Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2012 -
Baca: Yesaya 9:1-6
"Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar;
mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar." Yesaya 9:1
Dunia diliputi kegelapan, suatu kondisi kelam di mana manusia tidak memiliki pengharapan dan sedang menuju kepada kebinasaan kekal. Namun melalui kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini nubuat yang disampaikan nabi Yesaya telah digenapi. Dia datang ke dunia ini bukan sekadar membawa terang, tetapi Dia adalah terang itu sendiri. Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan
dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).
Kata 'Akulah' adalah sebagai penegasan bahwa Dia yang berfirman adalah Allah yang hadir sebagai terang untuk memberkati umatNya. Sebagai Terang yang sejati, Yesus Kristus datang untuk membawa anugerah Ilahi; dan karena Dia adalah Allah yang berinkarnasi, maka ada jaminan yang pasti tentang keselamatan, pengampunan dan kehidupan yang kekal. "...setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Jadi, kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini membawa misi yang sangat mulia yaitu melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan membawa kita kepada terangNya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9), serta memberikan jaminan hidup yang kekal. "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Sebagai orang percaya, kita memiliki tugas menjadi saksi Kristus di tengah dunia ini, sehingga orang-orang yang belum percaya dapat melihat terang sejati itu di dalam diri kita. Jadi Natal bagi orang Kristen bukanlah sekadar perayaan, apalagi pesta pora, tapi sebagai momen yang senantiasa mengingatkan keberadaan kita di tengah-tengah dunia ini. Tertulis: "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16). Sudahkah hidup kita menjadi kesaksian bagi orang lain? Mari hidup sebagai anak-anak terang yang menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan, "...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15).
Kebahagiaan natal bukan dikarenakan oleh semaraknya perayaan, tapi karena perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat!
Wednesday, December 26, 2012
Tuesday, December 25, 2012
HADIAH TERBESAR BAGI DUNIA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2012 -
Baca: Yohanes 1:1-18
"Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia." Yohanes 1:9
Natal telah tiba...! Hari ini kita mersakan sukacita karena Natal telah tiba. Sungguh merupakan anugerah Tuhan jika kita masih beroleh kesempatan merayakan Natal kembali. Seluruh dunia antusias menyambut datangnya Natal, termasuk merayakan Natal dengan pesta bagi sebagian orang.
Namun, tahukah kita bahwa pada malam saat Yesus dilahirkan adalah malam yang penuh gejolak? Ketika mendengar Yesus dilahirkan, raja Herodes merasa terancam, ia takut dan kuatir kalau kedudukannya sebagai raja akan diambil alih oleh bayi Yesus yang disebut-sebut sebagai raja orang Yahudi oleh orang-orang majus yang datang pada malam itu. Akhirnya, malam Natal pertama itu menjadi malam yang sangat mencekam dan penuh dengan ratap tangis di seluruh negeri, karena Herodes "...menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu." (Matius 2:16b).
Apakah kita sudah memahami makna natal yang sejati? Apa yang sudah dikerjakan Allah bagi dunia ini? Allah memiliki rancangan yang sungguh mulia bagi keselamatan umat manusia, sehingga Dia harus mengutus PuteraNya Yesus Kristus untuk turun ke dunia ini (baca Yohanes 3:16). Dalam Roma 2:10 dikatakan: "Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah-yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan-, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan." (Ibrani 2:10). Ini menunjukkan bahwa karya keselamatan yang dikerjakan Allah bukanlah rancangan yang sembarangan karena karya keselamatan itu dikerjakan sejak dari kekekalan. Dan karena kasihNya yang begitu besar, Allah rela menyerahkan PuteraNya untuk menjadi tebusan bagi kita manusia yang berdosa. Inilah hadiah terbesar dari Allah bagi dunia ini. Yesus Kristus datang ke dunia tanpa dipenuhi dengan gemerlap dan kemegahan, Dia lahir dalam dalam sebuah kandang yang hina dan miskin di tengah dunia yang dicengkeram oleh kegelapan dosa.
Yesus Kristus datang untuk membawa terang itu, sayang tidak semua orang mau menerima Dia, "Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." Yohanes 3:19
Baca: Yohanes 1:1-18
"Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia." Yohanes 1:9
Natal telah tiba...! Hari ini kita mersakan sukacita karena Natal telah tiba. Sungguh merupakan anugerah Tuhan jika kita masih beroleh kesempatan merayakan Natal kembali. Seluruh dunia antusias menyambut datangnya Natal, termasuk merayakan Natal dengan pesta bagi sebagian orang.
Namun, tahukah kita bahwa pada malam saat Yesus dilahirkan adalah malam yang penuh gejolak? Ketika mendengar Yesus dilahirkan, raja Herodes merasa terancam, ia takut dan kuatir kalau kedudukannya sebagai raja akan diambil alih oleh bayi Yesus yang disebut-sebut sebagai raja orang Yahudi oleh orang-orang majus yang datang pada malam itu. Akhirnya, malam Natal pertama itu menjadi malam yang sangat mencekam dan penuh dengan ratap tangis di seluruh negeri, karena Herodes "...menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu." (Matius 2:16b).
Apakah kita sudah memahami makna natal yang sejati? Apa yang sudah dikerjakan Allah bagi dunia ini? Allah memiliki rancangan yang sungguh mulia bagi keselamatan umat manusia, sehingga Dia harus mengutus PuteraNya Yesus Kristus untuk turun ke dunia ini (baca Yohanes 3:16). Dalam Roma 2:10 dikatakan: "Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah-yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan-, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan." (Ibrani 2:10). Ini menunjukkan bahwa karya keselamatan yang dikerjakan Allah bukanlah rancangan yang sembarangan karena karya keselamatan itu dikerjakan sejak dari kekekalan. Dan karena kasihNya yang begitu besar, Allah rela menyerahkan PuteraNya untuk menjadi tebusan bagi kita manusia yang berdosa. Inilah hadiah terbesar dari Allah bagi dunia ini. Yesus Kristus datang ke dunia tanpa dipenuhi dengan gemerlap dan kemegahan, Dia lahir dalam dalam sebuah kandang yang hina dan miskin di tengah dunia yang dicengkeram oleh kegelapan dosa.
Yesus Kristus datang untuk membawa terang itu, sayang tidak semua orang mau menerima Dia, "Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." Yohanes 3:19
Monday, December 24, 2012
KERAJAAN ALLAH DI BUMI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2012 -
Baca: Lukas 17:20-37
"juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." Lukas 17:21
Ketika orang-orang Farisi bertanya kepada Yesus kapankah Kerjaan Allah akan datang, Dia pun menjawab, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah," (Lukas 17:20). Apakah maksud Yesus menjawab demikian? Secara sederhana, Dia ingin menyatakan, "Saya berdiri di sini". Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Allah tidak mungkin diam 'di dalam' orang-orang Farisi, akan tetapi (pada saat itu) Kerajaan Allah ada di tengah-tengah mereka karena Tuhan Yesus sedang ada berdiri di antara mereka.
Keberadaan Tuhan Yesus menyiratkan kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas. Ini berarti di mana Yesus berada, di situlah Kerajaan Allah itu berada. Penebusan Allah melalui PuteraNya telah membuat kita, yang percaya kepadaNya, masuk ke dalam Kerajaan Allah. Alkitab berkata, "Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya-- dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, --bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin." (Wahyu 1:5b-6). Tidak hanya di mana Tuhan Yesus berada saja Kerajaan Allah berada, tetapi juga di mana gerejaNya berada. Ini adalah tempat di mana Tuhan Yesus bebas menyatakan kehendakNya. Dia semestinya memiliki sebuah lingkungan Ilahi yang kita persiapkan di dunia ini bagi kerajaan, kuasa dan kemuliaanNya agar dapat dinyatakan secara bebas.
Bagi kita, yang terpenting bukanlah hadiah atau posisi kita dalam KerajaanNya, melainkan apa yang dapat kita perbuat dalam membawa KerajaanNya turun ke tengah-tengah manusia di bumi saat ini. Ketika Yakobus dan Yohanes meminta Yesus melakukan sesuatu bagi mereka dengan berkata, "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." (Markus 10:37), Yesus menjawab, "Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?" (Markus 10:38). Dan mereka pun menyatakan kesanggupannya melakukan apa yang diperintahkan Yesus. Jika kita setia mengerjakan Amanat Agung Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi dunia ini, secara otomatis upah dari Tuhan akan menjadi bagian kita.
Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah memenuhi keinginan Tuhan, yaitu membawa kerajaanNya turun ke tengah-tengah manusia di bumi.
Baca: Lukas 17:20-37
"juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." Lukas 17:21
Ketika orang-orang Farisi bertanya kepada Yesus kapankah Kerjaan Allah akan datang, Dia pun menjawab, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah," (Lukas 17:20). Apakah maksud Yesus menjawab demikian? Secara sederhana, Dia ingin menyatakan, "Saya berdiri di sini". Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Allah tidak mungkin diam 'di dalam' orang-orang Farisi, akan tetapi (pada saat itu) Kerajaan Allah ada di tengah-tengah mereka karena Tuhan Yesus sedang ada berdiri di antara mereka.
Keberadaan Tuhan Yesus menyiratkan kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas. Ini berarti di mana Yesus berada, di situlah Kerajaan Allah itu berada. Penebusan Allah melalui PuteraNya telah membuat kita, yang percaya kepadaNya, masuk ke dalam Kerajaan Allah. Alkitab berkata, "Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya-- dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, --bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin." (Wahyu 1:5b-6). Tidak hanya di mana Tuhan Yesus berada saja Kerajaan Allah berada, tetapi juga di mana gerejaNya berada. Ini adalah tempat di mana Tuhan Yesus bebas menyatakan kehendakNya. Dia semestinya memiliki sebuah lingkungan Ilahi yang kita persiapkan di dunia ini bagi kerajaan, kuasa dan kemuliaanNya agar dapat dinyatakan secara bebas.
Bagi kita, yang terpenting bukanlah hadiah atau posisi kita dalam KerajaanNya, melainkan apa yang dapat kita perbuat dalam membawa KerajaanNya turun ke tengah-tengah manusia di bumi saat ini. Ketika Yakobus dan Yohanes meminta Yesus melakukan sesuatu bagi mereka dengan berkata, "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." (Markus 10:37), Yesus menjawab, "Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?" (Markus 10:38). Dan mereka pun menyatakan kesanggupannya melakukan apa yang diperintahkan Yesus. Jika kita setia mengerjakan Amanat Agung Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi dunia ini, secara otomatis upah dari Tuhan akan menjadi bagian kita.
Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah memenuhi keinginan Tuhan, yaitu membawa kerajaanNya turun ke tengah-tengah manusia di bumi.
Sunday, December 23, 2012
KRISTUS ADALAH KEPALA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2012 -
Baca: Efesus 5:22-33
"Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat," Efesus 5:29
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya "...adalah anggota tubuh-Nya." (Efesus 5:30) dan Kristus sebagai kepalaNya. "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (Efesus 4:16). Kita diajarkan bahwa "...Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:25).
Kata 'mengasihi' dan 'menyerahkan' ditulis dengan tenses lampau (versi bahasa Inggris: 'loved' dan 'gave'), karena ingin menunjuk kepada tujuan kematianNya, dimana Dia mencari 'mempelai perempuan' bagiNya. Meskipun penggambaran tentang gereja sebagai mempelai perempuanNya dilakukan di konteks masa depan, namun pekerjaanNya telah diselesaikanNya di masa lampau. Dalam ayat nas di atas (...tetapi 'mengasuhnya dan merawatinya', sama seperti Kristus terhadap jemaat.) tenses ditulis dalam bentuk masa sekarang (versi bahasa Inggris: 'protects and cherises'). Ini berarti bahwa Tuhan pada saat ini sedang memperhatikan, memperkaya dan menghargai gerejaNya. Idenya adalah: tidak ada seorang pun yang membenci dagingnya atau tubuhnya sendiri.
Kita tidak mungkin melukai tangan kita sendiri, bukan? Jika kaki kita terluka, kita juga akan merawatnya dengan lembut. Jika kita sangat menyayangi tubuh sendiri, dapat dibayangkan betapa kasih Tuhan terhadap umatNya yang adalah anggota tubuhNya sendiri. Kita adalah anggota tubuh Kristus, berarti kita adalah obyek-obyek berharga dari cinta kasihNya. Ia begitu peduli dan mengasihi kita, "Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." (Efesus 1:22-23). Firman Tuhan menasihati, "...Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17). Jadi, pergunakan tubuh sebagai senjata kebenaran.
Kita wajib melayani Tuhan dengan sungguh, karena Dialah Kepala dari tubuh.
Baca: Efesus 5:22-33
"Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat," Efesus 5:29
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya "...adalah anggota tubuh-Nya." (Efesus 5:30) dan Kristus sebagai kepalaNya. "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (Efesus 4:16). Kita diajarkan bahwa "...Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:25).
Kata 'mengasihi' dan 'menyerahkan' ditulis dengan tenses lampau (versi bahasa Inggris: 'loved' dan 'gave'), karena ingin menunjuk kepada tujuan kematianNya, dimana Dia mencari 'mempelai perempuan' bagiNya. Meskipun penggambaran tentang gereja sebagai mempelai perempuanNya dilakukan di konteks masa depan, namun pekerjaanNya telah diselesaikanNya di masa lampau. Dalam ayat nas di atas (...tetapi 'mengasuhnya dan merawatinya', sama seperti Kristus terhadap jemaat.) tenses ditulis dalam bentuk masa sekarang (versi bahasa Inggris: 'protects and cherises'). Ini berarti bahwa Tuhan pada saat ini sedang memperhatikan, memperkaya dan menghargai gerejaNya. Idenya adalah: tidak ada seorang pun yang membenci dagingnya atau tubuhnya sendiri.
Kita tidak mungkin melukai tangan kita sendiri, bukan? Jika kaki kita terluka, kita juga akan merawatnya dengan lembut. Jika kita sangat menyayangi tubuh sendiri, dapat dibayangkan betapa kasih Tuhan terhadap umatNya yang adalah anggota tubuhNya sendiri. Kita adalah anggota tubuh Kristus, berarti kita adalah obyek-obyek berharga dari cinta kasihNya. Ia begitu peduli dan mengasihi kita, "Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." (Efesus 1:22-23). Firman Tuhan menasihati, "...Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17). Jadi, pergunakan tubuh sebagai senjata kebenaran.
Kita wajib melayani Tuhan dengan sungguh, karena Dialah Kepala dari tubuh.
Saturday, December 22, 2012
SUKACITA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2012 -
Baca: Lukas 10:21-24
"Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: 'Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi,'" Lukas 10:21
Alkitab menyatakan bahwa Yesus adalah seorang yang penuh penderitaan dan kesengsaraan, "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan." (Yesaya 53:3).
Dalam Injil Markus 8:12 juga ditulis betapa Yesus sangat sedih dalam hati ketika orang-orang Farisi meminta tanda kepadaNya: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." (Markus 8:12). Begitu pula ketika Yesus melihat kota Yerusalem dan berkata, "...betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu." (Lukas 19:41, 42), karena itu "Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini." (Yohanes 12:27). Namun, ayat nas di atas mencatat betapa Yesus bersukacita dan bergembira. Jelaslah bahwa sukacita Yesus tidak ada sangkut pautnya dengan keadaan, melainkan atas apa yang Bapa kerjakan di dalam Dia. Yesus bersukacita bukan karena keberhasilan dalam karya yang dilakukanNya, tetapi oleh keinginan Bapa yang dinyatakan kepadaNya, "Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." (Lukas 10:22). Itulah sukacita yang sejati. Sukacita ini harus dimiliki oleh setiap orang percaya, "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:11). Sukacita dari Tuhanlah kekuatan kita. Ini adalah sukacita yang memampukan kita tetap kuat di tengah penderitaan dan kesesakan sekalipun.
