Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2011 -
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Siapakah aku ini, ya Tuhan Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?" 1 Tawarikh 17:16
Siapa yang tidak kenal dengan Daud, tokoh terkenal di dalam Alkitab? Daud adalah anak bungsu Isai; masa mudanya banyak dihabiskan di padang untuk menggembalakan domba. Daud benar-benar berasal dari orang biasa, bukan dari keluarga elite. Tetapi kita tahu bahwa Tuhan mengangkat hidup Daud. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! Ia meninggikan Daud menjadi raja atas Israel. Sungguh benar bahwa "...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Betapa hebatnya kasih karunia Tuhan yang dianugerahkan kepada Daud. Oleh sebab itu Daud tidak pernah berhenti untuk mengucap syukur. Ia tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan. "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12).
Sudahkah kita mengingat selalu akan kebaikan Tuhan dalam hidup kita? Siapakah kita ini dulu? Kita dahulu adalah debu yang tiada berarti; kita adalah orang-orang berdoasa yang patut dimurkai. Tetapi Tuhan Yesus rela mengorbankan nyawaNya bagi kita supaya kita diselamatkan, "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Kini kita bukan lagi menjadi hamba dosa melainkan menjadi hamba kebenaran. Bahkan oleh karena Kristus kita diangkat sebagai anak-anak Allah. Tapi sayang, masih banyak orang Kristen yang menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan ini. Apa buktinya kalau kita menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan? Kita masih hidup dalam dosa dan belum sepenuhnya meninggalkan kehidupan lama kita. Padahal di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru.
Bagi orang Kristen yang masih saja hidup dalam dosa, Alkitab menyatakan dengan keras: "Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: 'Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.' " (Petrus 2:22). Di hari Minggu bak malaikat yang alimnya tak tertandingi, tetapi hari-hari lainnya kita ditemukan sedang berendam dalam kubangan yang kotor (hidup dalam dosa).
Kita lupa bahwa Tuhan telah mengangkat kita dan menyelamatkan kita dari lumpur dosa!
Tuesday, July 19, 2011
Monday, July 18, 2011
YESUS ADA, KEKUATIRAN TIADA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2011 -
Baca: Mazmur 55
"Serukanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Salah satu tanda seseorang mengalami kekuatiran adalah gampang sekali mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut. Hal inilah yang dialami oleh bangsa Israel. Ketika keluar dari Mesir menuju ke tanah Perjanjian, di mana bangsa Israel harus melintasi padang gurun. Seperti yang kita ketahui padang gurun sangatlah gersang, panas, tidak ada air, tumbuh-tumbuhan atau pun hujan. Selama 40 tahun berada di padang gurun mereka terus dibelenggu oleh kekuatiran dan ketakutan meskipun Tuhan sudah menyatakan mujizatNya di sepanjang perjalanan mereka hari lepas hari. Makanan disediakan Tuhan berupa manna; saat mereka membutuhkan daging, Tuhan menyediakan burung puyuh; demikian juga ketika mereka butuh air untuk minum, Tuhan menyediakan dengan caraNya yang ajaib. Meski demikian mereka tidak pernah mengucap syukur kepada Tuhan, justru mereka selalu mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel. Mereka merasa lebih enak dan nyaman tinggal di Mesir, padahal di Mesir mereka menjadi budak, artinya mereka direndahkan serta kehilangan harkat dan martabatnya sebagai umat pilihan Tuhan.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami seperti yang dialami oleh Bangsa Israel yaitu berada di 'padang gurun'. Berhentilah mengomel dan bersungut-sungut, apalagi menyalahkan Tuhan, karena Dia tetap beserta dengan kita. Firman Tuhan menasihati, "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Kalau kita mencari dan mengutamakan kebenaran Tuhan lebih dari semuanya, di situlah kita sedang mengundang sorga untuk turun ke bumi. Artinya, Tuhan akan bertindak dan memberikan pertolongan kepada kita sehingga kita akan mengalami dan menikmati Kerajaan Sorga. Apabila kita taat kepada Tuhan, Dia akan memelihara hidup kita.
Jadi, janganlah kita kuatir. Apabila kita melibatkan Tuhan di segala perkara serta mengandalkan kekuatan Roh Kudus dalam kehidupan kita, kita akan melakukan perkara yang besar. Kehadiran Tuhan Yesus dalam kehidupan kita selalu berdampak secara luar biasa.
Kuatir hanya akan merugikan diri sendiri dan menghambat kemajuan dalam segala hal.
Baca: Mazmur 55
"Serukanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Salah satu tanda seseorang mengalami kekuatiran adalah gampang sekali mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut. Hal inilah yang dialami oleh bangsa Israel. Ketika keluar dari Mesir menuju ke tanah Perjanjian, di mana bangsa Israel harus melintasi padang gurun. Seperti yang kita ketahui padang gurun sangatlah gersang, panas, tidak ada air, tumbuh-tumbuhan atau pun hujan. Selama 40 tahun berada di padang gurun mereka terus dibelenggu oleh kekuatiran dan ketakutan meskipun Tuhan sudah menyatakan mujizatNya di sepanjang perjalanan mereka hari lepas hari. Makanan disediakan Tuhan berupa manna; saat mereka membutuhkan daging, Tuhan menyediakan burung puyuh; demikian juga ketika mereka butuh air untuk minum, Tuhan menyediakan dengan caraNya yang ajaib. Meski demikian mereka tidak pernah mengucap syukur kepada Tuhan, justru mereka selalu mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel. Mereka merasa lebih enak dan nyaman tinggal di Mesir, padahal di Mesir mereka menjadi budak, artinya mereka direndahkan serta kehilangan harkat dan martabatnya sebagai umat pilihan Tuhan.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami seperti yang dialami oleh Bangsa Israel yaitu berada di 'padang gurun'. Berhentilah mengomel dan bersungut-sungut, apalagi menyalahkan Tuhan, karena Dia tetap beserta dengan kita. Firman Tuhan menasihati, "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Kalau kita mencari dan mengutamakan kebenaran Tuhan lebih dari semuanya, di situlah kita sedang mengundang sorga untuk turun ke bumi. Artinya, Tuhan akan bertindak dan memberikan pertolongan kepada kita sehingga kita akan mengalami dan menikmati Kerajaan Sorga. Apabila kita taat kepada Tuhan, Dia akan memelihara hidup kita.
Jadi, janganlah kita kuatir. Apabila kita melibatkan Tuhan di segala perkara serta mengandalkan kekuatan Roh Kudus dalam kehidupan kita, kita akan melakukan perkara yang besar. Kehadiran Tuhan Yesus dalam kehidupan kita selalu berdampak secara luar biasa.
Kuatir hanya akan merugikan diri sendiri dan menghambat kemajuan dalam segala hal.
Sunday, July 17, 2011
MENGALAMI KERAJAAN ALLAH: Menjadi Seperti Anak Kecil
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2011 -
Baca: Markus 10:13-16
"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." Markus 10:14
Tuhan Yesus rindu agar umatNya mengalami Kerajaan Allah dalam hidupnya, yang bukan saja akan kita alami saat kita bertemu dengan Dia di sorga kelak, tetapi Kerajaan Allah itu seharusnya juga kita alami saat kita masih hidup di bumi ini. Ada pun yang menjadi ukuran bahwa kita mengalami kerajaanNya bukanlah dari banyaknya harta yang kita miliki (uang, mobil mewah, rumah megah) atau tingginya jabatan dan kedudukan kita dalam masyarakat,. "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Mengalami Kerajaan Allah berarti dalam hidup kita ada sukacita, ketenangan, damai sejahtera dan sebagainya.
Bagaimana caranya agar kita bisa mengalami KerajaanNya? Kita harus menjadi seperti seorang anak kecil: 1. Sederhana dan polos. Sedangkan lawan dari sederhana dan polos adalah licik. Contohnya adalah Yudas Iskariot. Saat di taman Getsemani ia mencium Yesus, padahal di balik itu ada niat jahat, yaitu hendak menjual Yesus. Orang yang hidup dalam kemunafikan (bermuka dua) tidak akan mengalami Kerajaan Allah dalam hidupnya.
2. Mudah untuk diajar. Dalam Amsal 9:9 dikatakan, "berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah." Seorang anak kecil juga mudah untuk diajar. Sudahkah kita memiliki hati yang mudah diajar dan dibentuk? Ataukah hati kita masih keras dan sulit menerima teguran? Bukankah masih banyak orang Kristen yang sulit sekali menerima teguran? Kita gampang sekali tersinggung dan sakit hati ketika menerima firman Tuhan yang keras. Ayub berkata, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; dia yang memukuli, tetapi yang di tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:17-18).
3. Percaya penuh pada bapanya. Seorang anak kecil memiliki kepercayaan penuh kepada ayahnya. Ia tidak pernah kuatir tentag apa pun karena semua kebutuhannya terpenuhi. Kita juga harus percaya penuh kepada Tuhan dan jangan sekali-kali "...bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5).
Kita harus berubah, supaya Kerajaan Allah dapat kita alami dan rasakan setiap hari.
Baca: Markus 10:13-16
"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." Markus 10:14
Tuhan Yesus rindu agar umatNya mengalami Kerajaan Allah dalam hidupnya, yang bukan saja akan kita alami saat kita bertemu dengan Dia di sorga kelak, tetapi Kerajaan Allah itu seharusnya juga kita alami saat kita masih hidup di bumi ini. Ada pun yang menjadi ukuran bahwa kita mengalami kerajaanNya bukanlah dari banyaknya harta yang kita miliki (uang, mobil mewah, rumah megah) atau tingginya jabatan dan kedudukan kita dalam masyarakat,. "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Mengalami Kerajaan Allah berarti dalam hidup kita ada sukacita, ketenangan, damai sejahtera dan sebagainya.
Bagaimana caranya agar kita bisa mengalami KerajaanNya? Kita harus menjadi seperti seorang anak kecil: 1. Sederhana dan polos. Sedangkan lawan dari sederhana dan polos adalah licik. Contohnya adalah Yudas Iskariot. Saat di taman Getsemani ia mencium Yesus, padahal di balik itu ada niat jahat, yaitu hendak menjual Yesus. Orang yang hidup dalam kemunafikan (bermuka dua) tidak akan mengalami Kerajaan Allah dalam hidupnya.
2. Mudah untuk diajar. Dalam Amsal 9:9 dikatakan, "berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah." Seorang anak kecil juga mudah untuk diajar. Sudahkah kita memiliki hati yang mudah diajar dan dibentuk? Ataukah hati kita masih keras dan sulit menerima teguran? Bukankah masih banyak orang Kristen yang sulit sekali menerima teguran? Kita gampang sekali tersinggung dan sakit hati ketika menerima firman Tuhan yang keras. Ayub berkata, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; dia yang memukuli, tetapi yang di tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:17-18).
3. Percaya penuh pada bapanya. Seorang anak kecil memiliki kepercayaan penuh kepada ayahnya. Ia tidak pernah kuatir tentag apa pun karena semua kebutuhannya terpenuhi. Kita juga harus percaya penuh kepada Tuhan dan jangan sekali-kali "...bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5).
Kita harus berubah, supaya Kerajaan Allah dapat kita alami dan rasakan setiap hari.
Saturday, July 16, 2011
ELIA: Terancam dan Lelah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2011 -
Baca: Roma 8:31-39
"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Terancam merupakan situasi yang tidak nyaman, dan orang terancam itu pasti sangat menderita karena terus dihantui rasa takut dan was-was. Seperti itulah yang dirasakan oleh Elia. Ia menerima ancaman yang tidak main-main dari Izebel. Setelah mendengar bahwa Elia telah berhasil membunuh empat ratus lima puluh nabi Baal, Izebel menjadi sangat geram dan melakukan ancaman terhadap Elia, "...jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka." (1 Raja-Raja 19:2). Karena diancam hendak dibunuh hati Elia diliputi oleh perasaan takut yang luar biasa; Elia kehilangan damai sejahtera, bahkan sepertinya ia sudah putus pengharapan dan ingin mati saja.
Terkadang dalam hidup ini kita mengalami hal yang sama, kehilangan damai sejahtera dan sukacita, karena beratnya tekanan hidup. Atau karena omongan orang lain yang berusaha untuk melemahkan dan merendahkan kita. Iblis tidak pernah berhenti mendakwa adan mengintimidasi kita dengan mengungkit-ungkit kenangan buruk atau dosa-dosa masa lalu, sehingga kita pun menjadi lelah dan tak berdaya. Jangan kuatir dan merasa terancam karena Tuhan sanggup menolong dan melepaskan kita dari persoalan-persoalan yang kita alami. Dia Tuhan yang tidak hanya peduli, bahkan Ia turut merasakan apa yang telah kita rasakan (baca Ibrani 4:15). Akibat merasa sendiri dan terancam hidupnya, Elia menjadi lelah dan rasa-rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan padanya. Namun Tuhan tidak tinggal diam, disuruhnyalah seorang malaikat untuk memberi dia makan dan minum.
Mungkin saat ini kita merasa lelah dan tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan, "Aku mau mundur saja dari pelayanan ini. Percuma, sudah berkorban banyak tapi tidak mendapat apa-apa" Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita! Jangan menyerah pada keadaan, tetapi kuatkan hati, "...karena besar upah yang menantinya," (Ibrani 10:35).
Sekecil apa pun pengorbanan kita untuk Tuhan, diperhitungkanNya dan itu tidak pernah sia-sia!
Baca: Roma 8:31-39
"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" Roma 8:32
Terancam merupakan situasi yang tidak nyaman, dan orang terancam itu pasti sangat menderita karena terus dihantui rasa takut dan was-was. Seperti itulah yang dirasakan oleh Elia. Ia menerima ancaman yang tidak main-main dari Izebel. Setelah mendengar bahwa Elia telah berhasil membunuh empat ratus lima puluh nabi Baal, Izebel menjadi sangat geram dan melakukan ancaman terhadap Elia, "...jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka." (1 Raja-Raja 19:2). Karena diancam hendak dibunuh hati Elia diliputi oleh perasaan takut yang luar biasa; Elia kehilangan damai sejahtera, bahkan sepertinya ia sudah putus pengharapan dan ingin mati saja.
Terkadang dalam hidup ini kita mengalami hal yang sama, kehilangan damai sejahtera dan sukacita, karena beratnya tekanan hidup. Atau karena omongan orang lain yang berusaha untuk melemahkan dan merendahkan kita. Iblis tidak pernah berhenti mendakwa adan mengintimidasi kita dengan mengungkit-ungkit kenangan buruk atau dosa-dosa masa lalu, sehingga kita pun menjadi lelah dan tak berdaya. Jangan kuatir dan merasa terancam karena Tuhan sanggup menolong dan melepaskan kita dari persoalan-persoalan yang kita alami. Dia Tuhan yang tidak hanya peduli, bahkan Ia turut merasakan apa yang telah kita rasakan (baca Ibrani 4:15). Akibat merasa sendiri dan terancam hidupnya, Elia menjadi lelah dan rasa-rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan padanya. Namun Tuhan tidak tinggal diam, disuruhnyalah seorang malaikat untuk memberi dia makan dan minum.
Mungkin saat ini kita merasa lelah dan tidak lagi bersemangat dalam melayani Tuhan, "Aku mau mundur saja dari pelayanan ini. Percuma, sudah berkorban banyak tapi tidak mendapat apa-apa" Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita! Jangan menyerah pada keadaan, tetapi kuatkan hati, "...karena besar upah yang menantinya," (Ibrani 10:35).
Sekecil apa pun pengorbanan kita untuk Tuhan, diperhitungkanNya dan itu tidak pernah sia-sia!
Friday, July 15, 2011
ELIA: Merasa Sendirian
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2011 -
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." 1 Raja-Raja 19:4b
Saudara tahu kisah tentang nabi Elia? Nabi Elia adalah salah satu nabi yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Ia pernah berdoa "...supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:17-18). Juga saat berada di gunung Karmel Elia mampu menumpas 450 nabi-nabi Baal. Luar biasa!
