Saturday, July 24, 2010

BERKAT DI TENGAH KRISIS: Hal Menabur

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 26:12-25

"Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga Ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati Tuhan."   Kejadian 26:12

Ketika terjadi kekeringan dan kelaparan hebat Ishak bergumul; ia berusaha mencari jalan keluar dan berencana pergi ke Mesir karena menurutnya Mesir adalah negara yang besar.  Namun Tuhan tahu persis apa yang ada di pikiran Ishak.,  "...sebab Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9a).  Itulah sebabnya Tuhan meminta Ishak agar tidak pergi ke Mesir tetapi ke Gerar karena di tempat itu Tuhan akan memberkatinya, sama seperti yang Dia janjikan kepada Abraham.  Dikatakan,  "...Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu."  (Kejadian 26:3).  Ishak taat melakukan perintah Tuhan sehingga mengalami mujizat dan kuasa Tuhan.  Andaikan ia tidak taat dan tetap pergi ke Mesir dia tidak akan mengalami mujizat.  Apabila Tuhan memerintahkan sesuatu pasti memiliki rencana dan semuanya pasti mendatangkan kebaikan.

     2.  Ishak menabur di saat krisis.  "Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati Tuhan.  Dan orang itu menjadi kaya, bahkan kian lama kian kaya, sehingga ia menjadi sangat kaya."  (Kejadian 26:12-13).  Meskipun di tengah krisis hebat Ishak berani menabur dan akhirnya mengalami tuaian, bahkan menuai hingga seratus kali ganda.  Mungkinkah menabur di tengah penderitaan atau kekurangan? Secara logika hal itu mustahil!  Namun bagi Tuhan, lima roti dan dua ikan bisa memberi makan 5000 orang lebih; janda Sarfat, hanya dengan segenggam tepung dan sedikit minyak, tetapi ia berani menabur, tepung dan minyak di rumahnya tidak habis di sepanjang musim kering.  Pemazmur berkata, "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai."  (Mazmur 126:5).  Firman Tuhan selalu mengajarkan kita untuk menabur supaya kita bisa menuai.  Jika Ishak takut menabur dia tidak akan pernah menuai dan tidak akan pernah mengalami berkat berkelimpahan.

Milikilah ketaatan, jangan berhenti menabur, niscaya berkatNya dicurahkan atas kehidupan kita.

    

Friday, July 23, 2010

BERKAT DI TENGAH KRISIS: Hal Ketaatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 26:1-11

"Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan Kukatakan kepadamu."  Kejadian 26:2

Tahun 1998 krisis ekonomi melanda negeri kita dan berdampak buruk di segala bidang kehidupan.  Rakyat kecil menjerit menahan penderitaan.  Semua orang diserang rasa takut dan kuatir, tak terkecuali anak-anak Tuhan yang juga tak luput dari dampak krisis itu.

     Bila arah pandang kita terpaku pada keadaan atau krisis yang terjadi, secara manusia kita menjadi tawar hati.  Sebaliknya bila kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan berserah penuh kepadaNya, kita tidak akan dibiarkan tergeletak karena Dia sanggup menopang kita.  Tuhan adalah pengendali seluruh keadaan, tidak ada keadaan yang tak dapat diubahkanNya.  "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?"  (Kejadian 18:14a).  Ishak pun mengalami keadaan yang sangat menyesakkan.  Krisis hebat disertai bencana kelaparan melanda negerinya:  "Maka timbullah kelaparan di negeri itu. - Ini bukan kelaparan yang pertama, yang telah terjadi dalam zaman Abraham..."  (Kejadian 26:1).  Kondisi ini memaksa Ishak untuk segera pergi meninggalkan negerinya dan mencari tempat baru agar ia dan keluarganya dapat bertahan hidup.  Ini menunjukkan bahwa perjalanan hidup orang percaya tidak selalu mulus tanpa masalah.  Adakalanya Tuhan ijinkan krisis terjadi dalam kehidupan orang percaya bukan tanpa maksud, selalu ada rencanaNya di balik itu karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..."  (Pengkotbah 3:11).  Di tengah kesulitan yang luar biasa Ishak tetap tampil sebagai pemenang; krisis diubah Tuhan menjadi berkat.

     Apa yang dilakukan Ishak sehingga ia mengalami kelimpahan meski di tengah kelaparan hebat?  1.  Ishak taat pada firman Tuhan.  Ketaatan adalah kunci utama mengalami berkat-berkatNya.  Tuhan berkata, "Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan Kukatakan kepadamu.  Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu."  (Kejadian 26:2-3).  Ishak pun taat, tidak berangkat ke Mesir, tapi "...tingallah Ishak di Gerar."  (Kejadian 26:6).  Ishak tunduk kepada kehendak Tuhan!  Bagaimana kita?  (Bersambung)

Thursday, July 22, 2010

SEPERTI PENYAKIT BERBAHAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2010 -

Baca: Amsal 12:1-28

"Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya."   Amsal 12:4

Melangsungkan pernikahan besar-besaran di gedung mewah dengan biaya ratusan juta bukanlah perkara sulit bagi orang berduit.  Namun ini tidak menjamin kelanggengan pernikahan karena untuk mempertahankan kebahagiaan rumah tangga tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Apalagi bila tidak dilandaskan pada pondasi yang kuat yaitu Batu Karang Yesus, akan mudah terombang-ambing dan lambat laun akan roboh.

     Maka dari itu suami dan isteri harus memiliki Yesus dalam hidupnya; bila tidak, rumah tangga akan cepat berubah menjadi neraka-neraka kecil karena kasih sudah mulai luntur.  Banyak suami terlibat dalam berbagai kejahatan gara-gara istri selalu merajuk dan menekan suami untuk memperoleh kekayaan dengan cepat.  Isteri yang demikian adalah isteri yang tidak takut akan Tuhan.  Jika keinginannya tidak tercapai, tak segan-segan ia akan meruntuhkan rumah tangganya:  "Perempuan yang bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya dengan tangannya sendiri."  (Amsal 14:1).  Isteri semacam ini seperti penyakit, yang secara perlahan tapi pasti dapat menggerogoti tubuh.  Sebelum kerusakan terjadi, suami harus bisa membimbing isterinya untuk takut akan Tuhan.  Suami yang benar tidak akan takut pada isteri untuk memberi bimbingan yang benar sesuai firman Tuhan, terkecuali jika isteri sudah memegang rahasia suami yang suka menyeleweng, bisa dipastikan suami tidak akan berkutik!

     Adalah penting bagi isteri mempercantik manusia batiniahnya, "...yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lebut dan tenteran, yang sangat berharga di mata Allah.  Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya,"  (1 Petrus 3:4-5).  Inilah yang harus dimiliki isteri yang melebihi kecantikan lahiriah.  Kecantikan batiniah dibangun melalui persekutuan karib dengan Tuhan dan ketaatannya melakukan firman Tuhan.  Jika hati penuh firman, kecantikan batiniah akan mendukung kemolekan lahiriah.

Jadilah isteri yang takut akan Tuhan, jangan jadi  'sumber penyakit'  bagi suami!

Catatan:
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Wednesday, July 21, 2010

BERHENTILAH MENYALAHKAN TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2010 -

Baca: Ayub 10:1-22

"TanganMulah yang membentuk dan membuat aku, tetapi kemudian Engkau berpaling dan hendak membinasakan aku?"  Ayub 10:8

Penderitaan dan kesengasaraan yang terjadi di dunia ini tak memandang bulu dan dapat terjadi dalam berbagai bentuk: ekonomi, sakit penyakit atau hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah keluarga.  Penderitaan ini terjadi karena beberapa hal, antara lain akibat kesalahan atau dosa yang kita perbuat, dan yang lain adalah karena kehendak Tuhan, di mana Ia punya rencana yang indah di balik penderitaan itu.

     Umumnya bila penderitaan sudah mencapai puncaknya seringkali tidak tahan.  Keluhan demi keluhan akhirnya keluar dari mulut kita, seperti Ayub pun berkata dalam keputusasaannya,  "Aku telah bosan hidup,aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.  Mengapa Engkau menyebabkan aku keluar dari kandungan?  Lebih baik aku binasa, sebelum orang melihat aku!"  (ayat 1, 18).  Ayub pun menyesal, mengapa ia dilahirkan ke dunia bila hanya menanggung penderitaan.  Ia pun menganggap bahwa Tuhanlah yang menindasnya, bahkan menuduhNya telah berkompromi serta mendukung orang fasik.  Perhatikan perkataannya:  "Apakah untungnya bagiMu mengadakan penindasan, membuang hasil jerih payah tanganMu, sedangkan Engkau mendukung rencana orang fasik?"  (Ayub 10:3).

     Kita juga sering berbuat seperti ayub dengan mengatakan:  "Tuhan mengapa Kauijinkan hal ini terjadi?  Mengapa orang fasik itu malah Engkau berkati?"  Itulah tuduhan tidak langsung yang kita lontarkan kepada Tuhan.  Banyak contoh dalam Alkitab yang mengisahkan kesuksesan atau kesengsaraan.  Tidak hanya Ayub, bukankah Yusuf sebelum menjadi penguasa di Mesir dan penolong bagi keluarga dan bangsanya harus mengalami penderitaan berat?  Seringkali untuk menggenapi rencana indah Tuhan terjadilah pemrosesan dan persiapan terlebih dahulu.  Jadi berhentilah menyalahkan Tuhan dan jangan sekali-kali menuduhNya jahat sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..."  (Roma 8:28).

Akhirnya Ayub mencabut semua perkataannya dan menyesal (baca Ayub 42:6).

Tuesday, July 20, 2010

DISALIBKAN DENGAN KRISTUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2010 -

Baca: Galatia 2:15-21

"Sebab aku (Paulus - red.) telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah.  Aku telah disalibkan dengan Kristus; "   Galatia 2:19

Kehidupan Paulus telah diubahkan!  Ia tidak lagi sama seperti dulu ketika masih bernama Saulus, Paulus berkata bahwa hidup yang ia jalani sekarang, "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.  Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku."  (ayat 20).

     Hidup Paulus telah disalibkan bersama Kristus!  Apakah ini berarti Paulus benar-benar disalibkan secara jasmani bersamaNya.  Bukan tubuh jasmani yang disalibkan, tetapi manusia lamanya yang telah disalib.  Akan lebih jelas lagi jika kita membaca dalam Roma 6:6-8:  "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.  Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.  Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia."

