak dan perintah Bapa dikerjakanNya dengan penuh ketaatan. Sebagaimana Kristus taat melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa di sorga, kita pun harus mengikuti jejakNya. Kita tidak perlu berdebat akan hal ini karena firman Tuhan tidak untuk diperdebatkan, tapi untuk dilakukan. Bukan bergantung pada banyak sedikitnya ayat-ayat yang kita hafalkan atau teori teologia yang kita pelajari, tetapi seberapa karib kita dengan Tuhan dan meluangkan waktu dalam hadiratNya, hidup dalam pimpinan Roh kudus dan melakukan firmanNya, bukan hanya sebagai pendengar atau pembaca saja, karena jika demikian "...kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak punya kedisiplinan adalah bukti bahwa ia belum dewasa rohani atau masih kanak-kanak rohani, sebab orang yang dewasa rohani pasti akan meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11)
Serupa dengan Kristus berarti tumbuh sebagai orang Kristen yang dewasa rohani, punya pancaindera terlatih, tidak lagi berkompromi dengan dosa, serta menggunakan karunia dan talenta yang dimiliki untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan dan melayani Dia!
Thursday, July 18, 2013
SERUPA KRISTUS: Memiliki Roh yang Menyala!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2013 -
Baca: Filipi 3:1-16
"dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Selama mengikut Tuhan, sudahkan kita memiliki kedisiplinan rohani? Ataukah kita hanya menjadi orang Kristen yang ala kadarnya atau sekedar menjalankan ibadah sebagai kegiatan rutin belaka? Tanda seseorang memiliki kedisiplinan rohani adalah memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Kedisiplinan selalu dimulai dengan roh yang selalu berkobar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ia tidak kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang akhir-akhir ini telah kehilangan kasih mula-mula seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus, sehingga Tuhan pun menegurnya dengan keras, "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:4-5a). Memiliki roh yang berkobar bukan hanya saat-saat di mana segala sesuatunya lancar dan menyenangkan, namun di segala musim hidup kita.
Rasul Paulus adalah contoh pribadi yang rohnya terus menyala bagi Tuhan: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah 20:24); ia berusaha untuk selalu menyelesaikan panggilannya sampai garis akhir, bahkan nyawanya pun rela dia berikan, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosanya. Tekad Paulus hanya satu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Maka dari itu "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Rasul Paulus dengan sepenuh hati meninggalkan semua masa lalu dan kehidupan lamanya yang selama ini hanya menjadi penghalang baginya untuk maju di dalam Tuhan.
Semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dalam perlombaan rohani ini harus benar-benar kita tanggalkan, dan arahkan pandangan kita kepada Tuhan!
Baca: Filipi 3:1-16
"dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Selama mengikut Tuhan, sudahkan kita memiliki kedisiplinan rohani? Ataukah kita hanya menjadi orang Kristen yang ala kadarnya atau sekedar menjalankan ibadah sebagai kegiatan rutin belaka? Tanda seseorang memiliki kedisiplinan rohani adalah memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Kedisiplinan selalu dimulai dengan roh yang selalu berkobar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ia tidak kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang akhir-akhir ini telah kehilangan kasih mula-mula seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus, sehingga Tuhan pun menegurnya dengan keras, "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:4-5a). Memiliki roh yang berkobar bukan hanya saat-saat di mana segala sesuatunya lancar dan menyenangkan, namun di segala musim hidup kita.
Rasul Paulus adalah contoh pribadi yang rohnya terus menyala bagi Tuhan: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah 20:24); ia berusaha untuk selalu menyelesaikan panggilannya sampai garis akhir, bahkan nyawanya pun rela dia berikan, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosanya. Tekad Paulus hanya satu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Maka dari itu "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Rasul Paulus dengan sepenuh hati meninggalkan semua masa lalu dan kehidupan lamanya yang selama ini hanya menjadi penghalang baginya untuk maju di dalam Tuhan.
Semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dalam perlombaan rohani ini harus benar-benar kita tanggalkan, dan arahkan pandangan kita kepada Tuhan!
Wednesday, July 17, 2013
SERUPA KRISTUS: Butuh Kedisiplinan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2013 -
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." 2 Korintus 3:18b
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus yaitu dengan mengaplikasikan karakterNya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan 1 Yohanes 2:6: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." Dengan demikian kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Untuk mencapai sasaran itu dibutuhkan kedisiplinan rohani yang tinggi. Pada hakekatnya disiplin dapat dilatih. Melalui disiplin terhadap diri sendiri diharapkan tumbuh penguasaan diri dan karakter yang baik. Jika dalam diri seseorang ada penguasaan diri dan karakter yang baik (buah-buah Roh), ini akan berdampak pada sikap dan perbuatannya yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi standar hidup orang Kristen adalah wajib hidup sama seperti Kristus. Inilah yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita! Namun tidak sedikit orang Kristen yang berkata, "Ah impossible kita dapat hidup benar, apalagi bisa sama seperti Kristus di tengah-tengah dunia yang seperti ini." Tapi Alkitab menegaskan: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23), sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Jadi sadarilah bahwa dalam diri orang percaya berdiam Roh Kudus, "...yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Roh kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memapukan kita hidup dalam kebenaran.
Kesimpulannya: untuk dapat hidup sama seperti Kristus hidup bukanlah perkara yang tidak mungkin bagi orang percaya. Tetapi diperlukan adanya tekad, komitmen, kemauan dan disiplin yang tinggi untuk mewujudkannya!
Tanpa tekad, komitmen, kemauan dan disiplin, sulit sekali mewujudkan hidup serupa Dia!
