Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2013 -
Baca: Ester 2:1-18
"Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain,
dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara
lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan
mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti." Ester 2:1-17
Alkitab menegaskan, "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Banyak orang Kristen yang ragu akan hal ini. Saat berada dalam pergumulan yang lebih berat kita lebih percaya kepada omongan orang lain yang mengatakan bahwa itu mustahil dan tidak mungkin ada jalan. Kita mulai kecewa dan putus asa, lalu kita pun memutar otak dan menggunakan logika untuk mencari pertolongan lain di luar Tuhan. Ingatlah ayat ini: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Seburuk apa pun keadaan yang kita alami Tuhan sanggup ubahkan karena kuasaNya tidak pernah berubah, dahulu sekarang dan sampai selama-lamanya. Kita harus percaya "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh
telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang
disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Esther adalah contoh orang yang mengalami pertolongan Tuhan di tengah kemustahilan. Pengangkatan Ester menjadi seorang permaisuri raja adalah suatu hal yang mustahil dalam pemandangan manusia. Mengapa? Karena Ester adalah keturunan bangsa Yahudi, bangsa jajahan raja Ahasyweros. Selain itu ia juga salah seorang tawanan yang berstatus budak. Tetapi Tuhan selalu punya cara untuk menolong umatNya, karena "Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban;" (Mazmur 77:15). Sungguh, "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20). Tuhan selalu punya rencana yang indah di balik peristiwa yang terjadi.
Sebagai yatim piatu, orang lain pasti akan mengatakan kalau hidup Ester akan menderita dan tidak punya masa depan. Itu perediksi manusia! Tapi Tuhan memiliki "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). (Bersambung)
Wednesday, February 20, 2013
Tuesday, February 19, 2013
IBLIS HARUS DILAWAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2013 -
Baca: 2 Korintus 11:1-6
"Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya." 2 Korintus 11:3
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena mereka menjadi korban tipu daya Iblis. Dengan segala kelicikannya Iblis memutarbalikkan firman Tuhan, dan Hawa menjadi bimbang (ragu) terhadap apa yang difirmankan Tuhan kepadanya; akhirnya ia melakukan apa yang dilarang oleh Tuhan. Iblis pun tersenyum lebar karena rencananya berhasil.
Di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat ini biarlah kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan supaya kita kuat dan mampu bertahan menghadapi pekerjaan Iblis yang terus berusaha menyesatkan orang-orang yang lemah. Yakobus mengingatkan, "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Mengapa kita harus tunduk kepada Tuhan? Karena inilah kunci mengalahkan Iblis. Tunduk kepada Tuhan berarti taat melakukan apa yang difirmankanNya. Banyak orang tidak suka tunduk kepada Tuhan dan lebih memilih hidup menurut keinginannya sendiri. Apakah rugi jika kita tunduk kepada Tuhan? Tentu tidak! Sebab "Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9); rancanganNya pun selalu baik bagi kita. Sebaliknya tidak ada sedikit pun yang baik dalam diri Iblis, semuanya adalah jahat. Misi Iblis hanyalah untuk menghancurkan, membunuh dan membinasakan manusia. Tapi mengapa banyak orang yang lebih memilih tunduk kepada Iblis daripada tunduk kepada Tuhan?
Tanpa penundukan diri kepada Tuhan sulit bagi kita untuk bisa melawan dan mengalahkan Iblis, apalagi bila kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Oleh karena itu milikilah penundukan diri kepada Tuhan agar Iblis lari dari kita, sebab ia paling takut kepada orang Kristen yang taat kepada Tuhan, yang di dalamnya ada Roh Kudus bekerja. Tunduk (taat) kepada Tuhan berarti kita merenungkan firmanNya siang dan malam serta melakukannya. Jika kita tidak taat kepada Tuhan, Iblis akan menertawakan kita.
Di dalam nama Tuhan Yesus dan firmanNya kita dapat melawan dan mengalahkan Iblis dengan segala tipu muslihatnya.
Baca: 2 Korintus 11:1-6
"Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya." 2 Korintus 11:3
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena mereka menjadi korban tipu daya Iblis. Dengan segala kelicikannya Iblis memutarbalikkan firman Tuhan, dan Hawa menjadi bimbang (ragu) terhadap apa yang difirmankan Tuhan kepadanya; akhirnya ia melakukan apa yang dilarang oleh Tuhan. Iblis pun tersenyum lebar karena rencananya berhasil.
Di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat ini biarlah kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan supaya kita kuat dan mampu bertahan menghadapi pekerjaan Iblis yang terus berusaha menyesatkan orang-orang yang lemah. Yakobus mengingatkan, "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Mengapa kita harus tunduk kepada Tuhan? Karena inilah kunci mengalahkan Iblis. Tunduk kepada Tuhan berarti taat melakukan apa yang difirmankanNya. Banyak orang tidak suka tunduk kepada Tuhan dan lebih memilih hidup menurut keinginannya sendiri. Apakah rugi jika kita tunduk kepada Tuhan? Tentu tidak! Sebab "Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." (Mazmur 145:9); rancanganNya pun selalu baik bagi kita. Sebaliknya tidak ada sedikit pun yang baik dalam diri Iblis, semuanya adalah jahat. Misi Iblis hanyalah untuk menghancurkan, membunuh dan membinasakan manusia. Tapi mengapa banyak orang yang lebih memilih tunduk kepada Iblis daripada tunduk kepada Tuhan?
Tanpa penundukan diri kepada Tuhan sulit bagi kita untuk bisa melawan dan mengalahkan Iblis, apalagi bila kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Oleh karena itu milikilah penundukan diri kepada Tuhan agar Iblis lari dari kita, sebab ia paling takut kepada orang Kristen yang taat kepada Tuhan, yang di dalamnya ada Roh Kudus bekerja. Tunduk (taat) kepada Tuhan berarti kita merenungkan firmanNya siang dan malam serta melakukannya. Jika kita tidak taat kepada Tuhan, Iblis akan menertawakan kita.
Di dalam nama Tuhan Yesus dan firmanNya kita dapat melawan dan mengalahkan Iblis dengan segala tipu muslihatnya.
Monday, February 18, 2013
MEMULAI HARI DENGAN PUJIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 145:1-21
"Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 145:1
Apa yang Saudara pikirkan saat bangun tidur di pagi hari? Banyak orang mengawalinya dengan memikirkan masalah dan kemustahilan sehingga pikiran mereka selalu diliputi kegelisahan, ketakutan, kemarahan atau emosi. Berbeda dengan Daud selalu memulai harinya dengan berdoa dan mempersembahkan puji-pujian bagi Tuhan. Bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:164). Tidak sedikit orang Kristen lupa melakukan hal ini. Mereka berpikir memuji Tuhan itu cukup dilakukan saat beribadah di gereja atau persekutuan saja. Itu salah besar! Memuji Tuhan tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan. Kapan pun, di mana pun bagaimana pun keadaan kita, puji-pujian bagi Tuhan harus kita naikkan.
Memuji Tuhan adalah tindakan yang wajar dan normal bagi orang percaya. Kita tidak perlu menjadi worship leader atau kursus vokal terlebih dahulu agar bersuara bagus dan barulah kita bernyanyi bagi Tuhan. Memuji Tuhan adalah ekspresi yang keluar dari hati terdalam seseorang yang mengagumi Tuhan sebagai respons atau kebaikanNya. Tanpa kekaguman, memuji Tuhan hanya akan menjadi suatu kewajiban atau rutinitas yang dipaksakan. Sedangkan rasa kagum pasti lahir dari kerendahan hati, dan tidak dapat dipisahkan dari keberadaan hidup kita. Itulah sebabnya memuji Tuhan di tengah pencobaan dan penderitaan seringkali terasa sulit kita lakukan. Namun jika kita terus melatih diri untuk selalu memuji Tuhan, kita akan beroleh kekuatan untuk memuji Dia apa pun keadaan kita seperti Daud yang memuji Tuhan bukan hanya sekali, tapi tujuh kali dalam sehari. Ketahuilah bahwa memuji Tuhan adalah pelayanan langsung yang kita tujukan kepada Tuhan. Maka dari itu tanpa kerendahan dan kemurnian hati, pujian kita tidak mungkin berkenan kepada Tuhan.
Saudara pernah merasakan pertolongan Tuhan? Setiap kita pasti mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup ini. Apakah bibir kita kelu untuk memuji Tuhan?
Bagi orang Kristen yang sungguh-sungguh, tiada hari tanpa memuji-muji Tuhan!
Baca: Mazmur 145:1-21
"Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 145:1
Apa yang Saudara pikirkan saat bangun tidur di pagi hari? Banyak orang mengawalinya dengan memikirkan masalah dan kemustahilan sehingga pikiran mereka selalu diliputi kegelisahan, ketakutan, kemarahan atau emosi. Berbeda dengan Daud selalu memulai harinya dengan berdoa dan mempersembahkan puji-pujian bagi Tuhan. Bahkan "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:164). Tidak sedikit orang Kristen lupa melakukan hal ini. Mereka berpikir memuji Tuhan itu cukup dilakukan saat beribadah di gereja atau persekutuan saja. Itu salah besar! Memuji Tuhan tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan. Kapan pun, di mana pun bagaimana pun keadaan kita, puji-pujian bagi Tuhan harus kita naikkan.
Memuji Tuhan adalah tindakan yang wajar dan normal bagi orang percaya. Kita tidak perlu menjadi worship leader atau kursus vokal terlebih dahulu agar bersuara bagus dan barulah kita bernyanyi bagi Tuhan. Memuji Tuhan adalah ekspresi yang keluar dari hati terdalam seseorang yang mengagumi Tuhan sebagai respons atau kebaikanNya. Tanpa kekaguman, memuji Tuhan hanya akan menjadi suatu kewajiban atau rutinitas yang dipaksakan. Sedangkan rasa kagum pasti lahir dari kerendahan hati, dan tidak dapat dipisahkan dari keberadaan hidup kita. Itulah sebabnya memuji Tuhan di tengah pencobaan dan penderitaan seringkali terasa sulit kita lakukan. Namun jika kita terus melatih diri untuk selalu memuji Tuhan, kita akan beroleh kekuatan untuk memuji Dia apa pun keadaan kita seperti Daud yang memuji Tuhan bukan hanya sekali, tapi tujuh kali dalam sehari. Ketahuilah bahwa memuji Tuhan adalah pelayanan langsung yang kita tujukan kepada Tuhan. Maka dari itu tanpa kerendahan dan kemurnian hati, pujian kita tidak mungkin berkenan kepada Tuhan.
Saudara pernah merasakan pertolongan Tuhan? Setiap kita pasti mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup ini. Apakah bibir kita kelu untuk memuji Tuhan?
Bagi orang Kristen yang sungguh-sungguh, tiada hari tanpa memuji-muji Tuhan!
Sunday, February 17, 2013
HIDUP SAMA SEPERTI KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2013 -
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Kita telah memahami bahwa menjadi Kristen berarti harus hidup sama seperti Kristus, artinya kita harus meneladani Dia dan hidup menurut cara yang Tuhan tetapkan. Namun hidup sama seperti Kristus bukan berarti kita menjalani hidup yang sangat berat, tidak bebas, dengan tumpukan tugas dan tanggung jawab serta segudang larangan.
Tak beda dengan seorang anak dalam sebuah keluarga, kita pun tidak bisa hidup semaunya sendiri. Orangtua kita pun punya 'rambu-rambu' yang tidak boleh dilanggar oleh anak-anaknya. Karena itu sebagai anak kita harus patuh dan tunduk kepada ayah (orangtua) kita. Alkitab menasihati, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Jika kita menyadari bahwa status kita adalah anak Tuhan, maka kita wajib menjalani suatu kehidupan menurut apa yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita, sebagaimana Kristus taat mengerjakan apa yang ditetapkan oleh BapaNya. Itulah yang menjadi kunci rahasia keberhasilan Kristus! Jika kita ingin menjadi orang Kristen yang berhasil kita pun harus mengikuti jejakNya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia datang ke dunia ini dengan satu tujuan yaitu melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Seringkali kita berpikir bahwa hidup sama seperti Kristus menjadikan kita hidup dalam penderitaan dan terkekang. Padahal, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Itulah sebabnya selama berada di bumi Yesus tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Waktu dan segenap keberadaan hidupNya sepenuhnya dicurahkan untuk melakukan kehendak bapaNya secara sempurna. Sudahkah kita hidup sama seperti Kristus? Jika kita berjalan seturut kehendak Tuhan dan meneladaniNya, maka kita telah hidup seperti Dia.
Kita tak layak disebut Kristen jika hidup tak mencerminkan Kristus sama sekali!
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Kita telah memahami bahwa menjadi Kristen berarti harus hidup sama seperti Kristus, artinya kita harus meneladani Dia dan hidup menurut cara yang Tuhan tetapkan. Namun hidup sama seperti Kristus bukan berarti kita menjalani hidup yang sangat berat, tidak bebas, dengan tumpukan tugas dan tanggung jawab serta segudang larangan.
Tak beda dengan seorang anak dalam sebuah keluarga, kita pun tidak bisa hidup semaunya sendiri. Orangtua kita pun punya 'rambu-rambu' yang tidak boleh dilanggar oleh anak-anaknya. Karena itu sebagai anak kita harus patuh dan tunduk kepada ayah (orangtua) kita. Alkitab menasihati, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Jika kita menyadari bahwa status kita adalah anak Tuhan, maka kita wajib menjalani suatu kehidupan menurut apa yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita, sebagaimana Kristus taat mengerjakan apa yang ditetapkan oleh BapaNya. Itulah yang menjadi kunci rahasia keberhasilan Kristus! Jika kita ingin menjadi orang Kristen yang berhasil kita pun harus mengikuti jejakNya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia datang ke dunia ini dengan satu tujuan yaitu melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Seringkali kita berpikir bahwa hidup sama seperti Kristus menjadikan kita hidup dalam penderitaan dan terkekang. Padahal, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Itulah sebabnya selama berada di bumi Yesus tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Waktu dan segenap keberadaan hidupNya sepenuhnya dicurahkan untuk melakukan kehendak bapaNya secara sempurna. Sudahkah kita hidup sama seperti Kristus? Jika kita berjalan seturut kehendak Tuhan dan meneladaniNya, maka kita telah hidup seperti Dia.
Kita tak layak disebut Kristen jika hidup tak mencerminkan Kristus sama sekali!
Saturday, February 16, 2013
SEHAT DAN KUAT ROHANI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2013 -
Baca: Efesus 3:14-21
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Di akhir zaman ini tantangan bagi orang percaya tidak semakin mudah tapi semakin berat menghadang. Tidak ada jalan lain bagi kita selain harus makin giat di dalam Tuhan. Jam-jam doa dan juga ibadah harus makin ditingkatkan, bukannya tambah malas dan ogah-ogahan. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3).
Kita yang sudah terlibat dalam pelayanan harus makin konsisten dalam mengerjakan panggilan Tuhan. Jangan hanya karena ada masalah lalu kita menjadi undur, karena seberat apa pun ujian yang harus kita lewati kita pasti mampu melewatinya bersama Tuhan, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Karena itu kita harus makin melekat kepada Tuhan. Pemazmur berkata, "tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3).
Semakin melekat kepada Tuhan kita akan semakin memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Melekat kepada Tuhan berbicara tentang keintiman atau kekariban kita kepada Tuhan. " Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Karena itu berhentilah mengeluh, bersungut-sungut atau complain kepada Tuhan ketika keadaan tidak seperti yang kita harapkan. Semua yang terjadi bukan tanpa maksud, tapi untuk menguatkan iman percaya kita kepadaNya sehingga pada saatnya kita akan mengalami campur tangan Tuhan, dan kita pun dapat berkata bahwa bukan dari kata orang saja kita mendengar tentang Dia, "...tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5b) dan merasakannya.
Mari "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Baca: Efesus 3:14-21
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Di akhir zaman ini tantangan bagi orang percaya tidak semakin mudah tapi semakin berat menghadang. Tidak ada jalan lain bagi kita selain harus makin giat di dalam Tuhan. Jam-jam doa dan juga ibadah harus makin ditingkatkan, bukannya tambah malas dan ogah-ogahan. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3).
Kita yang sudah terlibat dalam pelayanan harus makin konsisten dalam mengerjakan panggilan Tuhan. Jangan hanya karena ada masalah lalu kita menjadi undur, karena seberat apa pun ujian yang harus kita lewati kita pasti mampu melewatinya bersama Tuhan, sebab "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Karena itu kita harus makin melekat kepada Tuhan. Pemazmur berkata, "tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3).