     Sebagai umat yang telah diselamatkan kita telah disalibkan dengan Kristus, dan tidak boleh lagi berhubungan dengan dosa.  Pembebasan dari dosa dan segala konsekuensinya dalah fakta yang telah digenapi.  Manusia tidak dituntut melakukan sesuatu agar mendapatkan pembebasan dosa, karena memang manusia tidak dapat melakukannya.  Kita hanya dituntut menerima dengan iman kegenapan pekerjaan Kristus di kayu salib.  Ia berkata, "...setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut aku."  (Lukas 9:23).  Penyangkalan diri inilah yang harus kita lakukan terus menerus.  Mengapa?  Allah berurusan dengan dosa-dosa dan diri kita melalui 2 cara yang sangat berbeda.  Menaklukkan dosa memerlukan beberapa saat saja, namun menyangkal diri membutuhkan waktu sepanjang hidup kita.  Sekali saja di atas kayu salib Yesus menanggung dosa-dosa kita, sedangkan sepanjang hidupNya Dia harus menyangkal diriNya.  Kita harus meneladani dan mengikuti jejakNya sebab penyangkalan diri adalah pengalaman bersama Kristus.

"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  Galatia 5:24


  
    

Monday, July 19, 2010

SANDARAN HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2010 -

Baca: Mazmur 84:1-13

"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!" Mazmur 84:6

Manusia hidup tak pernah luput dari masalah.  Tetapi pemazmur menyatakan berbahagia manusia yang saat dalam masalah menyandarkan kekuatannya hanya kepada Tuhan.

     Jadi bukan seberapa besar masalah yang kita alami, namun bagaimana tanggapan dan reaksi kita di kala sedang dalam masalah itu.  Dalam keadaan terjepit apakah kita mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri?  Ataukah kita mencari sesama lalu bersandar kepadanya?  Adakah bijak bila dalam kesesakan kita bertindak seperti pemazmur berdoa:  "Perlihatkanlah kepada kami kasih setiaMu, ya Tuhan, dan berikanlah kepada kami keselamatan dari padaMu!"  (Mazmur 85:8).  Pada saat-saat yang gawat, kritis, detik-detik saat kita akan tenggelam dan binasa dalam bencana kesulitan apa pun kita harus berseru dan lari kepada Tuhan, mohon keselamatan dariNya.  Jangan sekali-kali menaruh pengharapan pada manusia karena pertolongan mereka sangat terbatas.  Kita akan kecewa karena mereka tak dapat menolong kita.  Bahkan sebaliknya ada kemungkinan mereka akan mencela dan mencemooh kita dengan ejekan atau macam-macam perkataan negatif.

    Kita harus belajar seperti Daud.  Dalam keadaan apa pun ia senantiasa mempersembahkan korban syukur dan bersekutu dengan Tuhan.  Daud berkata, "Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam!  Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan;  hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup."  (Mazmur 84:2-3).  Itulah kunci kemenangan hidup Daud!  Mengapa banyak orang Kristen hidup sebagai pecundang?  Karena mereka tidak karib dengan Tuhan.  Mereka menjadikanNya sebagai 'tambal butuh' atau lampu Aladin saja, mendekat kepadaNya saat perlu saja.  Akibatnya saat dalam pergumulan berat langsung stres, mengomel dan mengasihani diri sendiri.  Berbeda dengan orang yang senantiasa karib dengan Tuhan, "...yang terus-menerus memuji-muji Engkau.  Mereka berjalan makin lama makin kuat,"  (Mazmur 84:5b, 8a).

Seberapa besar kerinduan kita mencari Tuhan dan seberapa besar bersandar padaNya menentukan besarnya kekuatan kita

Sunday, July 18, 2010

MENGINJAK-INJAK ANAK ALLAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2010 -

Baca: Ibrani 10:26-31

"Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?"   Ibrani 10:29

Jika orang telah ditebus oleh darah Kristus dan telah memperoleh kebenaran tetapi dengan sengaja terus berbuat dosa, tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu kecuali ia bertobat lagi dengan sungguh dan meninggalkan dosa-dosa itu.  Juga kalau ia tetap sengaja melakukan dan menggeluti dosa itu, jangan harap dia dapat diampuni, "Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka."  (ayat 27).  FirmanNya menegaskan, "Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang mengangap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?"

     Apa yang dimaksud darah perjanjian yang menguduskan? Ialah darah Kristus yang ditumpahkan bagi manusia untuk pengampunan dosa seperti yang Dia katakan, "Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa."  (Matius 26:28).  Ketika kita menerima Yesus dalam hidup dan percaya dengan iman bahwa Dia telah menebus dosa-dosa kita, maka oleh kematianNya di atas kayu salib itu kita dimerdekakan dari dosa dan dikuduskanNya.  Tetapi apabila kita menyia-nyiakan pengorbanNya dengan sengaja terus berbuat dosa, kita telah menghina Roh kasih karunia Allah dan menginjak-injak Anak Allah (Yesus Kristus).

     Ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh setiap orang yang menginjak-injak Anak Allah!  Maka "...hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.  Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup.  Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran."  (Roma 6:12-13).

Hargai karya penebusanNya dengan hidup taat sesuai firmanNya!

Saturday, July 17, 2010

LAWAN SETIAP PENCOBAAN DENGAN IMAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2010 -

Baca: 1 Timotius 6:11-16

"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal."   1 Timotius 6:12a

Tuhan Yesus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat: penyakit, kematian, kemiskinan dan juga kematian kekal.  Tetapi sekalipun kita telah melihat kebenaran dari penebusan kita, tak berarti kita bebas dari persoalan hidup.  Namn apabila kita tinggal tetap dalam firman Tuhan di tengah-tengah persoalan, kita akan menang.

     Jika kita mengenal firman Tuhan dan mulai memandang segala hal seperti Tuhan memandang, kita akan mampu menjaga sikap hati dengan benar meski persoalan hidup mendera.  Ini merupakan kesempatan bagi kita dapat hidup dengan iman dan membuktikan bahwa firman Tuhan itu ya dan amin, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Tetapi, "Demikian juga halnya dengan iman:  Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya dalah mati."  (Yakobus 2:17).  Dengan kata lain: iman timbul dari pendengaran firman Allah, tetapi iman yang kita terima terjadi apabila apa yang telah kita dengar itu kita praktekkan.  Jika kita berkata bahwa kita beriman kepada Tuhan itu kita praktekkan.  Jika kita berkata bahwa kita beriman kepada Tuhan tetapi kita tak pernah diuji melalui pencobaan-pencobaan, bagaimana kita bisa membuktikan bahwa kita memiliki iman?  Dengan hanya membaca firman Tuhan tetapi tak pernah menggunakan iman terhadap pencobaan, bagaimana kita dapat menjadi pemenang?  Tak akan pernah terjadi kemenangan rohani tanpa menggunakan iman terhadap problem hidup dan tanpa bertanding dalam pertandingan iman yang benar.  Disebut pertandingan iman yang benar karena pertandingan ini adalah untuk suatu kemenangan.

     Kita perlu belajar bertekun dalam mengatasi problem hidup.  Sesungguhnya Tuhan tak memberi penyakit, penderitaan atau kemiskinan.  Tapi terkadang Roh Kudus membimbing kita pada situasi-situasi yang secara manusia tak kita sukai.  Di tengah kesesakan inilah Iblis berusaha membujuk kita untuk tidak taat kepada Tuhan dan menyimpang dari jalur yang Tuhan rencanakan bagi kita.  Jika memandang pada problem, kita pasti akan kecil hati dan kalah.

Bersandarlah pada kebesaran dan kuasaNya yang tak terbatas, yakinlah segala sesuatu indah pada waktuNya!

Friday, July 16, 2010

MEMPERKATAKAN FIRMAN DENGAN IMAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2010 -

Baca: Ulangan 30:11-20

"Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan."   Ulangan 30:14

Kita mengungkapkan pikiran, perasaan dan gagasan melalui perkataan atau bahasa.  Perkataan kita akan membentuk hidup kita, karena hal ini mempengaruhi jalan pikiran, pola hidup dan tidak tanduk kita.  Firman Tuhan merupakan dasar bahasa iman yang dapat membangun kehidupan rohani kita.  Bila rohani kita kuat berakar dalam Kristus, kita dapat dengan yakin merasakan kuasa Tuhan bekerja dalam hidup kita; dan di mana kuasa Tuhan bekerja, di situ pasti ada berkat dan mujizat.

     Alkitab menasihati, "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu,..."  (Kolose 2:7).  Dikatakan bahwa firman Tuhan tidak jauh dari jangkauan kita, melainkan sangat dekat yaitu di dalam mulut dan di dalam hati kita.  Jadi kita harus menggunakan perkataan Tuhan atau memperkatakan firmanNya setiap kali sesuai dengan apa yang kita butuhkan agar berkat, kasih serta mujizatNya dilimpahkan atas kita.  Dikatakan pula bahwa firman itu sangat dekat di dalam hati kita; bukan hanya di dalam mulut atau perkataan saja, namun juga harus di dalam hati, artinya harus ada iman di dalam hati sewaktu kita memperkatakan firman itu.

     Adalah sia-sia sekalipun kita memperkatakan firmanNya seribu kali sehari jika hati kita tidak yakin dan tiada ada iman; semuanya hanya merupakan rentetan kalimat yang kosong, tidak ada kuasa Tuhan bekerja.  Firman Tuhan jangan hanya digunakan waktu kita dalam masalah saja, tapi di segala keadaan.  Adalah Daud, yaitu selalu menggunakan bahasa iman meski keadaan normal:  "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekuarangan aku." (Mazmur 23:1).  Daud mengakui Tuhan adalah gembalanya yang sanggup mencukupkan segala yang ia perlukan.  Daud bersyukur dan memuji Tuhan atas berkat-berkatNya yang melimpah.  Daud memakai bahasa iman:  mengijinkan kemuliaan dan berkat Tuhan mengalir terus dalam hidupnya.  Perkataan firmanNya dengan iman setiap saat dan jangan beri kesempatan Iblis membisikkan hal-hal negatif di telinga kita.

"Awasi mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku!"  (Mazmur 141:3) supaya firmanMu saja yang kuucapkan!

Thursday, July 15, 2010

INJIL MENYELAMATKAN, ASAL......

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2010 -

Baca: 1 Korintus 15:1-11

"Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu - kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya."   1 Korintus 15:2

Alkitab menegaskan: "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, ... Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis:  'Orang benar akan hidup oleh iman.' "  (Roma 1:16b-17).  Banyak orang Kristen yang salah mengerti.  Mereka beranggapan apabila sudah rajin ke gereja dan mendengarkan berita Injil pada jam-jam ibadah, pasti mereka akan selamat.  Perhatikanlah:  Injil sendiri tidak dapat menyelamatkan jika orang itu tidak berpegang teguh pada injil dan tidak percaya.  Orang dapat saja mendengar berita Injil atau firman Tuhan lebih dari 1000x, tetapi apabila ia tidak berpegang teguh pada Injil (firman Tuhan) dalam hidupnya, sama juga menipu dan ia pun tak dapat diselamatkan.