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." 2 Korintus 3:18b
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus yaitu dengan mengaplikasikan karakterNya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan 1 Yohanes 2:6: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." Dengan demikian kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Untuk mencapai sasaran itu dibutuhkan kedisiplinan rohani yang tinggi. Pada hakekatnya disiplin dapat dilatih. Melalui disiplin terhadap diri sendiri diharapkan tumbuh penguasaan diri dan karakter yang baik. Jika dalam diri seseorang ada penguasaan diri dan karakter yang baik (buah-buah Roh), ini akan berdampak pada sikap dan perbuatannya yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi standar hidup orang Kristen adalah wajib hidup sama seperti Kristus. Inilah yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita! Namun tidak sedikit orang Kristen yang berkata, "Ah impossible kita dapat hidup benar, apalagi bisa sama seperti Kristus di tengah-tengah dunia yang seperti ini." Tapi Alkitab menegaskan: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23), sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Jadi sadarilah bahwa dalam diri orang percaya berdiam Roh Kudus, "...yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Roh kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memapukan kita hidup dalam kebenaran.
Kesimpulannya: untuk dapat hidup sama seperti Kristus hidup bukanlah perkara yang tidak mungkin bagi orang percaya. Tetapi diperlukan adanya tekad, komitmen, kemauan dan disiplin yang tinggi untuk mewujudkannya!
Tanpa tekad, komitmen, kemauan dan disiplin, sulit sekali mewujudkan hidup serupa Dia!
Tuesday, July 16, 2013
PERTOBATAN YANG SEJATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2013 -
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan berarti mau hidup dipimpin oleh Roh Tuhan dan tidak lagi hidup menurut jalan kita sendiri atau sekehendak hati kita. Dalam Amsal 3:5-6 dikatakan: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Jika kita hidup seturut dengan firman Tuhan dan mau hidup dipimpin oleh Roh kudus, perjalanan kita tidak akan tersesat. "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ketiga, kita berbalik dari perilaku yang jahat. Kita berbalik dari mengasihi dosa kepada membenci dosa dan hidup dalam kebenaran, artinya hidup dalam ketaatan. Ketika hidup dalam ketaatan, kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan; kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Dengan kata lain kita menikmati berkat-berkat yang disediakan Tuhan sebagai upah dari ketaatan kita. Berbalik dari perilaku yang jahat berarti menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' seperti tertulis: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berbalik dari perilaku yang jahat juga berarti tegas terhadap dosa dan tidak berkompromi dengan dosa lagi. Maka, "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11). Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Karena itu jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan!
Sudahkah kita mengalami pertobatan sejati? Pertobatan sejati pasti menghasilkan buah-buah Roh dan itu akan berdampak bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan berarti mau hidup dipimpin oleh Roh Tuhan dan tidak lagi hidup menurut jalan kita sendiri atau sekehendak hati kita. Dalam Amsal 3:5-6 dikatakan: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Jika kita hidup seturut dengan firman Tuhan dan mau hidup dipimpin oleh Roh kudus, perjalanan kita tidak akan tersesat. "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ketiga, kita berbalik dari perilaku yang jahat. Kita berbalik dari mengasihi dosa kepada membenci dosa dan hidup dalam kebenaran, artinya hidup dalam ketaatan. Ketika hidup dalam ketaatan, kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan; kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Dengan kata lain kita menikmati berkat-berkat yang disediakan Tuhan sebagai upah dari ketaatan kita. Berbalik dari perilaku yang jahat berarti menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' seperti tertulis: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berbalik dari perilaku yang jahat juga berarti tegas terhadap dosa dan tidak berkompromi dengan dosa lagi. Maka, "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11). Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Karena itu jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan!
Sudahkah kita mengalami pertobatan sejati? Pertobatan sejati pasti menghasilkan buah-buah Roh dan itu akan berdampak bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Monday, July 15, 2013
PERTOBATAN YANG SEJATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2013 -
Baca: Matius 4:12-17
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 4:17
Seruan untuk bertobat adalah perkataan pertama yang disampaikan Tuhan Yesus pada saat Ia memulai pelayananNya di bumi. Berita tentang pertobatan ini pula yang diseru-serukan Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea, di awal pelayanannya kepada umat Israel. Jadi hidup dalam pertobatan adalah kehendak Tuhan bagi semua orang, terlebih-lebih kita yang mengaku percaya kepadaNya, sebab yang menjadi dasar pertobatan sejati adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Untuk menuju pertobatan sejati ada langkah-langkah yang harus kita perhatikan: Pertama, kita harus menyadari bahwa diri kita ini adalah orang berdosa. Ada banyak orang yang menganggap dirinya yang benar dan suci sehingga ia merasa bahwa dirinya tidak perlu bertobat. Pengakuan jujur sebagai orang berdosa yang memerlukan pengampunan dosa dari Tuhan Yesus adalah langkah awal pertobatan. Pengakuan kita adalah bukti bahwa kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, sebab "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (1 Yohanes 1:8). Apabila kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan mengakui dosa-dosa kita, "...maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan dikatakan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Kita harus percaya dan mengakui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, dikuburkan dan bangkit pada hari yang ketiga.
Kedua, kita pun harus mengaku dengan mulut dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, sebab "... dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Yesaya 1:18). Jadi kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tapi semata-mata karena anugerahNya. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menyerahkan segenap hidup ini kepadaNya.