Sukacita yang Yesus rasakan haruslah menjadi milik kita juga. Tentu saja dalam kehidupan akan ada banyak hal yang terjadi yang kadangkala membuat kita sedih dan kecewa, namun apabila kita kehilangan sukacita, kita pun akan kehilangan kekuatan menghadapi semua itu.
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Baca: Lukas 10:21-24
"Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: 'Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi,'" Lukas 10:21
Alkitab menyatakan bahwa Yesus adalah seorang yang penuh penderitaan dan kesengsaraan, "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan." (Yesaya 53:3).
Dalam Injil Markus 8:12 juga ditulis betapa Yesus sangat sedih dalam hati ketika orang-orang Farisi meminta tanda kepadaNya: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." (Markus 8:12). Begitu pula ketika Yesus melihat kota Yerusalem dan berkata, "...betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu." (Lukas 19:41, 42), karena itu "Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini." (Yohanes 12:27). Namun, ayat nas di atas mencatat betapa Yesus bersukacita dan bergembira. Jelaslah bahwa sukacita Yesus tidak ada sangkut pautnya dengan keadaan, melainkan atas apa yang Bapa kerjakan di dalam Dia. Yesus bersukacita bukan karena keberhasilan dalam karya yang dilakukanNya, tetapi oleh keinginan Bapa yang dinyatakan kepadaNya, "Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." (Lukas 10:22). Itulah sukacita yang sejati. Sukacita ini harus dimiliki oleh setiap orang percaya, "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:11). Sukacita dari Tuhanlah kekuatan kita. Ini adalah sukacita yang memampukan kita tetap kuat di tengah penderitaan dan kesesakan sekalipun.
Sukacita yang Yesus rasakan haruslah menjadi milik kita juga. Tentu saja dalam kehidupan akan ada banyak hal yang terjadi yang kadangkala membuat kita sedih dan kecewa, namun apabila kita kehilangan sukacita, kita pun akan kehilangan kekuatan menghadapi semua itu.
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Friday, December 21, 2012
BERKAT YANG TERUS MENGALIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Tuhan Yesus berfirman, "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yohanes 7:37-38). Jika kita percaya kepadaNya kita tidak akan pernah mati secara rohani, karena ada tertulis: "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:15).
Sebuah gelombang memiliki pasang dan surut, akan tetapi aliran air kehidupan dari Tuhan tidak dapat dilukiskan seperti layaknya kita melukiskan sebuah fenomena. Air kehidupan dari Tuhan tidak pernah mengenal kata surut, melainkan selamanya akan pasang dan terus mengalir; air kehidupan Tuhan tidak naik dan turun seperti lautan, melainkan selalu deras mengalir seperti sungai. Gelombang pasti akan mengalami surut pada waktu tertentu, namun dalam Sumber 'mata air kehidupan' tidak dikenal adanya variasi seperti tersebut di atas atau pun 'kesuraman' dikarenakan sesuatu hal buruk yang terjadi.
Jika sumber kehidupan dalam diri orang percaya buntu dan berhenti mengalir, bukanlah sumber masuknya yang salah, tetapi saluran keluarnya yang bermasalah. Air kehidupan harus mempunyai jalur untuk alirannya. Airnya harus mengalir ke suatu tempat di mana orang lain bisa menikmatinya. Jika kita diberkati, kita juga harus bisa menjadi berkat bagi orang lain, jangan menahan berkat itu hanya untuk diri sendiri. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:25). Karena itu kita harus menyelidiki hati kita sendiri, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jangan menyalahkan Tuhan jika kita merasa bahwa berkat dalam hidup ini rasa-rasanya kok seret, segeralah bereskan saluran keluarnya air kehidupan yang kita terima dari Tuhan, mungkin selama ini 'air' berkat dari Tuhan itu tidak pernah kita salurkan keluar. Alkitab menasihati, "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Berkat Tuhan akan terus mengalir dalam hidup kita jika kita juga menyalurkannya!
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya:" Mazmur 65:10
Tuhan Yesus berfirman, "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yohanes 7:37-38). Jika kita percaya kepadaNya kita tidak akan pernah mati secara rohani, karena ada tertulis: "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:15).
Sebuah gelombang memiliki pasang dan surut, akan tetapi aliran air kehidupan dari Tuhan tidak dapat dilukiskan seperti layaknya kita melukiskan sebuah fenomena. Air kehidupan dari Tuhan tidak pernah mengenal kata surut, melainkan selamanya akan pasang dan terus mengalir; air kehidupan Tuhan tidak naik dan turun seperti lautan, melainkan selalu deras mengalir seperti sungai. Gelombang pasti akan mengalami surut pada waktu tertentu, namun dalam Sumber 'mata air kehidupan' tidak dikenal adanya variasi seperti tersebut di atas atau pun 'kesuraman' dikarenakan sesuatu hal buruk yang terjadi.
Jika sumber kehidupan dalam diri orang percaya buntu dan berhenti mengalir, bukanlah sumber masuknya yang salah, tetapi saluran keluarnya yang bermasalah. Air kehidupan harus mempunyai jalur untuk alirannya. Airnya harus mengalir ke suatu tempat di mana orang lain bisa menikmatinya. Jika kita diberkati, kita juga harus bisa menjadi berkat bagi orang lain, jangan menahan berkat itu hanya untuk diri sendiri. "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:25). Karena itu kita harus menyelidiki hati kita sendiri, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Jangan menyalahkan Tuhan jika kita merasa bahwa berkat dalam hidup ini rasa-rasanya kok seret, segeralah bereskan saluran keluarnya air kehidupan yang kita terima dari Tuhan, mungkin selama ini 'air' berkat dari Tuhan itu tidak pernah kita salurkan keluar. Alkitab menasihati, "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).
Berkat Tuhan akan terus mengalir dalam hidup kita jika kita juga menyalurkannya!
Thursday, December 20, 2012
KEKRISTENAN ADALAH KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2012 -
Baca: Lukas 9:28-36
"Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." Lukas 9:35
Sebagai orang-orang Kristen kita bangga memiliki Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat kita. Kristus itu unik dan sangatlah tidak pantas membandingkan Dia dengan apa pun dan siapa pun. Dia sangatlah hebat, ajaib, penuh kuasa dan kudus.
Suatu hari Tuhan Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa, Dia membawa serta Petrus, Yohanes dan Yakobus. "Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem." (Lukas 9:29-31). Melihat hal itu, Petrus sangat tertegun dan berbahagia, sehingga ia pun mengajukan usul kepada Tuhan Yesus untuk membangun tiga tenda bagi mereka. Tetapi segera suara Ilahi membungkam dia. Musa dan Elia tidak bisa disamakan dengan Yesus Kristus. Tentunya, Petrus tanpa ragu lagi tetap menempatkan Kristus di tempat pertama, dan Musa serta Elia berada di tempat kedua dan ketiga. Tetapi Bapa di sorga, Allah, dengan sangat jelas menolak ide yang keluar dari pemikiran manusia ini. Meski Musa dan Elia adalah tokoh-tokoh cukup terkemuka dalam Perjanjian Lama, yang juga perlu mendapatkan tempat di dalam Perjanjian Baru, namun Yesus Kristus tidak bisa disamakan dengan mereka. Yesus Kristus adalah segala-galanya dan berada di mana-mana. Kekristenan adalah Kristus, bukan Kristus ditambah sesuatu/seseorang yang lain.
"Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Lukas 9:35). Akhirnya kita mengerti bahwa Bapa kita ingin mengatakan: "Ini bukan saatnya kamu berbicara, melainkan mendengarkan." Hanya ada satu Pribadi yang berkapasitas untuk 'berbicara' yaitu Yesus Kristus. Filipi 2:9-11 mengatakan, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!" Yesus Kristus adalah segala-galanya bagi kita; Dialah yang layak terima pujian, hormat dan kemuliaan.
Karena itulah kita wajib mendengarkan suaraNya, tiada hal lain yang berarti lagi di dunia ini; selain Dia, tak seorang pun yang dapat dibandingkan denganNya!
Baca: Lukas 9:28-36
"Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." Lukas 9:35
Sebagai orang-orang Kristen kita bangga memiliki Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat kita. Kristus itu unik dan sangatlah tidak pantas membandingkan Dia dengan apa pun dan siapa pun. Dia sangatlah hebat, ajaib, penuh kuasa dan kudus.
Suatu hari Tuhan Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa, Dia membawa serta Petrus, Yohanes dan Yakobus. "Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem." (Lukas 9:29-31). Melihat hal itu, Petrus sangat tertegun dan berbahagia, sehingga ia pun mengajukan usul kepada Tuhan Yesus untuk membangun tiga tenda bagi mereka. Tetapi segera suara Ilahi membungkam dia. Musa dan Elia tidak bisa disamakan dengan Yesus Kristus. Tentunya, Petrus tanpa ragu lagi tetap menempatkan Kristus di tempat pertama, dan Musa serta Elia berada di tempat kedua dan ketiga. Tetapi Bapa di sorga, Allah, dengan sangat jelas menolak ide yang keluar dari pemikiran manusia ini. Meski Musa dan Elia adalah tokoh-tokoh cukup terkemuka dalam Perjanjian Lama, yang juga perlu mendapatkan tempat di dalam Perjanjian Baru, namun Yesus Kristus tidak bisa disamakan dengan mereka. Yesus Kristus adalah segala-galanya dan berada di mana-mana. Kekristenan adalah Kristus, bukan Kristus ditambah sesuatu/seseorang yang lain.
"Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Lukas 9:35). Akhirnya kita mengerti bahwa Bapa kita ingin mengatakan: "Ini bukan saatnya kamu berbicara, melainkan mendengarkan." Hanya ada satu Pribadi yang berkapasitas untuk 'berbicara' yaitu Yesus Kristus. Filipi 2:9-11 mengatakan, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!" Yesus Kristus adalah segala-galanya bagi kita; Dialah yang layak terima pujian, hormat dan kemuliaan.
Karena itulah kita wajib mendengarkan suaraNya, tiada hal lain yang berarti lagi di dunia ini; selain Dia, tak seorang pun yang dapat dibandingkan denganNya!
Wednesday, December 19, 2012
DUA MACAM MASALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 57:1-12
"Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur." Mazmur 57:8
Secara umum ada dua macam masalah dalam hidup ini. Pertama, masalah yang bersifat tidak langsung, muncul dari serangkaian peristiwa. Masalah semacam ini bisa diselesaikan melalui doa. Kedua, yang bersifat lebih personal: penderitaan yang disebabkan oleh proses disakiti, direndahkan atau dipermalukan oleh orang lain. Perasaan tersakiti seperti itu atau pun penghinaan dari orang lain tampaknya tidak dapat diselesaikan hanya melalui doa, tapi kita pun harus bertindak dan membuka hati untuk melepaskan pengampunan kepada orang-orang yang menyakiti kita. Jika tidak, sampai kapan pun kita akan tetap merasa terluka, benci, marah, dendam dan pahit hati. Dan itu tidak berkenan kepada Tuhan dan menjadi penghalang bagi doa-doa kita. Alkitab menegaskan, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Bahkan firman Tuhan keras menyatakan bahwa jika kita tidak mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita, maka Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Selain itu kita juga harus memaksa jiwa kita untuk memuji-muji Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Kita akan dipulihkan jika kita senantiasa memuji-muji Tuhan dan bersukacita. Ketika kita memuji Tuhan, roh kita naik dan melebihi masalah kita, dan Tuhan sendirilah yang membereskan perasaan buruk kita tersebut. Dikatakan, "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" (Mazmur 147:3). Ketika perasaan kita tersakiti jangan sampai kita membiarkan roh kita putus asa. Kita harus mengatasi semua perasaan buruk dan memuji Tuhan. Jangan beri kesempatan kepada Iblis untuk menguasai hati kita.
Daud tidak membiarkan kesedihan, kepahitan, dendam dan sebagainya berkuasa di dalam hatinya ketika terus dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Bahkan, meski beberapa kali ia beroleh kesempatan untuk membalaskan dendamnya terhadap Saul, Daud tidak melakukannya. Dan ketika mendengar kabar tentang kematian Saul pun, Daud sama sekali tidak bersukacita. Sebaliknya, kematian Saul membawa suatu ratapan yang besar baginya.
Jangan biarkan 'luka-luka batin' yang ada menghalangi doa-doa kita!
Baca: Mazmur 57:1-12
"Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur." Mazmur 57:8
Secara umum ada dua macam masalah dalam hidup ini. Pertama, masalah yang bersifat tidak langsung, muncul dari serangkaian peristiwa. Masalah semacam ini bisa diselesaikan melalui doa. Kedua, yang bersifat lebih personal: penderitaan yang disebabkan oleh proses disakiti, direndahkan atau dipermalukan oleh orang lain. Perasaan tersakiti seperti itu atau pun penghinaan dari orang lain tampaknya tidak dapat diselesaikan hanya melalui doa, tapi kita pun harus bertindak dan membuka hati untuk melepaskan pengampunan kepada orang-orang yang menyakiti kita. Jika tidak, sampai kapan pun kita akan tetap merasa terluka, benci, marah, dendam dan pahit hati. Dan itu tidak berkenan kepada Tuhan dan menjadi penghalang bagi doa-doa kita. Alkitab menegaskan, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Bahkan firman Tuhan keras menyatakan bahwa jika kita tidak mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita, maka Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Selain itu kita juga harus memaksa jiwa kita untuk memuji-muji Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Kita akan dipulihkan jika kita senantiasa memuji-muji Tuhan dan bersukacita. Ketika kita memuji Tuhan, roh kita naik dan melebihi masalah kita, dan Tuhan sendirilah yang membereskan perasaan buruk kita tersebut. Dikatakan, "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" (Mazmur 147:3). Ketika perasaan kita tersakiti jangan sampai kita membiarkan roh kita putus asa. Kita harus mengatasi semua perasaan buruk dan memuji Tuhan. Jangan beri kesempatan kepada Iblis untuk menguasai hati kita.
Daud tidak membiarkan kesedihan, kepahitan, dendam dan sebagainya berkuasa di dalam hatinya ketika terus dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Bahkan, meski beberapa kali ia beroleh kesempatan untuk membalaskan dendamnya terhadap Saul, Daud tidak melakukannya. Dan ketika mendengar kabar tentang kematian Saul pun, Daud sama sekali tidak bersukacita. Sebaliknya, kematian Saul membawa suatu ratapan yang besar baginya.
Jangan biarkan 'luka-luka batin' yang ada menghalangi doa-doa kita!