     Berpegang teguh pada Injil berarti seluruh pola hidup kita dilandaskan pada Injil.  Kapan saja dan di mana pun kita berada hidup kita sejalan dengan firman Tuhan.  Berpegang teguh pada Injil berarti pula menerima firman itu bukan sebagai perkataan dari manusia, melainkan berasal dari Tuhan sendiri seperti yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Tesalonika,  "...kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi  dan memang sungguh-sungguh demikian - sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya."  (1 Tesalonika 2:13).  Jikalau benar kita berpegang teguh pada firman Tuhan, kita akan percaya bahwa semua yang dikatakan Alkitab adalah perkataan Tuhan sendiri, sehingga kita akan taat sepenuhnya.  Kita pun akan menyediakan banyak waktu membaca firman dan merenungkannya.  Apabila firman Tuhan melarang kita berbuat dosa, kita akan taat walaupun harus menderita; menderita bukan akibat berbuat dosa tapi karena harus mengadakan peperangan melawan keinginan daging.  Injil menyelamatkan karena Injil memimpin kita untuk hidup dalam kebenaran dan percaya kepada Tuhan Yesus.

Tanpa ketaatan, mana mungkin kita dapat diselamatkan?

Wednesday, July 14, 2010

MASALAH: Proses Menuju Penggenapan Janji Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 41:37-45

"Lalu Firaun menyuruh menaikkan Yusuf dalam keretanya yang kedua, dan berserulah orang di hadapan Yusuf:  'Hormat!'  Demikianlah Yusuf dilantik oleh Firaun menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir."  Kejadian 41:43

Ketika mendapatkan mimpi-mimpi dari Tuhan, Yusuf belum memiliki gambaran yang jelas nyata bahwa tidak ada rencana Tuhan yang gagal.  Melalui proses kehidupannya yang berliku-liku akhirnya Yusuf sungguh-sungguh menjadi besar, yaitu menjadi penguasa di Mesir.  Sungguh luar biasa, Yusuf menjadi orang kedua di Mesir setelah Firaun.  Lebih daripada itu Yusuf diberik hak dan kuasa, bahkan cincin raja dikenakan kepadanya.

     Kita percaya bahwa Tuhan juga memiliki rencana khusus bagi setiap kita.  Dia memiliki rancangan yang baik, masa depan yang indah dan penuh pengharapan.  Dia sudah membuktikan kasihNya:  berkorban, rela menderita, bahkan rela menyerahkan nyawaNya di atas kayu salib untuk kita.  Semua ini dilakukanNya supaya kita beroleh pengampunan, keselamatan, kesembuhan, pemulihan, kasih karunia dan anugerah supaya kita memiliki kehidupan yang baik.

     Jika kita teliti dan perhatikan lebih jauh, semua masalah dan penderitaan yang dialami oleh Yusuf sebenarnya adalah proses yang dipakai Tuhan untuk menuju pada janjiNya.  Pada waktu mendapatkan janji Tuhan, Yusuf masih berada di Kanaan.  Namun Tuhan memberi mimpi kepada Yusuf bahwa ia akan menjadi penguasa di Mesir.  Karena itu Yusuf harus sampai ke Mesir agar menjadi penguasa di sana, meskipun cara Tuhan begitu ajaib membawa Yusuf sampai ke Mesir, yaitu melalui tindakan saudara-saudara Yusuf yang membuangnya ke sumur dan akhirnya menjualnya sebagai budak ke Mesir.  Yusuf perlu dibawa ke Mesir, karena jika hanya tinggal di rumah sangat sulit baginya untuk menjadi penguasa di Mesir.  Sekalipun Yusuf menjadi budak dan semua yang dialaminya menunjukkan bahwa itu sangat tidak masuk akal, namun jika kita melihatnya dengan mata rohani kita akan tahu bahwa Yusuf sedang mendekat kepada janji dan rencanaNya.  Untuk membawa kita kepada penggenapan janji dan rencanaNya Tuhan memakai banyak cara, bahkan melalui masalah dan penderitaan.

Karena itu jangan tawar hati dan takut jika sedang dilanda masalah!

Tuesday, July 13, 2010

MASALAH: Proses Menuju Penggenapan Janji Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 37:1-11

"Maka iri hatilah saudara-saudaranya kepadanya (Yusuf - red.), tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam hatinya."  Kejadian 37:11

Yusuf mendapatkan mimpi dari Tuhan dan melalui mimpi itu Tuhan hendak menyatakan rencana dan janjiNya kepada Yusuf.  Pertama, Yusuf bermimpi sedang berada di ladang bersama saudara-saudaranya untuk mengikat berkas-berkas gandum.  Tiba-tiba berkas gandum Yusuf bangkit dan tegak berdiri, sedangkan berkas-berkas saudaranya yang lain sujud menyembah kepada berkas milik Yusuf.  Ketika ia menceritakan kedua mimpi itu kepada saudara-saudaranya, mereka menjadi sangat marah dan berkata,  "Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami?  Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?"  (ayat 8).  Sejak saat itu saudara-saudaranya semakin membenci Yusuf.

     Sesungguhnya Yusuf sedang mendapatkan janji Tuhan melalui mimpi-mimpinya itu.  RencanaNya Ia sampaikan melalui mimpi itu, yaitu kelak Yusuf akan diangkat sebagai seorang pemimpin besar dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.  Ternyata, sekalipun mendapatkan janji yang luar biasa dari Tuhan, Yusuf harus mengalami banyak masalah dalam kehidupannya.  Ada beberapa proses menyakitkan yang harus dialaminya:  1.  Yusuf dilemparkan ke dalam sumur (baca ayat 19:24);  2.  Yusuf dijual sebagai budak (baca ayat 25:28);  3.  Yusuf dipenjarakan oleh Potifar (Kejadian 39:12-20);  4.  Yusuf dilupakan oleh juru minum raja (baca Kejadian 40:21-23).  Sepertinya, kejadian demi kejadian yang dialami Yusuf ini sangat bertentangan dengan janji Tuhan.  Ketika masih tinggal dengan ayahnya, Yusuf menjadi anak kesayangan dan hidupnya enak.  Begitu mendapatkan mimpi dan janji dari Tuhan ia justru harus mengalami penderitaan yang luar biasa.  Sungguh tidak masuk akal menurut pemikiran kita.

     Hidup kita pun sering mengalami hal seperti itu.  Kita sering mendengar kotbah bahwa janji Tuhan itu ya dan amin, dan rancanganNya bagi kita adalah rancangan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan (baca Yeremia 29:11). Namun mengapa keadaan kita tetap begini-begini saja, tidak berubah, krisis dan sakit pun belum juga disembuhkan?  Inilah perjalanan yang harus kita lewati, terkadang Tuhan ijinkan kita mengalami penderitaan demi penderitaan seperti Yusuf.  (Bersambung)

Monday, July 12, 2010

KENANGAN DI TAMAN EDEN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 2:8-25

"Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu."  Kejadian 2:15

Tuhan mencipatakan manusia dengan maksud dan tujuan mulia sehingga Ia menjadikan manusia menurut gambar dan rupaNya.  Ia menempatkan manusia pertama ini (Adam) di tempat yang indah dan menyenangkan:  "...Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur;  disitulah ditempatkanNya manusia yang dibentukNya itu."  (Ayat 8).

     Kata Eden memiliki arti kesenangan.  Tuhan tidak menempatkan manusia pada tempat yang tandus atau mengerikan, tapi Dia menempatkan manusia di suatu tempat kesenangan.  Di taman inilah manusia memiliki hubungan yang sangat intim dengan Tuhan, dapat bersenda gurau, berbicara dan bersekutu dengan Tuhan.  Kehadiran Tuhanlah yang membuat taman Eden iu menjadi tempat paling nyaman yang pernah ada di dunia ini.  Tuhan juga memberikan kepercayaan kepada manusia untuk berkuasa atas segala ciptaanNya yang lain.  Kebahagiaan Adam makin sempurna dengan diberikanNya pendamping baginya yaitu Hawa,  "...dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu.  (ayat 22).

     Tiba-tiba manusia diusir dari taman kesenangan itu; tidak lagi berpijak di atas tanah yang subur tetapi tanah yang terkutuk; harus bermandi peluh supaya bisa makan; harus menanggung sakit bersalin, serta terpisah dari Tuhan!  Manusia tidak lagi dalam kemuliaan Tuhan; citra dirinya telah rusak, telanjang dan kematian menghadangnya.  Dosa dan ketidaktaatan adalah pemicu semuanya itu.  Dosa membuat sakit-penyakit, kemiskinan dan kemalangan terjadi di bumi ini.  Dosa telah menjalar kepada semua keturunan Adam sehingga tidak ada manusia yang tidak berdosa:  "...sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa."  (Roma 5:12).  Adapun satu-satunya Pribadi yang dapat menghentikan 'virus' dosa adalah Yesus.  Melalui kematianNya di atas kayu salib si 'kepala ular' (Iblis) diremukkan.

Dosa tidak lagi berkuasa atas hidup orang percaya, dan hubungan manusia dengan Allah dipulihkan!

Sunday, July 11, 2010

ADA KEAMANAN DI DALAM TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2010 -

Baca: 2 Tawarikh 14:2-15

"Ia  (raja Asa - red.)  menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan pedupaan-pedupaan dari segala di kota di Yehuda.  Dan kerajaanpun aman di bawah pemerintahannya."  2 Tawarikh 14:5

Rasa aman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia di muka bumi ini.  Tanpa keamanan kita akan menjalani hidup dengan rasa takut dan was-was.  Sebaliknya, tinggal dalam keamanan akan membuat kita hidup dengan sukacita dan tenang.

     Siapa yang akan menjamin hidup kita aman?  Bodyguard, tentara, polisi atau satpam memiliki keterbatasan dalam menjalankan tugasnya.  Sedangkan ancaman, marabahaya, teror bom dan sebagainya dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, tak seorang pun tahu.  Di manakah kita akan menemukan keamanan sesungguhnya?  Raja Asa memiliki pengalaman akan hal ini.  Raja Asa dan seluruh rakyatnya merasakan keamanan karena Tuhan sendiri yang melindungi mereka.  Apa kunci mendapatkan perlindungan Tuhan?  Yaitu ketika  "Asa melakukan apa yang baik dan yang benar di mata Tuhan,  Tuhan pun membela mereka dan memukul kalah orang-orang Etiopia:  "Dari orang-orang Etiopia itu amat banyak yang tewas, sehingga tidak ada yang tinggal hidup, karena mereka hancur di hadapan Tuhan dan tentaranya.  Orang-orang Yehuda memperoleh jarahan yang sangat besar."  (ayat 13b, c).