Semakin melekat kepada Tuhan kita akan semakin memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Melekat kepada Tuhan berbicara tentang keintiman atau kekariban kita kepada Tuhan. " Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Karena itu berhentilah mengeluh, bersungut-sungut atau complain kepada Tuhan ketika keadaan tidak seperti yang kita harapkan. Semua yang terjadi bukan tanpa maksud, tapi untuk menguatkan iman percaya kita kepadaNya sehingga pada saatnya kita akan mengalami campur tangan Tuhan, dan kita pun dapat berkata bahwa bukan dari kata orang saja kita mendengar tentang Dia, "...tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5b) dan merasakannya.
Mari "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Friday, February 15, 2013
SEHAT DAN KUAT ROHANI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2013 -
Baca: Efesus 3:14-21
"Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu," Efesus 3:16
Banyak cara yang ditempuh orang untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat dan prima, di antaranya melalui olahraga. Ada yang hanya jogging dengan mengitari taman di sekitar komplek rumahnya, bermain tenis, bulutangkis, berenang, 'gowes' (bersepeda) dan juga ber-fitness ria di tempat-tempat kebugaran, plus mengkonsumsi makanan yang bergizi dan vitamin. Sedihnya, banyak orang yang begitu berkonsentrasi untuk menjaga kesehatan jasmaninya, namun mengabaikan kesehatan rohaninya. Memang secara jasmani mereka terlihat sehat dan kuat, tetapi secara rohani belum tentu mereka sehat. Itulah sebabnya firman Tuhan menasihati, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Ditegaskan bahwa latihan badani itu terbatas gunanya. Ada hal yang lebih penting yang harus kita kejar yaitu sehat rohani. Ada pun latihan yang harus kita lakukan guna menjaga kesehatan tubuh rohani kita adalah ibadah. Karena itu "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Latihan ibadah ini meliputi: doa (pujian dan penyembahan), merenungkan firman Tuhan dan juga pelayanan. Doa adalah nafas hidup orang percaya. Tanpa doa kita akan 'mati rohani'. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17). Inilah rahasia keberhasilan pelayanan rasul Paulus sehingga ia mampu menjungkirbalikkan dunia dengan Injil.
Apa pun yang kita kerjakan, baik itu pelayanan, pekerjaan studi, rumah tangga dan sebagainya perlu ditopang dalam doa. Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan merasa diri mampu, karena di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa. Tanpa doa, pelayanan yang kita kerjakan tidak akan berdampak bagi orang lain. Doa akan membuat kita tetap kuat dan makin teguh di dalam Tuhan meski ada badai menerpa. Sudahkah doa menjadi kebutuhan pribadi kita setiap hari? Jangan hanya berdoa saat butuh saja atau dalam masalah! (Bersambung)
Baca: Efesus 3:14-21
"Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu," Efesus 3:16
Banyak cara yang ditempuh orang untuk menjaga tubuhnya agar tetap sehat dan prima, di antaranya melalui olahraga. Ada yang hanya jogging dengan mengitari taman di sekitar komplek rumahnya, bermain tenis, bulutangkis, berenang, 'gowes' (bersepeda) dan juga ber-fitness ria di tempat-tempat kebugaran, plus mengkonsumsi makanan yang bergizi dan vitamin. Sedihnya, banyak orang yang begitu berkonsentrasi untuk menjaga kesehatan jasmaninya, namun mengabaikan kesehatan rohaninya. Memang secara jasmani mereka terlihat sehat dan kuat, tetapi secara rohani belum tentu mereka sehat. Itulah sebabnya firman Tuhan menasihati, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Ditegaskan bahwa latihan badani itu terbatas gunanya. Ada hal yang lebih penting yang harus kita kejar yaitu sehat rohani. Ada pun latihan yang harus kita lakukan guna menjaga kesehatan tubuh rohani kita adalah ibadah. Karena itu "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Latihan ibadah ini meliputi: doa (pujian dan penyembahan), merenungkan firman Tuhan dan juga pelayanan. Doa adalah nafas hidup orang percaya. Tanpa doa kita akan 'mati rohani'. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17). Inilah rahasia keberhasilan pelayanan rasul Paulus sehingga ia mampu menjungkirbalikkan dunia dengan Injil.
Apa pun yang kita kerjakan, baik itu pelayanan, pekerjaan studi, rumah tangga dan sebagainya perlu ditopang dalam doa. Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan merasa diri mampu, karena di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa. Tanpa doa, pelayanan yang kita kerjakan tidak akan berdampak bagi orang lain. Doa akan membuat kita tetap kuat dan makin teguh di dalam Tuhan meski ada badai menerpa. Sudahkah doa menjadi kebutuhan pribadi kita setiap hari? Jangan hanya berdoa saat butuh saja atau dalam masalah! (Bersambung)
Thursday, February 14, 2013
HATI YANG HANCUR: Berharga Di Hadapan Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 51:1-21
"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." Mazmur 51:19
Sebelum menjadi bejana yang indah dan berharga, tanah liat harus mengalami proses pembentukan yang dikerjakan oleh seorang penjunan (tukang gerabah). Tanah liat itu terlebih dahulu harus dihancurkan, dibuang kerikil-kerikilnya, lalu diolah dan harus melewati proses pembakaran. Begitu juga dengan sebidang tanah. Sebelum benih dapat disemaikan, seorang petani harus terlebih dahulu mengolah tanahnya dengan cangkul dan bajak, kemudian mengairinya dan barulah tanah tersebut siap untuk ditanami.
Setiap anak Tuhan yang rindu dipakai sebagai alat kemuliaan Tuhan tak luput dari proses pembentukan. "Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Jadi, "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9b). Tidak! Kita harus memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Hati yang remuk dan hancur di hadapan Tuhan, serta memiliki rasa haus dan lapar akan Dia adalah modal menggerakan hati Tuhan, bukan hati yang dipenuhi kesombongan atau kecongkakan, sebab "Allah menentang orang yang congkak," (1 Petrus 5:5), dan Dia "...akan mematahkan kecongkakkan mereka dengan segala daya upaya mereka." (Yesaya 25:11b).
Daud saat menulis mazmur ini dalam keadaan hati remuk redam dan hancur berkeping-keping, menyesali dosanya terhadap isteri Uria; lalu ia pun datang kepada Tuhan. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!" (Mazmur 51:3). Inilah korban yang berkenan kepada Tuhan. Tak ada yang lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur dan pertobatan, "Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya." (Mazmur 51:18).
Masih banyak orang Kristen yang datang kepada Tuhan (berdoa) tanpa pernah merasakan hati hancur, doa yang dinaikkan tidak lahir dari lubuk hatinya yang terdalam
Hidup menyimpang dari jalan Tuhan dianggap biasa sehingga penyesalan diri pun tiada; janganlah kita demikian.
Baca: Mazmur 51:1-21
"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." Mazmur 51:19
Sebelum menjadi bejana yang indah dan berharga, tanah liat harus mengalami proses pembentukan yang dikerjakan oleh seorang penjunan (tukang gerabah). Tanah liat itu terlebih dahulu harus dihancurkan, dibuang kerikil-kerikilnya, lalu diolah dan harus melewati proses pembakaran. Begitu juga dengan sebidang tanah. Sebelum benih dapat disemaikan, seorang petani harus terlebih dahulu mengolah tanahnya dengan cangkul dan bajak, kemudian mengairinya dan barulah tanah tersebut siap untuk ditanami.
Setiap anak Tuhan yang rindu dipakai sebagai alat kemuliaan Tuhan tak luput dari proses pembentukan. "Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Jadi, "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9b). Tidak! Kita harus memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Hati yang remuk dan hancur di hadapan Tuhan, serta memiliki rasa haus dan lapar akan Dia adalah modal menggerakan hati Tuhan, bukan hati yang dipenuhi kesombongan atau kecongkakan, sebab "Allah menentang orang yang congkak," (1 Petrus 5:5), dan Dia "...akan mematahkan kecongkakkan mereka dengan segala daya upaya mereka." (Yesaya 25:11b).
Daud saat menulis mazmur ini dalam keadaan hati remuk redam dan hancur berkeping-keping, menyesali dosanya terhadap isteri Uria; lalu ia pun datang kepada Tuhan. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!" (Mazmur 51:3). Inilah korban yang berkenan kepada Tuhan. Tak ada yang lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur dan pertobatan, "Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya." (Mazmur 51:18).
Masih banyak orang Kristen yang datang kepada Tuhan (berdoa) tanpa pernah merasakan hati hancur, doa yang dinaikkan tidak lahir dari lubuk hatinya yang terdalam
Hidup menyimpang dari jalan Tuhan dianggap biasa sehingga penyesalan diri pun tiada; janganlah kita demikian.
Wednesday, February 13, 2013
SERASA DALAM JURANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 130:1-8
"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" Mazmur 130:1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata jurang adalah lembah yang dalam dan sempit, serta curam dindingnya; suatu tempat yang sangat gelap dan mengerikan. Ketika seseorang sedang melewati jalan yang disisinya ada jurang, pastilah ada rambu supaya kita hati-hati. Jika tidak berhati-hati bisa fatal akibatnya. Jika sudah terperosok/jatuh ke dalam jurang curam, sulit rasanya untuk tetap hidup. Jika hidup pun sulit menyelamatkan diri sendiri, kita pasti membutuhkan pertolongan orang lain. Tak bisa dibayangkan betapa ngeri dan menderitanya bila seseorang jatuh ke dalam jurang.
Terkadang kita juga mengalami keadaan yang demikian, di mana masalah dan kesesakan datang melanda hidup kita. Kita pun merasa tak berdaya, sedih, perih, sakit, putus asa, seperti berada di dalam 'jurang' yang sepertinya tidak ada harapan dan kita tidak tahu harus berbuat apa. Keadaan demikian juga pernah di alami Daud, namun dia tidak menyerah begitu saja atau menyalahkan keadaan, orang lain, diri sendiri atau bahkan Tuhan yang justru akan makin menenggelamkannya dalam ratap; Daud tahu kepada siapa ia berharap dan meratap: "Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku." (ayat 2). Ia datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan memohon belas kasihNya dengan berkata, "Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?" (ayat 3). Daud sadar bahwa dirinya penuh kesalahan, dan mungkin saja penderitaan yang dialaminya sebagai akibat kesalahan dan pelanggarannya. Itulah sebabnya ia memohon ampun kepada Tuhan, dan ia berkata, "...pada-Mu ada pengampunan," (ayat 4).
Asal bertobat dengan sungguh Tuhan pasti akan mendengar teriak kita minta tolong. Karena itu Daud menanti-nantikan Tuhan! Bahkan pengharapannya kepada Tuhan "...lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi," (ayat 6). Hal itu menunjukkan betapa ia sangat mengharapkan Tuhan. Daud sangat yakin bahwa pengharapan di dalam Tuhan "...adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita," (Ibrani 6:19) dan "...tidak mengecewakan," (Roma 5:5).
Tetap berharap kepada Tuhan dan nantikan Dia; pada saat yang tepat Dia pasti akan mengangkat kita dari jurang terdalam sekali pun!
Baca: Mazmur 130:1-8
"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" Mazmur 130:1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata jurang adalah lembah yang dalam dan sempit, serta curam dindingnya; suatu tempat yang sangat gelap dan mengerikan. Ketika seseorang sedang melewati jalan yang disisinya ada jurang, pastilah ada rambu supaya kita hati-hati. Jika tidak berhati-hati bisa fatal akibatnya. Jika sudah terperosok/jatuh ke dalam jurang curam, sulit rasanya untuk tetap hidup. Jika hidup pun sulit menyelamatkan diri sendiri, kita pasti membutuhkan pertolongan orang lain. Tak bisa dibayangkan betapa ngeri dan menderitanya bila seseorang jatuh ke dalam jurang.
Terkadang kita juga mengalami keadaan yang demikian, di mana masalah dan kesesakan datang melanda hidup kita. Kita pun merasa tak berdaya, sedih, perih, sakit, putus asa, seperti berada di dalam 'jurang' yang sepertinya tidak ada harapan dan kita tidak tahu harus berbuat apa. Keadaan demikian juga pernah di alami Daud, namun dia tidak menyerah begitu saja atau menyalahkan keadaan, orang lain, diri sendiri atau bahkan Tuhan yang justru akan makin menenggelamkannya dalam ratap; Daud tahu kepada siapa ia berharap dan meratap: "Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku." (ayat 2). Ia datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan memohon belas kasihNya dengan berkata, "Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?" (ayat 3). Daud sadar bahwa dirinya penuh kesalahan, dan mungkin saja penderitaan yang dialaminya sebagai akibat kesalahan dan pelanggarannya. Itulah sebabnya ia memohon ampun kepada Tuhan, dan ia berkata, "...pada-Mu ada pengampunan," (ayat 4).
Asal bertobat dengan sungguh Tuhan pasti akan mendengar teriak kita minta tolong. Karena itu Daud menanti-nantikan Tuhan! Bahkan pengharapannya kepada Tuhan "...lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi," (ayat 6). Hal itu menunjukkan betapa ia sangat mengharapkan Tuhan. Daud sangat yakin bahwa pengharapan di dalam Tuhan "...adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita," (Ibrani 6:19) dan "...tidak mengecewakan," (Roma 5:5).
Tetap berharap kepada Tuhan dan nantikan Dia; pada saat yang tepat Dia pasti akan mengangkat kita dari jurang terdalam sekali pun!
Tuesday, February 12, 2013
HIDUP YANG TIDAK TERTIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2013 -
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna." 2 Tesalonika 3:11
Tahukah kita untuk apa peraturan dibuat? Pastilah untuk ditaati dan bukan untuk dilanggar. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berurusan dengan aturan-aturan. Dalam berlalu lintas ada rambu-rambu yang harus kita patuhi; di kantor, sekolah atau tempat-tempat umum kita menjumpai tata tertib yang harus diperhatikan. Semua itu bertujuan supaya ada keteraturan dan ketertiban, sebab banyak orang yang hidupnya tidak tertib.
Tak terkecuali dalam kehidupan orang percaya. Sebenarnya kita sudah banyak membaca dan mendengarkan firman Allah, dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16), tetapi betapa banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kekristenan yang benar. Secara teori mereka percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi di dalam kehidupan nyata mereka sama sekali tidak mencerminkan hidup yang sesuai firman Tuhan, justru menyimpang.
Kekristenan adalah tugas yang harus dijalankan dan dipraktekkan dalam realita, bukan sekedar percaya yang pasif; artinya jika kita percaya kepada Tuhan Yesus, maka iman percaya kita itu harus menjadi suatu kenyataan dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Itulah sebabnya rasul Paulus menasihati, "...kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu," (2 Tesalonika 3:7). Banyak orang Kristen yang maunya ingin yang enak-enak saja tapi tidak tertib hidupnya; tidak tertib dalam hal: membagi waktu antara pelayanan dan keluarga, antara hobi dan jam-jam doa (ibadah), mengembalikan persepuluhan, pekerjaan, studi, pergaulan dan sebagainya. Akhirnya citra dirinya sebagai orang Kristen tercoreng dengan sendirinya dan mereka tidak bisa memuliakan Tuhan melalui kehidupannya. Ingat! Orang Kristen yang dipimpin oleh Roh Tuhan hidupnya pasti tertib, sebab "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Ketidaktertiban adalah tanda bahwa seseorang tidak taat terhadap firman Tuhan!
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna." 2 Tesalonika 3:11
Tahukah kita untuk apa peraturan dibuat? Pastilah untuk ditaati dan bukan untuk dilanggar. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berurusan dengan aturan-aturan. Dalam berlalu lintas ada rambu-rambu yang harus kita patuhi; di kantor, sekolah atau tempat-tempat umum kita menjumpai tata tertib yang harus diperhatikan. Semua itu bertujuan supaya ada keteraturan dan ketertiban, sebab banyak orang yang hidupnya tidak tertib.
Tak terkecuali dalam kehidupan orang percaya. Sebenarnya kita sudah banyak membaca dan mendengarkan firman Allah, dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16), tetapi betapa banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kekristenan yang benar. Secara teori mereka percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi di dalam kehidupan nyata mereka sama sekali tidak mencerminkan hidup yang sesuai firman Tuhan, justru menyimpang.
Kekristenan adalah tugas yang harus dijalankan dan dipraktekkan dalam realita, bukan sekedar percaya yang pasif; artinya jika kita percaya kepada Tuhan Yesus, maka iman percaya kita itu harus menjadi suatu kenyataan dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Itulah sebabnya rasul Paulus menasihati, "...kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu," (2 Tesalonika 3:7). Banyak orang Kristen yang maunya ingin yang enak-enak saja tapi tidak tertib hidupnya; tidak tertib dalam hal: membagi waktu antara pelayanan dan keluarga, antara hobi dan jam-jam doa (ibadah), mengembalikan persepuluhan, pekerjaan, studi, pergaulan dan sebagainya. Akhirnya citra dirinya sebagai orang Kristen tercoreng dengan sendirinya dan mereka tidak bisa memuliakan Tuhan melalui kehidupannya. Ingat! Orang Kristen yang dipimpin oleh Roh Tuhan hidupnya pasti tertib, sebab "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Ketidaktertiban adalah tanda bahwa seseorang tidak taat terhadap firman Tuhan!