Baca: Matius 4:12-17
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 4:17
Seruan untuk bertobat adalah perkataan pertama yang disampaikan Tuhan Yesus pada saat Ia memulai pelayananNya di bumi. Berita tentang pertobatan ini pula yang diseru-serukan Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea, di awal pelayanannya kepada umat Israel. Jadi hidup dalam pertobatan adalah kehendak Tuhan bagi semua orang, terlebih-lebih kita yang mengaku percaya kepadaNya, sebab yang menjadi dasar pertobatan sejati adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Untuk menuju pertobatan sejati ada langkah-langkah yang harus kita perhatikan: Pertama, kita harus menyadari bahwa diri kita ini adalah orang berdosa. Ada banyak orang yang menganggap dirinya yang benar dan suci sehingga ia merasa bahwa dirinya tidak perlu bertobat. Pengakuan jujur sebagai orang berdosa yang memerlukan pengampunan dosa dari Tuhan Yesus adalah langkah awal pertobatan. Pengakuan kita adalah bukti bahwa kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, sebab "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (1 Yohanes 1:8). Apabila kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan mengakui dosa-dosa kita, "...maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan dikatakan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Kita harus percaya dan mengakui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, dikuburkan dan bangkit pada hari yang ketiga.
Kedua, kita pun harus mengaku dengan mulut dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, sebab "... dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Yesaya 1:18). Jadi kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tapi semata-mata karena anugerahNya. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menyerahkan segenap hidup ini kepadaNya.
Sunday, July 14, 2013
MASA DAN MERIBA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2013 -
Baca: Mazmur 124:1-8
"Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Saat dalam pergumulan yang berat sedikit orang yang mampu menguasai dirinya. Kebanyakan tidak sanggup menahan mulut dari perkataan-perkataan negatif. Kita lebih sering mengumbar omongan kesana kemari, curhat sana sini yang ujung-ujungnya malah menggosip dan membicarakan orang lain. Itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah memperburuk, sehingga beban kita pun kian menumpuk. Mampukah kita berdoa demikian; "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"? (Mazmur 141:3), sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19).
Sangatlah perlu kita belajar dari sikap dan tindakan Musa yang bijak dan tenang menghadapi situasi yang genting. Musa tahu kepada siapa dia harus berkeluh-kesah dan menyampaikan isi hatinya. Ia tidak kehilangan pengharapan sebab sangat percaya bahwa pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Maka ia pun akan segera datang kepada Tuhan dan bertanya kepadaNya, "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!" (Keluaran 17:4), dan Tuhan pun pasti memperhatikan seruan Musa.
Untuk mengalami pertolongan Tuhan ada bagian yang harus dikerjakan Musa yaitu taat melakukan perintah Tuhan. Andaikata ia tidak taat dan bersikap sama seperti bangsa Israel, ceritanya pasti akan lain. Sebagai umat pilihanNya kita pun dituntut untuk hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah pintu gerbang bagi mujizat Tuhan untuk dinyatakan! Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan, pertolonganNya yang ajaib pasti tersedia bagi kita. Berserahlah kepada Tuhan dan libatkan Dia dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketika masa-masa sukar datang melanda hidup kita, janganlah bersungut-sungut!
Milikilah penguasaan diri, datanglah kepada Tuhan, lakukan kehendak Tuhan, maka Tuhan akan melihat kuasaNya dan melakukan perkara yang ajaib atas kita!
Baca: Mazmur 124:1-8
"Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Saat dalam pergumulan yang berat sedikit orang yang mampu menguasai dirinya. Kebanyakan tidak sanggup menahan mulut dari perkataan-perkataan negatif. Kita lebih sering mengumbar omongan kesana kemari, curhat sana sini yang ujung-ujungnya malah menggosip dan membicarakan orang lain. Itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah memperburuk, sehingga beban kita pun kian menumpuk. Mampukah kita berdoa demikian; "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"? (Mazmur 141:3), sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19).
Sangatlah perlu kita belajar dari sikap dan tindakan Musa yang bijak dan tenang menghadapi situasi yang genting. Musa tahu kepada siapa dia harus berkeluh-kesah dan menyampaikan isi hatinya. Ia tidak kehilangan pengharapan sebab sangat percaya bahwa pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Maka ia pun akan segera datang kepada Tuhan dan bertanya kepadaNya, "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!" (Keluaran 17:4), dan Tuhan pun pasti memperhatikan seruan Musa.
Untuk mengalami pertolongan Tuhan ada bagian yang harus dikerjakan Musa yaitu taat melakukan perintah Tuhan. Andaikata ia tidak taat dan bersikap sama seperti bangsa Israel, ceritanya pasti akan lain. Sebagai umat pilihanNya kita pun dituntut untuk hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah pintu gerbang bagi mujizat Tuhan untuk dinyatakan! Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan, pertolonganNya yang ajaib pasti tersedia bagi kita. Berserahlah kepada Tuhan dan libatkan Dia dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketika masa-masa sukar datang melanda hidup kita, janganlah bersungut-sungut!
Milikilah penguasaan diri, datanglah kepada Tuhan, lakukan kehendak Tuhan, maka Tuhan akan melihat kuasaNya dan melakukan perkara yang ajaib atas kita!
Saturday, July 13, 2013
MASA DAN MERIBA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2013 -
Baca: Keluaran 17:1-7
"Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?" Keluaran 17:7
Selama perjalanannya di padang gurun bangsa Israel harus singgah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Meski demikian di mana pun kaki mereka melangkah, tak sedetik pun Tuhan meninggalkan dan membiarkan mereka berjalan sendiri, baik itu siang maupun malam. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21).