     Siapa dan apa andalan hidup kita saat ini?  Banyak orang membentengi diri dengan benda-benda keramat dari 'orang pintar' seperti keris, susuk, batu akik agar sakti dan terlindungi dari bencana atau kesialan.  Itu adalah tipu muslihat Iblis semata supaya manusia menjauh dari Tuhan!  Jangan pernah terkecoh!  Satu-satunya yang menjamin kita akam adalah penyertaan dan tuntutan Tuhan.  Itu saja, tidak ada yang lain!  Kalau kita masih mencari perlindungan kepada yang lain sama artinya kita meragukan kuasa Tuhan.  FirmanNya mengatakan,  "...mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatanNya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia."  (2 Tawarikh 16:9a).

Jangan berharap kuasaNya dinyatakan atas kita bila kita tidak setia dan sungguh-sungguh mencariNya.

Saturday, July 10, 2010

ALAT UJI IMAN: Kesesakan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2010 -

Baca: Ayub 23:1-17

"Karena Ia tahu jalan hidupku;  seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  Ayub 23:10

Alat uji iman lain, yang terkadang harus dialami anak-anak Tuhan adalah penderitaan.  Penderitaan yang dimaksud dapat berupa krisis keuangan, sakit-penyakit atau tragedi.  Ada dua kemungkinan:  ketika seseorang berada dalam penderitaan ia bisa semakin dekat kepada Tuhan dan berharap penuh padaNya, atau malah semakin menjauh dari Tuhan.

     Mari belajar dari pengalaman hidup Ayub.  Ia harus melewati masa-masa yang begitu menyesakkan yang bisa dikatakan sebagai suatu tragedi.  Dalam waktu sekejap kejadian demi kejadian buruk beruntun terjadi:  anak-anaknya mati, rumahnya terbakar, tubuhnya terkena sakit dan isteri pun meninggalkan dia.  Namun dalam keterpurukannya  "...Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."   (Ayub 1:22).  Bagaimana kita?  Saat sesuatu yang buruk menimpa kita seringkali respons kita adalah negatif dengan langsung berkata,  "Tuhan tidak adil.  Ia jahat dan tidak mengasihi aku.  Percuma mengikut Yesus."  Kita tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut.  Hari ini kita diingatkan:  jangan ada seorang pun yang undur dari iman.  Kalau pun kita harus mengalami kesesakan, berjanjilah untuk tetap setia mengiring Tuhan.

     Begitu juga dengan Paulus, kaena Injil Kristus, dia harus mengalami penderitaan dan kesesakan seperti katanya,  "Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit;  kami habis akal, namun tidak putus asa;  kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa."  (2 Korintus 4:8-9).  Paulus tidak kecewa, mundur atau pun lari dari panggilan Tuhan.  Justru ia semakin menyadari betapa indah rencana Tuhan di balik penderitaan yang harus ia tanggung.  Terkadang Tuhan ijinkan kita menderita untuk mencegah agar kita tidak berbuat dosa.  Dan lebih indah lagi, Dia hendak bekerja di dalam kita, karena  "...justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna."  (2 Korintus 12:9a).  Pada saat yang tepat jalan-jalanNya yang ajaib dinyatakan atas kita.

"Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya."  Mazmur 73:26

Friday, July 9, 2010

ALAT UJI IAN: Kelimpahan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2010 -

Baca: 1 Petrus 4:12-19

"Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu."   1 Petrus 4:12

Dari ayat nas ini kita dapat belajar bahwa adakalanya Tuhan mengijinkan suatu peristiwa terjadi dalam kehidupan kita (namun banyak kurang kita pahami), di mana ini menunjukkan Ia sangat concern terhadap kita dan bukti bahwa Ia adalah Bapa yang baik.

     Tuhan mengerjakan segala sesuatu dalam hidup kita bukanlah tanpa maksud, selalu ada rencanaNya yaitu hendak mengukur atau menguji kualitas iman kita, tahan uji atau tidak.  Tuhan berkata,  "Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu;  tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat."  (Matius 10:22).  Pertanyaannya:  mampukah iman kita bertahan sampai akhir?  Iman seseorang akan benar-benar teruji apabila ia mampu bertahan sampai akhir.  Dari sinilah kita tahu bahwa kita tahan uji.  Contoh cara atau alat yang digunakan Tuhan menguji iman kita adalah melalui kelimpahan (baca Lukas 12:16-19).  Ketika  seseorang hidup dalam kelimpahan atau bergelimang harta, hatinya cenderung berpaut pada harta yang ia miliki dari pada kepada Tuhan;  Tuhan tidak lagi menjadi yang utama dalam hidupnya,  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21):  karena merasa punya segalanya, Tuhan tidak lagi diperlukan, toh semuanya ada.  Pikirnya uang bisa mendapatkan apa saja yang dikehendaki.  Jangan sampai kita terlena dengan berkat, sebaliknya  "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu..."  (Amsal 3:9).  Tuhan memberkati kita supaya menjadi saluran berkat bagi pelebaran Kerajaan Allah dan juga orang lain. 

     Itulah sebabnya rasul Paulus berpesan kepada Timotius,  "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati."  (1 Timotius 6:17).  Berhati-hatilah!  Justru dalam keadaan sentosa kita harus memberi yang terbaik buat Tuhan.

Tetapi  "Aku (Tuhan - red.)  telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata:  'Aku tidak mau mendengarkan!'  (Yeremia 22:21a).

Thursday, July 8, 2010

ISTERI YANG CAKAP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2010 -

Baca: Amsal 31:10-31

"Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya?  Ia lebih berharga dari pada permata."  Amsal 31:10

Setiap pasangan suami isteri pasti mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia.  Suami isteri harus saling melengkapi, mengasihi satu sama lain.

     Banyak cerita tentang para suami yang berkeluh kesah kepada hamba Tuhan akibat tidak tahan dan sangat tertekan dengan sikap dan karakter isterinya sehari-hari.  Akhirnya suami lebih memilih berlama-lama berada di kantor dengan ditemani sekretarisnya yang cantik dan sabar, dari pada harus buru-buru pulang, karena isterinya di rumah sangat cerewet dan suka marah-marah.  Suami mana yang betah di rumah bila isterinya suka membentak dan sama sekali tidak memiliki kelembutan?  Sebagai seorang isteri Kristen tidak seharusnya kita bersikap demikian.  Adakah seorang isteri yang tidak ingin 'istimewa' di mata suaminya?  Atau yang dipuji dan bisa dibanggakan oleh suami?

     Penulis Amsal mengatakan bahwa seorang isteri yang cakap adalah mahkota bagi suaminya.  Mahkota dipakai di atas kepala dan melambangkan kehormatan.  Jadi, isteri yang cakap adalah kebanggan dan kehormatan bagi suaminya.  Biasa kesuksesan seorang suami dalam usaha, pekerjaan (karir) dan juga pelayanan sangat dipengaruhi peranan isteri yang pastinya cakap.  Bagaimana bisa menjadi isteri yang cakap?  Isteri yang cakap adalah isteri yang hidup takut akan Tuhan, sehingga ia tahu akan panggilan Tuhan dalam hidupnya yaitu menjadi penolong yang sepadan:  menolong dan mendampingi suaminya menjalani kehidupan seperti yang Tuhan kehendaki.  Jadi ia harus bisa mendukung visi suaminya.  Isteri yang cakap berarti juga mengasihi suaminya apa adanya; mengasihi berarti menerima kelebihan dan kekurangannya, mau tunduk dan menghargai suaminya sebagai kepala rumah tangga.  Allah menasihati,  "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan."  (Kolose 3:18).  Isteri perlu membantu suaminya untuk mengisi atau memperbaiki kekurangannya, bukan mengkritik, mengungkit-ungkit kesalahan atau menjatuhkan.  Selain itu, dia juga harus mampu memperhatikan kebutuhan keluarganya.

"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan Tuhan dipuji-puji."  Amsal 31:30

Catatan:
"Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:19-21

Wednesday, July 7, 2010

MAU MENYADARI KESALAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2010 -

Baca: Lukas 15:11-24

"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa."   Lukas 15:21

Keberadaan manusia  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak"  (Roma 3:10).  Nobody's perfect!  Tak ada gading yang tak retak.  Tak seorang pun luput atau kebal terhadap kesalahan.  Sehebat apa pun seseorang, pastilah pernah melakukan kesalahan.  Yang membedakan adalah:  tidak semua orang mau mengakui kesalahan.  Mari jujur bahwa mengakui kesalahan bukanlah hal yang mudah dilakukan dan memerlukan keterbukaan serta kerendahan hati.  Karena gengsi, takut ditolak atau dianggap rendah, seringkali orang tidak berani mengakui kesalahannya, malah berusaha menutupinya.  Yang berjiwa besar pasti mau mengakui kesalahannya walaupun dibutuhkan suatu keberanian!

     Bacaan alkitab hari ini menceritakan tentang seorang anak yang melakukan kesalahan besar dalam hidupnya:  meminta harta dari ayahnya lalu menghamburkannya dengan hidup berfoya-foya sampai akhirnya melarat dan terlunta-lunta, bahkan  "...ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya."  (Lukas 15:16).  Karena menderita si anak segera menyadari kesalahannya dan merasakan penyesalannya.  Kesadaran merupakan langkah positif menuju kesembuhan!  Banyak orang pulang ke rumah adalah teringat bahwa kasih bapanya lebih besar dari pada segala kesalahannya  (Lukas 15:18).

     Prinsip ini sangat penting:  kasih Tuhan selalu lebih besar dari segala kesalahan kita.  Namun ini bukanlah alasan melakukan dosa, melainkan pengharapan bahwa Tuhan tidak pernah menolak siapa pun yang datang kepadaNya, betapa pun besar kesalahannya.  Ia tidak pernah memutuskan hubungan dengan kita, justru kitalah yang seringkali menolak dan meninggalkanNya.  Maka segeralah si bungsu bangkit dan pergi kepada bapanya dengan penuh pengharapan  (Lukas 15:20).  Bila kita tidak segera menyadari kesalahan dan bangkit, pembaharuan/pemulihan takkan pernah terjadi dalam hidup kita.