Monday, February 11, 2013
TUHAN SANGGUP MEMULIHKAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2013 -
Baca: Yeremia 29:10-14
"Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman Tuhan, dan Aku akan memulihkan keadaanmu..." Yeremia 29:14
Bagaimana kehidupan doa saudara? Kita sering hanya berdoa saat bangun tidur, mau makan dan mau tidur. Cukupkah demikian? Sementara berdoa secara pribadi keapda Tuhan jarang kita lakukan. Berdoa pribadi bukanlah suatu kewajiban agama, aktivitas rutin belaka atau karena keterpaksaan, tapi haruslah suatu kehidupan yang terpancar dari dalam hati kita bagaikan air sungai yang mengalir terus-menerus siang dan malam; doa yang lahir dari kerinduan hati kita terdalam untuk bertemu Tuhan secara pribadi, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Mazmur 42:2-3a).
Adakah kita rindu sedemikian saat berdoa? Alkitab menjamin, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Ketika kita hidup di jalur Tuhan pasti doa-doa kita diperhatikanNya. Penghalang utama doa kita tidak dijawab adalah dosa dan pelanggaran kita sendiri (baca Yesaya 59:1-2).
Selain berseru kepada Tuhan kita harus mencari wajahNya senantiasa. Dalam Yeremia 29:13 dikatakan, "Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati." Mencari wajah Tuhan berarti merindukan kehadiran Tuhan dalam hidup kita setiap saat. "Carilah wajah-Ku; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan." (Mazmur 27:8). Ketika Tuhan hadir dan melawat hidup kita sesuatu pasti terjadi: pemulihan, kesembuhan, berkat, pertolongan, sukacita, ketenangan, pasti dinyatakan. Ketika tabut Tuhan (lambang kehadiran Tuhan) berada di rumah Obed-Edom selama tiga bulan Tuhan memberkati Obed-Edom dan seisi keluarganya secara luar biasa (baca 2 Samuel 6:11).
Tuhan Yesus adalah jawaban bagi setiap persoalan hidup kita. Tidak ada pribadi lain yang dapat memberikan jalan keluar terbaik selain Dia. Karena itu tanggalkan segala hal yang tidak berkenan, maka Dia tidak akan menyembunyikan wajahNya terhadap kita. Percayalah bahwa janji pemulihan bagi kita akan digenapi oleh Tuhan.
Jadikan doa sebagai kebutuhan pribadi dan rindukan kehadiran Tuhan selalu, maka hidup kita pasti dipulihkan!
Baca: Yeremia 29:10-14
"Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman Tuhan, dan Aku akan memulihkan keadaanmu..." Yeremia 29:14
Bagaimana kehidupan doa saudara? Kita sering hanya berdoa saat bangun tidur, mau makan dan mau tidur. Cukupkah demikian? Sementara berdoa secara pribadi keapda Tuhan jarang kita lakukan. Berdoa pribadi bukanlah suatu kewajiban agama, aktivitas rutin belaka atau karena keterpaksaan, tapi haruslah suatu kehidupan yang terpancar dari dalam hati kita bagaikan air sungai yang mengalir terus-menerus siang dan malam; doa yang lahir dari kerinduan hati kita terdalam untuk bertemu Tuhan secara pribadi, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup." (Mazmur 42:2-3a).
Adakah kita rindu sedemikian saat berdoa? Alkitab menjamin, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Ketika kita hidup di jalur Tuhan pasti doa-doa kita diperhatikanNya. Penghalang utama doa kita tidak dijawab adalah dosa dan pelanggaran kita sendiri (baca Yesaya 59:1-2).
Selain berseru kepada Tuhan kita harus mencari wajahNya senantiasa. Dalam Yeremia 29:13 dikatakan, "Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati." Mencari wajah Tuhan berarti merindukan kehadiran Tuhan dalam hidup kita setiap saat. "Carilah wajah-Ku; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan." (Mazmur 27:8). Ketika Tuhan hadir dan melawat hidup kita sesuatu pasti terjadi: pemulihan, kesembuhan, berkat, pertolongan, sukacita, ketenangan, pasti dinyatakan. Ketika tabut Tuhan (lambang kehadiran Tuhan) berada di rumah Obed-Edom selama tiga bulan Tuhan memberkati Obed-Edom dan seisi keluarganya secara luar biasa (baca 2 Samuel 6:11).
Tuhan Yesus adalah jawaban bagi setiap persoalan hidup kita. Tidak ada pribadi lain yang dapat memberikan jalan keluar terbaik selain Dia. Karena itu tanggalkan segala hal yang tidak berkenan, maka Dia tidak akan menyembunyikan wajahNya terhadap kita. Percayalah bahwa janji pemulihan bagi kita akan digenapi oleh Tuhan.
Jadikan doa sebagai kebutuhan pribadi dan rindukan kehadiran Tuhan selalu, maka hidup kita pasti dipulihkan!
Sunday, February 10, 2013
TUHAN SANGGUP MEMULIHKAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 126:1-6
"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi." Mazmur 126:1
Saat ini dunia dipenuhi dengan goncangan-goncangan. Goncangan tidak hanya melanda satu bidang kehidupan saja tapi hampir di seluruh aspek kehidupan. Akibatnya banyak orang menjadi mudah frustasi, kecewa dan putus asa. Tapi kita sebagai umat pilihanNya tidak perlu takut dan cemas karena "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28).
Di masa-masa yang sulit ini kita harus makin mendekat dan melekat kepada Tuhan, sebab seberat dan seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup memulihkan. Ia memiliki rancangan terbaik bagi setiap umatNya yang mau datang kepadaNya. "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya." (Mazmur 126:5-6). Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Mengapa kita masih belum mengalami dan menikmati rancangan Tuhan yang baik ini? Karena kita belum mengerti bagaimana meraih janji yang telah disediakan Tuhan itu! Kita tahu bahwa Tuhan memberikan free will (kehendak bebas) kepada kita untuk membuat pilihan hidup: taat atau tidak taat. Jika kita taat atau menempuh jalan yang sudah Tuhan tentukan, semua janji Tuhan akan berlaku atas hidup kita. Sebaliknya jika kita tidak taat dan menyimpang dari jalan-jalan Tuhan, janji-janji Tuhan itu tidak bisa kita nikmati. Tuhan berkata, "...apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;" (Yeremia 29:12).
Berseru bukan sekedar berdoa meminta apa yang kita perlukan; berseru berarti mengungkapkan isi hati dengan segenap kekuatan kita.
Baca: Mazmur 126:1-6
"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi." Mazmur 126:1
Saat ini dunia dipenuhi dengan goncangan-goncangan. Goncangan tidak hanya melanda satu bidang kehidupan saja tapi hampir di seluruh aspek kehidupan. Akibatnya banyak orang menjadi mudah frustasi, kecewa dan putus asa. Tapi kita sebagai umat pilihanNya tidak perlu takut dan cemas karena "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28).
Di masa-masa yang sulit ini kita harus makin mendekat dan melekat kepada Tuhan, sebab seberat dan seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup memulihkan. Ia memiliki rancangan terbaik bagi setiap umatNya yang mau datang kepadaNya. "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya." (Mazmur 126:5-6). Tuhan berkata, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Mengapa kita masih belum mengalami dan menikmati rancangan Tuhan yang baik ini? Karena kita belum mengerti bagaimana meraih janji yang telah disediakan Tuhan itu! Kita tahu bahwa Tuhan memberikan free will (kehendak bebas) kepada kita untuk membuat pilihan hidup: taat atau tidak taat. Jika kita taat atau menempuh jalan yang sudah Tuhan tentukan, semua janji Tuhan akan berlaku atas hidup kita. Sebaliknya jika kita tidak taat dan menyimpang dari jalan-jalan Tuhan, janji-janji Tuhan itu tidak bisa kita nikmati. Tuhan berkata, "...apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;" (Yeremia 29:12).
Berseru bukan sekedar berdoa meminta apa yang kita perlukan; berseru berarti mengungkapkan isi hati dengan segenap kekuatan kita.
Saturday, February 9, 2013
JANGAN CONGKAK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2013 -
Baca: Yakobus 4:1-10
"Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Yakobus 4:6
Banyak ayat dalam Alkitab yang menyatakan bahwa kesombongan, tinggi hati, congkak, memegahkan diri adalah sikap yang sangat tidak berkenan kepada Tuhan. Dengan tegas Tuhan sangat menentang orang-orang yang demikian. Di dalam Amsal 6:16-19 dikatakan ada enam perkara yang dibenci Tuhan, bahkan tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi Dia, dan salah satunya adalah kesombongan. Itulah sebabnya "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" (Yesaya 2:11a). Juga ada tertulis: "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5).
Raja Nebukadnezar adalah salah satu contoh orang congkak yang tertulis di dalam Alkitab. Ia berpikir bahwa segala kebesaran, kemegahan dan apa pun yang ada padanya adalah hasil dari kemampuan dan kehebatannya sendiri. Suatu saat ia berjalan di atas istananya di Babel, dan dengan sombongnya ia berkata, "Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" (Daniel 4:30). Namun saat itu pula Tuhan menghukum Nebukadnezar karena kesombongannya, di mana ia direndahkan oleh Tuhan: "...engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:32). Akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya dan mengakui kebesaran Tuhan sehingga Ia pun memulihkan keadaannya.
Di hadapan Tuhan, kita bukanlah siapa-siapa, "...tidak lebih dari pada embusan nafas," (Yesaya 2:22). Segala yang kita miliki, baik itu harta kekayaan, kepintaran, jabatan dan sebagainya datang dari Tuhan. Tanpa campur tangan Tuhan, kita tidak akan mampu meraihnya.
Jangan congkak; jika Tuhan berkehendak mengambilnya, semua yang kita miliki akan lenyap seketika.
Baca: Yakobus 4:1-10
"Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Yakobus 4:6
Banyak ayat dalam Alkitab yang menyatakan bahwa kesombongan, tinggi hati, congkak, memegahkan diri adalah sikap yang sangat tidak berkenan kepada Tuhan. Dengan tegas Tuhan sangat menentang orang-orang yang demikian. Di dalam Amsal 6:16-19 dikatakan ada enam perkara yang dibenci Tuhan, bahkan tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi Dia, dan salah satunya adalah kesombongan. Itulah sebabnya "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;" (Yesaya 2:11a). Juga ada tertulis: "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5).
Raja Nebukadnezar adalah salah satu contoh orang congkak yang tertulis di dalam Alkitab. Ia berpikir bahwa segala kebesaran, kemegahan dan apa pun yang ada padanya adalah hasil dari kemampuan dan kehebatannya sendiri. Suatu saat ia berjalan di atas istananya di Babel, dan dengan sombongnya ia berkata, "Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" (Daniel 4:30). Namun saat itu pula Tuhan menghukum Nebukadnezar karena kesombongannya, di mana ia direndahkan oleh Tuhan: "...engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:32). Akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya dan mengakui kebesaran Tuhan sehingga Ia pun memulihkan keadaannya.
Di hadapan Tuhan, kita bukanlah siapa-siapa, "...tidak lebih dari pada embusan nafas," (Yesaya 2:22). Segala yang kita miliki, baik itu harta kekayaan, kepintaran, jabatan dan sebagainya datang dari Tuhan. Tanpa campur tangan Tuhan, kita tidak akan mampu meraihnya.
Jangan congkak; jika Tuhan berkehendak mengambilnya, semua yang kita miliki akan lenyap seketika.
Friday, February 8, 2013
BERSEDIA DIKOREKSI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 26:1-12
"Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." Mazmur 26:2
Ketika melakukan sebuah kesalahan tidak semua orang mau ditegur dan dikoreksi. Kita cenderung membenarkan diri sendiri atau menganggap diri paling benar. Orang yang merasa dirinya pintar seringkali berpikir bahwa setiap perkataan dan keputusannya adalah selalu benar, sehingga ia sering menempatkan kelemahan, kekurangan dan kesalahan pada pihak lain, seperti kata Alkitab: "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Juga yang telah memiliki kedudukan tinggi atau kaya seringkali menjadi sombong atas apa yang telah diperolehnya, sehingga tidak sedikit yang memandang rendah orang lain. Orang seperti ini juga biasanya mudah marah dan tersinggung apabila ditegur dan dikoreksi orang lain.
Mari belajar dari Daud, yang walaupun memiliki kedudukan tinggi sebagai raja, terkenal, memiliki kekayaan yang melimpah dan juga pasukan tentara yang kuat, tetaplah orang yang rendah hati. Kerinduannya untuk senantiasa berjalan dalam kehendak Tuhan membuatnya rela ditegur dan dikoreksi setiap saat. Bahkan ia memohon kepada Tuhan untuk selalu diselidiki hatinya apabila masih ada hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya. Daud berkata, "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku."
Sebagai manusia Daud sadar bahwa dia bukanlah orang yang sempurna, bahkan seringkali ia melakukan pelanggaran di hadapan Tuhan. Meski demikian ia selalu berjiwa besar untuk menerima teguran dan koreksi. Ketika telah berbuat dosa, ia dengan jujur mengakuinya. Dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, meminta pengampunan dari Tuhan dan segera bertobat. Ia berkata, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:12-13). Akan tetapi tidak demikian dengan Saul, yang ketika ditegur karena kesalahannya ia langsung marah atau berkilah dan menyalahkan orang lain. Bagaimana dengan kita? Adakalanya Tuhan memakai orang lain untuk menegur dan mengoreksi kita.
Setiap teguran dan koreksi yang ditujukan kepada kita hendaknya kita sikapi dengan pikiran yang positif, karena hal itu demi kebaikan kita juga!
Baca: Mazmur 26:1-12
"Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." Mazmur 26:2
Ketika melakukan sebuah kesalahan tidak semua orang mau ditegur dan dikoreksi. Kita cenderung membenarkan diri sendiri atau menganggap diri paling benar. Orang yang merasa dirinya pintar seringkali berpikir bahwa setiap perkataan dan keputusannya adalah selalu benar, sehingga ia sering menempatkan kelemahan, kekurangan dan kesalahan pada pihak lain, seperti kata Alkitab: "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Juga yang telah memiliki kedudukan tinggi atau kaya seringkali menjadi sombong atas apa yang telah diperolehnya, sehingga tidak sedikit yang memandang rendah orang lain. Orang seperti ini juga biasanya mudah marah dan tersinggung apabila ditegur dan dikoreksi orang lain.
Mari belajar dari Daud, yang walaupun memiliki kedudukan tinggi sebagai raja, terkenal, memiliki kekayaan yang melimpah dan juga pasukan tentara yang kuat, tetaplah orang yang rendah hati. Kerinduannya untuk senantiasa berjalan dalam kehendak Tuhan membuatnya rela ditegur dan dikoreksi setiap saat. Bahkan ia memohon kepada Tuhan untuk selalu diselidiki hatinya apabila masih ada hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya. Daud berkata, "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku."
Sebagai manusia Daud sadar bahwa dia bukanlah orang yang sempurna, bahkan seringkali ia melakukan pelanggaran di hadapan Tuhan. Meski demikian ia selalu berjiwa besar untuk menerima teguran dan koreksi. Ketika telah berbuat dosa, ia dengan jujur mengakuinya. Dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, meminta pengampunan dari Tuhan dan segera bertobat. Ia berkata, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:12-13). Akan tetapi tidak demikian dengan Saul, yang ketika ditegur karena kesalahannya ia langsung marah atau berkilah dan menyalahkan orang lain. Bagaimana dengan kita? Adakalanya Tuhan memakai orang lain untuk menegur dan mengoreksi kita.
Setiap teguran dan koreksi yang ditujukan kepada kita hendaknya kita sikapi dengan pikiran yang positif, karena hal itu demi kebaikan kita juga!
Thursday, February 7, 2013
KEPENUHAN DI DALAM KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Februari 2013 -
Baca: Kolose 2:6-15
"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kolose 2:6
Sebagai orang Kristen kita tidak hanya cukup percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat saja, namun harus makin bertumbuh di dalamNya. Kita harus berupaya untuk mengenal Dia lebih dalam lagi.
Masakan sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi pengenalan kita akan Tuhan tetap saja dangkal? Apakah kita masih pada tingkat Kristen kanak-kanak walaupun secara fisik kita sudah dewasa atau bahkan sudah tua? "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Akibatnya ketika ada masalah atau badai hidup kita akan mudah sekali kecewa dan meninggalkan Tuhan.