Tetapi saat kita mempelajari kisahnya lebih mendalam, apalagi membaca ayat nas di atas, pasti timbul pertanyaan dalam benak kita, "Mengapa seorang nabi besar sekaliber Elia kok tiba-tiba menjadi seorang yang rapuh, ingin segera mengakhiri hidupnya dan seolah-olah tidak memiliki harapan dalam hidupnya?" Bagaimana pun juga Elia adalah manusia biasa. Meskipun ada pelayannya (Elisa) yang selalu menemani di mana pun ia berada, dan juga ada ribuan orang yang percaya kepada Allah Israel, Elia tetap merasa sendiri (lonely). Bukankah terkadang kita juga merasakan hal yang sama? Kita merasa sendirian meski berada di tengah-tengah keluarga, teman atau kerabat. Kita berpikir tak seorang pun mempedulikan kita.
Jika saat ini Saudara merasakan hal demikian, segeralah sadar! Lupakah kita akan janji Tuhan? Dia berkata, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meniggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), bahkan "...Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Oleh karena itu kita harus percaya bahwa janji Tuhan itu ya dan amin, tidak ada janjiNya yang tidak Dia genapi sebagaimana tertulis, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran." (Yohanes 14:16-17a).
Tetaplah melekat kepada Tuhan dan jangan pernah merasa sendiri, ada Roh Kudus yang senantiasa menyertai kita. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan sangat peduli dan memperhatikan hidup kita, bahkan "...rambut kepalamu pun terhitung semuanya." (Lukas 12:7a). Jaminan penyertaan Tuhan tidak hanya sampai di situ, Dia juga telah menyediakan tempat bagi kita kelak yaitu di dalam Kerajaan Sorga. Saudara tidak sendirian!
Semua ini membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan kita; kasihNya tak lekang oleh waktu, hari ini, esok dan sampai selama-lamanya!
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." 1 Raja-Raja 19:4b
Saudara tahu kisah tentang nabi Elia? Nabi Elia adalah salah satu nabi yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Ia pernah berdoa "...supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya." (Yakobus 5:17-18). Juga saat berada di gunung Karmel Elia mampu menumpas 450 nabi-nabi Baal. Luar biasa!
Tetapi saat kita mempelajari kisahnya lebih mendalam, apalagi membaca ayat nas di atas, pasti timbul pertanyaan dalam benak kita, "Mengapa seorang nabi besar sekaliber Elia kok tiba-tiba menjadi seorang yang rapuh, ingin segera mengakhiri hidupnya dan seolah-olah tidak memiliki harapan dalam hidupnya?" Bagaimana pun juga Elia adalah manusia biasa. Meskipun ada pelayannya (Elisa) yang selalu menemani di mana pun ia berada, dan juga ada ribuan orang yang percaya kepada Allah Israel, Elia tetap merasa sendiri (lonely). Bukankah terkadang kita juga merasakan hal yang sama? Kita merasa sendirian meski berada di tengah-tengah keluarga, teman atau kerabat. Kita berpikir tak seorang pun mempedulikan kita.
Jika saat ini Saudara merasakan hal demikian, segeralah sadar! Lupakah kita akan janji Tuhan? Dia berkata, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meniggalkan engkau." (Ibrani 13:5b), bahkan "...Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Oleh karena itu kita harus percaya bahwa janji Tuhan itu ya dan amin, tidak ada janjiNya yang tidak Dia genapi sebagaimana tertulis, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran." (Yohanes 14:16-17a).
Tetaplah melekat kepada Tuhan dan jangan pernah merasa sendiri, ada Roh Kudus yang senantiasa menyertai kita. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan sangat peduli dan memperhatikan hidup kita, bahkan "...rambut kepalamu pun terhitung semuanya." (Lukas 12:7a). Jaminan penyertaan Tuhan tidak hanya sampai di situ, Dia juga telah menyediakan tempat bagi kita kelak yaitu di dalam Kerajaan Sorga. Saudara tidak sendirian!
Semua ini membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan kita; kasihNya tak lekang oleh waktu, hari ini, esok dan sampai selama-lamanya!
Thursday, July 14, 2011
TUHAN ADALAH TEMPAT PERLINDUNGAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2011 -
Baca: Yosua 20
"Tentukanlah bagimu kota-kota perlindungan, yang telah Kusebutkan kepadamu dengan perantaraan Musa," Yosua 20:2
Ingatkah Saudara tentang kasus bom yang terjadi di Bali, Jakarta, Medan dan di kota-kota lain? Berapa ratus orang yang telah menjadi korban dari perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan biadab ini? Ternyata ancaman bom belum juga berakhir, sampai saat ini pun negara kita masih dihebohkan oleh adanya teror bom yang terjadi di mana-mana. Bahkan paket bom dikemas begitu rupa (paket buku, ransel dan sebagainya) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari orang lain. Pastilah teror bom ini menimbulkan dampak yang luar biasa: orang menjadi kuatir, takut dan was-was. Lalu, ke manakah kita dapat berlindung dari marabahaya? Tidak ada tempat di belahan bumi mana pun yang dapat memberikan perlindungan yang aman bagi manusia.
Dalam Perjanjian Lama umat Israel mempunyai tempat yang disebut kota perlindungan, yang dikhususkan sebagai tempat perlindungan seseorang dari penuntut tebusan darah. Jika ada seseorang yang berbuat kesalahan dan meminta pertolongan atau perlindungan, mereka lari ke kota itu dan beroleh rasa aman. Pada waktu masuk ke kota itu mereka harus memberitahukan perkaranya kepada tua-tua kota, dan penuntut tebusan darah tidak boleh masuk ke kota itu. Saat ini banyak orang di dunia mencari tempat perlindungan yang aman, tetapi mereka tidak akan pernah menemukannya. Tetapi sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan Yesus, yang adalah tempat perlindungan kita. Daud berkata, "Demikianlah Tuhan adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan." (Mazmur 9:10).
Kota perlindungan yang dimaksud dalam Yosua 20 adalah bayangan dari keselamatan yang akan datang. Kota pertama yang disebutkan adalah Kadesh, yang artinya adalah kebenaran. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib semua itu tergenapi. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Untuk beroleh perlindungan dari Tuhan kita harus hidup dalam kebenaran, jangan lagi berkompromi dengan dosa.
"Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." Amsal 18:10
Baca: Yosua 20
"Tentukanlah bagimu kota-kota perlindungan, yang telah Kusebutkan kepadamu dengan perantaraan Musa," Yosua 20:2
Ingatkah Saudara tentang kasus bom yang terjadi di Bali, Jakarta, Medan dan di kota-kota lain? Berapa ratus orang yang telah menjadi korban dari perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan biadab ini? Ternyata ancaman bom belum juga berakhir, sampai saat ini pun negara kita masih dihebohkan oleh adanya teror bom yang terjadi di mana-mana. Bahkan paket bom dikemas begitu rupa (paket buku, ransel dan sebagainya) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari orang lain. Pastilah teror bom ini menimbulkan dampak yang luar biasa: orang menjadi kuatir, takut dan was-was. Lalu, ke manakah kita dapat berlindung dari marabahaya? Tidak ada tempat di belahan bumi mana pun yang dapat memberikan perlindungan yang aman bagi manusia.
Dalam Perjanjian Lama umat Israel mempunyai tempat yang disebut kota perlindungan, yang dikhususkan sebagai tempat perlindungan seseorang dari penuntut tebusan darah. Jika ada seseorang yang berbuat kesalahan dan meminta pertolongan atau perlindungan, mereka lari ke kota itu dan beroleh rasa aman. Pada waktu masuk ke kota itu mereka harus memberitahukan perkaranya kepada tua-tua kota, dan penuntut tebusan darah tidak boleh masuk ke kota itu. Saat ini banyak orang di dunia mencari tempat perlindungan yang aman, tetapi mereka tidak akan pernah menemukannya. Tetapi sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan Yesus, yang adalah tempat perlindungan kita. Daud berkata, "Demikianlah Tuhan adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan." (Mazmur 9:10).
Kota perlindungan yang dimaksud dalam Yosua 20 adalah bayangan dari keselamatan yang akan datang. Kota pertama yang disebutkan adalah Kadesh, yang artinya adalah kebenaran. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib semua itu tergenapi. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Untuk beroleh perlindungan dari Tuhan kita harus hidup dalam kebenaran, jangan lagi berkompromi dengan dosa.
"Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." Amsal 18:10
Wednesday, July 13, 2011
BERIBADAH DENGAN SUNGGUH ATAU ASAL-ASALAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2011 -
Baca: 1 Samuel 7:1-14
"Jika kamu berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tunjukan hatimu kepada Tuhan dan beribadahlah hanya kepada-Nya;" 1 Samuel 7:3a
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan. Itulah sebabnya mereka beroleh kasih dan kemurahan Tuhan secara luar biasa. Sejak semula Tuhan berlaku sangat baik kepada umatNya itu, "Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati." (Yesaya 40:11). Dari hari ke hari umat Israel mengalami berkat-berkat Tuhan: perlindungan, pemeliharaan dan pembelaanNya yang begitu nyata atas mereka. Namun mereka masih saja tegar tengkuk, bahkan sering meninggalkan Tuhan dan berbalik kepada penyembahan berhala.
Tatkala Samuel menjadi nabi Tuhan ia menemukan banyak sekali kejahatan yang dilakukan oleh umat Israel. Mereka meninggalkan Tuhan dan menyembah kepada berhala, yaitu Baal dan Asytoret. Akibat dari kesalahannya sendiri mereka harus menanggung akibatnya: bangsa Filistin menyerang mereka secara bertubi-tubi sehingga mereka pun terus mengeluh kepada Tuhan. Selain itu, kedua anak imam Eli juga telah mencemari Bait Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa bangsa Israel sedang berada dalam masa-masa yang gelap. Melihat kondisi ini nabi Samuel menegur mereka dengan keras agar segera bertobat, berbalik keapda Tuhan dan menjauhkan para allah asing dari antara mereka supaya Ia melepaskan mereka dari tangan orang Filistin. Sebagai seorang nabi pilihan Tuhan Samuel tahu bagaimana harus beribadah kepada Tuhan. Karena itu Samuel segera mengumpulkan segenap umat Israel dan menyerukan agar mereka segera meninggalkan berhala dan beribadah dengan sungguh hanya kepada Tuhan saja.
Banyak orang Kristen yang mungkin berkata, "Aku sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh dan terlibat dalam pelayanan." Apakah ini jaminan bahwa ibadah kita dikenan Tuhan? Tanpa disadari kita melakukannya dengan sikap yang asal-asalan dan setengah hati; ibadah kita penuh dengan kepura-puraan; kita masih hidup dalam dosa.
Kita beribadah hanya karena ingin diberkati Tuhan, bukan dengan ketulusan dan bukan karena kita mengasihiNya. Di satu sisi kita beribadah kepada Tuhan, namun di sisi lain kita juga masih berhubungan dengan allah-allah lain di dunia ini!
Baca: 1 Samuel 7:1-14
"Jika kamu berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tunjukan hatimu kepada Tuhan dan beribadahlah hanya kepada-Nya;" 1 Samuel 7:3a
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan. Itulah sebabnya mereka beroleh kasih dan kemurahan Tuhan secara luar biasa. Sejak semula Tuhan berlaku sangat baik kepada umatNya itu, "Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati." (Yesaya 40:11). Dari hari ke hari umat Israel mengalami berkat-berkat Tuhan: perlindungan, pemeliharaan dan pembelaanNya yang begitu nyata atas mereka. Namun mereka masih saja tegar tengkuk, bahkan sering meninggalkan Tuhan dan berbalik kepada penyembahan berhala.
Tatkala Samuel menjadi nabi Tuhan ia menemukan banyak sekali kejahatan yang dilakukan oleh umat Israel. Mereka meninggalkan Tuhan dan menyembah kepada berhala, yaitu Baal dan Asytoret. Akibat dari kesalahannya sendiri mereka harus menanggung akibatnya: bangsa Filistin menyerang mereka secara bertubi-tubi sehingga mereka pun terus mengeluh kepada Tuhan. Selain itu, kedua anak imam Eli juga telah mencemari Bait Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa bangsa Israel sedang berada dalam masa-masa yang gelap. Melihat kondisi ini nabi Samuel menegur mereka dengan keras agar segera bertobat, berbalik keapda Tuhan dan menjauhkan para allah asing dari antara mereka supaya Ia melepaskan mereka dari tangan orang Filistin. Sebagai seorang nabi pilihan Tuhan Samuel tahu bagaimana harus beribadah kepada Tuhan. Karena itu Samuel segera mengumpulkan segenap umat Israel dan menyerukan agar mereka segera meninggalkan berhala dan beribadah dengan sungguh hanya kepada Tuhan saja.
Banyak orang Kristen yang mungkin berkata, "Aku sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh dan terlibat dalam pelayanan." Apakah ini jaminan bahwa ibadah kita dikenan Tuhan? Tanpa disadari kita melakukannya dengan sikap yang asal-asalan dan setengah hati; ibadah kita penuh dengan kepura-puraan; kita masih hidup dalam dosa.
Kita beribadah hanya karena ingin diberkati Tuhan, bukan dengan ketulusan dan bukan karena kita mengasihiNya. Di satu sisi kita beribadah kepada Tuhan, namun di sisi lain kita juga masih berhubungan dengan allah-allah lain di dunia ini!
Tuesday, July 12, 2011
MUJIZAT TERJADI DI SEGALA KEADAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2011 -
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu." 2 Raja-Raja 4:7
Perjalanan hidup manusia di dunia ini penuh dengan warna-warni, segala sesuatu bisa berubah dengan drastis: kadang berada di atas, tapi dengan secepat kilat bisa berada di bawah; hari ini berlimpah harta, esok masuk penjara; hari ini berada di puncak popularitas, esok dengan gampang dilupakan orang dan tak dianggap lagi. Itulah sebabnya pengkhotbah berkata, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Ada suka dan duka, sakit adan sehat, tertawa dan menangis, menabur dan menuai, berhasil dan gagal. Namun yang pasti, dalam setiap keadaan Tuhan sanggup "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..." (Pengkhotbah 3:11a). Tuhan dapat menghadirkan mujizat dan kemenangan dalam situasi yang bagaimana pun, yang secara manusia adalah mustahil tapi bagi Dia tak ada yang tak mungkin.
Ada kisah seorang wanita yang mengalami pergumulan sangat berat. Kebahagiaan dan canda tawa yang ia rajut bersama suami terasa begitu cepat berlalu, berganti kepedihan dan penderitaan; suaminya mati dan meninggalkan banyak hutang. Dikatakannya, "...penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." (2 Raja-Raja 4:1). Namun jika kita baca di akhir kisah, janda ini mengalami terobosan dalam hidupnya; mujizat dan pertolongan Tuhan yang ajaib dinyatakan. Apa rahasianya? 1. Ia datang ke alamat yang tepat. Janda ini menyampaikan permasalahannya kepada Tuhan dan pada akhirnya ia beroleh pertolongan. Tuhan berkata, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15). 2. Ia bertindak dengan iman. Sedikit minyak berubah menjadi banyak ketika janda ini mau melakukan apa yang diperintahkan Elisa yaitu meminta bejana-bejana dari tetangganya. Perintah itu sungguh tidak masuk akal, tapi ketika kita mau taat, itulah permulaan dari mujizat! Iman harus disertai dengan perbuatan (baca Yakobus 2:17).
Peristiwa yang terjadi dalam hidup kita tidak pernah lepas dari perhatiaan Tuhan. Terkadang itu diijinkan karena ada rencana Tuhan di balik itu, yaitu namaNya dimuliakan melalui kita. Karena itu yakinlah, masih ada mujizat di segala keadaan kita!
Baca: 2 Raja-Raja 4:1-7
"Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu." 2 Raja-Raja 4:7
Perjalanan hidup manusia di dunia ini penuh dengan warna-warni, segala sesuatu bisa berubah dengan drastis: kadang berada di atas, tapi dengan secepat kilat bisa berada di bawah; hari ini berlimpah harta, esok masuk penjara; hari ini berada di puncak popularitas, esok dengan gampang dilupakan orang dan tak dianggap lagi. Itulah sebabnya pengkhotbah berkata, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Ada suka dan duka, sakit adan sehat, tertawa dan menangis, menabur dan menuai, berhasil dan gagal. Namun yang pasti, dalam setiap keadaan Tuhan sanggup "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..." (Pengkhotbah 3:11a). Tuhan dapat menghadirkan mujizat dan kemenangan dalam situasi yang bagaimana pun, yang secara manusia adalah mustahil tapi bagi Dia tak ada yang tak mungkin.