Pertolongan dan kasih Tuhan senantiasa menyertai bangsa Israel. Namun mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Tak terkecuali saat mereka tiba di Masa dan di Meriba ketika di situ tidak ada air untuk diminum. Seperti biasa mereka langsung berteriak, "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." (ayat 2), lalu "bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" (ayat 3). Mereka pun menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Kemudian Musa datang kepada Tuhan dan berseru kepadaNya, dan sungguh terbukti bahwa "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya,...Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:18-19). Tuhan memerintahkan Musa untuk memukul gunung batu itu dengan tongkatnya. Musa taat, maka terjadilah mujizat: dari gunung batu itu keluarlah air sehingga bangsa Israel dapat minum dan mereka kehausan.
Apa yang Saudara alami saat ini? Sedang dalam kekurangan dan masalahkah? Bagaimana sikap Saudara menghadapi itu semua?
Apakah kita bertindak seperti bangsa Israel, di mana ucapan atau perkataan kita berisi keluh kesah, umpatan, omelan, sungut, ketidakpuasan, kekecewaan, lalu mengkambinghitamkan orang lain atau bahkan menyalahkan Tuhan?
Baca: Keluaran 17:1-7
"Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?" Keluaran 17:7
Selama perjalanannya di padang gurun bangsa Israel harus singgah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Meski demikian di mana pun kaki mereka melangkah, tak sedetik pun Tuhan meninggalkan dan membiarkan mereka berjalan sendiri, baik itu siang maupun malam. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21).
Pertolongan dan kasih Tuhan senantiasa menyertai bangsa Israel. Namun mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Tak terkecuali saat mereka tiba di Masa dan di Meriba ketika di situ tidak ada air untuk diminum. Seperti biasa mereka langsung berteriak, "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." (ayat 2), lalu "bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" (ayat 3). Mereka pun menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Kemudian Musa datang kepada Tuhan dan berseru kepadaNya, dan sungguh terbukti bahwa "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya,...Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:18-19). Tuhan memerintahkan Musa untuk memukul gunung batu itu dengan tongkatnya. Musa taat, maka terjadilah mujizat: dari gunung batu itu keluarlah air sehingga bangsa Israel dapat minum dan mereka kehausan.
Apa yang Saudara alami saat ini? Sedang dalam kekurangan dan masalahkah? Bagaimana sikap Saudara menghadapi itu semua?
Apakah kita bertindak seperti bangsa Israel, di mana ucapan atau perkataan kita berisi keluh kesah, umpatan, omelan, sungut, ketidakpuasan, kekecewaan, lalu mengkambinghitamkan orang lain atau bahkan menyalahkan Tuhan?
Friday, July 12, 2013
TIDAK TEROMBANG AMBING (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2013 -
Baca: Ibrani 10:19-25
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." Ibrani 10:25
Seorang olahragawan selalu menyediakan waktu untuk berlatih; tiada hari terlewatkan tanpa latihan. Untuk apa? Supaya fisiknya tetap terjaga, kuat dan bugar, sehingga pada saat pertandingan ia mampu mengalahkan lawan dan tampil sebagai pemenang.
Tapi kita harus ingat bahwa "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Maka ibadah pun perlu dilatih setiap hari menjadi proses yang tak berkeputusan supaya kerohanian kita makin kuat. Melatih diri dalam ibadah berarti memberi diri untuk makin karib dengan Tuhan. Bagaimana rohani bisa kuat jika kita sering menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, jarang berdoa dan membaca Alkitab? Sedangkan jalan terbaik supaya kita tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran sesat adalah "...kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu," (Yohanes 15:7), sehingga pancaindera kita kian peka, mampu membedakan mana kebenaran atau yang sesat, baik atau jahat, gelap atau terang dan sebagainya. Jadi firman Tuhan adalah dasar melawan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Paulus menasihati Timotius, "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu,...awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." (1 Timotius 4:13, 14, 16a).
Memperlengkapi diri dengan penyelidikan akan firman Tuhan secara mendalam selain membangun dasar yang kuat bagi diri sendiri juga akan menjadi modal bagi kita untuk membangun dan mengajarkan firman itu kepada orang lain, agar mereka juga tidak disesatkan oleh ajaran palsu yang ada. Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melawan ajaran-ajaran sesat itu. Kita harus belajar kuat dalam pengajaran dan ibadah, sehingga seberat apa pun pencobaan atau rupa-rupa pengajaran menyerang kita tetap mampu berdiri dan tidak tergoyahkan.
Orang yang senantiasa melatih diri dalam ibadah tidak mudah diombangambingkan ajaran sesat, sebab ia telah terlatih dan memiliki kepekaan rohani.
Baca: Ibrani 10:19-25
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." Ibrani 10:25
Seorang olahragawan selalu menyediakan waktu untuk berlatih; tiada hari terlewatkan tanpa latihan. Untuk apa? Supaya fisiknya tetap terjaga, kuat dan bugar, sehingga pada saat pertandingan ia mampu mengalahkan lawan dan tampil sebagai pemenang.
Tapi kita harus ingat bahwa "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Maka ibadah pun perlu dilatih setiap hari menjadi proses yang tak berkeputusan supaya kerohanian kita makin kuat. Melatih diri dalam ibadah berarti memberi diri untuk makin karib dengan Tuhan. Bagaimana rohani bisa kuat jika kita sering menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, jarang berdoa dan membaca Alkitab? Sedangkan jalan terbaik supaya kita tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran sesat adalah "...kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu," (Yohanes 15:7), sehingga pancaindera kita kian peka, mampu membedakan mana kebenaran atau yang sesat, baik atau jahat, gelap atau terang dan sebagainya. Jadi firman Tuhan adalah dasar melawan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Paulus menasihati Timotius, "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu,...awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." (1 Timotius 4:13, 14, 16a).