Rasul Paulus menasihati, "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kata tetap berarti tidak berubah, tidak goyah, konsisten. Untuk bisa seperti itu kita harus berakar di dalam Tuhan dan dibangun di atas Dia. Pohon akan tetap kokoh apabila akarnya tertanam dalam di tanah. Semakin akar itu menembus jauh ke dalam tanah, semakin kuat tanaman tersebut. Akar selalu masuk ke bawah tanah dengan tujuan membangun dasar yang kuat. Begitu juga kehidupan orang Kristen yang tetap di dalam Tuhan, senantiasa karib dan melekat kepada Tuhan, ia diibaratkan "...seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Pohon ini akan tetap kokoh meski diterpa angin. Sama halnya dengan rumah yang didirikan di atas batu (pondasinya kuat), "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh..." (Matius 7:25).
Tuhan menghendaki kita terus bertumbuh secara sempurna di dalam Dia, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Seseorang yang mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus senang bersekutu dengan Tuhan dan firmanNya, giat melayaniNya dan hidupnya menjadi kesaksian.
Baca: Kolose 2:6-15
"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kolose 2:6
Sebagai orang Kristen kita tidak hanya cukup percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat saja, namun harus makin bertumbuh di dalamNya. Kita harus berupaya untuk mengenal Dia lebih dalam lagi.
Masakan sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi pengenalan kita akan Tuhan tetap saja dangkal? Apakah kita masih pada tingkat Kristen kanak-kanak walaupun secara fisik kita sudah dewasa atau bahkan sudah tua? "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Akibatnya ketika ada masalah atau badai hidup kita akan mudah sekali kecewa dan meninggalkan Tuhan.
Rasul Paulus menasihati, "...hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia." Kata tetap berarti tidak berubah, tidak goyah, konsisten. Untuk bisa seperti itu kita harus berakar di dalam Tuhan dan dibangun di atas Dia. Pohon akan tetap kokoh apabila akarnya tertanam dalam di tanah. Semakin akar itu menembus jauh ke dalam tanah, semakin kuat tanaman tersebut. Akar selalu masuk ke bawah tanah dengan tujuan membangun dasar yang kuat. Begitu juga kehidupan orang Kristen yang tetap di dalam Tuhan, senantiasa karib dan melekat kepada Tuhan, ia diibaratkan "...seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:3). Pohon ini akan tetap kokoh meski diterpa angin. Sama halnya dengan rumah yang didirikan di atas batu (pondasinya kuat), "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh..." (Matius 7:25).
Tuhan menghendaki kita terus bertumbuh secara sempurna di dalam Dia, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Seseorang yang mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus senang bersekutu dengan Tuhan dan firmanNya, giat melayaniNya dan hidupnya menjadi kesaksian.
Wednesday, February 6, 2013
MENGASIHI ORANG LAIN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2013 -
Baca: Markus 12:28-34
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Markus 12:31
Tuhan tidak pernah memberikan perintah untuk mengasihi diri sendiri dan mengabaikan orang lain, tetapi untuk mengasihi satu sama lain. Namun secara naluriah semua manusia memiliki kecenderungan untuk mengasihi diri sendiri dan hidup berpusat pada diri sendiri. Dari situlah kemudian Tuhan membuat suatu perintah: sebagaimana manusia mengasihi dirinya sendiri demikianlah hendaknya manusia mengasihi sesamanya.
Karena kita adalah pengikut Kristus maka kita wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (baca 1 Yohanes 2:6), yaitu mengikuti teladanNya; salah satunya dalam hal kasih. Alkitab menulis: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Ketika berada di bumi fokus pelayanan Tuhan Yesus adalah melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih, seperti tertulis: "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Melihat orang lapar, hatiNya tergerak oleh belas kasihan dan diberiNya mereka makan; banyak orang sakit disembuhkan dan dipulihkanNya; orang yang buta dicelikkanNya, bahkan orang yang mati sanggup Ia bangkitkan. Dia tidak pernah menolak siapa pun yang mau datang kepadaNya. TanganNya selalu terbuka bagi semua orang: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bukan hanya itu, Ia juga rela mengorbankan hidupNya, mati di atas kayu salib demi menebus dosa umat manusia. Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah mengasihi sesama kita. Semakin besar kita mengasihi Tuhan semakin besar pula kasih yang akan kita salurkan kepada sesama kita. Sebaliknya bila kasih kita kepada Tuhan itu kecil, maka kecil pula kasih kita kepada orang lain, kita sulit untuk bisa mengasihi sesama kita.
Mengasihi selalu berbuahkan perbuatan-perbuatan baik; mengasihi berarti membalas kejahatan dengan kebaikan, mampu berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita; mengasihi berarti memberi, bukan hanya menerima.
Kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus jika kita tidak bisa mengasihi orang lain!
Baca: Markus 12:28-34
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Markus 12:31
Tuhan tidak pernah memberikan perintah untuk mengasihi diri sendiri dan mengabaikan orang lain, tetapi untuk mengasihi satu sama lain. Namun secara naluriah semua manusia memiliki kecenderungan untuk mengasihi diri sendiri dan hidup berpusat pada diri sendiri. Dari situlah kemudian Tuhan membuat suatu perintah: sebagaimana manusia mengasihi dirinya sendiri demikianlah hendaknya manusia mengasihi sesamanya.
Karena kita adalah pengikut Kristus maka kita wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (baca 1 Yohanes 2:6), yaitu mengikuti teladanNya; salah satunya dalam hal kasih. Alkitab menulis: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Ketika berada di bumi fokus pelayanan Tuhan Yesus adalah melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih, seperti tertulis: "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Melihat orang lapar, hatiNya tergerak oleh belas kasihan dan diberiNya mereka makan; banyak orang sakit disembuhkan dan dipulihkanNya; orang yang buta dicelikkanNya, bahkan orang yang mati sanggup Ia bangkitkan. Dia tidak pernah menolak siapa pun yang mau datang kepadaNya. TanganNya selalu terbuka bagi semua orang: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bukan hanya itu, Ia juga rela mengorbankan hidupNya, mati di atas kayu salib demi menebus dosa umat manusia. Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah mengasihi sesama kita. Semakin besar kita mengasihi Tuhan semakin besar pula kasih yang akan kita salurkan kepada sesama kita. Sebaliknya bila kasih kita kepada Tuhan itu kecil, maka kecil pula kasih kita kepada orang lain, kita sulit untuk bisa mengasihi sesama kita.
Mengasihi selalu berbuahkan perbuatan-perbuatan baik; mengasihi berarti membalas kejahatan dengan kebaikan, mampu berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita; mengasihi berarti memberi, bukan hanya menerima.
Kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus jika kita tidak bisa mengasihi orang lain!
Tuesday, February 5, 2013
MENGASIHI ORANG LAIN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2013 -
Baca: Roma 12:9-21
"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." Roma 12:10
Tanda dari seseorang yang telah lahir baru (manusia baru) adalah memiliki kasih. Sebagai orang percaya kita ini adalah ciptaan baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17). Yang menjadi pertanyaan: sudahkah kita menjadi orang Kristen yang penuh dengan kasih? Ini perlu ditanyakan karena kekristenan tidak dapat dipisahkan dari kasih. Mengapa pula hingga detik ini kita masih saja menjadi orang yang egois, pendendam, punya sakit hati, kebencian, kepahitan dan tidak bisa mengampuni kesalahan orang lain? Alkitab dengan jelas menyatakan: "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Mengasihi orang lain atau sesama kita adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Karena itu kita tidak boleh mengabaikan hal ini, sebab mengasihi orang lain juga merupakan balasan kasih yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kasih itu juga bersifat aktif, artinya mendahului, bukan menunggu atau membalas. Kebanyakan dari kita baru mau mengasihi setelah dikasihi, baru mau memberi setelah diberi. Namun tertulis: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." (Matius 7:12).
Mengasihi sesama berarti mengasihi orang lain tanpa melihat latar belakang mereka (ras, suku, bangsa, status sosial). Dalam Galatia 6:10 dikatakan: "...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Mengapa 'kawan-kawan seiman' lebih diutamakan? Bukankah terdengar seperti "pilih-pilih kasih"? Namun ini berarti kita menjadikan saudara seiman yang adalah satu dalam keluarga Kerajaan Allah sebagai tempat pertama untuk kita berlatih atau mempraktekkan kasih itu sebelum kita melangkah keluar untuk mengasihi orang-orang di luar Tuhan. Bagaimana kita bisa mengasihi orang-orang di luar sana jika terhadap saudara seiman atau rekan sesama anggota jemaat Tuhan saja kita tidak mau peduli dan masih menutup mata? (Bersambung)
Baca: Roma 12:9-21
"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." Roma 12:10
Tanda dari seseorang yang telah lahir baru (manusia baru) adalah memiliki kasih. Sebagai orang percaya kita ini adalah ciptaan baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17). Yang menjadi pertanyaan: sudahkah kita menjadi orang Kristen yang penuh dengan kasih? Ini perlu ditanyakan karena kekristenan tidak dapat dipisahkan dari kasih. Mengapa pula hingga detik ini kita masih saja menjadi orang yang egois, pendendam, punya sakit hati, kebencian, kepahitan dan tidak bisa mengampuni kesalahan orang lain? Alkitab dengan jelas menyatakan: "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Mengasihi orang lain atau sesama kita adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Karena itu kita tidak boleh mengabaikan hal ini, sebab mengasihi orang lain juga merupakan balasan kasih yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kasih itu juga bersifat aktif, artinya mendahului, bukan menunggu atau membalas. Kebanyakan dari kita baru mau mengasihi setelah dikasihi, baru mau memberi setelah diberi. Namun tertulis: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." (Matius 7:12).
Mengasihi sesama berarti mengasihi orang lain tanpa melihat latar belakang mereka (ras, suku, bangsa, status sosial). Dalam Galatia 6:10 dikatakan: "...marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Mengapa 'kawan-kawan seiman' lebih diutamakan? Bukankah terdengar seperti "pilih-pilih kasih"? Namun ini berarti kita menjadikan saudara seiman yang adalah satu dalam keluarga Kerajaan Allah sebagai tempat pertama untuk kita berlatih atau mempraktekkan kasih itu sebelum kita melangkah keluar untuk mengasihi orang-orang di luar Tuhan. Bagaimana kita bisa mengasihi orang-orang di luar sana jika terhadap saudara seiman atau rekan sesama anggota jemaat Tuhan saja kita tidak mau peduli dan masih menutup mata? (Bersambung)
Monday, February 4, 2013
MENGASIHI TUHAN DENGAN SUNGGUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2013 -
Baca: Yohanes 14:15-31
"Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku." Yohanes 14:21a
Apakah Saudara mengasihi Tuhan? Jika Saudara menjawab 'ya', apakah buktinya? "Setiap Minggu saya ke gereja, sudah terlibat dalam pelayanan. Saya adalah penyandang dana terbesar pembangunan gereja." Benarkah ini sudah menjadi bukti atau ukuran bahwa kita mengasihi Tuhan, bila kita melakukan itu semua hanya sebatas aktivitas lahiriah?
Dalam Markus 12:30 dikatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." Kata segenap berarti menempatkan Tuhan pada skala prioritas utama dalam hidup. Kita menjadikan Tuhan sebagai subyek kasih satu-satunya, tidak ada yang boleh kita kasihi lebih daripada Tuhan. Dia adalah yang utama dan nomor satu dalam segala hal. Tidak ada siapa pun dan apa pun yang dapat menggeser posisi Tuhan dalam hidup kita. Inilah yang disebut mengasihi Tuhan dengan sungguh. Namun seringkali kita mencintai uang atau harta lebih daripada Tuhan, mencintai pekerjaan lebih daripada Tuhan; waktu-waktu kita banyak tersita untuk perkara-perkara duniawi daripada untuk bersekutu dan mencari hadirat Tuhan. Tetapi bagi Daud tidak demikian. Simaklah pernyataannya: "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Mengasihi Tuhan berarti memberikan segenap keberadaan hidup kita untuk dikuasai dan dipimpin oleh Roh Tuhan; artinya kita berjalan bersama Tuhan setiap hari, memikirkan jalan-jalanNya, tunduk pada kehendakNya, taat melakukan firmanNya, memegang teguh janjiNya dan rela dididik (dibentuk) oleh Tuhan. Maka kita tidak masuk 'kategori' sebagai orang yang mengasihi Tuhan jika kita tidak hidup dalam ketaatan, "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku... Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku;" (Yohanes 14:23, 24)
Jadilah pelaku firman! Sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." Matius 7:21
Baca: Yohanes 14:15-31
"Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku." Yohanes 14:21a
Apakah Saudara mengasihi Tuhan? Jika Saudara menjawab 'ya', apakah buktinya? "Setiap Minggu saya ke gereja, sudah terlibat dalam pelayanan. Saya adalah penyandang dana terbesar pembangunan gereja." Benarkah ini sudah menjadi bukti atau ukuran bahwa kita mengasihi Tuhan, bila kita melakukan itu semua hanya sebatas aktivitas lahiriah?
Dalam Markus 12:30 dikatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." Kata segenap berarti menempatkan Tuhan pada skala prioritas utama dalam hidup. Kita menjadikan Tuhan sebagai subyek kasih satu-satunya, tidak ada yang boleh kita kasihi lebih daripada Tuhan. Dia adalah yang utama dan nomor satu dalam segala hal. Tidak ada siapa pun dan apa pun yang dapat menggeser posisi Tuhan dalam hidup kita. Inilah yang disebut mengasihi Tuhan dengan sungguh. Namun seringkali kita mencintai uang atau harta lebih daripada Tuhan, mencintai pekerjaan lebih daripada Tuhan; waktu-waktu kita banyak tersita untuk perkara-perkara duniawi daripada untuk bersekutu dan mencari hadirat Tuhan. Tetapi bagi Daud tidak demikian. Simaklah pernyataannya: "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Mengasihi Tuhan berarti memberikan segenap keberadaan hidup kita untuk dikuasai dan dipimpin oleh Roh Tuhan; artinya kita berjalan bersama Tuhan setiap hari, memikirkan jalan-jalanNya, tunduk pada kehendakNya, taat melakukan firmanNya, memegang teguh janjiNya dan rela dididik (dibentuk) oleh Tuhan. Maka kita tidak masuk 'kategori' sebagai orang yang mengasihi Tuhan jika kita tidak hidup dalam ketaatan, "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku... Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku;" (Yohanes 14:23, 24)
Jadilah pelaku firman! Sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." Matius 7:21
Sunday, February 3, 2013
KASIH TUHAN: Dasar Kekristenan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 36:1-13
"Ya Tuhan, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan." Mazmur 36:6
Siapa di antara kita yang masih ragu akan kasih setia Tuhan? Jika ada, berarti kita adalah orang-orang yang tidak tahu berterima kasih. Bukankah di setiap langkah hidup ini, di setiap hela nafas yang kita hirup, setiap detik, kita merasakan kasih Tuhan? Rasul Yohanes menulis, "...Allah adalah kasih. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:8, 10).
Pernyataan bahwa Tuhan adalah kasih memberi pengertian kepada kita bahwa Tuhan adalah sumber kasih itu sendiri sehingga Dia tidak dapat dipisahkan dari sifat dasarnya yang adalah kasih. Jadi di dalam Tuhan ada kasih yang melimpah. Sungguh, tidak ada kata lain bagi kita selain harus selalu mengucap syukur! "Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu." (Mazmur 36:8). Karena kasih adalah karakter dasar Tuhan, maka Dia berlimpah dengan kasih dan segala karyaNya senantiasa bernuansa kasih. Bahkan manusia berdosa pun dikasihi, diperbarui dan diselamatkan melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib.
Itulah sebabnya kasih menjadi dasar bagi kekristenan. Kasih harus menjadi bagian hidup orang-orang yang menyebut dirinya Kristen, yaitu pengikut Kristus. Kata 'kasih' seyogianya bukan hanya digembar-gemborkan melalui kotbah para hamba Tuhan atau ditulis melalui slogan-slogan namun harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kasih itu tidak abstrak, tetapi konkret dan harus dinyatakan. Tuhan Yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus pun menegaskan bahwa kasih itu melebihi segala sesuatunya (baca 1 Korintus 13:1-13).
Betapa banyak orang Kristen yang masih menjadikan kasih hanya sebatas 'lips service' saja, di mana mereka hanya mengasihi orang-orang terdekat dan golongannya saja!
Baca: Mazmur 36:1-13
"Ya Tuhan, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan." Mazmur 36:6
Siapa di antara kita yang masih ragu akan kasih setia Tuhan? Jika ada, berarti kita adalah orang-orang yang tidak tahu berterima kasih. Bukankah di setiap langkah hidup ini, di setiap hela nafas yang kita hirup, setiap detik, kita merasakan kasih Tuhan? Rasul Yohanes menulis, "...Allah adalah kasih. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:8, 10).