Ada kisah seorang wanita yang mengalami pergumulan sangat berat. Kebahagiaan dan canda tawa yang ia rajut bersama suami terasa begitu cepat berlalu, berganti kepedihan dan penderitaan; suaminya mati dan meninggalkan banyak hutang. Dikatakannya, "...penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya." (2 Raja-Raja 4:1). Namun jika kita baca di akhir kisah, janda ini mengalami terobosan dalam hidupnya; mujizat dan pertolongan Tuhan yang ajaib dinyatakan. Apa rahasianya? 1. Ia datang ke alamat yang tepat. Janda ini menyampaikan permasalahannya kepada Tuhan dan pada akhirnya ia beroleh pertolongan. Tuhan berkata, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15). 2. Ia bertindak dengan iman. Sedikit minyak berubah menjadi banyak ketika janda ini mau melakukan apa yang diperintahkan Elisa yaitu meminta bejana-bejana dari tetangganya. Perintah itu sungguh tidak masuk akal, tapi ketika kita mau taat, itulah permulaan dari mujizat! Iman harus disertai dengan perbuatan (baca Yakobus 2:17).
Peristiwa yang terjadi dalam hidup kita tidak pernah lepas dari perhatiaan Tuhan. Terkadang itu diijinkan karena ada rencana Tuhan di balik itu, yaitu namaNya dimuliakan melalui kita. Karena itu yakinlah, masih ada mujizat di segala keadaan kita!
Monday, July 11, 2011
KERJAKAN DENGAN SUNGGUH APA YANG ADA DI TANGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2011 -
Baca: Amsal 22:17-29
"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." Amsal 22:29
Surat kabar dan juga televisi sering memberitakan tentang orang-orang yang hebat di bidangnya masing-masing yang diundang oleh Bapak Presiden ke istana negara untuk menerima penghargaan dan juga jamuan makan malam. Tidak semua orang dapat menerima undangan apalagi beroleh penghargaan dari presiden. Mereka adalah orang-orang yang berperestasi: atlit yang mengharumkan nama bangsa di ajang olah raga internasional, para pelajar yang menjuarai olimpiade bidang science, pelopor penyelamatan lingkungan hidup dan sebagainya. Mengapa mereka bisa berprestasi? Karena mereka mengerjakan tugas di bidangnya masing-masing dengan penuh integritas. Tanpa integritas apa pun yang mereka kerjakan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
Setiap kita tanpa terkecuali diberikan Tuhan talenta, kecakapan, dan kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu. Tetapi mengapa masing-masing orang memiliki hasil yang berbeda-beda? Itu semua tergantung dari kesanggupan kita sebagaimana digambarkan dalam Matius 25:14-30 tentang perumpamaan talenta: Tertulis: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:15). Kesanggupan kita adalah karuniaNya; Tuhan yang memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu, maka Ia juga yang akan memberikan kesanggupan untuk mengerjakannya. Tidak ada alasan bagi kita untuk iri terhadap orang lain karena yang menilai pekerjaan kita bukanlah kita sendiri, tetapi Tuhan. Dikatakan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Tuhan selalu menyediakan upah bagi setiap orang yang setia mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakannya. "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." (Matius 25:23a).
Jangan berkata, "Saya tidak bisa!" Kunci permasalahannya adalah kita tidak sungguh-sungguh mengerjakan apa yang dipercayakan kepada kita selama ini.
Baca: Amsal 22:17-29
"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." Amsal 22:29
Surat kabar dan juga televisi sering memberitakan tentang orang-orang yang hebat di bidangnya masing-masing yang diundang oleh Bapak Presiden ke istana negara untuk menerima penghargaan dan juga jamuan makan malam. Tidak semua orang dapat menerima undangan apalagi beroleh penghargaan dari presiden. Mereka adalah orang-orang yang berperestasi: atlit yang mengharumkan nama bangsa di ajang olah raga internasional, para pelajar yang menjuarai olimpiade bidang science, pelopor penyelamatan lingkungan hidup dan sebagainya. Mengapa mereka bisa berprestasi? Karena mereka mengerjakan tugas di bidangnya masing-masing dengan penuh integritas. Tanpa integritas apa pun yang mereka kerjakan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
Setiap kita tanpa terkecuali diberikan Tuhan talenta, kecakapan, dan kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu. Tetapi mengapa masing-masing orang memiliki hasil yang berbeda-beda? Itu semua tergantung dari kesanggupan kita sebagaimana digambarkan dalam Matius 25:14-30 tentang perumpamaan talenta: Tertulis: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:15). Kesanggupan kita adalah karuniaNya; Tuhan yang memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu, maka Ia juga yang akan memberikan kesanggupan untuk mengerjakannya. Tidak ada alasan bagi kita untuk iri terhadap orang lain karena yang menilai pekerjaan kita bukanlah kita sendiri, tetapi Tuhan. Dikatakan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Tuhan selalu menyediakan upah bagi setiap orang yang setia mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakannya. "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar." (Matius 25:23a).
Jangan berkata, "Saya tidak bisa!" Kunci permasalahannya adalah kita tidak sungguh-sungguh mengerjakan apa yang dipercayakan kepada kita selama ini.
Sunday, July 10, 2011
JANGAN SUKA MENUNDA PEKERJAAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2011 -
Baca: Ibrani 3:7-19
"Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan 'hari ini', supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." Ibrani 3:13
Menunda pekerjaan adalah kebiasaan buruk yang masih sering dilakukan oleh banyak orang. Contoh: seorang siswa yang mendapat pekerjaan rumah (PR) dari sekolah seringkali berpikir, "Ah, PR-nya nanti saja kukerjakan. Besok kan masih ada waktu." Menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kita kerjakan saat ini adalah suatu tindakan yang justru akan merugikan diri kita sendiri. Menunda berarti menyia-nyiakan waktu yang ada; menunda berarti kita telah kehilangan waktu, karena waktu yang hilang tidak akan bisa tergantikan. Kalau kita kehilangan suatu barang, kita masih dapat membelinya. Namun sekali kita kehilangan waktu atau kesempatan, itu tidak akan pernah kembali. Tidak ada tempat, toko, supermarket atau mal di dunia ini yang menyediakan 'waktu' cadangan atau menjual waktu. Semakin kita terbiasa menunda-nunda pekerjaan semakin membuat kita menjadi malas. Ingat! Semakin kita menunda-nunda waktu semakin berat tugas dan pekerjaan kita. Belum lagi selesai mengerjakan pekerjaan pertama itu, sudah datang lagi pekerjaan yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Begitu pentingnya hari ini sehingga Alkitab menasihatkan agar kita tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Betapa pun hebatnya kita di hari kemarin, itu sudah berlalu. Tidak ada satu pun yang dapat kita lakukan untuk mengubah sesuatu yang telah berlalu. Begitu juga dengan hari esok, itu semua di luar jangkauan dan pikiran kita. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Karena itu marilah kita menaruh perhatian dengan sungguh pada apa yang sedang terjadi saat ini atau sekarang. Kerjakan dengan sungguh, jangan tunda-tunda, apalagi hanya berpangku tangan, tanpa berbuat sesuatu. Manfaatkan setiap kesempatan yang ada sebaik mungkin. Karena seperti apa kita di hari esok adalah tuaian dari apa yang kita lakukan sekarang. Masa depan kita adalah hasil dari apa yang kita kerjakan hari ini.
Hari ini atau waktu sekarang adalah berkat dan pemberian Tuhan yang sangat berharga, oleh karena itu pusatkan pikiran, tenaga dan talenta untuk segala sesuatu yang ada di tangan kita. Dan "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7b). Nah, tunggu kapan lagi?
Selagi kita masih dalam kondisi baik-baik saja, jangan sekali-kali menunda-nunda waktu.
Baca: Ibrani 3:7-19
"Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan 'hari ini', supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." Ibrani 3:13
Menunda pekerjaan adalah kebiasaan buruk yang masih sering dilakukan oleh banyak orang. Contoh: seorang siswa yang mendapat pekerjaan rumah (PR) dari sekolah seringkali berpikir, "Ah, PR-nya nanti saja kukerjakan. Besok kan masih ada waktu." Menunda pekerjaan yang seharusnya bisa kita kerjakan saat ini adalah suatu tindakan yang justru akan merugikan diri kita sendiri. Menunda berarti menyia-nyiakan waktu yang ada; menunda berarti kita telah kehilangan waktu, karena waktu yang hilang tidak akan bisa tergantikan. Kalau kita kehilangan suatu barang, kita masih dapat membelinya. Namun sekali kita kehilangan waktu atau kesempatan, itu tidak akan pernah kembali. Tidak ada tempat, toko, supermarket atau mal di dunia ini yang menyediakan 'waktu' cadangan atau menjual waktu. Semakin kita terbiasa menunda-nunda pekerjaan semakin membuat kita menjadi malas. Ingat! Semakin kita menunda-nunda waktu semakin berat tugas dan pekerjaan kita. Belum lagi selesai mengerjakan pekerjaan pertama itu, sudah datang lagi pekerjaan yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Begitu pentingnya hari ini sehingga Alkitab menasihatkan agar kita tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Betapa pun hebatnya kita di hari kemarin, itu sudah berlalu. Tidak ada satu pun yang dapat kita lakukan untuk mengubah sesuatu yang telah berlalu. Begitu juga dengan hari esok, itu semua di luar jangkauan dan pikiran kita. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Karena itu marilah kita menaruh perhatian dengan sungguh pada apa yang sedang terjadi saat ini atau sekarang. Kerjakan dengan sungguh, jangan tunda-tunda, apalagi hanya berpangku tangan, tanpa berbuat sesuatu. Manfaatkan setiap kesempatan yang ada sebaik mungkin. Karena seperti apa kita di hari esok adalah tuaian dari apa yang kita lakukan sekarang. Masa depan kita adalah hasil dari apa yang kita kerjakan hari ini.
Hari ini atau waktu sekarang adalah berkat dan pemberian Tuhan yang sangat berharga, oleh karena itu pusatkan pikiran, tenaga dan talenta untuk segala sesuatu yang ada di tangan kita. Dan "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7b). Nah, tunggu kapan lagi?
Selagi kita masih dalam kondisi baik-baik saja, jangan sekali-kali menunda-nunda waktu.
Saturday, July 9, 2011
KRISTEN RAJAWALI: Mata Rohaninya Tajam!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2011 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Burung rajawali memiliki kebiasaan membuat sarang di bukit yang tinggi, ia "...diam dan bersarang di bukit batu, di puncak bukit batu dan di gunung yang sulit didatangi." (Ayub 39:31), sementara burung-burung lain kebanyakan membuat sarangnya di dahan pohon. Di atas ketinggian induk rajawali melatih dan mendewasakan anak-anaknya. Pada saatnya si induk pasti akan mengobrak-abrik sarangnya sehingga memaksa anak-anaknya untuk keluar dari sarang, mengepak-gepakkan sayapnya dan belajar terbang. Pada saat anak rajawali belajar terbang, sang induk memperhatikan dan mengamat-amatinya dari kejauhan. Sebelum anak rajawali itu jatuh ke batu-batu yang terjal, sang induk pun dengan sigap memberi pertolongan dan menopangnya (baca Ulangan 32:11-12)
Adakalanya Tuhan ijinkan kita mengalami ujian dan tantangan hidup yang berat untuk melatih 'otot-otot' iman kita dan membuat kita semakin dewasa. Setiap kita yang telah belajar mengembangkan sayap rohani dengan benar akan mampu terbang tinggi, siap menghadapi badai apa pun dan pasti akan tampil sebagai pemenang. Tanpa adanya ujian atau badai, bagaimana kita bisa dikatakan sebagai pribadi yang berkualitas dan tahn uji? Yakobus berkata, "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:3).
Selain itu rajawali memiliki mata atau pandangan yang sangat tajam. Ia mampu memandang dari jarak yang cukup jauh, bahkan dari atas ketinggian kurang lebih 3 mil (4,8 km) dari permukaan bumi atau permukaan laut ia masih dapat menangkap sinyal gerakan dari binatang buruannya. Untuk memastikannya ia akan terbang merendah, lalu dengan kecepatan yang luar biasa ia akan segera menyambar mangsanya.
Tuhan pun mau setiap kita memiliki mata rohani yang tajam, yang dapat melihat jauh ke depan, melihat janji-janjiNya dan rencanaNya serta dapat memandang segala sesuatu sebagaimana Tuhan memandang. Jangan sampai mata kita hanya terfokus pada perkara-perkara yang lahiriah, tapi arahkan pandangan hanya kepada Kristus. "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kausa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20).
Tetapi kuat dalam segala keadaan karena Tuhan penopang dan sumber kekuatan kita.
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Burung rajawali memiliki kebiasaan membuat sarang di bukit yang tinggi, ia "...diam dan bersarang di bukit batu, di puncak bukit batu dan di gunung yang sulit didatangi." (Ayub 39:31), sementara burung-burung lain kebanyakan membuat sarangnya di dahan pohon. Di atas ketinggian induk rajawali melatih dan mendewasakan anak-anaknya. Pada saatnya si induk pasti akan mengobrak-abrik sarangnya sehingga memaksa anak-anaknya untuk keluar dari sarang, mengepak-gepakkan sayapnya dan belajar terbang. Pada saat anak rajawali belajar terbang, sang induk memperhatikan dan mengamat-amatinya dari kejauhan. Sebelum anak rajawali itu jatuh ke batu-batu yang terjal, sang induk pun dengan sigap memberi pertolongan dan menopangnya (baca Ulangan 32:11-12)
Adakalanya Tuhan ijinkan kita mengalami ujian dan tantangan hidup yang berat untuk melatih 'otot-otot' iman kita dan membuat kita semakin dewasa. Setiap kita yang telah belajar mengembangkan sayap rohani dengan benar akan mampu terbang tinggi, siap menghadapi badai apa pun dan pasti akan tampil sebagai pemenang. Tanpa adanya ujian atau badai, bagaimana kita bisa dikatakan sebagai pribadi yang berkualitas dan tahn uji? Yakobus berkata, "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:3).
Selain itu rajawali memiliki mata atau pandangan yang sangat tajam. Ia mampu memandang dari jarak yang cukup jauh, bahkan dari atas ketinggian kurang lebih 3 mil (4,8 km) dari permukaan bumi atau permukaan laut ia masih dapat menangkap sinyal gerakan dari binatang buruannya. Untuk memastikannya ia akan terbang merendah, lalu dengan kecepatan yang luar biasa ia akan segera menyambar mangsanya.
Tuhan pun mau setiap kita memiliki mata rohani yang tajam, yang dapat melihat jauh ke depan, melihat janji-janjiNya dan rencanaNya serta dapat memandang segala sesuatu sebagaimana Tuhan memandang. Jangan sampai mata kita hanya terfokus pada perkara-perkara yang lahiriah, tapi arahkan pandangan hanya kepada Kristus. "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kausa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20).
Tetapi kuat dalam segala keadaan karena Tuhan penopang dan sumber kekuatan kita.
Friday, July 8, 2011
KRISTEN RAJAWALI: Berani Menghadapi Badai!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2011 -
Baca: Yesaya 40:25-31
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Tuhan kita adalah Allah yang luar biasa, hebat dan dahsyat segala perbuatanNya. Dia menciptakan langit, bumi dan segala isinya dengan tiada pernah merasa lelah dan lesu. Tuhan juga sangat mengasihi dan memperhatikan umatNya secara detil; Dia tahu persis keadaan kita. Ketika kita sedang dalam pergumulan yang berat, putus asa, lemah tak berdaya, Dia tidak pernah berhenti untuk menguatkan dan menolong kita. Melalui kuasa Roh KudusNya "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (ayat 29).
Tidak ada alasan bagi kita untuk menyalahkan Tuhan, apalagi menuduh bahwa Dia tidak peduli terhadap kita dan membiarkan kita bergumul sendirian menghadapi setiap persoalan hidup ini. Serahkan dan percayakan hidup Saudara bagi Tuhan sepenuhnya dan nantikan pertolonganNya, sebab bagi orang-orang yang tekun menantikan Tuhan, Alkitab menyatakan bahwa ia akan beroleh kekuatan baru seumpama rajawali yang terbang tinggi. Mengapa Tuhan memberikan contoh kekuatan rajawali, bukan jenis burung lain? Karena rajawali memiliki keberanian dan kekuatan yang lebih yang tidak dimiliki oleh burung-burung yang lain. Karena keistimewaannya Alkitab mencatat kata rajawali sebanyak 32 kali.