Tuesday, December 18, 2012
BATU-BATU HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2012 -
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah." 1 Petrus 2:5
Dalam membangun sebuah rumah diperlukan batu-batu yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah tempat kediaman Salomo, tertulis: "Tembok dari semuanya ini dibuat dari batu yang mahal-mahal, yang sesuai dengan ukuran batu pahat digergaji dengan gergaji dari sebelah dalam dan dari sebelah luar, dari dasar sampai ke atas, dan juga dari tembok luar sampai kepada tembok pelataran besar." (1 Raja-Raja 7:9). Meskipun batu-batu tersebut memiliki kualitas tinggi dan berharga sangat mahal, batu-batu itu tidak bernyawa (tidak hidup). Hal ini berbeda dengan Bait Suci Tuhan yang adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah umatNya. Rumah Tuhan dibangun bukan dengan batu-batu yang mati, tetapi dengan batu-batu yang hidup. Sebuah batu hidup adalah sebuah unit tunggal sebelum ia dibangun menjadi satu dengan yang lainnya. Tuhan Yesus berkata, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19).
Hingga kini masih banyak batu yang tetap tinggal sebagai unit tunggal, tercerai berai di sana-sini, independen, tidak berguna. Jika kita hendak membangun rumah, tidak mungkin batu yang akan kita pakai posisinya tercerai berai, tidak karuan. Kita pasti akan mengumpulkannya jadi satu, dan batu tersebut harus dibangun di atas batu yang lain sehingga kita akan tahu apakah batu itu cocok/pas satu sama lain. Jika batu-batu tersebut tidak bisa pas satu dengan yang lainnya, mustahil juga rumah itu bisa dibangun. Sebuah batu tunggal tidak akan berarti apa-apa.
Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah batu-batu hidup, karena itu jangan hanya bersembunyi sendirian di semak belukar yang menjadi batu sandungan bagi mereka yang tidak waspada! Biarkan diri kita dibawa ke area pembangunan rumah Tuhan; kita dipersatukan atau dicocokkan dengan batu hidup yang lain; kita harus siap untuk dihaluskan serta dibuat jadi indah supaya bisa pas dengan tempat kita.
Proses penghalusan tersebut akan tidak nyaman dan terasa sakit, tetapi pada akhirnya Tuhan akan mempunyai tempat untuk Dia berdiam dan berkarya!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah." 1 Petrus 2:5
Dalam membangun sebuah rumah diperlukan batu-batu yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah tempat kediaman Salomo, tertulis: "Tembok dari semuanya ini dibuat dari batu yang mahal-mahal, yang sesuai dengan ukuran batu pahat digergaji dengan gergaji dari sebelah dalam dan dari sebelah luar, dari dasar sampai ke atas, dan juga dari tembok luar sampai kepada tembok pelataran besar." (1 Raja-Raja 7:9). Meskipun batu-batu tersebut memiliki kualitas tinggi dan berharga sangat mahal, batu-batu itu tidak bernyawa (tidak hidup). Hal ini berbeda dengan Bait Suci Tuhan yang adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah umatNya. Rumah Tuhan dibangun bukan dengan batu-batu yang mati, tetapi dengan batu-batu yang hidup. Sebuah batu hidup adalah sebuah unit tunggal sebelum ia dibangun menjadi satu dengan yang lainnya. Tuhan Yesus berkata, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19).
Hingga kini masih banyak batu yang tetap tinggal sebagai unit tunggal, tercerai berai di sana-sini, independen, tidak berguna. Jika kita hendak membangun rumah, tidak mungkin batu yang akan kita pakai posisinya tercerai berai, tidak karuan. Kita pasti akan mengumpulkannya jadi satu, dan batu tersebut harus dibangun di atas batu yang lain sehingga kita akan tahu apakah batu itu cocok/pas satu sama lain. Jika batu-batu tersebut tidak bisa pas satu dengan yang lainnya, mustahil juga rumah itu bisa dibangun. Sebuah batu tunggal tidak akan berarti apa-apa.
Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah batu-batu hidup, karena itu jangan hanya bersembunyi sendirian di semak belukar yang menjadi batu sandungan bagi mereka yang tidak waspada! Biarkan diri kita dibawa ke area pembangunan rumah Tuhan; kita dipersatukan atau dicocokkan dengan batu hidup yang lain; kita harus siap untuk dihaluskan serta dibuat jadi indah supaya bisa pas dengan tempat kita.
Proses penghalusan tersebut akan tidak nyaman dan terasa sakit, tetapi pada akhirnya Tuhan akan mempunyai tempat untuk Dia berdiam dan berkarya!
Monday, December 17, 2012
JANGAN PERNAH MALU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2012 -
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ..." 2 Timotius 1:8
Ketika kita malu mengakui bahwa diri kita adalah pengikut Yesus, kita telah menyangkal bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita, yang telah menebus dosa-dosa kita. Ketika Yesus disalibkan Dia harus menanggung rasa malu oleh karena dosa-dosa kita. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Dia dipermalukan pada waktu itu; Dia begitu direndahkan dan dilecehkan oleh para tentara di Kalvari. Tidak hanya itu, "Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya." (Matius 27:30).
Jika kita mendapat malu karena sesama kita manusia, itu memang porsi kita. Tidak ada penghinaan yang akan pernah kita terima di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan rasa malu yang harus ditanggung Yesus ketika di kayu salib. Bahkan, "Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: 'Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!'" (Lukas 23:39). Jika begitu, seharusnya kita tidak perlu kaget ketika orang-orang dunia menolak kita saat kita bersaksi tentang Kristus; ini adalah bagian kita, orang-orang yang menjadi milikNya. Sangat disesalkan, sampai saat ini banyak orang Kristen yang enggan, malu dan secara terang-terangan tidak mau bersaksi tentang Kristus kepada orang lain dengan berbagai alasan: sibuk, tidak cakap bicara, takut ditolak atau ditertawakan. Seharusnya orang-orang dunialah yang merasa malu karena mereka belum diselamatkan. Hari ini kita diingatkan supaya kita tidak merasa malu ketika harus bersaksi tentang Tuhan Yesus, yang adalah satu-satunya Jalan dan Kebenaran dan Hidup; "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6b); Dia yang telah menghancurkan kematian dan telah membawa kehidupan dan kekekalan. Inilah penginjilan yang sejati.
Teladan Paulus: "...aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Petrus pun membicarakan penderitaan sebagai orang Kristen, "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. ...jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 Petrus 4:14, 16).
"...barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya..." Lukas 9:26
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ..." 2 Timotius 1:8
Ketika kita malu mengakui bahwa diri kita adalah pengikut Yesus, kita telah menyangkal bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita, yang telah menebus dosa-dosa kita. Ketika Yesus disalibkan Dia harus menanggung rasa malu oleh karena dosa-dosa kita. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Dia dipermalukan pada waktu itu; Dia begitu direndahkan dan dilecehkan oleh para tentara di Kalvari. Tidak hanya itu, "Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya." (Matius 27:30).
Jika kita mendapat malu karena sesama kita manusia, itu memang porsi kita. Tidak ada penghinaan yang akan pernah kita terima di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan rasa malu yang harus ditanggung Yesus ketika di kayu salib. Bahkan, "Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: 'Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!'" (Lukas 23:39). Jika begitu, seharusnya kita tidak perlu kaget ketika orang-orang dunia menolak kita saat kita bersaksi tentang Kristus; ini adalah bagian kita, orang-orang yang menjadi milikNya. Sangat disesalkan, sampai saat ini banyak orang Kristen yang enggan, malu dan secara terang-terangan tidak mau bersaksi tentang Kristus kepada orang lain dengan berbagai alasan: sibuk, tidak cakap bicara, takut ditolak atau ditertawakan. Seharusnya orang-orang dunialah yang merasa malu karena mereka belum diselamatkan. Hari ini kita diingatkan supaya kita tidak merasa malu ketika harus bersaksi tentang Tuhan Yesus, yang adalah satu-satunya Jalan dan Kebenaran dan Hidup; "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6b); Dia yang telah menghancurkan kematian dan telah membawa kehidupan dan kekekalan. Inilah penginjilan yang sejati.
Teladan Paulus: "...aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Petrus pun membicarakan penderitaan sebagai orang Kristen, "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. ...jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 Petrus 4:14, 16).
"...barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya..." Lukas 9:26
Sunday, December 16, 2012
HARAPAN MEMBUTUHKAN DASAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Desember 2012 -
Baca: 1 Korintus 15:12-34
"Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." 1 Korintus 15:20
Memiliki harapan tanpa disertai dengan dasar yang kuat tidak akan berarti apa-apa. Karena itu kita wajib mempercayai Allah yang telah membangkitkan Kristus dari kematian dan Dia akan membangkitkan kita juga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya." (Yohanes 11:25-26a).
Kita harus yakin terhadap harapan yang terberkati seperti tertulis: "supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:18-20). Ayub mempunyai sebuah dasar yaitu beriman kepada Tuhan, ketika sedang menderita dan merasa bahwa kematian akan segera datang. Ketika itu perasaan Ayub diliputi ketakutan, keputusasaan dan juga harapan, kesemuanya campur aduk menjadi satu. Ada waktu di mana terkesan bahwa Tuhan meninggalkannya, tetapi dia tetap percaya bahwa apa yang Tuhan perbuat tidak pernah salah dan Dia sangat mengasihi umatNya. Akhirnya apa yang Ayub harapkan untuk menjadi kenyataan pun terjadi sehingga ia dapat berkata, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Kesaksiannya, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5a). Dan, "Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;" (Ayub 42:12).
Banyak dari kita yang mungkin mengalami perasaan yang campur aduk seperti yang Ayub rasakan. Meski demikian, dalam situasi-situasi seperti itu, bagi kita yang hidup dekat dengan Tuhan akan menerima anugerah dan pengharapan. Kita yang percaya pada Kristus mendasarkan harapan kita pada satu kejadian nyata dalam sejarah KebangkitanNya.
Jika kita hidup bersama Kristus kita memiliki pengharapan yang pasti dan akan terberkati, walau secara manusia itu mustahil.
Baca: 1 Korintus 15:12-34
"Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." 1 Korintus 15:20
Memiliki harapan tanpa disertai dengan dasar yang kuat tidak akan berarti apa-apa. Karena itu kita wajib mempercayai Allah yang telah membangkitkan Kristus dari kematian dan Dia akan membangkitkan kita juga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya." (Yohanes 11:25-26a).
Kita harus yakin terhadap harapan yang terberkati seperti tertulis: "supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:18-20). Ayub mempunyai sebuah dasar yaitu beriman kepada Tuhan, ketika sedang menderita dan merasa bahwa kematian akan segera datang. Ketika itu perasaan Ayub diliputi ketakutan, keputusasaan dan juga harapan, kesemuanya campur aduk menjadi satu. Ada waktu di mana terkesan bahwa Tuhan meninggalkannya, tetapi dia tetap percaya bahwa apa yang Tuhan perbuat tidak pernah salah dan Dia sangat mengasihi umatNya. Akhirnya apa yang Ayub harapkan untuk menjadi kenyataan pun terjadi sehingga ia dapat berkata, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Kesaksiannya, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5a). Dan, "Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;" (Ayub 42:12).
Banyak dari kita yang mungkin mengalami perasaan yang campur aduk seperti yang Ayub rasakan. Meski demikian, dalam situasi-situasi seperti itu, bagi kita yang hidup dekat dengan Tuhan akan menerima anugerah dan pengharapan. Kita yang percaya pada Kristus mendasarkan harapan kita pada satu kejadian nyata dalam sejarah KebangkitanNya.
Jika kita hidup bersama Kristus kita memiliki pengharapan yang pasti dan akan terberkati, walau secara manusia itu mustahil.
Saturday, December 15, 2012
DIA MENJAGA HIDUP KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Desember 2012 -
Baca: Yesaya 49:8-26
"Maka engkau akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu." Yesaya 49:23b
Ayat nas menyatakan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan tidak akan mendapat malu. Ini menunjukkan betapa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan umatNya, sampai-sampai Dia menarik kita ke dalam penantian akan Dia melalui sebuah pernyataan yang meyakinkan yang takkan pernah lekang.
Banyak orang Kristen yang mengerti akan kebenaran ini, bahwa ketika kita berharap dan menanti-nantikan Tuhan, Dia tidak pernah mengecewakan. Ada berkat yang luar biasa disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia menanti-nantikan Dia. Namun kita tidak pernah sabar menantikan Tuhan. Ketika pertolonganNya belum datang kita sudah menyerah dan berpaling dari Dia. Kita maunya serba cepat dan instan. Dalam Habakuk 2:3 dikatakan, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Perhatikan doa Daud ini: "Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku; Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu; janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku." (Mazmur 25:1-2). Daud sangat percaya ketika ia datang kepada Tuhan dan berharap padaNya tidak akan pernah mendapat malu. Itu sangat terbukti betapa Daud beroleh pembelaan dari Tuhan di setiap pergumulan yang dia alami. Ketahuilah bahwa janji Tuhan 'ya' dan 'amin'. Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya. Itu sangat berbeda sekali dengan manusia, yang begitu mudah berjanji dan semudah itu pula mengingkarinya.
Mari belajar menanti-nantikan Tuhan di segala keadaan. Seperti mentari yang begitu setia memancarkan sinarnya di ufuk timur setiap pagi, yang menghadirkan kehangatan ke setiap helai dedaunan dan rerumputan, sama halnya Tuhan yang begitu setia menemui umatNya dalam kebesaran dan kelembutan kasihNya, kepada setiap anakNya yang setia menantikan Dia. Menanti-nantikan Tuhan berarti berjalan dalam kebenaran dan iman. Jika Tuhan belum menjawab doa-doa kita, jangan kecewa dan terpaku pada keadaan. Sebagai orang percaya, "...sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat," (2 Korintus 5:7).
Tuhan tahu keadaan kita karena Dia adalah Penjaga kita yang tidak pernah terlelap dan tertidur!
Baca: Yesaya 49:8-26
"Maka engkau akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu." Yesaya 49:23b
Ayat nas menyatakan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan tidak akan mendapat malu. Ini menunjukkan betapa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan umatNya, sampai-sampai Dia menarik kita ke dalam penantian akan Dia melalui sebuah pernyataan yang meyakinkan yang takkan pernah lekang.
Banyak orang Kristen yang mengerti akan kebenaran ini, bahwa ketika kita berharap dan menanti-nantikan Tuhan, Dia tidak pernah mengecewakan. Ada berkat yang luar biasa disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia menanti-nantikan Dia. Namun kita tidak pernah sabar menantikan Tuhan. Ketika pertolonganNya belum datang kita sudah menyerah dan berpaling dari Dia. Kita maunya serba cepat dan instan. Dalam Habakuk 2:3 dikatakan, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Perhatikan doa Daud ini: "Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku; Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu; janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku." (Mazmur 25:1-2). Daud sangat percaya ketika ia datang kepada Tuhan dan berharap padaNya tidak akan pernah mendapat malu. Itu sangat terbukti betapa Daud beroleh pembelaan dari Tuhan di setiap pergumulan yang dia alami. Ketahuilah bahwa janji Tuhan 'ya' dan 'amin'. Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya. Itu sangat berbeda sekali dengan manusia, yang begitu mudah berjanji dan semudah itu pula mengingkarinya.
Mari belajar menanti-nantikan Tuhan di segala keadaan. Seperti mentari yang begitu setia memancarkan sinarnya di ufuk timur setiap pagi, yang menghadirkan kehangatan ke setiap helai dedaunan dan rerumputan, sama halnya Tuhan yang begitu setia menemui umatNya dalam kebesaran dan kelembutan kasihNya, kepada setiap anakNya yang setia menantikan Dia. Menanti-nantikan Tuhan berarti berjalan dalam kebenaran dan iman. Jika Tuhan belum menjawab doa-doa kita, jangan kecewa dan terpaku pada keadaan. Sebagai orang percaya, "...sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat," (2 Korintus 5:7).