Pernyataan bahwa Tuhan adalah kasih memberi pengertian kepada kita bahwa Tuhan adalah sumber kasih itu sendiri sehingga Dia tidak dapat dipisahkan dari sifat dasarnya yang adalah kasih. Jadi di dalam Tuhan ada kasih yang melimpah. Sungguh, tidak ada kata lain bagi kita selain harus selalu mengucap syukur! "Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu." (Mazmur 36:8). Karena kasih adalah karakter dasar Tuhan, maka Dia berlimpah dengan kasih dan segala karyaNya senantiasa bernuansa kasih. Bahkan manusia berdosa pun dikasihi, diperbarui dan diselamatkan melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib.
Itulah sebabnya kasih menjadi dasar bagi kekristenan. Kasih harus menjadi bagian hidup orang-orang yang menyebut dirinya Kristen, yaitu pengikut Kristus. Kata 'kasih' seyogianya bukan hanya digembar-gemborkan melalui kotbah para hamba Tuhan atau ditulis melalui slogan-slogan namun harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kasih itu tidak abstrak, tetapi konkret dan harus dinyatakan. Tuhan Yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus rasul Paulus pun menegaskan bahwa kasih itu melebihi segala sesuatunya (baca 1 Korintus 13:1-13).
Betapa banyak orang Kristen yang masih menjadikan kasih hanya sebatas 'lips service' saja, di mana mereka hanya mengasihi orang-orang terdekat dan golongannya saja!
Saturday, February 2, 2013
DAUD: Diperlengkapi Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2013 -
Baca: 2 Samuel 5:11-25
"...Tuhan telah menegakkan dia sebagai raja atas Israel dan telah mengangkat martabat pemerintahannya oleh karena Israel, umat-Nya." 2 Samuel 5:12
Tuhan tidak hanya memilih dan menetapkan seseorang untuk rencanaNya, Ia pun akan memperlengkapi dia dengn kuasaNya sehingga orang yang dipilihNya itu mampu mengerjakan amanat yang dipercayakan kepadanya.
Ketika memilih Daud, Tuhan memperlengkapi dia dengan urapanNya. Bahkan Daud mengalami pengurapan dari Tuhan sebanyak tiga kali. Pertama, ia diurapi saat menjadi calon raja: "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama." (1 Samuel 16:13). Saat itu raja Israel adalah Saul yang akhirnya ditolak Tuhan karena ketidaktaatannya. Jadi Daud sedang dipersiapkan untuk menggantikan Saul.
Setelah mendapat pengurapan, Roh Tuhan bekerja secara dahsyat dalam diri Daud. Ia menjadi seorang muda yang luar biasa dan berdampak. Saat Saul sedang diganggu roh jahat, Daud diundang ke istana Saul: "...setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." (1 Samuel 16:23). Oleh kuasa pengurapan Tuhan itu pula Daud mampu mengalahkan Goliat. Kedua, Daud diurapi saat menjadi raja Yehuda, "Kemudian datanglah orang-orang Yehuda, lalu mengurapi Daud di sana menjadi raja atas kaum Yehuda." (2 Samuel 2:4). Pengurapan yang ketiga: ketika Daud diangkat menjadi raja Israel, "...datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja di Hebron, lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel." (2 Samuel 5:3).
Tidak rindukah kita dipakai Tuhan? Tuhan akan memakai orang-orang yang merespons panggilanNya. Marilah lakukan dengan setia apa pun yang saat ini dipercayakan Tuhan kepada kita meskipun itu 'kecil' menurut pemandangan manusia.
Tidak ada alasan berkata 'tidak bisa' karena kita diperlengkapi Tuhan dengan talenta dan karuania, dan Roh Kudus yang senantiasa menolong dan memampukan kita mengerjakan panggilanNya!
Baca: 2 Samuel 5:11-25
"...Tuhan telah menegakkan dia sebagai raja atas Israel dan telah mengangkat martabat pemerintahannya oleh karena Israel, umat-Nya." 2 Samuel 5:12
Tuhan tidak hanya memilih dan menetapkan seseorang untuk rencanaNya, Ia pun akan memperlengkapi dia dengn kuasaNya sehingga orang yang dipilihNya itu mampu mengerjakan amanat yang dipercayakan kepadanya.
Ketika memilih Daud, Tuhan memperlengkapi dia dengan urapanNya. Bahkan Daud mengalami pengurapan dari Tuhan sebanyak tiga kali. Pertama, ia diurapi saat menjadi calon raja: "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama." (1 Samuel 16:13). Saat itu raja Israel adalah Saul yang akhirnya ditolak Tuhan karena ketidaktaatannya. Jadi Daud sedang dipersiapkan untuk menggantikan Saul.
Setelah mendapat pengurapan, Roh Tuhan bekerja secara dahsyat dalam diri Daud. Ia menjadi seorang muda yang luar biasa dan berdampak. Saat Saul sedang diganggu roh jahat, Daud diundang ke istana Saul: "...setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." (1 Samuel 16:23). Oleh kuasa pengurapan Tuhan itu pula Daud mampu mengalahkan Goliat. Kedua, Daud diurapi saat menjadi raja Yehuda, "Kemudian datanglah orang-orang Yehuda, lalu mengurapi Daud di sana menjadi raja atas kaum Yehuda." (2 Samuel 2:4). Pengurapan yang ketiga: ketika Daud diangkat menjadi raja Israel, "...datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja di Hebron, lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel." (2 Samuel 5:3).
Tidak rindukah kita dipakai Tuhan? Tuhan akan memakai orang-orang yang merespons panggilanNya. Marilah lakukan dengan setia apa pun yang saat ini dipercayakan Tuhan kepada kita meskipun itu 'kecil' menurut pemandangan manusia.
Tidak ada alasan berkata 'tidak bisa' karena kita diperlengkapi Tuhan dengan talenta dan karuania, dan Roh Kudus yang senantiasa menolong dan memampukan kita mengerjakan panggilanNya!
Friday, February 1, 2013
DAUD: Rencana Tuhan Pasti Terlaksana
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Februari 2013 -
Baca: 2 Samuel 5:1-10
"Di Hebron ia memerintah atas Yehuda tujuh tahun enam bulan, dan di Yerusalem ia memerintah tiga puluh tiga tahun atas seluruh Israel dan Yehuda." 2 Samuel 5:5
Setiap manusia pasti memiliki rencana dalam hidupnya, tapi tidak semuanya akan terlaksana atau terwujud sebab Tuhanlah yang menentukan. Tertulis: "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Kita harus selalu ingat bahwa hidup dan mati kita sangat bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi sombong atau memegahkan diri. "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Namun bila Tuhan yang memiliki rencana, kehendak atau keputusan, semuanya pasti akan terlaksana dan tergenapi, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Begitu juga ketika Tuhan memiliki rencana untuk memilih, mengangkat dan meninggikan seseorang, cepat atau lambat semuanya pasti akan menjadi kenyataan. Sungguh, peninggian itu datangnya dari Tuhan, "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Daud adalah contoh orang yang beroleh peninggian dari Tuhan. Meski di hadapan manusia Daud sama sekali tidak diperhitungkan, bahkan dipandang sebelah mata oleh ayahnya dan juga saudara-saudaranya sendiri, tapi Daud begitu istimewa di pemandangan Tuhan. Jika manusia menilai sesamanya dengan apa yang terlihat oleh kasat mata, baik itu fisik, rupa, jabatan atau harta kekayaannya, maka "...Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Jadi tidak ada perkara yang kebetulan jika Daud dipilih Tuhan. Meski sangat muda dan belum berpengalaman, Daud memiliki hidup yang berkenan kepada Tuhan karena ia memiliki hati yang murni, taat, mengasihi Tuhan dan senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Itulah sebabnya Tuhan sendiri berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Memiliki hidup yang berkenan kepada Tuhan adalah langkah awal bagi seseorang untuk masuk dalam rencanaNya.
Baca: 2 Samuel 5:1-10
"Di Hebron ia memerintah atas Yehuda tujuh tahun enam bulan, dan di Yerusalem ia memerintah tiga puluh tiga tahun atas seluruh Israel dan Yehuda." 2 Samuel 5:5
Setiap manusia pasti memiliki rencana dalam hidupnya, tapi tidak semuanya akan terlaksana atau terwujud sebab Tuhanlah yang menentukan. Tertulis: "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Kita harus selalu ingat bahwa hidup dan mati kita sangat bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi sombong atau memegahkan diri. "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Namun bila Tuhan yang memiliki rencana, kehendak atau keputusan, semuanya pasti akan terlaksana dan tergenapi, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Begitu juga ketika Tuhan memiliki rencana untuk memilih, mengangkat dan meninggikan seseorang, cepat atau lambat semuanya pasti akan menjadi kenyataan. Sungguh, peninggian itu datangnya dari Tuhan, "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Daud adalah contoh orang yang beroleh peninggian dari Tuhan. Meski di hadapan manusia Daud sama sekali tidak diperhitungkan, bahkan dipandang sebelah mata oleh ayahnya dan juga saudara-saudaranya sendiri, tapi Daud begitu istimewa di pemandangan Tuhan. Jika manusia menilai sesamanya dengan apa yang terlihat oleh kasat mata, baik itu fisik, rupa, jabatan atau harta kekayaannya, maka "...Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Jadi tidak ada perkara yang kebetulan jika Daud dipilih Tuhan. Meski sangat muda dan belum berpengalaman, Daud memiliki hidup yang berkenan kepada Tuhan karena ia memiliki hati yang murni, taat, mengasihi Tuhan dan senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Itulah sebabnya Tuhan sendiri berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Memiliki hidup yang berkenan kepada Tuhan adalah langkah awal bagi seseorang untuk masuk dalam rencanaNya.
Thursday, January 31, 2013
MASALAH, MASALAH DAN MASALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 22:1-32
"Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya." Mazmur 22:25
Selama kaki kita masih menginjak bumi, kehidupan kita tidak akan pernah luput dari masalah atau pergumulan hidup. Setiap manusia tanpa terkecuali pasti menghadapi masalah, sebab masalah dapat menyerang siapa saja. Begitu juga dalam perjalanan kekristenan kita, Tuhan tidak pernah berjanji bahwa setelah mengikut Dia kita akan terbebas dari masalah. Tertulis: "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Tuhan berjanji bahwa di dalam Dia selalu ada pertolongan dan jalan keluar. Melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan akan menopang, menguatkan dan menyertai kita.
Seringkali ketika sedang dalam masalah dan kesesakan banyak dari kita yang mudah tersulut emosinya, kecewa dan bersungut-sungut; apalagi jika doa kita belum beroleh jawaban dari Tuhan, kita langsung berkata seperti di Alkitab, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Keluh kesah adalah hal yang manusiawi, tapi kalau hal itu kita lakukan terus-menerus setiap kali menghadapi masalah, hal itu akan menjadi penghambat iman kita dan menjadi penghalang bagi kita untuk mengalami mujizat dari Tuhan. Justru saat dalam masalah inilah kesempatan bagi kita untuk mengaplikasikan iman kita sehingga iman kita benar-benar hidup. Karena itu kita harus bisa menguasai diri, jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi yang ada. Ada tertulis: "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Penguasaan diri dan ketenangan adalah cara menghadapi masalah, kita disebut sebagai orang yang melebihi pahlawan.
Serahkan setiap permasalahan hidup ini kepada Tuhan, cepat atau lambat pertolonganNya pasti dinyatakan.
"...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Baca: Mazmur 22:1-32
"Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya." Mazmur 22:25
Selama kaki kita masih menginjak bumi, kehidupan kita tidak akan pernah luput dari masalah atau pergumulan hidup. Setiap manusia tanpa terkecuali pasti menghadapi masalah, sebab masalah dapat menyerang siapa saja. Begitu juga dalam perjalanan kekristenan kita, Tuhan tidak pernah berjanji bahwa setelah mengikut Dia kita akan terbebas dari masalah. Tertulis: "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Tuhan berjanji bahwa di dalam Dia selalu ada pertolongan dan jalan keluar. Melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan akan menopang, menguatkan dan menyertai kita.
Seringkali ketika sedang dalam masalah dan kesesakan banyak dari kita yang mudah tersulut emosinya, kecewa dan bersungut-sungut; apalagi jika doa kita belum beroleh jawaban dari Tuhan, kita langsung berkata seperti di Alkitab, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Keluh kesah adalah hal yang manusiawi, tapi kalau hal itu kita lakukan terus-menerus setiap kali menghadapi masalah, hal itu akan menjadi penghambat iman kita dan menjadi penghalang bagi kita untuk mengalami mujizat dari Tuhan. Justru saat dalam masalah inilah kesempatan bagi kita untuk mengaplikasikan iman kita sehingga iman kita benar-benar hidup. Karena itu kita harus bisa menguasai diri, jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi yang ada. Ada tertulis: "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Penguasaan diri dan ketenangan adalah cara menghadapi masalah, kita disebut sebagai orang yang melebihi pahlawan.
Serahkan setiap permasalahan hidup ini kepada Tuhan, cepat atau lambat pertolonganNya pasti dinyatakan.
"...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Wednesday, January 30, 2013
SUDAHKAH KITA BERBUAH? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2013 -
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Hidup yang berbuah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Itu sebagai tanda bahwa kita ini adalah murid-muridNya. "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bagaimana caranya supaya kita bisa berbuah? "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Untuk menegaskan hal ini, kata tinggal ditulis sampai sepuluh kali dalam sepuluh ayat pertama dari Yohanes pasal 15 ini.
Tinggal di dalam Tuhan berarti taat melakukan firmanNya. Ketaatan kita melakukan firman Tuhan itu adalah buah-buah Roh. Inilah yang dinilai dunia! Orang Kristen yang berbuah adalah yang hidupnya jadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar Tuhan. Kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus berpesan "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Inilah tugas yang harus kita emban sebagai orang Kristen, yaitu memiliki kehidupan yang bercahaya di tengah dunia yang penuh kegelapan ini.
Orang Kristen yang berbuah adalah juga orang Kristen yang melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang diberikan Tuhan kepadaNya. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan (waktu, tenaga, pikiran, materi) adalah buah-buah yang dapat memperlebar Kerajaan Allah di muka bumi ini. Tapi banyak orang Kristen yang 'mikir-mikir' jika dihimbau untuk terlibat pelayanan, karena melayani Tuhan berarti harus berkorban dan memberi, itu yang mereka hindari. Atau mau melayani Tuhan tapi terselip motivasi yang salah. "...Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (Ibrani 6:10).
Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan, apa pun bentuknya, tidak akan pernah sia-sia!
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Hidup yang berbuah adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Itu sebagai tanda bahwa kita ini adalah murid-muridNya. "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Bagaimana caranya supaya kita bisa berbuah? "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Untuk menegaskan hal ini, kata tinggal ditulis sampai sepuluh kali dalam sepuluh ayat pertama dari Yohanes pasal 15 ini.
Tinggal di dalam Tuhan berarti taat melakukan firmanNya. Ketaatan kita melakukan firman Tuhan itu adalah buah-buah Roh. Inilah yang dinilai dunia! Orang Kristen yang berbuah adalah yang hidupnya jadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar Tuhan. Kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus berpesan "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15). Inilah tugas yang harus kita emban sebagai orang Kristen, yaitu memiliki kehidupan yang bercahaya di tengah dunia yang penuh kegelapan ini.
Orang Kristen yang berbuah adalah juga orang Kristen yang melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang diberikan Tuhan kepadaNya. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan (waktu, tenaga, pikiran, materi) adalah buah-buah yang dapat memperlebar Kerajaan Allah di muka bumi ini. Tapi banyak orang Kristen yang 'mikir-mikir' jika dihimbau untuk terlibat pelayanan, karena melayani Tuhan berarti harus berkorban dan memberi, itu yang mereka hindari. Atau mau melayani Tuhan tapi terselip motivasi yang salah. "...Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (Ibrani 6:10).
Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan, apa pun bentuknya, tidak akan pernah sia-sia!
Tuesday, January 29, 2013
SUDAHKAH KITA BERBUAH? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2013 -
Baca: Lukas 6:43-45
"Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." Lukas 6:44
Ketika kita menanam biji buah-buahan, apa yang kita harapkan? Tentunya kita berharap suatu saat nanti biji itu akan bertumbuh dan akhirnya akan menghasilkan buah. Namun jika setelah menunggu sekian lama ternyata pohon-pohon itu hanya lebat daunnya tetapi tidak ada buahnya sama sekali, padahal kita sudah berjerih lelah untuk merawat, mengairi dan memberinya pupuk setiap hari dalam kurun waktu yang tidak singkat, tentunya akan membuat kita dongkol dan kecewa. Ini seperti perumpamaan tentang pohon ara yang disampaikan Tuhan Yesus: "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7). Pohon yang tidak berbuah pasti akan mengecewakan pemiliknya.