Memperlengkapi diri dengan penyelidikan akan firman Tuhan secara mendalam selain membangun dasar yang kuat bagi diri sendiri juga akan menjadi modal bagi kita untuk membangun dan mengajarkan firman itu kepada orang lain, agar mereka juga tidak disesatkan oleh ajaran palsu yang ada. Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melawan ajaran-ajaran sesat itu. Kita harus belajar kuat dalam pengajaran dan ibadah, sehingga seberat apa pun pencobaan atau rupa-rupa pengajaran menyerang kita tetap mampu berdiri dan tidak tergoyahkan.
Orang yang senantiasa melatih diri dalam ibadah tidak mudah diombangambingkan ajaran sesat, sebab ia telah terlatih dan memiliki kepekaan rohani.
Thursday, July 11, 2013
TIDAK TEROMBANG AMBING (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan," 1 Timotius 4:1
Di hari-hari menjelang kedatanganNya Tuhan sedang dan akan melakukan penampian atas semua orang dengan tujuan menguji kualitas iman mereka, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12), sehingga akan terpampang jelas perbedaan antara orang benar dan fasik, orang yang hidup dalam kekudusan dan yang dalam kecemaran, yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan yang main-main dengan dosa.
Penampian akan diawali di "...rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?" (1 Petrus 4:17-18). Mari kita perhatikan hidup ini dengan saksama dan pergunakan waktu yang ada secara bijak. Pada saatnya "...kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18).
Mengapa kita harus bersungguh-sungguh di dalam Tuhan? Sebab jika kita tidak berakar kuat di dalam Tuhan, hanya setengah-setengah alias suam-suam kuku, kita tidak akan mampu menangkis serangan Iblis. Dewasa ini banyak orang jatuh dan makin mudah diombangambingkan oleh ajaran-ajaran sesat yang sangat bertentangan dengan firman Tuhan; orang lebih suka mempelajari filsafat-filsafat dunia daripada membaca dan mempelajari Alkitab; lebih suka mendengarkan ajaran-ajaran yang memuaskan telinga dan membukanya bagi dongeng/takhayul; lebih suka meminta nasihat paranormal/dukun daripada hamba Tuhan. Injil Kristus diserang, didebat dan diputarbalikkan! Karena itu rasul Paulus menasihati kita, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b).
Melatih diri dalam hal ibadah artinya disiplin, tekun, setia mengerjakan perkara-perkara rohani seperti berbakti di gereja, bersaat teduh dan juga terlibat dalam pelayanan.
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan," 1 Timotius 4:1
Di hari-hari menjelang kedatanganNya Tuhan sedang dan akan melakukan penampian atas semua orang dengan tujuan menguji kualitas iman mereka, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12), sehingga akan terpampang jelas perbedaan antara orang benar dan fasik, orang yang hidup dalam kekudusan dan yang dalam kecemaran, yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan yang main-main dengan dosa.
Penampian akan diawali di "...rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?" (1 Petrus 4:17-18). Mari kita perhatikan hidup ini dengan saksama dan pergunakan waktu yang ada secara bijak. Pada saatnya "...kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18).
Mengapa kita harus bersungguh-sungguh di dalam Tuhan? Sebab jika kita tidak berakar kuat di dalam Tuhan, hanya setengah-setengah alias suam-suam kuku, kita tidak akan mampu menangkis serangan Iblis. Dewasa ini banyak orang jatuh dan makin mudah diombangambingkan oleh ajaran-ajaran sesat yang sangat bertentangan dengan firman Tuhan; orang lebih suka mempelajari filsafat-filsafat dunia daripada membaca dan mempelajari Alkitab; lebih suka mendengarkan ajaran-ajaran yang memuaskan telinga dan membukanya bagi dongeng/takhayul; lebih suka meminta nasihat paranormal/dukun daripada hamba Tuhan. Injil Kristus diserang, didebat dan diputarbalikkan! Karena itu rasul Paulus menasihati kita, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b).
Melatih diri dalam hal ibadah artinya disiplin, tekun, setia mengerjakan perkara-perkara rohani seperti berbakti di gereja, bersaat teduh dan juga terlibat dalam pelayanan.
Wednesday, July 10, 2013
Kasih Kristus: Dasar Hidup Suami Isteri (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2013 -
Baca: Kolose 3:18-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ada banyak kasus kekerasan rumah tangga terjadi di mana suami suka bertindak kasar, memukul dan menganiaya isterinya sampai babak belur hingga kasus KDRT ini sampai ke ranah hukum. Apakah ini bisa dikatakan suami mengasihi isterinya? Ada lagi kasus isteri menggugat cerai suaminya karena telah menelantarkan keluarganya. Uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk membiayai kebutuhan keluarga disalahgunakan suami untuk berfoya-foya, selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, sampai narkoba. Memprihatinkan sekali! Perhatikan ayat ini baik-baik! "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Jadi, jika ada suami yang tidak bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya, apalagi sampai menelantarkannya, Alkitab menegaskan bahwa ia disebut murtad dan dinilai lebih buruk dari orang yang tidak beriman.
Kedua, bagaimana dengan tanggung jawab isteri? "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 5:22-23a). Perintah ini mutlak ditaati oleh isteri, sekalipun mungkin suaminya adalah orang yang berkarakter buruk. Isteri harus tetap menunjukkan kasih dan dengan rendah hati tunduk pada suami. Jika isteri melakukan tugasnya dengan benar sesuai dengan firman Tuhan, ia telah menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi suaminya, supaya "...jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2). Kadangkala ada pula isteri yang bekerja yang punya jabatan lebih tinggi dari suami, kurang menghargai dan tidak mau tunduk pada suaminya karena merasa dirinya punya penghasilan lebih besar dibandingkan suaminya.