Apa saja nilai lebih dari burung rajawali itu? Ayub berkata, "Atas perintahmulah rajawali terbang membubung, dan membuat sarangnya di tempat yang tinggi?" (Ayub 39:30). Burung rajawali memiliki kebiasaan yang unik, ia selalu terbang tinggi di atas badai, bukan di dalam atau di bawah badai. Karakter seperti itulah yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya, memiliki keberanian untuk menghadapi badai persoalan. Namun kenyataannya banyak orang Kristen yang justru larut dan tenggelam dalam badai persoalan. Seringkali kita dikalahkan oleh situasi atau keadaan yang ada: frustasi, kecewa, putus asa dan kehilangan sukacita. Bukankah Alkitab menyatakan bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Seberat apa pun persoalan yang menimpa, jangan menjadi lemah; sebaliknya, kuatkan iman dan arahkan pandangan pada Tuhan.
Baca: Yesaya 40:25-31
"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Tuhan kita adalah Allah yang luar biasa, hebat dan dahsyat segala perbuatanNya. Dia menciptakan langit, bumi dan segala isinya dengan tiada pernah merasa lelah dan lesu. Tuhan juga sangat mengasihi dan memperhatikan umatNya secara detil; Dia tahu persis keadaan kita. Ketika kita sedang dalam pergumulan yang berat, putus asa, lemah tak berdaya, Dia tidak pernah berhenti untuk menguatkan dan menolong kita. Melalui kuasa Roh KudusNya "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (ayat 29).
Tidak ada alasan bagi kita untuk menyalahkan Tuhan, apalagi menuduh bahwa Dia tidak peduli terhadap kita dan membiarkan kita bergumul sendirian menghadapi setiap persoalan hidup ini. Serahkan dan percayakan hidup Saudara bagi Tuhan sepenuhnya dan nantikan pertolonganNya, sebab bagi orang-orang yang tekun menantikan Tuhan, Alkitab menyatakan bahwa ia akan beroleh kekuatan baru seumpama rajawali yang terbang tinggi. Mengapa Tuhan memberikan contoh kekuatan rajawali, bukan jenis burung lain? Karena rajawali memiliki keberanian dan kekuatan yang lebih yang tidak dimiliki oleh burung-burung yang lain. Karena keistimewaannya Alkitab mencatat kata rajawali sebanyak 32 kali.
Apa saja nilai lebih dari burung rajawali itu? Ayub berkata, "Atas perintahmulah rajawali terbang membubung, dan membuat sarangnya di tempat yang tinggi?" (Ayub 39:30). Burung rajawali memiliki kebiasaan yang unik, ia selalu terbang tinggi di atas badai, bukan di dalam atau di bawah badai. Karakter seperti itulah yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya, memiliki keberanian untuk menghadapi badai persoalan. Namun kenyataannya banyak orang Kristen yang justru larut dan tenggelam dalam badai persoalan. Seringkali kita dikalahkan oleh situasi atau keadaan yang ada: frustasi, kecewa, putus asa dan kehilangan sukacita. Bukankah Alkitab menyatakan bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Seberat apa pun persoalan yang menimpa, jangan menjadi lemah; sebaliknya, kuatkan iman dan arahkan pandangan pada Tuhan.
Thursday, July 7, 2011
PEMUDA KRISTIANI: Harus Menjadi Teladan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2011 -
Baca: Mazmur 119:9-16
"Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-mu." Mazmur 119:9
Pemazmur menyatakan bahwa hanya dengan firman Tuhanlah anak muda dapat mempertahankan kelakuannya tetap bersih dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh sebab itu para pemuda Kristiani harus banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani supaya waktu-waktu luang yang ada mereka gunakan untuk hal-hal yang positif dan membangun iman. Mereka harus melatih diri dalam hal ibadah, artinya: tidak "...menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,... dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Semakin banyak mereka mendengar Firman Tuhan semakin kuat pula iman mereka, karena "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagi anak-anak Tuhan, tidak mengikuti tren teman-teman bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, hal ini juga bukan berarti kita menjadi pemuda yang 'kuper' dan out of date.
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang muda Kristen yang berkualias dan memiliki kehidupan yang berbeda dari anak-anak muda di luar Tuhan, yang meski masih muda tetapi memiliki integritas dan tidak berkompromi dengan dosa; berani berkata tidak dan menolak setiap ajakan maupun kebiasaan hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan meski hal itu mengandung resiko: ditinggalkan dan dikucilkan teman. Yang Tuhan mau adalah kita menjauhi nafsu orang muda, karena segala keinginan untuk memenuhi hawa nafsu hanyalah akan membawa kita kepada kebinasaan. Karena itu kita harus memiliki kekariban dengan Tuhan supaya kita beroleh kekuatan untuk dapat menolak setiap hawa nafsu yang ada. Rasul Paulus berpesan, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Masa muda adalah masa emas bagi kita untuk memaksimalkan potensi yang ada dan memacu kita untuk do our best dalam segala hal, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, ketekunan dan juga kesucian.
Nama Tuhan dipermuliakan ketika kemudian kita menjadi teladan bagi teman-teman dan lingkungan kita.
Baca: Mazmur 119:9-16
"Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-mu." Mazmur 119:9
Pemazmur menyatakan bahwa hanya dengan firman Tuhanlah anak muda dapat mempertahankan kelakuannya tetap bersih dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh sebab itu para pemuda Kristiani harus banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani supaya waktu-waktu luang yang ada mereka gunakan untuk hal-hal yang positif dan membangun iman. Mereka harus melatih diri dalam hal ibadah, artinya: tidak "...menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,... dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Semakin banyak mereka mendengar Firman Tuhan semakin kuat pula iman mereka, karena "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagi anak-anak Tuhan, tidak mengikuti tren teman-teman bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, hal ini juga bukan berarti kita menjadi pemuda yang 'kuper' dan out of date.
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang muda Kristen yang berkualias dan memiliki kehidupan yang berbeda dari anak-anak muda di luar Tuhan, yang meski masih muda tetapi memiliki integritas dan tidak berkompromi dengan dosa; berani berkata tidak dan menolak setiap ajakan maupun kebiasaan hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan meski hal itu mengandung resiko: ditinggalkan dan dikucilkan teman. Yang Tuhan mau adalah kita menjauhi nafsu orang muda, karena segala keinginan untuk memenuhi hawa nafsu hanyalah akan membawa kita kepada kebinasaan. Karena itu kita harus memiliki kekariban dengan Tuhan supaya kita beroleh kekuatan untuk dapat menolak setiap hawa nafsu yang ada. Rasul Paulus berpesan, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Masa muda adalah masa emas bagi kita untuk memaksimalkan potensi yang ada dan memacu kita untuk do our best dalam segala hal, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, ketekunan dan juga kesucian.
Nama Tuhan dipermuliakan ketika kemudian kita menjadi teladan bagi teman-teman dan lingkungan kita.
Wednesday, July 6, 2011
PEMUDA KRISTIANI: Aset Berharga!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2011 -
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." 2 Timotius 2:22
Pemuda adalah tulang punggung bangsa; di tangan merekalah tongkat estafet kepemimpinan akan diserahkan. Begitu juga pemuda dalam kehidupan kekristenan. Keberadaan komunitas muda di dalam gereja harus menjadi perhatian utama semua pihak karena pemuda adalah aset yang sangat berharga, dan masa depan gereja ada di pundak mereka.
Jika melihat perkembangan teknologi saat ini yang begitu pesat, adalah suatu keharusan bagi kita untuk bisa menjaga dan menggembalakan anak-anak muda Kristiani sedemikian rupa supaya mereka tidak terseret oleh arus dunia ini dan tenggelam di dalamnya. Kita tahu bahwa anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk mengikuti tren yang ada. Itu dilakukan demi mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar dan juga demi memperoleh identitas diri. Jika tidak mengikuti tren yang ada mereka dianggap kuno, gak gaul. Akhirnya mereka pun tidak kuasa menolak ajakan teman. Inilah yang sangat berbahaya. Banyak sekali kasus-kasus kriminal yang melibatkan anak-anak muda: mulai dari tawuran antarpelajar, geng motor, mengkonsumsi narkoba, pergaulan bebas dan bahkan ada yang sampai terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Pengaruh-pengaruh negatif itu bermula dari pergaulan antarteman. Alkitab jelas menyatakan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33).
Adalah tugas yang tidak mudah bagi keluarga-keluarga Kristen untuk memperhatikan sepak terjang anak-anak mereka saat berada di luar rumah. Kita harus tahu dengan siapa mereka membangun persahabatan. Dikatakan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Karena itu kita harus secara cermat menyeleksi setiap pengaruh yang masuk: mana yang baik dan mana yang buruk agar kehidupan anak-anak muda tetap terjaga dan tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Iblis tahu benar bahwa usia muda adalah usia yang sangat rawan; tak henti-hentinya ia melepaskan panah apinya dan berusaha memperdaya anak muda dengan menawarkan segala kenikmatan dunia ini, dengan harapan mereka semakin terlena dan semakin jauh dari Tuhan.
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." 2 Timotius 2:22
Pemuda adalah tulang punggung bangsa; di tangan merekalah tongkat estafet kepemimpinan akan diserahkan. Begitu juga pemuda dalam kehidupan kekristenan. Keberadaan komunitas muda di dalam gereja harus menjadi perhatian utama semua pihak karena pemuda adalah aset yang sangat berharga, dan masa depan gereja ada di pundak mereka.
Jika melihat perkembangan teknologi saat ini yang begitu pesat, adalah suatu keharusan bagi kita untuk bisa menjaga dan menggembalakan anak-anak muda Kristiani sedemikian rupa supaya mereka tidak terseret oleh arus dunia ini dan tenggelam di dalamnya. Kita tahu bahwa anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk mengikuti tren yang ada. Itu dilakukan demi mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar dan juga demi memperoleh identitas diri. Jika tidak mengikuti tren yang ada mereka dianggap kuno, gak gaul. Akhirnya mereka pun tidak kuasa menolak ajakan teman. Inilah yang sangat berbahaya. Banyak sekali kasus-kasus kriminal yang melibatkan anak-anak muda: mulai dari tawuran antarpelajar, geng motor, mengkonsumsi narkoba, pergaulan bebas dan bahkan ada yang sampai terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Pengaruh-pengaruh negatif itu bermula dari pergaulan antarteman. Alkitab jelas menyatakan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33).
Adalah tugas yang tidak mudah bagi keluarga-keluarga Kristen untuk memperhatikan sepak terjang anak-anak mereka saat berada di luar rumah. Kita harus tahu dengan siapa mereka membangun persahabatan. Dikatakan, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Karena itu kita harus secara cermat menyeleksi setiap pengaruh yang masuk: mana yang baik dan mana yang buruk agar kehidupan anak-anak muda tetap terjaga dan tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Iblis tahu benar bahwa usia muda adalah usia yang sangat rawan; tak henti-hentinya ia melepaskan panah apinya dan berusaha memperdaya anak muda dengan menawarkan segala kenikmatan dunia ini, dengan harapan mereka semakin terlena dan semakin jauh dari Tuhan.
Tuesday, July 5, 2011
BUANG SEGALA AKAR PAHIT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2011 -
Baca: Ibrani 12:12-15
"Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yag mencemarkan banyak orang." Ibrani 12:15
Apakah Saudara dapat bersukacita ketika hati Saudara dipenuhi oleh kepahitan? Tentu tidak! Kepahitan hanya akan merusak suasana hati kita; sukacita sirna dan beban hidup serasa makin berat. Namun Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bila saat ini kita sedang berbeban berat biarlah kita tidak menanggungnya sendiri tetapi kita serahkan kepada Tuhan, karena bagi Dia tidak ada yang mustahil. Kalau kita membiarkan diri hanyut dalam permasalahan yang ada, lalu kepahitan menguasai hati kita, apakah kita bisa menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita?
Perlakuan yang tidak baik, tindakan semena-mena, merendahkan, memfitnah, menyakiti, melontarkan kata-kata kotor dan sebagainya seringkali menyebabkan seseorang mengalami kepahitan. Tidak adanya pengampunan atau karena adanya iri hati dalam diri kita juga menyebabkan kita makin terbelenggu oleh kepahitan. Ada juga orang yang mengalami kepahitan karena penderitaan yang dialaminya. Biasanya ia akan menyalahkan Tuhan dan menuduh Dia sebagai penyebabnya. Inilah yang dikatakan oleh Naomi, "...Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong, Tuhan memulangkan aku. ...Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku." (Rut 1:20-21). Bukankah masih ada orang Kristen yang juga bersikap seperti Naomi? Mogok tidak mau ke gereja karena merasa doanya tidak dijawab oleh Tuhan. "Untuk apa saya harus berlelah-lelah melayani Tuhan? Kenyataannya hidup saya juga tidak berubah, tetap saja pas-pasan dan tidak diberkati Tuhan.", dan masih banyak lagi keluhan.
Kalau kita mampu menyikapi setiap masalah dengan benar kita tidak akan masuk dalam kepahitan. Orang yang hidup dalam kepahitan mustahil dapat berdoa. Kepahitan juga semakin membuat orang menjadi tawanan dosa. Kepahitan itu identik dengan ikatan kejahatan, karena jika kita biarkan kita akan menjadi tawanan dosa.
Kepahitan adalah senjata yang digunakan Iblis untuk menghancurkan kehidupan kita!
Baca: Ibrani 12:12-15
"Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yag mencemarkan banyak orang." Ibrani 12:15
Apakah Saudara dapat bersukacita ketika hati Saudara dipenuhi oleh kepahitan? Tentu tidak! Kepahitan hanya akan merusak suasana hati kita; sukacita sirna dan beban hidup serasa makin berat. Namun Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bila saat ini kita sedang berbeban berat biarlah kita tidak menanggungnya sendiri tetapi kita serahkan kepada Tuhan, karena bagi Dia tidak ada yang mustahil. Kalau kita membiarkan diri hanyut dalam permasalahan yang ada, lalu kepahitan menguasai hati kita, apakah kita bisa menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita?
Perlakuan yang tidak baik, tindakan semena-mena, merendahkan, memfitnah, menyakiti, melontarkan kata-kata kotor dan sebagainya seringkali menyebabkan seseorang mengalami kepahitan. Tidak adanya pengampunan atau karena adanya iri hati dalam diri kita juga menyebabkan kita makin terbelenggu oleh kepahitan. Ada juga orang yang mengalami kepahitan karena penderitaan yang dialaminya. Biasanya ia akan menyalahkan Tuhan dan menuduh Dia sebagai penyebabnya. Inilah yang dikatakan oleh Naomi, "...Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong, Tuhan memulangkan aku. ...Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku." (Rut 1:20-21). Bukankah masih ada orang Kristen yang juga bersikap seperti Naomi? Mogok tidak mau ke gereja karena merasa doanya tidak dijawab oleh Tuhan. "Untuk apa saya harus berlelah-lelah melayani Tuhan? Kenyataannya hidup saya juga tidak berubah, tetap saja pas-pasan dan tidak diberkati Tuhan.", dan masih banyak lagi keluhan.
Kalau kita mampu menyikapi setiap masalah dengan benar kita tidak akan masuk dalam kepahitan. Orang yang hidup dalam kepahitan mustahil dapat berdoa. Kepahitan juga semakin membuat orang menjadi tawanan dosa. Kepahitan itu identik dengan ikatan kejahatan, karena jika kita biarkan kita akan menjadi tawanan dosa.
Kepahitan adalah senjata yang digunakan Iblis untuk menghancurkan kehidupan kita!
Monday, July 4, 2011
BUANG SEGALA AKAR PAHIT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2011 -
Baca: Keluaran 1
"Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat,..." Keluaran 1:13-14
Dalam kehidupan ini banyak orang mengalami kepahitan dalam hati oleh karena masalah dan penderitaan yang terjadi. Kepahitan hidup yang luar biasa juga dialami dan dirasakan oleh bangsa Israel ketika mereka berada di Mesir, di mana "...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ayat 13:14). Penderitaan yang hebat membuat hati mereka menjadi pahit. Sampai-sampai karena kepahitan hidup yang mereka alami mereka pun diperintahkan untuk makan sayur yang pahit pada saat mempersiapkan perayaan paskah. "Dagingnya harus dimakan mereka pada malam itu juga; yang dipanggang mereka harus makan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit." (Keluaran 12:8). Sayur yang pahit ini untuk mengenang dan mengingatkan keadaan mereka saat di Mesir.