Begitu juga dengan kehidupan orang Kristen yang tidak berbuah, Tuhan Yesus pun berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya," (Yohanes 15:2). Ada yang sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi karakter hidupnya tetap saja tidak berubah, tidak bertumbuh, kerdil alias kanak-kanan rohani: "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Bukankah ini sama seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, lalu benih itu dimakan burung; atau benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu sehingga tidak bisa berakar, tumbuh sebentar dan akhirnya kering (mati); atau juga benih yang jatuh di tengah semak duri, lalu terhimpit semak duri itu sendiri dan akhirnya mati. Benih itu berbicara tentang firman Tuhan. Kita banyak mendengar firman, baik itu melalui khotbah para hamba Tuhan atau membaca renungan, tapi firman itu rasa-rasanya berlalu begitu saja. Apalagi kalau firman yang disampaikan itu keras, kita langsung tersinggung dan marah terhadap si hamba Tuhan itu.
Alkitab menegaskan bahwa untuk menghasilkan buah, ranting-ranting harus dibersihkan. Proses pembersihan inilah yang disebut pembentukan, baik itu melalui teguran, hajaran dan sebagainya dengan tujuan untuk mendisiplinkan kita, bukan maksud menyakiti, tapi demi kebaikan kita juga. (Bersambung)
Baca: Lukas 6:43-45
"Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." Lukas 6:44
Ketika kita menanam biji buah-buahan, apa yang kita harapkan? Tentunya kita berharap suatu saat nanti biji itu akan bertumbuh dan akhirnya akan menghasilkan buah. Namun jika setelah menunggu sekian lama ternyata pohon-pohon itu hanya lebat daunnya tetapi tidak ada buahnya sama sekali, padahal kita sudah berjerih lelah untuk merawat, mengairi dan memberinya pupuk setiap hari dalam kurun waktu yang tidak singkat, tentunya akan membuat kita dongkol dan kecewa. Ini seperti perumpamaan tentang pohon ara yang disampaikan Tuhan Yesus: "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7). Pohon yang tidak berbuah pasti akan mengecewakan pemiliknya.
Begitu juga dengan kehidupan orang Kristen yang tidak berbuah, Tuhan Yesus pun berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya," (Yohanes 15:2). Ada yang sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi karakter hidupnya tetap saja tidak berubah, tidak bertumbuh, kerdil alias kanak-kanan rohani: "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Bukankah ini sama seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, lalu benih itu dimakan burung; atau benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu sehingga tidak bisa berakar, tumbuh sebentar dan akhirnya kering (mati); atau juga benih yang jatuh di tengah semak duri, lalu terhimpit semak duri itu sendiri dan akhirnya mati. Benih itu berbicara tentang firman Tuhan. Kita banyak mendengar firman, baik itu melalui khotbah para hamba Tuhan atau membaca renungan, tapi firman itu rasa-rasanya berlalu begitu saja. Apalagi kalau firman yang disampaikan itu keras, kita langsung tersinggung dan marah terhadap si hamba Tuhan itu.
Alkitab menegaskan bahwa untuk menghasilkan buah, ranting-ranting harus dibersihkan. Proses pembersihan inilah yang disebut pembentukan, baik itu melalui teguran, hajaran dan sebagainya dengan tujuan untuk mendisiplinkan kita, bukan maksud menyakiti, tapi demi kebaikan kita juga. (Bersambung)
Monday, January 28, 2013
MENGERTI ISI HATI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 119:89-112
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Siapa yang tahu isi hati kita? Tak seorang pun kecuali Tuhan dan diri kita sendiri. Atau, orang lain akan tahu isi hati kita jika kia mau terbuka dan mengungkapkannya dengan jujur. Sungguh, dalamnya lautan dapat diduga, tetapi dalamnya hati tiada yang tahu. Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya, berlaku pura-pura atau mengenakan 'topeng' di hadapan sesamanya. Itulah sebabnya Tuhan menegur keras ahli Taurat dan orang-orang Saduki, "...hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27).
Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya terhadap sesamanya tapi berbeda dengan Tuhan, yang walaupun adalah Pribadi Mahakudus, tidak menutup diri terhadap manusia. Isi hati Tuhan diungkap melalui kebenaran firmanNya. Jadi firman Tuhan (Injil) adalah isi hati Tuhan sendiri. Tuhan membuka dan mengungkapkan isi hatiNya supaya manusia percaya dan tidak mengalami kebinasaan, melainkan beroleh kehidupan yang kekal. Sayang, tidak semua orang mengerti isi hati Tuhan ini, mereka menolak Injil dan memilih hidup dalam ketidaktaatan. Menyadari akan hal ini, Daud begitu menyukai firman Tuhan sehingga dapat berkata, "Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku. Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:92, 93, 105). Terhadap orang yang karib denganNya akan diberitahukan perjanjianNya kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Jadi langkah awal untuk mengerti isi hati Tuhan adalah membangun hubungan yang karib denganNya. Bagaimana dapat mengerti isi hatiNya jika kita tidak bergaul denganNya setiap saat? Tuhan Yesus berkata, "Tingallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4a). Tinggal di dalam Tuhan berarti hidup di dalam firmanNya: mengerti isi hatiNya dan melakukannya. Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang senantiasa tinggal di dalam Dia.
"...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Baca: Mazmur 119:89-112
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Siapa yang tahu isi hati kita? Tak seorang pun kecuali Tuhan dan diri kita sendiri. Atau, orang lain akan tahu isi hati kita jika kia mau terbuka dan mengungkapkannya dengan jujur. Sungguh, dalamnya lautan dapat diduga, tetapi dalamnya hati tiada yang tahu. Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya, berlaku pura-pura atau mengenakan 'topeng' di hadapan sesamanya. Itulah sebabnya Tuhan menegur keras ahli Taurat dan orang-orang Saduki, "...hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27).
Manusia seringkali merahasiakan isi hatinya terhadap sesamanya tapi berbeda dengan Tuhan, yang walaupun adalah Pribadi Mahakudus, tidak menutup diri terhadap manusia. Isi hati Tuhan diungkap melalui kebenaran firmanNya. Jadi firman Tuhan (Injil) adalah isi hati Tuhan sendiri. Tuhan membuka dan mengungkapkan isi hatiNya supaya manusia percaya dan tidak mengalami kebinasaan, melainkan beroleh kehidupan yang kekal. Sayang, tidak semua orang mengerti isi hati Tuhan ini, mereka menolak Injil dan memilih hidup dalam ketidaktaatan. Menyadari akan hal ini, Daud begitu menyukai firman Tuhan sehingga dapat berkata, "Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku. Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:92, 93, 105). Terhadap orang yang karib denganNya akan diberitahukan perjanjianNya kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Jadi langkah awal untuk mengerti isi hati Tuhan adalah membangun hubungan yang karib denganNya. Bagaimana dapat mengerti isi hatiNya jika kita tidak bergaul denganNya setiap saat? Tuhan Yesus berkata, "Tingallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4a). Tinggal di dalam Tuhan berarti hidup di dalam firmanNya: mengerti isi hatiNya dan melakukannya. Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang senantiasa tinggal di dalam Dia.
"...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Sunday, January 27, 2013
TIDAK MELANGGAR PERJANJIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2013 -
Baca: Ibrani 9:11-28
"Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama." Ibrani 9:15
Perjanjian adalah kesepakan dua pihak. Perjanjian haruslah saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan. Bila ada yang melanggar perjanjian akan ada sanksinya.
Sebagai orang percaya, kita ini adalah anak-anak perjanjian Tuhan atau umat yang hidup di dalam perjanjiannya. Bahkan perjanjianNya diteguhkan dengan darah Kristus. "Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." (Ibrani 13-14). Namun masih banyak orang Kristen yang dengan sengaja meremehkan dan mengabaikan 'perjanjian' ini sehingga mereka tetap saja menjalani hidup dengan sembrono. Ibadah ya ibadah, tapi tidak membawa dampak apa-apa bagi dirinya karena ibadah yang dilakukan hanya sebatas aktivitas jasmani saja. Tak jauh beda dengan kehidupan bangsa Israel, mereka berkali-kali diingatkan tentang firman Tuhan, tapi mereka tetap saja hidup dalam ketidaktaatan, padahal ketika Musa diutus Tuhan untuk mengingatkan tentang perjanjianNya ini bangsa Israel menjawab dengan serempak, "Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." (Keluaran 24:7), namun "...mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," (Ibrani 8:9b).
Seringkali Alkitab hanya kita jadikan pajangan di dalam lemari. Hari ini kita diingatkan Tuhan akan perjanjian itu! Betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia korbankan. Dan olehNya kita diselamatkan dan menikmati berkat-berkat surgawi. Karena itu kita harus hidup di dalam ketaatan, memiliki hubungan yang karib dengan Dia sehingga apa yang dijanjikanNya digenapi dalam hidup kita.
Pegang janji Tuhan dan jadilah pelaku firman, itulah yang dikehendakiNya!
Baca: Ibrani 9:11-28
"Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama." Ibrani 9:15
Perjanjian adalah kesepakan dua pihak. Perjanjian haruslah saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan. Bila ada yang melanggar perjanjian akan ada sanksinya.
Sebagai orang percaya, kita ini adalah anak-anak perjanjian Tuhan atau umat yang hidup di dalam perjanjiannya. Bahkan perjanjianNya diteguhkan dengan darah Kristus. "Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." (Ibrani 13-14). Namun masih banyak orang Kristen yang dengan sengaja meremehkan dan mengabaikan 'perjanjian' ini sehingga mereka tetap saja menjalani hidup dengan sembrono. Ibadah ya ibadah, tapi tidak membawa dampak apa-apa bagi dirinya karena ibadah yang dilakukan hanya sebatas aktivitas jasmani saja. Tak jauh beda dengan kehidupan bangsa Israel, mereka berkali-kali diingatkan tentang firman Tuhan, tapi mereka tetap saja hidup dalam ketidaktaatan, padahal ketika Musa diutus Tuhan untuk mengingatkan tentang perjanjianNya ini bangsa Israel menjawab dengan serempak, "Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan." (Keluaran 24:7), namun "...mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," (Ibrani 8:9b).
Seringkali Alkitab hanya kita jadikan pajangan di dalam lemari. Hari ini kita diingatkan Tuhan akan perjanjian itu! Betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia korbankan. Dan olehNya kita diselamatkan dan menikmati berkat-berkat surgawi. Karena itu kita harus hidup di dalam ketaatan, memiliki hubungan yang karib dengan Dia sehingga apa yang dijanjikanNya digenapi dalam hidup kita.
Pegang janji Tuhan dan jadilah pelaku firman, itulah yang dikehendakiNya!
Saturday, January 26, 2013
TUHAN MENYEDIAKAN MAHKOTA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2013 -
Baca: Wahyu 3:7-13
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." Wahyu 3:11
Tak seorang pun atlet yang menginginkan sebuah kemenangan. Karena itu mereka berlatih dengan keras setiap hari tanpa kenal lelah demi satu tujuan yaitu menjadi juara. Mereka tidak ingin hanya menjadi atlet yang biasa-biasa saja atau mediocre. Meraih medali atau piala adalah sasaran utamanya!
Begitu juga dalam perjalanan kekristenan ini, setiap kita adalah atlet-atlet yang sedang berjuang dalam sebuah 'kejuaraan iman'. Berjuang berarti berusaha dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi, karena dalam "kamus" atlet tidak ada istilah bermalas-malasan atau ogah-ogahan saat berlatih atau bertanding. Sebagai 'atlet rohani', rasul Paulus pun bertekad, "...ku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Mengapa demikian? Karena ia percaya ada mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap orang yang mampu menyelesaikan perlombaan dengan baik sampai garis akhir.
Setiap kemenangan pasti menghasilkan medali, piala atau mahkota. Alkitab dengan jelas menyatakan ada mahkota-mahkota yang disediakan Tuhan bagi orang percaya, di antaranya: mahkota abadi (baca 1 Korintus 9:25), mahkota kemegahan (baca 1 Tesalonika 2:19), mahkota kehidupan (baca Yakobus 1:12), mahkota kebenaran (baca 2 Timotius 4:8), dan juga mahkota kemuliaan (baca 1 Petrus 5:4). Ini adalah bukti betapa Tuhan sangat menghargai dan memperhatikan setiap orang percaya yang bekerja bagi Kerajaan Allah. Oleh karena itu "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Ayat nas di atas menasihatkan agar kita terus berjuang untuk mempertahankan iman dan keselamatan yang telah kita terima. Jangan sampai kita menyerah di tengah jalan, melainkan berlarilah sedemikian rupa sampai menuju finis (garis akhir). Ingat, mempertahankan lebih berat daripada meraih!
Jadi, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (Filipi 2:12) dan layanilah Tuhan sampai akhir hidup kita!
Baca: Wahyu 3:7-13
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." Wahyu 3:11
Tak seorang pun atlet yang menginginkan sebuah kemenangan. Karena itu mereka berlatih dengan keras setiap hari tanpa kenal lelah demi satu tujuan yaitu menjadi juara. Mereka tidak ingin hanya menjadi atlet yang biasa-biasa saja atau mediocre. Meraih medali atau piala adalah sasaran utamanya!
Begitu juga dalam perjalanan kekristenan ini, setiap kita adalah atlet-atlet yang sedang berjuang dalam sebuah 'kejuaraan iman'. Berjuang berarti berusaha dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi, karena dalam "kamus" atlet tidak ada istilah bermalas-malasan atau ogah-ogahan saat berlatih atau bertanding. Sebagai 'atlet rohani', rasul Paulus pun bertekad, "...ku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Mengapa demikian? Karena ia percaya ada mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap orang yang mampu menyelesaikan perlombaan dengan baik sampai garis akhir.
Setiap kemenangan pasti menghasilkan medali, piala atau mahkota. Alkitab dengan jelas menyatakan ada mahkota-mahkota yang disediakan Tuhan bagi orang percaya, di antaranya: mahkota abadi (baca 1 Korintus 9:25), mahkota kemegahan (baca 1 Tesalonika 2:19), mahkota kehidupan (baca Yakobus 1:12), mahkota kebenaran (baca 2 Timotius 4:8), dan juga mahkota kemuliaan (baca 1 Petrus 5:4). Ini adalah bukti betapa Tuhan sangat menghargai dan memperhatikan setiap orang percaya yang bekerja bagi Kerajaan Allah. Oleh karena itu "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Ayat nas di atas menasihatkan agar kita terus berjuang untuk mempertahankan iman dan keselamatan yang telah kita terima. Jangan sampai kita menyerah di tengah jalan, melainkan berlarilah sedemikian rupa sampai menuju finis (garis akhir). Ingat, mempertahankan lebih berat daripada meraih!
Jadi, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (Filipi 2:12) dan layanilah Tuhan sampai akhir hidup kita!
Friday, January 25, 2013
KASIH: Tanda Manusia Baru (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2013 -
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Thursday, January 24, 2013
KASIH: Tanda Manusia Baru (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2013 -
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang lain. Dan dalam hubungannya dengan orang lain inilah kasih diperlukan. Berbicara tentang kasih berarti berbicara soal hati dan juga roh, karena kasih yang sempurna adalah kasih yang keluar dari hati yang terdalam oleh karena kuasa Roh Kudus. Kasih yang sempurna hanya bisa dilakukan oleh orang Kristen yang sudah mengalami lahir baru. Allah telah memberikan teladan perihal kasih yang sempurna itu (kasih agape) yaitu dengan mengaruniakan PuteraNya yang tunggal bagi dunia, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Tuhan Yesus pun rela menyerahkan nyawaNya demi menebus dosa umat manusia.
Tidak semua orang bisa mengasihi orang lain atau sesamanya secara sempurna. Mengapa? Karena kita memiliki pengertian yang salah tentang konsep mengasihi. Seringkali kita berpikir bahwa kekuatan untuk mengasihi orang lain itu berasal dari dalam diri kita sendiri. Itu salah! Perhatikan ayat ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih itu berasal dari Allah. Jadi dalam hal mengasihi orang lain hanya diperlukan kerelaan dan kemauan dari pihak kita, kemudian Roh Kudus akan memampukan kita untuk mengasihi, terlebih-lebih mengasihi orang-orang yang membenci atau menyakiti kita. Ada tertulis: "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kasih yang kita bahas hari ini tidak akan ada gunanya jika ternyata kasih itu tidak kita terapkan atau praktekkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
FirmanNya dengan tegas menuntut kita untuk mengasihi orang lain dengan perbuatan dan tindakan nyata, bukan dengan perkataan atau ucapan saja.