Tuhan mengampuni setiap dosa dan pelanggaran yang kita akui dan Dia sanggup memulihkan keadaan kita!

Tuesday, July 6, 2010

TUHAN TIDAK PERNAH BERUBAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2010 -

Baca: Yakobus 1:12-18

"Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran."  Yakobus 1:17

Ada satu hal yang harus kita ketahui dan pahami dengan sungguh, sebagaimana disampaikan Yakobus dalam ayat nas ini, yaitu bahwa Allah baik!  Tidak hanya dalam waktu-waktu tertentu Dia baik, tetapi untuk selama-lamanya Ia selalu baik.  Jadi, Tuhan itu memang baik, tanpa ada embel-embel tertentu.

     Pemazmur mengegaskan pula, "sebab Tuhan itu baik, kasih setiaNya untuk selama-lamanya, dan kesetiaanNya tetap turun-temurun."  (Mazmur 100:5).  Yakobus pun mengatakan bahwa Allah tidak berubah dan AnakNya, Yesus Kristus, juga tidak pernah berubah:  "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya."  (Ibrani 13:8).  Dan dalam Yohanes 10:30 dijelaskan bahwa Yesus dan Allah adalah sama.  Jika Allah tidak pernah berubah, Yesus pun tidak pernah berubah; jadi Bapa, Putera dan Roh Kudus tetap sama.

     Jika saat ini kita sedang dalam kesulitan atau pergumulan berat, jangan pernah putus asa, apalagi lari dan minta pertolongan kepada 'allah' lain.  Datanglah kepada Yesus karena Ia sangat bisa kita andalkan.  KuasaNya, kasihNya, kesetiaanNya dan kebaikanNya tidak pernah berubah.  Dia rindu melakukan perkara-perkara yang baik bagi kita karena ia memang baik.  Bahkan,  "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8b).  Kita patut berbahagia, sebab walaupun segala sesuatu di dunia ini berubah,  Tuhan selalu mengasihi kita, berlimpah anugerah, belas kasihan dan selalu siap mengampuni.  Jadi Tuhan tidak berubah setiap kali keadaan kita berubah.  Bukankah kita yang seringkali berubah tidak lagi setia, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, ketika melihat keadaan di sekitar kita sedang tidak baik?

Tetapkan hati dan jangan pernah goyah karena kita memiliki Tuhan yang tidak pernah berubah!

  

Monday, July 5, 2010

TIDAK LAGI MURNI SEPERTI EMAS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2010 -

Baca: 1 Raja-Raja 14:21-31

"Sebagai gantinya raja Rehabeam membuat perisai-perisai tembaga, yang dipercayakannya kepada pemimpin-pemimpin bentara yang menjaga pintu istana raja."    1 Raja-Raja 14:27

Terlepas dari kesalahan yang dilakukan di akhir hidupnya, Salomo adalah raja Israel yang diberkati Tuhan secara melimpah;  kekayaannya tak tertandingi oleh bangsa mana pun.  "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat."  (1 Raja-Raja 10:23).  Istananya megah, bahkan semua perabotan perbendaharaan rumah Tuhan pun terbuat dari emas.  Itulah sebabnya ia menjadi buah bibir di antara bangsa-bangsa.

     Alkitab mencatat bahwa Salomo memerintah atas Israel 40 tahun lamanya.  Setelah Salomo mati, tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Rehabeam.  Sayangnya ia tidak dapat mempertahankan apa yang telah dirintis oleh ayahnya.  Rehabeam justru melakukan banyak pelanggaran yang menyebabkan bangsa Israel berdosa kepada Tuhan:  "...orang Yehuda melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka menimbulkan cemburuNya dengan dosa yang diperbuat mereka, lebih dari pada segala yang dilakukan nenek moyang mereka."  (1 Raja-Raja 14:22).  Bahkan semua perabotan rumah Tuhan yang terbuat dari emas tak dapat mereka jaga dan pertahankan, semuanya dirampas oleh musuh, yaitu Sisak raja Mesir.  Tetapi Rehabeam tidak kehabisan akal, dia mengganti semua perabotan emas itu dengan tembaga.  Kualitas yang sangat rendah bila dibandingkan dengan emas!

     Saat ini banyak orang Kristen yang tidak lagi memiliki kualitas 'emas' di hadapan Tuhan., tetapi hanya 'tembaga':  menjalani kehidupan rohaninya asal-asalan, asal berdoa, asal baca Alkitab, asal ke gereja.  Kita tidak lagi hidup dalam kekudusan dan dengan mudahnya berkompromi dengan dosa.  Firman Tuhan tegas berkata,  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,"  (1 Petrus 1:15).  Jadi, kekudusan adalah syarat mutlak!  "...sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan."  (Ibrani 12:14b).  Kita juga menjalankan ibadah dan pelayanan tak lebih dari sekedar kegiatan rutin atau kebiasaan semata.  Namun pada saatnya pekerjaan kita akan diuji!

Maka, lakukanlah yang terbaik untuk Tuhan!

Sunday, July 4, 2010

SUDAHKAH KITA BENAR-BENAR MENGENAL TUHAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2010 -

Baca: Hosea 6:1-11

"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari korban-korban bakaran."   (Hosea 6:6)

Ada pepatah:  "Tak kenal maka tak sayang".  Banyak orang berkata mengasihi Tuhan, bahkan sering kita lantunkan dalam sebuah tajuk pujian seperti yang berbunyi:  "Aku mengasihi Engkau, Yesus, dengan segenap hatiku."  Namun hal ini sangatlah kontras dengan tindakan kita atau kenyataan yang ada.

     Bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan jika tidak mengenal pribadiNya?  Pengenalan akan Tuhan bukan sekedar tahu Dia adalah Yesus Juruselamat manusia.  Mengenal Tuhan berarti kita punya hubungan karib denganNya; tahu apa kehendak dan isi hatiNya, memahami apa saja kesukaanNya atau pun yang Dia benci sekalipun.  Berarti kita harus benar-benar menjaga perasaan hati Tuhan supaya tidak tersakiti oleh apa yang kita perbuat.  Tuhan tidak pernah meminta harta, jabatan, atau kesibukan kita, yang Dia minta adalah kasih setia dan pengenalan akan Dia.

     Berbicara mengenai kesetiaan perlu terus-menerus tanpa henti melakukannya dan harus didasari oleh kasih.  Ini membutuhkan suatu pengorbanan.  Kesetiaan tidak hanya sekedar rajin beribadah setiap minggu, tapi kesetiaan adalah wujud keadaan di mana kita selalu melekat pada Bapa.  FirmanNya berkata,  "Tingallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.  Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku."  (Yohanes 15:4).

     Tidak mudah menemukan kesetiaan dalam diri seseorang di akhir zaman ini.  Banyak orang Kristen tawar hati dan tidak lagi setia mengiring Yesus hanya karena kecewa atau menghadapi masalah dan persoalan hidup.  Di sisi lain kita tidak pernah berusaha mengerti rencana dan kehendak Tuhan dalam hidup kita.  Yang kita lakukan hanyalah menuntut agar Tuhan mau menuruti kemauan kita.  Namun Ia ingin kita menjadi orang Kristen yang dewasa yang siap menjadi mempelaiNya;  Dia ingin kita selalu bersekutu dan membangun hubungan karib denganNya serta merenungkan firmanNya itu siang dan malam, agar kita dapat lebih mengenal pribadiNya.

"Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah."  1 Korintus 8:3

Saturday, July 3, 2010

TETAP SETIA DI SEGALA KEADAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2010 -

Baca:  2 Timotius 1:3-18

"Itulah sebabnya aku (Paulus - red.) menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan."   2 Timotius 1:12

Ayat nas di atas menunjukkan komitmen rasul Paulus dalam mengikut Kristus; apa pun yang terjadi dan resiko apa pun yang harus ditanggung, Paulus tidak pernah berubah sikap, karena ia tahu kepada siapa ia percaya.

     Seperti Pauluskah komitmen kita selama ini?  Belum menghadapi aniaya dan penderitaan seperti yang dialami Paulus kita sudah enggan mengikut Tuhan.  Menyediakan sedikit waktu untuk bersaat teduh dan membaca Alkitab kita tidak disiplin dan malas melakukannya, sedangkan untuk menonton TV atau nongkrong dengan teman, kita betah berlama-lama; ketika tertegur oleh firman yang keras kita langsung tersinggung dan ngambek tidak mau ke gereja lagi; dihimbau untuk terlibat dalam pelayanan, kita sudah menyiapkan 1001 alasan sebagai jurus menghindar.  Adalah omong kosong jika kita berkata Kristus yang utama jika tidak disertai tindakan nyata yang menunjukkan kita mengutamakanNya dalam segala hal.  Kita masih enggan melepaskan dunia dengan segala kenyamanannya.  Tuhan tidak ingin ada 'ilah' lain di hadapanNya, sebab hal itu adalah perzinahan rohani.  FirmanNya menegaskan:  "...persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah.  Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4b-c).

     Tidak mudah menjadi pengikut Kristus.  Kita berpikir jika kita mengikut Dia perjalanan hidup kita akan enak dan bisa semau gue.  Tidak!  Ada tanggung jawab besar berada di pundak kita yaitu pikul salib dan memiliki kehidupan yang 'berbeda' dengan dunia, karena sebagai orang Kristen kita ini adalah 'Kristus-Kristus kecil' di bumi yang artinya kehidupan kita harus benar-benar mencerminkan Kristus.  Adalah anugerah dan sukacita tersendiri bila kita dipercaya Tuhan menjadi saksi-saksiNya.

Inilah yang memacu Paulus tetap setia melayani Tuhan di segala keadaan; ia tahu penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan kemuliaan yang Tuhan sediakan kelak!  Baca Roma 8:1

Friday, July 2, 2010

SAAT JANJI TUHAN TERTUNDA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2010 -

Baca: Kejadian 21:1-7

"Siapakah tadinya yang dapat mengatakan kepada Abraham:  Sara menyusui anak?  Namun aku (Sara - red.) telah melahirkan seorang anak laki-laki baginya pada masa tuanya."   Kejadian 21:7

Mengalami penundaan karena suatu hal pasti menimbulkan rasa bosan, jenuh dan juga kecewa.  Dalam kehidupan terdapat banyak penundaan yang terjadi tiba-tiba atau mengejutkan:  jadwal penerbangan yang tertunda, pernikahan ditunda, kenaikan gaji ditunda.  Bagaimana perasaan kita?  Pasti jengkel, kecewa, bosan, karena ditunda berarti membuat kita menunggu lebih lama.  Kalau ditunda 10 menit mungkin masih bisa ditoleransi;  ditunda 1 jam membuat kita mulai kesal dan gelisah;  ditunda sehari, seminggu, sebulan dan seterusnya merupakan mimpi buruk!  Coba bayangkan bila penundaan itu berlangsung 39 tahun.  Apa yang akan kita lakukan dan bagaimana perasaan kita?