Kepahitan adalah suatu fakta dalam kehidupan manusia. Seberat apa pun ujian dan kesukaran yang menimpa, jangan sampai kita menjadi pahit hati. Tuhan tidak menginginkan kita hidup dalam kepahitan. Jika saat ini kita mengalami kesesakan yang sangat, datanglah pada Tuhan dan serahkan semua beban itu kepadaNya. Jangan sampai menyimpan akar pahit di dalam hati. Kepahitan adalah gambaran dari kehidupan orang yang tidak rohani, gambaran dari orang-orang yang belum diselamatkan. Firman Tuhan jelas menegaskan bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Melalui pengorbananNya di atas kayu salib Kristus telah menebus kita dan menyelamatkan kita. Kita bukan lagi orang-orang yang kalah, tapi orang-orang yang berkemenangan.
Jadi sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, tidak sebanding dengan kebesaran dan kuasa Tuhan kita. Karena itu "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu,..." (Efesus 4:31).
Kepahitan yang kita pendam di hati hanya akan membawa dampak buruk: merusak dan menghancurkan diri kita sendiri.
Baca: Keluaran 1
"Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat,..." Keluaran 1:13-14
Dalam kehidupan ini banyak orang mengalami kepahitan dalam hati oleh karena masalah dan penderitaan yang terjadi. Kepahitan hidup yang luar biasa juga dialami dan dirasakan oleh bangsa Israel ketika mereka berada di Mesir, di mana "...dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (ayat 13:14). Penderitaan yang hebat membuat hati mereka menjadi pahit. Sampai-sampai karena kepahitan hidup yang mereka alami mereka pun diperintahkan untuk makan sayur yang pahit pada saat mempersiapkan perayaan paskah. "Dagingnya harus dimakan mereka pada malam itu juga; yang dipanggang mereka harus makan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit." (Keluaran 12:8). Sayur yang pahit ini untuk mengenang dan mengingatkan keadaan mereka saat di Mesir.
Kepahitan adalah suatu fakta dalam kehidupan manusia. Seberat apa pun ujian dan kesukaran yang menimpa, jangan sampai kita menjadi pahit hati. Tuhan tidak menginginkan kita hidup dalam kepahitan. Jika saat ini kita mengalami kesesakan yang sangat, datanglah pada Tuhan dan serahkan semua beban itu kepadaNya. Jangan sampai menyimpan akar pahit di dalam hati. Kepahitan adalah gambaran dari kehidupan orang yang tidak rohani, gambaran dari orang-orang yang belum diselamatkan. Firman Tuhan jelas menegaskan bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Melalui pengorbananNya di atas kayu salib Kristus telah menebus kita dan menyelamatkan kita. Kita bukan lagi orang-orang yang kalah, tapi orang-orang yang berkemenangan.
Jadi sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, tidak sebanding dengan kebesaran dan kuasa Tuhan kita. Karena itu "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu,..." (Efesus 4:31).
Kepahitan yang kita pendam di hati hanya akan membawa dampak buruk: merusak dan menghancurkan diri kita sendiri.
Sunday, July 3, 2011
TUHAN BERGAUL ERAT DENGAN ORANG JUJUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2011 -
Baca: Amsal 3:27-35
"Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." Amsal 3:32
Jikalau kita ingin memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, bergaul karib dengan Dia dan menjadi sahabatNya, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Itu tidak asal.
Syarat untuk bisa karib dengan Tuhan adalah harus hidup jujur dan tulus, karena "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." Artinya kita harus menjadi orang yang terbuka di hadapan Tuhan dan tidak ada sesuatu yang kita tutup-tutupi atau sembunyikan. Waktu kita berdoa, apa pun masalah, pergumulan, kekurangan, sukacita, bahagia, harus kita sampaikan semua kepadaNya dengan jujur dan terbuka sehingga hubungan kita denganNya tidak kaku atau sekedar pergaulan biasa, melainkan pergaulan yang sangat erat dari hati ke hati. Ketika keintiman dengan Tuhan sampai pada taraf seperti itu kita akan bertumbuh dalam persekutuan denganNya dan kita akan semakin mengasihi Dia. Tertulis: "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan Tuhan, tetapi orang yang sesat jalannya menghina Dia." (Amsal 14:2).
Tidak mudah menjadi orang yang jujur di zaman sekarang ini di mana banyak orang yang hidup dalam ketidakjujuran. Mereka berprinsip: "Jujur ajur" (bahasa Jawa - Red.), artinya jika kita jujur kita pasti akan hancur. Tetapi sebagai orang percaya kita dituntut untuk hidup dalam kejujuran. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang jujur? Kita harus hidup dalam ketulusan hati. Alkitab mencatat, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Jika kita ingin hidup jujur terhadap Tuhan kita juga harus tulus terhadap Dia. Orang yang tulus adalah orang yang mengasihi Tuhan tanpa syarat, yang dalam melakukan segala sesuatu tidak akan menuntut upah. Mengapa ada banyak pelayan Tuhan yang berselisih? Karena mereka tidak tulus melayani Tuhan. Orang yang tulus tidak akan mengeluh atau menggerutu dalam mengerjakan tugas pelayanannya.
Tidak banyak orang dikatakan sebagai sahabat Tuhan selain Abraham dan Musa. Lalu ada Daud yang disebut sebagai orang yang berkenan di hati Tuhan. Apakah kita rindu menjadi sahabat Tuhan? Hiduplah dalam kejujuran dalam ketulusan.
Daud berkata, "Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau" (Mazmur 25:21)
Baca: Amsal 3:27-35
"Karena orang yang sesat adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat." Amsal 3:32
Jikalau kita ingin memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, bergaul karib dengan Dia dan menjadi sahabatNya, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Itu tidak asal.
Syarat untuk bisa karib dengan Tuhan adalah harus hidup jujur dan tulus, karena "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." Artinya kita harus menjadi orang yang terbuka di hadapan Tuhan dan tidak ada sesuatu yang kita tutup-tutupi atau sembunyikan. Waktu kita berdoa, apa pun masalah, pergumulan, kekurangan, sukacita, bahagia, harus kita sampaikan semua kepadaNya dengan jujur dan terbuka sehingga hubungan kita denganNya tidak kaku atau sekedar pergaulan biasa, melainkan pergaulan yang sangat erat dari hati ke hati. Ketika keintiman dengan Tuhan sampai pada taraf seperti itu kita akan bertumbuh dalam persekutuan denganNya dan kita akan semakin mengasihi Dia. Tertulis: "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan Tuhan, tetapi orang yang sesat jalannya menghina Dia." (Amsal 14:2).
Tidak mudah menjadi orang yang jujur di zaman sekarang ini di mana banyak orang yang hidup dalam ketidakjujuran. Mereka berprinsip: "Jujur ajur" (bahasa Jawa - Red.), artinya jika kita jujur kita pasti akan hancur. Tetapi sebagai orang percaya kita dituntut untuk hidup dalam kejujuran. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang jujur? Kita harus hidup dalam ketulusan hati. Alkitab mencatat, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." (Amsal 11:3). Jika kita ingin hidup jujur terhadap Tuhan kita juga harus tulus terhadap Dia. Orang yang tulus adalah orang yang mengasihi Tuhan tanpa syarat, yang dalam melakukan segala sesuatu tidak akan menuntut upah. Mengapa ada banyak pelayan Tuhan yang berselisih? Karena mereka tidak tulus melayani Tuhan. Orang yang tulus tidak akan mengeluh atau menggerutu dalam mengerjakan tugas pelayanannya.
Tidak banyak orang dikatakan sebagai sahabat Tuhan selain Abraham dan Musa. Lalu ada Daud yang disebut sebagai orang yang berkenan di hati Tuhan. Apakah kita rindu menjadi sahabat Tuhan? Hiduplah dalam kejujuran dalam ketulusan.
Daud berkata, "Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau" (Mazmur 25:21)
Saturday, July 2, 2011
LAHIR BARU: Dimerdekakan Dari Dosa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2011 -
Baca: Roma 8:1-17
"Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." Roma 8:2
Seseorang yang lahir baru berarti telah dimerdekakan dari kuasa dosa, dosa tidak berkuasa lagi atas hidupnya. Banyak orang yang mengaku bahwa ia sudah dilahirkan kembali atau lahir baru, tetapi kenyataannya mereka masih hidup di dalam dosa atau terikat oleh dosa-dosa tertentu: tidak bisa mengampuni orang lain, menyimpan kepahitan dan sakit hati, korupsi, berzinah, suka melihat situs-situs porno di internet dan sebagainya. Ada pula yang masih terikat dengan kepercayaan nenek moyang atau takhayul dengan pergi ke paranormal atau dukun untuk minta kekayaan atau sekedar ingin tahu nasibnya. Firman Tuhan menegaskan, "...jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Selama kita masih hidup dalam kegelapan kita belum lahir baru.
Seseorang yang lahir baru tidak lagi hidup dalam kegelapan karena sudah di dalam terang Allah. Oleh karena itu "...marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:12b-14). Saat kita hidup dalam terang Allah (kebenaranNya) kita pasti akan mengalami kehidupan yang penuh dengan damai sejahtera dan ketenteraman (baca Yesaya 32:17). Di zaman sekarang ini banyak orang kehilangan damai sejahtera dalam hidupnya karena mereka tidak lagi hidup dalam kebenaran, sehingga mereka berusaha mencari kedamaian dan ketenangan dengan pergi ke tempat-tempat hibuaran malam, mengkonsumsi narkoba dan sebagainya, padahal itu bukanlah jalan keluar, justru membawa mereka kepada kehancuran.
Seseorang yang lahir baru, selain hidup dalam terang Tuhan, kehidupannya juga menjadi terang (kesaksian) bagi orang lain. Bagaimana kehidupan Saudara? Sudahkah kita benar-benar bisa dikatakan seorang Kristen yang lahir baru?
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Baca: Roma 8:1-17
"Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." Roma 8:2
Seseorang yang lahir baru berarti telah dimerdekakan dari kuasa dosa, dosa tidak berkuasa lagi atas hidupnya. Banyak orang yang mengaku bahwa ia sudah dilahirkan kembali atau lahir baru, tetapi kenyataannya mereka masih hidup di dalam dosa atau terikat oleh dosa-dosa tertentu: tidak bisa mengampuni orang lain, menyimpan kepahitan dan sakit hati, korupsi, berzinah, suka melihat situs-situs porno di internet dan sebagainya. Ada pula yang masih terikat dengan kepercayaan nenek moyang atau takhayul dengan pergi ke paranormal atau dukun untuk minta kekayaan atau sekedar ingin tahu nasibnya. Firman Tuhan menegaskan, "...jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Selama kita masih hidup dalam kegelapan kita belum lahir baru.
Seseorang yang lahir baru tidak lagi hidup dalam kegelapan karena sudah di dalam terang Allah. Oleh karena itu "...marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." (Roma 13:12b-14). Saat kita hidup dalam terang Allah (kebenaranNya) kita pasti akan mengalami kehidupan yang penuh dengan damai sejahtera dan ketenteraman (baca Yesaya 32:17). Di zaman sekarang ini banyak orang kehilangan damai sejahtera dalam hidupnya karena mereka tidak lagi hidup dalam kebenaran, sehingga mereka berusaha mencari kedamaian dan ketenangan dengan pergi ke tempat-tempat hibuaran malam, mengkonsumsi narkoba dan sebagainya, padahal itu bukanlah jalan keluar, justru membawa mereka kepada kehancuran.
Seseorang yang lahir baru, selain hidup dalam terang Tuhan, kehidupannya juga menjadi terang (kesaksian) bagi orang lain. Bagaimana kehidupan Saudara? Sudahkah kita benar-benar bisa dikatakan seorang Kristen yang lahir baru?
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Friday, July 1, 2011
LAHIR BARU: Hidup Sebagai Manusia Baru!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2011 -
Baca: Yohanes 3:1-13
"Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan oleh Roh, adalah roh." Yohanes 3:6
Pada suatu malam Nikodemus datang kepada Yesus hendak menanyakan sesuatu kepadaNya. Namun sebelum ia menyampaikan unek-uneknya Yesus sudah tahu apa yang hendak ditanyakan olehnya, yaitu perihal keselamatan. Yesus pun berkata, "...sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (ayat 3). Jawaban Yesus ini membuat Nikodemus bertanya-tanya dalam hati, "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?" (ayat 4). Secara lahiriah adalah mustahil seseorang yang sudah dilahirkan ke dalam dunia ini dapat masuk ke dalam rahim seorang wanita untuk dilahirkan kembali. Jangankan orang yang sudah tua, balita pun tidak dapat dilahirkan kembali.
Apa yang dimaksud dengan 'dilahirkan kembali'? Dalam hal ini, yang dilahirkan kembali adalah 'manusia roh' kita (bukan tubuh lahiriah), supaya kita dapat melihat Kerajaan Allah. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa kita dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah karena kasih dan anugerah Tuhan semata, bukan hasil dari perbuatan baik yang telah kita lakukan, "...tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," (Titus 3:5). Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang benar-benar telah lahir baru? Menjadi Kristen bertahun-tahun, rajin datang ke gereja setiap Minggu atau mungkin sudah terlibat pelayanan bukanlah suatu ukuran bahwa kita sudah lahir baru.
Ada pun tanda bahwa seseorang telah lahir baru adalah kehidupannya yang berubah dari hari ke sehari, memiliki karakter seperti Kristus dan ada buah-buah roh yang dihasilkan. Lahir baru berarti hidup kita juga baru; kehidupan lama harus benar-benar kita tinggalkan, dan kita "...mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (Efesus 4:24), sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Jadi, lahir baru berarti tidak lagi hidup menurut daging, tapi dipimpin oleh Roh.
Baca: Yohanes 3:1-13
"Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan oleh Roh, adalah roh." Yohanes 3:6
Pada suatu malam Nikodemus datang kepada Yesus hendak menanyakan sesuatu kepadaNya. Namun sebelum ia menyampaikan unek-uneknya Yesus sudah tahu apa yang hendak ditanyakan olehnya, yaitu perihal keselamatan. Yesus pun berkata, "...sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (ayat 3). Jawaban Yesus ini membuat Nikodemus bertanya-tanya dalam hati, "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?" (ayat 4). Secara lahiriah adalah mustahil seseorang yang sudah dilahirkan ke dalam dunia ini dapat masuk ke dalam rahim seorang wanita untuk dilahirkan kembali. Jangankan orang yang sudah tua, balita pun tidak dapat dilahirkan kembali.
Apa yang dimaksud dengan 'dilahirkan kembali'? Dalam hal ini, yang dilahirkan kembali adalah 'manusia roh' kita (bukan tubuh lahiriah), supaya kita dapat melihat Kerajaan Allah. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa kita dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah karena kasih dan anugerah Tuhan semata, bukan hasil dari perbuatan baik yang telah kita lakukan, "...tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," (Titus 3:5). Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang benar-benar telah lahir baru? Menjadi Kristen bertahun-tahun, rajin datang ke gereja setiap Minggu atau mungkin sudah terlibat pelayanan bukanlah suatu ukuran bahwa kita sudah lahir baru.
Ada pun tanda bahwa seseorang telah lahir baru adalah kehidupannya yang berubah dari hari ke sehari, memiliki karakter seperti Kristus dan ada buah-buah roh yang dihasilkan. Lahir baru berarti hidup kita juga baru; kehidupan lama harus benar-benar kita tinggalkan, dan kita "...mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." (Efesus 4:24), sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Jadi, lahir baru berarti tidak lagi hidup menurut daging, tapi dipimpin oleh Roh.