Maka setiap keluarga Kristen harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk bertumbuh dalam firman dan menghormati Tuhan.
Suami isteri yang menghormati Kristus dan firmanNya akan mewariskan nilai-nilai rohani kepada anak-anaknya dan menjadi berkat bagi banyak orang!
Baca: Kolose 3:18-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ada banyak kasus kekerasan rumah tangga terjadi di mana suami suka bertindak kasar, memukul dan menganiaya isterinya sampai babak belur hingga kasus KDRT ini sampai ke ranah hukum. Apakah ini bisa dikatakan suami mengasihi isterinya? Ada lagi kasus isteri menggugat cerai suaminya karena telah menelantarkan keluarganya. Uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk membiayai kebutuhan keluarga disalahgunakan suami untuk berfoya-foya, selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, sampai narkoba. Memprihatinkan sekali! Perhatikan ayat ini baik-baik! "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Jadi, jika ada suami yang tidak bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya, apalagi sampai menelantarkannya, Alkitab menegaskan bahwa ia disebut murtad dan dinilai lebih buruk dari orang yang tidak beriman.
Kedua, bagaimana dengan tanggung jawab isteri? "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 5:22-23a). Perintah ini mutlak ditaati oleh isteri, sekalipun mungkin suaminya adalah orang yang berkarakter buruk. Isteri harus tetap menunjukkan kasih dan dengan rendah hati tunduk pada suami. Jika isteri melakukan tugasnya dengan benar sesuai dengan firman Tuhan, ia telah menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi suaminya, supaya "...jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2). Kadangkala ada pula isteri yang bekerja yang punya jabatan lebih tinggi dari suami, kurang menghargai dan tidak mau tunduk pada suaminya karena merasa dirinya punya penghasilan lebih besar dibandingkan suaminya.
Maka setiap keluarga Kristen harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk bertumbuh dalam firman dan menghormati Tuhan.
Suami isteri yang menghormati Kristus dan firmanNya akan mewariskan nilai-nilai rohani kepada anak-anaknya dan menjadi berkat bagi banyak orang!
Tuesday, July 9, 2013
KASIH KRISTUS: Dasar Hidup Suami Isteri (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2013 -
Baca: Efesus 5:22-23
"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." Efesus 5:33
Membangun mahligai rumah tangga ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para muda-mudi, sebab situasi dan kondisi berumah tangga sangat berbeda jauh dengan masa pacaran. Dibutuhkan kesiapan mental dan juga materi supaya perkawinan yang dibangun dapat membuahkan kebahagiaan dan langgeng, apalagi menurut penelitian angka perceraian di Indonesia tergolong cukup tinggi. Bukankah ini sangat memprihatinkan?
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga: ketidakharmonisan antarpasangan, beda prinsip, perselingkuhan dan juga faktor ekonomi. Kalau kita perhatikan, perceraian dalam rumah tangga tak lepas dari persoalan yang mendasar dalam kehidupan pasangan suami isteri, dan tidak menutup kemungkinan terjadi dan melanda keluarga-keluarga Kristen pula. Apabila keluarga Kristen tidak lagi berpusatkan pada Kristus dan tidak menjadikan kasih Kristus sebagai dasar dalam membina hubungan rumah tangga, maka akan sangat berbahaya! Karena itu marilah kita senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan supaya rumah tangga kita dapat terbangun sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kita dapat memahami dasar-dasar perintah Tuhan dalam membangun rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus dengan mengingat beberapa hal: pertama, perihal tanggung jawab pada suami. Tertulis: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya," (Efesus 5:25). Jadi seorang suami harus mengasihi isterinya di segala keadaan. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi para suami. Alkitab juga mengingatkan bahwa doa-doa suami akan menjadi terhalang apabila ia tidak mengasihi isterinya dengan sungguh. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7).
Doa-doa Saudara ingin dijawab Tuhan? Kasihilah isteri dengan tulus, sebagaimana Kristus mengasihi Saudara!
Baca: Efesus 5:22-23
"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." Efesus 5:33
Membangun mahligai rumah tangga ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para muda-mudi, sebab situasi dan kondisi berumah tangga sangat berbeda jauh dengan masa pacaran. Dibutuhkan kesiapan mental dan juga materi supaya perkawinan yang dibangun dapat membuahkan kebahagiaan dan langgeng, apalagi menurut penelitian angka perceraian di Indonesia tergolong cukup tinggi. Bukankah ini sangat memprihatinkan?
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga: ketidakharmonisan antarpasangan, beda prinsip, perselingkuhan dan juga faktor ekonomi. Kalau kita perhatikan, perceraian dalam rumah tangga tak lepas dari persoalan yang mendasar dalam kehidupan pasangan suami isteri, dan tidak menutup kemungkinan terjadi dan melanda keluarga-keluarga Kristen pula. Apabila keluarga Kristen tidak lagi berpusatkan pada Kristus dan tidak menjadikan kasih Kristus sebagai dasar dalam membina hubungan rumah tangga, maka akan sangat berbahaya! Karena itu marilah kita senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan supaya rumah tangga kita dapat terbangun sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kita dapat memahami dasar-dasar perintah Tuhan dalam membangun rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus dengan mengingat beberapa hal: pertama, perihal tanggung jawab pada suami. Tertulis: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya," (Efesus 5:25). Jadi seorang suami harus mengasihi isterinya di segala keadaan. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi para suami. Alkitab juga mengingatkan bahwa doa-doa suami akan menjadi terhalang apabila ia tidak mengasihi isterinya dengan sungguh. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7).