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." 1 Yohanes 3:18
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang lain. Dan dalam hubungannya dengan orang lain inilah kasih diperlukan. Berbicara tentang kasih berarti berbicara soal hati dan juga roh, karena kasih yang sempurna adalah kasih yang keluar dari hati yang terdalam oleh karena kuasa Roh Kudus. Kasih yang sempurna hanya bisa dilakukan oleh orang Kristen yang sudah mengalami lahir baru. Allah telah memberikan teladan perihal kasih yang sempurna itu (kasih agape) yaitu dengan mengaruniakan PuteraNya yang tunggal bagi dunia, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Tuhan Yesus pun rela menyerahkan nyawaNya demi menebus dosa umat manusia.
Tidak semua orang bisa mengasihi orang lain atau sesamanya secara sempurna. Mengapa? Karena kita memiliki pengertian yang salah tentang konsep mengasihi. Seringkali kita berpikir bahwa kekuatan untuk mengasihi orang lain itu berasal dari dalam diri kita sendiri. Itu salah! Perhatikan ayat ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih itu berasal dari Allah. Jadi dalam hal mengasihi orang lain hanya diperlukan kerelaan dan kemauan dari pihak kita, kemudian Roh Kudus akan memampukan kita untuk mengasihi, terlebih-lebih mengasihi orang-orang yang membenci atau menyakiti kita. Ada tertulis: "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kasih yang kita bahas hari ini tidak akan ada gunanya jika ternyata kasih itu tidak kita terapkan atau praktekkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
FirmanNya dengan tegas menuntut kita untuk mengasihi orang lain dengan perbuatan dan tindakan nyata, bukan dengan perkataan atau ucapan saja.
Wednesday, January 23, 2013
ALIRAN SUNGAI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Banyak orang Kristen yang belum sepenuhnya mau meninggalkan dosa-dosanya dan kakinya masih melangkah ke tempat-tempat yang 'gelap' dan 'tersembunyi'. Namun Alkitab menasihati, "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:11-12).
Selanjutnya air mengalir setinggi lutut. 'Lutut' berbicara tentang kehidupan doa. Doa adalah nafas hidup orang percaya! Tanpa doa, kita akan menjadi orang Kristen yang mati rohani. Sudahkah kita menjadikan doa ini sebagai gaya hidup? Ataukah kita rajin berdoa hanya ketika sedang tertimpa masalah yang berat? Tokoh-tokoh di dalam Alkitab adalah orang-orang yang berdoa, itulah sebabnya mereka mengalami penyertaan Tuhan. Contohnya Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal berdoa. Selama pelayananNya di bumi Dia selalu menyediakan waktu berdoa kepada Bapa.
Air mengalir setinggi pinggang: berbicara tentang kehendak kita. Seorang Kristen dewasa menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik Kristus sepenuhnya; menaklukkan kehendak sendiri kepada kehendak Kristus. Rasul Paulus berkata, "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Air yang meluap seperti sungai, sehingga tak terseberangi berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang 'tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam dia' (baca Yohanes 15:7), senantiasa berada dalam hadirat Tuhan sehingga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidupnya; hidup menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Hidup taat dan mengalir bersama Roh kudus adalah kunci menjadi orang Kristen yang berdampak!
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Banyak orang Kristen yang belum sepenuhnya mau meninggalkan dosa-dosanya dan kakinya masih melangkah ke tempat-tempat yang 'gelap' dan 'tersembunyi'. Namun Alkitab menasihati, "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus 5:11-12).
Selanjutnya air mengalir setinggi lutut. 'Lutut' berbicara tentang kehidupan doa. Doa adalah nafas hidup orang percaya! Tanpa doa, kita akan menjadi orang Kristen yang mati rohani. Sudahkah kita menjadikan doa ini sebagai gaya hidup? Ataukah kita rajin berdoa hanya ketika sedang tertimpa masalah yang berat? Tokoh-tokoh di dalam Alkitab adalah orang-orang yang berdoa, itulah sebabnya mereka mengalami penyertaan Tuhan. Contohnya Daniel: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal berdoa. Selama pelayananNya di bumi Dia selalu menyediakan waktu berdoa kepada Bapa.
Air mengalir setinggi pinggang: berbicara tentang kehendak kita. Seorang Kristen dewasa menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik Kristus sepenuhnya; menaklukkan kehendak sendiri kepada kehendak Kristus. Rasul Paulus berkata, "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Air yang meluap seperti sungai, sehingga tak terseberangi berbicara tentang kehidupan orang Kristen yang 'tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam dia' (baca Yohanes 15:7), senantiasa berada dalam hadirat Tuhan sehingga mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidupnya; hidup menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Hidup taat dan mengalir bersama Roh kudus adalah kunci menjadi orang Kristen yang berdampak!
Tuesday, January 22, 2013
ALIRAN SUNGAI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2013 -
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini harus memiliki dampak dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, seperti Ezra yang kita bahas dalam renungan kemarin. Untuk bisa berdampak kita harus makin karib dengan Tuhan dan mengasihi Dia lebih lagi. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Kita harus hidup menurut pimpinan Roh kudus (baca Galatia 5:16), yang berarti mengalir bersama Roh Kudus dan tenggelam di dalamNya.
Suatu ketika Tuhan memberi penglihatan kepada Yehezkiel tentang Bait SuciNya yang kudus, di mana pintu gerbangnya menghadap ke arah timur, ke arah di mana kemuliaan Tuhan dinyatakan: "...sungguh, ada air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci itu dan mengalir menuju ke timur; sebab Bait Suci juga menghadap ke timur; dan air itu mengalir dari bawah bagian samping kanan dari Bait Suci itu, sebelah selatan mezbah." (Yehezkiel 47:1). Adapun aliran air yang keluar dari bait suci itu mengalir makin lama makin dalam: mulai dari pergelangan kaki, sampai di lutut, naik sebatas pinggang, dan akhirnya air itu meluap seperti sungai sehingga orang tidak dapat berjalan atau menyeberanginya (baca Yesaya 47:3-5).
Aliran-aliran air dalam penglihatan Yehezkiel ini berbicara tentang aliran air hidup yang adalah lambang Roh kudus yang bekerja di dalam kehidupan orang percaya. Adapun ketinggian air itu memiliki makna rohani. Sebatas pergelangan kaki berbicara tentang langkah hidup kita. Setelah kita percaya kepada Kristus dan diselamatkan, langkah hidup kita harus benar-benar berubah. Kaki kita harus melangkah sesuai dengan firman Tuhan atau menurut pimpin Roh Kudus. Karena itu "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). (Bersambung)
Baca: Yehezkiel 47:1-12
"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat." Yehezkiel 47:12
Kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini harus memiliki dampak dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, seperti Ezra yang kita bahas dalam renungan kemarin. Untuk bisa berdampak kita harus makin karib dengan Tuhan dan mengasihi Dia lebih lagi. Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7). Kita harus hidup menurut pimpinan Roh kudus (baca Galatia 5:16), yang berarti mengalir bersama Roh Kudus dan tenggelam di dalamNya.
Suatu ketika Tuhan memberi penglihatan kepada Yehezkiel tentang Bait SuciNya yang kudus, di mana pintu gerbangnya menghadap ke arah timur, ke arah di mana kemuliaan Tuhan dinyatakan: "...sungguh, ada air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci itu dan mengalir menuju ke timur; sebab Bait Suci juga menghadap ke timur; dan air itu mengalir dari bawah bagian samping kanan dari Bait Suci itu, sebelah selatan mezbah." (Yehezkiel 47:1). Adapun aliran air yang keluar dari bait suci itu mengalir makin lama makin dalam: mulai dari pergelangan kaki, sampai di lutut, naik sebatas pinggang, dan akhirnya air itu meluap seperti sungai sehingga orang tidak dapat berjalan atau menyeberanginya (baca Yesaya 47:3-5).
Aliran-aliran air dalam penglihatan Yehezkiel ini berbicara tentang aliran air hidup yang adalah lambang Roh kudus yang bekerja di dalam kehidupan orang percaya. Adapun ketinggian air itu memiliki makna rohani. Sebatas pergelangan kaki berbicara tentang langkah hidup kita. Setelah kita percaya kepada Kristus dan diselamatkan, langkah hidup kita harus benar-benar berubah. Kaki kita harus melangkah sesuai dengan firman Tuhan atau menurut pimpin Roh Kudus. Karena itu "Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:26-27). (Bersambung)
Monday, January 21, 2013
EZRA: Berreputasi Baik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2013 -
Baca: Ezra 7:1-28a
"Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan Tuhan, Allah Israel." Ezra 7:6b
Kepulangan orang-orang Israel dari Babel pertama kali terjadi di zaman pemerintahan raja Koresh. "Mereka datang bersama-sama Zerubabel, Yesua, Nehemia, Seraya, Reelaya, Mordekhai, Bilsan, Mispar, Bigwai, Rehum dan Baana." (Ezra 2:2). Berikutnya kloter kedua terjadi ketika raja Artahsasta yang memerintah.
Pada kepulangan yang ke-2 ini Ezra dipercaya raja untuk memimpin orang-orang Israel. Untuk beroleh mandat dan dipercaya oleh seorang raja, apalagi di negeri orang asing, bukanlah hal yang mudah. Tentunya Ezra harus terlebih dahulu menunjukkan kualitas hidupnya yang di atas rata-rata. Dilihat dari kebiasaan hidupnya, Ezra karib dengan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ezra bukan hanya ahli atau mahir tentang Alkitab tapi juga sebagai pelaku firman: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10). Itulah sebabnya "...raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan Tuhan, Allahnya, melindungi dia." (Ezra 7:6c). Kata bertekad menunjukkan betapa ia memiliki kemauan yang begitu keras. Ketika seseorang memiliki tekad yang kuat, ia akan berjuang keras hingga apa yang diinginkan tercapai.
Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang memiliki hidup tak bercela, yang senantiasa menghargai nilai-nilai kebenaran firman Tuhan seperti dikatakan Daud, "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," (Mazmur 18:25-26). Tuhan pun berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Oleh karena itu Tuhan sangat mengasihi Ezra.
Dipilih dan diangkatnya Ezra oleh raja untuk menjadi pemimpin rombongan ke Yerusalem adalah karena campur tangan Tuhan!
Baca: Ezra 7:1-28a
"Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan Tuhan, Allah Israel." Ezra 7:6b
Kepulangan orang-orang Israel dari Babel pertama kali terjadi di zaman pemerintahan raja Koresh. "Mereka datang bersama-sama Zerubabel, Yesua, Nehemia, Seraya, Reelaya, Mordekhai, Bilsan, Mispar, Bigwai, Rehum dan Baana." (Ezra 2:2). Berikutnya kloter kedua terjadi ketika raja Artahsasta yang memerintah.
Pada kepulangan yang ke-2 ini Ezra dipercaya raja untuk memimpin orang-orang Israel. Untuk beroleh mandat dan dipercaya oleh seorang raja, apalagi di negeri orang asing, bukanlah hal yang mudah. Tentunya Ezra harus terlebih dahulu menunjukkan kualitas hidupnya yang di atas rata-rata. Dilihat dari kebiasaan hidupnya, Ezra karib dengan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ezra bukan hanya ahli atau mahir tentang Alkitab tapi juga sebagai pelaku firman: "Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10). Itulah sebabnya "...raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan Tuhan, Allahnya, melindungi dia." (Ezra 7:6c). Kata bertekad menunjukkan betapa ia memiliki kemauan yang begitu keras. Ketika seseorang memiliki tekad yang kuat, ia akan berjuang keras hingga apa yang diinginkan tercapai.
Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang memiliki hidup tak bercela, yang senantiasa menghargai nilai-nilai kebenaran firman Tuhan seperti dikatakan Daud, "Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," (Mazmur 18:25-26). Tuhan pun berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17). Oleh karena itu Tuhan sangat mengasihi Ezra.
Dipilih dan diangkatnya Ezra oleh raja untuk menjadi pemimpin rombongan ke Yerusalem adalah karena campur tangan Tuhan!
Sunday, January 20, 2013
HIDUP KUDUS: Panggilan Tuhan Bagi Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2013 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Ibrani 12:14
Seberapa sering kita mendengar kotbah atau membaca renungan tentang kekudusan? Sangat sering tentunya. Mengapa harus terus dan selalu disampaikan? Karena firman Tuhan tegas menyatakan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jadi hidup dalam kekudusan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya tanpa terkecuali. Rasul Petrus juga mengingatkan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,...Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:15, 18-19). Hal ini menunjukkan bahwa kekudusan adalah panggilan Tuhan dan kita. Bagian Tuhan adalah melakukan tugas penebusan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dan mengerjakan proses pengudusan di dalam kita melalui kuasa Roh Kudus. Adapun bagian kita adalah melalukan kehendak Tuhan dengan berhenti berbuat dosa. Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus berkata, "...marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1). Dunia penuh dengan dosa dan segala macam kecemaran, karena itu melalui karya penebusanNya Tuhan hendak memisahkan kita dari dunia ini.
Kata kudus bisa diartikan: suci, murni, tidak bercela. Sedangkan kata kudus dalam bahasa Ibrani 'qadosy' atau bahasa Yunani 'hagios': dipisahkan, dikhususkan atau terpotong dari. Artinya setiap orang percaya dipisahkan dari dunia ini untuk Tuhan. "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Hidup kudus berarti sakit buat daging kita, tapi inilah harga yang harus kita bayar!
Karena itu kita harus mempersembahkan seluruh kehidupan kita sebagai senjata kebenaran!
Baca: Ibrani 12:1-17
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Ibrani 12:14
Seberapa sering kita mendengar kotbah atau membaca renungan tentang kekudusan? Sangat sering tentunya. Mengapa harus terus dan selalu disampaikan? Karena firman Tuhan tegas menyatakan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jadi hidup dalam kekudusan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya tanpa terkecuali. Rasul Petrus juga mengingatkan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,...Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:15, 18-19). Hal ini menunjukkan bahwa kekudusan adalah panggilan Tuhan dan kita. Bagian Tuhan adalah melakukan tugas penebusan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, dan mengerjakan proses pengudusan di dalam kita melalui kuasa Roh Kudus. Adapun bagian kita adalah melalukan kehendak Tuhan dengan berhenti berbuat dosa. Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus berkata, "...marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." (2 Korintus 7:1). Dunia penuh dengan dosa dan segala macam kecemaran, karena itu melalui karya penebusanNya Tuhan hendak memisahkan kita dari dunia ini.
Kata kudus bisa diartikan: suci, murni, tidak bercela. Sedangkan kata kudus dalam bahasa Ibrani 'qadosy' atau bahasa Yunani 'hagios': dipisahkan, dikhususkan atau terpotong dari. Artinya setiap orang percaya dipisahkan dari dunia ini untuk Tuhan. "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Hidup kudus berarti sakit buat daging kita, tapi inilah harga yang harus kita bayar!
Karena itu kita harus mempersembahkan seluruh kehidupan kita sebagai senjata kebenaran!
Saturday, January 19, 2013
TANPA PENYERTAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2013 -
Baca: 1 Samuel 5:1-12
"Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod." 1 Samuel 5:1
Bagi bangsa Israel Tabut Tuhan atau Tabut Perjanjian itu sangat penting. Tabut Tuhan adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka, tanda penyertaan Roh Tuhan atas mereka. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan bangsa Israel tanpa Tabut Allah: sangat kacau, penuh persoalan, peperangan dan ancaman dari berbagai sisi kehidupan.
Pada waktu Tabut Perjanjian itu berada di negeri orang Filistin, mereka mengalami masa-masa yang sangat berat, karena tanpa Tabut itu berarti mereka tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan. Orang Filistin membawa Tabut Tuhan itu ke negerinya setelah mereka mampu mengalahkan bangsa Israel. "Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas." (1 Samuel 4:17). Lalu, apakah dengan keberadaan Tabut Tuhan di Filistin, orang-orang mengalami penyertaan dan pertolongan Tuhan? Justru sebaliknya, kehadiran Tabut Tuhan adalah bencana bagi mereka. Mengapa? Karena bangsa Filistin adalah bangsa yang 'tidak bersunat' atau bangsa kafir, penyembah berhala. Itulah sebabnya orang-orang Filistin tidak tahan menghadapi tekanan tangan Tuhan, sampai-sampai mereka memindahkan Tabut Tuhan itu ke-3 tempat yang berbeda selama kurun waktu tujuh bulan: di Asdod, Gat dan Ekron. Selama itu pula orang-orang Filistin mengalami msibah demi musibah: patung dewa Dagon hancur berantakan ketika dihadapkan pada Tabut Tuhan, juga penduduk kota Asdod dihajar Tuhan dengan borok-borok: "...di seluruh kota itu ada kegemparan maut;" (1 Samuel 5:11b). Karena tidak kuat dengan penderitaan yang ada, orang-orang Filistin bersepakat mengembalikan Tabut Tuhan itu kepada bangsa Israel.