Thursday, June 30, 2011
SETIAP HARI ADALAH HARINYA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 118
"Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!" Mazmur 118:24
Hari ini kita memasuki hari terakhir bulan Juni 2011. Kita rasakan bahwa setiap hari yang telah terlewati itu penuh dengan warna. Ya, inilah "...hari yang dijadikan Tuhan." Berbicara tentang hari, orang memiliki pendapat berbeda-beda. Mereka percaya ada hari yang baik dan ada pula hari yang tidak baik; ada hari yang membawa keberuntungan dan ada hari yang membawa sial; ada bulan baik dan juga bulan yang kurang baik, karenanya banyak orang merasa perlu berhati-hati dalam memilih hari, tidak sembarangan. Contohnya ketika orang hendak mengadakan suatu acara, seperti pernikahan, pindah rumah atau hendak mengadakan syukuran, mereka tidak sembarangan menetapkan hari. Mereka berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang lebih tua, atau bahkan sampai pergi ke dukun atau paranormal meminta petunjuk tentang hari apa yang dianggap baik untuk menggelar acara tersebut. Yang paling menyedihkan masih banyak orang Kristen yang melakukan tindakan semacam ini.
Kita harus memahami bahwa setiap kesempatan atau hari baru adalah anugerah dari Tuhan untuk kita pergunakan sebaik mungkin. Semua hari adalah sama, yang membedakan adalah sikap hati dan pikiran kita. Apa yang sedang berkecamuk di dalam hati dan pikiran kita akan menciptakan hari-hari yang akan kita lalui. Bila kita memulai hari dengan perasaan senang, hari yang kita jalani pun akan berdampak positif. Sebaliknya jika kita mengawali hari dengan kemarahan, persungutan, putus asa dan kekecewaan, maka sepanjang hari itu akan berubah menjadi hari yang kelabu dan malang bagi kita.
Kunci untuk menikmati hari baik adalah mengandalkan Tuhan setiap hari. Bergaul karib dengan Tuhan setiap hari akan menjaga hati dan pikiran kita sehingga kita mampu melihat dan menyikapi segala sesuatu secara positif. Sikap inilah yang membuat hari-hari kita menjadi baik sehingga hati kita pun akan melimpah dengan ucapan syukur. Inilah yang dirasakan Daud: "Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:9). Daud menjalani hari dengan tenteram karena ia senantiasa karib dengan Tuhan.
Jika Tuhan yang baik itu menyertai kita dan kita pun tinggal di dalam Dia setiap hari, maka hari-hari yang kita lalui pun menjadi hari yang baik!
Baca: Mazmur 118
"Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!" Mazmur 118:24
Hari ini kita memasuki hari terakhir bulan Juni 2011. Kita rasakan bahwa setiap hari yang telah terlewati itu penuh dengan warna. Ya, inilah "...hari yang dijadikan Tuhan." Berbicara tentang hari, orang memiliki pendapat berbeda-beda. Mereka percaya ada hari yang baik dan ada pula hari yang tidak baik; ada hari yang membawa keberuntungan dan ada hari yang membawa sial; ada bulan baik dan juga bulan yang kurang baik, karenanya banyak orang merasa perlu berhati-hati dalam memilih hari, tidak sembarangan. Contohnya ketika orang hendak mengadakan suatu acara, seperti pernikahan, pindah rumah atau hendak mengadakan syukuran, mereka tidak sembarangan menetapkan hari. Mereka berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang lebih tua, atau bahkan sampai pergi ke dukun atau paranormal meminta petunjuk tentang hari apa yang dianggap baik untuk menggelar acara tersebut. Yang paling menyedihkan masih banyak orang Kristen yang melakukan tindakan semacam ini.
Kita harus memahami bahwa setiap kesempatan atau hari baru adalah anugerah dari Tuhan untuk kita pergunakan sebaik mungkin. Semua hari adalah sama, yang membedakan adalah sikap hati dan pikiran kita. Apa yang sedang berkecamuk di dalam hati dan pikiran kita akan menciptakan hari-hari yang akan kita lalui. Bila kita memulai hari dengan perasaan senang, hari yang kita jalani pun akan berdampak positif. Sebaliknya jika kita mengawali hari dengan kemarahan, persungutan, putus asa dan kekecewaan, maka sepanjang hari itu akan berubah menjadi hari yang kelabu dan malang bagi kita.
Kunci untuk menikmati hari baik adalah mengandalkan Tuhan setiap hari. Bergaul karib dengan Tuhan setiap hari akan menjaga hati dan pikiran kita sehingga kita mampu melihat dan menyikapi segala sesuatu secara positif. Sikap inilah yang membuat hari-hari kita menjadi baik sehingga hati kita pun akan melimpah dengan ucapan syukur. Inilah yang dirasakan Daud: "Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:9). Daud menjalani hari dengan tenteram karena ia senantiasa karib dengan Tuhan.
Jika Tuhan yang baik itu menyertai kita dan kita pun tinggal di dalam Dia setiap hari, maka hari-hari yang kita lalui pun menjadi hari yang baik!
Wednesday, June 29, 2011
PENGIKUT KRISTUS: Ada Kasih dan Kesetiaan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 13:36-38
"Jawab Yesus: 'Nyawamu akan kauberikan bagiKu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Yohanes 13:38
Yesus telah menunjukkan kasihNya dan Allah dipermuliakan di dalam Yesus. Begitu juga jika kita mempraktekkan kasih itu secara nyata kepada orang lain, kehidupan kita akan menjadi kesaksian bagi dunia yang sedang 'kering' kasih dan Tuhan pun dimuliakan melalui kita. Maka dari itu kehidupan para pengikut Kristus haruslah berbeda dari orang dunia, dan yang membedakan itu adalah buah kasih yang dihasilkan.
Mengapa kita harus menunjukkan kasih kepada orang lain? Karena Tuhan dapat memakai orang lain sebagai alatNya untuk menolong kita. Orang lain juga bisa dipakai Tuhan untuk membentuk dan memproses kita. Selain itu Tuhan pun bisa memakai kita menjadi alat untuk menjawab doa orang lain. Selain itu, seorang pengikut Kristus haruslah memiliki kesetiaan. Banyak orang pintar, cakap, rajin, tapi orang yang setia hanya bisa dihitung dengan jari. Dalam keadaan apa pun kita harus setia mengiring Tuhan. Petrus, berulang kali berjanji setia kepada Tuhan, namun janji tinggal janji. Adalah paling mudah untuk berjanji, tapi bagaimana untuk menepatinya? Simak pernyataan Petrus di hadapan Yesus: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." (Matius 26:33), "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (Lukas 22:23). Tapi kenyataannya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yohanes 13:38b). Yang Tuhan mau dalam hidup kita bukan hanya mengatakan janji kepada Tuhan, tetapi kita juga harus melakukannya. Seringkali kita berkata seperti Petrus, "Aku akan setia melayani Tuhan kalau sakitku Kausembuhkan. Aku akan setia beribadah dan ikut doa puasa kalau Tuhan pulihkan ekonomi keluargaku". Namun ketika semua telah dipulihkan Tuhan, apa yang pernah kita ucapkan itu begitu mudah kita lupakan.
Banyak orang Kristen begitu setia mengiring Tuhan ketika semua keadaan berjalan baik dan lancar, tapi saat masalah dan tantangan datang kita rentan sekali untuk tidak setia. FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c).
Kasih dan kesetiaan harus menjadi tanda bagi setiap pengikut Kristus!
Baca: Yohanes 13:36-38
"Jawab Yesus: 'Nyawamu akan kauberikan bagiKu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Yohanes 13:38
Yesus telah menunjukkan kasihNya dan Allah dipermuliakan di dalam Yesus. Begitu juga jika kita mempraktekkan kasih itu secara nyata kepada orang lain, kehidupan kita akan menjadi kesaksian bagi dunia yang sedang 'kering' kasih dan Tuhan pun dimuliakan melalui kita. Maka dari itu kehidupan para pengikut Kristus haruslah berbeda dari orang dunia, dan yang membedakan itu adalah buah kasih yang dihasilkan.
Mengapa kita harus menunjukkan kasih kepada orang lain? Karena Tuhan dapat memakai orang lain sebagai alatNya untuk menolong kita. Orang lain juga bisa dipakai Tuhan untuk membentuk dan memproses kita. Selain itu Tuhan pun bisa memakai kita menjadi alat untuk menjawab doa orang lain. Selain itu, seorang pengikut Kristus haruslah memiliki kesetiaan. Banyak orang pintar, cakap, rajin, tapi orang yang setia hanya bisa dihitung dengan jari. Dalam keadaan apa pun kita harus setia mengiring Tuhan. Petrus, berulang kali berjanji setia kepada Tuhan, namun janji tinggal janji. Adalah paling mudah untuk berjanji, tapi bagaimana untuk menepatinya? Simak pernyataan Petrus di hadapan Yesus: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." (Matius 26:33), "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (Lukas 22:23). Tapi kenyataannya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yohanes 13:38b). Yang Tuhan mau dalam hidup kita bukan hanya mengatakan janji kepada Tuhan, tetapi kita juga harus melakukannya. Seringkali kita berkata seperti Petrus, "Aku akan setia melayani Tuhan kalau sakitku Kausembuhkan. Aku akan setia beribadah dan ikut doa puasa kalau Tuhan pulihkan ekonomi keluargaku". Namun ketika semua telah dipulihkan Tuhan, apa yang pernah kita ucapkan itu begitu mudah kita lupakan.
Banyak orang Kristen begitu setia mengiring Tuhan ketika semua keadaan berjalan baik dan lancar, tapi saat masalah dan tantangan datang kita rentan sekali untuk tidak setia. FirmanNya dengan tegas menyatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c).
Kasih dan kesetiaan harus menjadi tanda bagi setiap pengikut Kristus!
Tuesday, June 28, 2011
PENGIKUT KRISTUS: Ada Kasih dan Kesetiaan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2011 -
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Menjadi pengikut Kristus ternyata tidak gampang, karena "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di segala aspek kehidupan kita harus benar-benar meneladani bagaimana Kristus hidup.
Suatu ketika Yesus berkumpul dengan murid-muridNya dan menceritakan tentang apa yang akan terjadi dengan diriNya yang akan mati dan disalibkan di atas bukit Golgota. Selain itu Yesus juga memberitahukan bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat, seperti dikatakanNya, " '...sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. ...yang kepadanya Aku akan memberikan roti, mencelupkannya.' Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot." (Yohanes 13:21, 26). Di hadapan para muridNya Yesus memberikan perintah yang sangat penting dan harus ditaati dan dipraktekkan, yaitu "...supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Jadi, jika perintah itu adalah kasih, maka kita harus saling mengasihi, walaupun mungkin kita berkata dalam hati, "Ah bosan, yang dibicarakan tentang kasih melulu...!"
Kata kasih terlalu mudah untuk diucapkan, tapi bagaimana menerapkannya? Yesus menegaskan bahwa tanda utama menjadi pengikut Kristus adalah harus memiliki kasih. Yesus telah terlebih dahulu membuktikan kasihNya kepada kita melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Di atas kayu salib ini "...Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia." (Yohanes 13:21). Melalui kehidupan Yesus ini Bapa dipermuliakan. Di atas kayu salib Yesus menghancurkan pekerjaan Iblis dan kuasa maut telah dikalahkanNya, Ia menjadi tebusan bagi umat manusia dan menjadi jalan pendamaian antara Allah dan manusia. Oleh karena itu kasih harus menjadi bagian hidup orang percaya. Jika tidak, berarti kita bukanlah pengikut Kristus, sekalipun kita mengatakan bahwa kita ini seorang Kristen yang setiap Minggu rajin ke gereja.
Tanpa kasih kehidupan kita tidak akan memuliakan nama Tuhan!
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Menjadi pengikut Kristus ternyata tidak gampang, karena "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di segala aspek kehidupan kita harus benar-benar meneladani bagaimana Kristus hidup.
Suatu ketika Yesus berkumpul dengan murid-muridNya dan menceritakan tentang apa yang akan terjadi dengan diriNya yang akan mati dan disalibkan di atas bukit Golgota. Selain itu Yesus juga memberitahukan bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat, seperti dikatakanNya, " '...sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. ...yang kepadanya Aku akan memberikan roti, mencelupkannya.' Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot." (Yohanes 13:21, 26). Di hadapan para muridNya Yesus memberikan perintah yang sangat penting dan harus ditaati dan dipraktekkan, yaitu "...supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Jadi, jika perintah itu adalah kasih, maka kita harus saling mengasihi, walaupun mungkin kita berkata dalam hati, "Ah bosan, yang dibicarakan tentang kasih melulu...!"
Kata kasih terlalu mudah untuk diucapkan, tapi bagaimana menerapkannya? Yesus menegaskan bahwa tanda utama menjadi pengikut Kristus adalah harus memiliki kasih. Yesus telah terlebih dahulu membuktikan kasihNya kepada kita melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Di atas kayu salib ini "...Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia." (Yohanes 13:21). Melalui kehidupan Yesus ini Bapa dipermuliakan. Di atas kayu salib Yesus menghancurkan pekerjaan Iblis dan kuasa maut telah dikalahkanNya, Ia menjadi tebusan bagi umat manusia dan menjadi jalan pendamaian antara Allah dan manusia. Oleh karena itu kasih harus menjadi bagian hidup orang percaya. Jika tidak, berarti kita bukanlah pengikut Kristus, sekalipun kita mengatakan bahwa kita ini seorang Kristen yang setiap Minggu rajin ke gereja.
Tanpa kasih kehidupan kita tidak akan memuliakan nama Tuhan!
Monday, June 27, 2011
MEMELIHARA KASIH PERSAUDARAAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2011 -
Baca: Ibrani 13:1-3
"Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 13:2
Elemen terpenting dalam kehidupan orang percaya adalah kasih, sebab "...kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Secara tegas Tuhan memberikan perintah utama kepada kita yaitu mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (baca Matius 22:37-39).
Ayat nas di atas menyinggung tentang kasih terhadap sesama. Bukti kasih terhadap sesama harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan hanya slogan. Kasih berarti memberi; ketika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela pula melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita. Maka dari itu Tuhan memberikan penekanan agar kasih persaudaraan itu semakin nyata dalam kehidupan orang percaya. Dikatakan, "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Apakah wujud kasih persaudaraan itu? Salah satunya adalah memberikan tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang suka memberi tumpangan sama seperti sedang menjamu malaikat-malaikat sorga. Banyak orang memiliki harta lebih namun sengaja menutup mata terhadap orang-orang di sekitar yang hidup dalam keterbatasan. Ataukah mungkin kita baru akan berbuat baik bila kita benar-benar melihat ada seorang malaikat yang tersesat dan membutuhkan pertolongan kita?
Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih kepada orang-orang di sekitar dan harus dipraktekkan atau diwujudkan. Ketika kita berbuat baik: memberi makan orang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tumpangan, memberi pakaian, melawat dan mengunjungi orang yang menderita, sama artinya kita melakukan itu semua untuk Tuhan. Tertulis: "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Jadi jangan pernah menutup mata terhadap saudara kita yang sedang menderita.
Melayani Tuhan tidak harus melalui kotbah, menjadi worship leader atau singer. Masih ada cara lain melayani Tuhan yaitu menolong dan memberi tumpangan kepada orang lain yang dalam kekurangan dan penderitaan.
Baca: Ibrani 13:1-3
"Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 13:2
Elemen terpenting dalam kehidupan orang percaya adalah kasih, sebab "...kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Secara tegas Tuhan memberikan perintah utama kepada kita yaitu mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (baca Matius 22:37-39).
Ayat nas di atas menyinggung tentang kasih terhadap sesama. Bukti kasih terhadap sesama harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan hanya slogan. Kasih berarti memberi; ketika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, Tuhan akan rela pula melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita. Maka dari itu Tuhan memberikan penekanan agar kasih persaudaraan itu semakin nyata dalam kehidupan orang percaya. Dikatakan, "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Apakah wujud kasih persaudaraan itu? Salah satunya adalah memberikan tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Alkitab menyatakan bahwa orang yang suka memberi tumpangan sama seperti sedang menjamu malaikat-malaikat sorga. Banyak orang memiliki harta lebih namun sengaja menutup mata terhadap orang-orang di sekitar yang hidup dalam keterbatasan. Ataukah mungkin kita baru akan berbuat baik bila kita benar-benar melihat ada seorang malaikat yang tersesat dan membutuhkan pertolongan kita?
Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih kepada orang-orang di sekitar dan harus dipraktekkan atau diwujudkan. Ketika kita berbuat baik: memberi makan orang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tumpangan, memberi pakaian, melawat dan mengunjungi orang yang menderita, sama artinya kita melakukan itu semua untuk Tuhan. Tertulis: "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Jadi jangan pernah menutup mata terhadap saudara kita yang sedang menderita.