Tuhan tahu keadaan kita karena Dia adalah Penjaga kita yang tidak pernah terlelap dan tertidur!
Friday, December 14, 2012
CARA TUHAN AJAIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Desember 2012 -
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." 1 Raja-Raja 17:9
Ketika kekeringan dan kelaparan melanda negeri, Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke tepi sungai Kerit, bagian timur sungai Yordan. Di sana dia minum dari anak sungai, dan Tuhan memerintahkan burung gagak untuk memberinya makan. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (1 Raja-Raja 17:6). Namun beberapa waktu kemudian anak sungai tersebut kering karena tiada hujan.
Tuhan memerintahkan Elia pergi ke Sarfat di mana dia akan mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Elia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa janda yang seharusnya memberi dia makan keadaannya sangatlah miskin. Di sini kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di pikiran Tuhan. Secara manusia mustahil, bagaimana mungkin janda itu menyediakan makanan bagi Elia jika ia dan anaknya saja akan segera mati kelaparan? Janda itu berkata, "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja-Raja 17:12). Tuhan tahu pasti akan apa yang sedang diperbuatNya. Meskipun jalan-jalanNya tidak dapat kita mengerti, Dia meyakinkan kita bahwa segalanya akan berakhir untuk kebaikan kita jika kita mempercayaiNya. Alkitab mengatakan, "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33).
Apakah Elia patah semangat ketika dia tahu bahwa janda tersebut tidak mempunyai apa pun untuk dimakan? Tidak! Elia tetap mempercayai Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhan sanggup menyediakan. Lalu Elia meminta janda tersebut untuk membuat sebuah roti kecil baginya (Elia), baru kemudian membuat roti bagi dirinya dan anaknya. Mujizat pun terjadi! Ketika janda tersebut taat, tempayan yang berisi tepung tidak habis dan buli-buli yang berisi minyak tidak berhenti mengalir sampai hari di mana Tuhan menurunkan hujan di negeri itu.
Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan, Dia selalu punya cara dan jalan keajaiaban untuk menolong kita! Tugas kita adalah taat dan percaya saja!
Baca: 1 Raja-Raja 17:7-24
"Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." 1 Raja-Raja 17:9
Ketika kekeringan dan kelaparan melanda negeri, Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke tepi sungai Kerit, bagian timur sungai Yordan. Di sana dia minum dari anak sungai, dan Tuhan memerintahkan burung gagak untuk memberinya makan. "Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu." (1 Raja-Raja 17:6). Namun beberapa waktu kemudian anak sungai tersebut kering karena tiada hujan.
Tuhan memerintahkan Elia pergi ke Sarfat di mana dia akan mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Elia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa janda yang seharusnya memberi dia makan keadaannya sangatlah miskin. Di sini kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di pikiran Tuhan. Secara manusia mustahil, bagaimana mungkin janda itu menyediakan makanan bagi Elia jika ia dan anaknya saja akan segera mati kelaparan? Janda itu berkata, "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja-Raja 17:12). Tuhan tahu pasti akan apa yang sedang diperbuatNya. Meskipun jalan-jalanNya tidak dapat kita mengerti, Dia meyakinkan kita bahwa segalanya akan berakhir untuk kebaikan kita jika kita mempercayaiNya. Alkitab mengatakan, "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33).
Apakah Elia patah semangat ketika dia tahu bahwa janda tersebut tidak mempunyai apa pun untuk dimakan? Tidak! Elia tetap mempercayai Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhan sanggup menyediakan. Lalu Elia meminta janda tersebut untuk membuat sebuah roti kecil baginya (Elia), baru kemudian membuat roti bagi dirinya dan anaknya. Mujizat pun terjadi! Ketika janda tersebut taat, tempayan yang berisi tepung tidak habis dan buli-buli yang berisi minyak tidak berhenti mengalir sampai hari di mana Tuhan menurunkan hujan di negeri itu.
Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan, Dia selalu punya cara dan jalan keajaiaban untuk menolong kita! Tugas kita adalah taat dan percaya saja!
Thursday, December 13, 2012
TUHAN YANG MEMEGANG KENDALI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 103:1-22
"TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu." Mazmur 103:19
Melalui Alkitab kita bisa belajar tentang kekuasaan Tuhan. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan dan di luar kontrol Tuhan. Bahkan Tuhan Yesus menegaskan, "...tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang." (Lukas 21:18). Kita tidak perlu takut akan apa pun jua seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukuas 12:6-7). Tuhanlah yang memegang kendali hidup kita, dan "...yang memerintah dengan perkasa untuk selama-lamanya, yang mata-Nya mengawasi bangsa-bangsa. Pemberontak-pemberontak tidak dapat meninggikan diri." (Mazmur 66:7). Dia adalah Allah yang Mahakuasa; Dia adalah Allah yang berdaulat atas segalanya. Jangan pernah berpikir bahwa segala perkara terjadi di luar kendaliNya.
Untuk menghindari kegelisahan menyerang kita, kita harus ingat beberapa kebenaran tentang kedaulatan Tuhan atas kita: 1. Tuhan ada di mana saja. Daud berkata, "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" (Mazmur 139:7). Tidak ada satu tempat, meskipun kita merasa sendiri sekalipun, yang tidak bisa Tuhan jangkau. 2. Tuhan tahu segalanya. Dikatakan, "Tuhan memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi." (Mazmur 33:13-14). Jadi, Dia tahu seberapa buruknya keadaan kita, seberapa tidak enaknya perasaan kita. Karena itu jangan pernah berpikir bahwa Tuhan itu tidak peduli akan situasi yang kita hadapi. Mengapa kita harus gelisah? Kita tidak mengetahui tentang hari esok dan masa depan kita, tetapi Tuhan yang memegang masa depan itu. Tuhan tahu apa pun yang akan terjadi, Dia tahu persis apa yang menjadi kebutuhan kita. 3. Tuhan itu Mahakuasa. "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Memang, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26). Masihkah kita meragukan Dia? Perhatikan! Tuhan itu peduli akan masa depan kita dibanding diri kita sendiri.
"Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23b
Baca: Mazmur 103:1-22
"TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu." Mazmur 103:19
Melalui Alkitab kita bisa belajar tentang kekuasaan Tuhan. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan dan di luar kontrol Tuhan. Bahkan Tuhan Yesus menegaskan, "...tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang." (Lukas 21:18). Kita tidak perlu takut akan apa pun jua seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukuas 12:6-7). Tuhanlah yang memegang kendali hidup kita, dan "...yang memerintah dengan perkasa untuk selama-lamanya, yang mata-Nya mengawasi bangsa-bangsa. Pemberontak-pemberontak tidak dapat meninggikan diri." (Mazmur 66:7). Dia adalah Allah yang Mahakuasa; Dia adalah Allah yang berdaulat atas segalanya. Jangan pernah berpikir bahwa segala perkara terjadi di luar kendaliNya.
Untuk menghindari kegelisahan menyerang kita, kita harus ingat beberapa kebenaran tentang kedaulatan Tuhan atas kita: 1. Tuhan ada di mana saja. Daud berkata, "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?" (Mazmur 139:7). Tidak ada satu tempat, meskipun kita merasa sendiri sekalipun, yang tidak bisa Tuhan jangkau. 2. Tuhan tahu segalanya. Dikatakan, "Tuhan memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi." (Mazmur 33:13-14). Jadi, Dia tahu seberapa buruknya keadaan kita, seberapa tidak enaknya perasaan kita. Karena itu jangan pernah berpikir bahwa Tuhan itu tidak peduli akan situasi yang kita hadapi. Mengapa kita harus gelisah? Kita tidak mengetahui tentang hari esok dan masa depan kita, tetapi Tuhan yang memegang masa depan itu. Tuhan tahu apa pun yang akan terjadi, Dia tahu persis apa yang menjadi kebutuhan kita. 3. Tuhan itu Mahakuasa. "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Memang, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26). Masihkah kita meragukan Dia? Perhatikan! Tuhan itu peduli akan masa depan kita dibanding diri kita sendiri.
"Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23b
Wednesday, December 12, 2012
MENGAPA HARUS KUATIR?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2012 -
Baca: Matius 6:25-34
"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" Matius 6:25
Tiada seorang pun yang hidup tanpa kekhawatiran; tak satu pun kebal dari kekuatiran. Jika seseorang berkata bahwa dia tidak peduli akan apa pun di dunia ini, maka dia ada dalam penyangkalan. Yang menjadi pertanyaan: apa yang dapat kita lakukan dengan kekuatiran kita?
Sebelum kita belajar tentang kebenaran firman Tuhan dan mencari tahu apa yang dapat kita perbuat terhadap kekuatiran kita, kita perlu tahu sesuatu tentang kekuatiran itu sendiri. Kekuatiran adalah sebuah perasaan gelisah, ketakutan atau kengerian terhadap sesuatu yang belum terjadi. Perasaan-perasaan ini biasanya terkait dengan pikiran-pikiran negatif atas sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan. Merasa kuatir berarti merasa cemas, bingung dan pikirannya terbagi-bagi. Apa yang harus kita perbuat ketika rasa kuatir menyerang pikiran kita? Rasul Paulus menasihati, "... nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:6-7).
Sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak seharusnya merasa kuatir karena Tuhan, Allah kita sanggup memberkati dan menjaga kita. Ketika kita kuatir kita sedang berupaya memindahkan beban dari bahu Tuhan yang kuat ke bahu kita yang lemah. Mampukah kita? Tuhan bertanya, "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Tidak ada gunanya memelihara kekuatiran yang justru akan berdampak buruk terhadap diri kita sendiri. Ada tertulis: "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25); kekuatiran membuat kita kehilangan sukacita dan menderita sakit. Untuk menang terhadap kekuatiran, kita harus mempercayai Tuhan dengan segenap hati. Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Ketika dihadapkan pada kelemahan-kelemahan, setiap kita memiliki pilihan: menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan mempercayaiNya dengan sepenuh hati, atau berusaha mengatasi kekuatiran itu dengan usaha kita sendiri.
Tidak seharusnya kita mengeraskan hati dengan memikul beban dengan kekuatan sendiri dan tidak menyerahkannya kepada Tuhan!
Baca: Matius 6:25-34
"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" Matius 6:25
Tiada seorang pun yang hidup tanpa kekhawatiran; tak satu pun kebal dari kekuatiran. Jika seseorang berkata bahwa dia tidak peduli akan apa pun di dunia ini, maka dia ada dalam penyangkalan. Yang menjadi pertanyaan: apa yang dapat kita lakukan dengan kekuatiran kita?
Sebelum kita belajar tentang kebenaran firman Tuhan dan mencari tahu apa yang dapat kita perbuat terhadap kekuatiran kita, kita perlu tahu sesuatu tentang kekuatiran itu sendiri. Kekuatiran adalah sebuah perasaan gelisah, ketakutan atau kengerian terhadap sesuatu yang belum terjadi. Perasaan-perasaan ini biasanya terkait dengan pikiran-pikiran negatif atas sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan. Merasa kuatir berarti merasa cemas, bingung dan pikirannya terbagi-bagi. Apa yang harus kita perbuat ketika rasa kuatir menyerang pikiran kita? Rasul Paulus menasihati, "... nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:6-7).
Sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak seharusnya merasa kuatir karena Tuhan, Allah kita sanggup memberkati dan menjaga kita. Ketika kita kuatir kita sedang berupaya memindahkan beban dari bahu Tuhan yang kuat ke bahu kita yang lemah. Mampukah kita? Tuhan bertanya, "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Tidak ada gunanya memelihara kekuatiran yang justru akan berdampak buruk terhadap diri kita sendiri. Ada tertulis: "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25); kekuatiran membuat kita kehilangan sukacita dan menderita sakit. Untuk menang terhadap kekuatiran, kita harus mempercayai Tuhan dengan segenap hati. Rasul Petrus menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Ketika dihadapkan pada kelemahan-kelemahan, setiap kita memiliki pilihan: menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan mempercayaiNya dengan sepenuh hati, atau berusaha mengatasi kekuatiran itu dengan usaha kita sendiri.
Tidak seharusnya kita mengeraskan hati dengan memikul beban dengan kekuatan sendiri dan tidak menyerahkannya kepada Tuhan!
Tuesday, December 11, 2012
DASAR-DASAR PENGABDIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2012 -
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati." 2 Korintus 5:14
Ketika seseorang digerakkan oleh cinta, dia tidak dapat melepaskan diri darinya. Pengalaman cinta seperti itu akan membutakan dia, membuatnya tak berdaya. Cinta adalah dasar pengabdian. Tak seorang pun dapat mengabdikan diri tanpa merasakan cinta Tuhan. Sebelum seseorang dapat mengabdikan diri dia harus melihat cintaNya Tuhan terlebih dahulu. Percuma bicara tentang pengabdian jika cinta Tuhan belum dilihat. Pengabdian kepada Tuhan juga berdasar pada pengertian bahwa tubuh kita adalah bait Roh kudus: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20).
Banyak dari kita yang masih belum mengerti bahwa tubuh kita ini bukanlah milik kita sendiri. Namun pernyataan ini pastilah sangat dimengerti oleh orang-orang di Korintus, karena pada jaman kekaisaran Roma mereka mempunyai apa yang disebut sebagai pasar perdagangan manusia, di mana seseorang dapat membeli manusia lain layaknya membeli domba atau sapi. Jika seseorang memberi seorang manusia, sang pembeli menjadi tuan dan ia memiliki hak penuh atas diri manusia tersebut. Manusia yang dibeli tersebut pasti menjadi budak dari tuannya.
Dalam konteks yang sama, kita adalah budak Iblis, tetapi Tuhan telah menebus kita dengan harga yang sangat mahal. Tuhan memberikan nyawaNya sebagai tebusan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:23-24). Di satu sisi, atas nama cinta kita memilih melayani Tuhan; di sisi lain atas nama kebenaran, diri kita bukanlah milik kita sendiri.
Kita tidak punya hak lagi atas diri kita, karena itu kita wajib mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan!
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati." 2 Korintus 5:14
Ketika seseorang digerakkan oleh cinta, dia tidak dapat melepaskan diri darinya. Pengalaman cinta seperti itu akan membutakan dia, membuatnya tak berdaya. Cinta adalah dasar pengabdian. Tak seorang pun dapat mengabdikan diri tanpa merasakan cinta Tuhan. Sebelum seseorang dapat mengabdikan diri dia harus melihat cintaNya Tuhan terlebih dahulu. Percuma bicara tentang pengabdian jika cinta Tuhan belum dilihat. Pengabdian kepada Tuhan juga berdasar pada pengertian bahwa tubuh kita adalah bait Roh kudus: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20).
Banyak dari kita yang masih belum mengerti bahwa tubuh kita ini bukanlah milik kita sendiri. Namun pernyataan ini pastilah sangat dimengerti oleh orang-orang di Korintus, karena pada jaman kekaisaran Roma mereka mempunyai apa yang disebut sebagai pasar perdagangan manusia, di mana seseorang dapat membeli manusia lain layaknya membeli domba atau sapi. Jika seseorang memberi seorang manusia, sang pembeli menjadi tuan dan ia memiliki hak penuh atas diri manusia tersebut. Manusia yang dibeli tersebut pasti menjadi budak dari tuannya.