     Itulah contoh yang dialami Abraham.  Suatu ketika Tuhan berjanji kepadanya,  " 'Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.'  Maka firmanNya kepadanya:  'Demikianlah banyaknya keturunanmu.' "  (Kejadian 15:5).  Namun, Sara tetap tidak memiliki anak selama bertahun-tahun, bahkan saat usia keduanya sudah sangat tua, belum juga ada tanda.  Secara manusia kita pasti akan kecewa, pahit hati dan menyerah pada keadaan.  Kita akan berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai memakai logika, lalu kita mencari pertolongan kepada manusia atau ilah lain.  Padahal, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!"  (Yeremia 17:5).

     Tetapi selama 39 tahun Sara dan Abraham menantikan penggenapan janji Tuhan atas mereka.  Pada akhirnya "Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankanNya, dan Tuhan melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikanNya.  Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya."  (Kejadian 21:1-2).  Abraham berumur 100 tahun saat Ishak lahir, sedangkan Sara 90 tahun.  Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan!  Dia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya.

Apa yang dianggap mustahil oleh manusia, kuasa Tuhan memungkinkan hal itu terjadi! Haleluya!

Thursday, July 1, 2010

KETAATAN MEMBUKA PINTU BERKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2010 -

Baca: Mazmur 119:33-40

"Perlihatkanlah kepadaku, ya Tuhan, petujuk ketetapan-ketetapanMu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir."   Mazmur 119:33

Tidak mudah menjadi orang yang taat.  Hampir setiap Minggu kita mendengar kotbah di gereja atau juga melalui pembacaan renungan setiap hari yang mengajar kita untuk hidup dalam ketaatan.  Namun kenyataannya tidak semua orang Kristen mau melakukan ketaatan itu dan sebagian besar malah cenderung mengabaikannya dan tidak mau taat.

Alkitab menegaskan:  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu,..."  (Ibrani 2:2b-3).  Mari kita belajar dari kehidupan Abraham, salah satu tokoh besar dalam Alkitab yang disebut pula sebagai bapa orang percaya.  Abraham setia melakukan kehendak Tuhan.  Dia selalu bersemangat mengerjakan semua dan apa pun yang diminta Tuhan untuk dikerjakan.  Saat Tuhan memerintahkannya untuk pergi meninggalkan negeri dan juga sanak saudaranya, Abraham taat.  Juga ketika Tuhan memintanya untuk mempersembahkan anak laki-laki yang ia kasihi sebagai korban bakaran, ia pun taat seperti tertulis:  "Keesokan harinya pagi-paginya bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya."  (Kejadian 22:3).  Setelah sampai di tempat yang dituju ia pun meletakkan anaknya sebagai korban bagi Tuhan, walau pada akhirnya Tuhan menyediakan seekor domba jantan sebagai gantinya.  Ini bukti nyata Abraham adalah orang yang taat!  Karena ketaatan inilah akhirnya Tuhan membuka pintu-pintu berkat bagi semua bangsa di bumi.  Dikatakan,  "Bukankah sesungguhya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?"  (Kejadian 18:18). 

     Untuk bisa menjadi orang yang taat seperti Abraham kita harus memiliki penyerahan diri total kepada Tuhan dan juga kesetiaan.  Seringkali kita menuntut Tuhan untuk menepati janjiNya, namun kita sendiri tidak mengerjakan bagian kita (yaitu taat). 

Bila kita taat, apa pun Dia sediakan bagi kita karena Dia adalah Jehovah Jireh!

Wednesday, June 30, 2010

YONATAN: Figur Sahabat Sejati (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2010 -

Baca: 1 Samuel 20:1-17

"Dan Yonatan menyuruh Daud sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya, sebab ia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri."   1 Samuel 20:17

Ketika tahu bahwa Daud sedang dalam kesulitan besar dan terancam jiwanya, Yonatan datang memberi kekuatan dan dorongan semangat kepada sahabatnya itu.  Ia menemui Daud dan berkata, "Ayahku Saul berikhtiar untuk membunuh engkau; oleh sebab itu, hati-hatilah besok pagi, duduklah di suatu tempat perlindungan dan bersembunyilah di sana.  Aku akan keluar dan berdiri di sisi ayahku di padang tempatmu itu.  Maka aku akan berbicara dengan ayahku perihalmu; aku akan melihat bagaimana keadaannya, lalu memberitahukannya kepadamu."   (1 Samuel 19:2-3).

     Seorang sahabat akan selalu ada saat temannya sedang melewati masa-masa yang suram.  Amsal 17:17 berkata,  "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  Kehadiran Yonatan sangat berarti bagi Daud.  Saat ia terpuruk dan ditinggalkan orang-orang terdekatnya, Yonatan tetap setia dan tidak berubah sikap.  Katanya kepada Daud,  "Apapun kehendak hatimu, aku akan melakukannya bagimu."  (1 Samuel 20:4).  Di zaman sekarang ini susah menemukan seorang sahabat seperti Yonatan.  Kebanyakan orang membangun sebuah pertemanan didasarkan atas kepentingan untung rugi. 

     Kita tahu Yonatan adalah putra raja Saul, berarti calon tunggal pengganti ayahnya.  Coba bayangkan bagaimana perasaan Yonatan manakala ia mendengar pernyataan nabi Samuel bahwa Tuhan telah menolak Saul sebagai raja atas Israel.  Bukankah yang seharusnya melanjutkan kepemimpinan sebagai raja menggantikan Saul adalah Yonatan, ia sendiri?  Namun Tuhan telah memilih orang yang berkenan di hatiNya dan berhak mengemban tugas sebagai raja, yaitu Daud, sahabatnya.  Secara manusia Yonatan pasti terluka dan pahit hatinya.  Tetapi Yonatan tidak demikian, ia rela mengalah dan bersukacita menerima Daud sebagai raja menggantikan ayahnya.  Ia sadar Tuhan sendiri yang mengangkat Daud sebagai raja Israel.  Ini menunjukkan Yonatan tidak egois atau mementingkan diri sendiri, dan membuktikan dia sahabat sejati bagi Daud.

Sudahkah kita menjadi sahabat sejati bagi orang-orang di sekitar kita?  Dan jangan lagi menjadi orang yang egois!

Tuesday, June 29, 2010

YONATAN: Figur Sahabat Sejati (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2010 -

Baca: 2 Samuel 1:17-27

"Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan."   2 Samuel 1:26

Bagaimana rasanya jika kita tidak memiliki sahabat selam hidup di dunia ini?  Pasti akan terasa hampa dan kesepian, tidak ada teman yang memperhatikan dan peduli dengan keberadaan kita.  Bahkan ada kata bijak yang mengatakan bahwa orang yang paling malang di dunia adalah orang yang tidak memiliki sahabat.

     Daud sangat berbahagia karena ia memiliki seorang sahabat sejati bernama Yonatan.  Setelah Yonatan gugur dalam pertempuran, Daud benar-benar sangat kehilangan dia.  Inilah ungkapan isi hati Daud terhadap Yonatan,  "Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan."  Alkitab juga mencatat betapa karibnya persahabatan keduanya:  "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri."  (1 Samuel 18:3).

     Yonatan adalah contoh sahabat sejati.  Darinya kita dapat belajar tentang kualitas seorang sahabat.  Yonatan mengambil langkah yang sangat berani dengan menjadikan Daud sebagai sahabatnya, padahal ayahnya (Saul), sangat membenci Daud.  Karena kekaribannya dengan Daud, Yonatan juga harus mengalami perlakuan yang tidak baik dari ayahnya.  Pada suatu hari raja Saul mengungkapkan amarahnya kepada Yonatan,  "Anak sundal yang kurang ajar!  Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu?  Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh.  Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati."  (1 Samuel 20:30-31).  Bahkan Saul juga melemparkan tombaknya kepada Yonatan untuk membunuhnya.  Ketika tahu bahwa ayahnya berencana untuk membunuh Daud, Yonatan pun segera pergi ke tempat persembunyian Daud dan memberitahukan rencana jahat ayahnya itu.  Yonatan memang tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi kebencian ayahnya terhadap Daud, tetapi ia dapat berbuat sesuatu untuk menyatakan kesetiaannya sebagai seorang sahabat Daud.  Inilah arti sahabat, tetap setia dan mengasihi di segala keadaan.  (Bersambung)

Monday, June 28, 2010

JANGAN MENJAMAH YANG NAJIS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2010 -

Baca: Yesaya 52:1-12

"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu,..."   Yesaya 52:11

Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus, sulitlah bagi kita menyucikan diri bila kita sendiri tak mau melangkah ke luar meninggalkan 'dunia'.  Dengan keras Tuhan memerintahkan kita tak lagi bermain-main dengan dosa:  "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu."   (2 Korintus 6:17).

     Sebagai umat yang telah diselamatkan kita harus menjauhkan diri dari hala-hal yang najis dan mau memisahkan diri dari 'dunia' ini.  Banyak orang kurang paham akan istilah dunia dalam kekristenan.  Apa sih 'dunia' itu?  Dunia yang dimaksud bukanlah bumi tempat di mana kita berpijak atau suatu negara.  'Dunia' berbicara tentang pola hidup atau segala sesuatu yang mencondongkan hati kita semakin menjauh dari Tuhan;  perkara yang membuat kita tidak lagi bergairah berdoa atau membaca firman Tuhan, itulah 'dunia'.  Kesimpulannya ialah segala sesuatu yang membuat kasih kita kepada Tuhan menjadi dingin, itulah 'dunia'.  Ini bukan hanya berbicara tentang dosa, tapi semua perkara yang membuat kehidupan rohani seseorang padam adalah 'dunia'.  Tuhan tidak begitu saja memerintahkan umatNya ke luar memisahkan diri dari 'dunia', namun Dia memberikan jaminan apabila kita mau memisahkan diri dari kehidupan dunia:  "...Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan..."  (2 Korintus 6:18).  Hidup kita tak akan terlantar karena Dia menjadi Bapa kita.  Sebagai anak kita akan menjadi obyek perhatianNya, kasihNya, kebaikanNya.