Begitu juga dengan kita, tanpa penyertaan Tuhan dan Roh Kudus kita ini bukan siapa-siapa dan tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tanpa Tuhan, kita akan hidup dalam kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu mari kita menghormati hadirat Tuhan lebih lagi, beribadah lebih sungguh-sungguh dan melayani Dia dengan sepenuh hati.
Jangan kita hanya melayani Tuhan ala kadarnya, asal-asalan dan dengan waktu dan tenaga kita yang tersisa.
Baca: 1 Samuel 5:1-12
"Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod." 1 Samuel 5:1
Bagi bangsa Israel Tabut Tuhan atau Tabut Perjanjian itu sangat penting. Tabut Tuhan adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka, tanda penyertaan Roh Tuhan atas mereka. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan bangsa Israel tanpa Tabut Allah: sangat kacau, penuh persoalan, peperangan dan ancaman dari berbagai sisi kehidupan.
Pada waktu Tabut Perjanjian itu berada di negeri orang Filistin, mereka mengalami masa-masa yang sangat berat, karena tanpa Tabut itu berarti mereka tidak lagi mengalami penyertaan Tuhan. Orang Filistin membawa Tabut Tuhan itu ke negerinya setelah mereka mampu mengalahkan bangsa Israel. "Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas." (1 Samuel 4:17). Lalu, apakah dengan keberadaan Tabut Tuhan di Filistin, orang-orang mengalami penyertaan dan pertolongan Tuhan? Justru sebaliknya, kehadiran Tabut Tuhan adalah bencana bagi mereka. Mengapa? Karena bangsa Filistin adalah bangsa yang 'tidak bersunat' atau bangsa kafir, penyembah berhala. Itulah sebabnya orang-orang Filistin tidak tahan menghadapi tekanan tangan Tuhan, sampai-sampai mereka memindahkan Tabut Tuhan itu ke-3 tempat yang berbeda selama kurun waktu tujuh bulan: di Asdod, Gat dan Ekron. Selama itu pula orang-orang Filistin mengalami msibah demi musibah: patung dewa Dagon hancur berantakan ketika dihadapkan pada Tabut Tuhan, juga penduduk kota Asdod dihajar Tuhan dengan borok-borok: "...di seluruh kota itu ada kegemparan maut;" (1 Samuel 5:11b). Karena tidak kuat dengan penderitaan yang ada, orang-orang Filistin bersepakat mengembalikan Tabut Tuhan itu kepada bangsa Israel.
Begitu juga dengan kita, tanpa penyertaan Tuhan dan Roh Kudus kita ini bukan siapa-siapa dan tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tanpa Tuhan, kita akan hidup dalam kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu mari kita menghormati hadirat Tuhan lebih lagi, beribadah lebih sungguh-sungguh dan melayani Dia dengan sepenuh hati.
Jangan kita hanya melayani Tuhan ala kadarnya, asal-asalan dan dengan waktu dan tenaga kita yang tersisa.
Friday, January 18, 2013
MENGAPA? ATAU MENGAPA SAYA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2013 -
Baca: Titus 3:1-11
"...Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Rasul Paulus menyatakan bahwa Tuhan memberkati kita bukan karena perbuatan baik kita, melainkan oleh karena belas kasihannya. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan supaya kita dapat berjalan seiring denganNya, menikmati persekutuan denganNya dan menikmati berkat-berkatNya. Inilah yang membuat hidup kita menjadi sangat berarti.
Jika kita bergerak semakin mendekat kepadaNya kita tidak akan pernah bertanya, "Mengapa hal ini terjadi? Mengapa saya?" Sebaliknya, kepercayaan kita kepada Tuhan akan semakin bertumbuh dan keyakinan kita padaNya akan semakin kuat. Sangatlah penting menyadari bahwa mengenal Yesus secara benar dan memiliki Dia dalam hidup ini akan membawa kebahagiaan dan keselamatan bagi kita. Yesus berdoa, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3).
Rasul Paulus menyatakan kerinduannya untuk lebih lagi mengenal Yesus sebagai tujuan terpenting dalam hidupnya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11). Namun untuk mengenal lebih dalam ada harga yang harus dibayar: kita harus makin karib dengan Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk mendengar suaraNya melalui kebenaran firman sehingga Ia akan turut bekerja dan membawa kita kepada pengalaman luar biasa bersamaNya, sebab karya dan rencanaNya selalu memiliki tujuan yang baik dan tidak ada rencanaNya yang gagal. Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan jika kita juga mengasihi Dia, kita akan menyerahkan diri ke dalam pembentukanNya, apa pun keadaannya.; dan ketika kita menyerahkan hidup kita padaNya, Dia akan pergi mendahului kita dan mempersiapkan jalan bagi kita.
"Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi." Yesaya 45:2
Baca: Titus 3:1-11
"...Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Rasul Paulus menyatakan bahwa Tuhan memberkati kita bukan karena perbuatan baik kita, melainkan oleh karena belas kasihannya. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan supaya kita dapat berjalan seiring denganNya, menikmati persekutuan denganNya dan menikmati berkat-berkatNya. Inilah yang membuat hidup kita menjadi sangat berarti.
Jika kita bergerak semakin mendekat kepadaNya kita tidak akan pernah bertanya, "Mengapa hal ini terjadi? Mengapa saya?" Sebaliknya, kepercayaan kita kepada Tuhan akan semakin bertumbuh dan keyakinan kita padaNya akan semakin kuat. Sangatlah penting menyadari bahwa mengenal Yesus secara benar dan memiliki Dia dalam hidup ini akan membawa kebahagiaan dan keselamatan bagi kita. Yesus berdoa, "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3).
Rasul Paulus menyatakan kerinduannya untuk lebih lagi mengenal Yesus sebagai tujuan terpenting dalam hidupnya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11). Namun untuk mengenal lebih dalam ada harga yang harus dibayar: kita harus makin karib dengan Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk mendengar suaraNya melalui kebenaran firman sehingga Ia akan turut bekerja dan membawa kita kepada pengalaman luar biasa bersamaNya, sebab karya dan rencanaNya selalu memiliki tujuan yang baik dan tidak ada rencanaNya yang gagal. Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan jika kita juga mengasihi Dia, kita akan menyerahkan diri ke dalam pembentukanNya, apa pun keadaannya.; dan ketika kita menyerahkan hidup kita padaNya, Dia akan pergi mendahului kita dan mempersiapkan jalan bagi kita.
"Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi." Yesaya 45:2
Thursday, January 17, 2013
BERADA DI TANAH PERJANJIAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2013 -
Baca: Mazmur 105:1-11
"Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu." Mazmur 105:11
Sunat yang dilakukan di Gilgal memiliki makna rohani yaitu harus ditanggalkannya manusia lama kita, kemudian hidup sebagai manusia baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Alkitab juga menyatakan bahwa "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11).
Selain itu, bangsa Israel juga harus menyeberangi sungai Yordan. Saat melewati sungai Yordan ini para imam berjalan mendahului umat Israel dengan mengangkat Tabut Perjanjian, "hanya antara kamu dan tabut itu harus ada jarak kira-kira dua ribu hasta panjangnya, janganlah mendekatinya," (Yosua 3:4). Ini berbicara tentang penundukan diri, mereka harus tunduk kepada pimpinan Tuhan. Mereka juga diperintahkan demikian: "Kuduskanlah dirimu, sebab besok Tuhan akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu." (Yosua 3:5); dan ketika mereka taat dan hidup dalam kekudusan, mujizat pun terjadi.
Sedangkan Yerikho adalah lambang pola pikir duniawi yang harus dirobohkan. Sebagai orang percaya, pola pikir kita harus selalu diperbaharui oleh firman Tuhan, tidak lagi serupa dengan dunia ini. "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Seringkali kita hanya menuntut hak kita yaitu agar Tuhan menjawab doa-doa kita, memberkati, memulihkan, menyembuhkan kita, sementara kita sendiri tidak mau mengerjakan kehendak Tuhan. Ingat, tidak semua umat Israel dapat memasuki Kanaan, hanya mereka yang taat dan setia saja yang mencapainya!
Ketika kita mau dibentuk oleh Tuhan, hidup dalam kekudusan dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, berkat dan janji-janjiNya disediakan bagi kita. Itulah kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Baca: Mazmur 105:1-11
"Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu." Mazmur 105:11
Sunat yang dilakukan di Gilgal memiliki makna rohani yaitu harus ditanggalkannya manusia lama kita, kemudian hidup sebagai manusia baru, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Alkitab juga menyatakan bahwa "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11).
Selain itu, bangsa Israel juga harus menyeberangi sungai Yordan. Saat melewati sungai Yordan ini para imam berjalan mendahului umat Israel dengan mengangkat Tabut Perjanjian, "hanya antara kamu dan tabut itu harus ada jarak kira-kira dua ribu hasta panjangnya, janganlah mendekatinya," (Yosua 3:4). Ini berbicara tentang penundukan diri, mereka harus tunduk kepada pimpinan Tuhan. Mereka juga diperintahkan demikian: "Kuduskanlah dirimu, sebab besok Tuhan akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu." (Yosua 3:5); dan ketika mereka taat dan hidup dalam kekudusan, mujizat pun terjadi.
Sedangkan Yerikho adalah lambang pola pikir duniawi yang harus dirobohkan. Sebagai orang percaya, pola pikir kita harus selalu diperbaharui oleh firman Tuhan, tidak lagi serupa dengan dunia ini. "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Seringkali kita hanya menuntut hak kita yaitu agar Tuhan menjawab doa-doa kita, memberkati, memulihkan, menyembuhkan kita, sementara kita sendiri tidak mau mengerjakan kehendak Tuhan. Ingat, tidak semua umat Israel dapat memasuki Kanaan, hanya mereka yang taat dan setia saja yang mencapainya!
Ketika kita mau dibentuk oleh Tuhan, hidup dalam kekudusan dan tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, berkat dan janji-janjiNya disediakan bagi kita. Itulah kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Wednesday, January 16, 2013
BERADA DI TANAH PERJANJIAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2013 -
Baca: Ulangan 8:1-20
"Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji Tuhan, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu." Ulangan 8:10
Negeri Perjanjian adalah negeri yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham dan keturunannya. Negeri Perjanjian itu disebut Tanah Kanaan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Tanah Perjanjian adalah gambaran tentang kehidupan umat Tuhan yang mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa tidak semua orang dapat memasuki negeri yang dijanjikan Tuhan itu, hanya mereka yang taat kepada firman Tuhan. Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak mau taat, "...TUHAN telah bersumpah, bahwa Ia tidak akan mengizinkan mereka melihat negeri yang dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Yosua 5:6b). Namun sebelum memasuki Tanah Perjanjian, bangsa Israel harus melalui perjalanan yang panjang dan proses demi proses: Mesir, padang gurun, Gilgal, sungai Yordan dan merebut kota Yerikho, di mana masing-masing tempat itu memiliki makna rohani. Mesir berbicara tentang manusia daging: kehidupan yang masih diperbudak dan dikuasai oleh keinginan daging.
Padang gurun adalah proses pembentukan bagi bangsa Israel. Mereka dilatih untuk hidup berjalan bersama Tuhan dan memiliki ketergantungan penuh kepadaNya; suatu masa di mana bangsa Israel diuji kemurnian hatinya. Dalam proses ini mereka tidak pernah berhenti untuk mengeluh, mengomel, bersungut-sungut dan selalu menyalahkan Tuhan, padahal selama di padang gurun itulah hari-hari bangsa Israel dipenuhi dengan mujizat. Tuhan menyatakan diriNya seperti Bapa yang begitu mengasihi dan memperhatikan anak-anakNya dengan kasih setia.
Gilgal: tempat di mana bangsa Israel menyunatkan anak-anak mereka yang belum disunat selama berada di padang gurun (baca Yosua 5:5). Setelah mereka selesai disunat, berfirmanlah Tuhan, "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu. Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." (Yosua 5:9). Ini berbicara tentang ditanggalkannya manusia daging, yaitu manusia lama. (Bersambung)
Baca: Ulangan 8:1-20
"Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji Tuhan, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu." Ulangan 8:10
Negeri Perjanjian adalah negeri yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham dan keturunannya. Negeri Perjanjian itu disebut Tanah Kanaan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Tanah Perjanjian adalah gambaran tentang kehidupan umat Tuhan yang mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa tidak semua orang dapat memasuki negeri yang dijanjikan Tuhan itu, hanya mereka yang taat kepada firman Tuhan. Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak mau taat, "...TUHAN telah bersumpah, bahwa Ia tidak akan mengizinkan mereka melihat negeri yang dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Yosua 5:6b). Namun sebelum memasuki Tanah Perjanjian, bangsa Israel harus melalui perjalanan yang panjang dan proses demi proses: Mesir, padang gurun, Gilgal, sungai Yordan dan merebut kota Yerikho, di mana masing-masing tempat itu memiliki makna rohani. Mesir berbicara tentang manusia daging: kehidupan yang masih diperbudak dan dikuasai oleh keinginan daging.
Padang gurun adalah proses pembentukan bagi bangsa Israel. Mereka dilatih untuk hidup berjalan bersama Tuhan dan memiliki ketergantungan penuh kepadaNya; suatu masa di mana bangsa Israel diuji kemurnian hatinya. Dalam proses ini mereka tidak pernah berhenti untuk mengeluh, mengomel, bersungut-sungut dan selalu menyalahkan Tuhan, padahal selama di padang gurun itulah hari-hari bangsa Israel dipenuhi dengan mujizat. Tuhan menyatakan diriNya seperti Bapa yang begitu mengasihi dan memperhatikan anak-anakNya dengan kasih setia.
Gilgal: tempat di mana bangsa Israel menyunatkan anak-anak mereka yang belum disunat selama berada di padang gurun (baca Yosua 5:5). Setelah mereka selesai disunat, berfirmanlah Tuhan, "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu. Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." (Yosua 5:9). Ini berbicara tentang ditanggalkannya manusia daging, yaitu manusia lama. (Bersambung)
Tuesday, January 15, 2013
SEPERTI KRISTUS: Hidup dalam Ketaatan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2013 -
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Yesus berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Kunci menjadi 'besar' adalah menjadi hamba bagi sesama, artinya memiliki kerendahan hati. Tuhan sangat mengasihi orang yang rendah hati, dan pada saatnya ia akan beroleh peninggian dari Tuhan. "...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12).
2. Ketaatan. Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal ketaatan. Dia taat melakukan kehendak Bapa, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan, Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak Bapa adalah yang utama dan melebihi segala-galanya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Karena ketaatanNya inilah, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan dengan penuh ketaatan? Perhatikan kata 'taat' ini, jika kita baca dari depan ke belakang, maupun dari belakang ke depan, pembacaannya sama (tidak berubah). Demikianlah, kita dituntut untuk menjadi orang-orang Kristen yang taat sampai akhir hidup kita. Bukan taat setengah-setengah atau taat pada musim-musim tertentu saja (jika diberkati, jika disembuhkan, jika keluarga dipulihkan) baru kita mau taat; tetapi bila sedang susah, krisis, sakit dan sebagainya kita tidak mau taat. Yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan di segala keadaan. Ketaatan adalah syarat mutlak! Taat berarti melakukan firman Tuhan dengan setia. Jika kita taat, pada saatnya kita akan mengalami berkat dan promosi dari Tuhan.
"...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yakobus 1:22
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Yesus berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Kunci menjadi 'besar' adalah menjadi hamba bagi sesama, artinya memiliki kerendahan hati. Tuhan sangat mengasihi orang yang rendah hati, dan pada saatnya ia akan beroleh peninggian dari Tuhan. "...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:12).
2. Ketaatan. Tuhan Yesus adalah teladan utama dalam hal ketaatan. Dia taat melakukan kehendak Bapa, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan, Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak Bapa adalah yang utama dan melebihi segala-galanya. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Karena ketaatanNya inilah, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan dengan penuh ketaatan? Perhatikan kata 'taat' ini, jika kita baca dari depan ke belakang, maupun dari belakang ke depan, pembacaannya sama (tidak berubah). Demikianlah, kita dituntut untuk menjadi orang-orang Kristen yang taat sampai akhir hidup kita. Bukan taat setengah-setengah atau taat pada musim-musim tertentu saja (jika diberkati, jika disembuhkan, jika keluarga dipulihkan) baru kita mau taat; tetapi bila sedang susah, krisis, sakit dan sebagainya kita tidak mau taat. Yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan di segala keadaan. Ketaatan adalah syarat mutlak! Taat berarti melakukan firman Tuhan dengan setia. Jika kita taat, pada saatnya kita akan mengalami berkat dan promosi dari Tuhan.
"...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." Yakobus 1:22
Subscribe to:
Posts (Atom)