Dalam konteks yang sama, kita adalah budak Iblis, tetapi Tuhan telah menebus kita dengan harga yang sangat mahal. Tuhan memberikan nyawaNya sebagai tebusan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:23-24). Di satu sisi, atas nama cinta kita memilih melayani Tuhan; di sisi lain atas nama kebenaran, diri kita bukanlah milik kita sendiri.
Kita tidak punya hak lagi atas diri kita, karena itu kita wajib mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan!
Monday, December 10, 2012
HARUS ADA PENYANGKALAN DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2012 -
Baca: Lukas 9:22-27
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Lukas 9:23
Kita harus menginginkan Tuhan terlebih dahulu sebelum kita bisa mengikuti Dia. Jika kita memilih untuk mengikuti Dia kita harus siap untuk menyangkal diri. Tuhan Yesus sendiri harus menyangkal diri dan melakukan kehendak BapaNya. Sebagai laskar-laskar Kristus kita tidak akan bisa sepenuhnya mengikuti Dia kecuali kita mau menyangkal diri. Yesus telah meninggalkan teladan perihal ketaatanNya terhadap kehendak Bapa, "...bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Jika Yesus saja rela mati demi memenuhi kehendak BapaNya, demikian pulalah seharusnya kita. Pastinya kita tidak harus disalibkan, melainkan harus mematikan segala keinginan daging kita. Kita harus mematikan semua keinginan pribadi kita dalam perjalanan kita mengikut Dia. Dikatakan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Ketika berbicara tentang kematian Yesus, secara umum kita hanya berpikir tentang kematianNya di kayu salib; kematian fisik Yesus di kayu salib hanyalah hasil dari kematian atas keinginanNya di taman Getsemani.
Yesus Kristus menyerahkan keinginan dan kehendak pribadiNya kepada Bapa, dan sebagai gantinya tunduk melakukan keinginan Bapa. Karena kasihNya kepada kita Kristus rela membayar harga, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21); Dia yang datang dari Hadirat Allah dan merupakahn Allah sendiri harus dipisahkan dari Allah Bapa. Itulah sebabnya Ia berlutut dan berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42).
Dalam mengikut Tuhan, kita maunya yang enak-enak saja (berkat, kesembuhan, pemulihan), tapi kita tidak mau taat. Jika kita dimatikan disalibkan dari ambisi kedagingan kita, Roh Kudus akan memiliki kebebaskan untuk berjalan bersama kita dan membentuk kita sesuai kehendak dan rencanaNya. Karena itu orang Kristen, yang adalah pengikut Kristus, harus mau menyangkal diri, berserah penuh pada kehendak Tuhan dan meneladani Kristus dalam segala hal.
"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." Lukas 9:62
Baca: Lukas 9:22-27
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Lukas 9:23
Kita harus menginginkan Tuhan terlebih dahulu sebelum kita bisa mengikuti Dia. Jika kita memilih untuk mengikuti Dia kita harus siap untuk menyangkal diri. Tuhan Yesus sendiri harus menyangkal diri dan melakukan kehendak BapaNya. Sebagai laskar-laskar Kristus kita tidak akan bisa sepenuhnya mengikuti Dia kecuali kita mau menyangkal diri. Yesus telah meninggalkan teladan perihal ketaatanNya terhadap kehendak Bapa, "...bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Jika Yesus saja rela mati demi memenuhi kehendak BapaNya, demikian pulalah seharusnya kita. Pastinya kita tidak harus disalibkan, melainkan harus mematikan segala keinginan daging kita. Kita harus mematikan semua keinginan pribadi kita dalam perjalanan kita mengikut Dia. Dikatakan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Ketika berbicara tentang kematian Yesus, secara umum kita hanya berpikir tentang kematianNya di kayu salib; kematian fisik Yesus di kayu salib hanyalah hasil dari kematian atas keinginanNya di taman Getsemani.
Yesus Kristus menyerahkan keinginan dan kehendak pribadiNya kepada Bapa, dan sebagai gantinya tunduk melakukan keinginan Bapa. Karena kasihNya kepada kita Kristus rela membayar harga, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21); Dia yang datang dari Hadirat Allah dan merupakahn Allah sendiri harus dipisahkan dari Allah Bapa. Itulah sebabnya Ia berlutut dan berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42).
Dalam mengikut Tuhan, kita maunya yang enak-enak saja (berkat, kesembuhan, pemulihan), tapi kita tidak mau taat. Jika kita dimatikan disalibkan dari ambisi kedagingan kita, Roh Kudus akan memiliki kebebaskan untuk berjalan bersama kita dan membentuk kita sesuai kehendak dan rencanaNya. Karena itu orang Kristen, yang adalah pengikut Kristus, harus mau menyangkal diri, berserah penuh pada kehendak Tuhan dan meneladani Kristus dalam segala hal.
"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." Lukas 9:62
Sunday, December 9, 2012
PERDAMAIAN DENGAN ALLAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2012 -
Baca: Kolose 1:15-23
"sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." Kolose 1:22
Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena melalui karya kudusNya di atas kayu salib kita telah diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menyatakan, "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat," (Kolose 1:21). Tetapi syukur kepada Allah bahwa melalui kematianNya Dia telah mendamaikan kita dengan Bapa.
Kebiasaan manusia normal adalah berbeda. Allah telah memenangkan kita dengan kasihNya, menawarkan pengampunan dan pemulihan dalam persekutuan denganNya. Meski demikian ada satu persamaan antara penakluk dunia dengan Allah kita, yaitu penakluk dunia menginginkan penyerahan diri sepenuhnya dari pihak yang dikalahkan, demikian pula Allah ingin kita menyerah pasrah sepenuhnya kepadaNya. Dia hanya ingin kita hidup bergantung sepenuhnya kepadaNya dan anugerahNya. Sebenarnya kita lebih pantas mendapat hukuman daripada diberkati. Namun Dia Allah Mahapengasih yang menyelamatkan kita dari kemurkaan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga; supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya." (Efesus 1:3, 6).
Seringkali kita menyangka bahwa Tuhan mempunyai rancangan buruk bagi kita, sehingga kita tidak mempercayaiNya dan terus-menerus menolak keinginanNya. Tuhan ingin kita memiliki persekutuan erat denganNya. Daud melukiskan kedekatannya dengan Tuhan sebagai persekutuan paling membahagiakan di sepanjang hidupnya, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11). Persekutuan indah dengan Tuhan itulah yang membawa sukacita tersendiri. Inilah satu-satunya keilahian Tuhan yang benar dan memuaskan. Paulus mengatakan, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Dalam persekutuan yang berserah penuh ini tersimpan sebuah tujuan: masuk ke dalam alur utama tujuan Allah; kita akan pergi ke tempat di mana Tuhan berada.
Jangan pernah menjadi getir dalam menghadapi tantangan hidup ini, karena Tuhan akan memimpin kita untuk melaluinya.
Baca: Kolose 1:15-23
"sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." Kolose 1:22
Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena melalui karya kudusNya di atas kayu salib kita telah diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menyatakan, "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat," (Kolose 1:21). Tetapi syukur kepada Allah bahwa melalui kematianNya Dia telah mendamaikan kita dengan Bapa.
Kebiasaan manusia normal adalah berbeda. Allah telah memenangkan kita dengan kasihNya, menawarkan pengampunan dan pemulihan dalam persekutuan denganNya. Meski demikian ada satu persamaan antara penakluk dunia dengan Allah kita, yaitu penakluk dunia menginginkan penyerahan diri sepenuhnya dari pihak yang dikalahkan, demikian pula Allah ingin kita menyerah pasrah sepenuhnya kepadaNya. Dia hanya ingin kita hidup bergantung sepenuhnya kepadaNya dan anugerahNya. Sebenarnya kita lebih pantas mendapat hukuman daripada diberkati. Namun Dia Allah Mahapengasih yang menyelamatkan kita dari kemurkaan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga; supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya." (Efesus 1:3, 6).
Seringkali kita menyangka bahwa Tuhan mempunyai rancangan buruk bagi kita, sehingga kita tidak mempercayaiNya dan terus-menerus menolak keinginanNya. Tuhan ingin kita memiliki persekutuan erat denganNya. Daud melukiskan kedekatannya dengan Tuhan sebagai persekutuan paling membahagiakan di sepanjang hidupnya, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11). Persekutuan indah dengan Tuhan itulah yang membawa sukacita tersendiri. Inilah satu-satunya keilahian Tuhan yang benar dan memuaskan. Paulus mengatakan, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Dalam persekutuan yang berserah penuh ini tersimpan sebuah tujuan: masuk ke dalam alur utama tujuan Allah; kita akan pergi ke tempat di mana Tuhan berada.
Jangan pernah menjadi getir dalam menghadapi tantangan hidup ini, karena Tuhan akan memimpin kita untuk melaluinya.
Saturday, December 8, 2012
TIDAK AKAN GENTAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 47:1-10
"Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi." Mazmur 47:3
Kita harus bangga memiliki Allah yang hidup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, sebab Dia adalah Raja seluruh bumi. Jika Tuhan semesta alam menyeertai kita, tidak ada alasan bagi kita untuk takut dan tegar. Seringkali ketika menghadapi masalah dan tantangan dalam hidup, kita merasa sangat tak berdaya dan lemah. Memang, kita tidak akan mampu mengatasi situasi yang sedang kita hadapi dengan kekuatan sendiri. Mengapa pula kita harus menghadapi situasi yang sulit tersebut sendirian dan dengan kekuatan sendiri?? Alkitab menegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Bukankah kita memiliki Sang Penolong yang memiliki kuasa tak terbatas? Kita harus yakin bahwa Tuhan bukan hanya sebagai perlindungan dan kekuatan kita saja, tetapi Dia juga adalah penolong yang Mahahadir dalam setiap masalah dan pergumulan kita.
Janganlah lupa dengan kesadaran penuh bahwa di dalam diri kita ada Roh Kudus, Sang Penghibur, Penolong dan Penasihat kita. Kita boleh saja menghadapi pencobaan terbesar dalam hidup tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita mempunyai Roh Kudus yang selalu siap sedia menolong kita. Tidak perlu kuatir hari esok karena kita telah diperlengkapi oleh Roh Kudus untuk menghadapi masa depan. Tidak ada yang perlu ditakuti, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Roh Kudus selalu ada, beserta kita setiap saat, Penolong dan Penjaga kita. Mari selalu berpegang pada Roh Kudus.
Jika kita mengerti tentang kebenaran ini kita akan mampu berkata-kata seperti pemazmur, "Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4). Ini tentang hal-hal buruk yang terjadi di alam semesta. Kita mungkin tidak sedang berada di tengah-tengah bencana seperti itu, tetapi kita mungkin sedang menghadapi berbagai bencana lain di hidup kita. Apa pun yang terjadi, firman Tuhan menasihati kita untuk tidak takut. Tetapi jika kita mengalami ketakutan, apa yang harus kita lakukan?
Inilah yang dilakukan Daud, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5a
Baca: Mazmur 47:1-10
"Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi." Mazmur 47:3
Kita harus bangga memiliki Allah yang hidup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, sebab Dia adalah Raja seluruh bumi. Jika Tuhan semesta alam menyeertai kita, tidak ada alasan bagi kita untuk takut dan tegar. Seringkali ketika menghadapi masalah dan tantangan dalam hidup, kita merasa sangat tak berdaya dan lemah. Memang, kita tidak akan mampu mengatasi situasi yang sedang kita hadapi dengan kekuatan sendiri. Mengapa pula kita harus menghadapi situasi yang sulit tersebut sendirian dan dengan kekuatan sendiri?? Alkitab menegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Bukankah kita memiliki Sang Penolong yang memiliki kuasa tak terbatas? Kita harus yakin bahwa Tuhan bukan hanya sebagai perlindungan dan kekuatan kita saja, tetapi Dia juga adalah penolong yang Mahahadir dalam setiap masalah dan pergumulan kita.
Janganlah lupa dengan kesadaran penuh bahwa di dalam diri kita ada Roh Kudus, Sang Penghibur, Penolong dan Penasihat kita. Kita boleh saja menghadapi pencobaan terbesar dalam hidup tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita mempunyai Roh Kudus yang selalu siap sedia menolong kita. Tidak perlu kuatir hari esok karena kita telah diperlengkapi oleh Roh Kudus untuk menghadapi masa depan. Tidak ada yang perlu ditakuti, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Roh Kudus selalu ada, beserta kita setiap saat, Penolong dan Penjaga kita. Mari selalu berpegang pada Roh Kudus.
Jika kita mengerti tentang kebenaran ini kita akan mampu berkata-kata seperti pemazmur, "Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4). Ini tentang hal-hal buruk yang terjadi di alam semesta. Kita mungkin tidak sedang berada di tengah-tengah bencana seperti itu, tetapi kita mungkin sedang menghadapi berbagai bencana lain di hidup kita. Apa pun yang terjadi, firman Tuhan menasihati kita untuk tidak takut. Tetapi jika kita mengalami ketakutan, apa yang harus kita lakukan?
Inilah yang dilakukan Daud, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5a
Friday, December 7, 2012
LEBIH DARI PEMENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Kunci mengalami hidup berkemenangan adalah senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kemenangan ada di tangan Tuhan. "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:23-24). Bukan berarti tidak boleh melihat kenyataan. Kita dapat melihat kenyataan dan menghadapinya, tetapi jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang buruk yang terjadi. Kita dapat mengalahkan kenyataan-kenyataan buruk itu bukan dengan kekuatan atau logika kita, namun dengan memakai 'mata iman' sehingga di tengah situasi yang buruk sekalipun kita masih dapat melihat ada kemenangan dan hal-hal positif di sisi yang lain.
Iman dan pengakuan kita haruslah sejalan dengan firman Tuhan. Mata iman akan selalu memandang ke atas, kepada Tuhan dan kemenangan, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Iman tidak terpengaruh oleh apa yang terlihat oleh mata jasmani, sehingga jika kita diam dalam iman yang sejati, kita akan bisa menyatakan bahwa kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan menegaskan, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26).
Ini kehidupan Abraham, "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:19-21).
Iman dalam firman Tuhan tidak pernah memandang kenyataan-kenyataan yang dihadapi, melainkan mempercayai mujizat-mujizatNya.
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN." Amsal 21:31
Kunci mengalami hidup berkemenangan adalah senantiasa mengandalkan Tuhan di segala perkara. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kemenangan ada di tangan Tuhan. "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:23-24). Bukan berarti tidak boleh melihat kenyataan. Kita dapat melihat kenyataan dan menghadapinya, tetapi jangan sampai kita dikalahkan oleh situasi-situasi yang buruk yang terjadi. Kita dapat mengalahkan kenyataan-kenyataan buruk itu bukan dengan kekuatan atau logika kita, namun dengan memakai 'mata iman' sehingga di tengah situasi yang buruk sekalipun kita masih dapat melihat ada kemenangan dan hal-hal positif di sisi yang lain.