     Banyak orang Kristen nampaknya sudah berada di luar 'Mesir', padahal sebenarnya masih berada di dalamnya.  Mereka tidak menghiraukan seruan Tuhan,  "Jangan menjamah yang najis".  Menjamah yang 'najis' bukan terbatas pada dosa perzinahan secara fisik, tapi termasuk perzinahan rohani:  ada yang masih terikat pada tradisi, primbon-primbon, hari 'baik', percaya pada suhu, horoskop.  Bukankah itu menunjukkan kehidupan di 'Mesir' dan menyembah kepada berhala atau roh-roh yang bukan dari Tuhan?  Bukankah hal ini merupakan kenajisan di mata Tuhan?

Segeralah bertobat, sebelum terlambat!


   

Sunday, June 27, 2010

BANGSA ISRAEL DAN SAUL: Suatu Peringatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2010 -

Baca: Mazmur 78:1-31

"dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah."   Mazmur 78:8

Selama tahun-tahun yang dilalui di padang gurun, bangsa Israel selalu menunjukkan kedegilan dan pemberontakannya kepada Tuhan.  Akibatnya mereka mati di sana.  Karena itu pemazmur menuliskan hal ini sebagai pelajaran yang berharga agar kita bisa bercermin dari kegagalan bangsa Israel tersebut.

     Bangsa Israel gagal karena enggan melakukan perintah Tuhan!  Memang mereka berseru-seru kepada Tuhan saat terjepit, bahkan menanggapi perintahNya dengan ketaatan sampai segala sesuatunya baik dan dipulihkan.  Namun berulangkali pula mereka memberontak.  Tindakan mereka seperti suatu siklus, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka  "...suatu bangsa yang tengkuk."  (Keluaran 32:9).  Tegar tengkuk bisa diartikan:  keras kepala, sulit ditangani atau diajak bekerja sama, suka memberontak, menolak untuk patuh dan tidak dapat diatur.  Pemberontakan atau ketidaktaatanlah akar kegagalan mereka.  Andaikan mereka selalu taat, betapa mulia mereka jadinya, sehingga tidak perlu mati di padang gurun karena tidak tunduk pada kehendak Tuhan.

     Ketaatan atau ketidaktaatan sama-sama mendatangkan akibat.  Ketaatan membuka pintu kesempatan bagi kita mengalami dan menikmati janji Tuhan.  Sebaliknya, ketidaktaatan semakin menutup pintu berkat, tapi membuka gerbang kehancuran.  Saul adalah contoh orang yang diberi kesempatan menadi raja Israel.  Sayang Saul tidak mampu mempertahankan kedudukan dan kehormaatannya karena pemberontakan dan kedegilan hatinya.  Berkatalah Samuel kepada Saul,  "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan?  Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.  Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim.  Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."  (1 Samuel 15:22-23).

Hari ini, kita dihadapkan pada pilihan hidup:  taat mendatangkan berkat atau ketidaktaatan yang membuat kita kehilangan berkat.  Pilih yang mana?

Saturday, June 26, 2010

BELAJAR SEPERTI ANAK KECIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2010 -

Baca: Matius 18:1-5

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga."   Matius 18:3

Suatu ketika murid-murid Yesus bertanya kepadaNya perihal siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.  Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkan di tengah-tengah mereka, serta berkata,  "...sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga."  (ayat 3,4).  Jawaban Yesus ini benar-benar mengejutkan mereka!  Mengapa Dia memberikan contoh anak kecil, bukan yang lain?  Karena ada sifat-sifat anak kecil yang dapat kita teladani, di antaranya:  1.  Ia percaya penuh kepada bapanya.  2.  Ia mudah dibentuk dan diajar (taat).

     Seorang anak kecil tidak pernah kuatir terhadap apa pun karena ia tahu bapanya pasti akan menyediakan segala sesuatu yang ia butuhkan.  Ia juga tidak pernah merasa takut karena ia yakin bapanya senantiasa menjaga dan memberinya perlindungan; ia percaya penuh kepada bapanya di segala situasi.  Iman seperti anak kecil inilah yang seharusnya dimiliki setiap orang percaya.  Namun sebaliknya, kita begitu mudah kuatir dan ketakutan ketika berada di situasi sulit.  Kita lupa janji firmanNya:  "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu."  (1 Petrus 5:7).

     Selanjutnya, seorang anak kecil selalu taat terhadap apa yang diperintahkan oleh bapanya; mudah diajar dan dibentuk tanpa pernah mendebat.  Firman Tuhan pun bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk kita taati.  Dalam hal ketaatan, Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita.  Dia berkata,  "MakananKu ialah melakukan kehendak Dia (Bapa) yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya."  (Yohanes 4:34) dan "...taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).  Jangankan taat, tertegur oleh firman Tuhan yang keras saja tidak sedikit dari kita yang langsung tersinggung dan ngambek.  Kita sulit menerima teguran!  Ayub menasihati, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."  (Ayub 5:17).

Milikilah iman seperti anak kecil dan jangan menolak didikan Tuhan!

Friday, June 25, 2010

TUHAN MENGASIHI ORANG BERDOSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2010 -

Baca: Yohanes 8:2-11

"Barangsiapa di antara kamu tidak berodsa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."   Yohanes 8:7

Adalah lebih mudah berkomentar, menyalahkan serta melontarkan penghakiman kepada orang lain daripada melihat ke 'dalam' diri sendiri (menyadari kesalahan dan kekurangan), seperti tertulis "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."  (Matius 7:3,5).

Seperti itulah kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang begitu mudahnya menghakimi orang lain yang berbuat kesalahan. Suatu ketika ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa ke hadapan Yesus seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan berkata, "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dan hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian." (Yohanes 8:4, 5a). Andaikan waktu itu mereka menyerahkan perempuan pezinah itu kepada imam besar, raja atau hakim, ia pasti sudah dirajam dengan batu dan mati. Untunglah mereka membawanya kepada Yesus. Yesus memperhatikan perempuan itu dengan belas kasihan dan kasih yang luar biasa, dan Dia berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Tak seorang pun berani melempari perempuan itu, lalu pergilah mereka seorang demi seorang meninggalkan Yesus.

Adakah di antara kita yang tidak berdosa atau suci? Tuhan datang "...untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10); Dia datang untuk orang-orang berdosa seperti perempuan itu. Berkatalah Yesus, " 'Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?' Jawabnya: 'Tidak ada, Tuhan.' Lalu kata Yesus: 'Akupun tidak menghukum engkau, Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.' " (Yohanes 8:10-11). Tuhan mengasihi orang berdosa. Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa dan pelanggaran-pelanggaran kita.

Jangan sia-siakan anugerah keselamatan itu, hiduplah dalam pertobatan dan jangan menghakimi orang lain!

Thursday, June 24, 2010

BERSYUKUR ADALAH LANGKAH AWAL MENGALAMI BERKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2010 -

Baca: Mazmur 92:1-16

"Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi,"   Mazmur 92:2

Tentang mengucap syukur, secara umum orang Kristen dapat dibedakan menjadi 3 kelompok:  1.  Orang Kristen yang bersungguh hati mengucap syukur kepada Tuhan.  2.  Orang Kristen yang mengucap syukur, tapi tidak sungguh-sungguh.  3.  Orang Kristen yang tidak tahu mengucap syukur.  Pertanyaannya:  Kita termasuk yang mana?  Tentunya kita masih ingat kisah 10 orang kusta yang minta disembuhkan Yesus (baca Lukas 17:11-19). Ketika mereka disembuhkan hanya ada 1 orang saja yang kembali datang bersujud, tersungkur di kaki Yesus dan mengucap syukur atas besarnya kasih, kebaikan dan kemurahan Tuhan kepadanya.  Sementara yang sembilan lainnya berlalu begitu saja, tidak mengingat atau mungkin dengan sengaja tidak mengucap syukur kepada Tuhan.

     Ucapan syukur adalah jalan terbuka menuju kuasa Tuhan atau kekuatan untuk mengaktifkan iman.  Jadi, iman selalu bekerja sama dengan ucapan syukur.  Tertulis,  "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur."  (Kolose 2:7).  Alangkah indahnya hidup ini jikalau hati kita selalu berlimpah ucapan syukur.  Ketika kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita sedang disadarkan tentang siapa Tuhan itu bagi kita.  Bila hati dan pikiran kita hanya fokus pada persoalan akan membawa kita kepada keputusasaan dan kekecewaan.  Sebaliknya bila kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan, iman dan pengharapan kita kepada Tuhan semakin bertumbuh.  Semakin banyak bersyukur, semakin subur pula iman kita, semakin besar pula pengharapan kita untuk mengalami dan menikmati berkat Tuhan.

     Memang tidak mudah untuk mengucap syukur di segala keadaan.  Tatkala segala sesuatu berjalan dengan baik, sehat, bisnis lancar, jabatan nyaman dan sebagainya, kita dapat mengucap syukur dengan limpahnya.  Namun tatkala kita menghadapi situasi yang buruk, penderitaan, sakit penyakit, dapatkah kita tetap mengucap syukur?

Alkitab mengingatkan,  "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  (1 Tesalonika 5:18).

Wednesday, June 23, 2010

KETAKUTAN: Penghalang Berkat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2010 -

Baca: 2 Timotius 1:3-18

"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."   2 Timotius 1:7

Ketakutan bukan berasal dari Tuhan karena Dia memberi kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.  Dia tidak ingin kita hidup dalam ketakutan, itulah sebabnya Dia memberikan Roh Kudus supaya kita mampu melawan tipu muslihat Iblis dan beroleh kemenangan,  "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  (1 Yohanes 4:4b).

     Tuhan memberikan kita kuasa mengalahkan ketakutan yang menyerang kita.  Ketakutan menyebabkan kita melangkah ke arah yang salah yaitu lari dari masalah.  Dari manakah ketakutan timbul?  Ketakutan datang dari informasi-informasi negatif yang kita terima dari berbagai sumber: surat kabar, berita di media, gosip tetangga atau vonis dokter.  Semua yang negatif itu diolah Iblis, lalu ditembakkan melalui telinga sampai menembus hati dan pikiran kita.  Itulah Iblis!  Ia sangat suka menganggu pikiran kita, sebab bila sudah berhasil masuk ke pikiran, dengan mudah ia mengendalikan hidup kita.

     Ketakutan adalah musuh iman yang mematikan dan sejata Iblis yang paling ampuh untuk menghancurkan orang percaya.  Dalam Yakobus 1:7 dikatakan,  "...tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis maka ia akan lari dari padamu!"  Kita harus melawan ketakutan yang coba menyerang dan merampas berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi kita.  Usir rasa takut itu dengan nama Tuhan Yesus Kristus!  Memang, selama masih hidup dalam darah dan daging kita takkan luput dari pencobaan dan masalah.  Karena itu kita harus belajar bediri teguh di atas firman Tuhan dan percaya penuh pada janjiNya.  Iblis si pencuri itu datang  "...hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;"  (Yohanes 10:10a).  Untuk membinasakan manusia, Iblis mempengaruhi pikiran dengan hal-hal negatif.  Namun bukankah Iblis telah dikalahkan Tuhan melalui kematian dan kebangkitanNya?  Jadi tidak seharusnya kita kalah.