Melayani Tuhan tidak harus melalui kotbah, menjadi worship leader atau singer. Masih ada cara lain melayani Tuhan yaitu menolong dan memberi tumpangan kepada orang lain yang dalam kekurangan dan penderitaan.
Sunday, June 26, 2011
TAKUT AKAN TUHAN: Taat dan Percaya Dengan Iman!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2011 -
Baca: Ulangan 6
"Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Di masa-masa sekarang ini banyak orang tidak lagi mengutamakan kehidupan rohaninya karena telah dibutakan ilah-ilah zaman ini: Kesibukan, hobi atau hal-hal lain yang lebih menggiurkan yang sedang ditawarkan oleh dunia ini. Orang lebih memilih kerja lembur di kantor atau bertemu client sampai larut malam daripada harus menghadiri ibadah doa malam. Para muda lebih memilih hang out atau clubbing dengan teman-teman daripada harus mengikuti pendalaman Alkitab di gereja. Inilah keadaan manusia pada akhir zaman, "...tidak mempedulikan agama, ...lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (baca 2 Timotius 3:1-5). Oleh karena itu kita kembali diingatkan, sebagaimana Tuhan memperingatkan bangsa Israel, supaya kita memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tidak sedikit pula orang Kristen, yang meskipun kelihatan rutin beribadah ke gereja tiap Minggu, belum tentu memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam Matius 15:8 dikatakan, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."
Rasa takut akan Tuhan akan tampak ketika seseorang hidup taat kepada perintah-perintah Tuhan dan dengan tegas menolak segala bentuk dosa. Adalah sangat penting untuk memahami sepenuhnya siapakah Tuhan itu sesungguhnya. Tuhan adalah Pribadi yang kudus, maka dari itu "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:15). Tuhan itu kudus dan Dia sangat membenci dosa. Pemazmur berkata, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:8, 9).
Takut yang sejati kepada Tuhan menyebabkan seseorang menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Setelah menyeberangi Laut Teberau dan menyaksikan sendiri betapa Tuhan menumpas bala tentara Mesir, takutlah bangsa Israel kepada Tuhan dan percaya kepadaNya (baca Keluaran 14:31). Jadi rasa takut akan Tuhan janganlah hanya sekedar doktrin Alkitabiah, tetapi haruslah berkenan langsung dengan kehidupan kita orang percaya.
Bukti takut akan Tuhan adalah taat dan percaya penuh kepada Dia!
Baca: Ulangan 6
"Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Di masa-masa sekarang ini banyak orang tidak lagi mengutamakan kehidupan rohaninya karena telah dibutakan ilah-ilah zaman ini: Kesibukan, hobi atau hal-hal lain yang lebih menggiurkan yang sedang ditawarkan oleh dunia ini. Orang lebih memilih kerja lembur di kantor atau bertemu client sampai larut malam daripada harus menghadiri ibadah doa malam. Para muda lebih memilih hang out atau clubbing dengan teman-teman daripada harus mengikuti pendalaman Alkitab di gereja. Inilah keadaan manusia pada akhir zaman, "...tidak mempedulikan agama, ...lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (baca 2 Timotius 3:1-5). Oleh karena itu kita kembali diingatkan, sebagaimana Tuhan memperingatkan bangsa Israel, supaya kita memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tidak sedikit pula orang Kristen, yang meskipun kelihatan rutin beribadah ke gereja tiap Minggu, belum tentu memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam Matius 15:8 dikatakan, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."
Rasa takut akan Tuhan akan tampak ketika seseorang hidup taat kepada perintah-perintah Tuhan dan dengan tegas menolak segala bentuk dosa. Adalah sangat penting untuk memahami sepenuhnya siapakah Tuhan itu sesungguhnya. Tuhan adalah Pribadi yang kudus, maka dari itu "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:15). Tuhan itu kudus dan Dia sangat membenci dosa. Pemazmur berkata, "Biarlah segenap bumi takut kepada Tuhan, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." (Mazmur 33:8, 9).
Takut yang sejati kepada Tuhan menyebabkan seseorang menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Setelah menyeberangi Laut Teberau dan menyaksikan sendiri betapa Tuhan menumpas bala tentara Mesir, takutlah bangsa Israel kepada Tuhan dan percaya kepadaNya (baca Keluaran 14:31). Jadi rasa takut akan Tuhan janganlah hanya sekedar doktrin Alkitabiah, tetapi haruslah berkenan langsung dengan kehidupan kita orang percaya.
Bukti takut akan Tuhan adalah taat dan percaya penuh kepada Dia!
Saturday, June 25, 2011
DIREMEHKAN MANUSIA? Tetap Andalkan Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2011 -
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkan Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Siapakah orang yang berhasil itu? Seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan: rumah mewah, mobil, emas, deposito di bank dan juga jabatan atau kedudukan yang mentereng dan sebagainya. Itulah cara pandang dunia tentang keberhasilan dalam diri seseorang. Dunia selalu melihat keberhasilan sebatas hal-hal yang lahiriah atau yang kelihatan secara kasat mata, tidak peduli apakah didapat dengan cara yang salah atau menyimpang dari jalan Tuhan. Orang-orang seperti itulah yang dikagumi, disegenai dan memiliki banyak 'sahabat dan saudara'. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut penilaian sesamanya seringkali diabaikan dan diremehkan. Mungkin saat ini kita tidak punya sesuatu yang dapat dibanggakan; jangan berkecil hati dan putus asa, karena Alkitab menyatakan, "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, " (1 Korintus 1:28).
Inilah yang dialami oleh Gideon. Ketika mengejar raja Midian, dengan menyebrangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah Gideon dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Tetapi permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka sangat menyepelekan Gideon, pikir mereka: "Apakah ia bermimpi? Bisa menang melawan orang-orang Midian? 300 orang dibanding 15.000 orang?"
Secara manusia memang mustahil Gideon mampu mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut. Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Allah Israel, Allah yang hidup! Meski direndahkan Gideon tetap melangkah dengan iman. Dilihat dari sisi mana pun Gideon kalah segala-galanya, tapi yang menyertai dia adalah Allah, yang adalah Sumber segalanya. Dan di akhir kisah dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan Gideon dan orang-orang Sukot pun mendapat malu.
Bila kita mengandalkan Tuhan dalam segala hal, tidak ada yang mustahil! Amin.
Baca: Hakim-Hakim 8:4-21
"Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkan Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?" Hakim-Hakim 8:15
Siapakah orang yang berhasil itu? Seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang berhasil apabila ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan: rumah mewah, mobil, emas, deposito di bank dan juga jabatan atau kedudukan yang mentereng dan sebagainya. Itulah cara pandang dunia tentang keberhasilan dalam diri seseorang. Dunia selalu melihat keberhasilan sebatas hal-hal yang lahiriah atau yang kelihatan secara kasat mata, tidak peduli apakah didapat dengan cara yang salah atau menyimpang dari jalan Tuhan. Orang-orang seperti itulah yang dikagumi, disegenai dan memiliki banyak 'sahabat dan saudara'. Sebaliknya orang yang sederhana dan tidak memiliki apa-apa menurut penilaian sesamanya seringkali diabaikan dan diremehkan. Mungkin saat ini kita tidak punya sesuatu yang dapat dibanggakan; jangan berkecil hati dan putus asa, karena Alkitab menyatakan, "dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, " (1 Korintus 1:28).
Inilah yang dialami oleh Gideon. Ketika mengejar raja Midian, dengan menyebrangi sungai Yordan bersama dengan pasukannya yang berjumlah 300 orang, sampailah Gideon dan pasukannya di Sukot. Lalu berkatalah Gideon kepada orang Sukot, "Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian." (Hakim-Hakim 8:5). Tetapi permintaan Gideon itu ditanggapi dengan sinis. Mereka sangat menyepelekan Gideon, pikir mereka: "Apakah ia bermimpi? Bisa menang melawan orang-orang Midian? 300 orang dibanding 15.000 orang?"
Secara manusia memang mustahil Gideon mampu mengalahkan dan menangkap raja Midian tersebut. Orang-orang Sukot lupa bahwa yang menyertai Gideon adalah Allah Israel, Allah yang hidup! Meski direndahkan Gideon tetap melangkah dengan iman. Dilihat dari sisi mana pun Gideon kalah segala-galanya, tapi yang menyertai dia adalah Allah, yang adalah Sumber segalanya. Dan di akhir kisah dinyatakan bahwa orang-orang Midian bertekuk lutut di tangan pasukan Gideon dan orang-orang Sukot pun mendapat malu.
Bila kita mengandalkan Tuhan dalam segala hal, tidak ada yang mustahil! Amin.
Friday, June 24, 2011
JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2011 -
Baca: Roma 6:1-14
"Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." Roma 6:6
Tuhan ingin kita benar-benar meninggalkan cara hidup kita yang lama dan hidup dalam pertobatan. Bertobat artinya hidup kita berubah 180 derajat. Jika selama ini kita masih melakukan perbuatan dosa secara sembunyi-sembunyi berarti kita belum bertobat. Alkitab menasihatkan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Mari kita belajar dari kehidupan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus tidak mau menoleh ke belakang hidup lama. Masa lalu telah dikubur dalam-dalam, bahkan ia pun berkata, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,..." (Filipi 3:7-8).
Mengapa kita harus melupakan apa yang ada di belakang kita dan tidak boleh menoleh ke belakang? Setelah percaya kepada Yesus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat status kita pun berubah: kita adalah ciptaan baru, maka sudah selayaknya kita hidup dalam kehidupan yang baru bersama dengan Kristus. Kita harus hidup seturut dan selaras dengan kehendak Tuhan di dalam firmanNya. Kehidupan baru inilah yang sekarang harus menjadi fokus dan perhatian kita. Bagaimana kita setiap hari harus menyenangkan hati Tuhan dan bukannya melakukan perbuatan-perbuatan dosa lagi. Tidak menoleh ke belakang juga berarti tidak boleh mengingat-ingat dosa kita lagi, karena bisa saja Iblis menggunakan ingatan itu untuk menjatuhkan dan mengintimidasi kita agar kembali kepada dosa.
Jika kita berani mengambil komitmen untuk mengikut Yesus, apa pun resikonya harus kita pikul tanpa menoleh ke belakang dan tanpa mengingat-ingat apa yang dulu pernah kita lakukan.
Baca: Roma 6:1-14
"Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." Roma 6:6
Tuhan ingin kita benar-benar meninggalkan cara hidup kita yang lama dan hidup dalam pertobatan. Bertobat artinya hidup kita berubah 180 derajat. Jika selama ini kita masih melakukan perbuatan dosa secara sembunyi-sembunyi berarti kita belum bertobat. Alkitab menasihatkan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Mari kita belajar dari kehidupan Paulus: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Paulus tidak mau menoleh ke belakang hidup lama. Masa lalu telah dikubur dalam-dalam, bahkan ia pun berkata, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,..." (Filipi 3:7-8).
Mengapa kita harus melupakan apa yang ada di belakang kita dan tidak boleh menoleh ke belakang? Setelah percaya kepada Yesus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat status kita pun berubah: kita adalah ciptaan baru, maka sudah selayaknya kita hidup dalam kehidupan yang baru bersama dengan Kristus. Kita harus hidup seturut dan selaras dengan kehendak Tuhan di dalam firmanNya. Kehidupan baru inilah yang sekarang harus menjadi fokus dan perhatian kita. Bagaimana kita setiap hari harus menyenangkan hati Tuhan dan bukannya melakukan perbuatan-perbuatan dosa lagi. Tidak menoleh ke belakang juga berarti tidak boleh mengingat-ingat dosa kita lagi, karena bisa saja Iblis menggunakan ingatan itu untuk menjatuhkan dan mengintimidasi kita agar kembali kepada dosa.
Jika kita berani mengambil komitmen untuk mengikut Yesus, apa pun resikonya harus kita pikul tanpa menoleh ke belakang dan tanpa mengingat-ingat apa yang dulu pernah kita lakukan.
Thursday, June 23, 2011
JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2011 -
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 10:17
Ketika keluar dari tanah perbudakan di Mesir perjalanan hidup bangsa Isael tidak langsung mulus tanpa rintangan. Mereka dihadapkan pada laut Teberau yang terbentang luas, di kanan kiri mereka hamparan padang gurun dan di belakang mereka pasukan tentara Mesir dengan keretanya yang mengejar dengan kekuatan penuh. Jika menoleh ke belakang sepertinya mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup. Ketakutan dan keputusasaan merajai hati mereka. Bayangan penderitaan dan kematian ada di benak mereka. Itulah sebabnya mereka terus mengeluh, bersungut-sungut dan marah kepada Musa.
Bangsa Israel mengeluh karena Musa membawa mereka ke padang gurun. Mereka takut nantinya akan mengalami penderitaan yang lebih parah dari sebelumnya. Ketakutan mereka sangat beralasan karena mereka teringat pada penderitaan saat menjadi budak di Mesir. Bangsa Israel terus menoleh ke belakang, mengingat-ingat kehidupan masa lalu saat berada di Mesir. Isteri Lot pun demikian, ia menoleh ke belakang sebagai pertanda bahwa ia enggan meninggalkan Sodom dan Gomora, serta takut kehilangan harta bendanya. Padahal Tuhan memerintahkan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,"
Begitu pula kita yang sudah memutuskan mengikut Kristus, segala sesuatu yang ada di belakang harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi kita harus mengenakan 'manusia baru' dan menanggalkan 'manusia lama'. Jangan lagi mengungkit-ungkit masa lalu dan berkompromi dengan dosa lagi. Seringkali banyak orang Kristen yang tidak rela meninggalkan dosa karena merasa bahwa dosa itu terasa nikmat dan manis, sayang bila harus ditinggalkan.
Yesus tegas menyatakan, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerjaaan Allah." (Lukas 9:62). Artinya orang yang siap melangkah bersama dengan Kristus harus benar-benar meninggalkan kehidupan lamanya, jika tidak, ia tidak layak di hadapan Tuhan!
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 10:17
Ketika keluar dari tanah perbudakan di Mesir perjalanan hidup bangsa Isael tidak langsung mulus tanpa rintangan. Mereka dihadapkan pada laut Teberau yang terbentang luas, di kanan kiri mereka hamparan padang gurun dan di belakang mereka pasukan tentara Mesir dengan keretanya yang mengejar dengan kekuatan penuh. Jika menoleh ke belakang sepertinya mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup. Ketakutan dan keputusasaan merajai hati mereka. Bayangan penderitaan dan kematian ada di benak mereka. Itulah sebabnya mereka terus mengeluh, bersungut-sungut dan marah kepada Musa.
Bangsa Israel mengeluh karena Musa membawa mereka ke padang gurun. Mereka takut nantinya akan mengalami penderitaan yang lebih parah dari sebelumnya. Ketakutan mereka sangat beralasan karena mereka teringat pada penderitaan saat menjadi budak di Mesir. Bangsa Israel terus menoleh ke belakang, mengingat-ingat kehidupan masa lalu saat berada di Mesir. Isteri Lot pun demikian, ia menoleh ke belakang sebagai pertanda bahwa ia enggan meninggalkan Sodom dan Gomora, serta takut kehilangan harta bendanya. Padahal Tuhan memerintahkan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,"
Begitu pula kita yang sudah memutuskan mengikut Kristus, segala sesuatu yang ada di belakang harus benar-benar kita tinggalkan, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Jadi kita harus mengenakan 'manusia baru' dan menanggalkan 'manusia lama'. Jangan lagi mengungkit-ungkit masa lalu dan berkompromi dengan dosa lagi. Seringkali banyak orang Kristen yang tidak rela meninggalkan dosa karena merasa bahwa dosa itu terasa nikmat dan manis, sayang bila harus ditinggalkan.
Yesus tegas menyatakan, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerjaaan Allah." (Lukas 9:62). Artinya orang yang siap melangkah bersama dengan Kristus harus benar-benar meninggalkan kehidupan lamanya, jika tidak, ia tidak layak di hadapan Tuhan!
Wednesday, June 22, 2011
ORANG KAYA YANG BODOH: Mengalami Kebinasaan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2011 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya. Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah. Wow! Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya. Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum: korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.