Iman dan pengakuan kita haruslah sejalan dengan firman Tuhan. Mata iman akan selalu memandang ke atas, kepada Tuhan dan kemenangan, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Iman tidak terpengaruh oleh apa yang terlihat oleh mata jasmani, sehingga jika kita diam dalam iman yang sejati, kita akan bisa menyatakan bahwa kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Tuhan menegaskan, "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26).
Ini kehidupan Abraham, "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:19-21).
Iman dalam firman Tuhan tidak pernah memandang kenyataan-kenyataan yang dihadapi, melainkan mempercayai mujizat-mujizatNya.
Thursday, December 6, 2012
HIDUP BENAR DI HADAPAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya senantiasa kudus dan terpisah dari hal-hal duniawi, atau bisa dikatakan hidup selaras dengan firmanNya. Karena itu kita harus menjaga seluruh roh, jiwa dan tubuh kita tanpa cacat cela setiap waktu dengan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca 1 Tesalonika 5:22).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, kehidupan kita harus benar-benar berubah. Perubahan itu harus tampak jelas. Kita harus mengubah diri dari tingkah laku kita yang lama dan hal-hal yang biasa kita lakukan, termasuk juga dalam hal berpikir, "...tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2), karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berjalan bersama Tuhan berarti hidup benar di hadapan Tuhan! Banyak orang berkata bahwa mereka sedang berjalan bersama Tuhan tapi tidak menjalani kehidupan sesuai standar Tuhan; mereka masih saja berkompromi dengan dosa. Satu-satunya yang membedakan mereka dengan orang-orang dunia adalah mereka pergi ke gereja setiap minggu, sedangkan orang-orang di luar Tuhan tidak. Berjalan bersama Tuhan juga berarti senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan secara terus menerus, menit demi menit dan hari demi hari sampai nafas kita yang terakhir. Itulah yang disebut konsistensi dan ketekunan!
Tidak hanya itu, kita juga harus selalu menyenangkan hati Tuhan dan berserah penuh kepada kehendakNya di setiap aspek kehidupan. Ini berarti kita memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan. Tidak peduli apa pun situasinya, kita tetap percaya kepada Tuhan dan melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu rasul Paulus mengingatkan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Koreksi diri sendiri, jangan melihat keberadaan orang lain.
Saat kita mulai belajar tentang Tuhan dan apa yang Dia inginkan, kita bisa berjalan maju bersamaNya dan menjaga hidup tetap suci, atau kita tetap tinggal dan menjadi stagnan.
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya senantiasa kudus dan terpisah dari hal-hal duniawi, atau bisa dikatakan hidup selaras dengan firmanNya. Karena itu kita harus menjaga seluruh roh, jiwa dan tubuh kita tanpa cacat cela setiap waktu dengan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan (baca 1 Tesalonika 5:22).
Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, kehidupan kita harus benar-benar berubah. Perubahan itu harus tampak jelas. Kita harus mengubah diri dari tingkah laku kita yang lama dan hal-hal yang biasa kita lakukan, termasuk juga dalam hal berpikir, "...tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2), karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berjalan bersama Tuhan berarti hidup benar di hadapan Tuhan! Banyak orang berkata bahwa mereka sedang berjalan bersama Tuhan tapi tidak menjalani kehidupan sesuai standar Tuhan; mereka masih saja berkompromi dengan dosa. Satu-satunya yang membedakan mereka dengan orang-orang dunia adalah mereka pergi ke gereja setiap minggu, sedangkan orang-orang di luar Tuhan tidak. Berjalan bersama Tuhan juga berarti senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan secara terus menerus, menit demi menit dan hari demi hari sampai nafas kita yang terakhir. Itulah yang disebut konsistensi dan ketekunan!
Tidak hanya itu, kita juga harus selalu menyenangkan hati Tuhan dan berserah penuh kepada kehendakNya di setiap aspek kehidupan. Ini berarti kita memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan. Tidak peduli apa pun situasinya, kita tetap percaya kepada Tuhan dan melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu rasul Paulus mengingatkan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Koreksi diri sendiri, jangan melihat keberadaan orang lain.
Saat kita mulai belajar tentang Tuhan dan apa yang Dia inginkan, kita bisa berjalan maju bersamaNya dan menjaga hidup tetap suci, atau kita tetap tinggal dan menjadi stagnan.
Wednesday, December 5, 2012
BERJALAN BERSAMA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2012 -
Baca: Kejadian 5:1-32
"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." Kejadian 5:22, 24
Berjalan bersama Tuhan berarti hidup dalam hadirat Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kita wajib mematuhi segala arahan Roh Kudus dan mengkhususkan hidup kita bagi rancangan Tuhan. Jika kita berjalan bersama Tuhan berarti kita melayaniNya dengan segenap keberadaan hidup kita sehingga kita berkenan kepadaNya.
Sebagai pengikut Kristus kita perlu memberikan contoh pelayanan sejati kepada Tuhan melalui pengabdian kita kepadaNya, dan melalui pelayanan kita terhadap sesama. Jadi berjalan bersama Tuhan tidak hanya melayaniNya tetapi juga melayani jiwa-jiwa sehingga hidup kita menjadi kesaksian. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Seringkali bila orang Kristen meminta kepada saudara seiman dijawab demikian, "Berdoalah! Dia pasti menyediakan yang kauperlukan." tapi tidak tergerak hati menolong. "Apakah gunanya, ..., jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: 'Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:14-17).
Mengasihi Tuhan harus dibuktikan dengan ketaatan! Jika kita mau berjalan bersama Tuhan kita juga harus setia melakukan semua kehendakNya, termasuk menolong sesama yang membutuhkan. Bukan hanya melayani dengan perkataan 'rohani' saja, tetapi kita juga harus mewujudkannya dalam perbuatan. Egoisme harus kita buang. Kita tidak akan dapat berjalan melekat dengan Bapa jika kita tidak memprioritaskan hidup kita bagi Tuhan dan sesama.
Berkomitmenlah melakukan kehendak Tuhan dengan sungguh, bukan menuruti kehendak diri sendiri!
Baca: Kejadian 5:1-32
"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." Kejadian 5:22, 24
Berjalan bersama Tuhan berarti hidup dalam hadirat Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kita wajib mematuhi segala arahan Roh Kudus dan mengkhususkan hidup kita bagi rancangan Tuhan. Jika kita berjalan bersama Tuhan berarti kita melayaniNya dengan segenap keberadaan hidup kita sehingga kita berkenan kepadaNya.
Sebagai pengikut Kristus kita perlu memberikan contoh pelayanan sejati kepada Tuhan melalui pengabdian kita kepadaNya, dan melalui pelayanan kita terhadap sesama. Jadi berjalan bersama Tuhan tidak hanya melayaniNya tetapi juga melayani jiwa-jiwa sehingga hidup kita menjadi kesaksian. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Seringkali bila orang Kristen meminta kepada saudara seiman dijawab demikian, "Berdoalah! Dia pasti menyediakan yang kauperlukan." tapi tidak tergerak hati menolong. "Apakah gunanya, ..., jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: 'Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:14-17).
Mengasihi Tuhan harus dibuktikan dengan ketaatan! Jika kita mau berjalan bersama Tuhan kita juga harus setia melakukan semua kehendakNya, termasuk menolong sesama yang membutuhkan. Bukan hanya melayani dengan perkataan 'rohani' saja, tetapi kita juga harus mewujudkannya dalam perbuatan. Egoisme harus kita buang. Kita tidak akan dapat berjalan melekat dengan Bapa jika kita tidak memprioritaskan hidup kita bagi Tuhan dan sesama.
Berkomitmenlah melakukan kehendak Tuhan dengan sungguh, bukan menuruti kehendak diri sendiri!
Tuesday, December 4, 2012
KISAH NEBUKADNEZAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2012 -
Baca: Daniel 4:1-37
"Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" Daniel 4:30
"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Firman Tuhan benar dan tidak pernah salah. Raja Nebukadnezar memiliki kekuasaan, keagungan dan kebesaran, tetapi dia lupa darimana semuanya itu berasal.
Suatu ketika raja sedang berjalan-jalan di atap istana raja Babel dan ia berkata, "Bukankah ini Babel yang besar? Aku telah membangunnya sebagai kediaman kerajaan dengan kekuatan kuasa saya dan untuk kemuliaan keagungan saya." Kata-kata itu masih dibibirnya ketika terdengar suara dari surga, "Kepadamu dinyatakan, ya raja Nebukadnezar, bahwa kerajaan telah beralih dari padamu; engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:31-32). Dan apa yang telah difirmankan kepada Nebukadnezar itu pun terjadi, dia diusir oleh orang-orang dan makan rumput seperti sapi. Tubuhnya basah dengan embun dan langit, sampai rambutnya tumbuh seperti bulu elang dan kukunya seperti cakar burung.
Pada akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya; selama ini ia begitu sombong dan mengandalkan apa yang dimilikinya: kekayaan, kekuasaan, kebesaran, takhta. Lalu ia pun menengadah ke langit dan mengakui kebesaran Tuhan: hanya Tuhanlah yang mahatinggi, layak dipuji, dihormati dan dimuliakan. Sungguh, di hadapan Tuhan ia tidak berarti apa-apa. Tuhan pun berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Padahal selama ini Nebukadnezar telah diingatkan dan ditegur Tuhan melalui mimpi, tapi dia bergeming dan tetap saja meninggikan dirinya hingga Tuhan bertindak dan merendahkannya. Kemudian dia pun berkata, "Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak." (Daniel 4:37).
Segala yang kita miliki (harta kekayaan, jabatan, pangkat) datangnya dari Tuhan; Dia adalah Pribadi tunggal yang mengontrol segala keadaan kita.
Baca: Daniel 4:1-37
"Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?" Daniel 4:30
"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Firman Tuhan benar dan tidak pernah salah. Raja Nebukadnezar memiliki kekuasaan, keagungan dan kebesaran, tetapi dia lupa darimana semuanya itu berasal.
Suatu ketika raja sedang berjalan-jalan di atap istana raja Babel dan ia berkata, "Bukankah ini Babel yang besar? Aku telah membangunnya sebagai kediaman kerajaan dengan kekuatan kuasa saya dan untuk kemuliaan keagungan saya." Kata-kata itu masih dibibirnya ketika terdengar suara dari surga, "Kepadamu dinyatakan, ya raja Nebukadnezar, bahwa kerajaan telah beralih dari padamu; engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!" (Daniel 4:31-32). Dan apa yang telah difirmankan kepada Nebukadnezar itu pun terjadi, dia diusir oleh orang-orang dan makan rumput seperti sapi. Tubuhnya basah dengan embun dan langit, sampai rambutnya tumbuh seperti bulu elang dan kukunya seperti cakar burung.
Pada akhirnya Nebukadnezar menyadari kesalahannya; selama ini ia begitu sombong dan mengandalkan apa yang dimilikinya: kekayaan, kekuasaan, kebesaran, takhta. Lalu ia pun menengadah ke langit dan mengakui kebesaran Tuhan: hanya Tuhanlah yang mahatinggi, layak dipuji, dihormati dan dimuliakan. Sungguh, di hadapan Tuhan ia tidak berarti apa-apa. Tuhan pun berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Padahal selama ini Nebukadnezar telah diingatkan dan ditegur Tuhan melalui mimpi, tapi dia bergeming dan tetap saja meninggikan dirinya hingga Tuhan bertindak dan merendahkannya. Kemudian dia pun berkata, "Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak." (Daniel 4:37).
Segala yang kita miliki (harta kekayaan, jabatan, pangkat) datangnya dari Tuhan; Dia adalah Pribadi tunggal yang mengontrol segala keadaan kita.
Monday, December 3, 2012
KEKUATAN MANUSIA ADALAH SIA-SIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 7:17-42
"Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya." Kisah 7:22
Tuhan dapat melakukan segala hal dan rencana-Nya tidak pernah gagal (baca Ayub 42:2). Begitu pula dengan rencana Tuhan bagi hidup Musa, yaitu membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Apa pun yang terjadi kepada Musa sewaktu ia masih bayi, Tuhan telah menyelamatkannya. Ketika itu, raja Mesir (Firaun) memberi perintah kepada para bidan Mesir, "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16-17), dan ia juga memerintahkan kepada semua orang Mesir untuk membuat setiap bayi laki-laki Ibrani yang baru lahir ke dalam Sungai Nil.
Musa adalah bayi yang sehat dan ibunya menyembunyikan dia selama tiga bulan, "Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;" (Keluaran 2:3). Bukanlah sebuah kebetulan jika putri Firaun mandi di sungai Nil dan melihat keranjang bayi Musa. Kemudian ia menyuruh budak perempuannya mengambil keranjang itu. Akhirnya Musa diangkat menjadi anak dari putri Firaun. Musa pun dibesarkan sebagai cucu Firaun, belajar di sekolah terbaik, dilatih memimpin tentara Mesir dan namanya terkenal di seluruh tanah Mesir. "Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka" (Keluaran 2:11). Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:9-19).
Walaupun Musa dididik dalam segala hikmat Mesir, ucapan dan perbuatannya sangat berkuasa, namun dia merasa tidak sanggup melakukan perintah Tuhan: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Musa menyadari kekuatannya sangat terbatas, dirinya bukanlah 'siapa-siapa'.
Tanpa Tuhan bersama kita, pengetahuan dan kemampuan kita tidak akan berguna dalam menyelamatkan umat Tuhan.
Baca: Kisah Para Rasul 7:17-42
"Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya." Kisah 7:22
Tuhan dapat melakukan segala hal dan rencana-Nya tidak pernah gagal (baca Ayub 42:2). Begitu pula dengan rencana Tuhan bagi hidup Musa, yaitu membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Apa pun yang terjadi kepada Musa sewaktu ia masih bayi, Tuhan telah menyelamatkannya. Ketika itu, raja Mesir (Firaun) memberi perintah kepada para bidan Mesir, "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." (Keluaran 1:16-17), dan ia juga memerintahkan kepada semua orang Mesir untuk membuat setiap bayi laki-laki Ibrani yang baru lahir ke dalam Sungai Nil.
Musa adalah bayi yang sehat dan ibunya menyembunyikan dia selama tiga bulan, "Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;" (Keluaran 2:3). Bukanlah sebuah kebetulan jika putri Firaun mandi di sungai Nil dan melihat keranjang bayi Musa. Kemudian ia menyuruh budak perempuannya mengambil keranjang itu. Akhirnya Musa diangkat menjadi anak dari putri Firaun. Musa pun dibesarkan sebagai cucu Firaun, belajar di sekolah terbaik, dilatih memimpin tentara Mesir dan namanya terkenal di seluruh tanah Mesir. "Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka" (Keluaran 2:11). Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." (Keluaran 3:9-19).
Walaupun Musa dididik dalam segala hikmat Mesir, ucapan dan perbuatannya sangat berkuasa, namun dia merasa tidak sanggup melakukan perintah Tuhan: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Musa menyadari kekuatannya sangat terbatas, dirinya bukanlah 'siapa-siapa'.
Tanpa Tuhan bersama kita, pengetahuan dan kemampuan kita tidak akan berguna dalam menyelamatkan umat Tuhan.