"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;  Aku akan meneguhkan bahkan akan menolong engkau;  Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan."  Yesaya 41:10

Tuesday, June 22, 2010

TUHAN PASTI MENCUKUPKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2010 -

Baca: 1 Raja-Raja 3:1-15

"Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja."  1 Raja-Raja 3:13

Ada berbagai macam tujuan atau motivasi orang mengikut Kristus.  Kita mengiring Kristus karena telah diselamatkan dan dilepaskan dari segala kutuk dosa, serta beroleh jaminan kehidupan kekal di Kerajaan Sorga.  Tetapi ada sebagian orang mengikut Kristus karena motivasi yang salah yaitu ingin kaya atau hidup berkelimpahan secara lahiriah.

     Apa pun motivasi kita tak ada yang tidak diketahuiNya:  "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang."  (Yohanes 6:26).  Roti berbicara tentang materi (berkat jasmani).  Ketika seseorang hanya menginginkan berkat, pasti doa pemohonannya searah dengan keinginan hatinya.  Tuhan tak pernah mengajar kita demikian; Dia mengajar kita tidak kuatir tentang apa yang hendak kita makan dan pakai, sebab "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.  Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu."  (Matius 6:32).

     Jika kita mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan menambahkan segala keperluan kita (baca Matius 6:33).  Sebaliknya, orang yang mencari kekayaan dengan cepat dan bernafsu akan mendapatkan berbagai kesulitan:  "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan."  (1 Timotius 6:9).  Masih terdengar orang Kristen pergi ke gunung Kawi mencari kekayaan.  Tragis sekali!  Salomo tak pernah berdoa meminta kekayan kepada Tuhan, haya meminta hikmat, tetapi Tuhan memberikan lebih dari itu; semua yang tak diminta Salomo disediakanNya termasuk harta kekayaan melimpah.  Asal kita setia dan melayaniNya dengan sungguh, hidup kita pasti diperhatikanNya!

"Tetapi kamu harus beribadah kepada Tuhan, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu."  (Keluaran 23:25)

Monday, June 21, 2010

ORANG KRISTEN: Manusia Baru

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2010 -

Baca: Efesus 4:17-24

"Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia."   Efesus 4:17b

Berapa lama saudara menjadi Kristen?  Ada yang menjawab, "Sudah bertahun-tahun, bahkan sejak lahir aku sudah Kristen."  Namun tidaklah cukup sekedar menjadi Kristen atau membanggakan diri hanya karena kita berlabel Kristen jika tidak disertai perubahan hidup yang benar-benar nyata.

     Yang dikehendaki Tuhan adalah orang Kristen yang telah meninggalkan kehidupan lamanya dan menjadi manusia baru.  Yang dimaksud adalah manusia yang telah mengalami pembaharuan dalam hidupnya melalui proses pertobatan, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus Kristus:  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru:  yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Sebagai manusia baru sudah seharusnya kita tidak lagi mengenakan tabiat manusia lama kita, tetapi mengenakan tabiat Kristus dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus.  Namun banyak orang Kristen masih bertabiat manusia lama.  Buktinya adalah seperti gambaran Alkitab:  ada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (baca Galatia 5:19-21).

     Untuk bertumbuh menjadi manusia baru, langkah yang harus kita lakukan adalah membuang cara hidup manusia lama itu menjadi serupa dengan Kristus dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus.  Jelas bahwa dosa adalah faktor penghalang utama persekutuan kita dengan Tuhan.  Maka dari itu jangan pernah menyimpan dosa-dosa masa lalu yang terus menghantui dan menghambat pertumbuhan rohani; akuilah supaya darah Kristus bekerja menyucikan dosa-dosa kita, sebab "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:9).  Sediakan banyak waktu untuk belajar firman dan bersekutu dengan Tuhan sehingga kita semakin mengenal pribadiNya lebih mendalam dan bisa meneladani hidupnya; ini juga berarti kita mau dipimpin oleh Roh Kudus dan tidak lagi menuruti keinginan sendiri. 

Jika kita tetap mengenakan 'manusia lama', sia-sialah kekristenan kita.

Sunday, June 20, 2010

MENDENGAR, MENDENGAR DAN MENDENGAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2010 -

Baca: Ulangan 31:9-13

"Seluruh bangsa itu berkumpul,...supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan Tuhan, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini,"   Ulangan 31:12

Bukan tanpa tujuan bila Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut kepada manusia, yaitu supaya kita lebih banyak mendengar daripada berucap atau berkata-kata.  Meski demikian, kebanyakan orang lebih mudah menggunakan mulutnya untuk hal-hal yang sia-sia, menghakimi orang lain, mengumpat, menggosip, marah, mengeluh, tetapi sangat sulit membuka telinganya terhadap teguran, nasihat, terlebih lagi firman Tuhan.

     Itulah sebabnya Musa memerintahkan seluruh umat Israel, tanpa terkecuali, berkumpul supaya mereka mendengarkan hukum Tuhan dan belajar takut akan Dia.  Alkitab menyatakan,  "...perhatikanlah cara kamu mendengar.  Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya."  (Lukas 8:18).  Mendengarkan firman Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan orang percaya.  Lebih penting lagi adalah mendengarkan dengan baik apa yang kita dengar.  Jika tidak, firman yang kita dengar itu tidak akan berdampak apa pun dalam hidup kita.  Semakin banyak mendengar kita akan semakin mengerti;  semakin mengerti membuat kita semakin percaya dan percaya membuat kita bertindak.

     Ada contoh perempuan dengan pendarahan 12 tahun yang lalu menerima kesembuhan karena terlebih dahulu banyak mendengar berita tentang Yesus.  Kemampuannya mendengar perbuatan-perbuatan ajaib yang dikerjakan Yesus membuat imannya semakin bertumbuh, sehingga ia memiliki keberanian menerobos kerumunan orang dan menyentuh jumbai jubah Yesus, meskipun ia dipandang najis menurut hukum saat itu yang melarang dirinya menyentuh siapa saja;  "...di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya.  Sebab katanya: 'Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh.'  Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya."  (Markus 5:27-29).

"Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  Roma 10:17

Saturday, June 19, 2010

TUHAN FOKUS IMAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2010 -


Baca: Filipi 4:10-19

"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  Filipi 4:13

Tidak seharusnya kehidupan orang Kristen diwarnai keluh kesah dan sungut-sungut karena kita memiliki Allah yang luar biasa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.  Dia tak pernah berhenti menopang, memberi kekuatan kepada anak-anakNya dan tak membiarkan kita tergeletak.  Seberat apa pun pergumulan kita, kita tidak sendirian menaggungnya sebab  "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..."   (Roma 8:28).

     Mengapa banyak orang Kristen hidup dalam kekalahan setiap hari?  Kita akan menjadi orang-orang Kristen yang menang apabila iman kita fokus pada arah yang benar.  Iman akan membuahkan hasil bila kita membangunnya di atas dasar yang teguh; dan dasar iman itu adalah Tuhan!  Bukan berarti segalanya berjalan mulus, namun yang pasti Tuhan dapat menggunakan pergumulan kita untuk menguatkan dan memberkati kita.

     Tuhanlah yang terbaik dari yang paling baik, terbesar, terutama, lebih tinggi dari yang paling tinggi, dan lebih dalam dari yang terdalam;  sungguh, Dia tiada bandingannya!  Tidak hanya Mahakuasa dan Mahahadir, Dia juga Mahatahu.  Dia tahu segala sesuatu perihal kita dan sangat peduli terhadap apa pun yang terjadi pada kita.  Pemazmur berkata,  "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.  Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi."  (Mazmur 139:2-3).  Kita pun tidak dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya.  "Ke mana aku dapat pergi dan menjauh dari pandangan mataNya.  "Ke mana aku dapat pergi menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu?  Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana;  jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau."  (Mazmur 139:7-8).  Seringkali kita berpikir Tuhan jahat dan tidak adil ketika hal-hal buruk terjadi dalam kehidupan kita.  Namun Ia sangat adil dan obyektif dalam segala keputusanNya;  Dia juga melakukan hanya yang benar.  Tidak selayaknya kita menuduhNya berlaku tidak adil atau pilih kasih dalam perbuatanNya.

Tuhan sangat terpercaya sebagai dasar iman, bukan yang lain!  Itu lebih dari cukup.

Friday, June 18, 2010

JANGAN MENOLEH KE BELAKANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2010 -

Baca: Kejadian 19:1-29

"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang,..."   Kejadian 19:17

Saat Sodom dan Gomora hendak dibumihanguskan karena memuncaknya kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada doa Abraham:  "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?"  (Kejadian 18:23).  Hati Tuhan luluh sehingga Ia mengutus malaikat menyelamatkan Lot dan keluarganya:  "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya:  'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.' "  (Kejadian 19:15).  Malaikat itu juga berpesan, "Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang..."

     Dari ayat nas ini kita dapat mengambil makna rohani, yaitu janganlah menengok kembali kegagalan-kegagalan kita di masa lalu, tetapi pandanglah ke masa depan cerah yang diberikan Tuhan kepada kita.  Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakan di Mesir, raja Firaun mengejar kembali bangsa Israel.  Ketika orang Israel menengok ke belakang terlihatlah bahwa tentara Firaun mengejarnya; mereka menjadi sangat takut.  Waktu itu mereka dihadapkan pada pilihan hidup yang berat:  taat kepada Tuhan dan meneruskan perjalanan menuju Tanah Perjanjian, atau memilih kembali ke Mesir dan menjadi tawanan di sana.  Puji Tuhan!  Bangsa Israel memilih taat kepada perintah Tuhan dan menyeberangi laut Teberau.  Dan ketika mereka taat, Tuhan menyatakan mujizatNya yang ajaib!  "...Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu."  (Keluaran 14:21).

     Jika keadaan berat sedang menghimpit, arahkan pandangan kepada Yesus, jangan menoleh ke belakang dan terpengaruh bisikan Iblis.  Jangan sampai kegagalan masa lalu atau belenggu-belenggu masa silam melemahkan iman kita.  Alkitab menasihati.  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,..."  (Ibrani 12:2a).  Jika Tuhan di pihak kita, siapa yang dapat melawan kita?

"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang,..."  Roma 8:37