Doa-doa Saudara ingin dijawab Tuhan? Kasihilah isteri dengan tulus, sebagaimana Kristus mengasihi Saudara!
Monday, July 8, 2013
RAJA YANG TERTOLAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2013 -
Baca: 1 Samuel 15:1-35
"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel." 1 Samuel 15:35b
Menjadi raja Israel bukanlah posisi sembarangan dan tidak semua orang beroleh kesempatan terhormat ini. Sayang, Saul menyalahgunakan kepercayaan ini dan gagal mengemban tugasnya dengan baik. Terpilihnya Saul menjadi raja seharusnya menyadarkannya bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupnya dan meresponsnya dengan sikap hati dan karakter yang berkenan, sehingga mampu membawa bangsanya makin mengasihi Tuhan dan diberkati, namun yang dilakukan Saul justru sebaliknya, mengecewakan Tuhan dengan perbuatan-perbuatannya yang bodoh. Itulah sebabnya Roh Tuhan meninggalkan Saul dan akhirnya Tuhan pun menyesal menjadikannya sebagai raja.
Saul bukan saja melakukan perzinahan rohani dengan meminta nasihat dukun, ia juga gagal dalam ujian kesabaran dan ketaatan. Suatu ketika ia diperintahkan Samuel pergi ke Gilgal dan harus menunggu abdi Allah itu selama 7 hari di sana. Tapi ketika dilihatnya bahwa Samuel tidak kunjung tiba, sementara ia dan rakyatnya terdesak karena serangan orang-orang Filistin, kesabaran Saul pun hilang, apalagi rakyat mulai pergi meninggalkannya. Saat itulah ego Saul muncul dengan berkata, "'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9), padahal mempersembahkan korban kepada Tuhan bukanlah wewenangnya, tapi tugas dan tanggung jawab imam (dalam hal ini Samuel). Ketika ditegur Samuel, Saul malah mengkambinghitamkan rakyatnya, tidak dengan rendah hati mengakui kesalahannya, menganggap diri selalu benar. Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Saul sejak awal ia memerintah sampai akhir hidupnya sehingga "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu." (1 Samuel 15:28).
Karakter Saul ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Daud yang selalu terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur dan bertobat dengan sungguh di hadapan Tuhan setiap kali melakukan pelanggaran.
Karena ketidaktaatannya Saul harus lengser dan digantikan oleh Daud yang lebih berkenan kepada Tuhan!
Baca: 1 Samuel 15:1-35
"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel." 1 Samuel 15:35b
Menjadi raja Israel bukanlah posisi sembarangan dan tidak semua orang beroleh kesempatan terhormat ini. Sayang, Saul menyalahgunakan kepercayaan ini dan gagal mengemban tugasnya dengan baik. Terpilihnya Saul menjadi raja seharusnya menyadarkannya bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupnya dan meresponsnya dengan sikap hati dan karakter yang berkenan, sehingga mampu membawa bangsanya makin mengasihi Tuhan dan diberkati, namun yang dilakukan Saul justru sebaliknya, mengecewakan Tuhan dengan perbuatan-perbuatannya yang bodoh. Itulah sebabnya Roh Tuhan meninggalkan Saul dan akhirnya Tuhan pun menyesal menjadikannya sebagai raja.
Saul bukan saja melakukan perzinahan rohani dengan meminta nasihat dukun, ia juga gagal dalam ujian kesabaran dan ketaatan. Suatu ketika ia diperintahkan Samuel pergi ke Gilgal dan harus menunggu abdi Allah itu selama 7 hari di sana. Tapi ketika dilihatnya bahwa Samuel tidak kunjung tiba, sementara ia dan rakyatnya terdesak karena serangan orang-orang Filistin, kesabaran Saul pun hilang, apalagi rakyat mulai pergi meninggalkannya. Saat itulah ego Saul muncul dengan berkata, "'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9), padahal mempersembahkan korban kepada Tuhan bukanlah wewenangnya, tapi tugas dan tanggung jawab imam (dalam hal ini Samuel). Ketika ditegur Samuel, Saul malah mengkambinghitamkan rakyatnya, tidak dengan rendah hati mengakui kesalahannya, menganggap diri selalu benar. Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Saul sejak awal ia memerintah sampai akhir hidupnya sehingga "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu." (1 Samuel 15:28).
Karakter Saul ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Daud yang selalu terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur dan bertobat dengan sungguh di hadapan Tuhan setiap kali melakukan pelanggaran.
Karena ketidaktaatannya Saul harus lengser dan digantikan oleh Daud yang lebih berkenan kepada Tuhan!
Sunday, July 7, 2013
RAJA YANG TERTOLAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2013 -
Baca: 1 Samuel 8:1-22
"Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya," 1 Samuel 8:10
Alkitab mencatat bahwa Saul dipilih menjadi raja Israel atas permintaan bangsa Israel, bukan karena Tuhan sendiri yang memilihnya seperti halnya terhadap Daud. Para tua-tua Israel berkata, "'Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,'" perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN." (1 Samuel 8:6). Dan Tuhan pun berfirman kepada Samuel, "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka." (1 Samuel 8:7).
Keinginan bangsa Israel memiliki raja menurut kehendak mereka adalah bukti bahwa mereka lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada mengandalkan Tuhan dan memohon petunjukNya. Ada tertulis: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Akhirnya, sesuai pemufakatan, terpilihlah Saul menjadi raja Israel.