Berapa lama kita hidup di dunia ini? Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara? Lalu bagaimana dengan harta kita? Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a). Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas. Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh? Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya. Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis: "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya." (Mazmur 89:12). Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya; kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.
Mari simak pernyataan orang kaya itu: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (Lukas 12:19). Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya. Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?
Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya. Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah. Wow! Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya. Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum: korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.
Berapa lama kita hidup di dunia ini? Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara? Lalu bagaimana dengan harta kita? Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a). Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas. Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh? Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya. Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis: "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya." (Mazmur 89:12). Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya; kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.
Mari simak pernyataan orang kaya itu: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (Lukas 12:19). Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya. Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?
Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.
Tuesday, June 21, 2011
MELAYANI TUHAN: Tulus, Tidak Mencari Keuntungan Sendiri!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2011 -
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Monday, June 20, 2011
IMAM-IMAM YANG GAGAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2011 -
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Sunday, June 19, 2011
MELAYANI TUHAN: Beri yang Terbaik!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2011 -
Baca: Kolose 1:24-29
"Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." Kolose 1:28
Di hari-hari akhir ini kita harus memanfaatkan sisa waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mengerjakan Amanat Agung dari Tuhan. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi rekan kerjaNya. Jadi "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Alkitab menyatakan, "...bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" (Roma 10:14b, c-15a).
Inilah tugas kita yaitu mewartakan Kristus kepada dunia ini melalui kehidupan kita. Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya menghasilkan, dan salah satunya adalah buah jiwa. Menjadi orang benar saja tidaklah cukup, harus disertai dengan pelayanan. Itulah sebabnya kita harus memiliki peranan! Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan telah menentukan dari semula panggilan keselamatan untuk kita, dan panggilan itu diteruskan kepada panggilan untuk melayani sebagaimana tertulis: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman ... Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru." (2 Timotius 1:9, 11).
Bagaimana respons kita terhadap panggilan melayani ini? Kita harus meresponsnya dengan seluruh hidup kita sehingga kita dapat bertumbuh secara dewasa dalam kerohanian. Kita harus menambah jam-jam doa kita dan terus mempelajari firman Tuhan, sebab seorang pelayan Tuhan harus mengerti dan memiliki dasar yang kuat akan firman supaya bisa melayani orang lain. Jangan pernah berkata, "Aku tidak mampu!" sebab setiap kita yang telah dipanggil Tuhan untuk melayani pekerjaanNya pasti telah diberikan karunia untuk dapat melayani pekerjaanNya. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, "Tidak tahu harus berbuat apa dalam pelayanan."
Selama kita masih bernafas berilah yang terbaik bagi Tuhan!
Baca: Kolose 1:24-29
"Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." Kolose 1:28
Di hari-hari akhir ini kita harus memanfaatkan sisa waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mengerjakan Amanat Agung dari Tuhan. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi rekan kerjaNya. Jadi "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). Alkitab menyatakan, "...bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" (Roma 10:14b, c-15a).
Inilah tugas kita yaitu mewartakan Kristus kepada dunia ini melalui kehidupan kita. Tuhan menghendaki kehidupan anak-anakNya menghasilkan, dan salah satunya adalah buah jiwa. Menjadi orang benar saja tidaklah cukup, harus disertai dengan pelayanan. Itulah sebabnya kita harus memiliki peranan! Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan telah menentukan dari semula panggilan keselamatan untuk kita, dan panggilan itu diteruskan kepada panggilan untuk melayani sebagaimana tertulis: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman ... Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru." (2 Timotius 1:9, 11).
Bagaimana respons kita terhadap panggilan melayani ini? Kita harus meresponsnya dengan seluruh hidup kita sehingga kita dapat bertumbuh secara dewasa dalam kerohanian. Kita harus menambah jam-jam doa kita dan terus mempelajari firman Tuhan, sebab seorang pelayan Tuhan harus mengerti dan memiliki dasar yang kuat akan firman supaya bisa melayani orang lain. Jangan pernah berkata, "Aku tidak mampu!" sebab setiap kita yang telah dipanggil Tuhan untuk melayani pekerjaanNya pasti telah diberikan karunia untuk dapat melayani pekerjaanNya. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk berkata, "Tidak tahu harus berbuat apa dalam pelayanan."
Selama kita masih bernafas berilah yang terbaik bagi Tuhan!
Saturday, June 18, 2011
TUAIAN BANYAK! Mari Melayani Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2011 -
Baca: Lukas 10:1-12
"Kata-Nya kepada mereka: 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.' " Lukas 10.2
Kata pelayanan bukanlah sesuatu yang asing di telinga setiap orang Kristen, karena semua gereja pasti menghimbau setiap jemaatnya untuk turut ambil bagian atau terlibat secara langsung dalam pelayanan. Gereja ingin agar tiap-tiap anggotanya menjadi jemaat yang aktif -bukan pasif- yang hanya datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, kemudian pulang.
Mengapa kita harus melayani? Perlu kita ketahui bahwa konsep pelayanan itu berasal dari sorga. Alkitab mencatat bahwa para malaikat di sorga, siang dan malam tanpa henti, melayani Tuhan. Tertulis: "Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayanp enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: 'Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.' Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya." (Wahyu 4:8-9). Sesuai dengan konsep pelayanan sorgawi ini setiap orang percaya, tanpa terkecuali, dipanggil juga untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Bahkan Tuhan Yesus memberikan Amanat Agung ini: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak asal bicara atau memberi perintah, namun Ia sendiri telah memberikan teladan dalam hidupNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Sebagai pengikut Kristus kita harus mengikuti jejakNya. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk melayani Tuhan, apalagi hanya sedikit waktu lagi Ia segera datang! Tuaian di bumi begitu banyak, tetapi perkara sangatlah sedikit.
Tidakkah kita terbeban untuk menjangkau mereka dan menjadi pengerjaNya?
Baca: Lukas 10:1-12
"Kata-Nya kepada mereka: 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.' " Lukas 10.2
Kata pelayanan bukanlah sesuatu yang asing di telinga setiap orang Kristen, karena semua gereja pasti menghimbau setiap jemaatnya untuk turut ambil bagian atau terlibat secara langsung dalam pelayanan. Gereja ingin agar tiap-tiap anggotanya menjadi jemaat yang aktif -bukan pasif- yang hanya datang ke gereja, duduk mendengarkan kotbah, kemudian pulang.
Mengapa kita harus melayani? Perlu kita ketahui bahwa konsep pelayanan itu berasal dari sorga. Alkitab mencatat bahwa para malaikat di sorga, siang dan malam tanpa henti, melayani Tuhan. Tertulis: "Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayanp enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: 'Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.' Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya." (Wahyu 4:8-9). Sesuai dengan konsep pelayanan sorgawi ini setiap orang percaya, tanpa terkecuali, dipanggil juga untuk melayani Tuhan dan juga sesama. Bahkan Tuhan Yesus memberikan Amanat Agung ini: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak asal bicara atau memberi perintah, namun Ia sendiri telah memberikan teladan dalam hidupNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Sebagai pengikut Kristus kita harus mengikuti jejakNya. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk melayani Tuhan, apalagi hanya sedikit waktu lagi Ia segera datang! Tuaian di bumi begitu banyak, tetapi perkara sangatlah sedikit.
Tidakkah kita terbeban untuk menjangkau mereka dan menjadi pengerjaNya?
Friday, June 17, 2011
PERKATAAN IMAN MEMBAWA PEMULIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2011 -
Baca: Markus 7:24-30
"Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu,' " Markus 7:29
Ada seorang wanita dari bangsa Siro-Fenesia yang memiliki seorang anak perempuan sedang kerasukan roh jahat. Wanita itu datang dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya Ia mengusir roh jahat itu dari anaknya. Simaklah tanggapan Yesus; "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (ayat 27). Meski perkataan Yesus begitu pedas dan sepertinya wanita itu tidak dianggap, ia tetap meresponsnya dengan penuh kerendahan hati, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (ayat 28). Ia percaya bahwa Yesus memiliki kuasa dan sanggup melakukan mujizat.
Apakah Tuhan Yesus tidak mengasihi wanita itu? Bukan. Itu karena belum waktunya wanita itu menerima anugerah dari Tuhan. Namun kerendahan hatinya telah menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga wanita itu akhirnya beroleh anugerah dari Tuhan, seperti tertulis: "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34b). Adalah tidak mudah menjadi orang yang rendah hati, apalagi bila kita sedang berada 'di atas'. Namun untuk mengalami pertolongan dari Tuhan dan hidup semakin dikenan oleh Dia kita harus belajar rendah hati. Melalui perkataannya yang bermuatan iman wanita ini beroleh jawaban dari Tuhan; ketika pulang ke rumah "...didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:30).
Apakah perkataan kita sehari-hari senantiasa menyatakan iman? Ataukah ucapan kita hanya berisikan keluh kesah karena sakit yang tak kunjung sembuh, kekecewaan, kegagalan, dan ketidakberdayaan? Berubahlah! Jangan pernah mengucapkan hal-hal yang sia-sia! Kita harus memiliki ucapan-ucapan yang mengundang kuasa Tuhan terjadi. Mari latih mulut kita untuk memperkatakan firman Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tidak satu pun firman-Ku akan ditunda-tunda. Apa yang Ku firmankan akan terjadi, demikianlah firman Tuhan Allah." (Yehezkiel 12:28). Seburuk apa pun keadaan kita saat ini, selalu ada harapan di dalam Tuhan. Kita harus tetap percaya pada janji firmanNya. Karena itu perkataan firman dengan iman.
Saatnya kita mengubah apa yang kita perkatakan dan jangan terpengaruh keadaan yang ada!
Baca: Markus 7:24-30
"Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu,' " Markus 7:29
Ada seorang wanita dari bangsa Siro-Fenesia yang memiliki seorang anak perempuan sedang kerasukan roh jahat. Wanita itu datang dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya Ia mengusir roh jahat itu dari anaknya. Simaklah tanggapan Yesus; "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (ayat 27). Meski perkataan Yesus begitu pedas dan sepertinya wanita itu tidak dianggap, ia tetap meresponsnya dengan penuh kerendahan hati, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (ayat 28). Ia percaya bahwa Yesus memiliki kuasa dan sanggup melakukan mujizat.
Apakah Tuhan Yesus tidak mengasihi wanita itu? Bukan. Itu karena belum waktunya wanita itu menerima anugerah dari Tuhan. Namun kerendahan hatinya telah menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga wanita itu akhirnya beroleh anugerah dari Tuhan, seperti tertulis: "...orang yang rendah hati dikasihani-Nya." (Amsal 3:34b). Adalah tidak mudah menjadi orang yang rendah hati, apalagi bila kita sedang berada 'di atas'. Namun untuk mengalami pertolongan dari Tuhan dan hidup semakin dikenan oleh Dia kita harus belajar rendah hati. Melalui perkataannya yang bermuatan iman wanita ini beroleh jawaban dari Tuhan; ketika pulang ke rumah "...didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:30).
Apakah perkataan kita sehari-hari senantiasa menyatakan iman? Ataukah ucapan kita hanya berisikan keluh kesah karena sakit yang tak kunjung sembuh, kekecewaan, kegagalan, dan ketidakberdayaan? Berubahlah! Jangan pernah mengucapkan hal-hal yang sia-sia! Kita harus memiliki ucapan-ucapan yang mengundang kuasa Tuhan terjadi. Mari latih mulut kita untuk memperkatakan firman Tuhan. Alkitab menegaskan, "Tidak satu pun firman-Ku akan ditunda-tunda. Apa yang Ku firmankan akan terjadi, demikianlah firman Tuhan Allah." (Yehezkiel 12:28). Seburuk apa pun keadaan kita saat ini, selalu ada harapan di dalam Tuhan. Kita harus tetap percaya pada janji firmanNya. Karena itu perkataan firman dengan iman.
Saatnya kita mengubah apa yang kita perkatakan dan jangan terpengaruh keadaan yang ada!
Thursday, June 16, 2011
SENANTIASA BERPEGANG PADA PERINTAH TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2011 -
Baca: Amsal 7
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7
Salomo, selain sebagai raja yang besar dan sangat kaya, ia juga sangat dikenal di antara bangsa-bangsa lain karena hikmatnya yang luar biasa. Hikmat yang ada dalam diri Salomo adalah pemberian dari Tuhan. Dalam amsalnya Salomo mengajarkan begitu banyak hikmat dan itu sangat berguna bagi kehidupan orang percaya. Bila kita mau merenungkan ayat demi ayat kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga bagi perjalanan kekristenan kita. Dikatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Langkah awal untuk memperoleh hikmat adalah ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, dengan kerendahan hati mau tunduk kepada kehendakNya. Ketika kita memilih untuk hidup di jalan Tuhan, hikmat dari Tuhan akan dicurahkan bagi kita sehingga dengan hikmatNya itu kita dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup Salomo sangat diberkati Tuhan karena ia senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Ingin beroleh pemeliharaan dan berkat-berkat dari Tuhan? Inilah kuncinya: 1. "Berpeganglah pada perintahku,... simpanlah ajaranku seperti biji matamu." (Amsal 7:2). Di segala aspek kehidupan kita harus selaras dengan firman Tuhan. Di mana pun berada dan dalam keadaan apa pun kita harus tetap berpegang teguh pada firmanNya. Jadi tidak ada kata kompromi terhadap dosa! Bahkan kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran firman itu seperti kita menjaga biji mata sendiri. Siapa pun kita pasti berusaha untuk melindungi dan memelihara matanya begitu rupa, jangan sampai ada orang lain yang menyentuh atau menyakiti mata kita. 2. "Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." (Amsal 7:3). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari akan membuat firman itu termeteraikan di dalam hati kita; firmanNya akan selalu mengingatkan di setiap langkah hidup kita. Oleh karena itu mari kita praktekkan firman yang kita baca setiap hari sehingga firman itu akan senantiasa melekat dalam hidup kita; "...dengan demikian perjalanan akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan sekali-kali meremehkan firman Tuhan, karena firmanNya adalah perkataan Tuhan sendiri dan mengandung kuasa! Sudahkah kita berpegang padaNya?
Baca: Amsal 7
"Hai anakku, berpeganglah pada perkataanku, dan simpanlah perintahku dalam hatimu." Amsal 7
Salomo, selain sebagai raja yang besar dan sangat kaya, ia juga sangat dikenal di antara bangsa-bangsa lain karena hikmatnya yang luar biasa. Hikmat yang ada dalam diri Salomo adalah pemberian dari Tuhan. Dalam amsalnya Salomo mengajarkan begitu banyak hikmat dan itu sangat berguna bagi kehidupan orang percaya. Bila kita mau merenungkan ayat demi ayat kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga bagi perjalanan kekristenan kita. Dikatakan, "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10).
Langkah awal untuk memperoleh hikmat adalah ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, dengan kerendahan hati mau tunduk kepada kehendakNya. Ketika kita memilih untuk hidup di jalan Tuhan, hikmat dari Tuhan akan dicurahkan bagi kita sehingga dengan hikmatNya itu kita dapat berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup Salomo sangat diberkati Tuhan karena ia senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Ingin beroleh pemeliharaan dan berkat-berkat dari Tuhan? Inilah kuncinya: 1. "Berpeganglah pada perintahku,... simpanlah ajaranku seperti biji matamu." (Amsal 7:2). Di segala aspek kehidupan kita harus selaras dengan firman Tuhan. Di mana pun berada dan dalam keadaan apa pun kita harus tetap berpegang teguh pada firmanNya. Jadi tidak ada kata kompromi terhadap dosa! Bahkan kita diperintahkan untuk menyimpan ajaran firman itu seperti kita menjaga biji mata sendiri. Siapa pun kita pasti berusaha untuk melindungi dan memelihara matanya begitu rupa, jangan sampai ada orang lain yang menyentuh atau menyakiti mata kita. 2. "Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu." (Amsal 7:3). Dengan membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari akan membuat firman itu termeteraikan di dalam hati kita; firmanNya akan selalu mengingatkan di setiap langkah hidup kita. Oleh karena itu mari kita praktekkan firman yang kita baca setiap hari sehingga firman itu akan senantiasa melekat dalam hidup kita; "...dengan demikian perjalanan akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jangan sekali-kali meremehkan firman Tuhan, karena firmanNya adalah perkataan Tuhan sendiri dan mengandung kuasa! Sudahkah kita berpegang padaNya?
Subscribe to:
Posts (Atom)