Sunday, December 2, 2012
KEBANGGAAN DIRI SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2012 -
Baca: Obaja 1:1-21
"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman TUHAN." Obaja 1:4
Di zaman sekarang ini rasa bangga terhadap diri sendiri telah merasuki banyak orang. Mereka yang berhasil di berbagai aspek terlalu bangga akan dirinya sendiri: bangga terhadap kekayaannya, uangnya, jabatannya dan sebagainya. Ternyata kebanggaan ini tidak hanya terjadi pada orang-orang di luar Tuhan tetapi juga melanda banyak orang percaya, bahkan tidak sedikit para pelayan Tuhan kini juga merasa diri begitu penting dan populair. Manusia seringkali lupa bahwa semua yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan. Daud, meski sebagai raja, sangat sadar dan tidak lupa akan hal ini sehingga ia pun mengakuinya, "Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Kita menjumpai banyak orang yang setelah berhasil dan terkenal dengan mudahnya berubah hati, yang dahulu begitu baik, rendah hati, ramah, sekarang berubah menjadi kasar dan sombong. Cara berjalan sudah beda, tidak lagi ramah, dan dalam berteman pun pilih-pilih, kalau tidak 'se-level' jangan harap bisa dekat! Yang sangat disesalkan, banyak hamba Tuhan juga turut hanyut dalam keangkuhan ini, lebih-lebih yang pelayanannya sudah 'besar' dan dipakai Tuhan secara luar biasa dengan berbagai karunia yang dimiliki seperti bernubuat, menyembuhkan orang sakit dan lain-lain; merasa gerejanya paling besar dan diberkati dengan jumlah jemaat yang ribuan dan sebagainya. Kita lupa bahwa apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil jika Tuhan tidak turut bekerja di dalamnya. Kita ini hanyalah 'hamba', tugas kita adalah melayani, bukan dilayani! Jangan sampai kita sombong, apalagi mencari pujian hormat bagi diri sendiri.
Berhati-hatilah! "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman Tuhan. Jika malam-malam pencuri atau perampok datang kepadamu -betapa engkau dibinasakannya- bukankah mereka akan mencuri seberapa yang diperlukannya?" (Obaja 1:4-5).
Jangan membanggakan diri, sebab di luar perlindungan Tuhan kita tidak akan mampu menyelamatkan diri sendiri.
Baca: Obaja 1:1-21
"Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman TUHAN." Obaja 1:4
Di zaman sekarang ini rasa bangga terhadap diri sendiri telah merasuki banyak orang. Mereka yang berhasil di berbagai aspek terlalu bangga akan dirinya sendiri: bangga terhadap kekayaannya, uangnya, jabatannya dan sebagainya. Ternyata kebanggaan ini tidak hanya terjadi pada orang-orang di luar Tuhan tetapi juga melanda banyak orang percaya, bahkan tidak sedikit para pelayan Tuhan kini juga merasa diri begitu penting dan populair. Manusia seringkali lupa bahwa semua yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan. Daud, meski sebagai raja, sangat sadar dan tidak lupa akan hal ini sehingga ia pun mengakuinya, "Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!" (1 Tawarikh 29:11).
Kita menjumpai banyak orang yang setelah berhasil dan terkenal dengan mudahnya berubah hati, yang dahulu begitu baik, rendah hati, ramah, sekarang berubah menjadi kasar dan sombong. Cara berjalan sudah beda, tidak lagi ramah, dan dalam berteman pun pilih-pilih, kalau tidak 'se-level' jangan harap bisa dekat! Yang sangat disesalkan, banyak hamba Tuhan juga turut hanyut dalam keangkuhan ini, lebih-lebih yang pelayanannya sudah 'besar' dan dipakai Tuhan secara luar biasa dengan berbagai karunia yang dimiliki seperti bernubuat, menyembuhkan orang sakit dan lain-lain; merasa gerejanya paling besar dan diberkati dengan jumlah jemaat yang ribuan dan sebagainya. Kita lupa bahwa apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil jika Tuhan tidak turut bekerja di dalamnya. Kita ini hanyalah 'hamba', tugas kita adalah melayani, bukan dilayani! Jangan sampai kita sombong, apalagi mencari pujian hormat bagi diri sendiri.
Berhati-hatilah! "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, - demikianlah firman Tuhan. Jika malam-malam pencuri atau perampok datang kepadamu -betapa engkau dibinasakannya- bukankah mereka akan mencuri seberapa yang diperlukannya?" (Obaja 1:4-5).
Jangan membanggakan diri, sebab di luar perlindungan Tuhan kita tidak akan mampu menyelamatkan diri sendiri.
Saturday, December 1, 2012
TUHAN ADALAH PENOLONG SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 146:1-10
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya:" Mazmur 146:5
Setiap orang mempunyai masalah, tetapi Alkitab mengajarkan untuk tetap bersukacita daripada merasa takut dan kuatir, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:4-6).
Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita dibelenggu oleh kekuatiran akan segala sesuatu, sebab kita memiliki Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Dia pasti sanggup menyediakan apa yang kita perlukan dan memelihara kita di segala keadaan: "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ketika kita sakit Tuhan akan menjadi penyembuh kita, sebab "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b); Ketika kita berada di dalam pergumulan yang berat Tuhan akan menjadi penolong dan sanggup memberikan jalan keluar yang terbaik; ketika kita sedih dan berduka Roh Kudus akan menghibur dan menguatkan kita.
Alkitab menegaskan bahwa "...Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:8, 10), sehingga Tuhan akan membuat kita menjadi kaya dalam segala hal, tetapi dengan maksud bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan supaya kita bisa berbagi dengan orang lain alias menjadi berkat. Meski demikian Tuhan tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk bergantung dan berharap kepada manusia, "sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 108:12). Jika kita percaya dan mengandalkan kepada manusia kita akan kecewa sebab mereka tidak akan memikirkan dan mempedulikan kita. Adalah "Lebih baik berlindung pada Tuhan dari pada percaya kepada manusia." (Mazmur 118:8), sebab dari Tuhanlah pertolongan itu datang!
"Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'" Yesaya 41:13
Baca: Mazmur 146:1-10
"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya:" Mazmur 146:5
Setiap orang mempunyai masalah, tetapi Alkitab mengajarkan untuk tetap bersukacita daripada merasa takut dan kuatir, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:4-6).
Sebagai anak-anak Tuhan tidak seharusnya kita dibelenggu oleh kekuatiran akan segala sesuatu, sebab kita memiliki Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Dia pasti sanggup menyediakan apa yang kita perlukan dan memelihara kita di segala keadaan: "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Ketika kita sakit Tuhan akan menjadi penyembuh kita, sebab "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b); Ketika kita berada di dalam pergumulan yang berat Tuhan akan menjadi penolong dan sanggup memberikan jalan keluar yang terbaik; ketika kita sedih dan berduka Roh Kudus akan menghibur dan menguatkan kita.
Alkitab menegaskan bahwa "...Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:8, 10), sehingga Tuhan akan membuat kita menjadi kaya dalam segala hal, tetapi dengan maksud bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan supaya kita bisa berbagi dengan orang lain alias menjadi berkat. Meski demikian Tuhan tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk bergantung dan berharap kepada manusia, "sebab sia-sia penyelamatan dari manusia." (Mazmur 108:12). Jika kita percaya dan mengandalkan kepada manusia kita akan kecewa sebab mereka tidak akan memikirkan dan mempedulikan kita. Adalah "Lebih baik berlindung pada Tuhan dari pada percaya kepada manusia." (Mazmur 118:8), sebab dari Tuhanlah pertolongan itu datang!
"Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'" Yesaya 41:13
Friday, November 30, 2012
RAHASIA KEBERHASILAN ABRAHAM (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2012 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu." Galatia 3:9
Abraham tidak hanya mengalami berkat-berkat rohani dari Tuhan, tapi juga diberkati dengan berkat jasmani (harta) yang melimpah oleh karena ketaatannya. Apa yang dialami oleh Abraham ini dapat pula kita alami. Tertulis: "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).
Kita yang ada di dalam Kristus, seperti yang dikatakan firman Tuhan, berhak juga atas segala berkat dan janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Selama kita masih bersahabat dengan dunia ini, berkompromi dengan dosa dan hidup dalam ketidaktaatan, berkat dan janji Tuhan itu hanya akan menjadi khayalan semata. Karena itu kita perlu belajar dari kehidupan Abraham ini supaya berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham tersebut juga kita terima secara nyata dalam hidup ini.
Kedua, Abraham sangat mengasihi Tuhan; ia menempatkan Tuhan lebih dari segalanya. Di mana pun bertemu dengan Tuhan, Abraham selalu mendirikan mezbah bagiNya. Mezbah berbicara tentang ibadah. Jadi "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh ataukah kita melakukan ibadah hanya sebatas aktivitas rutin belaka? Setidaknya ada empat mezbah yang didirikan oleh Abraham: mezbah yang didirikan di Sikhem (baca Kejadian 12:7), mezbah di dekat Betel (baca Kejadian 12:8), mezbah di dekat Hebron (baca Kejadian 13:18) dan juga mezbah di gunung Moria (baca Kejadian 22:9). Tidak hanya itu, ia pun rela mempersembahkan anak yang sangat dikasihinya (Ishak) ketika Tuhan memintanya.
Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya, "...serta diberkati Tuhan dalam segala hal." (Kejadian 24:1), karena ia taat dan mengasihi Tuhan lebih dari apa pun.
Baca: Galatia 3:1-14
"Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu." Galatia 3:9
Abraham tidak hanya mengalami berkat-berkat rohani dari Tuhan, tapi juga diberkati dengan berkat jasmani (harta) yang melimpah oleh karena ketaatannya. Apa yang dialami oleh Abraham ini dapat pula kita alami. Tertulis: "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).
Kita yang ada di dalam Kristus, seperti yang dikatakan firman Tuhan, berhak juga atas segala berkat dan janji Tuhan. Namun Alkitab dengan tegas menyatakan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Selama kita masih bersahabat dengan dunia ini, berkompromi dengan dosa dan hidup dalam ketidaktaatan, berkat dan janji Tuhan itu hanya akan menjadi khayalan semata. Karena itu kita perlu belajar dari kehidupan Abraham ini supaya berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham tersebut juga kita terima secara nyata dalam hidup ini.
Kedua, Abraham sangat mengasihi Tuhan; ia menempatkan Tuhan lebih dari segalanya. Di mana pun bertemu dengan Tuhan, Abraham selalu mendirikan mezbah bagiNya. Mezbah berbicara tentang ibadah. Jadi "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8).
Sudahkah kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh ataukah kita melakukan ibadah hanya sebatas aktivitas rutin belaka? Setidaknya ada empat mezbah yang didirikan oleh Abraham: mezbah yang didirikan di Sikhem (baca Kejadian 12:7), mezbah di dekat Betel (baca Kejadian 12:8), mezbah di dekat Hebron (baca Kejadian 13:18) dan juga mezbah di gunung Moria (baca Kejadian 22:9). Tidak hanya itu, ia pun rela mempersembahkan anak yang sangat dikasihinya (Ishak) ketika Tuhan memintanya.
Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya, "...serta diberkati Tuhan dalam segala hal." (Kejadian 24:1), karena ia taat dan mengasihi Tuhan lebih dari apa pun.
Thursday, November 29, 2012
RAHASIA KEBERHASILAN ABRAHAM (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2012 -
Baca: Kejadian 13:1-18
"sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." Kejadian 13:15
Siapa diantara kita yang mau hidup pas-pasan, gagal dan tidak diberkati? Tak seorang pun. Sebaliknya jika ditanya siapa yang ingin hidupnya berhasil dan diberkati Tuhan? Dengan serempak semua orang pasti akan mengangkat tangan. Memang, hidup yang berhasil dan diberkati adalah dambaan setiap orang. Namun untuk mencapai goal itu ada langkah-langkah yang harus kita kerjakan, dalam bahasa rohaninya 'ada harga yang harus kita bayar'. Semua langkah-langkah itu sudah tertulis secara terperinci di dalam Alkitab, namun seringkali kita abaikan. Salah satunya: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Seringkali kita menuntut Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita sendiri tidak mengutamakan Kerajaan Allah dan keberadaannya; kita tidak mau bayar harga!
Abraham adalah contoh orang yang sangat berhasil dan diberkati Tuhan. Ia mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya secara luar biasa; bukan hanya diberkati, tapi Abraham juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Abraham disebut sebagai sahabat Allah (baca Yakobus 2:23). Ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat karib dengan Abraham. Alkitab menyatakan bahwa jika Tuhan karib dengan seseorang, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Mengapa Tuhan sangat memberkati Abraham dan menjadikan dia begitu spesial? Pertama, karena Abraham adalah orang yang taat. Ketaatan adalah langkah untuk menikmati berkat Tuhan. Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Kita tahu bahwa orang-orang di daerah asal Abraham dan termasuk sanak saudaranya adalah para penyembah berhala. Karena itu Tuhan memerintahkan Abraham untuk memisahkan diri dari mereka, dan ia pun taat kepada perintah Tuhan.
Ketaatan Abraham meninggalkan negerinya dan juga keluarganya, walaupun ia belum tahu persis ke mana harus pergi, adalah bukti betapa ia sangat percaya kepada Tuhan. Ini adalah iman! Iman yang disertai dengan perbuatan inilah iman yang hidup, percaya walaupun secara kasat mata belum melihat! (Bersambung)
Baca: Kejadian 13:1-18
"sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." Kejadian 13:15
Siapa diantara kita yang mau hidup pas-pasan, gagal dan tidak diberkati? Tak seorang pun. Sebaliknya jika ditanya siapa yang ingin hidupnya berhasil dan diberkati Tuhan? Dengan serempak semua orang pasti akan mengangkat tangan. Memang, hidup yang berhasil dan diberkati adalah dambaan setiap orang. Namun untuk mencapai goal itu ada langkah-langkah yang harus kita kerjakan, dalam bahasa rohaninya 'ada harga yang harus kita bayar'. Semua langkah-langkah itu sudah tertulis secara terperinci di dalam Alkitab, namun seringkali kita abaikan. Salah satunya: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Seringkali kita menuntut Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita sendiri tidak mengutamakan Kerajaan Allah dan keberadaannya; kita tidak mau bayar harga!
Abraham adalah contoh orang yang sangat berhasil dan diberkati Tuhan. Ia mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya secara luar biasa; bukan hanya diberkati, tapi Abraham juga menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Abraham disebut sebagai sahabat Allah (baca Yakobus 2:23). Ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat karib dengan Abraham. Alkitab menyatakan bahwa jika Tuhan karib dengan seseorang, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Mengapa Tuhan sangat memberkati Abraham dan menjadikan dia begitu spesial? Pertama, karena Abraham adalah orang yang taat. Ketaatan adalah langkah untuk menikmati berkat Tuhan. Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Kita tahu bahwa orang-orang di daerah asal Abraham dan termasuk sanak saudaranya adalah para penyembah berhala. Karena itu Tuhan memerintahkan Abraham untuk memisahkan diri dari mereka, dan ia pun taat kepada perintah Tuhan.
Ketaatan Abraham meninggalkan negerinya dan juga keluarganya, walaupun ia belum tahu persis ke mana harus pergi, adalah bukti betapa ia sangat percaya kepada Tuhan. Ini adalah iman! Iman yang disertai dengan perbuatan inilah iman yang hidup, percaya walaupun secara kasat mata belum melihat! (Bersambung)
Wednesday, November 28, 2012
SAAT TAK BERDAYA, KUASA TUHAN NYATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2012 -
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." 2 Korintus 12:10
Pada umumnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk membanggakan dirinya atau bermegah karena memiliki kelebihan dibandingkan orang lain: merasa berhasil, kuat, pintar, kaya, tampan, cantik, terkenal dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita merasa bahwa kita tidak memerlukan Tuhan. Berhati-hatilah!
Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang," (Wahyu 3:17). Mari kita belajar dari sikap Rasul Paulus: "...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus," (Galatia 6:14). Sesungguhnya Rasul Paulus memiliki alasan yang kuat untuk bermegah karena ia adalah orang yang cerdas dan pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa, tetapi ia tidak pernah membanggakan itu semua. Rasul Paulus lebih senang dan rela di dalam kelemahan. Mengapa? Sebab di saat ia lemah ia akan selalu disadarkan bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas sehingga ia sangat memerlukan Tuhan setiap waktu. Kala kita tidak mampu dan tidak berdaya dan kita menyerah pada Tuhan, saat itulah Tuhan akan campur tangan dan menyatakan kuasaNya atas kita.
Suatu ketika raja Yosafat harus menghadapi pergumulan yang berat, karena negerinya mendapat serangan dari bani Moab dan Amon, plus pasukan orang Meunim. Posisi Yosafat benar-benar terjepit dan tak berdaya. Dalam ketidakberdayaannya itu Yosafat "...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa." (2 Tawarikh 20:3). Tuhan pun melawat mereka dan melalui nabi Yahaziel, mereka diperintahkan untuk tidak takut, sebab "Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur." (2 Tawarikh 20:17a). Mereka justru diperintahkan untuk menaikkan nyanyian pujian bagi Tuhan. Dan ketika mereka memuji-muji, Tuhan hadir dan kuasaNya dinyatakan dengan dahsyat. Akhirnya Yosafat dan rakyatnya mengalami kemenangan yang gemilang.
Dalam ketidakberdayaan kita percayalah kepada Tuhan, karena Ia selalu punya cara yang ajaib untuk menolong kita!
Baca: 2 Korintus 12:1-10
"Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." 2 Korintus 12:10
Pada umumnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk membanggakan dirinya atau bermegah karena memiliki kelebihan dibandingkan orang lain: merasa berhasil, kuat, pintar, kaya, tampan, cantik, terkenal dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita merasa bahwa kita tidak memerlukan Tuhan. Berhati-hatilah!
Tuhan menegur jemaat di Laodikia, "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang," (Wahyu 3:17). Mari kita belajar dari sikap Rasul Paulus: "...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus," (Galatia 6:14). Sesungguhnya Rasul Paulus memiliki alasan yang kuat untuk bermegah karena ia adalah orang yang cerdas dan pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa, tetapi ia tidak pernah membanggakan itu semua. Rasul Paulus lebih senang dan rela di dalam kelemahan. Mengapa? Sebab di saat ia lemah ia akan selalu disadarkan bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas sehingga ia sangat memerlukan Tuhan setiap waktu. Kala kita tidak mampu dan tidak berdaya dan kita menyerah pada Tuhan, saat itulah Tuhan akan campur tangan dan menyatakan kuasaNya atas kita.
Suatu ketika raja Yosafat harus menghadapi pergumulan yang berat, karena negerinya mendapat serangan dari bani Moab dan Amon, plus pasukan orang Meunim. Posisi Yosafat benar-benar terjepit dan tak berdaya. Dalam ketidakberdayaannya itu Yosafat "...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa." (2 Tawarikh 20:3). Tuhan pun melawat mereka dan melalui nabi Yahaziel, mereka diperintahkan untuk tidak takut, sebab "Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur." (2 Tawarikh 20:17a). Mereka justru diperintahkan untuk menaikkan nyanyian pujian bagi Tuhan. Dan ketika mereka memuji-muji, Tuhan hadir dan kuasaNya dinyatakan dengan dahsyat. Akhirnya Yosafat dan rakyatnya mengalami kemenangan yang gemilang.
Dalam ketidakberdayaan kita percayalah kepada Tuhan, karena Ia selalu punya cara yang ajaib untuk menolong kita!
Tuesday, November 27, 2012
HIDUP INI HANYALAH SINGKAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2012 -
Baca: Ayub 14:1-22
"Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku;" Ayub 14:14
Hari-hari manusia hanya satu kali, tidak ada duplikatnya atau foto kopinya. Jika hidup yang hanya sekali ini salah kita jalani, kita akan menderita untuk selama-lamanya. Jika kesempatan hidup yang singkat ini tidak kita gunakan untuk mengejar perkara-perkara rohani, maka sesudah mati kita tidak memiliki kesempatan lagi untuk memperbaikinya. Sekarang adalah waktu yang terbaik!
Ada sebagian orang yang berprinsip, "Mumpung masih muda dan kuat, nikmati dunia ini dan bersenang-senanglah. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Alkitab memperingatkan, "Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!" (Pengkotbah 11:9). Apa yang kita banggakan dengan hidup ini? Uang, harta, kekayaan, jabatan, popularitas? "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Markus 8:36-37). Selain singkat, kehidupan kita ini juga diwarnai dengan problematika. Jadi semua manusia di belahan bumi mana pun takkan luput dari masalah. Sadarilah itu! Daud berkata, "...kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10b). Oleh karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Itu hanya akan menguras energi kita, sebab "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Itulah yang membedakan kita dengan orang-orang di luar Tuhan, "Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita." (2 Tawarikh 32:8).
Karena hidup ini begitu singkat, marilah kita jalani hari-hari kita dengan hati yang takut akan Tuhan dan penuh ucapan syukur, karena seberat apa pun problema yang kita hadapi, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita!
Mulai hari ini jangan sia-siakan waktu yang ada.
Monday, November 26, 2012
HIDUP INI HANYALAH SINGKAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2012 -
Baca: Mazmur 90:1-17
"di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." Mazmur 90:6
Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti berapa lama ia hidup di dunia ini. 200 tahun, 300 tahun atau selamanyakah? Begitu juga dalam hal kematian, kita sama sekali tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil Tuhan: bisa saja hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, sepuluh tahun lagi dan seterusnya. Yang pasti, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Daud menambahkan, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun," (Mazmur 90:10a).
Dapat kita simpulkan ternyata hidup manusia di dunia ini adalah singkat. Hidup kita ini bisa dikatakan adalah dalam hitungan hari saja, dan di kala kita menghitungnya, berlalunya begitu cepat dan sangat singkat, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-5). Jika kita menyadari betapa singkatnya hidup ini, apa yang harus kita perbuat? Masing-masing dari kita diminta untuk menghitung hari-hari kita sedemikian rupa sehingga kita beroleh hati yang bijaksana. Oleh karena itu Rasul Paulus memberi nasihat, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Sudahkah kita mempergunakan waktu yang ada dengan baik? Jika sampai detik ini langkah hidup kita telah menyimpang jauh dari jalan-jalan Tuhan, segeralah bertobat! Jangan tunda-tunda waktu lagi. Bertobat berarti kita menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' (baca 2 Korintus 5:17); kita hidup menurut pimpinan Roh dan tidak lagi menuruti keinginan daging (baca Galatia 5:16). Ingatlah, hidup kita ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan, maka kita harus hidup dengan kesadaran bahwa setiap hari yang kita jalani sekarang ini bisa saja merupakan hari terakhir bagi kita. Jadi, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Bukan waktunya lagi kita terus disibukkan dengan urusan-urusan yang bersifat duniawi!
Baca: Mazmur 90:1-17
"di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." Mazmur 90:6
Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti berapa lama ia hidup di dunia ini. 200 tahun, 300 tahun atau selamanyakah? Begitu juga dalam hal kematian, kita sama sekali tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil Tuhan: bisa saja hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, sepuluh tahun lagi dan seterusnya. Yang pasti, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Daud menambahkan, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun," (Mazmur 90:10a).
Dapat kita simpulkan ternyata hidup manusia di dunia ini adalah singkat. Hidup kita ini bisa dikatakan adalah dalam hitungan hari saja, dan di kala kita menghitungnya, berlalunya begitu cepat dan sangat singkat, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-5). Jika kita menyadari betapa singkatnya hidup ini, apa yang harus kita perbuat? Masing-masing dari kita diminta untuk menghitung hari-hari kita sedemikian rupa sehingga kita beroleh hati yang bijaksana. Oleh karena itu Rasul Paulus memberi nasihat, "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Sudahkah kita mempergunakan waktu yang ada dengan baik? Jika sampai detik ini langkah hidup kita telah menyimpang jauh dari jalan-jalan Tuhan, segeralah bertobat! Jangan tunda-tunda waktu lagi. Bertobat berarti kita menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' (baca 2 Korintus 5:17); kita hidup menurut pimpinan Roh dan tidak lagi menuruti keinginan daging (baca Galatia 5:16). Ingatlah, hidup kita ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan, maka kita harus hidup dengan kesadaran bahwa setiap hari yang kita jalani sekarang ini bisa saja merupakan hari terakhir bagi kita. Jadi, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Bukan waktunya lagi kita terus disibukkan dengan urusan-urusan yang bersifat duniawi!
Sunday, November 25, 2012
JANGAN PERNAH TAKUT GAGAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2012 -
Baca: Amsal 19:1-29
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Setiap orang pasti memiliki rencana atau rancangan bagi kehidupannya di masa depan. Karena itu berbagai upaya kita lakukan supaya segala rencana dan keinginan kita terwujud. Siapa pun kita pasti tidak ingin gagal, bukan? Kegagalan seringkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi semua orang.
Sebagai orang percaya kita tidak perlu takut dengan kegagalan asal kita menyerahkan segala rencana hidup kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6), sebab oleh karena kehendak Tuhanlah segala sesuatunya dapat terjadi. Jika rencana dan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan pasti semuanya akan terlaksana, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Ketakutan itu adalah tanda bahwa seseorang itu ragu dan tidak percaya kepada kuasa Tuhan. Ketakutan adalah siasat Iblis untuk membelenggu kita sehingga kita enggan untuk melangkah. Jika Yosua dan Kaleb terus dihantui oleh ketakutan tidak akan pernah menginjakkan kakinya dan menikmati Tanah Perjanjian (Kanaan), seperti yang dialami oleh 10 pengintai lainnya. Oleh karenanya kita harus bisa mengalahkan rasa takut itu dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Kalahkan rasa takut dengan cara percaya kepada kuasa Tuhan seperti yang dilakukan Daud. "Tuhan dipihakku. Aku tidak akan takut." (Mazmur 118:6) dan "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Jika kita sadar bahwa kita ini tidak sendiri dalam menjalani hidup ini, tetapi ada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dengan kuasaNya yang tak terbatas itu, maka kita akan berani menghadapi apa pun dalam hidup ini. Kepada Yosua Tuhan berfirman, "Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5).
Jika kita senantiasa berjalan bersama Tuhan tidak ada yang perlu ditakutkan, sebab Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia.
Hidup tanpa campur tangan Tuhan itulah sumber ketakutan kita!
Baca: Amsal 19:1-29
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Setiap orang pasti memiliki rencana atau rancangan bagi kehidupannya di masa depan. Karena itu berbagai upaya kita lakukan supaya segala rencana dan keinginan kita terwujud. Siapa pun kita pasti tidak ingin gagal, bukan? Kegagalan seringkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi semua orang.
Sebagai orang percaya kita tidak perlu takut dengan kegagalan asal kita menyerahkan segala rencana hidup kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6), sebab oleh karena kehendak Tuhanlah segala sesuatunya dapat terjadi. Jika rencana dan kehendak kita selaras dengan kehendak Tuhan pasti semuanya akan terlaksana, sebab "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Ketakutan itu adalah tanda bahwa seseorang itu ragu dan tidak percaya kepada kuasa Tuhan. Ketakutan adalah siasat Iblis untuk membelenggu kita sehingga kita enggan untuk melangkah. Jika Yosua dan Kaleb terus dihantui oleh ketakutan tidak akan pernah menginjakkan kakinya dan menikmati Tanah Perjanjian (Kanaan), seperti yang dialami oleh 10 pengintai lainnya. Oleh karenanya kita harus bisa mengalahkan rasa takut itu dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Kalahkan rasa takut dengan cara percaya kepada kuasa Tuhan seperti yang dilakukan Daud. "Tuhan dipihakku. Aku tidak akan takut." (Mazmur 118:6) dan "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Jika kita sadar bahwa kita ini tidak sendiri dalam menjalani hidup ini, tetapi ada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dengan kuasaNya yang tak terbatas itu, maka kita akan berani menghadapi apa pun dalam hidup ini. Kepada Yosua Tuhan berfirman, "Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5).
Jika kita senantiasa berjalan bersama Tuhan tidak ada yang perlu ditakutkan, sebab Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari roh apa pun yang ada di dunia.
Hidup tanpa campur tangan Tuhan itulah sumber ketakutan kita!
Saturday, November 24, 2012
KETIDAKTAATAN: Gagal Memasuki Tanah Perjanjian!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum." Bilangan 20:11
Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali. Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2). Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia. Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.
Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan. Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa. Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun, "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." (Bilangan 20:8). Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar! Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya. Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x. Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.
Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.
Inilah konsekuensi bagi Musa: "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12).
Baca: Bilangan 20:2-13
"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum." Bilangan 20:11
Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali. Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2). Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia. Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.
Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan. Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa. Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun, "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." (Bilangan 20:8). Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar! Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya. Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x. Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.
Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.
Inilah konsekuensi bagi Musa: "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:12).
Friday, November 23, 2012
BEBAN SEORANG PEMIMPIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2012 -
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Baca: Bilangan 20:2-13
"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa," Bilangan 20:2-3a
Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang. Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan. Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri. Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.
Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka. Dikatakan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa? Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan. Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?" (Bilangan 20:4-5). Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut! (Bersambung)
Thursday, November 22, 2012
MENGAMPUNI ORANG LAIN: Tak Terbatas Jumlahnya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2012 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Jika ada orang yang berbuat jahat atau menyakiti kita, dunia memiliki prinsip: pembalasan lebih kejam dari perbuatan! Tidak sedikit orang Kristen yang turut menerapkan prinsip ini. Bukankah kita tahu bahwa kekristenan itu identik dengan kasih, yang di dalamnya ada pengampunan? Alkitab dengan tegas menyatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Jadi mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita adalah sebuah keharusan! Pernyataannya: berapa kali kita harus mengampuni orang lain? "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22).
Dalam kekristenan, hal mengampuni itu tidak ada batasnya karena pengampunan adalah dasar bagi kehidupan orang percaya. Kita harus sadar siapa kita ini. Ingat, kita ini diselamatkan, dilayakkan menjadi anak-anak Allah dan beroleh berkat-berkat dari Tuhan diawali oleh sebuah pengampunan yang telah dikerjakan oleh Kristus di atas kayu salib, "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," (Efesus 1:7), dan pengampunan dari Tuhan itu sempurna tanpa batas. Ada tertulis: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Bahkan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Siapakah di antara kita yang tak pernah berbuat kesalahan? Tak seorang pun. Maka dari itu sebesar apa pun kesalahan orang lain dan sebanyak apa pun kejahatan orang terhadap kita, kita diharuskan untuk mengampuni mereka sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni kita. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni, sudah selayaknya kita taat melakukan apa pun yang diperintahkan Tuhan.
Mengampuni adalah ciri khas hidup orang percaya! Mohon kekuatan Roh Kudus supaya kita bisa mengampuni orang lain, karena itu kehendak Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)