Selama memerintah sebagai raja, Saul tidak menunjukkan sikap hati yang benar. Ia sangat sombong dan di segala hal ia cenderung menuruti keinginannya sendiri daripada mencari kehendak Tuhan. Saul tidak hidup menurut pimpinan Roh Tuhan. Apa buktinya? Ketika sedang dalam masalah yang berat ia tidak sepenuh hati mencari Tuhan, tapi malah meminta nasihat seorang dukun di En-Dor, "Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.' Para pegawainya menjawab dia: 'Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.'" (1 Samuel 28:7). Saul telah melakukan perzinahan rohani! Apa yang diperbuatnya ini sangat menista Tuhan dan merupakan kejijikan bagiNya. Firman Tuhan tegas berkata, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:31).
Apa yang dilakukan Saul ini membuktikan bahwa ia sangat meremehkan Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan!
Baca: 1 Samuel 8:1-22
"Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya," 1 Samuel 8:10
Alkitab mencatat bahwa Saul dipilih menjadi raja Israel atas permintaan bangsa Israel, bukan karena Tuhan sendiri yang memilihnya seperti halnya terhadap Daud. Para tua-tua Israel berkata, "'Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,'" perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN." (1 Samuel 8:6). Dan Tuhan pun berfirman kepada Samuel, "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka." (1 Samuel 8:7).
Keinginan bangsa Israel memiliki raja menurut kehendak mereka adalah bukti bahwa mereka lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada mengandalkan Tuhan dan memohon petunjukNya. Ada tertulis: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Akhirnya, sesuai pemufakatan, terpilihlah Saul menjadi raja Israel.
Selama memerintah sebagai raja, Saul tidak menunjukkan sikap hati yang benar. Ia sangat sombong dan di segala hal ia cenderung menuruti keinginannya sendiri daripada mencari kehendak Tuhan. Saul tidak hidup menurut pimpinan Roh Tuhan. Apa buktinya? Ketika sedang dalam masalah yang berat ia tidak sepenuh hati mencari Tuhan, tapi malah meminta nasihat seorang dukun di En-Dor, "Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.' Para pegawainya menjawab dia: 'Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.'" (1 Samuel 28:7). Saul telah melakukan perzinahan rohani! Apa yang diperbuatnya ini sangat menista Tuhan dan merupakan kejijikan bagiNya. Firman Tuhan tegas berkata, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:31).
Apa yang dilakukan Saul ini membuktikan bahwa ia sangat meremehkan Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan!
Saturday, July 6, 2013
BERIBADAH KEPADA TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2013 -
Baca: Yosua 24:14-28
"...takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Artinya hidup dalam pimpinan Roh Kudus, tidak menuruti keinginan daging dan menanggalkan manusia lama kita, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging," (Galatia 5:17). Pertanyaannya: apakah kita hanya idup (bernafas) di hari Minggu atau ketika ada ibadah saja? Tentunya tidak. Setiap saat, detik, menit, jam, hari demi hari selama kita masih bernafas kita harus mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah kepada Tuhan, tetapi di mana pun, kapan pun dan di segala keadaan. Dengan demikian keberadaan hidup kita senantiasa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan apabila ia memiliki kekariban atau hubungan intim dengan Tuhan. Bagaimana bisa dikatakan beribadah jika kita berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta membaca Alkitab hanya di gereja saja? Beribadah kepada Tuhan juga berarti memiliki hati yang takut akan Dia, artinya menghormati Tuhan dengan hidup menurut jalan-jalanNya atau taat melakukan firmanNya di mana pun kita berada. "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13).
Sudahkah kita menjadi pelaku-pelaku firman? "...dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Haruslah ada tindakan nyata yang menunjukkan bahwa kita takut akan Tuhan, bukan hanya lips service. Kita pun dapat dikategorikan sebagai orang yang beribadah kepada Tuhan apabila kita melakukannya dengan penuh kesungguhan hati dan tidak setengah-setengah, sebab "Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai," (Yeremia 48:10). Bukankah masih ada yang main-main saat beribadah? Bersenda gurau, memainkan hp, bahkan telepon-teleponan saat ibadah berlangsung.
Ada harga yang harus dibayar jika kita ingin ibadah yang kita lakukan berkenan kepada Tuhan!
Baca: Yosua 24:14-28
"...takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Artinya hidup dalam pimpinan Roh Kudus, tidak menuruti keinginan daging dan menanggalkan manusia lama kita, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging," (Galatia 5:17). Pertanyaannya: apakah kita hanya idup (bernafas) di hari Minggu atau ketika ada ibadah saja? Tentunya tidak. Setiap saat, detik, menit, jam, hari demi hari selama kita masih bernafas kita harus mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah kepada Tuhan, tetapi di mana pun, kapan pun dan di segala keadaan. Dengan demikian keberadaan hidup kita senantiasa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan apabila ia memiliki kekariban atau hubungan intim dengan Tuhan. Bagaimana bisa dikatakan beribadah jika kita berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta membaca Alkitab hanya di gereja saja? Beribadah kepada Tuhan juga berarti memiliki hati yang takut akan Dia, artinya menghormati Tuhan dengan hidup menurut jalan-jalanNya atau taat melakukan firmanNya di mana pun kita berada. "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13).
Sudahkah kita menjadi pelaku-pelaku firman? "...dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Haruslah ada tindakan nyata yang menunjukkan bahwa kita takut akan Tuhan, bukan hanya lips service. Kita pun dapat dikategorikan sebagai orang yang beribadah kepada Tuhan apabila kita melakukannya dengan penuh kesungguhan hati dan tidak setengah-setengah, sebab "Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai," (Yeremia 48:10). Bukankah masih ada yang main-main saat beribadah? Bersenda gurau, memainkan hp, bahkan telepon-teleponan saat ibadah berlangsung.
Ada harga yang harus dibayar jika kita ingin ibadah yang kita lakukan berkenan kepada Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)